Transcript
Page 1: Peritonitis Bakterial Spontan pada Anak dengan Sindrom ... Bakterial Spontan pada... · Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal pada anak yang sering ditemukan, ditandai ... masing

265CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal

pada anak yang sering ditemukan, ditandai

dengan kumpulan gejala yang terdiri atas

proteinuria masif, hipoalbuminemia (<2,5 g/

dL), edema, dan hiperkolesterolemia. Sindrom

nefrotik dapat menyebabkan komplikasi

serius yang terdiri atas komplikasi akut dan

komplikasi jangka panjang. Komplikasi

akut yang sering terjadi adalah infeksi dan

tromboemboli, sedangkan komplikasi

jangka panjang dapat berupa hipertensi dan

penurunan fungsi ginjal atau gagal ginjal.1

Infeksi pada anak dengan sindrom nefrotik

biasanya timbul dalam 2 tahun pertama

sejak manifestasi klinis muncul. Sebelum

penggunaan steroid dan antibiotik, angka

kematian anak sindrom nefrotik mencapai

20% mayoritas disebabkan infeksi bakteri.1

Infeksi merupakan komplikasi yang paling

sering terjadi yaitu 83,8% dari semua

komplikasi sindrom nefrotik, terdiri atas infeksi

saluran nafas (28%), infeksi saluran kemih

(22,8%), peritonitis (15,8%), pneumonia (14%),

diare akut (10,5%), empiema (5,3%),2 dan

selulitis. Komplikasi ini biasanya terjadi pada

saat relaps.3-5 Diagnosis peritonitis bakterial

spontan (PBS) pada sindrom nefrotik sering

sulit ditegakkan karena gejala dan tanda

sistemik dapat tersamarkan oleh penggunaan

kortikosteroid.5

Makalah ini dibuat untuk meningkatkan

pemahaman terhadap kemungkinan

komplikasi PBS yang dapat terjadi pada

sindrom nefrotik pada anak, sehingga tata

laksananya adekuat.

DEFINISI

Peritonitis bakterial spontan atau peritonitis

primer adalah infeksi peritoneum oleh

bakteri yang berasal dari cairan asites tanpa

adanya penyebab intra-abdomen lain yang

nyata.5 Peritonitis karena sebab lain misalnya

Peritonitis Bakterial Spontan pada Anak dengan Sindrom Nefrotik

Sudung O. Pardede, Henny Adriani Puspitasari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-

RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK

Peritonitis bakterial spontan adalah salah satu infeksi yang dapat terjadi pada anak dengan sindrom nefrotik, serta meningkatkan mortalitas

dan morbiditas. Komplikasi ini biasanya terjadi pada 2 tahun pertama sejak gejala klinis muncul. Kerentanan terhadap infeksi berhubungan

dengan berbagai faktor. Organisme penyebab peritonitis bakterial spontan pada umumnya adalah bakteri Gram positif, terutama Streptococcus

pneumoniae, dan bakteri Gram negatif, terutama E. coli. Diagnosis peritonitis bakterial spontan didasarkan pada terdapatnya gejala infl amasi

peritoneum, cairan peritoneum yang keruh, jumlah sel cairan peritoneum >100 /μL atau hitung neutrofi l polimorfonuklear >50 sel/μL,

disertai biakan cairan peritoneum positif, dan biakan darah positif. Pemberian antibiotik merupakan terapi utama peritonitis bakterial spontan.

Pencegahan adalah dengan mengobati sindrom nefrotik dengan adekuat dan imunisasi.

