BAB I
PENDAHULUAN
Fenomena penyalahgunaan zat banyak berdampak pada penelitian oak dan
psikiatrik klinis. Beberapa zat dapat mempengaruhi baik keadaan mental yang dirasakan
secara internal seperti mood, maupun aktivitas yang dapat diamati secara eksternal seperti
perilaku. Zat dapat menyebabkan gejala neuropsikiatri yang tak dapat dibedakan dengan
gejala neuropsikiatri umum tanpa kausa yang diketahui ( contohnya schizofrenia dan
gangguan mood), dan oleh karena itu, gangguan psikiatri primer dan gangguan yang
melibatkan penggunaan zat mungkin berkaitan. Bila gejala depresi yang tampak pada
beberapa orang yang tidak mengkonsumsi zat yang dapat mengubah otak tidak dapat
dibedakan dengan gejala depresi pada orang yang mengkonsumsi zat yang dapat
mengubah obat, mungkin terdapat kesamaan berbasis otak antara perilaku mengkonsumsi
zat dengan depresi. Adanya zat yang dapat mengubah otak merupakan petunjuk mendasar
untuk mengetahui cara otak bekerja baik pada keadaan normal maupun abnormal.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari NAPZA dapat
digolongkan menjadi 3 golongan :
1. Golongan Depresan ( Downer ). Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi
aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini membuat pemakainya menjadi tenang dan
bahkan membuat tertidur bahkan tak sadarkan diri. Contohnya: Opioda ( Morfin,
Heroin, Codein ), sedative ( penenang ), Hipnotik (obat tidur) dan Tranquilizer
(anti cemas ).
2. Golongan Stimulan ( Upper ). Adalah jenis NAPZA yang merangsang fungsi tubuh
dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini menbuat pemakainnya menjadi aktif,
segar dan bersemangat. Contoh: Amphetamine (Shabu, Ekstasi), Kokain.
3. Golongan Halusinogen. Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek
halusinasi yang bersifat merubah perasaan, pikiran dan seringkali menciptakan
1
daya pandang yang berbeda sehingga seluruh persaan dapat terganggu. Contoh:
Kanabis ( ganja ).
Depresan adalah senyawa yang dapat mendepres atau menekan system tubuh.
Depresan Sistem Syaraf Pusat (SSP) adalah senyawa yang dapat mendepres atau
menurunkan aktivitas fungsional dari sistem syaraf pusat (SSP). Akibat dari penurunan
aktivitas fungsional sistem syaraf pusat adalah menurunnya fungsi beberapa organ tubuh.
Depresan sistem syaraf pusat (SSP) ini bekerja dengan menekan pusat kesadaran, rasa
nyeri, denyut jantung dan pernafasan. Depresansia terbagi atas golongan sedative,
hipnotika, anastetik umum. Depresansia golongan sedative menyebabkan respon fisik dan
mental dari hewan menghilang, tetapi tidak mempengaruhi kesadaran atau dengan kata
lain hanya menimbulkan efek sedasi. Depresansia golongan hipnotika menimbulkan efek
hipnotik pada hewan, sehingga rasa kantuk pada hewan. Depresansia golongan sedative
dan hipnotika ini apabila diberikan pada dosis tinggi dapat menyebabkan efek anaesthesi.
Depresansia golongan anastetik umum adalah senyawa yang dapat menimbulkan efek
anaeshtesi, sehingga kesadaran, rasa nyeri dari hewan menjadi hilang, dan muscle relaxan.
Depresan juga sering disebut sebagai “peredam”. Obat ini biasanya diminum untuk
mengurangi rasa cemas dan tegang. Namun obat penenang yang kini mudah didapatkan di
warung-warung bukan di apotik saj, obat ini memberikan dampak berbeda pada tiap orang
bergantung pada besarnya dosis, berat badan, umur dan bagaimana obat tersebut dipakai
sesuai suasana.
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) memperlihatkan efek yang
sangat luas. Obat tersebut mungkin merangsang atau menghambat aktifitas SSP secara
spesifik atau secara umum. Beberapa kelompok obat memperlihatkan selektivitas yang
jelas misalnya analgesik antipiretik yang khusus mempengaruhi pusat pengaturan suhu dan
pusat nyeri tanpa pengaruh jelas terhadap pusat lain. Sebaliknya anestetik umum dan
hipnotik sedatif merupakan penghambat SSP yang bersifat umum sehingga dosis yang
berat selalu disertai koma.
Bila dilihat dari segi positifnya depresan dapat menenangkan pemakainya, membuat
hati menjadi tentram. Akan tetapi depresan juga memiliki dampak negatif seperti mual,
pusing, pandangan kabur, dan lainnya. Secara khusus juga obat-obat depresan
memilikiefek sesuai dengan kondisi pengguna.
2
Depresan dalam dunia medis biasa digunakan sebagai pengobatan gangguan panik,
stress, depresi, gangguan anxietas, dan pada anak-anak berguna untuk mengatasi gangguan
defisit perhatian, bulimia serta narkolepsi.
Keefektifan obat sedativ atau obat penenang (anxiolytic) agen harus mengurangi
kebimbangan dan menggunakan efek penenangan. Derajat dari depresi atau penurunan
aktivitas sistem saraf pusat yang disebabkan oleh satu obat penenang harus minimum yang
konsisten dengan keberhasilan obat tersebut.
Bahan Depresan adalah suatu bahan kimia yang dapat memperlambat dan
menurunkan sistem saraf pusat. Bahan depresan ini memperlambat fungsi otak. Termasuk
didalam bahan ini adalah obat untuk menenangkan atau mengantukkan seseorang. Obat
penenang yakni untuk mengurangi ketegangan dan kegelisahan. Bahan ini biasanya bisa
digunakan oleh atlet pada masa latihan dan sebelum pertandingan. Yang termasuk dalam
Depresan antara lain alkohol, canabis, opioid, barbiturat, transquilizer, dan
inhalansia/solven.
3
BAB II
ALKOHOL
A. DEFINISI
Istilah alkohol berasal dari bahasa Arab al-kohl, yangberarti suatu zat yang
mudah menguap, dapat didihkan dandiembunkan. Alkohol sering dipakai untuk
menyebut etanol, yang juga disebut grain alcohol; dan kadang untuk minuman yang
mengandung alkohol. Begitu juga dengan alkohol yang digunakan dalam dunia
farmasi. Hal ini disebabkan karena memang etanol yang digunakan sebagai bahan
dasar pada minuman tersebut, bukan metanol, atau grup alkohol lainnya. Sebenarnya
alkohol dalam ilmu kimia memiliki pengertian yang lebih luas lagi. 1
Etanol dapat dibuat dari fermentasi buah atau gandum dengan ragi. Etanol
sangat umum digunakan, dan telah dibuat oleh manusia selama ribuan tahun. Etanol
adalah salah satu obat rekreasi (obat yang digunakan untuk bersenang-senang) yang
paling tua dan paling banyak digunakan di dunia. Dengan meminum alkohol cukup
banyak, orang bisa mabuk. Semua alkohol bersifat toksik (beracun), tetapi etanol tidak
terlalu beracun karena tubuh dapat menguraikannya dengan cepat. 1
Dalam kimia, alkohol atau alkanol adalah istilah yang umum untuk senyawa
organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-O H ) yang terikat pada atom karbon,
yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan/atau atom karbon lain. Rumus kimia
umum alkohol adalah CnH2n+1OH’. 2
Dua alkohol paling sederhana adalah metanol dan etanol (nama
umumnya metil alkohol dan etil alkohol) yang strukturnya sebagai berikut: 1
H H H
| | |
H-C-O-H H-C-C-O-H
| | |
H H H
metanol etanol
4
Alkohol adalah asam lemah, karena perbedaan keelektronegatifan antara
Oksigen dan Hidrogen pada gugus hidroksil, yang memampukan Hidrogen lepas
dengan mudah. Bila di dekat Karbon Hidroksi terdapat gugus penarik
elektron seperti fenil atau halogen, maka keasaman meningkat. Sebaliknya, semakin
banyak gugus pendorong elektron seperti rantai alkana, keasaman menurun. 1
B. JENIS-JENIS ALKOHOL
1. Alkohol Primer
Alkohol yang gugus -OH nya terletak pada atom C primer (atom C yang terikat
langsung pada satu atom karbon yang lain).Rumus umum : R-OH.
2. Alkohol Sekunder,
Alkohol yang gugus -OH nyaterletak pada atom C sekunder (atom C yang
terikatlangsung pada dua atom C yang lain.Rumus umum : R-CH-OHR’
3. Alkohol Tersier
Alkohol yang gugus -OH nyaterletak pada atom C tersier (atom C yang terikat
langsungpada tiga atom C yang lain.Rumus umum : R’
R’ – C - OH
R”
C. SIFAT-SIFAT ALKOHOL
Sifat fisis
1. Bersifat polar karena memilikigugus –OH.
2. Titik didih tinggi
3. Kelarutan alkohol dalam air berkurang dengan bertambahpanjangnya rantai
karbon.
