Transcript

Rancang Bangun Sistem Pengukuran Kekentalan Nira

Menggunakan Sensor Turbin Adi Prasetyo Hutomo, Drs. Bambang Suprijanto, M.Si, Drs. Tri Anggono Prijo

Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga

[email protected]

Abstract. The aim of this research is to make measurement system of nira viscosity by using turbine,

DC motor, optical rotary encoder, opto-coupler, and microcontroller. Turbine sensor system will detect

the change of viscosity solution which has proportionality with glucose solution and turbine frequency.

Turbine system that has been made in this research is expected to measure the viscosity and glucose

solution continuously. The turbine will be rotated by DC motor which is equipped with optical rotary

encoder and opto-coupler, to measure frequency of the rotation. Value that is gotten from this research

is turbine terminal frequency. The conversion value of measurable frequency becomes glucose value

and viscosity solution which is done by microcontroller. The data of this research show that the

optimum PWM of turbine activator for solution temperature 60oC and the range of the glucose solution

(40-60)obrix is 10%. While for the range of the glucose solution (60-75)obrix is 20%. Correlation

between measurable glucose value (y) and measurable frequency (x) is suitable with the equation y=-

27.11x + 91.31 for the 10% PWM, and y = -23.10x+103.6 for the 20% PWM. Based on the

measurable glucose experiment to glucose as calibrator for PWM 10% is suitable with the equation

y=1.007x-0.296, while for PWM 20% is suitable with the equation y=0.997x+0.104. Variable

conversion of measurable glucose (y) that become measurable viscosity (Ƞ) is suitable with the

equation Ƞ=0,045y-0, 35.

Keywords: glucose, viscosity, brix, terminal frequency, PWM.

Abstrak. Penelitian ini dilakukan untuk membuat sistem pengukuran kekentalan nira menggunakan

turbin, motor DC, optical rotary encoder, opto-coupler dan mikrokontroler. Sistem sensor turbin akan

mendeteksi perubahan kekentalan larutan yang memiliki kesebandingan dengan kadar gula larutan dan

frekuensi turbin. Sistem sensor yang dibuat ini diharapkan dapat melakukan pengukuran kekentalan

dan kadar gula secara kontinu. Turbin akan diputar oleh motor DC yang dilengkapi dengan optical

rotary encoder dan opto-coupler, sehingga dapat diukur frekuensi putarnya. Nilai yang dibaca pada

sistem pengukuran ini adalah frekuensi terminal turbin. Konversi nilai frekuensi terukur menjadi nilai

kadar gula dan kekentalan larutan dilakukan oleh mikrokontroler. Hasil penelitian menunjukan PWM

optimum penggerak turbin pada suhu larutan 60oC dan rentang kadar gula (40-60)obrix adalah 10%,

sedangkan untuk rentang kadar gula (60-75)obrix adalah 20%. Korelasi antara nilai kadar gula terukur

(y) terhadap frekuensi terukur (x) memenuhi persamaan y=-27,11x+91,31 untuk PWM 10% dan y=-

23,10x+103,6 untuk PWM 20%. Berdasarkan pengujian kadar gula terukur terhadap kadar gula

kalibrator untuk PWM 10% memenuhi persamaan y=1,007x-0,296, sedangkan untuk PWM 20%

memenuhi persamaan y=0,997x+0,104. Konversi variabel kadar gula terukur (y) menjadi kekentalan

terukur (Ƞ) memenuhi persamaan Ƞ=0,045y-0,35

Kata kunci: Kadar gula, kekentalan, brix, frekuensi terminal, PWM.

PENDAHULUAN

Industri gula pasir merupakan salah satu sektor industri yang strategis bagi

perekonomian di Indonesia, hal ini karena kebutuhan akan gula pasir di Indonesia sangat

tinggi. Bahkan untuk memenuhi permintaan pasar, Indonesia harus import dari negara-negara

penghasil gula. Salah satu faktor penyebab rendahnya produksi gula dalam negeri adalah

sebagian besar pabrik gula yang ada di Indonesia masih bersifat konvensional, sehingga

dibutuhkan sentuhan teknologi untuk dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil

produksi.

