Download pdf - PRESUS IKK

Transcript

PRESENTASI KASUS

HIPERTENSI GRADE I DAN HIPERTRIGLISERIDEMIA PADA LAKI-LAKI PENSIUNAN DENGAN KETIDAKPATUHAN MINUM OBAT DALAM RUMAH TANGGA YANG TIDAK BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT

Disusun untuk Memenuhi Sebagai Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga Puskesmas Wirobrajan

Disusun olehRagil Catur Nugroho(20080310213)Dokter Pembimbing Puskesmasdr. NurzammiDokter Pembimbing Fakultasdr. Oryzati Hilman

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGAFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2014

HALAMAN PENGESAHAN

HIPERTENSI GRADE I DAN HIPERTRIGLISERIDEMIA PADA LAKI-LAKI PENSIUNAN DENGAN KETIDAKPATUHAN MINUM OBAT DALAM RUMAH TANGGA YANG TIDAK BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT

Disusun untuk Memenuhi Sebagai Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga Puskesmas Wirobrajan

Disusun OlehRagil Catur Nugroho(20080310213)

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal 6 Februari 2014

Oleh

Yogyakarta, 6 Februari 2014Dokter Pembimbing Fakultas Dokter Pembimbing Puskesmas

dr. Oryzati Hilman dr. Nurzammi

MengetahuiKepala Puskesmas

dr. Iva Kusdyarini

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya serta atas kehendak dan kasihnya sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus ini.Presentasi kasus ini berjudul Hipertensi Grade I dan Hipertrigliseridemia pada Laki-laki Pensiunan dengan Ketidakpatuhan Minum Obat dalam Rumah Tangga yang Tidak Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat. Presentasi kasus ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Puskesmas Wirobrajan.Dengan penuh rasa hormat, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan selama ini dalam penulisan presentasi kasus ini, antara lain:1. dr. H. Ardi Pramono, M.Kes, Sp.An selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.2. dr. Iva Kusdyarini, selaku Kepala Puskesmas Wirobrajan3. dr. Nurzammi, selaku dokter pembimbing klinik di Puskesmas Wirobrajan4. dr. Oryzati Hilman, selaku dokter pembimbing profesi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta5. Seluruh dokter beserta staf dan karyawan di Puskesmas Wirobrajan.Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penulisan presentasi kasus ini dan dicatat sebagai amal sholeh.Penulis menyadari bahwa presentasi kasus ini jauh dari kesempurnaan. Namun dengan segala kemampuan yang ada, penulis berusaha menyusun presentasi kasus ini dengan harapan semoga bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Amin.Yogyakarta, 1 Februari 2014 Ragil Catur Nugroho

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahHipertensi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas paling sering di dunia. Kelainan pembuluh darah ini mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung terhadap sistem organ tubuh. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke dan gagal ginjal. Disebut juga sebagai silent killer karena orang dengan hipertensi sering tidak menampakkan gejala, secara statistic penyakit ini lebih sering pada wanita dari pada laki-laki. Hipertensi sering diteamukan pada usia lanjut, diperkirakan 23 % pada wanita dan 14 % pada pria berusia diatas 65 tahun menderita hipertensi.Menurut (World Health Organization (WHO), 2006) batas normal tekanan darah adalah 120-140 mmHg tekanan sistolik dan 80-90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan hipertensi bila tekanan darahnya >140/90 mmHg. Sedangkan menurut (Joint National Committee (JNC) VII, 2003) tekanan darah pada orang dewasa dengan usia >18 tahun, diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila tekanan sistoliknya 140-159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90-99 mmHg, diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila tekanan sistoliknya >160 mmHg dan diastoliknya >100 mmHg dan diklasifikasikan hipertensi stadium III apabila tekanan sistoliknya >180 mmHg dan tekanan diastoliknya >116 mmHg. Prevalensi hipertensi di Indonesia pada tahun 2007 adalah 32,2%, dan prevalensi tertinggi ditemukan di Provinsi Kalimantan Selatan (39,6%), terendah di Papua Barat (20,1%) (Departemen Kesehatan RI, 2007). Berbagai faktor resiko terjadinya hipertensi meliputi faktor yang tidak dapat dikendalikan dan faktor yang dapat dikendalikan. Faktor yang tidak dapat dikendalikan diantaranya adalah keturunan, jenis kelamin, dan usia. Sedangkan faktor yang dapat dikendalikan diantaranya adalah olahraga, gaya hidup, konsumsi makanan dan minuman, merokok, kelebihan berat badan (Pajario, 2002).Berdasarkan sebuah studi dari Framingham, hipertensi menyumbang sekitar seperempat dari kasus gagal jantung. Pada populasi usia lanjut, sebanyak 68% kasus gagal jantung dikaitkan dengan hipertensi. Studi berbasis masyarakat telah menunjukkan bahwa hipertensi dapat berkontribusi bagi perkembangan gagal jantung sebanyak 50-60% dari pasien. Pada pasien dengan hipertensi, risiko gagal jantung meningkat sebesar 2 kali lipat pada laki-laki dan 3 kali lipat pada wanita.

