Transcript
Page 1: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN

ANTARA ISLAM DAN BUDDHA (STUDI KASUS DI KELURAHAN

BANTEN KECAMATAN KASEMEN KOTA SERANG

PROVINSI BANTEN)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:

Dita Sopia Sari

NIM: 1112032100005

PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

i

Masjid dan Vihara: Simbol Kerukunan Hubungan Antara Islam dan

Buddha (Studi Kasus di Kelurahan Banten Kecamatan Kasemen Kota

Serang Provinsi Banten)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:

Dita Sopia Sari

NIM: 1112032100005

PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 3: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

ii

Page 4: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

iii

Page 5: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

iv

Page 6: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Penulisan transliterasi ini mengikuti buku Pedoman Penulisan Karya

Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang diterbitkan oleh Center for Quality

Development and Assurance (CeQDa) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b Be ب

t Te ت

ts te dan es ث

j „je ج

h h dengan garis bawah ح

kh ka dan ha خ

d De د

dz de dan zet ذ

r Er ر

z Zet ز

s Es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis di bawah ص

d de dengan garis di bawah ض

t te dengan garis di bawah ط

z zet dengan garis di bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan „ ع

gh ge dan ha غ

f Ef ف

q Ki ق

k Ka ك

l El ل

m Em م

n En ن

w We و

h Ha ه

Apostrof ` ء

y Ye ي

Page 7: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

vi

ABSTRAK

Dita Sopia Sari

Masjid dan Vihara: Simbol Kerukunan Hubungan Antara Islam Dan

Buddha (Studi Kasus di Kelurahan Banten Kecamatan Kasemen Kota

Serang Provinsi Banten)

Kelurahan Banten merupakan sebuah desa yang di dalamnya terdapat dua

buah rumah ibadah bersejarah yang berbeda, yaitu Masjid Agung Banten dan

Vihara Avalokitesvara. Berdirinya sebuah vihara di tengah-tengah masyarakat

mayoritas beragama Islam juga kawasan bersejarah kerajaan Islam Banten tidak

menjadikan pemeluk agama mayoritas bersifat sombong atau bahkan melakukan

hal-hal diskriminasi terhadap mereka, keduanya saling menghormati dan

menghargai. Ini terjadi sejak jaman dahulu hingga sekarang. Adanya

kemajemukan ini, menunjukkan bahwa dialog antar umat beragama di Kelurahan

Banten terjalin sangat baik.

Bangunan Vihara Avalokitesvara Banten dibangun sekitar tahun 1652,

berdiri lebih dulu daripada Masjid Agung Banten. Latar belakang

pembangunannya menurut warga setempat ada kaitannya dengan salah satu wali

Allah, Sunan Gunung Jati yang menjunjung tinggi nilai toleransi antar umat

beragama. Vihara ini mengalami perpindahan tempat ke ke Kampung Pamarican

Kelurahan Banten Kecamatan Kasemen Provinsi Banten pada tahun 1774, dahulu

sebelumnya berada di Desa Dermayon, sekitar 500 M arah selatan Masjid Agung

Banten.

Bangunan Masjid Agung Banten didirikan pada abad ke-17 beserta

bangunan komponen lainnya (komplek Masjid Agung Banten) yang didirikan

secara tidak bersamaan, berangsur. Ada satu komponen bangunan yang menarik

perhatian para pengunjung, baik di masa lampau hingga sekarang, yaitu “menara”.

Menara terletak di sebelah timur masjid itu berfungsi sebagai tempat untuk

mengumandangkan adzan serta tempat untuk memantau keadaan di Teluk Banten

tersebut, dibangun oleh arsitek asal Cina yaitu Tjek Ban Cut, bangunannya terbuat

dari batu bata dengan ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter bagian

bawahnya kurang lebih 10 meter. Menara ini memiliki makna fungsional simbolik

terhadap pembangunan Banten setelah berdiri sebagai sebuah provinsi pada tahun

2000 dan resmi dijadikan simbol atau ikon lembaga pemerintahan Provinsi

Banten.

Kata Kunci: Masjid, Vihara, Simbol, Kerukunan, Beragama

Page 8: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabb al-alamin, Segala puji bagi Allah, yang awal tanpa

yang awal sebelum-Nya, yang akhir tanpa yang akhir sesudah-Nya. Maha suci

AsmaNya, maha tampak anugrahNya. Ya Allah sampaikan kepada Nabi

Muhammad SAW dan keluarganya, shalawat yang awalnya tidak terbatas, yang

batasnya tidak berujung, dan akhirnya tidak berhingga.

Sesungguhnya, tidaklah mudah bagi penulis menyusun skripsi ini, tetapi

meskipun demikian, penulis bertekad menyelesaikan skripsi ini agar dapat

mengajukan salah satu syarat kelulusan dalam jenjang perkuliahan Strata I

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sudah sepatutnya penulis menyampaikan ucapan “terima kasih” dan

penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran

skripsi ini. Bantuan dan dukungan mereka, sedikit banyaknya telah meringankan

beban penulis selama menyusun skripsi ini. Meskipun tidak semua pihak dapat

penulis sebutkan satu persatu, setidaknya penulis merasa perlu menyebutkan

sejumlah nama, yaitu:

1. Keluarga tercinta, mamah, bapak, teteh, kakak dan adik. Terutama kepada

orang tua yang penulis cintai dan hormati sepanjang hidup, dengan rasa cinta

dan kasih sayang mereka secara tulus telah mengurus, membesarkan dan

mendidik penulis hingga hari ini. Munajat doanya di setiap waktu telah

memberikan kekuatan lahir dan batin dalam mengarungi bahtera kehidupan.

2. Ibu Dr. Sri Mulyati, MA selaku pembimbing Skripsi yang telah memberikan

beberapa masukan yang sangat bermakna yang sejak semula dengan

Page 9: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

viii

ketulusan hati dan tidak bosan-bosan memberikan perhatian dan dorongan

yang luas untuk menyelesaikan tugas akhir ini dan semoga Allah segera

mengangkat segala penyakit yang beliau alami juga senantiasa dalam

lindungan-Nya Amiin Yaa Rabbal „alamin.

3. Dr. Media Zainul Bahri, M.A, selaku Ketua Jurusan Studi Agama-Agama

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Halimah Mahmudy M.A, selaku Sekretaris Jurusan Studi Agama-Agama,

yang selalu memberikan pelayanan kepada mahasiswanya dengan baik dan

sabar.

5. Kepala Desa, Para pengurus, baik humas Vihara Avalokitesvara juga Masjid

Agung Banten dan masyarakat Kelurahan Banten yang telah memberikan

banyak sumber utama dan informasi terutama yang berkaitan dengan judul

skripsi ini.

6. Bapak Dr. Ahmad Ridho, DESA selaku Penasihat Akademik yang telah

memberikan pengarahan dan bimbingan dalam proses penulisan.

7. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin, yang telah memberikan ilmu

pengetahuan, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis.

8. Seluruh Staf Akademik Fakultas Ushuluddin.

9. Para karyawan/karyawati Perpustakaan Utama dan Fakultas Ushuluddin

Perpustakaan pusat Universitas Indonesia Depok, Perpustakaan daerah Kota

Serang yang banyak membantu dalam menyediakan referensi yang

dibutuhkan penulis.

10. Bagian Kemahasiswaan UIN Jakarta yang telah bersusah payah dalam

memperjuangkan hak-hak mahasiswa khususnya mahasiswa penerima

Page 10: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

ix

beasiswa di UIN Jakarta. Semangat kak Amelia Hidayat sangat

menginspirasi dan penulis ucapkan banyak terimakasih karena telah sangat

sabar mengurus semua hal yang terkait dengan beasiswa, semoga Allah

membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada Penulis. Semoga

Allah selalu memberikan kesehatan, kebahagiaan dan kelancaran dalam

mencapai segala aktivitas dan cita-cita untuk kakak dan ibu-bapak semua.

11. Untuk kalian teman kostan sekaligus teman SMP dan SMA penulis, Ade

Khairunnisa dan Hilyati Fijriah yang bersedia membantu dan menemani

penulis dalam keadaan susah. Semoga kalian selalu diberi kekuatan dan

semangat dalam menghadapi kehidupan ini.

12. Teman-teman mahasiswa Jurusan Studi Agama-Agama angkatan 2012.

13. Sahabat KKN AKRAB yang sudah memberikan semangat.

14. Pihak-pihak lain yang mungkin belum penulis sebutkan.

Akhirnya, tidak ada gading yang tak retak, begitu bunyi pepatah, tidak

ada manusia sempurna, penulis adalah manusia biasa yang jauh dari

kesempurnaan, dengan kerendahan hati dengan pikiran yang terbuka penulis

mohon kepada pembaca untuk dapat menyampaikan kritik dan saran guna

perbaikan selanjutnya.

Ciputat, 05 Januari 2017

Penulis

Page 11: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

x

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL .................................................................................... i

SURAT PERNYATAAN ................................. ....................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................. ........ iv

LEMBAR PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................... ..... v

ABSTRAK ................................................................................................ vi

KATA PENGANTAR ............................................................................... vii

DAFTAR ISI .............................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah .......................................... 9

C. Tujuan Penelitian ................................................................ 9

D. Manfaat Penelitian .............................................................. 9

E. Tinjauan Pustaka ......................................................... ....... 10

F. Landasan Teori ................................................................... 11

G. Metodologi Penelitian ........................................................ 13

H. Sistematika Penulisan …….. ............................................... 19

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KELURAHAN BANTEN

A. Profil Kelurahan Banten ...................................................... 21

1. Sejarah Singkat Kelurahan Banten ............................ ... 21

2. Kondisi Geografis ............... .......................................... 23

3. Kondisi Keagamaan ...................................................... 23

Page 12: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

xi

4. Kondisi Sosial ........................................................ ....... 24

B. Masuknya Buddha di Kelurahan Banten ............................. 26

C. Masuknya Islam di Kelurahan Banten ... ............................ 34

BAB III SEJARAH KEBERADAAN MASJID DAN

VIHARA BERSEJARAH DI KELURAHAN BANTEN

A. Masjid-Masjid Bersejarah .................................................. 37

1. Masjid Agung Banten ................................................ .... 39

2. Menara Banten ........................................................ ....... 44

B. Vihara Bersejarah ............................................................... 48

1. Vihara Avalokitesvara .............................................. ..... 48

2. Respon Masyarakat Kelurahan Banten Mengenai

Keberadaan Vihara .................................................. ...... 54

BAB IV GAMBARAN KEHIDUPAN HARMONI ANTARA UMAT ISLAM

DAN BUDDHA DI KELURAHAN BANTEN KECAMATAN KASEMEN

KOTA SERANG PROVINSI BANTEN

A. Bentuk Kehidupan Harmoni di Kelurahan Banten ............. 57

B. Simbol Kerukunan .............................................................. 62

C. Relevansi Kehidupan Harmoni Antara Islam Dan Buddha Di

Kelurahan Banten Dengan Konsep Kerukunan Umat Beragama

Di Indonesia ........................................................................ 68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................... 79

B. Saran ................................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 13: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia ialah suatu negara yang majemuk dan kultural dengan

berbagai macam suku, agama, dan kebudayaan. Negara ini memiliki tidak kurang

dari 500 suku bangsa yang mencakup lebih dari 300 macam budaya, lebih dari

700 bahasa dan juga keragaman agama maupun kepercayaan.1 Di samping

keberanekaragaman suku bangsa dan tidak meratanya persebaran penduduk,

bangsa Indonesia juga menganut agama dengan Islam sebagai mayoritas.2

Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan

masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila:

“Ketuhanan Yang Maha Esa” dan Pasal 29 yang menjamin kebebasan beragama

dan beribadah. Di samping kebebasan beragama, keputusan (Soekarno-Hatta

memproklamirkan kemerdekaan Indonesia) yang fundamental ini juga merupakan

jaminan tidak akan ada diskriminasi agama di Indonesia.3

Bagi bangsa Indonesia, berbagai keragaman dan ke-Bhineka-an yang ada

merupakan anugerah yang sangat luar biasa dari Yang Maha Kuasa. Dan harus

diwaspadai, karena tak jarang agama justru sebagai pemicu dan sumber konflik.