Kualitas dan kuantitas produksi pabrik gula sangat ditentukan oleh pemantauan kadar

gula nira terutama pada proses evaporasi terakhir. Selama ini pemantauan kadar gula nira

pada evaporasi terakhir ini dilakukan oleh dokter gula. Pengukuran kadar gula ini dilakukan

dengan metode sampling, yakni menggunakan alat polarimeter dan refraktometer.

Pengukuran dengan cara ini membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga pada

prakteknya seringkali penentuan kadar gula nira ditentukan oleh dokter gula tanpa

menggunakan alat ukur. Pemantauan kadar gula nira dengan cara ini sangat subyektif, karena

sangat bergantung pada pengalaman dari dokter gula. Apabila nira keluaran dari evaporator

terakhir kadar airnya masih terlalu tinggi maka gula pasir yang dihasilkan kualitasnya akan

menurun karena proses kristalisasinya tidak dapat berlangsung secara sempurna yang

mengakibatkan kristal gula pasir yang dihasilkan terlalu lembut, selain itu kuantitas gula pasir

yang dihasilkan juga akan menurun karena sebagian besar nira akan menjadi tetes (limbah

gula pasir). Tetes memang masih memiliki nilai jual, akan tetapi nilai ekonominya jauh lebih

rendah daripada harga gula pasir.

Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi gula ini maka dalam penelitian

ini akan dibuat sistem pengukuran kadar nira pada proses evaporasi terakhir, yang

diharapkan dapat mengukur secara kontinu, sehingga pada proses kristalisasi akan dihasilkan

kristal gula pasir yang optimal. Pada proses evaporasi akhir nilai kadar gula yang

dimungkinkan adalah (40-75)obrix yang ekuivalen (40-75)% massa dengan (1,17331-1,3748)

gr/cm3 pada suhu 27oC. (Hutomo, AP, Fidianto, RA. 2012)

Penentuan kadar gula nira dapat ditentukan melalui proses pengukuran kekentalan nira.

Mekanisme pengukuran ini selain lebih praktis juga memiliki keunggulan dalam hal

kontinuitas penentuan kadar gula pada tahap evaporasi akhir. Sistem pengukuran kekentalan

nira pada penelitian ini menggunakan sensor berupa sistem turbin yang mampu mengubah

informasi nilai kekentalan nira menjadi perubahan kecepatan putar motor listrik. Perubahan

nilai kecepatan putaran motor listrik dihubungkan pada rangkaian mikrokontroler melalui

sistem opto-coupler. Nilai kekentalan nira terukur akan dikonversi menjadi nilai kadar gula

untuk ditampilkan pada display LCD. Nilai kecepatan putar motor yang akan diidentifikasi

sebagai nilai kadar gula nira harus nilai kecepatan putar yang telah mencapai kecepatan

terminal

METODE PENELITIAN

Konstruksi Mekanik Sistem Sensor

Tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah membuat konstruksi mekanik

sistem sensor. Sistem sensor yang dibuat dalam penelitian ini terdiri dari motor DC, optical

rotay encoder, opto-coupler tipe GP1S53VJ000F dan turbin. Rancangan mekanik system

sensor akan ditunjukan pada Gambar 1 berikut ini:

Gambar 1. Konstruksi Mekanik Sensor

Rangkaian Opto-Coupler

Pembacaan perubahan kecepatan putar motor dilakukan dengan memasang opto-coupler dan

sebuah roda cacah (optical rotary encoder). Sensor cahaya pada opto-coupler merupakan

sensor foto-transistor dan LED infra merah sebagai sumber cahayanya. Berikut ini akan

dijelaskan prinsip sensor opto-coupler dengan meninjau Gambar 2:

Vout = Vcc – ILRL

IL=β Ib

RL=100KΩ, RD=390Ω, Ib adalah arus yang mengalir basis foto-transistor, IL adalah arus yang

mengalir kolektor foto-transistor.