Kata kunci: peritonitis bakterial spontan, sindrom nefrotik, infeksi bakteri

ABSTRACT

Spontaneous bacterial peritonitis is serious infection in children with nephrotic syndrome, with high mortality and morbidity. This complication

occurs within 2 years after the fi rst clinical manifestation. Susceptibility to bacterial infection is related to multiple predisposing factors, impaired

immunologic factors, mechanical factors (oedema and ascites), and immunosuppressive therapy. Gram-positive bacteria, mainly Streptococcus

pneumoniae, and Gram-negative bacteria, mainly E. coli, are the most common cause. Diagnosis is based on peritoneal infl ammation sign, dark

peritoneal fl uid with cell count >100 cells/μL or polymorphonuclear cell count >50 cells/μL, positive peritoneal fl uid culture, and positive blood

culture. Antibiotic is the main treatment. Nephrotic syndrome management and immunization is recommended to prevent spontaneous

bacterial peritonitis. Sudung O. Pardede, Henny Adriani Puspitasari. Spontaneous Bacterial Peritonitis in Children with Nephrotic

Syndrome.

Key words: spontaneous bacterial peritonitis, nephrotic syndrome, bacterial infection

Alamat korespondensi email: [email protected]

Page 2: Peritonitis Bakterial Spontan pada Anak dengan Sindrom ... Bakterial Spontan pada... · Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal pada anak yang sering ditemukan, ditandai ... masing

CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013266

TINJAUAN PUSTAKA

komplikasi dialisis peritoneal tidak termasuk

dalam defi nisi ini.

Peritonitis bakterial spontan adalah salah satu

komplikasi infeksi yang sering terjadi dengan

tingkat morbiditas serta mortalitas tinggi.2-4

Insidens PBS diperkirakan berkisar antara

1,5% hingga 16% dan kematian diperkirakan

sebesar 1,5%.5

Etiologi

Streptococcus pneumoniae dan Escherichia

coli adalah organisme yang paling sering

menyebabkan peritonitis dan sepsis pada

sindrom nefrotik.2,4,6,23 Bakteri Gram positif

lain penyebab PBS antara lain Enterococcus,

Streptococcus group D, dan Streptococcus

viridans yang sensitif terhadap penisilin,

sedangkan bakteri Gram negatif yang

ditemukan adalah Enterobacter cloacae,

Klebsiella penumoniae, Acinetobacter baumanii,

Neisseria meningitidis, dan Salmonella group

B yang sensitif terhadap aminoglikosida dan

sefalosporin. Pada penelitian retrospektif di

RS Chang Gung tahun 1993-1997, didapatkan

10 episode sepsis dan 8 episode PBS dari 452

kasus rawat inap. Hasil biakan steril didapatkan

pada 4 kasus, sedangkan bakteri Gram positif

dan Gram negatif ditemukan pada masing-

masing 7 kasus. 4

Faktor imunologi pada sindrom nefrotik

Anak dengan sindrom nefrotik mengalami

defek imunologis humoral dan selular yang

meningkatkan risiko infeksi. Defek selular

meliputi gangguan sintesis imunoglobulin

dengan hipogammaglobulinemia, penurunan

transformasi limfoblas, peningkatan aktivitas

sel T supresor, dan hipersensitivitas tipe

lambat yang buruk.1,9,10 Defek imunitas

humoral berperan penting dalam kondisi

imunosupresif pada anak sindrom nefrotik

karena terdapat kelainan sistem komplemen.