Namun, dengan adanya nilai-nilai filosofis Pancasila yang tertuang dalam

1Mubarok, Kompendium Regulasi Kerukunan Umat Beragama (Jakarta: Pusat Kerukunan

Umat Beragama,t.t.), h. 4. 2Sudjangi,dkk., Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Hidup Umat

Beragama (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), h. 1. 3Alef Theria Wasim, dkk., (ed.), “Harmoni Kehidupan Beragama: Problem, Praktik dan

Pendidikan”, Procedding Konferensi Regional – International Association for the History of

Religions (Yogyakarta dan Semarang: 27 Septemer-03 Oktober 2004), h. 10.

Page 14: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

2

Konstitusi Negara, Undang-Undang Tahun 1945 (UUD 1945), bangsa Indonesia

setidaknya telah memiliki ikatan yang kuat, memiliki pandangan hidup yang

sama, aturan yang sama dan tujuan yang sama, yakni Negara yang adil, makmur,

bahagia dan sejahtera.4

Begitulah seharusnya yang manusia lakukan demi terciptanya kehidupan

antar umat beragama yang harmonis, yaitu memiliki rasa toleransi, saling

pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengalaman

agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara.

Toleransi merupakan masalah yang aktual sepanjang masa, terlebih lagi

toleransi beragama. Islam memberikan perhatian yang tinggi terhadap perlunya

toleransi beragama sejak awal perkembangan Islam, baik tersurat dalam Al-Quran

maupun tersirat dalam berbagai perilaku Nabi. Aktualisasi toleransi beragama di

Indonesia dipandang masih jauh ideal karena itu sosialisasi dan pembinaan umat

beragama di Indonesia perlu terus ditingkatkan.

Beberapa peristiwa amuk massa di beberapa daerah di Indonesia, terlihat

jelas pemicunya adalah perbedaan-perbedaan tersebut, dimana salah satunya

adalah perbedaan agama. Seperti kerusuhan Umat Islam dan umat Budha yang

terjadi di Tanjung Balai, Sumatera Utara. Pada jumat malam tanggal 29 hingga 30

Juli 2016, sejumlah rumah ibadah yaitu 2 vihara, 8 kelenteng, 1 yayasan sosial

dan mobil yang terparkir di halamannya hangus terbakar dalam amuk massa.

Tidak ada korban jiwa akibat kejadian tersebut, namun kerugian ditaksir mencapai

sedikitnya ratusan juta rupiah.

4Mubarok, Kompendium Regulasi Kerukunan Umat Beragama, h. 6-7.

Page 15: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

3

Kerusuhan dipicu oleh seorang warga yang menginginkan suara azan dari

pengeras suara Masjid Al-Makshum yang terletak di Jalan Karya, Kota

Tanjungbalai, diperkecil, lantaran mengganggu aktivitas keluarga di rumahnya.

Pihak pengurus masjid sempat mendatangi rumah warga tersebut seusai Shalat

isya, namun karena situasi yang mulai tidak kondusif, kedua belah pihak

dipisahkan dan diamankan oleh kepolisian setempat. Situasi sempat mereda

setelah dilakukan mediasi, namun menjelang tengah malam, sedikitnya ratusan

warga berkumpul bersiap melakukan penyerangan kepada rumah warga yang

memprotes suara adzan masjid tersebut. Diduga massa kembali berkumpul setelah

sebuah tulisan di Facebook yang memuat isu SARA terkait protes pengeras suara

masjid. Massa sempat mencoba membakar rumah pemrotes, namun dicegah

warga setempat. Massa kemudian beralih merusak, membakar, dan menjarah

barang-barang di wihara dan kelenteng setempat. Menjelang pagi hari pada

tanggal 30 Juli 2016, Polres Tanjung Balai bersama satuan Brimob serta TNI AL

membubarkan massa yang melakukan kerusuhan. Tujuh orang yang diduga

sebagai provokator ditangkap akibat perusakan vihara.5 Hal ini berbeda dengan

suasana di Kelurahan Banten, di mana umat Islam dan umat Buddha hidup rukun

dan harmonis.

Dalam pembukaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa

“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya

itu.” Oleh karena itu, sebagai warga Negara sudah sepatutnya menjunjung tinggi

5lihat https://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Tanjungbalai_2016

Page 16: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

4

sikap saling toleransi antar umat beragama dan saling menghormati antar hak dan

kewajiban yang ada diantara sesama manusia demi keutuhan Negara.

Dalam memahami agama, seharusnya tidak hanya sebatas pada

pemahaman agama secara eksoterik saja, melainkan harus dipahami sebagai

sebuah kepercayaan sehingga ketika orang tersebut memahaminya, maka ia akan

toleran terhadap agama lain tersebut. Dan jangan sampai suatu kaum atau

seseorang merasa agama yang dianutnya paling benar dan sempurna dibanding

agama lain. Sikap ini memunculkan hegemoni agama formal sedemikian rupa

sehingga agama lokal, agama suku, ataupun aliran kepercayaan terpinggirkan oleh

agama formal.6 Kedangkalan pemahaman seperti inilah yang pada urutannya akan

menyebabkan kurangnya rasa toleransi dan akan berujung konflik.

Tidak halnya dengan suasana di wilayah situs bersejarah Kelurahan

Banten Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten ini walaupun

mayoritas penduduknya Muslim namun kehidupan antara Islam dan Buddha ini

tetap hidup rukun dan harmoni. Sampai-sampai antara kedua belah pihak ini tidak

terlihat adanya perbedaan pendapat atau pikiran.

Salah satu bentuk keharmonisannya yaitu dengan selalu diadakannya

gotong-royong membersihkan kampung tempat tinggal mereka tiap minggunya.

Mereka melakukan ini dengan bekerja sama satu sama lain dengan hati senang

tanpa adanya keterpaksaan. Karena menurut mereka, perbedaan ini tidak dijadikan

sebagai kekurangan tetapi sebagai penguat ikatan tali persaudaraan seperti

masyarakat pada umumnya.7

6Mohammad Sabri, Keberagaman yang Saling Menyapa (Yogyakarta: Ittaqa Press,

1999), h. 137. 7Wawancara Pribadi dengan Aam, Kelurahan Banten, 07 Januari 2016.

Page 17: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

5

Toleransi beragama dan keharmonisan hubungan antara umat Islam dan

umat Buddha di Kelurahan Banten juga dapat terpancar dari arsitektur bangunan

Masjid Agung Banten yang terletak tak jauh dari kawasan Vihara Avalokitesvara.

Menurut data sejarah, Kelurahan Banten yang terletak di pesisir utara

Jawa Barat didirikan pada tanggal 08 Oktober 1526, merupakan salah satu pusat

kegiatan kerajaan Islam yang berkembang dari abad ke-16 sampai dengan abad

ke-19 M.8 Posisi geografis Provinsi Banten terletak di antara 5° 50’ LS - 6° 3’ LS

dan 106° 9’ BT - 106° 11’ BT dan luas keseluruhan wilayah Banten yaitu 8.651,2

KM. Selain menjadi kota dan pusat pemerintahan Provinsi Banten, Kota Serang

juga memiliki tempat-tempat peribadatan umat beragama yang menyimpan nilai

sejarah tinggi. Seperti Masjid Agung Banten dan Vihara Avalokitesvara (masih

satu komplek dengan Keraton Surosowan, Keraton Kaibon, Benteng Speelwijk

dan bangunan-bangunan sejarah lainnya) yang berada di Kelurahan Banten.

Masjid Agung Banten dibangun pada abad ke-16 M oleh Sultan Maulana

Hasanuddin, ia adalah putra pertama dari Syarif Hidayatullah; Sunan Gunung Jati.

Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia yang penuh dengan

nilai sejarah. Setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi para peziarah yang

datang tidak hanya dari Provinsi Banten, tapi juga dari berbagai daerah luar

Provinsi Banten.

Komplek Masjid Agung Banten dirancang oleh tiga arsitek dengan latar

belakang berbeda. Raden Sepat (arsitek asal Majapahit), Tjek Ban Tjut (arsitek

asal Cina) memberikan ciri khas pada bagian atap bangunan utama yang

bertumpuk lima yang mirip dengan pagoda Cina juga meru pada pura dan

8Ambary, dkk., “Laporan Penelitian Arkeologi Banten”, dalam Halwany Michrob,

Catatan Sejarah Dan Arkeologi: Eksport Import Di Zaman Kesultanan Banten (Serang: Kadinda,

1993), h. 6.

Page 18: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

6

Hendrick Lucasz Cardeel. Arsitek sekaligus muallaf Belanda ini berperan

membangun paviliun (tiamah) tambahan yang terletak di sisi selatan bangunan inti

masjid dan menara mercusuar.

Ciri khas Masjid Banten dan ikon yang menarik perhatian para

pengunjungnya adalah Menara yang letaknya di sebelah timur masjid. Bentuknya

menyerupai sebuah mercusuar. Menara ini terbuat dari batu bata dengan

ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter bagian bawahnya kurang lebih 10

meter. Untuk mencapai ujung menara, ada 83 buah anak tangga yang harus

ditapaki dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu orang.

Pemandangan sekitar masjid dan parairan lepas pantai dapat terlihat di atas

menara, karena jarak antara menara dengan laut hanya sekitar 1,5 meter. Dahulu

selain digunakan sebagai tempat mengumandangkan adzan, juga digunakan

sebagai tempat menyimpan senjata.

Lalu asal-usul Umat Buddha yang ada di Kelurahan Banten berawal dari

para pengikut Putri Ong Tien Nio yang berkembang biak dan kemudian dari

sinilah awal mula berdirinya sebuah vihara di tengah-tengah masyarakat

masyoritas Islam. Latar belakang pembangunan vihara selalu dihubungkan dengan

cerita masyarakat setempat.

Konon dahulu kala pada masa penguasa Banten Syarif Hidayatullah,

datang sekelompok etnis Cina dengan Putri Ong Tien Nio (putri dari kaisar

Dinasti Ming China) sebagai putrinya yang bertujuan hendak pergi ke Surabaya.

