Transcript

Cooperativ Learning

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam kehidupan ini, manusia tidak akan bisa hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain. Sebagai mahkluk individu tentunya manusia selalu membutuhkan bantuan dari orang lain. Konsekuensinya manusia harus bisa menjadi mahkluk sosial, yaitu bisa saling berinteraksi dengan sesamanya, saling membantu dan juga bisa saling menghormati antara satu dengan yang lainya. Meskipun demikian, tentunya di dalam menjalani kehidupannya dalam masyarakat akan ada perbedaan-perbedaan, misalnya prinsip, cita-cita, latar belakang historis ataupun yang lainnya. Dari adanya perbedaan tersebut, manusia harus lebih bisa berinteraksi dengan yang lain sehingga akan mengurangi perbedaan-perbedaan tersebut.Perbedaan antarmanusia yang tidak terkelola atau terkontrol dengan baik akan menimbulkan adanya ketersinggungan dan kesalahpahaman antarsesamanya. Di dalam dunia pendidikan, khususnya pada jenjang pendidikan formal banyak ditemui adanya perbedaan-perbedaan mulai dari perbedaan gender, ras, suku, agama, maupun yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut sangat sering menimbulkan adanya ketersinggungan yang berdampak pada terjadinya perselisihan.

Sebagai seorang pendidik, pendidik harus bisa menanggulangi permasalahan tersebut dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan permasalahan tersebut adalah Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning). Model pembelajaran ini adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan strategi yang melibatkan siswa untuk saling berinteraksi dan bekerjasama di dalam suatu kelompok. Metode pembelajaran kelompok dapat didefinisikan sebagai prosedur yang sistematik dan terencana untuk menyelenggarakan kegiatan pembelajaran melalui kelompok dalam rangka mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan (Sudjana, 2005). Ini berarti perlu adanya suatu model pembelajaran yang dapat membiasakan anak didik hidup bersama, bekerja sama dalam kelompok dan menyadari dirinya memiliki kekurangan dan kelebihan, agar siswa yang mempunyai kemampuan lebih dapat sharing dengan anak yang memiliki kemampuan kurang, sehingga anak dapat sukses bersama secara akademik. Apabila suatu kemasan pembelajaran lebih menitik beratkan pada aspek kolaboratif, maka konsep keseragaman hendaknya ditinggalkan agar terbentuk suatu paham baru yang menghargai segala macam keragaman. Salah satu kemasan pembelajaran yang memiliki aspek kolaboratif adalah kemasan pembelajaran berorientasi pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan siswa untuk berinteraksi, karena sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa dalam setting kelas, siswa lebih banyak belajar dari satu teman ke teman lainnya di antara siswa bila dibandingkan dengan belajar dari gurunya.

Dengan pembelajaran kooperatif ini akan memotivasi siswa untuk bisa belajar saling bekerjasama dengan yang lainnya. Selain itu, siswa juga memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar Nurulhayati (Rusman, 2010). Oleh karena itu, penulis memandang perlu untuk membahas lebih dalam lagi mengenai Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning).1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)?

1.2.2Apa saja unsur-unsur dan landasan teoretik dan konseptual Model Pembelajaran Kooperatif?1.2.3Bagaimana karakterisitik Model Pembelajaran Kooperatif?

1.2.4Bagaimana langkah-langkah pembelajaran pada Model Pembelajaran Kooperatif?1.2.5Bagaimana penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dalam proses pembelajaran?

1.2.6Apa saja variasi dalam Model Pembelajaran Kooperatif?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:

1.3.1Mendeskripsikan pengertian dari model pembelajaran kooperatif.

1.3.2Mendeskripsikan unsur-unsur dan landasan dalam model pembelajaran kooperatif.

1.3.3Menjelaskan karakterisitik model pembelajaran kooperatif.1.3.4Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajaran.

1.3.5Menguraikan langkah-langkah pembelajaran dalam model pembelajran kooperatif.

