Transcript
Page 1: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

1Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI TUKARYANG FLEKSIBEL

(Konsiderasi kemungkinan penerapan inflation targeting di Indonesia)

Wijoyo Santoso dan Iskandar *)

Beralihnya sistem nilai tukar rupiah dari sistem mengambang terkendali (managed floatingexchange rate) ke sistem nilai tukar mengambang penuh (floating exchange rate) memberikan dampakterhadap kebijakan moneter di Indonesia. Nilai tukar yang sebelumnya digunakan sebagai salahsatu nominal anchor dalam pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter tidak berlangsung lamadigunakan lagi. Sementara dengan semakin terbukanya perekonomian Indonesia, nilai tukar rupiahsangat rentan terhadap arus lalu lintas modal internasional yang bergerak sedemikian dinamis.

Pasar keuangan yang berkembang pesat sebagai imbas keterbukaan tersebut telah mendorongketidak stabilan permintaan akan uang sehingga telah mengurangi efektivitas kebijakan moneterdengan pendekatan kuantitas. Ketidakstabilan permintaan uang tersebut antara lain disebabkanpesatnya perkembangan produk-produk keuangan dan terjadinya decoupling antara sektor keuangandan sektor riil dimana uang bukan hanya sebagai alat transaksi tetapi juga sebagai barang yangdiperdagangkan.

Pengujian empiris dengan menggunakan vector autoregression dan Granger causality testversi Hsiao menunjukkan bahwa kebijakan moneter dengan inflation targeting dapat digunakan diIndonesia khususnya setelah era sistem nilai tukar fleksibel. Pengendalian moneter dalam kerangkainflation targeting dapat dilakukan dengan menggunakan sukubunga PUAB overnight sebagaikandidat utama sasaran operasional dan MCI sebagai sasaran antara, sementara underlying inflationsebagai sasaran akhir tunggal.

Sementara penggunaan MCI sebagai sasaran antara tidak dilakukan secara kaku (policyrules) tetapi dimungkinkan terjadinya discretionary policy sepanjang shock terhadap inflasi dannilai tukar berasal dari supply shock dan bersifat sementara. Disamping itu, masih kuatnyahubungan langsung antara monetary aggregates dengan inflasi maka pengalihan kebijakan moneterdari quantity targeting ke price targeting bukan merupakan substitusi penuh. Monetary aggregatesmasih tetap digunakan sebagai variabel indikator untuk mendeteksi tekanan terhadap inflasi.

*) Wijoyo Santoso : Kepala Bagian Studi Ekonomi Makro, DKM – BIIskandar : Peneliti Ekonomi Yunior Bagian Analisis dan Perencanaan Kebijakan DKM-BI.

Email : [email protected] mengucapkan terimakasih kepada M. Firdaus Muttaqin, asisten peneliti ekonomi di bagian APK DirektoratRiset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia atas bantuan riset khususnya time series analysis

Page 2: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

2 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

I. Pendahuluan

B eralihnya sistem nilai tukar Rupiah dari sistem mengambang terkendali menjadisistem yang mengambang penuh memberikan beberapa implikasi terhadappengendalian moneter di Indonesia. Secara teori, dalam sistem nilai tukar

mengambang penuh kebijakan moneter akan semakin efektif khususnya apabila diikutioleh mobilitas kapital secara internasional semakin sempurna. Setiap terjadi tekanan nilaitukar Rupiah sebagai efek kebijakan moneter akan disesuaikan melalui pengaruh sukubunga terhadap aliran modal dan pengaruh perubahan nilai tukar Rupiah terhadappenawaran ekspor dan permintaan impor. Melalui mekanisme demikian, neraca transaksiberjalan berfungsi sebagai alat mekanisme penyesuaian yang penting sehingga overall Balanceof Payment (BOP) selalu dalam ekuilibrium.

Dengan demikian, kebijakan moneter dalam sistem nilai tukar Rupiah yang fleksibelsecara teori memerlukan sensivitas yang tinggi antara suku bunga domestik terhadap aliranmodal internasional dan keeratan hubungan negatif antara nilai tukar Rupiah dengansuku bunga serta elatisitas yang tinggi antara perubahan nilai tukar Rupiah denganpenawaran ekspor dan permintaan impor. Selain itu, nilai tukar Rupiah yang fleksibel danstabil juga harus tetap dijaga agar tidak memberikan tekanan pada harga-harga domestik.

Oleh karena suku bunga tampak memegang peranan vital dalam pengendalianmoneter dalam sistem nilai tukar yang fleksibel, maka pendekatan pengendalian moneterdiusulkan untuk menggunakan suku bunga sebagai sasaran operasional dengan inflasisebagai sasaran tunggal. Suku bunga sebagai sasaran operasional akan diuji transmisinyasecara detail mulai dari suku bunga overnight, suku bunga deposito, suku bunga SBI lelang,dan suku bunga kredit. Selain menfokuskan pada variabel suku bunga, juga akan ditelitibesarnya excess reserve bank yang optimal dan compatibel dengan sasaran suku bunga.

Untuk mencapai sasaran inflasi dengan baik, maka perlu dicari sasaran antara yangdekat hubungannya dengan inflasi. Sasaran antara ini dapat berupa suku bunga jangkapanjang seperti suku bunga deposito 3 bulan atau lebih dan nilai tukar Rupiah, baik secaranominal maupun riil, atau kombinasi antara keduanya yang disebut Monetary ConditionIndex (MCI). Perlu tidaknya digunakan sasaran antara tergantung pada keeratan hubunganantara suku bunga jangka pendek dengan inflasi. Apabila suku bunga jangka pendek dapatlangsung mempengaruhi laju inflasi dengan meyakinkan, tidak diperlukan sasaran antaraseperti di beberapa negara yang menerapkan inflation targeting yakni Australia, Inggris danSpanyol. Bank of Japan yang tidak menerapkan inflation targeting juga tidak memiliki sasaranantara. Sedangkan yang memakai MCI sebagai sasaran antara adalah New Zealand, Swediadan Kanada.

Page 3: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

3Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

Transmisi perubahan nilai tukar Rupiah ke inflasi dapat melalui dua saluran. Pertama,melemahnya nilai tukar Rupiah akan menaikkan biaya produksi yang memakai barangimpor sehingga menaikkan harga. Tekanan harga ini akan diperburuk jika para buruhmelakukan desakan kenaikan upah nominal dalam rangka mempertahankan upah riilnya.Kedua, harga non-tradable goods yang relatif lebih murah dibandingkan harga tradable goodsakan mendorong permintaan non-tradable goods sehingga meningkatkan harga domestik.Kenaikan harga ini akan dipacu lagi jika suku bunga relatif rendah. Sasaran akhir daripengendalian moneter dalam sistem nilai tukar fleksibel adalah inflasi. Jenis inflasi yangdigunakan untuk mengukur efektivitas kebijakan moneter biasanya underlying inflation sepertiyang digunakan oleh negara-negara yang menerapkan inflation targeting. Hal ini juga sejalandengan Undang-Undang No. 23 tahun 1999, yang antara lain mengemukakan bahwa sasaranlaju inflasi yang ditetapkan Bank Indonesia adalah inflasi yang dapat dipengaruhi kebijakanmoneter atau secara implisit dapat diartikan sebagai underlying inflation.

Pembahasan pengendalian moneter dalam sistem nilai tukar fleksibel diatur sebagaiberikut. Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai kebijakan moneter dalam sistemnilai tukar yang fleksibel dengan berbagai asumsi yang harus dipenuhinya. Dalam bab IIIakan dibahas mengenai konsep kebijakan moneter dengan inflation targeting denganmengambil contoh dari beberapa negara yang sudah menerapkan inflation targeting. Bab IVakan mengevaluasi pelaksanaan pengendalian moneter, baik pada masa sebelum krisisdan pada saat krisis. Sedangkan bab V akan menjelaskan hasil studi empiris mengenaimekanisme pengendalian moneter dalang kerangka inflation targeting Bab VI adalahkesimpulan dan saran untuk perbaikan makalah ini.

II. Landasan Teori

2.1. Kebijakan Moneter dalam Sistem Nilai Tukar Tetap

Dalam sistem nilai tukar tetap kebijakan moneter kurang efektif karena neraca transaksiberjalan tidak dapat berfungsi sebagai mekanisme penyesuaian karena ekspor dianggapsebagai variabel eksogen sehingga tidak dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar, sedangkanimpor sebagai fungsi dari pendapatan. Peranan neraca transaksi berjalan digantikan olehcadangan devisa yang berfungsi sebagai mekanisme penyesuaian untuk mencapaiekuilibrium overall BOP. Sampai seberapa jauh cadangan devisa dapat melaksanakanfungsinya tergantung pada besar kecilnya cadangan devisa. Menurunnya cadangan devisainilah yang menyebabkan adanya counter productive bagi kebijakan moneter sehinggaturunnya suku bunga akibat ekspansi kebijakan moneter pada akhirnya tidak dapatmeningkatkan pendapatan riil masyarakat.

Page 4: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

4 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Selain itu, elastisitas suku bunga dalam negeri yang cukup tinggi terhadap aliranmodal internasional yang seharusnya dapat mempengaruhi efektivitas kebijakan moneter,juga tidak dapat efektif karena berkurangnya cadangan devisa.

Dalam sistem nilai tukar tetap, kebijakan moneter tidak efektif baik dalam situasiperfect capital mobility maupun dalam perfect capital immobility. Sebagai ilustrasi, dalam sistemnilai tukar tetap, dampak dari ekspansi moneter dapat dilihat dari dua situasi sebagai berikut.

a. Situasi Perfect Capital Immobility

Dalam situasi demikian, kebijakan moneter tidak efektif karena tidak dapatmeningkatkan pendapatan riil masyarakat. Kebijakan moneter yang ekspansif akanmenurunkan suku bunga, mendorong investasi dan menaikkan pendapatan riil masyarakat.Namun karena suku bunga tidak elastis sempurna terhadap aliran modal, maka penurunansuku bunga tersebut tidak mengakibatkan aliran modal keluar. Namun meningkatnyapendapatan tersebut dapat mendorong masyarakat untuk membeli barang-barang importsehingga overall BOP mengalami defisit. Sampai seberapa jauh kenaikan pendapatan tersebutakan menyebabkan overall BOP defisit tergantung pada marginal propensity to import (MPI).Semakin besar rasio MPI, semakin besar pula defisit BOP yang akan terjadi. Oleh karenasistem nilai tukar harus dipertahankan, maka defisit overall BOP tersebut harus dibiayaidengan cadangan devisa. Akibatnya, cadangan devisa menurun dan jumlah uang beredarjuga menurun yang pada gilirannya mengakibatkan kontraksi pada kegiatan ekonomi.Menurunnya jumlah uang beredar akan mengembalikan suku bunga pada posisi semulasehingga kebijakan moneter tidak efektif. Dalam situasi demikian, kebijakan moneter

E1r1

Y1Yo

Eo

BPLM

LM 1

IS

Y

ro

r

Grafik 2.1 Kebijakan Moneter dalam Situasi Perfect Capital Immobility

Page 5: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

5Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

kemungkinan masih efektif apabila elastisitas suku bunga terhadap investasi lebih besardari pada rasio marginal prospensity to impor (MPI).

b. Situasi Perfect Capital Mobility

Dalam situasi demikian, kebijakan moneter yang ekspansif akan menurunkan sukubunga dan mendorong investasi sehingga pendapatan riil masyarakat meningkat.Meningkatnya pendapatan akan mendorong impor sehingga menghasilkan deficit overallBOP. Selain itu, dengan asumsi perfect capital mobility, menurunnya suku bunga akanmendorong aliran modal ke luar sehingga menambah defisit overall BOP. Keseimbangan dititik E0 bukanlah merupakan keseimbangan jangka panjang karena pada titik ini overallBOP mengalami defisit. Keseimbangan jangka panjang memerlukan zero balance of overallBOP. Oleh karena nilai tukar harus dipertahankan konstan, maka defisit overall BOP tersebutharus dibiayai dengan cadangan devisa sehingga jumlah uang beredar menurun.Menurunnya jumlah uang beredar akan mendorong suku bunga kembali bergerak padaposisi semula yang lebih tinggi dan mengakibatkan kontraksi kegiatan ekonomi. Ekuilibirumjangka panjang akan terjadi pada titik E1 yang mencerminkan bahwa kebijakan monetertidak efektif dalam meningkatkan pendapatan riil masyarakat. Keseimbangan internal daneksternal kembali pada posisi semula sebelum terjadinya ekspansi kebijakan moneter. Dalamsituasi demikian, kebijakan moneter kemungkinan masih efektif apabila elastisitas sukubunga terhadap investasi lebih besar dari pada elastisitas suku bunga terhadap aliran modalinternasional.

r1

Y1Yo

EoBP

M LM 1

S

I

L

E1

Y

ro

r

Grafik 2.2 Kebijakan Moneter dalam Situasi Perfect Capital Mobility

Page 6: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

6 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Kebijakan fiskal dalam sistem nilai tukar tetap dan dalam perfect capital mobility justruefektif karena eskpansifnya pengeluaran Pemerintah akan meningkatkan suku bunga daninvestasi sehingga pendapatan riil masyarakat bertambah. Naiknya suku bunga akanmendorong aliran modal masuk dan overall BOP menjadi surplus sehingga cadangan devisameningkat dan jumlah uang beredar bertambah. Kebijakan fiskal semakin kurang efektif jikaelastisitas aliran modal internasional semakin kecil terhadap suku bunga dalam negeri.Dalam keadaan perfect capital immobility, kebijakan fiskal tidak efektif sama sekali karenasuku bunga tidak memiliki hubungan dengan aliran modal internasional. Dalam jangkapanjang, ekspansi operasi Pemerintah tidak dapat meningkatkan pendapatan riil masyarakatkarena overall BOP yang defisit harus diimbangi dengan kontraksi moneter akibatmenurunnya cadangan devisa.

2.2. Kebijakan Moneter dalam Nilai Tukar Fleksibel

Model Fleming-Mundell dapat dipakai untuk memberikan landasan teoripengendalian moneter dalam sistem nilai tukar fleksibel. Teori pengendalian moneter dapatmenggunakan pendekatan price targeting maupun quantity targeting. Sasaran akhir darikebijakan moneter dalam sistem nilai tukar fleksibel biasanya merupakan sasaran tunggalyakni inflasi. Hal ini sejalan dengan prinsip satu instrumen satu target. Cara pencapaiansasaran inflasi tersebut dapat melalui pendekatan inflation targeting maupun bukan.

Dalam sistem nilai tukar yang fleksibel, overall BOP selalu ada dalam posisi ekuilibriumartinya neraca transaksi berjalan (CA) akan selalu sama besarnya dengan neraca transaksimodal (KA). Hal ini dapat dijelaskan melalui mekanisme sederhana sebagai berikut.

a. Apabila overall BOP mengalami surplus, nilai tukar Rupiah akan mengalami apresiasisehingga mendorong impor dan mengurangi daya saing sehingga ekspor turun. Akibatnyaneraca transaki berjalan akan memburuk sampai overall BOP mencapai ekuilibirum.

b. Sebaliknya defisit overall BOP akan mendorong nilai tukar Rupiah mengalami depresiasisehingga impor turun dan daya saing meningkat sehingga nilai ekspor meningkat. Alhasil,neraca transaksi berjalan akan membaik sehingga overall BOP akan ekuilibirum.

Dalam model ini, neraca transaksi berjalan memegang peranan penting sebagaimekanisme penyesuaian sehingga cadangan devisa diasumsi konstan. Posisi neraca ini,baik surplus maupun defisit, dianggap akan bertahan dalam jangka panjang.

Selain itu, model Flemming-Mundell juga menganggap bahwa gerakan kapital hanyamerupakan fungsi dari perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri. Perbedaan sukubunga ini dapat dihitung baik melalui pendekatan uncovered interest parity maupun coveredinterest parity yang sudah memperhitungkan ekspektasi depresiasi dan premi risiko.

Page 7: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

7Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

Mekanisme pengaruh suku bunga dalam menjaga keseimbangan overall BOP dapatdijelaskan sebagai berikut.

a. Apresiasi nilai tukar Rupiah akan menyebabkan neraca transaksi berjalan memburuksehingga diperlukan kenaikan suku bunga dalam negeri dalam rangka menarik aliranmodal masuk ke dalam negeri. Akibatnya neraca transaksi modal meningkat dan overallBOP mencapai ekuilibrium.

b. Depresiasi nilai tukar Rupiah akan memperbaiki posisi neraca transaksi berjalan sehinggadiperlukan suku bunga yang lebih rendah untuk menghambat aliran modal masuk.Akibatnya, neraca transaksi modal menurun dan overall BOP mencapai keseimbangan.

Implikasi bagi kebijakan moneter dari model ini adalah bahwa semakin sempurnamobilitas kapital, kebijakan moneter akan semakin efektif. Hal ini dapat diterangkan sebagaiberikut.

a. Kebijakan moneter yang kontraktif akan mendorong suku bunga dalam negeri meningkatdan nilai tukar akan cenderung apresiatif. Nilai tukar yang apresiatif akan mendorongimpor dan menurunkan ekspor sehingga neraca tranksaksi berjalan akan memburuk.Suku bunga yang tinggi akan mendorong aliran modal masuk sehingga neraca transaksimodal akan membaik. Overall BOP akan mencapai keseimbangan baru dengan tingkatoutput yang lebih tinggi dan nilai tukar yang menguat.

b. Transmisi ke tingkat harga domestik dapat dijelaskan melalui dua saluran sebagai berikut.• Apresiasi nilai tukar Rupiah pada saat yang sama akan menurunkan biaya produksi

perusahaan sehingga akan menggeser kurva penawaran agregate ke kanan bawahsehingga harga dalam negeri menurun.

• Kenaikan suku bunga akan mengurangi permintaan uang dari masyarakat sehinggakurve permintaan agregat bergeser ke kiri atas dan menyebabkan harga-harga dalamnegeri semakin menurun.

c. Kebijakan moneter yang ekspansif akan mendorong menurunnya suku bunga dan nilaitukar akan cenderung depresiatif. Nilai tukar yang depresiatif akan menurunkan impordan menaikkan ekspor sehingga neraca tranksaksi berjalan akan membaik. Suku bungayang rendah akan menghambat aliran modal masuk sehingga neraca transaksi modalakan memburuk. Overall BOP akan mencapai keseimbangan baru dengan tingkat outputyang lebih tinggi dan nilai tukar yang melemah.

d. Transmisi ke tingkat harga domestik dapat dijelaskan melalui tiga saluran sebagai berikut.• Depresiai nilai tukar Rupiah pada saat yang sama akan manikkan biaya produksi

perusahaan sehingga akan menggeser kurva penawaran agregate ke kiri atas sehinggaharga dalam negeri meningkat

Page 8: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

8 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

• Penurunan suku bunga akan menambah permintaan uang masyarakat sehingga kurvepermintaan agregat bergeser ke kanan bawah dan menyebabkan harga-harga dalamnegeri semakin meningkat.

• Kenaikan harga-harga dalam negeri akan memacu para buruh untuk menaikkan upahnominalnya sehingga akan menambah biaya produksi dan semakin meningkatkanharga-harga.

e. Secara grafis manajemen moneter dalam sistem nilai tukar yang fleksibel dapat diterangkansebagai berikut.

Ekspansi moneter dalam kondisi perfect capital mobility.

i. Ekspansi moneter akan menurunkan suku bunga dan memberi tekanan depresiasiterhadap nilai tukar Rupiah. Kurva LM akan bergeser dari LM1 ke LM4. Depresiasi nilaitukar Rupiah akan mendorong penerimaan ekspor dan mengurangi impor sehingganeraca transaksi berjalan akan membaik dan dengan asumsi neraca transaksi modalkonstan, overall BOP akan mengalami surplus. Namun suku bunga yang lebih rendahakan menghambat aliran modal masuk dan mendorong aliran modal keluar sehingganeraca transaksi modal akan memburuk dan overall BOP akan kembali ke ekuilibrium.Keadaan ini menggeser kurve IS dari IS1 ke IS4. Dengan asumsi mobilitas kapital yangsempurna, nilai tukar akan kembali pada nilai tukar semula, pendapatan riil akanmeningkat dari Y1 ke Y2.

ii. Meningkatnya ekspansi moneter akan meningkatkan permintaan domestik dan hargadomestik meningkat. Kurva permintaan agregate bergeser dari DD1 ke DD2 dan harganaik dari P1 ke P2. Menimgkatnya harga akan menurunkan stok uang riil sehinggakurva LM bergeser dari LM2 ke LM3. Kenaikan harga tersebut juga menurunkan nilaitukar riil dan daya saing memburuk sehingga ekspor akan menurun. Hal ini menggeserkurva IS dari IS2 ke IS3. Akibatnya pendapatan riil masyarakat menurun dari Y2 ke Y3.

iii. Depresiasi yang terjadi akibat ekspansi moneter juga akan memberikan dorongan kenaikanharga lebih lanjut akibat naiknya biaya produksi akibat barang-barang impor. Hargasemakin meningkat lagi dari P2 ke P3 sehingga kurva penawaran agregate bergeser dariSS1 ke SS2. Efek lanjutan kenaikan harga ini akan menurunkan lebih lanjut stok uangberedar dan mengurangi daya saing ekspor sehingga kurva LM bergeser dari LM43 keLM4 dan kurva IS bergeser dari IS3 ke IS4. Alhasil, pendapatan riil masyarakat kembalimenurun dari Y3 ke Y4.

iv. Efek lanjutan dari kenaikan harga ini tergantung pada tingkat keterbukaan suatuperekonomian dan peranan serikat pekerja dalam memperjuangkan upah riil paraanggotanya.

Page 9: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

9Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

Grafik 2.3. Kebijakan Moneter dalam Nilai Tukar Flek

SS1

SS2

IS2

IS1 IS4 IS3

r*

LM1

LM4

LM3

LM2

BP

y1 y4 y3 y2

P

r

y

DD2

y1 y4 y3 y2

P1

P2

P1

yDD1

f.. Semakin sempurna mobilitas kapital, kebijakan fiskal semakin tidak efektif karenakebijakan moneter yang ekspansif akan mendorong suku bunga naik dalam rangkasterilisasi untuk menjaga agar jumlah uang beredar konstan. Naiknya suku bunga akanmendorong aliran modal masuk sehingga nilai tukar Rupiah akan mengalami apresiasisedemikian rupa sehingga daya saing memburuk dan ekspor menurun sedemikian rupasehingga seluruhnya meng-offset kebijakan fiskal yang ekspansif.

g. Namun demikian, model ini tidak memasukkan unsur ekspektasi. Ekspektasi yang bersifatregresif (apresiasi à depresiasi à apresiasi dan seterusnya) akan memberikan efek yangberbeda dari kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal yang diambil. Selain itu, modelini menggarisbawahi beberapi asumsi sebagai berikut.• Perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri merupakan faktor penting dalam

mempengaruhi aliran modal masuk dan keluar.• Suku bunga dan nilai tukar memiliki hubungan yang negatif dan erat.

Page 10: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

10 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

• Marshall-Lerner kondisi dipenuhi yakni elastisitas harga dari penawaran ekspor danpermintaan impor harus lebih dari satu.

III. Kebijakan Moneter dengan Inflation Targeting.

3.1. Pengertian dan Latar Belakang

Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat kecenderungan sejumlah bank-bank sentraldi dunia menggunakan inflation targeting dalam kerangka kebijakan moneter sebagai rasaketidakpuasan terhadap penggunaan besaran-besaran moneter ataupun exchange ratetargeting. Inflation targeting adalah strategi kebijakan moneter yang bersifat forward lookingdengan memfokuskan secara langsung pada kestabilan harga atau inflasi yang rendahsebagai sasaran tunggal akhir (Debelle dan Lim, 1998). Umumnya strategi pencapaiantersebut dilakukan melalui transmisi besaran-besaran harga (price targeting), seperti sukubunga dan nilai tukar. Salah satu alasan pertimbangan penggunaan strategi kebijakanmoneter ini adalah karena melemahnya hubungan antara besaran-besaran moneter (monetaryaggregates), sehingga mempersulit dalam pencapaiaan sasaran akhir. Globalisasiperekonomian dunia, inovasi produk-produk keuangan, sekuritisasi aset serta decouplingantara sektor keuangan dan sektor riil merupakan faktor yang melatar belakangi melemahnyahubungan besaran moneter tersebut.

Pertimbangan lainnya adalah karena terdapatnya kesulitan dalam mencapai sasaranakhir ganda (multiple targets) dalam waktu bersamaan karena terdapatnya tradeoff antaramasing-masing sasaran ganda tersebut. Pengalaman Indonesia dan beberapa negara yangmenggunakan sasaran ganda menunjukkan bahwa banyak kendala ditemukan untukmencapai semua sasaran akhir tersebut secara optimal pada saat bersamaan, sehubungandengan adanya sifat kontradiktif diantara sasaran akhir tersebut. Sebagai contoh, apabilaBank Sentral melakukan ekspansi moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, makatindakan tersebut akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap laju inflasidan keseimbangan neraca pembayaran. Sebaliknya, apabila otoritas moneter inginmengetatkan kebijakan moneter dalam rangka mengendalikan laju inflasi maka hal tersebutakan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pengangguran.Tradeoff tersebut merupakan phenomena umum sebagaimana dikemukakan dalam teoriPhillips Curve.

Pertimbangan lain adalah dengan penetapan sasaran tunggal inflasi maka dapatmendorong terfokusnya pengendalian moneter, sehingga dapat meningkatkan efektivitaspelaksanaan kebijakan moneter dalam memerangi inflasi. Laju inflasi yang tinggi tidakhanya menurunkan daya beli masyarakat tetapi juga dapat mengganggu kestabilan ekonomi

Page 11: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

11Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

makro lainnya, seperti mengganggu keseimbangan neraca pembayaran dan memperlemahnilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Oleh karena itu banyak negara telahmenggunakan sasaran akhir tunggal dalam kebijakan moneternya, seperti Selandia Baru,Kanada, Australia, Swedia, Spanyol dan Inggris. Stanley Fischer (1994), Deputy ManagingDirector IMF, menyatakan bahwa pengendalian inflasi perlu menjadi sasaran utamakebijakan moneter bank sentral manapun di dunia. Hal ini didasarkan pada pertimbanganbahwa dalam jangka panjang kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi laju inflasisedangkan pertumbuhan ekonomi cenderung mengkuti pertumbuhan naturalnya (Guitan,1994).

Sementara Bernanke dan Mishkin (1997) dan Masson (1998) mengemukakan beberapamotivasi dari banyaknya beberapa negara-negara pada akhir-akhir ini menggunakan inflasisebagai sasaran tunggal, dapat disarikan sebagai berikut:

a. Penetapan inflasi sebagai sasaran tunggal dapat digunakan sebagai nominal anchordalam kebijakan moneter untuk meyakinkan masyarakat bahwa bank sentral akanmelaksanakan kebijakan moneter secara disiplin dan konsisten.

b. Adanya suatu preposisi dalam teori makroekonomi yang mengemukakan bahwa inflasiyang rendah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan efisiensi dalam jangka panjang.

c. Uang bersifat netral dalam jangka menengah dan panjang sehingga peningkatan jumlahuang beredar hanya mempengaruhi tingkat harga, bukan output dan kesempatan kerja.

d. Mahalnya biaya inflasi yang tinggi, khususnya dalam kaitan dengan alokasi sumberdaya atau pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang atau keduanya.

e. Pengaruh kebijakan moneter terhadap inflasi memerlukan lag yang sulit diprediksikandan bervariasi pengaruhnya.

Pengalaman beberapa negara, seperti Selandia Baru, Canada, Spanyol, Swedia danInggris menunjukkan bahwa setelah negara-negara tersebut menetapkan inflasi sebagaisasaran tunggal, laju inflasi dapat dikendalikan pada level yang cukup rendah. Namundalam jangka pendek terdapat tradeoff antara penurunan inflasi dengan penurunanpertumbuhan ekonomi. Sementara itu, dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi beradapada tingkat yang sustainable.

Page 12: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

12 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

i. Kerangka Kerja Inflation Targeting

Secara garis besar karakteristik kerangka kerja kebijakan moneter dari negara-negarayang menganut inflation targeting meliputi 3 kegiatan utama, yaitu penetapan target inflasi,melakukan proyeksi inflasi dan menetapkan kebijakan operasional dalam pencapaiansasaran inflasi.

• Penetapan target inflasi

Sehubungan dengan inflation targeting adalah strategi kebijakan moneter yang bersifatforward looking maka dalam penetapan target inflasi terdapat beberapa masalah yangperlu diperhatikan, meliputi inflasi yang digunakan, besarnya inflasi, jangka waktu

Grafik 4 Perkembangan Inflasi di Negara Inflation Targeting

Tahun 1988 s/d 1997

0.01.02.03.04.05.06.07.08.09.0

10.011.0

1988 89 90 91 92 93 94 95 96 97

Swedia (Jan-93)

Australia (Apr-93)

Kanada (Feb-91)

Inggris (Okt-92)

New Zealand (Mar-90)

Angka dlm kurung = Inflation targeting mulai diterapkan

Grafik 5. Pertumbuhan GDP di Negara Inflation TargetingTahun 1988 s/d 1997

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

10.0

1988 89 90 91 92 93 94 95 96 97

Inggris (Okt-92)

Swedia (Jan-93)

New Zealand (Mar-90)

Kanada (Feb-91)

Australia (Apr-93)

Angka dlm kurung = Inflation targeting mulai diterapkan

Page 13: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

13Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

pencapaian inflasi dan fleksibilitas dari pencapaian target dalam hal terjadi shockdalam ekonomi (Debelle, 1997 dan Debelle dan Lim, 1998).

Pertama, Penentuan inflasi yang digunakan harus menjadi komitmen nasional karenaketidak berhasilan bank sentral dalam mencapai sasaran yang ditetapkan akanmengurangi kredibilitas masyarakat terhadap bank sentral. Beberapa negara yangmenganut rezim inflation targeting, seperti Selandia Baru, Australia dan Kanadamenggunakan core inflation atau underlying inflation sebagai target. Penggunaan coreinflation dikarenakan inflasi yang dalam pengendalian bank sentral hanya yangberasal dari sisi demand, sementara yang berasal dari sisi supply merupakan diluarkendali bank sentral. Dalam negara yang masyarakatnya belum begitu maju, terdapatpersepsi bahwa inflasi merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari otoritas moneterdengan tanpa membedakan penyebab dari tekanan inflasi. Negara Israel dan Swediamenggunakan indeks harga konsumen (IHK) sebagai target sebagai rasa tanggungjawab otoritas moneter terhadap masyarakat.

Kedua, Besarnya inflasi yang ditargetkan hendaknya disesuaikan dengan potensiaktivitas ekonomi di masa yang akan datang, sehingga inflasi yang ditargetkan tidakterlalu kecil atau terlalu besar. Penetapan inflasi yang terlalu rendah akan sangatmahal bagi perekonomian karena selain berat bagi otoritas moneter juga menjadibeban bagi sektor riil. Penetapan target dapat dilakukan dengan menetapkan suatutarget tertentu maupun dengan menetapkan band. Penetapan band dapatmempengaruhi kredibilitas otoritas moneter, namun hal ini dapat digunakan untukmenampung terjadinya inflasi dari supply shock. Swedia,misalnya, menggunakan banddalam menetapkan target inflasi.

Ketiga, Jangka waktu pencapaian inflasi yang ditargetkan berbeda untuk masing-masing negara tergantung dari inflasi awal yang terjadi. Bagi negara yang mempunyaiinflasi awal jauh berbeda dengan inflasi yang ditargetkan maka jangka waktupencapaian inflasi memerlukan waktu yang lama. Bahkan Debelle (1997)menganjurkan jangka waktu sekitar 2 tahun untuk pencapaian target bagi negara-negara yang mempunyai inflasi awal yang sudah tinggi. Penetapan jangka waktupencapaian inflasi yang cukup panjang tersebut karena terkait dengan strukturekonomi. Finlandia dan Swedia misalnya sejak menerapkan rezim inflation targetingpada tahun 1993, memerlukan waktu tidak kurang 2 tahun dalam mencapai targetinflasi.

Keempat, Penerapan inflation targeting hendaknya juga tidak ditetapkan secara kaku.Menurut Mc Donough (1996) ada 3 alasan mengapa fleksibilitas diperlukan dalammenerapkan inflation targeting. Pertama, stabilitas harga adalah sasaran jangka pendek

Page 14: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

14 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

dalam penciptaan ekonomi yang lebih stabil dalam rangka mendorong pertumbuhanekonomi sebagai tujuan akhir. Dengan demikian kebijakan moneter disesuaikandengan siklus kegiatan ekonomi yang terjadi, sehingga inflation targeting tidakdijadikan sebagai rule. Kedua, inflation targeting merupakan strategi moneter ke depan(medium-term-forward-looking) sehingga ketidakpastiannya cukup besar khususnyadari sisi penawaran (supply shock). Oleh karena itu kebijakan moneter yang dilakukanjuga harus mampu mengadopsi perubahan yang terjadi. Ketiga, penyimpangan inflasidari target yang ditetapkan dapat menurunkan kredibilitas bank sentral. Sebaliknyaapabila terlalu longgar juga dapat mengurangi keyakinan masyarakat terhadap banksentral dalam memerangi inflasi. Dengan demikian revisi inflasi dalam jangka pendekdapat dimungkinkan sepanjang terdapat alasan yang jelas untuk melakukanperubahan sesuai dengan perkembangan terakhir.

• Proyeksi Inflasi

Tidak seperti target besaran moneter atau nilai tukar yang melihat perkembanganterkini dari target-target tersebut maka inflation target lebih bersifat strategi ke depan.Hal tersebut dapat terjadi karena terdapatnya kecenderungan mengenai lamanya lagdari perubahan piranti moneter ke inflasi. Sebagai konsekuensinya maka sebelummelaksanakan kebijakan ini, otoritas moneter harus mempunyai model yang mampudengan akurat memprediksikan inflasi dalam suatu jangka waktu tertentu.Ketidakakuratan dalam memprediksi inflasi ke depan tidak hanya menyangkutkredibilitas otoritas moneter tetapi juga akan dapat menjadi beban yang mahal bagisektor riil apabila kebijakan moneter yang dilakukan terlalu ketat. Oleh karena itudiperlukan kejelian otoritas moneter untuk memprediksikan inflasi sebelummengumumkannya kepada masyarakat.

• Penetapan Target Operasional

Umumnya negara-negara yang menganut rezim inflation targeting menggunakan sukubunga jangka pendek sebagai sasaran operasional. Sementara yang secara eksplisitmenggunakan Monetary Condition Index (MCI) sebagai sasaran antara terdapat tiganegara meliputi Selandia Baru, Kanada dan Swedia, sedangkan negara lainnya tidakmempunyai sasaran antara. Rezim ini menggunakan besaran-besaran moneter hanyasebagai indikator, sementara untuk mengetahui tekanan terhadap inflasi digunakanindikator output gap. Dalam hal suatu negara menggunakan MCI sebagai intermediatetarget maka perubahan MCI juga merupakan indikator yang digunakan oleh otoritasmoneter dalam merubah kebijakan moneternya.

Tujuan utama penggunaan Monetary Condition Index (MCI) adalah untuk mengetahuistance kebijakan moneter. Secara empiris, MCI adalah rata-rata tertimbang (weighted

Page 15: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

15Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

average) dari perubahan suku bunga dan nilai tukar relatif terhadap periode yangditentukan (base periode). Bobot dari suku bunga dan nilai tukar mencerminkanperkiraan dampak relatif kedua variabel tersebut terhadap aggregat demand pada suatuperiode yang seringkali ditentukan dalam waktu dua tahun. Selain digunakan sebagaiindikator kondisi moneter, MCI digunakan pula sebagai target operasional jangkapendek.

Dasar pemikiran MCI adalah sebagai berikut : Nilai tukar mempengaruhi permintaanagregat, khususnya pada perekonomian terbuka dengan skala yang kecil. Denganmemfokuskan pada nilai tukar dan suku bunga diharapkan perilaku perekonomiandapat diprediksikan, sehingga kebijakan ekonomi yang tepat dapat dilakukan.

Pelopor pertama penggunaan MCI adalah Kanada kemudian diikuti oleh SelandiaBaru dan Swedia, sementara negara Italia, Jerman, Perancis dan Inggris telahmempublikasikan MCI. Bank of Canada (BoC) telah menggunakan MCI sejak beberapatahun lalu sebagai target operasional dalam mengarahkan kebijakan moneter. MCIBoC dihitung berdasarkan jumlah tertimbang perubahan suku bunga nominal suratberharga (commercial paper) berjangka waktu 90 hari (R) dan indeks nilai tukar nominaltrade-weighted G-10 bilateral (E). Kedua variabel tersebut dihitung berdasarkan nilairelatif dari waktu dasarnya (base period). Bobot suku bunga dan nilai tukarmencerminkan estimasi dampak relatif terhadap total output Kanada. BoCmenggunakan bobot suku bunga terhadap nilai tukar 3 : 1. Artinya, 1 point persentasekenaikan suku bunga akan menyebabkan tiga kali perubahan pada MCI, yang setaradengan 3% apresiasi Canadian Dollar. Untuk mendapatkan rasio 3 : 1 tersebutdigunakan persamaan partial dari model permintaan agregat (aggregate demand)dengan menggunakan data kuartalan (Ericsson, 1991), sebagai berikut :

Y = F(Y*,Yt-1, RR, Q)

dimana : Seluruh variabel dalam bentuk first difference logaritmaY : PDB KanadaY* : PDB Amerika SerikatYt-1 : PDB Kanada tahun sebelumnyaRR : suku bunga riil yaitu suku bunga nominal surat berharga 90-hari dikurangi

dengan perubahan tahunan (annual rate) PDB Deflator Kanada (P) lag 1 kuartal.Q : nilai tukar riil (REER) yaitu hasil perkalian antara nilai tukar nominal AS -

Canadian $ bilateral dengan rasio antara PDB deflator Kanada dan PDB deflatorAS. Sehingga Q = E . (P/P*), dan kenaikan pada Q berarti apresiasi Canadian $.

Selanjutnya koefisien suku bunga riil dari persamaan di atas dibagi dengan koefisiennilai tukar riil, sehingga didapat rasio 3 : 1 di atas. Dengan rasio tersebut kemudian

Page 16: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

16 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

dihitung MCI dengan menggunakan rumus sebagai berikut :dimana :

)ee()RR(MCI 0te0tRt −θ+−θ=t : indeks waktu, dengan t=0 sebagai waktu dasar

R θ : bobot suku bunga

eθ : bobot nilai tukar

variabel dengan huruf kecil dinyatakan dalam bentuk logaritma.

• Kerangka Kebijakan Moneter

Secara umum kerangka kebijakan moneter negara-negara yang menerapkan inflationtargeting dapat digambarkan sebagai berikut.

Pengendalian moneter dengan rezim ini diawali dengan pengendalian suku bungajangka pendek pasar uang (cash rate) dengan menggunakan instrumen moneter melaluiOperasi Pasar Terbuka (OPT). Untuk mengendalikan suku bunga maka keseimbanganlikuiditas senantiasa dijaga dengan memperhatikan settlement fund dari bank-bank.Selanjutnya perubahan suku bunga jangka pendek tersebut akan ditransmisikan kesuku bunga yang lebih panjang dan kredit. Perubahan suku bunga tersebutselanjutnya akan mempengaruhi kegiatan konsumsi dan investasi, sehingga sebagaigilirannya juga akan mempengaruhi aggregate demand. Apabila terjadi output gap(aggragate demand lebih besar dari output potensial) maka inflasi akan meningkat.Dengan demikian dalam rezim ini, pengendalian permintaan agregat merupakankunci utama keberhasilan pengendalian inflasi.

