Download docx - REFERAT KELAINAN REFRAKSI

Transcript
Page 1: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kelainan refraksi mata atau refraksi anomali adalah keadaan dimana

bayangan tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang

bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi

dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, astigmatisma dan presbiopia (Ilyas,

2006).

World Health Organization (WHO), 2009 menyatakan terdapat 45 juta

orang yang mengalami buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision.

Kelainan refraksi (0,14%) merupakan penyebab utama kebutaan ketiga setelah

katarak (0,78%) dan glaukoma (0,20%). Dari 153 juta orang di dunia yang

mengalami kelainan refraksi, delapan juta orang diantaranya mengalami kebutaan.

Page 2: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Mata

Pemahaman tentang anatomi mata diperlukan untuk mengetahui berbagai

proses yang terjadi dalam mata. Pada penglihatan terdapat proses yang cukup

rumit oleh jaringan yang dilalui seperti membelokkan sinar, memfokuskan sinar

dan meneruskan rangsangan sinar yang membentuk bayangan yang dapat dilihat.

Berikut adalah bagian mata yang memegang peranan pembiasan sinar pada

mata:

a. Kornea

Kornea merupakan jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk

dan difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dan sifatnya

yang transparan merupakan hal yang sangat menguntungkan karena sinar yang

masuk 80% atau dengan kekuatan 40 dioptri dilakukan atau dibiaskan oleh

kornea ini. Indeks bias kornea adalah 1,38. Kelengkungan kornea mempunyai

kekuatan yang berkuatan sebagai lensa hingga 40,0 dioptri.

b. Iris

Iris atau selaput pelangi merupakan bagian yang berwarna pada mata. Iris

menghalangi sinar masuk ke dalam mata dengan cara mengatur jumlah sinar

masuk ke dalam pupil melalui besarnya pupil.

c. Pupil

Pupil yang berwarna hitam pekat pada sentral iris mengatur jumlah sinar

masuk ke dalam bola mata. Seluruh sinar yang masuk melalui pupil diserap

sempurna oleh jaringan dalam mata. Tidak ada sinar yang keluar melalui pupil

sehingga pupil akan berwarna hitam. Ukuran pupil dapat mengatur refleks

mengecil atau membesarkan untuk jumlah masuknya sinar. Pengaturan jumlah

sinar masuk ke dalam pupil diatur secara refleks. Pada penerangan yang cerah

pupil akan mengecil untuk mengurangi rasa silau. Pada tepi pupil terdapat

Page 3: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

3

m.sfingter pupil yang bila berkontraksi akan mengakibatkan mengecilnya

pupil (miosis). Hal ini terjadi ketika melihat dekat atau merasa silau dan pada

saat berakomodasi. Selain itu, secara radier terdapat m.dilator pupil yang bila

berkontraksi akan mengakibatkan membesarnya pupil (midriasis). Midirasis

terjadi ketika berada di tempat gelap atau pada waktu melihat jauh.

d. Badan siliar

Badan siliar merupakan bagian khusus uvea yang memegang peranan

untuk akomodasi dan menghasilkan cairan mata. Di dalam badan siliar

didapatkan otot akomodasi dan mengatur besar ruang intertrabekula melalui

insersi otot pada skleral spur.

e. Lensa

Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di

dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang

iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang

menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. Lensa yang jernih ini

mengambil peranan membiaskan sinar 20% atau 10 dioptri. Peranan lensa

yang terbesar adalah pada saat melihat dekat atau berakomodasi.

f. Retina

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung

reseptor yang menerima rangsangan cahaya dan terletak di belakang pupil.

Retina akan meneruskan rangsangan yang diterimanya berupa bayangan benda

sebagai rangsangan elektrik ke otak sebagai bayangan yang dikenal.

g. Saraf optik

Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2 jenis

serabut saraf, yaitu: saraf penglihat dan serabut pupilomotor. Saraf penglihat

meneruskan rangsangan listrik dari mata ke korteks visual untuk dikenali

bayangannya.

Page 4: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

4

Gambar II.1

Anatomi Mata

II.2 Fisiologi Mata

Proses melihat bermula dari masuknya seberkas cahaya dari benda yang

diamati ke dalam mata melaui lensa yang kemudian dibiaskan pada retina

(makula). Terjadi perubahan proses sensasi cahaya menjadi impuls listrik yang

diteruskan ke otak melalui saraf optik untuk kemudian diinterpretasikan.

Kemampuan seseorang untuk melihat tajam (fokus) atau disebut juga tajam

penglihatan (acies visus) tergantung dari media refraktif di dalam bola mata.

Sistem lensa mata membentuk bayangan di retina. Bayangan yang

terbentuk di retina terbalik dari benda aslinya. Namun demikian, persepsi otak

terhadap benda tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang

terjadi di retina, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu

sebagai keadaan normal.

Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama,

pembiasan sinar / cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang

berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humor aquosus,

Page 5: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

5

lensa, dan humor vitreous. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi

cembung atau cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh.

