Download docx - Perforasi Gaster

Transcript
Page 1: Perforasi Gaster

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN 

Nama   : Tn. S

Umur     : 49 tahun

Jenis kelamin  : Laki-laki

Alamat    : Jl. Manunggal rt/rw 03 kel. Tungkal II kec. tungkal ilir,

Tanjabtim

Agama    : Islam

Pekerjaan   : Buruh

Tanggal MRS  : 8-3-2013

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama  : 

Nyeri pada seluruh lapangan perut

2. Riwayat Perjalanan Penyakit :

± 1 bulan yang lalu pasien mengeluh nyeri pada perut, mual (+), muntah

(+), demam (+). Kemudian pasien berobat ke mantri, namun sakit perutnya tidak

juga hilang. Mulanya nyeri dirasakan diulu hati, tidak diperut kanan bawah.

Nyeri dirasakan sangat hebat, tiba-tiba dan terus-menerus dan mulai menyebar

ke seluruh perut sehingga menyebabkan pasien tidak bisa beraktifitas.

1 minggu SMRS pasien tidak bisa BAB sehingga pasien membeli obat

pencahar ke toko, namun BAB hanya sedikit. ± 1 hari SMRS pasien mengeluh

nyeri yang bertambah berat pada seluruh perut dan lebih dominan nyeri di

epigastrium, BAK (+) lancar, BAB (-), pasien merasa masih bisa kentut

namun berkurang, perut kembung, perut terasa kaku, tidak nafsu makan dan

minum sehingga pasien dibawa ke RSUD Raden Mattaher Jambi.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat Penyakit Magh dibenarkan

- Riwayat mengkonsumsi obat untuk menghilangkan nyeri sendi dibenarkan

- Riwayat perut sering kembung dibenarkan

1

Page 2: Perforasi Gaster

- Riwayat pernah diurut

- Riwayat trauma disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran  : Compos mentis

A. Tanda Vital: 

TD : 100/70 mmHg

N : 96 x/menit 

R : 24 x/menit

T : 37C     

B. Pemeriksaan Fisik Umum

a. Kepala-leher

Kepala    : Normocephal, deformitas (-)

Mata   : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor

ka-ki, reflek cahaya (+/+)

Leher   : pembesaran KGB (-), massa (-)

b. Thorax-Cardiovascular

 Inspeksi  : bentuk dada simetris, retraksi (-), sela iga dalam batas

normal

Palpasi   : stem fremitus (+) normal, iktus cordis (+)

 Perkusi  : Jantung : Pekak

Paru : Sonor

Auskultasi  : Jantung : BJI-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

c. Abdomen

Inspeksi  : distensi (+),  darm countour (-), darm steifung (-), jejas

(-)

Auskultasi  : Bising usus (-)

2

Page 3: Perforasi Gaster

Perkusi  : Hipertimpani  di seluruh lapang abdomen

Palpasi   : Defans muskular (+), nyeri tekan di seluruh abdomen (+)

d. Ekstremitas

Superior   : Edema (-/-), akral hangat

Inferior : Edema (-/-), akral hangat

C. Pemeriksaan rectal toucher

• Tonus m. spincter ani menjepit

• Mukosa licin

• Ampula recti menganga

• Pole atas prostat teraba

• Nyeri tekan di seluruh jam

• Lendir(-), feses (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Laboratorium Darah Rutin (19-03-2013)

WBC  : 18.8 (3.5 – 10.0.10³/mm³ )

RBC   : 4.47  (3.80 – 5.80.106/mm³ )

HGB   : 11.4  (11.0 – 16.5 g/dl )

HCT   : 37.0  (35.0 – 50.0 % )

PLT   : 379  (150 – 390.10³/mm³ ) 

PCT : .340 (.100 - .500 %)

MCV  : 83  (80-97 µm³ )

MCH  : 25.6  (26.5-33.5 pg)

MCHC  : 30.9  (31.5-35.0 gr/dl)

RDW : 15.4 (10.0-15.0%)

MPV : 9.0 (10.0-18.0%)

PDW : 16.9 (10.0-18.0%)

Diff :

% LYM: 11.8 L % (17.0-48.0%)

% MON : 5.6 % (4.0-10.0%)

%GRA : 82.6 % (43.0-76.0%)

3

Page 4: Perforasi Gaster

# LYM : 2.2 103/mm3 (1.2-3.2 103/mm3)

#MON : 1.0 103/mm3 (0.3-0.8 103/mm3)