Pengendalian Moneter dalam Kerangka Inflation Targeting

Discount Rate

Settlement Cash Inter BankCash rate

OMO

GDP

Output

Gap

InflationTarget

LongerInterest rate

Page 17: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

17Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

ii. Prasyarat Penerapan Inflation Targeting

Menurut Debelle dan Lim (1998) serta Masson (1998), untuk melaksanakan inflationtargeting sebagai strategi kebijakan moneter terdapat dua prasyarat utama yang harusdipenuhi. Pertama, Independensi bank sentral dalam melaksanakan kebijakan moneter.Kedua, Menghindarkan penggunaan nominal anchor lainnya bersamaan dengan penerapaninflafion targeting.

• Independensi Bank Sentral

Persyaratan utama untuk melaksanakan kerangka kebijakan moneter denganmenggunakan inflation targeting adalah kemampuan bank sentral untuk mencapaiinflasi tanpa ada campur tangan politik dari pemerintah. Dalam pengertianindependent disini tidak hanya terbatas dari sisi kelembagaan tetapi juga independendalam melaksanakan instrumen moneter. Independensi instrumen berarti bahwapemerintah tidak diperkenankan melakukan kebijakan yang dapat mengganggu dalampencapaian inflasi. Untuk mencapai kondisi tersebut maka suatu negaradipersyaratkan agar tidak mempunyai kebijakan fiskal yang terlalu dominan ataudengan kata lain kebijakan fiskal jangan sampai mendikte kebijakan moneter. Haltersebut berarti bahwa pemerintah tidak diperkenankan untuk meminjam dari banksentral atau bank-bank komersial di dalam negeri. Jika kondisi ideal tersebut tidakdapat terpenuhi maka paling tidak, jumlah pinjaman tersebut harus ditekan sekecilmungkin.

Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa pemerintah hendaknya mempunyaisumber penerimaan yang cukup luas dan menghindarkan penerimaan yang berasaldari seignoirage dari pencetakan uang berlebihan. Sementara dalam hal terdapatpinjaman pemerintah maka pasar uang di dalam negeri harus mampu menyerapseluruh pinjaman pemerintah tersebut maupun pinjaman swasta. Disamping itu jugapinjaman pemerintah harus dikendalikan dalam level tertentu agar tidak mengganggupelaksanaan kebijaksanaan moneter. Pemberian independensi dimaksudkan untukmenghindarkan tekanan-tekanan fiskal dari pemerintah akibat adanya slippagesdalam kebijakan fiskal.

• Menghindarkan penggunaan nominal anchor lainnya

Prasyarat kedua untuk megaplikasikan inflation targeting adalah Pemerintah atauotoritas moneter menghindarkan untuk menggunakan nominal anchor lainnya, sepertivariabel upah dan nilai tukar nominal. Negara yang menggunakan sistem nilai tukartetap, kebijakan moneternya terikat untuk mempertahankan nominal nilai tukar padatingkat tertentu sehingga hal tersebut tidak efektif digunakan bersamaan dengan

Page 18: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

18 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

variabel nominal lainnya seperti inflasi. Hal tersebut dapat terjadi karenamempertahankan nilai tukar dapat mengorbankan target inflasi. Dalam hal otoritasmoneter tidak dapat mencapai salah satu target tersebut maka hal tersebut dapatmengurangi kredibilitas.

3.2. Pengalaman Beberapa Negara yang Menggunakan Manajemen Moneterdengan Inflation Targeting

a. Reserve Bank of New Zealand (RBNZ)

Selandia Baru menggunakan inflasi sebagai sasaran tunggal sejak tahun 1985, danstrategi tersebut merupakan bagian dari reformasi ekonomi secara menyeluruh. Langkahtersebut dilakukan sehubungan dengan rendahnya pertumbuhan ekonomi dan tingginyalaju inflasi pada periode tahun 1970an dan 1980an relatif terhadap negara-negara OECD.Dengan beralihnya sistem nilai tukar negara tersebut ke sistem nilai tukar fleksibel, maka RBNZmenggunakan inflasi sebagai nominal anchor di dalam melaksanakan kebijakan moneternya.Penggunaan inflasi sebagai sasaran akhir tersebut juga didukung dengan pemberian independesipenuh kepada bank sentral dalam melaksanakan kebijakan moneternya.

Sasaran inflasi yang digunakan adalah underlying inflation atau core inflationsebagaimana dituangkan dalam kesepakatan atau Policy Targets Agreement (PTA) antaraMenteri Keuangan dan Gubernur RBNZ. Untuk mencapai sasaran tersebut RBNZmenetapkan sasaran operasional dan sasaran antara. Sebagai sasaran operasional digunakanCash Rate, sementara untuk mengendalikan cash rate dilakukan melalui pengendalianlikuiditas perbankan (cash settlement). Pengaturan cash settlement tersebut dilakukan melaluiOPT dengan menggunakan government bills di pasar uang. Selanjutnya perubahan sukubunga cash rate akan ditransmisikan ke perubahan suku bunga treasury bills 90 hari.

Sedangkan sebagai sasaran antara digunakan Monetary Conditions Indicator (MCI)yaitu kombinasi antara suku bunga treasury bill 90 hari dengan nilai tukar (trade weightedindex) dengan rasio 1:2 yang secara simultan dapat mempengaruhi aggregate demand. MCIdigunakan RBNZ sebagai sasaran antara karena diyakini dalam perekonomian yang terbuka,kebijakan moneter dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi dan inflasi melalui pengaruhsuku bunga dan nilai tukar. Suku bunga treasury bill 90 hari akan ditransmisikan ke sektorriil melalui perubahan aggregate demand yang direfleksikan dalam PDB aktual. Apabila PDBaktual lebih besar dari PDB potensial (output gap), inflasi cenderung meningkat. Sementaraperubahan nilai tukar dapat mempengaruhi inflasi melalui saluran tradable goods danperubahan permintaan aggregate akibat perubahan harga relatif dalam dan luar negeri.

Page 19: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

19Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

b. Reserve Bank of Australia (RBA)

Semakin melemahnya hubungan antara besaran moneter dengan sasaran akhirmemaksa RBA untuk beralih dari sasaran besaran moneter ke suku bunga pada tahun 1985.Selanjutnya untuk meningkatkan efektivitas dan kredibilitas pengendalian moneter, RBAmenggunakan inflasi sebagai sasaran akhir. Inflasi yang digunakan sebagai target adalahunderlying inflation dengan target sebesar 2-3% per tahun.

Dalam pengendalian moneter, RBA menggunakan suku bunga overnight fund (cashrates) sebagai sasaran operasional. Sejak Januari 1990 RBA mengumumkan target suku bungacash rate secara harian beserta latar belakang kenaikan dan penurunannya. Pengendaliancash rate dilakukan melalui OPT dengan menggunakan Commonwealth Government Securitiesdan State Government securities. Perubahan cash rate akan mempengaruhi suku bunga lainnya,seperti suku bunga pinjaman dan suku bunga lainnya yang berjangka waktu lebih panjang.Perubahan suku bunga yang berjangka waktu panjang selanjutnya diharapkan dapatmempengaruhi GDP dan inflasi 1.

c. Bank of Canada (BOC)

Inflasi yang rendah merupakan tujuan akhir kebijakan moneter di Kanada sejak lama.Dari tahun 1975 sampai dengan tahun 1982, kebijakan moneter diarahkan untuk mencapaiinflasi yang rendah dengan menetapkan target besaran moneter M1. Kerangka kebijakan inidiganti pada tahun 1982, ketika disadari bahwa inovasi produk baru keuangan telahmemperlemah hubungan antara M1 dengan pengeluaran nominal. Sementara itu,intermediate target tidak secara eksplisit digunakan antara tahun 1982 dan 1991 tetapipenetapan target inflasi yang rendah tetap dipertahankan.

Pada Februari 1991, BOC dan Pemerintah Kanada bersama-sama menetapkan targetinflasi sejalan dengan usaha menstabilkan harga. Target tersebut dimaksudkan sebagainominal anchor dalam mempengaruhi ekspetasi masyarakat terhadap inflasi, sehinggamasyarakat terdorong untuk melakukan aktivitas ekonominya dengan menggunakan asumsiinflasi yang rendah. Hal ini pada akhirnya akan mempermudah bank sentral dalam mencapaitarget inflasi yang rendah.

Target inflasi didefinisikan sebagai peningkatan CPI dalam 12 bulan dan merupakaninflasi yang paling relevan digunakan di Kanada. Penetapan target tersebut cukup fleksibledimana target ditetapkan dalam suatu band sebesar 1% di atas atau di bawah target 3%

1 Mekanisme kebijakan moneter di Australia dan Selandia Baru secara rinci dapat dilihat pada Perry Warjiyo danDoddy Zulverdi (1998).

Page 20: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

20 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

pada akhir tahun 1992, 2,5% sampai dengan pertengahan tahun 1994 dan 2% sampai denganakhir tahun 1995. Walaupun target yang dicapai adalah CPI total, tetapi Bank Sentral hanyamempunyai tanggung jawab dalam mencapai target core inflation, yaitu inflasi yang telahmengeluarkan harga-harga kolompok bahan makanan dan energi serta pengaruh pajaktidak langsung. Tetapi apabila dalam pelaksanaan ditemukan perbedaan yang cukup signifikanantara core inflation dan CPI maka tindak lanjut harus dilakukan agar core inflasi sesuai dengantarget dalam konteks CPI. Dalam hal terjadi kejadian di luar kendali, seperti bencana alam danpeningkatan harga minyak, target inflasi dapat dipertimbangkan lagi untuk diubah.

Strategi kebijakan tersebut bersifat forward looking sehubungan dengan terdapatnyalag dalam transmisi kebijakan moneter. Proyeksi inflasi secara kuartalan yang dilakukansecara intern sejalan dengan target inflasi yang ditetapkan dalam jangka waktu menengah.Proyeksi tersebut dikaji ulang apabila terdapat informasi baru.

Dalam melaksanakan kebijakan moneter digunakan MCI sebagai operasional targetjangka pendek. MCI adalah kombinasi antara suku bunga surat berharga pasar uangberjangka waktu 90 hari dengan G-10 real effective exchange rate, yang digunakan untukmenangkap efek dari aggregate demand. Rasio yang digunakan pada saat ini adalah satubanding tiga, yang artinya 1% peningkatan surat berharga berjangka waktu 90 hari samapengaruhnya dengan peningkatan 3% peningkatan REER dari negara-negara G-10 (Lafrance,1996). Bank Sentral mempengaruhi MCI dengan mempengaruhi suku bunga pasar uangharian. Sejak pertengahan tahun 1994, the Bank of Canada menetapkan band suku bungapasar uang sebesar 50 basis point dan untuk mempertahankan band tersebut dilakukanmelalui fasilitas repo dan sebaliknya. Kemudian sejak 22 Februari 1996, target tersebutditetapkan 25 basis point di atas suku bunga treasury bill 3 bulan.

d. Bank of England (BOE)

Pada akhir tahun 1970 sampai dengan awal tahun 1980-an, pengendalian moneteryang dilakukan dengan menggunakan broad money (M3) ternyata kurang efektif sehubungandengan perubahan besar dari velocity of money. Kemudian pada tahun 1987-1988, Bank ofEngland menggunakan nilai tukar sebagai nominal anchor informal ketika otoritas monetermendapat manfaat dari rendahnya laju inflasi di Jerman. Pada tahun 1990, Inggris bergabungdengan dengan Exchange Rate Mechanism. Namun karena banyaknya tekanan depresiasinilai tukar, sebagai akibat besarnya kesenjangan ekonomi antara Jerman dan Inggris, BOEInggris beralih ke sistem nilai tukar fleksibel yang secara eksplisit menetapkan inflasi sebagaisasaran akhir kebijakan moneter pada bulan Oktober 1992.

Target inflasi adalah RPIX yakni retail price index (RPI) setelah dikeluarkan mortgageinterest rate. Target pertama kali ditetapkan sebesar 1-4% dan pada bulan Juni 1995 dirubah

Page 21: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

21Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

menjadi maksimal sebesar 2%. Oleh karena inflation targeting merupakan kebijakan forwardlooking, maka Bank of England meminta independensi dalam membuat assesment inflasi kedepan dalam laporan inflasi kuartalan sejak Februari 1993.

Dalam melaksanakan kebijakan moneter Bank of England menggunakan suku bungajangka pendek sebagai operating targetnya, dimana struktur suku bunga jangka pendekdisesuaikan dengan suku bunga resmi yang ditetapkan dalam pertemuan moneter antaraGubernur BOE dengan Menteri Keuangan. Secara aktif BOE mengendalikan likuiditas hariandi pasar uang agar sesuai dengan kebutuhan. Disamping itu, BOE juga menggunakan OPTsecara harian di pasar uang dengan memperkenalkan fasilitas repo 2 bulan dan fasilitaslainnya di pasar repo.

e. The Riksbank of Sweden (ROS)

Tekanan-tekanan depresiasi yang cukup besar yang dihadapi Swedish krona padafall 1992 telah memaksa pemerintah untuk melepas nilai tukar tetap dan beralih ke sistemnilai tukar fleksibel. Untuk mencari alternatif sebagai pengganti nominal anchor maka DewanGubernur Riksbank pada bulan Januari 1993 menetapkan inflasi sebagai sasaran kebijakanmoneter. Inflasi yang digunakan adalah CPI dan target inflasi pada tahun 1995 adalah 1%dengan kisaran target. Penetapan inflasi sebagai sasaran akhir mempunyai beberapakeuntungan bagi otoritas moneter di Swedia. Pertama, kebijakan tersebut mengurangiketidakpastian yang ditimbulkan dari transisi sistem nilai tukar fleksibel. Kedua, membantumenyeleraskan ekspetasi inflasi masyarakat sesuai dengan kapasitas ekonomi. Ketiga,strategi tersebut memungkinkan masyarakat untuk mengawasi kinerja otoritas monetersehingga bank sentral dapat lebih kredibel. Untuk mendorong efektivitas pelaksanaankebijakan moneter, Pemerintah memberikan indepedensi kepada ROS dan target inflasidikukuhkan oleh parlemen.

Seperti negara-negara Kanada dan Selandia Baru, the Riksbank (RB) jugamenggunakan MCI sebagai sasaran antara dalam kebijakan moneternya. Mekanismetransmisi kebijakan moneter di negara ini juga tidak jauh berbeda dengan kedua negarayang menerapkan MCI tersebut di atas, dimana untuk mengetahui tekanan terhadap inflasi,RB menggunakan indikator output gap (selisih PDB aktual dengan PDB potensial). Dalampelaksanaan kebijakan moneter, RB menetapkan suku bunga jangka pendek sejalan denganstance kebijakan moneter yang diinginkan. Suku bunga jangka pendek tersebut digunakanuntuk mempengaruhi suku bunga jangka menengah/jangka panjang. Selanjutnya sukubunga jangka panjang tersebut akan mempengaruhi aggregate demand sehingga padaakhirnya output gap dapat dikendalikan. Dengan pengendalian output gap tersebut makainflasi dapat dikndalikan. Pada bulan May 1994, RB menggunakan suku bunga repo 2

Page 22: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

22 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

minggu sebagai instrumen utama operasional, sedangkan sebelumnya menggunakan sukubunga pinjaman overnight atau marginal rate. Pada bulan Juli 1996, RB memperpendek jangkawaktu repo tersebut menjadi 1 minggu.

IV. Evaluasi Manajemen Moneter Indonesia

4.1. Manajemen Moneter Sebelum Krisis

i. Sasaran Akhir

Sasaran akhir kebijakan moneter selama masa pra krisis diarahkan pada pencapaianinflasi yang rendah, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan keseimbangan neracapembayaran. Dengan multiple target tersebut, fungsi Bank Indonesia sebagai otoritas monetertidak terfokus karena diantara ketiga tugas pokok tersebut terdapat kemungkinan yangtidak sejalan. Tidak jarang terdapat trade off antara pencapaian inflasi yang rendah dengantingkat pertumbuhan ekonomi.

Sehubungan hal tersebut, dalam melaksanakan kebijakan moneter Bank Indonesiamenghadapi pilihan yang sulit karena memilih salah satu sasaran berarti mengorbankansasaran lainnya. Pilihan lainnya adalah semua sasaran diusahakan bersamaan dicapai,tetapi dengan konsekuensi tidak ada satu sasaran akhir yang dicapai secara optimal,misalnya mengutamakan pertumbuhan ekonomi dengan mengorbankan laju inflasi yangtinggi. Kondisi tersebut dapat dilihat dari pencapaian kinerja ekonomi Indonesia dalam 5tahun terakhir, dimana target pertumbuhan ekonomi umumnya dapat dicapai, namunsebagai implikasinya laju inflasi dikorbankan dan umumnya selalu di atas target yangditetapkan.

TabelRealisasi dan Target Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi

1992/93 1993/94 1994/95 1995/96 1996/97

InflasiTarget Repelita 5.00 5.00 6.70 6.70 6.70Realisasi- Fiskal 10.03 7.04 8.57 8.86 5.17- Kalender 4.94 9.77 9.24 8.64 6.47Pertumbuhan PDBTarget Repelita 5.00 5.00 7.10 7.10 7.10Realisasi- Fiskal 7.37 7.68 7.35 7.76 8.49- Kalender 7.22 7.25 7.54 8.22 7.98

Page 23: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

23Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

ii. Pelaksanaan Kebijakan Moneter

Sementara itu, penggunaan besaran-besaran moneter (monetary aggregates) dalammekanisme kebijakan moneter juga tidak kalah peliknya. Dalam manajemen moneter denganpendekatan kuantitas ini, Bank Indonesia berupaya semaksimal mungkin menyeimbangkanantara besarnya penawaran uang (money supply) dengan permintaan uang (money demand)karena ketidakseimbangan dari kedua komponen tersebut dapat mengganggu terhadapinflasi dan pertumbuhan ekonomi. Mekanisme transmisi pengendalian moneter denganquantity targeting ini diawali dengan pengendalian uang primer. Perubahan uang primerakan mendorong bank merubah fortofolio asetnya dalam bentuk kredit dalam suatu nisbahtertentu sehingga likuiditas perekonomian (M1/M2) akan meningkat. Perubahan fortofolioaset bank tersebut akan tergambar dari angka pengganda uang (APU/money multiplier).Dengan mengasumsikan APU stabil dan dapat diprediksikan maka likuiditas perekonomiandapat dikendalikan. Selanjutnya dengan asumsi velocity of money konstan maka BankIndonesia dapat mengendalikan uang beredar sehingga pada akhirnya mempengaruhi lajuinflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Namun dengan cepatnya perkembangan sektor keuangan dan sistem pembayaran,keefektifan manajemen moneter dengan pendekatan kuantitas tersebut banyakdiperdebatkan. Inovasi produk-produk baru keuangan telah mengaburkan pengertian uangyang tidak hanya terbatas pada uang kertas dan uang logam (fiat money) tetapi juga telahmeluas menjadi credit money. Perubahan tersebut mengakibatkan aktivitas penciptaan uangoleh sistem keuangan menjadi berlifat ganda dan melampaui penciptaan uang oleh banksentral (Sarwono, 1997). Gejala tersebut lebih terasa lagi sejak pemerintah melakukanderegulasi sektor keuangan komprehensif pada Oktober 1988. Pesatnya perkembangan sektorkeuangan Indonesia tersebut memberikan implikasi negatif bagi pengendalian moneter,karena kuantitas uang beredar tidak dapat lagi sepenuhnya dikendalikan karena lebihbanyak dipengaruhi sisi permintaan. Penelitian yang dilakukan oleh Solikin (1998) denganmenggunakan data dari tahun 1971 hingga tahun 1996 menunjukkan bahwa fungsipermintaan uang di Indonesia tidak stabil dalam jangka pendek.

Sementara berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sarwono (1997)menunjukkan bahwa angka pengganda uang tidak stabil Dengan demikian penentuan uangprimer sebagai sasaran operasional menjadi semakin lemah efektivitasnya. Disisi lain jugamenunjukkan bahwa proses transmisi monetary aggregates ke sasaran akhir menunjukkanhubungan yang semakin lemah, sebagai akibat tidak stabilnya dan tidak dapatdiprediksinya velocity of money. Berdasarkan hasil penelitian Solikin dkk (1997) dan Iskandar(1998) menunjukkan bahwa uang beredar baik M1 dan M2 bersifat netral sehingga tidakmempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Sementara tingkat harga masih

Page 24: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

24 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

dipengaruhi oleh M1 dan M2 (Iskandar, 1998), sehingga tidak dapat diabaikan begitu sajaperanannya dalam mempengaruhi inflasi.

Melemahnya hubungan monetary aggregates tersebut mendorong dilakukannyapenelitian mengenai kemungkinan penggunaan besaran harga atau suku bunga sebagaisasaran operasional kebijakan moneter. Penelitian yang dilakukan oleh Sarwono dkk (1997)dan Warjiyo dkk (1998) menunjukkan hasil yang konklusif tentang kemungkinanpenggunaan suku bunga dalam kerangka kebijakan moneter di Indonesia. Hal tersebutsejalan dengan pandangan Boediono (1996) yang mengemukakan bahwa semakin besarperan pasar, maka transmisi melalui harga uang atau suku bunga menjadi pentingdibandingkan dengan transmisi melalui kuantitas uang seperti paradigma yang dilakukanselama ini. Peranan besaran harga tersebut menjadi lebih penting lagi seiring denganberalihnya sistem nilai tukar Indonesia ke sistem nilai tukar fleksibel.

4.2. Manajemen Moneter dalam Masa Krisis

Tujuan pokok kebijakan moneter dalam masa krisis difokuskan untuk menstabilkannilai tukar Rupiah dan mengendalikan inflasi. Bahaya hiper-inflasi dan tajamnya fluktuasinilai tukar Rupiah merupakan tantangan terbesar sehingga tidak ada pilihan lain bagikebijakan moneter selain untuk menanggulangi dua masalah tersebut. Dengan stabilnyanilai tukar Rupiah dan menurunnya laju inflasi diharapkan dapat menyediakan platformbagi pertumbuhan ekonomi yang sustainable dalam jangka panjang.

Untuk mengendalikan inflasi dan menstabilkan nilai tukar Rupiah, Bank Indonesia(BI) menggunakan pendekatan kuantitas yakni jumlah uang beredar, bukan suku bunga.

Velocity of M1 and M2

IV I II III IV I II III IV

1.5

1.6

1.7

1.8

1.9

2.0

2.1

2.2

1997 1998

M2

VM1Vm2

7.0

7.5

8.0

8.5

9.0

9.5

10.0

I II III

1996

M1

Page 25: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

25Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

Dalam masa krisis pengendalian moneter menggunakan level base money (BM), bukanpertumbuhannya, sebagai sasaran operasional dan sejak bulan April 1998 target tersebutdiumumkan ke publik. Dalam kaitannya dengan pinjaman IMF, terdapat 3 sasaranoperasional lainnya yang harus diperhatikan dalam mencapai sasaran BM yakni NetDomestic Assets (NDA), Net International Reserves (NIR), dan liquidity support di mana NDA =BM- NIR. Besarnya pemberian BLBI akibat krisis kepercayaan terhadap perbankanmerupakan salah satu faktor utama yang melatarbelakangi pembatasan level BM. PemberianBLBI dalam bentuk saldo debet, fasilitas diksonto dan dana talangan akan meningkatkanBM (menambah saldo giro bank) dan menambah NDA berupa tagihan kepada bank.Peningkatan likuiditas tersebut dapat menimbulkan tekanan terhadap harga dan nilai tukarrupiah

Untuk mencapai target BM selain melalui OPT juga dibantu melalui intervensi BI dipasar valas khususnya dalam rangka menyedot ekspansi kebijakan fiskal akibat defisitkeuangan Pemerintah yang dalam tahun 1998/99 diperkirakan mencapai 4% dari PDB.Dalam hal ini BI sebagai fiscal agent melakukan intervensi valas untuk membantu OPT dansekaligus untuk menambah supply dolar di pasar valas. Dalam hal ini dana valas yangdipakai untuk intervensi berasal dari pinjaman Bank Dunia dan ADB sedangkan dana dariIMF untuk memperkuat cadangan devisa.

Kebijakan moneter tersebut telah berhasil secara bertahap menurunkan laju inflasidan menstabilkan nilai tukar rupiah, seperti terlihat dari evaluasi di bawah ini.

1. Dalam masa krisis hubungan antara perubahan BM (moving average atau MA 23hari) dengan laju inflasi lag 1 bulan sangat positif dan signifikan, khususnya sejak

Grafik 6. Perkembangan Inflasi Bulanan dan Perubahan Base Money (MA 23 Hari)

-1

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

51998

6 7 8 9 10 11 12 11999

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

5Inflasi Bulanan

Changes BM

( Inflasi )( Base Money )

Page 26: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

26 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

bulan April 1998. Artinya, penurunan BM sekarang akan menurunkan inflasi padabulan depan. Korelasi antara kedua variabel ini dengan lead 1 bulan untuk inflasicukup tinggi yakni 0,87. Hal ini mencerminkan bahwa sasaran BM sebagai operasikebijakan moneter cukup tepat dalam mengendalikan inflasi (grafik 6).

2. Hubungan antara perubahan BM dengan perubahan nilai tukar Rupiah (keduanyaMA 23 hari) juga positif dan signifikan. Dalam periode April-September 1998menurunnya perubahan BM (kenaikan suku bunga) diikuti oleh menguatnya nilaitukar Rupiah. Dalam periode Oktober-Desember II 1998 kenaikan perubahan BMdiikuti oleh apresiasi rupiah yang semakin kecil. Namun demikian, sejak DesemberII 1998 kenaikan perubahan BM diikuti oleh melemahnya nilai tukar Rupiah.Melemahnya nilai tukar akhir-akhir ini nampaknya bukan akibat penurunan sukubunga namun karena faktor-faktor non ekonomi dalam negeri seperti kerusuhan diAmbon, isu demonstrasi dan faktor eksternal seperti devaluasi mata uang Brazildan isu devaluasi mata uang China (grafik 7).

V. Hasil Studi Empiris Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia

Pengujian proses transmisi kebijakan moneter di Indonesia akan dilakukan denganpendekatan time series analysis, yaitu berupa test hubungan kausalitas (Causality test) danvector autoregression (VAR). Test hubungan kausalitas menggunakan test hubungankausalitas Granger versi Hisao. Penggunaan metode Hsiao dimaksudkan untuk mengatasikelemahan dari Granger-kausalitas khususnya yang berkaitan dengan masalah tidakterdapatnya prosedur yang jelas dalam penentuan jumlah lag independent dan dependentvariable. Tanpa lag yang optimal berarti setiap variabel diperkenankan untuk mempengaruhi

Grafik 7. Perubahan Base Money dan Kurs (MA23 hari)

-3-2-10123456

51998

6 7 8 9 10 11 12 11999

-3000-2000-1000010002000300040005000

Changes BMChanges Ex-rate

Base Money (triliun Rp) Kurs (Rp/USD)

Page 27: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

27Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

variabel lain dengan distribusi jumlah lag yang sama. Dengan tanpa pembatasan berartijumlah parameter akan bertambah sebesar kuadrat dari jumlah variabel dan akan mengurangiderajad kebebasan (degree of freedom) secara cepat (Hsiao, 1981). Metode ini, pada prinsipnyamenggunakan nilai final prediction error dari outoregresi dalam menentukan optimal lagdependent dan independent variable (metode rinci, lihat lampiran).

Sementara proses transmisi kebijakan moneter melalui suku bunga dilakukan denganmelihat tiga bagian sebagai berikut :a. Transmisi dari suku bunga jangka pendek melalui permintaan agregat ke inflasi.b. Transmisi dari suku bunga ke nilai tukarc. Transmisi dari nilai tukar ke inflasi

Pengujian hubungan kausalitas Granger metode Hsiao dilakukan dengan mengacukepada ketiga proses transmisi kebijakan moneter tersebut, dengan hasil-hasil sebagai berikut:

a. Transmisi dari Suku Bunga Jangka Pendek melalui permintaan agregat keInflasi

i. Transmisi tersebut dilakukan dengan order Excess Reserve ⇒ Suku Bunga JangkaPendek ⇒ Suku Bunga Lebih Panjang ⇒ Permintaan Agregat ⇒ Inflasi.

ii. Tidak terdapat hubungan kausalitas bidirectional antara suku bunga PUAB over night,hubungan yang terjadi hanya hubungan satu arah dari excess reserve ke suku bungaPUAB overnight, dengan optimal lag 1 series data. Hasil ini memberikan indikasiperubahan yang terjadi dalam excess reserve dengan cepat ditransmisikan ke perubahansuku bunga PUAB overnight.

iii. Suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) overnight secara signifikan mempunyaihubungan kausalitas satu arah dengan suku bunga dengan jangka waktu yang lebihpanjang di bawah ini• Suku bunga deposito 1 bulan• Suku bunga SBI 1 bulan• Suku bunga Jibor 1 bulan

Dengan demikian perubahan suku bunga PUAB overnight dapat memberikan signalkuat ke pasar, seperti terlihat dari respon perbankan merubah suku bunga yang lebihpanjang sebagai akibat perubahan dari suku bunga overnight.

iv. Ketiga suku bunga tersebut di atas mempengaruhi secara positif suku bunga jangkapanjang lainnya seperti suku bunga deposito 3,6,12,24 bulan dan suku bunga kredit.Perubahan suku bunga tersebut mempengaruhi perilaku konsumsi dan investasi sertaselanjutnya permintaan agregat sebagaimana terlihat dari peningkatan PDB riil.

Page 28: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

28 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

v. Perubahan permintaan agregat atau pendapatan nasional mempunyai hubungankausalitas yang searah dengan inflasi. Perubahan output ini belum mencerminkanoutput gap, namun indikasi adanya tekanan output gap dapat direfleksikan denganperubahan output dan pada akhirnya mempengaruhi inflasi.

Catatan :Test menggunakan data bulanan dari tahun 19990-1998, setelah terlebih dahulu men-stasionerkan seluruhdata.

Kuatnya transmisi kebijakan moneter melalui suku bunga tersebut di atas jugaditunjang dengan hasil impulse response (VAR) dengan menggunakan data bulanan daritahun 1990-1998 -data telah di-stasionerkan terlebih dahulu. Hasil uji tersebut menyimpulkanshock yang terjadi di excess reserve mempengaruhi terhadap perilaku suku bunga PUABovernight. Selanjutnya shock yang terjadi di suku bunga jangka pendek ditransmisikan ke

Lag Optimum F-statistik Keterangan(Y t-m , X t-n ) (p-value)

Ekses Reserve => PUAB O/N (2 , 1) 11.17 (0,00) Signifikan Ekses Reserve => Nilai Tukar (2 , 2) 1.25 (0,30) Tidak Signifikan PUAB O/N => Ekses Reserve (2 , 2) 2.39 (0,10) Signifikan pada 10%PUAB O/N => SBI 7 Hari (1 , 6) 0,13 (0,87) berpengaruh terbalik

=> SBI 1 bulan (1 , 1) 25.92 (0.00) Signifikan => Deposito 1 bulan (1 , 2) 14,44 (0,00) Signifikan

SBI 7 hari => SBI 1 bulan (1 , 1) 44.12 (0,00) Signifikan => Deposito 1 bulan (1 , 3) 24.53 (0,00) Signifikan

SBI 1bulan => Deposito 3 bulan (1 , 3) 38.29 (0,00) Signifikan => Kredit Modal Kerja (1 , 1) 14.67 (0,00) Signifikan => Kredit Investasi (2 , 2) 2.26 (0,18) Tidak Signifikan

Dep 1 => Nilai Tukar (2 , 2) 0.59 (0,56) Tidak Signifikan Nilai Tukar => Dep 1 (1 , 2) 36.71 (0,00) Signifikan Nilai Tukar => CPI (1 , 1) 10.61 (0,00) Signifikan

=> CPI (Core) (1 , 1) 8.39 (0,00) Signifikan REER => CPI (1 , 1) 9.97 (0,00) Signifikan PUAB => CPI (1 , 6) 89.83 (0.00) Signifikan SBI 1 bl => CPI (1 , 4) 164.83 (0.00) Signifikan Deposito 1 bulan => CPI (2 , 2) 59.23 (0.00) Signifikan Deposito 3 bulan => CPI (2 , 2) 1.26 (0,29) Tidak Signifikan Deposito 12 bulan => CPI (2 , 2) 0.02 (0,98) Tidak Signifikan Deposito 24 bulan => CPI (2 , 2) 0.08 (0,92) Tidak Signifikan

PDB => CPI (2 , 1) 43.21 (0.00) Signifikan

HypothesisX t => Y t

HASIL TES KAUSALITAS GRANGER (Metode Hsiao )Tabel 2

Page 29: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

29Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

suku bunga yang berjangka lebih panjang dan suku bunga kredit. Perubahan suku bungaselanjutnya mempengaruhi pola konsumsi dan investasi -melalui jalur kredit. Perubahankedua variabel pada tahap berikutnya akan mempengaruhi permintaan agregat. Padaakhirnya perubahan permintaan agregat akan mempengaruhi inflasi -secara teoritis tekananinflasi dapat dilihat dari output gap, namun karena ketidaksediaan data digunakan proxyPDB riil. Hal tersebut dapat dilakukan mengingat kapasitas produksi pada periode analisiscukup tinggi kecuali tahun 1998.

b. Transmisi suku bunga ke nilai tukar

Sementara transmisi pengaruh suku bunga ke nilai tukar Rupiah dapat dijelaskanmelalui dua jalur sebagai berikut.

i. Semakin tinggi suku bunga semakin sedikit permintaan uang untuk spekulasi sehingganilai tukar Rupiah akan mengalami apresiasi.

ii. Semakin tinggi suku bunga akan menarik aliran modal masuk sehingga menambahpersedian valas dalam negeri. Hasilnya, nilai tukar Rupiah menguat.

Hasil uji kausalitas Granger-Hsiao menunjukkan bahwa suku bunga tidakmempengaruhi nilai tukar rupiah (tabel 1). Hal tersebut dapat terjadi mengingat data yangdigunakan adalah Januari 1990 sampai dengan Oktober 1998, dimana pada periode tersebut

-4

-2

0

2

4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of D(PUAB) to One S.D. D(EXRES) Innovati

-2

-1

0

1

2

3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of D(SBI1BL) to One S.D. D(PUAB) Innovatio

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

ponse of D(DEP3) to One S.D. D(SBI1BL) Innova

-0.1

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of D(SKI) to One S.D. D(DEP3) Innovation

-0.6

-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

5 10 15 20 25 30

Response of D(INFMONTH) to One S.D. D(GAP) Innov

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2 4 6 8 10 12 14

Response of D(INFMONTH) to One S.D. D(NTUS) Inno

Page 30: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

30 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

nilai tukar lebih ditentukan Pemerintah daripada mekanisme pasar. Namun berdasarkandata pasca krisis hubungan tersebut cukup erat. Mekanisme transmisi suku bunga tersebutke nilai tukar terjadi melalui aliran modal asing, sebagaimana terlihat dari hubungan yangerat antara suku bunga dengan aliran modal masuk keluar khususnya sejak terjadinyakrisis moneter bulan Juni 1997. Dengan menggunakan perubahan NFA sebagai proxy aliranmodal, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut. Perubahan deposito 1 bulan memilikikorelasi yang erat dengan perubahan NFA valas. Dengan demikian aliran modal yang cukupbesar sejak krisis merupakan salah satu faktor utama melemahnya nilai tukar rupiah.Sedangkan, perubahan perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri juga memiliki kaitanerat dengan perubahan NFA valas. Hal ini menunjukkan bahwa ekspektasi depresiasi danpremi risiko sangat mempengaruhi gerakan aliran modal internasional pada akhirnya jugamempengaruhi nilai tukar rupiah.

c. Transmisi dari Nilai Tukar ke Inflasi

Transmisi mekanisme perubahan nilai tukar Rupiah ke inflasi dapat diterangkanseperti berikut ini.

i. Melemahnya nilai tukar Rupiah akan meningkatkan harga tradable goods dalam matauang domestik. Akibatnya, harga-harga dalam negeri juga akan meningkat melalui exchangerate pass through. Hal ini dapat dilihat dari tradable goods inflation.

ii. Depresiasi nilai tukar Rupiah akan mempengaruhi relative price effects yaitu meningkatnyaharga tradable goods relatif terhadap harga non-tradable goods, akan memberikan efekpsikologis bagi sektor non-tradable goods untuk menaikkan harga.

-3000

-2000

-1000

0

1000

2000

3000

-5

0

5

10

15

20

97:07 97:09 97:11 98:01 98:03 98:05 98:07 98:09

D(NFA$) D(RDIF)

Page 31: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

31Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

Hasil uji Granger kausalitas test juga menunjukkan bahwa nilai tukar rupiahmempengaruhi inflasi baik terhadap inflasi IHK maupun underlying (core) inflation. Hasil inimengindikasikan bahwa pass through nilai tukar terhadap inflasi di Indonesia cukupdominan, sehingga pengendalian nilai tukar merupakan salah faktor penting dalammengendalikan inflasi. Piranti yang dapat digunakan untuk mengendalikan nilai tukartersebut dapat dilakukaan melalui suku bunga.

Penelitian Kemungkinan Penggunaan MCI sebagai Sasaran Antara

Berdasarkan hasil studi sebelumnya, suku bunga PUAB mempunyai hubungan kuatdengan suku bunga lebih panjang, nilai tukar rupiah dan inflasi. Dengan demikian terdapatevidence yang cukup kuat untuk menggunakan MCI sebagai proxy sasaran antara kebijakanmoneter.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, MCI adalah indeks yang digunakan untukmelihat pengaruh kombinasi dari suku bunga dan nilai tukar terhadap permintaan aggregateyang diwakili oleh Produk Domestik Bruto. Pengaruh kombinasi dari suku bunga dan nilaitukar tersebut dilakukan dengan cara membentuk regresi sederhana antara PDB riil dengansuku bunga riil dan nilai tukar riil dan kemudian membandingkan kedua koefisien variabeltersebut. Rasio antara nilai tukar dan suku bunga dalam MCI dapat diperoleh melaluipenaksiran model permintaan agregat yang mengacu pada model yang digunakan Bank ofCanada dan RBNZ, sebagai berikut.

LogPDBRAR = C + D1RMA + NTUSGA + TOTMAGA 5,75 -0,009 0,046 0,014

t-statistik 126,03 -3,415 3,906 10,638

F-test = 43,56Adjusted R-squared = 0,66

KeteranganPDBRAR = PDB RiilD1RMA = Suku Bunga Deposito Riil 1 bulan (Moving Average 12 bl)NTUSGA = Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah/USDTOTMAGA = Pertumbuhan Term of Trade (moving average 12 bl)

Dengan menggunakan model estimasi di atas, diperoleh hasil perbandingan 1: 4artinya setiap depresiasi nilai tukar rupiah riil sebesar 1% memerlukan kenaikan suku bungariil sebesar 4% agar permintaan agregate tidak berubah. Rasio ini juga menunjukkan semakinpentingnya peranan nilai tukar dalam mempengaruhi permintaan agregat relatif pengaruhsuku bunga.

