Download pdf - referat onkologi

Transcript

74

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Biopsi adalah pengambilan sebagian kecil jaringan tubuh untuk pemeriksaan laboratorium. Dari biopsi dapat diketahui adanya jaringan abnormal, lesi, tumor, atau massa. Biopsi yang paling sering dilakukan adalah untuk mencari kecenderungan adanya keganasan. Tetapi biopsi juga dapat membantu mengidentifikasi kondisi lain.

Macam-macam biopsi diantaranya adalah biopsi kapsul, biopsi endoskopi, biopsi jarum, biopsi eksisional, dan oral punch biopsy. Dalam kebanyakan kasus, biopsi dilakukan untuk mendiagnosis masalah atau untuk membantu menentukan pilihan terapi yang terbaik. Biopsi dapat menjadi salah satu prosedur kilinis untuk menentukan diagnosis keganasan yang tersering pada wanita, diantaranya adalah kanker mamae, kanker serviks dan kanker ovarium.

Oleh karena itu, dalam tinjauan pustaka kami membahas mengenai biopsi; contoh-contoh prosedur biopsi seperti lip bipsy, oropharinx biopsy, percutaneous radiofrequency ablation of liver tumor, temporal artery biopsy, biopsi pada kanker mammae, biopsi pada kanker serviks, dan biopsi pada kanker ovarium. I.2 Tujuan dan ManfaatI.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui prosedur klinis dalam onkologi.

I.2.2 Tujuan Khusus1. Untuk mengetahui pengertian biopsy, tujuan biopsy, prosedur biopsy, dan macam-macam biopsy2. Untuk mengetahui prosedur biopsy pada kanker mammae

3. Untuk mengetahui prosedur biopsy pada kanker serviks

4. Untuk mengetahui prosedur biopsy pada kanker ovarium

I.2.3 Manfaat1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman yang lebih luas mengenai prosedur klinis dalam onkologi bagi penulis2. Memberikan wawasan tentang prosedur klinis dalam onkologi kepada mahasiswa lain.3. Memberikan tambahan referensi bagi almamater.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAII.1Definisi BiopsiBiopsi adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh manusia untuk pemeriksaan patologis mikroskopik. Dari bahasa latin bios yang berarti hidup dan opsi berarti tampilan. Jadi secara umum biopsi adalah pengangkatan sejumlah jaringan tubuh yang kemudian akan dikirim ke laboratorium untuk diperiksa. Biopsi kebanyakan dilakukan untuk mengetahui adanya kanker. Untuk mengalokasikan area biopsi bagian tubuh manapun seperti kulit, organ tubuh maupun benjolan dapat dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan X-ray, CT scan ataupun ultrasound. Biopsi dapat dilakukan juga dengan proses pembedahan. Dengan demikian biopsi adalah pemeriksaan penunjang untuk membantu diagnosa dokter bukan untuk terapi kanker kecuali biopsi eksisional dimana selain pengambilan sampel juga mengangkat semua massa atau kelainan yang ada.II.2Tujuan Biopsi

1. Mengetahui morfologi tumor, diantaranya:a) Tipe histologi tumor

b) Subtipe tumor

c) Grading sel

2. Radikalitas operasi

3. Staging tumor, diantaranya:a) Besar spesimen dan tumor dalam centimeter

b) Luas ekstensi tumor

c) Bentuk tumor

d) Nodus regional, meliputi:

Banyak ditemukan kelenjar limfe. Banyak kelenjar limfe yang mengandung metastase. Adanya invasi kapsuler. Metastase ekstranodul.II.3Jenis BiopsiII.3.1 Biopsi Kapsul

Biopsi kapsul merupakan alternatif dari biopsi endoskopik. Biopsi ini dilakukan untuk mengambil sampel dari lapisan intestinal. Selama pelaksanaan biopsi kapsul, pasien akan diberikan sebuah kapsul kecil untuk ditelan dimana kapsul tersebut dilapisi oleh tabung tipis. Gambaran x-ray akan digunakan untuk mengetahui kapan kapsul tersebut telah mencapai titik yang tepat di dalam usus. Saat kapsul tersebut telah mencapai titik yang tepat tercipta tekanan dalam tabung, sehingga bagian kecil dari lapisan intestinal terserap ke dalam kapsul. (Hayes, Peter C, 1993)Biopsi usus halus dapat diperoleh dengan endoskopi atau dengan kapsul Crosby. Biopsi usus dapat dilakukan dengan mengukur enzim brush border untuk membantu mendiagnosis malabsorbsi akibat defisiensi enzim. (Hayes, Peter C, 1993)II.3.2 Biopsi Endoskopik

Biopsi endoskopik adalah suatu tindakan pengambilan contoh jaringan untuk pemeriksaan histopatologi dan mikrobiologi dengan menggunakan alat biopsi panendoskopik yang dikerjakan bersamaan dengan pemeriksaan endoskopi. (Boone, John, 2012)

Gambar 2.1 Biopsi Endoskopik (Hayes, Peter C, 1993)a. Indikasi dari biopsi endoskopik adalah:

a) Perubahan gambaran mukosa saluran cerna disertai keluhan-keluhan berlangsung lama dan menahun seperti dyspepsia, diare, dan konstipasi.b) Ulkus pada saluran cerna bagian atas dan bawah terutama pada usia tua.c) Polip / tumor saluran cerna bagian atas dan bawah.d) Penyakit seliac, colitis ulseratif, corhn atau infektif.b. Kontraindikasi dari biopsi endoskopik diantaranya adalah:a) Esophagus pasca dilatasi 1 minggu.b) Ulkus bulbus duodeni, kecuali dicurigai massa tumor/limfoma.c. Persiapan alat dan teknik

Forsep biopsi dimasukkan melalui saluran alat endoskop menuju organ target. Usahakan posisi sampel pada jam 6 dan dengan teknik aiming forsep dibuka-jepit dan ditarik (oleh asisten). Jaringan yang didapat dimasukkan ke dalam formalin 10 %. Pada keadaan tertentu biopsi dilakukan dengan brush cytology atau hos biopsi pada lesi polipoid. ( Boone, 2012)d. Perawatan pasca biopsi

Perawatan pasca biopsi dapat dilakukan dengan penyemprotan air es atau adrenalin 1:10.000 dalam NaCI 0,9% melalui endoskop. (Boone, 2012)II.3.3 Biopsi JarumBiopsi jarum merupakan cara paling sederhana untuk mendapatkan jaringan untuk pemeriksaan histologik. Cara ini hanya sedikit mengganggu jaringan sekitarnya. Risiko menyebabkan implantasi sel tumor melalui jarum saat diaspirasi sangat kecil. Namun demikian, interpretasi dan spesimen biopsi jarum memerlukan orang yang cukup berpengalaman. (Jonathan, 2011)Biopsi ini merupakan pengambilan sampel jaringan atau cairan dengan cara diambil lewat jarum. Biasanya cara ini dilakukan dengan bius lokal (hanya area sekitar jarum) dan bisa dilakukan langsung atau dibantu dengan radiologi seperti CT scan atau USG sebagai panduan bagi dokter untuk mengarahkan jarum mencapai massa atau lokasi yang diinginkan. Bila biopsi jarum menggunakan jarum berukuran besar maka disebut core biopsi, sedangkan bila menggunakan jarum kecil atau halus maka disebut fine needle aspiration biopsi. (anonim, 2011)Biopsi jarum transtorakis perkutaneus (PTNB = percutaneus transthoracis needly biopsi) lebih populer karena keterampilan ahli radiologi dan patologi meningkat. Hal ini dilakukan di bawah anestesi lokal dan disertai beberapa komplikasi lanjut yang membutuhkan terapi lebih lanjut. Biopsi ini dapat menngidentifikasi keganasan, infeksi sarkoidisis, dan penyakit pulmonar lainnya. Kontraindikasi termasuk koagulopati, hipertensi pulmonari, penyakit bulosa dan ventilasi tekanan positif. (Schwatz, 2000).

Gambar 2.2 Biopsi Jarum (Schawtz, 2000)Biopsi tusuk jarum atau yang lebih dikenal dengan Fine Needle Aspiration biopsi yang biasa disingkat FNAB. FNAB adalah suatu tindakan biopsi tumor atau benjolan yang dilakukan dengan jarum halus 25G berdiameter 0,5 mm atau lebih kecil, untuk mengambil contoh jaringan lalu memeriksanya dibawah mikroskop secara sitologi. Dengan FNAB diperoleh diagnosis tumor apakah jinak atau ganas, tanpa harus melakukan sayatan atau mengiris jaringan, sehingga keraguan seorang penderita apakah dirinya menderita kanker atau tidak segera terjawab dengan cepat dan akurat. (Schawtz, 2000)Tindakan FNAB ini mudah dikerjakan, waktunya cepat hanya memerlukan beberapa detik, tidak nyeri, relatif tanpa komplikasi, biaya murah dan akurasinya cukup memuaskan. Dapat dikerjakan pada siapa saja, laki-laki atau perempuan, orang tua, anak-anak, bahkan pada bayi. FNAB dapat dilakukan pada tumor yang terletak di permukaan tubuh yang dapat dilihat atau diraba seperti tumor kulit, payudara, kelenjar gondok, dan kelenjar getah bening. Untuk tumor-tumor organ tubuh yang lebih dalam, juga dapat dilakukan FNAB, namun biasanya dibutuhkan bantuan dokter ahli radiologi untuk membimbingnya dengan USG, misalnya pada tumor paru, tumor hati, tumor ginjal, tumor pankreas dsb. (Schawtz, 2000)FNAB juga sangat dianjurkan pada penderita tumor atau kanker dengan keadaan umum lemah, sehingga dapat ditegakkan diagnosisnya segera dengan risiko yang rendah, dimana pemeriksaan ini biasanya tidak memberatkan kondisi pasien. Pada kanker yang sudah tersebar di kelenjar getah bening, seperti kanker nasofaring atau kanker lainnya, untuk memastikan benar tidaknya penyebaran tersebut, dianjurkan dilakukan FNAB pada benjolan di kelenjar getah bening. Hal ini sangat bermanfaat untuk memastikan stadium penyakit dan tindakan selanjutnya. (Anonim, 2009)Pengamatan klinis yang cermat tentang sasaran biopsi aspirasi baik pada tumor yang letaknya superfisial (palpable tumor) maupun tumor di dalam rongga tubuh (nonpalpable) diperlukan untuk memperoleh hasil optimal. Tumor yang letaknya superfisial dapat langsung dilakukan biopsi aspirasi tanpa kombinasi pemeriksaan lain. Pada tumor difus dan letaknya dalam sering diperlukan pemeriksaan radiologi. (Linsk dan Franzen, 1986)

a. Keterbatasan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB)

Harus disadari bahwa jangkauan sitologi biopsi aspirasi terbatas pada:

a) Luasnya invasi tumorb) Subtipe kanker c) Dapat terjadi negatif palsud) Harus ada kerjasama klinisi dengan patologis. (Linsk dan Franzen, 1986)

b. Indikasi biopsi aspirasi jarum halus (FNAB)

Hampir pada semua tumor dapat dilakukan biopsi aspirasi, baik yang terletaknya superfisial palpable ataupun tumor yang terletak di dalam rongga tubuh unpalpable dengan indikasi:

a) Preoperatif biopsi aspirasi pada tumor maligna. Tujuannya adalah untuk diagnosis dan menentukan pola tindakan bedah selanjutnya. Contohnya tumor payudara dan kelenjar tiroid.b) Biopsi aspirasi pada maligna inoperable merupakan diagnosis konfirmatif.c) Diagnosis konfirmatif tumor rekuren dan metastasis.d) Membedakan tumor kistik, solid, dan peradangan.e) Mengambil spesimen untuk kultur dan penelitian. (Linsk dan Franzen, 1986)

c. Teknik biopsi aspirasi jarum halus (FNAB)

Teknik biopsi aspirasi terdiri dari:a) Persiapaan alat

Alat yang digunakan terdiri dari tabung suntik plastik ukuran 10 mil jarum halus, gagang pemegang tabung suntik, kaca objek dan desinfektan alkohol atau betadin. (Schawtz, 2000)b) Pendekatan pasien

Dengan ramah pasien dianamnesis singkat. Wawancara singkat ini dibuat sedemikian rupa, sehingga pasien tidak takut atau stress dan bersedia menjalani biopsi aspirasi. Biopsi dilakukan dengan kelembutan hati dan rasa tanggung jawab terhadap sesama manusia. (Schawtz, 2000)c) Pengambilan aspirat tumor dengan cara:

Tumor dipegang lembut. Jarum diinsersi segera ke dalam tumor. Piston di dalam tabung suntik ditarik ke arah proksimal sehingga tekanan di dalam tabung menjadi negatif, jarum maneuver diaspirasikan. Dengan cara demikian sejumlah sel masa tumor masuk ke dalam lumen jarum suntik. Piston dalam tabung dikembalikan pada posisi semula dengan cara melepaskan pegangan. Aspirat dikeluarkan dan dibuat sediaan hapus, dikeringkan di udara dan dikirimkan ke laboratorium pusat pemeriksaan kanker. (Schawtz, 2000)d) Diagnosis sitologik biopsi aspirasi dan nilai klinik dari FNAB : Positif

Sitologi positif merupakan worning untuk melakukan tindakan lebih lanjut antara lain survei metastasis, menentukan stadium, memilih alat diagnostik lain bila diperlukan dan mendiskusikan pola pengobatan. (Boone, 2012) Negatif

Sitologi negatif atau kelainan jinak, belum dapat menyingkirkan adanya kanker, perlu dipikirkan kemungkinan negatif palsu. Negatif palsu dapat terjadi karena kesalahan teknis, sehingga sejumlah sel tumor tidak terdapat pada sediaan. Bila terdapat diskrepansi sitologi dan data klinik, alternatif tindakan terbaik adalah biopsi bedah. Akan tetapi, pada kasus sitologi negatif dengan spesifikasi kelainan dan cocok dengan gambaran klinik, maka pola pengobatan dapat ditentukan. (Boone, 2012) Suspek

Sitologi dari suspek mungkin memerlukan pemeriksaan lain sebelum pengobatan antara lain pemeriksaan potongan beku ataupun sitologi imprint atau kerokan durante operasionam. (Boone, 2012) Inkonklusif

Inklonkusif dapat terjadi karena kesalahan teknik atau karena kondisi tumor yang terganggu, misalnya mudah berdarah, jaringan ikat yang banyak sehingga sulit membentuk sel tumor. (Boone, 2012)II.3.4 Biopsi Eksisional

Biopsi eksisional merupakan insisi lesi secara in toto yaitu pendekatan yang umum untuk lesi yang kecil. Eksisi ini di lakukan dengan melibatkan jaringan normal dan memungkinkan dilakukan penutupan kembali. Lesi di mulut yang paling sering dilakukan biopsi eksisional adalah fibroma, serta lesi yang ukuran dan lokasinya memungkinkan untuk diambil secara eksisi. Papiloma, granuloma periferal dan banyak lesi berpigmen biasannya juga diambil secara eksisi total. (Pedersen, 1996)Sebagian besar biopsi eksisional maupun insisional dilakukan dengan teknik elips. Bentuk elips didesain sedemikian rupa sehingga dapat dibuat biopsi yang mencakup lesi dan jaringan normal disekitarnya setebal 2-3 mm. (Pedersen,1996).Biopsi eksisional digunakan untuk pengambilan lesi kecil yang secara klinis merupakan lesi yang jinak, secara keseluruhan (diameter kurang dari 1 cm) baik lesi superfisial atau profundus, lunak atau keras. Pendekatan yang dilakukan bisa dengan insisi berbentuk elips (untuk lesi permukaan) atau modifikasinya, apabila lesi terletak di jaringan lunak. Lesi keras yang kecil baik superfisial atau profunda biasanya juga diambil in toto (Pedersen,1996).

Gambar 2.3 Biopsi Eksisional ( Pedersen, 1997)II.3.5 Oral Punch BiopsyPunch biopsy merupakan pengangkatan jaringan atau sel dengan cara membuat lubang pada area yang patologis. Punch Biopsy merupakan teknik alternatif dari biopsi insisional tradisional. Pada dasarnya, punch ini merupakan pisau berbentuk sirkuler/bulat yang menempel pada handle plastik, seperti yang terlihat pada gambar 1 dan 2. Diameter dari pisau punch bervariasi antara 2 sampai 10 mm. (Pedersen, 1997)

Gambar 2.4 Punch Diameter 3 mm, 4 mm, 5 mm, 6 mm (Pedersen, 1997)

Gambar 2.5 Punch Diameter 6 mm (Pedersen, 1997)Dokter gigi sering dihadapkan dengan neoplasma dan penyakit rongga mulut. Namun dikarenakan kebanyakan pasien enggan untuk dilakukan prosedur bedah mulut, sehingga biopsi diperlukan untuk menentukan diagnosis pasti. Biopsi ini memiliki kegunaan yang terbatas dalam mulut. Biopsi lebih aplikatif dalam pengangkatan spesimen kecil jaringan yang tidak dapat dicapai, seperti sinus maksilaris dan lateral atau dinding posterior faring. Biopsi ini membantu dalam pengendalian perdarahan. Jika biopsi dilakukan di rumah sakit dapat diperoleh potongan beku yang memungkinkan untuk melanjutkan tindakan dengan pengangkatan lesi secara total. (Pedersen, 1997)Teknik Punch Biopsy:

a. Menentukan daerah biopsi di rongga mulut.b. Memberikan anestesi lokal.

Biopsi biasanya dilakukan menggunakan anestesi lokal. Pada saat preparasi, lebih baik tidak menggunakan antiseptik yang kuat karena cenderung dapat merubah jaringan dan mempengaruhi perubahan kualitas warna. Anestesi seharusnya tidak disuntikan pada tumor, karena infiltrasi dengan anestesi cenderung menggembungkan jaringan dan mengubah bentuknya, dan jika lesi ganas dapat menyebabkan penyebaran. (Boone, 2012)c. Menetapkan ukuran biopsi

Biopsi mukosa seharusnya kurang lebih berdiameter 3 mm. Akan tetapi, lesi oral yang belum ganas dan SCC seringkali membutuhkan biopsi yang lebih dalam karena mempunyai ciri lapisan epitel yang lebih tebal dan hiperkeratosis. Untuk lesi ini, kedalaman yang direkomendasikan adalah 4 mm atau 5 mm. (Boone, 2012)d. Memperoleh sampel biopsi dengan punch biopsySelama punch biopsy, punch dimasukan ke dalam mukosa dengan gerakan rotasi untuk menyertai pemotongan jaringan dengan kedalaman yang tepat. (Boone, 2012)

Gambar 2.6 Ilustrasi Punch Biopsy Pada Area Mukosa Bukal (Michael, 2009)e. Memastikan hemostatis

Jika memungkinkan, tempat biopsi seharusnya dijahit untuk menutup luka dan menjamin hemostasis yang baik.

II.4 Biopsy, Fine Needle, Neck Mass

II.4.1 Pengertian

Biopsi jarum halus (FNB) adalah suatu prosedur di mana jarum berukuran kecil ditempatkan ke dalam masa. Hal ini secara luas diterima sebagai salah satu prosedur diagnostik yang paling berguna dalam evaluasi masa pada leher.Biopsi jarum halus membantu untuk membedakan lesi inflamasi, reaktif, atau fibrosis dari neoplasma serta lesi neoplastik jinak dari yang ganas.Biopsi jarum relatif aman, sederhana, dan hemat biaya. (Boone, 2012)II.4.2 Indikasi

Biopsi jarum halus adalah prosedur paling berguna ditunjukkan dalam evaluasi masa pada leher. Berbagai penyakit yang dapat dilakukan biopsi:

a. Kelenjar getah bening - perubahan Reaktif,limfoma, kanker metastatik.

b. Kelenjar tiroid - keganasan , limfoma, dan tiroiditis.

c. Saliva kelenjar -neoplasma jinak dan ganas, limfoma, lesi inflamasi, dan kista.d. Miscellaneous - paratiroid neoplasma,kista dermoid, danteratoma. (Boone, 2012)II.4.3 Kontraindikasi

a. Tidak ada kontraindikasi absolut untuk melakukan biopsi jarum halus masa leher.

b. Namun, masa di daerah bifurkasi karotid mungkin banyak dokter yang enggan untuk melakukan biopsi lesi. komplikasi serius dan satu kematian telah dilaporkan setelah biopsi jarum halus dari tumor karotid.Lesi ini lebih baik diidentifikasi oleh pencitraan.Saat ini, MRI adalah salah satu pilihan yang dapat digunakan untuk pemeriksaan lesi.

c. Pasien dengan gangguan perdarahan atau mereka yang menggunakan terapi antikoagulan harus menerima konsultasi medis yang tepat sebelum biopsi jarum halus.Jika antikoagulan tidak dapat dihentikan dengan aman, pertimbangan harus diberikan untuk menggunakan jarum diameter sekecil mungkin dan menggunakan pedoman ultrasonografi untuk mengidentifikasi. (Boone, 2012)II.4.4 Peralatan

a. Jarum: Sebagian besar penulis menggunakan 22 - untuk 27-gauge jarum panjang yang tepat.b. Syringe, 10 ml (jika teknik aspirasi yang digunakan):. Jarum suntik yang lebih besar belum terbukti mengambil jumlah masa yang banyak.

c. Pistol grip jarum suntik (jika teknik aspirasi yang digunakan): ini sangat dianjurkan dan memungkinkan hasil lebih seragam dan manipulasi lebih mudah dari jarum.

d. Pad atau kulit kapas siap dengan alkohol atau yodium

e. Object glassf. Kasa (Boone, 2012)II.4.5 Teknik

a. Persiapan

a) Memperoleh informed consent.Pasien harus diberitahu tentang kemungkinan sangat kecil infeksi atau hematoma.b) Pemeberian tanda dengan identifikasi pasien sebelum prosedur dimulaic) Tempatkan pasien pada posisi yang tepat.

d) Bersihkan kulit yang melapisi masa target dengan pad atau swab disiapkan dengan alkohol (atau povidone-iodine [Betadine]), lalu keringkan dengan kain kasa steril.

e) Mengelola anestesi lokal, jika diinginkan. (Boone, 2012)b. Teknik Aspirasi

a) Perbaiki masa sasaran antara 2 jari dari tangan.

b) Masukan jarum ke organ target

c) Setelah ujung jarum berada dalam masa, menerapkan hisap dengan menarik kembali pada plunger dari jarum suntik.

d) Melepaskan tekanan negatif setelah pengambilan sampel selesai dan sebelum menarik jarum dari masa.

e) Tarik jarum.Spesimen sitologi berada dalam jarum.

f) Setelah ditarik, lepaskan jarum suntik dari jarum.Isi jarum suntik dengan udara dan kemudian pasang kembali ke jarum yang mengandung spesimen.

g) Letakan spesimen pada object glass.(Boone, 2012)II.5 Lip Biopsy

II.5.1 Pengertian

Lip biopsi (biopsi bibir) diperlukan untuk mengidentifikasi histopatologi dari lesi oral yang terlihat atau untuk membantu dalam diagnosis dari gangguan sistemik.

Jika lesi terdapat pada bibir atau mukosa mulut, biopsi insisional atau Eksisional secara klinis diindikasikan bila mengarah ke keganasan.Temuan seperti perubahan warna merah atau putih, indurasi atau fiksasi ke jaringan yang lebih dalam, pertumbuhan yang cepat, kerapuhan, atau ulserasi harus meningkatkan kekhawatiran untuk keganasan. (Mcginn, 2012)Biopsi bibir (khususnya kelenjar saliva pada bibir) juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis sindrom Sjogren yaitu gangguan autoimun kronis yang melibatkan penghancuran jaringan kelenjar. Jaringan kelenjar yang terlibat meliputi kedua kelenjar saliva minor dan mayor serta kelenjar lakrimal. (Fraioli, 2008)II.5.2 Indikasi Biopsi Bibir

a. Biopsi harus dilakukan pada setiap lesi oral yang terus berlanjut meskipun sudah terhindar dari setiap stimulus iritasi.

b. Biopsi dilakukan jika temuan lesi mukosa menunjukkan keganasan (misalnya, eritroplakia, leukoplakia, indurasi atau fiksasi ke jaringan yang lebih dalam, pertumbuhan yang cepat, kerapuhan, dan ulserasi).

c. Biopsi kelenjar submukosa apabila di diagnosis sindrom Sjogren. (Mcginn, 2012)II.5.3 Kontraindikasi Biopsi Bibir

a. Pendarahan diatesis sekunder untuk antikoagulasi, atau koagulopati signifikan (Namun, bibir sangat sensitif dengan tekanan manual dan kauterisasi).b. Kondisi medis yang tidak memungkinkan untuk penggunaan anestesi lokal.c. Pasien bifosfonat (osteonekrosis mandibula). (Mcginn,2012)II.5.4 Anesthesia

Lip biopsi untuk lesi mukosa ataukelenjar ludah minorbiasanya dilakukan anestesi lokal di bagian bawah, dengan menggunakan 1% atau 2% lidocaine dengan 1:100.000 epinefrin.Prosedur pada anak-anak mungkin memerlukan sedasi.Topikal anestesi semprot biasanya tidak cukup untuk anestesi dalam kasus biopsi, meskipun beberapa dokter mungkin menggunakannya sebelum injeksi anestesi lokal. Bisa menggunakan semprot benzokin atau lidokain kental pada mukosa bibir. Benzokain dapat dikaitkan denganmethemoglobinemiadan harus digunakan dengan hati-hati. (Ash-Bernal, 2004)II.5.5 Peralatan Biopsi Bibir

a. Anestesi lokal dan jarum suntik.

b. Pisau skalpel dengan No 15, penjepit chalazion (lihat gambar di bawah), atau biopsi punch.c. Jaringan forsep.d. Gunting melengkung (misalnya, Iris, Littler).e. Needle holder

f. Kasa spons

g. Retraktor (Sharp tipe kulit dapat membantu)

h. Jahitan untuk penutupan

i. Kauter Metode (perak nitrat, elektrokauter, atau laser)

j. Karbondioksida atau Nd: YAG laser,

k. 10% formalin (Jika studi imunofluoresensi langsung diperlukan, spesimen harus dikirim dalam larutan Michel (Ephros H, 2009)II.5.6 Teknik Biopsi Bibir

a. Persiapan

a) Jelaskan prosedur, indikasi, dan risiko.b) Memastikan adanya pencahayaan bisa dengan menggunakan lampu atau cahaya bedah.

c) Membius lokasi biopsi melalui infiltrasi anestesi lokal.

d) Dokter bedah harus menguasai anatomi daerah yang akan dilakukan biopsi.