Maksud kedatangan mereka untuk mencari dan mengisi kembali perbekalan

mereka yang sudah habis. Mereka datang dengan menggunakan kapal dan

mendarat di Pelabuhan Banten. Singkat cerita, Putri Ong Tien Nio menikah

Page 19: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

7

dengan Raja Banten yang sedang menjabat saat itu, yaitu Sultan Syarif

Hidayatullah (sebelum diangkat menjadi Walisongo) dan menjadi seorang

Muslim. Kemudian Putri Ong Tien Nio merasa iba melihat para pengikutnya

beribadah di mana-mana (di jalanan dan lain sebagainya) maka akhirnya atas

seijin Sultan Syarif Hidayatullah (suaminya) dibuatkanlah rumah ibadah oleh

Putri Ong Tien Nio untuk para pengikutnya yang terbagi menjadi dua tersebut,

masjid Pecinan Tinggi untuk yang berpindah ke agama Islam dan Vihara

Avalokitesvara bagi yang tetap teguh memeluk agama Buddha.9

Vihara Avalokitesvara didirikan sejak abad ke-16 yaitu pada tahun 1652.

Bangunan ini terletak di Kampung Pamarican Kelurahan Banten, Kecamatan

Kasemen arah ke sebelah utara dari pusat Kota Serang.10

Sejak masa kerajaan

dulu, posisi Vihara ini berada di tengah komunitas muslim yang taat. Semula

lokasinya di Desa Dermayon, (sekitar 500 m arah selatan belakang Masjid Agung

Banten Lama) lalu berpindah ke Kampung Pamarican pada tahun 1774.

Vihara ini merupakan salah satu vihara tertua di Indonesia. Keberadaan

vihara ini diyakini sebagai bukti bahwa pada saat itu para penganut beda

agama dapat hidup berdampingan dengan damai tanpa konflik yang berarti.

Vihara ini mempunyai klinik yang terbuka bagi siapa saja, baik non Buddha,

kalangan apapun dan dari manapun. Klinik ini dibuka setiap hari jumat mulai dari

13.00 – 15.00 WIB melayani penyakit umum yang ditangani oleh dua dokter

umum. Hanya dengan membayar sebesar Rp10.000 maka seseorang sudah dapat

memeriksakan diri dan berobat.

9Wawancara Pribadi dengan Asaji Humas Vihara Avalokitesvara, Kelurahan Banten, 07

Januari 2016. 10

Bangunan Kuno Di Banten, (Serang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banten, 2008),

h. 45.

Page 20: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

8

Dibukanya klinik ini semata-mata hanya untuk mempraktikkan ajaran

yang sudah dipelajari yaitu salah satunya menebarkan cinta kasih yang luas

dengan menolong siapapun. Karena setiap vihara pasti memiliki satu ajaran

sebagai ciri khas yang wajib dipelajari lebih dalam lalu diamalkan atau

dipraktikkan pada kehidupan sehari-hari.11

Menerima Dharma dengan cara

mempelajarinya disebut pariyati dan mempraktikkannya disebut patipatti. Praktik

tanpa belajar, walaupun seringkali disertai dengan keyakinan yang mendalam

tetapi buta, mudah terbawa ke jalan yang salah, dan kedua hal ini merupakan

aspek yang saling melengkapi dan jika salah satunya tidak ada, maka tidak

mungkin seseorang akan mampu merealisasi Dharma atau mencapai penembusan

(pativedha).12

Menurut penuturan Asaji, pihak vihara pun selalu siap sedia memberi

bantuan ketika Masjid Agung Banten mengalami kerusakan bangunan. Contoh

salah satunya ketika atap luar Masjid Agung rusak terkena sambaran petir. Tanpa

berpikir lama atas adanya perbedaan keyakinan, pihak vihara pun segera

memberikan bantuan materil demi kelancaran umat Islam yang beribadah.

Bagi masyarakat Kelurahan Banten sendiri, bangunan vihara ini tidak

hanya menjadi bangunan bersejarah ataupun tempat peribadatan semata tetapi

menjadi simbol bagaimana masyarakat lampau mampu mewariskan keharmonisan

dalam menghadapi setiap perbedaan yang ada. Masyarakat Banten juga dikenal

masyarakat komunitas Muslim tapi nyatanya keharmonisan antar agama di

kawasan Banten lama ini terjalin sangat baik, hidup berdampingan dengan damai

11

Wawancara Pribadi dengan Asaji Humas Vihara Avalokitesvara, Kelurahan Banten, 17

Febuari 2016. 12

Biksu Buddhadasa, Mengajarkan Dharma Melalui Gambar (T.tp.: Karaniya, 2008), h.

56.

Page 21: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

9

tanpa konflik yang berarti. Berangkat dari paparan di atas, penulis tertarik untuk

menulis penelitian ini, dengan judul “Masjid dan Vihara: Simbol Kerukunan

Hubungan Antara Islam dan Buddha (Studi Kasus Di Kelurahan Banten

Kecamatan Kasemen Kota Serang Provinsi Banten)”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Agar penelitian ini tersusun dengan baik dan ada korelasi antara latar

belakang masalah dengan judul atau tema yang dibuat, maka penulis membatasi

pembahasannya hanya pada simbol pemersatu hubungan antara Islam dan Buddha

di Kelurahan Banten Kecamatan Kasemen Kota Serang Provinsi Banten.

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah Masjid

dan Vihara menjadi simbol kerukunan hubungan antara Islam dan Buddha di

Kelurahan Banten Kecamatan Kasemen Kota Serang Provinsi Banten?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan memahami bagaimana masjid dan vihara dapat

menjadi simbol kerukunan hubungan antara Islam dan Buddha di Kelurahan

Banten Kecamatan Kasemen Kota Serang Provinsi Banten

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain adalah:

1. Manfaat Akademis

a. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran

terutama mengenai hubungan antara umat Muslim dan Buddha di

Kelurahan Banten Kecamatan Kasemen Kota Serang Provinsi

Banten di masa lampau dan saat ini.

Page 22: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

10

b. Penelitian ini untuk memenuhi persyaratan akhir perkuliahan untuk

gelar kesarjanaan Strata I (SI) Agama dalam Jurusan Studi Agama-

Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat di (UIN) Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini untuk menambah ilmu pengetahuan tentang simbol

pemersatu antara umat Muslim dan Buddha di Kelurahan Banten Kecamatan

Kasemen Kota Serang Provinsi Banten di masa lampau dan saat ini.

E. Tinjauan Pustaka

Untuk melengkapi penelitian ini, peneliti juga mencantumkan penelitian

yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Yang berkaitan dengan tema peneliti

agar dapat menjadi referensi, namun peneliti belum menemukan penelitian yang

serupa yang pernah dilakukan sebelumnya. Adapun penelitian yang berkaitan

dengan tema penelitian yang akan dilakukan, sebagai berikut:

1. Buku karya Juliadi yang berjudul, Masjid Agung Banten: Nafas Sejarah Dan

Budaya, menjelaskan tentang Masjid Agung Banten mulai dari latar

belakang didirikan, waktu pendirian bangunan, siapa pendirinya, siapa

arsitekturnya, deskripsi dari setiap bangunan komplek Masjid Agung

Banten, khususnya bangunan menara yang sengaja dibuat Bab tersendiri

agar fokus pembahasannya.

2. Skripsi Anton Herrystiadi yang berjudul, Mesjid Agung Banten: Sebuah

Tinjauan Arkeologi, memaparkan gaya bangunan (arsitektural) dan seni

hias (ornamental) yang terdapat pada setiap bangunan komplek Masjid

Agung Banten. selain itu juga memberi gambaran mengenai arti serta fungsi

Page 23: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

11

bangunan-bangunan kuno bersejarah yang ada di Situs Banten Lama

(termasuk yang ada di Kelurahan Banten).

3. Buku karya Tubagus Hafidz Rafiudin yang berjudul, Riwayat Kesultanan

Banten, menjelaskan tentang asal usul nasab Syarif Hidayatullah, kerajaan

serta kondisi sebelum kerajaan Banten berdiri, awal mula kesultanan Banten

berdiri, serta riwayat dan perjalanan satu persatu raja Banten selama

memerintah.

4. Dan buku karya Mubarok yang berjudul, Kompendium Regulasi Kerukunan

Umat Beragama, menjabarkan tentang anjuran dan peraturan perundang-

undangan pemerintah tentang kerukunan umat beragama di Indonesia, guna

sebagai salah satu pedoman.

F. Landasan Teori

1. Pengertian Agama Dan Keberagamaan

Agama dan keberagamaan adalah dua kata yang maknanya berbeda satu

dengan lainnya. Secara morfologis, masing-masing ungkapan tentu punya

artinya sendiri. Sesuai dengan kaidah kebahasaan, perubahan bentuk dari kata

dasar agama menjadi keberagamaan semestinya sudah cukup untuk

mengingatkan bahwa keduanya harus dipakai dan diberi makna yang berbeda.

Agama merupakan kata benda dan keberagamaan adalah kata sifat atau

keadaan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama memiliki arti ajaran,

sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada

Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan

pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Sedangkan dalam

Page 24: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

12

bahasa Arab agama berasal dari kata Ad-din, kata ini mengandung arti

menguasai, menundukkan, patuh, dan kebiasaan.

Secara sosiologis, agama didefinisikan menjadi dua perihal. Yang

pertama, di bawah pengaruh Emile Durkheim13

yang disebut fungsional

agama, menurutnya agama didefinisikan dalam pengertian peranannya dalam

masyarakat, agama merupakan suatu sistem interpretasi terhadap dunia yang

mengartikulasikan pemahaman diri dan tempat serta tugas masyarakat itu

pada alam semesta.14

Jadi penafsiran agama bisa saja berubah, seperti halnya

masyarakat, namun eksistensi agama itu sendiri tidak akan pernah hilang.

Definisi yang kedua, yaitu substantif agama yang diperkenalkan oleh kaum

sosiolog agama. sebenarnya mereka mengakui definisi fungsional, tetapi bagi

mereka esensial agama itu berhubungan dengan dunia yang tidak tampak (the

invisible world), mengarahkan orang pada pandangan yang bersifat eksteral

terhadap agama (cukup dengan penjelasan murni faktual saja).

Secara bahasa kata “keberagamaan” berasal dari kata “beragama”

yang mendapat awalan “ke-“. Awalan “ke-“ di sini lebih bermakna “keadaan”

atau “kondisi”. Kata “beragama” sendiri diartikan menganut (memeluk)

agama, beribadat, taat kepada agama (baik hidupnya menurut agama). maka

kata “keberagamaan” dapat diartikan suatu keadaan beragama atau keadaan

menganut agama, keadaan beribadat, dan keadaan taat kepada agama.

Menurut Jalaludin, sikap atau perilaku keberagamaan adalah suatu tingkah

13

David Emile Durkheim atau yang lebih dikenal dengan Emile Durkheim adalah salah

satu pencetus sosiologi modern. 14

A. A. Yewangoe, Agama Dan Kerukunan, 10th

ed. (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia,

2011), h. 3.

Page 25: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

13

laku manusia dalam hubungannya dengan pengaruh keyakinan terhadap

agama yang dianutnya.15

2. Pengertian Kerukunan

“Rukun” berasal dari bahasa Arab ruknun, artinya asas-asas atau

dasar, seperti rukun Islam. Rukun dalam arti kata sifatnya adalah baik atau

damai. Kerukunan hidup umat beragama artinya dalam suasana damai, tidak

bertengkar walaupun berbeda agama.16

Bila kata kerukunan ini dipergunakan dalam konteks yang lebih luas,

seperti antar golongan atau antar bangsa, pengertian rukun atau damai

ditafsirkan menurut tujuan, kepentingan dan kebutuhan masingmasing,

sehingga dapat disebut kerukunan sementara, kerukunan politis dan

kerukunan hakiki. Kerukunan hakiki adalah kerukunan yang didorong oleh

kesadaran dan hasrat bersama demi kepentingan bersama. Jadi kerukunan

hakiki adalah kerukunan murni, mempunyai nilai dan harga yang tinggi dan

bebas dari segla pengaruh dan hipokrisi.

G. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat kualitatif

atau studi kasus dengan tema Masjid Dan Vihara: Simbol Kerukunan

Hubungan Antara Islam Dan Buddha (Studi Kasus Di Kelurahan Banten

15

Ita Jumaroh, Perkembangan Keberagamaan Narapidana (Studi Kasus Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Cipinang Jakarta Timur) (Skripsi SI Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,

Universitas Islam Negeri Jakarta, 2016), h. 15.

16Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia (Jakarta: Puslitbang

Kehidupan Keagamaan, 2013), h. 1.

Page 26: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

14

Kecamatan Kasemen Kota Serang Provinsi). Dan studi pustaka, yang

dimaksud studi pustaka adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk

menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan

atau sedang diteliti. Informasi tersebut diperoleh dari buku-buku ilmiah,

laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, ensiklopdia

dan sumber-sumber lainnya dalam bentuk tertulis baik tercetak maupun

elektronik lain. dan studi pustaka merupakan suatu elemen yang tidak dapat

dipisahkan dari suatu penelitian.

2. Jenis Data

Data diperoleh melalui sumber primer dan sekunder dengan tujuan

melengkapi data kajian dalam mengetahui dan memahami sikap toleransi

umat beragama antara Islam dan Buddha di Kelurahan Banten.

a. Data primer yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri atau

seorang atau suatu organisasi langsung dari obyeknya.17

Data primer

diambil dengan melakukan wawancara dengan bagian Humas atau

pengurus Masjid Agung Banten juga Vihara Avalokitesvara Banten,

tokoh masyarakat dan warga setempat.

b. Data sekunder yaitu data sejarah yang bersumber dari hasil

rekontruksi orang lain, seperti buku dan artikel yang ditulis orang-

orang yang tidak sezaman dengan peristiwa tersebut.18

Menurut

sugiyono, data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain

17

Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian (Jakarta: STIA Lembaga Administrasi

Negara, 1999), h. 65. 18

Sayuti Ali, Metodologi Penelitian Agama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h.

21.

Page 27: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

15

atau dokumen.19

Data sekunder penulis ambil dari penelitian lapangan

yang dilakukan di Kelurahan Banten Kecamatan Kasemen Kota

Serang Provinsi Banten dengan melihat kerukunan antar umat

beragama masyarakatnya dan buku-buku yang berkaitan dengan

Masjid Agung Banten, Vihara Avalokitesvara Banten, sejarah Banten

Lama, sejarah masuknya agama Buddha dan Islam ke Banten Lama

(sekarang Kelurahan Banten), tentang kerukunan dan lain sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa teknik yang akan digunakan untuk mengumpulkan data,

diantaranya yaitu:

a. Teknik Wawancara

Yaitu penelitian yang diajukan secara lisan (pengumpul data

bertatap muka dengan responden).20

Dan bertujuan mengumpulkan

keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta

pendirian-pendirian mereka itu, merupakan suatu pembantu utama dari

metode observasi.21

Pada tahap wawancara ini, penulis mewawancarai

humas Masjid Agung Banten Lama dan Vihara Avalokitesvara Banten

Lama, tokoh masyarakat, aparatur desa dan sejarawan Banten. Untuk

mempermudah penulis dalam mengumpulkan data, penulis mencatat dan

merekam jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukan.

19

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: ALFABETA,

2010), h. 225. 20

Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial (jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 52. 21

Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta:PT Gramedia, 1977),

h. 129.

Page 28: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

16

b. Teknik Observasi (pengamatan/peninjauan secara cermat)

Teknik observasi yaitu mengamati dan mendengar dalam rangka

memahami, mencari jawaban, mencari bukti terhadap fenomena sosial-

keagamaan (perilaku, kejadian-kejadian, keadaan, benda dan simbol-

simbol tertentu) selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena

yang di observasi, dengan mencatat, merekam, memotret fenomena untuk

penemuan data analisis.22 Pada tahap ini penulis mendatangi tempat yang

menjadi pusat penelitian untuk melihat secara langsung terhadap suatu

benda, kondisi, situasi, proses atau sikap yang merupakan bahan-bahan

informasi penulis terhadap Masjid Agung Banten Lama dan Vihara

Avalokitesvara sebagai bukti kerukunan umat beragama antara Islam dan

Budha di Kelurahan Banten Kecamatan Kasemen.

4. Langkah-Langkah Pengumpulan Data

a. Tempat Penelitian

Kelurahan Banten atau Situs Banten lama memiliki beberapa

ciri yang secara umum ditemukan pula pada kota-kota Islam yang sejaman

di bagian-bagian lain di dunia.23

Kelurahan Banten adalah situs yang

merupakan sisa kejayaan Kerajaan Banten. Letaknya relatif tidak jauh dari

Kota Jakarta, dapat ditempuh sekitar dua jam dari Jakarta. Di tempat ini

terdapat banyak situs peninggalan dari Kerajaan Banten, diantaranya,

Istana Surosowan, Masjid Agung Banten, Situs Istana Kaibon, Benteng

Speelwijk, Danau Tasikardi, Meriam Ki Amuk, Pelabuhan

22

Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2001), h. 167. 23

Halwany Michrob, Catatan Sejarah dan Arkeologi: Eksport – Import di Zaman

Kesultanan Banten (Serang: Kadinda, 1993), h. 5.

Page 29: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

17

Karangantu, dan Vihara Avalokitesvara.24

Namun dari sekian banyak

peninggalan bersejarah Kerajaan Banten, hanya beberapa yang masih

berdiri tegak dan terawat.

Penulis memilih dua situs peninggalan bersejarah dari kerajaan

Banten yang akan diteliti lebih dalam mengenai keberagamaannya, yaitu

Masjid Agung Banten dan Vihara Avalokitesvara yang terletak di

Kelurahan Banten Kecamatan Kasemen Kota Serang Provinsi Banten.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan antara bulan Januari 2016 sampai

dengan bulan September 2016.

c. Pendekatan

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Sejarah atau Historis

Pendekatan historis yaitu untuk menelusuri asal-usul dan

pertumbuhannya serta institusi-institusi keagamaan yang bersangkutan

melalui periode-periode perkembangannya untuk mendapatkan gambaran

yang jelas, yang dengannya konsep-konsep tentang pengalaman

keagamaan dapat dihargai dan dipahami maka gambaran utuh mengenai

suatu agama akan dapat dicapai.25

Menurut Frederick J. Streng,

interpretasi historis telah dibenarkan dengan daya tarik dokumentasi dan

dengan klaim bahwa peristiwa-peristiwa historis diinterpretasikan sebagai

hasil peristiwa-peristiwa historis lain atau sebagai hasil kekuatan-kekuatan

24

https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Kuno_Banten, Jumat, 04-03-2016. Pkl. 08.43 WIB. 25

Mujahid Abdul Manaf, Ilmu Perbandingan Agama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1994), h.28.

Page 30: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

18

manusia.26

Demikian pendekatan ini digunakan penulis karena berdasarkan

penelitian yang dikaji yaitu mengenai sejarah Kelurahan Banten, sejarah

masuknya Budha dan Islam ke Kelurahan Banten, segala sejarah yang

menyangkut Masjid Agung Banten dan Vihara Avalokitesvara.

2) Sosiologis

Sedangkan pendekatan sosiologis Pendekatan Sosiologis yaitu

pendekatan yang diangkat dari ekspresiensi atau pengalaman konkrit

sekitar agama yang dikumpulkan dari sana-sini, baik sejarah (masa

lampau) maupun dari kejadian-kejadian sekarang.27

Auguste Comte dan

Henri Saint Simon adalah pendiri sosiologi. Bagi Comte, sosiologi

mengikuti jejak ilmu alam, observasi empiris terhadap masyarakat

manusia akan memunculkan kajian rasional dan positivistik mengenai

kehidupan sosial yang akan memberikan prinsip-prinsip

pengorganisasian bagi ilmu kemasyarakatan.28

Demikian pendekatan ini

digunakan penulis karena berdasarkan penelitian yang dikaji yaitu

berhubungan langsung atau berinteraksi sosial dengan penduduk

Kelurahan Banten serta meneliti interaksi sosial antar penduduknya.

5. Teknik Analisa Data

Faktor terpenting dari sebuah penelitian adalah penggunaan metode

yang tepat. Metode yang penulis gunakan adalah metode deskriptif

analisis, deskriptif yaitu bersifat menggambarkan atau menguraikan

26

Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015),

h. 15-16. 27

Adeng Muchtar Ghazali, Ilmu Perbandingan Agama: Pengantar Awal Metodologi Studi

Agama-agama (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 49-50. 28

Peter Connolly, Aneka Pendekatan Studi Agama. penerjemah Imam Khoiri

(Yogyakarta: LKiS, 2002), h. 274.

Page 31: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

19

sesuatu hal menurut apa adanya.29

Dan analisis yaitu penyelidikan

terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk

mengetahui keadaan yang sebenarnya.30

Jadi metode ini yaitu metode yang

dilakukan dengan cara menguraikan sekaligus menganalisa data-data yang

menjadi hasil pengkajian dan pendalaman atas bahan-bahan penelitian.

Dengan menguraikan (deskriptif) dan menganalisa, penulis

berharap dapat memberikan gambaran secara maksimal atas objek

penelitian (permasalahan) yang dikaji dan didalami di penelitian ini.

Terakhir, hasil kajian dan pendalaman atas permasalahan dalam skripsi ini

disajikan dengan menggunakan metode informal. Metode informal

merupakan penyajian hasil analisis data dalam bentuk narasi.

6. Panduan Penulisan

Penulisan dalam penelitian ini menggunakan standar yang

ditetapkan dalam buku, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis,

dan Disertasi), yang diterbitkan CeQDA (Center for Quality Development

and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini penulis membagi dalam lima bab dengan

sistematika sebagai berikut:

Bab I, merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,

batasan dan rumusan malasah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori,

metodelogi penelitian dan sistematika penulisan. Bab II, penulis menjelaskan

29

Darwin Winata, Kamus Saku Ilmiah Populer (T.tp.: Gamapress, t.t.), h. 115. 30

Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

2012), h. 58.

Page 32: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

20

mengenai gambaran umum masyarakat Kelurahan Banten dan masuknya Islam

dan Budha di Kelurahan Banten. Bab III, penulis menjelaskan tentang sejarah

keberadaan masjid dan vihara bersejarah di Kelurahan Banten. Bab IV, penulis

memaparkan relevansi kehidupan harmoni antara Islam dan Budha di Kelurahan

Banten dengan konsep kerukunan umat beragama di Indonesia. Bab V,

kesimpulan dan saran. Kesimpulan ini berisikan jawaban dari rumusan masalah

dalam penelitian ini. Sedangkan saran berisi saran bagi pembaca dan penelitian

selanjutnya.