#GRA : 15.6 103/mm3 (1.2-6.8 103/mm3)

- Pemeriksaan Kimia Darah

Bilirubin Total : 0.6 mg/dl

Bilirubin Direct : 0.5 mg/dl

Bilirubin Indirect : 0.1 mg/dl

Protein Total : 5.6 g/dl

Albumin : 3.3 g/dl

Globulin : 2.3 g/dl

SGOT : 31 U/L

SGPT :15 U/L

GDS : 94 mg/dl

- Pemeriksaan Elektrolit

Natrium (Na) : 144.7 mmol/L

Kalium (K) : 3.5 mmol/L

Klorida (Cl) : 120.7 mmol/L

- Foto Polos Abdomen 2 posisi

4

Page 5: Perforasi Gaster

E. DIAGNOSIS BANDING

- Perforasi Gaster

- Appendisitis Perforasi

- Pankreatitis Akut

F. DIAGNOSIS KERJA

- Peritonitis et causa Perforasi Gaster

G. PENATALAKSANAAN

- IVFD RL 40 gtt/i

- Pasang NGT

- Pasang kateter

- Pasien dipuasakan

- Inj ranitidin 3 x 50 mg

- Inj ceftriaxon 1 x 2 g

- metronidazol 3 x 500 mg

- Rencana Laparotomi

5

Page 6: Perforasi Gaster

BAB II

PENDAHULUAN

Peritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau

seluruh selaput peritoneum parietale ataupun viserale pada rongga abdomen. Peritonitis

seringkali disebabkan dari infeksi yang berasal dari organ-organ di cavum abdomen.

Penyebab tersering adalah perforasi dari organ gaster, colon, kandung empedu atau

apendiks. Infeksi dapat juga menyebar dari organ lain yang menjalar melalui darah.

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Penyebab

perforasi gastrointestinal adalah : ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid,

kerusakan akibat trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan

tumor ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi paling sering adalah akibat ulkus peptik

gaster dan duodenum.

Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung

buatan (perforatio tecta). Pada tahun 1799 gejala klinik ulkus perforasi dikenali untuk

pertama kali, meskipun baru pada tahun 1892, Ludwig Hensner, seorang Jerman,

pertama kali melakukan tindaka bedah pada ulkus peptik gaster. Pada tahun 1894,

Henry Percy Dean melakukan tindakan bedah pada ulkus perforasi usus kecil

duodenum.

Gastrektomi parsial, meskipun sudah dilaksanakan untuk ulkus gaster perforasi

dari awal 1892, tidak menjadi terapi populer sampai tahun 1940. Hal ini karena

dirasakan adanya rekurensi yang tinggi dari gejala-gejala setelah perbaikan sederhana.

Efek fisiologis vagotomi trunkal pada sekresi asam telah diketahui sejak awal abad 19,

dan pendekatan ini diperkenalkan sebagai terapi ulkus duodenum pada tahun 1940.

Perkembangan selanjutnya terapi ulkus peptik adalah diperkenalkannya

vagotomi selektif tinggi pada akhir 1960. Namun, tidak ada satupun pencapaian ini yang

terbukti berhasil, dan beberapa komplikasi post operatif, termasuk angka rekurensi

ulkus yang tinggi, telah membatasi penggunaan teknik-teknik ini. Akhir-akhir ini, pada

pasien dengan perforasi gaster, penutupan sederhana lebih umum dikerjakan daripada

reseksi gaster.

6

Page 7: Perforasi Gaster

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Peritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau

seluruh selaput peritoneum parietale ataupun viserale pada rongga abdomen. Peritonitis

sering kali disebabkan dari infeksi yang berasal dari organ-organ di cavum abdomen.

Penyebab tersering adalah perforasi dari organ gaster, colon, kandung empedu atau

apendiks. Infeksi dapat juga menyebar dari organ lain yang menjalar melalui darah.

A. ANATOMI

Peritoneum

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang

kompleks. Di bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di

sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini

terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis

dan subkutis, lemak subkutan dan fasia superfisial (fasia Scarpa) kemudian ketiga

otot dinding perut, m.oblikus abdominis eksternus, m.oblikus abdominis internus,

dan m.tranversus abdominis dan akhirnya lapis preperitoneal, dan peritoneum. Otot

di bagian depan terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan fasianya yang di

garis tengah dipisahkan oleh linea alba.

Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga

perut. Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniakaudal

diperoleh pendarahan dari cabang aa.interkostales VI s/d XII dan a.epigastrika

superior. Dari kaudal, a.iliaka sirkumfleksa superfisialis, a.pudenda eksterna, dan

a.epigastrica inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut

horizontal maupun vertikal tanpa menimbulkan gangguan pendarahan. Persarafan

dinding perut dilayani secara segmental oleh n.torakalis VI s/d XII dan n.lumbalis I.

Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang

tipis mengkilap yang juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam rongga

abdominal. Lapisan membran yang membatasi dinding abdomen dinamakan

peritoneum parietale, sedangkan bagian yang meliputi organ dinamakan peritoneum

viscerale. Di sekitar dan sekeliling organ ada lapisan ganda peritoneum yang

7

Page 8: Perforasi Gaster

membatasi dan menyangga organ, menjaganya agar tetap berada di tempatnya, serta

membawa pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf.

Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya

seperti kipas, pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang

mengembang melekat pada usus halus. Di antara dua lapisan membran yang

membentuk mesenterium terdapat pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya

yang memasok usus. Bagian mesenterium di sekitar usus besar dinamakan

mesokolon. Lapisan ganda peritoneum yang berisi lemak, menggantung seperti

celemek di sebelah atas depan usus bernama olentum majus. Bangunan ini

memanjang dari tepi gaster sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan

kemudian melipat kembali dan melekat pada colon tranversum. Ada juga membran

yang lebih kecil bernama omentum minus yang terentang antara gaster dan liver.

Gambar 1 Anatomi cavum peritonitis

Anatomi gaster

Gaster terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat

di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong gaster menyerupai tabung bentuk J,

dan bila penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal gaster adalah

1 sampai 2 liter.

Secara anatomis gaster terbagi atas fundus, korpus, dan antrumpilorikum

atau pilorus. Sebelah kanan atas gaster terdapat cekungan kurvatura minor, dan

bagian kiri bawah gaster terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung

8

Page 9: Perforasi Gaster

gaster mengatur pengeluaran dan pemasukan yang terjadi. Sfingter kardia atau

sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke dalam gaster dan

mencegah refluks isi gaster memasuki esofagus kembali.

Daerah gaster tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama

daerah kardia. Di saat sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk ke

dalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya

aliran balik isi usus ke dalam gaster.

Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat

mengalami stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit

penyakit ulkus peptikum. Abnormalitas sfingter pilorus dapat pula terjadi pada

bayi.

Stenosis pilorus atau piloro spasme terjadi bila serabut otot di

sekelilingnya mengalami hipertrofi atau spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi

untuk mengalirkan makanan dari gaster ke dalam duodenum. Bayi akan

memuntahkan makanan tersebut dan tidak mencerna serta menyerapnya. Keadaan

ini mungkin dapat diperbaiki melalui operasi atau pemberian obat adrenergik yang

menyebabkan relaksasi serabut otot.

Gaster tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar

merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis

menyatu pada kurvatura minor gaster dan duodenum kemudian terus memanjang ke

hati, membentuk omentum minus. Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ

menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Jadi omentum minus (disebut

juga ligamentum hepatogastrikum atau hepatoduodenalis) menyokong gaster

sepanjang kurvatura minor sampai ke hati.

Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke bawah membentuk omentum

majus, yang menutupi usus halus dari depan seperti sebuah apron besar. Sakus

omentum minus adalah tempat yang sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista

pankreatikum) akibat penyulit pankreatitis akut.

9

Page 10: Perforasi Gaster

Gambar 2 Anatomi gaster

Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun atas tiga

lapis dan bukan dua lapis otot polos yaitu lapisan longitudinal di bagian luar,

lapisan sirkular di tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot

yang unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang

diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikel-partikel yang kecil,

mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan gaster, dan

mendorongnya ke arah duodenum.

Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan

lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa

bergerak dengan gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf,

pembuluh darah, dan saluran limfe.

Mukosa, lapisan dalam gaster, tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal

disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya disternsi gaster sewaktu diisi

makanan. Terdapat beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan

menurut bagian anatomi gaster yang ditempatinya.

Kelenjar kardia berada di dekat orifisium kardia dan menyekresikan mukus.

Kelenjar fundus atau gastrik terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus

gaster. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe sel utama. Sel-sel zimogenik (chief cell)

10

Page 11: Perforasi Gaster

menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana

asam. Sel-sel parietal menyekresikan asam hidroklorida (HCL) dan faktor intrinsik.