4. Kelarutan alkohol dalam pelarutnon polar bertambah.
5. Mudah terbakar
Sifat kimia
1. Alkohol kering dapatbereaksi dengan logamkalium atau natrium.
2. Alkohol bereaksi denganfosfor trihalida menghasilkanalkil halida.
3. Oksidasi alkohol primer menghasilkan alkanal.
4. Jika direaksikan denganH2SO4 pekat.
5. Alkohol dapat bereaksidengan berbagai asammembentuk ester.
5
D. KEGUNAAN ALKOHOL
Alkohol digunakan secara luas dalam industri dan sains
sebagai pereaksi, pelarut, dan bahan bakar. Ada lagi alkohol yang digunakan secara
bebas, yaitu yang dikenal di masyarakat sebagai spirtus. Awalnya alkohol digunakan
secara bebas sebagai bahan bakar. Namun untuk mencegah penyalahgunaannya untuk
makanan atau minuman, maka alkohol tersebut didenaturasi. Hasil denaturasi alkohol
disebut juga methylated spirit, karena itulah maka alkohol tersebut dikenal dengan
nama spiritus. Alkohol juga dapat digunakan sebagai pengawet untuk hewan koleksi
(yang ukurannya kecil). 3
Alkohol dapat digunakan sebagai bahan bakar otomotif. Ethanol dan methanol
dapat dibuat untuk membakar lebih bersih dibanding gasoline atau diesel. Alkohol
dapat digunakan sebagai antifreeze pada radiator. Untuk menambah penampilan Mesin
pembakaran dalam, methanol dapat disuntikan kedalam
mesin Turbocharger dan Supercharger. Ini akan mendinginkan
masuknya udara kedalam pipa masuk, menyediakan masuknya udara yang lebih padat.3
Masing-masing kegunaan alkohol: 1,3
1. Metanol : pelarut, bahan baku pembuatan aldehida,bahan pencampur spiritus bakar,
dan cairan anti bekupada radiator
2. Etanol : pelarut, desinfektan, zat pewarna, seratsintetis, pembuatan obat-obatan,
dan bahan bakar
3. Etilena Glikol : pelarut, pelumas, bahan bakupembuatan serat, dan zat anti beku
radiator
4. Gliserol : bahan pemanis, bahan peledak, bahankomestik, pelembab pada
tembakau, dan bahanpembuatan plastik
E. METABOLISME ALKOHOL
Sekitar 10% alkohol yang dikonsumsi diabsorpsi melalui lambung, sisanya
melalui usus halus. Konsentrasi puncak alkohol dalam darah tercapai dalam 30 – 90
menit dan biasanya dalam 45 - 60 menit, bergantung apakah alkohol dikonsumsi
dalam keadaan perut kosong (meningkatkan absorpsi) atau dengan makanan (menunda
6
absorpsi). Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak dalam darah juga bergantung
pada jangka waktu mengkonsumsi alkohol; minum dengan cepat mengurangi waktu
untuk mencapai konsentrasi puncak, dan sebaliknya. Absorpsi paling cepat pada
munuman yang mengandung 15 – 30% alkohol (30 – 60% proof). 1
Alkohol dimetabolisme oleh 2 enzim yaitu alkohol dehidrogenase (ADH) dan
aldehid dehidrogenase. ADH mengkatlisa konversi alkohol menjadi asetaldehid, yang
merupakan senyawa toksik, sedangkan aldehid dehidrogenase mengkatalisasi konversi
asetaldehid menjadi asam asetat. Aldehid dehidrogenase diinhibis oleh disulfiram
(Antabuse), yang sering digunakan dalam penanganan gangguan terkait alkohol. 1
Sejumlah studi menunjukan bahwa wanita memiliki kandungan ADH dalam
darah yang lebih sedikit dibanding pria, yang menyebabkan wanita menjadi lebih
mudah terintoksikasi dibanding pria setelah minum alkohol dalam jumlah yang sama. 1
F. EFEK ALKOHOL
Alkohol murni tidaklah dikonsumsi manusia. Yang sering dikonsumsi adalah
minuman yang mengandung bahan sejenis alkohol, biasanya adalah ethyl
alcohol atau ethanol (CH3CH2OH ). Bahan ini dihasilkan dari proses fermentasi gula
yang dikandung dari malt dan beberapa buah-buahan seperti hop, anggur dan
sebagainya. 1-4
Beberapa jenis minuman dan kandungan alkoholnya : 2
- Beer : 2 – 8 %
- Dry wine : 8 – 14 %
- Vermouth : 18 – 20 %
- Cocktail wine : 20 – 21 %
- Cordial : 25 – 40 %
- Spirits : 40 – 50 %
Alkohol sangat potensial menimbulkan rasa ketagihan / ketergantungan, dan
semakin lama penggunaan, toleransi tubuh semakin besar sehingga untuk
mendapatkan efek yang sama, semakin lama semakin besar dosisnya. 2
7
Bila seseorang mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol, zat tersebut.
diserap oleh lambung, masuk ke aliran darah dan tersebar ke seluruh jaringan tubuh, yang
mengakibatkan terganggunya semua sistem yang ada di dalam tubuh. Besar akibat alkohol
tergantung pada berbagai faktor, antara lain berat tubuh, usia, gender, dan sudah tentu
frekuensi dan jumlah alkohol yang dikonsumsi. 2
Efek moderat : euphoria ( perasaan gembira dan nyaman ), lebih banyak
bicara dan rasa pusing
Efek setelah minum dalam jumlah besar : banyak berbicara, refleks lambat,
nausea , vomitus, sakit kepala, pusing, hipotensi, rasa haus, rasa lelah,
disorientasi
Gambar 1. Efek samping alkohol 2
8
Penggunaan alkohol jangka panjang dapat mengakibatkan efek gelisah,
tremor/gemetar, halusinasi, kejang-kejang, dan efek lainnya yang merugikan pada banyak
organ seperti otak, jantung, hepar dan organ lainnya. 1,3
Efek pada otak
Secara biokimiawi, tidak ada satu terget molekuler yang telah teridentifikasi
sebagai mediator efek alkohol. Teori efek biokimiawi alkohol yang telah lama
bertahan memusatkan efeknya pada membran neuron. Data mendukung hipotesis
bahwa alkohol menimbulkan efek dengan menyisipkan diri kedalam membran
sehingga membran tersebut menjadi rigid, dan dengan demikian meningkatkan
fluiditas membran yang mengakibatkan reseptor, kanal ion, dan protein fungsional
terkait-membran lain tidak berfunsgi secara normal.
Efek tidur
Alkohol juga memiliki efek simpang pada arsitektur tidur. Penggunaan
alkohol dikaitkan dengan penurunan tidur Rapid Eye Movement (REM atau tidur
bermimpi) dan tidur dalam (stadium 4) serta lebih banyak fragmentasi tidur,
dengan episode teerbangun yang lebih banyak dan lebih lama.
Hepar
Efek samping utama penggunaan alkohol berkaitan dengan kerusakan
hepar. Penggunaan alkohol dapat mengakibatkan akumulasi lemak dan protein,
yang menyebabkan timbulnya perlemakan hati, dan dikaitkan dengan timbulnya
hepatitis alkoholik dan sirosi hepatis.
Sistem Gastrointestinal
Menggunakan alkohol dalam jangka panjang dikaitkan dengan timbulnya
esofagitis, akhlorhidria, dan tukak lambung. Selain itu juga dikaitkan dengan
pankreatitis, insufisiensi pankreas, serta kanker pankreas. Asupan alkohol berat
dapat mengganggu proses normal pencernaan dan absorpsi makanan, akibatnya
makanan yang dikonsumsi kurang adekuat dicerna. Penyalahgunaan alkohol
9
tampaknya juga menghambat kapasitas usus halus menyerap berbagai nutrien
seperti vitamin dan asam amino sehinggan dapat mengakibatkan defisiensi vitamin
yang serius terutama vitamin B.
Sistem tubuh lain
Konsumsi alkohol yang signifikan telah dikaitkan dengan peningkatkan
tekanan darah, disregulasi metabolisme lipoprotein dan trigliserida, serta
peningkatan risiko infark miokardium dan penyakit serebrovaskular. Alkohol pada
orang nonalkoholik terbukti meningkatkan curah jantung istirahat, frekuensi denyut
jantung, dan konsumsi oksigen miokardium.
Bukti mengindikasikan bahwa konsumsi alkohol dapat secara simpang
mempengaruhi sistem hematopoetikserta meningkatkan insiden kanker. Intoksikasi
akut juga dapat dikaitkan dengan hipoglikemia. Kelemahan otot merupakan efek
samping lain alkoholisme. Bukti terkini menunjukan bahwa konsumsi alkohol
meningkatkan konsentrasi estradiol darah pada wanita.
Ibu Hamil
Bila ibu yang hamil mengkonsumsi, akan mengakibatkan bayi yang
memiliki resiko lebih tinggi terhadap hambatan perkembangan mental dan ketidak-
normalan lainnya, serta berisiko lebih besar menjadi pecandu alkohol saat dewasa.
Uji Laboratorium
Efek simpang alkohol mengakibatkan kadar γ-glutamil transpeptidase tinggi
pada 80% pengguna, dan volume korpuskuler rata-rata (MCV) tinggi pada sekitar
60% pengguna alkohol, lebih tinggi pada wanita.
G. INTERAKSI OBAT
Interaksi antara alkohol dan zat lain dapat berbahaya, bahkan fatal.zat tertentu
seperti alkohol dan fenobarbital (Luminal) dimetabolisme oleh hepar dan penggunaan
jangka panjang dapat mengakibatkan akselerasi metabolismenya. Bila orang dengan
gangguan terkait alkohol sedang tidak mabuk, metabolisme yang dipercepat ini membuat
10
mereka luar biasa toleran terhadap banyak jenis obat seperti sedatif dan hipnotik, namun
ketika mereka terintoksikasi, obat ini bersaing dengan alkohol untuk untuk mekanisme
detoksifikasi yang sama dan konsentrasi semua zat yang terlibat yang potensial toksikdapat
terakumulasi dalam darah. 1,2,3
Efek alkohol dan depresan SSP lain biasanya sinergistik. Sedatif, hipnotik, dan
analgetik, obat yang meredakan mabuk perjalanan dan gejala alergi harus digunakan
dengan hati-hati pada orang dengan gangguan terkait alkohol. Narkotik mendepresi area
sensorik korteks serebri dan dapat menyebabkan nyeri mereda, sedasi, apati, mengantuk,
dan tidur; dosis tinggi dapat mengakibatkan gagal napas dan kematian. 1,2,3
Peningkatan dosis obat hipnotik-sedatif seperti kloral hidrat (noctec) dan golongan
benzodiazepin terutama dikombinasikan dengan alkohol, menimbulkan kisaran efek sedasi
hingga hendaya motorik dan intelektual sampai stadium koma, dan kematian. 1
H. UNDANG-UNDANG
Pada dasarnya alkohol memang dilarang diperdagangkan secara umum di negara
kita. Namun di sisi lain, sudah menjadi fakta pula bahwa konsumsi alkohol semakin
menjamur di kota-kota besar dan mulai ikut berkontribusi sebagai suatu penyebab
kecelakaan lalu lintas. Peraturan yang tegas diperlukan tidak hanya di hulu, di sektor
perdagangan minuman beralkohol, namun juga di muara, misalnya pada sektor
keselamatan berkendara.