Page 32: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

32 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Dengan menggunakan koefisien tersebut dapat disusun MCI nominal denganmenggunakan perhitungan sebagai berikut. MCI dapat dihitung secara nominal maupunriil. Dalam perhitungan selanjutnya akan digunakan MCI riil untuk mengetahui kondisimoneter secara riil terlepas dari pengaruh fluktuasi harga.

MCI nominal = ((rt - rb ) + 4* (log TWIt- log TWIb )*100))*100+100MCI Riil = ((rt riil - rb riil ) + 4* (logn (TWIt riil) - log TWIb)*100))*100 + 100,dimana

rt = suku bunga nominal periode t,rb = suku bunga nominal periode tahun dasar,TWIt = trade weighted index nilai tukar nominal periode t,TWIb = trade weighted index nilai tukar nominal periode tahun dasar. Variabel TWI

diperoleh dengan mengalikan indeks kurs US$ terhadap rupiah dikalikan denganrasio antara CPI dalam negeri dengan CPI Amerika Serikat.

Tahun dasar yang dipilih adalah tahun 1994 dengan pertimbangan suku bunga dannilai tukar riil pada tahun tersebut cukup rendah dan stabil. Dengan menggunakan tahun1994 sebagai tahun dasar MCI Indonesia dapat disusun seperti tampak dalam grafik di bawah.

Perkembangan MCI sebelum Masa Krisis (1990 s/d Juni 1997)

98

99

100

101

102

103

104

105

106

1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 51990 1992 1994 19961993 1995 19971991

Perkembangan MCI dalam Masa Krisis (Juli 1997 s/d Desember 1998)

35

45

55

65

75

85

95

105

7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1219981997

Page 33: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

33Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

Dari grafik di atas, dapat dijelaskan periodesisasi kondisi moneter Indonesia sebagaiberikut.

a. Sejak tahun 1990 hingga awal tahun 1992 kebijakan moneter cenderung ketat yangdiperlihatkan dengan meningkatnya MCI, khususnya sejak diberlakukannya Paket Januari1990.

b. Mulai tahun 1992 hingga 1993 kondisi moneter cenderung mengendor yang ditunjukkanoleh menurunnya MCI. Sejak tahun 1994 kebijakan moneter kembali mengalami pengetatanyang ditandai dengan meningkatnya MCI dan meningkatnya suku bunga deposito sertamenguatnya nilai tukar Rupiah riil. Kondisi demikian berlangsung hingga bulan Juni1997.

c. Sejak krisis moneter bulan Juni 1997 dan sejak dilepaskannya band nilai tukar padabulan Agustus 1997, MCI mulai berada di bawah 100 karena tingginya tingkat depresiasinilai tukar riil Rupiah. Penurunan suku bunga sejak bulan September 1998 sampai denganbulan Desember 1997 dan terus melemahnya nilai tukar Rupiah pada periode yang sama,MCI terus mengalami penurunan sampai mencapai titik terendah pada bulan Juni 1998.

d. Sejalan dengan kembali dinaikannya suku bunga SBI sejak bulan Januari sampai denganApril 1998 dan kecenderungan menguatnya nilai tukar Rupiah, MCI mulai menunjukkanpeningkatan secara berarti. Namun kemudian menurun tajam pada bulan Mei dan Juni1998 akibat kerusuhan sosial.

e. MCI pasca kerusuhan terus menjukkan kenaikan sejalan dengan menguatnya nilai tukarRupiah dan menurunnya laju inflasi. Penurunan suku bunga sejak bulan Septembertidak menurunkan MCI secara berarti.

Dari pengalaman di atas, dapat disimpulkan bahwa MCI merupakan variabel yangcukup akurat untuk memberikan gambaran terhadap kondisi moneter yang terjadi. Dengandemikian, MCI dapat dipakai sebagai approximate intrmediate target dalam mekanismepengendalian moneter di mana inflasi sebagai sasaran akhir.

V. Kemungkinan Penerapan Kebijakan Moneter dengan InflationTargeting Di Indonesia

5.1. Prasyarat Umum

Secara kelembagaan, sesuai dengan Undang-undang No. 23 tahun 1999, kebijakanmoneter dalam kerangka inflation targeting telah memenuhi persyaratan untuk dilaksanakandi Indonesia. Perumusan tujuan Bank Indonesia yang jelas untuk mencapai dan memeliharakestabilan rupiah dapat diartikan sebagai pencapaian sasaran tunggal inflasi mengingatkestabilan nilai tukar rupiah adalah resultante dari inflasi yang rendah. Dengan terfokusnya

Page 34: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

34 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

pelaksanaan kebijakan moneter pada pencapaian inflasi maka dapat dihindarkan conflict ofinterest terhadap pencapaian tujuan-tujuan lainnya yang dapat mengganggu kestabilan harga.

Pemberian independensi sebagai prasyarat utama dalam inflation targeting juga telahdapat dipenuhi dengan diberlakukannya Undang-undang tersebut di atas. Pemberianindependensi diberikan tidak terbatas pada independensi dari aspek kelembagaan tetapijuga independen dari aspek instrumen dan tujuan kebijakan moneter. Pemberian statusindependen memberikan dasar hukum yang kuat terhadap konsistensi kelembagaan BankIndonesia serta menghindarkan campur tangan pemerintah dan pihak lain dalampelaksanaan tugas Bank Indonesia.

Selain itu, kebijakan fiskal di Indonesia tidak menunjukkan keadaan yang lebih dominandari kebijakan moneter. Prinsip penyusunan APBN yang menghindarkan penggunaanpembiayaan budget defisit yang berasal dari dalam negeri khususnya Bank Indonesia merupakanprasyarat yang telah dipenuhi. Selama ini budget defisit pemerintah selalu dibiayai denganpinjaman luar negeri pemerintah, sehingga hal tersebut dapat menghindarkan tekanan-tekananinflasi yang berasal dari kegiatan mencetak uang yang berlebihan.

Isu berikutnya sebelum menerapkan inflation targeting adalah karakteristik inflasi disuatu negara. Pada umumnya, pada saat pertama kali menerapkan inflation targeting,karakteristik inflasi di negara-negara tersebut relatif rendah--kecuali Israel. Sebagaimananegara-negara berkembang lainnya, laju inflasi di Indonesia relatif tinggi dan banyakdipengaruhi oleh kenaikan harga pada kelompok makanan. Namun dengan perkembanganlaju inflasi yang rendah sepanjang tahun 1999, permasalahan inflasi bukan merupakansuatu hambatan bagi Bank Indonesia untuk melaksanakan kebijakan moneter dalamkerangka inflation targeting.

5.2. Transmisi Kebijakan Moneter dengan Inflation Targeting

Hasil uji empiris menunjukkan evidence bahwa dalam sistem nilai tukar mengambang,transmisi kebijakan moneter melalui suku bunga cukup efektif dalam pengendalian inflasisebagai sasaran akhir. Dalam pengendalian moneter dengan inflation targeting tersebutdigunakan suku bunga PUAB overnight sebagai sasaran operasional. Transmisi kebijakanmoneter ini diawali dengan pengendalian suku bunga PUAB melalui pengendaliankeseimbangan likuiditas pasar uang. Indikator moneter utama yang dapat digunakan untukmenjaga keseimbangan likuiditas adalah jumlah excess reserve bank-bank di Bank Indonesia.Kuatnya hubungan antara excess reseve dengan suku bunga antar bank merupakan salahsatu pertimbangan untuk menggunakan excess reserve tersebut. Dengan demikian dalampengendalian suku bunga jangka pendek, proyeksi perhitungan kebutuhan likuiditas dipasar uang merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan, disamping faktor utama

Page 35: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

35Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

sistem keuangan yang sehat. Piranti moneter yang dapat digunakan untuk menjagakeseimbangan likuiditas tersebut, antara lain dapat berupa intervensi rupiah overnight baikyang bersifat ekspansi maupun kontraksi. Sementara dengan segera dijualnya obligasipemerintah di pasar sekunder, Bank Indonesia dapat menggunakan surat berharga pemerintahtersebut sebagai salah piranti moneter dalam mengendalikan likuiditas bank-bank.

Perubahan suku bunga overnight akan mempengaruhi ekspetasi pasar akan terjadinyaperubahan arah kebijakan moneter, sehingga bank-bank akan merespon dengan merubahsuku bunga berjangka pendek. Selanjutnya perubahan suku bunga tersebut akanmempengaruhi perbankan untuk merubah suku bunga yang berjangka waktu lebih panjang.Pada tahap berikutnya perubahan suku bunga akan mempengaruhi perilaku konsumsi daninvestasi, serta kesemua tersebut bermuara ke peningkatan permintaan agregat. Apabilaterjadi peningkatan permintaan agregat yang melampaui output potensial -tercermin daripenurunan output gap-, inflasi akan cenderung meningkat. Dengan kerangka kebijakanmoneter ini keberhasilan dalam mengendalikan inflasi sangat tergantung keberhasilanotoritas moneter dalam mengendalikan permintaan agregat.

Ke depan dengan diberlakukannya undang-undang BI yang baru, penggunaan referencerate fasilitas diskonto sebagai operasional target akan dapat memberikan signal kuat dalammempengaruhi suku bunga perbankan. Pemberian fasilitas diskonto disini bukan dalam

1. OPERASIPASARTERBUKA :S B IS B P UOBLIGASIPEMER.

2. FASILITASDISKONTO

3. STATUTORYRESERVE

4. MORALSUASION

EksesReserve

Bank

PUABO/N

M C I

SUKUBUNGA(Deposito

1 bulan)

NILAITUKAR

( T W I )

SukuBungaJangkaPanjang

BarangTradable

Perubahanhargarelatif

melaluiAgregatDemand

P D B

Output GAP

INF

LA

TIO

N T

AR

GE

T

Kerangka Kerja Inflation Targeting

InstrumenMoneter

SasaranOperasional

Perkiraan Sasaran Antara

SasaranAkhir

Indikator Variabel:- NDA, NIR, Base Money - Survey Kegiatan Usaha- M1 / M2 - Survey Konsumen- LII / LIE

Page 36: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

36 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

arti memberikan pinjaman likuiditas kepada bank-bank tidak sehat melainkan untukmenjalankan fungsi BI sebagai lender of the last resort akibat missmatch pendanaan. Sehinggatujuan utamanya adalah untuk menstabilkan suku bunga perbankan dan menjadi referencerate terhadap suku bunga pasar. Pendekatan seperti ini juga dilakukan Federal ReserveBank AS dengan menetapkan fed fund rate dalam rangka mengendalikan suku bungaperbankan dan memperjelas arah kebijakan moneter.

Perubahan suku bunga PUAB overnight tidak hanya mempengaruhi permintaanagregat tetapi juga akan mempengaruhi nilai tukar rupiah. Dengan asumsi tidak terdapatperubahan yang menonjol faktor-faktor di dalam negeri, peningkatan suku bunga membuataset di dalam negeri menjadi lebih menarik dibandingkan dengan aset luar negeri sehinggamendorong aliran modal. Peningkatan arus modal masuk mendorong apresiasi terhadapnilai tukar rupiah. Sebaliknya dengan transmisi yang sama penurunan suku bunga dapatmendorong terjadinya depresiasi Rupiah. Sementara dari sisi investor dalam negeri,peningkatan suku bunga akan mengurangi permintaan uang untuk pembelian valuta asingdan pada akhirnya memberikan pengaruh yang sama dapat memperkuat nilai tukar rupiah.Sebaliknya penurunan suku bunga dapat memperlemah Rupiah. Hasil studi memberikanindikasi kuat bekerjanya transmisi tersebut khususnya pada saat kondisi di dalam negeridalam keadaan normal.

Selanjutnya, terkendalinya nilai tukar rupiah akan memberikan pengaruh positifterhadap pengendalian inflasi sebagai sasaran akhir. Depresiasi nilai tukar rupiah dapatmendorong peningkatan harga-harga di dalam negeri melalui 2 jalur. Pertama melaluikenaikan harga-harga barang impor (imported inflation). Kedua melalui expenditure switchingkarena harga relatif barang-barang impor lebih mahal dibandingkan dengan harga barangimpor. Peningkatan permintaan terhadap barang-barang di dalam negeri akan cenderungmeningkatkan harga-harga tersebut. Sementara apresiasi nilai tukar dapat menekanmenurunnya laju inflasi di dalam negeri.

Secara umum, hasil studi memperlihatkan bahwa suku bunga PUAB overnight dapatmempengaruhi suku bunga yang lebih panjang dan nilai tukar. Kondisi ini memberikanindikasi bekerjanya mekanisme Mundell-Fleming teori dalam sistem nilai tukar fleksibel.Sehubungan dengan hal tersebut, MCI dapat digunakan otoritas moneter sebagai proxysasaran antara kebijakan moneter. Pengalaman pada masa sistem nilai tukar mengambangmenunjukkan bahwa MCI mempunyai hubungan yang sejalan dengan kebijakan moneterIndonesia. Namun demikian, MCI jangan diterapkan secara kaku dalam menetapkankebijakan moneter (policy rules) melainkan hendaknya dapat dimungkinkan terjadinyadiscretionary policy. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan penetapanband MCI dan melihat sifat shock yang terjadi terhadap nilai tukar dan inflasi. Sepanjang

Page 37: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

37Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

shock yang terjadi bersifat sementara dan masih dalam band MCI, tidak perlu dilakukankebijakan moneter yang over reactive. Selain itu, mengingat masih besarnya penggunaanuang kartal dalam transaksi ekonomi Indonesia, seperti terlihat kuatnya pengaruh base moneyterhadap inflasi pada masa krisis, maka monetary aggregates masih diperlukan sebagaiindikator dalam melihat tekanan terhadap inflasi. Indikator yang tidak kalah pentingnyauntuk melihat tekanan inflasi antara lain adalah Leading Indikator Inflasi (LII), LeadingIndikator Ekonomi (LIE) dan hasil-hasil survey ekonomi dan konsumen. Keseluruhanindikator ini diperlukan untuk menetapkan kebijakan moneter yang akan ditempuh dalammengendalikan inflasi sebagai sasaran akhir.

VI. Kesimpulan dan Saran

1. Pengujian empiris menunjukkan bahwa kebijakan moneter dengan kerangka inflationtargeting dapat dilaksanakan di Indonesia. Pengendalian moneter dilakukan melaluipendekatan suku bunga dengan inflasi sebagai sasaran tunggal. Mengacu pada penelitianyang sudah ada dan Undang-undang No 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, inflasiyang relevan dengan kebijakan moneter adalah underlying inflation.

2. Sasaran operasional yang paling dekat dengan suku bunga jangka panjang lainnyaadalah suku bunga overnight yang dalam hal ini diwakili oleh PUAB overnight. Sukubunga ini dapat memberikan transmisi yang kuat terhadap suku bunga lainnya sepertiSBI, deposito, dan kredit. Agar suku bunga overnight tersebut lebih controllable, BankIndonesia melakukan pengendalian keseimbangan likuiditas di pasar uang melaluipengendalian excess reserve. Bank Indonesia dapat menggunakan Intervensi rupiahovernight untuk keperluan kontraksi dan ekspansi moneter. Kedepan dengandiberlakukannya Undang-Undang BI yang baru, penggunaan reference rate fasilitasdiskonto dapat dijadikan sebagai sasaran operasional dalam memberikan signal yangkuat ke pasar mengenai perubahan arah kebijakan moneter. Hal tersebut juga dilakukanFederal Reserve Bank AS dan pada pelaksanaannya cukup efektif dalam memberikanarah kebijakan moneter dan mestabilkan suku bunga.

3. Mengingat suku bunga jangka pendek memiliki hubungan kuat dengan nilai tukar daninflasi, maka pengendalian moneter dalam sistem nilai tukar fleksibel dapat dilakukanmelalui semacam aproximate intermediate target yaitu MCI riil. Hasil empiris menerangkanbahwa MCI memiliki hubungan yang sangat dekat dengan sasaran akhir inflasi. Namunpenggunaan piranti ini jangan dijadikan rules tetapi dimungkinkan discretion melaluipenetapan band dan melihat sifat shock yang terjadi pada nilai tukar dan inflasi. Policyreaction dilakukan apabila terdapat tekanan yang berasal dari sisi permintaan.

Page 38: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

38 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

4. Penerapan inflation targeting hendaknya tetap memperhatikan kondisi dan prasyaratpenerapan inflation targeting di beberapa negara yang sudah menerapkannya. Untukmempersiapkan ini, Bank Indonesia perlu memperdalam dan memperkaya model-modelproyeksi inflasi dan perhitungan output gap. Untuk membantu pengendalian suku bungadalam kerangka kebijakan moneter inflation targeting, Pemerintah perlu segera menerbitkansurat berharga baik yang berjangka pendek maupun yang berjangka panjang seperti yangditerapkan di negara Jepang, misalnya. Salah satu alternatif adalah penggunaan obligasipemerintah sebagai instrumen moneter yang saat ini telah di rintis.

Daftar Pustaka

A Cabrero, J L. Escriva and E Ortega, "Monetary Policy Execution in Spain: Key features andAssesment", Conference Papers, BIS, Basle, March, 1997.

Abel, Andrew B, and Ben S. Bernanke, "Macroeconomics", Addi Son Wesley, PublishingCompany, 1995.

Artis, M. J, and Mervyn Lewis, "Money in Britain ; Monetary Policy Inovation in Europe",Philip Alan, 1991.

Artis, M. J, "Macroeconomics", Oxford University Press, New York, 1984.

Caves, Richard E, Jeprey A Frankel, and Ronald W Jones, "World Trade and Payments anIntroduction", Seventh-Edition, Harver Collins College Publisher, 1996.

Dornbusch Rudiger, "Exchange Rates and Inflation", The MIT Press, USA, 1995.

Eltis, W. A, and P. J. N Sinclair, "The Money Supply and the Exchange Rate", Oxford UniversityPress, 1981.

Enders, Walter, "Applied Econometric Time Series", John Wiley $ Sons, 1995.

Erricson, Neil R. ,Eilev S. Jansen, Neva A. Kerbershian and Ragnar Nymoen, "Interpreting aMonetary Conditions Index in Economic Policy".

Granger, C.W.J. "Investigating Causal Relations by Econometric Mode1s and Cross SpectralMethods", Econometrica, Vol. 37, No. 3 (July1969), pp. 424-438.

Granger, C.W.J. "Some Recent Developments in a Concept of Casuality, "Journal ofEconometrics, No. 39 (1988), pp. 2 13-234.

Gujarati, N Damodar, "Basic Econometric", Third Edition, Mc Graw Hill, 1995.

Guy Debelle, "Inflation Targeting in Practice", Working Paper, IMIF, March 1997.

Page 39: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

39Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

Iskandar, "The Causal Relationship Among Money, Prices, and Output in Indonesia", Thesis--MA in Economics, Nasville-Tennessee, January, 1998.

Lafrance Robert, "An Overview of the Monetary Frameworks of Four Infaltion TargetingCountires", 1997.

Pindyck, Robert , and Danield L. Rubinfeld, "Econometric Models and Economic Forecast",Mc Graw-Hill Inc, 1991.

Sarwono, Hartadi A, "Mencari Paradigma Baru Mekanisme Transmisi Sistem PengendalianMoneter: Suatu kemungkinan penerapannya", Makalah SESPIBI-Angkatan XII,Jakarta, November 1996.

Solikin, "The Stability of Income Velocity Demand For Money, and Money Multiplier inIndonesia, 1971-1996", Working Paper, Department Economics, The University ofMichigan, 1998.

Stebbing, Peter, "Monetary Management in Australia: Moving to a Market-based System ofMonetary Control ", Reserve Bank Australia, October, 1993.

Warjiyo, Perry dan Doddy Zulverdi, "Penggunaan Suku Bunga Sebagai Sasaran OperasionalKebijakan Moneter di Indonesia" Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol. 1,Nomor 1, Bank Indonesia, Jakarta Juli 1998.

Page 40: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

40 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Lampiran

Granger Causality Test Versi Hsiao

Hubungan kausalitas (Causality) adalah hubungan jangka pendek antara kelompoktertentu dengan menggunakan pendekatan ekonometrik yang mencakup juga hubungantimbal balik dan fungsi-fungsi yang muncul dari analisis spektrum, khususnya hubunganpenuh antar spektrum dan hubungan partial antar spektrum (Granger, 1969). Daripandangan ekonometrik, ide utama dari kausalitas adalah sebagai berikut. Pertama, jika Xmempengaruhi Y, berarti informasi masa lalu X dapat membantu dalam memprediksikan Y.Dengan kata lain, dengan menambah data masa lalu X ke regresi Y dengan data Y masa lalumaka dapat meningkatkan kekuatan penjelas (explanatory power) dari regresi. Kedua, datamasa lalu Y tidak dapat membantu dalam memprediksikan X, karena jika X dapat membantudalam memprediksikan Y dan Y dapat membantu memprediksikan X, maka kemungkinanbesar terdapat variabel lain, katakan Z, yang mempengaruhi X dan Y (Granger, 1969).

Pada tahun 1969, Granger memperkenalkan hubungan sebab akibat antara 2 variabelyang saling berkaitan. Hubungan kausalitas dapat dibagi atas 3 kategori, hubungankausalitas satu arah, hubungan kausalitas dua arah dan hubungan timbal balik. Prinsipkerja dari Granger-Kausalitas test didasarkan atas vector autoregression sebagaimana diuraikansebagai berikut :

k k

Yt = ∑ α

j Y

t-j + ∑ β

j X

t-j + ∈

t

j=1 j=1

k k

Xt = ∑ δ

j X

t-j + ∑ γ

j Y

t-j + u

t

j=1 j=1

Dalam model VAR ini dipersyaratkan bahwa error terms (faktor pengganggu) Ît dan uttidak mempunyai hubungan satu sama dengan lainnya atau white-noise series, sedangkan kadalah jumlah lag. Oleh karena itu sebelum melakukan uji hubungan kausalitas tersebutseluruh data harus bersifat stasioner. Jika variabel yang akan diuji bersifat tidak stasionermaka standar VAR model akan misspecified jika digunakan uji kausalitas (Granger, 1988).Hal tersebut dapat terjadi karena jika suatu data bersifat non stasioner maka varian akanmeningkat sejalan dengan waktu, sehingga varian akan tidak terhingga jika tidak ada batasanwaktu dan pada saat tersebut tidak terdapat nilai tengah (mean) dalam jangka panjangdimana data series kembali.

X mempengaruhi Y atau hubungan causalitas satu arah dari X ke Y apabila koefisienβj tidak sama dengan nol (0). Hal yang sama juga Y mempengaruhi X atau terdapat hubungan

Page 41: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

41Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar yang Fleksibel

kausalitas satu arah dari Y ke X jika koefisien γj tidak sama dengan nol. Sementara apabilakeduanya terjadi maka dikatakan terdapat hubungan timbal balik (feedback relationship)antara X dan Y atau terdapat hubungan kausalitas dua arah (bidirectional causality) antara Xdan Y.

Kelemahan dari Granger-Kausalitas test adalah penentuan jumlah lag yangdipergunakan dari variabel X dan Y, dimana tidak ada prosedur untuk menentukan jangkawaktu lag. Sebagai akibatnya, setiap variabel diperkenankan untuk mempengaruhi variabellain dengan distribusi jumlah lag yang sama. Dengan tanpa pembatasan berarti jumlahparameter akan bertambah sebesar kuadrat dari jumlah variabel dan akan mengurangiderajad kebebasan (degree of freedoms) secara cepat.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Hsiao (1981) mengembangkan ujikausalitas Granger dengan menggunakan pendekatan nilai final prediction error dariautoregresi. Prosedur dari uji kausalitas Hsiao-Granger tersebut adalah sebagai berikut.

1. Tentukan jumlah optimum lag dari regresi satu dimensi (one-dimensional regression), misalY, di bawah ini.

k

Yt = ∑ α

j Y

t-ji=1

2. Hitung nilai final prediction error (FPE), dengan menggunakan formula

FPE = T + K x RSS T - K T

Dimana RSS adalah jumlah kuadrad residual, T adalah jumlah observasi dan K adalahjumlah parameter estimasi dari regresi.

3. Ulangi proses 1 dan 2 dengan menggunakan nilai k dari 1 sampai dengan n hinggajumlah maksimum lags ditetapkan. Cari optimum lags dengan melihat nilai paling kecil(minimum) FPE.

4. Dengan menggunakan optimum lag Y, gunakan Y sebagai dependent variable dantambahkan nilai X sebagai independent variable dari regresi dua dimensional yang bergunauntuk mengontol hasil Y, seperti ditunjukkan dalam autoregresi di bawah ini.

k m

Yt = ∑ α

j Y

t-j+ ∑ β

j X

t-j + u

t

i=1 i=1

Page 42: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

42 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

5. Hitung nilai FPE dan tentukan optimum lag dengan melihat nilai minimum FPE.

6. Bandingkan nilai FPE pada butir 2 dengan nilai FPE pada butir 5. Jika nilai FPE padabutir 2 lebih kecil dari FPE pada butir 5 maka dapat disimpulkan X mempengaruhi Y.Sementara model yang optimal yang digunakan untuk memprediksikan Yt adalahmenggunakan optimum lag Y dan X.

7. Untuk mengetahui hubungan balik (feedback direction) dari Y ke X lakukan prosedur 1sampai dengan 6, dengan jalan menukar X sebagai dependent variable dan Y sebagaiIndependent Variable.

Prosedur uji kausalitas di atas didasarkan pada tingkat keakuratan penjelas regresi(fitting of the regression), sehingga belum menunjukkan kekuatan controll variable dalammempengaruhi dependent variable. Oleh karena itu, untuk mendukung hasil tersebutdigunakan F-test dengan menggunakan regresi dengan optimal lags dari masing-masingvariabel. Formula F-test atau Wald test yang digunakan adalah sebagai berikut :

F = RSSr - RSSur/r RSSur/(T-k)

Dimana RSSr adalah jumlah kuadrad residual dari persamaan yang diretriksi, RSSur

adalah jumlah kuadrad residual dari persamaan yang tidak diretriksi, r adalah jumlahvariabel yang diretriksi, T jumlah observasi dan k adalah jumlah parameter estimasi dariregresi yang tidak diretriksi.

Page 43: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

43Perilaku Nilai Tukar Rupiah dan Alternatif Perhitungan Nilai Tukar Riil Keseimbangan

*)Yati Kurniati : Peneliti Ekonomi Junior, Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional, DirektoratRiset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank Indonesia, email : [email protected]

A.V. Hardiyanto : Asisten Peneliti Ekonomi, Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional, DirektoratRiset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank Indonesia, email : [email protected]

1 Fleksibel nilai tukar rupiah yang dimaksud adalah perkembangan nilai tukar rupiah yang terjadi dipasar di pasarvaluta asing dalam negeri, yang mencerminkan suatu pola pergerakan nilai tukar yang lebih bebas dan acak.

PERILAKU NILAI TUKAR RUPIAH DAN ALTERNATIFPERHITUNGAN NILAI TUKAR RIIL KESEIMBANGAN

Yati Kurniati dan A.V. Hardiyanto *)

I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

D alam dua dekade terakhir, Bank Indonesia telah melakukan beberapa kaliperubahan sistem nilai tukar (exchange rate arrangement). Sebagaimana kitaketahui, sejak tahun 1978 sistem nilai tukar Indonesia bergerak semakin fleksibel

dengan kisaran intervensi yang semakin diperlebar hingga akhirnya dihapuskan pada bulanAgustus 1997.

Proses pelebaran kisaran intervensi secara bertahap sampai dengan dihapuskannyakisaran tersebut berpengaruh pada prilaku nilai tukar Rupiah terhadap valuta asing,khususnya mata uang mitra dagang utama Indonesia. Semakin fleksibel suatu nilai tukar1

akan semakin sulit memprediksi pergerakan nilai tukar. Hal ini dimungkinkan karenapergerakan nilai tukar yang berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran valuta asingdi pasar juga dipengaruhi oleh perubahan ekspektasi pasar yang pembentukannyatergantung pada berbagai variabel ekonomi maupun non-ekonomi.

Gejolak nilai tukar dalam sistem nilai tukar yang semakin fleksibel tidak dapatdihindari. Sebagai otoritas moneter, yang perlu dilakukan adalah upaya untuk meredamgejolak nilai tukar yang berlebihan agar tidak membahayakan stabilitas perekonomian. Untukmendukung upaya tersebut otoritas moneter perlu mengestimasi nilai tukar keseimbangandengan baik dalam arti sesuai dengan faktor-faktor fundamental perekonomian yang jugamencakup unsur ekspektasi pasar. Hal ini menjadi penting karena apabila suatu negaramempertahankan nilai tukar riilnya pada tingkat yang “tidak tepat” akan memberikan signalyang keliru kepada pelaku ekonomi yang pada akhirnya memperbesar kemungkinanmunculnya ketidakstabilan ekonomi.

Dengan mengetahui nilai tukar keseimbangan maka misalignment nilai tukar dapatdiukur dengan membandingkan nilai tukar riil aktual dari nilai tukar riil keseimbangannya.

Page 44: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

44 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Misalignment nilai tukar riil merupakan komponen penting yang dapat menciptakanekspektasi nilai tukar di pasar. Dengan demikian, apabila misalignment nilai tukar dapatterukur dengan baik, maka otoritas moneter akan dapat memprediksi perubahan ekspektasipasar terhadap nilai tukar sehingga pelaksanaan manajemen nilai tukar dapat lebih produktif.

Dengan latar belakang tersebut, secara ringkas penelitian ini bertujuan untuk:

a. membangun keterkaitan antara prilaku nilai tukar riil dan variabel ekonomi yang relevan,

b. mengukur tingkat keseimbangan nilai tukar riil jangka panjang dan jangka pendekyang sesuai dengan fundamental perekonomian, sehingga selanjutnya dapat diketahuibesar misalignment,

c. memproyeksikan kisaran nilai tukar yang wajar untuk beberapa bulan kedepan.

1.2. Metodologi Penelitian

Terdapat beberapa pendekatan pengukuran nilai tukar keseimbangan yangsebelumnya telah digunakan dalam penelitian di Bank Indonesia, antara lain denganpendekatan Purchasing Power Parity (PPP), Macro Balance (Fundamental Equilibrium ExchangeRate/FEER) dan Natural Exchange Rate (NATREX). Sampai saat ini yang secara kontinyudilakukan perhitungannya adalah pengukuran dengan PPP.

Penelitian berikut ini memberikan alternatif perhitungan nilai tukar keseimbangan,yaitu dengan pendekatan Behavioral Exchange Rate (BEER) yang merupakan perluasan darimodel NATREX2 . BEER membangun keterkaitan antara perilaku nilai tukar riil efektif rupiahdengan variabel-variabel ekonomi yang relevan dengan mempertimbangkan unsur-unsurekonomi yang dapat mempengaruhi ekspektasi pasar.

Penelitian dilakukan dengan dengan analisa time series “Johansen’s Cointegration Test”dan Error-Correction Model dengan periode estimasi bulanan dari September 1992 sampaidengan Agustus 1998. Penentuan periode observasi ini dimaksudkan agar mencakup periodesejak kisaran intervensi nilai tukar mulai diperlebar sampai akhirnya kisaran tersebutdihapuskan pada bulan Agustus 1997 serta mencakup pula periode setelah nilai tukar mengambang.

II. Perilaku Nilai Tukar Rupiah

2.1. Perilaku Nilai Tukar Rupiah Yang Semakin Fleksibel (1992.09-1998.08)

Berbagai studi mengenai business cycles dalam perekonomian terbuka menunjukkanbahwa perubahan regim nilai tukar suatu negara mempengaruhi perilaku nilai tukar riil

2 Pendekatan NATREX mengukur keseimbangan nilai tukar yang mencerminkan keseimbangan eksternal daninternal tanpa memperhitungkan faktor-faktor siklikal, spekulasi aliran modal dan pergerakan cadangan devisa.

Page 45: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

45Perilaku Nilai Tukar Rupiah dan Alternatif Perhitungan Nilai Tukar Riil Keseimbangan

negara tersebut3 . Sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya, studi mengenai volatilitasjangka pendek yang dilakukan terhadap nilai tukar negara-negara Eropa sejak periode regimnilai tukar tetap Bretton Woods sampai dengan tahun tahun 1997 mengungkapkan bahwaperilaku nilai tukar riil adalah regimedependent,4 yaitu tergantung pada pada sistem nilaitukar yang berlaku. Dengan demikian , the nonnetrality hypotesis of exchange rate arrangementsemakin kuat. Studi-studi tersebut membuktikan bahwa volatilitas nilai tukar riil dalamregim nilai tukar tetap. Hasil studi di atas bertentangan dengan pendapat Friedman (1953)dan Sohmen (1961) yang menyatakan bahwa dalam regim nilai tukar mengambang nilaitukar riil akan lebih stabil karena fleksibilitas nilai tukar nominal akan meng-offset dampakdari perbedaan laju inflasi terhadap daya saing internasional suatu negara. Bagaimanadengan perilaku nilai tukar riil Rupiah?

Indonesia telah mengimplementasikan sistem nilai tukar yang berbeda-beda dalamperiode tiga dekade terakhir5

Periode Sistem Nilai Tukar

1960-an multiple exchange system

Agustus 1971 – November 1978 nilai tukar tetap (fixed exchange rate system)

November 1978 – September 1992 mengambang terkendali (managed floating system)

September 1992 – Agustus 1997 managed floating dengan crawling band system

Agustus 1997 – kini sistem mengambang bebas (floating/flexible system)

Perubahan dari satu sistem ke sistem lainnya didasarkan pada kebutuhan agar sistemnilai tukar sesuai dengan perekonomian yang mengalami perubahan seiring denganperkembangan ekonomi yang pesat (sebelum periode krisis juli 1997). Perubahan sistemnilai tukar ini sangat berpengaruh pada perilaku nilai tukar rupiah, khususnya setelahsistem nilai tukar beralih kepada sistem nilai tukar baik mengambang terkendali maupunmengambang bebas.

Perubahan perilaku nilai tukar dalam regim nilai tukar yang berbeda juga berlakudiIndonesia sebagaimana tercermin dalam grafik 2.1.

3 Flood dan Rose (1986), Gartner (1993) dan Roger (1995)4 Hong Liang (1998)

5 Lihat Paul Soetopo Tjokronegoro (1996) dan Doddy Budi Waluyo dan Benny Siswanto (1998)

Page 46: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

46 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Grafik 2.1. Volatilitas Nilai Tukar Rupiah

Dalam periode nilai tukar tetap (sampai dengan tahun 1978) dan periode managedfloating sampai dengan Agustus 1992 saat dimana kurs pasar dipatokdengan spread hanya0.25 persen dari batas atas dan batas bawah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, fluktuasinilai tukar di pasar sangat tidak berarti. Grafik 1a dan 1b serta tabel 1 menunjukkan bahwavolatilitas nilai tukar nominal di pasar makin meningkat sejalan dengan dilebarkannya

-1

0

1

2

3

4

88 89 90 91 92 93 94 95 96 97

1a. Nilai Tukar Nominal Rp/US$(% perubahan bulanan)

stdev. periodes.d. Sep92 = 0,22

stdev. periodeOkt’92-Jul’97 = 0,58

-3

-2

-1

0

1

2

3

88 89 90 91 92 93 94 95 96 97

1d. Nilai Tukar Riil Rp/US$(% perubahan bulanan)

stdev. periodes.d. Sep’92=0,38

stdev. periodeOkt’92-Jul’97

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

88 89 90 91 92 93 94 95 96 97

1b. Volatilitas Nilai Tukar Nominal Rp/US$(Conditional Standard Deviation)

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

88 89 90 91 92 93 94 95 96 97

1e. Volatilitas Nilai Tukar Riil Rp/US$(Conditional Standard Deviation)

0

20

40

60

80

100

97:07 97:09 97:11 98:01 98:03 98:05 98:07 98:09

0.75

90,97

24,44

1c. Volatilitas Nilai Tukar Nominal Rupiah/US Dolardalam Periode Krisis

0

20

40

60

80

100

97:07 97:09 97:11 98:01 98:03 98:05 98:07 98:09

0,59

79,95

21,91

1f. Volatilitas Nilai Tukar Riil Rupiah/US DollarDalam Periode Krisis

Page 47: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

47Perilaku Nilai Tukar Rupiah dan Alternatif Perhitungan Nilai Tukar Riil Keseimbangan

kisaran intervensi (intervention band) secara bertahap sampai akhirnya kisaran tersebutdihapuskan pada tanggal 14 Agustus 1997. Demikian pula halnya dengan pergerakan nilaitukar riil. Dalam periode sampai dengan September 1992, standar deviasi persentaseperubahan bulanan nilai tukar riil adalah sebesar 0,38, sedangkan periode Oktober 1992 –Juli 1997 sebesar 0,60. Sejalan dengan hal tersebut volatilitas nilai tukar riil Rupiah terhadapUS dollar juga menunjukkan kecenderungan meningkat pada saat kisaran intervensidiperlebar secara signifikan. Sementara itu, periode pada saat free floating diterapkan terjadibersamaan dengan periode krisis nilai tukar, sehingga volatilitas nilai tukar riil meningkatpesat dari sekitar 20% hingga maksimun mencapai 80%.6

Tabel 2.1. Volatilitas Nilai Tukar Nominal Rupiah/US dollarDalam Berbagai Kisaran Nilai Tukar

Periode Kisaran Kurs*) Standard Deviasidr Perubahan BulananKurs Antar BankNominal Riil

01 Jan.88 - 15 Sep.92 Rp 6 (0,25%) 0,22 0,38

16 Sep.92 - 31 Des.93 Rp 10 (0,50%) 0,31 0,47

03 Jan.94 - 31 Agt.94 Rp 20 (1,00%) 0,49 0,45

02 Sep.94 - 29 Mei 95 Rp 30 (1,10%) 0,44 0,47

30 Mei 95 - 28 Des.95 Rp 44 (2,00%) 0,62 0,46

29 Des.95 - 12 Jun.96 Rp 66 (3,00%) 0,50 0,86

13 Jun.96 - 10 Sep.96 Rp 118 (5,00%) 0,49 0,33

11 Sep.96 - 10 Jul.97 Rp 192 (8,00%) 0,50 0,73

11 Jul.97 - 13 Agt.97 Rp 304 (12,0%) 0,95 0,70

14 Agt.97 – Okt.98 tidak ada band 22,60 20,0

*) Periode Jan’88 s.d. 12 Jun ’96 menggunakan kisaran kurs konversi, sedangkan periode 12 Jun. ’96 s.d. 13 Agt. ’97menggunakan kisaran kurs intervensi

6 Namun karena masa penerpan free floating yang dicakup disini bersamaan dengan periode krisis (kondisi tidaknormal), volatilitas yang sangat tinggi dalam periode ini tidak dapat dijadikan penilaian umum

Page 48: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

48 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Fenomena ini mengindikasikan bahwa dengan semakin besarnya keleluasaankekuatan pasar dalam penentuan nilai tukar, maka perilaku pasar menjadi lebih sulit untukdiprediksi secara langsung. Nilai tukar di pasar tidak semata mencerminkan kekuatanpermintaan dan penawaran valuta asing untuk memenuhi underlying transactions, melainkanjuga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhi ekspektasi masyarakat yangerat berkaitan dengan unsur ketidakpastian. Berkaitan dengan hal tersebut perlu dilakukanpendekatan ekonometri untuk menangkap perubahan-perubahan perilaku nilai tukar dipasaryang berkaitan dengan perubahan-perubahan fundamental perekonomian dan perubahanekspektasi masyarakat terhadap perekonomian Indonesia hingga dapat diperoleh estimasinilai tukar keseimbangan.

