Download docx - Perforasi Gaster

Transcript
Page 1: Perforasi Gaster

BAB I

PENDAHULUAN

Akut abdomen merupakan sebuah terminologi yang menunjukkan adanya

keadaan darurat dalam abdomen yang dapat berakhir dengan kematian bila tidak

ditanggulangi dengan pembedahan. Keadaan darurat dalam abdomen dapat disebabkan

karena perdarahan, peradangan, perforasi atau obstruksi pada alat pencemaan.

Banyak kondisi yang dapat menimbulkan abdomen akut. Secara garis besar,

keadaan tersebut dapat dikelompokkan dalam lima hal, yaitu: 1. Proses peradangan

bakterial-kimiawi; 2. Obstruksi mekanis: seperti pada volvulus, hernia atau

perlengketan; 3. Neoplasma atau tumor: karsinoma, polypus, atau kehamilan ektopik; 4.

Kelainan vaskuler: emboli, tromboemboli, perforasi, dan fibrosis; 5. Kelainan

kongenital

Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari

dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam

rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya

kontaminasi bakteri dalam rongga perut (keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis).

Perforasi lambung berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang disebabkan karena

kebocoran asam lambung kedlam rongga perut. Perforasi dalam bentuk apapun yang

mengenai saluran cerna merupakan suatu bentuk kasus kegawatan.

Perforasi pada saluran cerna sering disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti

ulkus gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, divertikulitis, sindroma arteri

mesenterika superior,dan trauma.

Page 2: Perforasi Gaster

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Lambung

1. Anatomi

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di

bawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai tabung bentuk J, dan

bila penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1

sampai 2 liter.

Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus, dan antrumpilorikum atau

pilorus. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri osteum

kardium dan biasanyanya penuh berisi gas. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium,

suatu lekukan pada bagian bawah kurvatura minor. Antrum pilorus, bagian lambung

berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal membentuk spinter pilorus.

Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri

bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Kurvatura mayor lebih panjang dari

kurvatura minor dan terbentang dari sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus

ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro lienalis

terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.

Page 3: Perforasi Gaster

Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan yang

terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke

dalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah

lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Di saat

sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum, dan

ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke dalam

lambung.

Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami

stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus

peptikum. Abnormalitas sfingter pilorus dapat pula terjadi pada bayi. Stenosis pilorus

atau piloro spasme terjadi bila serabut otot di sekelilingnya mengalami hipertrofi atau

spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung

ke dalam duodenum. Bayi akan memuntahkan makanan tersebut dan tidak mencerna

serta menyerapnya. Keadaan ini mungkin dapat diperbaiki melalui operasi atau

pemberian obat adrenergik yang menyebabkan relaksasi serabut otot.

Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar

merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis menyatu

pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus memanjang ke hati,

membentuk omentum minus. Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ menuju ke

organ lain disebut sebagai ligamentum. Jadi omentum minus (disebut juga ligamentum

Page 4: Perforasi Gaster

hepatogastrikum atau hepatoduodenalis) menyokong lambung sepanjang kurvatura

minor sampai ke hati. Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke bawah membentuk

omentum majus, yang menutupi usus halus dari depan seperti sebuah apron besar.

Sakus omentum minus adalah tempat yang sering terjadi penimbunan cairan

(pseudokista pankreatikum) akibat penyulit pankreatitis akut.

Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun atas tiga

lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan sirkular

di tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot yang unik ini

memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecah

makanan menjadi partikel-partikel yang kecil,

Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun atas tiga

lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan sirkular

di tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot yang unik ini

memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecah

Makanan menjadi partikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan

tersebut dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum.

Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan lapisan

mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak dengan

Page 5: Perforasi Gaster

gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan

saluran limfe.

Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal

disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya disternsi lambung sewaktu diisi

makanan. Terdapat beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut

bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada di dekat orifisium

kardia dan menyekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastrik terletak di fundus dan

pada hampir seluruh korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe sel utama. Sel-

sel zimogenik (chief cell) menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi

pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal menyekresikan asam hidroklorida (HCL)

dan faktor intrinsik. Faktor intrisik diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 di dalam

usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan terjadinya anemia

pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan di leher kelenjar fundus dan menyekresikan

mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada daerah pilorus

lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida

dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresi dalam lambung adalah enzim dan

berbagai elektrolit, terutama ion natrium, kalium dan klorida.

Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf

parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui

saraf vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus gastrika, pilorika, hepatika, dan

seliaka. Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka.

Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan,

kontraksi otot, serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen.

Serabut-serabut aferen simpatis menghambat motilitas dan sekresi lambung. Pleksus

saraf mienterikus (Auerbach) dan submukosa (Meissner) membentuk persarafan

intrinsik dinding lambung dan mengoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa

lambung.

Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan limpa)

terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan

cabang-cabang yang menyuplai kurvatura minor dan major. Dua cabang arteri yang

penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan arteria pankreatikoduodenalis

(retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Ulkus pada

dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri ini dan menyebabkan terjadinya

Page 6: Perforasi Gaster

perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta yang berasal dari pankreas,

limpa, dan bagian lain saluran gastrointestinal, berjalan ke hati melalui vena porta.

2. Fisiologi Lambung

Fungsi lambung:

a. Fungsi motorik

Fungsi menampung : Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit

demi sedikit dicerna dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan

volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos;

diperantarai oleh nervus vagus dan dirangsang oleh gastrin

Fungsi mencampur : Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan

mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi

lambung. Konstraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik dasar.

Fungsi pengosongan lambung : Diatur oleh pembukaan sfingter pilorus yang

dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan fisik,

serta oleh emosi, obat-obatan, dan olahraga. Pengosongan lambung diatur oleh

faktor saraf dan hormonal, seperti kolesistokinin.

Page 7: Perforasi Gaster

b. Fungsi pencernaan dan sekresi

Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL dimulai disini; pencernaan karbohidrat

dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil peranannya. Pepsin

berfungsi memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton).

Asam garam (HCL) berfungsi mengasamkan makanan, sebagai antiseptik dan

desinfektan, dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehinhha menjadi

pepsin.

Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan,

peregangan antrum, alkalinisasi antrum, dan rangsangan vagus.

Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus

bagian distal.

Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi

sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.

Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, tampaknya berperan

sebagai barier dari asam lumen dan pepsin.

Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastrik, dan

intestinal. Fase sefalik sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk lambung, yaitu

akibat melihat, mencium, memikirkan, atau mengecap makanan. Fase ini diperantarai

seluruhnya oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal neurogenik yang

menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat nafsu makan. Impuls

eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung. Hal ini mengakibatkan

kelenjar gastrik terangsang untuk menyekresi HCL, pepsinogen, dan menambah mukus.

Fase sefalik menghasilkan sekitar 10% dari sekresi lambung normal yang berhubungan

dengan makanan.

Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi antrum

juga dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari resptor-reseptor pada

dinding lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medula melalui aferen vagus dan

kembali ke lambung melalui eferen vagus; impuls ini merangsang pelepasan hormon

gastrin dan secara langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin

dilepas dari antrum dan kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung,

untuk merangsang sekresi. Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh PH alkali, garam

empedu di antrum, dan terutama oleh protein makanan dan alkohol. Membran sel

parietal di fundus dan korpus lambung mengandung reseptor untuk gastrin, histamin,

Page 8: Perforasi Gaster

dan asetilkolin, yang merangsang sekresi asam. Setelah makan, gastrin dapat bereaksi

pada sel parietal secara langsung untuk sekresi asam dan juga dapat merangsang

pelepasan histamin dari mukosa untuk sekresi asam.

