Download docx - referat Dm, Ulkus, Ht, Obes

Transcript

Laporan Kunjungan Kasus Diabetes Melitus Tipe II pada Tn. S dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kembangan Selatan, Kecamatan Kembangan, Kabupaten Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta, Periode 28 Februari 10 April 2015BAB IPENDAHULUANI.1. Latar belakangKedokteran keluarga adalah suatu pengetahuan kedokteran yang memberi perhatian khusus mengenai masalah kesehatan untuk individu dan keluarga sebagai satu unit secara komprehensif dan berkelanjutan (Azwar, 1997). Pelayanan dokter keluarga adalah upaya kesehatan dasar paripurna, mencakup semua kebutuhan dasar kesehatan dalam keluarga, yaitu, dokter keluarga sebagai pemberi layanan (care provider), pengambil keputusan (decision maker), penyampai pesan kesehatan (communicator), pemimpin kelompok (community leader), serta koordinator pemeliharaan kesehatan (Manager) (BUKD, 2013).Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan yang tidak efektif dari hormon insulin itu sendiri. Apabila dibiarkan tidak terkendali, diabetus mellitus dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal, misalnya terjadi penyakit jantung koroner, gagal ginjal, kebutaan dan lain-lain. Menurut data stastistik tahun 1995 dari WHO terdapat 135 juta penderita Diabetes Mellitus di seluruh dunia. Tahun 2005 jumlah Diabetes Mellitus diperkirakan akan meningkat mencapai sekitar 230 juta, dan diprediksi jumlah penderita Diabetes Mellitus lebih dari 220 juta penderita di tahun 2010.Saat ini penyakit Diabetes Mellitus banyak dijumpai penduduk Indonesia. Bahkan WHO menyebutkan, jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia menduduki ranking empat setelah India, China, dan Amerika Serikat. Berdasarkan data WHO tahun 2000, terdapat 40.903.000 jiwa di Asia Tenggara yang menderita diabetes mellitus, dan 8,426,000 jiwa berada di Indonesia.Hasil penelitian epidemiologi di Jakarta Jumat, 25 Jan 2008 oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) membuktikan adanya peningkatan prevalensi Diabetes Mellitus dari 1,7 % pada tahun 1982 menjadi 5,7% ditahun 1993, yang disusul pada 2001 di Depok (sub-urban Jakarta) menjadi 14,7%, dan diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia akan mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care,2004).Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Mellitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Mellitus yang tidak terdiagnosis. Dan diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat Diabetes Mellitus pada kelompok usia 45-54 tahun didaerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.Data pada Kelurahan Kembangan Selatan sendiri mencatat setidaknya terdapat 193 kasus baru untuk penderita Diabetes Mellitus yang langsung terdiagnosa pada kunjungan pertama, dimana penderita terbanyak merupakan wanita dengan usia diatas 40 tahun.Alasan kami melakukan kunjungan keluarga terhadap pasien Tn. S adalah karena kadar gula darah yang masih belum dapat terkontrol dengan obat dan luka yang tidak kunjung sembuh pada punggung kanan bawah, akibat pasien tidak mau melakukan perawatan luka dipuskesmas oleh tenaga medis dengan alasan takut lukanya bertambah parah, malas mengantri dan tidak adanya biaya untuk berobat. Ditakutkan apabila hal tersebut terus berlanjut, maka dapat terjadi komplikasi berupa amputasi bagian yang mengalami perlukaan akibat gangren pada luka yang telah ada, atau bahkan menjadi sepsis dan ditakutkan juga akan munculnya luka baru akibat ketidaktahuan pasien tentang penyakitnya dan cara menjaga kebersihan pada pasien DM.I.2. PermasalahanI.2.1 Pernyataan masalahTidak terkendalinya kadar gula darah pada Tn. S yang menyebabkan munculnya ulkus diabetikum.I.2.2 Pertanyaan masalah1. Apa faktor-faktor risiko yang menyebabkan Tn. S menderita diabetes mellitus?1. Apa faktor-faktor internal berdasarkan Mandala of Health yang menyebabkan tidak terkendalinya kadar gula darah pada Tn. S yang menyebabkan munculnya ulkus diabetikum?1. Apa faktor-faktor eksternal berdasarkan Mandala of Health yang menyebabkan tidak terkendalinya kadar gula darah pada Tn. S yang menyebabkan munculnya ulkus diabetikum?1. Bagaimana alternatif jalan keluar untuk mengatasi masalah yang ada?I.3 TujuanI.3.1 Tujuan UmumTerkendalinya kadar gula darah Tn.S sehingga mencegah terjadinya ulkus diabetikum.I.3.2 Tujuan Khusus1. Diketahuinya faktor-faktor risiko yang menyebabkan tidak terkendalinya kadar gula darah pada Tn. S yang menyebabkan munculnya ulkus diabetikum.1. Diketahuinya faktor-faktor internal berdasarkan Mandala of Health yang menyebabkan tidak terkendalinya kadar gula darah pada Tn. S yang menyebabkan munculnya ulkus diabetikum.1. Diketahuinya faktor-faktor eksternal berdasarkan Mandala of Health yang menyebabkan tidak terkendalinya kadar gula darah pada Tn. S yang menyebabkan munculnya ulkus diabetikum.1. Diketahuinya alternatif jalan keluar untuk mengatasi masalah yang ada.

BAB IIKERANGKA TEORI

DIABETES MELLITUS1. DefinisiMenurut American Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut ataupun relatif dan gangguan fungsi insulin. WHO telah mengidentifikasi 3 macam diabetes, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau insuline dependent diabetes mellitus (IDDM), tipe 2 atau non-insuline dependent diabetes mellitus (NIDDM), dan diabetes mellitus gestasional.

2. KlasifikasiKlasifikasi etiologis diabetes mellitus menurut PERKENI (ADA,2011):

a. Diabetes mellitus tipe IDestruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses imunologik maupun idiopatik.b. Diabetes mellitus tipe IIBervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin bersama resistensi insulin.c. Diabetes mellitus tipe lain1. Defek genetik fungsi sel beta

2. Defek genetik kerja insulin

3. Penyakit eksokrin pankreas

4. Endokrinopati

5. Obat atau zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, lukokortikoid, hormon tiroid, tiazid, dilantin, interferon-alfa, dll6. Infeksi

7. Sebab imunologi yang jarang

8. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

d. Diabetes mellitus gestasional (DMG)

3. Manifestasi KlinikKeluhan umum pada pasien Diabetes Mellitus seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada Diabetes Mellitus lanjut usia pada umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada Diabetes Mellitus lanjut usia, terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menjadi tua sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai dengan komplikasi yang lebih lanjut. Hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter adalah adanya keluhan yang mengenai beberapa organ tubuh, antara lain:a) Gangguan penglihatan: katarakb) Kelainan kulit: gatal dan bisul-bisulc) Kesemutan, rasa baald) Kelemahan tubuhe) Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh f) Infeksi saluran kemih