1.3.6Mendeskripsikan variasi-variasi dalam model pembelajran kooperatif.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah agar pembaca terutama calon pendidik nantinya, dapat memahami tujuan dari model pembelajaran kooperatif, unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif dan dampak kelompok-kelompok kooperatif dalam pembelajaran serta berbagai pendekatan dalam pembelajaran kooperatif. Sehingga, model pembelajaran koooperatif dapat diterapkan secara benar dalam praktek mengajar di lapangan. BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Model Pembelajaran KooperatifModel Pembelajaran Kooperatif dilandasi oleh teori konstruktivisme yang lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky. Menurut Piaget, konstruktivisme ditekankan pada kegiatan internal individu terhadap objek yang dihadapi dan pengalaman yang dimiliki oleh orang tersebut. Sedangkan konstruktivisme Vygotsky menekankan pada interaksi sosial dan melakukan konstruksi pengetahuan dari lingkungan sekitarnya. Berdasarkan kedua pandangan tersebut, konstruktivisme menekankan pada pentingnya interaksi dengan teman sebaya melalui pembentukan kelompok belajar. Melalui kelompok belajar ini akan memberikan kesempatan kepada siswa secara aktif dan kesempatan untuk mengungkapkan sesuatu yang dipikirkan siswa kepada teman yang akan membantunya untuk melihat sesuatu dengan lebih jelas bahkan melihat ketidak sesuaian pandangan mereka sendiri (Rusman, 2010). Sehingga pada model pembelajaran ini siswa memegang peran penting di dalam proses pembelajaran dan memberi landasan teoritis bagaimana siswa dapat sukses belajar bersama orang lain.

Menurut Slavin dalam (Rusman, 2010) Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Heterogenitas anggota kelompok ditinjau dari jenis kelamin, etnis, prestasi akademik, maupun status sosial. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerjasama dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Setiap anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran dalam menyelesaikan tugas kelompoknya.

Menurut Tom V. Savage mengemukakan bahwa Cooperative Learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerjasama dalam kelompok untuk saling membantu satu sama lain dalam proses pembelajaran. Pembelajaran kooperatif ini didasarkan pada gagasan atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar, dan bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar kelompok mereka seperti terhadap diri mereka sendiri. Menurut Manning dan Lucking (dalam Nur, 2004) ketertarikan orang pada cooperative learning karena dua hal, yaitu :

(1) Lingkungan pendidikan yang kompetitif yang dapat memunculkan sikap siswa untuk berkompetisi daripada untuk melakukan kerjasama.

(2) Jika cooperative learning dilaksanakan dengan baik, akan memberikan sumbangan yang positif terhadap prestasi akademik, keterampilan sosial, dan harga diri.

Sehingga dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam kelompok-kelompok agar bisa saling bekerjasama untuk saling membantu antara yang satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.2.2 Unsur-unsur dan Landsan Teoritik dan Konseptual Model Pembelajaran Kooperatif

Roger dan David Johnson dalam Puspadewi (2007) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning. Ada enam unsur dasar di dalam pembelajaran kooperatif diantaranya:

(a) saling ketergantungan secara positif.(b) tanggung jawab individu.(c) pengelompokan secara heterogen.(d) keterampilan-keterampilan kolaboratif.(e) pemrosesan interaksi kelompok.(f) interaksi tatap muka.A. Saling Ketergantungan Secara Positif

Saling ketergantungan secara positif adalah perasaan antar kelompok siswa untuk membantu setiap orang dalam kelompok tersebut, yang berarti anggota-anggota kelompok merasakan bahwa mereka susah senang bersama-sama. Saling ketergatungan penghargaan secara positif muncul apabila masing-masing penghargaan dari anggota kelompok digunakan oleh anggota yang lain dalam kelompoknya. Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung dan saling membantu. Saling ketergantungan peranan secara positif berarti anggota kelompok saling melengkapi dan saling berbagi tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas. Misalnya, ketika guru memberikan sebuah permasalahan mengenai konsep pembiasan cahaya pada cermin, dalam satu kelompok ada yang berfungsi sebagai pencari sumber materi, ada yang berfungsi sebagai peringkas materi, ada sebagai pemeriksa keakuratan ringkasan dan ada sebagai elaborator yang menambahkan aplikasi dari materi yang dibahas.

Saling ketergantungan sumber secara positif berarti bahwa anggota hanya memiliki suatu porsi informasi materi atau alat-alat yang diperlukan untuk melengkapi suatu tugas. Aktivitas-aktivitas jigsaw adalah sebuah contoh saling ketergantungan sumber secara positif, karena dalam masing-masing anggota kelompok tidak seorangpun dapat memperoleh informasi secara lengkap, masing-masing akan memperoleh potongan-potongan informasi dengan persepsi yang berbeda. Agar dapat memecahkan suatu masalah maka mereka harus saling berbagi informasi. Saling ketergantungan identitas secara positif berarti bahwa kelompok tersebut membagi suatu identitas umum, maksudnya setiap kelompok yang anggotanya berbeda memiliki ciri khas tersendiri.