Fase sekresi gastrik menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi lambung total

setelah makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian

yang berjumlah sekitar 2000 ml. Fase gastrik dapat terpengaruh oleh reseksi bedah pada

antrum pilorus, sebab disinilah pembentukan gastrin.

Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase

sekresi lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang tercerna

sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus, suatu

hormon yang menyebabkan lambung terus-menerus menyekresikan sejumlah kecil

cairan lambung. Meskipun demikian, peranan usus kecil sebagai penghambat sekresi

lambung jauh lebih besar.

Distensi usus halus menimbulkan refleks enterogastrik, diperantarai oleh pleksus

mienterikus, saraf simpatis dan vagus, yang menghambat sekresi dan pengosongan

lambung. Adanya asam (PH kurang dari 2,5), lemak, dan hasil-hasil pemecahan protein

menyebabkan lepasnya beberapa hormon usus. Sekretin, kolesitokinin, dan peptida

penghambat gastrik (Gastric-inhibiting peptide, GIP), semuanya memiliki efek inhibisi

terhadap sekresi lambung.

Pada periode interdigestif (antara dua waktu pencernaan) sewaktu tidak ada

pencernaan dalam usus, sekresi asam klorida terus berlangsung dalam kecepatan lambat

yaitu 1 sampai 5 mEq/jam. Proses ini disebut pengeluaran asam basal (basal acid

output, BAO) dan dapat diukur dengan pemeriksaan sekresi cairan lambung selama

puasa 12 jam. Sekresi lambung normal selama periode ini terutama terdiri dari mukus

dan hanya sedikit pepsin dan asam. Tetapi, rangsangan emosional kuat dapat

meningkatkan BAO melalui saraf parasimpatis (vagus) dan diduga merupakan salah

satu faktor penyebab terjadinya ulkus peptikum.

B. Perforasi Gaster

Page 9: Perforasi Gaster

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Penyebab

perforasi gastrointestinal adalah : ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid,

kerusakan akibat trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan

tumor ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi paling sering adalah akibat ulkus

peptik lambung dan duodenum. Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio

libera) atau adesi kantung buatan (perforatio tecta).

Pada anak-anak cedera yang mengenai usus halus akibat dari trauma tumpul

perut sangat jarang dengan insidensinya 1-7 %. Sejak 30 tahun yang lalu perforasi pada

ulkus peptikum merupakan penyebab yang tersering. Perforasi ulkus duodenum

insidensinya 2-3 kali lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster. Hampir 1/3 dari

perforasi lambung disebabkan oleh keganasan pada lambung. Sekitar 10-15% penderita

dengan divertikulitis akut dapat berkembang menjadi perforasi bebas. Pada pasien yang

lebih tua appendicitis acut mempunyai angka kematian sebanyak 35 % dan angka

kesakitan 50 %. Faktor-faktor utama yang berperan terhadap angka kesakitan dan

kematian pada pasien-pasien tersebut adalah kondisi medis yang berat yang menyertai

appedndicitis tersebut.

1. Etiologi

a. Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh: trauma

tertusuk pisau)

b. Trauma tumpul perut yang mengenai lambung. Lebih sering ditemukan pada

anak-anak dibandingkan orang dewasa.

c. Obat aspirin, NSAID (misalnya fenilbutazon, antalgin,dan natrium diclofenac)

serta golongan obat anti inflamasi steroid diantaranya deksametason dan

prednisone. Sering ditemukan pada orang dewasa.

d. Kondisi yang mempredisposisi : ulkus peptikum, appendicitis akut,

divertikulosis akut, dan divertikulum Meckel yang terinflamasi.

e. Appendicitis akut: kondisi ini masih menjadi salah satu penyebab umum

perforasi usus pada pasien yang lebih tua dan berhubungan dengan hasil akhir

yang buruk.

f. Luka usus yang berhubungan dengan endoscopic : luka dapat terjadi oleh ERCP

dan colonoscopy.

