Transcript

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori dan Konsep

2.1.1 Teori Legitimasi

Ghozali dan Cariri (2007:411) mengungkapkan definisi teori legitimasi

sebagai suatu kondisi atau status, yang ada ketika suatu sistem nilai perusahaan

sejalan dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih besar dimana perusahaan

merupakan bagiannya. Seiring dengan berjalannya waktu, nilai dari sistem sosial

yang terdapat di masyarakat terus berubah-ubah. Berdasarkan dari definisi teori

legitimasi, untuk mendapatkan legitimasi memerlukan proses yang sifatnya

berkesinambungan. Legitimasi didapatkan apabila yang dijalankan oleh

perusahaan telah selaras dengan apa yang juga diinginkan oleh masyarakat. Jika

terjadi ketidak selarasan antara sistem nilai perusahaan dengan nilai masyarakat

maka perusahaan akan kehilangan legitimasinya sehingga dapat mengancam

kelangsungan hidup perusahaan.

O’Donovan (2002) berpendapat legitimasi organisasi saling berkaitan dan

saling mempengaruhi antara masyarakat dan perusahaan. Legitimasi dapat

dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang

dilakukan oleh suatu entitas adalah tindakan yang diinginkan, pantas ataupun

sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan

secara sosial (Suchman, 1995). Dalam posisi sebagai bagian dari maasyarakat,

operasi perusahaan seringkali mempengaruhi masyarakat sekitarnya.

Eksistensinya dapat diterima sebagai anggota masyarakat, sebaliknya

10

eksistensinya pun dapat terancam bila perusahaan tidak menyesuaikan diri dengan

norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut atau bahkan merugikan anggota

komunitas tersebut. Oleh karena itu, perusahaan melalui manajemennya mencoba

memperoleh kesesuaian antara tindakan organisasi dan nilai-nilai dalam

masyarakat umum dan publik yang relevan.

Jika dikaitkan dengan kepatuhan wajib pajak, teori legitimasi sangat

berpengaruh pada tingkat kepatuhan wajib pajak. Teori legitimasi merupakan

suatu kondisi dimana suatu sistem nilai perusahaan sejalan dengan sistem nilai

dari sistem sosial yang lebih besar dimana perusahaan merupakan bagiannya.

Dalam hal kepatuhan wajib pajak dalam membaar pajak hotel, wajib pajak harus

mengikuti atau sejalan dengan suatu sistem dimana wajib pajak harus mengikuti

kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Kebijakan tersebut telah

diatur dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2011 yang

mengatur tentang pajak hotel. Dengan demikian wajib pajak diharapkan

menyadari kewajibannya yaitu wajib pajak harus patuh dan secara sukarela dalam

membayar pajak karena dampaknya akan dinikmati wajib pajak dan akan

membantu dalam hal pembangunan nasional.

2.1.2 Teori Kepatuhan (Compliance Theory)

Teori kepatuhan telah diteliti pada ilmu-limu sosial khususnya di bidang

psikologis dan sosiologi yang lebih menekankan pada pentingnya proses

sosialisasi dalam mempengaruhi perilaku kepatuhan seorang individu. Menurut

Saleh (2004) terdapat dua perspektif dasar dalam literatur sosiologi mengenai

kepatuhan pada hukum, yang disebut instrumental dan normatif.

11

Perspektif instrumental mengasumsikan individu secara utuh didorong oleh

kepentingan pribadi dan tanggapan terhadap perubahan-perubahan dalam

tangible, insentif, dan penalti yang berhubungan dengan perilaku. Perspektif

normatif berhubungan dengan apa yang orang anggap sebagai moral dan

berlawanan dengan kepentingan pribadi mereka. Seorang individu cenderung

mematuhi hukum yang mereka anggap sesuai dan konsisten dengan norma-norma

internal mereka.

Sedangkan penelitian mengenai teori kepatuhan telah diterapkan secara luas

pada perpajakan. Terdapat 14 variabel-variabel yang mempengaruhi pajak

kepatuhan. Variabel-variabel tersebut adalah umur, jenis kelamin, pendidikan,

level pendapatan, sumber pendapatan, pekerjaan/status, etika, kewajaran,

kompleksitas, hubungan dengan internal revenue service (IRS), sanksi,

probabilitas deteksi, dan tingkat pajak. Selain itu terdapat beberapa variabel lain

yang mempengaruhi kepatuhan pajak seperti proporsi pengendalian individu,

biaya komplain, pengaruh penyusun pajak, lokasi geografis dan mobilitas

pembayar pajak, dan hal-hal lain dimana pembayar pajak mempersepsikan

keputusan kepatuhannya.

