Download pdf - Referat Trauma Kapitis

Transcript

BAB. 1 PENDAHULUAN

Trauma kapitis atau lebih dikenal dengan gegar otak oleh masyarakat, merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian atau kelumpuhan pada semua tingkat usia. Trauma kapitis merupakan urutan kedua penyebab kematian pada usia antara 1-35 tahun, kurang lebih setiap tahun 77.000 orang meninggal dan sekitar 50.000 orang menderita kelumpuhan setiap tahunnya di Amerika Serikat karena trauma kapitis. Di Indonesia sendiri, walaupun belum ada data pasien mengenai angka kejadian trauma kapitis, tetapi yang jelas trauma sering dan banyak terjadi di rumah sakit di seluruh Indonesia. Penyebab trauma kapitis adalah benturan pada kepala, seperti kecelakaan kerja, lalu lintas dan jatuh. Trauma kapitis lebih berbahaya dari trauma pada organ lainnya, karena trauma ini mengenai otak. Selain itu sekali neuron rusak tidak dapat diperbaiki lagi. Trauma ini mengakibatkan malapetaka besar bagi seorang individu. Beberapa masalah disebabkan langsung dan banyak lainnya karena efek sekunder dari trauma. Penderita dapat meninggal atau menjadi cacat, invalid, tergantung pada orang lain dan menjadi beban bagi keluarga.1Melihat kenyataan di atas, penderita perlu mendapatkan penanganan serius dan melibatkan berbagai tenaga kesehatan agar dapat memberikan pertolongan guna mencegah hal-hal yang lebih buruk dan lebih berbahaya bagi penderita trauma kapitis.

BAB. 2 PEMBAHASAN

DefinisiCedera kepala merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikosoial baik temporer maupun permanen.1Cedera kepala dapat merupakan salah satu penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya sebagian besar orang sehat, muda, dan produktif.1Cedera kepala mempunyai dampak emosi, psikososial dan ekonomi yang cukup besar sebab penderitanya sering menjalani masa perawatan rumah sakit yang panjang dan 5-10% setelah perawatan rumah sakit masih membutuhkan fasilitas pelayanan jangka panjang.1

Anatomi1. Kulit Kepala (Scalp)Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut SCALP yaitu:2a. Skin atau kulitb. Connective Tissue atau jaringan penyambungc.Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung dengan tengkorakd. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgare. Perikarnium

Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah terutama pada anak-anak atau penderita dewasa yang cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan waktu lama untuk mengeluarkannya.2

2. Tulang TengkorakTulang tengkorak atau kranium terdiri dari kalvarium dan basis kranii, di regio temporal tulang tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata dan tidak teratur sehingga cedera pada kepala dapat menyebabkan kerusakan pada bagian dasar otak yang bergerak akibat cedera akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas tiga fosa yaitu anterior, media dan posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis, fosa media tempat lobus temporalis dan fosa posterior adalah ruang bagi batang otak bawah dan serebelum.2

Gambar 1. Tulang tengkorak

3. MeningenSelaput meningen menutupi seluruh permukaan otak, terdiri dari tiga lapisan yaitu: duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat dengan tabula interna atau bagian dalam kranium. Duramater tidak melekat dengan lapisan dibawahnya (araknoid), terdapat ruang subdural.2,3Pada cedera kepala, pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan tabula interna tengkorak, jadi terletak di ruang epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media). Dibawah duramater terdapat araknoid yang merupakan lapisan kedua dan tembus pandang. Lapisan yang ketiga adalah piamater yang melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi diantara selaput araknoid dan piameter dalam ruang sub araknoid.2,3

4. OtakOtak manusia terdiri dari serebrum,serebelum dan batang otak. Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri(lipatan duramater yang berada di inferior sinus sagitalis superior). Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus frontalis berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara motorik).