Pada saat Ib= 0 (keadaan gelap), maka IL= 0 sehingga Vout= Vcc (kondisi High)

Pada saat Ib= max (keadaan terang), maka IL= max sehingga Vout= 0 (kondisi Low)

Pada foto-transistor Ib ≈ Intensitas. Sehingga dapat ditulis Ib= (Intensitas) x K, dengan

K adalah konstanta. Sehingga IL=β x K x Intensitas. Dengan menggunakan persamaan

tersebut maka kita dapat mengetahui hubungan antara intensitas cahaya dan tegangan

keluaran. Sehingga untuk meningkatkan sensitifitas sensor dapat dilakukan dengan

memperbesar nilai RL. Rangkaian yang digunakan dalam penelitian ini akan ditunjukan pada

Gambar 2.

Gambar 2. Rangkaian Sensor Opto-Coupler

Rangkaian Driver Motor

Mikrokontroler dapat digunakan untuk mengendalikan motor DC. Tetapi mikrokontrol

merupakan perangkat yang bekerja dalam level TTL (Transistor-Transistor Logic) yang

memiliki range tegangan 0 volt hingga 5 volt. Port I/O (Input/Output) mikrokontroler hanya

memberikan arus sebesar 20 mA sehingga jika ingin menggunakan mikrokontroler untuk

mengendalikan perangkat yang membutuhkan arus lebih besar dibutuhkan suatu rangkaian

driver (Heryanto dan Adi, 2008). Salah satu perangkat yang membutuhkan konsumsi arus

Output

besar adalah motor DC. Rangkaian driver merupakan suatu rangkaian penguat arus atau

penguat tegangan yang terdiri dari transistor.

Dalam rangkaian elektronika, transistor digunakan untuk memperkuat isyarat, artinya

isyarat lemah pada masukan diubah menjadi isyarat yang kuat pada keluaran (Sutrisno,

1986). Dalam hal ini isyarat masukan lemah berasal dari mikrokontroler dan isyarat kuat

keluaran berasal dari catu daya secara langsung. Rangkaian dasar driver motor ditunjukkan

pada Gambar 3.

Gambar 3. Skema rangkaian driver motor

Rangkaian LCD

LCD yang digunakan dalam penelitian ini adalah LCD dot matriks dengan karakter 2 x

16, yang kaki-kakinya berjumlah 16 pin. Dalam rangkaian LCD ini dilengkapi oleh sebuah

dioda 1N4002, pemasangan diode ini disesuaikan oleh datasheet LCD itu sendiri. Sedangkan

pemasangan resistor variabel digunakan untuk mengatur kontras pada LCD dot matriks.

Penggunakan LCD dalam penelitian ini adalah untuk mendisplaykan besarnya PWM yang

dihasilkan, frekuensi putar motor dan nilai kadar gula. Rangkaian LCD akan ditunjukan pada

Gambar 4.

Gambar 4. Rangkaian LCD

Flowchart Program

Gambar 5. Flowchart Program

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Rakitan Opto-Coupler

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan maka didapatkan hasil pada saat

opto-coupler terhalang (keadaan gelap) level tegangan yang dihasilkan adalah 5 volt (high)

dan pada saat tidak terhalang (keadaan terang) level tegangan yang dihasilkan adalah 0 volt

(low). Sinyal keluaran opto-coupler pada saat diputar dengan PWM 100% menghasilkan

frekuensi sebesar 500Hz akan ditunjukan pada Gambar 6.

