Transcript

26

40BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahPerkembangan dunia usaha yang semakin pesat saat sekarang ini dapat memicu persaingan yang semakin meningkat diantara pelaku bisnis. Berbagai macam usaha untuk meningkatkan pendapatan dan agar tetap dapat bertahan dalam menghadapi persaingan tersebut terus dilakukan oleh para pengelola usaha. Salah satu kebijakan yang selalu ditempuh oleh pihak perusahaan adalah dengan melakukan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan oleh pihak ketiga yaitu auditor sebagai pihak yang dianggap independen.

1Seorang auditor dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata-mata bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk kepentingan pihak lain yang mempunyai kepentingan atas laporan keuangan auditan. Untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari klien dan dari para pemakai laporan keuangan lainnya, auditor dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai. Menurut Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No.2, menyatakan bahwa relevansi dan reliabilitas adalah dua kualitas utama yang membuat informasi akuntansi berguna untuk pembuatan keputusan. Untuk dapat mencapai kualitas relevan dan reliabel maka laporan keuangan perlu diaudit oleh auditor untuk memberikan jaminan kepada pemakai bahwa laporan keuangan tersebut telah disusun sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, auditor harus meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan. Guna peningkatan kinerja, hendaknya auditor memiliki sikap profesional dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan. Gambaran tentang Profesionalisme seorang auditor menurut Hall (1968) dalam Herawati dan Susanto, (2009) tercermin dalam lima hal yaitu: pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan terhadap peraturan profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi. Dengan profesionalisme yang tinggi, kebebasan auditor akan terjamin.Penelitian ini dimotivasi dengan masih banyaknya kasus yang terjadi pada auditor KAP, baik itu mengenai profesionalisme auditor maupun pengalaman seperti yang terjadi pada penjelasan kasus dibawah iniDua auditor BPK diperiksa terkait temuannya atas hasil audit yang menyatakan telah terjadi penyimpangan dana penerimaan negara dari sektor bukan pajak sebesar Rp1,4 miliar dari penyetoran uang bukti pelanggaran (tilang) Kejari Bandarlampung tahun 2011-2013 dengan tersangka Rika Aprilia, mantan Bendahara Khusus Kejari Bandarlampung. Dua auditor itu Welly dan Ahmad Gozali diperiksa oleh tim penyidik sejak pukul 09.00 WIB hingga 12.00 WIB. Dalam pemeriksaan, penyidik memfokuskan pada hasil perhitungan keduanya," kata dia lagi.Pihaknya melakukan pemeriksaan hanya ingin tahu proses dan hasil pemeriksaan mereka, kendati telah diakui oleh tersangka jumlah dana yang dikorupsi. Dia menjelaskan dari pemeriksaan diketahui bahwa selain memalsukan Surat Bukti Penyetoran (SBP), tersangka juga telah memanipulasi bukti setor internal yang dilaporkan ke Kejari Bandarlampung.Dari hasil pemeriksaan kedua auditor diketahui tidak ditemukan Nota Bukti Penyetoran Negara (NBPN) yang merupakan surat lanjutan dari SBP, katanya lagi. Ia menyatakan bahwa NBPN itu tidak tercatat dalam penerimaan negara, sehingga dalam audit nampak hasil yang berbeda dan auditor berkesimpulan adanya dugaan penyelewengan dana setoran dari sektor nonpajak khususnya penyetoran dana tilang (www.antara.co.id) .Pada kantor Bea dan Cukai di jakarta adalah salah satu instansi pemerintah pemerintah di Indonesia. Pada tanggal 26 November 2013, terdapat beberapa audit internal bea dan cukai kasus suap Kepala Sub Direktorat EksporBea dan Cukai,Heru Sulastyono. Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri memanggil lima orang pegawaiBea dan Cukaiterkait kasus suap Kepala Sub Direktorat EksporBea dan Cukai,Heru Sulastyono. Lima orang yang dipanggil penyidik tersebut merupakan orang-orang yang berkaitan dengan importasi barang. Kelima orang tersebut pada saat kejadian bertindak sebagai auditor internal DitjenBea dan Cukai. Widi Harotono saat itu menjadi pengendali teknis audit, Pandu Pranoto sebagai auditor, Muhammad Badru Taman sebagai auditor kantor pusat, Hanif Adnan Winanto sebagai ketua auditor, dan Slamet Susilo sebagai pengawas mutu audit. "Kita ingin mengetahui proses importasi yang berkaitan dengan usaha saudara Yusron Arief dan tugas-tugas saudara HS (Heru Sulastyono). Ini adalah auditor internal yang melakukan pemanggilan," ungkapnya. Lima mantan auditor saat itu, merupakan saksi untuk tersangka kasus suapBea dan Cukai, Yusron Arief danHeru Sulastyono. (http://www.tribunnews.com)Selain profesionalisme seorang auditor juga harus mempunyai pengalaman yang cukup agar dapat membuat keputusan dalam laporan auditan. Auditor yang mempunyai pengalaman yang berbeda, akan berbeda pula dalam memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan dan juga dalam memberi kesimpulan audit terhadap obyek yang diperiksa berupa pemberian pendapat. Pada saat auditor mempertimbangkan keputusan mengenai pendapat apa yang akan dinyatakan dalam laporan audit, material atau tidaknya informasi, mempengaruhi jenis pendapat yang akan diberikan oleh auditor. Informasi yang tidak material atau tidak penting biasanya diabaikan oleh auditor dan dianggap tidak pernah ada. Tetapi jika informasi tersebut melampaui batas materialitas (materiality), pendapat auditor akan terpengaruh. Tingkat materialitas adalah suatu masalah kebijakan profesional dan dip engaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan yang beralasan dari laporan keuangan. Tingkat materialitas suatu laporan keuangan tidak akan sama tergantung pada ukuran laporan keuangan tersebut. Selain itu tingkat materialitas tergantung pada dua aspek yaitu aspek kondisional dan aspek situasional. Aspek kondisional adalah aspek yang seharusnya terjadi. Auditor seharusnya menetapkan materialitas secara standar, artinya dalam menentukan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan, antar auditor harus sama tanpa ada pengaruh antara lain, umur ataupun gender. Pada kenyataannya dalam menentukan tingkat materialitas antar auditor berbeda-beda sesuai dengan aspek situasionalnya. Aspek situasional adalah aspek yang sebenarnya terjadi, yaitu profesionalisme auditor itu sendiri. Auditor sering menghadapi dilema etika dalam menjalani karier bisnis (Mulyadi, 2002).

Misalnya, klien mengancam untuk mencari auditor baru kalau perusahaan tidak memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian. Untuk mencegah adanya tekanan dari pihak manajemen, maka auditor memerlukan independensi. Misalnya sekalipun auditor dibayar oleh klien, dia harus memiliki kebebasan yang cukup untuk melakukan audit. Auditor akan menjadi sepenuhnya tidak independen apabila dia mendapatkan imbalan yang lebih agar memberikan pendapat yang wajar tanpa pengecualian. Materialitas pada tingkat laporan keuangan adalah besarnya keseluruhan salah saji minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting sehingga membuat laporan keuangan menjadi tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam konteks ini, salah saji bisa diakibatkan oleh penerapan akuntansi secara keliru, tidak sesuai dengan fakta atau karena hilangnya informasi penting (Haryono, 2001 dalam Martiyani, 2010:20). Skandal di dalam negeri terlihat dari akan diambilnya tindakan oleh Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) terhadap 10 Kantor Akuntan Publik yang melakukan pelanggaran, menyusul keberatan pemerintah atas sanksi berupa peringatan plus yang telah diberikan. 10 KAP tersebut diindikasikan melakukan pelanggaran berat saat mengaudit bank-bank yang dilikuidasi pada tahun 1998. Selain itu terdapat kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh auditor yang menyebabkan perusahaan didenda oleh Bapepam (Winarto, 2002 dalam Martiyani, 2010:22). Dalam konteks berbagai skandal keuangan di atas, memunculkan pertanyaan apakah trik-trik rekayasa tersebut mampu terdeteksi oleh auditor yang mengaudit laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah terdeteksi namun auditor justru ikut mengamankan praktik kejahatan tersebut. Jika yang terjadi justru auditor ikut mengamankan praktik rekayasa tersebut, maka inti permasalahannya adalah sikap profesionalisme auditor tersebut. Dengan demikian, semakin profesional seorang auditor ditambah dengan penerapan etika profesi dan pengalaman diharapkan dapat membuat perencanaan dan pertimbangan yang lebih bijaksana dalam proses pengauditan. Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian yang dilakukan oleh Herawati dan Susanto (2009). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada penambahan variabel pengalaman. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa akuntan yang lebih berpengalaman akan bertambah pengetahuannya dalam melakukan proses audit khususnya dalam memberikan tingkat materialitas dalam proses audit atas laporan keuangan (Herawati dan Susanto, 2009). Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul Pengaruh Profesionalisme, dan Pengalaman Auditor terhadap Tingkat Materialitas Pada Auditor Eksternal Di Kota Medan.