Pasal 106 UU ayat (1) menyebutkan:
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan
kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.
Selanjutnya penjelasan pasal dan ayat ini menyebutkan:
Yang dimaksud dengan ”penuh konsentrasi” adalah setiap orang yang mengemudikan
Kendaraan Bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena
sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang
terpasang di Kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-
obatan sehingga memengaruhi kemampuan dalam mengemudikan Kendaraan.
11
Terkait dengan konsumsi alkohol, dari pasal 106 ayat 1 dan penjelasannya ini dapat
disimpulkan bahwa:
“setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan
kendaraannya dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena meminum
minuman yang mengandung alkohol (atau obat-obatan) sehingga mempengaruhi
kemampuan dalam mengemudikan kendaraan.”
Dengan kata lain, seorang pengemudi boleh meminum minuman yang mengandung
alkohol (atau obat-obatan) sejauh hal itu tidak mempengaruhi konsentrasi dan
kemampuannya dalam mengemudikan kendaraan.
Pertanyaannya adalah sejauh mana alkohol tidak mempengaruhi konsentrasi dan
kemampuan seseorang dalam mengemudikan kendaraan? Berapa kadar alkohol dalam
darah atau dalam nafas seorang pengemudi yang dapat ditolerir?
Terdapat ketetapan mengenai kadar alkohol (Blood Alcohol Concentration atau
BAC) yang diijinkan dalam mengemudikan kendaraan di berbagai negara di dunia.
Indonesia tergolong sebagai negara di mana alkohol tidak diijinkan (alcohol prohibited),
tapi pada saat yang sama Indonesia juga tergolong sebagai negara di mana tidak ada
peraturan yang mengatur kadar alkohol dalam mengemudi (NL=no BAC limit).
Di Singapura, kadar alkohol diatur dalam Road Traffic Act (Chapter 276) sebesar
35 mg alkohol per 1 liter nafas atau 80 gram alkohol per 1 liter darah pengemudi. Di
Jepang kadar tersebut adalah 30 gram/liter (nafas).
Contoh lain: di Spanyol, negara di mana minuman beralkohol merupakan bagian
dari keseharian, kadar alkohol di atur dalam Undang-Undang Keselamatan Jalan (Ley de
Seguridad Vial). Untuk pengemudi biasa kadar alkohol dalam nafas adalah 0,25 mg/liter
dan dalam darah adalah 0,5 gram/liter. Di Spanyol, peraturan ini lebih ketat diberlakukan
untuk pengemudi profesional seperti supir bus, supir truk dan untuk pengemudi pemula
(yang baru mendapat SIM di bawah 2 tahun): 0,15 mg/liter (nafas) dan 0,3 gram/liter
(darah).
12
Alkohol zat yang termasuk Zat Adiktif lainnya yaitu bahan / zat yang berpengaruh
psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika, yaitu minuman yang mengandung etanol etil
alkohol, yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari
kehidupan manusia sehari – hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan bersamaan
dengan Narkotika atau Psikotropika akan memperkuat pengaruh obat / zat itu dalam tubuh
manusia. Ada 3 golongan minuman beralkohol :
a. Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % ( Bir ).
b. Golongan B : kadar etanol 5 – 20 % ( Berbagai minuman anggur )
c. Golongan C : kadar etanol 20 – 45 % ( Whisky, Vodca, Manson House, Johny Walker ).
13
BAB III
KANABIS
A. PENGENALAN ZAT
Marijuana adalah zat kimia yang dihasilkan dari ekstrak tumbuhan budidaya
penghasil serat, namun lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya.
Bahan aktif yang terkandung dalam marijuana adalah tetrahydrocannabinol (THC)
yang efeknya membuat halusinasi, cemas dan paranoid. Ini tidak berlangsung lama
sampai kadar cannabis hilang. Namun bila pemakaian yang lama, gejala yang timbul
adalah depresi. Bahan ini dalam dunia medis banyak dipergunakan salah satunya
adalah sebagai obat yang disebut dronabinol dan digunakan dalam penelitian dan
kadang digunakan untuk mengatasi mual dan muntah yang disebabkan oleh
kemoterapi kanker.5,6
Bahan aktif yang kedua adalah cannabinoids (CBD), yang efeknya
memberikan rasa relax, senang, seperti mimpi, warna terlihat lebih cerah, suara
terdengar lebih indah. Para musisi mengatakan bahwa merokok marijuana dapat
memberikan mereka inspirasi yang dibutuhkan untuk memainkan musik mereka. Ada
yang mengatakan bahwa marijuana bisa memberi mereka visi kontemplatif dan
perasaan kebebasan dan semangat yang luar biasa. Selain itu marijuana juga di
gunakan sebagai obat penghibur atau entertainment.5
Bentuk kanabis yang paling poten berasal dari kuncup bunga tanaman tersebut,
atau dari eksudat getah kering berwarna hitam kecoklatan dari daunnya, yang disebut
hashish. Nama lazim kanabis adalah mariyuana, grass, pot, weed dan Mary Jane.3
Nama lain yang menggambarkan tipe kanabis dengan berbagai kekuatan adalah
ganga, bhang, dan sinsemilla. 6
B. EPIDEMIOLOGI
14
Pada tahun 1960-an marijuana digunakan secara luas oleh generasi muda dari
semua kelas sosial. Diperkirakan bahwa pada tahun 1994, 17 juta orang Amerika telah
menggunakan ganja, dan sekitar 1,5 juta orang Amerika menghisap marijuana secara
teratur. 7
Prevalensi penggunaan mariyuana seumur hidup meningkat seiring tingkatan
kelompok umur hingga usia 34 tahun, kemudian menurun secara bertahap. Mereka
yang berusia 18 sampai 21 tahun adlah yang paling sering mengkonsumsi mariyuana
dalam setahun terakhir (sekitar 25 persen) atau sebulan terakhir (14 persen) dan
penggunaannya paling rendah diantara mereka adalah diatas 50 tahun, sekitar kurang
atau sama dengan 1 persen.8
C. NEUROFARMAKOLOGI
Reseptor kanabinoid, anggota famili reseptor terkait protein G, berikatan
dengan protein G inhibitorik (G), yang berikatan dengan adenili siklase secara
inhibitorik. Reseptor kanabinoid ditemukan dalam konsentrasi tinggi di ganglia
basalis, hipokampus, dan serebelum, dengan konsentrasi yang lebih rendah pada
korteks serebri. Kanabis tidak ditemukan pada batang otak.8
D. GEJALA
Efek fisik kanabis yang paling sering adalah dilatasi pembuluh darah
konjungtiva (mata merah) dan takikardia ringan. Pada dosis yang lebih tinggi
hipotensi ortostatik dapat timbul. Peningkatan nafsu makan sering disebut “the
munchies” dan mulut kering merupakan efek lazim intoksikasi kanabis.8
Kehilangan ambisi, yang digambarkan bahwa pemakai hanya duduk-duduk
atau berbaring lesu, bicara pelan dan tidak bersemangat. Selama pemakaian marijuana,
kemampuan komunikasi dan kemampuan motorik menurun. Marijuana juga dapat
mengurangi ketegangan dan menimbulkan perasaan nyaman.9
Marijuana menekan aktivitas otak, menyebabkan keadaan seperti mimpi
dimana gagasannya tidak berhubungan dan tidak terkendali. Persepsi waktu, warna
dan ruang bisa terganggu dan semakin berat. 9
15
Seorang yang skizofrenik sangat rentan terhadap efek tersebut dan terdapat
bukti yang nyata bahwa skizofrenia bisa bertambah buruk jika disertai dengan
pemakaian marijuana. Kadang terjadi reaksi panik, terutama pada orang yang baru
pertama kali menggunakan marijuana.5
Reaksi putus obat berupa peningkatan aktivitas otot dan tidak bisa tidur.
Tetapi karena marijuana dibuang dari tubuh secara perlahan, maka reaksi putus obat
cenderung bersifat ringan dan biasanya tidak tampak pada pecandu kelas menengah. 9
E. DIAGNOSA
Hasil pemeriksaan urin untuk marijuana biasanya tetap positif selama beberapa
hari setelah penggunaan, bahkan pada pemakaian sewaktu-waktu. Pada pemakaian
yang terus menerus, hasil tes bisa tetap positif dalam waktu yang lebih lama karena
obat secara perlahan dilepaskan dari lemak tubuh.2 Lamanya hasil positif ini menetap
bervariasi, tergantung kepada banyaknya THC dan frekuensi pemakaian marijuana
(kurang lebih 4 minggu).8 Pemeriksaan urin merupakan pemeriksaan yang efektif
untuk menemukan pemakai marijuana. Hasil pemeriksaan yang positif hanya
menunjukkan bahwa orang tersebut pernah menggunakan marijuana, tetapi tidak
menunjukkan bahwa pemakai marijuana tersebut baru saja mengalami intoksikasi.9
F. AKIBAT PENYALAH GUNAAN KANABIS
1. Problem fisik
Beberapa penelitan telah menunjukkan bahwa penggunaan marijuana kelas
berat dalam jangka waktu yang lama pada laki-laki, bisa mengurangi kadar
testosteron, ukuran testis dan jumlah sperma. Pemakaian jangka panjang pada
wanita bisa menyebabkan ketidateraturan siklus menstruasi. Tetapi efek tersebut
tidak selalu terjadi dan efek terhadap kesuburan masih belum pasti. Wanita hamil
yang menggunakan marijuana bisa melahirkan bayi yang lebih kecil.
