Transcript
Page 1: Mengungkap sekilas dunia farmasi sejarah ternate

Sejarah Ternate

Ngara Lamo, gerbang Istana Sultan Ternate di tahun 1930-an

Kerajaan Gapi atau yang kemudian lebih dikenal sebagai Kesultanan Ternate (mengikuti

nama ibukotanya) adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di Maluku dan merupakan salah satu

kerajaan Islam tertua di Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Kesultanan

Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-

17. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke -16 berkat perdagangan

rempah-rempah dan kekuatan militernya. Di masa jaya kekuasaannya membentang mencakup

wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga

sejauh Kepulauan Marshall di pasifik.

Asal Usul

Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13, penduduk Ternate awal merupakan

warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4 kampung yang masing - masing

dikepalai oleh seorang momole (kepala marga), merekalah yang pertama – tama mengadakan

hubungan dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah – rempah.

Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan

Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah ancaman yang

sering datang dari para perompak maka atas prakarsa momole Guna pemimpin Tobona diadakan

musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang

pemimpin tunggal sebagai raja.

Tahun 1257 momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai Kolano (raja)

pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung

Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh

penduduk disebut juga sebagai “Gam Lamo” atau kampung besar (belakangan orang menyebut

Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga

kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah

pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan

Page 2: Mengungkap sekilas dunia farmasi sejarah ternate

yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan terbesar

di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.

Organisasi kerajaan

Di masa – masa awal suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah membentuk kerajaan

jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut Kolano. Mulai pertengahan abad ke-15,

Islam diadopsi secara total oleh kerajaan dan penerapan syariat Islam diberlakukan. Sultan

Zainal Abidin meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya dengan gelar Sultan. Para ulama

menjadi figur penting dalam kerajaan.

Setelah Sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan Jogugu (perdana menteri) dan Fala

Raha sebagai para penasihat. Fala Raha atau Empat Rumah adalah empat klan bangsawan yang

menjadi tulang punggung kesultanan sebagai representasi para momole di masa lalu, masing –

masing dikepalai seorang Kimalaha. Mereka antara lain ; Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan

Tamadi. Pejabat – pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan – klan ini. Bila seorang

sultan tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan. Selanjutnya ada

jabatan – jabatan lain Bobato Nyagimoi se Tufkange (Dewan 18), Sabua Raha, Kapita Lau,

Salahakan, Sangaji dll. Untuk lebih jelasnya lihat Struktur organisasi kesultanan Ternate.

Moloku Kie Raha

Selain Ternate, di Maluku juga terdapat paling tidak 5 kerajaan lain yang memiliki pengaruh.

Tidore, Jailolo, Bacan, Obi dan Loloda. Kerajaan – kerajaan ini merupakan saingan Ternate

memperebutkan hegemoni di Maluku. Berkat perdagangan rempah Ternate menikmati

pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, dan untuk memperkuat hegemoninya di Maluku

Ternate mulai melakukan ekspansi. Hal ini menimbulkan antipati dan memperbesar

kecemburuan kerajaan lain di Maluku, mereka memandang Ternate sebagai musuh bersama

hingga memicu terjadinya perang. Demi menghentikan konflik yang berlarut – larut, raja Ternate

ke-7 Kolano Cili Aiya atau disebut juga Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331) mengundang

raja – raja Maluku yang lain untuk berdamai dan bermusyawarah membentuk persekutuan.

Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau Motir Verbond. Butir penting

dari pertemuan ini selain terjalinnya persekutuan adalah penyeragaman bentuk kelembagaan

kerajaan di Maluku. Oleh karena pertemuan ini dihadiri 4 raja Maluku yang terkuat maka disebut

juga sebagai persekutuan Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku).

Kedatangan Islam

Tak ada sumber yang jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di Maluku khususnya

Ternate. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah

mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate kala itu.

Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian mereka

maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa

keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15.