B. Identifikasi MasalahBerdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan dalam penelitian ini adalah:1. Beberapa auditor tidak mematuhi Standar Auditing-Standar Profesional Akuntan Publik dalam pelaksanaan audit umum.2. Kurangnya tingkat profesionalisme auditor dalam memeriksa atau menyajikan laporan keuangan..3. Rendahnya pengalaman auditor dalam mengaudit laporan keuangan.C. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian di atas, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini akan dirumuskan dalam bentuk pertanyaan yaitu sebagai berikut:1. Bagaimanakah pengaruh Profesionalisme Auditor terhadap Tingkat Materialitas?2. Bagaimanakah pengaruh Pengalaman Auditor terhadap Tingkat Materialitas?3. Bagaimanakah pengaruh Profesionalisme Auditor, dan Pengalaman Auditor secara simultan terhadap Tingkat Materialitas?

D. Tujuan dan Manfaat PenelitianTujuan PenelitianBerdasarkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian adalah memberikan bukti empiris:1. Pengaruh Profesionalisme Auditor terhadap Tingkat Materialitas.2. Pengaruh Pengalaman Auditor terhadap Tingkat Materialitas.3. Pengaruh Profesionalisme Auditor, dan Pengalaman Auditor secara simultan terhadap Tingkat Materialitas. Manfaat Penelitian1. Bagi PenelitiManfaat teoritis dari penelitian ini adalah menjadi tambahan referensi atau rujukan mengenai pengaruh Profesionalisme Auditor, dan Pengalaman Auditor terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas.

2. Bagi perusahaanManfaat praktik dari penelitian ini adalah sebagai masukan bagi KAP dan pihak-pihak lain yang berkepentingan agar dapat mengambil kebijakankebijakan terkait dengan peningkatan Profesionalisme Auditor, dan Pengalaman Auditor yang mempengaruhi Pertimbangan Tingkat Materialitas Auditor.3. Bagi penelitian selanjutnyaPenelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan pengembangan ilmu audit mengenai kajian tingkat materialitas

1

18

8

10

BAB IILANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka 1. Tingkat Materialitas a. Pengertian Tingkat MaterialitasMaterialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, yang mungkin dapat mengakibatkan perubahan pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan atas informasi tersebut karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut (Sukrisno, 1996 dalam Yanuar, 2008:14).Definisi dari materialitas dalam kaitannya dengan akuntansi dan pelaporan audit menurut Arens dan Loebeccke (1996) dalam Noveria (2006:25) adalah suatu salah saji dalam laporan keuangan dapat dianggap material jika pengetahuan atas salah saji tersebut dapat mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan yang rasional. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa materialitas adalah besarnya salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi dan pertimbangan seseorang yang meletakkan kepercayaan terhadap salah saji tersebut.

9SPAP 2011 dalam PSA No. 25, paragraf 10 menyatakan materialitas sebagai besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, yang dinilai dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang memiliki kepercayaan atau kepentingan atas informasi tersebut. Definisi tersebut mengakui pertimbangan materialitas dilakukan dengan memperhitungkan keadaan yang melingkupi dan perlu melibatkan baik pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif.Arens (2005:234) menyatakan konsep materialitas menggunakan tiga tingkatan dalam mempertimbangkan jenis laporan yang harus dibuat, antara lain:1) Jumlah yang tidak material, jika terdapat salah saji laporan keuangan tetapi cenderung tidak mempengaruhi keputusan pemakai laporan, salah saji tersebut dianggap tidak material, 2) Jumlahnya material, tetapi tidak menganggu laporan keuangan secara keseluruhan. Tingkat materialitas ini terjadi jika salah saji di dalam laporan keuangan dapat mempengaruhi keputusan pemakai, tetapi keseluruhan laporan keuangan tersebut tersaji dengan benar sehingga tetap berguna, 3) Jumlahnya sangat material atau pengaruhnya sangat meluas sehingga kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan diragukan.Apabila auditor menemukan atau berpendapat adanya salah saji material dalam laporan keuangan perusahaan, ia harus memberitahukan hal tersebut kepada klien, sehingga koreksi atau rekonsiliasi dapat dilakukan. Dalam menilai suatu item material atau tidak, auditor harus menentukan terlebih dahulu materialitas atas laporan keuangan yang diauditnya tersebut. Proses penentuan materialitas ini disebut pertimbangan materialitas (materiality judgment). Pertimbangan materialitas ini dilakukan dalam prosedur audit, yaitu pada saat merencanakan audit (planning) dan ketika melakukan evaluasi apakah laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia (SPAP, 2011:312.4).Standar yang tinggi dalam praktik akuntansi akan memecahkan masalah yang berkaitan dengan konsep materialitas. Pedoman materialitas yang beralasan, yang diyakini oleh sebagian besar anggota profesi akuntan adalah standar yang berkaitan dengan informasi laporan keuangan bagi para pemakai, akuntan harus menentukan berdasarkan pertimbangannya tentang besarnya sesuatu atau informasi yang dikatakan material. b. Kriteria Tingkat MaterialitasIdealnya, auditor menentukan pada awal audit jumlah gabungan dari salah saji, dalam laporan keuangan yang akan dipandang material. Hal ini disebut pertimbangan awal tingkat materialitas karena menggunakan unsur pertimbangan profesional, dan masih dapat berubah jika sepanjang audit yang akan dilakukan ditemukan perkembangan yang baru.Pertimbangan awal tingkat materialitas adalah jumlah maksimum salah saji dalam laporan keuangan yang menurut pendapat auditor, tidak mempengaruhi pengambilan keputusan dari pemakai. Penentuan jumlah ini adalah salah satu keputusan penting yang diambil oleh auditor yang memerlukan pertimbangan profesional yang memadai.Tujuan penetapan materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Jika auditor menetapkan jumlah yang rendah, maka lebih banyak bahan bukti yang harus dikumpulkan daripada jumlah yang tinggi. Begitu juga sebaliknya. Seringkali mengubah jumlah materialitas dalam pertimbangan awal ini selama diaudit. Jika ini dilakukan, jumlah yang baru tadi disebut pertimbangan yang direvisi mengenai materialitas.Sebab-sebabnya antara lain perubahan faktor-faktor yang digunakan untuk menetapkan, atau auditor berpendapat jumlah dalam penetapan awal tersebut terlalu kecil atau besar. c. Konsep MaterialitasMaterialitas dalam akuntansi adalah sesuatu yang relatif, nilai kuantitatif yang penting dari beberapa informasi keuangan, bagi para pemakai laporan keuangan dalam konteks pembuatan keputusan (Frishkoff, 1970 dalam Hastuti dkk, 2003: 1209). Peran konsep materialitas adalah untuk mempengaruhi kualitas dan kuantitas informasi akuntansi yang diperlukan oleh auditor dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan bukti.d. Indikator Tingkat MaterialitasMenurut Mulyadi (2002:158) adapun indikator dari tingkat materealitas adalah sebagai berikut : 1. Salah saji informasiLaporan keuangan yang mengandung salah saji jika laporan tersebut berisikan kekeliruan dan kecurangan dampaknya, secara indvidual atau gabungan sedemikian signifikan sehingga mencegah penyajian secara wajar laporan keuangan.2. Pertimbangan auditorDalam perencanaan auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih dari tingkat materealitas yang berkaitan dengan laporan keuangan. Auditor harus mempertimbangkan dengan baik penaksiran materialitas pada perencanaan audit