Ketiga, konstriksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di

retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang

terlalu terang memasukinya atau melewatinya. Hal ini penting untuk melindungi

mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat,

pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua

bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran

depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai

daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang

peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau melihat

benda yang dekat. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar,

mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola

mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula (Sheerwood, 2011).

II.2.1 Proses Refraksi

Sinar berjalan lebih cepat melalui udara daripada media transparan lain

misalnya air dan kaca. Ketika masuk ke suatu medium dengan densitas tinggi,

berkas cahaya melambat (yang sebaliknya juga berlaku). Arah berkas berubah jika

cahaya tersebut mengenai permukaan medium baru dalam sudut yang tidak tegak

lurus. Berbeloknya berkas sinar dikenal sebagai refraksi (pembiasan). Pada

permukaan melengkung seperti lensa, semakin besar kelengkungan, semakin

besar derajat pembelokan dan semakin kuat lensa. Ketika suatu berkas cahaya

mengenai permukaan lengkung suatu benda dengan densitas lebih besar maka

arah refraksi bergantung pada sudut kelengkungan. Permukaan konveks

melengkung keluar (cembung, seperti permukaan luar sebuah bola), sementara

permukaan konkaf melengkung ke dalam (cekung, seperti gua). Permukaan

konveks menyebabkan konvergensi berkas sinar, membawa berkas-berkas

tersebut lebih dekat satu sama lain. Karena konvergensi penting untuk membawa

suatu bayangan ke titik fokus, maka permukaan refraktif mata berbentuk konveks.

Permukaan konkaf membuyarkan berkas sinar (divergensi). Lensa konkaf

Page 6: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

6

bermanfaat untuk mengoreksi kesalahan refraktif tertentu mata, misalnya

berpenglihatan dekat (Sheerwood, 2011).

II.2.2 Struktur refraktif mata

Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah

kornea dan lensa. Permukaan kornea yang melengkung, struktur pertama yang

dilewati oleh sinar sewaktu sinar tersebut masuk mata, berperan paling besar

dalam kemampuan refraktif total mata karena perbedaan dalam densitas pada

pertemuan udara-kornea jauh lebih besar daripada perbedaan dalam densitas

antara lensa dan cairan di sekitarnya. Pada astigmatisme, kelengkungan kornea

tidak rata sehingga berkas sinar mengalami refraksi yang tidak sama. Kemampuan

refraktif kornea seseorang tidak berubah, karena kelengkungan kornea tidak

pernah berubah. Sebaliknya, kemampuan refraktif lensa dapat diubah-ubah

dengan mengubah kelengkungannya sesuai kebutuhan untuk melihat dekat atau

jauh.

Berkas cahaya dari sumber sinar berjarak lebih dari 20 kaki (= 6 meter)

dianggap parallel pada saat berkas tersebut mencapai mata. Sebaliknya, berkas

cahaya yang berasal dari benda dekat masih tetap berdivergensi ketika mencapai

mata. Untuk kemampuan refraktif tertentu mata, diperlukan jarak lebih jauh di

belakang lensa untuk membawa berkas divergen suatu sumber cahaya yang dekat

ke titik fokus daripada membawa berkas parallel suatu sumber cahaya yang jauh

ke titik fokus. Akan tetapi, pada mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu

sama. Karena itu, tidak terdapat jarak yang lebih jauh setelah lensa untuk

membawa bayangan benda dekat ke fokus. Namun, agar penglihatan jelas maka

struktur-struktur refraktif mata harus membawa bayangan dari sumber cahaya

jauh atau dekat ke fokus di retina. Jika suatu bayangan sudah terfokus sebelum

mencapai retina atau belum terfokus ketika mecapai retina, maka bayangan

tersebut akan terlihat kabur. Untuk membawa bayangan dari sumber cahaya dekat

dan jauh jatuh di titik fokus di retina (yaitu dalam jarak yang sama) maka harus

digunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber cahaya dekat (Sheerwood, 2011).

Page 7: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

7

II.2.3 Kemampuan Akomodasi Lensa

Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa dikenal sebagai akomodasi.

Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang selanjutnya dikendalikan oleh

otot siliaris.

Otot siliaris adalah bagian dari badan siliar, suatu struktur khusus lapisan

khoroid bagian anterior. Bagian siliaris memiliki dua komponen utama: otot siliar

dan anyaman kapiler yang menghasilkan humor aquosus. Otot siliaris adalah

suatu cincin melingkar otot polos yang melekat ke lensa melalui ligamentum

suspensorium.

Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium menegang, dan

ligamentum ini menarik lensa menjadi bentuk gepeng dan kurang refraktif.

Sewaktu otot ini berkontraksi, kelilingnya berkurang sehingga tegangan pada

ligamentum suspensorium berkurang. Ketika tarikan ligamentum suspensorium

pada lensa berkurang, lensa menjadi lebih bulat karena elastisitas inherennya.