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital ataupun daerah lipatan kulit lain, seperti di ketiak dan di bawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau luka lama yang tidak mau sembuh. Luka ini dapat timbul akibat hal sepele seperti luka lecet karena sepatu, tertusuk peniti dan sebagainya. Rasa baal dan kesemutan akibat sudah terjadinya neuropati juga merupakan keluhan pasien, disamping keluhan lemah dan mudah merasa lelah. Keluhan lain yang mungkin menyebabkan pasien datang berobat ke dokter adalah keluhan mata kabur yang disebabkan oleh katarak ataupun gangguan- gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa akibat hiperglikemia.Tanda-tanda dan gejala klinik diabetes melitus pada lanjut usia:a) Penurunan berat badan yang drastis dan katarak yang sering terjadi pada gejala awalb) Infeksi bakteri dan jamur pada kulit (pruritus vulva untuk wanita) dan infeksi traktus urinarius sulit untuk disembuhkan.c) c. Disfungsi neurologi, termasuk parestesi, hipestesi, kelemahan otot dan rasa sakit, mononeuropati, disfungsi otonom dari traktus gastrointestinal (diare),sistem kardiovaskular (hipotensi ortostatik), sistem reproduksi (impoten), dan inkontinensia stress.d) Makroangiopati yang meliputi sistem kardiovaskular (iskemia, angina, dan infark miokard), perdarahan intra serebral (TIA dan stroke), atau perdarahan darah tepi (tungkai diabetes dan gangren).e) Mikroangiopati meliputi mata (penyakit makula, hemoragik, eksudat), ginjalf) (proteinuria, glomerulopati, uremia)

4. AnamnesisBanyak pasien dengan Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang asimptomatik dan baru diketahui adanya peningkatan kadar gula darah pada pemeriksaan laboratorium rutin. Para ahli masih berbeda pendapat mengenai kriteria diagnosis Diabetes Mellitus pada lanjut usia. Kemunduran, intoleransi glukosa, bertambah sesuai dengan pertambahan usia, jadi batas glukosa pada Diabetes Mellitus lanjut usia lebih tinggi dari pada orang dewasa yang menderita penyakit Diabetes Mellitus.Kriteria diagnostik Diabetes Mellitus dan gangguan toleransi glukosa (WHO 1985):a) Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200mg/ dl, ataub) Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl, atauc) Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGOMenurut Kane et.al (1989), diagnosis pasti Diabetes Mellitus pada lanjut usia ditegakkan kalau didapatkan kadar glukosa darah puasa lebih dari 140 mg/dl. Apabila kadar glukosa puasa kurang dari 140 mg/dl dan terdapat gejala atau keluhan diabetes seperti di atas perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Apabila TTGO abnormal pada dua kali pemeriksaan dalam waktu berbeda diagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakkan.Pada lanjut usia sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah puasa secara rutin sekali setahun, karena pemeriksaan glukosuria tidak dapat dipercaya karena nilai ambang ginjal meninggi terhadap glukosa. Peningkatan TTGO pada lanjut usia ini disebabkan oleh karena turunnya sensitivitas jaringan perifer terhadap insulin, baik pada tingkat reseptor (kualitas maupun kuantitas) maupun pasca reseptornya. Ini berarti bahwa sel-sel lemak dan otot pada pasien lanjut usia menurun kepekaannya terhadap insulin.

5. PemeriksaanAda perbedaan antara uji diagnostik Diabetes Mellitus dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik Diabetes Mellitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala dan tanda Diabetes Mellitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala yang mempunyai risiko Diabetes Mellitus. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif.Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko Diabetes Mellitus sebagai berikut:

a. Usia >45 tahunb. Berat badan lebih >110% BB ideal atau IMT >23 kg/m2c. Hipertensi (>140/90 mmHg)d. Riwayat Diabetes Mellitus dalam garis keturunane. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi >4000 gramf. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 150 mg/dl

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes tolerasi glukosa oral (TTGO) standar.Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

6. DiagnosisDiagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakan atas dasar adanya glukosuria. Untuk penentuan diagnosis Diabetes Mellitus, pemeriksaan glukos darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dapat tetap dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai dengan pembakuan WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis Diabetes Mellitus.

Kadar glukosa (mg/dl )Bukan Diabetes MellitusBelum pasti

DMDiabetes Mellitus

SewaktuPlasma Vena< 100100 199 200

Darah Kapiler< 9090 199 200

PuasaPlasma Vena< 100100 125126

Darah Kapiler< 9090 99100

Sumber: PERKENI, Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2, 2011

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya Diabetes Mellitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik seperti tersebut dibawah ini:a. Keluhan khas Diabetes Mellitus berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.b. Keluhan tidak khas Diabetes Mellitus: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.Diagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakan dengan 3 cara:1. Gejala klasik Diabetes Mellitus + GDS 200mg/dl Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir2. Gejala klasik Diabetes Mellitus + GDP 126mg/Dl Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8jam3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO200mg/dl TTGO dilakukan dengan standar WHO menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO,1994):a) Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohirat yang cukup) dan kegiatan jasmani seperti biasa.b) Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.c) Diperiksa kadar glukosa darah puasa.d) Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 g/kgbb (anak-anak), dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit.e) Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesaif) Diperiksaa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosag) Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.Pasien dengan Toleransi Glukosa terganggu dan Glukosa Darah Puasa Terganggu merupakan tahapan sementara menuju Diabetes Mellitus. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi Diabetes Mellitus, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal.

7. Penatalaksanaana. Tujuani. Jangka pendekMenghilangkan keluhan/gejala Diabetes Mellitus dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat.ii. Jangka panjangMencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati maupun neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas mortilitas Diabetes Mellitus.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian kadar glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, insulin melalui pengelolaan pasien secara holistic dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.Pengelolaan Diabetes Mellitus dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu OHO dapat segera diberikan sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada kedua keadaan tersebut perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

b. Pilar Pengelolaan Diabetes Mellitusi. EdukasiDiabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat.Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

Edukasi tersebut meliputi pemahaman tentang:a) Penyakit Diabetes Mellitusb) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan Diabetes Mellitusc) Penyulit Diabetes Mellitus dan resikonyad) Intervensi farmakologis dan non farmakologise) Interaksi antara supan makanan, aktivitas dan obat diabetesf) Masalah khusus yang dihadapig) Perawatan kaki pada diabetesh) Pentingnya latihan jasmani yang teraturi) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatanj) Pemantauan glukosa darahk) Mengatasi sementara gawat darurat (hipoglikemia)

Edukasi dapat dilakukan secara individual dengan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah. Seperti halnya dengan proses edukasi, perubahan perilaku memerlukan perencanaan yang baik, implementasi, evaluasi, dan dokumentasi. Masalah kaki berupa borok dengan atau tanpa infeksi, terlokalisasi atau seluruh kaki dan kematian berbagai jaringan tubuh karena hilangnya suplai darah, infeksi bakteri, dan kerusakan jaringan sekitarnya merupakan masalah utama pada penderita diabetes.

ii. Terapi Nutrisi MedisTerapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:a) Karbohidrat 45-65 %b) Protein 10-20 %c) Lemak 20-25 %

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:a) Jenis KelaminKebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.b) UmurUntuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas 70 tahun.c) Aktivitas Fisik atau PekerjaanKebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.d) Berat BadanBila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepada tingkat kegemukan. Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200 - 1600 kkal perhari untuk pria.Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.Indeks massa tubuh (IMT) dapat dihitung dengan rumus:

IMT = BB (kg) / TB (m2)

iii. Latihan JasmaniKegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe II. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkanberat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi Diabetes Mellitus dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun tetap dilakukan tetap dilakukan. Batasi atau jangan terlalu lama melakukan kegiatan yang kurang gerak seperti menonton televisi.

