Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 1 Puguh B Irawan (2004)
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia1
Oleh Puguh B Irawan
(Oktober, 2004) 1. Latar Belakang Keterkaitan antara masalah lingkungan dan kemiskinan pada dasarnya
bertolak dari konsep pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu akar masalah
kemiskinan adalah akibat dari kegiatan pembangunan yang dilakukan secara tidak
berkelanjutan. Eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan kelestarian
lingkungan, secara langsung maupun tidak langsung, dapat berdampak negatif
terhadap kelangsungan sumber penghasilan dan kondisi kesehatan dari penduduk di
sekitar lokasi eksploitasi. Selain sumber daya alam yang semakin terkuras,
memburuknya polusi dan perubahan iklim juga mengindikasikan tidak adanya
keberlanjutan secara ekologi (Carew-Reid, et.al., 1994), yang kesemuanya ini pada
akhirnya memperburuk insiden kemiskinan. Oleh karena itu, upaya-upaya perbaikan
kondisi lingkungan diharapkan dapat membantu menurunkan kemiskinan atau
memperbaiki tingkat kesejahteraan penduduk.
Sebaliknya, kemiskinan itu sendiri juga sering dianggap sebagai faktor
penghambat atas upaya-upaya perbaikan lingkungan. Di daerah pedesaan, misalnya,
sebagian besar penduduk khususnya kaum miskin sangat tergantung pada sumber
daya alam di sekitarnya untuk memperoleh sumber penghasilan, atau bahkan untuk
bertahan hidup. Begitu juga halnya dengan kemiskinan perkotaan yang dicirikan oleh
pemukiman kumuh yang padat penduduk dengan kondisi lingkungan buruk.
1 Makalah ini disiapkan oleh Puguh B. Irawan, Senior Advisor for Poverty, Indonesian
Decentralized Environmental and Natural Resources Management (IDEN) Project-UNDP,
disampaikan sebagai Background Paper pada Round-Table Discussion dari para pakar di
Yogyakarta, 6 Oktober 2004. Makalah in juga merupakan modifikasi ringkasan dari “Poverty
and Environment Nexus in Indonesia” by Puguh Irawan and Silvia Irawan (2005). E-mail:
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 2 Puguh B Irawan (2004)
Tekanan jumlah penduduk yang semakin bertambah, baik di pedesaan maupun di
perkotaan, cenderung mengabaikan pemanfaatan sumber daya alam yang sudah
terbatas secara bijaksana.
Kenyataan tersebut dibarengi dengan sangat kurangnya akses penduduk
miskin terhadap air bersih dan sanitasi, yang secara langsung berpengaruh terhadap
kondisi kesehatan penduduk miskin. Rendahnya akses terhadap air bersih dan
sanitasi juga memperburuk kondisi lingkungan melalui pembuangan kotoran
manusia secara sembarangan, yang akan berakibat pada terjangkitnya diare.
Penduduk miskin hanya menekankan pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar
untuk bertahan hidup dan mereka cenderung mengabaikan pemeliharaan lingkungan
sekitar. Dengan begitu, upaya-upaya penanggulangan kemiskinan diharapkan tidak
merusak kondisi lingkungan hidup dari penduduk miskin.
Dalam konteks strategi penanggulangan kemiskinan, hubungan timbal balik
antara lingkungan dan kemiskinan di atas lebih relevan ditinjau dari sisi pengaruh
perbaikan kondisi lingkungan terhadap penurunan kemiskinan dari pada hubungan
sebaliknya (Lihat Gambar 1). Hal ini mengingat bahwa perbaikan lingkungan
diharapkan mempunyai dampak positif terhadap kondisi kesehatan (environmental
health), kesempatan ekonomi (economic opportunity) atau penghidupan yang
berkelanjutan (sustainable livelihood), jaminan untuk dapat bertahan hidup
(security) dan pemberdayaan (empowerment) dari penduduk miskin.
Perbaikan kondisi lingkungan itu sendiri bisa terdiri dari beberapa faktor
determinan, yaitu termasuk peningkatan akses dan kualitas terhadap sumber daya
alam, air bersih dan sanitasi, akses terhadap informasi tentang lingkungan, dan
peningkatan pengelolalaan terhadap kerentanan ekologi (ecological fragility).
Sedangkan kemiskinan didefinisikan secara luas untuk mencakup berbagai dimensi:
tingkat pendapatan atau konsumsi rendah, ketimpangan, kondisi kesehatan dan
pendidikan rendah, serta kerentanan. Dimensi-dimensi kemiskinan ini pada
gilirannya mempengaruhi elemen-elemen kesejahteraan, yaitu kesempatan ekonomi
(opportunity), jaminan (security) dan pemberdayaan (empowerment).