Gambar 2. Anatomi Otak

Lobus parietalis berhubungan dengan orientasi ruang dan fungsi sensorik. Lobus temporalis mengatur fungsi memori tertentu. Lobus occipitalis berukuran lebih kecil dan berfungsi dalam penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon, pons dan medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikulasi yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata berada pusat vital kardiorespiratorik yang terus memanjang sampai medula spinalis di bawahnya. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.2

5. Cairan serebrospinalCairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 30 ml/jam. Pleksus khorideus terletak di ventrikel lateralis baik kanan maupun kiri, mengalir melalui foramen monro ke dalam ventrikel tiga. Selanjutnya melalui akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel ke empat, selanjutnya keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke ruang subaraknoid yang berada diseluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan diserap ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio araknoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio araknoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intra kranial (hidrosefalus komunikans)2,4

Gambar 3. Cairan serebrospinal pada otak

6. TentoriumTentorium serebelli membagi ruang tengkorak menjadi supratentorial dan infratentorial. Mesensefalon menghubungkan hemisfer serebri dengan batang otak berjalan melalui celah lebar tentorium serebeli yang disebut insisura tentorial. Nervus oculomotorius(N.III) berjalan di sepanjang tentorium, dan saraf ini dapat tertekan pada keadan herniasi otak yang umumnya dikibatkan oleh adanya massa supratentorial atau edema otak. Bagian otak yang sering terjadi herniasi melalui insisura tentorial adalah sisi medial lobus temporalis yang disebut girus unkus. Herniasi Unkus menyebabkan juga penekanan traktus piramidalis yang berjalan pada otak tengah. Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegia kontralateral dikenal sebagai sindrom klasik herniasi tentorial. Jadi, umumnya perdarahan intrakranial tedapat pada sisi yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi, walaupun tidak selalu.2

EpidemiologiTrauma merupakan penyebab utama kematian pada anak di atas usia 1 tahun di Amerika Serikat. Dibandingkan dengan trauma lainnya, persentase trauma kapitis adalah yang tertinggi, yaitu sekitar lebih atau sama dengan 80%. Kira-kira sekitar 5% penderita trauma kapitis, meninggal di tempat kejadian. Trauma kapitis akan terus menjadi problem masyarakat yang sangat besar, meskipun pelayanan medis sudah sangat maju pada abad 21 ini. Sebagian besar pasien dengan trauma kapitis ringan; sisanya merupakan trauma dengan kategori sedang dan berat dalam jumlah yang sama.1Di Indonesia, data tentang trauma kapitis ini belum ada. Yang ada barulah data dari beberapa Rumah Sakit (sporadis).1Data di ruang rawat neurologi RSCM tahun 2005:Jenis KelaminTK RinganTK SedangTK BeratOperasiMeninggal

PriaWanita292142229862263185

Jumlah4343152823

Data dari Bedah Saraf RSCM tahun 2005, jumlah pasien trauma kapitis yang dioperasi 19 orang (pria 8 orang, wanita 11 orang).1Predileksi insiden per tahunnya di dunia akan menurun secara signifikan, dengan adanya undang-undang pemakaian helm dan sabuk pengaman bagi penderita motor/mobil. Diperkirakan sebanyak kurang lebih 10 juta orang menderita trauma kapitis berat dengan angka kematian sekitar separuhnya.1

PatofisiologiCidera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung ataupun tidak langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cidera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cidera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematome epidural, subdural dan intraserebral. Cidera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus.2Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat benturan yang disebut coup atau ditempat yang berseberangan dengan benturan (countre coup).2 Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang dapat menyebabkan herniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan otak tersebut dapat mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian meninggal.2 Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi karena berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran darah ke otak yang menurun, misalnya akibat syok. Karena itu, pada cedera kepala harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak terganggu sehingga oksigenisasi cukup.2

KlasifikasiKlasifikasi trauma kapitis berdasarkan1:1. Patologi: Komosio serebri Kontusio serebri Laserasio serebri2. Lokasi lesi Lesi diffuse Lesi fokal Kontusio dan laserasi serebri Hematoma intracranial Hematoma ekstradural (hematoma epidural) Hematoma subdural Hematoma intraparenkimal Hematoma subarachnoid Hematoma intraserebral Hematoma intraserebellar