Page 33: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

21

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KELURAHAN BANTEN

A. Gambaran Umum Masyarakat Kelurahan Banten

1. Sejarah Kelurahan Banten

Kata Banten berasal dari Wahanten atau Cibanten, yaitu nama sungai

yang berada di dekat Banten 13 km ke arah selatan situs “Banten Lama”. Tetapi

orang kemudian sering memberi julukan Katiban Inten (kejatuhan intan), yang

diibaratkan dengan masuknya agama Islam ke Banten. Diawali dengan adanya

kekuasaan Prabu Pucuk Umun dari kerajaan Padjajaran dan Banten Girang

sebagai ibukotanya. Dan setelah Maulana Hasanuddin berhasil merebut daerah

kekuasaan, maka ibukotanya dipindahkan ke Surosowan.1

Pada pertengahan abad 16 sampai awal abad 19, Kelurahan Banten atau

yang sering disebut “Banten Lama” dahulu merupakan pusat kerajaan yang

bercorak Islam sejak tahun 1526 dan juga pusat perdagangan penting di kawasan

Asia Tenggara. Menurut Tome Pires,2 saat kerajaan Sunda berkuasa, Banten

menjadi salah satu pelabuhan penting. Karena berdasarkan letak geografisnya

yang terletak di pesisir utara Jawa Barat, Selat Sunda. Banten lama sangat

strategis bagi para pedagang dalam maupun luar negeri untuk rempah-rempah

yang merupakan hasil daerahnya.

1Lihat lebih jelasnya gambar no. 22 dan 23 Halwany Michrob dalam Sejarah

Perkembangan Arsitektur Kota Islam Banten: Suatu Kajian Arsitektural Kota Lama Banten

Menjelang XVI – XX, h. 53. 2Seorang penjelajah yang berasal dari Portugis sekaligus inspektur pajak di Malaka yang

ikut dalam ekspedisi ke Jawa dan menuliskan kesaksiannya ke dalam buku yang diberi judul

“Summa Oriental” (1513-1515).

Page 34: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

22

Di kota ini (Surosowan) didirikan keraton, Masjid Agung, pasar,

pelabuhan, perkampungan dan sebagainya. Kota ini ramai, karena merupakan

pusat perdagangan yang pengunjung dan para pedagangnya datang dari berbagai

negeri asing. Bahkan sampai didirikan perkampungan khusus untuk mereka,

perkampungan orang India, Pegu, Persi, Arab dan lain-lain. Namun ada pula

disediakan perkampungan bagi pedagang dalam negeri yang berasal dari berbagai

daerah, seperti perkampungan orang Melayu, Ternate, Banda dan lain-lain.

Kini kawasan kerajaan itu menjadi situs kepurbakalaan Banten Lama

yang merupakan salah satu obyek wisata budaya unggulan di Kota Serang. Dan

masa lalu kerajaan Banten tersebut hanya menyisakan bukti-buktinya. Bukti

peninggalan tersebut merupakan saksi bisu kejayaan masyarakat dan budaya

Banten di masa lalu, antara lain berupa bekas komplek Keraton Surosowan yang

dibangun pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin, komplek Masjid Agung

Banten, komplek makam raja-raja Banten dan keluarganya, Masjid Pecinan

Tinggi, komplek Keraton Kaibon, Masjid Koja, Benteng Speelwijk, Vihara, Watu

Gilang, Danau Tasikardi, Masjid dan makam Sultan Kenari, Jembatan Rante, dan

masih banyak lagi. Dan dalam Peraturan Daerah Kota Serang Bab IV tentang

“Pembangunan DPD (Destinasi Pariwisata Daerah)” bagian Ketiga ayat (16)

huruf a pun tertulis, yaitu: Banten Lama dan sekitarnya sebagai tempat wisata

purbakala, budaya, minat khusus, pendidikan dan wisata kuliner.3

Setelah Provinsi Banten terbentuk pada tahun 2000, maka tak lama

kemudian Serang pun menjadi sebuah kota. Kota ini diresmikan pada tanggal 2

November 2007 berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan

3Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 14 Tahun 2014 tentang Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan Daerah Tahun 2015-2025.

Page 35: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

23

Kota Serang.4 Maka khusus desa-desa yang masuk dalam kawasan Kota Serang

diubah namanya menjadi kelurahan. Dan Kelurahan Banten berada di kawasan

Kota Serang dengan Kecamatan Kasemen. Namun masyarakat Serang sering

menyebutnya dengan “Banten Lama”.

2. Kondisi Geografis

Kelurahan Banten merupakan salah satu Desa dari 10 Desa yang berada

di Kecamatan Kasemen, Kota Serang. Secara geografis Kelurahan Banten terletak

pada 5° 50‟ LS - 6° 3‟ LS dan 106° 9‟ BT - 106° 11‟ BT, dan secara administratif

memiliki batasan-batasan sebagai berikut:5

Sebelah Utara : Berbatasan dengan laut Jawa

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kelurahan Kasunyatan Kec. Kasemen

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kelurahan Margaluyu Kec. Kasemen

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Pamengkang Kec. Kramatwatu

3. Kondisi Keagamaan

Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri

dari berbagai suku, ras, adat-istiadat, golongan , kelompok dan agama, dan strata

sosial. Negara Indonesia mempunyai moto semboyan “Bhineka Tunggal Ika”

yang artinya walaupun berbeda-beda tetap satu jua. Sebagaimana terlihat pada

kondisi keagamaan di Kelurahan Banten, meski agama Islam menempati tingkat

terbanyak dalam jumlah penganutnya atau bisa dikatakan mayoritas, mereka tetap

saling menghormati dan mempunyai rasa toleransi yang tinggi. Untuk lebih

jelasnya persentase keagamaan masyarakat di Kelurahan Banten dapat dilihat

dalam tabel berikut ini:

4http://bantenprov.go.id/read/kota-serang.html diakses pada 14 Desember, 10:30 WIB

5Format Laporan Profil Desa dan Kelurahan Banten Kecamatan Kasemen Provinsi

Banten tahun 2015.

Page 36: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

24

Tabel 2.1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama yang Dianut

No Agama Jumlah Persentase

1 Islam 17.885 99,56%

2 Protestan 20 0,11%

3 Khatolik 15 0,08%

4 Hindu 0 0%

5 Budha 43 0,23%

Jumlah 17.963 100,00%

Sumber: Data kependudukan Kelurahan Banten Kecamatan Kasemen Kota Serang

Provinsi Banten tahun 2017.

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa memang umat Islam sebagai

masyarakat mayoritas. Karena masa lalu Banten dikenal sebagai pusat penyebaran

dan kekuasaan Islam di Jawa bagian barat, maka banyak terdapat para kyai dan

ulama. Dan Banten juga terkenal dengan kota pesantren, banyak para kyai, ustad

dan ulama tersebut yang mendirikan pesantren di setiap daerahnya, baik pesantren

modern maupun salafi. Dan sampai saat ini keberadaan pesantren terus

bertambah.

4. Kondisi Sosial Ekonomi

Kehidupan sosial ekonomi penduduk Kelurahan Banten secara umum

dapat dikatakan masih sederhana, ditinjau dari sikap hidup, keadaan perumahan

dan suasana lingkungannya. Mata pencaharian utama penduduknya adalah

nelayan dan bertani.

Page 37: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

25

Tabel 2.2

Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah Persentase

1 Pegawai Negeri 62 2,46%

2 TNI 6 0,23%

3 POLRI 11 0,43%

4 Petani 36 1,43%

5 Pedagang 480 19,08%

6 Nelayan 1.878 74,67%

7 Pengrajin 5 0,19%

8 Peternak 5 0,19%

9 Montir/Tukang 24 0,95%

10 Dokter 3 0,11%

11 Jasa Lainnya 5 0,19%

Jumlah 2.515 100,00%

Sumber: Data kependudukan Kelurahan Banten Kecamatan Kasemen Kota Serang

Provinsi Banten tahun 2017.

Berdasarkan tabel di atas, mata pencaharian sebagai nelayan menjadi

pilihan utama masyarakat Kelurahan Banten, karena keberadaan wilayah ini

(pemukiman pesisir) sangat strategis untuk menangkap ikan.

Page 38: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

26

B. Masuknya Buddha di Kelurahan Banten

Agama Hindu dan Buddha memang menjadi agama tertua di Banten,

khususnya Buddha. Secara umum, masuknya agama Buddha ke Banten dapat

dilihat dari catatan tentang kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddhanya. Pada

130 M, Berdiri Kerajaan Salakanagara (Negeri Perak) yang beribukota Rajatapura

yang terletak di pesisir barat Pandeglang. Raja pertamanya Dewawarman I (130-

168 M) yang bergelar Aji Raksa Gapurasagara (Raja penguasa gerbang lautan).

Dan kemudian berdiri kerajaan Tarumanegara, ini terbukti pada prasasti yang

ditemukan di Sungai Cidangiang, Lebak Munjul, Kabupaten Pandeglang yang

diperkirakan dari abad ke-5. Prasasti berhurufkan palawa dengan bahasa

sanksekerta menyatakan bahwa raja yang berkuasa di kawasan tersebut adalah

Raja Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara dengan kondisi negara pada saat

itu berada dalam kemakmuran dan kejayaannya.

Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum

abad ke-16 memang sangat sedikit ditemukan. Kemudian Berita tentang Banten

baru muncul kembali pada awal abad XIV dengan diketemukannya prasasti di

Bogor. Prasasti ini menyatakan bahwa Pakuan Pajajaran didirikan oleh Sri Sang

Ratu Dewata, dan Banten sampai awal abad XVI termasuk daerah kekuasaannya.

Kerajaan Pajajaran memang merupakan kerajaan besar, yang daerah kuasanya

meliputi: seluruh Banten, Kalapa (Jakarta), Bogor, sampai Cirebon, ditambah pula

daerah Tegal dan Banyumas sampai batas Kali Pamali dan Kali Serayu. Barulah

Page 39: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

27

kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Banten yaitu

kerajaan Sunda, kerajaan Pajajaran.6

Beralih ke masyarakat Buddha yang ada di Banten; khususnya Kelurahan

Banten, mereka berasal dari daratan Tiongkok. Menurut Asaji, Asal mula etnis

Tionghoa yang ada di Banten berawal dari pengikut Ong Tien yang kemudian

berkembang biak.7

Kata etnis berasal dari bahasa Yunani „ethnicos‟ artinya yang lain. Istilah

ini digunakan untuk menerangkan keberadaan sekelompok penyembah berhala.

Pada perkembangannya kemudian, istilah etnis ini menunjuk kepada kelompok

yang diasumsikan memiliki sikap fanatik terhadap ideologinya. Sementara itu,

dalam konsep ilmu sosial, istilah etnis itu ditujukan untuk menyebut sekelompok

penduduk yang mempunyai kesamaan sifat-sifat kebudayaan, seperti bahasa, adat

istiadat dan kesamaan sejarah.8

Etnisitas yang dipandang sebagai fenomena dari kategori sosio-biologis

dikarakteristikkan oleh gambaran-gambaran kewilayahan, agama, kebudayaan,

bahasa dan organisasi sosial (istilah ini termasuk salah satu pendekatan teoritik

fenomena etnisitas). Etnisitas bersifat primordial dan askriptif, bahwa seseorang

menjadi etnis bukan karena pilihan dirinya.9

6Lihat juga Halwani Michrob, Sejarah Perkembangan Arsitektur Kota Islam Banten

(Jakarta: Yayasan Baluwarti, 1993), h. 30. Menjelang abad ke-16 Banten merupakan Desa nelayan

dengan pelabuhan Banten yang dikuasai kerajaan Pajajaran (Hindu-Buddha). 7Wawancara dengan Asaji, Banten, 10 September 2016. Lebih jelasnya lihat di

pembahasan Bab III. 8Alo Liliweri, “Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya”, dalam Suhaedi, dkk., Etnis Cina

di Banten (Serang: LP2M IAIN SMH Banten, 2014) h. 10. 9Suhaedi, dkk., Etnis Cina di Banten (Serang: LP2M IAIN SMH Banten, 2014) h. 11.