B. Profil Puskesmas WirobrajanPuskesmas Wirobrajan terletak di Jl. Bugisan WB III/437 Yogyakarta, tepatnya di Kalurahan Patangpuluhan, Kecamatan Wirobrajan, sebelah barat Kota Yogyakarta dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :1. Sebelah utara: Kecamatan Tegalrejo2. Sebelah timur: Kecamatan Ngampilan dan Mantrijeron3. Sebelah selatan: Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul4. Sebelah barat: Kecamatan Kasihan Kabupaten BantulPuskesmas Wirobrajan mempunyai luas wilayah kerja 1,78 Km2, Countur tanahnya adalah datar dengan dilewati beberapa sungai yang lebarnya sedang 5-10 M dengan debit air yang relatif kecil. Ketinggian daratan adalah 114 M dari permukaan air laut. Suhu udara maksimum 35 C dan suhu udara minimum adalah 23 C. Kisaran curah hujan rata-rata 1,29 Mm/tahun. Jumlah hari dengan jumlah hujan terbanyak adalah 31 hari. Wilayah Wirobrajan termasuk perkotaan dengan padatnya bangunan perumahan dan pertokoan serta pusat-pusat bisnis dan pendidikan. Kecamatan Wirobrajan sendiri terdiri dari 3 Kelurahan memiliki 34 RW dan 165 RT dengan batas-batas sebagai berikut :1. Kalurahan Pakuncen : Terletak di bagian utara, 12 RW dan 58 RT2. Kalurahan Wirobrajan : Terletak di bagian tengah, 10 RW dan 51 RT3. Kalurahan Patangpuluhan : Terletak di bagian selatan,12 Rw dan 56 RTWilayah Wirobrajan memiliki penduduk yang sangat beragam, baik dari segi sosial ekonomi, tingkat pendidikan, asal daerah, dan agama. Keragaman tersebut menjadi kesatuan yang dinamis karena semua menjalankan fungsinya dengan baik. Hal ini didukung pula oleh struktur kepemerintahan yang sudah terpola dan masyarakat yang telah memiliki kesadaran tinggi terhadap aspek-aspek kehidupan. Transportasi dapat berjalan lancar karena memiliki jalan raya yang menunjang yang menghubungkan dengan pusat kota dan pusat-pusat bisnis pergerakan ekonomi. Kepadatan penduduk merata dengan jumlah penduduk 28.152 orang. Jumlah penduduk Pakuncen berjumlah 3.202 KK dengan jumlah penduduk 10.726 (38%), dengan perbandingan laki-laki 5.281 dan perempuan 5.445 orang. Grafik diatas memberikan gambaran bahwa jumlah penduduk terbanyak berada di Kalurahan Pakuncen sebanding dengan luas wilayahnya dalam peta (terlampir). Jumlah penduduk di Kalurahan Wirobrajan menduduki peringkat kedua dengan 9.967 jiwa (35%), terdiri 3.009 KK, dengan perbandingan 4.906 laki-laki dan 5.061 perempuan. Dan yang terakhir, Kalurahan Patangpuluhan yang terdiri 2.283 KK, 7.459 (26%) jiwa, dengan perbandingan 3.669 laki-laki dan 3.790 perempuan. Rata-rata jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada laki-laki disetiap kalurahan. Penduduk terbesar berada di Kalurahan Pakuncen diikuti oleh Wirobrajan dan Patangpuluhan.Tingkat sosial ekonomi akan sangat mempengaruhi pola perilaku kesehatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat secara nyata, orang yang memiliki kemampuan ekonomi tinggi akan menggunakan fasilitas kesehatan yang mahal dan bagus sedangkan masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi menengah kebawah sebagian besar menggunakan fasilitas kesehatan apa adanya. Berikut ini adalah grafik mata pencaharian penduduk di Kecamatan Wirobrajan yang merupakan gambaran tingkat sosial ekonomi mereka.Jumlah penduduk miskin di wilayah Kecamatan Wirobrajan berkisar 2.901 jiwa, dengan jumlah terbanyak pada kelurahan Pakuncen 997 jiwa. Selanjutnya kelurahan patang puluhan dengan 990 jiwa, dan yang paling makmur kelurahan wirobrajan dengan 914 jiwa.Puskesmas di kecamatan Wirobrajan Kota Yogyakarta sejumlah 2 buah yaitu Puskesmas Induk dan Puskesmas Pembantu, telah memiliki gedung yang memadai sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat, tenaga medis dan paramedis dapat bekerja secara optimal melayani masyarakat sekitar. Puskesmas dilengkapi dengan fasilitas UGD dan Ambulance yang setiap saat dapat digunakan pada jam kerja. Puskesmas Wirobrajan belum melayani pasien rawat inap. Kegiatan pelayanan secara umum meliputi : Balai Pengobatan umum (BPU), Balai Pengobatan Gigi (BPG), BKIA/KB, Unit Farmasi, Unit Puskesmas Keliling, UKS, Konseling Gizi, Kesehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan (Promkes), Poli Lansia, KRR. Pelayanan khusus kepada balita dan usila dilaksanakan pada kegiatan-kegiatan luar gedung yaitu kegiatan Posyandu.