3. Kualitas dan KuantitasDidalam hal ini auditor harus memiliki tingkat pengetahuan dalam tingkat materialitas dalam laporan keuangan sehingga dalam memutuskan pendapat yang salah dalam mengaudit laporan keuangan.Konsep materialitas menyatakan bahwa tidak semua informasi keuangan diperlukan atau tidak semua informasi seharusnya dikomunikasikan. Dalam laporan akuntansi hanya informasi material yang seharusnya disajikan. Informasi yang tidak material sebaiknya diabaikan atau dihilangkan. Hal tersebut dapat dianalogikan bahwa konsep materialitas juga tidak memandang secara lengkap terhadap semua kesalahan, hanya kesalahan yang mempunyai pengaruh material yang wajib diperbaiki. Material seharusnya tidak hanya dikaitkan dengan keputusan investor, baik yang hanya berdasarkan tipe informasi tertentu maupun metode informasi yang disajikan. Informasi yang material dibagi menjadi dua yaitu (Mulyadi, 2002:72):1) Informasi yang kurang materialInformasi yang kurang material adalah informasi yang penting yang memerlukan penjelasan dalam laporan audit yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian. Informasi ini tidak dapat diabaikan begitu saja.2) Informasi yang sangat materialInformasi yang sangat material adalah informasi yang sangat penting terhadap pendapat auditor atas laporan keuangan auditan.Pertimbangan yang digunakan oleh auditor dalam menentukan apakah suatu informasi termasuk ke dalam jenis informasi yang kurang atau sangat material meliputi: besar dan sifat informasi, ketidakpastian yang melekat dalam informasi, seberapa jauh dampak informasi tersebut meresap, dan kemungkinan kesalahan yang diakibatkan oleh informasi tersebut.Dengan demikian pertimbangan tingkat materialitas adalah pertimbangan auditor atas besarnya penghilangan atau salah saji informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pertimbangan pihak yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut yang dilihat berdasarkan seberapa penting tingkat materialitas, pengetahuan tentang tingkat materialitas, risiko audit, tingkat materialitas antar perusahaan dan urutan tingkat materialitas dalam rencana audit.

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi MaterialitasMenurut Hastuti et al. (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat materialitas :1. ProfsionalismeSeorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi standarstandar kode etik yang telah ditetapkan oleh IAPI, antara lain: a) prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh IAPI yaitu standar ideal dari perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAPI, b) peraturan perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus yang merupakan keharusan, c) interpretasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi para praktisi harus mematuhinya, dan d) ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya.2. Pengalamanseorang karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya. mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan dan mencari penyebab munculnya kesalahan. Keunggulan tersebut bermanfaat bagi pengembangan keahlian. Berbagai macam pengalaman yang dimiliki individu akan mempengaruhi pelaksanakan suatu tugas. Seseorang yang berpengalaman memiliki cara berpikir yang lebih terperinci, lengkap dibandingkan seseorang yang belum berpengalaman3. EtikaEtika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya. Kode Etik Profesi Akuntan Publik (sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI (sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen.4. KeahlianSeorang akuntan publik dalam melaksanakan tugasnya dituntut mempunyai keahlian yang memadai. Hal ini disebabkan hasil dari pekerjaannya akan dipergunakan oleh pihak yang lain yang berkepentingan terhadap kewajaran laporan keuangan auditan5. PengetahuanPengetahuan akuntan publik digunakan sebagai salah satu kunci keefektifan kerja. Dalam audit, pengetahuan tentang bermacam-macam pola yang berhubungan dengan kemungkinan kekeliruan dalam laporan keuangan penting untuk membuat perencanaan audit yang efektif.

2. Profesionalisme Auditor a. Pengertian ProfesionalismeMenurut pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standard baku di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi Etika Profesi yang telah ditetapkan. Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual. Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme adalah suatu atribut individul yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak (Lekatompessy, 2003 dalam Herawati dan Susanto, 2009:3). Secara sederhana, profesionalisme berarti bahwa auditor wajib melaksanakan tugas-tugasnya dengan kesungguhan dan kecermatan. Sebagai seorang yang professional, auditor harus menghindari kelalaian dan ketidakjujuran. Arens et al. (2003) dalam Noveria (2006:3) mendefinisikan profesionalisme sebagai tanggung jawab individu untuk berperilaku yang lebih baik dari sekedar mematuhi undang-undang dan peraturan masyarakat yang ada. Profesionalisme juga merupakan elemen dari motivasi yang memberikan sumbangan pada seseorang agar mempunyai kinerja tugas yang tinggi (Guntur dkk, 2002 dalam Ifada dan M. Jafar, 2005:13). Sebagai profesional, auditor mengakui tanggung jawabnya terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat, sekalipun ini merupakan pengorbanan pribadi. Seorang auditor dapat dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), antara lain (Wahyudi dan Aida, 2006:28):1) Prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh IAI yaitu standar ideal dari perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam terminologi filosofi.2) Peraturan perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus yang merupakan suatu keharusan.3) Inteprestasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi para praktisi harus memahaminya.4) Ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya.Hall R Syahrir (2002:23) mengembangkan indikator profesionalisme dari level individual yang digunakan untuk profesionalisme eksternal auditor, meliputi tiga indikator yaitu :1. Pengabdian pada profesi (dedication)tercermin dalam dedikasi professional melalui penggunaan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Sikap ini adalah ekspresi dari penyerahan diri secara total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan hidup dan bukan sekadar sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penyerahan diri secara total merupakan komitmen pribadi, dan sebagai kompensasi utama yang diharapkan adalah kepuasan rohaniah dan kemudian kepuasan material.2. Kemandirian (autonomy demands)yaitu suatu pandangan bahwa seorang professional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak yang lain.3. Hubungan dengan sesama profesi (Professional community affiliation)berarti menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega informal sebagai sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesinya.

b. Indikator ProfesionalismeMenurut Hall (1968) dalam Herawati dan Susanto (2009:4) terdapat lima dimensi profesionalisme, yaitu:1) Pengabdian pada profesiPengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalam ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi.2) Kewajiban sosialKewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.3) KemandirianKemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, dan bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional.4) Keyakinan terhadap peraturan profesiKeyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalm bidang ilmu dan pekerjaan mereka.5) Hubungan dengan sesama profesiHubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesional.

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ProfesionalismeMenurut Mulyadi (2002) dalam Noveria (2006:5) menyebutkan bahwa pencapaian kompetensi profesional akan memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan uji profesional dalam subyek-subyek (tugas) yang relevan dan juga adanya pengalaman kerja. Oleh karena itu untuk mewujudkan Profesionalisme auditor, dilakukan beberapa cara antara lain pengendalian mutu auditor, review oleh rekan sejawat, pendidikan profesi berkelanjutan, meningkatkan ketaatan terhadap hukum yang berlaku dan taat terhadap kode perilaku profesional.IAI berwenang menetapkan standar (yang merupakan pedoman) dan aturan yang harus dip atuhi oleh seluruh anggota termasuk setiap kantor akuntan publik lain yang beroperasi sebagai auditor independen. Persyaratan-persyaratan ini dirumuskan oleh komite-komite yang dibentuk oleh IAI. Ada tiga bidang utama di mana IAI berwenang menetapkan standar dan memuat aturan yang bisa meningkatkan perilaku prefesional seorang auditor.1) Standar auditing. Komite Standar Profesional Akuntan Publik (Komite SPAP) IAI bertanggung jawab untuk menerbitkan standar auditing. Standar ini disebut sebagai Pernyataan Standar Auditing atau PSA (sebelumnya disebut sebagai NPA dan PNPA). Di Amerika Serikat pernyataan ini disebut sebagai SAS (Statement on Auditing Standard) yang dikeluarkan oleh Auditing Standard Boards (ASB). Pada tanggal 10 November 1993 dan 1 Agustus 1994 pengurus pusat IAI telah mengesahkan sejumlah pernyataan standar auditing (sebelumnya disebut sebagai Norma Pemeriksaan Akuntan/NPA). Penyempurnaan terutama sekali bersumber pada SAS dengan pernyesuaian terhadap kondisi Indonesia dan standar auditing internasional.2) Standar kompilasi dan penelaahan laporan keuangan. Komite SPAP IAI dan Compilation and Review Standarts Committee bertanggung jawab untuk mengeluarkan pernyataan mengenai pertanggungjawaban auditor sehubungan dengan laporan keuangan suatu perusahaan yang tidak diaudit. Pernyataan ini di Amerika Serikat disebut Statements on Standarts for Accounting and Review Services (SSARS) dan di Indonesia di sebut Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR). PSAR 1 disahkan pada 1Agustus 1945 menggantikan pernyataan NPA sebelumnya mengenai hal yang sama. Bidang ini mencakup dua jenis jasa, pertama untuk situasi dimana auditor membantu kliennya menyu sun laporan keuangan tanpa memberikan jaminan mengenai isinya (jasa kompilasi). Kedua, untuk situasi dimana akuntan melakukan prosedur-prosedur pengajuan pertanyaan dan analitis tertentu sehingga dapat memberikan suatu keyakinan terbatas bahwa tidak diperlukan perubahan apapun terhadap laporan keuangan bersangkutan (jasa review).3) Standar atestasi lainnya. Tahun 1986, AICPA menerbitkan Statements on Standarts for Atestation Engagement. IAI sendiri mengeluarkan beberapa pernyataan standar atestasi pada 1 Agustus 1994 pernyataan ini mempunyai fungsi ganda, pertama, sebagai kerangka yang harus diikuti oleh badan penetapan standar yang ada dalam IAI untuk mengembangkan standar yang terinci mengenai jenis jasa atestasi yang spesifik. Kedua, sebagai kerangka pedoman bagi para praktisi bila tidak terdapat atau belum ada standar spesifik seperti itu. Komite Kode Etik IAI di Indonesia dan Committee on Profesional Ethics di Amerika Serikat menetapkan ketentuan perilaku yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan publik yang meliputi standar teknis. Standar auditing, standar atestasi, serta standar jasa akuntansi dan review dijadikan satu menjadi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).

