Download pdf - Proposalku Taufiq

Transcript
Page 1: Proposalku Taufiq

1

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR HIPOTETIKAL

DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN

KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA PADA MATERI

KESETIMBANGAN BENDA TEGAR.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini berkembang sangat cepat,

hal ini tentunya memerlukan daya dukung sumber daya manusia yang berkualitas

agar dihasilkan tenaga-tenaga yang mampu menjawab semua tantangan dan

mampu mengembangkan teknologi untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan

negara serta menguasai ilmu pengetahuan. Untuk itu diperlukan peningkatan dan

penyempurnaan penyelenggaran pendidikan nasional yang sesuai dengan

perkembangan ilmu dan pengetahuan tersebut.

Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia

ditempuh melalui jalur pendidikan, baik itu pendidikan formal maupun

pendidikan nonformal. Melalui pendidikan formal pemerintah telah berusaha

untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yaitu dengan

diterapkannya KTSP sebagai penyempurnaan dari Kurikulum Kompetensi

(KBK). Dalam prinsip KTSP kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa, dan

siswa diharapkan belajar mandiri dan belajar bekerjasama.

Beberapa ciri terpenting dari KTSP adalah sebagai berikut. Pertama,

KTSP menganut prinsip fleksibilitas yang harus diimbangi dengan potensi

sekolah masing-masing serta pemenuhan standar isi seperti digariskan Badan

Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP). Kedua, KTSP membutuhkan

pemahaman dan keinginan sekolah untuk mengurus sendiri tidak hanya untuk

manajemen sekolah, tetapi juga rutinitas akademis. Ketiga, guru kreatif dan siswa

aktif. Keempat, KTSP dikembangkan dengan menganut prinsip diversifikasi.

Artinya, dalam kurikulum ini standar isi dan standar kompetensi lulusan yang

dibuat BSNP itu dijabarkan dengan memasukkan muatan lokal, yakni lokal

provinsi, lokal kabupaten/kota, dan lokal sekolah. Kelima, KTSP sejalan dengan

Page 2: Proposalku Taufiq

2

konsep desentralisasi pendidikan dan manajemen berbasis sekolah (school-based

management). Keenam, KTSP tanggap terhadap perkembangan iptek dan seni.

Inilah tantangan abad sekarang ini. Ketujuh, KTSP beragam dan terpadu.

Walaupun akhirnya ada ujian nasional (UN) yang sangat berguna demi pemetaan

kemampuan, bukan penentu kelulusan siswa. Biarkan sekolah menentukan kriteria

kelulusan masing-masing, yakni dengan menggabungkan hasil UN dengan ujian

sekolah masing-masing.

Untuk mengahadapi perkembangan tersebut masyarakat kita harus melek

IPA ( Ilmu Pengetahuan Alam ), karena dewasa ini banyak sekali lapangan

pekerjaan yang membutuhkan berbagai keterampilan tingkat tinggi, menuntut

kemampuan untuk selalu dapat belajar dalam setiap perubahan, bernalar, berfikir

kreatif, membuat keputusan, dan kemampuan untuk memecahkan masalah (

Klausner, 1996 ). Oleh karena itu peningkatan mutu penguasaan IPA (fisika) di

semua jenjang pendidikan harus selalu diupayakan.

Mengahadapi masa depan yang penuh tantangan tersebut, dibutuhkan

suatu proses pembelajaran yang tidak hanya memandang proses sains berupa

konsep semata, tetapi juga mengajarkan tetapi bagaimana siswa

menggunakan/menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Namun,

pada kenyataannya di lapangan tidak demikian adanya, bahkan para siswa

memiliki banyak pengetahuan, tetapi kurang dilatih untuk menemukan

pengetahuan, konsep, dan menerapkan ilmu pengetahuan.

Berdasarkan paparan di atas, maka diperlukan suatu pendekatan

pembelajaran yang tepat dan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran

akan lebih bermakna dan informasi yang didapatkan akan bertahan lebih lama,

jika ada kaitan antara konsepsi awal siswa dengan konsep baru yang sedang

dipelajari (Dahar, 1989). Hal ini sesuai dengan pandangan konstruktivisme, yang

mengungkapkan bahwa keberhasilan belajar tidak hanya tergantung pada

lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pengetahuan awal siswa. Belajar

melibatkan pembentukan makna oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar

dan lakukan.

Page 3: Proposalku Taufiq

3

Para ahli pendidikan telah berusaha untuk mengembangkan berbagai

model pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya mata

pelajaran fisika, diantaranya adalah model pembelajaran yang dilandasi

pandangan konstruktivisme dari piaget. Menurut pandangan ini, dalam proses

pembelajaran siswa belajar membangun pengetahuannya sendiri dan memperoleh

banyak pengetahuan di luar sekolah (Dahar, 1989).

Salah satu strategi mengajar yang menggunakan pandangan

konstruktivisme adalah model pembelajaran siklus belajar (learning cycle). Siklus

belajar (learning cycle) dikelompokkan dalam tiga tipe, yaitu deskriptif

(descriptive), empirical-abduktif (empirical-abductive), dan hipotetikal-deduktif

(hypothetical-deductive). Perbedaan penting yang ada di antara ketiganya hanya

pada tingkat usaha siswa untuk mendeskripsikan sifat—sifat atau

menggeneralisasikan secara eksplisit dan menguji hipotesis alternatif (Lawson,

1988).

Dalam siklus belajar hipotetikal-deduktif, siswa belajar mulai dengan

pernyataan ”sebab?”. Selanjutnya siswa diminta untuk merumuskan kemungkinan

jawaban (hipotesis) atas pernyataan tersebut. Kemudian siswa diminta untuk

menurunkan konsekwensi-konsekwensi logis dari hipotesis dan merencanakan

serta melakukan eksperimen (eksplorasi). Analisis hasil eksperimen menyebabkan

beberapa hipotesis ditolak, sedang yang lainnya diterima (fase pengenalan

konsep). Sehingga akhirnya konsep-konsep yang relevan dan pola-pola penalaran

yang terlibat didiskusikan, dan diterapkan pada situasi yang lain dikemudian hari

(aplikasi konsep).

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dipilih materi

kesetimbangan benda tegar yang diajarkan di kelas 2 semester pertama. Alasan

pemilihan materi ini karena masalah kesetimbangan benda tegar banyak sekali

dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, namun pada kenyataannya masih sulit

dipahami oleh siswa karena masih ada kesalahan memahami konsep sejak awal.

Dengan demikian agar siswa dapat memahami konsep-konsep dan hukum-hukum

fisika khususnya kesetimbangan benda tegar, maka perlu diadakan penelitian

untuk mencari model pembelajaran yang sesuai sebagai upaya untuk

Page 4: Proposalku Taufiq

4

meningkatkan pemahaman konsep siswa. Salah satu upaya yang dilakukan adalah

menerapkan pembelajaran model siklus belajar hipotetikal deduktif agar lebih

dapat meningkatkan keterampilan generik sains dan penguasaan konsep siswa.

Penelitian terhadap pembelajaran model siklus belajar, untuk mengetahui

perubahan konseptual IPA yang didasarkan pada pendekatan konstruktivisme

telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, diantaranya oleh Hulya

Yilmaz , Pinar Huyuguzel Cavas (2004), hasilnya penerapan Siklus belajar lebih

berhasil dibanding siswa yang diajarkan dengan pendekatan tradisional. Terdapat

juga perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok menyangkut sikap mereka

terhadap sain setelah perlakuan. Metode Siklus belajar Sain menghasilkan sikap-

sikap yang lebih positif terhadap sain dibandingkan dengan metode tradisional.