Kelainan tersebut meliputi depresi konsentrasi

serum faktor I dan B, gangguan pembentukan

komplemen C3b dan opsonisasi.11

Selain albumin yang rendah karena

albuminuria terjadi juga kehilangan protein

melalui urin seperti imunogloblin G (IgG),

faktor I, dan faktor B. Faktor I dan faktor B

berperan dalam jalur alternatif komplemen

yang membantu proses opsonisasi, fagositosis,

dan kekebalan, sehingga defi siensi faktor I

dan faktor B akan menurunkan kemampuan

opsonisasi dan membunuh bakteri.10,14

Penelitian Han dkk. (2009) mengenai status

antibodi pada pasien sindrom nefrotik

menunjukkan adanya korelasi antara

kadar albumin dengan kadar IgG. Pada

sindrom nefrotik, didapatkan proteinuria

selektif yang menyebabkan terjadinya

hipoalbuminemia. Keadaan ini kemudian

menyebabkan hipogammaglobulinemia, dan

hipogamaglobulinemia merupakan salah

satu faktor risiko terjadinya infeksi bakteri.11

Penelitian Matsell dan Wyatt (1993) terhadap

22 pasien sindrom nefrotik kelainan minimal

mendapatkan 7 subjek memiliki riwayat

peritonitis dan 15 subjek tanpa riwayat

peritonitis; subjek dengan peritonitis memiliki

peningkatan ekskresi protein I dan B melalui

urin serta penurunan kadar I dan B dalam

plasma, terutama saat relaps.10 Dilaporkan juga

bahwa penurunan kadar faktor B (proaktivator

C3) dan D yang merupakan komponen

jalur alternatif komplemen menyebabkan

penurunan kemampuan opsonisasi bakteri

berkapsul seperti Streptococcus pneumoniae.11

Patogenesis

Peritonitis primer adalah infeksi primer

intraabdominal yang tidak disertai adanya

lesi intraabdominal.12 Pada sindrom

nefrotik, terdapat faktor predisposisi yang

menyebabkan sindrom nefrotik rentan

terhadap infeksi. Faktor tersebut antara lain

disfungsi limfosit T, konsentrasi IgG plasma

yang rendah, berkurangnya protein yang

berperan pada jalur komplemen, defek

opsonisasi akibat rendahnya faktor I dan B,

pemberian obat imunosupresan, dan faktor

mekanik seperti edema dan asites.1 ,10,14 Selain

kelainan imunologis, pengobatan sindrom

nefrotik dengan steroid dosis tinggi maupun

imunosupresan lain seperti sitostatik juga

menyebabkan penderita sindrom nefrotik

rentan terhadap infeksi.

Terjadinya infeksi intraabdominal merupakan

resultan patogenisitas bakteri dan mekanisme

pertahanan tubuh pejamu yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan, adherensi, atau

invasi bakteri. Beberapa mekanisme terjadinya

infeksi peritonitis pada sindrom nefrotik yaitu:

infeksi langsung dari traktus genitourinarius

(ascending infection), penyebaran melalui

pembuluh darah transdiafragmatikus, migrasi

transmural melalui dinding usus halus, dan

penyebaran secara hematogen melalui

mekanisme translokasi bakteri. Bakteri dari

usus halus bertranslokasi ke kelenjar limfa

mesenterium dan kemudian menyebar

secara hematogen.13 Bakteri memasuki kavum

peritoneum dan menemukan lingkungan

yang sesuai untuk berkembang biak sehingga

memudahkan timbulnya PBS. Asites atau cairan

lain yang ada di kavum peritoneum dapat

menghambat pertahanan tubuh pejamu.

Asites menyebabkan dilusi cairan kaya protein

yang menyebabkan reduksi opsonin, seperti

IgG, komplemen C3, atau mediator infl amasi

lainnya. Selain itu, fagositosis pada cairan

kurang efektif dibandingkan di permukaan

padat12. Terjadinya infeksi peritonitis

dipengaruhi juga oleh meningkatnya jumlah

bakteri anaerob di jejunum, perubahan sawar

usus, dan faktor lain yang mempengaruhi

aliran darah.13

Prediktor

Beberapa manifestasi awal seperti kadar

albumin dan trombosit dapat digunakan

sebagai prediktor timbulnya PBS di kemudian

hari, karena berkaitan dengan meningkatnya

risiko infeksi. Penelitian di Amerika Serikat

tahun 2002, menunjukkan bahwa rata-rata PBS

muncul dalam waktu 1 tahun setelah diagnosis

sindrom nefrotik ditegakkan. Dilaporkan pula

bahwa kadar albumin serum kurang dari 1,5

g/dL pada awal diagnosis memiliki risiko 9,8

kali lebih tinggi untuk mengalami PBS (95%

CI 0,93; 472), dan jumlah trombosit yang lebih

dari 500,000 sel/μL mengindikasikan risiko

PBS yang lebih rendah.(OR:0,12; 95% CI 0,002;