Jadi, Profesionalisme Auditor merupakan sikap dan perilaku auditor dalam menjalankan profesinya dengan kesungguhan dan tanggung jawab agar mencapai kinerja tugas sebagaimana yang diatur dalam organisasi profesi, meliputi pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi.

3. Pengalaman Auditor a. Pengertian PengalamanPengalaman Auditor adalah pengalaman dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, banyaknya penugasan maupun jenis-jenis perusahaan yang pernah ditangani (Asih, 2006:26). Alasan yang paling umum dalam mendiagnosis suatu masalah adalah ketidakmampuan menghasilkan dugaan yang tepat. Libby dan Frederick (1990) dalam Suraida (2005:119) menemukan bahwa makin banyak Pengalaman Auditor makin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan audit.Definisi lain menyebutkan bahwa pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga mencakup perubahan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman, pemahaman dan praktik (Knoers & Haditono, 1999 dalam Asih, 2006:12).Pengalaman merupakan atribut yang penting bagi auditor, terbukti dengan tingkat kesalahan yang dibuat auditor, auditor yang sudah berpengalaman biasanya lebih dapat mengingat kesalahan atau kekeliruan yang tidak lazim/wajar dan lebih selektif terhadap informasi-informasi yang relevan dibandingkan dengan auditor yang kurang berpengalaman (Meidawati, 2001 dalam Asih, 2006:13). Sebagaimana yang disebutkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) bahwa persyaratan yang dituntut dari seorang auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman yang memadai yang biasanya diperoleh dari praktik-praktik dalam bidang auditing sebagai auditor independen.Purnamasari (2005:15), memberikan kesimpulan bahwa seorang pegawai yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan dan mencari penyebab munculnya kesalahan. Berbagai macam pengalaman yang dimiliki individu akan mempengaruhi pelaksanaan suatu tugas. Seseorang yang berpengalaman memiliki cara berpikir yang lebih terperinci, lengkap dan sophisicated dibandingkan seseorang yang belum berpengalaman (Taylor dan Tood, 1995 dalam Asih, 2006:13).Pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil dan semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Semakin banyak macam pekerjaan yang dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya semakin kaya dan luas, dan memungkinkan peningkatan kinerja (Simanjuntak, 2005:27).Sebagai seorang akuntan yang profesional, harus menjalani pelatihan yang cukup. Pelatihan di sini dapat berupa kegiatan-kegiatan seperti seminar, simposium, lokakarya, dan kegiatan penunjang keterampilan yang lain. Selain kegiatan-kegiatan tersebut, pengarahan yang diberikan oleh auditor senior kepada auditor yunior juga bisa dianggap sebagai salah satu bentuk pelatihan karena kegiatan ini dapat meningkatkan kerja auditor, melalui program pelatihan dan praktik-praktik audit yang dilakukan para auditor juga mengalami proses sosialisasi agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang akan ia temui, struktur pengetahuan auditor yang berhubungan dengan pendeteksian kekeliruan mungkin akan berkembang dengan adanya program pelatihan auditor ataupun dengan bertambahnya Pengalaman Auditor.Dengan demikian, Pengalaman Auditor adalah pengalaman dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, banyaknya penugasan maupun jenis-jenis perusahaan yang pernah ditangani.b. Indikator Pengalaman AuditorMenurut Hall R Syahrir (2002:23) indikator dari pengamalam auditor adalah: 1. Lamanya bekerjaBahwa seseorang auditor yang benar-benar memiliki keahlian teknis cukup bagi seseorang auditor dan bisa dikatakan auditor tersebut sudah lama bekerja di Kantor Akuntan Publik.2. Frekuensi melakukan tugas auditHal ini berhubungan dengan tingkat keseringan seorang auditor melakukan audit sebuah perusahaan yang ditugaskan dari Kantor Akuntan Publik ditempat auditor tersebut bekerja.3. Pendidikan berkelanjutanKeterampilan auditor dituntut untuk berkembang, salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan auditor dan tidak tertinggal oleh berbagai kemajuan teknologi adalah melalui program pendidikan dan berkesinambungan.c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengalaman Auditor Menurut Lanvin (2003) beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengalaman seoarang auditor adalah : 1. Diskusi mengenai audit2. Seminar-Seminar3. Program Pelatihan4. Penggunaan Pedoman Audit5. Pemberian jasa audit yang diberikan oleh klien6. Lamanya hubungan antara akuntan publik dengan klien

4. Penelitian Terdahulu1. Penelitian oleh Herawaty dan Susanto (2008)Penelitian Herawaty dan Susanto (2008) meneliti tentang Profesionalisme, Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan, Etika Profesi dan Pertimbangan Tingkat Materialitas. Hasilnya menunjukkan bahwa Profesionalisme mempunyai pengaruh terhadap tingkat materealitas laporan keuangan, Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan mempunyai pengaruh terhadap tingkat materealitas laporan keuangan, dan Etika Profesi mempunyai pengaruh terhadap tingkat materealitas laporan keuangan.

2. Penelitian oleh Suraida (2005)Penelitian Suraida (2005) meneliti tentang Uji Model Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Resiko Audit terhadap Skeptisisme Profesional Auditor, menunjukkan bahwa Skeptisisme Profesional Auditor dipengaruhi oleh variabel Etika sebesar Kompetensi, Pengalaman Audit dan Resiko Audit.3. Penelitian yang dilakukan oleh Asih (2006)Penelitian yang dilakukan oleh Asih (2006) meneliti tentang pengaruh Pengalaman terhadap Peningkatan Keahlian Auditor dalam bidang auditing, menunjukkan bahwa Pengalaman Auditor dari lamanya bekerja mempunyai pengaruh terhadap tingkat materealitas laporan keuangan, banyaknya tugas pemeriksaan yang dilakukan mempunyai pengaruh terhadap tingkat materealitas laporan keuangan dan banyaknya jenis perusahaan yang telah diaudit berpengaruh positif pengaruh terhadap tingkat materealitas laporan keuangan.