Selain itu delta-9-THC bisa ditemukan dalam ASI dan bisa mempengaruhi bayi
yang disusui.7
Efek merokok marijuana dalam jangka panjang terhadap paru-paru, mirip
dengan efek rokok sigaret. Sering terjadi bronkitis dan resiko terjadinya kanker
paru-paru, gangguan jantung, imunitas, dan saraf kemungkinan ditemukan.10
16
2. Problem Psikiatri
Gangguan memori sampai kesulitan belajar. Adanya sindrom
amotivasional, ansietas, psikosis paranoid, sampai skizofrenia. Perilaku antisosial,
apatis depresi berat sampai suicide juga ditemukan.10
3. Problem sosial
Kesulitan dalam belajar, dikeluarkan dari sekolah, hancurnya academic or
job performance sampai kehilangan pekerjaan.10
4. Sebab Kematian
Seperti infeksi berat, suicide dan kecelakaan lalulintas.10
Gangguan penggunaan kanabis
Ketergantungan kanabis
Penyalahgunaan kanabis
Gangguan terinduksi kanabis
Intoksikasi kanabis
Tentukan apakah
Dengan gangguan presepsi
Delirium pada intoksikasi kanabis
Gangguan psikotik terinduksi kanabis, dengan waham
Tentukan apakah
Awitan saat intoksikasi
Gangguan psikotik terinduksi kanabis, dengan halusinasi
Tentukan apakah
Awitan saat intoksikasi
Gangguan ansietas terinduksi kanabis
Tentukan apakah
Awitan saat intoksikasi
Gangguan terkait kanabis yang tidak tergolongkan
Tabel 1. Gangguan Terkait Kanabis DSM-IV-TR
G. PENANGANAN
Dukungan dapat dicapai melalui psikoterapi individual, keluarga, atau
kelompok. Untuk sebagian pasien, obat antiansietas mungkin berguna sebagai pereda
jangka pendek gejala putus zat. Bagi pasien lain, penggunaan kanabis mungkin
berhubungan dengan gangguan depresi yang mendasari, dan dapat berespon dengan
terapi antidepresan. 8
17
BAB IV
OPIOID
Opium dari biji poppy sudah dikultivasi sejak tahun 3400 SM di Mesopotamia,
DAN telah digunakan sejak ribuan tahun sebagai pengobatan untuk nyeri. Opium
merupakan campuran alkaloid dari biji poppy. Istilah opioid digunakan untuk menjelaskan
semua bahan yang bekerja di reseptor opioid di otak. Mayoritas opioid yang ditemukan di
klinis mempunyai aktivitas primer di reseptor morfin atau reseptor mu sehingga turut
dikenali sebagai agonis mu. 11
A. STRUKTUR OPIOID
Morin (opioid archetypal) terdiri daripada cincin benzene dengan kelompok
fenolik hidroksil pada posisi 3 dan kelompok hidroksil alkohol pada posisi 6 dan pada
atom nitrogen (Gambar 1). Kedua kelompok hidroksil dapat ditukar menjadi eter atau
ester. Sebagai contoh kodein adalah morfin yang O-methylated pada posisi 3 sementara
heroin adalah morfin O-acylated pada posisi 3 dan 6 (morfin diacetyl). 12
Gambar 2 : Struktur kimia morfin
Bentuk tersier dari nitrogen adalah penting untuk menimbulkan efek analgesic
dari morfin sehingga apabila nitrogen diubah menjadi bentur kuatener, efek anelgesik
akan menurun dengan hebat karena bentuk ini tidak dapat menembus sistem saraf pusat.
Perubahan pada kelompok methyl pada nitrogen akan menurunkan efek analgesik juga
karena membentuk zat antagonis seperti nalorfin. 11
18
B. RESEPTOR OPIOID
Reseptor opioid terdapat di dalam sistem saraf pusat dan sepanjang jaringan
perifer. Reseptor ini biasanya distimulasi oleh peptide endogenous (endorphin,
enkefalin dan dinorphin) yang dihasilkan sebagai respon terhadap stimulasi. Reseptor
opioid berdasarkan prototype agonis nya adalah seperti berikut: 13
1. Reseptor Mu (μ) (agonis morfin)
Reseptor mu paling banyak ditemukan di batang otak dan thalamus medial.
Reseptor mu penting untuk tindakan analgesia supraspinal, depresi pernafasan,
euphoria, sedasi, penurunan motilitas gastrointestinal dan ketergantungan.
Subtype termasuk Mu1 dan Mu2, dengan Mu1 berfungsi sebagai analgesia,
euphoria dan ketenangan sementara Mu2 berfungsi dalam depresi pernafasan,
pruritus, pelepasan prolaktin, ketergantungan, anorexia dan sedasi. Reseptor ini
turut dikenali sebgai reseptor opioid morfin (ROM) atau OP3.
2. Reseptor Kappa (Ƙ) (agonis ketocyclazocine)
Reseptor ini didapatkan di dalam area limbic dan area diensefali lain, batang
otak dan medulla spinalis. Reseptor ini mempunyai efek anastesi (terutama
untuk anastesi spinal), sedasi, dispnea, ketergantungan, disforia dan depresi
pernafasan. Reseptor ini juga dikenali sebagai OP2 atau reseptor opioid kappa
(ROK).
3. Reseptor Delta (δ) (agonis delta-alanin-delta-leucine-enkefalin)
Reseptor delta banyak ditemukan di otak dan efek dari reseptor ini masih belum
diketahui dengan jelas. Diduga reseptor ini berperan untuk efek psikomimetik
dan disforia. Reseptor ini turut dikenali sebagai OP1 dan reseptor opioid delta.
4. Reseptor Sigma (σ) (agonis N-allylnormetazocine)
Reseptor sigma berperan pada efek psikomimetik, disforia dan depresi yang
diinduksi stress. Reseptor ini tidak lagi dianggap sebagai salah satu dari reseptor
opioid tetapi lebih kepada situs target untuk phencyclidine (PCP) dan analog
nya.
19
Gambar 3 : Kerja opioid 12
Tiga reseptor opioid utama diatur oleh gen-gen yang berlainan. Apabila
reseptor diaktivasi, ia melepaskan G protein yang bersatu dengan membran sehingga
mencapai target. Target ini akan mengaktivasi protein kinase (efek jangka pendek) dan
transkripsi gen (efek jangka panjang). Apabila dirangsang agonist opioid, reseptor
opioid yang terletak di terminal presinaps akan menghambat kanal kalsium,
menurunkan cAMP dan mengblokir pelepasan neurotransmitter nyeri (glutamate,
substansia P dan peptide kalsitonin terkait gen) pada fiber nosiseptif yang memberikan
efek analgesia. 12
Opioid dan opioid endogen turut mengaktivasi reseptor presinaps pada neuron
GABA sehingga terjadi inhibisi GABA. Inhibisi GABA akan mengakibatkan
pelepasan dopamine berlebihan sehingga memberikan efek euphoria. 12
Efek lain opioid termasuk mempengaruhi reseptor N-methyl-D-asparta
(NMDA) sehingga stimulasi reseptor NMDA yang berlebihan dapat mengakibatkan
nyeri neuropati dan menimbulkan ketergantungan. Lokasi reseptor opioid di sistem
20
saraf pusat juga mungkin berperan dalam pengaturan sekresi hormone, thermo regulasi
dan kardiovaskular. 12
Tabel 1 : Efek analgesik pada reseptor opioid 12
C. KATEGORI OPIOID
Terdapat 4 kelompok opioid: 14
1. Phenanthrenes
Mempunyai 6-hidroksil yang terkait efek nausea dan halusinasi. Morfin dan kodein
mempunyai kadar kelompok 6-hidroksil yang tinggi sehingga mempunyai efek
samping nausea yang kuat. Opioid ynag termasuk dalam leompok ini adalah
morfin, kodein, hidromorfon, levorfanol, oksikodon, hidrokodon, oksimorfon,
buprenorfin, nalbufin dan butorfanol.
2. Benzomorfan
Merupakan kelompok agonis atau antagonis dengan insiden disforia yang tinggi.
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah pentazocine.
21
3. Phenylpiperidine
Kelompok ini mempunyai afinitas tingga terhadap reseptor mu terutama fentanil.
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah fentanil, alfentanil, sufentanil dan
meperidine.
4. Diphenylheptane
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah propoxyphene dan methadone.
5. Tramadol
Tidak dapat digolongkan ke dalam kelompok standar opioid. Merupakan analgesik
opioid atipikal dengan aktivitas agonis mu parsial, GABA sentral, catecholamine
and aktivitas serotonergik.
Opioid kemudian digolongkan berdasarkan kerjanya termasuk agonis,
agonis/antagonis atau agonis parsial, atau antagonis. Kerja opioid tergantung affinitas
(kekuatan interaksi) dengan reseptor dan efikasi (ukuran kekuatan aktivitas) setelah
binding di reseptor.
D. OPIOID AGONIS
Agonis opioid mempunyai kedua afinitas dan efikasi. Kebanyakan opioid
merupakan agonis opioid dan menimbulkan efek dengan cara stimulasi reseptor opioid.