Prinsip latihan jasmani yang dilakukan:a) ContinousLatihan jasmani harus berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa berhenti. Contoh: Jogging 30 menit, maka pasien harus melakukannya selama 30 menit tanpa henti.b) RhytmicalLatihan olah raga dipilih yang berirama yaitu otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur, contoh berlari, berenang, jalan kaki.c) IntervalLatihan dilakukan selang-seling antar gerak cepat dan lambat. Contoh: jalan cepat diselingi jalan lambatd) ProgresiveLatihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan, dari intensitas ringan sampai sedang selama mencapai 30-60 menitSasaran HR = 75-85% dari maksimal HRMaksimal HR = 220 (umur)e) EnduranceLatihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi. Contoh: jalan jogging dan sebagainya.

iv. Intervensi FarmakologisIntervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.Indikasi pemakaian obat hiperglikemik oral: Diabetes setelah umur 40 tahun Diabetes kurang dari 5 tahun Memerlukan insulin dengan dosis 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.

d) Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

e) DPP-IV inhibitorGlucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glucagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan hormone asli atau analognya (analog incretin=GLP-1 agonis).Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glucagon.

f) Insulin Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans kelenjar pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian meningkatkan sintesa protein.Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen didalam sel otot dan hati. Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedang insulin eksogen adalah insulin yang disuntikan dan merupakan suatu produk farmasi.

Indikasi terapi dengan insulin: Semua penyandang Diabetes Mellitus tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada. Penyandang Diabetes Mellitus tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke Diabetes Mellitus gestasional dan penyandang Diabetes Mellitus yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Ketoasidosis diabetik Hiperglikemik hiperosmolar nonketotikPenyandang Diabetes Mellitus yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat. Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hiperglikemi oral.

Dasar pemikiran terapi insulin:Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi. Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa: insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting), kerja panjang (long acting) atau insulin campuran tetap (premixed insulin).Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin kerja cepat atau insulin kerja pendek untuk koreksi defisiensi insulin prandial, dengan kerja menengah atau kerja panjang untuk koreksi defisiensi insulin basal. Juga dapat dilakukan kombinasi dengan OHO.Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.

Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi 5 macam, yaitu: Insulin kerja cepat Insulin kerja pendekYang termasuk di sini adalah insulin reguler. Preparat yang ada antara lain: Humulin R.Insulin jenis ini bekerja dalam waktu 30 menit, mencapai puncak setelah 30-90 menit dan efeknya dapat bertahan sampai 3-5 jam. Insulin kerja menengahYang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH), Monotard, Insulatard. Jenis ini awal kerjanya adalah 2-4 jam. Puncaknya tercapai dalam 4-10 jam dan efeknya dapat bertahan sampai dengan 10-16 jam. Insulin kerja panjangDiabsorbsi dengan lambat dari tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lama, yaitu sekitar 22 24 jam. Preparat: Glargine, dan detemir. Insulin infasik (campuran)Merupakan kombinasi insulin jenis pendek dan menengah. Preparatnya: Mixtard 30/40. Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannyalebih efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali.

Cara penyuntikan insulin:Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit. Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip.Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyimpanan insulin harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik. Apabila diperlukan, sejauhsterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama.

Laporan Kunjungan Kasus Diabetes Melitus Tipe II disertai Ulkus Diabetikum pada Tn. S dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kembangan Selatan, Kecamatan Kembangan, Kabupaten Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta, Periode 28 Februari 10 April 2015

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan MasyarakatFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 16 Februari 10 April 2015Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin (jumlah unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan dipakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100.Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen yang kemudian diikuti oleh daerah lengan, paha bagian atas, bokong. Bila disuntikan secara intramuskular dalam maka penyerapan akan terjadi lebih cepat dan masa kerja akan lebih singkat. Kegiatan jasmani yang dilakukan segera setelah penyuntikan akan mempercepat onset kerja dan juga mempersingkat masa kerja.Indikasi pemberian insulin pada pasien Diabetes Mellitus lanjut usia seperti pada non lanjut usia, yaitu adanya kegagalan terapi ADO, ketoasidosis, koma hiperosmolar, adanya infeksi (stress), dll. Dianjurkan memakai insulin kerja menengah yang dicampur dengan kerja insulin kerja cepat, dapat diberikan satu atau dua kali sehari.Kesulitan pemberian insulin pada pasien lanjut usia ialah karena pasien tidak mau menyuntik sendiri karena persoalnnya pada matanya, tremor, atau keadaan fisik yang terganggu serta adanya demensia. Dalam keadaan seperti ini tentulah sangat diperlukan bantuan dari keluarganya.

Efek samping penggunaan insulin: HipoglikemiaHipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila terdapat ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75% pasien yang diberikan insulin konvensional dapat terjadi lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di bawah kulit tempat suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi imun dan lebih sering terjadi pada wanita muda terutama terjadi di negara yang memakai insulin tidak begitu murni. Lipohipertrofi yaitu pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan akibat lipogenik insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang memakai insulin murni. Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut. Alergi sistemik atau lokalReaksi alergi lokal terjadi 10 kali lebih sering daripada reaksi sistemik terutama pada penggunaan sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritema dan indurasi di tempat suntikan yang terjadi dalam beberpa menit atau jam dan berlagsung selama beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah pengobatan insulin dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang baik, penggunaan antiseptik yang menimbulkan sensitisasi atau terjadinya suntikan intrakutan, reaksi ini akan hilang secara spontan. Reaksi umum dapat berupa urtikaria, erupsi kulit, angioedema, gangguan gastrointestinal, gangguan pernapasan dan yang sangat jarang ialah hipotensi dan syok yang di akhiri kematian. Peningkatan berat badan Edema insulin

Terapi KombinasiPemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanismekerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertaidengan alas an klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO.Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.

Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin saja.

Penilaian Hasil TerapiDalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:a) Pemeriksaan Kadar Glukosa DarahTujuan pemeriksaan glukosa darah: Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaranUntuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan glukosa 2 jam posprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan. Kalau karena salah satu hal terpaksa hanya dapat diperiksa 1 kali dianjurkan pemeriksaan 2 jam posprandial.b) Pemeriksaan A1CTeshemoglobinterglikosilasi,yangdisebut juga sebagai glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun.c) Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional.PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu yang dianjurkan adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa),menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala), atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic spells.d) Pemeriksaan Glukosa UrinPengukuran glukosa urin memberikanpenilaian yang tidak langsung. Hanya digunakan pada pasien yang tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar glukosa darah. Batas ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar 180 mg/dL, dapat bervariasi pada beberapa pasien, bahkan pada pasien yang sama dalam jangka waktu lama. Hasil pemeriksaan sangat tergantung pada fungsi ginjal dan tidak dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan terapi.e) Pemantauan Benda KetonPemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin cukup penting terutama pada penyandang Diabetes Mellitus tipe-2 yang terkendali buruk (kadar glukosa darah > 300 mg/dL). Pemeriksaan benda keton juga diperlukan pada penyandang diabetes yang sedang hamil. Tes benda keton urin mengukur kadar asetoasetat, sementara benda keton yang penting adalah asam beta hidroksibutirat. Saat ini telah dapatdilakukan pemeriksaan kadar asam beta hidroksibutirat dalam darah secara langsung dengan menggunakan strip khusus. Kadar asam beta hidroksibutirat darah< 0,6 mmol/L dianggap normal, di atas 1,0 mmol/L disebut ketosis dan melebihi 3,0 mmol/L indikasi adanya KAD. Pengukuran kadar glukosa darah dan benda keton secara mandiri, dapat mencegah terjadinya penyulit akut diabetes, khususnya KAD.