Page 10: Perforasi Gaster

g. Fungsi usus sebagai suatu komplikasi laparoscopic: faktor yang mungkin

mempredisposisikan pasien ini adalah obesitas, kehamilan, inflamasi usus akut

dan kronik dan obstruksi usus.

h. Infeksi bakteri: infeksi bakteri ( demam typoid) mempunyai komplikasi menjadi

perforasi usus pada sekitar 5 % pasien. Komplikasi perforasi pada pasien ini

sering tidak terduga terjadi pada saat kondisi pasien mulai membaik.

i. Penyakit inflamasi usus : perforasi usus dapat muncul pada paien dengan colitis

ulceratif akut, dan perforasi ileum terminal dapat muncul pada pasien dengan

Crohn’s disease.

j. Perforasi sekunder dari iskemik usus (colitis iskemik) dapat timbul.

k. Perforasi usus dapat terjadi karena keganasan didalam perut atau limphoma

l. Radiotherapi dari keganasan cervik dan keganasan intra abdominal lainnya

dapat berhubungan dengan komplikasi lanjut, termasuk obstruksi usus dan

perforasi usus.

m. Benda asing ( misalnya tusuk gigi atau jarum pentul) dapat menyebabkan

perforasi oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen,

peritonitis, dan sepsis.

2. Patofisologi

Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan mikroorganisme

lainnya karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang

mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster yang normal dan tidak berada

pada resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti perforasi gaster. Bagaimana pun

juga mereka yang memiliki maslah gaster sebelumnya berada pada resiko

kontaminasi peritoneal pada perforasi gaster. Kebocoran asam lambung kedalam

rongga peritoneum sering menimbulkan peritonitis kimia. Bila kebocoran tidak

ditutup dan partikel makanan mengenai rongga peritoneum, peritonitis kimia akan

diperparah oleh perkembangan yang bertahap dari peritonitis bakterial. Pasien dapat

asimptomatik untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal dan peritonitis

bakterial lanjut.

Mikrobiologi dari usus kecil berubah dari proksimal samapi ke distalnya.

Beberapa bakteri menempati bagian proksimal dari usus kecil dimana, pada bagian

distal dari usus kecil (jejunum dan ileum) ditempati oleh bakteri aerob (E.Coli) dan

Page 11: Perforasi Gaster

anaerob ( Bacteriodes fragilis (lebih banyak)). Kecenderungan infeksi intra

abdominal atau luka meningkat pada perforasi usus bagian distal.

Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang masuknya sel-sel inflamasi

akut. Omentum dan organ-organ visceral cenderung melokalisir proses peradangan,

mengahasilkan phlegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi kolon). Hypoksia yang

diakibatkannya didaerah itu memfasilisasi tumbuhnya bakteri anaerob dan

menggangu aktifitas bakterisidal dari granulosit, yang mana mengarah pada

peningkatan aktifitas fagosit daripada granulosit, degradasi sel-sel, dan pengentalan

cairan sehingga membentuk abscess, efek osmotik, dan pergeseran cairan yang lebih

banyak ke lokasi abscess, dan diikuti pembesaran absces pada perut. Jika tidak

ditangani terjadi bakteriemia, sepsis, multiple organ failure dan shock.

3. Gejala klinik

Nyeri perut hebat yang makin meningkat dengan adanya pergerakan disertai

nausea, vomitus, pada keadaan lanjut disertai demam dan mengigil

4. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi, pada area perut: periksa apakah ada tanda-tanda eksternal seperti luka,

abrasi, dan atau ekimosis. Amati pasien: lihat pola pernafasan dan pergerakan

perut saat bernafas, periksa adanya distensi dan perubahan warna kulit abdomen.