Gambar 6. Hasil Keluaran Opto-Coupler

Hasil Rakitan Driver Motor

Pada penelitian ini dibuat suatu rangkaian driver motor yang digunakan sebagai saklar

elektronik untuk menggerakkan motor sesuai PWM yang telah dihasilkan oleh

mikrokontroler. Driver motor yang dibuat dalam ini penelitian ini merupakan driver motor

yang hanya mampu menggerakan motor dengan satu arah gerakan saja. Driver motor ini

terdiri dari dua buah transistor NPN yang disusun secara darlington. Transistor yang

digunakan dalam penelitian ini adalah transistor C945 dan C1061. Pada driver motor ini

pulsa dari mikrokontroler ditunjukkan oleh Vi, sedangkan R1 sebesar 1K ohm digunakan

memperkecil arus yang dihasilkan karena pada prinsipnya dengan model darlington seperti

ini tidak membutuhkan arus yang besar pada basis. Diode dalam rangkaian ini digunakan

sebagai pengaman dari arus transien besar yang dihasilkan oleh motor terutama saat motor

baru akan bergerak. Hasil rakitan yang telah dibuat akan ditunjukan pada Gambar 7:

Gambar 7. Hasil Rakitan Driver Motor

Rakitan LCD

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa rangkaian

yang telah dibuat dapat berfungsi dengan baik, hal ini ditunjukan dengan display LCD yang

mampu menampilkan data sesuai yang diinginkan. Display LCD yang mampu menampilkan

data akan ditunjukan pada Gambar 8

Gambar 8. Display LCD

Hasil Pengukuran

Hubungan Antara Lebar Pulsa Terhadap Daya Motor

Frekuensi PWM yang dibangkitkan dalam penelitian ini adalah sebesar 1K Hz. Arus

listrik yang mengalir pada motor dengan tegangan 11,75V adalah sebesar 66,9 mA, sehingga

dapat diketahui bahwa hambatan lilitan motor sebesar 175,63 ohm. Tegangan puncak pada

saat duty cycle 100% adalah sebesar 11,75 Volt. Besarnya daya pada motor bergantung pada

duty cycle PWM. Besarnya daya pada masing-masing PWM akan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1: Besarnya daya pada masing-masing PWM

Duty Cycle (%) Vefektif (Volt) Vefektif2 (Volt) Pefektif (W)

10 3,71 13,8 0,078

20 5,25 27,6 0,157

30 6,43 41,4 0,236

40 7,43 55,22 0,31

50 8,3 69,03 0,39

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa semakin besar duty cycle yang digunakan

maka daya yang dihasilkan juga semakin besar. Oleh karena itu semakin besar daya yang

digunakan maka kecepatan putar motor juga akan semakin besar. Sehingga semakin besar

daya yang digunakan maka peluang untuk terjadinya turbulensi pada cairan juga akan

semakin besar.

Pengujian Frekuensi Terminal

Untuk menguji tercapai tidaknya kondisi kecepatan atau frekuensi terminal dilakukan

analisis data berupa presentase kesalahan (%) pada masing-masing pengukuran yang

memenuhi persamaan presentase kesalahan (%) = Δf/f x 100 %. Hasil pengukuran dan

analisis yang telah dilakukan akan disajikan pada Tabel 2.a, 2.b, 2.c, 2.d dan 2.e.