Meningkatnya kelengkungan karena lensa menjadi lebih bulat akan meningkatkan

kekuatan lensa dan lebih membelokkan berkas sinar. Pada mata normal, otot

siliaris melemas dan lensa menggepeng untuk melihat jauh, tetapi otot ini

berkontraksi agar lensa menjadi lebih konveks dan lebih kuat untuk melihat dekat.

Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf otonom, dengan stimulasi simpatis

menyebabkan relaksasi dan stimulasi parasimpatis menyebabkannya berkontraksi.

Pada saat seseorang melihat suatu objek pada jarak dekat, maka terjadi

trias akomodasi yaitu: (i) kontraksi dari otot siliaris yang berguna agar zonula

Zinii mengendor, lensa dapat mencembung, sehingga cahaya yang datang dapat

difokuskan ke retina; (ii) konstriksi dari otot rektus internus, sehingga timbul

konvergensi dan mata tertuju pada benda itu, (iii) konstriksi otot konstriksi pupil

dan timbullah miosis, supaya cahaya yang masuk tak berlebih, dan terlihat dengan

jelas (Sheerwood, 2011).

Page 8: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

8

II.3 Kelainan Refraksi

II.3.1 Miopia

II.3.1.1 Definisi

Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refraktif mata

terlalu kuat untuk panjang anteroposterior mata sehingga sinar datang sejajar

sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di depan retina (Ilyas, 2006).

II.3.1.2 Etiologi

Miopia disebabkan karena terlalu kuat pembiasan sinar di dalam mata

untuk panjangnya bola mata yang diakibatkan oleh:

kornea terlalu cembung

pembiasan sinar oleh lensa yang kuat karena lensa mempunyai

kecembungan yang kuat

bola mata terlalu panjang.

faktor herediter atau keturunan

faktor lingkungan

II.3.1.3 Klasifikasi

Berdasarkan bentuknya myopia dibagi menjadi:

a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi

pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga

pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia

yang tejadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu

kuat

Page 9: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

9

b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan

kelengkungan kornea dan lensa yang normal. Bertambah panjangnya diameter

anteroposterior bola mata dari normal. Pada orang dewasa panjang axial bola

mata 22,6 mm. perubahan diameter anteroposterior bola mata 1 mm akan

menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3 dioptri.

Berdasarkan derajat beratnya, miopia dibagi dalam:

a. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri

b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri

c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, miopia dikenal dalam bentuk:

a. Miopia simpleks, timbul pada umur masih muda, kemudian berhenti.

Dapat juga naik sedikit pada waktu atau segera setelah pubertas, atau

didapat kenaikan sedikit sampai umur 20 tahun. Besar dioptrinya kurang

dari -5D atau -6D. Tajam penglihatan dengan koreksi yang sesuai dapat

mencapai keadaan normal.

b. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa

c. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat

bertambah panjangnya bola mata

d. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat

mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan. Miopia ini dapat juga disebut

miopia pernisiosa atau miopia maligna atau miopia degeneratif. Disebut

miopia degeneratif atau miopia maligna, bila miopia lebih dari 6 dioptri

disertai kelainan fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai

membentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil

Page 10: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

10

disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah

terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch

yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi

subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa biperplasi

pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan

dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik.

II.3.1.4 Manifetasi klinik

Pasien miopia akan melihat jelas bila dalam jarak pandang dekat dan

melihat kabur apabila pandangan jauh. Penderita miopia akan mengeluh sakit

kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Selain itu,

penderita miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah

aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien miopia

mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam keadaan

konvergensi. Hal ini yang menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila

kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau

esotropia.

II.3.1.5 Tata laksana

Penatalaksanaan miopia masih merupakan kontra diantara dokter mata.

Sejauh ini yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana mencegah

kelainan refraksi pada anak atau mencegah jangan sampai menjadi parah.

a. Kacamata

Koreksi miopia dengan kacamata dapat dilakukan dengan

menggunakan lensa konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya

yang melewati suatu lensa cekung akan menyebar. Bila permukaan

Page 11: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

11

refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila bola mata

terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir

dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa cekung

yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata,

dengan demikian fokus bayangan dapat dimundurkan ke arah retina.

Gambar II.2

Koreksi Miopia dengan lensa Konkaf

b. Lensa kontak

Lensa kontak yang biasanya digunakan ada 2 jenis yaitu, lensa

kontak keras yang terbuat dari bahan plastik polymethacrylate

(PMMA) dan lensa kontak lunak terbuat dari bermacam-macam plastik

hydrogen hydroxymethylmethacrylate (HEMA). Lensa kontak keras

secara spesifik diindikasikan untuk koreksi astigmatisma ireguler,

sedangkan lensa kontak lunak digunakan untuk mengobati gangguan

permukaan kornea. Salah satu indikasi penggunaan lensa kontak

adalah untuk koreksi miopia tinggi, dimana lensa ini menghasilkan

kualitas bayangan lebih baik dari kacamata. Namun komplikasi dari

penggunaan lensa kontak dapat mengakibatkan iritasi kornea,

pembentukan pembuluh darah kornea atau melengkungkan permukaan

kornea. Oleh karena itu, harus dilakukan pemeriksaan berkala pada

pemakai lensa kontak.