Selanjutnya Salih Ates (2005), Hasilnya metode siklus belajar terbukti secara

statistik signifikan untuk mengajarkan banyak konsep dan beberapa aspek yang

menyangkut rangkaian hambatan DC tetapi bukan untuk mengajarkan konservasi

arus dan menjelaskan aspek-aspek mikroskopis dari arus yang mengalir dalam

suatu rangkaian. Pada tahun 2007, Paul Williams mempublikasikan hasil

penelitiannya bahwa memasukan siklus belajar kedalam petunjuk mengajar telah

terbukti menjadi metode yang efektif untuk merubah konsepsi fisik siswa pada

pokok bahasan hukum Newton. Selain dari jurnal diatas, penelitian yang

dilakukan oleh Tatang (2005), tentang penerapan model siklus belajar pada

konsep getaran dan gelombang, hasilnya pembelajaran menggunakan model

siklus belajar dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Sejauh ini belum

ada penelitian tentang penggunaan model siklus belajar untuk meningkatkan

pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa pada materi

kesetimbangan benda tegar

Berdasarkan hal di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang

berjudul “ Penerapan model pembelajaran siklus belajar hipotetikal deduktif untuk

meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa pada

materi kesetimbangan benda tegar”.

Page 5: Proposalku Taufiq

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan utama pada

penelitian ini adalah: “Apakah penerapan model pembelajaran siklus belajar

hipotetikal deduktif dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep dan

keterampilan generik sains siswa dibandingkan dengan model pembelajaran

konvensional pada materi kesetimbangan benda tegar?” Rumusan masalah ini

dijabarkan menjadi pertanyaan - pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains

siswa setelah diterapkan model siklus belajar hipotetikal deduktif?

2. Bagaimana perbedaan peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan

generik sains siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol?

3. Bagaimana tanggapan siswa dan guru tentang pembelajaran materi

kesetimbangan benda tegar dengan model siklus belajar hipotetikal deduktif?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatan penguasaan konsep dan

keterampilan generik sains siswa melalui model siklus belajar hipotetikal

deduktif. Secara khusus penelitian ini bertujuan:

1. Memperoleh gambaran tentang peningkatan pemahaman konsep dan

keterampilan generik sains siswa setelah diterapkan model siklus belajar

hipotetikal deduktif.

2. Memperoleh gambaran tentang terjadinya perbedaan peningkatan pemahaman

konsep dan keterampilan generik sains siswa antara kelas eksperimen dan

kelas kontrol.

3. Mengungkap tanggapan siswa dan guru terhadap pembelajaran materi

kesetimbangan benda tegar dengan model siklus belajar hipotetikal deduktif.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan referensi bagi guru fisika dalam

merencanakan pembelajaran fisika khususnya konsep kesetimbangan

benda tegar.

Page 6: Proposalku Taufiq

6

2. Sebagai suatu informasi yang penting tentang penerapan model siklus

belajar hipotetikal deduktif dalam proses pembelajaran untuk

meningkatkan penguasaan konsep pada materi kesetimbangan benda

tegar.

3. Membantu siswa untuk lebih memahami konsep fisika secara utuh dan

benar untuk menghasilkan hasil belajar yang baik, serta membantu siswa

memecahkan masalah kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan

kesetimbangan benda tegar.

E. Asumsi dan Hipotesis

1. Asumsi

Penerapan model pembelajaran siklus belajar hipotetikal deduktif

diharapkan akan lebih memberikan motivasi kepada setiap siswa untuk terlibat

dalam proses penggalian informasi untuk menemukan konsep, mengemukakan

gagasan, mendiskusikan hasil-hasil pengamatan dan percobaan. Dengan cara

demikian, maka proses pembelajaran dalam upaya meningkatkan pemahaman

konsep dan keterampilan generik sains siswa dapat berjalan lebih efektif.

2. Hipotesis

a. Penggunaan model siklus belajar hipotetikal deduktif dalam pembelajaran

konsep kesetimbangan benda tegar secara signifikan dapat lebih

meningkatkan pemahaman konsep siswa dibandingkan dengan model

pembelajaran konvensional ( )

b. Penggunaan model siklus belajar hipotetikal deduktif dalam pembelajaran

konsep kesetimbangan benda tegar secara signifikan dapat lebih

meningkatkan keterampilan generik sains siswa dibandingkan dengan

model pembelajaran konvensional ( )

Page 7: Proposalku Taufiq

7

F. Defenisi Operasional

Untuk memberikan konsep yang sama dan menghindari kesalahan

penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka

perlu dijelaskan defensis operasional sebagai berikut ini:

1. Model siklus belajar hipotetikal deduktif diartikan sebagai peserta proses

yang sistematis dalam pembelajaran dimana siswa mulai belajar dengan

pernyataan ”sebab?” yang merupakan karakteristik yang khas dari model

pembelajaran ini. Selanjutnya siswa diminta untuk merumuskan

kemungkinan jawaban (hipotesis) atas pernyataan tersebut. Kemudian

siswa diminta untuk menurunkan konsekwensi-konsekwensi logis dari

hipotesis dan merencanakan serta melakukan eksperimen (eksplorasi).

Analisis hasil eksperimen menyebabkan beberapa hipotesis ditolak, sedang

yang lainnya diterima (fase pengenalan konsep). Sehingga akhirnya

konsep-konsep yang relevan dan pola-pola penalaran yang terlibat dan

didiskusikan, diterapkan pada situasi yang lain dikemudian hari (aplikasi

konsep). (lawson (1988). Pengukurannya dapat dilakukan melalui format

observasi.

2. Pemahaman konsep adalah kemampuan siswa dalam memahami konsep-

konsep keseimbangan benda tegar secara ilmiah yang trdapat dalam

taksonomi bloom, baik konsep secara teori maupun penerapannya dalam

kehidupan sehari-hari (Dahar, 1996) yang dapat dilihat dari hasil tes awal

dan tes akhir siswa

3. Keterampilan generik sains fisika adalah kemampuan dasar (generik sains)

yang dapat ditumbuhkan ketika siswa menjalani proses belajar ilmu fisika

yang bermanfaat sebagai bekal meniti karir dalam bidang yang lebih luas

(Brotosiswoyo, 2001). Ketrampilan generik sains fisika dalam penelitian

ini adalah ketrampilan dasar yang dapat dikembangkan melalui

pembelajaran keseimbangan kesetimbangan benda tegar yang mencakup:

Dalam penelitian ini keterampilan generik sains yang akan diukur adalah

Pengamatan langsung, pengamatan tak langsung, kesadaran akan skala

besaran (sense of scale), menggunakan bahasa simbolik, kerangka logika

Page 8: Proposalku Taufiq

8

taat azas, melakukan inferensi logika, memahami hukum sebab akibat

dan membuat pemodelan matematik. Pengukuran keterampilan generik

sains ini dapat dilakukan dengan tes awal dan akhir serta format observasi.

4. Model pembelajaran konvensional adalah model belajar yang dilaksanakan

dengan pengajaran secara klasikal. Kegiatan belajar lebih berpusat pada

guru.Guru menyampaikan informasi di depan kelas, siswa mendengarkan

penjelasan guru, mencatat dan sedikit bertanya ketika ada penjelasan guru

yang kurang dipahami oleh siswa serta latihan soal-soal.

Page 9: Proposalku Taufiq

9

MODEL SIKLUS BELAJAR HIPOTETIKAL DEDUKTIF PADA MATERI

KESETIMBANGAN BENDA TEGAR

A. Model Pembelajaran Fisika

Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan dalam

menyusun kurikulum, mengatur materi pengajaran dan memberi petunjuk kepada

pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya (Dahlan, 1990).

Syah (1999) menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan blue print

mengajar yang direkayasa sedemikian rupa untuk dijadikan pedoman perencanaan

dan pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi belajar. Dalam model pembelajaran

tersebut dapat terlihat tahap-tahap kegiatan guru dan siswa yang dikenal dengan

istilah sintak pembelajaran. Komponen utama yang secara langsung membentuk

model pembelajaran adalah materi subjek yang dibahas, tujuan pembelajaran,

sumber belajar, tingkat berpikir siswa, tahap-tahap pembelajaran, strategi dan

teknik guru, serta alat evaluasi yang digunakan.

Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik IPA

adalah model pemrosesan informasi (Liliasari, 1997). Model pemrosesan

informasi bertitik tolak dari prinsip-prinsip pengolahan informasi yang diterima

oleh individu. Model ini menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon

yang datang dari lingkungannya, yakni dengan cara mengorganisasi data,

memformulasi masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah

serta penggunaan simbol-simbol verbal dan non verbal (Joyce & Weil, 1992).