Kriteria PengendalianUntuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian Diabetes Mellitus yang baik. Diabetes mellitus terkendali baik tidak berarti hanya kadar glukosa darahnya saja yang baik, tetapi harus secara menyeluruh kadar glukosa darah, status gizi, tekanan darah, kadar lipid, dan HbA1c seperti tercantum pada Tabel 2.

(PERKENI 2011)

8. PenyulitDalam perjalanan penyakit Diabetes Mellitus, dapat terjadi penyulit akut dan menahuna.Penyulit akuti. Ketoasidosis diabeticii. Status Hiperglikemia Hiperosmolar nonketotik iii.HipoglikemiaHipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah 300 mg/24 jam), pada akhirnya sering berlanjut menjadi gagal ginjal kronik stadium akhir.

Diagnosis: Diagnosis nefropati diabetic ditegakkan jika didapat kadar albumin >30 mg dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan, tanpa penyebab albuminuria lainnya.

Penafsiran: Pada Diabetes Mellitus tipe 2 pada saat awal diagnosis. Jika mikroalbuminaria negatif, dilakukan evaluasi ulang setiap tahun.

Metode pemeriksaan: Rasio albumin/kreatinin dengan urin sewaktu. Kadar albumin dalam urin 24 jam. Micral test untuk mikroalbuminuria. Dipstik/reagen tablet untuk makroalbuminuria. Urin dalam waktu tertentu (4 jam atau urin semalam).

Penatalaksanaan: Kendalikan glukosa darah Kendalikan tekanan darah Diet protein 0,8 gram/kgBB per hari. Jika terjadi penurunan fungsi ginjal yang bertambah berat, diet protein diberikan 0,6-0,8 gram/kgBB per hari. Terapi dengan obat penyekat reseptor angiotensin II, penghambat ACE, atau kombinasi keduanya. Jika terdapat kontraindikasi terhadap penyekat ACE atau reseptor angiotensin, dapat diberikan antagonis kalsium non dihidropiridin. Apabila serum kreatinin >2,0 mg/dl sebaiknya ahli nefrologi ikut dilibatkan. Idealnya bila klirens kreatinin 6,2 g/dl, serum albumin > 3,5 g/dl, total limfosit > 1500 sel/mm. Pemeriksaan kultur diperlukan terutama pada ulkus yang dalam dan diambil dari jaringan yang dalam.C.1. Debridemen dan pembersihan lukaDebridemen adalah suatu proses usaha menghilangkan jaringan nekrotik atau jaringan non vital dan jaringan yang sangat terkontaminasi dari bed luka dengan mempertahankan secara maksimal struktur anatomi yang penting seperti saraf, pembuluh darah, tendo dan tulang.Merupakan tahap yang penting dalam proses penyembuhan luka. Buang jaringan mati, jaringan hiperkeratosis dan membuat drainase yang baik, dan jika diperlukan lakukan secara berulang. Perlu disadari bahwa setelah tindakan ini luka menjadi lebih besar dan berdarah. Harus diketahui bahwa tidak ada obat topikal yang dapat menggantikan debridement yang baik dengan teknik yang benar dan proses penyembuhan luka selalu dimulai dari jaringan yang bersih.Setelah luka dibersihkan dari jaringan nekrotik, eksudat dan waste metabolic diharapkan akan memperbaiki dan mempermudah proses penyembuhan luka. Timbunan jaringan nekrotik biasanya terjadi akibat buruknya suplai darah pada luka atau dari peningkatan tekanan interstitiel.