Perbedaan dalam aktivitas dan efikasi tergantung stimulasi pada reseptor opioid dan
sensitivitas reseptor opioid. 11-15
1. Agonis Parsial
Agonis parsial mempunyai afinitas dengan efikasi parsial. Buprenorfin
diklasifikasi sebagai agonis parsial. Ia mempunyai afinitas tinggi tetapi efikasi yang
rendah di reseptor mu. Walaupun buprenorfin mempunyai efek parsial, ia bekerja
penuh sebagai antagonis aktivitas reseptor kappa sehingga dapat digunakan untuk
efek analgesik dan terapi rumatan substitusi dan detoksifikasi.
Stimulasi pada reseptor kappa dapat mempunyai efek samping disesthesia
seperti yang didapatkan pada penggunaan pentazocine. Agonis parsial opioid dapat
menurunkan aktivitas opioid di reseptor mu dan dapat digunakan untuk presipitasi
withdrawal pada individu ketergantungan opioid.
22
Buprenorfin mempunyai bioavailabilitas yang lemah karena mengalami
efek first pass yang tinggi di hati dan dapat diserap lemak sehingga bioavailabilitas
sublingual sangat baik. Efek samping buprenorfin termasuk sedasi, nausea dan atau
muntah, pusing, nyeri kepala dan depresi pernafasan.
2. Opioid Agonis-Antagonis
Opioid yang diklasifikasikan sebagai agonis-antagonis mempunyai efikasi
lemah di reseptor mu sehingga berperan sebagai antagonis reseptor mu dan agonis
reseptor kappa. Agonis-antagonis parsial termasuk pentazocine, nalbufin dan
butorfanol mempunyai afinitas mu yang tinggi tetapi efikasi mu yang rendah dan
mempunyai aktivitas agonis kappa.
Agen ini dapat digunakan sebagai analgesik tetapi mempunyai batas
tertentu terhadap efek analgesik sehingga peningkatan dosis melebihi dosis tertentu
hanya akan meningkatkan efek samping opioid sehingga potensi terjadi
ketergantung menurun. Stimulasi reseptor kappa dapat memberikan efek samping
yang tidak nyaman termasuk dysesthesia. Efek antagonis pula dapat menyebabkan
gejala withdrawal.
E. ANTAGONIS OPIOID
Yang termasuk dalam golongan ini adalah naloxone dan naltrexone adalah
antagonis kompetitif reseptor mu, kappa dan delta. Golongan ini mempunyai afinitas
tinggi terhadap reseptor mu tetapi tidak ada efikasi reseptor mu. 11
Naloxone dan naltrexone bekerja di sentral dan perifer serta mempunyai banyak
fiungsi terapeutik. Naloxone mempunyai bioavailabilitas oral yang rendah tetapi
mempunyai onset yang cepat sebagai detoksifikasi rapid untuk mengobati efek samping
akut opioid apabila diberikan lewat parenteral. Karena onset nya yang cepat dan durasi
kerja singkat,golongan ini tidak dapat digunakan untuk terapi jangka panjang. 11
Naltrexone pula efektif lewat oral untuk kerja jnagka panjang dan dapat
digunakan untuk detoksifikasi dan modalitas terapi rumatan. Nalmefene adalah derivat
naloxone yang bekerja lebih lama. Naloxone di gabung dengan buprenorfin sublingual
dapat digunakan untuk mencegah penggunaan buprenorfin IV. 11
23
F. FARMAKOLOGI
1. Morfin
Morfin adalah opiate reseptor mu dari derivat phenanthrene. Hanya 40-50%
morfin yang sampai ke SSP sekiranya diambil peroral karena tidak larut lemak
sehingga kebanyakan ditukar kepada morfin non-ionisasi. Kadar morfin dapat
meningkat di dalam SSP apabila terjadi asidosis respiratorik karena terjadinya
peningkatan CO2 yang mengfasilitasi kemasukan morfin ke dalam SSP. Metabolit
morfin termasuk M3G (efek hiperagelsia) dan M6G (efek analgesik). 12
Interaksi obat dengan morfin jarang ditemukan tetapi obat yang inhibitor
morfin paling poten termasuk tamoxifen, diklofenak, naloxone, karbamazepine,
antidepresan trisiklik dan heterosiklik dan benzodiazepine. Terdapat juga studi
yang menunjukkan rifampin dan ranitidine turut mengubah metabolism morfin.
Morfin merupakan opioid long acting dan efek samping terkait dengan
pelepasan histamin (bronkospasm dan hipotensi) dan depresi penafasan secara
direk dari mediasi batang otak. Morfin juga dapat mengakibatkan penurunan kerja
saraf simpatis sehingga mengakibatkan venous pooling dan hipotensi ortostatik.
Efek samping terhadap GIT termasuk penurunan motilitas usus yang berakibat
konstipasi dan spasme vesika urinaria mengakibatkan retensi urin. 13
Morfin turut mengakibatkan mual dan muntah dengan rangsangan langsung
chemoreseptor dan vasodilatasi perifer dapat mengakibatkan urticaria yang
diperberat dengan pelepasan histamine. 13
Pemberian morfin parenteral dapat mengakibatkan syok anafilaktik karena
mengandung sulfida. 12
2. Kodein
Merupakan prototype analgesik opioid lemah karena afinitas lemah
terhadap reseptor mu. Potensi analgesiknya sekitar 50% potensi morfin dadengan
half life 2,5-3 jam dan 80% daripada dosis diekskresi dalam tempoh beberapa
jam.11
Interaksi obat termasuk inbitor nya yaitu bupropion, celecoxib, cimetidine
dan kokain serta diinduksi oleh deksametason dan rifampin. 11
Efek samping kodein sama seperti agonis opiate yang lain. Dosis rendah
kodein memberikan efek yang lebih hebat dibanding dosis tinggi dicurigai karena
24
kompetisi di chemoreseptor. Dosis kodein melebihi 65mg tidak dapat ditolerasi
dengan baik sehingga mengakibatkan depresi pernafasan berat.
3. Hidrocodon
Diindikasikan untuk nyeri sedang dan sedang berat dan sebagai pengobatan
batuk non produktif. Bioavailabilitas peroral adalah tinggi dengan half life 2,5-4
jam.
4. Oksikodon
Oksikodon mempunyai aktivitas multipel di reseptor opiat termasuk pada
reseptor kappa dan memberikan efek analgesik. Bioavailabilitas oral oksikodon
adalah tinggi dengan half life sekitar 2,5 sampai 3 jam. Oksikodon juga melalui
konjugasi hebat di hepar dan metabolitnya diekskresi lewat urin.
5. Oksimorfon
Oksimorfon mempunyai aktivats di multipel reseptor tetapi mempunyai
afinitas tinggi pada reseptor mu. Oksimorfon adalah 10 kali lebih poten dibanding
morfin dan sekarang tersedia dalam bentuk lepas cepat dan lepas lambat.
6. Hidromorfon
Hidromorfon adalah agonis opioid yang lebih poten dibanding morfin.
Bekerja secara primer di reseptor mu dan sedikit bekerja pada reseptor delta.
Hidromorfon juga larut air sehingga dapat diberikan dalam konsentrasi
tinggi. Dipilih sebagai penganti morfin bagi pasien gagal ginjal karena resiko
akumulasi metabolit toksik morfin yang lebih tinggi. Hidromorfon di metabolisme
di hati sebanyak 62% dari intake oral. Onsetnya sekitar 30 menit dan kerjanya
dapat sampai 4 jam.
Dapat diberikan secara parenteral (IV,IM dan SK). Efek hidromorfon
termasuk analgesik, allodynia, mioklonus, dan kejang pada uji coba pada hewan.
7. Metadon
Metadon adalah agonis opioid reseptor mu sintetik dan merupakan
antagonis reseptor NMDA. Metadon mempunyai afinitas 10 kali lebih tinggi pada
reseptor opioid dan sifat antagonis terhadap resptor NMDA menyebabkan obat ini
dapat digunakan untuk nyeri neuropati hebat atau kondisi nyeri akibat resistensi
opioid. 15
25
Bentuk isomer S dari metadon juga menghambat pengambilan serotonin
dan norepinefrin sehingga memberi efek sama seperti antidepresan SSRI dan
trisiklik. 15
Sekarang digunakan sebagai terapi untuk pasien ketergantungan opioid dan
pengobatan neuropati tetapi karena pengetahuan yang sedikit tentang interaksi obat
ini mengakibatkan peningkatan pada angka kematian akibat penggunaan
metadon.15
Metadon adalah opioid sintetik yang unik dan tidak mirip dengan opioid
standar sehingga dapat digunakan untuk pasien yang alergi terhadap morfin.
Merupakan zat larut lemak dengan bioavailabilitas oral tinggi (sekitar 40-100%).
Dapat diberikan lewat tuba nasogastric dan tersedia dalam sediaan cair.
Metadon di metabolime di hati dan diekskresikan lewat feces sehingga bermanfaat
untuk pasien dengan gagal ginjal. Karena sifatnya yang larut lemak, metadon
disimpan di dalam jaringan lipid sehingga mempunyai fase eliminasi yang lama
dengan half life sekitar 12-150 jam. Obat ini juga kurang mempunyai efek samping
konstipasi dibanding morfin dan juga jauh lebih murah. 15
Metadon juga tidak mempunyai metabolit aktif sehingga efek samping
hiperalgia, mioklonus dan neurotoksik lebih rendah dibanding morfin. Efek
euphoria dari metadon juga sangat minimal tetapi efek analgesiknya singkat seitar
(4-8jam) dibanding half life yang bisa mencapai 150 jam sehingga penggunaan
metadon berulang dengan dosis tidak tepat dapat mengakibatkan depresi
pernafasan dan kematian. 15
Metadon juga dapat mengakibatkan Torsades de Pointes, yang merupakan
aritmia dengan perpanjangan interval QT sehingga kondisi seperti hipokalemia dan
hipomagnesimia yang turut mengakibatkan perpanjangan interval QT dapat
meningkatkan resiko terjadinya aritmia ini.