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 3 Puguh B Irawan (2004)
Gambar 1. Hubungan antara determinan-determinan lingkungan dan dimensi-dimensi kemiskinan
Sumber: Diadaptasi dari Bucknall, Kraus and Pillai (2001)
Gambar 1 menunjukkan hubungan antara aspek-aspek lingkungan yang
terkait kemiskinan dengan berbagai dimensi kemiskinan dan kesejahteraan. Secara
ringkas, gambar ini menunjukkan beberapa determinan lingkungan tertentu yang
terkait dengan kemiskinan, yang kemudian hubungan ini mempengaruhi tingkat
kesejahteraan melalui elemen-elemennya. Determinan lingkungan untuk akses
terhadap air bersih dan sanitasi, misalnya, mempengaruhi dimensi kemiskinan
Akses thd sumber daya alam
Kualitas sumber daya alam
Akses thd air bersih & sanitasi
Kualitas udara
Akses thd informasi ttg lingkungan
Kerentanan
kondisi ekologi
LINGKUNGAN dg determinannya:
KESEJAHTERAAN dg elemennya:
KEMISKINAN dg dimensinya:
Pendapatan/ pengeluaran, ketimpangan
Kesehatan
Kerentanan (vulnerability)
Pendidikan
Jaminan hidup
(security)
Pemberdayaan
(empowerment)
Kesempatan ekonomi
(opportunity)
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 4 Puguh B Irawan (2004)
kesehatan, yang nantinya juga mempengaruhi tingkat pendapatan melalui
membaiknya produktivitas sumber daya manusia.
Background paper ini bertujuan untuk mengemukakan beberapa pokok
pikiran tentang pentingnya kajian hubungan antara lingkungan dan kemiskinan.
Secara khusus, diskusi dalam makalah ini akan memfokuskan pada dimensi-dimensi
kemiskinan yang paling banyak dipengaruhi oleh agenda kebijakan lingkungan,
seperti kesehatan lingkungan (environmental health), kesempatan ekonomi
(economic opportunity) atau kehidupan yang berkelanjutan (sustainable livelihood),
jaminan hidup atau sosial (security) untuk mengatasi kerentanan (vulnerability),
dan pemberdayaan (empowerment) dari penduduk miskin. Hasil kajian dari
hubungan ini nantinya diharapkan dapat secara eksplisit dicakup dalam proses
penyusunan strategi penanggulangan kemiskinan nasional dan daerah (SPKN dan
SPKD), yang saat ini sedang dilakukan di Indonesia.
2. Konseptualisasi Hubungan Lingkungan dan Kemiskinan 2.1. Lingkungan dan Kesehatan Kesehatan lingkungan (environmental health) dapat didefinisikan sebagai
semua kegiatan yang bertujuan untuk menghindari timbulnya resiko atas gangguan
kesehatan melalui kontrol eksposur manusia terhadap agen-agen biologi (bakteri,
virus dan parasit), kimia (logam berat, pestisida dan pupuk), vektor penyakit
(nyamuk dan siput), dan berbagai bahaya fisik dan keselamatan jiwa (kecelakaan
lalu-lintas, kebakaran, keadaan panas dan dingin yang ekstrim, kebisingan dan
radiasi) (Lvovsky, 1999). Selain itu, kesehatan lingkungan juga dikaitkan dengan
pengaruh penggundulan hutan (deforestation) dan kerusakan tanah (land
degradation) terhadap kesehatan (Listorti and Doumani, 2001).
Beberapa ukuran indikator diperlukan untuk menggambarkan secara
menyeluruh tentang pengaruh dari determinan kesehatan lingkungan terhadap
dimensi kemiskinan. Salah satu indikator yang sensitif adalah DALY (disability-
adjusted life years), yang mengukur beban penyakit yang dialami oleh suatu
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 5 Puguh B Irawan (2004)
komunitas atau bangsa untuk melihat besarnya dampak program intervensi
kesehatan terhadap perbaikan kondisi kesehatan.2 Sangat disayangkan, sampai
sejauh ini indikator DALY belum pernah dihitung di Indonesia, baik secara agregat
nasional maupun menurut wilayah, mengingat tidak tersedianya data tentang
lamanya kehilangan hidup dan hidup sehat yang disebabkan oleh kematian
premature, penyakit dan cacat fisik dan mental dalam sistem statistik nasional. Tabel
1 memberikan ilustrasi tentang besarnya pengaruh program intervensi di bidang
kesehatan lingkungan yang diindikasikan oleh indikator DALY terhadap berbagai
masalah lingkungan di berbagai wilayah di dunia.
Tabel 1. Beban penyakit dari dampak resiko kondisi lingkungan buruk
% dari Total DALY di setiap Kelompok Negara
Kelompok Kesehatan Lingkungan
Sub-Sahara Afrika
India Asia dan
Pasifik
Cina TimTeng & Afrika Utara
Amerika Latin
Bekas Negara Sosialis Eropa*
Semua negara sedang
berkembang
Air bersih & sanitasi
10 9 8 3,5 8 5,5 1,5 7
Penyakit vektor (malaria)
9 0,5 1,5 0 0,3 0 0 3
Polusi udara dalam rumah
5,5 6 5 3,5 1,7 0,5 0 4
Polusi udara perkotaan
1 2 2 4,5 3 3 3 2
Limbah agro-industri
1 1 1 1,5 1 2 2 1
Seluruh dampak lingkungan
26,5 18,5 17,5 13 14 11 6,5 18
* Tidak termasuk Asia Tengah dan Kaukasus. Sumber: Lvovsky and others (1999).