Pada perforasi ulkus peptikum pasien tidak mau bergerak, biasanya dengan

posisi flexi pada lutut, dan abdomen seperti papan.

b. Palpasi dengan halus, perhatikan ada tidaknya massa atau nyeri tekan. Bila

ditemukan tachycardi, febris, dan nyeri tekan seluruh abdomen mengindikasikan

suatu peritonitis. rasa kembung dan konsistensi sperti adonan roti

mengindikasikan perdarahan intra abdominal.

c. Nyeri perkusi mengindikasikan adanya peradangan peritoneum

d. Pada auskultasi : bila tidak ditemukan bising usus mengindikasikan suatu

peritonitis difusa.

e. Pemeriksaan rektal dan bimanual vagina dan pelvis : pemeriksaan ini dapat

membantu menilai kondisi seperti appendicitis acuta, abscess tuba ovarian yang

ruptur dan divertikulitis acuta yang perforasi.

Page 12: Perforasi Gaster

5. Pemeriksaan Penunjang

Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan

adalah : foto polos abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika

urinaria penuh, CT-scan murni dan CT-scan dengan kontras. Jika temuan foto

Rontgen dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan ragu untuk menggunakan

CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat mendeteksi cairan dan jumlah

udara yang sangat sedikit sekali pun yang tidak terdeteksi oleh metode yang

disebutkan sebelumnya.

a. Radiologi

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Isi

yang keluar dari perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung dan

duodenum, empedu, makanan, dan bakteri. Udara bebas atau

pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar dari sistem gastrointestinal. Hal

ini terjadi setelah perforasi lambung, bagian oral duodenum, dan usus besar.

Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal tidak mengandung

udara, jumlah udara yang sangat kecil dilepaskan. Udara bebas terjadi di rongga

peritoneum 20 menit setelah perforasi.

Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting,

karena keadaan ini biasanya memerlukan intervensi bedah. Radiologis memiliki

peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur diagnostik dan

untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi. Deteksi pneumoperitoneum

minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen karena perforasi gaster adalah

tugas diagnostik yang paling penting dalam status kegawatdaruratan abdomen.

Seorang dokter yang berpengalaman, dengan menggunakan teknik radiologi,

dapat mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, ia

menggunakan teknik foto abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral

decubitus kiri.

Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi dapat

dipercaya, kualitas film pajanan dan posisi yang benar sangat penting. Setiap

pasien harus mengambil posisi adekuat 10 menit sebelum pengambilan foto,

maka, pada saat pengambilan udara bebas dapat mencapai titik tertinggi di

abdomen. Banyak peneliti menunjukkan kehadiran udara bebas dapat terlihat

pada 75-80% kasus. Udara bebas tampak pada posisi berdiri atau posisi

Page 13: Perforasi Gaster

decubitus lateral kiri. Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat

tersembunyi dan tertutup oleh kondisi bedah patologis lain. Posisi supine

menunjukkan pneumoperitoneum pada hanya 56% kasus. Sekitar 50% pasien

menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya adalah

subhepatika atau di ruang hepatorenal. Di sini dapat terlihat gambaran oval kecil

atau linear. Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat tampak di antara

lekukan usus. Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk seperti kubah atau

bentuk bulan setengah di bawah diafragma pada posisi berdiri. Football sign

menggambarkan adanya udara bebas di atas kumpulan cairan di bagian tengah

abdomen.

b. Ultrasonografi

Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut

abdomen. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan

berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena

terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk

mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil menggunakan teknik kandung kemih

penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.

c. CT scan

CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk

mendeteksi udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung

dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan

sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster. Ketika melakukan

pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat membedakan antara

lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai area hipodens dengan

densitas negatif. Jendela untuk parenkim paru adalah yang terbaik untuk

mengatasi masalah ini. Saat CT scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung

udara pada CT scan terutama berlokasi di depan bagian abdomen. Kita dapat

melihat gelembung udara bergerak jika pasien setelah itu mengambil posisi

decubitus kiri.