2.2. Fragilitas Sistem Nilai Tukar Terhadap Krisis Mata Uang

Dalam menghadapi krisis mata uang yang melanda kawasan Asia periode 1997-1998beberapa negara yang terkena krisis mengubah sistem nilai tukarnya menjadi lebih fleksibel(kecuali Malaysia).

Tabel 2.2. Perubahan Sistem Nilai Tukar

Negara Sebelum krisis Periode Krisis

Thailand Pegged terhadap US$ Managed Floating system (per 2 Jul. ’97)Korea Managed Floating system Free Floating system (per 16 Des. ’97)Indonesia Managed Floating Free Floating system (per 14 Agt. ’97)Malaysia Managed Floating Fixed system (per 2 Sep. ’98)

Kecenderungan perubahan sistem nilai tukar ini menimbulkan pertanyaan apakahsistem nilai tukar yang lebih fleksibel lebih rentan terhadap terjadinya krisis mata uang,atau bahkan menjadi solusi terbaik untuk mengatasi krisis?

Salah satu pertimbangan utama dari keputusan pemerintah Thailand, Korea danIndonesia dalam mengubah nilai tukarnya menjadi lebih fleksibel adalah untuk menghindariterkurasnya cadangan devisa yang semakin menipis akibat kebutuhan untukmempertahankan nilai tukar mata uang domestik terhadap US dolar yang makin merosotakibat serangan spekulatif pada periode awal krisis. Sebaliknya, Malaysia memberlakukankebijakan nilai tukar tetap dengan mempeg-kan nilai ringgit terhadap terhadap US dolarpada tingkat 3,8 RM/USD dengan maksud menghilangkan resiko nilai tukar bagi parainvestor. Kebijakan nilai tukar Malaysia ini menyertai pemberlakuan kontrol devisa secaraselektif yng ditujukan untuk melindungi perekonomian domestik dari volatilitas pasar uang

Page 49: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

49Perilaku Nilai Tukar Rupiah dan Alternatif Perhitungan Nilai Tukar Riil Keseimbangan

dunia, serta meminimumkan kegiatan-kegiatan spekulatif yang dapat menekan nilai ringgit.Studi dilakukan terhadap sistem nilai tukar negara-negara di Asia yang relatif tidak terkenakrisis mata uang yaitu Singapura dan Hongkong (lihat lampiran 1). Kedua negara inimempunyai karakteristik yang sama yaitu merupakan perekonomian yang terbuka (smallopen economies) dan menganut sistem ekonomi pasar bebas. Namun kedua negara inimenganut sistem nilai tukar yang berbeda yaitu Hongkong menganut Currensy Board System(CBS) sedangkan Singapura menganut sistem managed floating dengan bank yang tidak diumumkan.

Hongkong

Hongkong menganut CBS sejak tahun 1983 untuk mengatasi serangan spekulatifterhadap mata uangnya. Sistem ini terbukti telah mampu menahan serangan terhadap dollarHongkong yang terjadi beberapa kali termasuk dalam periode krisis Asia tahun 1997-98.Hongkong dengan CBSnya mampu bertahan dari krisis mata uang Asia karena:

- Cadangan devisa yang sangat besar, terbesar ketiga didunia setelah Jepang dan RRC.Pada awal krisis Asia (Juli 1997) Hongkong bahkan mendapat limpahan aliran modaldari negara Asia lain yang mengalami krisis hingga cadangan devisa meningkat tajamdari USD 67,6 miliar (Juni 1997) menjadi USD 81,6 miliar (Juli 1997) dan mencapaipuncaknya sebesar USD 98 miliar per Januari 1998. Dolar Hongkong mulai digoyangspekulasi terutama pada semester kedua 1998, hingga cadangan devisanya menurunmenjadi USD 88,5 miliar per November 1998. Namun sejak Desember 1998 cadangandevisa cenderung meningkat kembali.

- Kebijkan fiskal yang berhati-hati dan kredibel, dengan skala pemerintahan yang kecildan tanpa hutang luar negeri Hongkong memiliki struktur pajak yang sederhana danmurah, serta pengeluaran publik yang hanya berjumlah 14 persen dari GDP (1996-1998).

- Sistem keuangan yang sehat dan solvent. Dunia perbankan Hongkong sehat dan kuat,sehuingga naik turunnya tingkat bunga secara ekstrim yang sering terjadi dalam CBStidak melumpuhkan kegiatan disektor ini. Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankanHongkong sebesar 18 persen, dan debt rationya hanya hanya 3,7 persen. Fungsi supervisiperbankannya juga amat prudent.

- Fleksibilitas serta kepekaan perekonomian Hongkong amat baik. PerekonomianHongkong berjalan dalam azas pasar bebas, sehingga shock adjustment internal maupuneksternal yang terjadi dapat ditanggapi secara fleksibel oleh perekonomiannya. Sebagaicontoh, gejolak naik turunnya tingkat bunga beberapa waktu lalu tidak menlumpuhkanperekonomiannya.7

7 Yam, Joseph, 23 November 1998

Page 50: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

50 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Singapura

Singapura dengan sistem nilai tukar managed floating juga mampu mengelola matauangnya secara kredibel sehingga terhindar dari krisis mata uang yang berat. Nilai matauangnya selalu dapat dipertahankan dalam target band yang secara berhati-hati dapatdiperlebar sesuai dengan kebutuhan. Band nilai tukar hanya diketahui oleh Monetary Authorityof Singapore (MAS) yang bertugas mengelola manajemen nilai tukar dolar Singapura.Kehandalan sistem nilai tukar mengambang terkendali Singapura dapat terwujud denganditunjang oleh:

- Cadangan devisa yang amat kuat. Sebelum krisis ekonomi Asia, cadangan devisaSingapura mencapai USD 77,0 miliar (akhir 1996) dan dalam periode krisis menurunmenjadi USD 71,7 miliar (Akhir 1997), namun pada akhir 1998 telah meningkat kembalimenjadi USD 75,0 miliar

- Lembaga keuangan yang maju dan sehat

- Kebijaksanaan ekonomi makro yang diimbangi oleh kebijaksanaan mikro yangberorientasi pada pasar. Pemerintah hanya mengintervensi pasar domestik dalam bidang-bidang: pendidikan, perumahan, dan kesehatan dasar masyarakat.

- Fundamental ekonomi yang sudah kuat. Pemerintah tidak memiliki pinjaman luar negeri.External shock yang melanda Singapura dapat diserap oleh perekonomian denganadjustment yang tidak menyakitkan, misalnya tanpa menyebabkan meningkatnyapengangguran.

- Pemerintahan yang kredibel dan relatif bersih.

Studi terhadap kedua negara tersebut menunjukkan bahwa kredibilitas manajemennilai tukar suatu negara tidak semata bergantung pada sistem nilai tukar yang dianut olehnegara tersebut namun sangat ditentukan oleh kekuatan faktor-faktor fundamental , termasukmemiliki cadangan devisa yang besar, dan faktor-faktor kelembagaan seperti sistem keuanganyang sehat, good governance pada perusahaan dan pemerintahan, sektor riil yang kompetitifdan efisien sehingga perekonomiannga tidak vulnerable terhadap gangguan-gangguan eksternal.

III. Pengukuran Keseimbangan Nilai Tukar Rupiah dan MisalignmentNilai Tukar

3.1. Tinjauan Teoritis

Perilaku nilai tukar yang bergejolak secara berlebihan akan membahayakan stabilitasperekonomian. Mengingat pentingnya pengaruh nilai tukar bagi stabilitas perekonomian,berbagai pendekatan ekonomi telah banyak digunakan dalam studi-studi untuk memprediksinilai tukar riil keseimbangan.

Page 51: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

51Perilaku Nilai Tukar Rupiah dan Alternatif Perhitungan Nilai Tukar Riil Keseimbangan

Dalam mengestimasi keseimbangan nilai tukar riil jangka panjang pada awalnyadibutuhkan pengukuran nilai tukar riil (RER atau REER) aktual. Dalam kaitan ini, terdapatbeberapa alternatif definisi nilai tukar riil yaitu eksternal RER dan internal RER. “External”RER diukur sebagai nilai tukar nominal yang disesuaikan dengan perbedaan tingkat hargaluar negeri terhadap dalam negeri. Pengukuran external RER dapat berupa PPP-based RERberdasarkan CPI, the Mundell-Flemming atau aggregate production cost RER, maupun the tradedgoods RER yang berdasarkan relative unit labor cost industri manufaktur, WPI, atau export unitvalues. Sedangkan “internal” RER didefinisikan sebagai sebagai harga relatif dari tradedgoods terhadap nontraded goods, atau didefinisikan sebagai harga relatif dari exportable andinportable goods in term of nontraded goods. Pengukuran PPP-Based RER berdasarkan CPIsecara luas dipergunakan salam studi-studi empiris karena umumnya data indeks hargakonsumen mudah tersedia di bernagai negara sehingga memungkinkan perhitungan REERdengan mitra negara.

Nilai tukar kesimbangan menurut Nurkes8 adal;ah suatu nilai tukar yangmenghasilkan keseimbangan internal dan eksternal secara simultan, dengan tiga persyaratanyang harus dipenuhi, yaitu: tidak ada restriksi perdagangan, tidak ada inseftip khususuntuk capital inflow dan outflow, dan tingkat pengangguran yang wajar. Secara konseptualdapat dibedakan antara RER aktual dan keseimbangan RER jangka pendek (SRER) dankeseimbangan RER jangka panjang (LRER). Nilai RER aktual dipengaruhi oleh berbagaifaktor yang mungkin bersifat transitory, termasuk faktor speculative bubble, transitory movementspada kebijakan dan variabel eksogen. SRER merupakan nilai RER yang telah bersih darifaktor-faktor yang bersifat spekulatif. Sedangkan LRER merupakan fungsi dari predeterminantvariabel yang bersifat stationer dan kebijakan dan variabel eksogen yang permanent. Terdapatbeberapa pendekatan untuk mengestimasi LRER

a. Pendekatan relative PPP

Salah satu teknik estimasi LRER adalah pendekatan Relative Purchasing Power Parity(PPP). Teknik yang digunakan dalam pendekatan PPP sangat sederhana dimana nilai tukarmenurut PPPadalah yang menyamakan nilai produk dalam negeri bila ditukarkan denganproduk luar negeri.

Pdom = RER x Pln

PPP juga didasarkan pada asumsi yang sederhana yaitu (i) jenis dan mutu barangyang dipetukarkan sama, (ii) tidak ada biaya transport dan restriksi perdaganganinternasional, (iii) struktur ekonomi, teknologi dan permintaan masyarakat tidak berubah.

8 Nurkse, Condition

Page 52: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

52 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Pengukuran nilai tukar keseimbangan dengan pendekatan ini pada dasarnya untukmemperoleh nilai tukar yang bersih dari pengaruh gangguan-gangguan yang bersifattransitory. Pada prakteknya, upaya memperoleh nilai tukar keseimbangan yang bebas daritransitory shocks diperoleh dengan mengidentifikasi-kan dan memilih tahun dasar yangdianggap shocknya dapat diabaikan (negligible). Penentuan tahun dasar dalam pendekatanini menjadi sangat penting karena nilai tukar riil aktual dalam periode tahun dasar dianggapsebagai nilai tukar keseimbangan riil estimasi, sedangkan nilai tukar nominalnya dapatdiperoleh setelah disesuaikan dengan perbedaan laju inflasi dalam dan luar negeri.9

Permasalahan yang mungkin timbul dari pendekatan ini adalah pemilihan tahun dasarseringkali didasarkan pada penilaian yang subyektif dalam menentukan bahwa RER pdatahun dasar mendekati LRER. Disamping itu pendekatan ini memiliki kelemahan karenamenganggap bahwa LRER konstan.

b. Pendekatan structural : Macro-economic balance

Pendekatan structural general-equilibrium dikenal dengan pendekatan MacroeconomicBalance (MEB) atau Fundamental Equilibrium Exchange Rate (FEER) yang mendefinisikankeseimbangan jangka panjang nilai tukar riil sebagai nilai tukar yang berlaku ketikaperekonomian berada dalam keseimbangan internal dan eksternal. Keseimbangan internaldicapai bila aktual output mencapai potential output (full employment). Kondisi ini ditandaidengan laju inflasi yang tidak terlalu tinggi dan konsisten dengan penyerapan tenaga kerjayang mendekati natural full employment. Keseimbangan eksternal dicapai bila saving-investment gap berada pada tingkat yang normal. Kondisi ini dapat diartikan adanya defisittransaksi berjalan yang dapat ditoleransi dimana ketidakseimbangan transaksi berjalandapat dibiayai oleh arus modal yang sustainable.

Perhitungan FEER menurut pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan modelmakro. Keunggulan dari pendekatan ini adalah memungkinkan interaksi dinamis yangluas dari berbagai variabel dalam perekonomian sehingga dapat menghasilkan nilai tukarriil keseimbangan yang lebih realistis. Adapun keterbatasan operasional dari pendekatanini adalah hasil estimasi sangat bergantung pada spesifikasi dari model makro dalam artisangat tergantung pada realistis tidaknya parameter hubungan antar variabel yangdigunakan dalam model struktural.

c. Pendekatan reduced form: NATREX, Behavioral Equilibrium Approach

Akhir-akhir ini studi empiris banyak dikembangkan untuk mengestimasi nilai tukarekuilibrium dengan metode single equation reduced form (Elbadawi (1994), Elbadawi dan Soto

9 Ahlers and Hinkle

Page 53: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

53Perilaku Nilai Tukar Rupiah dan Alternatif Perhitungan Nilai Tukar Riil Keseimbangan

(1994, 1995), Baffes et al (1997)). Estimasi LRER dengan pendekatan ini dilakukan dalampersamaan kointegrasi. Daya tarik dari pendekatan reduced form dibandingkan denganpendekatan struktural adalah pendekatan ini lebih sederhana dalam menggunakan latarbelakang teori dan data. Pendekatan ini juga memperhatikan perilaku nilai tukar riil efektifuntuk memperoleh nilai tukar keseimbangan yang mencerminkan kondisi fundamentalperekonomian. Fundamental determinants dari keseimbangan nilai tukar riil merupakanvariabel-variabel yang sangat berpengaruh terhadap keseimbangan eksternal dan internalsuatu negara. Metode ini memerlukan spesifikasi hubungan jangka panjang yang tepattanpa harus mengestimasi karakteristik struktural dari perekonomian.

Adapun faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi keseimbangan nilai tukarriil jangka panjang dalam penelitian Elbadawi (1994) dan Baffes et al (1997) antara lainmencakup faktor-faktor yang mempengaruhi posisi perdagangan antara home country denganpasar dunia (terms of trade, trade opensess sebagai proteksi kebijakan perdagangan), faktorproduktivitas sektor tradable dan non-tardable, arus modal, dan komposisi domestic absorption(pangsa investasi dalam PDB).

Penelitian yang dilakukan oleh Faruqee (1995) tidak membahas masalah keseimbanganinternal dan eksternal melainkan mengestimasi persamaan nili tukar riil denganmenggunakan productivity growth differentials, harga relatif non-traded goods, dan terms oftrade sebagai variabel yang menetukan neraca berjalan (variabel X), dan memperlakukanstok NFA sebagai variabel eksogen. Nilai estimasi nilai tukar riil diperlakukan sebagai nilaitrend, bukan sebagai nilai keseimbangan.

Sementara itu, Stein (1995) dengan formulasi NATREX (natural real exchange rate)menjelaskan gerakan nilai tukar jangka menengah dan panjang yang terkait dengan efisiensidan produktivitas variabel fundamental riil, dengan asumsi nilai tukar riil melakukanpenyesuaian ke arah keseimbangan. Penyimpangan dari kesimbangan eksternal dan internaldianggap sebagai disequilibrium terms dalam persamaan reduced form. Penimpangan darikeseimbangan internal diproyeksi dengan deviasi capacity utilization dari rata-ratanya,sedangkan penyimpangan dari keseimbangan eksternal diasumsikan sebagai fungsi darideviasi US real long term rate dari rata-rata tertimbang comparable interest rate negara G7lainnya. Dalam mengestimasi misalignment, Stein menghitung nilai estimasi dari hubunganjangka panjang dimana nilai tukar hanya merupakan fungsi dari variabel-variabelfundamental. Terdapat perbedan yang sangat besar antara nilai aktual dan nilai estimasiantara tahun 1977 dan 1982 serta antara 1983 dan 1986. Model juga tidak mencakup apresiasibesar yang terjadi pada dollar antara tahun 1980-1985.

Pendekatan reduced form general equilibrium berkembang lebih lanjut denganpenyempurnaan-penyempurnaan antara lain memasukkan unsur-unsur ekonomi yang dapat

Page 54: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

54 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

mempengaruhi ekspektasi pasar kedalam persamaan. Pendekatan ini dikenal denganBehavioral Equilibrium Exchange Rate (BEER).

3.2. Spesifikasi Model BEER

Model nilai tukar jangka panjang BEER1 0 membentuk persamaan reduced form yangdiderivasikan dari kondisi risk-adjusted interest parity:

Et[∆St+k] = - (it – it*) + πt …………………………. (1)

Dimana St = nilai tukar nominal mata uang luar negeri per mata uang domestikit = suku bunga nominalit* = suku bunga dalam negeriπt = risk premium

Persamaan (1) dikonversikan ke dalam bentuk riil (dikurangi dengan perbedaan ekspektasiinflasi: Et(∆Pt - ∆Pt

*) sehingga menjadi:

qt = Et[qt] + (rt – rt*) - πt ……………………………… (2)

dimana qt = nilai tukar riil

rt = it – Et [∆Pt] = tingkat bunga riil

Persamaan kedua menunjukkan bahwa current equilibrium nilai tukar ditentukanoleh tiga komponen yaitu ekspektasi nilai tukar pada periode t, perbedaan suku bunga riildengan jangka waktu t dan risk premium. Risk premium bertanda negatif menunjukkan bahwapeningkatan risk premium akan mendorong terjadinya depresiasi nilai tukar riil.

Agar persamaan (2) dapat diaplikasikan, diasumsikan bahwa ekspektasi nilai tukar,Et[∆qt+k] dipengaruhi oleh fundamental ekonomi jangka panjang, Zt, sehingga keseimbangannilai tukar jangka panjang menjadi:

qt = Et[∆qt] = E[β’1Z1t] = β’ 1 Z1t ………………………………… (3)

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan variabilitas sistemik pada q telah banyakdibahas pada penelitian-penelitian sebelumnya, antara lain Faruqee (1994) dan macDonald(1997). Faktor fundamental tersebut antara lain terms of trade (tot), harga relatif traded goodsterhadap non-traded goods (tnt ® Balassa-Samuelson effect) dan aktiva luar negeri bersih (nfa).

+ + +qt = f( tott, tntt,nfat ) ………………………………… (4)

10 Peter B. Clark and Ronald MacDonald, IMF Working Paper 98/67

Page 55: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

55Perilaku Nilai Tukar Rupiah dan Alternatif Perhitungan Nilai Tukar Riil Keseimbangan

Dari persamaan (1) – (4) dapat dihasilkan persamaan umum sebagai berikut:BEER = f(tot, tnt, nfa, r-r*, π) ………………………. (5)

a. Term of trade (tot)Terms of trade didefinisikan sebagai perbandingan harga ekspor (unit value of export)

terhadap harga impor (unit value of import). Terms of trade berdampak positif terhadap prilakunilai tukar riil. Perbaikan terms of trade akan mendorong perbaikan posisi transaksi berjalanyang selanjutnya akan cenderung berdampak pada menguatnya nilai tukar domestik.

b. Produktivitas (tnt)Dari sisi penawaran, determinan nilai tukar riil diwakili oleh relatif faktor produktivitas

yang dikenal dengan “the Balassa-Samuelson effect” yang menunjukkan bahwa setiap prosesyang menyebabkan pertumbuhan produktivitas sektor tradable lebih cepat dari pada sektornontradable (dibandingkan dengan luar negeri) akan mendorong apresiasi nilai tukar riil.Dengan asumsi bahwa teknologi constant-resturn-to scale baik pada sektor tradable maupunnontradable dan berlakunya the law of one price pada tradable goods, maka peningkatanproduktivitas pada produksi tradable goods cenderung akan meningkatkan marginalproduktivity of labor sektor tersebut yang tercermin pada kenaikan upah pada sektor tradable.Adapun perfect mobility of labor antar sektor, hal ini pada gilirannya akan meningkatkanharga nontradable, mendorong apresiasi nilai tukar riil.

c. Aktiva luar negeri bersih (nfa)Jumlah aktiva luar negeri bersih mencerminkan ketersediaan devisa untuk memenuhi

kewajiban-kewajiban dengan pihak luar negeri. Makin besar jumlah cadangan devisa yangdimiliki maka kepercayaan luar negeri atas kemampuan negara kita untuk mengatasi externalshock akan meningkat, sehingga dapat menekan berspekulasi atas mata uang domestik dannilai tukar riil cenderung akan menguat.

d. Resiko (risk)Country risk suatu negara mempengaruhi ekspektasi masyarakat terhadap

perekonomian negara yang bersangkutan, yang tercermin dari keputusan-keputusaninvestasi yang akan dilakukan di negara tersebut. Makin tinggi risk premium suatu negaramaka akan semakin mahal untuk melakukan investasi di negara tersebut. Tingginya resikojuga menurunkan suku kepercayaan investor asing dan menimbulkan tekanan depresiatifterhadap nilai tukar riil.

e. Perbedaan suku bunga riil dalam negeri dan luar negeri (ridf)Perbedaan suku bunga riil dapat menjadi daya tarik bagi investor untuk mendapatkan

return yang lebih tinggi bagi investasinya. Jika perbedaan suku bunga dalam dan luar negerimakin membesar diperkirakan akan mampu menarik arus modal masuk sehingga nilaitukar riil menguat.

Page 56: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

56 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

3.3. Hasil Estimasi

a. Estimasi Keseimbangan Nilai Tukar Riil

Estimasi kointegrasi dijalankan dengan menggunakan teknik multivariate maximumlikelihood estimation (MLE) dari Johansen (1988). Sebelum mengestimasi parameter kointegrasi,perlu dilakukan pengujian unit root untuk menguji apakah variabel-variabel dalam sistembersifat stationary atau difference-stationary. Metode kointegrasi mensyaratkan bahwa vaeriabel-variabel yang digunakan dalam sistem harus non-stationary1 1 . Hasil pengujian unit rootdengan menggunakan metode Augmented Dickey-Fuller (ADF) terhadap masing-masingvariabel dalam sistem persamaan menunjukkan bahwa pada suku level, semua variabeltersebut bersifat non-stationer namun dalam bentuk first difference bersifat stationer. Hal inimenunjukkan bahwa semua variabel dalam sistem mempunyai sifat integrated of order one, I(1). Konsep kointegrasi menyatakan bahwa jika satu atau lebih variabel yang tidak stationerterkointegrasi maka kombinasi linier antar variabel-variabel dalam sistem akan bersifatstationer sehingga dapat diperoleh sistem persamaan jangka panjang yang stabil. Dengandemikian, selanjutnya dapat dilakukan pengujian kointegrasi untuk memperoleh hubunganjangka panjang antara variabel nilai tukar riil efektif dengan variabel-variabel fundamental.

Tabel 3.1 Hasil Unit Root Test

Variabel ADF Integration

LREER 0,13 I(1)∆LREER -5,41*

LTOT -1,20 I(1)∆LTOT -6,24*

LTNT 0,11 I(1)∆ΤΝΤ −5,47∗

LNFA -1,97 I(1)∆LNFA -4,15*

LRISK -0,34 I(1)∆LRISK -3,10**

RIDF -1,42 I(1)∆RIDF -5,03*

11 Untuk pemahaman mendalam mengenai cointegration test lihat Enders W, Applied Econometric Time Series,1995.

Page 57: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

57Perilaku Nilai Tukar Rupiah dan Alternatif Perhitungan Nilai Tukar Riil Keseimbangan

Catatan :Ho = unit root (non-stationer) Ha = stationerMc Kinnon Critical value yang digunakan dalam test ADF untuk significant level 1% =3,52 dan untuk signifikant level 5% = -2,90* Ho ditolak pada siginifikan level 1%** Ho ditolak pada siginifikan level 5%

Setelah seluruh varibel memenuhi persyaratan untuk proses integrasi, pengujiankointegrasi dapat dilakukan untuk membentuk hubungan jangka panjang antara nilai tukarriil dengan faktor-faktor fundamentalnya. Tabel 3.2 menunjukkan hasil test Johansen’slikelihood ratio untuk mengetahui jumlah persamaan kointegrasi di dalam sistem. Pengujiandilakukan beberapa kali dengan menggunakan lag yang berbeda-beda untuk sistem VARnyaagar mendapatkan residual yang white noise.1 2 Dengan menggunakan panjang lag 2 diperolehhasil yang memenuhi kriteria white noise. Perbandingan hasil estimasi likelihood ratioterhadap nilai kritisnya (critical values dengan suku signifikansi 1% dan 5% diketahuibahwa terdapat 3 vektor kointegrasi.

Tabel 3.2. Test Johansen’s Likelihood Ratio

Ho : r Eigenvalue Likelihood Critical ValueRatio 1%

Ho = 0 0.45 125.27 * 103.18Ho £ 1 0.37 82.26 * 76.07Ho £ 2 0.29 48.69** 54.46Ho £ 3 0.20 24.05 35.65Ho £ 4 0.11 8.07 20.04Ho £ 5 0.00 0.04 6.65

Catatan : * signifikan pada tingkat 1%** signifikan pada tingkat 5%

Adapun persamaan koointegrasi (unresticted)1 3 setelah dinormalisasi menghasilkanparameter jangka panjang sebagai berikut (Lampiran 2):

12 Residual yang white noise adalah residual yang mempunyai distribusi normal dan tidak memiliki serial correlation.Pengujian normality dilakukan dengan Jacque-Bera test, sedangkan pengujian serial correlation dilakukan denganGodfrey LM test.

13 Dipilih vector kointegrasi yang memiliki eigenvalue maksimum yang berarti memiliki dominan long run reltionship.

Page 58: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

58 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

lreer = 0,52 ltot + 2,00 ltnt + 0,37 lnfa + 0,82 lrisk - 0,04 ridf - 11,43 (6)(3,84) (7,98) (8,00) (34,12) (3,21)

(angka dalam kurung menunjukkan t statistik)

Seluruh variabel signifikan secara statistik. Kecuali variabel perbedaan suku bunga,seluruh parameter memiliki arah yang sesuai dengan hipotesa. Hal ini dimungkinkan apabilamobilitas arus modal di Indonesia tidak memenuhi asumsi perfect capital mobility. Padanegara-negara yang mobilitas modalnya sempurna, perbedaan suku suku bunga sangatberpengaruh terhadap aliran modal. Kenaikan suku bunga domestik yang lebih cepatdaripada kenaikan suku bunga luar negeri akan mendorong terjadinya aliran modal masukyang pada gilirannya akan memperkuat mata uang domestik. Dalam kondisi dimanapergerakan modal tidak terlalu sempurna, elastisitas suku bunga terhadap aliran modalmenjadi relatif rendah karena aliran modal masuk yang terjadi tidak semata-mata tertarikoleh suku bunga domestik yang relatif lebih tinggi, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti ketersediaannya sumber daya, pertumbuhan ekonomi dan faktorfundamental lainnya.

Besarnya koefisien menunjukkan bahwa relatif harga traded terhadap non tradedgood sangat elastis mencapai 2. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas sektor tradedgoods relatif terhadap non-traded goods sangat besar peranannya terhadap prilaku nilaitukar riil di Indonesia. Variabel kedua terpenting adalah faktor resiko yang memiliki koefisienelastisitas 0,8. Koefisien resiko bertanda positif hanya karena definisi dari indikator yangdigunakan yaitu peningkatan indeks berarti resiko makin rendah. Apabila indeks resikomeningkat (berarti resiko menurun) sebesar 1% maka indeks nilai tukar riil efektif akanapresiasi sebesar 0,8%. Implikasinya adalah apabila pemerintah tidak dapat segeramenyelesaikan permasalahan ekonomi dan politik di dalam negeri, maka tekanan depresiasiakan tetap besar. Terms of trade secara statistik berpengaruh positif terhadap nilai tukar riildengan elastisitas sebesar 0,5%. Pengaruh positif tot sesuai dengan kecenderungan hasil-hasil penelitian sebelumnya dimana income effect dari perubahan terms of trade di Indonesialebih besar dibandingkan substitution effect-nya. Aktiva luar negeri bersih berpengaruh positifterhadap prilaku nilai tukar riil efektif, mencerminkan ketersediaan cadangan devisaIndonesia akan mengurangi dorongan spekulasi. Semakin besar NFA yang kita miliki,meningkatkan kepercayaan investor bahwa Indonesia cukup kuat menghadapi gangguaneksternal (external shock) sehingga berpengaruh positif terhadap nilai tukar riil rupiah.

Page 59: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

59Perilaku Nilai Tukar Rupiah dan Alternatif Perhitungan Nilai Tukar Riil Keseimbangan

Persamaan Jangka Pendek

Untuk mendapatkan ilustrasi mengenai pengaruh dinamika jangka pendek darimasing-masing variabel fundamental terhadap prilaku nilai tukar riil dilakukan pengujiandengan menggunakan pendekatan error correction model (ECM).

Dalam pembentukan model ECM, lagged value dari error yang diperoleh dari persamaankeseimbangan jangka panjang (persamaan 6) akan digunakan sebagai koefisien error correction bersamadengan determinaan jangka pendek dari persamaan nilai tukar riil. Hasil estimasi persamaanjangka pendek dengan pendekatan ECM untuk periode 1992.9-1998.8 sebagai berikut :

∆ lreer = 0.0005 + 0.0173 ecm(-1) + 2.8746 ∆ltnt + 0.1736 ∆ltot(-3)(0.17) (2.78) (31.96) (2.74)

+ 0.1905 ∆lrisk(-3) + 0.0018 ∆ridf*D97(-1) - 0.1105 ∆lreer(-1) ……. (7)(1.89) (1.79) (-3.49)

R2 = 0.95 R2ADJ = 0.94 SER=0.022DW=1.94 LM (Fstat) = 1.43 JB=0.51 ARCH(F stat) = 0.796

dimana :D = first difference operator, ECM = error correction term dari persamaan 6.Ridf*D97 = dummy multiplicative perbedaan suku bunga dan pemberlakuan sistem

nilai tukar mengambang Agustus 1997.LM test = test untuk menguji serial correlation (Ho: no serial correlation)ARCH = autogressive conditional heteroscedasticity testJB = Jarque Berra normality test (Ho: normal distribution of error term).

Historical Simulation dari model kesimbangan jangka pendek:

Grafik 3.1. REER dan Estimasi BEER Jangka Pendek

20

40

60

80

100

120

1993 1994 1995 1996 1997 1998

BEERREER

Page 60: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

60 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Dalam estimasi persamaan jangka pendek, transformasi variabel suku bunga menjadidummy multiplicative interest rate differential menunjukkan bahwa perbedaan suku bungadalam dan luar negeri dalam periode diberlakukannya nilai tukar mengambang bebas secarastatistik berpengaruh positif terhadap nilai tukar riil. Namun koefisien variabel ini sangatrendah. Sementara itu, perubahan faktor produktivitas dalam jangka pendek juga mempunyaipengaruh positif yang signifikan terhadap keseimbangan nilai tukar riil jangka pendekdiikuti dengan perubahan variabel resiko dan perubahan terms of trade (lag 3).

Pengukuran Misalignment

Pada kenyataannya, nilai tukar aktual tidak selalu berada dalam nilaikeseimbangannya. Deviasi nilai tukar aktual dari keseimbangannya umumnya terjadi dalamjangka pendek. (macroeconomic-induced misalignment). Namun, adakalanya deviasi ini bersifatpersistent hingga deviasinya membesar (structural misalignment)1 4. Macroeconomic-inducedmisalignment terjadi karena adanya inkonsistensi antara kebijakan ekonomi (khususnyakebijakan moneter) dengan sistem nilai tukar yang berlaku. Misalnya, pelaksanaan kebijakanmoneter yang terlalu ekspansif dalam sistem nilai tukar tetap. Sedangkan structuralmisalignment dapat terjadi ketika perubahan fundamental derminant dari nilai tukar tidakditerjemahkan ke dalam perubahan aktual nilai tukar riil jangka pendek. Misalnya terms oftradr memburuk, maka akan terjadi depresiasi pada nilai tukar keseimbangan. Bila nilaitukar riil aktual tidak berubah menuju nilai tukar keseimbangannya maka akan terjadimisalignment. Apabila misalignment ini berlangsung untuk periode yang cukup lama, hal inidapat membahayakan, karena tekanan-tekanan untuk mendorong nilai tukar riil ke arahyang keseimbangan terakumulasi kuat menimbulkan sentimen negatif di pasar yang dapatmenimbulkan welfare cost yang tinggi.

Pengukuran misalignment nilai tukar riil dapat dijelaskan dengan persamaan-persaamaan berikut ini :

(a) nilai tukar riil aktual dapat dinyatakan dalam persamaan :

qt = β’1Z1t + β’2Z2 t + τ’Tt + εt

dimana :Z1 : vektor fundamental ekonomi yang diperkirakan dalam jangka panjang

mempunyai persisten effectsZ2 : vektor fundamental ekonomi yang mempengaruhi nilai tukar riil dalam jangka

menengahT : vektor faktor transitory yang mempengaruhi nilai tukar riil dalam jangka pendek.εt : random disturbance term.

14 Sebazstial Edward, Exchange Rate Misalignment in Developing Countries, (Baltimore: 1988).

Page 61: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

61Perilaku Nilai Tukar Rupiah dan Alternatif Perhitungan Nilai Tukar Riil Keseimbangan

(b) current equilibrium rate (q’t) adalah nilai tukar dengan nilai fundamental ekonomi yangcurrent : q’t = β’1Z1t + β’2Z2t

(c ) perbedaan nilai tukar riil aktual dan nilai tukar riil dengan fundamental ekonomipada current value merupakan current misalignment (cmt) cmt = qt-q’t = qt - β’1Z1t + β’2Z2t = τ’Tt + εt

Nilai estimasi BEER hasil persamaan (7) merupakan current equilibrium rate.Penyimpangan nilai REER aktual dari nilai estimasi BEER (grafik 3.1) menunjukkan currentmisalignment. Current misalignment mencerminkan adanya faktor transitory atau random errorterm, misalnya sebagai akibat adanya speculative bubles. Mungkin akan muncul argumentasibahwa “misalignment” yang diperoleh dari perbedaan REER aktual dan estimasi BEERmerupakan manifestasi dari specification error akibat adanya variabel fundamental lain yangbelum diperhitungkan ke dalam model. Namun argumentasi ini dapat dikesampingkandengan mengacu pada hasil diagnostic test terhadap residual.

Diagnostic test terhadap residual menunjukkan error term dari perbedaan REER danestimasi BEER memiliki distribusi normal dan bebas dari serial correlation. Error terms yangwhite noise menunjukkan bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi prilaku nilai tukarriil dalam persamaan telah mewakili keseluruhan faktor-faktor fundamental sehingga mampumenerangkan prilaku nilai tukar riil secara sistematis.

Grafik 3.1. menunjukkan bahwa sampai dengan November 1995 REER mengalamiundervalued dibandingkan dengan BEER. Misalignment berlangsung cukup lama dancenderung mengecil pada saat band nilai tukar dilebarkan seperti yang terjadi pada bulanDesember 1993, Agustus 1994, Mei dan Desember 1995. Sejak awal 1996 REER cenderungovervalued yang semakin memb3esar sehingga misalignment ini mendorong timbulnyatekanan-tekanan pasar yang berlebihan terhadap rupiah pada awal kirsis. Yang menarikadalah setelah band intervensi dihapuskan (sejak Agustus 1997), aktual REER dan BEERmenunukkan kecenderungan konvergen.

Mengacu kepada variabel-variabel fundamental yang digunakan untuk menerangkanpergerakanan nilai tukar riil efektif BEER, maka variabel produktivitas, aspek resiko keuangandan terms of trade memberikan pengaruh yang terbesar dan mermpunyai hubungan duaarah dengan nilai tukar riil (lihat lampiran 5, Hasil Granger test). Gejolak nilai tukar yangberkepanjangan pada awal krisis berpengaruh signifikan terhadap perkembangan ketigavariabel tersebut. Memburuknya variabel produktivitas dan terms of trade pada saat terjadidepresiasi yang berlebihan didasarkan pada kenyataannya bahwa struktur produksiIndonesia memiliki tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap barang impor. Halini dapat terlihat dari tingginya pangsa impor barang-barang mentah dan bahan bakupenolong (rata-rata 71,4%) dan barang modal (23,5%), sementara barang konsumsi hanya

Page 62: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

62 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

sebesar 5,1% (Lampiran 5). Ketergantungan terhadap barang impor yang tinggi dalamberproduksi menyebabkan sektor produksi sangat rentan terhadap gejolak nilai tukar.Depresiasi yang tinggi menyebabkan harga barang impor meningkat tajam sehinggamempengaruhi produktivitas tradable goods di dalam negeri yang kandungan impornyatinggi. Selanjutnya, rendahnya produktivitas di dalam negeri memberikan tekanan depresiatifterhadap nilai tukar rupiah.

Sementara itu, naiknya suku resiko (country risk) Indonesia pada periode krisisberdampak pada terjadinya krisis kepercayaan yang berakibat pada meningkatnya tekanandepresiasi rupiah. Spillover effect dari krisis nilai tukar menjadi sangat luas dan membuatperekonomian Indonesia mundur jauh, karena dibangun denan fundamental yang lemahbaik di sektor finansial maupun sektor riil. Fundamental yang sedemikian buruk tercerminpada prilaku keseimbangan nilai tukar BEER yang merosot tajam pada periode Agustus1997- Januari 1998. Nampaknya perubahan-perubahan ekspektasi masyarakat yangtercermin dalam variabel fundamental tersebut dapat cepat diterjemahkan oleh pasar dalamsistem nilai free floating sehingga membawa prilaku nilai stukar riil aktual mendekati nilaitukar keseimbangan.

3.4. Proyeksi Jangka Pendek Nilai Tukar Rupiah

Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam jangkapendek, hasil estimasi BEER dapat digunakan untuk memprakirakan keseimbangan nilaitukar efektif rupiah. Dengan pertimbangan bahwa dalam tahun 1999 tingkat ketidakpastiandalam perekonomian Indonesia masih cukup tinggi, proyeksi nilai tukar riil keseimbangandilakukan dengan skenario optimis dan pesimis.

Karakteristik skenario optimis adalah sebagai berikut :

√ Country risk membaik dengan perkembangan politik yang membaik, sehingga variabel-variabel ekonomi dapat bergerak dengan normal. Dengan demikian tingkat produktivitasdan terms of trade diperkirakan lebih baik dibandingkan dengan tahun 1998.

√ Suku bunga dalam negeri cenderung menurun hingga berkerak dalam kisaran 13%hingga akhir tahun 1999. Suku bunga luar negeri bergerak dalam kisaran 5%-5,5%.

√ Tekanan inflasi domestik menurun, dengan laju inflasi bulanan (y.o.y) bergerak menjadisekitar 2% pada akhir tahun 1999

Karakteristik skenario pesimis :

√ Pemulihan ekonomi terhambat oleh iklim politik yang kurang mendukung, sehinggaperbaikan produktivitas dan terms of trade juga mengalami hambatan.