Dampak dari kondisi lingkungan buruk terhadap derajat kesehatan penduduk
cukup signifikan, terutama di Sub-Sahara Afrika di mana besarnya dampak resiko
lingkungan terhadap lamanya kehilangan hidup (DALY) sebesar 26,5% dari total
semua penyebab kehilangan hidup. Tabel 1 juga melaporkan bahwa buruknya akses
terhadap air bersih dan sanitasi tergolong sebagai penyebab utama dari kehilangan
2 DALY menggabungkan lamanya kehilangan hidup (dalam tahun) karena kematian
premature dengan lamanya kehilangan hidup sehat karena penyakit atau cacat (Murray and
Lopez, 1996).
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 6 Puguh B Irawan (2004)
hidup karena beban penyakit bagi penduduk di negara-negara sedang berkembang.
WHO (2002) mengestimasikan bahwa sekitar 3,3 juta orang mati setiap tahun
karena penyakit diare, dan sekitar 1,5 juta meninggal karena bakteri parasit dari
kotoran manusia dan limbah padat, yang kesemuanya ini berkaitan dengan buruknya
kondisi penyediaan air bersih dan sanitasi. Selain itu, polusi udara di dalam rumah
juga secara cukup nyata berdampak negatif terhadap kondisi kesehatan buruk dari
penduduk di negara-negara tersebut. Beberapa studi lainnya juga menemukan
hubungan kausal antara kondisi lingkungan dan derajat kesehatan, serta kontribusi
relatif dari buruknya lingkungan terhadap kesehatan. Temuan-temuan dari studi-
studi tersebut juga tentang adanya kaitan antara akses terhadap air bersih dan
sanitasi dengan kesehatan anak (Jalan and Ravallion, 2001), dan sumbangan
pengaruh buruknya akses air bersih dan sanitasi terhadap total beban penyakit
(DALY) di India sebesar 11% dan polusi udara di dalam rumah sebesar 6% (Hughes,
Dunleavy and Lvovsky, 1999).
Lebih jauh, Bank Dunia (2000) menggolongkan resiko kesehatan lingkungan
ke dalam dua kategori utama, yaitu:
1) Traditional hazards yang berkaitan dengan kemiskinan dan pembangunan
yang tertinggal, seperti kurang tersedianya air bersih, sanitasi dan
pembuangan sampah yang tidak memadai, polusi udara di dalam rumah dan
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh vektor.
2) Modern hazards, seperti polusi udara perkotaan, eksposur terhadap bahan-
bahan kimia agroindustri, limbah dari hasil pembangunan yang tidak ramah
lingkungan.
2.2. Lingkungan dan Memperluas Kesempatan Ekonomi
Kajian tentang hubungan antara lingkungan dan kesempatan ekonomi sangat
sesuai dengan konsep kehidupan yang berkelanjutan (sustainable livelihood).
Chambers and Conway (1992, seperti yang dikutip dalam DFID, 1999)
mendefinisikan “livelihood” sebagai meliputi “the capabilities, assets and activities
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 7 Puguh B Irawan (2004)
required for a means of living”. Sumber penghidupan dikatakan berkelanjutan jika
seseorang mampu mengatasi dan kembali pulih dari goncangan hidup karena
terganggunya sumber pendapatannya, serta dapat mempertahankan atau
meningkatkan kemampuan ekonominya untuk kebutuhan saat ini dan di masa
mendatang, sementara tidak mengabaikan kelestarian sumber daya alam di
sekitarnya.
Penduduk miskin cenderung sangat tergantung pada sumber daya alam (SDA)
di sekitarnya, baik sebagai sumber penghasilan utama atau tambahan, misalnya
untuk lahan pertanian dan makanan ternak, untuk berburu binatang atau mencari
ikan, untuk mengambil kayu bakar dan damar, untuk mengambil barang tambang,
dan sebagainya. Karena ketergantungan atas SDA ini sering kali menyumbangkan
bagian pendapatan dan konsumsi penduduk miskin yang cukup besar, kemampuan
mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari akan mudah terpengaruh bila
kualitas SDA menurun. Wanita miskin pedesaan di negara-negara sedang
berkembang sangat dipengaruhi oleh degradasi SDA, karena mereka umumnya
terlibat dalam pengambilan kayu bakar, rumput pakan ternak dan air. Mereka rata-
rata menghabiskan waktu sekitar 2-9 jam per hari untuk mengumpulkan kayu bakar
dan pakan ternak, sementara wanita di Lombok perlu 7 jam sehari untuk mencari
kayu bakar saja (Aristanti, 1997). Sebagai konsekuensi dari meningkatnya
penggundulan hutan, kaum wanita miskin ini terpaksa harus berjalan lebih jauh
dengan waktu lebih lama untuk mencari kayu bakar. Hal ini mengurangi waktu bagi
mereka untuk kegiatan-kegiatan ekonomi yang menghasilkan pendapatan, tanggung
jawab mengurusi keluarga termasuk merawat anak-anak, dan bahkan mungkin
berpengaruh negatif terhadap kesehatan mereka.