Tabel 1. Rekapitulasi 10 Besar Diagnosis Pasien Puskesmas Wirobrajan Periode1 Januari 31 Januari 2014NOKODE DIAGNOSISNAMAJUMLAH

1I10Hipertensi primer426

2J00Nasopharingitis Akut (common cold)310

3E11Type 2: Non insulin dependen DM228

4J06.9ISPA, Infeksi Saluran Pernafasan Atas211

5M79.1Myalgia118

6Z34Pengawasan kehamilan normal92

7M13Arthritis tidak spesifik79

8K29Gastritis74

9R42Pusing kepala dan kepeningan73

10A09Diare dan Gastroenteritis non spesifik72

C. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang ditemukan di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah 1. Apakah ketidakpatuhan pasien terhadap pengobatannya dan tidak menerapkan PHBS memiliki hubungan dengan hipertensi grade I dan hipertrigliseridemia yang dideritanya?2. Bagaimana pendekatan Ilmu Kedokteran Keluarga pada penderita hipertensi grade I dan hipertrigliseridemia ini?D. Tujuan Penulisan. 1. Apakah ketidakpatuhan pasien terhadap pengobatannya dan tidak menerapkan PHBS memiliki hubungan dengan hipertensi grade I dan hipertrigliseridemia yang dideritanya?2. Bagaimana pendekatan kedokteran keluarga pada kasus hipertensi grade I dan hipertrigliseridemia?

E. Manfaat Penulisan1. Manfaat untuk puskesmasSebagai sarana kerjasama yang saling menguntungkan untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan mendapatkan umpan balik dari hasil evaluasi dokter muda dalam rangka mengoptimalkan peran puskesmas.2. Manfaat untuk mahasiswaSebagai sarana keterampilan dan pengalaman dalam upaya pelayanan kesehatan dengan menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga.Manfaat untuk pasien dan keluargaMemberikan informasi kepada pasien dan keluarganya bahwa keluarga juga memiliki peranan yang cukup penting dalam terkontrolnya tekanan darah pada pasien hipertensi grade 1 dan hipertrigliseridemia.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi1. Pengertian Hipertensi menurut WHO adalah peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar 90 mmHG. Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmGh dan tekanan diastokik lebih tinggi dari 90 mmHg. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel 1 dibawahKalsifikasi tekanan darah menurut JNC 7Klasifikasi tekanan darahSiastol (mmHg)Siastol (mmHg)