3. Derajat kesadaran berdarkan Glassgow Coma ScalekATEGORIGCSKLINISCT SCAN

Minimal15Pingsan (-), defisit neurologi (-)Normal

Ringan13-15Pingsan < 10 menit, defisit neurologis (-)Normal

Sedang9-12Pingsan > 10 menit s.d 6 jam, defisit neurologi (+)Abnormal

Berat3-8Pingsan > 6 jam, defisit neurologi (+)Abnormal

Catatan: 1. Tujuan klasifikasi ini untuk pedoman triase di gawat darurat2. Jika abnormalitas CT-Scan berupa perdarahan intracranial, penderita dimasukkan klasifikasi trauma kapitis berat. 1

Menurut Patologi1. Simple Head Injury1,5 Diagnosasimple head injurydapat ditegakkan berdasarkan: Ada riwayat trauma kapitis Tidak pingsan Gejala sakit kepala dan pusing Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan cukup istirahat. 1,52. Commotio CerebriCommotio cerebri(gegar otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori. Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap. 1,53. Diffuse Axional InjuryCedera otak difus bisa dari gegar otak ringan, dimana CT scan kepala biasanya normal, hingga yang parah cedera iskemik hipoksia. Pada gegar otak, pasien memiliki gejala sementara, gangguan neurologis fokal non yang sering termasuk kehilangan atau kesadaran. Cedera diffuse yang parah biasanya menyebabkan hipoksia, iskemik otak akibat guncangan berkepanjangan atau apnea yang langsung terjadi saat trauma. Dalam kasus ini, CT scan mungkin awalnya tampak normal, atau otak dapat muncul difus bengkak, dengan hilangnya perbedaan Grey matter dan white matter. Pola lain difus, sering terlihat benturan kecepatan tinggi atau cedera deselerasi, dapat menghasilkan beberapa perdarahan kecil di seluruh belahan otak, yang sering terlihat di perbatasan antara grey matter dan white matter. Cedera ini disebut sebagai diffuse Axional injury (DAI), sebelumnya didefinisikan sindrom klinis cedera otak parah dengan hasil yang prognosis yang buruk. Namun, mungkin lebih tepat untuk membatasi penggunaan istilah ini untuk kasus di mana ada bukti mikroskopis cedera aksonal otak, yang dapat dilihat dalam spektrum yang luas dari presentatiom klinis.24. Contusio CerebriPadacontusio cerebri(memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible berlangsung. 1,5Timbulnya lesi contusio di daerah coup,contrecoup, dan intermediatemenimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN.Setelah kesadaran pulih kembali, si penderita biasanya menunjukkan organic brain syndrome. 1,5Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul. 1,5Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi dengan antiserebral edem, anti perdarahan, simptomatik, neurotropik dan perawatan 7-10 hari. 1,55. Laceratio CerebriDikatakanlaceratio cerebrijika kerusakan tersebut disertai dengan robekan piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung. 1,5Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis. 1,56. Fractur Basis CraniiFractur basis craniibisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala1,5: Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding Epistaksis RhinorrhoeFraktur pada fossa media menimbulkan gejala: Hematom retroaurikuler, Ottorhoe Perdarahan dari telingaDiagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii. Komplikasi : Gangguan pendengaran Parese N.VII perifer Meningitis purulenta akibat robeknya duramaterFraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari. 1,5 a b cGambar2. Tanda-tanda fraktur basis kraniia. Raccon`s eyes (brill haematoma)b. Otorrheac. RhinorrheaKlasifikasi Lokasi Lesia. Hematom EpiduralLetak epidural yaitu antara tulang tengkorak dan duramater. Terjadi akibat pecahnya arteri meningea media atau cabang-cabangnya. Gejalanya yaitu setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian timbul gejala-gejala yang bersifat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula miosis, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial. 1,5Kejadiannya biasanya akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam) dengan adanya lucid interval, peningkatan TIK dan gejala lateralisasi berupa hemiparese. Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma subkutan. Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik positif. 1,5PemeriksaanCT-Scan menunjukkan ada bagian hiperdens yang bikonveksdanLCS biasanya jernih.Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan pengikatan pembuluh darah. 1,5