Memang hubungan antara kondisi lingkungan dan SDA dengan pendapatan
dan konsumsi rumahtangga tidak bersifat langsung. Kemiskinan kadang mendorong
orang untuk mengeksploitasi SDA secara tidak berkelanjutan, seperti mereka
terpaksa untuk tinggal dan bertani di wilayah dengan kemiringan lahan yang curam,
yang nantinya akan menyebabkan erosi dan menurunnya produktivitas hasil
pertanian. Namun begitu, meningkatkan pendapatan bagi penduduk miskin juga
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 8 Puguh B Irawan (2004)
dapat mengarah pada eksploitasi berlebihan, misalnya, dengan membiarkan mereka
untuk membeli gergaji mesin dan kapal penangkapan ikan yang lebih besar. Kedua
kegiatan ini tentunya justeru akan memperburuk masalah penggundulan hutan dan
overfishing. Begitu juga halnya dengan pemberian ijin penambangan tradisional di
hutan lindung, di mana kegiatan ini akan memberikan keuntungan jangka pendek
bagi peningkatan pendapatan dari para penambang, tetapi untuk jangka panjang
akan menimbulkan dampak negatif karena kegiatan tersebut akan merusak
lingkungan hutan.
Lingkungan tidak semata-mata merepresentasikan sejumlah masalah tetapi
juga memberikan berbagai tantangan dan kesempatan. Bisnis pariwisata yang
berbasis pada keindahan alam, misalnya, telah dibuktikan dapat memberikan
keuntungan ganda di banyak negara: memperluas kesempatan ekonomi bagi
penduduk sekitar dan sekaligus konservasi alam.
2.3. Lingkungan dan Ketahanan Sosial
Sementara semua orang pasti menderita dari setiap gejolak luar yang
menimpanya, seperti akibat krisis ekonomi, konflik sosial, perang, bencana alam,
kebakaran rumah, kecelakaan mematikan dan lainnya, tetapi penduduk miskin
menderita paling parah karena mereka mempunyai kemampuan yang sangat terbatas
untuk mengatasinya. Hubungan antara lingkungan dan ketahanan/ jaminan sosial di
sini difokuskan pada kerentanan (vulnerability) penduduk miskin atas perubahan-
perubahan dramatis pada lingkungan atau bencana alam. Kerentanan ini dapat
dilihat baik dari tingkat makro ekonomik maupun tingkat mikro ekonomik.
Goncangan pada tingkat makro ekonomik mempengaruhi satu wilayah atau
negara secara keseluruhan. Bencana angin siklun, gempa bumi, kekeringan,
kebanjiran dan sejenisnya mempengaruhi setiap orang dan dapat merugikan
perekonomian nasional secara menyolok. Penduduk miskin punya kemampuan
sangat terbatas untuk menghadapi goncangan lingkungan. Mereka sering tergantung
pada lahan marjinal, memiliki sedikit modal atau barang untuk dijual sehingga
memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, mempunyai lebih
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 9 Puguh B Irawan (2004)
sedikit pilihan untuk kegiatan-kegiatan yang menghasilkan pendapatan di tempat
lain, dan seringkali menerima sedikit informasi tentang bencana yang akan terjadi.
Goncangan lingkungan pada tingkat mikro ekonomik mempengaruhi jumlah
penduduk yang lebih kecil. Karena penduduk miskin cenderung hidup di wilayah-
wilayah marjinal, rumah dan tanah mereka mempunyai resiko tinggi terkena dampak
dari bencana kekeringan, banjir, tanah longsor, wabah penyakit (endemik) dan
sejenisnya. Kaum wanita miskin khususnya sering paling rentan dan menanggung
konsekuensi dari berkurangnya konsumsi makanan, terjangkitnya penyakit, dan
kebutuhan untuk membangun lagi tempat tinggal. Bencana lingkungan dapat
mempengaruhi kemiskinan baik secara jangka pendek maupun jangka panjang.
Bencana tentunya memperburuk keterpurukan ekonomi dalam jangka pendek.
Bencana juga dapat mempengaruhi kesejahteraan ekonomi rumahtangga dalam
jangka panjang, ketika upaya untuk bertahan hidup mutlak memerlukan penjualan
modal atau investasi, yang misalnya modal ini telah direncanakan untuk digunakan
untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka di masa mendatang. Selain itu,
kerusakan lingkungan dan bencana alam juga telah menyebabkan para korban, yang
kebanyakan adalah orang miskin, meninggalkan rumah-rumah mereka untuk
mengungsi atau pindah ke lokasi lain yang lebih baik. Pengungsi korban bencana
alam mengalir ke kota-kota di mana mereka menambah jumlah orang miskin yang
juga hidup di lahan marjinal dan beresiko terhadap bencana.
2.4. Lingkungan dan Pemberdayaan
Kegiatan-kegiatan pengelolaan lingkungan juga dapat berkontribusi terhadap
upaya pemberdayaan dari penduduk lokal. Masyarakat setempat diberdayakan
dengan ikut serta dalam pengambilan keputusan tentang pemanfaatan sumber-
sumber daya alam dan lingkungan sekitar secara berkelanjutan, yang kemudian
langsung dikaitkan dengan sumber penghidupan dan kegiatan ekonomi mereka.