Gambar 2.7 mukosa lidah ( Mcginn, 2012)b. Pisau Bedah Teknik Untuk Lesi MukosaSayatan elips biasanya digunakan untuk mendapatkan biopsi insisional atau eksisi dari lesi mukosa yang terlihat.Orientasi elips harus memperhitungkan struktur pembuluh darah dan saraf di daerah, serta segala keprihatinan fungsional atau kosmetik.Untuk bibir, sayatan yang paling elips harus paralel dengan sumbu panjang dari bibir, untuk yang paling mudah memungkinkan panjang 3:1 direkomendasikan: rasio lebar.Pada reseksi besar, vermilion dari bibir dapat dikurangi atau gulungan putih di persimpangan vermilion dapat ditarik kembali.Sayatan tegak lurus dengan sumbu panjang menyebabkan kurang distorsi ini tetapi mungkin memerlukan ekstensi di luar batas vermilion atau ke jaringan gingiva untuk mempertahankan rasio 3:1. (Mcginn,2012)Banyak ahli merekomendasikan biopsi eksisi yang meliputi lesi yang terlihat serta bagian mukosa normal tetangga.Rekomendasi ini didasarkan pada konsep bahwa persimpangan jaringan normal dan abnormal adalah titik bunga dan memungkinkan untuk evaluasi patologis yang lebih baik dari lesi.Sementara diperlukan dalam lesi ulseratif di mana mukosa tidak ada, pertimbangan ini mungkin tidak penting.Lebih penting adalah mendapatkan spesimen perwakilan dari seluruh lesi. (Ephros H, 2009)c. Teknik lain untuk lesi mukosa

Biopsi dapat dilakukan dengan instrumen lain selain pisau bedah.Laser dapat digunakan, jika tersedia, tetapi perawatan harus diambil untuk mencakup pelek tambahan jaringan di sekitar lesi untuk mengkompensasi kehilangan jaringan dari perangkat termal.Tindakan pengamanan Laser untuk staf dan pasien harus digunakan.Meskipun hemostasis segera ditingkatkan dengan laser, manfaat tidak dapat lebih besar dari masalah tambahan. (Mcginn,2012)Biopsi pukulan dari lesi mulut dan bibir cenderung tidak memberikan keuntungan yang signifikan atas eksisi bedah.Pada mukosa yang lebih melekat pada jaringan di bawahnya (misalnya, palatum durum), teknik pukulan biopsi mungkin menawarkan beberapa keuntungan. (Ephros H, 2009)Piala biopsi forsep juga dapat digunakan tetapi memiliki sedikit keuntungan pada bibir.Mereka baik dirancang untukbiopsi orofaringealsitus.Selain itu, mereka menawarkan potensi risiko artefak naksir. (Mcginn, 2012)d. Pisau Bedah Teknik Untuk Kelenjar Ludah Minor BiopsiTujuan dari kelenjar ludah minor biopsi adalah untuk menyediakan ahli patologi untuk pemeriksaan kelenjar 3-5.Eksisi mukosa tidak diperlukan. (Ephros H, 2009)Membuat sayatan 1,5 cm-linear pada mukosa bibir, berorientasi sejajar dengan sumbu panjang bibir itu.Bibir bawah digunakan untuk kenyamanan posisi. Sayatan ini harus ditempatkan lateral garis tengah, sebagai kepadatan kelenjar ludah minor lebih besar dari pada garis tengah.Menempatkan bibir pada peregangan memungkinkan untuk visualisasi dari kelenjar submukosa ludah minor.Lihat gambar di bawah ini. (Mcginn,2012)

Gambar 2.8 Kelenjar Ludah Minor Terlihat Melalui Mukosa. (Mcginn,2012)Kelenjar ludah minor yang mudah diidentifikasi oleh alam lobular mereka, dangkal ke otot.Hapus kelenjar beberapa individu untuk evaluasi patologis dan menempatkan mereka dalam formalin.Berhati-hatilah saat diseksi untuk menghindari cedera cabang terdekat darinervus mentalis. (Mcginn,2012)

Gambar 2.9 Kelenjar ludah Minor (Mcginn,2012)Mencapai hemostasis melalui tekanan manual, kauter perak nitrat, atau elektrokauter. Tutup sayatan dengan jahitan (sutra, usus kromat, atau polyglactin) untuk reapproximate tepi mukosa.Lihat gambar di bawah ini.

Gambar 2.10 Penutupan Setelah Biopsy Bibir (Mcginn, 2012)II.5.7 Komplikasi

Hypesthesia dari bibir bawah terjadi pada 1-6% kasus.

Nyeri biasanya minim dan berlangsung 1-2 hari. (Berquin, 2006)II.6 Biopsi Orofaring

II.6.1 Pengertian

Orofaring menempati area saluran aerodigestive antara rongga mulut, nasofaring, dan hipofaring.Batas anterior didefinisikan sebagai lengkungan glossopalatal (juga dikenal sebagai pilar tonsil anterior), perbatasan unggul adalah bidang langit-langit lunak, dan batas inferior adalah bidang ujung epiglottic.Struktur utama dalam orofaring termasuk tonsil (faucial) lengkungan, tonsil, vallecula, pangkal lidah, langit-langit lunak, uvula, dan dinding faring posterior dan lateral. (Johnathan, 2012)

Gambar 2.11 Anatomi Faring. (Johnathan,2012)Biopsi orofaringeal dapat mengambil beberapa bentuk, semua berbagi tujuan mengidentifikasi histopatologi lesi. Biopsi dapat dilakukan dalam ruang praktek atau mungkin memerlukan pengaturan operasi dengan anestesi umum. Pengaturan biopsi ditentukan oleh faktor pasien (misalnya, usia, refleks muntah), sejauh mana biopsi dan aksesibilitas dari lokasi lesi (misalnya, pangkal lidah, vallecula). (Johnathan,2012)II.6.2 Indikasi Biopsi Orofaring

a. Biopsi harus dilakukan pada setiap lesi oral yang terus berlanjut meskipun sudah terhindar dari setiap stimulus iritasi.

b. Biopsi dilakukan jika temuan lesi mukosa menunjukkan keganasan (misalnya, eritroplakia, leukoplakia, indurasi atau fiksasi ke jaringan yang lebih dalam, pertumbuhan yang cepat, kerapuhan, dan ulserasi).

c. Biopsi sampel dari lesi tonsil dapat diatasi melalui tonsilektomi formal, terutama jika ada kekhawatiran neoplasma. (Johnathan, 2012)II.6.3 Kontraindikasi Biopsi Orofaring

a. Pendarahan diatesis sekunder untuk antikoagulasi, atau koagulopati signifikan

b. Ada permasalahan pada jalan nafas sehingga dapat diperburuk oleh biopsi.

c. Lesi terletak di dekat struktur vital yang bisa terluka oleh biopsi (misalnya, faring lateral yang dekat arteri karotid)

d. Kondisi medis yang tidak memungkinkan untuk penggunaananestesi lokal (Pasien-pasien mungkin memerlukananestesi umumdi ruang operasi). (Johnathan,2012)II.6.4 Anestesi

Biopsi untuk lesi orofaringeal mukosa dapat dilakukan dengan anestesi lokal, dengan menggunakan 1% atau 2% lidokain, dengan 1:100.000 epinefrin.Penggunaan semprotan anestesi topikal biasanya tidak cukup untuk anestesi dalam kasus biopsi, meskipun beberapa dokter mungkin menggunakannya sebelum injeksi anestesi lokal.Anestesi topikal mungkin juga bermanfaat dalam mengurangi refleks muntah.a. Semprot benzokain dapat digunakan, jika diinginkan.Penggunaan benzokain dapat dikaitkan denganmethemoglobinemiadan harus digunakan dengan hati-hati. Semprotan harus kurang dari 2 detik.

b. Inject di lokasi biopsi yang diinginkan, dengan menggunakan 27 - atau 30-gauge jarum dan 1 - untuk 3-mL suntik.Situs posterior mungkin memerlukan penggunaan jarum kecil-gauge tulang belakang. (Johnathan, 2012)II.6.5 Peralatan

a. Anestesi lokal dan jarum suntik

b. Pisau bedah dengan pisau No 15

c. Through-cut/true-cut/Tru-cut forsep endoskopik seperti yang digunakan dalam prosedur.

Gambar 2.12 Through-cut (Johnathan,2012)d. Jaringan forsep dengan gigi

e. Gunting melengkung, seperti Iris atau Littler

f. Needle holder

g. Kasa spons

h. Lidah retractor

Gambar 2.13 Lidah Retractor (Johnathan,2012)i. Jahitan

j. Metode Kauter (perak nitrat, elektrokauter, atau laser)

k. Spesimen botol dengan 10% formalin (Johnathan, 2012)II.6.6 Teknik

a. Persiapan

a) Jelaskan prosedur, indikasi, dan risiko sebagai bagian dari proses informed consent.

b) Pastikan bahwa pencahayaan yang memadai tersedia.

c) Membius situs biopsi melalui infiltrasi anestesi lokal.

b. Untuk lesi mukosa menggunakan teknik potong tang

a) Teknik ini adalah yang terbaik untuk lesi, mudah dilihat dan eksophitik.

b) Setelah anestesi pasien, menekan lidah dengan retraktor.

c) Gunakan tang pemotong untuk mengambil sampel atau menghapus lesi eksophitik, tergantung pada ukurannya.

d) Berhati-hatilah untuk tidak menjatuhkan sampel biopsi dari tang.c. Teknik lain untuk lesi mukosa

a) Sebuah pisau bedah dan forsep dapat digunakan sebagai pengganti melalui cut-tang endoskopi.Namun, ahli bedah mungkin menemukan bahwa manipulasi pisau bedah di orofaring lebih sulit, terutama jika asisten tidak tersedia.

b) Biopsi pukulan dari orofaring yang terbaik digunakan pada bidang mobilitas mukosa terbatas (misalnya, palatum durum), tetapi mereka dapat digunakan di daerah-daerah tertentu orofaring.Secara keseluruhan, mereka mungkin tidak memberikan keuntungan yang signifikan atas eksisi bedah. (Johnathan, 2012)II.6.7. Komplikasi

a. Pendarahan

b. Nyeri: Ini biasanya minimal tetapi biasanya meningkat dengan luas permukaan meningkat dari cacat mukosa yang dibuat oleh biopsi.Ini lebih penting dalam tonsilektomi.

c. Kerusakan struktur terdekat seperti gigi, bibir, lidah, saraf glossopharyngeal, bundel neurovaskular lebih besar palatina, dan arteri karotid

d. Kurangnya diagnosis sekunder untuk nondefinitive biopsy (Johnathan, 2012)II.7 Percutaneous Radiofrequency Ablation of Liver Tumors