Gambar: Epidural hematom

b. Hematom subduralLetak subdural yaitu di bawah duramater. Terjadi akibat pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri.Gejala subakut mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama dan gejala kronis timbul 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma. 1,5Pada pemeriksaan CT-Scan setelah hari ke 3 yang kemudian diulang 2 minggu kemudian terdapat bagian hipodens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak (bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang tengkorak). Juga terlihat bagian isodens dari midline yang bergeser. 1,5 Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural hematom akut terdiri dari trepanasi-dekompresi. 1,5Jenis dari subdural hematom1:1. Akut: interval Lucid 0-5 hari2. Subakut: interval lucid 5 hari- beberapa minggu3. Kronik: interval lucid > 3 bulan

Gambar: hematom subdural

c. Perdarahan IntraserebralPerdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena. 1,5

d. Perdarahan SubarachnoidPerdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat. Tanda dan gejala1,5: Nyeri kepala Penurunan kesadaran Hemiparese Dilatasi pupil ipsilateral Kaku kuduk

Gambar: Subaraknoid

Derajat Cedera Kepala1.Cedera Kepala Ringan (CKR).Termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio Cerebri. Pada cedera kepala ringan ditemukan1,6:a. Skor GCS 14-15b. Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menitc. Pasien mengeluh pusing, sakit kepalad. Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis.2.Cedera Kepala Sedang (CKS).Dapat ditemukan1,6:a. Skor GCS 9-12b. Ada pingsan lebih dari 10 menitc. Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogadd. Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.3.Cedera Kepala Berat (CKB).Dapat ditemukan1,6:a. Skor GCS 92%.1C = Circulation (Sirkulasi)Pertahankan Tekanan darah sistolik >90 mmHgPasang sulur intravena. Berikan cairan intravena drip, NaCl 0,9% atau Ringer. Hindari cairan hipotonis.Bila perlu berikan obat vasopressor dan atau inotropic. 1D =Dissability (yaitu untuk mengetahui lateralisasi dan kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi) 1 Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu Skala Glasgow Coma Scale Pupil: ukuran, bentuk, dan reflek cahaya Pemeriksaan neurologi cepat: hemiparesis, reflex patologis Luka-luka Anamnesa: AMPLE (Allergies, Medications, Past Illness, Last Meal, Event/Enviroment related to the injury)

2. Survei Sekunder, meliputi pemeriksaan dan tindakan lanjutan setelah kondisi pasien stabil1E = LaboratoriumDarah: Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, ureum, kreatinin, gula darah sewaktu, analisa gas darah dan elektrolitUrine: perdarahan (+)/(-)Radiologi: Foto polos kepala, posisi AP, lateral, tangensial CT-Scan otak Foto lainnya sesuai indikasi (termasuk foto servikal)F =Manajemen Terapi Siapkan untuk operasi pada pasien yang mempunyai indikasi Siapkan untuk masuk ruang rawat Penanganan luka-luka Pemberian terapi obat-obatan sesuai kebutuhan

Kasus Ringan (Simple Head Injury)11. Pemeriksaan status umum dan neurologi2. Perawatan luka-luka3. Pasien dipulangkan dengan pengawasan ketat oleh keluarga selama 48 jamBila selama di rumah terdapat hal-hal sebagai berikut: Pasien cenderung mengantuk Sakit kepala yang semakin berat Muntah proyektilMaka pasien harus segera kembali ke rumah sakit4. pasien perlu di rawat apabila ada hal-hal berikut: Ada gangguan orientasi (waktu, tempat) Sakit kepala dan muntah Tidak ada yang mengawasi di rumahLetak rumah jauh atau sulit untuk kembali ke RS