Page 12: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

12

Gambar II.3

Koreksi dengan lensa kontak

c. Bedah Refraksi

Ketidaknyamanan memakai kacamata bagi banyak pemakai dan

komplikasi yang berkaitan dengan lensa kontak mendorong pencarian

solusi bedah bagi masalah gangguan refraksi.

d. Lensa Intraokular

Penanaman lensa intraokular telah menjadi metode pilihan untuk

koreksi kelainan refraksi pada afakia. Tersedia sejumlah rancangan,

termasuk lensa lipat, yang terbuat dari plastik hidrogel, yang dapat

disisipkan kedalam mata melaui suatu insisi kecil dan lensa kaku yang

paling sering terdiri atas suatu optik terbuat dari polimetil metakrilat

dan lengkungan (haptik) terbuat dari bahan yang sama atau

polipropilen. Posisi paling aman bagi lensa intraokuler adalah didalam

kantung kapsul yang utuh setelah pembedahan ekstrakapsular

Daya lensa intraocular biasanya ditentukan dengan metode regresi

empiris yang menganalisis pengalaman penggunaan salah satu tipe

lensa pada banyak pasien. Dari metode ini diturunkan suatu rumus

matematis yang didasarkan pada suatu konstanta untuk lensa tertentu.

Turunnya adalah rumus SRK II. Namun rumus regresi sekarang

jarang digunakan. Rumus teoritik yang menggunakan konstanta lensa,

pembacaan keratometer dan panjang sumbu , bersama dengan

perkiraan kedalaman bilik mata depan setelah pembedahan meliputi

rumus SRK/T,Holladay, dan Hoffer Q dan tak ada satu pun rumus

yang dapat memperkirakan kekuatan lensa setiap pasien.

Page 13: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

13

e. Ekstraksi lensa jernih untuk miopia

Ekstraksi lensa non-katarak telah dianjurkan untuk koreksi refraktif

miopia sedang sampai tinggi. Hasil tindakan ini tidak kalah

memuaskan dengan yang dicapai oleh bedah keratorefraktif

menggunakan laser. Namun, perlu dipikirkan komplikasi operasi dan

pascaoperasi bedah intraokuler, khususnya pada miopia tinggi.

II.3.1.6 Pencegahan

Sejauh ini, hal yang dilakukan adalah mencegah kelainan atau mencegah

jangan sampai menjadi parah. Biasanya dokter akan melakukan beberapa tindakan

seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu untuk membantu penglihatan, operasi,

penggunaan lensa kontak dan penggunaan kacamata.

Pencegahan lainnya adalah dengan melakukan visual hygiene berikut ini:

a. Mencegah terjadinya kebiasaan buruk, meliputi: membiasakan duduk dengan

posisi tegak sejak kecil; memegang alat tulis dengan benar; lakukan istirahat

tiap 30 menit setelah melakukan kegiatan membaca atau melihat TV; batasi

jam membaca; aturlah jarak baca yang tepat (30 sentimeter) dan gunakanlah

penerangan yang cukup; serta tidak membaca dengan posisi tidur atau

tengkurap.

b. Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha untuk berlatih melihat jauh atau

melihat jauh dan dekat secar bergantian dapat mencegah miopia

c. Kenali jika ada kelainan pada mata dan perbaiki sejak awal, jangan menunggu

sampai ada gangguan pada mata

d. Anak dengan tingkat miopia kanan dan kiri tinggi, segera lakukan konsultasi

dengan dokter spesialis mata anak agar tidak terjadi juling

e. Walaupun sekarang ini sudah jarang terjadi defisiensi vitamin A, ibu hamil

tetap perlu memperhatikan nutrisi termasuk vitamin A

f. Periksalah mata anak sedini mungkin jika dalam keluarga ada yang memakai

kaca mata. Oleh karena itu pahami perkembangan kemampuan melihat bayi

g. Kenali keanehan, misalnya kemampuan melihat yang kurang, kemudian

segeralah melakukan pemeriksaan.

h. Sebaiknya dilakukan skrining pada anak-anak di sekolah.

Page 14: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

14

II.3.1.7 Komplikasi

a. Ablasio retina

Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D – (- 4,75)D sekitar 1/6662.

Sedangkan pada (- 5) D – (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari

(-10) D resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor resiko pada

miopia rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.

b. Vitreal Liquefaction dan Detachment

Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air

dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara

perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi.

Hal ini berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal,

penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut,

dapat terjadi kolaps badan vitreus sehingga kehilangan kontak dengan retina.

Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan

kerusakan retina. Vitreus detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya

volume yang harus diisi akibat memanjangnya bola mata.

c. Miopic makulopaty

Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah

kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapang pandang

berkurang. Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa

menyebabkan kurangnya lapangan pandang. Miopia vaskular koroid/degenerasi

makular miopik juga merupakan konsekuensi dari degenerasi makular normal,

dan ini disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah

sentral retina.

d. Glaukoma

Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia

sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi

dikarenakan stres akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat

penyambung pada trabekula.

Page 15: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

15

e. Skotoma

Komplikasi timbul pada miopia derajat tinggi. Jika terjadi bercak atrofi

retina maka akan timbul skotoma (sering timbul jika daerah makula terkena dan

daerah penglihatan sentral menghilang). Vitreus yang telah mengalami degenerasi

dan mencair berkumpul di muscae volicantes sehingga menimbulkan bayangan

lebar diretina sangat menggangu pasien dan menimbulkan kegelisahan. Bayangan

tersebut cenderung berkembang secara perlahan dan selama itu pasien tidak

pernah menggunakan indera penglihatannya dengan nyaman sampai akhirnya

tidak ada fungsi penglihatan yang tersisa atau sampai terjadi lesi makula berat

atau ablasio retina.

II.3.2 Hipermetropia

II.3.2.1 Definisi

Hipermetropia adalah anomali refraksi yang mana tanpa akomodasi, sinar

sejajar akan terfokus di belakang retina. Sinar divergen dari objek dekat, akan

difokuskan lebih jauh di belakang retina (Ilyas, 2006).

Gambar II.4

Refraksi pada mata hipermetropia

II.3.2.2 Etiologi

1. Panjang axial (diameter bola mata) mata hipermetropia lebih kurang dari

panjang axial mata normal.

Page 16: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

16

2. Berkurangnya konveksitas dari kornea atau kurvatura lensa

3. Berkurangnya indeks refraktif

4. Perubahan posisi lensa

II.3.2.3 Klasifikasi

Klasifikasi hipermetropia berdasarkan gejala klinis, derajat beratnya

hipermetropia, dan status akomodasi mata.

Berdasarkan gejala klinis, hipermetropia dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Hipermetropia simpleks yang disebabkan oleh variasi biologi normal,

etiologinya bisa axial atau refraktif

2. Hipermetropia patologik disebabkan oleh anatomi okular yang abnormal

karena maldevelopment, penyakit okular, atau trauma

3. Hipermetropia fungsional disebabkan oleh paralisis dari proses akomodasi

Berdasarkan derajat beratnya, hipermetropia juga dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Hipermetropia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang

2. Hipermetropia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga +5.00 D

3. Hipermetropia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi

Berdasarkan status akomodasi mata, hipermetropia dibagi menjadi empat yaitu:

1. Hipermetropia Laten

a. Sebagian dari keseluruhan dari kelainan refraksi mata hipermetropia

yang dikoreksi secara lengkap oleh proses akomodasi mata

b. Hanya bisa dideteksi dengan menggunakan sikloplegia

c. Lebih muda seseorang yang hipermetropia, lebih laten hiperopia yang

dimilikinya

Page 17: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

17

2. Hipermetropia Manifes

a. Hipermetropia yang dideteksi lewat pemeriksaan refraksi rutin tanpa

menggunakan sikloplegia

b. Bisa diukur derajatnya berdasarkan jumlah dioptri lensa positif yang

digunakan dalam pemeriksaan subjektif

3. Hipermetropia Fakultatif

a. Hipermetropia yang bisa diukur dan dikoreksi dengan menggunakan

lensa positif, tapi bisa juga dikoreksi oleh proses akomodasi pasien

tanpa menggunakan lensa

b. Semua hipermetropia laten adalah hipermetropia fakultatif

c. Akan tetapi, pasien dengan hipermetropia laten akan menolak

pemakaian lensa positif karena akan mengaburkan penglihatannya.

d. Pasien dengan hipermetropia fakultatif bisa melihat dengan jelas tanpa

lensa positif tapi juga bisa melihat dengan jelas dengan menggunakan

lensa positif

4. Hipermetropia Absolut

- Tidak bisa dikoreksi dengan proses akomodasi

- Penglihatan subnormal

- Penglihatan jarak jauh juga bisa menjadi kabur terutama pada usia

lanjut

Hipermetropia Total bisa dideteksi setelah proses akomodasi diparalisis

dengan agen sikloplegia.

Page 18: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

18

Hipermetropia

Hipermetropia Laten

Hipermetropia Manifes

Gambar II.5Klasifikasi hipermetropia berdasarkan status akomodasi mata

II.3.2.4 Gejala Klinis

1. Penglihatan dekat kabur, penglihatan jauh pada usia lanjut juga bisa kabur

2. Asthenopia akomodatif (sakit kepala, lakrimasi, fotofobia, kelelahan mata)

3. Strabismus pada anak-anak yang mengalami hipermetropia berat

4. Gejala biasanya berhubungan dengan penggunaan mata untuk penglihatan

dekat (cth : membaca, menulis, melukis), dan biasanya hilang jika kerjaan

itu dihindari.