II.7.1 PengertianPercutaneous radiofrequency ablasition (PRFA) adalah suatu metode untuk menghilangkan tumor primer dan menghambat proses metastasis tumor di hepar. PRFA secara luas digunakan untuk tumor primer yang berukuran kecil dan tumor yang bermetastasis. Pada PRFA, jarum dimasukkan ke hepar, biasanya dilakukan dengan panduan gambaran ultrasonografi atau CT. Setelah ditempatkan dalam tumor, generator menimbulkan arus cepat energi bolak-balik sehingga menghasilkan panas di lokasi lesi yang dihasilkan oleh gesekan agitasi cepat sel-sel yang berdekatan dan menyebabkan nekrosis dari tumor. (Badar Bin Bilal Shafi, 2011)II.7.2 IndikasiDalam pengobatan karsinoma hepatoseluler, indikasi untuk menggunakan percutaneous radiofrequency ablation (PRFA) menjadi lebih luas daripada operasi dan terapi intra-arteri. Indikasi penggunaan PRFA adalah: 1. Karsinoma hepatoseluler pada tahap awal 2. Pengobatan primer untuk tumor berukuran kecil 3. Tumor primer hepar4. Pengobatan pasien yang tidak dapat menjalani anestesi umum atau tidak dapat menjalani operasi karena komorbiditas atau usia lanjut5. Metastasis dari hepar, paling sering kolorektal, terutama jika pasien tidak dapat menjalani operasi6. Dapat digunakan untuk metastasis dari kanker payudara, kanker tiroid, dan keganasan neuroendokrin7. Pengobatan pasien yang memiliki hepatoma atau beberapa lesi kecil dan sedang menunggu untuk transplantasi hepar8. Lesi berulang dan progresif. (Badar Bin Bilal Shafi, 2011) II.7.3 Kontraindikasi1. Saluran empedu atau invasi pembuluh darah besar2. Penyakit ekstrahepatik yang signifikan3. Sirosis grade C pada anak atau infeksi aktif4. Dekompensasi penyakit hepar5. Lesi yang sulit dijangkau dengan elektroda atau ketika penempatan elektroda terganggu (dalam kasus tersebut, operasi terbuka lebih disarankan)6. Tumor yang meliputi> 40% dari volume hepar (tumor ukuran ini tidak dapat diablasi karena fungsi hepar kiri setelah percutaneous radiofrequency ablation [PRFA] mungkin tidak cukup untuk mengkompensasi fungsi hepar.)7. Hubungan anatomis dengan struktur vital seperti pembuluh dan organ yang berdekatan8. Lesi yang lebih besar dari 5 cm (kontraindikasi relatif)9. PRFA harus digunakan dengan hati-hati untuk lesi lebih besar dari 5 cm.10. Pasien dengan lesi metastasis lebih besar dari 3 cm (lesi ini tidak optimal untuk PRFA, karena risiko kekambuhan tinggi.11. Besar atau banyak tumor (beberapa studi merekomendasikan PRFA sebagai pilihan jika terdapat kurang dari 3 tumor dan masing-masing lesi berukuran kurang dari 3 cm). (Badar Bin Bilal Shafi, 2011)

II.7.4 AnestesiPercutaneous radiofrequency ablation (PRFA) dapat dilakukan dengan anestesi lokal dan sedasi ringan. Anestesi umum juga dapat digunakan. Modalitas anestesi tergantung pada pilihan pasien dan preferensi operator. Dalam PRFA, anestesi lokal disuntikkan ke dalam lokasi dimana akan dilakukan sayatan, dan pasien dibius dengan injeksi intravena. Jika anestesi umum tidak digunakan, rasa tidak nyaman atau nyeri dapat dirasakan ketika prosedur dilakukan. (Badar Bin Bilal Shafi, 2011)

II.7.5 PeralatanPeralatan yang diperlukan untuk pencitraan percutaneous radiofrequency ablation (PRFA) tergantung pada modalitas yang digunakan. Hal ini dapat mencakup peralatan yang diperlukan untuk ultrasonografi, CT, atau MRI. Peralatan RFA itu sendiri memiliki 3 komponen utama.1. Jarum elektroda

2. Sebuah generator listrik3. Bantalan Grounding. (Badar Bin Bilal Shafi, 2011)

Jarum elektroda tersedia dalam 2 bentuk, yaitu:

1. Simple straight needle

Gambar 2.14 Simple straight needle2. Straight needle yang memiliki beberapa lengkungan, elektroda yang dapat ditarik yang disimpan di dalam jarum sampai ujungnya diposisikan dalam tumor. Ketika jarum benar diposisikan, sebuah pendorong di pusat jarum maju sehingga elektroda membentang dari ujung jarum saat sepenuhnya dipanjangkan. Elektroda ini menyerupai payung terbuka. (Badar Bin Bilal Shafi, 2011)

Gambar 2.15 Straight needleII.7.6 KomplikasiBanyak studi telah mengkonfirmasi bahwa percutaneous radiofrequency ablation (PRFA) adalah prosedur yang relatif berisiko rendah dengan rendahnya tingkat morbiditas dan mortalitas. Beberapa komplikasi yang berhubungan dengan PRFA. (Badar Bin Bilal Shafi, 2011)

Banyak faktor yang dianggap berhubungan dengan penyebab komplikasi utama, faktor-faktor ini termasuk ukuran tumor, jumlah sesi ablasi, jenis elektroda (tunggal atau cluster), dan pengalaman operator. (Badar Bin Bilal Shafi, 2011)Pasien dapat mengalami ketidaknyamanan segera setelah prosedur dilakukan; ini biasanya dapat diantisipasi dengan analgesia ringan. Pasien juga mungkin mengalami rasa sakit tertunda sebagai bagian dari sindrom post-ablasi. (Badar Bin Bilal Shafi, 2011)Komplikasi lain kurang dari 5%. Kemungkinan komplikasi meliputi:1. Nyeri bahu2. Kolesistitis (biasanya mereda setelah beberapa minggu)3. Kerusakan pada saluran empedu, sehingga obstruksi bilier4. Kerusakan usus5. Pendarahan6. Capsular hematoma7. Hemoperitoneum8. Pneumotoraks9. Hemothorax / hidrotoraks10. Efusi pleuraII.8 Biopsi Arteri Temporal

II.8.1 Pengertian

Arteritis temporal(2008 Klasifikasi Internasional Penyakit [ICD]-9-CM 446,5) adalah peradangan yang mempengaruhi arteri vaskulopati menengah dan berukuran besar.Juga disebut sebagaiarteritis sel raksasa, gangguan ini mempengaruhi karakteristik cabang arteri karotid.Sementara cabang temporal yang dangkal dari arteri karotid sangat rentan, arteri di situs manapun bisa terkena.Arteritis temporal didefinisikan oleh panarteritis granulomatous dengan infiltrat sel mononuklear dan pembentukan sel raksasa dalam dinding pembuluh darah. Karakteristik histologis menegaskan diagnosis arteritis temporal dalam specimen biopsi dari arteri temporal (TA). (Andrew, 2012)II.8.2 Indikasi

a. Usia onset lebih tua dari 50 tahun

b. Sakit kepala atau nyeri kepala lokal

c. Kelembutan untuk palpasi atau pulsasi arteri temporal berkurang

d. Tingkat sedimentasi eritrosit (ESR) lebih besar dari 50 mm / jam (Andrew, 2012)II.8.3 Kontraindikasi

Biopsi merupakan kontraindikasi pada pasien yang telah menjalani pengobatan jangka panjang dengan terapi glukokortikoid.Sementara tidak ada waktu yang tepat untuk biopsi arteri temporal dalam situasi ini, data menunjukkan bahwa hasil diagnostik sangat menurun setelah 30 hari terapi kortikosteroid.Sebuah kontraindikasi relatif karena telah memiliki hasil negatif dari biopsi yang benar dilakukan.Tingkat biopsi kontralateral positif dalam kasus ini adalah sekitar 1%.

II.8.4 Anestesi

Temporal arteri biopsi adalah prosedur yang dapat dilakukan di ruang operasi, dengan atau tanpa bantuan ahli anestesi. Kebanyakan dokter setuju bahwa prosedur dapat dengan aman dilakukan dengan anestesi lokal saja.Jika seorang pasien tidak dapat mentoleransi prosedur dengan hanya anestesi lokal, anestesi dipantau perawatan dengan bantuan seorang ahli anestesi yang terlatih mungkin diperlukan.

Metode yang disukai penulis anestesi untuk biopsi arteri temporal hanya menggunakan anestesi lokal.Campuran 1:1 lidokain 1% dengan 1:200.000 epinefrin dan bupivakain 0,5% dengan 1:200.000 epenefrin menyediakan anestesi jangka panjang yang baik.Untuk memastikan bahwa seluruh area dibius, melakukan blok cincin dengan radius 3-cm dari situs sayatan.Blok cincin harus dilakukan setelah menandai sayatan dan jalan arteri temporal yang dangkal, seperti epinefrin akan menyebabkan kejang arteri.

Sebuah tambahan yang berguna adalah untuk menerapkan krim anestesi topikal (misalnya, liposomal lidokain kream 4% [ELA-max]) 20 menit sebelum penyuntikan lidokain. (Andrew, 2012)II.8.5 Posisi operasi

a. Pasien harus ditempatkan dalam posisi terlentang dengan bantal di bawah lutut nya dan kepala ditinggikan 45 derajat.Posisi ini relatif nyaman dan mencegah kongesti vena di bidang operasi, yang dapat mempersulit operasi.

b. Pencahayaan yang memadai sangat penting, dan posisi lampu bedah di atas kepala.

II.8.6 Komplikasia. Risiko serius biopsi termasuk cedera pada cabang-cabang saraf auriculotemporal atau wajah, perdarahan, infeksi luka, dan pembentukan hematoma.

b. komplikasi kecil lebih umum termasuk insisional alopecia, pelebaran bekas luka. (Andrew, 2012)II.9 Kanker PayudaraII.9.1 DiagnosisII.9.1.1 Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis dan pemeriksaan fisik ditujukan terutama untuk mengidentifikasi identitas penderita, faktor risiko, perjalanan penyakit, tanda dan gejala kanker payudara, riwayat pengobatan dan riwayat penyakit yang pernah di derita. Setelah faktor risiko untuk kanker payudara ditentukan, pasien kemudian diperiksa untuk symptom yang spesifik. Nyeri payudara dan nipple discharge adalah keluhan yang sering, tapi tidak selalu petanda kanker, kelainan jinak seperti fibrocystic disease dan papiloma intraduktal juga bisa bergejala seperti ini. Malaise, nyeri tulang dan kehilangan berat badan adalah keluhan yang jarang, tapi merupakan indikasi adanya metastasis jauh.

Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematik baik inspeksi ataupun palpasi. Inspeksi dilakukan dengan posisi duduk dan pakaian atas/bra dilepas. Identifikasi dilakukan saat lengan pasien disamping, lengan di atas kepala dan lengan kacak pinggang. Palpasi parenkim dilakukan dengan posisi pasien supine dan ipsilateral lengan diletakan di belakang kepala. Jaringan subareolar dan masing-masing kuadran dari kedua payudara dipalpasi secara sistematis, menyeluruh dan overlap baik secara sirkuler ataupun radier. Selain pemeriksaan pada payudara juga harus dilakukan pemeriksaan pada aksila, infraklavikula, supraklavikula dan organ/tempat kemungkinan metastase jauh. (Suyatno, 2010)Adapun tanda dan gejala kanker payudara:

1. Ada benjolan yang keras di payudara dengan atau tanpa rasa sakit.2. Bentuk putting berubah (retraksi nipple atau terasa sakit teru menerus) atau putting mengeluarkan cairan/darah (nipple discharge).3. Ada perubahan pada kulit payudara diantaranya berkerut seperti kulit jeruk (peau dorange), melekuk ke dalam (dimpling) dan borok (ulcus).4. Adanya benjolan-benjolan kecil di dalam atau kulit payudara (nodul satelit).5. Ada luka putting di payudara yang sulit sembuh (paget disease).6. Payudara terasa panas dan, memerah dan bengkak.7. Terasa sakit/nyeri (bisa juga ini bukan sakit karena kanker).8. Benjolan yang keras itu tidak bergerak (terfiksasi) dan biasanya pada awal-awalnya tidak terasa sakit.9. Apabila benjolan itu kanker, awalnya biasanya hanya pada satu payudara.10. Adanya benjolan di aksila dengan atau tanpa masa di payudara.Pemeriksaan ini (anamnesis dan pemeriksaan fisik) mempunyai akurasi untuk membedakan ganas atau jinak sekitar 60 %-80% (eror 20%-40%) oleh karenanya memerlukan pemeriksaan tambahan. (Suyatno, 2010)II.9.1.2 Ultrasonografi (USG) payudara

USG secara umum diterima sebagai metode terpilih untuk membedakan masa kistik dengan solid dan sebagai guide untuk biopsi. Penggunaan USG untuk tambahan mamografi meningkatkan akurasinya sampai 7,4%. Namun USG tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai modalitas skrining oleh karena didasarkan penelitian ternyata USG gagal menunjukkan efikasinya. Peran USG lain adalah untuk evaluasi metastasis ke organ viseral. (Suyatno, 2010)II.9.1.3 Mamografi

Mamografi memegang peranan besar dalam deteksi dini kanker payudara, sekitar 75% kanker terdeteksi paling tidak satu tahun sebelum ada gejala atau tanda. Lesi dengan ukuran 2mm sudah dapat dideteksi dengan mamografi. Akurasi mamografi untuk prediksi melignansi adalah 70%-80%. Namun akurasi pada pasien usia muda (kurang dari 30 tahun) dengan payudara yang padat kurang akurat.