Berdasarkan perspektif normatif maka sudah seharusnya bahwa teori

kepatuhan ini dapat diterapkan di bidang perpajakan. Wajib pajak wajib

memenuhi ketentuan dalam undang-undang khususnya dalam penyampaian

laporan pajak berkala secara tepat waktu kepada instansi pajak. Rochmat

Soemitro mengatakan secara umum teori kepatuhan dapat digolongkan dalam

teori konsensus dan teori paksaan (Antari, 2012). Bagi teori konsensus dasar

12

ketaatan terletak pada penerimaan masyarakat terhadap sistem hukum. Dalam hal

perpajakan yang terkait dalam teori konsensus, dengan sikap wajib pajak yang

patuh dan memahami akan pentingnya fungsi maupun manfaat dari pajak, maka

akan tercipta suatu penerimaan dari wajib pajak mengenai sistem perpajakan yang

sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemeriksaan merupakan pagar penjaga

agar wajib pajak tetap berada pada koridor peraturan pajak dan fiskus dalam

melaksanakan tugasnya tidak hanya untuk kegiatan formalitas saja, melainkan

juga untuk memperkuat kebenaran dari transaksi dan kepatuhan hukum dengan

undang-udang yang berlaku agar wajib pajak tetap patuh menjalankan hak dan

kewajibannya membayar pajak (Hidayat, 2005).

2.1.3 Pengertian Pajak

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, dalam Mardiasmo (2011:1)

mendefinisikan pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-

undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal

(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk

membayar pengeluaran umum. Definisi pajak menurut Soeparman Soehamidjaja,

pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa

berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang

atau jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum (Waluyo, 20011:3).

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang

melekat dari pengertian pajak, adalah sebagai berikut:

1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya

yang sifatnya dapat dipaksakan.

13

2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi

individual oleh pemerintah.

3) Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah.

4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila

dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai

public investment.

5) Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgetair, yaitu mengatur.

2.1.4 Penggolongan Pajak

Pajak dikelompokkan karena setiap pajak yang dipungut memiliki kriteria

sifat dan kegunaan yang berbeda-beda. Pajak dapat digolongkan menjadi tiga

golongan, yaitu menurut sifatnya, sasaran obyeknya, dan lembaga pemungutannya

(Mardiasmo, 2011:5)

1) Menurut golongannya

(1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak

dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: Pajak Penghasilan.

(2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan

atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

2) Menurut sifatnya

(1) Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Penghasilan.

14

(2) Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa

memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan

Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3) Menurut lembaga pemungutannya

(1) Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak

Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah, dan Bea Materai.

(2) Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri

atas:

1) Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan

Bakar Kendaraan Bermotor.

2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak

Reklame, dan Pajak Hiburan.

2.1.5 Fungsi Pajak dan Fungsi Pajak Daerah

Fungsi pajak adalah sebagai berikut:

1) Fungsi pajak yang pertama adalah sebagai fungsi anggaran atau penerimaan

(budgetair): pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan

pemerintah dan bermanfaat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran.

Penerimaan negara dari sektor perpajakan dimasukkan ke dalam komponen

penerimaan dalam negeri pada APBN.

15

2) Fungsi pajak yang kedua adalah sebagai fungsi mengatur (regulerend) :

pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya adalah pengenaan pajak yang

lebih tinggi kepada barang mewah dan minuman keras.

3) Fungsi pajak yang ketiga adalah sebagai fungsi stabilitas : pajak sebagai

penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan-kebijakan

pemerintah. Contohnya adalah kebijakan stabilitas harga dengan tujuan

untuk menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran uang di masyarakat

lewat pemungutan dan penggunaan pajak yang lebih efisien dan efektif.

4) Fungsi pajak yang keempat adalah fungsi redistribusi pendapatan :

penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran

umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan

kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

5) Fungsi pajak kelima adalah demokrasi yang merupakan wujud sistem

gotong royong, termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan. Apabila

pajak telah dilaksanakan dengan baik maka timbal baliknya adalah

pemerintah harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.

Pajak daerah memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :

(1) Pajak daerah sebagai sumber dana dalam pembiayaan pembangunan

daerah.