5. Mata dan kelopak mata bisa menjadi merah dan bengkak secara kronis

6. Mata terasa berat bila ingin mulai membaca, dan biasanya tertidur

beberapa saat setelah mulai membaca walaupun tidak lelah.

7. Bisa terjadi ambliopia

Page 19: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

19

II.3.2.5 Penatalaksanaan Hipermetropia

1. Sejak usia 5 atau 6 tahun, koreksi tidak dilakukan terutama tidak

munculnya gejala-gejala dan penglihatan normal pada setiap mata.

2. Dari usia 6 atau 7 tahun hingga remaja dan berlanjut hingga waktu

presbiopia, hipermetropia dikoreksi dengan lensa positif yang terkuat. Bisa

memakai kaca mata atau lensa kontak.

Gambar II.6

Koreksi pada mata hipermetropi

3. Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki hipermetropia

dengan membentuk semula kurvatura kornea. Metode pembedahan

refraktif termasuk

a. Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)

b. Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK)

c. Photorefractive keratectomy (PRK)

d. Conductive keratoplasty (CK)

Page 20: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

20

II.3.2.6 Komplikasi Hipermetropia

1. Strabismus

2. Mengurangi kualitas hidup

3. Kelelahan mata dan sakit kepala

II.3.3 Astigmatisma

II.3.3.1 Definisi

Astigmatisme merupakan kondisi dimana sinar cahaya tidak direfraksikan

dengan sama pada semua meridian. Jika mata astigmatism melihat gambaran

palang, garis vertikal dan horizontalnya akan tampak terfokus tajam pada dua

jarak pandang yang berbeda. Mata astigmatisme bisa dianggap berbentuk seperti

bola sepak yang tidak memfokuskan sinar pada satu titik tapi banyak titik (Ilyas,

2006).

II.3.3.2 Etiologi

Mata mempunyai 2 bagian untuk memfokuskan bayangan – kornea dan

lensa. Pada mata yang bentuknya sempurna, setiap elemen untuk memfokus

mempunyai kurvatura yang rata seperti permukaan bola karet. Kornea atau lensa

dengan permukaan demikian merefraksikan semua sinar yang masuk dengan cara

yang sama dan menghasilkan bayangan yang tajam terfokus pada retina.

Jika permukaan kornea atau lensa tidak rata, sinar tidak direfraksikan

dengan cara yang sama dan menghasilkan bayangan-bayangan kabur yang tidak

terfokus pada retina.

Page 21: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

21

Astigmatisme bisa terjadi dengan kombinasi kelainan refraksi yang lain,

termasuk:

1. Miopia.

Ini terjadi bila kurvatura kornea terlalu melengkung atau jika aksis mata

lebih panjang dari normal. Bayangan terfokus di depan retina dan

menyebabkan objek dari jauh terlihat kabur.

2. Hipermetropia.

Ini terjadi jika kurvatura kornea terlalu sedikit atau aksis mata lebih

pendek dari normal. Bayangan terfokus di belakang retina dan menyebabkan

objek dekat terlihat kabur.

Biasanya astigmatisme terjadi sejak lahir. Astigmatisme dipercayai

diturunkan dengan cara autosomal dominan. Astigmatisme juga bisa terjadi

setelah trauma atau jaringan parut pada kornea, penyakit mata yang termasuk

tumor pada kelopak mata, insisi pada kornea atau karena faktor

perkembangan. Astigmatisme tidak menjadi lebih parah dengan membaca di

tempat yang kurang pencahayaan, duduk terlalu dekat dengan layar televisi

atau menjadi juling.

Jika distorsi terjadi pada kornea, disebut astigmatisme kornea, sedangkan

jika distorsi terjadi pada lensa, disebut astigmatisme lentikular.

Astigmatisme juga bisa terjadi karena traksi pada bola mata oleh otot-otot

mata eksternal yang merubah bentuk sklera menjadi bentuk astigma,

perubahan indeks refraksi pada vitreous, dan permukaan yang tidak rata pada

retina.

Page 22: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

22

2.3.3.4 Klasifikasi

Ada banyak tipe astigmatisme, tergantung dari kondisi optik.

1. Simple hyperopic astigmatism – Satu meridian prinsipal adalah

emmetropik; yang satu lagi hiperopik

Gambar II.7

Simple hyperopic astigmatism

2. Simple miopic astigmatism – Satu meridian prinsipal adalah emmetropik;

yang satu lagi miopik

Gambar II.8

Simple miopic astigmatism

3. Compound hyperopic astigmatism – Kedua meridian prinsipal hiperopik

pada derajat yang berbeda

Page 23: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

23

Gambar II.9

Compound hyperopic astigmatism

4. Compound miopic astigmatism – Kedua meridian prinsipal miopik pada

derajat yang berbeda

Gambar II.10

Compound miopic astigmatism

5. Mixed astigmatism – Satu meridian prinsipal adalah hiperopik, yang satu

lagi miopik

Gambar II.11Mixed astigmatism

Page 24: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

24

Terdapat beberapa bentuk dari astigmatisme:

1. Regular – Meridian-meridian prinsipal bersudut tegak antara satu dengan

yang lainnya. Kondisi ini bisa dikoreksi dengan lensa silinder

2. Irregular – Meridian-meridian prinsipal tidak bersudut tegak antara satu

dengan yang lainnya, biasanya disebabkan oleh ketidakrataan kurvatura

kornea. Tidak bisa dikoreksi dengan sempurna dengan lensa silinder

3. Oblique – Meridian-meridian prinsipal berada antara sudut 30o hingga 60o

atau antara sudut 150o hingga 180o

4. Symmetrical – Meridian-meridian prinsipal setiap mata berada pada posisi

simetris dari deviasi garis median. Jika aksis dari setiap mata dikoreksi

dengan lensa silinder dengan tanda yang sama dan jumlah sudutnya 180o,

astigmatisme itu simetris. Variasi maksimum yang bisa ditoleransi sebesar

15o. Contoh symmetrical astigmatism: O.D. : -cx. 600, O.S. : -cx. 120o

5. Asymmetrical – Tidak ada hubungan simetris dari meridian-meridian

prinsipal dari garis median. Kepala yang dimiringkan seringkali

disebabkan oleh asymmetrical astigmatism ataupun oblique. Ini adalah

salah satu jenis tortikolis tipe okular, yang akan hilang jika

astigmatismenya dikoreksi dengan benar. Asymmetrical lebih jarang

dibandingkan dengan symmetrical. Contoh asymmetrical astigmatism:

O.D. : -cx. 120o, O.S. : -cx. 180o

6. With-the-rule astigmatism – Meridian vertikal dari mata mempunyai

kurvatura yang terbesar antara sudut 60o hingga 120o. Kondisi ini dikoreksi

dengan –cx. 180o atau +cx. 90o

Page 25: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

25

7. Against-the-rule astigmatism – Meridian horizontal dari mata mempunyai

kurvatura yang terbesar antara sudut 0o hingga 30o dan 150o hingga 180o.

Kondisi ini dikoreksi dengan –cx. 90o atau dengan +cx. 180o. Ini lebih

jarang dibandingkan dengan with-the-rule astigmatism.

II.3.3.3 Gejala Klinis

1. Distorsi dari bagian-bagian lapang pandang

2. Tampak garis-garis vertikal, horizontal atau miring yang kabur

3. Memegang bahan bacaan dekat dengan mata

4. Sakit kepala

5. Mata berair

6. Kelelahan mata

7. Memiringkan kepala untuk melihat dengan lebih jelas

II.3.3.4 Diagnosis Astigmatisme

1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda astigmatisme

2. Pemeriksaan Oftalmologi

a. Visus – tergantung usia dan proses akomodasi dengan menggunakan

Snellen Chart

b. Refraksi – Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien

diminta untuk memperhatikan kartu tes astigmatisme dan menentukan

garis yang mana yang tampak lebih gelap dari yang lain. Contohnya,

pasien yang miopia pada meridian vertikal dan emmetropia pada

meridian horizontal akan melihat garis-garis vertikal tampak distorsi,

Page 26: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

26

sedangkan garis-garis horizontal tetap tajam dan tidak berubah.

Sebelum pemeriksaan subjektif ini, disarankan menjadikan penglihatan

pasien miopia untuk menghindari bayangan difokuskan lebih jauh ke

belakang retina. Selain itu, untuk pemeriksaan objektif, bisa digunakan

keratometer, keratoskop, dan videokeratoskop

c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi – termasuk

pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes

Hirschberg, amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis

d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum – untuk

mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan astigmatisme.

Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi,

penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh

tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan

adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect

diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan posterior

Gambar 2.13Kartu untuk tes Astigmatisme

Page 27: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

27

II.3.3.5 Penatalaksanaan Astigmatisme

1. Astigmatisme bisa dikoreksi dengan menggunakan lensa silinder

tergantung gejala dan jumlah astigmatismenya

2. Untuk astigmatisme yang kecil, tidak perlu dikoreksi dengan silinder

3. Untuk astigmatisme yang gejalanya timbul, pemakaian lensa silender

bertujuan untuk mengurangkan gejalanya walaupun kadang-kadang tidak

memperbaiki tajam penglihatan

4. Aturan koreksi dengan lensa silinder adalah dengan meletakkannya pada

aksis 90o dari garis tergelap yang dilihat pasien pada kartu tes

astigmatisme. Untuk astigmatisme miopia, digunakan silinder negatif,

untuk astigmatisme hiperopia, digunakan silinder positif

5. Untuk astigmatisme irregular, lensa kontak bisa digunakan untuk

meneutralisasi permukaan kornea yang tidak rata

6. Selain itu, astigmatisme juga bisa dikoreksi dengan pembedahan LASIK,

keratektomi fotorefraktif dan LASEK

II.3.4 Presbiopia

II.3.4.1 Definisi

Presbiopia adalah penglihatan di usia lanjut, merupakan perkembangan

normal yang berhubungan erat dengan usia lanjut dimana proses akomodasi yang

diperlukan untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Biasanya terjadi diatas

usia 40 tahun, dan setelah umur itu, umumnya seseorang akan membutuhkan kaca

mata baca untuk mengkoreksi presbiopianya (Ilyas, 2006).