Gambar 9. Debridemen dan pembersihan luka pada ulkus diabetikumTujuan dasar debridemen adalah mengurangi kontaminasi pada luka untuk mengontrol dan mencegah infeksi. Jika jaringan nekrotik tidak dihilangkan akan berakibat tidak hanya menghalangi penyembuhan luka, tetapi juga dapat terjadi kehilangan protein, osteomielitis, infeksi sistemik dan kemungkinan terjadi sepsis, amputasi tungkai atau kematian. Setelah debridemen membuang jaringan nekrotik akan terjadi perbaikan sirkulasi dan terpenuhi pengangkutan oksigen yang adekuat ke luka.Teknik debridemen dapat dibagi mulai dari yang kurang invasif sampai yang paling invasif dimana irigasi merupakan tindakan yang paling sedikit mencederai jaringan, sedangkan pembedahan merupakan prosedur yang paling ablative. Berikut adalah beberapa teknik debridemen : Autolytic debridement Enzymatic debridement Mechanical debridement Surgical debridementAutolytic debridement adalah suatu proses usaha tubuh untuk melakukan pembuangan jaringan mati. Keadaan ini perlu dibantu dengan mempertahankan suasana luka supaya tetap lembab. Produk yang dapat dipakai adalah hydrogels.Enzymatic debridement merupakan suatu teknik debridemen menggunakan topikal ointment. Topikal ointment yang populer saat ini adalah kolagenase (Santyl) yang telah dilakukan studi dan telah dipakai secara luas. Enzim kolagenase adalah hasil fermentasi dari Clostridium histolyticum yang mempunyai kemampuan unik mencerna kolagen dalam jaringan nekrotik, dapat membersihkan luka dari jaringan mati dan menjadikan bed luka siap untuk penyembuhan. Enzim kolagenase terutama efektif untuk luka ulkus kronis seperti diabetes ulcers, pressure ulcers, arterial ulcers, venous ulcers dan juga untuk luka bakar.Mechanical debridement disebut juga gauze debridemen, prinsip kerjanya adalah wet to dry dressing. Luka ditutup dengan kasa yang telah dibasahi normal saline, setelah kering kasa akan melekat dengan jaringan mati. Saat mengganti balut jaringan mati ikut terbuang. Tindakan ini dilakukan berulang 2 sampai 6 kali per hari. Biasanya tindakan ini sebagai pelengkap surgical debridement. Prosedur ini membuat tidak nyaman penderita saat mengganti balutan dan potensial merusak epitel yang masih fragile.Surgical debridement adalah tindakan menggunakan scapel, gunting, kuret an instrumen lain disertai irigasi untuk membuang jaringan nekrotik lain dari luka. Teknik ini merupakan cara debridement yang paling cepat dan efisien. Debridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah. Debridemen harus meliputi seluruh jaringan nekrotik dan kalus yang mengelilinginya sampai tampak tepi luka yang sehat dengan ditandai adanya perdarahan. Pasien bahkan dokter kadang ragu terhadap tindakan ini, namun akan terkejut saat melihat munculnya jaringan baru yang tumbuh.C.2. MengistirahatkanYang dimaksud adalah kita mencegah trauma pada daerah ulkus dan memindahkan tekanan ke tempat yang lain, jika perlu dengan mengistirahatkan penderita di tempat tidur. Perlu diingat bahwa latihan gerakan kaki sebagai perangsang pompa otot harus tetap dilakukan untuk mempertahankan aliran balik darah, jika perlu tungkai ditinggikan.C.3. PembalutanBanyak teknik dan macam jenis pembalut yang digunakan saat ini, tapi yang terpenting pembalut ideal mempunyai karakteristik sebagai berikut: Menjaga dan melindungi kelembaban jaringan Merangsang penyembuhan luka Melindungi dari suhu luar Melindungi dari trauma mekanis Tidak memerlukan penggantian sering Aman digunakan, tidak toksik, tidak mensensitisasi dan hipoalergik Bebas dari zat yang mengotori Tidak melekat di luka Mudah dibuka tanpa nyeri dan merusak luka Mempunyai daya serap terhadap eksudat Mudah untuk melakukan monitor luka Memudahkan pertukaran udara Tidak tembus mikroorganisme Nyaman untuk pasien Mudah penggunaannya Biaya yang terjangkauSeperti kita ketahui bahwa penggunaan zat kimia baik hidrogen peroksida, hiperclorit, kalium permanganas atau lainnya pada prinsipnya mempunyai efek toksik dan mengganggu proses penyembuhan luka, zat-zat tersebut hanya dianjurkan pada luka yang banyak mengandung nanah dan koloni kuman. Kita juga harus hati-hati dalam penggunaan antibiotika topikal, dan biasanya hanya digunakan untuk ulkus yang dangkal dengan waktu penggunaan tidak boleh lebih dari 2 minggu.D.4. Kontrol infeksiPada penanganan infeksi, debridement merupakan langkah awal yang sangat bermanfaat untuk mengurangi lama pemberian antibiotika dan mengurangi angka amputasi. Kultur sebaiknya dilakukan setelah atau sewaktu dilakukan debridement. Kultur yang didapat dari usapan luar luka, sudah dibuktikan mempunyai korelasi yang buruk dengan kuman patogen yang sebenarnya.Jenis antibiotika yang diberikan sebelum hasil kultur ada, berdasarkan keputusan klinis yang didasari data kultur dari kasus-kasus sebelumnya. Pada ulkus dangkal dapat diberikan antibiotika topikal atau oral pada pasien rawat jalan dan atau harus dievaluasi apakah ada perbaikan atau memberat yang memerlukan tindakan pembersihan luka atau mengubah antibiotika dan cara pemberiannya.D.5. Perbaikan vaskularisasiPasien Diabetes Mellitus kronis harus dipikirkan adanya gangguan aliran darah ke tungkai sampai dibuktikan tidak ada kelainan. Pemeriksaan klinis dan pemeriksaan vaskuler non invasif menjadi dasar untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan jika diperlukan.Fontaine membagi derajat penyakit pembuluh darah perifer (Perifer Vascular Disease / PVD) menjadi: Derajat 1 : PVD asimptomatik atau gejala tidak khas (kesemutan, geringgingan) Derajat 2 : Intermittent claudication (rasa sakit yang timbul baik siang atau malam hari, biasanya pada telapak kaki setelah berjalan beberapa saat dan segera hilang bila istirahat disertai perasaan terbakar, kebas dan dingin) Derajat 3 : Ischemia rest pain (nyeri saat istirahat) Derajat 4 : ulkus atau gangren akibat kerusakan jaringan karena anoksia. Akan tetapi pembagian menurut Fontaine ini sering tidak dapat diterapkan pada kaki diabetes karena gejala klinis yang sering tidak ada disebabkan oleh gangguan neuropati perifer.

Rutherford juga membagi derajat iskemi pada Critical Limb Ischemia (CLI) menjadi tiga kelompok: Tungkai masih vital dan akan kembali walau tanpa terapi intervensi Tungkai dapat ditangani dan memerlukan revaskularisasi Tungkai iskemi irreversibelYang menjadi permasalahan adalah kondisi bagaimana yang memerlukan tindakan perbaikan vaskularisasi. Disepakati bahwa revaskularisasi hanya dikerjakan pada pasien yang mempunyai keluhan baik berupa intermittent claudicatio, ischemic rest pain maupun ulkus. Jadi hanya derajat 1 pada kriteria Fontaine yang tidak memerlukan revaskularisasi. Rekomendasi yang disepakati adalah setiap pasien dengan keluhan harus dilakukan pemeriksaan mulai klinis sampai arteriografi yang memperlihatkan pembuluh darah di kaki (perdarahan arterial).D.6. AmputasiBanyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan melakukan amputasi. Pada dasarnya amputasi dibagi menjadi amputasi minor, yaitu amputasi sendi midtarsal atau di bawahnya dan amputasi mayor, yaitu amputasi di atas midtarsal.Indikasi untuk dilakukan amputasi : Febris terus menerus Regulasi diabetes melitus sulit dicapai (kadar glukosa darah lebih dari 300 mg %) Osteomyelitis pada gambaran radiologi Selulitis cenderung ke atas Infeksi pada gangren yang menyebabkan keadaan umum semakin memburuk Faal ginjal semakin menurun.Hal-hal yang diperhatikan selain dari sudut sosioekonomi adalah fungsi ujung amputasi untuk mempergunakan protesa atau alat bantu, sehingga pasien tetap dapat berjalan. Perlu diperhatikan apakah perfusi di daerah amputasi sudah baik, kontrol gula darah dan nutrisi baik, kontrol infeksi sehingga kemungkinan reamputasi (amputasi di atasnya karena luka tidak sembuh) menjadi berkurang.Pasien yang sudah dilakukan amputasi kemungkinan untuk dilakukan amputasi baru pada tungkai yang sama ataupun pada tungkai sebelahnya lebih tinggi dibandingkan pasien yang tidak dilakukan amputasi. Hal ini disebabkan kemungkinan timbulnya ulkus pada pasien pasca amputasi lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa amputasi.Pada prinsipnya amputasi dilakukan pada ulkus kaki diabetes yang iskemik dan tidak dapat dilakukan tindakan rekonstruksi vaskuler, atau pada infeksi yang membahayakan nyawa penderita. Banyak tingkat amputasi dengan target ujung amputasi yang baik mulai dari jari sampai disartikulasi sendi panggul.Secara teknis amputasi kaki atau mutilasi jari dapat dilakukan menurut tingkatan sebagai berikut: Jari nekrotik : disartikulasi (tanpa pembiusan) Mutilasi jari terbuka (pembiusan setempat) Osteomioplasti : memotong bagian tulang di luar sendi Amputasi miodesis (dengan otot jari atau kaki)Bila daerah gangren menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi bawahlutut atau bahkan amputasi atas lutut. Tujuan amputasi atau mutilasi adalah: Membuang jaringan nekrotik Menghilangkan nyeri Drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder Merangsang vaskularisasi baru Rehabilitasi yang terbaikD.7. Flap dan rekonstruksiFlap adalah pemindahan kulit dan atau jaringan di bawahnya untuk menutup defek dengan menyertakan pedikel untuk vaskularisasi. Free flap adalah pemindahan flap dengan teknik bedah mikro.Sebelum melakukan tindakan flap ataupun rekonstruksi harus dipastikan bahwa perfusi ke arah tungkainya baik. Tindakan flap atau flap bebas lebih ditekankan untuk menutup defek yang luas dan terutama di daerah yang tertekan sehingga memerlukan bantalan yang cukup tebal.Sedangkan tindakan rekonstruksi diharapkan untuk mencegah terbentuknya ulkus pada tungkai yang sudah mengalami perubahan bentuk seperti pada kaki charcott ataupun melakukan artrodesis sendi yang tidak stabil atau terinfeksi.Tindakan yang sering dilakukan seperti: Arthroplasti Sesamoid reduksi atau ektomi Kondilektomi Metatarsal osteotomi Reseksi sendi metatarsofalangeal atau Fusi sendi interfalangealPada prinsipnya tindakan ini bertujuan untuk memperbaiki dan menstabilkan sendi sehingga beban tubuh dapat diterima oleh bagian yang luas pada telapak kaki.D.8. RehabilitasiPada dasarnya penderita kaki diabetes harus dapat merawat sendiri dan dapat mencegah timbulnya ulkus dengan cara yang baik. Dengan pengetahuan yang baik angka timbulnya ulkus dapat ditekan sampai setengahnya. Hal ini akan menekan biaya pengobatan yang cukup besar, di samping fungsi sosial pasien juga menjadi baik. Diperlukan kerjasama multidisipliner dan waktu konsultasi yang cukup untuk mendapatkan hasil yang baik dari segi pengetahuan pasien dalam perawatan kaki.7. PencegahanBeberapa hal yang penting diperhatikan setiap pasien diabetes untuk mencegah komplikasi pada kaki antara lain : Memeriksa kaki setiap hari barangkali terjadi luka, perdarahan di antara jari-jari, sobek, lecet atau melepuh. Gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan tumit. Membersihkan kaki secara rutin, cuci dan keringkan kaki secara hati-hati, terutama di antara jari. Mengoleskan pelembab pada kulit yang kering. Merawat kuku kaki secara teratur dan menggunting kuku secara lurus. Selalu memakai alas kaki dan memilih sepatu yang baik. Segera mengobati luka kecil dan mewaspadai jika terdapat tanda-tanda radang. Segera ke dokter bila kaki terluka. Jangan lupa membuka sepatu serta kaos kaki setiap ke dokter dan meminta dokter memeriksa kaki si sakit. Gunakan bedak antijamur. Jangan merokok.7. PrognosisPrognosis penderita ulkus diabetikum sangat tergantung dari usia karena semakin tua usia penderita diabetes melitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang serius pada kaki dan tungkainya, lamanya menderita diabetes melitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis.