Page 3: Mengungkap sekilas dunia farmasi sejarah ternate

Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang diketahui

memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti Kolano Marhum adalah

puteranya, Zainal Abidin (1486-1500). Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin

adalah meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya dengan Sultan, Islam diakui sebagai

agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum

Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di

Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di

Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan

Giri di pulau Jawa, disana beliau dikenal sebagai "Sultan Bualawa" (Sultan Cengkih).

Kedatangan Portugal dan perang saudara

Di masa pemerintahan Sultan Bayanullah (1500-1521), Ternate semakin berkembang, rakyatnya

diwajibkan berpakaian secara islami, teknik pembuatan perahu dan senjata yang diperoleh dari

orang Arab dan Turki digunakan untuk memperkuat pasukan Ternate. Di masa ini pula datang

orang Eropa pertama di Maluku, Loedwijk de Bartomo (Ludovico Varthema) tahun 1506. Tahun

1512 Portugal untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate dibawah pimpinan

Fransisco Serrao, atas persetujuan Sultan, Portugal diizinkan mendirikan pos dagang di Ternate.

Portugal datang bukan semata – mata untuk berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan

rempah – rempah Pala dan Cengkih di Maluku. Untuk itu terlebih dulu mereka harus

menaklukkan Ternate. Sultan Bayanullah wafat meninggalkan pewaris - pewaris yang masih

sangat belia. Janda sultan, permaisuri Nukila dan Pangeran Taruwese, adik almarhum sultan

bertindak sebagai wali. Permaisuri Nukila yang asal Tidore bermaksud menyatukan Ternate dan

Tidore dibawah satu mahkota yakni salah satu dari kedua puteranya, pangeran Hidayat (kelak

Sultan Dayalu) dan pangeran Abu Hayat (kelak Sultan Abu Hayat II). Sementara pangeran

Tarruwese menginginkan tahta bagi dirinya sendiri. Portugal memanfaatkan kesempatan ini dan

mengadu domba keduanya hingga pecah perang saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung

Tidore sedangkan pangeran Taruwese didukung Portugal. Setelah meraih kemenangan pangeran

Taruwese justru dikhianati dan dibunuh Portugal. Gubernur Portugal bertindak sebagai penasihat

kerajaan dan dengan pengaruh yang dimiliki berhasil membujuk dewan kerajaan untuk

mengangkat pangeran Tabariji sebagai sultan. Tetapi ketika Sultan Tabariji mulai menunjukkan

sikap bermusuhan, ia difitnah dan dibuang ke Goa – India. Disana ia dipaksa Portugal untuk

menandatangani perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan Kristen dan vasal kerajaan

Portugal, namun perjanjian itu ditolak mentah-mentah Sultan Khairun (1534-1570).

Pengusiran Portugal

Perlakuan Portugal terhadap saudara – saudaranya membuat Sultan Khairun geram dan bertekad

mengusir Portugal dari Maluku. Tindak – tanduk bangsa barat yang satu ini juga menimbulkan

kemarahan rakyat yang akhirnya berdiri di belakang sultan Khairun. Sejak masa sultan

Bayanullah, Ternate telah menjadi salah satu dari tiga kesultanan terkuat dan pusat Islam utama

di Nusantara abad ke-16 selain Aceh dan Demak setelah kejatuhan kesultanan Malaka tahun

1511. Ketiganya membentuk Aliansi Tiga untuk membendung sepak terjang Portugal di

Nusantara.

Page 4: Mengungkap sekilas dunia farmasi sejarah ternate

Tak ingin menjadi Malaka kedua, sultan Khairun mengobarkan perang pengusiran Portugal.