Dengan perkataan lain, ketika masyarakat diberdayakan, pengelolalaan lingkungan
dan sumber daya alam bermanfaat untuk menjaga lingkungan, memberikan peluang-
peluang ekonomi kepada masyarakat dalam rangka peningkatan pendapatan, dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 10 Puguh B Irawan (2004)
sekaligus membangun modal sosial dari masyarakat setempat dalam memahami dan
mengatasi berbagai masalah yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan
sekitarnya.
3. Pengarusutamaan Masalah Lingkungan dalam Strategi Penanggulan Kemiskinan Nasional dan Daerah (SPKN & SPKD)
Masalah lingkungan mutlak penting untuk diintegrasikan ke dalam strategi
penanggulangan kemiskinan nasional dan daerah (SPKN dan SPKD), mengingat
kualitas kondisi lingkungan berkaitan erat dengan kualitas hidup dari penduduk
miskin.
Gambar 2. Proses Pengarusutamaan Lingkungan dalam SPKN dan SPKD
Sumber: World Bank, PRSP Source Book.
Dalam konteks itu, relevansi masalah lingkungan terhadap proses penyusunan SPKN
dan SPKD saat ini dapat dibahas di tiga tahapan kunci (lihat Gambar 2), yaitu:
1) kajian hubungan antara lingkungan dan kemiskinan sebagai bagian dari
poverty diagnostics
2) penentuan aksi publik atau program intervensi yang paling efisien dan efektif
untuk mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasikan sebelumnya
Mengkaji hubungan antara lingkungan dan kemiskinan (sebagai bagian dari poverty
diagnostics)
Mendefinisikan hasil-hasil yang
diharapkan Mengkaji aksi-aksi publik yang potensial dan mungkin dilaksanakan
Mengkaji kapasitas kelembagaan dan pelajaran-pelajaran dari pengalaman seblmnya
Menentukan aksi publik dan
program intervensi
Monitor hasil dan evaluasi program
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 11 Puguh B Irawan (2004)
3) monitoring hasil dan evaluasi program intervensi
3.1. Kajian hubungan antara lingkungan dan kemiskinan Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, kaitan antara lingkungan dan
kemiskinan dapat ditinjau dari berbagai dimensi yang meliputi kesehatan
lingkungan, pendapatan dan kesempatan ekonomi, jaminan untuk mengatasi
kerentanan terhadap bencana lingkungan, dan pemberdayaan dari penduduk miskin.
Untuk melakukan kajian ini, kelompok kerja SPKN dan SPKD harus
mendokumentasikan terlebih dahulu informasi yang tersedia untuk mendapatkan
gambaran di mana masalah-masalah lingkungan berasosiasi dengan insiden
kemiskinan. Kajian ini juga sebaiknya dilengkapi dengan pemahaman tentang pola-
pola hubungan lingkungan-kemiskinan yang sangat spesifik di daerah-daerah
tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari studi-studi kasus yang sudah
ada atau dengan melakukan survei cepat misalnya di daerah-daerah rawan kerusakan
lingkungan dengan dengan insiden kemiskinan yang relatif tinggi. Hasil akhir yang
diharapkan dari kegiatan kajian ini adalah pemetaan pola hubungan antara
lingkungan dan kemiskinan menurut tingkat disagregasi analisis dengan perbedaan
cukup signifikan, misalnya menurut wilayah geografis dan topografi, komunitas
dengan budaya yang berbeda, wilayah dengan tingkat pembangunan yang berbeda,
dll.
3.2. Penentuan aksi-aksi publik dan program-program intervensi yang efektif
Kebijakan publik dan program-program intervensi dalam upaya
meningkatkan kondisi lingkungan untuk membantu penanggulangan kemiskinan
harus merupakan bagian integral dari kebijakan makro strategis dan operasional
yang telah digariskan dalam Dokumen Interim SPK. Secara spesifik, intervensi
dalam konteks hubungan lingkungan-kemiskinan dapat diarahkan untuk mengatasi
masalah dan tantangan berikut ini:
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 12 Puguh B Irawan (2004)
Penurunan derajat kesehatan karena masalah lingkungan dapat diatasi
dengan mengkombinasikan upaya-upaya meningkatkan cakupan penyediaan
air minum bersih dan penggunaan toilet septik tank dengan pendidikan
tentang sanitasi, memperkenalkan penggunaan kompor efisien bahan bakar
untuk mengurangi polusi udara di dalam rumah, meningkatkan kampanye
pemberantasan vektor penyakit, nyamuk demam berdarah dan malaria,
inisiatif penggunaan bahan bakar untuk transportasi yang ramah lingkungan;
Perluasan kesempatan ekonomi dengan mendorong masyarakat untuk
memanfaatkan SDA untuk keuntungan ganda sebagai sumber penghasilan
dan perlindungan/konservasi alam, seperti industri pariwisata berbasis
keindahan alam (ecotourism), melarang penambangan emas di lokasi-lokasi
dengan SDA yang dapat diperbaharui, mengembangkan program pengelolaan
daerah resapan air yang berbasis komunitas untuk meningkatkan penyediaan
air bersih, program reboisasi berbasis masyarakat setempat, peningkatan
pendidikan dan kampanye tentang bahaya kerusakan lahan dan penggundulan
hutan, program penggunaan bahan bakar dari hasil hutan bukan kayu.