BAB IIIDATA KLINISII.1. Identitas Tn.SNama: Tn. SUmur: 61 tahunAlamat: Meruya Utara RT 004/ RW 008Pekerjaan: PengangguranPendidikan terakhir: SMP Agama: BudhaSuku: CinaKepala Rumah Tangga: Tn. SII.2. Status KesehatanII.2.1.Anamnesa autoanamnesa dan alloanamnesa (istri Tn.S) : dilakukan pada tanggal 28 Februari 2015 di rumah Tn. S dan 02 Maret di Puskesmas Kelurahan Kembangan Selatan.II.2.2.Keluhan utama: luka dibagian punggung bawah kanan.II.2.3. Riwayat penyakit sekarang:Tn.S datang ke Puskesmas Kembangan Selatan terakhir kali pada tanggal 12 Januari 2015 untuk berobat dengan keluhan terdapat luka dibagian punggung bawah kanan yang telah ada sekitar 1 tahun terakhir dan belum kunjung sembuh. Tn. S memiliki penyakit Diabetes Mellitus tipe II yang terdiagnosa sejak 2 tahun yang lalu, yaitu pada tanggal 08 April 2013 di Puskesmas Kelurahan Kembangan Selatan yang kemudian dirujuk ke RS Cengkareng karena terdapat luka dibagian punggung kiri atas yang cukup luas. Sejak terdiagosa Diabetes Mellitus pada dua tahun yang lalu, Tn. S sering berobat ke Puskesmas Kecamatan Kembangan dan Puskesmas Kelurahan Kembangan Selatan. Saat Tn. S terdiagnosa Diabetes Mellitus, Tn. S telah memiliki luka dibagian punggung atas kiri yang awal terjadinya hanyalah sebuah bisul yang kemudian pecah dan mengeluarkan cairan dan akhirnya berubah menjadi luka yang cukup besar dibagian punggung kiri atas dengan ukuran 12 x 4 cm, Tn. S melakukan perawatan di RS Cengkareng setelah mendapat rujukan dari Puskesmas Kelurahan Kembangan Selatan dan telah dilakukan tindakan debridement pada luka dan perawatan selama 28 hari. Setelah luka membaik Tn. S tidak rutin kontrol kembali ke Puskesmas dengan alasan malas mengantri karena lama dan takut jika lukanya bertambah parah setelah dibersihkan, sehingga Tn. S lebih memilih untuk perawatan luka dirumah yang dilakukan oleh istri Tn. S sendiri. Selain itu juga Tn. S menganggap penyakitnya sudah sembuh karena sudah tidak merasakan keluhan karena luka sudah mengering.Sekitar 1 tahun yang lalu, Tn. S mengalami luka kembali dibagian punggung bawah kanan, awal mulanya sama seperti kejadian yang pertama, yaitu hanya seperti bisul yang terasa gatal kemudian sering digosok-gosok dengan menggunakan handuk, kemudian pecah dan mengeluarkan cairan dan akhirnya berubah menjadi luka dengan ukuran 5 x 2 cm. Sama seperti sebelumnya, Tn. S tidak mau melakukan perawatan luka di Puskesmas, dan hanya datang ke Puskesmas untuk mengambil obat diabetesnya. Petugas Kesehatan Puskesamas menawarkan untuk datang kerumah Tn. S agar dilakukan perawatan luka rutin pada luka Tn. S, namun Tn. S tetap menolak dan memilih untuk merawat luka sendiri, sehingga Tn. S membeli perlengkapan perawat luka seperti nier bekken, pinset dan klem serta kassa dan juga cairan Nacl untuk membersihkan lukanya. Tn. S biasa mengkonsumsi 1 gelas teh manis setiap pagi dengan pemanis gula jagung dan Tn. S telah berhenti merokok sejak 3 bulan yang lalu. Sebelumnya kebiasaan merokok sudah dilakukan Tn.S selama 40 tahun dan biasanya Tn. S merokok 1-2 bungkus per hari. Selain itu, sampai saat ini Tn. S juga tidak membatasi porsi makannya, Tn. S tetap makan nasi dalam jumlah yang sama seperti sebelum Tn. S didiagnosa diabetes mellitus. Saat ini Tn. S tidak bekerja sama sekali, kegiatannya hanya berjalan-jalan di pagi hari, kemudian sisa waktunya hanya dihabiskan dirumah untuk duduk-duduk diteras atau tidur-tiduran. Tn. S biasa tidur dimalam hari pada pukul 20.00 WIB dan bangun pada pukul 05.00 WIB dan tidak terbiasa tidur siang.Riwayat buang air kecil lancar, volume banyak, warna kuning jernih, kurang lebih 6x sehari, dan 3x dimalam hari sehingga Tn. S sering terbangun dimalam hari. Riwayat buang air besar terganggu, Tn. S mengatakan bahwa dirinya biasa BAB 3 hari sekali, dan saat BAB menjadi sulit karena keras sehingga Tn. S sering lama dikamar mandi, terkadang sampai kakinya merasa lemas saat bangun dari posisi BAB nya, BAB tidak ada darah, tidak ada lendir, warna kecoklatan.II.2.4. Riwayat penyakit dahulu : Diabetes Mellitus: ada, sejak 2 tahun yang lalu Hipertensi: ada, sejak 1 tahun yang lalu Penyakit jantung: disangkal Asma: disangkal Penyakit paru: disangkal Alergi obat: disangkal Alergi makanan: disangkal

II.2.5. Riwayat penyakit keluarga : Riwayat penyakit keluarga disangkal.