B. Kerangka KonseptualAlasan diberlakukannya perilaku profesional yang tinggi pada setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi, terlepas dari yang dilakukan perorangan. Bagi seorang auditor, penting untuk meyakinkan klien dan pemakai laporan keuangan akan kualitas auditnya. Jika pemakai jasa tidak memiliki keyakinan pada auditor, kemampuan para profesional itu untuk memberikan jasa kepada klien dan masyarakat secara efektif akan berkurang.Penelitian Herawaty dan Susanto (2008) meneliti tentang Profesionalisme, Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan, Etika Profesi dan Pertimbangan Tingkat Materialitas. Hasilnya menunjukkan bahwa Profesionalisme mempunyai pengaruh terhadap tingkat materealitas laporan keuangan.Menurut Mulyadi (2002) dalam Noveria (2006:5) menyebutkan bahwa pencapaian kompetensi profesional akan memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan uji profesional dalam subyek-subyek (tugas) yang relevan dan juga adanya pengalaman kerja. Oleh karena itu seorang akuntan publik yang profesional, akan mempertimbangkan material atau tidaknya informasi dengan tepat, karena hal ini berhubungan dengan jenis pendapat yang akan diberikan. Jadi, semakin profesional seorang auditor, maka Tingkat Materialitas dalam laporan keuangan akan semakin tepat.Auditor yang mempunyai pengalaman yang berbeda, akan berbeda pula dalam memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan dan juga dalam memberi kesimpulan audit terhadap obyek yang diperiksa berupa pemberian pendapat. Semakin banyak pengalaman seorang auditor, maka Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam laporan keuangan perusahaan akan semakin tepat. Selain itu, semakin tinggi tingkat pengalaman seorang auditor, semakin baik pula pandangan dan tanggapan tentang informasi yang terdapat dalam laporan keuangan, karena auditor telah banyak melakukan tugasnya atau telah banyak memeriksa laporan keuangan dari berbagai jenis industri.Purnamasari (2005:15), memberikan kesimpulan bahwa seorang pegawai yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan dan mencari penyebab munculnya kesalahan.Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian yang dilakukan oleh Herawati dan Susanto (2009). Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa akuntan yang lebih berpengalaman akan bertambah pengetahuannya dalam melakukan proses audit khususnya dalam memberikan tingkat materialitas dalam proses audit atas laporan keuangan (Herawati dan Susanto, 2009)Dalam menentukan tingkat materialitas suatu laporan keuangan diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang tidak mudah. Banyak faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menentukan tingkat materialitas. Pertama, Profesionalisme Auditor, semakin professional Seorang auditor maka pertimbangannya akan semakin baik. Kedua, Pengalaman Auditor, semakin lama seorang auditor bertugas, semakin banyak tugas-tugas pemeriksaan laporan keuangan yang pernah dilakukan dan semakin banyak jenis-jenis perusahaan yang pernah ditangani, maka pertimbangan auditor terhadap tingkat materialitas akan semakin baik. Dengan demikian, apabila ketiga faktor tersebut dimiliki oleh seorang auditor, maka pertimbangan auditor terhadap tingkat materialitas suatu laporan keuangan akan semakin baik, sehingga dapat menghasilkan pendapat yang wajar.Auditor seharusnya menetapkan materialitas secara standar, artinya dalam menentukan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan, antar auditor harus sama tanpa ada pengaruh antara lain, umur ataupun gender. Pada kenyataannya dalam menentukan tingkat materialitas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat profesioanlisme, pengalaman auditor, Resiko Audit (Mulyadi, 2002).

ProfesionalismePengalamanMaterealitasPenelitian Suraida (2005) meneliti tentang Uji Model Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Resiko Audit terhadap Skeptisisme Profesional Auditor, menunjukkan bahwa Skeptisisme Profesional Auditor dipengaruhi oleh variabel Etika sebesar Kompetensi, Pengalaman Audit dan Resiko Audit

Gambar II.1Kerangka Konseptual

C. Hipotesis Penelitian1. Profesionalisme Auditor memiliki pengaruh terhadap tingkat materialitas pada KAP kota Medan2. Pengalaman Auditor memiliki pengaruh terhadap tingkat materialitas pada KAP kota Medan.3. Profesionalisme dan pengalaman auditor secara simultan memiliki pengaruh terhadap tingkat materialitas pada KAP kota Medan.

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Pendekatan PenelitianPendekatan penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosaitf kuantitatif. Umar menyatakan (2003:30), penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian danfenomenasertahubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah menggunakanteori-teoridan/atauhipotesisyang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat materialitas laporan keuangan.

B. Definisi Operasional dan Pengukuran VariabelVariabel variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel independen (X) dan satu variabel dependen (Y). Masing masing variabel penelitian secara opersional dapat di defenisikan seperti dibawah ini : 1. Profesionalisme Auditor (X1)Profesionalisme auditor merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidakTabel III.1Indikator Profesionalisme AuditorNOVariabelIndikatorNo. Item Pertanyaan

1ProfesionalismePengabdian Profesi1,2,3

Kemandirian4,5,6

Hubungan sesama profesi7,8

302. Pengalaman (X2)Suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun nonformal atau bias diartikan sebagai proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi.Tabel III.2Indikator Pengalaman AuditorNOVariabelIndikatorNo. Item Pertanyaan

1PengalamanLamanya bekerja1-2

Frekunsi melakukan tugas3-6

Pendidikan berkelanjutan7,8

3. Tingkat Materealitas dalam Laporan Keuangan (Y)Besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, yang mungkin dapat mengakibatkan perubahan pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletak kepercayaan atas informasi tersebut.Tabel III.3Indikator Materialitas AuditorNOVariabelIndikatorNo. Item Pertanyaan

1Tingkat MaterealitasSalah Saji Informasi1-3

Pertimbangan Auditor4-6

Kualitas dan kuantitas7-8

C. Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian di lakukan di Kantor Akuntan Publik Yang ada di Medan.Waktu Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2013 sampai dengan Maret 2014.Tabel III.4Waktu PenelitianJadwal kegiatanBulan Pelaksanaan 2013-2014

NovDesJanFebMar

12341234123412341234

1.Pengajuan judul

2.Pembuatan Proposal

3. Bimbingan Proposal

4. Pengumpulan Data

5. Sidang Meja Hijau

D. Populasi dan Sampel1. Populasi PenelitianPopulasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek / subjek, yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari untuk kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiono, 2004 : 72). Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di kantor akuntan publik yang ada di kota medan. Adapun populasi dalam penelitian ini berjumlah 34 auditor.

Tabel III.5Populasi PenelitianNo.NAMA KAPJumlah Auditor

1KAP Drs. Tarmizi Taher1

2KAP Chatim, Atjeng, Jusuf & Rekan (Cabang)6

3KAP Dorkas Rosmiaty, SE1

4KAP Dra. Ade Fatma Lubis, Mafis, MBA & Rekan3

5KAP Dra. Meilina Pangaribuan, MM1

6KAP Drs. Biasa Sitepu1

7KAP Drs. Darwin Sembiring Meliala1

8KAP Drs. Hadiawan1

9KAP Drs. Johan, Malonda, Astika & Rekan (Cabang)9

10KAP Drs. Katio & Rekan (Pusat)2

11KAP Drs. Selamat Sinuraya & Rekan (Pusat)4

12KAP Drs. Syahrun Batubara1

13KAP Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak & Rekan 3

Total34

2. Sampel penelitianMenurut Sugiono (2008 : 116) : sampel adalah sebagian dari jumlah dan karekteristik yang dimilkki oleh populasi tersebut. Jadi sampel merupakan sebagian dari populasi untuk mewakili karakteristik populasi yang diambil untuk keperluan penelitian. Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 50 atau penelitian yang ingin membutuhkan generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel Jenuh adalah senses, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Istilah lain sampel Jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. Adapun sampel dalam penelitian ini berjumlah 34 auditor.

E. Teknik Pengumpulan DataPengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan data primer yaitu data yang dihimpun melalui kuesioner. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari auditor yang bekerja di KAP Medan. Metode pengumpulan data digunakan dalam penelitian ini adalah teknik angket (kuesioner) yaitu metode pengumpulan data yang digunakan dengan cara membagi daftar pertanyaan kepada responden agar responden memberikan jawaban yang terkait dengan lingkup penelitian ini.

F. Teknik Analisis DataDalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah analisis statistik dengan menggunakan analisis regresi linier berganda dengan bantuan software SPSS 15. Sebelum data dianalisis, maka untuk keperluan analisis data tersebut, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. 1. Statistik DeskriptifAnalisis statistik deskripsi merupakan analisis yang paling mendasar untuk menggambarkan keadaan data secara umum. Analisis deskriptif ini meliputi beberapa hal sub menu deskriptif statistik seperti frekuensi, deskriptif, eksplorasi data, tabulasi silang dan analisis rasio yang menggunakan Minimum, Maksimum, Mean, Median, Mode, Standard Deviasi. 2. Uji Asumsi KlasikModel regresi yang digunakan dalam menguji hipotesis haruslah menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan asumsi klasik. Asumsi klasik regresi meliputi (Imam Ghozali dalam Sugiyono, 2002)1) Uji Normalitas DataUji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Metode yang dapat dipakai untuk normalitas antara lain: analisis grafik dan analisis statistik. Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara analisis grafik. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya: Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal (menyerupai lonceng), regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.2) Uji Gejala MultikolinearitasMasalah-masalah yang mungkin akan timbul pada penggunaan persamaan regresi berganda adalah multikolinearitas, yaitu suatu keadaan yang variabel bebasnya berkorelasi dengan variabel bebas lainnya atau suatu variabel bebas merupakan fungsi linier dari variabel bebas lainnya. Adanya Multikolinearitas dapat dilihat dari tolerance value atau nilai variance inflation factor (VIF). Nugroho (2005) dalam Sujianto (2009) menyatakan jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 maka model terbebas dari multikolinearitas.