Kedudukan Portugal kala itu sudah sangat kuat, selain memiliki benteng dan kantong kekuatan di

seluruh Maluku mereka juga memiliki sekutu – sekutu suku pribumi yang bisa dikerahkan untuk

menghadang Ternate. Dengan adanya Aceh dan Demak yang terus mengancam kedudukan

Portugal di Malaka, Portugal di Maluku kesulitan mendapat bala bantuan hingga terpaksa

memohon damai kepada sultan Khairun. Secara licik Gubernur Portugal, Lopez de Mesquita

mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan akhirnya dengan kejam membunuh Sultan

yang datang tanpa pengawalnya. Pembunuhan Sultan Khairun semakin mendorong rakyat

Ternate untuk menyingkirkan Portugal, bahkan seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan

dan perjuangan Sultan Baabullah (1570-1583), pos-pos Portugal di seluruh Maluku dan wilayah

timur Indonesia digempur, setelah peperangan selama 5 tahun, akhirnya Portugal meninggalkan

Maluku untuk selamanya tahun 1575. Kemenangan rakyat Ternate ini merupakan kemenangan

pertama putera-putera nusantara atas kekuatan barat. Dibawah pimpinan Sultan Baabullah,

Ternate mencapai puncak kejayaan, wilayah membentang dari Sulawesi Utara dan Tengah di

bagian barat hingga kepulauan Marshall dibagian timur, dari Philipina (Selatan) dibagian utara

hingga kepulauan Nusa Tenggara dibagian selatan. Sultan Baabullah dijuluki “penguasa 72

pulau” yang semuanya berpenghuni (sejarawan Belanda, Valentijn menuturkan secara rinci

nama-nama ke-72 pulau tersebut) hingga menjadikan kesultanan Ternate sebagai kerajaan islam

terbesar di Indonesia timur, disamping Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan

tengah nusantara kala itu. Periode keemasaan tiga kesultanan ini selama abad 14 dan 15 entah

sengaja atau tidak dikesampingkan dalam sejarah bangsa ini padahal mereka adalah pilar

pertama yang membendung kolonialisme barat.

[sunting] Kedatangan Belanda

Sepeninggal Sultan Baabullah Ternate mulai melemah, Spanyol yang telah bersatu dengan

Portugal tahun 1580 mencoba menguasai kembali Maluku dengan menyerang Ternate. Dengan

kekuatan baru Spanyol memperkuat kedudukannya di Filipina, Ternate pun menjalin aliansi

dengan Mindanao untuk menghalau Spanyol namun gagal bahkan sultan Said Barakati berhasil

ditawan Spanyol dan dibuang ke Manila. Kekalahan demi kekalahan yang diderita memaksa

Ternate meminta bantuan Belanda tahun 1603. Ternate akhirnya sukses menahan Spanyol namun

dengan imbalan yang amat mahal. Belanda akhirnya secara perlahan-lahan menguasai Ternate,

tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate menandatangani kontrak monopoli VOC di Maluku sebagai

imbalan bantuan Belanda melawan Spanyol. Di tahun 1607 pula Belanda membangun benteng

Oranje di Ternate yang merupakan benteng pertama mereka di nusantara.

Sejak awal hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang antara Belanda dan Ternate

menimbulkan ketidakpuasan para penguasa dan bangsawan Ternate. Diantaranya adalah

pangeran Hidayat (15?? - 1624), Raja muda Ambon yang juga merupakan mantan wali raja

Ternate ini memimpin oposisi yang menentang kedudukan sultan dan Belanda. Ia mengabaikan

perjanjian monopoli dagang Belanda dengan menjual rempah – rempah kepada pedagang Jawa

dan Makassar.

Perlawanan rakyat Maluku dan kejatuhan Ternate

Page 5: Mengungkap sekilas dunia farmasi sejarah ternate

Semakin lama cengkeraman dan pengaruh Belanda pada sultan – sultan Ternate semakin kuat,

Belanda dengan leluasa mengeluarkan peraturan yang merugikan rakyat lewat perintah sultan,

sikap Belanda yang kurang ajar dan sikap sultan yang cenderung manut menimbulkan

kekecewaan semua kalangan. Sepanjang abad ke-17, setidaknya ada 4 pemberontakan yang

dikobarkan bangsawan Ternate dan rakyat Maluku.