Faktor intrisik diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus.

Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Sel-

sel mukus (leher) ditemukan di leher kelenjar fundus dan menyekresikan mukus.

Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada daerah pilorus

gaster. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida

dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresi dalam gaster adalah enzim dan

berbagai elektrolit, terutama ion natrium, kalium dan klorida.

Persarafan gaster sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf

parasimpatis untuk gaster dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui

saraf vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus gastrika, pilorika, hepatika, dan

seliaka. Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka.

Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh

peregangan, kontraksi otot, serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium

abdomen. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat motilitas dan sekresi gaster.

Pleksus saraf mienterikus (Auerbach) dan submukosa (Meissner) membentuk

persarafan intrinsik dinding gaster dan mengoordinasi aktivitas motorik dan sekresi

mukosa gaster.

Seluruh suplai darah di gaster dan pankreas (serta hati, empedu, dan limpa)

terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan

cabang-cabang yang menyuplai kurvatura minor dan major. Dua cabang arteri yang

penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan arteria

pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior

duodenum. Ulkus pada dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri ini dan

menyebabkan terjadinya perdarahan. Darah vena dari gaster dan duodenum, serta

yang berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran gastrointestinal, berjalan

ke hati melalui vena porta.

11

Page 12: Perforasi Gaster

B. Fisiologi gaster

Fungsi motorik

1. Menampung :Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi

sedikit dicerna dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan

peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi

reseptif otot polos; diperantarai oleh nervus vagus dan dirangsang

oleh gastrin.

2. Mencampur : Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan

mencampurnya dengan getah gaster melalui kontraksi otot

yang mengelilingi gaster. Konstraksi peristaltik diatur oleh

suatu irama listrik dasar.

3. Pengosongan gaster : Diatur oleh pembukaan sfingter pilorus yang dipenga

ruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas

osmotik, keadaan fisik, serta oleh emosi, obat-obatan,

dan olahraga. Pengosongan gaster diatur oleh faktor

saraf dan hormonal, seperti kolesistokinin.

Fungsi pencernaan dan sekresi

12

Page 13: Perforasi Gaster

1. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL dimulai disini. Pencernaan

karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase memiliki peranan yang

kecil di dalam gaster.

2. Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan,

peregangan antrum, alkalinisasi antrum, dan rangsangan vagus.

3. Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus

halus bagian distal.

4. Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi gaster serta

berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.

5. Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, tampaknya

berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin.

Cairan gaster

Cairan gaster yang jumlahnya bervariasi antara 500-1500 ml/hari

mengandung lendir, pepsinogen, faktor intrinsik dan elektrolit, terutama larutan

HCl. Sekresi basal cairan ini selalu ada dalam jumlah sedikit. Pengaturan sekresi

lambung dibagi atas tiga fase, yaitu:

1. Fase sefalik

Fase ini sudah dimulai sebelum makanan masuk ke gaster, yaitu dengan

melihat, mencium, memikirkan atau mengecap makanan. Fase ini diperantarai

seluruhnya oleh nervus vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal

neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks selebri atau

pusat nafsu makan. Impuls eferan kemudian dihantarkan melalui saraf vagus

ke lambung. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastrik terangsang menyekresi

HCL, pepsinogen, dan menambahkan mukus. Fase sefalik menghasilkan

sekitar 10% dari sekresi gaster normal yang berhubungan dengan makanan.

2. Fase gastrik

Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi antrum

juga dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-

reseptor pada dinding gaster. Impuls tersebut berjalan menuju medula melalui

aferen vagus dan kembali ke lambung melalui eferen vagus, impuls ini

merangsang pelepasan hormon gastrin dan secara langsung juga merangsang

13

Page 14: Perforasi Gaster

kelenjar-kelenjar gaster. Gastrin dilepaskan dari antrum dan kemudian dibawa

oleh aliran darah menuju kelenjar gaster untuk merangsang sekresi. Pelepasan

gastrin juga dirangsang oleh PH alkali, garam empedu di antrum, dan

terutama oleh protein makanan dan alkohol. Membran sel parietal difundus

dan korpus lambung mengandung reseptor untuk gastrin, histamin, dan

asetilkolin yang merangsang sekresi asam. Setelah makan, gastrin dapat

beraksi pada sel parietal secara langsung untuk sekresi asam dan juga dapat

merangsang pelepasan histamin dari sel enterokromafin dari mukosa untuk

sekresi asam. Fase sekresi gastrik menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi

total setelah makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi

lambung harian yang berjumlah sekitar 2000 ml. Fase gastrik dapat

terpengaruh oleh reseksi bedah pada antrum pilorus, sebab disinilah letak

pembentukan gastrin.