3) Uji Gejala AutokorelasiAutokorelasi dapat diartikan sebagai korelasi yang terjadi di antara anggota-anggota dari serangkaian observasi yang berderetan waktu (apabila datanya time series) atau korelasi antara tempat berdekatan (apabila cross). Adapun uji yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya penyimpangan asumsi klasik ini adalah uji Durbin Watson (D-W stat) dengan ketentuan sebagai berikut (Sujianto, 2009:80) :1. 1,65 < DW < 2,35 maka tidak ada autokorelasi.2. 1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 maka tidak dapat disimpulkan.3. DW < 1,21 atau DW > 2,79 maka terjadi auto korelasi.

4) Uji Gejala HeteroskedastisitasUji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedasitas. Metode yang dapat dipakai untuk mendeteksi gejala heterokedasitas antara lain: metode grafik, park glejser, rank spearman dan barlett. Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mendeteksi gejala heteroskedasitas dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Deteksi ada tidaknya heteroskedasitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara ZPRED dan SRESID dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi Y sesungguhnya) yang terletak di Studentized ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:1) Jika ada titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur maka mengidentifikasikan telah terjadi heterokedasitas.2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedasitas.

3. Regresi Linier BergandaPenelitian ini bertujuan melihat pengaruh hubungan antara variabel-variabel independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Statistik untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode regresi linier berganda dengan rumus:Y= a + b1x1 + b2x2 + eDalam hal ini,Y = Tingkat Materealitasa = konstanta persamaan regresib1,b2, = koefisien regresix1= Profesionalismex2= Pengalamane= Eror 4. Hipotesisa. Uji tUji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen yang terdiri atas pertumbuhan penjualan, profitabilitas, struktur aktiva dan variabel dependen yaitu tingkat materialitas. Membandingkan hasil tsig dengan nilai probababilitas 0,05=5% dengan kriteria sebagai berikut:H0 : tidak ada pengaruh profesionalisme dan pengalaman auditor terhadap tingkat materealitas. H1 : ada pengaruh profesionalisme dan pengalaman auditor terhadap tingkat materealitas. Jika tsig > 0,05 berarti Ho diterima dan H1 ditolak Jika tsig 0,05 berarti Ho ditolak. dan H1 diterimaJika thitung < ttabel berarti Ho ditolak. dan H1 diterimaJika ttabel > thitung berarti Ho diterima dan H1 ditolak

t = Dimana : rxy = korelasi variabel x dan y yang ditemukan n = jumlah sampelb. Uji F Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebas. Membandingkan hasil Fsig dengan nilai probababilitas 0,05 dengan kriteria sebagai berikut:H0 : tidak ada pengaruh profesionalisme dan pengalaman auditor terhadap tingkat materealitas.H1 : ada pengaruh profesionalisme dan pengalaman auditor terhadap tingkat materealitasJika Fsig > 0,05 berarti Ho diterima dan H1 ditolakJika Fsig 0,05 berarti Ho ditolak. dan H1 diterimaJika Fhitung < Ftabel berarti Ho ditolak. dan H1 diterimaJika Ftabel > Fhitung berarti Ho diterima dan H1 ditolak

Dimana :R = Koefisien korelasi bergandaK = Jumlah variabel bebasN = sampel

c. Koefisien Determinasi (R) Untuk melihat variabel bebas dalam menerangkan variabel terkait dapat diketahui dari besarnya koefisien determinasi berganda (R) KD=R X 100%

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian1. Deskripsi Data AngketPada penelitian ini penulis menyebarkan angket kepada seluruh responden yang berjumlah 34 orang. Dimana responden dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di KAP Medan . Pada penelitian ini pula penulis menggunakan angket sebagai alat untuk menganalisa data agar dapat menghasilkan penelitian yang berguna. Untuk mendapatkan itu semua, penulis menggunakan skala likert sebagai acuan untuk pilihan jawaban yang akan diisi oleh para responden.Sewaktu menanggapi pertanyaan dalam skala likert, responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia. Skala likert ini memiliki penilaian untuk masing-masing pilihan jawaban. Berikut ini adalah tabel skala likert yang penulis gunakan pada penelitian ini : Tabel IV-1Skala LikertPernyataanBobot

Sangat Setuju5

Setuju 4

Kurang Setuju3

Tidak Setuju2

Sangat Tidak Setuju1

40a. Karakteristik RespondenDalam menyebarkan angket yang penulis lakukan terhadap 50 responden, tentu memiliki perbedaan karateristik baik itu secara usia, pekerjaan, dan tingkat pendidilkan. Banyaknya pembelian produk Suzuki Shogun Axelo SP 125, oleh karena itu perlu adanya pengelompokan untuk masing-masing identitas pribadi para responden.Data kuesioner yang disebarkan diperoleh beberapa karakteristik responden, yakni jenis usia, pendidikan dan pekerjaan. Tabel-tabel dibawah ini akan menjelaskan karakteristik responden penelitian.

Tabel IV-2Distribusi Responden Berdasarkan UsiaFrequencyPercent

21 - 2539

25 302574

> 30617

Total34100.0

Sumber data : SPSSTabel diatas menunjukkan bahwa auditor terdiri dari berbagai karakteristik usia yang berbeda-beda dari yang muda sampai yang tua. Hal ini berarti auditor tidak didominasi satu karakteristik usia tetapi dari yang muda sampai yang tua mempunyai keputusan yang sama dalam tingkat materialitas .

Tabel IV-3Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

PENDIDIKAN

FrequencyPercent

D3720.58

S1-S22779.41

Total34100.0

Sumber data : SPSS

Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar pendidikan responden adalah S1-S2 yaitu sebanyak 27 orang (79.41%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan terakhir auditor lebih banyak berpendidikan S1-S2 dan. Dengan demikian auditor yang ada di KAP Medan memiliki karakteristik pendidikan cukup tinggi. Sehingga diharapkan mampu memahami variabel- variabel dalam penelitian ini.

b. Data Variabel Penelitian Variabel variabel dalam penelitian ini terdiri dari 3 variabel. Yaitu profesionalisme (X1), pengalaman (X2) dan tingkat materialitas (Y). Deskrispi dari setiap pernyataan akan menampilkan opsi jawaban setiap responden terhadap setiap item pernyataan yang diberikan penulis kepada responden.

Tabel IV-4 Hasil Angket Profesionalisme (X1)No pernyaTaanSangatSetujuSetujuKurangSetujuTidakSetujuSangat Tidak SetujuJumlah

F%F%F%F%F%F%

12161133900000034100

21956154400000034100

32059144100000034100

4257492600000034100

5515298500000034100

61029247100000034100

71132236800000034100

81853164700000034100

Sumber: Hasil Penelitian Angket Tahun 2014Berdasarkan table IV-4 diatas dapat disimpulkan penjelasan sebagai berikut: jawaban responden mengenai profisonalisme auditor banyak yang menjawab sangat setuju dan setuju, hal ini menunjukkan bahwa tingkat profisionalisme auditor yang ada di KAP medan sudah profesional.

Tabel IV-5 Hasil Angket Pengalaman ( X2 )No pernyaTaanSangatSetujuSetujuKurangSetujuTidakSetujuSangat Tidak Setuju Jumlah

F%F%F%F%F%F%

11132233800000034100

21338216200000034100

3618288200000034100

4515298500000034100

5824267600000034100

61750175000000034100

72059144100000034100

81955154600000034100

Sumber: Hasil Penelitian Angket Tahun 2014Berdasarkan table IV-5 diatas dapat disimpulkan penjelasan sebagai berikut: jawaban responden mengenai pengalaman auditor banyak yang menjawab sangat setuju dan setuju, hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengalaman auditor yang ada di KAP medan sudah berpengalaman.

Tabel IV-6 Hasil Angket Keputusan Pembelian ( Y )No pernyaTaanSangatSetujuSetujuKurangSetujuTidakSetujuSangat Tidak Setuju Jumlah

F%F%F%F%F%F%

1823267700000050100

2412308800000050100

32368113200000050100

41853164700000050100

51338216200000050100

6721277800000050100

719561544000000

811322368000000

Sumber: Hasil Penelitian Angket Tahun 2014Berdasarkan tabel IV.7 diatas dapat disimpulkan bahwa responden lebih banyak menjawab setuju dibandingkan dengan jawaban yang lainnya. Hal ini menujukkan bahwa auditor memiliki kualitas dalam memeriksa laporan keuangan dengan tingkat materialitas atas laporan audit mereka.