Tabel 2.a. Hubungan frekuensi terhadap kadar gula untuk PWM 10%

Kadar f1 f2 f3 f4 f5 frata2 Δ f %error

40 1,9 2 1,9 1,8 1,9 1,9 0,070710678 3,721614638

45,2 1,7 1,7 1,6 1,7 1,7 1,68 0,04472136 2,661985687

50 1,4 1,4 1,5 1,5 1,5 1,46 0,54772256 3,751524366

55,2 1,3 1,3 1,3 1,2 1,3 1,28 0,04472136 3,493856215

60 1,2 1,2 1,1 1,1 1,1 1,14 0,05477256 4,804583838

65,2 1 1 1 1 1 1 0 0

70 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0 0

75 0,5 0,7 0,5 0,5 0,5 0,5 0 0

Tabel 2.b. Hubungan frekuensi terhadap kadar gula untuk PWM 20%

Kadar f1 f2 f3 f4 f5 frata2 Δ f %error

40 3,2 3,3 3,3 3,3 3,3 3,28 0,04472136 1,363456084

45,2 2,7 2,7 2,8 2,6 2,6 2,68 0,083666003 3,121865771

50 2,4 2,4 2,4 2,4 2,3 2,38 0,04472136 1,89048721

55,2 2 2,1 2 2 2 2,02 0,04472136 2,213928691

60 2 1,9 1,9 1,8 1,9 1,9 0,070710678 3,721614638

65,2 1,5 1,5 1,6 1,6 1,6 1,56 0,054772256 3,511042035

70 1,3 1,3 1,2 1,3 1,2 1,26 0,054772256 4,347004425

75 1,2 1,2 1,1 1,1 1,1 1,14 0,054772256 4,804583838

Tabel 2.c. Hubungan frekuensi terhadap kadar gula untuk PWM 30%

Kadar f1 f2 f3 f4 f5 frata2 Δ f %error

40 4,6 4,6 4,5 4,6 4,5 4,56 0,054772256 1,201145959

45,2 3,7 3,7 3,8 3,8 3,9 3,78 0,083666003 2,213386314

50 3,3 3,3 3,4 3,3 3,4 3,34 0,054772256 1,639887897

55,2 2,7 2,8 2,8 2,7 2,8 2,76 0,054772256 1,98450202

60 2,4 2,4 2,5 2,4 2,4 2,42 0,04472136 1,847990064

65,2 2 1,9 1,9 1,8 1,9 1,9 0,070710678 3,721614638

70 1,7 1,6 1,6 1,6 1,6 1,62 0,04472136 2,76057775

75 1,5 1,6 1,5 1,5 1,5 1,52 0,04472136 2,942194707

Tabel 2.d. Hubungan frekuensi terhadap kadar gula untuk PWM 40%

Kadar f1 f2 f3 f4 f5 frata2 Δ f %error

40 6 5,9 6 5,9 5,9 5,94 0,054772256 0,922091848

45,2 4,7 4,8 4,6 4,7 4,7 4,7 0,070710678 1,504482513

50 4,2 4,2 4,3 4,2 4,2 4,22 0,04472136 1,059747857

55,2 3,3 3,2 3,3 3,3 3,2 3,26 0,054772256 1,680130544

60 2,9 2,9 2,9 2,8 2,8 2,86 0,054772256 1,915113837

65,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 0 0

70 1,9 1,8 1,9 1,8 1,9 1,86 0,054772256 2,944744933

75 1,9 1,9 1,8 1,9 1,7 1,84 0,089442719 4,861017342

Tabel 2.e. Hubungan frekuensi terhadap kadar gula untuk PWM 50%

Kadar f1 f2 f3 f4 f5 frata2 Δ f %error

40 7,4 7,4 7,4 7,4 7,4 7,4 0 0

45,2 5,7 5,7 5,8 5,7 5,7 5,72 0,04472136 0,078458526

50 5 5 5 5 5 5 0 0

55,2 3,7 3,8 3,9 3,9 3,8 3,82 0,083666004 0,146782461

60 3,2 3,2 3,1 3,2 3,2 3,18 0,04472136 0,078458526

65,2 2,4 2,4 2,4 2,4 2,4 2,4 0 0

70 2,1 2,1 2,1 2,1 2,1 2,1 0 0

75 2 2 2 2 2 2 0 0

Berdasarkan data yang diperoleh, yakni pengulangan sebanyak 5 kali di masing-

masing nilai kadar gula dan PWM maka dapat terlihat bahwa dalam waktu 50 detik ini sudah

tercapai frekuensi terminal. Hal ini dibuktikan dengan kesamaan nilai frekuensi yang

dihasilkan di setiap pengulangan yang telah dilakukan, dari data tersebut terlihat bahwa error

pengukuran untuk masing-masing kadar gula dan PWM tidak lebih besar dari 5%.

Berdasarkan data yang telah didapatkan maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran kadar

gula dengan menggunakan viskositas yang dalam penelitian ini menggunakan system sensor

elektro-mekanik dapat dilakukan dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kecepatan

terminal tidak terlalu lama yakni kurang dari 50 detik.