3. Fase intestinal

Fase ini dimulai oleh gerakan kimus dari gaster ke duodenum. Fase sekresi

gaster diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang tercerna

sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus,

suatu hormon yang menyebabkan gaster terus menerus menyekresikan

sejumlah kecil cairan gaster. Meskipun demikian, peranan usus kecil sebagai

penghambat sekresi gaster lebih besar.

C. Perforasi gaster

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen.

Penyebab perforasi gastrointestinal adalah : ulkus peptik, inflamasi divertikulum

kolon sigmoid, kerusakan akibat trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn,

kolitis ulserasi, dan tumor ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi paling sering

adalah akibat ulkus peptik, gaster dan duodenum. Perforasi dapat terjadi di rongga

abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung buatan (perforatio tecta).

Pada anak-anak cedera yang mengenai usus halus akibat dari trauma

tumpul perut sangat jarang dengan insidensinya 1-7 %. Sejak 30 tahun yang lalu

perforasi pada ulkus peptikum merupakan penyebab yang tersering. Perforasi ulkus

duodenum insidensinya 2-3 kali lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster.

14

Page 15: Perforasi Gaster

Hampir 1/3 dari perforasi gaster disebabkan oleh keganasan pada gaster. Sekitar 10-

15% penderita dengan divertikulitis akut dapat berkembang menjadi perforasi

bebas.

D. Etiologi

Obat-obatan (NSAID, steroid, alkohol, dan nikotin)

Gangguan pertahanan mukosa gaster

Peningkatan sekresi asam lambung

E. Patofisiologi

Dalam keadaan normal, gaster relatif bersih dari bakteri dan

mikroorganisme lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan

orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak

berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster. Namun, mereka

yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko terhadap kontaminasi

peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam gaster ke rongga

peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak

ditutup dan partikel makanan mencapai rongga peritoneal, peritonitis kimia

bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas gejala untuk beberapa

jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis bakterial kemudian.

Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi

akut. Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi,

membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang

diakibatkan di area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan

pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada peningkatan

aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk abses,

efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses, dan pembesaran

abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general, kegagalan multi

organ, dan syok dapat terjadi.

F. Penegakan diagnosis

15

Page 16: Perforasi Gaster

Menegakkan diagnosis peritonitis secara cepat adalah penting sekali.

Diagnosis peritonitis didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis.

Kebanyakan pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen. Nyeri ini bisa timbul

tiba-tiba atau tersembunyi.

Pada awalnya, nyeri abdomen yang timbul sifatnya tumpul dan tidak

spesifik (peritoneum viseral) dan kemudian infeksi berlangsung secara progresif,

menetap, nyeri hebat dan semakin terlokalisasi (peritoneum parietale). Nyeri perut

hebat yang makin meningkat dengan adanya pergerakan. Dalam beberapa kasus

(misal: perforasi gaster, pankreatitis akut, iskemia intestinal) nyeri abdomen akan

timbul langsung secara umum / general sejak dari awal. Mual dan muntah

biasanya sering muncul pada pasien dengan peritonitis. Muntah dapat terjadi

karena gesekan organ patologi atau iritasi peritoneal sekunder.

Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis

gawat abdomen. Sifat, letak dan perpindahan nyeri merupakan gejala yang penting.

Demikian juga muntah, kelainan defekasi dan sembelit. Adanya syok, nyeri tekan,

defans muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai gejala dan tanda

penting. Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting untuk

menegakkan diagnosis.

G. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut

nadi, pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan

pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi

atau sepsis juga perlu diperhatikan.

Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya

tidak baik. Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis

hebat akan muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya

mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual

dan muntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan

adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin

16

Page 17: Perforasi Gaster

hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya

peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.

Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat

menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen ini

harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan terapi yang akan dilakukan.

Inspeksi abdomen

Pada inspeksi, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi

menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran

usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis

biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended.

Auskultasi abdomen

Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling

terasa sakit di abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang

ditunjuk pasien. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara

bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau

menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh

sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik).

Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.

Perkusi

Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara

bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan

pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan

menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.

Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan

colok dubur dan pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis.

Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang

memberikan informasi pada peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan

adanya kelainan di daeah panggul, seperti apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri

pada semua arah menunjukkan general peritonitis. Colok dubur dapat pula

17

Page 18: Perforasi Gaster

membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis

dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula

biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi untuk kemungkinan

kelainan pada alat kelamin dalam perempuan.

Palpasi abdomen

Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang

sangat sensitif. Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang paling

sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak

dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak

nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity)

menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri

somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada

inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan.

Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan

setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk

melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.

H. Pemeriksaan penunjang

Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan

adalah : foto polos abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika

urinaria penuh, CT-scan murni dan CT-scan dengan kontras. Jika temuan foto

Rontgen dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan ragu untuk menggunakan

CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat mendeteksi cairan dan jumlah

udara yang sangat sedikit sekali pun yang tidak terdeteksi oleh metode yang

disebutkan sebelumnya.

Radiologi

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Isi

yang keluar dari perforasi dapat mengandung udara, cairan gaster dan duodenum,

empedu, makanan, dan bakteri. Udara bebas atau pneumoperitoneum terbentuk jika

udara keluar dari sistem gastrointestinal. Hal ini terjadi setelah perforasi gaster,

18

Page 19: Perforasi Gaster

bagian oral duodenum, dan usus besar. Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam

keadaan normal tidak mengandung udara, jumlah udara yang sangat kecil

dilepaskan. Udara bebas terjadi di rongga peritoneum 20 menit setelah perforasi.

Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting,

karena keadaan ini biasanya memerlukan intervensi bedah. Radiologis memiliki

peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur diagnostik dan

untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi. Deteksi pneumoperitoneum

minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen karena perforasi gaster adalah

tugas diagnostik yang paling penting dalam status kegawatdaruratan abdomen.

Seorang dokter yang berpengalaman, dengan menggunakan teknik radiologi, dapat

mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, ia menggunakan

teknik foto abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.

Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi dapat

dipercaya, kualitas film pajanan dan posisi yang benar sangat penting. Setiap pasien

harus mengambil posisi adekuat 10 menit sebelum pengambilan foto, maka, pada

saat pengambilan udara bebas dapat mencapai titik tertinggi di abdomen. Banyak

peneliti menunjukkan kehadiran udara bebas dapat terlihat pada 75-80% kasus.

Udara bebas tampak pada posisi berdiri atau posisi decubitus lateral kiri.

Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan

tertutup oleh kondisi bedah patologis lain. Posisi supine menunjukkan

pneumoperitoneum pada hanya 56% kasus. Sekitar 50% pasien menunjukkan

kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya adalah subhepatika atau di ruang

hepatorenal. Di sini dapat terlihat gambaran oval kecil atau linear. Gambaran udara

bentuk segitiga kecil juga dapat tampak di antara lekukan usus. Meskipun, paling

sering terlihat dalam bentuk seperti kubah atau bentuk bulan setengah di bawah

diafragma pada posisi berdiri. Football sign menggambarkan adanya udara bebas di

atas kumpulan cairan di bagian tengah abdomen.

19

Page 20: Perforasi Gaster

Gambar 3 radiologi perforasi gaster

Ekspertise:

Sebuah x-ray abdomen menunjukkan bayangan bulat yang abnormal di garis

tengah epigastrium dan tampak padat yang diinterpretsi sebagai gas intramural

Ultrasonografi

Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut

abdomen. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai

densitas, yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat

kandungan gaster. Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk mendeteksi cairan

bebas di pelvik kecil menggunakan teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan,

ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.

20

Page 21: Perforasi Gaster

Gambar 4 USG perforasi gaster

Ekspertise:

Sebuah USG abdomen menunjukkan area echogenik yang berbentuk bola dan

berbatas tegas yang terletak di peritoneum

CT scan

CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk

mendeteksi udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung

dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan

sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster.

Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar

dapat membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai

area hipodens dengan densitas negatif. Jendela untuk parenkim paru adalah yang

terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat CT scan dilakukan dalam posisi supine,

gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di depan bagian abdomen.

Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika pasien setelah itu

mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik dalam mendeteksi

kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal. Walaupun sensitivitasnya

21

Page 22: Perforasi Gaster

tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek

radiasinya.

Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak

terlihat pada scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik

untuk membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan

udara melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum scanning.

Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut secara

oral minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu untuk

menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak dapat diberikan

pada keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan pembentukkan granuloma dan

adesi peritoneum. Beberapa penulis menyatakan bahwa CT scan dapat memberi

ketepatan sampai 95%.

Gambar 5 CT scan perforasi gaster

22

Page 23: Perforasi Gaster

I. Penatalaksanaan

Penderita yang gasternya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan

umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan

pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-

tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan

dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.

Tujuan dari terapi bedah adalah :

• Koreksi masalah anatomi yang mendasari

• Koreksi penyebab peritonitis

• Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat

fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan,

sekresi gaster).

Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan

saja setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi

tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan

terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan

vagotomi dan antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan perforasi gaster.

Gambaran patologis dan klinis konsisten dengan overdistensi mekanik

daripada iskemia sebagai penyebab perforasi. Tanda dan gejala perforasi gaster

biasanya mereka dengan gejala akut abdomen disertai sepsis dan gagal napas.

Pemeriksaan abdominal adanya distensi abdominal yang signifikan. Vomitus

adalah gejala yang tidak konsisten.

Udara bebas persisten atau asidosis berkelanjutan dan bukti peritonitis

mengamanatkan eksplorasi bedah. Perbaikan bedah pada perforasi terdiri dari

debrideman dan penutupan dua lapis gaster. Suatu gastrostomi mungkin menjamin.

Reseksi gaster signifikan sebaiknya dihindari. Kerusakan sering melibatkan dinding

posterior gaster sepanjang kurvatura mayor membuat pembagian omentum

gastrokolik dan eksplorasi dinding gaster posterior diperlukan bahkan jika

gangguan ditemukan juga di dinding anterior. Terapi suportif yang giat post

operatif bersama dengan penggunaan antibiotik spektrum luas secara intravena

diperlukan.

23

Page 24: Perforasi Gaster

J. Komplikasi

1. Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada

gaster

2. Kegagalan luka operasi

Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan

luka operasi) dapat terjadi segera atau lambat

Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi:

Malnutrisi

Sepsis

Uremia

Diabetes mellitus

Terapi kortikosteroid

Obesitas

Batuk yang berat

Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)

3. Abses abdominal terlokalisasi

4. Kegagalan multiorgan dan syok septik

a. Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan

manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia

gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada

septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.

b. Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut :

Hilangnya tonus vasomotor

Peningkatan permeabilitas kapiler

Depresi myokardial

Pemakaian leukosit dan trombosit

Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin, serotonin,

dan prostaglandin, menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler

Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapiler

c. Infeksi gram-negatif dihubungkan dengan prognosis yang lebih buruk dari

gram-positif, mungkin karena hubungan dengan endotoksemia.

5. Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan pH

24

Page 25: Perforasi Gaster

6. Perdarahan mukosa gaster.

Komplikasi ini biasanya dihubungkan dengan kegagalan sistem multipel organ

dan mungkin berhubungan dengan defek oleh mukosa gaster.

7. Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adesi postoperatif

8. Delirium post-operatif.

Faktor berikut dapat menyebabkan predisposisi delirium postoperatif:

Usia lanjut

Ketergantungan obat

Demensia

Abnormalitan metabolik

Infeksi

Riwayat delirium sebelumnya

Hipoksia

Hipotensi Intraoperatif/postoperatif

K. Prognosis

Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas

cepat dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis,

tindakan, dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi

dubia ad malam. Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan

dini.

Faktor-faktor berikut akan meningkatkan resiko kematian :

• Usia lanjut

• Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya

• Malnutrisi

• Timbulnya komplikasi

25

Page 26: Perforasi Gaster

BAB IV

PEMBAHASAN

Peritonitis adalah suatu respon inflamasi atau supuratif dari peritoneum yang

disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri. Peradangan peritoneum merupakan

komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ

abdomen (misalnya appendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura

saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.

Dari hasil anamnesa didapatkan bahwa pasien mengalami nyeri di seluruh

lapangan perut, nyeri dirasakan terus menerus dan semakit berat. Keluhan diawali

dengan nyeri pada epigastrium hingga akhirnya menyebar ke seluruh perut, disertai

dengan demam, mual, dan muntah. Nyeri semakin terasa ketika pasien bergerak,

sehingga pasien tidak mampu untuk beraktivitas.