Page 63: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

63Perilaku Nilai Tukar Rupiah dan Alternatif Perhitungan Nilai Tukar Riil Keseimbangan

√ Terms of trade dan produktivitas masih tetap lemah.

√ Asumsi suk bunga dan laju inflasi sama dengan skenario optimis

Grafik 3.2. Proyeksi BEER

Grafik 3.2 menunjukkan bahwa baik dengan skenario optimis maupun pesimis, nilaitukar riil efektif keseimbangan dalam semester kedua tahun 1999 diproyeksikan akanmembaik, meskipun belum mencapai level sebelum krisis. Dengan skenario optimis, indeksBEER cenderung mengalami apresiasi hingga indeks meningkat dari sekitar 68 pada awalsemester 2 tahun 1999 hingga mencapai 77 pada akhir tahun 1999. Dalam periode yangsama, dengan skenario pesimis indeks BEER diproyeksikan bergerak dari 66-69. Untukmemperoleh gambaran nilai tukar rupiah terhadap US$ secara nominal, nilai tukar riilefektif BEER dikonversikan dengan pendekatan Purchasing Power Parity (PPP), berdasarkanasumsi nilai tukar negara-negara yang diperhitungkan dalam basket dan laju inflasi luarnegeri tertimbang sebagai berikut:

Indikator ekonomi (rata-rata bulanan)

Inflasi tahunan luar negeri (weighted) 1,4%Yen/US$ 110 – 115DM/US$ 1,83SGD/US$ 1,70NLG/US$ 2,10Won/US$ 1.184GBP/US$ 0,62FFr/US$ 6.23

20

40

60

80

100

120

97:01 97:07 98:01 98:07 99:01 99:07

R EER

B EER

Inde k s RE E R Ak tua l da n E s tim a s i BE E R(Ta hun da s a r 1 9 9 2 = 1 0 0 )

Opt im is

Pes im is

Page 64: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

64 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Tabel 3.3 Proyeksi Nilai Tukar Rp/US dolar Semester 2/1999(Kurs Rata-Rata)

Bulan Optimis (Rp/US$) Pesimis (Rp/US$)

Juli 6.862 7.528Agustus 7.039 7.541September 6.844 7.489Oktober 6.665 7.351November 6.609 7.254Desember 6.675 7.354

Dengan asumsi PPP tersebut diperoleh hasil proyeksi nilai tukar keseimbangan rupiah

terhadap US dolar pada semester kedua tahun 1999 bergerak sekitar Rp.6.600-Rp 7.000

(skenario optimis) dan Rp.7250-7550 (skenario pesimis), dengan kecenderungan menguat

hingga akhir tahun 1999.

IV. Kesimpulan

! Hasil penelitian mengenai volatilitas nilai tukar rupiah menunjukkan bahwa perilakunilai tukar riil rupiah adalah regime-dependent, artinya sistem nilai tukar yang dianutmempengaruhi perilaku nilai tukar rupiah. Berdasarkan pengamatan terhadap perilakunilai tukar rupiah dalam tenggang waktu 20 tahun terakhir, diperoleh gambaran bahwasemakin fleksible suatu sistem nilai tukar, maka nilai tukar akan semakin bergejolak(volatile) baik secara nominal maupun riil. Fenomena ini mengindikasikan bahwa akansemakin sulit memprediksi pergerakan nilai tukar di pasar dalam sistem nilai tukarmengambang bebas. Hal ini dikarenakan pergerakan nilai tukar yang berdasarkankekuatan permintaan dan penawaran di pasar valas juga dipengaruhi oleh perubahanekspektasi pasar yang pembentukannya tergantung pada aspek ekonomi dan non ekonomi.

! Hasil studi awal terhadap dua negara yang memiliki sistem nilai tukar yang berbedayaitu Hong Kong (currency board system) dan Singapura (relatif fleksibel dengan sistemmengambang terkendali dengan band nilai tukar yang tidak diumumkan) menunjukkanbahwa kredibilitas manajemen nilai tukar suatu negara tidak tergantung pada sistemnilai tukar yang dianut oleh negara yang bersangkutan, melainkan sangat ditentukanoleh kekuatan faktor-faktor fundamental, termasuk memiliki cadangan devisa yang besar,dan faktor-faktor kelembagaan seperti sistem keuangan yang sehat, good governance padaperusahaan dan pemerintahan, sektor riil yang kompetitif dan efisien sehinggaperekonomiannya tidak vulnerable terhadap gangguan-gangguan eksternal. Dengan

Page 65: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

65Perilaku Nilai Tukar Rupiah dan Alternatif Perhitungan Nilai Tukar Riil Keseimbangan

memiliki faktor fundamental dan aspek kelembagaan yang kuat, kedua negara tersebutrelatif mampu bertahan dan terhindar dari krisis mata uang.

! Hasil pengujian statistik terhadap faktor-faktor fundamental yang mempengaruhiprilaku nilai tukar riil efektif menunjukkan bahwa variabel produktivitas, terms of trade,resiko (country risk), aktiva luar negeri bersih dan perbedaan suku bunga merupakanvariabel yang berpengaruh signifikan terhadap perubahan perilaku nilai tukar riil jangkapanjang di Indonesia. Sedangkan dalam jangka pendek perubahan produktivitas, termsof trade (lag 3), faktor resiko (lag 3), variabel perbedaan suku bunga serta perubahannilai tukar periode sebelumnya mempengaruhi keseimbangan nilai tukar riil jangkapendek. Koefisien estimasi yang diperoleh menunjukkan lebih besarnya perananvariabel-variabel sektor riil (faktor produktivitas dan terms of trade) dan faktor resiko(country risk) dibandingkan variabel moneter (cadangan devisa dan perbedaan sukubunga domestik dan luar negeri) dalam menentukan nilai tukar rupiah riil keseimbangan,sehingga upaya untuk mempengaruhi prilaku nilai tukar riil rupiah memerlukankoordinasi kebijakan antara kebijakan moneter dan riil untuk menciptkan fundamentalekonomi yang kuat dan seimbang.

! Pengukuran misalignment yang dilakukan dengan membandingkan hasil estimasi BEERdengan REER aktual dapat digunakan sebagai ukuran ekspektasi perubahan prilakupasar terhadap nilai tukar. Apabila ekspektasi masyarakat telah dapat terbaca, makaakan lebih memudahkan pengambil keputusan untuk bertindak proaktif dalammanajemen nilai tukar. Hal ini diperlukan untuk menghindari gejolak yang berlebihanpada nilai tukar riil. Apabila terjadi misalignment yang berlangsung dalam periodeyang cukup lama, maka otoritas moneter perlu berhati-hati dengan mengindentifikasikanpenyebab misalignment tersebut. Salah satu penyebab struktural misalignment adalahapabila nilai tukar aktual tidak segera mengikuti perubahan-perubahan fundamental ekonomi.

! Hasil estimasi menunjukkan bahwa dalam periode diberlakukannya sistem free floating,nilai REER aktual cenderung konvergen dengan nilai keseimbangannya. Perubahan-perubahan ekspektasi masyarakat yang tercermin dalam variabel fundamental dapatdengan cepat diterjemahkan oleh pasar dalam sistem nilai free floating sehingga membawaperilaku nilai tukar riil aktual mendekati nilai tukar riil keseimbangan. Namunkonsekwensinya adalah nilai tukar riil aktual menjadi lebih volatile, sehingga perluupaya untuk meredam gejolak dari variabel-variabel yang mempengaruhi volatilitasnilai tukar riil di pasar.

! Hasil-hasil pengujian statistik terhadap koefisien estimasi, termasuk test diagnostikterhadap error term menunjukkan bahwa persamaan tersebut valid untuk digunakandalam estimasi nilai tukar sehingga dapat digunakan sebagai salah satu alternatif

Page 66: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

66 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

perhitungan estimasi nilai tukar riil jangka pendek, melengkapi perhitungan nilai tukarberdasarkan pendekatan Puchasing Power Parity. Estimasi nilai tukar riil denganpendekatan BEER diharapkan dapat lebih mencerminkan kondisi pasar yang sebenarnyakarena selain variabel-variabel ekonomi, unsur resiko (country risk) suatu negara jugadiperhitungkan sebagai variabel yang besar pengaruhnya terhadap pembentukkan nilaitukar di pasar. Hasil estimasi dengan persamaan BEER ini bermanfaat untuk simulasiproyeksi nilai tukar jangka pendek.

! Penyempurnaan terhadap persamaan estimasi selanjutnya dapat dilakukan misalnyadengan peningkatan kualitas data seperti variabel terms of trade yang besar pengaruhnyaterhadap perilaku nilai tukar riil rupiah. Kini UREM bekerjasama dengan Biro PusatStatistik sedang melakukan penyempurnaan perhitungan unit value export dan unitvalue import mengingat indesk harga ekspor dan import yang kini tersediaperhitungannya sangat kasar. Disamping itu, apabila jumlah observasi sudah memadaidan memenuhi persyaratan dapat dilakukan estimasi ulang terhadap variabel-variabelyang mempengaruhi prilaku nilai tukar riil khusus untuk periode sistem nilai tukarfleksibel.

Daftar Pustaka

Baffes, John, Ibrahim A. Elbadawai, Stephen A. Oçonnell, 1997, “Single EquationEstimation of the Equilibrium Real Exchange Rate”.

Clark, Peter B dan Ronald MacDonald, 1998, Exchange Rates and EconomicFundamentals, A Methodological Comparison of BEERs and FEERs, IMF Working Paper/98/67,(Washington: International Monetary Fund).

Edwards, Sebastian, 1994, “Exchange Rate Misalignment in Developing Countries”,in Approaches to Exchange Rate Policy, eds,s Richard C. Barth and Chorng-Huey Wong,(Washington: IMF Institute).

Enders, Walter, 1995, Applied Econometric Time Series, John Wiley & Sons, Inc., Canada

Faruqee, Hamid, 1995, “Long-Run Determinants of the Real Exchange Rate: A Stock-Flow Perspective”, IMF Staff Papers Vol. 42 No.1, (Washington: IMF).

Stein, 1995, et.al., “The Fundamental Determinants of the Real Exchange Rate of theUS Dollar Relative to the Other G-7 Currencies, “IMF Working Paper 95/81 (Washington:International Monetary Fund).

Flood, R.R., and A.K. Rose, 1995, “Exchange Rates: A virtual Quest forFundamentals,” Journal of Monetary Economics, No.36.

Page 67: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

67Perilaku Nilai Tukar Rupiah dan Alternatif Perhitungan Nilai Tukar Riil Keseimbangan

Gartner, Manfred, 1993, Macroeconomic under Flexible Exchange Rate, HarvesterWheatsheaf, Hertforshire, UK.

Hinkle, Lawrence E. and Peter J Montiel, Estimating Equilibrium Exchange Rate inDeveloping Countries, World Bank forthcoming publication (final draft November 1998).

Hong Liang, 1998, “Real Exchange Rate Volatility: Does the Nominal Exchange RateRegime Matter?”. IMF Working Paper/98/147 (Washington: International Monetary Fund).

International Country Risk Guide, Ed. Thomas S. Sealy, The PRS Group, East Syracuse,New York. Beberapa penerbitan.

MacDonald, Ronald, 1997, “What Determines Real Exchange Rates? The Long andShort of It”, IMF Working Paper/97/21, (Washington: International Monetary Fund).

Nurkse, 1945, Conditions of International Monetary Equilibrium, Priceton Essay.

Rogers, J.H., 1995, “Real Shocks and Real Exchange Rates in Really Long Term Data,”International Finance Discussion Papers, Board of Governors of the Federal Reserve System,No. 493.

Sohmen, E, 1961, Flexible Exchange Rates, (Chicago, Illionnois: Chicago UniversityPress).

Tjokronegoro, Paul Soetopo, Exchange Rate models : An Indonesian Case, paperdipresentasikan pada the Emerging Markets Confrence in Budapest, November 27-28, 19996.

Waluyo, Doddy budi dan Benny Siswanto, Peranan Kebijakan Nilai Tukar dalam EraDeregulasi dan Globalisasi, Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Vol. 1 No. 1, BankIndonesia, Jakarta, Juli 1998.

Willeeeet, Thomas 1996, “Exchange Rate Volatility, International Trade, and ResourceAllocation.”Journal of International money and Finance 5 March: Supplement 101-12

Page 68: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

68 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Lampiran 1. Sistem Nilai Tukar Hongkong Dan Singapura

Selama krisis ekonomi akhir-akhir ini tekanan terhadap mata uang dialami ‘macan-macan Asia’dengan akibat yang berbeda-beda, tergantung pada bagaimana pemerintahanmasing-masing negara bereaksi . sistem nilai tukar yang diterapkan, dan karakteristik perekonomian.

Dua negara, Singapuran dan Hongkong, mata uangnya mengalami tekanan namunmampu melewati masa krisis. Kerusakan yang dialamai tidak separah yang terjadi diIndonesia. Korea, dan Thailand. Terrdapat beberapa kesamaan karakteristik perekonomiandi antara singapura dan hongkong, yakni: derajad keterbukaannya, dan kedua perekonomianmenganut sistem ekonomi pasar bebas. Hal yang membadakan mereka adalah sistem nilaitukar yang diterapkan. Singapura adalah negara penganut sistem nilai tukar mengambangterkendali (managed floating), sedangkan Hongkong menggunakan currency board system (CBS).

2.2.1. Hongkong

CBS telah dilaksanakan oleh Hongkong Monetary Authority (HKMA) sejak tahun1983. tugas utama HKMA memang untuk memelihara stabilitas nilai tukar mata uanghongkong dolar dan dengan CBS supaya ini terbukti telah mampu menahan seranganterhadap mata uang mereka,. Di dalam sistem ini, monetary base serta semua exchange fundbills dan notes outstanding di back up seratus persen oleh cadangan devisa yang dipegangHKMA. Setiap kali terjadi perubahan monetary base maka cadangan devisa akan berubahsebesar nilai tukarnya. Mekanisme sistem ini seperti autopilot, sehingga apabila terjadicapital outfllow KHMA bertindak pasif saja. Capital outflow itu sendiri menyebabkankontraksi monetary base yang pada gilirannya mendorong kenaikan tingkat bunga.

Kehandalan sistem ini di bawah penanganan HKMA terbukti selama kurun waktu1997-98, di saat serangan spekulasi dolar Hongkong terjadi beberapa kali. Pada pertengahan1997, banyak hedge finds asing melakukan serangan spekulatif terhadap dolar Hongkongdengan melakukan posisi short. Pada kelanjutannya aksi short selling ini menyebabkantingkat bunga di Hongkong naik. Kenaikan suku bunga yang tinggi pada akhirnya memukulbalik pada spekulan karena para hedge funds menager membiayai posisi short merekadengan pinjaman bank. Hal ini menyebabkan kegiatan spekulasi mereka terjadi amat mahal.Sebagai contoh, pada tanggal 23 Oktober1997, dalam sebuah serangan spekulatif, tingkatbunga antar bank overnight melonjak menjadi 300%.1 5 Pada hari itu berbagai kegiatanekonomi Hongkong terpuruk dan kegiatan pasar saham pun terpukul. Namun seranganspekulatif gelombang pertama dapat tertahan dan mata uangnya stabil selama kurun waktutersebut serta relatif stabil dibanding dengan masa-masa sebelum krisis.

15 Yam, Joseph, Chief Executive Honghong monetary Authority, Coping with Financial Turnoil, HKMA

Page 69: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

69Perilaku Nilai Tukar Rupiah dan Alternatif Perhitungan Nilai Tukar Riil Keseimbangan

Serangan berikutnya melibatkan strategi spekulan yang lebih canggih. Pada bulanAgustus 1998 mereka melakukan tekanan terhadap perekonomian Hongkong dengan jalanmenyerang dolar hongkong sekaligus melakukan aksi pemborongan saham-saham di pasarsaham Hongkong. Terbukti kembali bahwa kredibilaitas otoritas moneter yang tinggi sertatindakan cepat, taktis dan cerdik untuk menghadapi ulah spekulan berhasil menyelamatkanHongkong.

Namun selain itu dapat disimpulkan empat hal yang menjadi penopang utama dayatahan perekonomian Hongkong:

√ Cadangan devisa yang sangat kuat, per akhir tahun 1998 Hongkong memiliki cadangandevisa sebesar USD 88,4 milyar, terbesar ketiga di dunia setelah Jepang dan RRC.

√ Kebijakan fiskal yang berhati-hati dan kredibel, dengan skala pemerintahan yang kecildan tanpa hutang luar negeri. Struktur pajak hongkong yang sederhana dan murah,serta pengeluaran publik yang hanya berjumlah 18 persen dari GDP merupakankelebihan lainnya.

√ Sistem keuangan yang sehat dan solvent. Duania perbankan Hongkong sehat dan kuatsehingga naik turunnya bunga secara ekstrim yang sering terjadi dalam CBS tidakmelumpuhkan kegiatan di sekitar ini. Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankanHongkong sebesar 18 persen, dan debt ratio lainnya hanya 3,7 persen. Fungsi supervisiperbankannya juga amat prudent.

√ Fleksibelitas serta kepekaan perekonomian Hongkong amat baik. PerekonomianHongkong berjalan dalam azas pasar bebas, sehingga shock adjusment internal maupuneksternal yang terjadi dapat ditanggapi secara fleksibel oleh perekonomiannya. Sebagaicontoh, gejolak nail turunnya tingkat bunga beberapa waktu lalu tidak melumpuhkanperekonomiannya.1 6

16 Yam, Joseph, 23 Nopember 1998

Nilai Tukar Hk$/US$

77.27.47.67.8

8

Mar-93Mar-94

Mar-95Mar-96

Mar-97Mar-98

Page 70: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

70 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

2.2.2. Singapura

Kebijakan moneter negara pulau ini ditangani oleh Monetary Authority of Singapore(MAS), yang diketuai oleh Wakil Perdana Menteri Singapura. Salah satu fungsi dari MASadalah melaksanakan kebijakan moneter dan nilai tukar yang dapat mendukung tercapainyapertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan bersifat non-inflasioner.1 7 Kebijakanmoneter Singapura lebih terfokus pada manajemen nilai tukar Singapur dolar, danmenyerahkan persoalan tingkat bunga kepada pasar.

Perekonomian negara ini bersifat terbuka, dan kebijakan nilai tukar mata uangnyaadalah managed floating. Singapore dolar di-manage terhadap basket of currancies darinegara-negara partner dagang utama. Untuk itu ditetapkan target band nilai tukar Singaporedolar dan MAS akan melakukan intervensi setiap kali terjadi gejolak di pasar. Sama sepertiyang dialami Hongkong dan negara-negara Asia lain. Singapura juga mengalami tekananpada perekonomiannya di saat gelombang serangan spekulatif terjadi di kawasan AsiaPasifik, namun berkat sukses MAS menjaga kredibilitas, tekanan tersebut tidak bertahan lama.

Sedangkan di sisi kebijakan fiskal, Singapura selalu mengatasi masa krisis ekonomiini. Pemerintah Singapura juga menurunkan pungutan-pungutan terhadap dunia bisnissehingga meringankan beban perekonomian, sementara itu pengeluaran pemerintahdifokusklan pada pengeluaran pemerintah Singapura berkeinginan untuk melaksanakanprinsip anggaran berimbang.

Sebelum krisis ekonomi tahun 1997 terjadi, perekonomian Singapura berada dalamkondosi full employment dan indikator makro lainnya menunjukkan kuatnya fundamentalperekonomian.1 8 Pada tahun 1996 dan 1997, neraca barang dan jasanya surplus sebesar17,03 dan 16,5 persen dari GDP, dan keuangan pemerintah juga mengalami surplus. Inflasijuga masih berkisar pada angka 2 persen di tahun 1997.

Tingkat bunga di Singapura juga sangat rendah 2,93 persen di tahun 1996 dan 4,35persen tahn 1997, bahkan lebih rendah dari AS. Di saat krisis terjadi, gejolak dalamperekonomian tidak membuat Singapura terjebak dalam depreciation-inflation spiral, karenaefesiensi dalam perekonomian telah membuat pelaku ekonomi mampu melakukan adjusmentdengan cepat. Kunci kekuatan perekonomian Singapura terletak pada:

√ Cadangan devisa yang amat kuat, sebelum krisis ekonomi Asia, di akhir tahun 1996dan 1997 cadangan devisa Singapura mencapai angka: USD 76,8 milyar dolar dan USD72,3 milyar dolar.

17 Lee hsien Loong, 12 Februari 199918 Lee hsien loong, 12 Februari 1999

Page 71: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

71Perilaku Nilai Tukar Rupiah dan Alternatif Perhitungan Nilai Tukar Riil Keseimbangan

√ Kebijakan ekonomi makro yang diimbangi oleh kebijaksanaan makro yang berorientasipada pasar, Pemerintah hanya mengintervensi pasar domestik dalam bidang-bidangpendidikan, perumahan, dan kesehatan dasar masyarakat.

√ Fundamental ekonomi yang sudah kuat. Eksternal shock yang melanda Singapura dapatdiserap oleh perekonomian dengan adjusment yang tidak menyakitkan, misalnya tanpamenyebabkan meningkatnya pengangguran.

√ Pemerintahan yang kredibel dan relatif bersih.

Kesimpulannya, sebelum krisis ekonomi menyerang kawasan Asia, perekonomianSingapura telah memiliki fundamental ekonomi yang amat kuat, sehingga otoritas moneterdapat mempertahankan singapura dolar dengan kredibilitas yang tinggi. Dengan latarbelakang ini, MAS lebih leluasa me-manage Singapura dolar secara kredibel di dalammenghadapi krisis. nilai Tukar mata uangnya selalu dapat dipertahankan untuk berada didalam target band yang secara hati-hati selalu diperlebar sesuai kebutuhan, sehinggahasilnya, depresiasi terhadap dolar AS hanya 16,2 persen per tahun pada triwulan ketigatahun 1998. Dan tidak pernah melampaui angka pulau ini rentan terhadap terhadap importedinflation, namunkenyataannya sepanjang krisis 1997-98, tingkat inflasi tidak pernahmelampaui angka 3 persen, karena demikian efesiennya.

Demikianlah tinjauan singkat terhadap dua sistem nilai tukar mata uang yang terbuktitelah berhasil. Faktor-faktor non ekonomis domestik measing-masing negara juga tidak kalahpenting dalam mendukung keberhasilan mempertaankan mata uang.

Tabel 2.2.2. Surplus Neraca Barang & Jasa,Cadangan Devisa, Surplus Budget, dan GDP Singapura tahun 1991-99

(juta dolar Singapura, kecuali* dalam juta dolar AS)

Neraca Cadangan SurplusTahun Brg dan Devisa* Budget GDP

Jasa*

1991 5,384 34,133 7,591 75,531992 6,433 39,885 9,537 80,941993 4,808 48,361 12,998 94,321994 12,114 58,117 13,086 108,221995 15,247 68,695 15,870 120,701996 15,796 76,847 17,868 130,771997 15,990 71,289 13,612 143,011998 72,291

Sumber: International Financial Statistics

Page 72: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

72 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Lampiran 2. Sumber Data dan Definisi

Studi dilakukan dengan periode observasi bulanan dari September 1992 sampaidengan Agustus 1998.

Real Effective Exchange Rate (REER) :qVariabel ini dihitung dengan menggunakan basket 8 mata uang mitra dagang utamaIndonesia dengan tahun dasar 1992=100 dan relatif harga yang dihitung berdasarkanindeks Harga Konsumen. Variabel ini didefinisikan dalam term mata uang luar negeriterhadap mata uang domestik. Dengan demikian, peningkatan q berarti apresisi nilaitukar riil efektif.

Term of Trade : totVariabel tot merupakan rasio harga relatif ekspor terhadap import. Dalam hal inidigunakan data indeks harga perdagangan besar ekspor dan import.

Relatif harga non-raded terhadap traded goods : tntRelatif harga non traded terhadap tarded goods didefinisikan sebagai ratio harga nontraded/traded goods domestik terhadap IHK/IHPB luar negeri (trade weighted ratio).

Net Foreign Assets : nfaMerupakan stok NFA neraca sistem moneter yang dinyatakan dalam US dolar

ResikoDigunakan financial risk indeks dari sumber data International Country Risk Guide(ICRG). Indeks ini bertujuan untuk mengukur kemampuan suatu negara, baik pemerintahmaupun sektor swastanya, dalam memenuhi kewajiban-kewajiban keuangannya.Indikator yang digunakan oleh ICRG dalam menghitung indeks resiko keuangan adalah:• Hutang LN sebagai persentase PDB ---> point max. 20,0• Hutang LN (% terhadap ekspor barang dan jasa) ---> point max. 20,0• Neraca transaksi berjalan (% terhadap ekspor barang dan jasa) ---> point max. 30,0• Cadangan devisa Bersih (persentase terhadap import) ----> point max. 10,0• Kontrol Devisa ----> point max. 10,0

Komposit indeks dari indikator di atas dapat dikatagorikan menjadi:

Keterangan IndeksResiko sangat tinggi 00,0 – 49,5Resiko tinggi 50,0 – 59,5Resiko moderat 60,0 – 69,5Resiko rendah 70,0 – 79,5Resiko sangat rendah 80,0 – 100

Page 73: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

73Perilaku Nilai Tukar Rupiah dan Alternatif Perhitungan Nilai Tukar Riil Keseimbangan

Real Interrest rate differential : ridfMerupakan perrbedaan antara suku bunga riil domestik dan suku bunga riil domestikdigunakan suku bunga deposito 1 bulan yang dikurangi dengan laju inflasi, sedangkansuku bunga luar negeri digunakan LIBOR US dolar 1 bulan yang dikurangi dengan lajuinflasi Amerika.

Lampiran 3. Johansen Cointegration Test

Date: 12/10/99 Time: 14:35Sample: 1992:09 1998:08

Included observations: 72Test assumption: Linear deterministic trend in the data

Series: LREER92 LTOT LTNT_1 LNFA LRISK_FR LRIDF_1A Lags interval: 1 to 2

Likelihood 5 Percent 1 Percent Hypothesized

Eigenvalue Ratio Critical ValueCritical ValueNo. of CE(s)

0.449778 125.2721 94.15 103.18 None **

0.372585 82.25687 68.52 76.07 At most 1 **0.289812 48.69432 47.21 54.46 At most 2 *

0.199067 24.05413 29.68 35.65 At most 30.105549 8.071755 15.41 20.04 At most 4

0.000563 0.040534 3.76 6.65 At most 5

*(**) denotes rejection of the hypothesis at 5%(1%) significance level L.R. test indicates 3 cointegrating equation(s) at 5% significance level

Unnormalized Cointegrating Coefficients:

LREER92 LTOT LTNT_1 LNFA LRISK_FR LRIDF_1A3.476313 -1.792468 -6.960075 -1.281097 -2.862197 0.135912

-2.126268 3.795039 8.328276 -0.056516 0.469542 -0.012505-1.443129 -0.722855 7.068396 0.472699 -2.549518 0.13245

0.463136 -1.253426 -3.851086 -0.410092 1.414064 0.145141-0.138179 0.060782 0.526938 -0.50535 0.294917 -0.035094

-2.862153 -0.043018 7.174056 0.396406 -0.734242 0.106274

Page 74: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

74 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Normalized Cointegrating Coefficients: 1 Cointegrating Equation(s)

LREER92 LTOT LTNT_1 LNFA LRISK_FR LRIDF_1A C1.000000 -0.515623 -2.002143 -0.368522 -0.823343 0.039097 11.43002

(0.13400) (0.25079) (0.04607) (0.19990) (0.01217)

Log likelihood 759.7504

Normalized Cointegrating Coefficients: 2 Cointegrating Equation(s)

LREER92 LTOT LTNT_1 LNFA LRISK_FR LRIDF_1A C1.000000 0.000000 -1.224283 -0.529034 -1.068117 0.052591 7.077662

(0.45441) (0.08874) (0.36144) (0.02277)0.000000 1.000000 1.508580 -0.311297 -0.474714 0.026170 -8.440959

(0.48173) (0.09408) (0.38317) (0.02414)

Log likelihood 776.5317

Lampiran 4.

Dependent Variable : D(LREER92)Method : Least SquaresDate : 03/19/99 Time : 15:13Sample : 1992:09 1998:08Included observations : 72

Variable Coefficient Std.Error t-Statistic Prob.

C 0.000494 0.002772 0.178186 0.8591ECM1(-1) 0.017283 0.006209 2.783566 0.0782D(LTNT-1) 2.873622 0.089895 31.96629 0.0000D(LTOT(-3)) 0.173554 0.063357 2.739287 0.0079D(LRISK_FR(-3)) 0.190485 0.100481 1.895729 0.0624D(RIDF97(-1)) 0.001821 0.001015 1.793453 0.0776D(LREER92(-1)) -0.110499 0.031697 -3.486043 0.0009

Page 75: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

75Perilaku Nilai Tukar Rupiah dan Alternatif Perhitungan Nilai Tukar Riil Keseimbangan

Lampiran 5.

Date : 01/03/99 Time : 09:26Sample : 1992:09 1998:08Lags : 2

Null Hypothesis Obs F-statistic Probability

LTOT does not Granger Cause LREER92 72 7.81793 0.00089LREER92 does not Granger Cause LTOT 241113 0.09746

LTNT_1 does nor Granger Cause LREER92 72 4.55017 0.01403LREER92 does not Granger Cause LTNT_1 6.90188 0.00188

LNFA does not Granger Cause LREER92 72 2.39162 0.09925LREER92 does nor Granger Cause LNFA 3.67955 0.03047

LRISK_FR does not Granger Cause LREER92 72 20.8001 9.4E-08LREER92 does not Granger Cause LRISK_FR 2.34105 0.10405

LRIDF_1A does not Granger Cause LREER92 72 0.12472 0.88295LREER92 does not Granger Cause LRIDF_1A 1.11210 0.33486

R-Squared 0.951358 Mean dependent var -0.010769Adjusted R-Squared 0.946868 S.D. dependent var. 0.096970S.E. of regression 0.022352 Akaike info criterion -4.671631Sum squared resid 0.032475 Schwarz criterion -4.450288Log likehood 175.1787 F-statistic 211.8808Durbin-Watson stat 1.947349 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 76: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

76 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Lampiran 6 :

Pangsa Impor Menurut Jenis Barang

Brg. Konsumsi Bhn. Mentah & Brg. Modal TotalBhn Baku Penolong

1992 4.45% 68.55% 27.00% 100.00%1993 4.05% 70.72% 25.23% 100.00%1994 4.47% 72.36% 23.16% 100.00%1995 5.78% 72.84% 21.38% 100.00%1996 6.54% 70.98% 22.49% 100.00%1997 5.20% 72.53% 22.27% 100.00%s/d Jun98 5.65% 71.64% 22.71% 100.00%

Page 77: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

77Stabilkah Permintaan Uang di Indonesia Sebelum dan Selama Krisis ?

*)Triatmo Doriyanto: Peneliti Ekonomi Junior, Bagian Studi Ekonomi Makro, DKM, Bank Indonesia, email :[email protected]

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bpk. Halim Alamsyah, Bpk. Charles PR Joseph, Bpk. Iskandar, YatiKurniati, Doddy Zulverdi, M. Firdaus Muttaqin, Firman Mochtar, Solikin dan Reza Anglingkusumo, atas diskusi-diskusi yang telah dilakukan dan bantuan penelitian yang diberikan.

STABILKAH PERMINTAAN UANG DI INDONESIASEBELUM DAN SELAMA KRISIS ?

Triatmo Doriyanto *)

Tulisan ini mencoba mengetahui apakah permintaan uang riil di Indonesiaselama periode sebelum krisis (sebelum Agustus 1997) dan saat krisis tetap stabil.Analisis stasioner dan integrasi dengan menggunakan uji Augmented DickeyFuller serta analisis kointegrasi dengan menggunakan uji Johansenmenunjukkan adanya hubungan kointegrasi di antara variabel-variabel : currencyriil dan PDB riil. Model permintaan uang riil dinamis dengan menggunakanError Correction Model (ECM) menunjukkan konsistensi parameter secarasignifikan, juga pada saat krisis.

Page 78: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

78 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

I. Pendahuluan

K risis moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 dan dipicuoleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD telah mengarahkan kepadadiadopsinya sistem nilai tukar mengambang (free floating exchange rate). Hal ini

memberi dampak yang besar kepada kebijakan moneter yang diambil oleh BI mengingatnilai tukar tidak lagi bertindak sebagai jangkar perekonomian. Dengan demikian, programmoneter yang dicanangkan adalah mempertahankan stabilitas harga melalui pengaturanjumlah uang beredar (dalam hal ini currency).

Tulisan-tulisan tentang stabilitas permintaan uang riil di Indonesia pernah dibuatoleh Desk Penelitian dan Pengembangan, URES (1995) dan Solikin (working paper), di JurusanEkonomi, Universitas Michigan (1998). Dalam tulisan pertama, digunakan ECM sebagaidasar untuk menguji stabilitas uang beredar (M1 dan M2) dengan menggunakan 2 prosedurpenaksiran. Prosedur pertama adalah menggunakan penaksiran 2 tahap, yaitu menaksirkeseimbangan dalam jangka panjang fungsi permintaan uang riil dan menghitungresidualnya; sedangkan tahap berikutnya menaksir dalam jangka pendek dengan caramemasukkan residual jangka panjangnya (lag 1 periode). Prosedur kedua adalah denganmensubstitusi faktor residual sekaligus dalam 1 persamaan dan menaksir parameter-parameter jangka panjang serta jangka pendek secara bersama-sama. Pada tulisan Solikin,hanya digunakan prosedur pertama.

Dalam tulisan ini, hanya akan digunakan prosedur pertama dan akan dibahas apakahpermintaan uang riil tetap stabil sebelum dan selama krisis di Indonesia. Jika permintaanuang tersebut stabil, maka real balance dalam jangka panjang akan berhubungan secaraproporsional dengan PDB Riil. Artinya, variabel-variabel tersebut berkointegrasi. Denganmenggunakan uji stasioner dan integrasi dengan Augmented Dickey Fuller serta analisiskointegrasi dengan menggunakan uji Johansen, tulisan ini meneliti permintaan uang dalamjangka panjang dari tahun 1988:01 - 1999:03 berdasarkan data bulanan. Dinamikapermintaan uang riil ditaksir dengan ECM dan stabilitasnya diuji. Periode studi ini terdiridari masa sebelum krisis (sesudah Pakto 1988 s/d sebelum pemberlakuan sistem floatingexchange rate) dan selama krisis (sejak 1997:08 s/d 1999:03).

Hasil akhir dari studi ini menunjukkan bahwa demand currency riil tetap stabil selamakrisis di Indonesia. Tulisan ini menemukan bukti kuat terjadinya stabilitas permintaan uangriil dalam jangka panjang yang diindikasikan oleh adanya kointegrasi currency riil danPDB riil. Uji stabilitas terhadap parameter-parameter model dinamik (jangka pendek)menunjukkan konsistensi dalam seluruh periode. Spesifikasi model dinamik memasukkanlag : currency, error correction, nilai tukar, tingkat suku bunga deposito 1 bulan, dan inflasi.Efek perubahan PDB riil nampaknya tidak signifikan terhadap permintaan uang riil dalamjangka pendek.

Page 79: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

79Stabilkah Permintaan Uang di Indonesia Sebelum dan Selama Krisis ?

Organisasi penulisan adalah sbb. : bagian II menjelaskan data yang dipergunakandalam analisis. Bagian III menggambarkan hasil uji kointegrasi. Bagian IV menjelaskanproses penaksiran ECM. Uji stabilitas permintaan uang riil sebelum dan selama krisisdijelaskan di dalam bagian V. Bagian VI adalah kesimpulan.

II. Data yang Dipergunakan

Studi ini mempergunakan observasi bulanan (seasonally unadjusted)1 selama periode1988:01 - 1999:03 untuk currency (CURRENCY) yang dideflasikan terhadap Indeks HargaKonsumen (IHK) dengan tahun dasar 1996. Produk Domestik Bruto Riil (PDBREAL)2

dipergunakan sebagai variabel untuk menaksir transaksi permintaan uang yang terjadi.Data kwartalan yang akan dipergunakan telah dilakukan “spline”3 untuk menjadi databulanan. Tingkat inflasi (INFBUL) dan suku bunga yang dipergunakan adalah suku bungadeposito 1 bulan (DEP1) sebagai penaksir opportunity cost menyimpan currency. Nilai tukar(ER) juga berpengaruh terhadap permintaan uang terutama setelah pemberlakuan sistemnilai tukar berubah menjadi free floating4 .

Gambar 1 menunjukkan hubungan log(CURRENCY/IHK), log(PDBREAL) dan ERserta hubungan DEP1 dengan INFBUL untuk periode 1988:01 - 1999:03. Keempat seriesmenggambarkan peristiwa-peristiwa makroekonomi penting yang terjadi dalam periode ini.

Log(CURRENCY/IHK) meningkat terus sejak awal periode sejak diberlakukannyaPakto 1988 yang memberikan dorongan lebih besar kepada masyarakat untuk berhubungandengan perbankan sekaligus meningkatkan permintaan uang. Pada tahun 1991 terjadipeningkatan tingkat suku bunga deposito karena adanya kebijakan uang ketat. Puncaknyaadalah pada saat terjadinya krisis yang dimulai pada bulan Juli 1997 sampai dengan awaltahun 1998. Nampak bahwa log(PDBREAL) dan ER mencerminkan perilakulog(CURRENCY/IHK). Inflasi bulanan (INFBUL) dan tingkat suku bunga deposito 1 bulan(DEP1), setelah dimulainya krisis, bergerak bersama-sama, namun pergerakan inflasi lebihbervariasi. Hal ini mencerminkan krisis keuangan yang sedang terjadi, berbeda dengansituasi sebelum krisis dimana pergerakan inflasi hampir konstan. Grafik tersebut

1 Data log (CURRENCY/IHK) dan log (PDBREAL) yang telah dilakukan seasonal adjustment telah diuj, namunerror correctionnya tidak stasioner jika dilakukan uji unit root dengan ADF (lihat lampiran).

2 Berbeda dengan IMF Working Paper, Can Currency Demand be Stable Under a Financial Crisis ? The Case ofMexico, April 1999 yang mempergunakan data konsumsi sektor swasta sebagai pengganti PDBR. Data konsumsikwartalan yang telah di”spline” juga telah diuji, namun hasilnya tidak signifikan.

3 Prinsip metode “ spline” adalah melakukan interpolasi data kwartalan menjadi data bulanan. Berbeda dengan paperIMF di atas, untuk menjadi data bulanan, data kwartalan diulang dalam kwartal yang sama.

4 Uji restriksi 0 pada koofisien ER menunjukkan penolakan yang sangat kuat (nilai Likelihood Ratio dan F statistikyang sangat besar).

Page 80: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

80 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

mencerminkan hubungan positif antara permintaan uang riil dengan output dan nilai tukarserta hubungan negatif antara permintaan uang dengan inflasi dan tingkat suku bungadeposito 1 bulan. Hal ini mendukung fakta bahwa dalam jangka panjang terjadi kointegrasidi antara variabel-variabel tersebut di atas.

Gambar 1.Grafik hubungan antara log(CURRENCY/IHK), log(PDBREAL) dan ERserta hubungan DEP1 dengan INFBUL untuk periode 1988:01 - 1999:03

4

6

8

10

12

14

16

88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99

LOG(CURRENCY/IHK) LOG(PDBREAL)

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99

ER

Page 81: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

81Stabilkah Permintaan Uang di Indonesia Sebelum dan Selama Krisis ?