B. Tanggung Jawab Individu

Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu masing-masing anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota kelompok siap untuk mengahdapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Dalam Santyasa (2005) terdapat banyak cara untuk menstrukturisasi aktivitas-aktivitas kelompok dalam rangka memajukan rasa tanggung jawab individual untuk meningkatkan keberhasilan kelompok, antara lain:

1. Masing-masing siswa secara individual mengerjakan kuis, melengkapi tugas, atau membuat ringkasan tentang materi yang dipelajari.

2. Anggota kelompok dipanggil secara acak untuk menjawab pertanyaan dan menjelaskan jawabannya.

3. Masing-masing anggota kelompok memiliki suatu peranan yang telah dirancang untuk mereka tampilkan.

4. Masing-masing anggota bertanggung jawab untuk satu bagian proyek kelompok mereka.

C. Pengelompokan Secara HeterogenPembelajaran kooperatif didasarkan pada pengelompokan siswa secara heterogen menurut prestasi kecerdasan, etnik, dan jenis kelamin. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Memperbaiki hubungan antara siswa dapat dilakukan dengan bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Pengelompokan siswa dari etnik yang berbeda sering dilakukan karena siswa yang berasal dari etnik yang berbeda sering membawa perspektif yang unik dalam diskusi kelompok. Hasil keanekaragaman perspektif yang berasal dari siswa dengan etnik dan jenis kelamin yang berbeda, dapat memperkaya pemikiran siswa. Pengelompokan secara heterogen, paling baik ditentukan oleh guru, karena apabila siswa diberikan kebebasan untuk memilih anggota kelompoknya, mereka cenderung memilih teman yang paling disenangi atau teman yang paling pintar. Hal ini dapat mengarahkan terbentuknya kelompok-kelompok yang tidak sehat.

D. Keterampilan Kolaboratif

Dalam Santyasa (2005) terdapat enam langkah dalam mengajar keterampilan kolaboratif. Pertama, para siswa mlihat kebutuhan akan keterampilan tersebut. Ini dapat dilakukan dengan menanyakan siswa bagaimana keterampilan tersebut muncul dalam pengalaman mereka sendiri, menjelaskan mengapa keterampilan itu penting di dalam dan di luar sekolah dan melalui penayangan kesempatan. Kedua, para siswa perlu suatu pemahaman yang jelas mengenai apa keterampilan tersebut. Satu cara untuk mencapai pemahamannya adalah dengan mengembangkan daftar mengenai suatu keterampilan seperti melihat dan bunyi. Ketiga, para siswa mungkin memerlukan praktek keterampilan kolaboratif. Ini dapat dilakukan melalui aktivitas-aktivitas seperti demonstrasi oleh guru, sandiwara peranan, dan permainan. Keempat, keterampilan tersebut hendaknya dipadukan dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran. Contoh, jika kelompok mengerjakan proyek bersama, mereka dapat ditanyakan menggunakan keterampilan tersebut untuk mendorong yang lain berpartisipasi. Kelima, pemrosesan interaksi kelompok adalah penting. Satu anggota kelompok akan menjelaskan kepada siswa yang lain. Keenam, sekali keterampilan tersebut dipikirkan, para guru perlu mendorong para siswa untuk tekun dalam penggunaannya. E. Pemrosesan Interaksi Kelompok

Pemrosesan interaksi kelompok adalah suatu unsur kunci pembelajaran kooperatif, karena memberikan siswa manfaat balikan mengenai keterampilan kelompok mereka dan memperkenalkan kepada siswa bahwa guru menempatkan hal yang penting bagaimana sebaiknya mereka bekerja bersama. Pemrosesan interaksi kelompok memiliki dua aspek, yaitu menjelaskan keberfungsian kelompok dan mendiskusikan apakah interaksi mereka perlu diperbaiki. Dalam proses interaksi kelompok juga terdapat diskusi mengenai pemecahan masalah yang diberikan oleh guru, mendiskusikan sifat dasar atau esensi konsep dan strategi belajar yang dihadapi saat ini. Interaksi antar siswa akan meningkatkan pengertian siswa, bagaimana memberikan bantuan, dorongan dan dukungan satu sama lain dalam usaha mencapai tujuan kelompok mereka. Pemrosesan dibantu jika guru dan siswa melakukan observasi sementara kelompok tersebut bekerja bersama.