Pada pemberian metadon, sebaiknya diberikan dosis secara titrasi sehingga
dosis terendah yang dapat memberikan efek analgesik. Menurut studi, dikatakan
dosis metadon selalunya 10% daripada dosis opioid yang lainnya.
8. Fentanil
Fentanil adalah agonis opioid yang kuat dan tersedia dalam sediaan
parenteral, transdermal dan transbuccal. Agonis opioid ini bekerja secara primer di
26
reseptor mu dan 80 kali lebih poten daripada morfin serta mempunyai sedikit sifat
larut lemak dan berikatan secara kuat dengan protein plasma.
Fentanil melalui metabolisme di hari dan pengambilan oral lewat absorbs
trans mukosa akan menyebabkan first pass metabolism menjadi hidrofentanil dan
norfentanil di hepar dan usus kecil.
Pemberian transdermal mempunyai onset 6-12 jam dan mencapai keadaan
stabil setelah 3-6 hari. Apabila patch diangkat,masih terdapat simpanan subkutan
dengan waktu klirens sekitar 24 jam. 13
9. Meperidin
Meperidin adalah agonis opioid mu yang
27
BAB V
GOLONGAN BENZODIAZEPIN
A. SEJARAH BENZODIAZEPIN
Pada tahun 1960-an, obat Golongan Benzodiazepin awalnya dikembangkan
untuk keperluan obat anxiolitik dan hipnotik yang digunakan untuk menggantikan
obat barbiturat oral. Semua Benzodiazepin mempunyai efek farmakologi yang sama,
efek terapi ini ditentukan oleh potensi dan ketersediaan obat-obatan.1
Benzodiazepin yang dianjurkan sebagai anti anxietas antara lain: Diazepam,
Temazepam, Lormetazepam, Nordiazepam, Oxazepam, Lorazepam.
Gambar 3. Struktur kimia Benzodiazepin
B. MEKANISME AKSI
Mekanisme kerja benzodiazepine merupakan potensiasi inhibisi neuron yang
menggunakan GABA sebagai mediatornya.3 GABA (gamma-aminobutyric acid)
merupakan inhibitor utama neurotransmiter di susunan saraf pusat (SSP), melalui
neuron-neuron modulasi GABA ergik.1
Reseptor Benzodiazepin berikatan dengan reseptor subtipe GABA. Berikatan
dengan reseptor agonis menyebabkan masuknya ion klorida dalam sel, yang
menyebabakan hiperpolarisasi dari membran postsinpatik, dimana dapat membuat
neuron ini resisten terhadap rangsangan. Dengan cara demikian obat ini memfasilitasi
efek inhibitor dari GABA. Reseptor benzodiazepin dapat ditemukan di otak dan
28
medula spinalis, dengan densitas tinggi pada korteks serebral, serebelum dan
hipokampus dan densitas rendah pada medula spinalis. Tidak adanya reseptor GABA
selain di SSP, hal ini aman bagi sistem kardiovaskuler pada saat penggunaan obat ini.1
C. DERIVAT BENZODIAZEPIN
Gambar 4. Derivat-derivat Benzodiazepine 1
1. Diazepam
Diazepam atau biasanya dikenal dengan Valium merupakan sebuah turunan
narkoba. Diazepam merupakan obat anti cemas (antianxietas atau tranquilizer),
sedatif-hipnotik, dan obat anti kejang (antikonvulsan). Efek sampingnya, pada
pemakaian kronik dapat menimbulkan ketergantungan jiwa dan raga, menimbulkan
rasa kantuk, berkurangnya daya konsentrasi dan reaksi.
2. Nordazepam
Nordazepam yang dikenal sebagai desoxydemoxepam, nordiazepam dan
desmethyldiazepam, adalah derivatif 1,4-benzodiazepin. Seperti turunan
benzodiazepin lain, nordazepam sebagai antikonvulsi ,anxiolitic ,relaksasi otot dan
obat penenang. Namun, nordazepam seringkali digunakan dalam pengobatan
kecemasan (antiaxietas). Nordazepam merupakan metabolit aktif dari diazepam,
chlordiazepoxide, clorazepate, prazepam, dan medazepam.
3. Oxsazepam
29
Oxazepam merupakan metabolit aktif diazepam. Oxazepam bertindak
sebagai antiaxietas, hipnotik, sedatif, dan menyebabkan kelemahan otot rangka. Ini
memiliki periode pendek operasi, itu dianggap sebagai paling aman obat berasal
dari benzodiazepin (dalam pengobatan pasien yang lebih tua).
4. Temazepam
Temazepam (nama dagang Restoril) merupakan 3-hydroxy intermediate-
acting Benzodiazepine. Obat ini diresepkan untuk pengobatan jangka pendek sulit
tidur pada pasien yang mengalami kesulitan mempertahankan tidur. Selain itu,
temazepam merupakan anxiolitik (anti-kecemasan), antikonvulsan , dan relaksasi
otot rangka.
5. Lorazepam
Lorazepam (nama patennya Ativan dan Temesta) merupakan benzodiazepin
berpotensi tinggi obat. Lorazepam memiliki semua lima efek benzodiazepin
intrinsik seperti: anxiolitik, amnesik ,obat penenang/hipnotis, antikonvulsi dan
relaksasi otot Lorazepam digunakan untuk pengobatan jangka pendek kegelisahan,
insomnia, kejang akut termasuk epileptikus status dan sedasi pasien dirawat di
rumah sakit, serta obat penenang pasien agresif.
6. Lormetazepam
Lormetazepam (generik) dikenal sebagai methyllorazepam dengan nama
paten seperti: Noctamid, Ergocalm, Loramet, Dilamet, Sedaben, Stilaze, Nocton,
Pronoctan, Noctamide, Loretam, Minias, Aldosomnil. Lormetazepam merupakan
3-hidroksi derivat benzodiazepin yang memiliki khasiat sebagai hipnotis,
antianxietas, antikonvulsi, sedatif, dan relaksan otot rangka.
D. Hubungan Struktur Kimia dan Aktivitas Obat Golongan Antiaxietas (Anti
Cemas atau Tranquilizer)
Struktur kimia suatu obat dapat menjelaskan sifat-sifat dan memperlihatkan
bahwa unit-unit struktur atau gugus-gugus molekul obat berkaitan dengan dengan
aktivitas biologisnya.Untuk mencari hubungan antara struktur kimia dan aktivitas
biologis dapat dilakukan dengan mengaitkan gugus fungsional tertentu dengan respon
biologis tertentu pula.3
30
Derivat suatu senyawa dengan gugus fungsi yang sama dapat memberikan
respon biologis yang sama karena bekerja pada reseptor yang sama atau
memperngaruhi proses biokimia yang sama pula. Sebagai contohnya adalah obat
golongan benzodizepin sebagai antianxietas (anticemas atau tranquilizer) yang
digunakan sebagai penenang. Benzodiazepin yang dianjurkan sebagai anti anxietas
antara lain: diazepam, temazepam, lormetazepam, nordiazepam, oxazepam,
lorazepam.
Diazepam merupakan golongan benzodiazepin mempunyai kesan relaksasi
otot dan antianxietas. Secara struktur kimia, penambahan kumpulan satu –OH (seperti
pada temazepam) seharusnya menghasilkan efek yang lebih menenangkan dan
menjadikan derivatif ini kurang kuat.3
Secara praktis, nordazepam adalah cenderung berpotensi seperti diazepam dan
oxazepam berpotensi sebagai temazepam. Hal ini dapat pula dilihat secara struktur
kimianya. Struktrur kimia nordazepam lebih mirip dengan diazepam. Pada struktur
nordazepam terdapat penggantian gugus metil menjadi atom H pada posisi R1.
Struktur kimia oxazepam lebih cenderung mirip dengan temazepam, hanya saja ada
penukaran gugus metil menjadi atom H pada posisi R1.3
Lorazepam memberikan efek penenang yang menyenangkan. Efeknya sangat
berbeza dari benzodiazepin lain, yang cenderung menyerupai zolpidem paling tanpa
kesan visual. Dengan adanya satu kumpulan metil pada kedudukan 1 akan
memberikan kesan dramatik dari anxiolitik untuk lebih menenangkan. Pada
Lorazepam, gugus metil tersebut ditukarkan dengan atom H. Lormetazepam lebih
sering diresepkan secara eksklusif untuk insomnia sementara lorazepam mempunyai
berbagai kegunaan.3
E. Penanganan :
Sebagian besar pasien hanya memerlukan terapi suportif dan pengawasan.
BAB VI31
INHALANSIA
A. DEFINISI
Inhalansia adalah berbagai kelompok zat-zat yang bersifat volatil yang dimana
dapat menghasilkan uap kimia yang dapat dihirup untuk menghasilkan efek psikoaktif
(mengubah pikiran). Berbagai produk umum di rumah dan tempat kerja mengandung
zat yang dapat dihirup untuk mendapatkan efek psikoaktif, namun orang biasanya
tidak berpikir bahwa adanya dari produk ini (misalnya, semprot cat, lem, dan cairan
pembersih) sebagai obat karena mereka tidak pernah dihasilkan untuk menginduksi
efek memabukkan. 16
Anak-anak dan remaja dapat dengan mudah memperoleh zat ini sangat
beracun dan termasuk di antara mereka ramai yang menyalahgunakan zat ini. Bahkan,
siswa kelas 8 atau lebih telah mencoba inhalansia daripada obat terlarang lainnya.
B. Bahan yang disalahgunakan yang digunakan sebagai inhalasi
1. Solvent bersifat volatil-cairan yang menguap pada suhu kamar. 17
Produk industri atau rumah tangga, termasuk pengencer cat atau penghapus cat,
minyak pelumas, cairan pencuci atau peluntur, bensin, dan cairan korek api.