Fisika sebagai salah satu cabang IPA mengandung pengetahuan deklaratif

(produk) dan pengetahuan prosedural (proses), karena itu rumpun model

pembelajaran pemrosesan informasi tepat untuk digunakan.

B. Teori Konstruktivisme

Dalam dunia pendidikan, paradigma lama dalam proses pembelajaran yang

dilandasi tabularasanya John Locke yang mengatakan bahwa siswa seperti kertas

kosong yang putih bersih dan siap untuk diisi oleh pendidik. Asumsi seperti ini

Page 10: Proposalku Taufiq

10

mengakibatkan banyak proses pembelajaran berlangsung seolah-olah merupakan

proses pemindahan pengetahuan dari pendidik ke siswa.

Paradigma baru dalam dunia pendidikan telah berubah. Banyak kajian dan

hasil riset yang menunjukkan bahwa pembelajaran dapat optimal apabila

pengetahuan dibentuk dan dikembangkan oleh siswa. Siswa membangun

pengetahuan secara aktif, pendidik berperan sebagai fasilisator, sebagaimana yang

terungkap dalam teori konstruktivisme. Konstruktivisme adalah proses

membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa

berdasarkan pengalaman.

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan

kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya

diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba.

Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap

untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan

memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk

memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan

bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksi pengetahuan sendiri

melalui pengalaman nyata. Tujuan pembelajaran konstruktivisme ini ditentukan

pada bagaimana belajar, yaitu menciptakan pemahaman baru yang menuntut

aktifitas kreatif produktif dalam konsteks nyata yang mendorong siswa untuk

berfikir. Menurut Johnson (2002), pendekatan kontekstual dapat membantu siswa

mengembangkan potensi intelektualnya, pendekatan kontekstual mengajarkan

langsung langkah-langkah yang dapat digunakan dalam berpikir kritis dan kreatif,

memberikan kesempatan pada siswa untuk menggunakan keahlian berpikir dalam

tingkat yang lebih tinggi ini dalam dunia nyata.

Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus

menemukan dan mentransformasi suatu informasi komplek ke situasi lain, dengan

dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan

menerima pengetahuan. Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut

dengan menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, memberikan

kesempatan pada siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan

Page 11: Proposalku Taufiq

11

menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar

(Syaiful S, 2006). Hal ini sesuai dengan tujuan tentang lingkup konstruktivisme

dalam pembelajaran, pada dasarnya ada beberapa tujuan yang ingin diwujudkan

antara lain :

1. Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.

2. Mengembangkan keterampilan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan

mencari sendiri jawabannya.

3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman

konsep secara lengkap.

4. Mengembangkan keterampilan berpikir siswa,(Yatim R, 2006).

C. Model Siklus Belajar Hipotetikal deduktif

Siklus belajar (Learning Cycle) merupakan suatu strategi atau model

pembelajaran yang berlandaskan pada pandangan konstruktivis. Menurut Karplus

(1980) siklus belajar dapat memperluas dan meningkatkan taraf berpikir. Model

ini pertama kali dikemukakan oleh Science Curriculum Improvement Study (CSIS)

USA pada tahun 1970.

Lawson (1988) mengklasifikasikan model siklus belajar ini ke dalam tiga

tipe yaitu deskriptif, abduktif empiris dan hipotetikal deduktif. Perbedaan

penting di antara ketiganya adalah tingkat kemampuan siswa dalam usaha

menggambarkan sifat atau secara eksplisit menghasilkan dan menguji hipotesis-

hipotesis alternatif.

Ketiga tipe ini menempatkan kebutuhan yang berbeda-beda terhadap

inisiatif siswa, pengetahuan dan skill-skill berpikir. Menyangkut pemikiran siswa,

siklus pembelajaran deskriptif umumnya hanya mengharuskan pola-pola

deskriptif (misalnya klasifikasi, konversi), sedangkan siklus belajar hipotetikal

deduktif menghendaki penggunaan pola-pola berpikir tingkat tinggi (misalnya

mengendalikan variabel, penalaran konvensional dan penalaran hipotetikal

deduktif ).

Page 12: Proposalku Taufiq

12

1. Siklus belajar deskriptif

Dalam siklus pembelajaran deskriptif, siswa menemukan dan

menggambarkan pola empiris dalam konteks spesifik (eksplorasi). Guru

memberikan nama (pengenalan istilah), kemudian mengidentifikasi pola-pola

dalam konteks tambahan (aplikasi konsep). Jenis siklus pembelajaran ini disebut

deskriptif karena siswa dan guru menggambarkan apa yang mereka amati tanpa

berusaha menjelaskan observasi-observasinya. Siklus pembelajaran deskriptif

menjawab pertanyaan “Apakah?” tetapi tidak memunculkan pertanyaan kausal

“Mengapa?”

2. Siklus belajar Abduktif-empiris

Siklus belajar abduktif empiris bersifat intermediate (antara),

menghendaki pola-pola penalaran deskriptif tetapi pada umumnya melibatkan

pula pola-pola berpikir tingkat tinggi. Dalam siklus belajar abduktif empiris siswa

menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konsep khusus

(eksplorasi), mereka selanjutnya mengemukakan sebab-sebab yang mungkin

tentang terjadinya pola-pola itu. Hal ini melibatkan abduksi yaitu penggunaan

penalaran analogi untuk memindahkan atau meminjamkan konsep-konsep atau

gagasan dari pengalaman masa lampau yang telah dipelajari dalam konteks-

konteks lain pada konteks baru (pengenalan konsep), untuk mendapatkan

hipotesis yang diinginkan. Konsep-konsep ini dapat diperkenalkan oleh siswa,

guru atau kedua-duanya. Dengan bimbingan guru, siswa menganalisis data yang

dikumpulkan selama fase eksplorasi untuk melihat apakah sebab-sebab yang

dihipotesiskan ajek dengan data fenomena lain yang dikenal (aplikasi konsep).

Pembelajaran yang dimulai dengan pertanyaan ”apakah” dan diikuti dengan

pembuatan hipotesa untuk mengemukakan penyebab kemudian menguji penyebab

tersebut ,disebut siklus belajar abduktif empiris.

3. Siklus belajar Hipotetikal-dediktif.

Dalam siklus belajar hipotetikal deduktif siswa belajar mulai dengan

pernyataan berupa pertanyaan ”sebab?”. Siswa diminta untuk merumuskan

Page 13: Proposalku Taufiq

13

kemungkinan jawaban (hipotesis) atas pernyataan tersebut. Kemudian siswa

diminta untuk menurunkan konsekuensi-konsekuensi logis dari hipotesis dan

merencanakan serta melakukan eksperimen (eksplorasi). Analisis hasil

eksperimen menyebabkan beberapa hipotesis ditolak, sedang yang lainnya

diterima (pengenalan konsep). Akhirnya konsep-konsep yang relevan dan pola-

pola penalaran yang terlibat dan didiskusikan, diterapkan pada situasi yang lain

dikemudian hari (aplikasi konsep). Perumusan secara eksplisit dan pengujian

hipotesis melalui perbandingan deduksi logis dengan hasil empiris merupakan hal

yang diperlukan dalam pemikiran hipotesis deduktif (Lawson, 1989). Pemikiran

Lawson digambarkan dalam tabel 1. berikut :

Tabel 1. Model siklus Belajar Hipotetikal deduktif (Lawson, 1989)

TAHAPAN SIKLUS BELAJAR

I EKSPLORASI

II PENGENALAN

KONSEP

III APLIKASI

Kegiatan siswa Kegiatan siswa Kegiatan siswa Siswa melakukan eksplorasi terhadap suatu objek dan mengajukan pertanyaan ”sebab?” dari suatu fenomena, pengamatan, atau kejadian disekitar

Siswa diperkenalkan konsep formal yang mendasri peristiwa sesuatu objek yang diamati. Berdasarkan pengamatan dan pengenalan konsep formal tersebut siswa mengajukan hipotesis jika........maka......