F. Interaksi Tatap Muka (face-to-face interaction)

Dalam kelompok kooperatif siswa akan berinteraksi secara langsung antara yang satu dengan yang lain. Ketika para siswa diberikan suatu masalah, secara otomatis mereka akan memikirkan dan menemukan jawabannya sendiri dan kemudian berjumpa dengan kelompoknya untuk mendiskusikan jawaban-jawaban tersebut. Di dalam interaksi kelompok juga diperlukan adanya keterampilan-keterampilan kooperatif, seperti menghargai kontribusi, yakni memperhatikan apa yang dikatakan atau dikerjakan oleh anggota lain dalam kelompok dan menyebut nama serta memandang teman lain yang berbicara.Dalam kelompok juga harus terjadi kesepakatan secara kolaboratif mengenai jadwal tatap muka untuk mendiskusikan tugas yang diberikan oleh guru. Waktu harus ditata untuk anggota kelompok, tidak hanya dalam merencanakan pelajaran kooperatif, tetapi juga dalam mengevaluasi keefektifan pelajaran tersebut. Kebutuhan untuk interaksi tatap muka mempengaruhi ukuran kelompok. Literatur pada penataan pembelajaran kooperatif menganjurkan bahwa hendaknya tidak lebih dari lima atau enam anggota kelompok.Landasan teoritik dan konseptual model pembelajaran kooperatif sebenarnya bermula dari pandangan filosofis dan perspektif psikologis. Landasan yang dimaksud adalah, perspektif filosofis, perspektif psikologi behavioristik, perspektif psikologi sosial, dan perspektif psikologi kognitif.2.2.1 Perspektif Filosofis

Ide pembelajaran kooperatif bermula dari perspektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Deway (dalam Santyasa, 2005) menganjurkan agar dalam lingkungan belajar guru menciptakan lingkungan sosial yang dicirikan oleh lingkungan demokrasi dan proses ilmiah. Tanggung jawab utama para guru adalah memotivasi siswa untuk bekerja secara kooperatif dan memikirkan masalah sosial yang berlangsung dalam pembelajaran. Di samping upaya pemecahan masalah di dalam kelompok kooperatif dari hari ke hari siswa belajar prinsip demokrasi melalui interaksi antar teman sebaya.

2.2.2 Perspektif Psikologi Behavioristik

Salah satu konsep behavioristik reinforcement, artinya siswa belajar tidak hanya untuk memperoleh penghargaan atau hukuman, tetapi juga melihat orang lain menerima penghargaan dan hukuman. Ciri-ciri khas metoda pembelajaran behavioristik adalah: (1) menekankan motivasi ekstrinsik, (2) tugas-tugas pada tataran kognitif rendah, (3) memandang semua pebelajar secara seragam, (4) tidak menekankan sikap, prestasi belajar merupakan tujuan dan diukur dengan tes objektif, (5) berorientasi pada hasil, (6) guru memutuskan apa yang akan dipelajari dan memberikan informasi untuk dipelajari siswa. Teknik Student Team-Achievement Division (STAD) merupakan produk psikologi behavioristik. STAD merupakan teknik pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan teknik STAD yang mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu melalui informasi verbal atau teks.

2.2.3 Perspektif Psikologi Sosial

Konseptualisasi tentang belajar telah mengalami pergeseran paradigma dari konsep transmisi pengetahuan expert ke novice menuju pada suatu konsep pengkonstruksian aspek sosial pengetahuan (social construction of knowledge). Dengan pergesaran paradigma ini, rasional pendekatan-pendekatan kelas yang mendorong peningkatan dialog antar siswa memperkuat kembali komunitas-komunitas para pebelajar, pembelajaran kolaboratif, pentutoran teman sebaya, dan pembelajaran kooperatif. Pendekatan learning together dan kelompok-kelompok Jigsaw adalah produk perspektif psikologi sosial mengenai pembelajaran kooperatif. Konsep kunci kedua pendekatan ini adalah positif interdependent, yang memperhatikan persepsi tentang bagaimana mempengaruhi dan dipengaruhi.