II.3. Pemeriksaan FisikPemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 28 Februari 2015 di rumah Tn.S.Keadaan Umum : Tampak sakit ringanKesadaran: Compos mentisStatus Generalis:Tensi= 160/100 mmHg, jadi berdasarkan klasifikasi JNC VIII tekanan darah Tn.S termasuk hipertensi stadium 2Tabel II.1 Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VIIIKategoriTekanan Darah SistolikTekanan Darah Diastolik

Normal< 120 mmHg(dan) < 80 mmHg

Pre-hipertensi120-139 mmHg(atau) 80-89 mmHg

Stadium 1140-159 mmHg(atau) 90-99 mmHg

Stadium 2 160 mmHg(atau) 100 mmHg

Nadi = 84 x/menitNafas = 20x/ menitSuhu = 36,2 CStatus Gizi :Berat Badan= 72 kgTinggi Badan= 162 cmIMT = BB/TB= 27,4 kg/m2Berdasarkan klasifikasi IMT menurut kriteria Asia Pasifik, Tn.S termasuk ke dalam kategori obesitas grade I.Tabel II.2. Klasifikasi IMT menurut Kriteria Asia PasifikIMTKLASIFIKASI

< 18,5Berat Badan Kurang

18,5-22,9Batas Normal

23,0-24,9Berat Badan Berlebih

25,0-29,9Obese I

>30,0Obese II

Kepala : Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut hitam dan sedikit beruban, terdistribusi merata dan tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan.Mata :Bentuk normal, palpebra superior et inferior tidak udem, tidak cekung, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik.Telinga :Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada sekret, KGB pre-retro-infra aurikuler tidak teraba membesar.Hidung :Bentuk normal, tidak ada sekret, tidak ada darah, tidak ada septum deviasi, tidak ada pernafasan cuping hidung.Mulut :Bentuk normal, tidak ada perioral sianosis, lidah tidak kotor, uvula ditengah, tonsil T1-T1 tenang, faring tidak hiperemis.Leher :Trakhea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, KGB supra-infra clavicula dan cervical tidak teraba membesar.Thorax :Paru-paruInspeksi: simetris dalam diam dan pergerakan saat nafas, tidak ada retraksi otot-otot pernafasan.Palpasi: stem fremitus kanan, kiri, depan, belakang sama kuat.Perkusi: sonor, batas paru-hepar di ICS VI MCL dekstraAuskultasi: suara napas vesikuler, ronkhi-/-, whezzing -/-.JantungInspeksi: pulsasi ictus cordis tidak tampak.Palpasi: pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra.Perkusi: redup, batas jantung atas di ICS II, Batas jantung kanan di midsternum, batas jantung kiri di MCL sinistraAuskultasi: bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-).AbdomenInspeksi: tampak buncit.Palpasi: supel, turgor kulit baik, hepar-lien tidak teraba membesar, tidak ada nyeri tekan abdomen, tidak ada nyeri tekan epigastrium.Perkusi: tympani, tidak ada nyeri ketok costovertebra angle.Auskultasi: bising usus (+) normal.EkstremitasSuperior et inferior sinistra et dekstra tidak tampak deformitas, tidak ada oedem, akral hangat.Status Lokalis:Regio punggung kanan bawah : terdapat ulkus dengan pus yang telah mengering disertai adanya krusta serta jaringan nekrotik, ulkus berukuran 5x2 cm dengan dasar otot.Status Neurologis:Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)Rangsang meningeal : -Peningkatan TIK : -Pupil : bulat, isokor, diameter 3mm, refleks cahaya +/+.Saraf Kranialis : tidak ada kelainan.Refleks fisiologis : Biceps + / + Triceps + / +Tungkai + / +Refleks patologis : Babinski kanan: -Chaddock kanan : -

II.4. Pemeriksaan Tekanan DarahTabel II.3. Pemeriksaan Tekanan Darah pada Tn. STanggalTekanan darah

08 April 201380/70 mmHg

16 Agustus 2013130/80 mmHg

16 September 2013120/80 mmHg

22 November 2013120/70 mmHg

07 Januari 2014120/80 mmHg

02 Desember 2014130/80 mmHg

05 Januari 2015130/80 mmHg

12 Januari 2015130/90 mmHg

21 Januari 2015130/80 mmHg

27 Januari 2015130/80 mmHg

28 Februari 2015160/100 mmHg

02 Maret 2015140/80 mmHg

11 Maret 2015130/70 mmHg

20 Maret 2015130/80 mmHg

II.5.Pemeriksaan Penunjang : Tabel II.4. Hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan saat Tn.S berobat ke Puskesmas Kecamatan Kembangan dan RS Cengkareng 2 tahun yang laluNoTanggalTempatHasilNilai normal

124 April 2013RS. Cengkareng274 mg/dL< 180 mg/dL

227 April 2013RS. Cengkareng121 mg / dL< 180 mg/dL

329 Mei 2013RS. Cengkareng263 mg / dL< 180 mg/dL

428 Desember 2013Lab. Klinik Budhi Medika326 mg / dL< 180 mg/dL

524 November 2014Lab. Klinik Budhi Medika257 mg / dL< 180 mg/dL

626 Januari 2015Puskesmas Kec. Kembangan81 mg / dL< 180 mg/dL

712 Maret 2015Rumah Tn. S165 mg/ dL< 180 mg/dL

II.6. Diagnosa KerjaDiabetes Mellitus Tipe II disertai ulkus diabetikum, hipertensi grade II dan obesitas grade I.

II.7.Terapi yang diberikan oleh puskesmas : Farmakologi : Metformin 3x500 mg/hari Glibenklamid 2x1 Cefadroxil 2x500 mg/hari Vit C 3x1/hari Captopril 1x12,5 mg/hari Non farmakologi : tingkatkan aktivitas fisik dan atur pola makan.