-20

0

20

40

60

80

88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99

DEP1 INFBUL

Transformasi logaritma dilakukan terhadap variabel-variabel dalam persamaanpermintaan uang jangka panjang :

CURRENCY ------------------- = α0 (PDBREAL)α

1 exp. (α2 Z) I H K

dimana Z adalah faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan uang.

Test Augmented Dickey-Fuller (ADF) digunakan untuk menguji stasioner tidaknya suatuvariabel dan orde integrasi setiap variabel yang digunakan. Hasilnya dilaporkan dalamTabel 1. Seluruh variabel (kecuali inflasi - INFBUL) terintegrasi dengan orde 1 - I(1). Namun,untuk kemudahan5 , orde inflasi disamakan dengan orde suku bunga - DEP1.

5 Menurut Pagan dan Wickens (1989), dimungkinkan untuk menggabungkan variabel-variabel yang berbeda ordeintegrasinya, jika dalam 1 persamaan terdapat lebih dari 2 variabel.

Page 82: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

82 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Tabel 1.Test Augmented Dickey-Fuller (ADF)

untuk menentukan orde integrasi setiap variabel.

Variabel ADF Statistik Jumlah Lag Konstan Trendtermasuk termasuk

log(CURRENCY/IHK) -2,229 3 Ya Ya

log(PDBREAL) -2,812 2 Ya Ya

ER -2,422 8 Ya Ya

DEP1 -2,549 7 Ya Ya

INFBUL : 1988:011999:03 -4,839* 0 Ya - : 1997:07-1999:03 -2,106 0 Ya -

d(log(CURRENCY/IHK)) -4,510* 1 Ya -d(log(PDBREAL)) -5,87* 0 - -d(ER) -9,368* 1 - -d(DEP1) -7,423* 1 - -d(INFBUL) -15,328* 1 - -

Catt. : - Periode test untuk seluruh variabel adalah 1988:01 - 1999:03, kecuali dinyatakan lain.- * menyatakan penolakan terhadap hipotesis nol : adanya unit root pada level 5 %.- Uji untuk INFBUL inkonklusif, uji dengan menggunakan periode yang berbeda tidak dapat

menolak hipotesis nol : unit root (Ho : variabel bukan stasioner).

III. Perilaku Jangka Panjang dan Kointegrasi

Pada bagian ini, akan diteliti adanya kointegrasi di antara log(CURRENCY/IHK)dan log(PDBREAL), DEP1, ER dan INFBUL menggunakan uji Johansen (1988). Untukterjadinya kointegrasi, seluruh variabel-variabel tersebut harus diitegrasikan dengan ordeyang sama. Hal ini telah dilakukan dengan uji ADF tersebut di atas6 .

Tabel 2 menunjukkan hasil penaksiran kointegrasi dan pengecekannya dengan ujiADF bahwa variabel-variabel tersebut berkointegrasi dengan orde 1. DitunjukkanEigenvalues dan statistik Likelihood Ratio. Statistik LR menunjukkan keberadaan 1 vektorkointegrasi pada level 5 %. Sehingga, berdasarkan pada statistik di atas, dan asumsi bahwa

6 Uji dengan ADF terhadap residual persamaan jangka panjang (ECTR1) menunjukkan penolakan hipotesis noladanya unit root pada level 5 %. Hal ini membuktikan bahwa variabel-variabel yang dimasukkan ke dalampersamaan jangka panjang berkointegrasi dengan orde 1 (lihat Enders, 1995).

Page 83: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

83Stabilkah Permintaan Uang di Indonesia Sebelum dan Selama Krisis ?

penaksiran tidak mengabaikan adanya potensi vektor kointegrasi, maka prosedur dilakukandengan menggunakan 1 vektor kointegrasi.

Tabel 2.Hasil penaksiran kointegrasi.

Sample: 1988:01 1999:03Included observations: 130Series: LOG(CURRENCY/IHK) LOG(PDBREAL)

Likelihood 5 Percent 1 Percent HypothesizedEigenvalue Ratio Critical Value Critical Value No. of CE(s)

0.148307 24.22303 15.41 20.04 None **0.025471 3.354171 3.76 6.65 At most 1

*(**) denotes rejection of the hypothesis at 5%(1%) significance level L.R. test indicates 1 cointegrating equation(s) at 5% significance level

Normalized Cointegrating Coefficients: 1 Cointegrating Equation(s)

LOG(CURRENCY/IHK) LOG(PDBREAL) C

1 -1.164076 12.12411-0.07035

Log likelihood 776.7489

Hasil penaksiran vektor kointegrasi menggambarkan rumusan permintaan uangjangka panjang, arahnya benar (1,164 untuk PDBREAL)7 . Jadi, perkiraan elastisitasPDBREAL terhadap permintaan uang adalah mendekati nilai 1. Nilai ini mendekatielastisitas PDBREAL terhadap M1 dalam tulisan Solikin.8 Tingkat suku bunga, inflasi dannilai tukar tidak berpengaruh terhadap pada permintaan uang dalam jangka panjang. Halini menunjukkan bahwa dalam periode studi, permintaan uang dalam jangka panjang tetapstabil.

7 Variabel DEP1 dan ER juga diuji , namun tidak signifikan.

8 Hasil penaksiran Solikin untuk permintaan uang riil (M1riil) dalam jangka panjang : log(M1riil) = 1,664 + 1,109log(GDPriil) - 0,025 Rdeposito 3 bulan. Sedangkan hasil penaksiran Desk Penelitian dan Pengembangan - URESuntuk permintaan uang riil (M1riil) : log(M1riil) = -2,25 + 1,41 log(GDPriil).

Page 84: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

84 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Persamaan jangka panjangnya adalah sbb. :

Log (CURRENCY/IHK) = -12,12411 + 1,164076 log(PDBREAL)

IV. Error Correction Model

Penaksiran persamaan kointegrasi mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhipermintaan uang dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, deviasi yang terjadi akibathubungan ini menggambarkan shock terhadap variabel-variabel yang ada. Dinamika yangmenggambarkan perilaku dalam jangka pendek sangat berbeda dengan yang terjadi dalamjangka panjang. Engle dan Granger (1987) menegaskan bahwa jika terdapat kointegrasi diantara variabel-variabel yang tidak stasioner, pasti akan terdapat hubungan error correctiondalam data. Dalam bagian ini, akan dibahas penaksiran error correction, denganmemasukkan deviasi yang terjadi dalam jangka panjang dan dinamika jangka pendek. Didalam model ini, dinamika jangka pendek dibuat dengan memasukkan perbedaan pertama(first difference). Penyesuaian terhadap deviasi permintaan uang riil jangka panjang dilakukandengan cara memasukkan error correction yang ditaksir dalam bagian sebelumnya. Stabilitasprediksi error correction model akan dibahas dalam bagian berikutnya.

Model error correction ditaksir untuk periode 1988:01 - 1999:03. Model ini pada awalnyaditaksir dengan memasukkan 6 lag untuk seluruh variabel ∆(log(CURRENCY/IHK)),∆(INFBUL), ∆(ER), ∆(DEP1), dan error correction sebagai tambahan. Struktur lag akhirditentukan berdasarkan signifikansi setiap lag dan kombinasi lag setiap variabel. Modelakhir adalah :

∆(log(CURRENCY/IHK)) = 0,00493 – 0,369 ∆(log(CURRENCY/IHK))t-I – 0,002003(1,899) (-5,528) (-1,427)

∆(DEP1)t-1 - 0,00452 ∆(INFBUL)t-I + 0,0000298 (-1,750) (7,176)

∆(ER)t - 0,152 ECTR1 t-1

(-4,323)

dimana ECTR1 adalah error correction. Tabel 3 menggambarkan hasil penaksiran tersebut.Semua kooefisien mempunyai tanda yang benar. Nilai F statistik menunjukkan bahwa semuakoofisien signifikan pada level 1 % (kecuali intersep dan variabel suku bunga serta inflasipada level 10%), dan persamaan tersebut telah sesuai dengan spesifikasi. Residualnyamemiliki : homoskedastisitas (ARCH-LM), distribusi normal (NORM c2), dan tidak berkorelasipada lag 11. Gambar 2 menunjukan nilai aktual, nilai fitted dan residual penaksiran tersebut.

Page 85: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

85Stabilkah Permintaan Uang di Indonesia Sebelum dan Selama Krisis ?

Tabel 3.Hasil penaksiran ECM

Dependent Variable: D(LOG(CURRENCY/IHK))Method: Least SquaresSample(adjusted): 1988:03 1999:03Included observations: 133 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.00617 0.003248 1.899382 0.0598D(LOG(CURRENCY(-1)/IHK(-1))) -0.36923 0.066788 -5.528389 0D(DEP1(-1)) -0.002003 0.001404 -1.426818 0.1561D(INFBUL(-1)) -0.004518 0.002581 -1.750337 0.0825D(ER) 2.98E-05 4.15E-06 7.176137 0ECTRI(-1) -0.151574 0.035061 -4.323126 0

R-squared 0.460789 Mean dependent var 0.005255Adjusted R-squared 0.43956 S.D. dependent var 0.049578S.E. of regression 0.037115 Akaike info criterion -3.705515Sum squared resid 0.174948 Schwarz criterion -3.575123Log likelihood 252.4167 F-statistic 21.70588Durbin-Watson stat 2.087306 Prob(F-statistic) 0

Statistics Probability

JB 6.472510 0.039311ARCH(1) 1.283865 0.259267BG - LM test 1.154511 0.326511White Test 1.129633 0.345774

Catt : - Jarque – Bera (JB) adalah uji untuk normalitas, tidak dapat ditolak pada level 1%.- ARCH adalah uji untuk tidak adanya autoregressive conditional heteroscedasticity, tidak dapat ditolak pada

level 1%.- Breusch – Godfrey LM test adalah uji untuk tidak adanya serial correlation, tidak dapat ditolak pada level 1%.- White Test adalah uji untuk tidak adanya heteroskedastisitas, tidak dapat ditolak pada level 1%.

Persamaan di atas dengan jelas dapat diinterpretasikan. Pelaku menentukan berapabesar currency yang dipegang dalam jangka panjang berdasarkan kebutuhan transaksi.Dalam jangka pendek, mereka menyesuaikan kebutuhannya sekitar 15 % terhadap deviasikeseimbangan bulan lalu. Pelaku ekonomi bereaksi terhadap perubahan suku bunga, inflasi

Page 86: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

86 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

dan nilai tukar (meskipun pengaruhnya kecil). Dapat dicatat bahwa level transaksinampaknya tidak berpengaruh terhadap permintaan uang dalam jangka pendek, ini dapatterjadi karena pendekatan bulanan PDBREAL yang menggunakan data kwartalan.

Gambar 2.Nilai aktual, nilai fitted dan residual penaksiran ECM

-0.10

-0.05

0.00

0.05

0.10

0.15

-0.2

-0.1

0.0

0.1

0.2

0.3

89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99

Residual Actual Fitted

V. Stabilitas Parameter dan Prediksi

Untuk mengetahui bahwa persamaan yang dibuat sudah sesuai dengan spesifikasi,perlu dilakukan uji stabilitas pada parameternya. Prediksi dilakukan jika parameter yangdiuji menunjukkan konsistensi dalam seluruh periode. Potensi ketidakstabilan parametermenurun selama krisis berlangsung dimana efek dari variabel-variabel yang ada dapatberubah dan variabel lainnya menjadi signifikan (contohnya adalah perubahan sistem nilaitukar dari managed floating menjadi free floating). Dalam bagian ini, akan dievaluasikonsistensi parameter sebelum dan selama krisis serta prediksi nilai nominal Currencyuntuk periode 1994:04 s/d 2000:10. Dievaluasi stabilitas penaksiran selama periode studimenggunakan uji forecast Chow, break point Chow, Ramsey Reset dan Cumulative Sum of Squares- Recursive test.

Page 87: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

87Stabilkah Permintaan Uang di Indonesia Sebelum dan Selama Krisis ?

Gambar 3 menunjukkan uji Cumulative Sum of Squares - Recursive terhadap parameter∆log(CURRENCY/IHK). Cumulative Sum of Squares-recursive untuk ∆log(CURRENCY/IHK) tetap berada di dalam rentang level 5 % pada seluruh periode studi. Uji : forecastChow, break point Chow dan Ramsey Reset dicantumkan dalam tabel 4. Parameterpenaksiran menunjukkan konsistensi. Seluruh jenis uji menunjukkan adanya konsistensiparamater yang ditaksir selama periode studi.

Gambar 3.Uji Cumulative Sum of Squares - Recursive terhadap : ∆∆∆∆∆log(CURRENCY/IHK) :

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99

CUSUM of Squares 5% Significance

Untuk konfirmasi lebih jauh, dilakukan penghitungan forecast Chow, break pointChow dan Ramsey Reset selama periode 1997:08-1999:03.

Page 88: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

88 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Tabel 4.Uji Forecast Chow, Break Point Chow dan Ramsey Reset

Chow Forecast Test: Forecast from 1997:08 to 1999:03F- statistic 1.189916 Probability 0.2773Log likelihood ratio 26.71009 Probability 0.143619

Chow Breakpoint Test: 1997:08F-statistic 0.694002 Probability 0.654889Log likelihood ratio 4.499976 Probability 0.609342

Ramsey RESET Test:F-statistic 0.907344 Probability 0.342644Log likelihood ratio 0.95432 Probability 0.328622

Pada gambar 4 ditunjukkan grafik currency aktual (CURRENCY), model(CURRENCYFMOD) dan prediksinya (CURRENCYFORC) dengan asumsi sampai denganbulan Oktober 2000 : tingkat pertumbuhan riil 0%, suku bunga 14%, nilai tukar rupiah Rp.6.500,- dan inflasi untuk tahun 1999 serta tahun 2000 masing-masing 7,3% dan 6% sesuaidengan prediksi MODBI.

Gambar 4.Grafik CURRENCY, CURRENCYFMODEL dan CURRENCYFORCAST.

0

10000

20000

30000

40000

50000

88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 00

CURRENCY CURRENCYFMOD CURRENCYFORC

prediksi

Page 89: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

89Stabilkah Permintaan Uang di Indonesia Sebelum dan Selama Krisis ?

VI. Kesimpulan

Tulisan ini menemukan bukti bahwa permintaan uang riil di Indonesia tetap stabilsebelum dan selama krisis. Analisis kointegrasi menggunakan teknik Johansen menunjukkanhubungan kointegrasi yang kuat antara currency riil dan PDB riil. Model dinamis permintaanuang riil menunjukkan konsistensi parameter yang ditaksir bahkan selama krisis terjadi.Dapat disimpulkan bahwa perubahan yang signifikan pada permintaan uang riil karenaadanya krisis dapat dijelaskan dengan perubahan pada variabel-variabel yang secara historismemang mempengaruhi permintaan uang di Indonesia.

Daftar Pustaka

Charemza, Wojciech W., and Deadman, Derek F., New Directions in Econometric Practice,General to Specific Modelling, Cointegration and Vector Autoregression, Edward Elgar PublishingLimited, 1997.

Desk Penelitian dan Pengembangan Urusan Ekonomi dan Statistik, StabilitasPermintaan Uang di Indonesia, Kertas Kerja Staf, Januari 1995.

Enders, Walter, Applied Econometric Time Series, John Wiley & Sons, Inc., 1995.

Kennedy, Peter, A Guide to Econometrics, the MIT Press, Cambridge, Massachusetts,1996.

Khamis, May, and M.L. Alfredo, Can Currency be Stable Under a Financial Crisis ? TheCase of Mexico, IMF Working Paper, April 1999.

Mills, Terence C., Time Series Techniques for Economists, Cambridge University Press,1990.

Rao, Bhaskara B., (edit.), Cointegration for the Applied Economist, St. Martin’s Press, Inc.,1994.

Solikin, The Stability of Income Velocity, Demand for Money, and Money Multiplier inIndonesia, 1971 - 1996, Department of Economics, the University of Michigan, Spring 1998.

Page 90: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

90 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Lampiran

Uji kointegrasi pada Currency dan PDB Riil yang telah dilakukan seasonal adjustmentdan uji unit root pada error correctionnya (ECSA) :

Sample: 1988:01 1999:03 Included observations: 130Test assumption: Linear deterministic trend in the dataSeries: LOG(CURRSA/IHK) LOG(PDBRESA) Lags interval: 1 to 4

Likelihood 5 Percent 1 Percent HypothesizedEigenvalue Ratio Critical Value Critical Value No. of CE(s)

0.119425 18.91704 15.41 20.04 None *0.018169 2.383661 3.76 6.65 At most 1

*(**) denotes rejection of the hypothesis at 5%(1%) significance level L.R. test indicates 1 cointegrating equation(s) at 5% significance level

Normalized Cointegrating Coefficients: 1 Cointegrating Equations(s)LOG(CURRSA/IHK) LOG(PDBRESA) C

1 -1.1818804 12.38613-0.07858

Log Likelihood 776.6722

ADF Test Statistic -2.184954 1% Critical Value* -3.4804 5% Critical Value -2.8832 10% Critical Value -2.5782

*MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.

Augmented Dickey-Fuller Test EquationDependent Variable: D(ECSA)Method: Least SquaresSample(adjusted): 1988:03 1999:03Included observations: 133 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. ECSA(-1) -0.017224 0.007883 -2.184954 0.0307D(ECSA(-1)) -0.217819 0.084617 -2.574173 0.0112C 0.188395 0.080747 2.333163 0.0212

R-squared 0.075432 Mean dependent var 0.010155Adjusted R-squared 0.061208 S.D. dependent var 0.047546S.E. of regression 0.046068 Akaike info criterion -3.295088Sum squared resid 0.275897 Schwarz criterion -3.229892Log likelihood 222.1234 F-statistic 5.303137Durbin-Watson stat 1.929943 Prob(F-statistic) 0.00611

Page 91: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

91Stabilkah Permintaan Uang di Indonesia Sebelum dan Selama Krisis ?

Penaksiran ECM dengan variabel yang telah dilakukan seasonal adjustment dan ujistabilitas pada d(log(currsa/ihk)) dengan Cusum of Square – Recursive :

Dependent Variable: D(LOG(CURRSA/IHK))Method: Least SquaresDate: 03/10/00 Time: 07:31Sample(adjusted): 1988:03 1999:03

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.083625 0.064558 1.295336 0.1976D(LOG(CURRSA(-1)/IHK(-1))) -0.370936 0.070505 -5.261116 0

D(DEP1(-1)) -0.002257 0.001341 -1.68398 0.0946D(INFBUL(-1)) -0.005875 0.002516 -2.334945 0.0211

D(ER) 2.87E-05 4.09E-06 7.017407 0ECSA(-1) -0.007619 0.006314 -1.206755 0.2298

R-squared 0.378887 Mean dependent var 0.005045Adjusted R-squared 0.354434 S.D. dependent var 0.045344S.E. of regression 0.036433 Akaike info criterion -3.742647Sum squared resid 0.168571 Schwarz criterion -3.612255Log likelihood 254.886 F-statistic 15.49433Durbin-Watson stat 1.992252 Prob(F-statistic) 0

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99

CUSUM of Squares 5% Significance

Page 92: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

92 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Uji normalitas residual ECM :

0

5

10

15

20

25

30

-0.05 0.00 0.05 0.10��������������

��������������

����

������

���

��������

���������������������

Series: ResidualsSample 1988:03 1999:03Observations 133

Mean 2.80E-17Median -0.004791Maximum 0.123420Minimum -0.077204Std. Dev. 0.036406Skewness 0.489809Kurtosis 3.456423

Jarque-Bera 6.472510Probability 0.039311

Uji serial correlation pada residual dengan lag 11

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:F-statistic 1.154511 Probability 0.32651Obs*R-squared 13.12397 Probability 0.2853Test Equation:Dependent Variable: RESIDMethod: Least Squares

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.C -7.45E-05 0.00328 -0.022703 0.9819D(LOG(CURRENCY(-1)/IHK(-1)))

0.021691 0.121884 0.177963 0.8591

D(DEP1(-1)) 9.21E-05 0.001448 0.063611 0.9494D(INFBUL(-1)) 9.18E-05 0.002724 0.033697 0.9732D(ER) -2.01E-07 4.28E-06 -0.046991 0.9626ECTRI(-1) 0.014538 0.047643 0.30514 0.7608RESID(-1) -0.058134 0.162603 -0.357522 0.7214RESID(-2) -0.076197 0.115652 -0.658848 0.5113RESID(-3) 0.061036 0.102429 0.59588 0.5524RESID(-4) -0.034675 0.100554 -0.344841 0.7308RESID(-5) 0.070423 0.099638 0.706784 0.4811RESID(-6) 0.05455 0.098181 0.555605 0.5796RESID(-7) 0.007476 0.099888 0.074847 0.9405RESID(-8) -0.140581 0.100249 -1.402328 0.1635RESID(-9) 0.135473 0.101219 1.338422 0.1834RESID(-10) -0.198232 0.100267 -1.977037 0.0504RESID(-11) -0.043232 0.100175 -0.431568 0.6669R-squared 0.098676 Mean dependent var 2.09E-19Adjusted R-squared -0.025644 S.D. dependent var 0.036406S.E. of regression 0.036869 Akaike info criterion -3.643992Sum squared resid 0.157684 Schwarz criterion -3.274549Log likelihood 259.3255 F-statistic 0.793727Durbin-Watson stat 1.93214 Prob(F-statistic) 0.68997

Page 93: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

93Stabilkah Permintaan Uang di Indonesia Sebelum dan Selama Krisis ?

Uji autoregressive conditional heteroskedasticity pada residual :

ARCH Test:F-statistic 1.283865 Probability 0.259267Obs*R-squared 1.290868 Probability 0.255888Test Equation:Dependent Variable:RESID^2Method: Least SquaresSample(adjusted): 1988:04 1999:03Included observations: 132 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.C 0.001174 0.000213 5.511281 0RESID^2(-1) 0.098962 0.087339 1.133078 0.2593R-squared 0.009779 Mean dependent var 0.001303Adjusted R-squared 0.002162 S.D. dependent var 0.002072S.E. of regression 0.00207 Akaike info criterion -9.507793Sum squared resid 0.000557 Schwarz criterion -9.464115Log likelihood 629.5144 F-statistic 1.283865Durbin-Watson stat 2.027527 Prob(F-statistic) 0.259267

Uji heteroskedasticity pada residual :White Heteroskedasticity Test:F-statistic 1.129633 Probability 0.345774Obs*R-squared 11.27121 Probability 0.336782Dependent Variable: RESID^2Method: Least SquaresDate: 03/10/00 Time: 08:21Sample: 1988:03 1999:03Included observations: 133

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.001299 0.000228 5.689565 0D(LOG(CURRENCY(-1)/IHK(- -0.001245 0.003757 -0.331404 0.7409(D(LOG(CURRENCY(-1)/IHK( 0.100083 0.051339 1.949468 0.0535D(DEP1(-1)) -7.90E-05 8.62E-05 -0.915819 0.3616(D(DEP1(-1)))^2 4.57E-06 9.47E-06 0.482887 0.63D(INFBUL(-1)) -0.000333 0.000175 -1.904646 0.0592(D(INFBUL(-1)))^2 -4.42E-05 4.93E-05 -0.896102 0.372D(ER) -3.68E-07 3.60E-07 -1.021943 0.3088(D(ER))^2 1.37E-10 8.49E-11 1.61681 0.1085ECTRI(-1) 0.002317 0.002566 0.902745 0.3684ECTRI(-1)^2 -0.024625 0.013285 -1.853641 0.0662R-squared 0.084746 Mean dependent var 0.001315Adjusted R-squared 0.009725 S.D. dependent var 0.002069S.E. of regression 0.002059 Akaike info criterion -9.453791Sum squared resid 0.000517 Schwarz criterion -9.21474Log likelihood 639.6771 F-statistic 1.129633Durbin-Watson stat 1.983326 Prob(F-statistic) 0.345774

Page 94: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

94 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Uji stabilitas parameter ECM dengan Chow Breakpoint :

Chow Breakpoint Test: 1988:10

F-statistic 0.672768 Probability 0.671827Log likelihood ratio 4.364527 Probability 0.627473

Chow Breakpoint Test: 1991:02

F-statistic 1.087875 Probability 0.373541Log likelihood ratio 6.987755 Probability 0.321981

Chow Breakpoint Test: 1997:08

F-statistic 0.694002 Probability 0.654889Log likelihood ratio 4.499976 Probability 0.609342

Uji stabilitas parameter ECM dengan Chow Forecast :

Chow Forecast Test: Forecast from 1988:10 to 1999:03F-statistic 80.98083 Probability 0.088305Log likelihood ratio 1227.669 Probability 0Dependent Variable: D(LOG(CURRENCY/IHK))Method: Least SquaresSample: 1988:03 1988:09Included observations: 7

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.C -0.018249 0.009952 -1.833669 0.3178D(LOG(CURRENCY(-1)/IHK(-1)))

-0.78692 0.154559 -5.091399 0.1235

D(DEP1(-1)) 0.057954 0.017365 3.337391 0.1853D(INFBUL(-1)) -0.021957 0.003113 -7.053401 0.0897D(ER) -0.001721 0.000765 -2.248951 0.2664ECTRI(-1) 0.461653 0.084155 5.485753 0.1148

R-squared 0.993721 Mean dependent var 0.005604Adjusted R-squared 0.962325 S.D. dependent var 0.021332S.E. of regression 0.004141 Akaike info criterion -8.367608Sum squared resid 1.71E-05 Schwarz criterion -8.413971Log likelihood 35.28663 F-statistic 31.65095Durbin-Watson stat 3.515371 Prob(F-statistic) 0.134103

Page 95: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

95Stabilkah Permintaan Uang di Indonesia Sebelum dan Selama Krisis ?

Uji stabilitas parameter ECM dengan Chow Forecast :Chow Forecast Test: Forecast from 1997:08 to 1999:03F-statistic 1.189916 Probability 0.2773Log likelihood ratio 26.71009 Probability 0.143619Dependent Variable: D(LOG(CURRENCY/IHK))Method: Least SquaresSample: 1988:03 1997:07Included observations: 113

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.C 0.007276 0.004275 1.702119 0.0916D(LOG(CURRENCY(-1)/IHK(-1)))

-0.413885 0.088069 -4.699569 0

D(DEP1(-1)) -0.00223 0.006573 -0.339218 0.7351D(INFBUL(-1)) -0.010821 0.004456 -2.428303 0.0168D(ER) -9.66E-05 0.000238 -0.405864 0.6857ECTRI(-1) -0.130033 0.064877 -2.004313 0.0476

R-squared 0.286565 Mean dependent var 0.00648Adjusted R-squared 0.253227 S.D. dependent var 0.042321S.E. of regression 0.036572 Akaike info criterion -3.727412Sum squared resid 0.143117 Schwarz criterion -3.582595Log likelihood 216.5988 F-statistic 8.595719Durbin-Watson stat 1.990346 Prob(F-statistic) 0.000001

Uji stabilitas parameter dengan Ramsey Reset :Ramsey RESET Test:F-statistic 0.907344 Probability 0.342644Log likelihood ratio 0.95432 Probability 0.328622Dependent Variable: D(LOG(CURRENCY/IHK))Method: Least SquaresSample: 1988:03 1999:03Included observations: 133

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.C 0.005195 0.003407 1.524675 0.1298D(LOG(CURRENCY(-1)/IHK(-1)))

-0.38715 0.06941 -5.577691 0

D(DEP1(-1)) -0.002047 0.001405 -1.456833 0.1477D(INFBUL(-1)) -0.005397 0.002742 -1.968211 0.0512D(ER) 2.97E-05 4.15E-06 7.160131 0ECTRI(-1) -0.166178 0.038279 -4.341282 0FITTED^2 0.964392 1.012436 0.952546 0.3426R-squared 0.464644 Mean dependent var 0.005255Adjusted R-squared 0.439151 S.D. dependent var 0.049578S.E. of regression 0.037129 Akaike info criterion -3.697653Sum squared resid 0.173697 Schwarz criterion -3.545529Log likelihood 252.8939 F-statistic 18.22626Durbin-Watson stat 2.031406 Prob(F-statistic) 0

Page 96: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

97Kondisi dan Respon Kebijakan Ekonomi Makro selama Krisis Ekonomi tahun 1997-98

*) Charles PR Joseph :Peneliti Ekonomi, Bagian Studi Ekonomi Makro, DKM, Bank Indonesia, email :[email protected]

Arief Hartawan : Asisten Peneliti Ekonomi, Bagian Studi Ekonomi Makro, DKM, Bank Indonesia, email :[email protected]

Firman Mochtar : Asisten Peneliti Ekonomi, Bagian Studi Ekonomi Makro, DKM, Bank Indonesia, email :[email protected]

KONDISI DAN RESPON KEBIJAKAN EKONOMI MAKROSELAMA KRISIS EKONOMI TAHUN 1997-98

Charles PR Joseph, Arief Hartawan, dan Firman Mochtar *)

Merosot tajamnya kondisi perekonomian nasional sejak terjadinya gejolak nilai tukar pertengahan1997, diyakini sebagai dampak kombinasi antara besarnya aliran modal asing, lemahnya sektor keuangan,serta lemahnya penilaian kegiatan usaha. Tulisan ini ditujukan untuk melihat pengaruh aliran modalkeluar terhadap perekonomian nasional serta efektifitas respon kebijakan yang ditempuh.

Dengan menggunakan model sederhana perekonomian terbuka, hasil pengujian membuktikan bahwaaliran modal keluar secara mendadak dan dalam jumlah yang sangat besar telah mengakibatkan kinerjaperekonomian dengan cepat merosot serta dengan dampak yang cukup lama. Berbagai permasalahanyang timbul selama krisis seperti perekonomian yang terkontraksi, inflasi yang melambung dan nilaitukar yang melemah secara empiris dapat dibuktikan pada studi ini. Dari hasil studi ini juga terlihatbahwa respon kebijakan ekonomi yang ditempuh dengan titik berat pada stabilisasi jangka pendekterbukti cukup berhasil meskipun dengan pengorbanan semakin terkontraksinya perekonomian.Pengujian counterfactual memperkuat hasil ini yaitu bilamana kebijakan suku bunga tinggi segeraditerapkan pada saal awal terjadinya krisis dan secara konsisten dipertahankan maka hasil yang terjadiadalah inflasi yang lebih rendah dan nilai tukar yang lebih kuat, meskipun di sisi lain kebijakan iniberdampak pada semakin merosotnya aktifitas perekonomian. Sedangkan apabila kebijakan fiskaldilakukan lebih ekspansif maka kontraksi perekonomian dapat lebih tertahan, kendati menciptakantrade off pada melemahnya nilai tukar dan melonjaknya inflasi.

Dengan demikian, kombinasi kebijakan yang sebaiknya diterapkan dalam kaitannya dengan upayamempercepat pemulihan perekonomian adalah kombinasi kontraksi di sisi moneter sejak terjadi tekananaliran modal keluar dan ekspansif dari sisi fiskal yang dilakukan secara bertahap. Hal ini didukung darihasil pengujian yang memperlihatkan bilamana kombinasi kebijakan tersebut diterapkan, laju inflasiyang dicapai relatif lebih rendah dengan nilai tukar yang lebih kuat. Namun demikian, kebijakan yangditempuh tersebut dalam kaitannya dengan upaya stabilisasi nilai tukar tetaplah harus memperhatikanfaktor-faktor yang mempengaruhi pergerakannya.

Akhirnya implikasi lebih jauh dari tulisan ini adalah pentingnya upaya mengurangi ketergantunganpembiayaan pembangunan ekonomi yang bersumber dari dana asing, dengan belajar pada pengalamanyang dialami saat ini, maka dapat diyakini bahwa pembangunan yang lebih bersifat ‘indigenous process’akan lebih tahan terhadap gangguan.

Page 97: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

98 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

I. Latar Belakang

K ondisi perekonomian nasional sejak terjadinya gejolak nilai tukar pertengahan1997 berubah secara drastis. Berbagai perkembangan perekonomian yangmengesankan dalam saat dekade terakhir sepertinya dengan cepat memudar.

Perekonomian nasional terus mengalami kontraksi sebesar 12,59% hingga triwulan II/1998.Pendapatan perkapita merosot tajam sehingga menempatkan Indonesia kembali padaklasifikasi negara “miskin”. Laju inflasi melambung tinggi yang hingga September 1998telah mencapai 75,47%. Meskipun belum mencapai hyperinflation seperti yang pernah terjadidi tahun 1960-an, laju inflasi yang tinggi ini telah menekan daya beli riil masyarakatkhususnya bagi mereka yang berpenghasilan tetap dan masyarakat kecil.

Berbagai interpretasi atas penyebab terjadinya krisis ekonomi telah banyakdikemukakan. Salah satunya adalah kombinasi dari aliran modal keluar, sektor keuanganyang rentan, dan penataan kegiatan dunia usaha yang lemah (poor corporate governance)(Bank Indonesia, 1998). Bermula dari menurunnya kepercayaan investor asing yangkemudian diikuti oleh berbaliknya modal (capital reversal), kondisi perekonomian dengancepat memburuk. Kondisi ini semakin diperparah karena pada saat bersamaan sektorkeuangan dan sektor kegiatan usaha berada dalam kondisi yang rapuh. Akibat akumulasimasalah tersebut, maka selanjutnya berdampak pada penurunan drastis kinerjaperekonomian seperti tercermin pada krisis yang terjadi saat ini.

Guna mengatasi permasalahan tersebut, berbagai kebijakan ekonomi makro telahditempuh. Dari sisi kebijakan moneter, pemerintah dengan dukungan IMF telah mengambilberbagai kebijakan1. Kebijakan yang ditempuh secara garis besar adalah penerapan sistimnilai tukar mengambang (floating exchange rate) sejak tanggal 14 Agustus 1997, penerapankebijakan moneter ketat guna meredam tekanan terhadap neraca pembayaran serta tindakanterpadu untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan sistem keuangan dan perbankan.

Sementara dari sisi fiskal, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal yang berhati-hatiantara lain dengan mengurangi ekspansi pengeluaran pemerintah untuk proyek investasinamun meningkatkan pengeluaran dalam rangka program restrukturisasi sektor keuangandan untuk kepentingan sosial (social safety net). Selain kedua kebijakan di atas, juga dilakukanreformasi struktural untuk menghilangkan/mengurangi berbagai distorsi dalamperekonomian.

Memperhatikan kondisi perekonomian yang terjadi serta respon kebijakan yangditempuh dalam kaitannya dengan stabilization program selama krisis, maka tujuan penelitian

1 Pembahasan lengkap mengenai kebijakan moneter yang ditempuh dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan,lihat Zulverdi (1998)

Page 98: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

99Kondisi dan Respon Kebijakan Ekonomi Makro selama Krisis Ekonomi tahun 1997-98

ini, pertama mengindentifikasi dampak kondisi ekonomi yang terjadi terhadap perekonomiannasional. Dalam penelitian ini kondisi yang dimaksud dibatasi pada keadaan meningkatnyaaliran modal keluar. Kedua, melihat respon variabel penting ekonomi makro terhadapkebijakan ekonomi makro yang ditempuh pemerintah di tengah kondisi meningkatnya aliranmodal keluar, dan ketiga, penelitian ini diharapkan akan mampu menyajikan altematifkombinasi kebijakan ekonomi makro guna mempercepat pemulihan kondisi perekonomiannasional.

Berpijak pada tujuan penelitian tersebut, tulisan ini terdiri dari delapan bagian. Padabagian dua secara umum akan melihat perkembangan ekonomi sebelum dan selama masakrisis, serta kebijakan ekonomi makro yang ditempuh selama masa krisis ekonomi tahun1997- 1998. Bagian tiga dan empat akan menyajikan model yang digunakan dalammenjelaskan pengaruh kondisi aliran modal keluar serta kebijakan ekonomi makro yangditempuh terhadap variabel ekonomi makro Indonesia.

Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan yang telah diuji pada bagian empat,bagian lima akan melihat sensitivitas variabel ekonomi terhadap aliran modal keluar dankebijakan ekonomi makro saat kebijakan nilai tukar mengambang bebas diterapkan, baiksecara parsial maupun setelah dilakukan kombinasi . Secara implisit. bagian ini diharapkanakan mampu menjelaskan apakah krisis yang terjadi pada tahun 1997, sebenarnya dapatjuga terjadi pada periode sebelumnya bilamana terjadi aliran modal keluar yang cukupbesar pada saat tersebut.

Dengan tetap menggunakan persamaan yang telah ada, pada bagian enam akandilakukan pengujian out of sample. Selain itu bagian ini juga melakukan pengujian counterfactual yang bertujuan melihat kondisi perekonomian seandainya dilakukan altenatifkebijakan lain di luar kebijakan yang telah diterapkan. Akhirnya bagian ini juga diharapkanakan mampu mencari kemungkinan alternatif kombinasi kebijakan ekonomi makro dalamkaitannya dengan program pemulihan ekonomi. Selanjutnya dua bagian terakhir merupakankesimpulan dan implikasi kebijakan serta saran lanjutan dari penelitian ini.

II. Kondisi dan Kebijakan yang Ditempuh

2.1. Kondisi Ekonomi Sebelum Krisis

Sampai dengan pertengahan 1997, perekonomian Indonesia secara umummenunjukkan perkembangan mengesankan sebagaimana tercermin pada pertumbuhanekonomi yang tinggi (rata-rata di atas 7% pertahun) dan laju inflasi yang rendah (di bawah10%) (Tabel 1). Salah satu faktor positif yang menjadi kontributor baiknya kondisi tersebut

Page 99: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

100 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

adalah ditempuhnya kebijakan moneter dan fiskal yang berhati-hati. Dengan kombinasikedua kebijakan tersebut maka berdampak pada mantapnya situasi ekonomi secara makrodan iklim usaha yang kondusif.

Tabel 1. Indikator Ekonomi Makro

Indikator 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997*

PDB (%pertumbuhan) 8.9 7.2 7.3 7.5 8.2 8.0 6.1Total investasi (%) 6.9 5.3 6.0 13.8 14.0 14.8 5.4Total konsumsi (%) 7.3 3.3 10.1 7.1 11.1 8.5 6.3Inflasi (%) 9.9 5.0 10.2 9.6 9.0 6.6 5.1Harga Traded Goods (%) 9.6 5.2 9.2 9.5 9.5 5.5 5.0Harga Non Traded Goods (%) 10.7 4.8 12.1 9.8 8.1 8.8 5.4M2 (%) 17.0 20.2 22.0 20.2 27.6 29.6 25.4NFA (%) 46.5 29.7 -3.1 -14.9 29.1 55.2 46.3Kredit (%) 16.3 8.9 21.7 25.1 24.0 23.7 24.8Suku Bunga Deposito 3 bln (%) 23.3 20.4 14.5 12.6 17.2 17.0 15.9Transaksi berjalan (% thd PDB) -3.4 -2.2 -1.6 -1.7 -3.4 -3.4 -3.5Debt Service Ratio (%) 28.8 34.9 31.3 32.6 30.3 35.9 36.0Hutang LN swasta ($ miliar) 16.6 20.1 28.1 37.9 48.2 54.9 65.0

*) Juni 1997, kecuali PDB

Dibalik kondisi tersebut, beberapa pihak berargumen bahwa kinerja yang tejaditidaklah dibangun atas dasar struktur yang kuat. Menurut Warr (1998) pertumbuhan ekonomiyang tinggi lebih disebabkan oleh penumpukkan stok modal melalui aliran modal asingketimbang peningkatan produktifitas tenaga kerja2. Adanya deregulasi sektor keuangan diakhir dekade 1980-an telah berdampak pada meningkatnya arus modal masuk khususnyamelalui hutang swasta. Hutang swasta dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatanyang hingga akhir 1996 telah mencapai US$ 51,1 rniliar (Tabel 1). Tingginya arus modalmasuk kemudian berdampak pada perkembangan besaran-besaran moneter. Pertumbuhanuang beredar, terutama M2, naik pesat didorong oleh meningkatnya arus modal masuk(Tabel 1 ).