Konsep-konsep yang relevan dan pola-pola penalaran yang terlibat dan didiskusikan, diterapkan pada situasi lain untuk membuktikan hipotesis: menerima, menolak atau merevisi hipotesis.

Pemikiran hipotesis deduktif didefenisikan sebagai pola pemikiran yang

didalamnya menghasilkan ide-ide secara intuitif yang diajukan sebagai hipotesis,

konsekuensi-konsekuensi deduksinya, dan bukti-bukti yang dibandingkan dengan

konsekuensi deduksi untuk menerima atau menolak hipotesis dan bila perlu

menggantinya dengan hipotesis yang baru (Lawson., et.al., 1991). Hipotesis

Page 14: Proposalku Taufiq

14

merupakan suatu pernyataan tentang hubungan yang diduga antara variabel-

variabel. Hubungan itu dapat dapat bersifat korelatif sebab akibat (suatu perlakuan

X mengakibatkan perubahan dalam Y (Dahar, 1989).

Berpikir deduktif ialah proses berpikir untuk mengambil kesimpulan

berdasarkan data umum atau perkiraan-perkiraan umum untuk menjelaskan hal-

hal khusus (Poedjiadi, 2001). Pemikiran hipotesis deduktif melibatkan suati

hypothesis driven deductive inquiry yang didalamnya terdapat hubungan kausal

tentatif antara variabel-variabel sebagai usaha dalam menguji hipotesis (yore,

1993). Selanjutnya dikemukakan oleh Kaplan (1963) bahwa pemikiran hipotesis

deduktif merupakan suatu metoda yang membentuk seseorang yang menjadi ahli

sains.

Pola pemikiran hipotesis deduktif adalah

if....and.....then....therefore..(Lawson, 1989). Jika dikaitkan dengan pengetahuan

prosedural, pola pemikiran hipotesis deduktif ini dapat disamakan dengan urutan

aksi pola jika......maka....., kedua pola tersebut melibatkan kasi-aksi, baik aksi

mental, aksi fisik, atau kedua-duanya. Untuk dapat menyelesaikan suatu

permasalahan seseorang harus melaksanakan satu seri langkah-langkah dengan

urutan yang benar. Di bawah ini model hipotesis deduktif yang dikembangkan

oleh Lawson, Karplus (1978), Shymansky (1980), dan Yore (1981) (dalam Yore :

1993) :

Eksplorasi, penemuan masalah dan pengajuan pertanyaan (identifikasi dan klarifikasi)

hipotesis

Ekspektasi

Jika H benar Jika H salah

Merencanakan, melakukan eksperimen dan mengumpulkan data

Membandingkan

Membuat keputusan : mendukung hipotesis, atau menolak dan merevisi hipotesis

Melakukan observasi dan pengukuran

Gambar 2. Model Hipotetikal deduktif (Yore, 1993)

Page 15: Proposalku Taufiq

15

Model siklus belajar hipotesis deduktif pada gambar di atas menunjukkan

langkah-langkah yangharus dilakukan jika seseorang melakukan pemikiran

hipotesis deduktif. Secara lebih rinci langkah-langkah model siklus belajar

hipotesis deduktif dijelaskan sebagai berikut ini:

1. a. Mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan permasalahan yang ditemukan

pada pengamatan/penyelidikan awal, memberikan pertanyaan atas

permasalahan tersebut.

b. Merumuskan hipotesis berdasarkan data dari pengamatan awal.

2. Setelah hipotesis dirumuskan, kemudian meramalkan data yang mungkin

terjadi secara teoritis dengan mengasumsikan hipotesis benar atau salah.

3. Untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan, kemudian memutuskan

metoda eksperimen dan metoda pengumpulan data yang cocok dengan

permasalahan.

4. a. Setelah diputuskan metode eksperimen, kemudian melakukan observasi dan

pengukuran untuk mengumpulkan data.

b. Data yang diperoleh dari hasil observasi dibandingkan dengan data yang

diramalkan dengan asumsi hipotesis benar atau salah.

c. Dari hasil perbandingan tersebut, kemudian mengambil keputusan menerima

atau menolak hipotesis dan kemudian memperbaiki hipotesis.

Dalam pemikiran hipotesis deduktif, secara eksplisit dikembangkan

strategi kognitif hipotesis deduktif. Strategi hipotesis deduktif ini merupakan

perkembangan kognitif dimana kebermaknaan strategi kognitif khas bagi setiap

orang. Strategi kognitif hipotesis deduktif dapat dikembangkan melalui proses

pengorganisasian (organizing process). Pengorganisasian proses adalah cara

seseorang mengubah pengetahuan lama dan memperoleh pengetahuan baru.

Proses pengorganisasian ini meliputi kemampuan untuk membuat dan mengenal

pola serta kemampuan membuat perbandingan.

Kemampuan-kemampuan tersebut ditunjukkan dalam gambar di bawah

ini:

Page 16: Proposalku Taufiq

16

Gambar 3. Proses pengorganisasian (organizing process) (Lawson, 1979)

Pola mental muncul dari pengetahuan sebelumnya dan fenomena-

fenomena baru yang relevan dengan hal-hal yang diketahuinya melalu

kemampuan membuat dan mengenal pola. Kemudian pola yang telah terbentuk

dihubungkan dengan hasil-hasil yang mungkin berdasrkan ekspektasi terhadap

pola tersebut. Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan ekspektasi dibandingkan

dengan data hasil observasi. Proses pengorganisasian meliputi tiga fase dasar,

yaitu (1) eksplorasi hal-hal baru, (2) penemuan pola dan (3) pengujian pola.

(Lawson 1980).

Siklus belajar terdiri dari tiga fase yakni fase eksplorasi (exploration), fase

pengenalan konsep (concept introduction) dan fase aplikasi konsep (concept

application). Secara sederhana pembelajaran model siklus belajar dapat

digambarkan sebagai berikut:

Pola mental

Pengetahuan awal

Fenomena yang mendukung Ekspektasi Observasi

Kemampuan

membandingkan

Kemampuan menyimpulkan

Kemampuan membuat dan mengenal pola

Page 17: Proposalku Taufiq

17

Gambar 4 Model Siklus Belajar

Fase-fase pembelajaran model siklus belajar:

1. Fase Eksplorasi

Dalam tahap eksplorasi guru berperan secara tidak langsung. Guru

merupakan pengamat yang telah siap dengan berbagai pertanyaan guna

membantu siswa dalam mencari dan mengumpulkan fakta. Selama fase eksplorasi

siswa belajar melalui kegiatan dalam situasi baru, mereka menggali bahan-bahan

atau gagasan baru dengan sedikit bimbingan dari guru. Pengalaman baru harus

memunculkan pertanyaan yang tidak dapat mereka pecahkan dengan cara-cara

berpikir biasa. Siswa diberi kesempatan untuk mengidentifikasi suatu peristiwa

atau situasi, pengalaman ini dapat dilakukan di dalam kelas, di laboratorium atau

lapangan. Siswa belajar terlibat langsung menyelidiki obyek-obyek, peristiwa

atau keadaan. Selama pengalaman ini siswa akan memantapkan hubungan-

hubungan, mengamati pola-pola, mengidentifikasi variabel-variabel dan

pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dipecahkan dengan gagasan atau pola-

pola penalaran yang biasa digunakan. Tujuannya adalah untuk memberi

kesempatan kepada siswa menerapkan pengetahuan awalnya, mengembangkan

minat, dan membangkitkan serta memelihara rasa ingin tahu terhadap benda-

benda yang diamati.

Fase ini memungkinkan terjadinya miskonsepsi. Dengan demikian akan

timbul pertentangan atau suatu analisis tentang gagasan-gagasan yang

EKSPLORASI

PENGENALAN KONSEP

APLIKASI KONSEP

Page 18: Proposalku Taufiq

18

dikemukakan sebagai hasil eksplorasi mereka. Analisis tersebut dapat menggiring

siswa pada identifikasi suatu pola keteraturan dalam fenomena yang diselidiki.

Tujuan utama fase eksplorasi adalah untuk memantapkan secara mental suatu

konsep yang diperkenalkan.