2. Statistik DeskritifTabel IV.7Statistik Deksriptif NMinimumMaximumMeanStd. Deviation

profesionalisme3419.0040.0028.26005.10816

Pengalaman3424.0035.0029.41182.32402

Materialitas3428.0040.0035.17652.38010

Valid N (listwise)34

Sumber : SPSS Diolah 20141. Profesionalisme memiliki nilai minimum sebesar 19.00, Profesionalisme memiliki nilai maksimum sebsar 40.00, Profesionalisme memiliki nilai rata-rata sebesar 28.2600, Profesionalisme memiliki nilai std.deviation sebesar 5.10816.2. Pengalaman memiliki nilami minimum sebesar 24.00, pengalaman memiliki nilai maksimum sebsar 35.00, pengalaman memiliki nilai rata-rata sebesar 29.4118, pengalaman memiliki nilai std. deviation 2.32402.3. Materialitas memiliki nilai minimum sebesar 28.00, materialitas memiliki nilai maksimum sebesar 40.00, materialitas memiliki nilai rata-rata sebesar 35.1765, matrialitas memiliki nilai std.deviation sebesar 2.3010

3. Menguji Asumsi Klasik1. Uji NormalitasTujuan dilakukannya uji normalitas tentu saja untuk mengetahui apakah suatu variabel normal atau tidak. Normal disini dalam arti mempunyai distribusi data yang normal. Normal atau tidaknya data berdasarkan patokan distribusi normal data dengan mean dan standar deviasi yang sama. Jadi uji normalitas pada dasarnya melakukan perbandingan antara data yang kita miliki dengan berdistribusi normal yang memiliki mean dan standar deviasi yang sama dengan data. Untuk mengetahui apakah data penelitian ini memiliki normal atau tidak bisa melihat dari uji normalitas melalui SPSS apakah membentuk data yang normal atau tidak.

Tabel IV-1Uji Normalitas

Dari gambar tersebut di dapatkan hasil bahwa semua data berdistribusi secara normal, sebaran data berada di sekitar -3 sampai dengan +3.2. Uji Auto KorelasiMenurut Ghozali (2008 : 95) Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini sering ditemukan pada time series. Ada berbagai cara untuk menguji adanya autokorelasi, seperti metode grafik, uji LM, Uji Runs, Uji BG (Breusch Godfrey), dan DW (Durbin Watson). Pada penelitian ini, uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Run. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05 maka tidak ditemukan gejala autokorelasi, jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05 maka ditemukan gejala autokorelasi.Tabel IV.8Uji Autokorelasi

Model RR SquareDurbin-Watson

1.718(a).5161.977

a Predictors: (Constant), Pengalaman, profesionalismeb Dependent Variable: Materialitas

Dari tabel IV.8 memperlihatkan nilai statistik D-W sebesar 1.970 Angka ini terletak di antara seperti kriteria yang dikemukakan oleh Ghozali (2008 : 95).1. 1,65 < DW < 2,219 maka tidak ada autokorelasi.2. 1,21 < DW < 1,65 atau 2,219 < DW < 2,219 maka tidak dapat disimpulkan. 3. DW < 1,21 atau DW > 2,219 maka terjadi auto korelasi

3. Uji MultikolinearitasMenurut Ghozali (2005: 91), uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen, karena korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi linear berganda. Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat VIF antar variabel independen. Jika VIF menunjukkan angka lebih kecil dari 10 menandakan tidak terdapat gejala multikolinearitas. Disamping itu, suatu model dikatakan terdapat gejala multikolinearitas jika nilai VIF diantara variabel independen lebih besar dari 10.Tabel IV.9Uji MultikolinearitasModel Collinearity Statistics

ToleranceVIF

1(Constant)

profesionalisme.3452.899

Pengalaman.3452.899

a Dependent Variable: Materialitas

Dari data diatas setalah diolah menggunakan SPSS dapat diliha bahwa nilai tolerance setiap variabel lebih kecil nilai VIF < 10 hal ini membuktikan bahwa nilai VIF setiap variabelnya bebas dari gejala multikolinearitas.4. Uji HeterokedastisitasMenurut Ghozali (2005:105) uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain, karena karena untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaanvarians dari residual satu ke pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah di mana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Suatu model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Ada beberapa cara untuk menguji ada tidaknya situasi heteroskedastisitas dalam varian error terms untuk model regresi. Dalam penelitian ini akan digunakan metode chart (Diagram Scatterplot), dengan dasar pemikiran bahwa :1) Jika ada pola tertentu seperti titik-titik (poin-poin), yang ada membentuk suatu pola tertentu yang beraturan (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka terjadi heteroskedastisitas.2) Jika ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar keatas dan dibawah 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

3. Uji Hipotesisa. Regresi Linier BergandaAnalisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Dalam penelitian ini terdapat enam variabel independen, yaitu harga, promosi serta satu variabel dependen yaitu keputusan pembelian. Adapun rumus dari regresi linier berganda adalah sebagai berikut : Y= a + b1x1 + b2x2 +e

Tabel IV.10Uji Analisis Regresi Linier Berganda

Coefficients(a)

Model Unstandardized CoefficientsStandardized CoefficientstSig.

BStd. ErrorBeta

1(Constant)13.6623.775 3.619.001

profesionalisme.087.161-.116.544.590

Pengalaman.828.218.8093.802.001

a Dependent Variable: Materialitas

Sumber : Data diolah SPSS 2014Berdasarkan perhitungan yang dilakukan menggunakan SPSS 16.0 diatas akan didapat persamaan regresi berganda model regresi sebagai berikut : Y= 13.662+ 0.087X1 + 0.828X2 Keterangan:Y= Materialitasa= KonstantaX1= ProfesionalismeX2= PengalamanDari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa semua variabel bebas memiliki koefisien yang positif, berarti seluruh variabel bebas mempunyai pengaruh yang searah terhadap variabel Y .

b. Uji tPengaruh Profesionalisme terhadap tingkat materialitasTabel IV.11Uji tModel Unstandardized CoefficientsStandardized CoefficientstSig.

BStd. ErrorBeta

1(Constant)13.6623.775 3.619.001

profesionalisme.087.161-.116.544.590

Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai signifikansi profesionalisme terhadap tingkat materialitas berdasarkan uji t diperoleh sebesar 0.544 (Sig 0.590 > 0.05). dengan demikian Ho diterima. kesimpulannya : tidak ada pengaruh signifikan profesionalisme terhadap tingkat materialitas.Pengaruh Perngalaman Terhadap Tingkat MaterialitasTabel IV.12Uji tModel Unstandardized CoefficientsStandardized CoefficientstSig.

BStd. ErrorBeta

1(Constant)13.6623.775 3.619.001

profesionalisme.087.161-.116.544.590

Pengalaman.828.218.8093.802.001

Sumber Data : SPSSDari hasil penelitian ini diperoleh nilai signifikansi Harga berdasarkan uji t diperoleh sebesar 3.802 (Sig 0.001 < 0.05). dengan demikian Ho ditolak. kesimpulannya : ada pengaruh signifikan pengalaman terhadap tingkat materialitas.

c. Uji FTabel IV.13Uji FANOVA(b)

Model Sum of SquaresdfMean SquareFSig.

1Regression96.457248.22916.523.000(a)

Residual90.484312.919

Total186.94133

a Predictors: (Constant), Pengalaman, profesionalismeb Dependent Variable: Materialitas

Berdasarkan hasil uji F diatas diperoleh nilai F sebesar 16.523 > 3,19 (Sig. 0.000 < 0.05), dengan demikian H0 ditolak . kesimpulannya : ada pengaruh signifikan pengaruh profesionalis dan pengalaman terhadap tingkat materialitas.d. Uji DeterminasiTabel IV.14Uji DeterminasiModel RR SquareDurbin-Watson

1.718(a).5161.977

Nilai R-Square sebesar 0.5167 atau 51.6% tingkat materilitas sisanya dipengaruhi oleh faktor lain atau variable lain. Alasan menggunakan R Square karena peneliti memilih sampel dengan non-random (misalnya sampling purposif, accidental) maka individu yang kita teliti namanya subjek atau partisipan, bukan sampel. Pada kasus ini kita cukup menggunakan R2 saja karena tidak bertujuan untuk menggeneralisasikan ke populasi yang lebih luas.