Normal< 120Dan< 80

Prahipertensi120-139Atau80-89

Hipertensi derajat 1140-159Atau90-99

Hipertensi derajat 2 160Atau 100

2. EtiologiA. Hipertensi Primer (Essensial)Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 50 tahun.B. Hipertensi SekunderHipertensi sekunder terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain lain.Hipertensi sekunder dapat diketahui penyebab spesifiknya, dan digolongkan dalam 4 kategori : Hipertensi Kardiovaskuler Biasanya berkaitan dengan peningkatan kronik resistensi perifer total yang disebabkan oleh ateroslerosis. Hipertensi renal (ginjal)Dapat terjadi akibat dua defek ginjal : oklusi parsial arteri renalis atau penyakit jaringan ginjal itu sendiri. Lesi aterosklerotik yang menonjol ke dalam lumen arteri renalis atau kompresi eksternal pembuluh oleh suatu tumor dapat mengurangi aliran darah ke ginjal. Ginjal berespons dengan mengaktifkan jalur hormonal yang melibatkan angiotensin II. Jalur ini meningkatkan retensi garam dan air selama pembentukan urin, sehingga volume darah meningkat untuk mengkompensasi penurunan aliran darah ginjal. Ingatlah bahwa angiotensin II juga merupakan vasokontriktor kuat. Walaupun kedua efek tersebut (peningkatan volume darah dan vasokontriksi akibat angiotensin) merupakan mekanisme kompensasi untuk memperbaiki aliran darah ke arteri renalis yang menyempit, keduanya juga menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri keseluruhan. Hipertensi renal juga terjadi jika ginjal sakit dan tidak mampu mengeleminasi beban garam normal. Terjadi retensi garam yang menginduksi retensi air, sehingga volume plasma bertambah dan timbul hipertensi. Hipertensi endokrin Terjadi akibat sedikitnya dua gangguan endokrin dan sindrom cronn Feokromositoma adalah suatu tumor medula adrenal yang mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin dalam jumlah yang berlebihan. Peningkatan abnormal kadar kedua hormon ini mencetuskan peningkatan curah jantung dan vasokontriksi umum, keduanya menimbulkan hipertensi yang khas untuk penyakit ini. Sindrom conn berkaitan dengan peningkatan pembentukan oleh korteks adrenal. Hormon ini adalah bagian dari jalur hormonal yang menyebabkan retensi garam dan air oleh ginjal. beban garam dan air yang berlebihan di dalam tubuh akibat peningkatan kadar aldosteron menyebabkan tekanan darah meningkat. Hipertensi neurogenikTerjadi akibat lesi saraf, Masalahnya mungkin adalah kesalahan kontrol tekanan darah akibat defek di pusat kontrol kardiovaskuler atau di baroreseptor. Hipertensi neurogenik juga dapat terjadi sebagai respon kompensasi terhadap penurunan aliran darah otak. Sebagai respon terhadap ganguan ini, muncullah suatu refleks yang meningkatkan tekanan darah sebagai usaha untuk mengalirkan darah kaya oksigen ke jaringan otak secara adekuat.

3. PatofisiologiCorwin (2001) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme, namun peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak meninbulkan hipertensi (Astawan, 2002). Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkatan preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik (Amir, 2002). Peningkatan TPR yang berlangsung lama dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Peningkatan Total Peripheral Resistance membuat jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi (membesar), sehingga kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat dan ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup (Hayens, 2003).

Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer. (Soegondo,2007).Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak, dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlajut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adenal. Hormon ini menyebakan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.Pertimbangan Gerontologis. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.

Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial antara lain : A. Curah jantung dan tahanan periferKeseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible.B. Sistem Renin-Angiotensin Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik (Soegondo,2007).Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu: a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah. b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Soegondo,2007). C. Sistem Saraf Otonom Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama sama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon (Soegondo,2007).D. Disfungsi Endotelium Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit (Soegondo,2007).E. Substansi vasoaktif Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan dan hipertensi (Soegondo,2007).F. Hiperkoagulasi Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi (Soegondo,2007).G. Disfungsi diastolik Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel (Soegondo,2007).