2.2.4 Perspektif psikologi kognitif

Psikologi kognitif memiliki perspektif dominan dalam pendidikan masa kini yang berfokus pada bagaimana manusia memperoleh, menyimpan, dan memroses apa yang dipelajarinya serta bagaimana proses berpikir dan belajar itu terjadi. Salah satu metode pembelajaran kooperatif yang dihasilkan dari perspektif psikologi kognitif adalah MURDER (Santyasa, 2005). Teknik MURDER menggunakan sepasang anggota dari kelompok beranggotaan 4 orang. Pendekatan MURDER sebagai metode pembelajaran kooperatif tidak bersifat ekslusif. Pendekatan ini dapat dimodifikasi dan atau diintegrasikan ke pendekatan lainnya dalam pembelajaran kooperatif. Pemodifikasian dan pengintegrasian dilakukan sesuai dengan kebutuhan penyesuaian terhadap karakteristik materi pelajaran.2.3 Karakteristik Model Pembelajaran KooperatifPembelajaran Kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kerjasama di dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri khas dari model pembelajaran kooperatif (Rusman, 2010). Adapun karakteristik dari pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pembelajaran Secara Tim Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa untuk mau belajar dan juga setiap tim harus bisa saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b. Didasarkan kepada Manajemen Kooperatif Manajemen yang dimaksudkan ini memiliki empat fungsi, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Fungsi perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dan melalui perencanaan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. Fungsi pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun non-tes.

c. Kemauan untuk Bekerjasama Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerjasama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerjasama yang baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.

d. Keterampilan Bekerjasama Kemampuan bekerjasama itu dipraktekan melaui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Sedangkan menurut Arends menyatakan bahwa ada beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif, yaitu:

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tingkat tinggi, sedang, dan rendah.

3. Apabila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam.

4. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.

2.4 Langkah-langkah Pembelajaran Pada Model Pembelajaran KooperatifSecara umum terdapat enam langkah utama atau tahapan yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran kooperatif (Rusman, 2010). Berikut disajikan tabel mengenai langkah-langkah tersebut.

Tabel 2.5.1 Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif (Trianto, 2007).

TAHAPTINGKAH LAKU GURU

Tahap 1

Menyampaikan tujuan dan motivasi siswaGuru menyampaikan tujuan belajar yang ingin dicapai pada proses pembelajaran dan motivasi siswa untuk belajar.

Tahap 2

Menyajikan informasiGuru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau bahan bacaan.

Tahap 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar kooperatifGuru menjelaskan kepada siswa mengenai bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Tahap 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajarGuru memberikan bimbingan kepada setiap kelompok dalam mengerjakan tugas.

Tahap 5

Evaluasi Guru memberikan evaluasi terhadap hasil belajar siswa atau setiap kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Tahap 6

Memberikan penghargaan Guru menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok.

Berdasarkan tabel di atas, pelajaran dalam pembelajaran kooperatif dimulai dengan pendidik atau guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai kepada peserta didik atau siswa, selain itu guru juga memberikan motivasi kepada siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dengan sungguh-sungguh. Kemudian langkah ini dilanjutkan dengan penyajian materi atau informasi, yang biasanya pada tahap ini guru mengarahkan siswa untuk membaca sendiri informasi atau materi yang dipelajari (Rusman, 2010). Selanjutnya peserta didik dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar atau kelompok-kelompok kecil. Setelah langkah ini dilaksanakan, selanjutnya guru memberikan bimbingan kepada siswa, terutama pada saat siswa bekerja bersama dalam menyelesaikan masalah atau tugas. Kemudian langkah terakhir dalam pembelajaran kooperatif adalah presentasi hasil akhir kerja kelompok atau memberikan evaluasi/penilaian tentang apa yang telah dipelajari, selain itu juga dilaksanakan pemberiaan penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.2.5 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Dalam Proses PembelajaranPenerapan model pembelajaran kooperatif, menempatkan pendidik atau guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran yang menghubungkan pemahaman siswa ke pemahaman yang lebih tinggi (Rusman, 2010). Guru disini tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga membangun pengetahuan dalam pikiran siswa. Sehingga siswa memiliki kesempatan untuk memperoleh pengalaman langsung dalam menerapkan ide atau gagasan yang dimiliki. Siswa dapat menemukan sendiri informasi, mengolah, dan menerapkan dalam kehidupannya. Proses pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran kooperatif mengharapkan terjadinya interaksi yang seimbang antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, maupun siswa dengan guru. Diharapkan juga komunikasi dalam pembelajaran terjadi dari banyak arah sehingga terjadi akitivitas dan kraeativitas yang diharapkan (Rusman, 2010).