(2) Pajak daerah sebagai sumber peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

(3) Pajak daerah sebagai pengatur pertumbuhan ekonomi.

16

2.1.6 Asas Pemungutan Pajak

Pemungutan pajak didasarkan pada asas-asas tertentu bagi fiskus sehingga

dengan asas ini negara memberi hak kepada dirinya sendiri untuk memungut

pajak dari penduduknya, yang pada hakikatnya memungut dengan paksa

(berdasarkan undang-undang) sebagian dari harta yang dimiliki penduduknya.

Terdapat tiga asas yang digunakan untuk memungut pajak (Waluyo, 2011:16),

yaitu:

1) Asas tempat tinggal

Negara-negara mempunyai hak untuk memungut atas seluruh penghasilan

Wajib Pajak berdasarkan tempat tinggal Wajib Pajak.Wajib Pajak yang

bertempat tinggal di Indonesia dikenai pajak atas penghasilan yang diterima

atau diperoleh, yang berasal dari Indonesia atau berasal dari luar negeri

(Pasal 4 Undang-Undang Pajak Penghasilan).

2) Asas kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu negara. Asas ini diberlakukan

kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk

membayar pajak.

3) Asas sumber

Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang

bersumber pada suatu Negara yang memungut pajak.Wajib Pajak yang

menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak di

Indonesia tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

17

2.1.7 Syarat Pemungutan Pajak

Pelaksanaan pemungutan pajak agar tidak menimbulkan hambatan atau

perlawanan (Mardiasmo, 2011:2) harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1) Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)

Berdasarkan atas tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang

dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan

diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan

dengan kemampuan masing-masing. Sementara adil dalam pelaksanaannya

yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan

keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada

Majelis Pertimbangan Pajak.

2) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)

Pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat (2) di Indonesia sehingga

memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara

maupun warganya.

3) Tidak menggangu perekonomian (syarat ekonomis)

Pemungutan tidak boleh menggangu kelancaran kegiatan produksi maupun

perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian

masyarakat.

4) Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil)

Berdasarkan atas budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan

sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

18

5) Sistem pemungutan pajak harus sederahana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong

masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah

dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

2.1.8 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak merupakan suatu sistem yang mengatur pihak

yang berwenang dalam menentukan dan memungut jumlah besarnya pajak.

Pemungutan pajak pada pelaksanaannya dikenal beberapa sistem pemungutan

(Resmi, 2011:11), yaitu:

1) Official Assessment system

Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan

untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya

sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Pelaksanaan sistem ini mengakibatkan inisiatif serta kegiatan menghitung

dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan.

2) Self Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak

dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya

sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami

undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran

yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak.

19

3) Witholding System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga

yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib

Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang

berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai peraturan perundang-

undangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk

memotong dan memungut pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan

melalui sarana perpajakan yang tersedia.

2.1.9 Pengertian Pajak Hotel

Definisi pajak hotel menurut Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5

Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel, menjelaskan beberapa hal penting berikut ini.

1) Pasal 1 butir 8 bahwa Hotel adalah fasilitas penyedia jasa

penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut

bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma

pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah

kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).

2) Pasal 3 butir 1 bahwa Objek Pajak merupakan setiap pelayanan yang

disediakan dengan pembayaran dan atau yang seharusnya dibayar di hotel

atau yang diperuntukan untuk itu.

3) Pasal 3 butir 2 Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat(1) termasuk:

(1) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek;

20

(2) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau

tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan

kenyamanan;

(3) Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu

hotel ,bukan untuk umum;

(4) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan dihotel.

4) Pasal 3 butir 3, tidak termasuk sebagai objek Pajak Hotel meliputi:

(1) Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau

Pemerintah Daerah

(2) Jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya;

(3) Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;

(4) Jasa tempat tinggal dirumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti

asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis; dan

(5) Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh

Hotel yang dapat dimanfaatka noleh umum.

5) Pasal 4 butir 1 bahwa Subjek Pajak meliputi orang pribadi atau Badan yang

melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau Badan yang

mengusahakan Hotel.

6) Pasal 4 butir 2 Wajib Pajak meliputi orang pribadi atau Badan yang

mengusahakan hotel.