Alat di kantor, termasuk cairan koreksi atau tippex, felt-tip marker cairan,
pembersih layar elektronik, dan lem.
Aerosol-semprotan yang mengandung propelan dan pelarut.
Bahan aerosol di rumah dapat dalam bentuk seperti cat semprot, semprotan
rambut atau semprotan deodoran, semprot penyegar kain, produk aerosol untuk
membersihkan komputer, dan semprotan minyak sayur.
2. Produk bentuk gas - bisa ditemukan di dalam rumah atau produk komersial dan
digunakan sebagai anestesi medis17
Produk yang ada di dalam rumah atau komersial, termasuk korek api butane
dan tangki propana, dan gas refrigerasi.
Anestesi medis, seperti eter, kloroform, halotan, dan nitrit oksida("gas tertawa")
32
3. Nitrit- Inhalansia khusus yang terutama digunakan sebagai perangsang seksual 17
Nitrit organik sangat mudah menguap termasuk sikloheksil, butil, dan amil
nitrit, umumnya dikenal sebagai "popper." Amyl nitrit masih digunakan dalam
prosedur diagnostic medis tertentu. Ketika dipasarkan untuk penggunaan
terlarang, nitrit organik sering dijual dalam botol kecil berwarna cokelat dilabel
sebagai "pembersih isi kepala" "pewangi kamar," "pembersih alatan kulit," atau
"cairan beraroma”.
C. KANDUNGAN INHALAN
Produk-produk inhalan biasanya mengandung berbagai berbagai bahan kimia seperti: 18
Toluena (semprot cat, semen karet, bensin), Hidrokarbon terklorinasi (binatu kimia, cairan koreksi),
Heksana (lem, bensin),
Benzena (bensin),
Metilen klorida (Penghilang pernis, thinner cat),
Butana (isi ulang korek api, penyaman udara)
Nitrous oksida (dispenser whipped cream, tabung gas).
D. EFEK INHALAN
Berbagai efek samping yang terjadi jika menggunakan zat inhalansia seperti : 19
Gangguan pendengaran yang sebabkan oleh
semprot cat, lem, dewaxers, binatu kimia, cairan koreksi
Neuropati perifer atau kejang anggota tubuh karena lem, bensin,
dispenser whippedkrim, tabung gas
Sistem saraf pusat atau kerusakan otak akibat cat semprot, lem, dewaxers
Rusak sumsum tulang akibat bensin
Rusak hati dan ginjal oleh karena tippex, cairan peluntur
Deplesi darah beroksigen akibat pembersih warna kuku, pengencer cat
33
Dari kebanyakan kejadian yang sering terjadi sekarang, remaja
cenderung menyalahgunakan produk yang berbeda pada usia yang berbeda. Di
antara pengguna baru usia 12-15, yang inhalansia paling sering
disalahgunakan adalah lem, semir sepatu, cat semprot, bensin, dan cairan korek api.
Sementara itu, antara pengguna baru yang berusia 16 atau 17, produk yang
paling sering disalahgunakan adalah nitrous oxida yang bisa didapatkan dari obat
anjing. Nitrit adalah inhalansia paling sering disalahgunakan oleh orang dewasa. 17
E. CARA PENYALAHGUNAAN INHALANSIA
Inhalan dapat dihirup melalui hidung atau mulut dalam berbagai cara (yang
dikenal sebagai huffing), seperti sniffing atau menghisap asap dari wadah,
penyemprotan aerosol langsung ke hidung atau mulut, atau menempatkan kain yang
direndam inhalansia ke dalam mulut. 18
Pengguna juga dapat menghirup asap dari balon atau kantong plastik atau
kantong kertas yang berisi inhalansia ini. Reaksi toksik psikoaktif yang diproduksi
oleh inhalansia biasanya berlangsung hanya beberapa menit, karena itu, pengguna
sering mencoba untuk memperpanjang efek psikoaktifnya dengan terus menghirup
berulang kali selama beberapa jam. 18
F. EFEK INHALANSIA
Efek inhalansia terhadap otak.
Efek dari inhalansia adalah serupa dengan alkohol, termasuk bicara cadel,
kurangnya koordinasi, euforia, dan pusing. Penyalahguna inhalan mungkin juga
merasakan kepala menjadi ringan, halusinasi, dan delusi. Dengan inhalasi
berulang, banyak pengguna merasa kurang dihambat terasa bebas dan
kurang memegang kendali. Bahan kimia yang ditemukan dalam berbagai
jenis produk dihirup dapat menghasilkan berbagai efek tambahan,
seperti kebingungan, mual atau muntah. 19
Dengan menggusur udara di paru-paru, inhalansia mengurangkan kadar
oksigen tubuh, kondisi yang dikenal sebagai hipoksia. Hipoksia dapat merusak sel
di seluruh tubuh, tetapi sel-sel otak sangat sensitif untuk itu. Gejala-gejala hipoksia
34
otak bervariasi sesuai dengan daerah otak yang terkena: misalnya, hipokampus
bahagian otak yang membantu mengontrol memori, sehingga seseorang yang
berulang kali menggunakan inhalansia mungkin kehilangan kemampuan untuk
belajar hal baru atau mungkin mengalami kesulitan dalam melakukan perbualan
sederhana. 19
Penyalahgunaan inhalan dalam jangka waktu yang lama juga dapat merusak
myelin, iaitu jaringan lemak yang mengelilingi dan melindungi beberapa serabut
saraf. Myelin membantu serabut saraf dengan membawa pesan mereka dengan
cepat dan efisien, dan bila rusak, dapat menyebabkan kejang otot dan tremor atau
bahkan kesulitan permanen dalam melakikan tindakan dasar seperti berjalan,
membungkuk, dan berbicara. 16
Efek yang bisa menyebabkan kematian dari inhalansia adalah seperti penghirupan
bahan kimia dalam jumlah konsentrasi sangat tinggi dalam pelarut atau semprotan
aerosol secara langsung dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian dalam
beberapa menit dari sesi inhalasi berulang. Sindrom ini, yang dikenal sebagai
"sudden sniffing death," dapat terjadi dari satu sesi penggunaan inhalansia oleh
orang muda yang sehat. Kematian mendadak sewaktu sniffing terutama terkait
dengan penyalahgunaan butana, propana, dan bahan kimia dalam aerosol. 16
Inhalansia berkonsentrasi tinggi juga dapat menyebabkan kematian akibat
mati akibat lemas karena hipoksia, menyebabkan pengguna kehilangan kesadaran
dan pernapasan berhenti. Menghirup inhalansia dari sebuah kantong kertas atau
kantong plastik atau di daerah tertutup sangat meningkatkan kemungkinan mati
lemas. Bahkan ketika menggunakan aerosol atau produk yang mudah menguap
untuk tujuan yang sah seperti mengecat atau membersihkan, adalah disarankan
kepada mereka untuk melakukannya di ruangan berventilasi baik atau di luar
ruangan. 17
Efek berbahaya yang irrevisibel adalah HIV / AIDS, Hepatitis, dan penyakit
menular lainnya karena nitrit disalahgunakan untuk meningkatkan kenikmatan dan
performa seksual, sehingga mereka dapat meningkatkan risiko untuk berhubungan
dengan cara yang tidak aman yang sangat meningkatkan risiko tertular dan
menyebarkan penyakit menular seperti HIV / AIDS dan hepatitis. 18
35
BAB VII
BARBITURAT
A. DEFINISI
Barbiturat adalah obat turunan dari asam barbiturat (2,4,6-trioksoheksa-
hidropirimidin) yang bertindak sebagai depresan sistem saraf pusat. Hal ini
dimanfaaatkan untuk mendapatkan efek dari sedasi ringan sampai, anestesi total,
koma, sampai kematian. Barbiturat juga efektif sebagai hipnotik, dan sebagai
antikonvulsan. Barbiturat berpotensi menyebabkan kecanduan baik fisik dan
psikologis. 20
Barbiturat sekarang sebagian besar telah digantikan oleh benzodiazepin dalam
praktek medis rutin - misalnya, dalam pengobatan kecemasan dan insomnia. Hal ini
karena benzodiazepin secara signifikan lebih aman. Namun, barbiturat masih
digunakan dalam anestesi umum, serta untuk epilepsi. 21
B. KLASIFIKASI
Barbiturat diklasifikasikan sebagai masa kerja sangat pendek, pendek,
menengah, dan panjang, tergantung pada seberapa cepat mereka bertindak dan berapa
lama efek mereka terakhir. Barbiturat masih banyak digunakan dalam anestesi bedah,
terutama untuk menginduksi anestesi, walaupun sudah digantikan dengan propofol.
Barbiturat seperti thiopental (Pentothal), masa kerja sangat pendek, menghasilkan
ketidaksadaran dalam waktu sekitar satu menit dengan cara injeksi intravena (IV).
Obat ini digunakan untuk menyiapkan pasien untuk pembedahan; anestesi umum lain
seperti sevofluran atau isoflurane kemudian digunakan untuk menjaga pasien dari
bangun sebelum operasi selesai. 20, 21
36
Fenobarbital digunakan sebagai antikonvulsan untuk orang yang menderita
gangguan kejang seperti kejang demam, kejang tonik-klonik, status epileptikus, dan
eklampsia. Barbiturat dengan masa kerja panjang, mulai menimbulkan efek dalam
satu hingga dua jam dan bertahan sekitar 12 jam atau lebih. 21
Pada 1950-an dan 1960-an, terjadi peningkatan laporan tentang overdosis
barbiturat dan masalah ketergantungan, yang akhirnya menyebabkan barbiturat
terdaftar sebagai obat terkontrol. 21
C. MEKANISME
Barbiturate bekerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama
kuatnya. Dosis nonanestesi terutama menekan respon pasca sinaps. Penghambatan
hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek yang terjadi
mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator.