Efektivitas dari penerapan model pembelajran kooperatif dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut:

a. Guru

Meliputi kemampuan guru dalam berbagai aspek seperti kualitas pendidikan, potensi dan kondisi, kemampuan mengelola pembelajran yang sesuai dengan karakteristik model pembelajaran serta kemampuan dalam memanfaatkan sarana dan prasarana belajar (Erliany, TT).b. Siswa

Meliputi karakteristik, potensi, minat, kemampuan dan persiapan terhadap pembelajaran kooperatif.

c. Sarana dan prasarana

Meliputi sumber belajar, media dan alat bantu belajar

d. Ukuran, kondisi dan susana kelas

Ukuran berkaitan dengan luas dan pemanfaatan ruang kelas, kondisi kelas berkaitan dengan penataan sarana dan prasarana di kelas sehingga kondusif untuk pembelajaran kooperatif, dan suasana kelas berkaitan dengan iklim belajar dan kegiatan kerjasama dalam pembelajaran (Erliany, TT).

e. Waktu

Efektivitas implementasi model pembelajaran kooperatif membutuhkan waktu yang memadai dengan pemanfaatan yang optimal dan bermakna

Penerapan model pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan juga kekurangan. Adapun kelebihan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan rasa tanggung jawab siswa.

2. Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemandirian siswa.

3. Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa.

4. Model pembelajaran kooperatif lebih unggul dari model pembelajaran biasa karena siswa banyak melakukan kegiatan dibandingkan dengan pembelajaran biasa (Erliany, TT).

Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

1. Guru atau pendidik harus mempersiapkan pembelajaran dengan matang.

2. Dalam pelaksanaannya memerlukan banyak waktu dan tenaga.

3. Sarana dan prasarana yang mendukung harus memadai, agar proses pembelajaran di kelas bisa berlangsung.

4. Materi yang dibahas cenderung meluas, sehingga memerlukan banyak waktu.

5. Saat diskusi kelas ada kecenderunga didominasi oleh seseorang, sehingga kemungkinan ada siswa yang pasif.

6. Guru yang belum terbiasa melaksanakan model pembelajaran kooperatif membutuhkan penyesuaian atau latihan dalam pertemuan pertama (Erliany, TT).

2.6 Variasi Dalam Model Pembelajaran Kooperatif

Pada hakikatnya, terdapat empat pendekatan yang seharusnya merupakan bagian dari strategi guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif. Empat pendekatan tersebut merupakan variasi dalam model cooperative learning, yaitu Student Teams Achievement Division (STAD), Tim Ahli (Jigsaw), Investigasi Kelompok (Group Investigation/Team Games Tournaments), dan Pendekatan Struktural yang meliputi: Think Pair Share (TPS), dan Numbered Head Together (NHT) (Trianto, 2007: 49). Berikut adalah penjelasan masing-masing variasi dalam model cooperative learning.a. Student Teams Achievement Division (STAD)Pembelajaran kooperatif tipe ini merupakan variasi yang menggunakan kelompok-kelompok kecil. Kelompok ini terdiri atas 4-5 orang siswa yang bersifat heterogen. Adapun kerangka pelaksanaan variasi ini adalah diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

Slavin mempertegas pernyataan di atas dengan menyatakan bahwa campuran siswa pada variasi ini merupakan campuran tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Teknis yang digunakan adalah sederhana. Guru memberikan suatu pelajaran dengan menugaskan kelompok siswa untuk berdiskusi satu sama lain. Selanjutnya, guru memberikan tes terhadap seluruh siswa dengan syarat siswa tidak boleh saling membantu.

Salah satu ungkapan menyatakan tampil dengan persiapan, turun dengan kehormatan. Artinya dalam melaksanakan suatu pembelajaran selalu diperlukan adanya persiapan yang matang. Adapun beberapa persiapan yang dilaksanakan dalam variasi STAD adalah sebagai berikut:

Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang perlu dipersiapkan meliputi rencana pembelajaran (RP), buku siswa, lembar kerja siswa (LKS), dan lembar jawaban.