Page 40: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

28

Orang Tionghoa datang ke Indonesia dalam beberapa gelombang.

Walaupun kemungkinan dari abad ke-4 pun mereka sudah ada di kepulauan.

Spekulasi-spekulasi mengenai kedatangan mereka telah disusun berdasarkan

peninggalan-peninggalan seperti artefak yang ditemukan di Jawa Barat,

Batanghari dan Kalimantan Barat, dan juga peninggalan-peninggalan lain di

beberapa keraton yang masih tersisa.10

Di Banten Girang misalnya yang dianggap sebagai pusat pemerintahan

daerah Banten sebelum Islam (kerajaan Sunda Padjajaran), dalam sebuah

penggalian yang dilakukan oleh pusat Penelitian Arkeologi Nasional, bekerjasama

dengan Ecole Francais d‟Extreme Orient (1989), ditemukan antara lain pecahan

keramik dari masa Dinasti Han.11

Di berbagai tempat lain, ditemukan juga

keramik Cina dari masa Dinasti Tang, Song dan Ming, yang semuanya dianggap

sejaman dengan masa sebelum Islam Banten.12

Menurut Kong Yuanzhi, kontak antara penduduk Cina dan Kepulauan

Nusantara (Indonesia) sudah terjadi sejak zaman Dinasti Tang,13

Dinasti Ming,14

dan Dinasti Qing.15

Dan menurut Peter Carey, hubungan (terutama dalam hal

10

Ibid, h. 25. 11

Dinasti Han berdiri pada tahun 202 SM sampai 220 M. Dinasti ini termasuk salah satu

dinasti yang peling berpengaruh dari 3 dinasti di Tiongkok dengan 2 kali pergantian pemerintahan,

Kaisar Gaozhou dan Kaisar Ai. 12

Siti Fauziyah, Melacak Sino Javanese Muslim Culture Di Banten (Serang: Lembaga

Penelitian IAIN SMH Banten, 2012), h. 16. 13

Dinasti Tang (618M-907M) adalah salah satu dinasti yang paling berpengaruh di Cina

daerah selatan Cina tersebut merupakan tempat yang sangat strategis untuk perdagangan, dari

tempat tersebut timbul lah keinginan untuk memperluas kolega perdagangan mereka dengan

melakukan pelayaran. 14

Dinasti Ming adalah satu dari dua dinasti yang didirikan oleh pemberontakan petani

sepanjang sejarah Cina dengan dua kali pergantian pemerintahan, yaitu Kaisar Hongwu dan Kaisar

Chongzhen (1368 M – 1644 M). 15

Dinasti Qing (1644 M-1911 M) adalah salah satu dari dua dinasti asing yang memerintah

di Tiongkok. Asing disini berarti dinasti yang di kuasai oleh nonHan. Karena dahulu bangsa Han

dianggap sebagai sebuah entitas Tiongkok. Dan lihat., Kong Yuangzi dalam I Wibowo dan

Syamsul Hadi, Merangkul Cina : Hubungan Cina Indonesia Pasca Soeharto (Jakarta: Gramedia

Pustaka, 2009), h. 24.

Page 41: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

29

perdagangan) antara Cina dengan Jawa sudah terjadi berabad-abad yang lalu, dan

diperkirakan pada awal era Kristen. Karena pada saat puncak kejayaan Kerajaan

Majapahit (abad ke-14), masyarakat golongan atasnya sudah terbiasa dengan

barang-barang yang berasal dari negeri itu, seperti porselin, sampang, sutera dan

barang mewah lainnya.

Orang-orang Tionghoa yang berada di Indonesia, mereka pada umunya

berasal dari Propinsi Fujian di bagian Cina selatan yang terdiri dari beberapa suku

bangsa seperti Hokkien,16

Toechiu, Hakka dan Kanton.17

Pada masa Dinasti Tang,

daerah Cina bagian selatan ini merupakan daerah yang ramai dalam bidang

perdagangan. Sehingga mendorong mereka untuk melakukan pelayaran dagang

dan mencari kehidupan yang baru. Pada Dinasti Tang ini orang-orang Tionghoa

mulai berdatangan ke Nusantara (terutama di pelabuhan-pelabuhan Jawa),

puncaknya pada abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 merupakan migrasi besar-

besaran bagi orang-orang Tionghoa ke seluruh dunia. Selain itu, kekuatan yang

menggerakkan mereka dibalik perpindahan tersebut adalah keadaan yang sulit di

tanah air mereka sendiri, tekanan politik dari Dinasti Qing dan juga kondisi

perekonomian yang memburuk setelah Perang Candu.18

16

Diyakini sebagai imigran pertama Tionghoa yang tiba di Nusantara sekitar tahun 800-900.

Ini terbukti dari batu nisan tertua yang ditemukan di Asia Tenggara (Brunei) menunjukkan tahun

1264 dan secara jelas menunjukkan bahwa orang yang namanya tertera di batu tersebut adalah

orang Hokkien. Inkripsi-inkripsi yang ada di batu nisan juga menempatkan suku Hokkien sebagai

kelompok yang muncul di Jawa Barat sebelum Belanda berkuasa di Batavia. 17

Mulai tiba di Nusantara, terutama di pelabuhan-pelabuhan Jawa pada paruh kedua abad

ke-19 dan awal abad ke-20. 18

Kong Yuan Zhi, “A Study of Chinese Loanwords (from South Fujian dialects) in The

Malay and Indonesian Languages”, dalam Suhaedi, dkk., Etnis Cina di Banten (Serang: LP2M

IAIN SMH Banten, 2014) h. 26. Perang Candu adalah konflik militer yang terjadi di wilayah timur

Cina (yang pada saat itu sedang dikuasai dinasti Qing) pada abad ke-19. Perang ini terjadi karena

adanya perbedaan pendapat antara Dinasti Qing dengan Inggris mengenai perdagangan “candu” di

daratan Cina. Candu adalah sejenis narkotika, yang dahulu digunakan keperluan pengobatan

sebagai obat bius, namun bergeser fungsinya menjadi obat penghilang stres bagi pemakainya

dengan dosis yang tinggi dan memberi efek ketagihan. Lalu penguasa Dinasti melarang

penggunaan dan peredaran candu, kemudian para pedagang Eropa (khususnya Inggris) merasa rugi

Page 42: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

30

Secara umum, orang Tionghoa sudah tersebar di Batavia (sekarang

Jakarta) sejak tahun 1619 dan menjadi bagian terpenting dari perekonomiannya.

Dan setiap tahun imigran Tionghoa ilegal yang diturunkan di Pulau Seribu atau

Pantai-pantai yang sepi terus bertambah. Batavia menjadi kota konsentrasi orang

Tionghoa terbanyak. Mereka berhasil menguasai perdagangan ekspor kunci beras

dan kayu jati.19

Dan pada tahun 1855-1900, orang Tionghoa merupakan penduduk

Banten terbesar kedua setelah orang Banten asli. Jumlah orang Tionghoa yang

tinggal di Serang, Pandeglang dan Lebak berjumlah kurang lebih 1500 jiwa.

Jumlah orang Tionghoa terbanyak tinggal di Tangerang, yaitu 27.996 orang pada

tahun 1888. Di ibukota Keresidenan Banten orang Tionghoa pada tahun 1857-

1900, tidak lebih dari 395 jiwa. Sementara di Pandeglang, tidak lebih dari 83

orang, dimana lebih dari 2/3-nya tinggal di Labuan. Lebak sendiri ketika itu

menjadi tempat tinggal bagi orang Tionghoa hanya 29 jiwa.20

Identitas budaya dan kedudukan komunitas Tionghoa di dalam

masyarakat Indonesia sering menimbulkan perdebatan yang sengit. “masalah

Cina” pada masa Orde Baru, contohnya, telah sekian lama diperbincangkan di

dalam masyarakat Indonesia sendiri dan yang pada akhirnya menghasilkan

pertanyaan-pertanyaan, “apakah orang Tionghoa Indonesia seharusnya tetap

mempertahankan identitas budaya berasimilasi ke dalam kebudayaan

Indonesia?”.21

dengan adanya peraturan itu, maka mereka diam-diam menyelundupkan candu ke dalam wilayah

Dinasti Qing (jalur ilegal). 19

Lebih jelasnya lihat Peter Carey dalam Orang Jawa dan Masyarakat Cina (1755-1825),

h. 16. 20

Mufti Ali, Misionarisme Di Banten (Serang: Laboratorium Bantenologi, 2009), h. 16. 21

Suhaedi, dkk., Etnis Cina di Banten (Serang: LP2M IAIN SMH Banten, 2014), h. 22.

Page 43: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

31

Hubungan yang tidak harmonis antara etnis Cina dan pribumi sebagai

akibat politik rasialis penjajah menumbuhkan prasangka-prasangka terhadap etnis

Cina yang disertai kurang intensnya interaksi diantara kedua etnis itu turut

memperlebar jarak diantara keduanya. Kedekatan etnis Cina dengan penjajah

menumbuhkan pendapat bahwa mereka juga penjajah. Hal ini dikuatkan dengan

kondisi sosial masyarakat yang terjadi selama itu yaitu bahwa etnis Cina memiliki

kekuasaan dan pengaruh yang besar khususnya dalam kehidupan ekonomi

masyarakat pedesaan. Faktor lain yaitu pada kebijakan pemerintah penjajah saat

itu yang telah diterapkan sejak abad 19 terlihat sangat diskriminatif, menjadikan

etnis Cina menduduki posisi dominan di bidang ekonomi yang berpengaruh besar

dalam kehidupan ekonomi masyarakat pribumi. Ini menimbulkan masyarakat

pribumi mengalami kemiskinan dan penderitaan dan masyarakat pribumi

berpendapat bahwa masyarakat Tionghoalah penyebab semua ini.

Kondisi mereka saat itu sangat tertindas. Masyarakat Tionghoa merasa

seperti diadu domba oleh pihak kolonial. Yang menjadikan mereka tidak disukai

oleh pribumi. Bahkan pada tahun 1740 di bawah pemerintah Gubernur Jendral

Valckenier terjadi pembunuhan besar-besaran terhadap etnis Tionghoa di Batavia.

10.000 orang etnis Tionghoa ditumpas habis. Pembantaian yang dilakukan

Belanda secara besar-besaran terhadap orang Tionghoa dimaksudkan agar

kalangan bisnis etnis Tionghoa ini betul-betul tunduk terhadap Belanda. Itu

sebabnya tidak banyak muncul oposisi-oposisi dari kalangan etnis Tionghoa.

Diskriminasi terhadap etnis Tionghoa tidak berhenti hanya pada masa Kolonial

Belanda, namun terus berlanjut hingga Orde lama dan Orde Baru.