21

2.1.10 Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Penghitungan Pajak Hotel

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2011

tentang Pajak Hotel Pasal 5, menyebutkan Dasar Pengenaan Pajak Hotel adalah

berupa jumlah pembayaran dan/atau pembayaran yang seharusnya dilakukan

kepada hotel. Adapun tarif Pajak Hotel ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah

Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2011 Pasal 7 adalah sebesar 10% (sepuluh

perseratus). Menghitung besaran pokok Pajak Hotel yang terutang dilakukan

dengan cara mengalikan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal6

dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal5.

2.1.11 Kondisi Keuangaan Perusahaan

Laksono (2012) menyimpulkan bahwa kondisi keuangan dapat

didefinisikan dengan kemampuan keuangan perusahaan yang tercermin dari

tingkat profitabilitas (profitability) dan arus kas (cash flow). Profitabilitas

perusahaan telah terbukti merupa kan salah satu faktor yang mempengaruhi

kepatuhan perusahaan dalam mematuhi peraturan perpajakan karena profitabilitas

akan menekan perusahaan untuk melaporkan pajaknya (Slemlord, 1992, Bradley,

1994, dan Siahaan, 2005 dalam Laksono, 2012). Sebuah perusahaan yang

mempunyai tingkat profitabilitas tinggi tidak menjamin likuiditasnya baik karena

rasio profitabilitas dihitung dari laba akuntansi dibagi dengan investasi, aset, atau

ekuitas, yang mana laba akuntansi menganut basis akrual. Perusahaan yang

mengalami kesulitan likuiditas memungkinkan untuk tidak mematuhi peraturan

perpajakan dalam upaya mempertahankan arus kasnya.

22

2.1.12 Pemeriksaan Pajak

Sejalan dengan berlakunya self assessment system, peranan dan kejujuran

Wajib Pajak semakin mutlak diperlukan. Diberlakukannya sistem ini, Wajib Pajak

diharapkan dapat melaksanakan seluruh kewajiban perpajakan dan melaporkannya

dengan benar pada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Wajib Pajak terdaftar.

Sebagai konsekuensinya, Diektorat Jenderal Pajak (DJP) dituntut untuk selalu

melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Wajib Pajak. Salah satu bentuk

pengawasan tersebut adalah melalui pemeriksaan. Sebagaimana telah diatur dalam

salah satu ketentuan Undang-Undang nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah

direvisi oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan direvisi kembali oleh

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan Tata Cara

Perpajakan yaitu dalam pasal 29 ayat (1) bahwa Direktur Jenderal Pajak

berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dan

untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan.

Mengacu pada Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengenai pengertian

pemeriksaan adalah sebagai berikut: Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan

untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya

untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain

dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan tujuan dari pemeriksaan yaitu

23

menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan

kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada Wajib Pajak serta tujuan lain

dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara

Pemeriksaan Pajak terdapat dua jenis pemeriksaan yang dilakukan, yaitu seperti

berikut ini.

1) Pemeriksaan Kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan di Kantor

Direktorat Jenderal Pajak.

2) Pemeriksaan Lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat

kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal

Wajib Pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Prakteknya hampir semua sistem perpajakan di dunia mengatur

kemungkinan dapat dilakukan penelitian dan pemeriksaan laporan perpajakan

Wajib Pajak, yang nantinya akan dapat mengungkap seberapa besar kekeliruan

maupun penyimpangan yang ada. Karena keterbatasan sumber daya manusia atau

tenaga pemeriksa di Direktorat Jenderal Pajak, maka pemeriksaan hanya

dilakukan terhadap laporan perpajakan Wajib Pajak yang memiliki kriteria

tertentu. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK/03/2007

tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, kriteria pemeriksaan pajak untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.Wajib Pajak dilakukan dalam hal-hal

sebagai berikut ini.

1) Menyampaikan Surat Pemeberitahuan yang menyatakan lebih bayar,

termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak,

24

pemeriksaan dengan kriteria ini dilakukan dengan jenis pemeriksaan

lapangan.

2) Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi, pemeriksaan

dengan kriteria ini telah dilakukan dengan jenis pemeriksaan lapangan.

3) Tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi

melampaui jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Teguran,

pemeriksaan dengan kriteria ini dilakukan dengan jenis pemeriksaan

lapangan.

4) Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran

atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, pemeriksaan

dengan kriteria ini dilakukan dengan jenis pemeriksaan lapangan.

5) Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi

berdasarkan hasil analisis risiko (risk based selection) mengindikasi adanya

kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan, pemeriksaan denga kriteria ini

dilakukan dengan jenis pemeriksaan lapangan.

Tujuan akhir dari pemeriksaan di atas diharapka dapat meningkatkan

kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, sehingga akan

berdampak pada peningkatan penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak

yang pada akhirnya pajak yang dibayarkann oleh Wajib Pajak akan masuk dalam

kas Negara. Dengan demikian, pemeriksaan pajak merupakan pagar penjaga agar

Wajib pajak tetap mematuhi kewajibannya.

25

2.1.13 Sikap Wajib Pajak

Menurut Kotler (2000), sikap didefinisikan sebagai evaluasi yang

dipertahankan seseorang mengenai suka atau tidak suka, perasaan emosi, dan

kecenderungan aksi terhadap beberapa obyek atau gagasan. Loudon dan

Bitta (1988) menyatakan bahwa pada garis besarnya ada empat konsep definisi

tentang sikap. Definisi yang pertama menyatakan bahwa sikap adalah sejauh

mana perasaan seseorang terhadap obyek, negatif atau positif, suka atau

tidak suka, setuju atau tidak setuju. Definisi tersebut menunjukkan sikap

sebagai suatu perasaan atau reaksi penilaian terhadap suatu obyek.

Selanjutnya, Loudon dan Bitta (1988) mengemukakan pandangan

yang lebih berorientasi kognitif mengenai sikap yang menyebutkan bahwa sikap

adalah organisasi yang berlangsung terus menerus dari motivasi, emosi,

persepsi dan proses kognitif dalam menanggapi sejumlah aspek dalam dunia

individu. Definisi terakhir menyebutkan bahwa keseluruhan sikap seseorang

terhadap suatu obyek dilihat sebagai fungsi kekuatan keyakinan yang dipegang

seseorang terhadap bermacam-macam obyek dan evaluasi terhadap keyakinan

yang berhubungan dengan obyek tersebut.

Pembahasan mengenai sikap dapat erat kaitannya dengan perbuatan atau

tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, sehingga telah

banyak dipelajari. Ditinjau dari segi pentingnya masalah sikap pada tingkah laku

atau perbuatan manusia dalam kehidupan manusia sehari-hari, sikap merupakan

salah satu aspek yang mempengaruhi pola berpikir individu dalam

kesehariannya terutama dalam pengambilan keputusan. Saat sikap telah

26

terbentuk, maka sikap akan menentukan cara-cara berperilaku terhadap

obyek tertentu, hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran sikap tersebut.

Selanjutnya, sikap akan memberikan corak pada tingkah laku seseorang maupun

kelompok.

Dalam penelitian ini yang dimaksudkan sikap wajib pajak adalah sikap

Wajib Pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Sikap

wajib pajak tersebut diduga akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib

pajak dalam memenuhi kewajiban membayar pajak. Sikap yang dimaksud

adalah sikap dalam artian positif dan kognitif.

2.1.14 Kepatuhan Perpajakan

Kepatuhan dalam hal perpajakan merupakan suatu ketaatan untuk

melakukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan

atau diharuskan dilaksanakan menurut peraturan perundang-undangan perpajakan

(Ghoni, 2012). Kepatuhan Wajib Pajak dapat dipengaruhi oleh dua jenis faktor

yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Fuadi dan Mangonting, 2012). Faktor

internal merupakan faktor yang berasal dari diri Wajib Pajak sendiri dan

berhubungan dengan karakteristik individu yang menjadi pemicu dalam

menjalankan kewajiban perpajakannya. Berbeda dengan faktor internal, faktor

eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri Wajib Pajak, seperti situasi dan

lingkungan di sekitar Wajib Pajak.

27

2.1.15 Wajib Pajak Patuh

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000,

wajib pajak dimasukkan dalam kategori wajib pajak patuh apabila memenuhi

kriteria sebagai berikut (Supadmi, 2009):

1) Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk semua jenis

pajak dalam dua tahun terakhir.

2) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah

memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

3) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir.

4) Dalam dua tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana

dimaksudkan dalam Pasal 28 UU KUP dan dalam hal terhadap wajib pajak

pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir

untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak 5%

5) Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit

oleh akuntan publik dengan pendapat pengecualian sepanjang tidak

mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan auditnya harus disusun dalam

bentuk panjang (long form report) yang menyajikan rekonsiliasi laba rugi

komersial dan fiscal. Dalam hal wajib pajak yang laporan keuangannya

tidak diaudit oleh akuntan publik dipersyaratkan untuk memenuhi ketentuan

pada angka 1, 2, 3, dan 4 di atas.