Membentuk Kelompok Kooperatif

Dalam hal ini aspek yang menjadi bagian utama adalah bagaimana membuat siswa ada dalam suatu kelompok yang heterogen. Apabila dalam suatu kelas terdiri atas ras dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok dapat berdasarkan prestasi akademik. Berdasarkan hal tersebut terbentuk kelompok siswa dengan kemampuan atas, menengah, dan bawah. Kelompok baru yang dibentuk diambil dari campuran ketiga tingkatan kemampuan siswa. Adapun komposisinya adalah 25% dari kemampuan atas, 50% dari menengah, dan 25% dari kemampuan bawah.

Menentukan Skor Awal

Skor awal yang digunakan adalah hasil ulangan sebelumnya. Skor awal dapat berubah jika ada pembelajaran lebih lanjut disertai tes (seperti kuis).

Pengaturan Tempat DudukPengaturan tempat duduk diperlukan untuk memeratakan persebaran tingkat kemampuan anak di kelas. Hal tersebut sangat berpengaruh, yaitu terhadap suksesnya variasi model pembelajaran kooperatif.

Kerja Kelompok

Kerjasama kelompok merupakan aspek penting yang perlu dikembangkan. Maka dari itu, diperlukan pemaksimalan aspek ini guna menunjang keberhasilan variasi STAD. Guna mempermudah pemhaman pembelajaan kooperatif tipe STAD, maka perlu diperhatikan langkah-langkah berikut ini. Fase1 menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase 2 menyajikan suatu informasi, guru menyajikan suatu informasi melalui demonstrasi atau dapat juga melalui bahan bacaan.

Fase 3 mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelomok belajar, guru menjelaskan kepada siswa cara dalam membentuk kelompok serta membantu setiap kelompok agar dapat bertransisi secara efisien. Fase 4 membimbing kelompok belajar bekerja dan belajar, guru membimbing kelompok belajar saat mereka mengerjakan tugas. Fase 5 evaluasi, guru mengevaluasi hasil belajar sebelumnya dan atau memberikan masing-masing kelompok mempresentasikan kerja mereka. Fase 6 memberikan penghargaan, guru mencari cara untuk dapat mengapresiasi individu dan kelompok sehingga menggugah mereka semangat dalam belajar. Pengapresiasian guru terhadap siswanya dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: menghitung skor individu, menghitung skor kelompok, dan pemberian hadiah tehadap skor yang diperoleh individu dan atau kelompok.

b. Tim Ahli (Jigsaw)Variasi ini telah dikembangkan dan diuji oleh Erriot Aroson, dkk dari Universitas Texas. Selanjutnya diadopsi oleh Slavin, dkk di Universitas John Hopkins.

Langkah-langkah Pembelajaran Jigsaw

Adapun bebrapa langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut. Pertamasiswa dibagi atas beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang. Kedua materi yang diberikan merupakan sub bab berupa teks. Ketiga, setiap anggota kelompok wajib memahami sub bab yang menjadi bagiannya. Keempat, anggota dari kelompok lain dengan sub bab yang sama bertemu dalam kelompok ahli untuk berdiskusi. Kelima, setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok semula dan bertugas untuk mengajarkan teman-temannya. Keenam, setelah terlaksana sampai pada tahap kelima, maka siswa akan dikenai tagihan berupa kuis individu.

Gambar 2.7.1 Ilustrasi Tim Jig Saw

Beberapa hal yang perlu dipersiapkan pada tipe Jig Saw adalah bahan kuis, lembar kerja siswa, dan rencana pembelajaran. Evaluasi yang digunakan tidak berbeda dengan evaluasi pada tipe STAD. c. Investigasi Kelompok (Group Investigation/Team Games Turnaments)Tipe ini pertama kali dikembangkan oleh Thelan. Dalam perkembangannya tipe ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv.

Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan tersulit untuk diterapkan. Beda halnya dengan STAD dan Jig Saw, siswa terlibat dalam perencanaan pembelajaran yang meliputi topik dan bagaimana siswa menyelidikinya. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit. Tidak hanya itu, pendekatan ini juga memerlukan pengajaran keterampilan komunikasi.

Implementasinya, setiap kelompok terdiri atas 4-5 siswa yang heterogen. Kelmpok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya, kelompok siswa akan memperdalam topik materi yang dipilih dan akan dipresentasikan di kelasnya.