Mengurangi kerentanan terhadap bencana alam dengan menstabilkan
lahan di daerah-daerah padat yang berada di atas kemiringan yang beresiko
tinggi terhadap bencana banjir dan tanah longsor, memperbaiki sistem
ramalan/deteksi awal terjadinya bencana alam, memastikan bahwa informasi
tentang bahaya bencana tersedia bagi penduduk miskin, program transfer
pendapatan darurat selama krisis atau bencana, pemberian akses begi
penduduk miskin untuk asuransi kesehatan dan jiwa, dan akses ke kredit kecil.
Memberdayakan kelompok masyarakat yang terabaikan selama ini
dengan mengembangkan intervensi berbasis komunitas yang berkaitan
dengan pengelolaan sumber daya alam setempat, seperti hutan, padang
rumput, pengadaan air, sanitasi, pengelolaan lahan tanah, termasuk
informasi lingkungan dalam kurikulum sekolah sehingga orang memahami
sejak awal tentang hubungan antara kehidupan mereka dengan kondisi
lingkungan sekitarnya.
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 13 Puguh B Irawan (2004)
3.3. Memonitor hasil dan mengevaluasi intervensi
Untuk memonitor dan mengevaluasi keterkaitan antara intervensi untuk
memperbaiki kondisi lingkungan dan penanggulangan kemiskinan, beberapa
indikator yang relevan dan dapat dikuantifikasikan harus ditentukan lebih dahulu.
Secara garis besar, indikator-indikator lingkungan yang terkait dengan kemiskinan
dapat dibedakan atas (World Bank, PRSP Source Book):
Indikator antara (intermediate indicators), yang dapat terdiri atas indikator
masukan/input (kuantitas dan kualitas sumber daya yang digunakan untuk
intervensi) atau indikator keluaran/output (kuantitas dan kualitas pekerjaan,
barang dan jasa yang dihasilkan sebagai hasil dari berbagai masukan);
Indikator akhir/final, yang terdiri atas indikator hasil/outcome (kuantitas dan
kualitas dari hasil yang diperoleh melalui penggunaan output), dan indikator
dampak (perubahan-perubahan jangka panjang pada kondisi kehidupan dari
penerima bantuan).
Pemilihan indikator yang relevan dan sensitif dalam menjelaskan hubungan
antara lingkungan dan kemiskinan perlu didasarkan pada pedoman umum berikut
ini:
Indikator harus relevan dengan tujuan intervensi,
Data dasar untuk pengukuran indikator tersedia secara rutin dalam sistem
statistik nasional,
Ketersediaan data memadai untuk analisis perbandingan spasial dan
temporal,
Kualitas dan reliabilitas data terjamin
Biaya pengumpulan data dasar untuk pengukuran indikator harus realistis,
Punya kaitan sebab-akibat yang nyata,
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 14 Puguh B Irawan (2004)
Tabel 2 dan 3 memuat beberapa indikator terpilih yang relevan untuk kajian
hubungan lingkungan-kemiskinan, yang disesuaikan dengan ketersediaan data di
Indonesia. Salah satu bidang intervensi utama dalam hubungan ini adalah kesehatan
lingkungan (Tabel 2). Masalah-masalah kesehatan lingkungan di sini
diidentifikasikan dengan melihat jenis-jenis penyakit yang erat kaitannya dengan
kondisi lingkungan sekitar dan mempunyai pengaruh kuat terhadap derajat
kesehatan dari penduduk miskin, yaitu malaria, infeksi saluran pernafasan dan diare.
Sementara bidang-bidang intervensi utama lainnya meliputi upaya-upaya perluasan
kesempatan ekonomi dan peningkatan pendapatan, meningkatkan ketahanan
pangan dan mengurangi kerentanan dari penduduk miskin (Tabel 3).
Indikator-indikator turunan dari dimensi hubungan antara lingkungan dan
kemiskinan diakui tidak secara komprehensif dapat menjelaskan pengaruh degradasi
atau perbaikan lingkungan terhadap meningkatnya atau menurunnya insiden
kemiskinan. Keterbatasan data makro kuantitatif menjadi kendala utama dalam
kajian seperti ini. Oleh karena itu, kajian yang berdasarkan data mikro kualitatif,
misalnya melalui participatory poverty assessment (PPA) di tingkat komunitas,
sangat diperlukan untuk melengkapi temuan-temuan yang tidak dapat dijelaskan
dalam kajian data kuantitatif.
Dalam konteks penyusunan SPKN dan SPKD, indikator-indikator yang akan
dipilih sebagai dasar intervensi harus dapat disajikan dengan disagregasi analisis
minimal sampai tingkat wilayah kabupaten/kota. Begitu juga, penyajian indikator
dengan perkembangannya sepanjang waktu sangat diperlukan untuk melihat
perubahan-perubahan yang terjadi selama periode tertentu.
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 15 Puguh B Irawan (2004)
Tabel 2. Beberapa Indikator Terpilih untuk Kesehatan Lingkungan, Menurut Ketersediaan dan Sumber Datanya di Indonesia.