CT scan juga jauh lebih baik dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa

omentalis dan retroperitoneal. Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak

selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya. Jika

kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat

Page 14: Perforasi Gaster

pada scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik

untuk membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan

menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum scanning. Cara

kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut secara oral minimal

250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu untuk menunjukkan kontras

tapi bukan udara. Komponen barium tidak dapat diberikan pada keadaan ini

karena mereka dapat menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi

peritoneum. Beberapa penulis menyatakan bahwa CT scan dapat memberi

ketepatan sampai 95%.

6. Penatalaksanaan

Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan

umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan

pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-

tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan

terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.

Tujuan dari terapi bedah adalah : 1) Koreksi masalah anatomi yang

mendasari 2) Koreksi penyebab peritonitis 3) Membuang setiap material asing di

rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi leukosit dan mendorong

pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi lambung).

Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja

setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi

tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut dan

terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan

vagotomi dan antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.

Perforasi gaster pada periode neonatal Meskipun perforasi gaster jarang

terjadi, penyakit ini lebih sering terjadi pada anak daripada dewasa, dan biasanya

terjadi di ICU neonatal. Tiga mekanisme telah diajukan untuk perforasi gaster pada

neonatal: traumatik, iskemi dan spontan. Etiologi spesifik dapat sulit ditentukan

karena bayi biasanya sakit dan patologi aktual menyediakan hanya sedikit petunjuk.

Kebanyakan perforasi gaster adalah akibat trauma iatrogenik. Cedera paling umum

adalah akibat pemasangan pipa orogastrik atau nasogastrik yang terlalu bertenaga.

Perforasi biasanya di sepanjang kurvatura mayor dan tampak sebagai luka tusuk

atau laserasi pendek. Perforasi gaster traumatik dapat muncul sebagai akibat distensi

Page 15: Perforasi Gaster

gaster yang hebat selama ventilasi tekanan positif selama resusitasi bag-mask atau

ventilasi mekanik untuk gagal napas.

Mekanisme perforasi iskemik sulit diterangkan karena kasus ini

dihubungkan dengan kondisi stress fisiologis berat seperti prematuritas hebat,

sepsis, dan asfiksia neonatal. Perforasi gastrik iskemik telah dilaporkan dalam

hubungan dengan enterokolitis nekrotikans. Karena stress ulcer gaster telah

dilaporkan pada berbagai bayi yang sakit kritis, telah diajukan bahwa perforasi

gaster sebagai akibat dari nekrosis transmural.

Perforasi gaster spontan pernah dilaporkan terjadi pada bayi yang sehat,

biasanya dalam minggu pertama kehidupan terutama antara hari ke 2 sampai ke 7.

Istilah spontan menyatakan penyebab yang bukan akibat enterokolitis nekrotikan

atau iskemia, trauma dari intubasi gastrik, obstruksi intestinal atau insuflasi

aksidental selama bantuan ventilasi. Meskipun stress perinatal dan prematuritas

tidak umum dihubungkan, tidak ada faktor predisposisi yang dapat diidentifikasi

pada setidaknya20% kasus.

Satu hipotesis adalah bahwa perforasi spontan berkaitan dengan defek

kongenital dinding muskuler gaster. Namun penemuan patologis yang sama belum

pernah dilaporkan. Perforasi gastroduodenal telah dihubungkan dengan terapi

steroid postnatal untuk mencegah atau terapi BPD. Kebanyakan bayi diberi makan

secara normal sampai saat terjadi perforasi. Gambaran patologis dan klinis konsisten

dengan overdistensi mekanik daripada iskemia sebagai penyebab perforasi. Tanda

dan gejala perforasi gaster biasanya mereka dengan gejala akut abdomen disertai

sepsis dan gagal napas. Pemeriksaan abdominal adanya distensi abdominal yang

signifikan. Vomitus adalah gejala yang tidak konsisten. Konfirmasi radiografi akan

pneumoperitoneum masif adalah sugestif dan studi kontras untuk mengkonfirmasi

diagnosis tidak diindikasikan. Tanda-tanda syok hipovolemik dan sepsis melengkapi

gambaran klinik. Perforasi pada bayi baru lahir merupakan kegawatdaruratan bedah.