Langkah-langkah Pelaksanaan Investigasi Kelompok

Memilih topik, siswa memilih sub topik khusus dalam suatu daerah masalah umum. Selanjutnya akan ada orientasi tugas pada tiap-tiap kelompok. Tiap kelompok hendaknya bersifat heterogen baik dari etnis maupun akademis. Perencanaan kooperatif, berdasarkan sub topik yang telah dipilih maka siswa dan guru akan merencanakan prosedur pembelajaran. Implementasi, siswa akan mengembangkan topik yang telah dipilih sesuai dengan rencana yang telah disepakati. Analisis dan sintesis, siswa menganalisis dan mensintesis informasi yang diperoleh dan merencanakan bagaimana informasi tersebut dapat disajikan secara sederhana. Presentasi hasil final, siswa mempresentasikan topik yang mereka selidiki dengan tujuan memperluas perspektif topik tersebut. Tahap terakhir adalah evaluasi, guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan.

d. Pendekatan StrukturalThink Pair Share (TPS)

Strategi TPS atau berpikir berpasangan berbagi adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Dikembangkan oleh Frang Lyman di Universitas Maryland.

Dalam tipe ini, guru lebih banyak mempertimbangkan lebih banyak tentang apa yang dijelaskan dan dialami. Guru menggunakan tipe ini untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan.

Langkah-langkah TPS

Berpikir (Thinking), guru memberikan suatu pertanyaan sebagai permasalahan sehingga mendorong siswa untuk dapat berpikir kritis. Berpasangan (Pairing), guru mengintruksikan siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi yang terjadi akan mengkrucut ke arah suatu kesepahaman terhadap suatu materi. Berbagi (Sharing), guru meminta setiap pasangan agar berbagi materi dengan keseluruhan anggota kelas. Setiap pasangan wajib menyampaikan hasil diskusi terhadap seluruh anggota kelas.

Numbered Head Together (NHT)

Penomeran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisonal. Tipe ini pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi.

Langkah-langkah NHT

Fase 1 penomeran, guru membagi siswa kedalam kelompok 3-5 orang dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1 s.d. 5. Fase 2 mengajukan pertanyaan, guru memberikan pertanyaan kepada siswa guna menstimulus siswa berpikir bersama. Fase 3 berpikir bersama, siswa menggabungkan pendapat terhadap jawaban pertanyaan dan mensosialisasikan jawaban tersebut terhadap timnya. Fase 4 menjawab, guru memanggil salah satu nomer tertentu, siswa yang terpilih berkewajiban menjawab pertanyaan dari guru tersebut.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat diseimpulkan sebagai berikut:1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam kelompok-kelompok agar bisa saling bekerjasama untuk saling membantu antara yang satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

2. Landasan teoritik dan konseptual pembelajaran kooperatif sebenarnya bermula dari pandangan filosofis dan perspektif psikologi. Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah saling ketergantungan secara positif, tanggung jawab individu, pengelompokkan secara heterogrn, keterampilan-keterampilan kolaboratif, pemrosesan interaksi-interaksi kelompok, dan interaksi tatap muka.

3. Karakteristik dari pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut; pembelajaran secara tim, didasarkan kepada manajemen kooperatif, kemauan untuk bekerjasama dan keterampilan bekerjasama.

4. Secara umum terdapat enam langkah utama atau tahapan dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif, membimbing kelompok bekerja dan belajar, evaluasi, dan memberikan penghargaan.

5. Penerapan model pembelajaran kooperatif, menempatkan pendidik atau guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran. 6. Variasi dalam model pembelajaran kooperatif meliputi Student Teams Achievement Division (STAD), Tim Ahli (Jigsaw), Investigasi Kelompok (Group Investigation/Team Games Turnaments) dan Pendekatan Struktural.3.2 Saran

Guru hendaknya menyediakan prosedur pembelajaran yang dapat membantu para siswa untuk memformulasikan kembali informasi baru atau menstrukturisasi pengetahuan awal mereka melalui penyediaan interferensi informasi baru, mengolaborasi informasi secara mendetail dan mengaitkan hubungan antara informasi baru dan pengetahuan awal siswa, dan hal ini dapat dilakukan oleh guru mulai dari pemilihan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik sub pokok bahasan serta karakteristik pebelajar.

21 | Belajar dan Pembelajaran


Recommended