Dari pemeriksaan fisik abdomen didapatkan :

Inspeksi  : distensi (+),  darm countour (-), darm steifung (-), jejas (-)

Auskultasi  : Bising usus (-)

Perkusi : Hipertimpani  di seluruh lapang abdomen

Palpasi   : Defans muskular (+), nyeri tekan di seluruh abdomen (+)

Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik tersebut, pasien ini telah mengalami

peradangan di peritoneum akibat dari pemakaian obat untuk penghilang nyeri sendi,

obat ini dikonsumsi pasien terus menerus, sehingga dapat dikatakan bahwa salah satu

penyebab perforasi gaster pada pasien ini adalah perforasi non trauma yaitu penggunaan

obat penghilang nyeri sendi.

Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan laboratorium diantaranya

pemeriksaan darah rutin, kimia darah, elektrolit dan GDS. Nilai hemoglobin dan

hematokrit untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan atau dehidrasi. Hitung

leukosit dapat menunjukkan adanya proses peradangan. Hitung trombosit dan faktor

koagulasi diperlukan untuk persiapan bedah. 

Dilakukan juga pemeriksaan radiologis untuk melihat penyebab peritonitis pada

pasien ini, karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi.

Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus buntu atau karena

sebab lain.

26

Page 27: Perforasi Gaster

Peritonitis yang tidak diobati dapat menjadi sangat fatal. Penatalaksanaan

peritonitis secara kausal ialah eradikasi kuman yang menyebabkan radang di

peritoneum. Secara non-invasif dapat dilakukan dengan drainase abses dan endoskopi

perkutan, namun yang lebih umum dilakukan ialah laparotomi eksplorasi rongga

peritoneum.

Pada tahun 1926, prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan operasi telah mulai

dikerjakan. Hingga kini tindakan operatif merupakan pilihan terbaik untuk

menyelesaikan masalah peritonitis. Selain itu, harus dilakukan pula tata laksana

terhadap penyakit yang mendasarinya, pemberian antibiotik dan terapi suportif untuk

mencegah komplikasi sekunder akibat gagal sistem organ.

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang

dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran

cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik

(apendiks, dan sebagainya) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan

nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.

Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian

volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi,

dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah

harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi.

Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat.

Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian diubah jenisnya

setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang

dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan

drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena

bakteremia akan berkembang selama operasi.

Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi

laparotomi. Operasi ini untuk mengontrol sumber primer kontaminasi bakteri. Insisi

yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke

seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi

ditujukan diatas tempat inflamasi. Teknik operasi yang digunakan untuk mengendalikan

kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal.

27

Page 28: Perforasi Gaster

Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan

menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.

Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan

menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat

yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika (misal sefalosporin) atau

antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi,

sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat

menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.

Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain

itu dengan segera akan terisolasi atau terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat

menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan

dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk

peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi. 

Komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi tetap bisa terjadi dan

komplikasinya juga tidak sedikit. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum,

fistula enterokutan, kematian di meja operasi, atau peritonitis berulang jika pembersihan

kuman tidak adekuat. Namun secara medis, penderita yang mengalami pembedahan

laparotomi eksplorasi membutuhkan narkose dan perawatan intensif yang lebih lama.

28

Page 29: Perforasi Gaster

DAFTAR PUSTAKA

1. Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 : Gaster dan

Duodenum, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta, 2004. Hal. 541-59.

2. Price AS, Wilson LM. Peritonitis dalam buku ajar patofisiologi. Edisi 6.

Jakarta : EGC; 2005.

3. Azer, Samy A., Intestinal Perforation – emedicine, diunduh dari

http://www.emedicine.com/med/topic2822.htm

4. Gharehbaghy, Manizheh M., Rafeey, Mandana., Acute Gastric Perforation in

Neonatal Period, diunduh dari :

http://www.medicaljournal-ias.org/14_2/Gharehbaghy.pdf

5. Medcyclopaedia – Gastric rupture, diunduh dari ;

http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/g/gastric_rupture

6. Sofić, Amela., Bešlić, Šerif., Linceder, Lidija., Vrcić, Dunja., Early radiological

diagnostics of gastrointestinal perforation, diunduh dari :

http://www.onko-i.si/uploads/articles/Radiology_40_2_2.pdf

7. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, editor : Mansjoer, Arif.,

Suprohalta., Wardhani, Wahyu Ika., Setiowulan, Wiwiek., Fakultas Kedokteran

UI, Media Aesculapius, Jakarta : 2000

29