2. Fase Pengenalan Konsep

Fase pengenalan konsep adalah fase dimana guru mengumpulkan

informasi dari siswa yang berkaitan dengan pengalaman mereka selama fase

eksplorasi. Dengan menggunakan berbagai metode dan media guru menjelaskan

konsep-konsep. Fase ini bertujuan mengenalkan konsep baru dan sekaligus

pemantapan tentang suatu konsep. Beragam strategi mengajar dapat digunakan

untuk mengenalkan konsep misalnya melalui demonstrasi, penayangan film, text-

book, dan perpustakaan. Fase ini berkaitan langsung dengan eksplorasi awal dan

memperjelas konsep-konsep utama bagi pembelajaran. Kalau pada eksplorasi

bimbingan langsung guru sangat kurang, maka pada fase ini bimbingan guru

sangat besar.

3. Fase Aplikasi Konsep

Fase aplikasi konsep, dimaksudkan mengajak siswa untuk menerapkan

konsep pada contoh kejadian yang lain, dapat juga dengan cara

mendemonstrasikan suatu percobaan tertentu berkaitan dengan konsep yang

dipelajari. Tujuan pembelajaran adalah agar siswa dapat menggeneralisasi dan

mentransfer pemahaman ke dalam contoh-contoh lain sebagai ilustrasi bagi

konsep-konsep utama. Dalam fase ini pada siswa sangat mungkin terjadi adanya

regulasi diri atau equilibrasi atau reorganisasi mental dari konsep-konsep.

Lawson (1988) mengemukakan langkah-langkah dalam mempersiapkan

dan menerapkan siklus belajar hipotetikal-deduktif :

1. Guru, mengidentifikasi konsep atau konsep-konsep yanng akan diajarkan.

2. Guru, mengidentifikasikan gejala-gejala yang melibatkan pola atau yang

gejala-gejala itu mendasari konsep.

Page 19: Proposalku Taufiq

19

3. Fase eksplorasi : siswa menemukan gejala-gejala yang menimbulkan

pertanyaan penyebab, atau guru yang mengajukan pertanyaan sepintas.

4. Dalam kelas diskusi, hipotesis diajukan, dan siswa lain mendiskusikan

dalam kelompoknya untuk menyimpulkan maksud dan desain eksperimen

atau langkah yang telah dikerjakan dalam kelas diskusi.

5. Siswa melakssanakan eksperimen.

6. Fase pengenalan istilah: data dibandingkan dan dianalisis, istilah-istilah

dikenalkan, dan kesimpulan disusun.

7. Fase penerapan konsep: gejala tambahan yag melibatkan konsep-konsep

sama didiskusikan atau dicari.

Lawson (1988) mengemukakan penggunaan siklus pembelajaran yang

benar akan memungkinkan terjadinya hal berikut :

1. Dapat membangun seperangkat konsep yang bermakna dan berguna dan

sistem konseptual.

2. Mengembangkan skill dalam menggunakan pola-pola berpikir yang penting

untuk berpikir mandiri, kreatif dan kritis.

3. Memperoleh kepercayaan diri dalam kemampuan mereka menerapkan

pengetahuan mereka untuk belajar, memecahkan masalah dan membuat

keputusan-keputusan yang cermat.

Berdasarkan pendapat Lawson di atas penggunaan model siklus abduktif

empiris dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis

siswa.

D. Pemahaman Konsep

Menurut Bloom (1979), pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan

untuk menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari. Pemahaman

merupakan hasil proses belajar mengajar yang mempunyai indikator individu

dapat menjelaskan atau mendefinisikan suatu unit informasi dengan kata-kata

sendiri. Dari pernyataan ini, siswa dituntut tidak sebatas mengingat kembali

pelajaran, namun lebih dari itu siswa mampu mendefinisikan. Hal ini

Page 20: Proposalku Taufiq

20

menunjukkan siswa telah memahami materi pelajaran walau dalam bentuk

susunan kalimat berbeda tetapi kandungan maknanya tidak berubah. Pemahaman

meliputi tiga aspek yaitu translasi, interpretasi dan ekstrapolasi.

1. Translasi, meliputi dua keterampilan: (a) menterjemahkan sesuatu dari bentuk

abstrak ke bentuk yang lebih kongkret, (b) menerjemahkan suatu simbol

kedalam bentuk lain seperti: menerjemahkan tabel, grafik, dan simbol

matematik dan sebagainya.

2. Interpretasi, meliputi tiga keterampilan: (a) membedakan antara kesimpulan

yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan, (b) memahami kerangka

suatu pekerjaan secara keseluruhan, (c) memahami dan menafsirkan isi

berbagai macam bacaan.

3. Ekstrapolasi meliputi tiga keterampilan: (a) menyimpulkan dan

menyatakannya lebih eksplisit, (b) memprediksi konsekuensi-konsekuensi

dari tindakan yang digambarkan dari sebuah komunikasi, (c) sensitif atau

peka terhadap faktor yang mungkin membuat prediksi menjadi akurat.

Menurut Rosser (dalam Dahar, 1996) konsep adalah suatu yang abstrak

mewakili satu kelas obyek-obyek kejadian, kegiatan-kegiatan atau hubungan-

hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Oleh karena itu, orang

mengalami stimulus yang berbeda-beda, orang membentuk konsep sesuai dengan

pengelompokan stimulus dengan cara tertentu. Karena konsep itu adalah abstraksi

berdasarkan pengalaman dan karena tidak ada dua orang yang memiliki

pengalaman yang sama persis, maka konsep yang dibentuk orang berbeda juga.

Walau berbeda tetapi cukup untuk berkomunikasi menggunakan nama-nama

yang diberikan pada konsep itu yang telah diterima bersamanya. Menurut

Dahar (1996), konsep merupakan kategori-kategori yang kita berikan pada

stimulus yang ada di lingkungan kita. Konsep menyediakan skema terorganisasi

untuk menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori. Konsep

merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan

prinsip dan generalisasi.

Menurut Bloom (1979) pemahaman konsep adalah kemampuan

menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi

Page 21: Proposalku Taufiq

21

yang disajikan ke dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan

interpretasi dan mampu mengaplikasikannya.

Pemahaman konsep sangat penting dimiliki oleh siswa yang telah

mengalami proses belajar. Pemahaman konsep yang dimiliki oleh siswa dapat

digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang ada kaitannya dengan

konsep yang dimiliki. Dalam pemahaman konsep siswa tidak terbatas hanya

mengenal tetapi siswa harus dapat menghubungkan antara satu konsep dengan

konsep lainnya.

E. Ketrampilan Generik sains Fisika

Ketrampilan generik sains merupakan ketrampilan dasar yang dapat

dimiliki siswa ketika mengalami proses pembelajaran di sekolah. Hal ini dapat

diperoleh siswa melalui proses pembelajaran dengan beberapa model yang

diberikan. Menurut Brotosiswoyo (2001) ada delapan ketrampilan generik sains

yang dapat diperoleh siswa ketika mengikuti pembelajaran yang diberikan, akan

tetapi tidak semuanya dapat diperoleh dari suatu proses pembelajaran.

Ketrampilan ini ditentukan oleh model pembelajaran yang digunakan dan materi

pelajaran yang disajikan . Ketrampilan itu adalah : (a). pengamatan (observasi),

(b) penentuan skala besaran, (c) bahasa simbolik, (d) kerangka logika taat azas, (e)

inferensi logika, (f) hukum sebab akibat, (g) pemodelan matematik dan (h)

membangun konsep.

a. Pengamatan langsung

Pengamatan langsung adalah mengamati objek secara langsung dengan

menggunakan alat indera. Sebagai contoh, ketika kita menimbang gula pasir

pada timbangan. Contoh lain, ketika kita melihat tukang emas menimbang emas.

Aspek pendidikan yang dapat muncul dari pengamatan adalah kesadaran akan

batas-batas ketelitian yang dapat diwujudkan dan sikap jujur terhadap hasil

pengamatan. Baik indera kita maupun alat bantu yang kita gunakan dalam

pengamatan mengandung keterbatasan, dan itulah sebabnya kita mengenal "teori

ketidakpastian" dalam pengkuran.