Barbiturate memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan
inhinbisi transmisi sinaptik, kapasitas barbiturat membantu kerja GABA sebagai
menyerupai kerja benzodiazepine, namun pada dosis yang lebih tinggi bersifat sebagai
agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturate dapat menimbulkan
depresi SSP yang berat. 20
D. PENYALAHGUNAAN BARBITURATE
Seperti etanol, barbiturat memabukkan dan menghasilkan efek yang sama
selama intoksikasi. Gejala-gejala keracunan barbiturat termasuk depresi pernapasan,
menurunkan tekanan darah, kelelahan, demam, kegembiraan yang tidak biasa,
iritabilitas, pusing, konsentrasi yang buruk, sedasi, kebingungan, gangguan
koordinasi, gangguan penilaian, kecanduan, dan depresi pernapasan yang dapat
menyebabkan kematian. 20,21
Pengguna barbiturat dengan tujuan rekreasi melaporkan bahwa barbiturat
memberi mereka perasaan kepuasan, santai dan euforia. Risiko utama dari
penyalahgunaan barbiturat akut adalah depresi pernapasan. Ketergantungan fisik dan
psikologis juga dapat timbul pada penggunaan berulang. Efek lain dari keracunan
37
barbiturat meliputi mengantuk, nistagmus lateral dan vertikal, bicara cadel dan
ataksia. Barbiturat juga digunakan untuk mengurangi efek samping atau gejala
withdrawal dari penyalahgunaan napza.
Pengguna napza cenderung memilih barbiturat kerja pendek dan kerja
sedang. Yang paling sering disalahgunakan adalah amobarbital (amytal),
pentobarbital (Nembutal), dan sekobarbital (Seconal). Kombinasi amobarbital dan
sekobarbital (disebut Tuinal) juga sangat disalahgunakan. Barbiturat ini biasanya
diresepkan sebagai obat penenang dan pil tidur. Pil ini mulai bertindak 15-40 menit
setelah mereka dikonsumsi, dan efeknya dapat berlangsung dari lima sampai enam
jam.
E. RISIKO
Orang dewasa yang lebih tua dan wanita hamil harus mempertimbangkan
risiko yang terkait dengan penggunaan barbiturat. Pada tubuh dengan usia lanjut,
tubuh menjadi kurang mampu menyingkirkan barbiturat itu sendiri. Akibatnya, orang-
orang di atas usia enam puluh lima berada pada risiko yang lebih tinggi mengalami
efek berbahaya dari barbiturat, termasuk ketergantungan obat dan overdosis yang
tidak disengaja. 21
Ketika barbiturat diambil selama kehamilan, obat dapat melewati aliran darah
ibu ke janinnya. Setelah bayi lahir, mungkin mengalami gejala withdrawal dan
kesulitan bernapas. Selain itu, wanita yang mengkonsumsi barbiturat dapat
memindahkan obat secara tidak sengaja kepada bayi mereka melalui ASI.
F. TOLERANSI DAN KETERGANTUNGAN
Dengan menggunakan barbiturat berterusan, dapat mengembangkan toleransi.
Ini dapat mengakibatkan kebutuhan untuk meningkatkan dosis obat agar mendapat
efek terapi. Penggunaan barbiturat dapat mengakibatkan ketergantungan psikologis
dan fisik. Kecanduan barbiturat dapat berkembang dengan cepat. Reseptor GABAA ,
salah satu situs utama yang diperkirakan memainkan peran penting terjadinya
toleransi dan ketergantungan pada barbiturat. 20,21
38
Manajemen ketergantungan terhadap barbiturat adalah dengan stabilisasi yang
diikuti oleh titrasi dosis secara bertahap. Titrasi perlahan-lahan akan mengurangkan
keparahan dari sindrom withdrawal dan mengurangi kemungkinan tercetusnya kejang.
Obat anti-kejang terutama clozapine, olanzapine atau phenothiazines potensi rendah
(seperti chlorpromazine) tidak dianjurkan pada sindrom withdrawal yang diakibatkan
oleh barbiturat karena obat-obat ini menurunkan ambang tercetusnya kejang dan dapat
memperburuk efek withdrawal. Jika digunakan, harus sangat berhati-hati.
G. OVERDOSIS
Overdosis terjadi ketika seseorang mengambil obat dalam dosis besar. Gejala
overdosis biasanya meliputi kelesuan, tidak terkoordinasi, kesulitan dalam berpikir,
kelambatan berbicara, sulit melakukan penilaian, mengantuk, pernafasan dangkal, dan
dalam kasus-kasus yang berat dapat terjadi koma dan kematian. Dosis mematikan
barbiturat sangat bervariasi dan sangat tergantung toleransi dari satu individu ke
individu lain. 21
39
BAB VIII
PENUTUP
Obat depresan sistem saraf pusat adalah obat yang dapat mendepres atau
menurunkan aktifitas SSP. Obat ini bekerja dengan menekan pusat kesadaran, rasa nyeri,
denyut jantung dan pernafasan. Depresansia terbagi atas golongan obat sedativ, hipnotik,
dan anestetik umum.
Meskipun menekan kerja otak dan menenangkan, depresan tidak bekerja dengan
baik pada remaja dan anak-anak. Sebaliknya obat ini dapat menimbulkan kelakuan
menyimpang pada remaja dan anak-anak, mengakibatkan gangguan kemampuan si anak
dalam belajar, mengurangi semangat hidup anak, anak menjadi tidak peka terhadap
perlakuan seperti perhatian dan kasih sayang, dan hal buruk yang akan terjadi bila anak-
anak atau remaja mencoba untuk mengakhiri hidupnya.
Beberapa obat hipnotik dan sedatif terutama golongan benzodiazepin digunakan juga
untuk indikasi lain yaitu sebagai pelemas otot, anti epilepsi, antiansietas (anticemas) dan
sebagai penginduksi anestesia. Salah satu jenis sedatif lain yaitu kloralhidrat, merupakan
derivat monohidrat dari kloral dan merupakan hipnotik yang efektif. Metabolitnya,
trikloroetanol juga merupakan hipnotik yang efektif. Kloral sendiri berupa minyak
sedangkan hidratnya merupakan kristal yang menguap secara lambat di udara dan larut
dalam minyak, air dan alkohol. Kloralhidrat memiliki rasa yang tidak enak. Senyawa ini
dapat mengiritasi kulit dan membran mukosa.
Efek hipnotis menyebabkan depresi berlebihan dari sistem saraf pusat dibandingkan
pemberian obat penenang (sedativ), dan dapat dicapai dengan banyak obat di kelas ini
dengan meningkatkan dosis. Susunan dosis depresi bergantung dari fungsi sistem saraf
pusat yaitu karakteristik dari obat lebih sedative-hipnotis. Bagaimanapun, obat perorangan
berbeda dalam hubungannya di antara dosis dan derajat dari kedepresian sistem saraf
pusat.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan
2. Alcohol. Available at: http://www.who.int/topics/alcohol drinking/en/ . Acessed on
June 13th, 2012.
3. Rastegar DA, Fingerhood MI. Addiction medicine: an evidence-based handbook.
United States of America: Library of Cobgress Cataloging-in-Publication Data; 2005.
4. Waller T, Rumball D. Treating drinkers & drug users in the community. United States
of America: Library of Cobgress Cataloging-in-Publication Data; 2004.
5. Classification of cannabis under the Misuse of Drugs Act 1971 (2005) Advisory
Council on the Misuse of Drugs. Home Office: London. 2005.
6. Diaz J. Marijuana : The Outlaw Sedative in How Drugs Influence Behaviour : a neuro
behavioral approach. United States of America: Prentice-Hall, 1997: 101-125.
7. Benowitz, N.L. Marijuana. Lange Poisoning & Drug Overdose. 5th ed. United States
of America: Mc Graw Hill, 2007: 252-3.
8. Langman
9. Cannabis use and mental health in young people: cohort study (2002) George C Patton
et al. British Medical Journal, 325: 1195-1198.
10. Utama H. Ganja. Dalam Elvira S.D, Hadisukanto G,Editor. Buku Ajar Psikiatri : Edisi
ke-1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010: 42-3.
11. Bakti SL, Kauffman JF, Marion I, Parrino MW, Woody GE. Medication-assisted
treatment for opioid addiction in opioid treatment programs. United States of
America: Mc graw Hl; 2007.
12. Trescot AM, Datta S, Lee M, Hansen H. Opioid pharmacology. Available at:
www.painphysicianjournal.com. Acessed on, June 12, 2012.
13. Gazelle G, Fine PG. Methadone for the treatment of pain. J Palliat Med: 2003.
14. Inturrisi CE. Clinical pharmacology of opioids for pain. Clin J Pain 2002.
41
15. Drug-drug interactions in opioid maintenance: a focus on buprenorphine &
methadone. 3rd edition. Pharmacom Media. 2008.
16. A. Esmail et al, ‘Death from volatile substance abue in those under 18 years’, in
Archives of Diseases in Childood, 69, 2009, pp 356-57.
17. Solvents : ‘drug notes’, ISDD, London, 2010, p.7.
18. Chadwick and Anderson H. Neuropsychological consequences of volatile substance
abuse : a review, in Human Toxicology. 2010, p.307
19. Anderson HR, et al. , ‘An investigation of 140 deaths associated with volatile
substance abuse in the UK, in Human Toxicology, Vol. 1 pp.207-21
20. Metta Sinta Sari Wiria. Hipnotik-sedatif dan alkohol dalam Farmakologi dan Terapi.
Edisi 5. Jakarta, Depatemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI; 2007. Ms. 148-52
21. Barbiturates abuse. Available at:
http://www.emedicinehealth.com/barbiturate_abuse/article_em.htm. Acessed on June
12, 2012.
42