Tahun 1635, demi memudahkan pengawasan dan mengatrol harga rempah yang merosot

Belanda memutuskan melakukan penebangan besar – besaran pohon cengkeh dan pala di

seluruh Maluku atau yang lebih dikenal sebagai Hongi Tochten, akibatnya rakyat

mengobarkan perlawanan. Tahun 1641, dipimpin oleh raja muda Ambon Salahakan

Luhu, puluhan ribu pasukan gabungan Ternate – Hitu – Makassar menggempur berbagai

kedudukan Belanda di Maluku Tengah. Salahakan Luhu kemudian berhasil ditangkap

dan dieksekusi mati bersama seluruh keluarganya tanggal 16 Juni 1643. Perjuangan lalu

dilanjutkan oleh saudara ipar Luhu, kapita Hitu Kakiali dan Tolukabessi hingga 1646.

Tahun 1650, para bangsawan Ternate mengobarkan perlawanan di Ternate dan Ambon,

pemberontakan ini dipicu sikap Sultan Mandarsyah (1648-1650,1655-1675) yang

terlampau akrab dan dianggap cenderung menuruti kemauan Belanda. Para bangsawan

berkomplot untuk menurunkan Mandarsyah. Tiga diantara pemberontak yang utama

adalah trio pangeran Saidi, Majira dan Kalumata. Pangeran Saidi adalah seorang Kapita

Laut atau panglima tertinggi pasukan Ternate, pangeran Majira adalah raja muda Ambon

sementara pangeran Kalumata adalah adik sultan Mandarsyah. Saidi dan Majira

memimpin pemberontakan di Maluku tengah sementara pangeran Kalumata bergabung

dengan raja Gowa sultan Hasanuddin di Makassar. Mereka bahkan sempat berhasil

menurunkan sultan Mandarsyah dari tahta dan mengangkat Sultan Manilha (1650–1655)

namun berkat bantuan Belanda kedudukan Mandarsyah kembali dipulihkan. Setelah 5

tahun pemberontakan Saidi cs berhasil dipadamkan. Pangeran Saidi disiksa secara kejam

hingga mati sementara pangeran Majira dan Kalumata menerima pengampunan Sultan

dan hidup dalam pengasingan.

Sultan Muhammad Nurul Islam atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Sibori

(1675 – 1691) merasa gerah dengan tindak – tanduk Belanda yang semena - mena. Ia

kemudian menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa Mindanao, namun

upayanya untuk menggalang kekuatan kurang maksimal karena daerah – daerah strategis

yang bisa diandalkan untuk basis perlawanan terlanjur jatuh ke tangan Belanda oleh

berbagai perjanjian yang dibuat para pendahulunya. Ia kalah dan terpaksa menyingkir ke

Jailolo. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori terpaksa menandatangani perjanjian yang

intinya menjadikan Ternate sebagai kerajaan dependen Belanda. Perjanjian ini

mengakhiri masa Ternate sebagai negara berdaulat.

Meski telah kehilangan kekuasaan mereka beberapa Sultan Ternate berikutnya tetap berjuang

mengeluarkan Ternate dari cengkeraman Belanda. Dengan kemampuan yang terbatas karena

selalu diawasi mereka hanya mampu menyokong perjuangan rakyatnya secara diam – diam.

Yang terakhir tahun 1914 Sultan Haji Muhammad Usman Syah (1896-1927) menggerakkan

perlawanan rakyat di wilayah – wilayah kekuasaannya, bermula di wilayah Banggai dibawah

pimpinan Hairuddin Tomagola namun gagal. Di Jailolo rakyat Tudowongi, Tuwada dan Kao

Page 6: Mengungkap sekilas dunia farmasi sejarah ternate

dibawah pimpinan Kapita Banau berhasil menimbulkan kerugian di pihak Belanda, banyak

prajurit Belanda yang tewas termasuk Coentroleur Belanda Agerbeek, markas mereka diobrak –

abrik. Akan tetapi karena keunggulan militer serta persenjataan yang lebih lengkap dimiliki

Belanda perlawanan tersebut berhasil dipatahkan, kapita Banau ditangkap dan dijatuhi hukuman

gantung. Sultan Haji Muhammad Usman Syah terbukti terlibat dalam pemberontakan ini oleh

karenanya berdasarkan keputusan pemerintah Hindia Belanda, tanggal 23 September 1915 no.