Tersedianya sumber-sumber pembiayaan terutama dari luar negeri tersebut, -- sebagianbesar berbentuk pinjaman yang terkait dengan kegiatan investasi swasta--, telah mendorongpesatnya pertumbuhan investasi dan konsumsi. Investasi swasta sebagaimana tercermin

2 Sebagaimana dikulip Basri dan Kuncoro (1998)

Page 100: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

101Kondisi dan Respon Kebijakan Ekonomi Makro selama Krisis Ekonomi tahun 1997-98

pada tingginya angka persetujuan PMA dan PMDN mengalami pertumbuhan yang cukuptinggi seiring dengan meningkatnya arus modal masuk. Sementara itu total konsumsi tumbuhrata-rata di atas 8% sejalan dengan meningkatnya konsumsi swasta (Tabel 1 ).

Berbagai perkembangan yang melatarbelakangi kinerja ekonomi tersebut selanjutnyasecara tidak langsung telah mengakibatkan terjadi ketidakseimbangan keuangan yang cukupbesar (large financial imbalances) seperti tercermin pada besarnya defisit neraca transaksiberjalan, tingginya laju inflasi, nilai tukar yang terapresiasi secara riil dan tingginya sukubunga. Dari sisi neraca transaksi berjalan, besarnya defisit yang terjadi tidak terlepas daritingginya permintaan impor sejalan dengan meningkatnya permintaan domestik. Sebaliknyaekspor melemah akibat melemahnya daya saing dan dialihkannya sebagian produksi barang-barang ekspor untuk memenuhi pesatnya peningkatan permintaan dalam negeri.Perkembangan ini secara keseluruhan mengakibatkan tetap besarnya defisit transaksi berjalan.

Sementara dari sisi harga, tingginya permintaan domestik telah meningkatkan harganon traded goods. Bila dikaitkan dengan nilai tukar maka tingginya inflasi non trade goods initelah menyebabkan nilai tukar secara riil menjadi terapresiasi, karena pada sisi lain hargatraded goods relatif konstan.

2.2. Kondisi dan Respon KebiJakan Selama Krisis

Memasuki semester kedua tahun 1997 kondisi perekonomian mulai menghadapipermasalahan. Keraguan investor asing terhadap kesinambungan sektor ekstemal nasionalsebagai dampak penularan krisis keuangan dan politik di Thailand, telah secara cepatdiikuti penarikan dana sehingga telah berdampak sangat dalam terhadap kinerjaperekonomian nasional. Struktur fundamental perekonomian yang rentan dan rapuhsemakin terbuka dengan ditariknya modal asing tersebut. Investasi mengalami penurunanyang sangat tajam, inflasi meningkat tinggi, nilai tukar merosot tajam serta berbagai dampaknegatif lainnya sebagaimana dikemukakan di bagian awal tulisan.

Memperhatikan kondisi perekonomian tersebut, sebagaimana juga telah diuraikansebelumnya, respon kebijakan yang telah ditempuh untuk mengatasi krisis merupakankebijakan terpadu mencakup kebijakan moneter, fiskal, dan sektoral. Secara umum kebijakanyang ditempuh adalah penerapan kebijakan moneter ketat serta menerapkan kebijakan fiskalyang berhati-hati antara lain dengan mengurangi ekspansi pengeluaran pemerintah. Berikutini disajikan secara kronologis pokok-pokok kebijakan yang telah ditempuh.

Periode Juli -Agustus 1997 : Temporary AdjustmentSecara umum, kebijakan yang ditempuh pada periode awal terjadinya krisis

mengindikasikan adanya keragu-raguan dari pengambil kebijakan atas shock yang terjadi

Page 101: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

102 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

apakah bersifat temporary atau permanent. Pada saat itu, sempat berkembang pemikiran bahwakondisi fundamental perekonomian Indonesia lebih baik dari negara-negara yang mengalamikrisis, sehingga kebijakan yang diterapkan cukup yang bersifat penyesuaian sementara.

Untuk meredam gejolak nilai tukar. Pemerintah berupaya melakukan beberapa langkahpengetatan baik melalui kebijakan moneter maupun fiskal. Dari sisi kebijakan moneter antaralain melalui intervensi baik secara spot maupun secara forward dan meningkatkan fleksibilitasnilai tukar Rupiah melalui pelebaran rentang intervensi nilai tukar menjadi 12% dankemudian diakhiri dengan penghapusan rentang intervensi pada 14 Agustus 1997.

Selanjutnya, untuk lebih mengefektifkan kontraksi moneter melalui operasi pasarterbuka. Bank Indonesia menghentikan pembelian SBPU perbankan sejak tanggal 24 Juli1997, demikian pula dengan Fasilitas Diskonto I dan SBI Repo juga dihentikan. Upayatersebut belum cukup, Rupiah masih mengalami tekanan depresiasi yang tajam. Untuk itu,pada tanggal 19 Agustus 1997. Bank Indonesia menaikan suku bunga SBI intervensi untukseluruh jangka waktu yang mencapai tertinggi 30% untuk jangka waktu 1 bulan. Akibatpeningkatan SBI tersebut, suku bunga overnight di pasar uang antarbank sempat mencapai 159%.

Selain itu, pemerintah melakukan penarikan dana BUMN seperti PT Jamsostek danDana Pensiun BUMN ke dalam SBI pada tanggal 15 s.d. 22 Agustus 1997 berjumlah sebesarRp3,3 triliun. Di sisi fiskal, pemerintah melakukan konsolidasi anggaran dengan melakukanpenangguhan dan pengkajian ulang proyek BUMM yang bermuatan impor tinggi dan yangmenggunakan sumber pendanaan luar negeri.

Periode September -Desember 1997: Inconsistency Monetary Policies

Pada periode ini, kebijakan yang ditempuh secara umum mencerminkan perhatianyang lebih serius dari pengambil kebijakan. Namun demikian, masih terdapatketidakkonsistenan dalam melaksanakan kebijakan, seperti ditunjukkan oleh kebijakanuntuk kembali melonggarkan likuiditas perekonomian meskipun tekanan depresiasi masihtetap tinggi.

Ketatnya likuiditas di pasar uang serta menghindari kemungkinan semakinmemburuknya situasi perekonomian, telah memaksa Bank Indonesia untuk menurunkandiskonto SBI intervensi. Penurunan dilakukan secara bertahap sejak 4 September sampaidengan 20 Oktober 1997. Selain itu, juga dilakukan pencairan lebih awal SBI Khusus milikBUMN, Yayasan dan Lembaga lainnya (sejak tanggal 17 September 1997), serta pelonggaranpenyediaan kredit likuiditas terutama untuk program pengembangan usaha kecil.

Sebagai alternatif dari pengetatan moneter, langkah-langkah untuk meredam gejolaknilai tukar dilakukan dengan berupaya meningkatkan pasokan devisa dan memantau

Page 102: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

103Kondisi dan Respon Kebijakan Ekonomi Makro selama Krisis Ekonomi tahun 1997-98

kebutuhan devisa pihak swasta. Langkah tersebut dilakukan melalui intervensi di pasarvaluta asing, kebijakan Swap khusus untuk eksportir tertentu dan fasilitas forward kepadaimportir (2 Oktober 1997), penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) Valas menjadi 3%,penangguhan rencana prepayment pinjaman komersial sebesar USD350 juta, dan penyediaankembali fasilitas SBPU kepada perbankan secara bertahap dan terukur sejak tanggal 21Oktober 1997 yang diprioritaskan bagi bank yang memenuhi persyaratan tertentu.

Di sisi kebijakan fiskal dilakukan antara lain dengan meningkatkan disiplin anggaranyang meliputi langkah-langkah sebagai berikut : peningkatan penerimaan dari sumber non-migas yang diusahakan melalui peningkatan pajak barang mewah serta penerimaan bukanpajak, perbaikan administrasi dan struktur perpajakan, pengurangan subsidi, dan privatisasi BUMN.

Kebijakan sektor riil antara lain mencakup langkah-langkah menghilangkan distorsiseperti penghapusan tata niaga impor kedelai, bawang putih dan gandum, sertapenghapusan Harga Pasokan Setempat (HPS) semen, serta kemudahan tata niaga beberapakomoditi, penurunan secara bertahap tarif bea masuk beberapa. produk dan penghapusanPPN untuk pembelian bahan baku dan jasa dari pemasok dalam negeri kepada perusahaanberstatus Perusahaan Eksportir Tertentu (PET) dalam rangka ekspor tidak. langsung,penambahan kelompok/jenis komoditas cakupan.PET dari 10 menjadi 18, penetapan standarkonversi penggunaan bahan baku/penolong untuk komoditas ekspor.

Periode Januari-November 1998 : Growing Concern about Crisis

Perkembangan yang terjadi telah menyadarkan semua pihak bahwa krisis semakindalam dan menyentuh seluruh bidang. Oleh karena itu, kebijakan yang ditempuh lebihtertuju pada upaya untuk mencapai stabilisasi secepatnya agar proses pemulihan ekonomitidak berlangsung dalam waktu yang lama. Hasil dari serangkaian kebijakan tersebut sudahcukup menggembirakan.

Di sisi fiskal, kebijakan yang ditempuh antara lain mencakup pembatasan defisitanggaran antara lain melalui pengurangan subsidi BBM, pencabutan keringanan perpajakanuntuk proyek mobil nasional, dan penghentian penggunaan dana anggaran dan non-anggaran untuk proyek Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN).

Sedangkan di sisi moneter, kebijakan yang dilakukan antara lain meliputi pengetatanlikuiditas perekonomian yang dicerminkan oleh kenaikan suku bunga SBI beberapa kaliyaitu pada tanggal 27 Januari, 23 Maret, 21 April, dan 7 Mei 1998, meskipun dalamperkembangan selanjutnya, suku bunga yang terjadi merupakan hasil dari target kuantitasyang ingin dicapai oleh otoritas moneter. Suku bunga SBI sempat mencapai 70,2% padalelang tanggal 2 September 1998 dan selanjutnya berangsur-angsur menurun menjadi 46,7%pada lelang 25 Nopember 1998.

Page 103: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

104 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Selain itu, untuk mengurangi tekanan permintaan valuta asing juga dilakukanlangkah-langkah untuk mempercepat penyelesaian hutang Swasta, antara lain melaluipembentukan INDRA dan Jakarta inisiatif.

Di bidang keuangan dan sektor riil, langkah-langkah yang dilakukan adalahmembentuk Badan Penyehatari Perbankan Nasional, mempercepat proses privatisasi BUMN,mengurangi atau membatasi wewenang distribusi Badan Urusan Logistik (BULOG) hanyauntuk beras, dan menhapus hak monopoli dalam tata niaga berbagai komoditi lainnyaseperti cengkeh, semen, kertas dan kayu.

III. Model yang Digunakan

Dengan memperhatikan kondisi dan respon kebijakan yang ditempuh selama krisis,maka model yang digunakan adalah model sederhana perekonomian terbuka dengan sistemnilai tukar mengambang bebas sebagaimana yang biasa terdapat dalam buku teks ekonomimakro (lihat boks 1 ). Sementara itu data yang digunakan merupakan data kuartalan denganperiode sampel 1983:01 sampai dengan 1997:02. Pengambilan periode ini dimaksudkanuntuk menguji kemungkinan bahwa persamaan struktural dengan periode sampel sebelumterjadinya krisis diharapkan dapat menjelaskan perilaku perekonomian sejak terjadi krisis.

Beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam model ini adalah variabel suku bunga,kredit, pengeluaran pemerintah dan aliran modal asing dianggap sebagai variabel eksogen.Penggunaan variabel aliran modal sebagai variabel eksogen sangat berhubungan denganrealitas yang lerjadi selama krisis berlangsung. Disadari bahwa secara teoritis pergerakanmodal dapat dipengaruhi oleh variabel suku bunga domestik. Namun mengingatpergerakaan modal selama krisis sangat dipengaruhi oleh pengaruh eksternal daripadasuku bunga domestik, maka aliran modal dalam penelitian ini diperlakukan sebagai variabel eksogen.

Sebagaimana dimaklumi, aliran modal keluar tetap terus terjadi selama krisisberlangsung, kendati pada sisi lain Bank Indonesia telah meningkatkan suku bunga. Faktorefek penyebaran krisis keuangan di Thailand, ketidakstabilan kondisi sosial politik nasional,menurunnya kinerja perekonomian regional, serta adanya kegiatan spekulasi di pasar valutaasing, telah memberikan dampak negatif pada aliran modal.

Rachbini (1999) menilai globalisasi keuangan telah memberikan ruang gerak yanglebih besar pada kegiatan spekulasi, yang pada gilirannya berbalik menjadi ketakutan, karenatidak lagi menemukan tempat yang aman untuk menyimpan kekayaan. Denganmemperhatikan kondisi tersebut, maka sulit bagi otoritas moneter dapat mempengaruhialiran modal secara berkesinambungan.

Page 104: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

105Kondisi dan Respon Kebijakan Ekonomi Makro selama Krisis Ekonomi tahun 1997-98

Sementara itu, penggunaan variabel suku bunga, kredit domestik, dan pengeluaranpemerintah sebagai variabel eksogen adalah untuk mendudukan peran ketiga variabeltersebut sebagai variabel kebijakan selama periode penelitian. Beberapa pengalamankebijakan ekonomi makro nasional yang kerap dilakukan - baik pada saat terjadi gangguanekstemal pada dekade 1980-an maupun saat terjadi tekanan dari sisi permintaan yang

Boks 1. Kerangka Model Kondisi Perekonomian Terbuka

Persamaan Definisi

A. Sisi PermintaanI. Keseimbangan Pasar Barang - Kurva ISY = C + I + G + (X-M) Y = PDB DomestikC = C(Y,r) ......................... (1) C = Konsumsi MasyarakatI = I(r, NFA, M) ..........................(2) G = Pengeluaran PemerintahX = X(eP */P, M) .......................(3) X = Ekspor Brg dan JasaM = M(eP */P, Y) ......................(4) M = Impor Brg dan Jasa

r = Suku Bunga NominalP = IHK DomestikP* = IHK luar negerie = Nilai tukar

II. Keseimbangan Pasar Uang - Kurva LMMs = Md Ms = Penawaran UangMs = m x M0 Md = Permintaan UangM0 = NFA + DC M0 = Uang PrimerNFA = R + NFA(-1) m = Money multiplierMd = Md(r, Y, P) ......................(5) R = Tambahan Cd. Devisa

NFA = NFA Bank SentralDC = Domestic Credit

B. Sisi PenawaranY = Y(P, I) ..................................(6)

C. Keseimbangan Neraca Pembayaran - (Kurva BoP)R = (X - M) + S + F F = Aliran modal bersihe = e(DC, NFA, Y, r, P) ...........(7) S = Neraca jasa

r* = Suku bunga luar negeriD. Persamaan Inflasi

P = P (Y, eP*) ............................(8)

Page 105: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

106 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

mengakibatkan memanasnya suhu perekonomian pada awal dekade 1990-an - adalahdengan mengubah ketiga variabel tersebut melalui berbagai altematif instrumen3.

Dengan mengacu pada asumsi dasar tersebut, maka model akan dibagi menjadi 4blok model sederhana, yaitu blok pasar barang, blok pasar uang, blok penawaran agregat,dan blok neraca pembayaran. Pada masing-masing blok terdiri atas beberapa persamaanstruktural. Secara umum persamaan struktural dalam model ini adalah persamaan “standar”buku teks ekonomi makro dan pernah digunakan oleh Nopirin (1983), MODBI, dan Yoshino(1998) dalam mengestimasi perilaku variabel ekonomi makro Indonesia.

Persamaan konsumsi swasta merupakan fungsi dari pendapatan dan tingkat bunga.Hubungannya positif terhadap pendapatan dan negatif terhadap suku bunga. Apabilapendapatan meningkat maka konsumsi juga akan bertambah, sedangkan bila suku bungameningkat maka akan ada bagian dari pendapatan yang semula ditujukan untuk konsumsikemudian dialihkan menjadi tabungan sebagai respon terhadap kenaikan suku bunga.

Investasi merupakan fungsi dari suku bunga, aliran modal dan impor. Hubunganantara variabel bebas dengan investasi adalah : suku bunga memiliki hubungan yang negatif,sementara aliran modal dan impor memiliki hubungan yang positif. Suku bunga dalam halini dianggap sebagai komponen biaya dalam melakukan investasi. Bila suku bunga naik.maka “biaya” meningkat sehingga dapat menurunkan minat investasi.

Hubungan yang positif antara aliran modal dengan investasi dimaksudkan untukmenangkap hubungan antara external financing dengan kegiatan investasi. Penggunaanaliran modal sebagai faktor yang mempengaruhi investasi bermula dari pemikiran tentangteori akselator dalam investasi. Pada teori murni fungsi akselerator ini diwakili olehperubahan pendapatan nasional. Namun demikian, dalam kondisi perekonomian yangsangat tergantung pada dana luar negeri, maka fungsi akselerator ini digantikan oleh variabelaliran modal. Kendati hubungan ini masih dapat diperdebatkan, diharapkan hasil estimasiakan mampu menjelaskan hubungan antara aliran modal asing dengan investasi. Sedangkanhubungan investasi dengan impor adalah untuk menangkap adanya linkage bahwaketergantungan industri dalam negeri terhadap impor masih sangat besar (HIID, 1995).Oleh karena itu diyakini bahwa kenaikan investasi akan dibarengi pula oleh kenaikanimpor, terutama bahan baku dan barang modal.

Persamaan ekspor merupakan fungsi dari nilai tukar riil dan impor. Penggunaanvariabel impor dalam persamaan ekspor, adalah untuk menangkap peranan kandunganimpor dalam mendorong ekspor nasional. Sebuah estimasi HIID (1995) memperlihatkan

3 Pembahasan mengenai kebijakan ekonomi makro untuk dekade 1980-an lihat Woo dkk (1994), sementarakebijakan pada dekade awal 1990-an lihat Ahmed (1993)

Page 106: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

107Kondisi dan Respon Kebijakan Ekonomi Makro selama Krisis Ekonomi tahun 1997-98

bahwa sekitar 1/3 impor nasional digunakan untuk investasi domestik dan kegiatan ekspor.Sementara itu, hubungan nilai tukar riil dengan ekspor memiliki hubungan yang positifyaitu bila rupiah mengalami depresiasi maka ekspor akan meningkat.

Sedangkan persamaan impor merupakan fungsi dari nilai tukar riil dan pendapatanIndonesia. Nilai tukar memiliki hubungan yang negatif dengan impor karena bila terjadiapresiasi rupiah maka impor meningkat. Hal ini karena sebagai akibat apresiasi rupiah,harga barang impor menjadi relatif lebih murah (in terms of rupiah). Sementara hubunganantara pendapatan domestik dengan impor adalah positif, yaitu bila pendapatan Indonesiameningkat maka permintaan impor akan juga meningkat.

Pada blok pasar uang, dengan mengasumsikan terjadi kesimbangan antara permintaandan penawaran uang, maka permintaan uang merupakan fungsi dari suku bunga,pendapatan dan inflasi. Permintaan uang memiliki hubungan yang negatif dengan sukubunga, namun positif terhadap pendapatan dan inflasi. Apabila suku bunga naik makamasyarakat cenderung untuk menabung sehingga permintaan uang akan turun. Sedangkanbila pendapatan naik maka permintaan uang naik seiring dengan meningkatnya transaksipengeluaran. Sementara itu, permintaan uang juga dipengaruhi oleh inflasi yaitu bila inflasinaik maka orang akan lebih cenderung memegang uang dari pada menyimpannya dalamsistem perbankan, sehingga naiknya inflasi mengakibatkan permintaan uang akan meningkat.

Keterbatasan data dan informasi tentang kondisi pasar tenaga kerja Indonesia dankesulitan dalam mengukur total factor productivity menyebabkan dalam penelitian inipersamaan penawaran agregat tidak dapat disusun sebagai fungsi dari capital, labor dantotal factor productivity sebagaimana tercantum dalam buku teks makroekonomi. Oleh karenaitu, dalam penelitian ini persamaan sisi penawaran diestimasi sehingga merupakan fungsidari harga dan investasi.

Pada dasarnya model penawaran agregat yang digunakan dalam penelitian inimerupakan pengembangan dari model open macro economy oleh Yoshino (1998). Dalammodelnya, Yoshino menggunakan inflasi yang diukur dengan survey biaya hidup (cost ofliving index) sebagai faktor yang mempengaruhi penawaran agregat dengan hubungan yangpositif. Semakin tinggi inflasi (tingkat harga) maka ada insentif bagi produsen untukmeningkatkan produksinya sehingga penawaran agregat bertambah. Sedangkan hubunganpenawaran agregat dengan investasi adalah positif yaitu bila terjadi peningkatan investasimaka yang berarti akan terjadi peningkatan kapasitas produksi akibat meningkatnya stokmodal dan selanjutnya dapat meningkatkan penawaran agregat.

Persamaan nilai tukar dalam keseimbangan neraca pembayaran secara mendasarmerupakan sintesis model moneter dan keynesian dimana nilai tukar ditentukan oleh selisihuang beredar, selisih pendapatan nasional, dan selisih suku bunga antara domestik dan

Page 107: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

108 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

partner dagang. Namun demikian, mengingat relatif tetapnya variabel eksternal. makapersamaan nilai tukar ditentukan oleh domestic credit, aliran modal, pendapatan nasional,suku bunga dan laju inflasi.

Pengaruh uang beredar terhadap nilai tukar dapat dipisahkan menjadi dua yaitupengaruh domestic credit dan aliran modal asing. Domestic credit memiliki hubungan yangpositif dengan nilai tukar dimana bila terjadi penambahan domestic credit, maka excess liquidityakan menyebabkan tekanan depresiasi rupiah (kurs Rp/USD) meningkat. Sedangkan aliranmodal memiliki hubungan yang negatif, karena semakin meningkat aliran modal masukberarti permintaan terhadap rupiah akan semakin meningkat yang pada akhirnya akanmemperkuat posisi rupiah. Sementara itu variabel suku bunga memiliki hubungan negatifdengan nilai tukar, dimana kenaikan suku bunga memberikan pengaruh apresiasi nilaitukar melalui penurunan permintaan uang.

Sedangkan pengaruh variabel pendapatan terhadap nilai tukar memberikan pengaruhsearah terhadap nilai tukar. Sesuai dengan pendekatan Keynes bahwa peningkatanpendapatan akan meningkatkan impor yang selanjutnya akan meningkatkan permintaanvaluta asing guna membiayai impor tersebut. Hal ini pada gilirannya akan menyebabkantekanan depresiasi bagi rupiah. Variabel lain yang digunakan adalah inflasi dimanahubungannya dengan nilai tukar adalah positif. Berdasarkan pendekatan purchasing powerparity bila terjadi peningkatan inflasi, maka untuk mempertahankan keseimbangan law ofone price nilai tukar harus terdepresiasi.

Untuk inflasi diasumsikan merupakan fungsi dari pendapatan nasional dan nilaitukar. Peningkatan pendapatan akan mendorong peningkatan konsumsi, bila ketersediaanbarang tidak bertambah sejumlah peningkatan permintaan, maka kenaikan konsumsiakan menimbulkan tekanan kenaikan harga (demand pull inflation).Sedangkan depresiasinilai tukar mempengaruhi kenaikan inflasi melalui peningkatan harga input yang memilikikomponen impor yang tinggi. Kenaikan harga input ini selanjutnya akan mengurangipenawaran agregat sehingga akan meningkatkan harga (cost push inflation).

IV. Hasil Persamaan Struktural dan Simulasi Model

4.1. Persamaan Struktural

Hasil estimasi persamaan struktural, secara parsial memberikan hasil yang cukupmemuaskan dengan arah yang sesuai hipotesa awal, meskipun pada beberapa persamaanstruktural memiliki indikasi terjadinya permasalahan autokorelasi yang tercermin padakecilnya hasil uji D-W atau besarnya uji lagged residual (εt-1). Namun, mengingat model yangdigunakan secara mendasar merupakan aplikasi kaidah teori ekonomi makro sederhana,

Page 108: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

109Kondisi dan Respon Kebijakan Ekonomi Makro selama Krisis Ekonomi tahun 1997-98

maka upaya melakukan koreksi persamaan guna menghasilkan D-W atau εt-1, yang optimalseminimal mungkin dihindari. Upaya menghindari upaya koreksi tersebut masih dapatditolerir, mengingat koefisien estimasi pada persamaan yang mengandung autokorelasiakan tetap tidak bias dan masih konstisten kendati pada sisi lain autokorelasi akanmenyebabkan koefisien estimasi menjadi tidak efisien (varians tidak minimum) (Gujarati,1997 hal 410).

Kecilnya nilai D-W ataupun εt-1, secara teoritis ekonometrik ini dapat dipahamimengingat data yang digunakan adalah data level, dengan kata lain data yang digunakantidak ditransformasikan terlebih dahulu dalam bentuk lainnya seperti pertumbuhan dannilai perubahan. Sebagaimana dikemukakan Gujarati (1997), salah satu penyebab terjadinyaautokorelasi ini adalah penggunaan data variabel ekonomi yang sebagian besarberkarakteristik sangat kaku terhadap perubahan waktu (inertia). Oleh karena itu pada saatdilakukan uji regresi dengan menggunakan data deret waktu, maka error yang didapatakan menunjukkan terjadinya hubungan yang saling terkait dengan error masa lalu.

Hal lain yang menyebabkan terjadinya permasalahan autokorelasi terutama padapersamaan nilai tukar adalah penerapan kebijakan nilai tukar mengambang terkendali.Sebagaimana diketahui, dalam kebijakan nilai tukar mengambang terkendali otoritasmoneter akan “mengarahkan” pergerakan nilai tukar kepada satu arah guna menciptakannilai tukar riil yang stabil. Bank sentral akan melakukan intervensi di pasar valas pada saatnilai tukar berada di luar rentang yang “dikehendaki”. Berdasarkan data yang “semu“tersebut, maka dapat dimengerti terjadinya autokorelasi pada persamaan nilai tukar selamaperiode observasi.

Berikut ini akan diuraikan secara singkat hasil pengujian dengan Eviews untuk masing-masing persamaan struktural.

Persamaan Konsumsi

LOG(C) = 0.71*LOG(Y) - 0.004*r(-1) + 0.251*LOG(C(-1)) .......................(1a) (6.9) (-1.81) (2.31)

R2 = 0,95 εt-1

= 4,99 F-Stat = 575,9

Untuk persamaan konsumsi swasta menunjukkan bahwa seluruh variabel penjelasmenghasilkan arah koefisien yang sesuai dengan hipotesa awal, dan dengan R2 yang cukuptinggi yaitu 95%. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa variabel pendapatan sangatsignifikan dalam mempengaruhi konsumsi sektor swasta dengan marginal propensity toconsume (MPC) sebesar 0,71. Dalam jangka panjang dimana kondisi steady state tercapai(Ct=C(t-1)). MPC adalah sekitar 0,93. MPC jangka panjang ini tidak berbeda jauh dengan

Page 109: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

110 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

hasil penelitian oleh Nopirin (1983) yaitu sebesar 0,89. Sementara variabel suku bungameskipun memiliki tanda koefisien yang sesuai dengan hipotesa awal, namun elastisitasnyadan pengaruh parsialnya kurang signifikan.

Persamaan Investasi

LOG(I) = 2.22 - 0.011*d(r(-1)) + 0.31*LOG(NFA(-1)) + 0.47*LOG(M(-1)) ........ (2a) (3.53) (-0.75) (4.23) (3.98)R2 = 0,84 D-W = 1,19 F-Stat = 95,71

Variabel penjelas dalam persamaan investasi juga memberikan arah koefisien yangbenar dengan signifikansi pengaruh parsial yang cukup tinggi, kecuali pada variabel sukubunga. Suku bunga, meskipun memberikan tanda koefisien yang sesuai dengan hipotesaawal, namun hanya menghasilkan elastisitas yang relatif kecil sehingga kontribusi perubahansuku bunga tidak banyak mempengaruhi investasi (investasi inelastis terhadap suku bunga).

Sementara itu variabel impor dan pemasukan modal bersih mempengaruhi investasisecara signifikan. Besarnya peranan impor dan pemasukan modal bersih dalammempengaruhi investasi mengindikasikan bahwa investasi yang terjadi di Indonesiasebagian besar bersumber dari external finance dan memiliki hubungan yang besar denganimpor. Kondisi ini semakin memperkuat dugaan bahwa investasi di Indonesia akan sangatrentan terhadap external shock terutama yang terkait dengan impor dan aliran modal.

Persamaan Ekspor

LOG(X) = 0.173*LOG((e*P*)/P) + 0.251*LOG(M(-1)) + 0.618*LOG(X(-1)) ....... (3a) (2.88) (2.89) (5.71)

R2 = 0,88 εt-1 = -0,42 F-Stat = 220,31

Hasil estimasi memperlihatkan bahwa faktor penting yang mempengaruhi ekspornasional adalah kinerja impor periode sebelumnya. Sementara faktor nilai tukar, yang dapatmenjadi pendorong daya saing, hanya memberikan kontribusi yang relatif lebih kecil. Hasilini bisa menjelaskan bahwa kinerja ekspor kita belum memuaskan karena depresiasi rupiahyang tajam telah menyebabkan anjloknya impor. Keterkaitan yang erat antara impor denganekspor mengakibatkan ekspor belum membaik selama impor masih menurun.

Persamaan Impor

LOG(M) = 1.171*-0.554*LOG((e*P*)/P) + 0.756*LOG(Y) + 0.444*LOG(M(-1)) ....(4a) (1.35) (-3.96) (5.78) (4.46)R2 = 0,95 εt-1 = -1,52 F-Stat = 370.24

Page 110: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

111Kondisi dan Respon Kebijakan Ekonomi Makro selama Krisis Ekonomi tahun 1997-98

Hasil pengujian memperlihatkan variabel pendapatan nasional dan nilai tukar riilsangat menentukan permintaan impor. Relatif besarnya elastisitas pendapatan menunjukkankecenderungan adanya demonstration effect dimana keinginan mengkonsumsi barang- barangimpor akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan. Selanjutnya dariperhitungan income elasticity of import diketahui sebesar 1.36. Perekonomian dalam tahappembangunan yang lebih tinggi idealnya memiliki income elasticity of import sekitar 1. Hasilperhitungan model menunjukkan bahwa import penetration perekonomian Indonesia masihtinggi yang berarti bahwa setiap 1% peningkatan pendapatan akan diikuti oleh peningkatanimport yang lebih besar dari 1%. Temuan ini semakin memperkuat dugaan bahwa impormemiliki keterkaitan yang dalam perekonomian dimana setiap kali terjadi peningkatanpendapatan cenderung diikuti oleh peningkatan impor yang lebih besar.

Persamaan Permintaan Uang

LOG(Md) = -5.99 - 0.004*r + 0.963*LOG(Y) + 1.21*LOG(P) ................... (5a) (-2.69) (-1.70) (2.97) (3.86)R2 = 0,99 D-W = 0,59 F-Stat = 2219.52

Permintaan uang di Indonesia sangat dipengaruhi oleh pendapatan dan inflasi.Sebagaimana terlihat pada negara-negara berkembang lainnya, pengaruh pendapatannasional terhadap permintaan uang lebih elastis dibandingkan pengaruh suku bunga4.Hal ini masih mengimplikasikan kuatnya pengaruh motif transaksi dalam permintaanuang Indonesia.

Persamaan Penawaran Agregat

LOG(Y) = 5.28 + 0.356*LOG(P) + 0.436*LOG(I(-1)) ........................ (6a)

(16.13) (6.36) (7.91)

R2 = 0.94 D-W = 1.21 F-Stat = 611.12

Secara umum variabel inflasi dan investasi menunjukkan pengaruh yang sesuaidengan hipotesa awal dengan tingkat signifikasi yang cukup tinggi. Hasil persamaanini memperlihatkan bahwa meningkatnya penawaran agregat akan sangat dipengaruhioleh peningkatan investasi tahun sebelumnya. Sementara itu, pada persamaan investasidiketahui bahwa investasi domestik dipengaruhi oleh besarnya aliran modal. Berdasarkantransmisi ini secara tidak langsung mengimplikasikan bahwa sisi penawaran nasionaljuga dipengaruhi oleh aliran modal asing. Bilamana aliran modal asing meningkat makaakan terjadi peningkalan stok modal, yang selanjutnya akan mampu meningkatan kapasitas

4 Hasil pengujian untuk negara-negara berkembang lihat Haque, Kajal Lahiri, dan Peter J. Montiel (1990)

Page 111: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

112 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

produksi. Hasil persamaan ini semakin memperkuat indikasi kuatnya pengaruh externalfinancing sebagaimana dikemukakan oleh Warr (1998).

Persamaan Nilai Tukar

LOG(e)=1.58+1.96e-05*(DC)-0.091*LOG(NFA(-1))+0.037*LOG(Y)-0.009*d(r)+1.515*LOG(P) ....(7a) (0.53) (4.22) (-1.0) (0.08) (-1.35) (3.34)

R2 = 0.92 D-W = 0.46 F-Stat = 121.47

Variabel-variabel penjelas menunjukkan arah yang sesuai dengan hipotesa, dimanaaliran modal mempunyai pengaruh yang kuat terhadap nilai tukar rupiah. Dibandingkanvariabel domestic credit serta variabel kebijakan suku bunga, maka besarnya pengaruh variabelNFA sekali lagi mengindikasikan kuatnya pengaruh pergerakan dana asing dalammempengaruhi nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, perubahan ekspektasi asing terhadapprospek perekonomian yang selanjutnya diikuti dengan perubahan besarnya aliran modalasing akan sangat mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah.

Persamaan Harga

LOG(P) = 0.316*LOG(e(-1) x P*(-1)) + 0.053*LOG(Y(-1)) .............. (8a) (1.55) (0.24)R2 = 0.63 D-W = 0.01 F-Stat = 95.85

Pada persamaan harga memperlihatkan bahwa nilai tukar mempunyai pengaruhyang kuat terhadap perkembangan harga. Tingginya fluktuasi nilai tukar yang dalam halini mewakili sisi penawaran memberikan dampak yang lebih kuat dibandingkan perubahanpada sisi permintaan yang diwakili oleh pendapatan. Hal ini lebih lanjut mengindikasikanbahwa sisi penawaran melalui imported inflation sangat dominan mempengaruhi laju inflasiIndonesia.

V. Analisa Sensitivitas

Untuk melihat sensitivitas model terhadap suatu shock (perubahan) maka dilakukanuji sensitivitas dengan menerapkan satu shock ke dalam model. Uji ini berguna untuk melihatreaksi variabel dalam model (dari tanda positif atau negatif) akibat shock satu variabeleksogen. Selain itu, hasil pengujian ini juga dapat memberikan informasi tentang bagaimanapengaruh shock tersebut terhadap perilaku variabel di dalam model, khususnya berkaitandengan berapa lama waktu pengaruh shock terjadi, seberapa besar pengaruh shock, danberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk kembali pada keseimbangan jangka panjangnya.

Page 112: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

113Kondisi dan Respon Kebijakan Ekonomi Makro selama Krisis Ekonomi tahun 1997-98

Pengujian sensitivitas dilakukan dengan menggunakan hasil persamaan strukturalyang telah diuji pada bagian 4. Sementara itu variabel yang diberikan shock adalah empatvariabel eksogen yaitu aliran modal bersih, suku bunga, domestic credit dan pengeluaranpemerintah. Keempat variabel ini diberikan shock dengan besaran tertentu hanya pada satuperiode yaitu 1990:04. Alasan memilih periode ini karena pada periode tersebut aliran modalbersih menunjukkan angka tertinggi setelah diterapkan deregulasi keuangan 1988 sebelumkembali menurun berkaitan dengan pengendalian permintaan domestik (Grafik 1).

5.1. Sensitivitas Variabel Ekonomi Makro terhadap Aliran Modal Keluar

Pengujian sensitivitas pertama yang dilakukan adalah melihat dampak shock aliranmodal keluar terhadap variabel ekonomi makro. Uji sensitivitas ini mengasumsikan terjadialiran odal keluar bersih sebesar 50% dibandingkan data aktual pada periode 1990:04. Darihasil pengujian (Tabel 2) dapat disimpulkan bahwa aliran modal asing sangat berpengaruhterhadap perekonomian nasional. Terjadinya aliran modal keluar bersih akanmengakibatkan nilai tukar melemah tajam, inflasi melambung tinggi. PDB terkontraksibegitu dalam, konsumsi dan investasi melambat serta anjloknya impor yang kemudiandiiringi oleh melambatnya ekspor.

Pada sisi lain, hasil uji sensitivitas juga memperlihatkan bahwa aliran modalmemberikan dampak yang cukup panjang terhadap variabel ekonomi makro. Bila secara“arbitrary” disepakati bahwa jangka waktu satu shock terhadap satu variabel melebihi 10periode (2,5 tahun) dikategorikan sebagai dampak permanen, maka terlihat bahwa dampakaliran modal terhadap kondisi ekonomi makro memberikan dampak permanen. Seluruhvariabel akan kembali kepada keseimbangan jangka panjangnya berada di atas 10 periode(Grafik 2 dan Tabel 2).

0

1

2

3

4

5

83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97

���������������

����������������

����������

������������

��������������������

����

����������������������

����������������

������������

���������������

���������

��������������������

����

����������������������

������

������������

���������������������

����������

������

��������������������

����������������

����

������������

��������������������

������������

������������������������

������������

�������������������������

������������

��������������������

��������������������

���������

������������

��������

����������������

������������������������������

����������

����������

������������

��������������������

������������

����������������������������

��������������������

������������������

�������������������������

��������������

������������������������������������

��������������������������������������������������

������������������

Grafik 1Perkembangan Aliran Modal Bersih 1983:01 - 1997:02 (miliar US$)

Page 113: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

114 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Tabel 2Sensitivitas Variabel Ekonomi Makro terhadap 50% Aliran Modal Keluar Bersih*

Tertinggi Keseimbangan DurasiVariabel Periode Perubahan(%) Periode Perubahan(%) Dampak

Indeks Harga Konsumen 6 2,28 14 5,16 PermanenProduk Domestik Bruto 5 -10,03 21 -34,56 PermanenEkspor 11 -16,34 21 -32,64 PermanenImpor 5 -16,24 21 -63,11 PermanenInvestasi 6 -34,57 21 -82,56 PermanenKonsumsi Swasta 5 -8,64 16 -28,99 PermanenKurs Rp. Nominal 6 11,29 15 21,4 Permanen

Keterangan :* = Dihitung berdasarkan berdasarkan error hasil nilai simulasi dasarPerubahan = error kumulatif sampai periode yang bersangkutan

Transmisi aliran modal keluar terhadap kondisi ekonomi makro bila ditelusuriberdasarkan model yang digunakan sangat terkait dengan nilai tukar. Meningkatnya aliranmodal keluar akan mengakibatkan melemahnya nilai rupiah. Dimulai dari melemahnyarupiah ini maka variabel ekonomi makro akan dengan cepat mengalami perubahan. Meskipunsisi permintaan mengalami penurunan akibat berkurangnya likuiditas perekonomian, namuninflasi akan tetap meningkat seiring dengan terkontraksinya sisi penawaran. Semakinmahalnya biaya produksi barang yang berkandungan impor tinggi akibat lemahnya nilaitukar telah mengurangi insentif melakukan produksi.