Pada pengamatan menggunakan mikrokontroler frekuensi terminal merupakan kriteria

pembacaaan nilai kadar gula yang ditampilkan. Frekuensi terminal dapat diketahui dari

perbandingan 5 frekuensi berurutan yang nilianya sama. Jadi pemrograman mikrokontroler

disesuaikan dengan kriteria tersebut

Hubungan Frekuensi Terminal Terhadap Kadar Gula

Berdasarkan hubungan frekuensi terminal terhadap kadar gula pada masing-masing

nilai PWM dilakukan analisis regresi linier. Analisis regresi linier tersebut digunakan untuk

mendapatkan persamaan linier yang menggambarkan korelasi antar kedua variable. Selain itu

hasil analisis regresi linier juga digunakan untuk mendapatkan PWM optimal berdasarkan

anas nilai R2 terbesar. Hasil analisis regresi linier ditunjukan pada Tabel 3

Tabel 3: Hasil analisis regresi linier pada masing-masing PWM

Keterangan:

x adalah kadar gula dalam satuan obrix

y adalah frekuensi dalam satuan Hz

Berdasarkan data pada Tabel 3, terlihat bahwa R2 masing-masing data hampir

mendekati nilai 1. Hal ini berarti bahwa system sensor yang dibuat untuk masing-masing

PWM memiliki linearitas yang baik. Akan tetapi dari Tabel di atas juga tampak bahwa

semakin besar PWM maka nilai R2 yang dihasilkan semakin mengecil. Mengecilnya nilai R2

pada PWM tinggi ini diakibatkan karena semakin besar PWM yang digunakan maka semakin

cepat motor berputar yang berakibat pada membesarnya riak (turbulensi) pada cairan.

Pada PWM 10% diperoleh persamaan garis y=-0,037x+3,365 dan R²=0,980, nilai R2

yang dihasilkan pada PWM 10% ini menunjukan bahwa pada duty cycle ini linearitasnya

merupakan yang paling baik. Hal ini dapat diketahui dari nilai R2 pada duty cycle 10% paling

mendekati nilai 1. Akan tetapi apabila mencermati grafik dengan duty cycle 10% ini akan

tampak bahwa pada duty cycle ini memiliki ketepatan yang baik untuk daerah dengan nilai

kadar gula rendah, yakni untuk kadar (40-60)obrix. Sehingga dapat disimpulkan bahwa duty

cycle 10% merupakan PWM optimum untuk rentang kadar gula (40-60)obrix. Hubungan

frekuensi (y) terhadap kadar gula (x) pada PWM 10% dengan rentang (40-60)obrix memenuhi

persamaan y=-0,04x+3,502 akan ditunjukan pada Gambar 9.a. Dengan menggunakan

persamaan baru tersebut maka didapatkan nilai R2baru> R2

lama.

Gambar 9.a. Grafik hubungan antara frekuensi terminal terhadap kadar gula pada

PWM 10% dengan rentang kadar gula (40-60)obrix

Pada PWM 20% diperoleh persamaan garis y=-0,059x+5,458 dan R2=0,973 yang

berarti pada duty cycle 20% ini mempunyai linearitas yang baik. Pada PWM 20% terjadi

penyimpangan data pengukuran terhadap garis regresi untuk kadar gula dibawah 60obrix dan

memiliki linearitas yang baik untuk pengukuran kadar gula dengan rentang antara (60-

y = -0.04x + 3.5028R² = 0.9998

0

0.5

1

1.5

2

40 50 60 70

Frek

uen

si (

Hz)

Kadar Gula (derajat brix)

Duty Cycle 10%

Frekuensi (Hz)

Linear (Frekuensi(Hz))

PWM (%) Regresi Linear R2

10 y = -0,037x + 3,365 0,980

20 y = -0,059x + 5,458 0,973

30 y = -0,087x + 7,781 0,966

40 y = -0,117x + 10,11 0,954

50 y = -0,153x + 12,77 0,936

75)obrix. Sehingga dapat disimpulkan bahwa duty cycle 20% merupakan PWM optimum

untuk rentang kadar gula (60-75)obrix. Hubungan frekuensi (y) terhadap kadar gula (x) pada

PWM 20% dengan rentang (60-75)obrix memenuhi persamaan y=-0,054x+5,137. Grafik

hubungan antara frekuensi terhadap kadar gula pada PWM 20% ditunjukan pada Gambar 9.b.