Terdapat 2 tipe pemeriksaan mamografi: skrining dan diagnosis. Skrining mamografi dilakukan pada wanita yang asimptomatik. Deteksi dini dari kanker payudara yang masih kecil memungkinkan pasien untuk mendapatkan kesuksesan terapi dengan kualitas hidup yang lebih baik. Skrining mamografi direkomendasikan setiap 1-2 tahun untuk wanita usia 40 tahun dan setiap tahun untuk usia 50 tahun atau lebih. Pada kondisi tertentu direkomendasikan sebelum usia 40 tahun (misal wanita dengan keluarga tingkat pertama menderita kanker payudara). Untuk skrining mamografi, masing-masing payudara dibuat dalam posisi cranio-caudal (CC) dan medo-lateral oblique (MLO).

Mamografi diagnosis dilakukan pada wanita yang simptomatik, tipe ini lebih rumit dan waktu lebih lama dibanding mamografi skrining dan digunakan untuk menentukan ukuran yang tepat, lokasi abnormalitas payudara, untuk evaluasi jaringan sekitar dan kelenjar getah bening sekitar payudara. Untuk mamografi diagnosis, masing-masing payudara difoto dalam posisi cranio-caudal (CC), medo-lateral oblique (MLO) dan dapat ditambah dengan latero-medial (LM) atau medio-lateral (ML).

Protocol PERABOI 2003 merekomendasikan pemeriksaan mamografi untuk tumor dengan ukuran kurang dari 3 cm tapi MD. Anderson Cancer Centre menganjurkan untuk melakukan mamografi pada ukuran berapapun dengan tujuan untuk skrining adanya lesi nonpapble pada kedua payudara (ipsilateral dan kontralateral) dan untuk mengevaluasi risiko malignansi lesi tumor. Gambaran mamografi untuk lesi ganas dibagi atas tanda primer dan sekunder.

Tanda primer berupa:

a) Densitas yang meninggi pada tumor.b) Batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses infiltrasi ke jaringan sekitarnya atau batas yang tidak jelas (comet sign).c) Gambaran transusen disekitar tumor.d) Gambaran stelata.e) Adanya mikroklasifikasi sesuai kriteria Egan.f) Ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis.Tanda sekunder:

a) Retraksi kulit atau penebalan kulit.b) Bertambahnya vasskularisasi.c) Perubahan posisi putting.d) Kelenjar getah bening aksila (+).e) Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur.f) Kepadatan jaringan subareolar yang berbentuk utas.

Gambaran kalsifikasi yang diduga ganas menurut kriteria Egan adalah kalsifikasi dengan lokasi di parenkim payudara, ukuran kurang dari 0,5 mm, jumlah lebih dari 5 dan bentuk stelata.

Pada lesi nonpalpable gambaran mamografi dapat dibagi menjadi 2 kategori: mikrokalsifikasi dan perubahan densitas. Mikrokalsifikasi dapat berkelompok (clustered) atau menyebar (scattered). Perubahan densitas mencakup masa terpisah-pisah (dicsrete masses).

Distorsi arsitektur, dan asimetri. Gambaran mamografi yang paling prediktif untuk malignansi adalah masa berspekula (stelata), mikrokalsifikasi berkelompok dan mikrokalsifikasi di dalam massa.

Sistem pelaporan hasil mamografi adalah mengacu pada sistem yang dimiliki ACR (American College of Radiology) yaitu BIRADS (Breast Imaging Reporting and Data System). Sistem pelaporan ini disamping memberikan informasi hasil pemeriksaan juga tentang rencana tindakan yang sesuai. Negatif palsu mammografi menurut data dari Breast Cancer Detection Demonstration Project berkisar 8%-10%. Satu sampai tiga persen wanita yang secara klinis suspek maligna, mammogram dan sonogram-nya negative masih mungkin memiliki kanker payudara. (Suyatno, 2010)II.9.1.4 MRI (Magnetic resonance imaging)

MRI merupakan instrumen yang sensitf untuk deteksi kanker payudara dan juga sangat berguna dalam skrining pasien usia muda dengan densitas payudara yang padat yang memiliki risiko kanker payudara yang tinggi. Sensitivitas MRI mencapai 98% tapi spesifisitasnya rendah, biaya pemeriksaan yang lama oleh karena itu MRI belum menjadi prosedur rutin. (Suyatno, 2010)II.9.1.5 Biopsi

Biopsi pada payudara memberikan informasi sitologi atau histopatologi.

Ada dua kelompok jenis biopsi yaitu:

a. biopsi tertutup: biopsi jarum, biopsi care, dan mammotome.b. biopsi terbuka: dilakukan dengan operasi seperti biasa dapat berupa pengangkatan seluruh benjolannya (eksisi) atau sebagian saja (insisi).

FNAB (Fine needle Aspiration Biopsy) merupakan salah satu prosedur diagnosis awal, untuk evaluasi massa di payudara. Pemeriksaan ini sangat berguna terutama untuk evaluasi lesi kistik. Masa persisten atau rekuren setelah aspirasi berulang adalah indikasi untuk biopsi terbuka (insisi atau eksisi). Namun FNAB merupakan biopsi yang memberikan informasi sitologi, belum menjadi standar baku (gold standard) untuk diagnosis definitif. Bila mampu dianjurkan triple diagnosis (klinis, mamografi, FNAB).

FNAB yang diambil hanya sekelompok sel-sel karena lubangnya kecil, tetapi pada biopsi lain yang terambil berupa jaringan yang lebih banyak. Makin banyak jaringan yang terambil penentuan diagnosis lebih akurat, tetapi ada kerugian lain yaitu luka bekas tindakan menjadi lebih besar.

Biopsi yang memberikan informasi histopatologi adalah biopsi core, biopsi insisi, biopsi eksisi, potong beku dan ABBI (Advence Breast Biopsy Instrument) hasil biopsi ini merupakan standar baku untuk diagnostic dna terapi. Masing-masing biopsi ini mempunyai keuntungan dan kerugian. Biopsi eksisi direkomendasikan untuk tumor ukuran kurang lebih 3 cm atau inoperable. Potong beku dilakukan saat operasi, teknik pengambilan semen bisa eksisi atau insisi. Dari biospi ini dapat sekaligus dilakukan pemeriksaan immunohistokimia dari estrogen reseptor (ER), progesterone reseptor (PR), CrbB2, p53 dna cathepsin D. (Suyatno, 2010)Disamping diagnosis histopatologi juga ditentukan grading histopatologi kanker payudara. Grading ini ditentukan berdasarkan tubular formation, nuclear pleomorfism dan mitotic activity. Berdasarkan jumlah skor dari 3 faktor tersebut, grading kanker payudara terbagi atas: well differentiated (grade 1), moderately differentiated (garde 2) dan poorly differentiated (garde 3). Biopsi payudara adalah prosedur di mana sebagian atau seluruh dari pertumbuhan payudara yang abnormal akan diangkat dan diperiksa, biasanya untuk memeriksa adanya kanker. Sampel diambil melalui jarum atau diangkat melalui prosedur bedah. Sampel kemudian diperiksa dan dievaluasi di bawah mikroskop oleh ahli patologi untuk mengidentifikasi jaringan non-kanker (jinak) atau kanker (ganas). Istilah yang digunakan untuk merujuk pertumbuhan abnormal sebelum dan setelah diagnosis yaitu benjolan, massa, lesi, dan tumor. (Stppler, 2008)a. Tujuan Biopsi MammaeTujuan dari biopsi payudara adalah untuk menentukan apakah massa abnormal tersebut adalah kanker atau tidak dan, jika kanker, apa jenisnya. Ketika kanker tidak terdeteksi, maka dapat ditentukan diagnosis apakah massa tersebut jinak atau berbahaya. (Stppler, 2008)b. Praktisi Yang Terlibat Dalam Prosedur Biopsi MammaeBanyak dokter dan praktisi kesehatan dapat terlibat dalam evaluasi apakah seorang wanita memerlukan biopsi payudara atau tidak. Misalnya, kelainan payudara selama pemeriksaan fisik mungkin diperhatikan oleh seorang dokter keluarga, internis, dokter kandungan, atau perawat. Pasien sendiri sering menjadi yang pertama yang mendeteksi kelainan pada payudara mereka. Spesialis radiologi dapat mendeteksi kelainan melalui mammogram, serta studi pencitraan lainnya. Spesialis anestesi kadang-kadang diperlukan selama prosedur pembedahan. Patolog memeriksa dan mengidentifikasi bawah mikroskop jenis sel dalam sampel dan menentukan apakah terdapat kemungkinan keganasan atau tidak. (Stppler, 2008)

c. Indikasi Dilakukannya Biopsi Mammae

Gambar 2.16 Kanker Mammae (Stppler, 2008)Siapapun, perempuan atau laki-laki, dengan pertumbuhan payudara yang abnormal atau dengan gejala lain dari kanker payudara harus menjalani biopsi. Sembilan puluh sembilan persen dari semua kanker payudara terjadi pada wanita, namun pria bisa juga dapat mengalami kanker payudara (laki-laki dengan kelainan genetik sindrom Klinefelter, yang berhubungan dengan meningkatnya perkembangan payudara, memiliki sekitar risiko yang sama seperti perempuan terkena kanker payudara). (Stppler, 2008)Suatu pertumbuhan payudara yang abnormal dapat ditemukan oleh pemeriksaan diri pasien, pemeriksaan klinis dokter, atau prosedur skrining seperti mammogram. Pasien yang menemukan benjolan di payudara harus berkonsultasi dengan seorang dokter untuk dilaukan pengujian. Pasien juga harus berkonsultasi pada dokter jika menemukan benjolan di ketiak atau di atas tulang selangka. Pasien harus berkonsultasi jika mereka memiliki:1. kulit payudara merah atau teriritasi,2. kulit bersisik payudara,3. cekungan pada kulit payudara,4. pembengkakan kulit payudara,5. adanya discharge selain air susu,6. retraksi atau inversi puting,7. puting gatal,

8. perubahan dalam ukuran atau bentuk payudara, atau9. nyeri pada payudara. (Stppler, 2008)

Penting untuk diingat bahwa tanda-tanda dan gejala tidak selalu menunjukkan adanya kanker. Biopsi payudara dapat dilakukan di klinik dokter, fasilitas rawat jalan, atau ruang operasi rumah sakit. Pengaturan tergantung pada ukuran dan lokasi dari pertumbuhan massa payudara, kesehatan umum pasien, dan jenis biopsi yang dilakukan. Karena dokter bisa melakukan biopsi dalam waktu singkat dengan risiko minimal tanpa komplikasi serius, pasien biasanya tidak perlu dirawat di rumah sakit kecuali didapatkan masalah kesehatan mendasar yang membutuhkan pemantauan lebih lanjut. (Stppler, 2008)d. Prosedur Biopsi Mammae

Gambar 2.17 Kanker Mammae (Stppler, 2008)Pasien harus memberitahu dokter bila muncul massa, bagaimana ukurannya pada saat penemuan dibandingkan dengan ukuran yang sekarang, dan di mana letaknya. Pasien juga harus menguraikan riwayat keluarga kanker payudara, serta riwayat pribadi adanya masalah pada payudara. (Stppler, 2008)Seorang dokter menegaskan diagnosis melalui riwayat medis, pemeriksaan klinis yang meliputi palpasi payudara, dan menafsirkan hasil mammogram dan kadang-kadang pencitraan lain seperti USG atau MRI. USG mengirimkan gelombang suara yang memantul kembali ke penerima yang dapat merekam hasil pencitraan di layar komputer untuk memvisualisasikan struktur interior. Teknik ini dapat membantu membedakan antara kista dan pertumbuhan yang solid. Dokter juga dapat mendiagnosis melalui analisis laboratorium melalui nipple discharge (selain susu) untuk melihat adanya sel-sel kanker. Setelah mengkonfirmasi kehadiran pertumbuhan yang mencurigakan, barulah pasien dibiopsi. (Stppler, 2008)Untuk biopsi non-bedah, pasien mungkin tidak perlu anestesi sama sekali atau hanya anestesi lokal. Kadang-kadang, pasien menerima sedativa dengan anestesi lokal. Untuk biopsi bedah, pasien dapat menerima anestesi lokal (dengan atau tanpa sedativa) atau anestesi umum. Pasien yang membutuhkan anestesi umum harus menjalani puasa 8 sampai 12 jam sebelum menjalani biopsi. (Stppler, 2008)Prosedur biopsi payudara meliputi:1. fine needle aspiration biopsy (FNAB),