Dari sisi permintaan, PDB yang terkontraksi juga berkaitan dengan melemahnyanilai tukar. Melemahnya nilai tukar yang kemudian diikuti dengan anjloknya impor telahberdampak pada perkembangan variabel lainnya. Ekspor yang sempat mengalamipeningkatan pada dua periode dimuka akibat melemahnya nilai tukar, terlihat pada periodeberikutnya mengalami penurunan. Hal ini terutama berkaitan dengan besarnya kandunganimpor dalam ekspor nasional.

Sementara itu, investasi terlihat mengalami dampak ganda akibat aliran modal keluar.Pada satu sisi aliran modal keluar berarti secara langsung mengurangi proses akseleratordalam melakukan investasi. Pada sisi lain investasi juga mengalami penurunan akibatdampak tidak langsung dan menurunnya impor akibat melemahnya nilai tukar. Dengankondisi ini, maka sebagai akibat aliran modal keluar, investasi mengalami dampak kontraksiyang paling dalam dibandingkan variabel lainnya (Tabel 2).

Hasil pengujian ini, memperkuat indikasi bahwa sebelum krisis keuangan tahun1997, struktur perekonomian nasional memang telah rentan terhadap aliran modal keluar.

Page 114: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

115Kondisi dan Respon Kebijakan Ekonomi Makro selama Krisis Ekonomi tahun 1997-98

Nilai Tukar Rupiah

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Produk Domestik Bruto

-3.5

-3

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Investasi

-9

-8

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Konsumsi

-3.5

-3

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Impor

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Ekspor

-3

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Inflasi

-0.1

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Grafik 2Pengaruh Aliran Modal Keluar terhadap Variabel Ekonomi Makro (persen)

Page 115: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

116 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Krisis keuangan di Thailand yang kemudian menyebar ke negara-negara Asia termasukIndonesia, hanya merupakan pemicu untuk terjadinya krisis yang lebih dalam. Pada saatkepercayaan investor asing menurun dan kemudian diikuti dengan pelarian modal, makakinerja ekonomi nasional akan dengan cepat menurun dengan berbagai implikasilanjutannya, sebagaimana yang terjadi saat ini.

5.2. Sensitivitas Variabel Ekonomi Makro terhadap Kebijakan Ekonomi Makro

Selanjutnya, uji sensitivitas model juga dilakukan bilamana tejadi shock pada variabelkebijakan, baik kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal. Besarnya shock yang diterapkanuntuk masing-masing variabel kebijakan adalah sebesar 25%. Dari sisi kebijakan moneter,shock yang terjadi adalah kenaikan suku bunga domestik dan kontraksi domestik kredit.Sementara dari sisi kebijakan fiskal, shock yang terjadi adalah penurunan pengeluaran pemerintah.

Penggunaan ketiga variabel ini pada dasarnya merupakan aplikasi dari berbagairespon kebijakan ekonomi makro yang ditempuh pada saat terjadi overheating pada awaldekade 1990 dan krisis ekonomi mulai pertengahan tahun 1997. Seperti telah diutarakanpada bagian II, kebijakan moneter yang ditempuh untuk kedua kondisi tersebutadalah melakukan kontraksi moneter baik secara kuantitas maupun melalui mekanismesuku bunga, sementara dari sisi fiskal kebijakan yang ditempuh untuk kedua kondisiperekonomian di atas adalah dengan melakukan kontraksi pengeluaran pemerintah.

Berdasarkan pengujian sensitivitas secara umum diperoleh hasil sebagai berikut.Pertama kenaikan suku bunga domestik memberikan arah negatif terhadap seluruh variabelekonomi makro dimana perekonomian nasional mengalami kontraksi, nilai tukar menguat

Tabel 3Sensitivitas Var. Ekonomi Makro thd Kenaikan 10% Suku Bunga Domestik Bersih*

Tertinggi Keseimbangan DurasiVariabel Periode Perubahan(%) Periode Perubahan(%) Dampak

Indeks Harga Konsumen 2 -1,59 3 -0,95 Temporer

Produk Domestik Bruto 2 -4,03 3 -2,69 TemporerEkspor 11 -0,84 2 -0,16 TemporerImpor 1 1,92 2 -3,19 TemporerInvestasi 2 -5,27 3 -1,17 TemporerKonsumsi Swasta 2 -5,22 5 -5,57 TemporerKurs Rp. Nominal 1 -4,77 2 -2,21 Temporer

Keterangan :* = Dihitung berdasarkan berdasarkan error hasil nilai simulasi dasarPerubahan = error kumulatif sampai periode yang bersangkutan

Page 116: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

117Kondisi dan Respon Kebijakan Ekonomi Makro selama Krisis Ekonomi tahun 1997-98

dan laju inflasi menurun (Tabel 3). Namun demikian jangka waktu pengaruh yang diberikansuku bunga terhadap perekonomian hanya bersifat sementara dengan rata-rata setelah 3periode akan kembali lagi pada keseimbangannya.

Kedua penurunan domestik kredit memberikan pengaruh negatif pada sebagian besarvariabel ekonomi dan bila dibandingkan dengan pengaruh suku bunga, besaran-besaranpengaruh domestic credit terlihat relatif lebih besar (Tabel 4). Sebagaimana pengaruh sukubunga, domestic credit juga memberikan tekanan kontraksi kepada perekonomian melaluipenurunan permintaan domestik, sementara sektor eksternal relatif kecil terpengaruh. Padasisi lain nilai tukar mengalami apresiasi dan inflasi mengalami penurunan. Selanjutnyajangka waktu pengaruh domestic credit terlihat bervariasi. Berbeda dengan pengaruh sukubunga, pengaruh kontraksi domestic credit terhadap PDB terlihat lebih bersifat permanen,sedangkan pengaruh terhadap inflasi dan nilai tukar terlihat hanya bersifat temporer.

Tabel 4Sensitivitas Var. Ekonomi Makro thd Penurunan 10% Domestic Credit*

Tertinggi Keseimbangan DurasiVariabel Periode Perubahan(%) Periode Perubahan(%) Dampak

Indeks Harga Konsumen 2 -2,71 6 -4,44 Temporer

Produk Domestik Bruto 1 -1,82 14 -11,26 PermanenEkspor 1 -1,44 3 -1,53 TemporerImpor 1 3,31 4 4,19 TemporerInvestasi 10 -16,96 15 -22,04 PermanenKonsumsi Swasta 1 -1,31 20 -12,57 PermanenKurs Rp. Nominal 1 -8,04 5 -12,89 Temporer

Keterangan :* = Dihitung berdasarkan error hasil nilai simulasi dasarPerubahan = error kumulatif sampai periode yang bersangkutan

Hasill ketiga yang terlihat adalah bahwa pengaruh kebijakan fiskal yang diwakilioleh penurunan pengeluaran pemerintah juga memberikan pengaruh yang negatif terhadapkondisi perekonomian (Tabel 5). Namun demikian, bila dibandingkan shock kebijakan darisisi moneter maka besaran pengaruh kebijakan fiskal relatif besar. Sedangkan jangka waktupengaruh terlihat bahwa sifat shock umumnya permanen kecuali terhadap inflasi dan nilai tukar.

Berdasarkan ketiga hasil pengujian ini sekurang-kurangnya terdapat beberapa indikasiawal. Pertama, berbagai kebijakan ekonomi makro yang ditempuh baik berupa kebijakanfiskal maupun moneter terlihat hanya mampu mempengaruhi nilai tukar dan inflasi dalamperiode yang sangat singkat (Grafik 3). Kendati sempat menguat, posisi nilai tukar padaperiode berikutnya akan dengan cepat kembali melemah. Demikian pula halnya dengan

Page 117: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

118 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Nilai Tukar

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Suku BungaDomestic CreditPengeluaran Pemerintah

Produk Domestik Bruto

-4

-3

-2

-1

0

1

2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Suku BungaDomestic CreditPengeluaran Pemerintah

Investasi

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Suku BungaDomestic CreditPengeluaran Pemerintah

Konsumsi

-5

-4.5

-4

-3.5

-3

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Suku BungaDomestic CreditPengeluaran Pemerintah

Impor

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Suku BungaDomestic CreditPengeluaran Pemerintah

Ekspor

-3

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Suku BungaDomestic CreditPengeluaran Pemerintah

Inflasi

-3

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Suku BungaDomestic CreditPengeluaran Pemerintah

Grafik 3Pengaruh Kebijakan Ekonomi Makro terhadap Variabel Ekonomi Makro (persen)

Page 118: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

119Kondisi dan Respon Kebijakan Ekonomi Makro selama Krisis Ekonomi tahun 1997-98

inflasi, dimana setelah diterapkannya satu kebijakan inflasi sempat melambat namun padaperiode berikutnya akan segera kembali melemah.

Indikasi kedua adalah kebijakan fiskal memberikan pengaruh yang relatif lebih besardengan dampak permanen bila dibandingkan kebijakan moneter terhadap perkembanganperekonomian nasional (Grafik 3). Lebih lanjut kondisi ini menggambarkan bahwa kebijakanfiskal terlihat lebih dominan dalam mempengaruhi sisi permintaan dibanding kebijakanmoneter. Bila dikaitkan dengan hasil pengujian persamaan struktural, hal ini antara lainditunjukkan oleh kurang sensitifnya permintaan uang pada saat terjadi perubahan sukubunga, sehingga lebih lanjut berarti keseimbangan pasar uang menjadi sangat elastis (kurvaLM relatif datar dibandingkan kurva IS). Akibat elastisnya kurva LM tersebut maka meskipuntelah dilakukan kebijakan moneter yang dampaknya akan mengubah keseimbangan di pasaruang, namun output (Y) yang terjadi tidak akan banyak berubah pada saat terjadi interaksidengan kurva IS yang mencerminkan keseimbangan pasar barang. Berdasarkan perilakuini maka implikasi yang dapat ditarik adalah kebijakan fiskal akan lebih kuat dan efektifdalam mempengaruhi output.

5.3. Sensitivitas Variabel Ekonomi Makro terhadap Kebijakan Ekonomi Makrosaat terjadi Aliran Modal Keluar

Memperhatikan sensitivitas kondisi ekonomi makro baik akibat shock aliran modalkeluar maupun shock kebijakan secara parsial, maka bagian ini akan mencoba melihatkondisi ekonomi makro bilamana kedua shock ini digabung. Penggabungan shock ini padadasarnya merupakan gambaran dari respon kebijakan yang ditempuh selama masa krisis

Tabel 5Sensitivitas Var. Ekonomi Makro thd Penurunan 10% Pengeluaran Pemerintah*

Tertinggi Keseimbangan DurasiVariabel Periode Perubahan(%) Periode Perubahan(%) Dampak

Indeks Harga Konsumen 2 -0,15 3 0,17 Temporer

Produk Domestik Bruto 5 -13,14 16 -34,06 PermanenEkspor 11 -18,95 20 -34,52 PermanenImpor 5 -5,48 21 -67,25 PermanenInvestasi 10 -57,61 21 -81,54 PermanenKonsumsi Swasta 5 -11,60 20 -35,45 PermanenKurs Rp. Nominal 1 -0,08 2 1,33 Temporer

Keterangan :* = Dihitung berdasarkan berdasarkan error hasil nilai simulasi dasarPerubahan = error kumulatif sampai periode yang bersangkutan

Page 119: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

120 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

ekonomi, yaitu kondisi meningkatnya aliran modal keluar dalam jumlah yang sangat besaryang kemudian direspon dengan kebijakan kontraktif di sisi fiskal dan moneter. Darigambaran bagian ini, selanjutnya diharapkan akan didapatkan satu alternatif kombinasikebijakan relevan guna mencapai target tertentu di tengah kondisi meningkatnya aliranmodal keluar.

Secara mendasar target kebijakan yang hendak dicapai adalah menciptakan stabilitasharga dengan tetap mendorong aktivitas perekonomian. Secara lebih spesifik target stabilitasdapat diejawantahkan dalam bentuk upaya meredam gejolak nilai tukar dan mengendalikanlaju inflasi, sementara pada sisi lain aktifitas perekonomian tetap berjalan.

Hasil pengujian dengan skenario terjadinya aliran modal keluar yang kemudiandirespon dengan kebijakan ekonomi makro yang kontraktif baik dari sisi fiskal maupunmoneter terlihat telah menyebabkan terkendalinya nilai tukar dan laju inflasi. Bila pada saatterjadi aliran modal keluar nilai tukar menjadi terdepresiasi yang lebih lanjut berdampakpada melonjaknya inflasi, maka dengan diterapkannya kebijakan kontraktif ini nilai tukarrupiah menguat sementara inflasi menurun.

Namun pada sisi lain kebijakan .yang ditempuh tersebut telah menyebabkan seluruhkomponen PDB mengalami penurunan dengan cepat. Hanya dalam tiga periode PDB telahterkontraksi sebesar 8,6% (Tabel 6). Apresiasi yang begitu cepat pada nilai tukar telahberdampak menurunnya ekspor, sementara impor mengalami peningkatan kembali, yangselanjutnya menurunkan konsumsi dan investasi nasional. Kendati mengalami kontraksi

Tabel 6Sensitivitas Variabel Ekonomi Makro

terhadap Kebijakan Ekonomi Makro saat terjadi Aliran Modal Keluar Bersihuntuk Skenario Kebijakan A*

Tertinggi KeseimbanganVariabel Periode Perubahan(%) Periode Perubahan(%)

Indeks Harga Konsumen 2 -0,15 3 0,17Produk Domestik Bruto 5 -13,14 16 -34,06Ekspor 11 -18,95 20 -34,52Impor 5 -5,48 21 -67,25Investasi 10 -57,61 21 -81,54Konsumsi Swasta 5 -11,60 20 -35,45Kurs Rp. Nominal 1 -0,08 2 1,33

Keterangan :Kebijakan A = Peningkatan Suku Bunga, Kontraksi Domestic Credit, dan Kontraksi Pengeluaran PemerintahPerubahan = error kumulatif sampai periode yang bersangkutan

Page 120: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

121Kondisi dan Respon Kebijakan Ekonomi Makro selama Krisis Ekonomi tahun 1997-98

Keterangan : Aliran Modal Keluar = Terjadi defisit Neraca Modal 50% dibandingkan sebelumnya

Kebijakan A = Peningkatan Suku Bunga 10%, Kontraksi Domestic Credit 10%, dan Kontraksi Pengeluaran Pemerintah 10% Kebijakan B = Peningkatan Suku Bunga 10%, Kontraksi Domestic Credit 10%, sementara Pengeluaran Pemerintah tetap

Nilai Tukar

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

1 2 3 4 5 6 7 8

Aliran Modal Keluar

Kebijakan A

Kebijakan B

PDB

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

1 2 3 4 5 6 7

Aliran Modal Keluar

Kebijakan A

Kebijakan B

Investasi

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

1 2 3 4 5 6 7 8

Aliran Modal Keluar Kebijakan AKebijakan B

Konsumsi

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1 2 3 4 5 6 7 8

Aliran Modal Keluar Kebijakan AKebijakan B

Impor

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

1 2 3 4 5 6 7 8

Aliran Modal Keluar Kebijakan AKebijakan B

Ekspor

-3

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1 2 3 4 5 6 7 8

Aliran Modal Keluar Kebijakan AKebijakan B

Inflasi

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

1 2 3 4 5 6 7

Aliran Modal Keluar Kebijakan AKebijakan B

Grafik 4. Pengaruh Kombinasi Kebijakan Ekonomi Makrosaat terjadi Aliran Modal Keluar terhadap Variabel Ekonomi Makro

Page 121: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

122 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

perekonomian yang dalam, respon kebijakan yang ditempuh relatif mampu meminimalisirdurasi pengaruh. Adanya kebijakan kontraktif ini akan dengan segera mengembalikanperilaku variabel ekonomi makro pada keseimbangan jangka panjangnya. Dari hasilpengujian memperlihatkan kebijakan kontraktif mengembalikan pada perilaku jangkapanjang rata-rata setelah 3 periode (Grafik 4).

Merujuk pada hasil simulasi respon kebijakan sesuai skenario A, maka terdapatpemikiran perlunya penerapan kebijakan ekonomi makro yang masih mampu mendorongperekonomian namun pada sisi lain tetap mampu meredam depresiasi rupiah danmengendalikan laju inflasi. Salah satu altematif kebijakan yang ada adalah dengan tetapmelakukan ekspansi fiskal, sementara pada sisi lain kebijakakan moneter dilakukankontraksi. Skenario ini berdasarkan pada hasil pengujian sensitivitas variabel ekonomi makroterhadap kebijakan makro dimana terdapat indikasi bahwa kebijakan fiskal relatif berperandalam perekonomian nasional dibandingkan kebijakan moneter dalam mendorong outputperekonomian.

Hasil pengujian memperlihatkan bahwa dengan skenario kedua ini terlihat kontraksiperekonomian yang terjadi tidak sedalam bila dibandingkan dilakukan kebijakan kontraktifpada kedua kebijakan. Bila pada skenario pertama kontraksi perekonomian yang terjadiadalah sebesar 8,6%, maka dengan tetap mengupayakan ekspansi pada sisi fiskal kontraksiyang terjadi hanya sebesar 5,7% (Tabel 7). Kondisi perekonomian yang lebih baik ini biladilihat dari komponennya sangat terkait dengan meningkatnya permintaan domestik.

Tabel 7Sensitivitas Variabel Ekonomi Makro

terhadap Kebijakan Ekonomi Makro saat terjadi Aliran Modal Keluar Bersihuntuk Skenario Kebijakan B*

Tertinggi KeseimbanganVariabel Periode Perubahan(%) Periode Perubahan(%)

Indeks Harga Konsumen 2 -4,26 5 -5,09Produk Domestik Bruto 2 -6,49 3 -5,73Ekspor 1 -2,27 2 -1,88Impor 1 5,28 2 3,18Investasi 2 -4,65 3 -0,90Konsumsi Swasta 2 -7,30 6 -9,92Kurs Rp. Nominal 1 -12,44 4 -14,48

Keterangan :Kebijakan B = Peningkatan Suku Bunga, Kontraksi Domestik Credit, tetapi Pengeluaran Pemerintah tetapPerubahan = error kumulatif selama periode yang bersangkutan

Page 122: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

123Kondisi dan Respon Kebijakan Ekonomi Makro selama Krisis Ekonomi tahun 1997-98

Konsumsi dan investasi meskipun juga terkontraksi, namun penurunan yang terjadi tidaksedalam bilamana kebijakan yang ditempuh adalah kontraksi pada dua bidang tersebut.

Memperhatikan respon variabel ekonomi terhadap kebijakan ekonomi ditengahkondisi meningkatnya aliran modal keluar maka satu kesimpulan awal yang dapat ditariktentang kebijakan normatif yang ditempuh adalah dengan melakukan kontraksi monetersementara ada sisi lain sektor fiskal harus melakukan kebijakan yang ekspansif. Kontraksidari sisi moneter ini lebih ditujukan untuk meredam gejolak nilai tukar yang lebih lanjutdiharapkan akan mampu mengendalikan laju inflasi. Sedangkan dari sisi fiskal, kebijakanyang ekspansif diharapkan akan mampu menjadi pendorong meningkatnya permintaanagregat melalui permintaan domestik. Dengan ekspansi dari sisi fiskal, maka permintaanagregat yang sempat menurun akibat meningkatnya aliran modal keluar akan dapat diminimalisir.

Respon kebijakan makro ekonomi ini, terutama kebijakan fiskal yang ekspansif,setidaknya sejalan dengan pendapat Meyer (1998) dan McKibbin (1998). Menurut Meyer,kebijakan fiskal yang ekspansif bukanlah hal yang melatarbelakangi terjadinya krisis. Upayamenerapkan kebijakan fiskal yang kontraktif tidak akan menyelesaikan permasalahan.bahkan akan semakin menyebabkan perekonomian tersebut terkontraksi. Oleh karena itukebijakan yang seharusnya dilempuh dari sisi fiskal adalah dengan tetap melakukan ekspansi.

Sedangkan McKibbin dengan menggunakan CGE model pada kasus Thailandmemberikan hasil bahwa kebijakan fiskal yang ekspansif akan mendorong konsumsi,meningkatkan permintaan investasi dan PDB riil, serta mengakibatkan apresiasi nilai tukar.Namun pada sisi lain kebijakan tersebut akan berdampak negatif terhadap neraca transaksi berjalan.

VI. Pengujian Out of Sample (Ex-Ante Simulation)

6.1. Konsistensi Persamaan

Sebelum mengambil implikasi lebihjauh, persamaan akan diuji terlebih dahulu dalamperiode di luar sampel pengujian. Secara implisit hal ini ditujukan untuk menguji keakuratanmodel dalam meramalkan keadaan di masa datang.

Dengan menggunakan periode 1997:03 - 1998:02 pengujian -baik secara statistikmaupun grafis - memperlihatkan hasil yang tidak terlalu mengecewakan. Angka ujikonsistensi sebagaimana tercermin pada RMSPE dan MPE menghasilkan angka yangminimal dan hampir mendekati nol (Tabel 8).

6.2. Simulasi Counterfactual

Seperti diuraikan pada bagian latar belakang bahwa salah satu tujuan penelitian iniadalah mencoba melihat kemungkinan penerapan kebijakan ekonomi makro lain yang

Page 123: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

124 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

berbeda dengan yang telah ditempuh. Dalam kaitan tersebut, maka cara analisa yangdigunakan adalah dengan melakukan simulasi counterfactual yaitu simulasi denganmengubah arah kebijakan yang telah ditempuh. Dengan cara analisa ini diharapkan akanmampu menerangkan berbagai kondisi yang dapat terjadi apabila diterapkan suatu kebijakanyang berbeda dengan kebijakan aktual.

Variabel kebijakan yang diubah dalam simulasi counterfactual adalah variabel sukubunga dan pengeluaran. Simulasi ini tidak melibatkan variabel kebijakan domestic creditmengingat kebijakan moneter telah terwakili oleh variabel suku bunga. Selain itu, dalamkondisi aktual upaya melakukan kontraksi melalui domestic credit melalui penyerapan danaBUMN dilakukan hanya dalam beberapa kesempatan saja.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa perkembangan aktual kebijakan sukubunga adalah dengan meningkatkan suku bunga SBI pada bulan September 1997,menurunkannya kembali pada 3 bulan berikutnya dan akhirnya menaikkannya secarabertahap mulai akhir Januari 1997. Sementara pada sisi fiskal kebijakan yang ditempuhadalah mengurangi pengeluaran pemerintah secara bertahap sejak triwulan IV - 1998.

Memperhatikan kebijakan aktual tersebut, maka simulasi counterfactual awal yangdilakukan akan dengan 2 skenario kebijakan. Pertama, dengan menerapkan kebijakan sukubunga tinggi secara konsisten telah diterapkan sejak triwulan III/1997, sementarapengeluaran pemerintah sesuai dengan perkembangan aktual. Kedua dengan menerapkankebijakan fiskal ekspansi melalui kenaikan pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar 10%sejak triwulan III/1997 untuk kemudian konstan pada periode berikutnya, sementara padalain pihak suku bunga sesuai dengan perkembangan aktual.

Tabel 8Rangkuman Nilai Statistik

Hasil Simulasi Ex-Ante (1997:03 - 1998:02)

Variabel RMSPE(%) MPE(%)

Indeks Harga Konsumen 0.49 -0.48Produk Domestik Bruto 0.13 -0.11Konsumsi Swasta 0.25 -0.25Investasi 0.08 0.05Ekspor 0.17 -0.16Impor 0.34 -0.25Kurs Rp. Nominal 0.73 -0.72

Keterangan : RMSPE = Root Mean Square Parcent Error ; MPE = Mean Percent Error

Page 124: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

125Kondisi dan Respon Kebijakan Ekonomi Makro selama Krisis Ekonomi tahun 1997-98

Hasil simulasi counterfactual awal ini menghasilkan beberapa indikasi awal. Pertamaapabila suku bunga dipertahankan tinggi sejak triwulan III/97, kondisi yang terjadi adalahlaju inflasi menurun dan nilai tukar rupiah menguat. Namun demikian, perkembanganyang menggembirakan ini tidak diikuti perkembangan PDB. Penerapan suku bunga tinggiyang lebih lama akan menghambat kegiatan di sektor produksi seperti tercermin pada semakinterkontraksinya perekonomian (Tabel 9).

Tabel 9Sensitivitas Variabel Ekonomi Makro1

Skenario Counter Factual 1997:3 - 1998:2

Shock Suku Bunga KonsumsiVariabel Domestik2 Pemerintah (KP)3

Indeks Harga Konsumen -3,6 -0,1Produk Domestik Bruto -9,6 2,2Konsumsi Swasta -1,5 -0,2Investasi -6,4 1,5Ekspor -6,5 0.2Impor -15,6 1,5Kurs Rp. Nominal -5,4 -0.1

Keterangan :1 = Dihitung berdasarkan error kumulatif dari hasil nilai simulasi dasar

2 = Suku bunga domestik telah meningkat sejak 1997:3 dan konstanpada level 32,95%

3 = Konsumsi Pemerintah meningkat sebesar 10% sejak 1997:3 dan konstan pada tahap berikutnya

Kedua, apabila diterapkan kebijakan peningkatan pengeluaran konsumsi pemerintahsebesar 10% pada triwulan III/97 untuk kemudian dipertahankan pada periode berikutnya,maka hasil yang akan terjadi adalah relatif melambatnya kontraksi perekonomiandibandingkan dengan kondisi aktual. Namun di sisi lain, pengaruh kebijakan ekspansifiskal ini telah berdampak pada tetap melemahnya nilai tukar dan tetap tingginya lajuinflasi (Tabel 9).

Berdasarkan kedua kondisi tersebut, maka kebijakan dasar yang dapat ditempuhpada sisi moneter adalah dengan tetap melakukan kontraksi pada sisi moneter bahkandengan suku bunga yang lebih tinggi dari kondisi aktual. Dengan kebijakan ini nilai tukarrupiah dapat terapresiasi sementara inflasi menjadi lebih kecil. Sedangkan dari sisi fiskal,kebijakan yang ditempuh adalah dengan melakukan ekspansi bukan melakukan kontraksisebagaimana yang telah dilakukan. Dengan kebijakan fiskal ini maka kontraksiperekonomian yang terjadi diharapkan tidak akan sedalam kondisi aktual.

Page 125: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

126 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

6.3. Kombinasi Kebijakan untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi

Dengan hasil kebijakan dasar counter factual bagian 6.2 (kebijakan moneter kontraktifdan kebijakan fiskal ekspansif), maka bagian berikut disajikan beberapa simulasi kombinasikebijakan yang berisikan variasi kenaikan suku bunga dan kenaikan pengeluaran pemerintah(Tabel 10). Dengan beberapa kombinasi simulasi kebijakan ini, diharapkan akanmenghasilkan kombinasi kebijakan yang dapat memberikan hasil yang lebih baik darikemungkinan yang tersedia (the best combination among the worst).

Tabel 10Skenario Kombinasi Kebijakan Counter Factual

Periode 197:03 - 1998:02

Skenario Variabel PeriodeKebijakan Kebijakan III-1997 IV-1997 I-1998 II-1998

A Suku Bunga 26,22 28,00 30,00 32,00PengeluaranPemerintah 7554 8787 8787 8787

B Suku Bunga 26,22 32,95 32,95 32,95PengeluaranPemerintah 7554 8787 9666 10632

C Suku Bunga 26,22 28,00 30,00 32,00PengeluaranPemerintah 7554 8787 9666 10632

Kombinasi yang dilakukan tersebut secara umum adalah sebagai berikut:Skenario A : Suku bunga dinaikkan secara bertahap setiap periode,

sementarapengeluaran pemerintah tetap konstan sejak triwulan IV-97.Skenario B : Suku bunga telah tinggi dan konstan sejak triwulan IV-97. sementara

pengeluaran pemerintah setiap triwulan naik secara bertahap 10%.Skenario C : Suku bunga dan pengeluaran pemerintah naik secara setiap periode.

Dari berbagai kombinasi kebijakan ekonomi makro yang ada, hasil pengujianmemperlihatkan bahwa skenario Kebijakan C memberikan hasil yang lebih positif bagi kondisinilai tukar inflasi, dan pertumbuhan ekonomi, dibandingkan skenario kebijakan lainnya(Tabel 11). Kebijakan yang ditempuh ini relatif mampu mengurangi tekanan terjadinyadepresiasi nilai tukar lebih tajam. Sejalan dengan menguatnya nilai tukar, kondisi laju inflasijuga relatif mampu ditekan bila dibandingkan kondisi aktual. Dengan perkembangan ini,kombinasi kebijakan C mampu mendorong pertumbuhan ekonomi relatif cukup besar. Dalam

Page 126: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

127Kondisi dan Respon Kebijakan Ekonomi Makro selama Krisis Ekonomi tahun 1997-98

kaitan ini ekspansi dari sisi fiskal menjadi pendorong meningkatnya kembali permintaandomestik sebagaimana tercermin dari lebih tingginya tingkat konsumsi dan investasi.

Tabel 11Sensitivitas Variabel Ekonomi Makro

Kebijakan Counter Factual 1997:3 - 1998:2

Variabel Skenario KebijakanEkonomi Makro Kebijakan A Kebijakan B Kebijakan C

Indeks Harga Konsumen -1,5 -3,3 -1,4Produk Domestik Bruto 2,1 1,2 6,5Konsumsi Swasta 0,0 -0,7 0,3Investasi 1,9 2,2 5,4Ekspor -3,1 -6,4 3,6Impor -2,2 -7,5 1,0Kurs Rp. Nominal -1,0 -4,2 -0,6

Akhirnya, hasil simulasi skenario kebijakan untuk mempercepat pemulihanperekonomian secara implisit mengindikasikan bahwa kebijakan moneter yang seharusnyaditerapkan adalah kebijakan suku bunga tinggi sejak awal krisis yang dinaikkan secarabertahap setiap triwulan. Penurunan suku bunga sebagaimana dilakukan pada triwulanIV-97 hanya akan membawa dampak negatif bagi perekonomian.

Sementara itu dari sisi fiskal, kebijakan yang seharusnya diterapkan adalah denganterus melakukan peningkatan pengeluaran pemerintah pada setiap periode sejalan denganterus meningkatnya aliran modal keluar. Dengan upaya ini, sektor pemerintah akan menjadipendorong aktivitas perekonomian sekaligus mengisi peran yang ditinggalkan sektor swasta.

VII. Kesimpulan Implikasi Kebijakan

7.1. Kesimpulan

Bertolak dari hasil-hasil perhitungan serta berbagai indikasi yang mengikutinyabeberapa kesimpulan yang dapat ditarik pada penelitian ini adalah :

1. Perekonomian Indonesia sangat rentan terhadap dampak aliran modal keluar karenarelatif besarnya porsi external financing. Akibat tingginya ketergantungan terhadap aliranmodal asing, pada saat terjadi aliran modal keluar secara cepat dengan jumlah yang

Page 127: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

128 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

besar, kondisi perekonomian nasional dengan cepat memburuk. Oleh karena itu contagioneffect dari krisis keuangan di Thailand hanya merupakan “pembuka jalan” menujukondisi yang lebih buruk.

2. Bila tidak dibarengi dengan kebijakan ekonomi makro yang tepat, aliran modal keluaryang terjadi akan memberikan dampak negatif yang cukup lama terhadap kondisiperekonomian. Mengingat variabel awal yang dipengaruhi aliran modal keluar adalahnilai tukar, maka secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa variabel nilaitukar memegang peranan sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Dalam kaitanini penelitian membuktikan bahwa pemulihan nilai tukar akibat shock aliran modalkeluar baru akan terjadi setelah kurang lebih 4 tahun.

3. Pilihan kombinasi kebijakan ekonomi makro yang diterapkan Pemerintah denganprioritas utama pada stabilisasi nilai tukar dan meredam gejolak inflasi memberikantrade off yang cukup berat bagi perekonomian berupa kontraksi yang dalam. Dalampada itu, penelitian membuktikan bahwa kebijakan fiskal dan moneter dalammempengaruhi nilai tukar hanya bersifat sementara. Oleh karena itu, pilihan kebijakanyang diambil seyogyanya adalah kombinasi kebijakan yang seminimal mungkinmenghindari terjadinya kontraksi yang dalam, namun pada saat yang sama mampumenstabilkan nilai tukar dan meredam inflasi.

4. Kebijakan ekonomi makro yang diterapkan Pemerintah selama periode 1997:03 - 1998:02melalui kontraksi fiskal dan moneter, masih dapat diperdebatkan. Namun hasil pengujianmodel memperlihatkan bahwa kebijakan yang sebaiknya ditempuh adalah melakukanekspansi dari sisi fiskal sementara dari sisi moneter tetap melakukan kontraksi secarakonsisten. Kombinasi kebijakan ekonomi makro normatif menunjukkan bahwa kontraksimoneter secara konsisten seharusnya telah dilakukan sejak timbulnya indikasi terjadinyaaliran modal keluar namun pada sisi lain harus pula diimbangi oleh kebijakan fiskalyang ekspansif.

7.2. Implikasi Kebijakan

Sejalan dengan kesimpulan di atas maka terdapat beberapa implikasi kebijakansebagai berikut:

1. Guna menghindari dampak negatif aliran modal asing, dalam jangka pendek kebijakanpengendalian lalu lintas devisa perlu segera diupayakan. Sementara dalam jangkapanjang, kebijakan menggali sumber dana domestik guna menggantikan peran danaasing haruslah mendapatkan perhatian secara serius. Dengan demikian, pembangunanakan lebih bersifat indigenous process, yaitu berasal dari kekuatan sendiri yang diharapkanakan lebih tahan dari gangguan.

Page 128: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

129Kondisi dan Respon Kebijakan Ekonomi Makro selama Krisis Ekonomi tahun 1997-98

.2. Pentingnya variabel nilai tukar dalam perekonomian Indonesia mengindikasikan bahwaupaya menstabilkan fluktuasi nilai tukar perlu menjadi prioritas. Dalam kaitan itu makaupaya mengkaji lebih lanjut tentang satu sistem nilai tukar serta kebijakan yangmelengkapinya guna kestabilan nilai tukar tersebut tetap perlu dilanjutkan.

3. Mengingat hasil pengujian memperlihatkan bahwa kebijakan suku bunga hanya akanmempengaruhi nilai tukar dalam waktu yang sangat singkat, maka dalam kaitannyadengan pengendalian nilai tukar upaya yang dilakukan tidak cukup hanya denganmenggunakan instrumen suku bunga. Hal penting lainnya yang dapat mempengaruhinilai tukar adalah pemulihan kepercayaan terhadap kondisi dan prospek perekonomian.

4. Sementara itu, guna mengurangi terjadinya kontraksi yang lebih dalam, kebijakan fiskalekspansif harus dilakukan. Ekspansi fiskal tersebut perlu dipertajam prioritasnya yaitupada sektor-sektor yang memiliki multiplier effect yang besar terhadap perekonomian.Terbatasnya sumber penerimaan negara sementara pada sisi lain pengeluaran haruslebih ditingkatkan, mengharuskan defisit pada APBN tetap besar selama sektor swastabelum bangkit. Dalam kaitan ini, permasalahannya adalah bagaimana membiayaiekspansi fiskal tersebut mengingat dalam penelitian ini model yang digunakan tidakmemiliki budqet constraint.

VIII. Saran Bagi Penelitian Lanjutan

Beranjak dari hasil pengujian, secara keseluruhan model yang digunakanmemperlihatkan arah yang sesuai dengan teori yang ada. Namun demikian, disadari bahwamodel tersebut masih mengandung kelemahan dan perlu diperbaiki guna mendapatkanhasil yang lebih realistis dengan kondisi yang ada. Upaya mempertahankan kesederhanaanmodel dalam penelitian ini membawa implikasi pada relatif rendahnya kemampuan modeldalam melakukan proyeksi yang tercermin pada masih besarnya deviasi antara nilai aktualdan hasil simulasi (fitted value).

Dalam kaitan itu, maka pada penelitian selanjutnya upaya penyempurnaan lebihlanjut terhadap model yang digunakan perlu dilakukan. Dengan ini diharapkan realitasyang terjadi dapat digambarkan secara lebih akurat. Penyempurnaan tersebut tidak hanyadalam ruang lingkup menambah atau mengurangi variabel yang telah digunakan, tetapilebih jauh lagi dengan menambah persamaan baik persamaan struktural maupun identitasdalam berbagai blok model. Penyempurnaan lebih mendalam dapat juga dilakukan denganmemperhatikan hubungan antar variabel yang diuji mengingat fenomena ekonomi yangterjadi terkadang menunjukkan hubungan yang tidak linier.

Page 129: PENGENDALIAN MONETER DALAM SISTEM NILAI … ·  · 2013-09-27Pengujian empiris dengan menggunakan vector ... Bab II akan menyajikan landasan teori mengenai ... Hal ini sejalan dengan

130 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999

Daftar Pustaka

Ahmed, Sadiq, Appropriate Macroeconomic Management in Indonesia’s Open Economi,World Bank Discussion Papers No. 191, 1993

Basri, M. Chatib dan Ari Kuncoro, Tinjauan Triwulan Perekonomian Indonesia, EkonomiKeuangan Indonesia Vol. XLVI, No.2, 1998

Bank Indonesia, Laporan Tahunan 1997/1998, April 1998

____________, Gejolak Nilai Tukar dan Implikasinya Bagi Pelaksanaan Tugas Pokok BankIndonesia di Masa Mendatang, Makalah pada Rapat Kerja Bank Indonesia, Desember 1997

____________, Arah Kebijakan Moneter unluk Pemulihan Ekonomi, Makalah pada RapatKerja Bank Indonesia, November 1998.

Gujarati, Damodar N, Basic Econometrics, McGraw-Hill, 3rd edition, 1995

Greenaway, David, A Guide to Modem Economics, Routledge, 1996

HIID, The Composition of Recent Impor Growth, tidak dipublikasikan, 1995

IMF, Reinvigorating growth in developing countries, Lessons from adjustment policies ineight economies, IMF Occasional paper No. 139, July 1996.

Meyer, Laurence H, Lesson from the Asian Crisis : A Central Banker’s Perspective, Paperpresented at The 22nd SEANZA Central Banking Course, Wellington, New Zealand, 20November 1998

McKibbin, Warwick and Will Martin, The East Asian Crisis : Investigating Causes andPolicy Responses, Preliminary Draft, 1998

Nopirin, A Synthesis of Monetary and Keynesian Aproaches to Balance of Payment Analysis:1970-1979, Occasional Paper, FE-UGM, Juli 1983

Rachbini, Didik J, Arus Modal Global Mulai Naik Tahun 1999, Kompas 22 Desember1998

Shone, Ronald, Open Economy Macroeconomic, Harvester Wheatsheaf, 1989

Woo, Wing Thye, Bruce Glassburner, Anwar Nasution, Macroeconomic Policies, Crises,and Long-Term Growth in Indonesia 1965-1990, World Bank, 1994

Yoshino. N, Bahan Presentasi di UREM, Agustus 1998, Tidak dipublikasikan

Zulverdy, Doddy, Manajemen Moneter dalam Masa Krisis, Buletin Ekonomi MoneterdanPerbankan, Vol. 1. No. 2, Bank Indonesia, 1998


Recommended