Page 22: Proposalku Taufiq

22

2. Pengamatan tak langsung

Pengamatan tak langsung adalah pengamatan yang menggunakan alat

bantu karena keterbatasan alat indera kita. Penggunaan mikrometer sekrup untuk

mengukur diameter kelereng merupakan salah satu contoh pengamatan tak

langsung.

3. Kesadaran akan skala besaran (sense of scale)

Fisika membahas peristiwa-peristiwa alam baik dalam ukuran makro

maupun mikro. Untuk besaran panjang, fisika membahas ukuran yang sangat

besar misalnya tahun cahaya, tetapi juga membahas ukuran panjang yang sangat

kecil misalnya ukuran molekul atau atom. Dalam skala waktu, fisika juga

membahas ukuran waktu yang sangat kecil seperti lifetime dari pasangan

elektron-positron, sebab mata manusia hanya dapat membedakan signal yang

muncul kira-kira 1/30 detik.

4. Menggunakan bahasa simbolik

Banyak perilaku alam yang tidak dapat diungkapkan dengan bahasa

komunikasi sehari-hari, khususnya perilaku yang bersifat kuantitatif. Sifat

kuantitatif tersebut menyebabkan adanya keperluan untuk menggunakan bahasa

yang kuantitatif juga. Ungkapan koordinat titik tangkap gaya merupakan contoh

penggunaan bahasa simbolik. Dalam belajar fisika penggunaan bahasa simbolik

sangat membantu dalam mengkomunikasikan ide yang kompleks menjadi lebih

sederhana. Yang perlu dicegah mungkin adalah kebiasaan menuliskan “bahasa

simbolik” yang sesungguhnya belum diketahui maknanya.

5. Berpikir dalam kerangka logika taat asas

Dalam ilmu fisika diyakini bahwa aturan alam memiliki sifat taat asas

secara logika. Contoh pemikiran yang taat asas dalam fisika adalah munculnya

teori relativitas Einstein. Sebelum dikemukakan teori relativitas Einstein,

terdapat keganjilan antara hukum-hukum mekanika Newton dan hukum

Elektrodinamika Maxwell. Elektrodinamika meramalkan bahwa kecepatan

Page 23: Proposalku Taufiq

23

gelombang elektromagnetik tidak akan terpengaruh oleh gerak sumber maupun

pengamatnya, sedangkan menurut mekanika Newton kecepatan benda dapat

berkurang atau bertambah sesuai dengan gerak pengamat atau sumbernya.

Keganjilan tersebut akhirnya terjembatani oleh teori relativitas Einstein,

mengoreksi mekanika Newton agar secara logika keduanya taat-asas.

6. Melakukan inferensi logika secara berarti

Dalam fisika dikenal beberapa penemuan partikel-partikel mikro telah

didahului oleh dugaan teoritis bahwa partikel-partikel tersebut memang secara

matematik ada. Dalam menyampaikan dugaannya para ilmuwan mengandalkan

inferensi logika. Contoh dalam kasus ini adalah inferensi logika yang dilakukan

setelah munculnya teori relativitas Einstein, yang dengan mempersoalkan

kecepatan cahaya, sampai pada kesimpulan bahwa ada ekivalensi antara massa

benda dengan energi dengan hubungan E = mc2. Hasil inferensi logika tersebut

akhirnya memang benar-benar terbukti secara empiris.

7. Memahami hukum sebab akibat

Sebagian besar dari aturan fisika yang disebut "hukum" merupakan

hubungan sebab-akibat. Sebagai contoh hukum Newton tentang gerak,benda

akan memberikan gaya reaksi bila padanya diberikan reaksi dimana arahnya

berlawanan dengan gaya yang diberikan padanya. Pada kesetimbangan momen

gaya sangat ditentukan oleh gaya yang diberikan padanya, bila gaya yang

diberikan besar maka momen gayanya juga semakin besar.

8. Membuat pemodelan matematik

Banyak ungkapan aturan dalam fisika yang disebut “hukum” dinyatakan

dalam bahasa matematika yang disebut rumus. Rumus-rumus yang melukiskan

hukum-hukum alam dalam fisika adalah buatan manusia yang ingin melukiskan

gejala dan perangai alam tersebut, baik dalam bentuk kualitatif maupun

kuantitatif. Jadi kita dapat menyebutnya sebagai model yang ungkapannya

menggunakan bahasa matematika. Pemodelan matematik sering disebut sebagai

Page 24: Proposalku Taufiq

24

model simbolik karena bersifat abstrak dan dapat diungkapkan secara simbolik

berupa rumus. Model dapat pula berupa gambar, program, atau gambaran

mental. Pemodelan matematik umumnya bertujuan untuk memperoleh hubungan

yang lebih akurat yang berlaku dalam suatu sistem dalam alam.

9. Membangun konsep abstrak yang fungsional,

Tidak semua gejala alam dapat dipahami dengan menggunakan bahasa

sehari-hari. Kadang kala diperlukan sebuah konsep atau pengertian-pengertian

baru yang maknanya tidak ditemukan dalam bahasa sehari-hari. Misalkan

momen gaya, yang dibangun dari konsep gaya dan jarak.

Sembilan kemampuan generik sains tersebut di atas merupakan

kemampuan dasar yang dapat dan perlu ditumbuhkan dalam belajar fisika. Bila

kemampuan dasar ini telah dimiliki siswa, dan mereka sering menerapkannya

dalam pemecahan masalah maka akan melahirkan kemampuan berpikir yang

tingkatnya lebih tinggi, antara lain kemampuan berpikir kreatif, dan berpikir

kritis.

Dalam penelitian ini keterampilan generik sains yang akan diukur adalah

Pengamatan langsung, pengamatan tak langsung, kesadaran akan skala besaran

(sense of scale), menggunakan bahasa simbolik, kerangka logika taat azas,

melakukan inferensi logika, memahami hukum sebab akibat dan membuat

pemodelan matematik.

F. Kesetimbangan Benda Tegar

Kesetimbangan benda tegar merupakan salah satu pokok bahasan di

dalam KTSP pada kelas XI semester 2, dengan standar kompetensi Menerapkan

konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah

. Adapun kompetensi dasarnya Memformulasikan hubungan antara konsep torsi,

momentum sudut, dan momen inersia, berdasarkan hukum II Newton serta

penerapannya dalam masalah benda tegar. Secara garis besar kesetimbangan

benda tegar memiliki tiga label konsep yaitu: (a) keseimbangan partikel, (b)

keseimbangan benda tegar dan (c) titik berat.

Page 25: Proposalku Taufiq

25

a. Kesetimbangan Partikel

Partikel merupakan benda yang sangat kecil dan dianggap sebagai titik.

Partikel hanya mengalami gerak translasi maka satu-satunya syarat agar suatu

partikel dikatakan seimbang bila resultan gaya yang bekerja pada benda sama

dengan nol. Dapat dinyatakan dengan formula ∑ = ,0F dimana 0=∑ xF ,

0=∑ yF dan , 0=∑ zF . Jika pada suatu partikel bekerja 3 bauh gaya, maka

untuk menyelesaikan kesetimbangan partikel bisa digunakan aturan sinus

Gambar 5. Partikel dengan tiga buah gaya yang bekerja

b. Kesetimbangan Benda

Pada partikel, syarat kesetimbangan adalah , Begitu juga halnya

dengan benda. Misalnya

Gambar 6. Batang homogen

Pada keadaan ini benda tidak diam tetapi berputar dipercepat karena ada momen

gaya yang bekerja sebesar Benda tegar

merupakan benda yang tidak mengalami perubahan bentuk akibat pengaruh gaya

atau momen gaya. Benda tegar dikatakan seimbang bila :

F1 F2

F3

L

Page 26: Proposalku Taufiq

26

Gaya ekternal yang bekerja pada benda sama dengan nol, ΣF = 0.