1,29).3

Diagnosis

Peritonitis dapat didiagnosis secara klinis dan

dipastikan dengan hasil biakan. Secara klinis,

PBS pada anak sindrom nefrotik ditandai

dengan gejala peritonitis antara lain demam

(95%), nyeri perut (98%) dan mual atau

muntah (71%). Pada pemeriksaan fi sik anak

tampak kesakitan, nyeri tekan abdomen, dan

defans muskular. Selain itu dapat juga disertai

hipotensi, hipotermia, dan ileus paralitik,

Nyeri abdomen diperparah oleh gerakan,

konstipasi, abdominal bloating, mual, muntah,

nyeri kepala, dispnu, takipnu, dan dehidrasi.

Dapat terjadi komplikasi berupa terbentuknya

abses peritoneum, perlekatan peritoneum,

ileus paralitik, sepsis, dan syok septik.15 Perlu

waspada terhadap gejala klinis berupa nyeri

abdomen atau nyeri epigastrium karena

sering dianggap atau didiagnosis sebagai efek

samping prednison, padahal gejala tersebut

dapat merupakan gejala klinis PBS.

Page 3: Peritonitis Bakterial Spontan pada Anak dengan Sindrom ... Bakterial Spontan pada... · Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal pada anak yang sering ditemukan, ditandai ... masing

267CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA

Secara klinis, diagnosis peritonitis ditegakkan

jika terdapat tanda peritonitis seperti nyeri

abdomen, demam, mual, dan muntah. Pada

pemeriksaan fi sik didapatkan defans muskular

(85%). Hasil laboratorium menunjukkan

leukositosis dengan rerata jumlah leukosit

perifer 21.500/μL (median 21.400/μL, kisaran

7.100 – 44.800/μL) dengan persentase netrofi l

83%. Kondisi tersebut biasanya ditemukan

bersamaan dengan edema dan asites.15

Diagnosis defi nitif peritonitis membutuhkan

biakan cairan peritoneum. Cairan peritoneum

yang diperoleh dengan pungsi asites tampak

keruh dan pada pemeriksaan laboratorium

menunjukkan uji Rivalta positip, jumlah lekosit

dan kadar protein meningkat. Pada cairan

asites perlu diperiksa dengan pulasan Gram.

Pada banyak kasus PBS, parasentesis diagnostik

sering tidak dapat dilakukan sehingga pasien

diterapi dengan antibiotik empiris tanpa

pemeriksaan cairan peritoneum.5

Diagnosis PBS pada sindrom nefrotik sering

sulit ditegakkan karena gejala dan tanda

sistemik dapat tersamarkan oleh penggunaan

kortikosteroid. Diagnosis peritonitis ditegakkan

jika terdapat gejala klinis peritonitis disertai

satu atau lebih hasil pemeriksaan penunjang,

yaitu: 1. cairan peritoneum berwarna keruh

atau jumlah sel cairan peritoneum >100 sel/

μL atau jumlah sel netrofi l polimorfonuklear

(PMN) >50 sel/μL. 2. Terdapat bakteri dalam

cairan peritoneum ditandai dengan pewarnaan

Gram atau biakan cairan peritoneum positif

atau tes counter-immuno-electrophoreses yang

positif untuk antigen bakteri dari cairan asites;

dan 3. biakan darah positif.15

TATA LAKSANA

Tata laksana non-operatif merupakan terapi

utama pada PBS, terdiri atas pemberian

antibiotik dan terapi suportif. Antibiotik

spektrum luas digunakan pada terapi awal

kemudian disesuaikan menjadi spektrum

yang lebih sempit berdasarkan hasil biakan.