Gambar 9.b. Grafik hubungan antara frekuensi terminal terhadap kadar gula PWM 20%

dengan rentang kadar gula (60-75)obrix

Hasil Pengukuran Kadar Gula Menggunakan Mikrokontroler

Hasil pengukuran kadar gula dengan rentang nilai antara (40-60)obrix yang

ditampilkan pada layar LCD ditunjukan pada Tabel 4.a, sedangkan hasil pengukuran kadar

gula dengan rentang nilai antara (60-75)obrix akan ditunjukan pada Tabel 4.b.

Tabel 4.a: Hasil Pengukuran Kadar Gula Untuk Rentang (40-60)obrix

PWM 10%

Kadar gula Kalibrator (obrix) Frekuensi (Hz) Kadar gula Pengukuran (obrix)

40 1,9 40,08

45,2 1,7 45,08

50 1,5 50,08

55,2 1,35 53,83

60 1,25 56,33

Tabel 4.b: Hasil Pengukuran Kadar Gula Untuk Rentang (60-75)obrix

PWM 20%

Kadar gula Kalibrator (obrix) Frekuensi (Hz) Kadar gula Pengukuran (obrix)

60 1,9 59,79

65,2 1,65 64,36

70 1,45 68,02

75 1,25 76,25

y = -0.0542x + 5.1376R² = 0.9922

0

0.5

1

1.5

2

60 65 70 75 80

Frek

uen

si (

Hz)

Kadar Gula (derajat brix)

Duty Cycle 20%

Series1

Linear (Series1)

Berdasarkan Tabel 4.a dan 4.b maka dapat dilihat bahwa sistem yang dibuat masih

belum sempurna. Hal ini ditunjukan dengan besarnya simpangan nilai yang terukur terhadap

kalibrator. Untuk menyamakan nilai antara kadar gula terukur dengan nilai kadar gula

kalibrator maka dilakukan koreksi persamaan regresi linier yang digunakan dan merubah

rentang pengukuran.

Untuk rentang nilai kadar gula antara (40-60)obrix persamaan koreksi yang

digunakan adalah y=-27,11x+91,31, sedangkan untuk rentang kadar gula antara (60-75)obrix

persamaan koreksi yang digunakan adalah y=-23,10x+103,6 dengan nilai y adalah kadar gula

terukur dan x adalah frekuensi terukur mikrokontroler. Konversi variabel kadar gula terukur

menjadi kekentalan terukur memenuhi persamaan yvis=0,045y-0,35, dengan nilai yvis adalah

nilai kekentalan terukur dan y adalah nilai kadar gula terukur. Setelah dilakukan revisi

program mikrokontroler dengan koreksi faktor koreksi yang baru, dilakukan kalibrasi ulang.

Hasil pengukuran kalibrasi ulang ditunjukan pada Tabel 5.

Tabel 5: Hasil Kalibrasi Ulang

PWM 10%

Kadar gula Kalibrator (obrix) Kadar gula Pengukuran (obrix) Kekentalan (cP)

40 39,801 1,441045

45,2 45,223 1,685035

50 50,654 1,92943

55 54,711 2,111995

60 57,4225 2,234012

PWM 20%

Kadar gula Kalibrator (obrix) Kadar gula Pengukuran (obrix) Kekentalan (cP)

60 59,71 2,33695

65,2 65,485 2,596825

70 70,105 2,804725

75 74,725 3,012625

Grafik hubungan antara nilai kadar gula terukur terhadap kadar gula kalibrator

ditunjukan pada Gambar 10.a dam 10.b.