Ketersediaan & Sumber Data Ketersediaan & Sumber Data
Penyakit yang berkaitan dg lingkungan
Indikator antara Tingkat Nasional
Tingkat Propinsi
Tingkat Kab/Kota
Indikator akhir Tingkat Nasional
Tingkat Propinsi
Tingkat Kab/Kota
Malaria % rumahtangga memiliki minimal satu kelambu nyamuk
% fasilitas kesehatan yg mela-porkan tidak ada masalah perse-diaan obat anti-malaria untuk lebih dari satu minggu selama 3 bulan sebelumnya
Prevalensi kematian karena malaria
Jumlah kasus malaria di antara kelompok sasaran
% pasien dg malaria yg memperoleh pengobatan di fasilitas kesehatan dlm 24 jam
(Depkes)
(Depkes)
(Depkes)
(Depkes)
Infeksi pernafasan % rumahtangga memiliki ventilisasi di dapur
% rumahtangga menggunakan kayu bakar untuk memasak
(SSN)
(SSN)
(SSN)
Prevalensi infeksi saluran pernafasan akut dan kronis
Prevalensi penyakit paru-paru kronis
(SDKI)
(SDKI)
Diare % rumahtangga dg akses thd air bersih untuk minum
% rumahtangga dg akses thd sanitasi
Rata-rata luas lantai m2/kapita
% rumahtangga dg anak balita menurut cara pembuangan tinja anak
% wanita yg mencuci tangan sblm menyiapkan makanan utk keluarga
% rumahtangga dg rumah berlantai tanah
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SDKI)
(SDKI)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SDKI)
(SDKI)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
Prevalensi diare (SDKI) (SDKI)
Indikator kesehatan umum
% pengeluaran untuk kesehatan publik thd total anggaran
(DepKeu,NHDR)
(DepKeu,NHDR)
(DepKeu,NHDR)
Angka kematian bayi
Angka kematian balita
DALYs
(BS)
(BS)
(BS)
(BS)
(BS)
(BS)
Catatan: SSN: Susenas (dikumpulkan setiap tahun); SDKI: Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (dikumpulkan 1987, 1991, 1994, 1997, 2002-2003); BS: Hasil estimasi dari berbagai sumber data di BPS. Sumber: Diadaptasi dari Shyamsundar (2001) dengan penyesuaian konteks Indonesia.
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 16 Puguh B Irawan (2004)
Tabel 3. Beberapa Indikator Pengelolaan SDA (Natural Resources Management, NRM) yang Mempengaruhi Pendapatan, Ketahanan Pangan dan Kerentanan dari Penduduk Miskin, Menurut Ketersediaan dan Sumber Datanya di Indonesia.
Ketersediaan & Sumber Data
Dimensi/masalah Kemiskinan Indikator Kemiskinan terkait Lingkungan Tingkat Nasional
Tingkat Propinsi
Tingkat Kab/Kota
Masalah-masalah kerusakan lingkungan dan SDA yg dapat
mempengaruhi indikator ini
Pendapatan dan Kesempatan Ekonomi (Income and Opprtunity)
% rumahtangga miskin menurut sumber penghasilan utama
% pekerja pertanian
% pekerja dg status berusaha sendiri dan pekerja keluarga
Rata-rata luas penguasaan lahan pertanian (Ha)
Produksi padi-padian per kapita di pedesaan
Kuantitas konsumsi rumahtangga tahunan yg berasal dari hasil hutan dan perikanan
% lahan irigasi thd total tanah pertanian
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(ST)
(ST)
(ST)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(ST)
(ST)
(ST)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(ST)
(ST)
(ST)
Penggundulan hutan
Kelangkaan air
Penangkapan ikan yang berlebihan
Kerusakan lahan
Ketahanan Pangan (Food Security) % petani yg berusaha di lahan tadah hujan
% anak balita kurang gizi
% anak usia sekolah SD yg stunted
% anak usia sekolah SD yg wasted
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
Kelangkaan air
Kerusakan lahan
Terjangkitnya pes dan kolera
Bencana alam
Kerentanan (Vulnerability) terhadap Bencana Alam
% penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan makanan (very poor)
Indeks ketimpangan kemiskinan (P1)
Indeks keparahan kemiskinan (P2)
% penduduk yang hidup 10% atau 25% di atas garis kemiskinan (near poor)
Tingkat setengah pengangguran
% penduduk memiliki asuransi kesehatan/jaminan pembayaran untuk berobat jalan atau rawat inap
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
(SSN)
Penggundulan hutan
Kerusakan lahan
Catatan: SSN: Susenas (dikumpulkan setiap tahun); ST: Sensus Pertanian (1973, 1983, 1993, 2003)
Sumber: Diadaptasi dari Shyamsundar (2001) dengan penyesuaian konteks Indonesia.
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 17 Puguh B Irawan (2004)
4. Penutup dan Isu-isu utama yang perlu dibahas
Makalah ini mencoba untuk memberikan pokok-pokok pikiran tentang
pentingnya mengkaitkan upaya pengelolaan lingkungan dan SDA yang
berkelanjutan dengan strategi penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Dari
uraian sebelumnya, beberapa pokok pikiran dapat diringkas sebagai berikut:
Keterkaitan lingkungan dan kemiskinan bertolak dari konsep
pembangunan berkelanjutan, yang menyeimbangkan antara pertumbuhan
ekonomi, perlindungan lingkungan dan SDA, serta keadilan sosial.