4. Manifestasi KlinisIndividu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea darah dan kreatinin. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan (Wijayakusuma, 2000). Menurut Corwin (2001) bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial, penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat, nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, telinga berdengung, dan mata berkunang-kunang (Wiryowidagdo, 2002)..5. DiagnosisMenurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan: a. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.b. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya penyakit, serta respon terhadap pengobatan.c. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan. Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran. Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontralateral.Diagnosis yang akurat merupakan langkah awal dalam penatalaksanaan hipertensi. Akurasi cara pengukuran tekanan arah dan alat ukur yang digunakan, serta ketepatan waktu pengukuran. pengukuran tekanan darah dianjurkan dilakukan pada posisi duduk setelah beristirahat 5 menit dan 30 menit bebas rokok dan kafein. Pengukuran tekanan darah posisi berdiri atau berbaring dapat dilakukan pada keadaan tertentu. Sebaiknya alat ukur yang dipilih adalah sfigmamonometer air raksa dengan ukuran cuff yang sesuai. Balon di pompa sampai 20-30 mmHg diatas tekanan sistolik yaitu saat pulsasi nadi tidak teraba lagi, kemudian dibuka secara perlahan-lahan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari auscultatory gap yaitu hilangnya bunyi setelah bunyi pertama terdengar yang disebabkan oleh kekakuan arteri.Pengukuran ulang hampir selalu diperlukan untuk menilai apakah peninggian tekanan darah menetap sehingga memerlukan intervensi segera atau kembali ke normal sehingga hanya memelukan kontrol yang periodik. Selain itu diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menilai faktor resiko kardiovaskuler lain seperti hiperglikemi atau hiperlipidemi yang dapat dimodifikasi dan menemukan kerusakan organ target akibat tingginya tekanan darah seperti hipertrofi ventrikel kiri atau retinopati hipertensi pada funduskopi. Tentu saja sebelum melakukan pemeriksaan fisik diperlukan anamnesis yang baik untuk menilai riwayat hipertensi dalam keluarga, riwayat penggunaan obat antihipertensi atau obat lain.6. PenatalaksanaanTujuan pengobatan pasien hipertensi adalah: Terget tekanan darah 10 meter dari sumbu air3+

b. Lainnya1

9. Kepemilikan WCa. Sendiri3

10. b. Bersama2 +

c. Tidak ada1

11. SPALa. Saluran tertutup3+

b. Saluran terbuka2

c. Tanpa saluran1

12. Saluran gota. Mengalir lancer3

b. Mengalir lambat2+

c. Tergenang1

d. Tidak ada got1

13. Pengelolaan sampaha. Diangkut petugas3

b. Ditimbun2

c. Dibuat kompos3

d. Dibakar2

e. Dibuang ke kali1

f. Dibuang sembarangan1

g. Lainnya1+

14. Polusi udaraa. Tidak ada3+

b. Ada gangguan1

15. Bahan bakar masaka. Listrik, gas3 +

b. Minyak tanah2

c. Kayu bakar1

d. Arang/batu bara1

TOTAL34

Skor kategori rumah sehat: 34 (Baik: skor 35 45 (>83%)Penetapan skor kategoti rumah sehat adalah sebagai berikut : a. Baik: skor 35 45 (>83%)b. Sedang: skor 29 34 (69 83%)c. Kurang: skor < 29 (< 69%)Keterangan:1) Jamban atau kakus sistem leher angsa: sistem ini sesuai untuk daerah yang mudah mendapatkan air bersih. Pada jamban jenis ini tinja tidak langsung jatuh ke lubang penampungan kotoran. Lubang pembuangan kotoran dilengkapi dengan mangkokan seperti leher angsa. Bila pada mangkokan tersebut dituangi air, pada bagian leher angsa akan tertinggal air yang menggenang yang berfungsi sebagai penutup lubang.2) Jamban atau kakus sistem plengsengan: sederhana yang didesain miring sedemikian rupa sehingga kotoran dapat jatuh menuju tengki septic setelah dikeluarkan, tetapi tangki septic tidak berada langsung di bawah pengguna jamban.3) Cemplung atau cebluk: jamban yang penampungnya berupa lubang yang berfungsi menyimpan dan meresapkan cairan kotoran/tinja ke dalam tandah dan mengendapkan kotoran ke dasar lubang dengan penutup agar tidak bau4) Penetapan skor kategori rumah sehat adalah sebagai berikut:a. Baik: skor 35 45 (>83%)b. Sedang: skor 29 34 (69 83%)c. Kurang: skor < 29 (< 69%)10. Identifikasi Pengetahuan, Sikap, dan Perilakua. Pencegahan penyakitPasien dan keluarga mempunyai kesadaran baik terhadap pencegahan penyakit. Keluarga pasien rajin membersihkan rumah. Ventilasi rumah pasien cukup.b. Gizi keluargaPemenuhan gizi keluarga dikatakan baik karena hamper semua parameter terpenuhi sesuai standar yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan melalui 13 Pedoman Umum Gizi Sehari-hari (PUGS).