2. core needle biopsy (CNB),

3. vacuum-assisted breast biopsy, dan

4. excision biopsy (bedah) (Stppler, 2008)1. Fine needle aspiration biopsy (FNAB) dapat dilakukan dengan beberapa cara berbeda:a) Fine needle aspiration biopsy (FNAB) untuk pertumbuhan teraba: Pertumbuhan teraba adalah salah satu yang bisa dirasakan. Pasien biasanya duduk sementara dokter memasukkan jarum kecil dengan jarum suntik untuk menarik cairan dan sel-sel dari massa untuk pengujian. Untuk memandu jarum ke situs, dokter hanya mempalpasi daerah yang abnormal. Ketika jarum mencapai massa, sampel diambil keluar dengan jarum suntik. Dokter mengulangi prosedur ini beberapa kali. Jika massa adalah kista, sampel terutama akan terdiri dari cairan dan kista dapat kolaps. Jika massa solid, sampel akan terdiri terutama dari sel-sel jaringan. (Stppler, 2008)Dengan menganalisis sampel, dokter mungkin dapat menentukan bahwa massa berasal dari kista dan hanya membuang kista. Dalam kasus lain, cairan dan jaringan sampel ditempatkan pada slide dan kemudian dianalisis di laboratorium oleh ahli patologi. (Stppler, 2008)b) FNAB untuk pertumbuhan tidak teraba: Ketika pertumbuhan massa terlalu kecil atau dalam untuk, dokter harus mencari dengan salah satu dari beberapa teknik pencitraan. Pertama, pasien berbaring menghadap ke bawah di atas meja dengan payudara ditangguhkan melalui sebuah lubang. Dengan mamografi stereotactic, mammogram dari situs payudara yang abnormal diambil dari sudut yang berbeda untuk membentuk tiga-dimensi gambar virtual (stereotactic) yang tepat di titik-titik lokasi daerah yang abnormal. Komputer kemudian menggunakan motor untuk memandu jarum berongga kecil untuk mengambil sampel. Sampel ditarik kemudian dianalisis untuk mendeteksi kanker. USG dan MRI adalah teknik pencitraan lain yang dapat digunakan untuk memandu biopsi payudara. (Stppler, 2008)2. Core needle biopsy (CNB) juga bisa dilakukan dengan beberapa cara berbeda:a) Core needle biopsy (CNB) untuk pertumbuhan teraba: Prosedur ini mirip dengan FNAB untuk pertumbuhan teraba kecuali bahwa bahwa jarum yang digunakan memiliki diameter yang lebih luas dan dilengkapi dengan pemotong yang menghilangkan inti jaringan hingga setengah inci. Keuntungan utama dari prosedur ini adalah bahwa sampel didapat yang lebih besar daripada FNAB dan dengan demikian meningkatkan kemungkinan membuat analisis laboratorium yang akurat.

b) CNB untuk pertumbuhan tak-teraba: Prosedur ini juga menggunakan jarum yang luas dengan cutter yang menghilangkan inti jaringan yang cukup besar untuk meningkatkan akurasi analisis laboratorium. Namun, karena pertumbuhan yang jauh di payudara atau tidak teraba, pencitraan stereotactic, USG, atau MRI digunakan untuk mencari keabnormalan. (Stppler, 2008)

3. Biopsi payudara dibantu vakum menggunakan alat khusus dan bimbingan pencitraan untuk mengambil contoh jaringan payudara melalui sayatan tunggal, kecil di kulit. Teknik ini memungkinkan ahli bedah untuk mengangkat jaringan lebih melalui sayatan tunggal daripada yang mungkin dengan inti biopsi tradisional dan merupakan prosedur yang kurang invasif dibandingkan biopsi bedah terbuka. (Stppler, 2008)Biopsi payudara dibantu vakum melibatkan penempatan probe biopsi menggunakan studi pencitraan radiologi untuk bimbingan. Stereotactic mamografi, USG, dan MRI telah berhasil digunakan untuk mengidentifikasi daerah abnormal untuk sampel oleh biopsi payudara dibantu vakum. Setelah probe biopsi telah diposisikan, vakum menarik jaringan payudara melalui sebuah lubang di probe ke dalam bagian sampling perangkat. Kemudian alat potong berputar di instrumen dan mengambil sampel jaringan, yang dilakukan melalui pemeriksaan biopsi untuk wadah jaringan.Para ahli bedah atau ahli radiologi kemudian merubah tombol kontrol pada probe biopsi yang merubah wadah sampel ke posisi baru. Prosedur ini diulang sampai semua bidang yang diinginkan telah diisi sampel. Dengan cara ini, sampel dapat diambil di seluruh daerah yang abnormal melalui penyisipan probe biopsi tunggal. Dengan biopsi inti tradisional, sampling beberapa daerah akan melibatkan insersi berulang dari instrumen biopsi. (Stppler, 2008)

Biopsi payudara dibantu vakum dilakukan dengan anestesi lokal dan meninggalkan sayatan kecil yang tidak memerlukan jahitan untuk penutupan. Dibutuhkan kurang dari satu jam untuk melakukan prosedur, dan pasien biasanya dapat kembali ke kegiatan normal segera setelah prosedur. (Stppler, 2008)

4. Excision biopsy juga bisa dilakukan dalam berbagai cara:a) Biopsi bedah dari pertumbuhan teraba (lumpectomy): Prosedur ini menghilangkan sebagian atau seluruh dari pertumbuhan payudara, atau benjolan. Dokter membuat sayatan satu atau dua inci (sekitar 2,5 sampai 5 cm) untuk menemukan dan mengambil sampel. Jika benjolan kecil dan berukuran atau kurang dari satu inci (2,5 cm), dokter biasanya mengambil seluruh benjolan untuk pengujian. Jika benjolan besar, dokter biasanya hanya menghilangkan sebagian untuk pengujian. Jika kanker ditemukan, sisa benjolan dapat dihapus pada saat biopsi atau di lain waktu. (Stppler, 2008) Dokter menutup sayatan dengan jahitan atau klip yang tetap di tempat selama sekitar satu minggu. Pasien yang menerima anestesi umum akan membutuhkan sekitar satu jam untuk pulih dari rasa kantuk setelah operasi. (Stppler, 2008)b) Bedah biopsi untuk benjolan tak teraba: Prosedur ini mirip dengan lumpectomy kecuali bahwa pertumbuhan dideteksi oleh mamografi atau studi pencitraan lainnya dan kemudian "ditandai" untuk kemudian dilakukan prosedur. Dokter memasukkan jarum dengan kawat berkait di ujungnya ke dalam payudara, sambil menggunakan gambar USG atau CT sebagai panduan. Setelah penahan kawat mencapai benjolan, dokter mencabut jarum dan melakukan operasi. Pilihan lain adalah dengan menyuntikkan pewarna untuk menandai tempat daripada menggunakan kawat bengkok. (Stppler, 2008)e. Hasil Biopsi MammaeMassa jinak yang paling umum pada payudara adalah kista, intraductal papillomas (kecil seperti kutil tumbuh dan terdapat di atas permukaan jaringan), dan benjolan yang terbentuk karena nekrosis lemak. Fibroadenoma adalah jenis yang paling umum dari tumor jinak payudara (non-kanker) dan ditemukan pada wanita muda. (Stppler, 2008)f. Prognosis biopsi mammae

Pasien biasanya tidak merasakan sakit sebelum atau selama prosedur kecuali untuk rasa nyeri akibat suntikan anestesi. Setelah prosedur, beberapa pasien mungkin mengalami rasa sakit dan nyeri. Biasanya, obat over-the-counter cukup untuk meringankan ketidaknyamanan. Risiko komplikasi, seperti infeksi dan perdarahan, kecil untuk prosedur non-bedah dan sedikit lebih tinggi untuk prosedur bedah. Umumnya, biopsi non-bedah tidak meninggalkan bekas di kulit, tidak meninggalkan bekas luka internal, dan risiko komplikasi yang minimal. Namun, biopsi non-bedah tidak selalu seakurat biopsi bedah. Untuk alasan ini, beberapa pasien yang menjalani biopsi non-bedah juga harus menjalani tindak lanjut biopsi bedah. (Stppler, 2008)II.9.1.6 Bone Scan, Foto Toraks, USG AbdomenPemeriksaan bone scan bertujuan untuk evaluasi metastasis di tulang. Pemeriksaan dianjurkan pada kasus advanced local disease, lymfe node metastases, distant metastases dan ada symptom pada tulang.

PERABOI merekomendasikan pemeriksaan ini bila mana sitologi sangat mencurigai pada lesi di atas 5 cm. Foto toraks dan USG abdomen rutin dilakukan untuk melihat adanya metastasis di paru, pleura, mediastinum dan organ visceral (terutama hepar). (Stoppler,2008)II.9.1.7 Pemeriksaan Laboratorium dan MarkerPemeriksaan laboratorium darah yang dianjurkan adalah darah rutin, alkaline phospatase, SGOT, SGPT dan tumor kanker. Kadar alkaline phospatase yang tinggi dalam darah mengindikasikan adanya metastasis ke liver, saluran empedu, dan tulang. SGOT dan SGPT merupakan gambaran fungsi liver, kadar yang tinggi dalam darah mengindikasikan kerusakan atau metastasis pada iver. Tumor marker untuk kanker payudara yang dianjurkan American Society of Clinical Oncology adalah carcinoembryonic antigen (CEA), cancer antigen (CA) 15-3, dan CA 27,29. Pemeriksaan ini sensitif tapi tidak spesifik oleh karena itu dianjurkan untuk follow up. Pemeriksaan genetika BRCA-1 dan BRCA-2 dianjurkan pada pasien dengan kelurga tingkat pertama menderita kanker payudara atau ovarium. (Stoppler,2008)II.9.2 Penatalaksanaan

Pengobatan kanker payudara bertujuan untuk mendapatkan kesembuhan yang tinggi dengan kualitas hidup yang baik. Oleh karena itu terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif ditandai oleh adanya periode bebas penyakit (disease free interval) dan peningkatan harapan hidup (overall survival), dilakukan pada kanker payudara stadium I, II dan III. Terapi paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup tanpa adanya periode bebas penyakit, umumnya dilakukan pada stadium IV.

Adapun payudara secara umum meliputi: operasi, kemoterapi, radioterapi, terapi hormonal, dan terapi target.(Stoppler,2008)II.9.2.1 Operasi (Pembedahan)

Operasi merupakan modalitas utama untuk penatalaksanaan kanker payudara. Berbagai jenis operasi pada kanker payudara adalah Classic Radical Mastectomy (CRM), Modified Radical Mastectomy (MRM), Skin Sparing Mastectomy (SSM), Nipple Sparing Mastectomy (NSP) dan Breast Conserving Treatment (BCT). Jenis-jenis ini memiliki indikasi dan keuntungan serta kerugian yang berbeda-beda. (Stoppler,2008)CRM adalah pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple areola komplek, kulit di atas tumor, otot pektoralis mayor dan minor serta diseksi aksila level I-III. Operasi ini dilakukan bila ada infiltrasi tumor ke fasia atau otot pectoral tanpa ada metastasis jauh. Jenis operasi ini mulai ditinggalkan karena morbiditas tinggi sementara nilai kuratifitas sebanding dengan MRM. (Stoppler, 2008)MRM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple areola kompleks, kulit di atas tumor dan fascia pectoral serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini dilakukan pada kanker payudara stadium dini dan lokal lanjut. Merupakan jenis operasi yang banyak dilakukan. Kuratifitas sebanding dengan CRM. (Stoppler, 2008)SSM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor dan nipple areola kompleks dengan mempertahankan kulit sebanyak mungkin serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini harus disertai rekonstruksi payudara secara langsung yang umumnya adalah TRAM flap (transverse rektus abdominis musculotaneus flap). LD flap (latissimus dorsi flap) atau implant (silicon). Dilakukan pada tumor stadium dini dengan jarak tumor ke kulit jauh (>2cm) atau stadium dini yang tidak memenuhi syarat untuk BCT. (Stoppler, 2008)NSP adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor dengan mempertahankan nipple areola kompleks dan kulit serta diseksi aksila leve I-II. Operasi ini, juga harus disertai rekonstruksi payudara secara langsung yang umumnya adalah TRAM flap, LD flap atau implant. Dilakukan tumor stadium dini dengan ukuran 2 cm atau kurang, lokasi ferifer, secara klinis NAC tidak terlibat, kelenjar getah bening N0, histopatologi baik, dan potong beku sub areola: bebas tumor. (Stoppler, 2008)BCT adalah terapi yang komponennya terdiri dari lumpektomi atau segmentektomi atau kuadrantektomi dan diseksi aksila serta radioterapi. Jika terdapat fasilitas, lymphatic mapping dengan Sentinel Lymph Node Biopsy (SLNB) dapat dilakukan untuk menggantikan diseksi aksila. Terapi ini memberikan harapan hidup yang sama dengan MRM namun rekurensinya lebih besar. Ada 3 syarat yang harus terpenuhi dalam pemilihan jenis terapi ini yakni tepi sayatan bebas tumor (dibuktikan dengan potong beku), radioterapi dapat dilakukan dan kosmetik bisa diterima. Kontraindikasi yang tidak memenuhi ke 3 syarat tersebut adalah:

1. Tumor yang multisentris, sehingga margin tidak bebas tumor atau bebas tapi kosmetik tidak tercapai,

2. Mikrokalsifikasi yang luas/difus,

3. Riwayat radiasi sebelumnya,

4. Penyakit kolagen (SLE, Scleroderma) terutama yang ketergantungan terhadap steroid,

5. Ukuran tumor yang besar sedangkan payudaranya kecil,

6. Letak sentral atau dibawah,

7. Pada wanita hamil trimester kedua atau ketiga tidak merupakan kontra indikasi karena radiasi dapat ditunda hingga melahirkan,

8. Pada riwayat keluarga (+) dan pada umur muda ditakutkan radiasi akan menimbulkan kanker sekunder.II.9.2.2 Kemoterapi

Kemoterapi adalah penggunaan obat anti kanker (sitostatika) untuk menghancurkan sel kanker. Obat ini umumnya bekerja dengan menghambat atau mengganggu sintesa DNA dalam siklus sel. Pengobatan kemoterapi bersifat sistemik, berbeda dengan pembedahan atau radiasi yang lebuh bersifat lokal/setempat. Obat sitostatika dibawa melalui aliran darah atau diberikan langsung ke dalam tumor, jarang menembus blood-brain barrier sehingga obat ini sulit mencapai sistem syaraf pusat. Ada 3 jenis setting kemoterapi yakni adjuvant, neoadjuvant dan primer (paliatif). (Stoppler,2008)Adjuvant kemoterapi adalah terapi tambahan setelah terapi utama (pembedahan). Tujuannya adalah untuk mendapatkan penyembuhan yang sempurna (kuratifitas ) dan memperlama timbulnya metastasis. Adjuvant kemoterapi menurunkan 25% mortalitas kanker payudara . indikasi adjuvant kemoterapi adalah:

1. Ukuran tumor lebih dari 2 cm,2. Kelenjar getah bening aksila positif metastasis 1 atau lebih,3. Kelenjar getah bening aksilla negative tapi penderita berusia kurang dari 35 tahun atau grading tumor 2-3 atau terdapat invasi vascular atau operekspresi HER2 atau ER/PR negatif.

Lama pemberian kemotearpi adjuvant menurut konsep terbaru, 6 bulan kemoterapi ekuivalen dengan durasi yang lebih lama. Namun, masih kontroversi apakah 4 bulan kemoterapi (AC, 4 siklus) ekuivalen dengan 6 bulan.

Kemoterapi primer (paliatif) diberikan pada stadium lanjut (stadium IV) untuk mengendalikan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit kanker. Tujuannya adalah untuk mempertahankan kualitas hidup yang baik, control progresi tumor dan memperlama harapan hidup.

Radioterapi (RT) merupakan modalitas terapi yang cukup penting pada kanker payudara. Mekanisme utama kematian sel karena radiasi adalah kerusakan DNA dengan gangguan proses repliculikasi. RT menurunkan rekurrensi lokal dan berpotensi untuk menurunkan mortalitas jangka panjang penderita kanker payudara. RT terhadap payudara (dengan dan tanpa area supraclavikula) diindikasi pada BCT, pasien dengan kelenjar getah aksila positif metastasis atau lebih, kontrol lokal pada metastasis disease (perdarahan, ulkus, impending fraktur), tumor besar (>5cm) dan batas sayatan dekat atau tidak bebas tumor. (Stoppler, 2008)II.9.2.3 Terapi HormonalTujuan terapi hormonal pada kanker payudara adalah untuk menghilangkan atau mengurangi estrogen dalam sel tumor (estrogen deprivation). Tamoxifem merupakan adjuvant hormonal yang paling banyak digunakan dan merupakan terapi standard untuk wanita premenopause. Terapi ini menurunkan rekurrensi hingga 50% menurunkan 28% mortalitas kanker payudara sedangkan ablasi ovarium menghasilkan keuntungan yang serupa dengan kemoterapi pada premenopause dengan reseptor hormone positif. ( Stoppler, 2008)II.9.2.4 Terapai Biologik Terapi ini ditujukan untuk mengganggu proses yang berperan dalam pertumbuhan sel-sel kanker. Yang termasuk terapi ini untuk kanker payudara adalah:

1. Transtuzumab (Herceptin)

2. Bevacizumab (Avastin)

3. lapatinib ditosylate (Tykerb)

Trastuzumab merupakan antibody monoclonal yang bekerja langsung di receptor HER2/neu, dan terbukti secara signifikan memiliki aktivitas anti tumor pada metastasic breast cancer dengan overekspresi HER2/neu (25% dari kanker payudara). (Stoppler, 2008)Bevacizumab merupakan monoclonal antibodi manusia yang didesain untuk mem-block aksi dari vascular endothelial growth factor (VEGF). VEGF disekresi sel maligna dan nonmaligna hipoksik dan menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru dengan pengikatan reseptor spesifik.

Lapatinib merupakan monoclonal antibody yang mampu menghambat dua reseptor dalam sel kanker (HER 1 dan HER 2). (Stoppler,2008)II.9.3 Penatalaksanaan Menurut StadiumII.9.3.1 Stadium Nol (T0, DCIS, LCIS, Paget)

Ductal carcinoma in situ (DCIS), penanganan berdasarkan VNIP ditentukan oleh jumlah score dari ukuran tumor, batas sayatan, dan klasifikasi histopatologi.

Lobular carcinoma in situ (LCIS), cukup dilakukan observasi dengan pemeriksaan klinis tiap 6-12 bulan dan mammografi tiap tahun.

Paget, jika tidak disertai adanya tumor dilakukan mastektomi simple dengan atau tanpa rekonstruksi. Jika disertai tumor penatalaksanaannya sesuai stadium menurut ukuran tumornya. (Stoppler, 2008)II.9.3.2 Stadium Dini (Stadium I dan II)

Pembedahan berupa NSP, SSM, BNT dan MRM. Pemilihan jenis pembedahan ini tergantung pada ukuran, lokasi dan jenis tumor juga rekonstruksinya. (Stoppler, 2008)II.9.3.3 Stadium Lokal Lanjut (Stadium IIIA, IIIB,IIIC)

Jika operable dilakukan MRM atau CRM kemudian dilanjutkan adjuvant kemoterapi dan radioterapi. Jika inoperable diberikan neoadjuvant kemoterapi 3 siklus kemudian dievaluasi responnya, jika respon parsial atau respon komplet dilakukan MRM atau CRM. Bila respon minimal atau progresif ganti regimen kemoterapi dengan second line chemotherapy atau radioterapi. (Stoppler, 2008)II.9.3.4 Stadium Lanjut (Stadium IV)

Penanganan bersifat paliatif tergantung lokasi dan kondisi metastasis. Terapi utama adalah sistemik (kemoterapi, hormonal terapi, targeted terapi dan bisphosphatase), pada kondisi tertentu terapi lokal (radiasi dan pembedahan) juga diperlukan). (Stoppler,2008)II.9.4 Komplikasia. Mual dan Muntah

Terjadi karena berkurangnya rasa kecap dan penyimpangan rasa kecap (Dysgeusia), dapat diatasi dengan pemberian makanan berupa cairan sehingga tidak banyak dikunyah dan sedikit saliva.

b. Rambut Rontok

Kehilangan rambut terjadi setelah 2-3 minggu kemoterapi pada fase anagen, rambut menjadi tipis dan mudah rontok, keadaan ini akan membaik setelah 2-3 bulan kemoterapi terakhir.

c. Mukositis Dan XerostomiaSebagian besar pasien yang mendapat kemoterapi (40%) akan mengalami mukositis, sekitar 50% disertai nyeri yang memerlukan pengobatan dan kemungkinan pemberian cairan infuse, biasanya timbul pada hari ke 7 setelah pemberian kemoterapi.

d. Ekstarvasasi

Gejalanya bisa timbul belakangan berupa nyeri, eritem, nekrosis luas pada kulit dan subkutis sehingga memerlukan eksisi dan skin graft bahkan dapat dilakukan amputasi.

e. Komplikasi radiasi

Nekrosis jaringan lunak payudara (mis. Nekrosis lemak), edema payudara yang lama, fraktur iga (rata-rata 1%-3%). Penurunan mobilitas bahu (rata-rata 1%-3%). Brachial plexopathy dengan parestesia dan nyeri lengan (rata-rata 1%-3%). Limfedema. (Stoppler, 2008)II.9.5 Follow Up Dan PrognosisFollow up dilakukan setiap 4 bulan untuk 1-2 tahun pertama, setiap 6 bulan untuk tahun ke 3-5, dan setiap 12 bulan setelahnya. Setiap bulan direkomendasikan untuk SADARI (pemeriksaan payudara sendiri).

Prognosis tergantung jumlah kelenjar getah bening aksila yang terlibat. Disamping kelenjar getah bening aksila faktor prognosis lain adalah ukuran tumor, status hormone reseptor, grading histopatologi dan yang baru adalah ekspresi HER 2/neu, EGF reseptor family, S phase, DNA ploidy, angiogenesis, peritmoral lymphatic invasion dan perineural invasion, cahtepsin D, dan obesitas. Ekspresi ER dan atau PR menandakan prognosis bagus, dan memprediksikan respon baik terhadap terapi hormonal. Overekspresi positif dan perilaku kanker agresif merupakan marker respon terhadap trastuzumab dan kemoterapi (anthracycline dan taxane), relatif resisten terhadap tamoxifen dan CMF. S-phase yang tinggi mengindikasikan proliferasi yang cepat dan berhubungan dengan prognosis yang buruk. Diploid tumor umumnya berhubungan dengan prognosis baik. (Stoppler, 2008)II.10 Kanker ServiksII.10.1 DiagnosisII.10.1.1 Sitologi

Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap) sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya melebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Sitodiagnosis didasarkan pada kenyataan, bahwa sel-sel permukaan secara terus menerus dilepaskan oleh epitel dari permukaan traktus genitalis. Sel-sel yang dieksfoliasi atau dikerok dari permukaan epitel serviks merupakan mikrobiopsi yang memungkinkan kita mempelajari proses dalam keadaan seha dan sakit. Sitologi adalah cara skrining sel-sel serviks yang tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis secara histologik. Sitodiagnosis yang tepat tergantung pada sediaan yang representatif, fiksasi dan pewarnaan yang baik, serta tentu saja interpretasi yang tepat. Enam puluh dua persen kesalahan disebabkan karena pengambilan sampel yang tidak adekuat dan 23 % karena kesalahan interpretasi. Supaya ada pengertian yang baik antara dokter dan laboratorium, maka informasi klinis penting sekali. Dokter yang mengirim sediaan harus memberikan informasi klinis yang lengkap, seperti usia, hari pertama haid terakhir, macam kontrasepsi (bila ada), kehamilan, terapi hormon, pembedahan, radiasi, kemoterapi, hasil sito-logi sebelumnya, dan data klinis yang meliputi gejala dan hasil pemeriksaan ginekologik. Sediaan sitologi harus meliputi komponen ekto- dan endoserviks. NIS lebih mungkin terjadi pada SSK sehingga komponen endoserviks menjadi sangat penting dan harus tampak dalam sediaan. Bila komponen endoserviks saja yang diperiksa kemungkinan negatif palsu dari NIS kira-kira 5%. Untuk mendapatkan informasi sitologi yang baik dianjur-kan melakukan beberapa prosedur. Sediaan harus diambil sebelum pemeriksaan dalam; spekulum yang dipakai harus kering tanpa pelumas. Komponen endoserviks didapat dengan menggunakan ujung spatula Ayre yang tajam atau kapas lidi, sedangkan komponen ektoserviks dengan ujung spatula Ayre yang tumpul. Sediaan segera difiksasi dalam alkohol 96% selama 30 menit dan dikirim (bisa melalui pos) ke laboratorium sitologi terdekat. (Wiknjosastro, 2008)