Dalam konteks penanggulangan kemiskinan, hubungan lingkungan-
kemiskinan lebih relevan ditinjau dari sisi pengaruh perbaikan kondisi
lingkungan terhadap penurunan kemiskinan dari pada hubungan
sebaliknya. Pengaruh ini terjadi melalui perbaikan kondisi kesehatan
lingkungan, perluasan kesempatan ekonomi, adanya jaminan untuk dapat
bertahan hidup, dan pemberdayaan dari penduduk miskin.
Penduduk miskin cenderung sangat rentan terhadap perubahan
lingkungan, karena mereka sangat tergantung pada sumber daya alam
sekitarnya sebagai sumber penghasilan dan sumber kebutuhan hidup.
Selain itu, penduduk miskin juga cenderung tinggal di wilayah-wilayah
marjinal dengan kondisi lingkungan padat dan kumuh, serta beresiko
tinggi terhadap bencana alam. Sementara kebijakan penanggulangan
kemiskinan diusahakan tidak merusak atau memperburuk kondisi
lingkungan di mana penduduk miskin tinggal, kebijakan perbaikan
kondisi lingkungan untuk membantu pengurangan kemiskinan lebih
penting dan feasible dalam konteks penyusunan SPKN dan SPKD.
Dalam upaya untuk mengarusutamakan masalah lingkungan ke dalam
dokumen SPKN dan SPKD, beberapa isu strategis masih belum banyak
mendapat perhatian dari para pengambil kebijakan. Isu-isu di bawah ini perlu
dikemukakan untuk dibahas secara umum dan meluas.
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 18 Puguh B Irawan (2004)
1) Ketimpangan penguasaan tanah dan kurangnya akses penduduk miskin
terhadap pengelolaan lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam.
Ketiadaan akses terhadap lahan dan rendahnya produktivitas pertanian
termasuk penyebab utama dari kemiskinan, selain rendahnya pendapatan,
kurangnya lapangan kerja, dan kurangnya akses terhadap kesehatan dan
pendidikan dasar.
2) Kurangnya penegakan hukum yang adil dan merata terhadap eksploitasi
SDA secara ilegal dan tidak ramah lingkungan. Penegakan hukum
terhadap pembalakan kayu (illegal logging) dan kegiatan industri yang
membuang limbah padat berbahaya harus ditegakkan, karena kegiatan-
kegiatan ini secara langsung mempengaruhi kehidupan seluruh
masyarakat khususnya orang miskin, untuk generasi sekarang maupun
generasi mendatang, di pedesaan maupun di perkotaan.
3) Penyediaan akses bagi semua penduduk, khususnya penduduk miskin,
terhadap fasilitas pendidikan dan kesehatan dasar, dibarengi dengan
perluasan akses terhadap air bersih dan sanitasi, dijadikan gerakan
nasional sebagai bagian dari pemenuhan hak-hak asasi manusia untuk
hidup layak.
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia 19 Puguh B Irawan (2004)
Daftar Rujukan
Bucknall, Julia, Christiane Kraus, and Poonam Pillai. 2001. “Poverty and Environment”. Background Paper for the World Bank’s Environment Strategy. World Bank. Washington, D.C.
Chambers, Robert, and Gordon Conway. 1992. “Sustainable Rural Livelihood:
Practical Concepts for the 21st Century.” IDS Discussion Paper No. 296. Institute of Development Studies, University of Sussex, Brighton, U.K.
DFID (Department for International Development). 1999. Sustainable Livelihoods
Guidance Sheets. http://www.livelihoods.org/info/guidance_sheets_pdfs/section1.pdf.
Hughes, Gordon, Meghan Dunleavy, and Kseniya Lvovsky. 1999. The Health
Benefits of Investments in Water and Sanitation: A Case Study of Andhra Pradesh, India. Washington, D.C.: World Bank.
Jalan, Jyotsna, and Martin Ravallion. 2001. “Does Piped Water Reduce Diarrhea
for Children in Rural India?” World Bank Policy Research Working Paper. Washington, D.C.
Listorti, James, and Fadi Doumani. 2001. “Environmental Health: Bridging the
Gaps”. Discussion Paper No. 433. World Bank, Washington, D.C. Lvovsky, Kseniya, Maureen Cropper, James Listorti, A. Edward Elmendorf,
Candace Chandra, Julian Lampietti, Ronald Subida, and Meghan Dunleavy. 1999. “Environmental Health Background Paper to World Bank Environment Strategy”. Draft. World Bank, Washington, D.C.
Murray, Christopher J.L., and Alan D. Lopez. 1996. Global Health Statistics: A
Compendium of Incidence, Prevalence and Mortality Estimates for Over 200 Conditions, Cambridge, Ma.: Harvard University Press.
Shyamsundar, Priya. 2001. “Poverty-Environment Indicators”. Environment
Department, World Bank, Washington, D.C. WHO (World Health Organization). 2002. World Health Report 2002. Geneva:
WHO. World Bank. 2002. PRSP Source Book.