Tabel 19. 13 Pedoman Umum Gizi Sehari-hari (PUGS)NoPUGSJawabanSkor

1Makan beraneka ragam makanan. Ya1

2Makan makanan untuk memenuhi kecukupan energi. Ya1

3Makan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi.ya1

4Batasi konsumsi lemak dan minyak seperempat dari kebutuhan energi. Ya1

5Gunakan garam beryodium Ya1

6Makanlah makanan sumber zat besi.Ya1

7Berikan Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif) sampai bayi umur 6 bulan--

8Biasakan makan pagi. Ya1

9Minumlah air bersih dan aman yang cukup.Ya 1

10Lakukan aktivitas fisik dan olahraga secara teratur. Ya1

11Hindari minum minuman berakohol. Ya1

12Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan. Ya1

13Bacalah label pada makanan yang dikemas. Ya1

TOTAL10

Interpretasi : Nilai PUGS menunjukan angka 100%Keluarga menerapkan pedoman umum gizi seimbang

c. Higiene dan sanitasi lingkunganKeadaan rumah pasien dirasa nyaman karena pencahayaan yang masuk cukup, tata ruang rapi, dan jumlah barang sesuai dengan luas rumah sehingga tidak terkesan sempit.d. Penggunaan pelayanan kesehatanPasien dan keluarganya menggunakan pelayanan kesehatan di Rumah sakit, Puskesmas, dan tempat prakter dokter dengan asuransi kesehatan ASKES.11. Identifikasi Lingkungan Hidup KeluargaRumah pasien terletak di lingkungan yang sudah mengutamakan hygiene dan sanitasi.

12. Identifikasi Masalah Perilaku Hidup Bersih dan SehatTabel 20. Perilaku Hidup Bersih dan SehatNoKriteria yang dinilaiJawabanSkor

1.Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan.--

2.Memberi ASI ekslusif.--

3.Menimbang balita setiap bulan.--

4.Menggunakan air bersih.Ya1

5.Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.Ya1

6.Menggunakan jamban sehat.ya1

7.Memberantas jentik di rumah sekali seminggu.ya1

8.Makan buah dan sayur setiap hari.Tidak1

9.Melakukan aktivitas fisik setiap hari.Ya1

10.Tidak merokok di dalam rumah.Ya1

Interpretasi: keluarga Tn.K tidak menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

13. Pelaksanaan Program PembinaanTabel 21.Program PembinaanTanggalKegiatan yang dilakukanHasil kegiatan

30 Januari 2014Anamnesis perjalanan penyakit serta pemeriksaan fisik dan menilai kondisi rumah serta lingkungan sekitarnya.Mengetahui proses perjalanan penyakit dan mengetahui kondisi lingkungan rumah

31 Januari 2014Follow up anamnesa dan pemeriksaan fisik. Konseling pasien mengenai penyakitnya.Edukasi tentang penyakit dan gaya hidup.Menjelaskan pentingnya kontrol rutin dan konsultasi ke pelayanan kesehatan.Pasien lebih paham mengenai penyakitnya dan akan mengikuti saran untuk mencegah kenaikan tekanan darah. Pasien akan rutin kontrol ke puskesmas untuk memantau tekanan darah. Pasien sudah mengerti dan mau menerapkan pola hidup sehat.

D. Diagnosis Kesehatan keluargaDiagnosis Holistik : Hipertensi Grade I dan Hipertrigliseridemia pada Laki-laki Pensiunan dengan Ketidakpatuhan Minum Obat dalam Rumah Tangga yang Tidak Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat.