Gambar 2.18 Pap Smear (Wiknjosastro, 2008)

Gambar 2. 19 Hasil Pemeriksaan Sitologi Pap Smear Normal (Wiknjosastro, 2008)

Gambar 2.20 Hasil Pemeriksaan Sitologi Pap Smear Abnormal (Wiknjosastro, 2008)II.10.1.2 Kolposkopi

Tes diagnostik lain ialah kolposkopi, dengan bantuan kolposkop bila sarana memungkinkan. Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, suatu alat yang dapat disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya (pembesaran 6-40 kali). Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi sel-sel yang mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan vaskular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan metabolik yang terjadi di jaringan serviks. Hampir semua NIS terjadi di daerah transformasi, yaitu daerah yang terbentuk akibat proses metaplasia. Daerah ini dapat dilihat seluruhnya dengan alat kolposkopi, sehingga biopsi dapat dilakukan lebih terarah. Jadi tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnosis histologik tetapi menentukan kapan dan di mana biopsi harus dilakukan. Pemeriksaan kolposkopi dapat mempertinggi ketepatan diagnosis sitologi menjadi hampir mendekati 100%. (Wiknjosastro, 2008)

Gambar 2.21 Kolposkopi (Wiknjosastro, 2008)II.10.1.3 Biopsi

Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika sambungan skuamosa-kolumnar (SSK) terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSK tidak terlihat seluruhnya atau hanya terlihat sebagian sehingga kelainan di dalam kanalis servikalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsi harus tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10 %. Dikenal ada beberapa prosedur biopsy, yaitu:

a. Cone biopsy (atau cold cone biopsy atau cold knife cone biopsy): prosedur yang menggunakan laser atau scalpel bedah untuk mengambil jaringan.

b. Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): prosedur yang menggunakan kabel yang berbentuk ikal untuk mengambil jaringan.c. Endocervical curettage: prosedur yang menggunakan instrument kecil berbentuk sendok, yang disebut kuret untuk mengikis jaringan dari dalam serviks.

Gambar 2. 22 Biopsi (Winkjosastro, 2008)II.10.1.4 Konisasi (Cone biopsy atau cold cone biopsy atau cold knife cone biopsy)

Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi harus selalu dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi. Jika karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan tes Schiller. Pemeriksaan ini dikerjakan dengan sebelumnya memulas porsio dengan larutan lugol dan jaringan yang akan diambil hendaknya pada batas antara jaringan normal (berwarna coklat tua karena menyerap Iodium) dengan bagian porsio yang pucat (jaringan abnormal yang tidak menyerap Iodium). Kemudian jaringan direndam dalam larutan formalin 10% untuk dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi. Konisasi diagnostik dilakukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut : 1. Proses dicurigai berada di endoserviks.

2. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi.

3. Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar specimen biopsy.

4. Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik.

Perlu disadari mengerjakan biopsi yang benar dan tidak mengambil bagian yang nekrotik. Pada tingkat klinik 0, Ia, Ib-occ, penentuan tingkat keganasan secara klinis didasarkan atas hasil pemeriksaan histologik. Oleh karena itu untuk konfirmasi diagnosis yang tepat sering diperlukan tindak lanjut seperti kuretase endoserviks (ECC = Endo-Cervical Curretage) atau konisasi serviks.Untuk membantu menentukan stadium kanker, dilakukan beberapa pemeriksan berikut:

a. Sistoskopi

b. Rontgen dada

c. Urografi intravena untuk mencari ada atau tidaknya obstruksi ureter yang dapat menyebabkan terjadinya hidroureter dan hidronefrosis. d. Sigmoidoskopie. Scanning tulang dan hati

f. Barium enema.

MRI, CT, limfangiografi, PET (positron emission tomography) dapat menunjukkan adanya penyebaran ke pelvis atau nodus limfe periaortik. Sensitivitas MRI, CT, PET terhadap kanker serviks dalam mencari metastase nodus limfe masing-masing 60%, 45%, dan 80%. Pemeriksaan radiologi ini penting untuk merencanakan terapi terutama perluasan lapang terapi radiasi atau operasi. (Wiknjosastro, 2008)II.10.2 PenatalaksanaanPemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan fungsi reproduksi. Penatalaksanaan pengobatankanker serviks uteri dapat dilakukan dengan berbagai modalitas terapi, diantaranya adalah :

II.10.2.1 Pembedahan

Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure). Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi.

Pada kanker invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di sekitarnya (prosedur ini disebuthisterektomi radikal) serta kelenjar getah bening. Pada wanita muda,ovarium(indung telur) yang normal dan masih berfungsi tidak diangkat. (Woknjosastro, 2008)II.10.2.2 Terapi Penyinaran

Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya.

Ada 2 macam radioterapi:

1. Radiasi eksternal: sinar berasal dari sebuah mesin besarPenderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.2. Radiasi internal: zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.Efek samping dari terapi penyinaran adalah:

a. iritasi rektum dan vagina

b. kerusakan kandung kemih dan rektum

c. ovarium berhenti berfungsi.

II.10.2.3 Kemoterapi

Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani kemoterapi. Kemoterapi merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker. Kemoterapi diberikan dalam suatu siklus, artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan periode pemulihan, lalu dilakukan pengobatan, diselingi dengan pemulihan, begitu seterusnya. (Wiknjosastro, 2008)II.10.2.4 Terapi Biologis

Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan pada kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Yang paling sering digunakan adalah interferon, yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.(Wiknjosastro, 2008)II.10.3 Penatalaksanaan Berdasarkan StadiumII.10.3.1 Penatalaksanaan Pada Stadium Awal (Stadium IA2 sampai IIA)

1. Histerektomi Radikal dan Limfadenektomi TerapeutikTeknik histerektomi radikal (pertama kali diperkenalkan oleh Weirtheim, Meigs, Okabayashi) disertai limfadenektomi pelvik hanya dilakukan pada kanker yang terbatas di serviks (stadium I dan II).

Pasien dengan kanker serviks stadium I diindikasikan untukHisterektomi tipe I. Bila fungsi reproduksi masih diperlukandapat dilakukan konisasi serviks dilanjutkan dengan pengamatan lanjut.Pada tingkat klinik (KIS) tidak dibenarkan dilakukan elektrokoagulasi atau elektrofulgerasi, bedah kryo (cryosurgery) atau dengan sinar laser, kecuali yang menangani seorang ahli dalam koloskopi dan penderita masih muda dan belum mempunyai anak. Dengan biopsi kerucut (conebiopsy) meskipun untuk diagnostik acapkali menjadi terapeutik. Ostium uteri internum tidak boleh sampai rusak karenanya. Bila penderitanya telah cukup tua, atau sudah mempunyai cukup anak, uterus tidak perlu ditinggalkan, agar tidak kambuh (relaps) dapt dilakukan histerektomi sederhana (simple vaginal hysterectomy). (Wiknjosastro, 2008)Pada stadium Ia2, dengan invasi stroma lebih dari 3mm, tetapi kurang dari 5mm, kemungkinan invasi pembuluh darah atau limfe sekitar 7%. Kasus pada stadium ini harus dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi kelenjar getah bening pelvik atau radiasi bila ada kontraindikasi operasi. Bahkan, limfadenektomi dapat diabaikan bila tidak ada kecurigaan anak sebar. Bagi penderita yang masih ingin hamil dapat dilakukan trakhelektomi. Jenis pembedahan lebih bersifat individual. Bila dijumpai invasi limfe atau vaskular sebaiknya dilakukan histerektomi atau radiasi karena kemungkinan adanya anak sebar ke kelenjar getah bening. (Wiknjosastro, 2008)Pada tingkat klinik Ia, umumnya dianggap dan ditangani sebagai kanker yang invasif. Bilamana kedalaman invasi kurang dari atau hanya 1mm dan tidak meliputi area yang luas serta tidak melibatkan pembuluh limfa atau pembuluh darah, penanganannya dilakukan seperti KIS di atas.

Pada stadium Ib pengobatannya adalah histerektomi radikal dengan limfadenektomi kelenjar getah bening pelvik dengan/tanpa kelenjar getah bening paraaorta memberikan hasil yang efektif. Sama halnya dengan diberikan terapi radiasi. Pada penderita yang berusia muda operasi radikal lebih disukai karena dapat mempertahankan fungsi ovarium. Bagi penderita yang masih ingin hamil dengan ukuran lesi 95%; stadium IB-IIA, 80-90%; stadium IIB, 65%; stage III, 40%; dan stadium IV, < 20%. Penelitian di Memorial Sloan-Kattering Cancer Center pada 431 pasien stadium 1B atau IIA, didapatkan 71 pasien metastase pada KGB.c. Ukuran Lesi

Ukuran lesi merupakan prediktor pada metastase KGB, invasi limfo-vaskuler serta survival. Angka ketahanan hidup masing masing 90%, 60%, 40% pada ukuran lesi < 2cm, > 2cm dan > 4cm.Cut-of point besar lesi adalah 4 cm, namun analisa multivariat menunjukkan tidak ada perbedaan odd ratio pada ukuran 3,1-4 cm dengan 4,1-5 cm.

d. Invasi Limfo-Vaskuler

Invasi limfo-vaskuler sampai saat ini masih merupakan kontroversi dan menjadi perdebatan. Beberapa analisis mendapatkan tidak didapatkan korelasi bermakna terhadap survival. Laporan lain mendapatkan angka survival 5 tahun sebesar 90% bila tidak ada invasi limfovaskuler, sementara bila ada invasi sebesar 50-70%. Angka risiko kekambuhan meningkat sesuai dengan tingkat invasi limfo-vaskuler. Sebuah penelitian mendapatkan angka rekurensi pada 2 tahun pertama pada invasi-limfovaskuler yang tinggi (45%), sedang (33%), ringan (15%) dan negatif (7%).Metastase pada kelenjar getah bening selain berfungsi sebagai faktor prognosis /faktor prediktor bebas terhadap survival, juga sering digunakan sebagai acuan untuk mengevaluasi faktor prognosis lain, misalnya besar lesi, invasi limfovaskuler, juga beberapa faktor biomolekuler misalnya MMP dan VEGF. Pasien tanpa metastase pada KGB mempunyai angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 85-90%, sedangkan pasien dengan metastase KGB bervariasi antara 20-74%. (Wiknjosastro)e. Jenis Histologi

Jenis histologi adenokarsinoma meliputi kurang lebih 15 25 % dari keseluruhan keganasan pada serviks uteri. Kasus adenokarsinoma cenderung meningkat pada wanita usia muda. Analisis multivariat menyimpulkan, secara keseluruhan survival pasien dengan adenokarsinoma lebih buruk yaitu 59 % dibanding 73 % pada pasien dengan kanker sel skuamosa. (Wiknjosastro, 2008)II.11 Kanker Ovarium

Kanker ovarium dapat dibiopsi dengan prosedur laparoskopi atau dengan jarum yang ditempatkan langsung ke dalam tumor melalui kulit abdomen. Penempatan jarum akan dipandu di bawah panduan USG atau CT scan. (American Cancer Society, 2012)Pada pasien dengan asites, sampel cairan juga dapat digunakan untuk mendiagnosa kanker. Dalam prosedur ini, yang disebut paracentesis, kulit abdomen dibius dan jarum dilewatkan melalui dinding abdomen ke dalam cairan di rongga abdomen. Cairan diambil melalui jarum dan kemudian dikirim untuk dianalisis untuk menentukan apakah mengandung sel-sel kanker. (American Cancer Society, 2012)

Gambar 2. 23 Kanker Ovarium (Edwards, 2005)II.11.1 Diagnosis Kanker Ovarium Dengan Prosedur BiopsiLaparoskopi adalah langkah pertama yang umum dilakukan dalam mengkonfirmasikan kehadiran massa dan mendapatkan sampel jaringan untuk biopsi. Operasi laparoskopi menggunakan sayatan kecil dan instrumen yang dirancang khusus untuk memasuki perut atau panggul. (Edwards, 2005)

Jika temuan biopsi positif untuk kanker, prosedur staging lebih lanjut akan dilakukan. Staging merupakan bagian penting dari rencana perawatan, karena tumor merespon terbaik untuk perlakuan yang berbeda pada tahapan yang berbeda. Staging juga merupakan indikator yang baik prognosis. Studi staging biasanya meliputi pemeriksaan imaging, tes laboratorium, dan laparotomi eksplorasi. Laparotomi eksplorasi adalah upaya hati-hati dan menyeluruh untuk menemukan tingkat penyebaran kanker. (Edwards, 2005)

Untuk mengidentifikasi kemungkinan invasi kanker, sampel diambil dari struktur lain di panggul dan perut termasuk, peritoneum, omentum, kelenjar getah bening, k