Konsensus di Ruang Rawat.1Tergantung derajat beratnya cedera yakni :1) Kritikal Perawatan di Unit Intensif Neurologi2) Cedera Otak Sedang dan Berat (Kontusio Serebri)Terapi Umum Untuk kesadaran menurun Lakukan Resusitasi Bebaskan jalan nafas (Airway), jaga fungsi pernafasan (Breathing), Circulation (tidak boleh terjadi hipotensi, sistolik sama dengan atau lebih dari 90 mmHg), nadi, suhu, pantau TTV, ektremitas, SKG dan pupil sampai pasien sadar, pemantauan tiap 4 jam dan SKG dipantau sampai SKG 15. Keseimbangan cairan dan elektrolit dan nutrisi yang cukup, dengan kalori 50% lebih dari normal Jaga keseimbangan gas darah Jaga kebersihan kandung kemih, kalau perlu pasang kateter Jaga kebersihan dan kelancaran jalur intravena Rubah rubah posisi untuk cegah dekubitus Posisi kepala ditinggikan 30 derajat Pasang selang nasogastrik pada hari ke 2, kecuali kontra indikasi yaitu pada fraktur basis kranii Infus cairan isotonis Berikan Oksigen sesuai indikasi Terapi Khususa. Medikamentosa Mengatasi tekanan tinggi intrakranial, berikan Manitol 20% Simptomatis : analgetik, anti emetik, antipiretik Antiepilepsi diberikan bila terjadi bangkitan epilepsi pasca cidera Antibiotika diberikan atas indikasi Anti stress ulcer diberikan bila ada perdarahan lambung3) Cedera Otak Ringan1. Dirawat 2 x 24 jam2. Tidur dengan posisi kepala ditinggikan 30 derajat3. Obat-obatan simtomastis seperti analgetik, anti emetik, dan lain-lain sesuai indikasi dan kebutuhan.

Indiasi Operasi Penderita Trauma Kapitis11. EDH (Epidural Hematoma)a. >40cc dengan midline shifting pada daerah temporal, frontal, parietal dengan fungsi batang otak masih baikb. >30 cc pada daerah fossa posterior dengan tanda-tanda penekanan batang otak atau hidrosefalus dengan fungsi batang otak masih baikc. EDH progresifd. EDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasi2. SDH (Subdural Hematoma)a. SDH luas (>40cc/>5 mm) dengan GCS >6, fungsi batang otak masih baikb. SDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasic. SDH dengan edema serebri/kontusio serebri disertai midline shift dengan fungsi batang otak masih baik3. ICH (Perdarahan Intraserebral) pasca traumaIndikasi operasi ICH pasca trauma:a. Penurunan kesadaran progresifb. Hipertensi dan bradikardi dan tanda-tanda gangguan nafas (Cushing reflex)c. Perburukan defisit neurologi fokal4. Fraktur impresi melebihi 1 diploe5. Fraktur kranii dengan laserasi serebri6. Fraktur kranii terbuka (pencegahan infeksi intra-kranial)7. Edema serebri berat yang disertai tanda peningkatan TIK, pertimbangkan operasi dekompresi.

Konsensus Neurorestorasi dan Neurorehabilitasi11. Evaluasi defisit neurologis2. Membuat program restorasi berdasarkan acuan baku sesuai dengan defisit yang didapatkan.3. Membuat discharge planning4. Mengirim pasien ke pusat rehabilitasi

Komplikasi Trauma KapitisKomplikasi yang dapat terjadi bila cedera kepala merupakan cedera yang berat atau cedera ringan/ sedang yang tidak tertangani maka dapat terjadi:5,7 Gangguan neurologik, cedera saraf otak dapat berupa anosmia, gangguan visus, strabismus, gangguan pendengaran atau keseimbangan, disarthri hingga hemiparesis Sindrom pascatrauma, biasanya pada cedera kepala ringan, atau pingsan tidak lebih dari 20 menit. Keluhan dapat berupa nyeri kepala, kepala berasa berat, mudah lupa, daya konsentrasi menurun dan lain-lain Ensefalopati pascatrauma, gambaran klinis tampak sebagai dementia, penurunan kesiagaan. Epilepsi pasca trauma, biasanya terjadi karena cedera kortikal Koma, penderita dengan trauma kepala berat dapat berakhir dengan keadaan korteks serebrum yang tidak berfungsi lagi. Semua ransangan dari luar dapat diterima namun tidak disadari. Penderita biasanya dalam keadaan tutup mata dan terdapat siklus bangun tidur. Penderita dapat bersuara, gerakan ototnya lemah atau tidak ada sama sekali. Mati otak, pada keadaan mati otak, selain henti napas, semua refleks batang otak tidak dapat ditimbulkan seperti refleks pupil, kornea, refleks muntah dan batuk.