E. Manajemen Komprehensif1. Promotif Edukasi modifikasi gaya hidupRutin kontrol dan minum obat2. Preventif Makan teratur Minimalisir penggunaan garam, penyedap rasa yang berpengawet dan kecap asin Hindari makanan berlemak seperti gorengan, kuning telur, kulit ayam, jeroan dll Jika ingin makan gorengan sebaiknya goreng sndiri dengan minyak yang baru namun tetap tidak boleh dalam jumlah banyak Jika mengkonsumsi telur, tidak boleh dengan kuning telurnya (maksimal 2 kuning telur/minggu) Jika memasak ayam sebaiknya dibuang bagian kulitnya dan minimalisir penggunaan minyak (contoh dicampur ke sup) Perbanyak makan sayur dan buah Olah raga yang teratur seperti renang, jalan cepat, aerobik, bersepeda setidaknya 30 menit/hari Istirahat cukup Kurangi aktivitas yang menguras tenaga dan pikiran Manajemen stress Perbanyak ibadah

3. Kuratif : R/ Paracetamol mg 500 No. XS 3 dd tab 1 p.cR/ Amlodipine mg 5 tab No. XS 1 dd tab 1 (pagi)R/ Aspilet mg 80 No XS 1 dd tab 1 p.cR/ Gemfibrozil mg 300 No XS 1 dd tab 1 (Malam)

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan1. Dari hasil laporan kasus, analisis catatan medis dan daftar tilik serta kunjungan rumah dapat ditarik kesimpulan bahwa diagnosis pasien yaitu hipertensi grade I dan hipertrigliseridemia pada laki-laki pensiunan dengan ketidakpatuhan minum obat dalam umah tangga yang tidak berperilaku hidup bersih dan sehat.2. Khipertensi merupakan penyakit kronis yang tidak bisa disembuhkan, tetapi bisa dikontrol. Hipertrigliseridemia adalah suatu kondisi dimana nilai trigliserid dalam darah lebih tinggi dari jumlah normal. Ketidakpatuhan minum obat, pola makan yang kurang terjaga dan kondisi pasien yang tidak menerapkan pola hidup bersih dan sehat sangat berhubungan dengan penyakit hipertensi grade I dan hipertrigliseridemia yang dideritanya.3. Dokter keluarga melalui institusi Puskesmas dapat menjadi salah satu sektor yang berperan dalam menangani kasus hipertensi secara holistik, mulai dari promotif, preventif, kuratif, sampai rehabilitatif4. Kerjasama antara petugas kesehatan, pasien dan keluarga menentukan keberhasilan terapi.B. Saran1. Bagi mahasiswa Berusaha lebih mendalami, aktif, kreatif, dan variatif dalam menganalisa permasalahan kesehatan, baik pada keluarga maupun lingkungannya Meningkatkan profesionalisme sebelum terjun ke masyarakat2. Bagi Puskesmas Hendaknya terus melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan usaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif Hendaknya terus menindaklanjuti kasus dengan pendekatan kepada masyarakat sehingga pasien dapat terus terkontrol.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Profil Kesehatan Puskesmas Wirobrajan Kota Yogyakarta. Puskesmas Wirobrajan. YogyakartaAnwar, S. Hardoyo. 2007. Gagal Jantung. Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Bagian Ilmu Kardiologi Universitas Udayana/RSUP Sanglah : Denpasar. Volume 8 Nomer 3Ghanie, A. 2007. Gagal Jantung Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. IV Jilid III. Editor: Aru W, Bambang S, Idrus A, et.al. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia : Jakarta. Hlm 1511Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: ErlanggaKane, Ouslander, et.al. 1994. Instability and Falls: Essentials of clinical Geriatric dalam Nugroho, Wahjudi. 2012.Keperawatan Gerontik & Geriatrik Edisi 3. Jakarta . EGCLaelian, A. 2011. Dalam Thesis : Perbedaan Tolerabilitas Meloxicam dan Natrium Diclofenac pada Nyeri. Universitas Indonesia : Jakarta diakses pada tanggal 28 November 2013 di lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20271308-T%2028573full%20textMaryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba Medika : JakartaMubarak, Wahit Iqbal. 2006. Ilmu keperawatan komunitas. Jakarta: Salemba MedikaVorvick, L., 2011. Muscle Aches. Diakses pada tanggal 28 November 2013 di http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003178.htmPanggabean, N. 2007. Gagal Jantung. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. IV Jilid III. Editor: Aru W, Bambang S, Idrus A, et.al. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia : Jakarta. Hlm 1503

29