Torsi eksternal neto terhadap setiap titik harus nol, Στ = 0

Momen gaya atau torsi merupakan ukuran efektivitas suatu gaya dalam

menghasilkan rotasi benda mengelilingi sumbunya. Besar momen gaya

dinyatakan dengan:

FdrFFr ==×= φτ sinrrr

Dimana τ adalah momen gaya (Nm), F adalah gaya (N) dan d adalah lengan

momen (m). Lengan momen adalah jarak tegak lurus antara garis kerja sebuah

gaya dan sumbu rotasi. Garis kerja sebuah gaya adalah garis sepanjang mana

gaya itu bekerja.φ adalah sudut yang dibentuk antara F dengan r ke titik

tangkap gaya

Gambar 7. Momen gaya

Kopel merupakan pasangan dua buah gaya yang sejajar dan sama besar, namun

arahnya berlawanan. Besar momen kopel didefinisikan sebagai hasil kali antara

gaya dengan jarak antara kedua gaya, dengan formula: M = Fd, dimana M

adalah momen kopel (Nm), F adalah gaya (N),dan d jarak antara kedua gaya

tegak lurus terhadap gaya (m).

τ

Page 27: Proposalku Taufiq

27

Gambar 8. Momen kopel

Momen kopel bertanda positif bila perputarannya searah jarum jam seperti

terlihat pada gambar 8a dan bertanda negatif bila perputarannya berlawanan arah

jarum jam seperti pada gambar 8b.

c. Titik Berat

Titik berat benda adalah titik di mana berat total sebuah benda bekerja sehingga

torsi yang dihasilkannya terhadap sembarang titik sama dengan torsi yang

dihasilkan oleh berat masing-masing partikel yang membentuk benda tersebut.

Koordinat titik berat dapat dinyatakan dengan

,∑∑=

n

nnpb w

xwx dan

∑∑=

n

nnpb w

ywy

Gambar 9. Penentuan titik berat

d. Jenis Kesetimbangan

Benda dapat mengalami dua jenis keseimbangan yaitu keseimbangan

statik (dalam keadaan diam) dan keseimbangan dinamik (bergerak dengan

kecepatan konstan). Keseimbangan statik adalah keseimbangan yang dialami

benda dalam keadaan diam. Keseimbangan ini dibedakan atas keseimbangan

stabil, keseimbangan labil dan keseimbangan indeferen. Sedangkan

Page 28: Proposalku Taufiq

28

keseimbangan dinamik yaitu keseimbangan ketika bergerak dengan kecepatan

konstan. Keseimbangan ini terdiri dari keseimbangan translasi dan

keseimbangan rotasi.

Page 29: Proposalku Taufiq

29

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kuasi eksperimen, yakni pretest-posttest equivalent groups design, dengan

desain penelitian berbentuk:

Tabel 1

Desain Penelitian

Pretest Perlakuan Postest O X O O Y O

(Best, J.W., 1978: 107)

Keterangan :

X = Model pembelajaran siklus belajar hipotetikal deduktif.

Y = Model pembelajaran konvensional.

O = Tes untuk mengukur penguasaan konsep dan ketrampilan generik sains

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMA Negeri kota Palembang.

Secara garis besar tahap-tahap penelitian dikelompokkan menjadi lima langkah

yaitu memilih masalah yang akan dikaji, studi literatur, penyusunan instrumen,

implementasi model pembelajaran siklus belajar hipotetikal deduktif dan terakhir

adalah analisis data dan kesimpulan. Adapun langkah-langkah penelitian tersebut

ditunjukkan pada alur penelitian, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Page 30: Proposalku Taufiq

30

Observasi

Kajian ketrampilan generik sains fisika dan analisa konsep

Masalah

Perumusan Masalah

Kajian dan analisa kurikulum

Penyusunan Instrumen

Ujicoba dan Validasi Instrumen

Studi Literatur

Model Pembelajaran konvensional

Kelompok Kontrol

Analisa Data

Tes Akhir (Postes)

Model Pembelajaran Siklus Belajar

Hipotetikal Deduktif

Kelompok Eksperimen

Tes Awal (Pretes)

Wawancara & angket

Kesimpulan

Temuan

Gambar 6. Alur Penelitian

Page 31: Proposalku Taufiq

31

B. Subjek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI, salah satu SMA Negeri 11

Palembang yang terdiri dari tiga kelas. Sampel penelitian dipilih secara random

untuk dua kelas, kelas eksperimen dan kelas kontrol. Jumlah siswa di kelas

eksperimen adalah 43 orang dan kelas kontrol 42 orang.

C. Prosedur Penelitian

Tahap penelitian dimulai dengan persiapan, penjajagan, penerapan model

pembelajaran, analisis data penelitian dan laporan hasil penelitian. Tahapan-

tahapan tersebut diurutkan sebagai berikut.

1. Tahapan persiapan

Pada tahapan persiapan, model pembelajaran yang akan diterapkan dan

pokok bahasan keseimbangan benda tegar dipelajari, kemudian dilanjutkan

dengan pembuatan instrumen penelitian berupa satuan pembelajaran, rencana

pembelajaran, lembar kerja siswa, tes penguasaan konsep, tes kemampuan generik

sains, lembaran observasi ddan pedoman wawancara. Instrumen ini didiskusikan

dengan pakar. Tes penguasaan konsep akan diujicobakan pada kelas XII SMA

Negeri kota Palembang yang telah mempelajari pokok bahasan keseimbangan

benda tegar.

2. Tahap penjajagan

Tahapan ini dimulai dengan mengunjungi Dinas Pendidikan Kabupaten

untuk meminta izin pelaksanaan penelitian dengan menyerahkan surat izin

penelitian. Selanjutnya mengunjungi sekolah tempat penelitian dengan

menyerahkan rekomendasi izin dari Dinas Pendidikan Kabupaten kepada kepala

sekolah dan wakil bidang kurikulum. Tahap berikutnya berdiskusi dengan guru

fisika kelas XI IPA tentang model pembelajran siklus belajar hipotetikal deduktif

dan sekaligus menetapkan jadwal penelitian dan kelas yang menjadi sampel

penelitian.

Page 32: Proposalku Taufiq

32

3. Tahap pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, dilakukan implementasi model pembelajaran

yang telah dituangkan dalam rencana pembelajaran dengan jadawal kegiatan

tercantum pada tabel 2.

Tabel 2 Jadwal Kegiatan Penelitian

No Hari/ TAnggal Kegiatan Keterangan

1.

2.

3.

4.

5.

Hari , Maret 2009

Hari , Maret 2009

Hari , Maret 2009

Hari, April 2009

Hari, April 2009

Uji coba soal-tes

- Pretes

-Pelaksanaan

pembelajaran model

konvensional.(1)

-Pelaksanaan

pembelajaran Model

siklus belajar hipotetikal

deduktif (1)

-Pelaksanaan

pembelajaran model

konvensional.(2)

-Pelaksanaan

Pembelajaran Model

siklus belajar hipotetikal

deduktif (2)

-Pelaksanaan

pembelajaran model

konvensional.(3)

-Pelaksanaan

Pembelajaran Model

siklus belajar hipotetikal

deduktif (3)

-Pelaksanaan

pembelajaran model

Kelas XII IPA

Kelas Kontrol XI IPA 2

Kelas Eksperimen XI IPA 3

Kelas Kontrol XI IPA 2

Kelas Eksperimen XI IPA 3

Kelas Kontrol XI IPA 2

Kelas Eksperimen XI IPA 3

Kelas Kontrol XI IPA 2

Page 33: Proposalku Taufiq

33

6.

Hari, April 2009

konvensional.(4)

-Pelaksanaan

Pembelajaran Model

siklus belajar hipotetikal

deduktif (4)

-Postes

-Kuisioner siswa

-Kuisioner guru

-Wawancara guru

Kelas Eksperimen XI IPA 3

Kelas Kontrol XI IPA 2

Kelas Eksperimen XI IPA 3

Kelas Kontrol XI IPA 2

Kelas Eksperimen XI IPA 3

Guru fisika kelas XI

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian terdiri dari satuan rencana pelaksanaan pembelajaran,

soal tes, kuesioner, pedoman wawancara, dan lembaran observasi.

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun bedasarkan pedoman

kurikulum dan disesuaikan dengan standar kompetensi, kompetensi dasar ,

indikator materi pembelajaran dan waktu yang tersedia.