Terapi antibiotik awal merupakan terapi

empiris berdasarkan organisme yang sering

menyebabkan PBS. Terapi empiris yang

biasa diberikan adalah kombinasi golongan

penisilin dan aminoglikosida intravena selama

2 minggu, kemudian disesuaikan dengan hasil

biakan dan uji resistensi Amoksisilin diberikan

dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi 3

dosis dan golongan aminoglikosida, antara

lain amikasin dengan dosis 15 mg/kgBB/hari

atau gentamisin dengan dosis 3-5 mg/kgBB/

hari dibagi 2 dosis. Bila dicurigai terdapat

infeksi pneumococcus yang resisten, dapat

diberikan penisilin dosis tinggi. Dapat juga

diberikan antibiotik golongan sefalosporin,

seperti sefotaksim dengan dosis 75-100 mg/

kgbb/hari, seftriakson 75-100 mg/kgBB/

hari, atau seftazidim 50-100 mg/kgBB/hari

Antibiotik golongan vankomisin (30-40 mg/

kgBB/hari), kloramfenikol (75-100 mg/kgBB/

hari), dan imipenem (50 mg/kgBB/hari) efektif

digunakan untuk infeksi oleh Streptococcus

pneumoniae resisten penisilin.7,8,15

Perlu diperhatikan kebutuhan cairan

dan elektrolit serta kalori karena pasien

sering mual muntah dan demam tinggi

yang menyebabkan asupan cairan dan

kalori berkurang dan pengeluaran cairan

dan elektrolit meningkat. Selain itu, perlu

diperhatikan terapi suportif lainnya. Jika

perlu, dapat diberikan terapi simtomatik.

Pemberian obat spasmolitik tidak dianjurkan

dan malah dapat merupakan indikasi kontra.

Pada sindrom nefrotik dengan keadaan

infeksi berat seperti PBS, pemberian steroid

atau prednison perlu dihentikan sementara

atau dosisnya dikurangi atau di-taper-off , dan

dilanjutkan lagi setelah infeksi teratasi.

Beberapa kepustakaan melaporkan kejadian

infeksi pneumococcus resisten penisilin

pada kasus PBS, bahkan angka kejadiannya

meningkat di beberapa daerah. Peningkatan

frekuensi infeksi pneumokokus resisten

penisilin ini mempengaruhi dosis terapi. Pada

tahun 1996, di Amerika Serikat dilaporkan

kasus peritonitis oleh kuman pneumokokus

resisten penisilin. Berdasarkan kasus tersebut

direkomendasikan penggunaan penisilin dan

sefalosporin dosis tinggi untuk infeksi selain

meningitis pada Streptococcus pneumoniae

yang intermediet berdasarkan hasil biakan.7,8

Perlu diwaspadai penggunaan antibiotik

spektrum luas dapat meningkatkan angka

resistensi dan mendorong pertumbuhan

jamur serta organisme patogen lain yang

akan memperparah keadaan pasien.5

Pencegahan

Pencegahan utama PBS adalah tata laksana

sindrom nefrotik yang adekuat dengan

steroid maupun obat imunosupresif lainnya.

Asites perlu ditanggulangi dengan pemberian

diuretik dan albumin bila diperlukan.6

Pemberian golongan penisilin profi laksis

digunakan pada beberapa kasus secara

sporadis. Laporan yang mendukung

penggunaan penisilin profi laksis ini belum

banyak dan belum ada penelitian acak

terkontrol. Penggunaan penisilin profi laksis

ini didasarkan pada pasien dengan penyakit

sel sabit yang memiliki kemiripan dengan

sindrom nefrotik dalam hal risiko infeksi. Pada

pasien penyakit sel sabit, kemoprofi laksis

dilaporkan dapat menurunkan insidens

pnemonia bakterialis, terutama pada anak

berusia kurang dari 5 tahun. 6

Upaya lain mencegah PBS adalah imunisasi;