Gambar 10.a. Grafik hubungan antara nilai kadar gula terukur terhadap kadar gula

kalibrator pada PWM 10%

Gambar 10.b. Grafik hubungan antara nilai kadar gula terukur terhadap kadar gula

kalibrator pada PWM 20%

Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kecepatan terminal adalah kurang dari 50s.

Hal ini ditandai dengan stabilnya nilai frekuensi terukur

2. PWM optimum sensor kadar gula untuk suhu 60oC dengan rentang pengukuran (40-

60)obrix adalah dengan duty cycle 10% dan duty cycle 20% untuk pengukuran dengan

rentang (60-75)obrix

y = 1.0072x - 0.2969R² = 0.9958

35

40

45

50

55

60

35 45 55 65

Kad

ar G

ula

Ter

uku

r (d

eraj

at b

rix)

Kadar Gula Kalibrator (derajat brix)

PWM 10%

Series1

Linear (Series1)

y = 0.9978x + 0.1043R² = 0.998

55

60

65

70

75

80

55 65 75 85

Kad

ar G

ula

Ter

uku

r (d

eraj

at

bri

x)

Kadar Gula Kalibrator (derajat brix)

PWM 20%

Series1

Linear (Series1)

3. Linearitas hubungan antara kadar gula (y) terhadap frekuensi terminal (x) untuk

rentang (40-60)obrix memenuhi persamaan y=-27,11x+91,31 dengan R² = 0,999,

sedangkan untuk rentang (60-75)obrix adalah y=-23,10x+103,6 dengan R2=0,998.

4. Korelasi antara kadar gula terukur (y) terhadap kadar gula kalibrator (x) memenuhi

persamaan y=1,007x-0,296 untuk (40-60)obrix dan y=0,997x+0,104 untuk (60-

75)obrix

5. Nilai kekentalan terukur dapat ditampilkan pada display berdasarkan konversi kadar

gula (y) terhadap kekentalan (Ƞ) yang memenuhi persamaan Ƞ=0,045y-0,35

Saran Untuk kesempurnaan sistem sensor yang telah dibuat dapat dilakukan penelitian

lebih lanjut antara lain dengan:

1. Menampilkan waktu terminal pada display sehingga dapat diketahui respon

waktu alat

2. Mencari hubungan antara frekuensi terminal terhadap kadar gula untuk suhu

yang berbeda-beda

3. Melakukan pengukuran kekentalan dan kadar gula nira di pabrik gula

DAFTAR PUSTAKA [1]Andrianto, Heri. 2008. Pemrograman Mikrokontroler AVR ATMEGA16 Menggunakan

Bahasa C (CodeVision AVR). Informatika: Bandung.

[2]Atmel Corps. 2006. 8-bit Microcontroller AVR with 8K Bytes In-System Programmable

Flash – ATMega328. [Online]. Tersedia:

http://www.atmel.com/dyn/resources/prod_documents/doc2502.pdf [Oktober 2011].

[3]Dunn, PF. 2005. Measurement and Data Analysis for Engineering and Science. McGraw-

Hill Publishing Company. Singapore.

[4]Hutomo, AP, Fidianto, RA. 2012. Sistem Produksi Gula di PT.PG Rejo Agung Baru

Madiun, Laporan Praktek Kerja Lapangan. FSAINTEK UNAIR. Surabaya.

[5]Penuntun Pengawasan Pabrikasi. Buletin Pergulaan no. 11. Jakarta: BP3G.

[6]Prastio, RP, Kristanto, YH. 2012. Sistem Produksi Gula di PT.PG Rejo Agung Baru

Madiun, Laporan Praktek Kerja Lapangan. FSAINTEK UNAIR. Surabaya.

[7]Sharp Corps. 2005. GP1S53VJ000F. Sheet No.: D3-A02601FEN.

[8]Sutrisno. 1986. Elektronika 1 teori dan penerapannya. Penerbit ITB: Bandung.