PrognosisHasil yang dapat diharapkan setelah cedera kepala sering yang menjadi perhatian besar, terutama pada mereka dengan cedera serius. Kedalaman koma, temuan CT, dan usia adalah variabel medis dan demografis yang paling prediktif dari akhir hasil. Faktor-faktor lain dari prognosis pentingnya meliputi respon pupil, hipotensi atau hipoksemia yang terjadi, dan meningkatkan ICP, yang mengurangi (kurang dari 10 mmHg) tingkat oksigen otak-jaringan. Dalam Traumatic Coma Data Bank, sebuah studi observasional dari 746 pasien, 33% meninggal, 14% menjadi vegetatif, 28% tetap tergantung dengan cacat berat, 19% kembali kemerdekaan cacat sedang, dan hanya 7% membuat penuh atau hampir lengkap recovery.5Keparahan koma dapat diukur menggunakan masuk Glasgow Coma Scale, yang memiliki nilai prognostik yang besar. Pasien mencetak 3 atau 4 (koma) memiliki 85% meninggal atau menjadi vegetative. Secara umum, pasien usia lanjut lakukan sangat buruk. Dalam salah satu penelitian dari pasien koma yang lebih tua dari 65 tahun, hanya 10% yang bertahan, dan hanya 4% kembali normal. Kematian dapat terjadi akibat efek langsung dari cedera atau dari komplikasi yang terjadi. Upaya untuk membuat prognosis cedera kepala berat, terutama pada tahap awal, berbahaya karena hasilnya tergantung pada banyak variabel. Beberapa indeks, bagaimanapun, adalah berharga sebagai indikator prognostik. 5

BAB. III PENUTUP

Cedera kepala primer merupakan cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian cedera dan merupakan suatu fenomena mekanik.Cedera kepala sekunder merupakan proses lanjutan dari cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik.Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera dapat dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui system GCS, yakni metode EMV (Eyes, Verbal, Movement).Lebih kurang 80% penderita yang datang ke raung gawat darurat dengan cedera kepala ringan, sebagian besar penderita sembuh dengan baik. 10% penderita dengan cedera kepala sedang, masih dapat mengikuti perintah sederhana tetapi sering kali bingung dan somnolen, mungkin ada defisit neurologis fokal seperti hemiparesis. Penderita yang tergolong dalam cedera kepala berat, tidak dapat mengikuti perintah yang sederhana, walaupun sudah dilakukan resusitasi kardiopulmoner. Semua penderita mempunyai resiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

1. PERDOSSI. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. PERDOSSI; Jakarta: 2006. h.1-18.2. American Collage of Surgeons, Advance Trauma Life Suport For Doctors, 8th Edition. United States of America, 2008. 131-50.3. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon Learning System LLC, 2003.4. Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurology Fungsional, bagian dua. Gajah Mada University Press, 2004.5. Rowland, et all. Merritt's Neurology, 11th Edition. Nelson.Columbia University College of Physicians and Surgeons, Neurological Institute, New York Presbyterian Hospital, Columbia University Medical Center, New York. New York 2005, Pg.485-500.6. Adelina Y.A, Ahmad Rizal, Djadjang Suhana, Nani Kurniani et al. Kegawatdaruratan Neurologi. Edisi 1. Bandung; 2009. h. 69-84. 7. George Dewanto, Wita J. Suwono, Budi Riyanto, Yuda Turana et al. Cedera Kepala. Dlm: Diagnosis & tatalaksana penyakit saraf. Jakarta : EGC, 2009. h. 12-21.8. Mardjono M., Sidharta P., Mekanisme trauma susunan saraf dalam Neurologi klinis dasar. Edisi ke- 9. Dian Rakyat; Jakarta: 2003. h. 249-260.

Referat Trauma Kapitis | 1