Page 44: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

32

Namun pada hakikatnya, baik kompeni Hindia Timur Belanda, maupun

para pengusaha kerajaan-kerajaan Jawa membutuhkan orang-orang Cina itu

dengan segala kegiatan yang mereka lakukan di bidang perdagangan dan

kebutuhan akan peranan mereka ini dicerminkan dalam kedudukan administratif

dan hukum yang istimewa yang diberikan kepada mereka (masyarakat

Tionghoa).22

Setelah Indonesia merdeka dan Belanda angkat kaki dari Indonesia tahun

1949, kalangan nasionalis Indonesia mulai berpikir tentang identitas nasional

mereka.23

Kelompok-kelompok etnis yang beragam, khususnya Tionghoa

memiliki dua pilihan yang membingungkan. Jika mereka ingin tetap beradadi

Indonesia, maka mereka harus siap berasimilasi dan menjadi warga negara

Indonesia, sedangkan yang enggan menjadi warga negara Indonesia maka ia harus

pergi meninggalkan negara Indonesia. Dan akhirnya sebagian besar masyarakat

peranakan Tionghoa menjadi warga negara Indonesia.

Nampaknya ini bukan akhir dari ketertindasan etnis Tionghoa, karena

mereka merasa masih dibedakan dengan masyarakat Indonesia asli. Ini dilihat dari

kesukuan mereka, suku atau etnis Tionghoa bukan berasal dari negeri Indonesia.

Negeri Indonesia hanya memiliki suku, Sunda, Jawa, Batak, Dayak dan masih

banyak lagi.

22

Peter Carey, Orang Jawa dan Masyarakat Cina (1755-1825). Penerjemah Redaksi PA

(Jakarta: Pustaka Azet, 1985), h. 17. 23

Leo Suryadinata, Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia 1900-2002. Penerjemah

Nur Iman Subono (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2005), h. 8.

Page 45: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

33

Berbagai cara telah ditempuh oleh kalangan Tionghoa demi

keeksistensiannya diakui, mulai dari berasimilasi, menikah dengan pribumi,

memberi nama anaknya menjadi nama Indonesia, dan sampai berpindah agama ke

agama Islam. Sedangkan proses asimilasi yang dibuat pemerintah saat itu yakni :

1) Aturan penggantian nama

2) Melarang segala bentuk penerbitan degan bahasa serta aksara Cina

3) Membatasi kegiatan-kegiatan keagamaan hanya dalam keluarga

4) Tidak mengizinkan pagelaran dalam perayaan hari raya tradisional

Tionghoa di muka umum

5) Melarang sekolah-sekolah Tionghoa dan menganjurkan anak-anak

Tionghoa untuk masuk ke sekolah umum negeri atau swasta

Kesenjangan dan hubungan yang kurang baik ini menyulitkan

komunikasi antara keduanya. Dan tak dapat dipungkiri, prasangka seperti itu

masih tertanam pada masyarakat pribumi sampai saat ini. Namun segala macam

prasangka atau diskriminasi terhadap etnis Tionghoa mulai berkurang sejak masa

pemerintahan Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan panggilan

Gusdur.

Pada masa kepemimpinan Gusdur, konsep bangsa Indonesia mengalami

perubahan dan modifikasi peraturan No.14 tahun 1967 menjadi Keppres No.6

tahun 2000 yang membolehkan aktivitas etnis Cina yang tidak harus meminta ijin

lagi. Ia menawarkan konsep bangsa Indonesia yang nonras. Ia juga menolak

pembentukan bangsa berdasarkan Islam sebagaimana tercermin dalam partai baru

yang dibentuknya.

Page 46: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

34

Partai tersebut disebut Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ia mengatakan

lebih lanjut bahwa Indonesia terdiri bukan hanya dari dua ras, melainkan tiga,

yaitu: ras Melayu, Austro-Melanesia dan Cina. Ketiga ras tersebut yang

membentuk kebangsaan Indonesia. Ia tidak hanya menganggap orang Tionghoa

sebagai bagian dari bangsa Indonesia, tetapi juga menerima budaya etnik tersebut

termasuk agama dan kepercayaan mereka.24

Meskipun demikian, ia tetap

menekankan arti pentingnya kesetiaan politik dan penerimaan atas nasionalisme

Indonesia yang harus dimiliki oleh mereka.

C. Masuknya Islam di Kelurahan Banten

Islam adalah agama yang mula-mula tumbuh di jazirah Arab, tepatnya di

kota Mekkah. Disampaikan oleh seorang rasul yang bernama Muhammad SAW

yang lahir pada tahun 570 M. Pokok ajaran agama Islam adalah Tauhid, yaitu

bahwa manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang ada di dunia ini; oleh

karenanya manusia hendaknya hanya tunduk kepada Yang Menciptakannya saja,

tidak kepada yang lain. Semula agama ini hanya dipeluk oleh sekelompok kecil

saja, lalu Nabi Muhammad bersama para sahabat melakukan dakwah

menyebarkan agama Islam dari tempat ke tempat. Para saudagar yang sedang

berjualan pun aktif menyebarkan ajaran agama Islam maka sampailah menyebar

ke seluruh negeri dan pelosoknya.

24

Ketika Gus Dur menjabat sebagai Presiden, ia mencabut peraturan No.14/1967 yang

membatasi praktik adat-istiadat dan agama Tionghoa pada tingkat pribadi. Ia juga merayakan

Tahun Baru Cina secara terbuka dengan masyarakat Tionghoa yang disponsori oleh perhimpunan

keagamaan Konghucu Indonesia (Matakin).

Page 47: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

35

Di kepulauan Nusantara, diperkirakan pada abad ke-7 dan ke-8 M (abad

pertama Hijriah), pedagang-pedagang Muslim telah singgah di nusantara,

sehingga agama Islam sudah banyak dikenal dan dianut oleh beberapa penduduk

pribumi di nusantara.

Namun Secara umum, periode awal Islamisasi di Banten dimulai sejak

kehadiran Sunan Ampel dan Gunung Djati.25

Tercatat dalam sejarah bahwa

penduduk Banten Girang/Wahanten Girang (sekarang Kelurahan Banten) yang

pertama kali memeluk agama Islam adalah Mas Jong dan Agus Jo (jika disingkat

nama keduanya menjadi “Ki Jong Jo”) yang diislamkan oleh Sultan Maulana

Hasanuddin.26

Namun menurut versi lain, Islamisasi di Banten telah dilakukan jauh

sebelum Syarif Hidayatullah dan Hasanudin datang. Sunan Ampel sudah lebih

dahulu mengislamkan beberapa masyarakat Banten. Dalam naskah Carita

Purwaka Caruban Nagari, dikisahkan tentang usaha Syarif Hidayatullah bersama

98 orang muridnya mengislamkan penduduk Banten.27

Lalu secara perlahan

agama Islam pun diterima oleh masyarakat Banten, bahkan bupati Banten pun

pada saat itu merasa kagum akan tingginya ilmu dan akhlak Syarif Hidayatullah

25

Lihat Hafidz Rafiudin dalam Riwayat Kesultanan Banten, h. 15. Setelah dakwah di

Aceh lalu Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati) mendatangi Banten, namun di sana

sebelumnya sudah lumayan banyak pemeluk agama Islam berkat dakwahnya Sunan Ampel. Dari

sini lalu Syarif Hidayatullah melanjutkan perjalanan dakwahnya ke Cirebon. 26

Lihat Hafidz Rafiudin dalam Riwayat Kesultanan Banten, h. 26-27. Mas Jong dan Agus

Jo awalnya adalah pengikut Prabu Saka Domas yang diutus untuk menghalangi niat Maulana

Hasanudin dalam mensyiarkan agama Islam di Banten. namun setelah mereka bertemu dengan

Maulana Hasanudin, mereka akhirnya mengucapkan kedua kalimat syahadat dan masuk Islam

yang kemudian menjadi pengikut taat Maulana Hasanudin dan membantu memerangi Prabu Saka

Domas. Sebelum masuk Islam nama mereka adalah Azar Jong (menjadi Mas Jong) dan Azar Jo

(menjadi Agus Jo), telah diganti oleh Maulana Hasanudin. Dan diperkuat melalui wawancara

pribadi dengan Pa Jaenal (sekertaris Kelurahan Banten) pada tanggal 10 Oktober 2016. 27

Lihat Halwani Michrob dalam Banten dalam Pergumulan Sejarah, h. 26-27.

Page 48: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

36

kemudian ia menikahkan adiknya yang bernama Nyai Kawunganten dengan

Syarif Hidayatullah.28

Berbeda lagi dengan Halwani Michrob menyatakan bahwa, Masuknya

pengaruh Islam ke wilayah Banten ditandai dengan penyerbuan Fatahillah,29

utusan kerajaan Demak, ke Banten Girang pada tahun 1525. Pusat pemerintahan

kemudian dikuasai oleh Fatahillah dan dipindahkan ke Banten (1526). Pada masa

inilah berkembang pesat pembangunan kota Banten dan pelabuhannya.30

Namun jika diurutkan berdasarkan hasil penelitian dari data-data yang

ada, Sunan Ampel-lah yang lebih dulu mengislamkan beberapa masyarakat

Banten, lalu disusul oleh Syarif Hidayatullah, yang jelas memang tidak diketahui

tepat pada tahun berapa Islam masuk ke Kelurahan Banten.

28

Dari perkawinan ini lahirlah dua orang anak yang bernama Ratu Winahon atau Wulung

Ayu dan Pangeran Sebakinking atau Hasanudin. 29

Fatahillah/Fadhillah Khan/Faletehan (panggilan orang Portugis) adalah anak dari

Maulana Makhmud Ibrahim Sultan Hud di Pasai/Aceh yang lahir pada tahun 1490 dan wafat 1570

juga menantu dari Syarif Hidayatullah. Ia ditugaskan oleh Syarif Hidayatullah membantu

Hasasanuddin dalam merebut Baanten dari Pakuan Padjajaran. 30

Halwani Michrob, Sejarah Perkembangan Arsitektur Kota Islam Banten (Jakarta:

Yayasan Baluwarti, 1993), h. 30

Page 49: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

37

BAB III

SEJARAH KEBERADAAN MASJID DAN VIHARA BERSEJARAH DI

KELURAHAN BANTEN

A. Masjid Bersejarah

Dari segi harfiah, masjid adalah tempat sembahyang umat Muslim.

Namun jika dilihat dari asal katanya, masjid berasal dari bahasa Arab: masjidun

berarti ism makaan (kata yang menyebutkan tempat), dan fi’il madi (pekerjaan

yang sudah dilakukan/terjadi) nya sajada. Masjidun mempunyai arti tempat sujud

dan sajada mempunyai arti ia sudah sujud.

Masjid dalam ajaran Islam sebagai tempat sujud tidak hanya berarti

sebuah bangunan atau tempat ibadah tertentu, karena di dalam ajaran Islam Tuhan

telah menjadikan seluruh jagat raya ini sebagai masjid; tempat sujud.1 Dalam

hadist yang diriwayatkan Shahih Muslim pun berbunyi:2

وجعلت لنا الأرض كلها مسجدا وجعلت تربتها لنا طهىرا

Artinya: “Dan (Allah) telah jadikan bumi seluruhnya sebagai tempat

sujud bagi kita dan (Allah) jadikan debunya sebagai alat bersuci.”

Pada masyarakat pelabuhan/pesisir, apabila masyarakat Islam telah

berkumpul dan memiliki pemukiman sendiri, maka dibangunlah sebuah masjid.

1Juliadi, Masjid Agung Banten: Nafas Sejarah dan Budaya (Yogyakarta: Ombak, 2007),

h. 4. 2Muslim Bin Hajjaj, Shahih Muslim Vol. 1 (Bairut: Dar Ihya Al-Turats Al-„arabi), h. 371.