B. Pembahasan1. Pengaruh Profesionalisme Terhadap Tingkat MaterialitasDari hasil penelitian ini diperoleh nilai signifikansi profesionalisme terhadap tingkat materialitas berdasarkan uji t diperoleh sebesar 0.544 (Sig 0.590 > 0.05). dengan demikian Ho diterima. kesimpulannya : tidak ada pengaruh signifikan profesionalisme terhadap tingkat materialitas. Menurut Mulyadi (2002) dalam Noveria (2006:5) menyebutkan bahwa pencapaian kompetensi profesional akan memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan uji profesional dalam subyek-subyek (tugas) yang relevan dan juga adanya pengalaman kerja. Oleh karena itu seorang akuntan publik yang profesional, akan mempertimbangkan material atau tidaknya informasi dengan tepat, karena hal ini berhubungan dengan jenis pendapat yang akan diberikan. Jadi, semakin profesional seorang auditor, maka Tingkat Materialitas dalam laporan keuangan akan semakin tepat.Penelitian Herawaty dan Susanto (2008) meneliti tentang Profesionalisme, Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan, Etika Profesi dan Pertimbangan Tingkat Materialitas. Hasilnya menunjukkan bahwa Profesionalisme mempunyai pengaruh terhadap tingkat materealitas laporan keuangan.2. Pengaruh Pengalaman Terhadap Tingkat MaterialitasDari hasil penelitian ini diperoleh nilai signifikansi Harga berdasarkan uji t diperoleh sebesar 3.802 (Sig 0.001 < 0.05). dengan demikian Ho ditolak. kesimpulannya : ada pengaruh signifikan pengalaman terhadap tingkat materialitas. Auditor yang mempunyai pengalaman yang berbeda, akan berbeda pula dalam memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan dan juga dalam memberi kesimpulan audit terhadap obyek yang diperiksa berupa pemberian pendapat. Semakin banyak pengalaman seorang auditor, maka Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam laporan keuangan perusahaan akan semakin tepat. Selain itu, semakin tinggi tingkat pengalaman seorang auditor, semakin baik pula pandangan dan tanggapan tentang informasi yang terdapat dalam laporan keuangan, karena auditor telah banyak melakukan tugasnya atau telah banyak memeriksa laporan keuangan dari berbagai jenis industri.Purnamasari (2005:15), memberikan kesimpulan bahwa seorang pegawai yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan dan mencari penyebab munculnya kesalahan.Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian yang dilakukan oleh Herawati dan Susanto (2009). Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa akuntan yang lebih berpengalaman akan bertambah pengetahuannya dalam melakukan proses audit khususnya dalam memberikan tingkat materialitas dalam proses audit atas laporan keuangan (Herawati dan Susanto, 2009)3. Pengaruh Profesionalisme dan Pengalaman Terhadap Tingkat MaterialitasBerdasarkan hasil uji F diatas diperoleh nilai F sebesar 16.523 > 3,19 (Sig. 0.000 < 0.05), dengan demikian H0 ditolak . kesimpulannya : ada pengaruh signifikan pengaruh profesionalis dan pengalaman terhadap tingkat materialitas Dalam menentukan tingkat materialitas suatu laporan keuangan diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang tidak mudah. Banyak faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menentukan tingkat materialitas. Pertama, Profesionalisme Auditor, semakin professional Seorang auditor maka pertimbangannya akan semakin baik. Kedua, Pengalaman Auditor, semakin lama seorang auditor bertugas, semakin banyak tugas-tugas pemeriksaan laporan keuangan yang pernah dilakukan dan semakin banyak jenis-jenis perusahaan yang pernah ditangani, maka pertimbangan auditor terhadap tingkat materialitas akan semakin baik. Dengan demikian, apabila ketiga faktor tersebut dimiliki oleh seorang auditor, maka pertimbangan auditor terhadap tingkat materialitas suatu laporan keuangan akan semakin baik, sehingga dapat menghasilkan pendapat yang wajar.Auditor seharusnya menetapkan materialitas secara standar, artinya dalam menentukan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan, antar auditor harus sama tanpa ada pengaruh antara lain, umur ataupun gender. Pada kenyataannya dalam menentukan tingkat materialitas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat profesioanlisme, pengalaman auditor, Resiko Audit (Mulyadi, 2002).Penelitian Suraida (2005) meneliti tentang Uji Model Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Resiko Audit terhadap Skeptisisme Profesional Auditor, menunjukkan bahwa Skeptisisme Profesional Auditor dipengaruhi oleh variabel Etika sebesar Kompetensi, Pengalaman Audit dan Resiko AuditNilai R-Square sebesar 0.5167 atau 51.6% tingkat materilitas sisanya dipengaruhi oleh faktor lain atau variable lain

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

A. KesimpulanDari hasil analisis yang telah di bahas sebelumnya, maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut :1. Dari hasil penelitian ini diperoleh tidak ada pengaruh signifikan profesionalisme terhadap tingkat materialitas.2. Dari hasil penelitian ini diperoleh ada pengaruh signifikan pengalaman terhadap tingkat materialitas.3. Berdasarkan hasil uji F diatas diperoleh ada pengaruh signifikan profesionalisme dan pengalaman terhadap tingkat materialitas.4. Nilai R-Square sebesar 0.5167 atau 51.6% tingkat materilitas sisanya dipengaruhi oleh faktor lain atau variable lain.

B. SaranBerdasarkan kesimpulan bahwa saran pada penelitian ini adalah sebagai berikut :1. Untuk dapat memberikan tingkat profesionalisme yang tinggi agar tidak terjadi kesalahan dalam memeriksa laporan keuangan kliennya.2. 57Pihak perusahaan khususnya bagi pihak auditor agar lebih memperhatikan apa saja pengaruh dari tingkat materialitas laporan keuangan.3. Pihak auditor sebaiknya lebih memperhatikan tingkat materialitas laporang keuangan.

DAFTAR PUSTAKA

Arens and Locbeckee 2005, Auditing Pendekatan Terpadu, Salemba Empat, Jakarta,.

Ariffudin, 2002. Hubungan antara Judgment audit dengan risiko dan materialitas, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol 4, No 1,.

Arikunto, Suharsimi 2002., Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Cetakan Ke dua belas, edisi revisi V, Jakarta : Rineka Cipta.

Boynton, Johnson Kell, 2002. Modern Auditing 7th ed, John Wiley & Sons Inc,.

Budi Susetyo, Pengaruh Pengalaman Audit Terhadap Pertimbangan Auditor Dengan Kredibilitas Klien Sebagai Variabel Moderating, Tesis Progam Pasca Sarjana Magister Akuntansi UNDIP, 2001

Hastuti. (2003). Pengaruh Profesionalisme Auditor dan Pengalaman Auditor terhadap Tingkat Materialitas dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan (Studi Kasus pada Auditor BPK Yogyakarta). Skripsi. Tidak Dipublikasikan

Herawati dan Susanto. (2009). Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan dan Etika Profesi terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol.11 No.1

Ifada dan M. Jafar. (2005). Pengaruh Sikap Profesionalisme Internal Auditor terhadap Peranan Internal Auditor dalam Pengungkapan Temuan Audit. Jurnal Bisnis, Manajemen dan Ekonomi. Vol.7 No. 3

Imam Ghozali, 2002 Aplikasi Analisis Multivariate dengan Progam SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Ikatan Akuntansi Indonesia, 2001. Standar Profesional Akuntan Publik, Penerbit Salemba Empat, Cetakan Kedua Jakarta. Ikatan Akuntansi Indonesia 2004, Standart Profesional Akuntan Publik, Salemba Empat, Jakarta,.

Martiyani, Milka. 2010. Pengaruh Profesionalisme Auditor dan Kualitas Audit Terhadap Tingkat Materialitas dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan. Skripsi UPN Veteran Jawa Timur.

Mulyadi, 2002. Auditing Buku I, Salemba Empat. Jakarta,.

Noveria. (2006). Pengaruh Profesionalisme Auditor Internal terhadap Work Outcome Audior Internal. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. UNPAD Bandung.

Purnamasari. (2005). Pengaruh Pengalaman Kerja terhadap Hubungan Partisipasi dengan Efektivitas Sistem Informasi. Jurnal Riset Akuntansi Keuangan. Vol.1 No.3

Suraida. (2005). Uji Model Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Resiko Audit Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor. Jurnal Akuntansi. Th IX/02/Mei

Yanuar, 2008. Auditing Suatu Pengantar, Yogyakarta, BPFE

Yusuf, Haryono, Auditing (Pengauditan). STIE Yogyakarta, 2001.

Wahyudi dan Aida. (2006), Profesionalisme Akuntan dan Proses Pendidikan Akuntansi di Indonesia. Pustaka LP3ES Jakarta

Winda Fridati, Hubungan Antara Profesionalisme Dengan Pertimbangan Tingkat Materialitas Pada Auditor di kantor KAP pada Kota Yogyakarta, Skripsi S1, Universitas Islam Indonesia, 2005


Recommended