28

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan pada kepatuhan wajib pajak

hotel

Profitabilitas perusahaan (firm profitability) telah terbukti merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan perusahaan dalam mematuhi peraturan

perpajakan karena profitabilitas akan menekan perusahaan untuk melaporkan

pajaknya (Slemrod, 1992, Bradley, 1994, dan Siahaan, 2005 dalam Mustikasari,

2007). Perusahaan yang mengalami kesulitan likuiditas ada kemungkinan tidak

mematuhi peraturan perpajakan dalam upaya untuk mempertahankan arus kasnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Laksono (2011) menunjukkan bahwa

kondisi keuangan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan

wajib pajak. Apabila kondisi keuangan perusahaan baik, maka Tax Professional

akan patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakan perusahaan yang dia wakili

atau bisa dikatakan tingkat kepatuhan pajaknya tinggi. Berdasarkan hal tersebut,

maka hipotesis yang diajukan pada peneletian ini adalah:

H1 : Kondisi keuangan perusahaan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib

pajak hotel di Dinas Pendapatan Kota Denpasar.

2.2.2 Pengaruh Pemeriksaan Pajak pada kepatuhan wajib pajak hotel

Pemeriksaan dilakukan untuk membuat wajib pajak yang ditemukan

melakukan penyimpangan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan agar menjadi

lebih patuh dalam melakukan kewajiban perpajakannya.

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,

keterangan, atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional

29

berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan

kewajiban perpajakan atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan

ketentuan perturan perundang-undangan perpajakan (Suandy, 2009:209). Hidayat

(2005) menyatakan dalam penelitiannya bahwa pemeriksaan dilakukan oleh fiskus

tidak hanya untuk kegiatan formalitas saja, melainkan juga memperkuat

kebenaran dari transaksi dan kepatuhan hukum dengan undang-undang yang

berlaku agar wajib pajak tetap patuh dalam menjalankan hak dan kewajibannya

membayar pajak. Ardianti (2012) meneliti pengaruh kewajiban moral, kualitas

pelayanan, pemeriksaan pajak dan sanki perpajakan terhadap kepatuhan wajib

pajak badan. Dengan menggunakan teknik analisis regresi linear berganda,

diperoleh hasil menunjukkan pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan

wajib pajak badan. Pemeriksaan pajak diharapkan akan menambah tingkat

kepatuhan bagi wajib pajak karena salah satu tujuan penting dalam pemeriksaan

adalah untuk menguji kepatuhan wajib pajak yang akan berdampak pada

peningkatan penerimaan (Priantara, 2000:24). Berdasarkan hal tersebut, maka

hipotesis yang diajukan pada peneletian ini adalah:

H2 : Pemeriksaan pajak berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak hotel di

Dinas Pendapatan Kota Denpasar

2.2.3 Pengaruh Sikap Wajib Pajak pada Kepatuhan Wajib Pajak Hotel

Menurut Rakhmat (1996) pengertian sikap adalah kecenderungan bertindak,

berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai.

Sikap wajib pajak yang semakin patuh dalam membayarkan pajaknya merupakan

faktor penting dalam melaksanakan self assessment system. Seorang wajib pajak

30

harus memahami, menaati dan memiliki kesungguhan untuk memenuhi kewajiban

ketentuan perpajakan dengan baik dan benar, yang sudah diatur pemerintah dalam

perundang-undangan. Penilaian positif wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi

Negara oleh pemerintah akan menggerakan masyarakat untuk memahami

kewajiban perpajakannya. Semakin patuh sikap wajib pajak dalam membayarkan

pajaknya maka penerimaan pajak juga akan semakin meningkat.

Banyu (2011) meneliti pengaruh sikap, kesadaran wajib pajak, dan

pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak

bumi dan bangunan kecamatan pamulang kota tangerang selatan menyatakan

sikap, kesadaran, pengetahuan perpajakan berpengaruh secara simultan dan

scecara parsial berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib

pajak bumi dan bangunan. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan

pada penelitian ini adalah:

H3 : Sikap wajib pajak berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak hotel

di Dinas Pendapatan Kota Denpasar


Recommended