2. Soal tes

Tes digunakan untuk mengukur penguasaan konsep siswa, sebelum dan

sesudah mengikuti pembelajaran. Selain itu tes digunakan juga untuk mengetahui

tingkat kemampuan generik sains siswa yang dapat dikuasai.

3. Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang tanggapan

siswa dan guru terhadap implementasi model pembelajaran siklus belajar

hipotetikal deduktif. Bentuk pertanyaan dan pernyataan yang terdapat pada

kuesioner berupa pilihan jawaban. Jumlah pertanyaan dan pernyataan disesuaikan

dengan aspek yang diukur.

Page 34: Proposalku Taufiq

34

4. Pedoman wawancara

Wawancara lisan dilakukan pada pengajar dalam rangka mengumpulkan

informasi tentang tanggapan dan kendala yang dialaminya ketika

mengimplementasikan model pembelajaran siklus belajar hipotetikal deduktif.

5. Lembar observasi

Observasi dilakukan pada saat implementasi model pembelajaran siklus

belajar hipotetikal deduktif baik terhadap aktivitas siswa maupun aktivitas guru,

dengan tujuan apakah aktivitas guru dan siswa sesuai dengan batasan-batasan

yang telah digariskan dalam tahapan model pembelajaran yang diterapkan.

Untuk memperoleh gambaran mengenai kemampuan siswa yang

sesungguhnya, alat evaluasi haruslah valid dan reliabel. Peneliti akan

melaksanakan uji coba di kelas XII SMA Negeri 11 Palembang dengan asumsi

bahwa kemampuan akademik siswa uji-coba hampir sama dengan kelas XI

sebagai subjek penelitian. Siswa kelas XII adalah siswa yang telah mempelajari

pokok bahasan keseimbangan benda tegar pada saat mereka duduk dibangku kelas

XI.

Langkah-langkah dilakukan adalah :

1. Menghitung validitas item butir soal dengan rumus korelasi produk momen

angka kasar seperti yang dikemukakan oleh Arikunto S. ( 2002 )

( )( )( ) ( )( )2222 . YYNXXN

YXXYNrxy∑−∑∑−∑

∑∑−∑=

Dengan

X = skor tiap item

Y = skor total

N = jumlah peserta

Untuk kriteria validitas item butir soal ditunjukkan pada tabel tabel 3

Tabel 3 Kriteria Validitas item Butir Soal

Page 35: Proposalku Taufiq

35

No Validitas Item Butir soal Nilai rxy 1 Rendah 0,00 – 0,39 2 Sedang 0,40 – 0,59 3 Tinggi 0,60 – 1,00

( Ruseffendi, 2001 )

Kemudian untuk mengetahui signifikansi korelasi dilakukan dengan uji-t dengan

rumus :

xy

xy rNrt−−

=1

2

Dengan

t : Daya pembeda dari uji-t

N : Jumlah subjek

rxy : koefisien korelasi

2. Menghitung tingkat kesukaran soal dengan menggunakan persamaan :

NSm

Xp.

∑=

Dengan

p = nilai tingkat kesukaran,

X = jum;ah peserta tes yang menjawab benar,

Sm = skor maksimum item

N = jumlah seluruh peserta tes

Kriteria untuk tingkat kesukaran soal dapat diperlihatka pada tabel 4

Tabel 4 Kriteria Tingkat Kesukaran Soal

Nilai p Katagori P < 0,3 Sukar

7,03,0 ≤≤ p Sedang p> 0,7 Mudah

( Sumarna S, 2005 )

3. Menghitung daya pembeda butir soal dapat dirumuskan dengan persamaan :

a

ba

nKJKJK

D−

=

Dengan

Page 36: Proposalku Taufiq

36

D : daya pembeda butir soal,

JKa : jumlah kelompok atas yang menjaawab benar,

JKb : jumlah kelompok bawah yang menjawab benar,

nKa : jumlah kelompok atas,

Kriteria daya beda butir soal dapat dilihat pada tabel 3.5.

Tabel 5 Kriteria Daya Pembeda Butir soal

No Daya Pembeda Butir Soal Nilai D 1 Rendah 0,00 – 0,20 2 Sedang 0,21 – 0,35 3 Tinggi 0,36 – 0,50

4. Menghitung koefisien reliabilitas tes dengan rumus

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+

=

21

21

21

21

11

1

2

r

rr

dengan

r11 : koefisien reliabilitas yang telah disesuaikan,

21

21r : koefisien antara skor-skor setiap belahan tes

Interprestasi dari derajat realibilitas suatu tes dapat dilihat pada tabel 3.6

Tabel 6 Katagori Reliabilitas Butir Soa

Batasan Katagori 0,80 < r11 ≤ 1,00 Tinggi 0,60 < r11 ≤ 0,80 Cukup 0,40 < r11 ≤ 0,60 Agak rendah 0,20< r11 ≤ 0,40 rendah r11 ≤ 0,20 Sangat rendah ( tak berkorelasi )

Page 37: Proposalku Taufiq

37

E. Pengolahan Data

Uji Hipotesis

Data dalam penelitian ini berupa skor-skor yang diperoleh siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol pada pretes dan postes. Untuk menganalisis data

dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menentukan skor rata-rata dan standar deviasi pada tes awal dan tes akhir,

untuk data hasil belajar pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol

2. Uji Normalitas

Uji normalitas dari data tes awal dan tes akhir baik di kelas eksperimen

maupun kelas kontrol, dengan rumus : ∑ −=

e

e

fff 2

02 )(χ

Kriteria:

Data dikatakan berdistribusi normal jika : 2χ hitung ≤ 2χ tabel ( Ruseffendi, 1998)

3. Uji homogenitas

Menggunakan uji variansi dua peubah bebas dengan rumus :

kecilSbesarSF 2

2

= ( Ruseffendi, 1998)

Kriteria pengujian dengan derajat kebebasan (dk), masing-masing untuk dk1 =

(n1-1) dan dk2 = (n2-1) pada taraf kepercayaan dengan α = 0,05, adalah jika nilai

Fhitung ≤ Ftabel maka berarti kedua harga variansinya homogen, dalam hal lain data

berdistribusi tidak homogen.

4. Uji Perbedaan Dua Rata-rata

Jika data berdistribusi normal dan homogen digunakan rumus :

Page 38: Proposalku Taufiq

38

( ) ( )

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

+⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

−+−+−

−=

−−

2121

222

211 11

211

nnnnSnSn

YXt (Sudjana, 1996)

Apabila data yang diperoleh berdistribusi normal tetapi tidak homogen, pengujian

data menggunakan rumus:

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

−=

2

22

1

12

'

nS

nS

YXt (Sudjana, 1996)

Apabila data tidak berdistribusi normal maka dipakai uji non parametrik yaitu uji

Mann-Whitney (Ruseffendi, 1998).

Untuk melihat peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan generik

sians siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan

menggunakan rumus g factor (gain score ternormalisasi) dengan rumus :

N-gain =premaks

prepost

SSSS

Hake, RR.(dalam Oberem,G.E dan Jasien, P.G, 2004)

Kategori: Tinggi : 0,7 ≤ N-gain ≤ 1 Sedang : 0,3 ≤ N-gain < 0,7 Rendah : N-gain < 0,3

5. Menghitung persentase hasil angket respon siswa menggunakan rumus:

% Alternatif jawaban = %100. xSampelJumlahJawabanAlternatif

Page 39: Proposalku Taufiq

39

E. Jadwal Kegiatan

Penelitian ini direncanakan dilaksanakan selama 11 bulan pada tahun pelajaran

2008/2009 dengan jadwal sebagaimana tercantum dalam Tabel 7

Tabel 7 Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Bulan

sept okt Nov Des Jan Feb Mar apr Mei Jun jul

1 Penyusunan proposal

2 Penyusunan instrumen penelitian

3 Perangkat pembelajaran

4 Uji coba instrumen

5

Implementasi model siklus belajar hipotetikal deduktif

6 Pengumpulan dan pengolahan data

7 Analisis data

8 Kesimpulan