yang direkomendasikan adalah terhadap

Streptococcus pneumoniae. Imunisasi telah

menunjukkan hasil yang efektif pada anak

dengan sindrom nefrotik sensitif steroid

dan tidak mendapatkan terapi steroid pada

saat imunisasi.6 Di Amerika Serikat, Advisory

Committee on Immunization Practices

merekomendasikan vaksinasi pneumokokus

pada anak berumur 2-5 tahun dengan

komorbiditas tertentu, termasuk untuk

sindrom nefrotik.16

SIMPULAN

Anak dengan sindrom nefrotik memiliki ke-

rentanan imunologis terhadap infeksi. Infeksi

bakterial yang paling sering terjadi adalah

peritonitis bakterial spontan. Peritonitis primer

ini dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif

terutama Streptococcus pneumoniae dan

bakteri Gram negatif. PBS pada anak dengan

sindrom nefrotik ditandai dengan demam,

muscular defense, dan leukositosis yang terjadi

pada kondisi edema dan asites. Tata laksana

utamanya adalah pemberian antibiotik,

sedangkan pencegahan dilakukan dengan

mengontrol kondisi nefrotik, mencegah asites,

dan imunisasi.

Page 4: Peritonitis Bakterial Spontan pada Anak dengan Sindrom ... Bakterial Spontan pada... · Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal pada anak yang sering ditemukan, ditandai ... masing

CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013268

TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

1. Eddy A, Symons JM. Nephrotic syndrome in children. Lancet. 2003; 362:629-39.

2. Alwadhi RK, Mathew JL, Rath B. Clinical profi le of children with nephrotic syndrome not on glucocorticoid therapy, but presenting with infection. J Pediatr Child Health. 2004;40:28-32.

3. Uncu N, Bulbul M, Yildiz N, Noyan A, Kosan C, Kavukcu S, dkk.. Primary peritonitis in children with nephrotic syndrome: results of a 5-year multicenter study. Eur J Pediatr. 2010;169:73-6.

4. Tain Y, Lin G, Cher T. Microbiological spectrum of septicemia and peritonitis in nephrotic children. Pediatr Nephrol. 1999;13:835-7.

5. Hingorani SR, Weiss NS, Watkins SL. Predictors of peritonitis in children with nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol. 2002;17:678-82.

6. Mcintyre P, Craig JC. Prevention of serious bacterial infection in children with nephrotic syndrome. J Pediatr Child Health. 1998;34:314-7.

7. Ilyas M , Roy S, Abbasi S, Leggiadro RJ, English K, Wyatt RJ. Serious infections due to penicillin-resistant Streptococcus pneumoniae in two children with nephrotic syndrome. Pediatr

Nephrol. 1996;10:639-41.

8. Waisman DC, Tyrell GJ, Kellner JD, Garg S, Marrie TJ. Pneumococcal peritonitis: still with us and likely to increase in importance. Can J Infect Dis Med Microbiol. 2010;21:e23-7.

9. Gbadegesin R, Smoyer WE. Nephrotic syndrome. Dalam: Geary DE, Schaefer F., penyunting; Comprehensive Pediatric Nephrology. Philadelphia: Mosby Elsevier. 2008.hal. 215-8.

10. Matsell DG, Wyatt RJ. The role of I and B in peritonitis associated with the nephrotic syndrome of childhood. Ped Res. 1993;34:84-8.

11. Han J, Lee K, Hwang J, Koh D, Lee J. Antibody status in children with steroid-sensitive nephrotic syndrome. Yonsei Med J. 2009;51:239-43.

12. Farthmann EH, Schoff el U. Epidemiology and pathophysiology of intraabdominal infections (IAI). Infection. 1998;26:329-34.

13. Clark JH, Fitzgerald JF, Kleiman MB. Spontaneous bacterial peritonitis. J Pediatr. 1984;104:495-500.

14. Patiroglu T, Melikoglu A, Dusunsel R. Serum levels of C3 and factors I and B in minimal change disease. Acta Paediatr Jpn. 1998;40:333-6.

15. Gorensek MJ, Lebel MH, Nelson JD. Peritonitis in children with nephrotic syndrome. Pediatrics. 1988;81:849-56.

16. Advisory Committee on Immunization Practices. Preventing pneumococcal among infants and young children. Recommendations on the Advisory Committee on Immunization Prac-

tices (ACIP). MMWR Recomm Rep. 2000;49(RR-9):1-35.