Page 28: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

28

II.3.4.2 Etiologi

1. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut

2. Kelemahan otot-otot akomodasi

3. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elasitasnya akibat

kekakuan (sklerosis) lensa

II.3.4.3 Klasifikasi

1. Presbiopia Insipien – tahap awal perkembangan presbiopia, dari anamnesa

didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak

tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak

preskripsi kaca mata baca

2. Presbiopia Fungsional – Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan

akan didapatkan kelainan ketika diperiksa

3. Presbiopia Absolut – Peningkatan derajat presbiopia dari presbiopia

fungsional, dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali

4. Presbiopia Prematur – Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun

dan biasanya berhungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-

obatan

5. Presbiopia Nokturnal – Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi

gelap disebabkan oleh peningkatan diameter pupil

II3.4.4 Gejala Klinis

1. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih.

Bisa juga disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu

lama

Page 29: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

29

2. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan tampak

kabur pada jarak baca yang biasa

3. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam

hari

4. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca

5. Terganggu secara emosional dan fisik

II.3.4.5 Diagnosis Presbiopia

1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda presbiopia

2. Pemeriksaan Oftalmologi

a. Visus – Pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopia dengan

menggunakan Snellen Chart

b. Refraksi – Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan.

Pasien diminta untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan

kalimat terkecil yang bisa dibaca pada kartu. Target koreksi pada

huruf sebesar 20/30.

c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi – termasuk

pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes

Hirschberg, amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis

d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum – untuk

mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan presbiopia.

Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi,

penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh

tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan

Page 30: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

30

adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect

diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan posterior

II.3.4.6 Penatalaksanaan Presbiopia

1. Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopia. Tujuan koreksi adalah

untuk mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-

objek yang dekat

2. Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif

sesuai usia dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu

membaca tulisan pada kartu Jaeger 20/30

3. Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah lensa positif

terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak

melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena tulisan

yang dibaca terletak pada titik fokus lensa +3.00 D

Usia (Tahun) Kekuatan Lensa Positif yang dibutuhkan

40 +1.00 D45 +1.50 D50 +2.00 D55 +2.50 D60 +3-00 D

4. Selain kaca mata untuk kelainan presbiopia saja, ada beberapa jenis lensa

lain yang digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang

ada bersamaan dengan presbiopia. Ini termasuk:

a. Bifokal – untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang

mempunyai garis horizontal atau yang progresif

Page 31: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

31

b. Trifokal – untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh. Bisa

yang mempunyai garis horizontal atau yang progresif

c. Bifokal kontak - untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian

bawah adalah untuj membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan

hasil koreksinya

d. Monovision kontak – lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan,

dan lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non-dominan. Mata

yang dominan umumnya adalah mata yang digunakan untuk fokus pada

kamera untuk mengambil foto

e. Monovision modified – lensa kontak bifokal pada mata non-dominan,

dan lensa kontak untuk melihat jauh pada mata dominan. Kedua mata

digunakan untuk melihat jauh dan satu mata digunakan untuk

membaca.

Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK, LASEK, dan

keratektomi fotorefraktif

Page 32: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

32

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Kelainan refraksi mata adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak

dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak

terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia,

hipermetropia, astigmatisma, dan presbiopia.

Kelainan refraksi dapat dengan mudah dideteksi, diobati dan dievaluasi

dengan pemberian kaca mata. Namun demikian kelainan refraksi menjadi masalah

serius jika tidak cepat ditanggulangi. Pencegahan juga sangat penting dilakukan,

meliputi: membiasakan duduk dengan posisi tegak sejak kecil, lakukan istirahat

tiap 30 menit setelah melakukan kegiatan membaca atau melihat TV, aturlah jarak

baca yang tepat (30 sentimeter) dan gunakanlah penerangan yang cukup; serta

tidak membaca dengan posisi tidur atau tengkurap.

Page 33: REFERAT KELAINAN REFRAKSI

33

DAFTAR PUSTAKA

Bickley, Lynn. 2008. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Bates: buku saku

Edisi 5. EGC. Jakarta

Dorland, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. EGC. Jakarta

Gardiner, P.A. 2009, Refractive Anomalie, British Medical Journal of Ophtalmology. P: 1555-1557

Ilyas, S, 2006, Kelainan Refraksi dan Kacamata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Ilyas, S, 2009, Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

James, B, 2006, Lecture Notes Oftalmologi, Jakarta: Erlangga

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta

Snell, Richard. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. EGC.

Jakarta

Vaughan, D, Asbury, T, 2009, Oftalmologi Umum. EGC. Jakarta

WHO, 2009, Visual Impairment and Blindness. WHO Press Release. Geneva