Karena ukuran yang besar dan tempat perforasi yang proksimal, bayi-bayi ini dapat

mendapat pneumoperitoneum dengan progresifitas cepat yang dihubungkan dengan

bahaya kardiopulmoner.

Sebelum intervensi bedah, selama evaluasi dan resusitasi bayi, dekompresi

jarum abdomen dengan kateter intravena besar mungkin diperlukan. Pipa

nasogastrik sebaiknya dipasang ketika resusitasi cepat dikerjakan. Pada bayi dengan

berat lahir yang sangat rendah yang mengalami perforasi terisolasi, drainse

Page 16: Perforasi Gaster

peritoneal saja dapat tercukupi. Udara bebas persisten atau asidosis berkelanjutan

dan bukti peritonitis mengamanatkan eksplorasi bedah. Perbaikan bedah

kebanyakan perforasi terdiri dari debrideman dan penutupan dua lapis gaster. Suatu

gastrostomi mungkin menjamin. Reseksi lambung signifikan sebaiknya dihindari.

kerusakan sering melibatkan dinding posterior lambung sepanjang kurvatura mayor

membuat pembagian omentum gastrokolik dan eksplorasi dinding lambung

posterior diperlukan bahkan jika gangguan ditemukan juga di dinding anterior. Area

multipel dari cedera harus dikecualikan. Terapi suportif yang baik post operatif

bersama dengan penggunaan antibiotik spektrum luas secara intravena diperlukan.

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi angka ketahanan hidup

tampaknya adalah interval antara onset gejala dan dimulainya terapi definitif, luas

kontaminasi peritonel, derajat prematuritas dan keparahan konsekuensi asfiksia.

Berkaitan dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan sepsis dan gagal

napas sering ditemukan pada bayi prematur, angka mortalitas perforasi gaster

menjadi tinggi, berkisar antara 45% sampai 58%.

7. Komplikasi

Komplikasi pada perforasi gaster, sebagai berikut:

a. Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada

gaster

b. Kegagalan luka operasi. Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total

pada setiap lapisan luka operasi) dapat terjadi segera atau lambat. Faktor-faktor

berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi :

Malnutrisi

Sepsis

Uremia

Diabetes mellitus

Terapi kortikosteroid

Obesitas

Batuk yang berat

Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)

c. Abses abdominal terlokalisasi

d. Kegagalan multiorgan dan syok septic :

Page 17: Perforasi Gaster

Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan

manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia

gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada

septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.

Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut :

Hilangnya tonus vasomotor

Peningkatan permeabilitas kapiler

Depresi myokardial

Pemakaian leukosit dan trombosit

Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin, serotonin dan

prostaglandin, menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler

Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapiler

Infeksi gram-negatif dihubungkan dengan prognosis yang lebih buruk dari

gram-positif, mungkin karena hubungan dengan endotoksemia.

e. Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan pH

f. Perdarahan mukosa gaster. Komplikasi ini biasanya dihubungkan dengan

kegagalan sistem multipel organ dan mungkin berhubungan dengan defek

proteksi oleh mukosa gaster

g. Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adesi postoperatif

h. Delirium post-operatif. Faktor berikut dapat menyebabkan predisposisi delirium

postoperatif:

Usia lanjut

Ketergantungan obat

Demensia

Abnormalitan metabolik

Infeksi

Riwayat delirium sebelumnya

Hipoksia

Hipotensi Intraoperatif/postoperative

8. Prognosis

Page 18: Perforasi Gaster

Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat

dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan,

dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad

malam. Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini.

Faktor-faktor berikut akan meningkatkan resiko kematian :

a. Usia lanjut

b. Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya

c. Malnutrisi

d. Timbulnya komplikasi