BAB IVDATA KELUARGA DAN LINGKUNGAN

IV.1.Struktur keluargaPasien merupakan seorang ayah dari 9 orang anak. Saat ini pasien tinggal bersama dengan istri dan keempat anaknya.Tabel IV.1 Catatan perorangan kepala keluarga dan anggota keluargaNoNamaJenisKelaminTanggal LahirAgamaStatus PernikahanKeterangan

1.Tn. SL12/09/1954BuddhaMenikahPasien

2.Ny. KP07/03/1967BuddhaMenikahIstri pasien

3.SUL01/08/1975BuddhaMenikahAnak Pasien

4.SOL17/06/1979BuddhaBelum menikahAnak Pasien

5.SMP06/07/1985BuddhaBelum menikahAnak Pasien

6.SHL12/08/1990BuddhaBelum menikahAnak Pasien

7.SLP24/05/1994BuddhaBelum menikahAnak Pasien

IV.2. Genogram

Keterangan := laki laki= perempuan

= pasien

= member of household

IV.3. Riwayat imunisasi dan kesehatan keluargaTabel III.2. Riwayat imunisasi dan kesehatan anggota keluargaDaftarKeluargaVaksinasi

CampakBCGDPTPolioHepatitis

Tn. STidak tahuTidak tahuTidak tahuTidak tahuTidak tahu

Ny. KTidak tahuTidak tahuTidak tahuTidak tahuTidak tahu

SU

SO

SM

SH

SL

Keterangan :: sudah imunisasi : Tidak pernah imunisasi

IV.4. Status pendidikan Tn.S dan keluargaTabel III.3. Pendidikan keluarga Tn.SDaftar KeluargaPendidikan Terakhir

Tn. SSD

Ny. KSD

SUSMA

SOSMA

SMSMA

SHSMA

SLSMA

IV.5. Kondisi EkonomiIV.5.1 Penghasilan Keluargapenghasilan Tn. S : Rp. 0penghasilan Ny. K : Rp. 0penghasilan dari anak : Rp. 1.500.000+total pendapatan : Rp. 1.500.000

IV.5.2. Kebutuhan Keluarga sebulanbiaya listrik: Rp. 500.000biaya belanja : Rp. 600.000 lain-lain:Rp. 300.000 +total pengeluaran: Rp. 1.400.000

IV.5.3. Keseimbangan antara penghasilan dan pengeluaranPenghasilan dan pengeluaran per bulan keluarga Tn. S masih cukup seimbang. Keluarga Tn. S masih memiliki sisa pendapatan sebesar Rp. 100.000, untuk ditabung.

IV.5.4. Pembiayaan KesehatanKeluarga Tn.S menggunakan jaminan kesehatan dari pemerintah DKI Jakarta berupa Kartu Jakarta Sehat (KJS).

IV.6 Pola BerobatTn. S biasa berobat rutin ke Puskesmas Kelurahan Kembangan Selatan setiap 2 minggu sekali untuk mengambil obat diabetes mellitus dan obat hipertensinya.

IV.7 Pola makan sehari-hariTabel IV.4. Pola Makan Tn. S dan keluarga sehari-hariMenuSumber kaloriProteinSayurBuahSusu

PagiNasi uduk, kopiTempe goreng---

SiangNasi putih, teh manisTempe goreng, ikan tongkol gorengSayur bayam--

MalamNasi putihTempe gorengSayur bayam--

Tabel IV.5. Pola Makan Tn. SMakan Pagi : nasi uduk, tempe goreng, bihun goreng, kopi

Jenis makananJumlah (URT)BeratKalori (kkal)Protein (gr)Lemak (gr)Karbohidrat (gr)

Beras gelas100 gr3496,80,778,9

Santan (+air) gelas60 gr76,81,264,56

Tempe2 potong50 gr809,1526,35

Minyak kelapa sawit1 sdt5 gr45050

Bihun gelas50 gr174,52,350,141

Minyak kelapa sawit1 sdt5 gr45050

Gula pasir2 sdm26 gr940023,5

Subtotal--864,319,518,8154,31

Makan Siang : nasi putih, ikan kembung goreng, tempe goreng, sayur bayam

Jenis makananJumlah (URT)BeratKalori (kkal)Protein (gr)Lemak (gr)Karbohidrat (gr)

Beras gelas100 gr3496,80,778,9

Ikan kembung2 potong sedang80 gr77,617,60,80

Minyak kelapa sawit2 sdt10 gr900450

Tempe2 potong50 gr809,1526,35

Minyak kelapa sawit1 sdt5 gr45050

Jumlah (URT)BeratKalori (kkal)Protein (gr)Lemak (gr)Karbohidrat (gr)

Bayam1 gelas100 gr453,50,56,5

Subtotal--686,637,055420,65

Selingan sore : teh manis, gorengan (pisang goreng, tahu goreng, ubi goreng)

Gula2 sdm26 gr940023,5

Pisang1 buah190 gr186,22,280,3843,32

Minyak kelapa sawit2 sdm19 gr1800200

Tahu biji besar55 gr43,454,292,530,88

Minyak kelapa sawit1 sdt5 gr45050

Ubi1/3 biji45 gr56,250,810,3212,55

Minyak kelapa sawit1 sdt5 gr45050

Subtotal--649,97,3833,2380,25

Makan malam : nasi putih, tempe goreng

Beras gelas50 gr174,53,40,3539,45

Tempe2 potong50 gr809,1526,35

Minyak kelapa sawit1 sdt5 gr45050

Subtotal--299,512,557,3545,8

Total2500,376,48113,38301,01

BB = 72 kgTB =162 cmUmur = 61 th BB ideal = 162 100 (10% x 62) = 62 6,2 = 55,8 kg BB Normal = 162 100 = 62 kg BMI (Body Mass Index) = BB (kg) / TB (m)2 = 72 kg / (1,62)2 = 27,4 kg/cm2Berdasarkan IMT pasien termasuk ke dalam kategori obesitas grade I. Status kesehatan pasien : Diabetes mellitus disertai ulkus diabetikum dan hipertensi grade II. BMR/hari= BB x BMR/24jam/kgBB= 72 x 20.5 = 1476 kkal/24jam BMR/jam = 1476/24 = 61,5 kkal/jam

Tabel IV.6. Perhitungan kalori berdasarkan aktifitasKegiatanLama (jam)PerhitunganTotal

Tidur99 x 1 x 61,5553,5

Kerja22 x 1,7 x 61,5209,1

Berdiri11 x 1,4 x 61,586,1

Berjalan22x 3,2 x 61,5393,6

Duduk44 x 1,4 x 61,5344,4

Lain-lain66 x 1,4 x 61,5516,6

Total242103,3

Kebutuhan per jam = 2103,3/24 = 87,63 kkal Aktivitas = 87,63 kkal/ 61,5kkal/jam = 1,42 (gaya hidup ringan)Energi (Harris Benedict ) = 66,5 + (13,75 x BB kg) + (5 x TB cm) (6,75 x umur)= 66,5 + (13,75 x 72) + (5 x 162) (6,75 x 61 )= 66,5+990 +810 411.75 = 1454.75 kalori Prinsip terapi : Pasien obesitas grade I : kebutuhan kalori dikurangi 500-1000 kalori: 2100 kkal 1000 kkal = 1100 kkal Kebutuhan NutrientProtein:1 gr / kgBB72 x 1 gram = 72 gr(72 x 4) : 1100 x 100%= 26.1 %

Lemak:25%(25 : 100) x 1100 = 275 kkal275 : 9 = 30.5 gr

Karbohidrat100 % - (26.1% + 25 %) = 48.9 %(48.9 : 100) x 1100 = 537.9 kkal537.9 : 4 = 134.4 gr

Prinsip terapi pasien Diabetes Melitus Tipe II : 1. Jumlah kalori sesuai kebutuhan, bila underweight maka naikkan berat badan, dan jika overweight turunkan berat badan2. Susunan menu seimbang Karbohidrat : 45-60% terutama jenis polisakarida Protein : 10-20%, pada pasien neuropati, asupan protein : 0,8 gr/KgBB/hari (10%) Lemak : 20-25% PUFA :