47, sultan Haji Muhammad Usman Syah dicopot dari jabatan sultan dan seluruh hartanya disita,

beliau dibuang ke Bandung tahun 1915 dan meninggal disana tahun 1927. Pasca penurunan

sultan Haji Muhammad Usman Syah jabatan sultan sempat lowong selama 14 tahun dan

pemerintahan adat dijalankan oleh Jogugu serta dewan kesultanan. Sempat muncul keinginan

pemerintah Hindia Belanda untuk menghapus kesultanan Ternate namun niat itu urung

dilaksanakan karena khawatir akan reaksi keras yang bisa memicu pemberontakan baru

sementara Ternate berada jauh dari pusat pemerintahan Belanda di Batavia.

Dalam usianya yang kini memasuki usia ke-750 tahun, Kesultanan Ternate masih tetap bertahan

meskipun hanya tinggal simbol belaka. Jabatan sultan sebagai pemimpin Ternate ke-49 kini

dipegang oleh sultan Drs. H. Mudaffar Sjah, BcHk. (Mudaffar II) yang dinobatkan tahun 1986.

Warisan Ternate

Imperium nusantara timur yang dipimpin Ternate memang telah runtuh sejak pertengahan abad

ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan sejarah yang panjang masih terus terasa

hingga berabad kemudian. Ternate memiliki andil yang sangat besar dalam kebudayaan

nusantara bagian timur khususnya Sulawesi (utara dan pesisir timur) dan Maluku. Pengaruh itu

mencakup agama, adat istiadat dan bahasa.

Sebagai kerajaan pertama yang memeluk Islam Ternate memiliki peran yang besar dalam upaya

pengislaman dan pengenalan syariat-syariat Islam di wilayah timur nusantara dan bagian selatan

Filipina. Bentuk organisasi kesultanan serta penerapan syariat Islam yang diperkenalkan pertama

kali oleh sultan Zainal Abidin menjadi standar yang diikuti semua kerajaan di Maluku hampir

tanpa perubahan yang berarti. Keberhasilan rakyat Ternate dibawah sultan Baabullah dalam

mengusir Portugal tahun 1575 merupakan kemenangan pertama pribumi nusantara atas kekuatan

barat, oleh karenanya almarhum Buya Hamka bahkan memuji kemenangan rakyat Ternate ini

telah menunda penjajahan barat atas bumi nusantara selama 100 tahun sekaligus memperkokoh

kedudukan Islam, dan sekiranya rakyat Ternate gagal niscaya wilayah timur Indonesia akan

menjadi pusat kristen seperti halnya Filipina.

Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yang berpengaruh turut pula mengangkat derajat Bahasa

Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yang berada dibawah pengaruhnya. Prof

E.K.W. Masinambow dalam tulisannya; “Bahasa Ternate dalam konteks bahasa - bahasa

Austronesia dan Non Austronesia” mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak

terbesar terhadap bahasa Melayu yang digunakan masyarakat timur Indonesia. Sebanyak 46%

kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari bahasa Ternate. Bahasa Melayu – Ternate ini

kini digunakan luas di Indonesia Timur terutama Sulawesi Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah

dan Selatan, Maluku dan Papua dengan dialek yang berbeda – beda. Dua naskah Melayu tertua

Page 7: Mengungkap sekilas dunia farmasi sejarah ternate

di dunia adalah naskah surat sultan Ternate Abu Hayat II kepada Raja Portugal tanggal 27 April

dan 8 November 1521 yang saat ini masih tersimpan di museum Lisabon – Portugal.