Page 50: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

38

Dalam masyarakat Islam, masjid memiliki peranan penting yang merupakan pusat

pertemuan orang-orang beriman dan merupakan lambang kesatuan umat.3

Sejatinya fungsi dan peran masjid merupakan tempat ibadah umat Islam

yang harus dijaga fungsinya dengan baik. Jika melihat dari jaman Rasulullah,

masjid merupakan tempat yang menjadi pusat kegiatan di masyarakat yang

meliputi pendidikan dan pembinaan umat. Jadi masjid tidak hanya sekedar tempat

ibadah saja, tetapi diharapkan mampu untuk menyelesaikan masalah sosial di

masyarakat seperti kemiskinan, kebodohan dan juga masalah kehidupan sehari-

hari.

Masjid bersejarah yang ada di kawasan Banten Lama/Kelurahan Banten

yaitu Masjid Agung Banten, Masjid Koja dan Masjid Pecinan Tinggi. Namun

Masjid Koja kini hanya menyisakan puing-puing bangunannya yang sudah tidak

terlihat seperti sebuah masjid. Begitupun juga dengan Masjid Pecinan Tinggi4

hanya meninggalkan menaranya saja dan sudah tidak dapat digunaan untuk

beribadah lagi. Hanya Masjid Agung Bantenlah yang hingga kini masih dapat

digunakan untuk aktivitas ibadah oleh masyarakat.

3De Graaf dan Pigeud, “Kerajaan-Kerajaan Islam Di Jawa”, dalam Thanti Felisiani,

Pawestren Pada Masjid-Masjid Agung Kuno Di Jawa: Pemaknaan Ruang Perempuan (Skripsi SI

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2009), h. 16. 4Masjid Pecinan Tinggi terletak di kampung Pamarican Kelurahan Banten Kecamatan

Kasemen Kota Serang Provinsi Banten. Masjid ini peninggalan Sultan Syarif Hidayatullah yang

didirikan untuk masyarakat Cina pengikut Ong Tien yang memeluk agama Islam.Namun kini

menyisakan menaranya saja.

Page 51: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

39

1. Masjid Agung Banten

Gambar 3.1 komplek Masjid Agung Banten

Masjid Agung Banten merupakan merupakan situs bersejarah

peninggalan Kesultanan Banten.5 Masjid ini terletak di Kelurahan Banten,

Kecamatan Kasemen, Kota Serang. Didirikan pertama kali oleh Sultan Maulana

Hasanudin (putra Sunan Gunung Jati) pada abad ke-17 atau sekitar tahun 1560an

dan terus mengalami renovasi oleh sultan-sultan Banten selanjutnya.

Masjid ini dirancang oleh tiga arsitek dengan latar belakang berbeda.

Raden Sepat (arsitek asal Majapahit), Tjek Ban Tjut (arsitek asal Cina) dan

Hendrick Lucasz Cardeel (arsitek asal Belanda).Sekilas bangunan masjid

berarsitektur unik ini terlihat seperti perpaduan gaya Hindu-Jawa, Cina, dan

Eropa. Namun sebenarnya, arsitektur Masjid kebanggaan masyarakat Banten ini

sarat dengan nilai-nilai Islami disetiap bangunannya.

5Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banten, Masjid-masjid Kuno di Banten: Seri

Mengenal Banten I (Serang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banten, 2008), h.1.

Page 52: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

40

Memang, Masjid Agung Banten ini selalu ramai karena menjadi sumber

riset bagi para peneliti, baik menyangkut pendidikan, sejarah, kebudayaan, sosial,

maupun ekonomi. Bahkan, merupakan tujuan wisata religi bagi wisatawan, baik

domestik maupun mancanegara.

Fungsi Masjid Agung Banten bagi masyarakat Banten tidak lain adalah

sebagai tempat beribadah. Melaksanakan solat lima waktu, solat dua hari raya

(Idul Fitri dan Idul Adha);dan melaksanakan solat sunnah yang lain, tempat

bermusyawarah para ulama Banten memecahkan masalah keagamaan warga

Banten.6

Sejarah pendirian Masjid Agung Banten berawal dari instruksi Sunan

Gunung Djati kepada anaknya, Hasanuddin. Konon, Sunan GunungDjati

memerintahkan kepada Hasanuddin untuk mencari sebidang tanah yang masih

suci sebagai tempat pembangunan Kerajaan Banten. Di lokasi itulah kemudian

Hasanuddin mulai mendirikan Kerajaan Banten beserta sarana pendukung lainnya,

seperti masjid, alun-alun, dan pasar yang merupakan ciri tradisi kerajaan Islam di

masa lalu.7

Seni bangunan yang berkembang pada jaman Indonesia masa Islam

menunjukkan adanya perpaduan antara unsur Islam dengan kebudayaan Indonesia

yang telah ada. Salah satu bentuk perpaduan itu adalah pada seni bangunan

6Wawancara dengan Jaenal Sekretaris Kelurahan Banten, Kelurahan Banten, 03 April

2017. 7Lihat Yeyen Erviana, Akurasi Arah Kiblat Masjid Agung Banten (Skripsi SI Fakultas

Assyari‟ah, Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, 2012), h. 58. Lihat juga Juliadi

dalam Masjid Agung Banten: Nafas Sejarah dan Budaya, h.31. Ciri utama kota sebagai pusat

kerajaan adalah keberadaan keraton (istana) sebagai pusat kota. Istana di Jawa menghadap ke utara

dan dihadapannya terdapat sebuah alun-alun besar. Di sebelah barat alun-alun terdapat masjid

agung dan di sebelah timur alun-alun terdapat sebuah pasar.

Page 53: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

41

masjid. Dengan adanya hasil akulturasi8 ini, bangunan masjid di Indonesia pada

jaman perkembangan Islam memiliki bentuk yang unik.

Berdasarkan data-data penelitian, Masjid Agung Banten ini memiliki dua

unsur arsitektural, yakni arsitektur lokal yang meneruskan tradisi dari masa

sebelum Islam (Hindu-Buddha) dan arsitektural asing (dalam hal ini arsitektur

Belanda). Seni hiasnya (ornamental) hampir keseluruhannya juga memakai motif-

motif yang telah dikenal pada masa sebelum Islam datang. Konsepsi dasar

pendirian Masjid memang erat kaitannya dengan hukum Islam, tetapi wujud fisik

masjid itu sendiri sesungguhnya bersifat sekuler. Ia lepas dari ketentuan hukum

dan dengan demikian memberi kesempatan kepada pembangunnya untuk

mengembangkan daya kreasinya.9

Bentuk atap Masjid Agung Banten ini agak lain dari masjid yang ada di

daerah Pulau Jawa lainnya, karena atap masjid yang merupakan kubah bagi

masjid lain, pada masjid ini berbentuk trapezium bertingkat dan bersusun lima,

mengecil ke atas. Mungkin dimaksudkan perencananya sebagai perlambang rukun

Islam.10

Dan jika diperhatikan dua tumpukan atap konsentris paling atas samar-

samar mengingatkan pada idiom Pagoda Cina juga bentuk meru pada Pura.

Terlepas dari makna atau simbol dan filosofi yang melekat padanya, atap

bertingkat secara teknis memberi kelapangan sirkulasi udara dan memberi

pencahayaan yang tidak menimbulkan efek silau.

8Akulturasi dapat didefinisikan sebagai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok

manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan

asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima

dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan

itu sendiri. 9Anton Herrystiadi, Mesjid Agung Banten: Sebuah Tinjauan Arkeologi (Skripsi S1

Fakultas Sastra Jurusan Arkeologi, Universitas Indonesia, 1990), h. 3. 10

Abdul Baqir Zein, Masjid-Masjid Bersejarah Di Indonesia (Jakarta: Gema Insani,

1999), h. 164-165.

Page 54: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

42

Gambar 3.2 kemiripan antara atap masjid, pagoda Cina dan meru pura

Sebagai masjid kerajaan,11

Masjid Agung Banten mempunyai peran

penting pada jamannya; peran dalam pemerintahan dan kemasyarakatan. Sesuai

dengan ukurannya yang paling besar dan namanya “Agung”, masjid ini memiliki

keistimewaan tersendiri. Di masa lalu masjid ini mendapat perhatian khusus dari

para penguasa tertinggi Banten. selain masjid juga terdapat banyak bangunan yang

berdiri di Komplek Masjid Agung Banten, yaitu menara, tiamah, serambi, dan

makam para Sultan.

Gedung tiamah dibangun oleh seorang Muslim Belanda, bernama

Hendrick Lucas Cardeel, yang kemudian memperoleh gelar “Pangeran

Wiraguna”. Dahulu gedung ini digunakan untuk tempat berdiskusi

memperbincangkan masalah-masalah agama Islam.12

Dan kini bangunan

11

Dahulu kala, masjid kerajaan atau masjid negara dibangun sebagai simbol kerukunan

umat juga sebagai tanda kekuasaan seorang Sultan atau sebuah kerajaan. Memang hampir semua

kesusltanan Islam di Jawa membangun sebuah masjid agung yang segala keperluannya disediakan

oleh kerajaan dan juga dipergunakan untuk upacara keagamaan yang diselenggarakan oleh

kerajaan. 12

Abdul Baqir Zein, Masjid-Masjid Bersejarah Di Indonesia, h. 165.

Page 55: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

43

permanen bertingkat dua itu dijadikan Museum Purbakala Banten, tempat

penyimpanan benda-benda kuno peninggalan Kesultanan Agung Banten.

Bagian masjid selanjutnya adalah serambi. Sebenarnya serambi terdapat

pada sekeliling masjid, namun terdapat bagian serambi terbesar yang terletak di

sisi timur dan atapnya terpisah dari atap bangunan utama. Atap serambi berbentuk

limasan dan terdiri dari dua tingkat. Untuk menopang atap serambi, di tengah-

tengah dipasang 12 tiang penyangga yang terbuat dari kayu jati. Serambi utama

ini disebut oleh masyarakat dengan pendopo.

Dan di sisi timur serambi terdapat empat kolam yang disebut

“pakulahan” yang pada jaman dahulu digunakan untuk berwudhu atau bersuci

sebelum melakukan solat. Selain itu ada juga dua letak pemakaman yang

dipisahkan, di bagian utara dan selatan. Ini tempat dimakamkan para sultan

Banten dan keluarganya.

Dan ternyata bangunan-bangunan yang ada di komplek Masjid Agung

Banten ini dibangun secara bertahap (tidak sekaligus) dan setiap bangunannya

memiliki fungsi khusus. Menara misalnya, selain berfungsi sebagai tempat adzan,

juga berfungsi sebagai sarana pengawas pantai.

Page 56: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

44

2. Menara Banten

Gambar 3.3 menara Masjid Agung Banten

Menara berasal dari kata bahasa Arab, nar yang berarti api, kemudian

diberi awalan ma, sehingga membentuk kata tempat manaroh yang berarti tempat

menaruh api atau cahaya di atas.13

Namun dalam bahasa Indonesia, kata manaroh

diucapkan menjadi menara. Dalam literatur Arab dan Persia, cahaya diidentikkan

dengan kegembiraan jiwa dan kepandaian.

Adanya menara lazimnya seperti masjid-masjid yang ada di luar

Indonesia. Contohnya masjid-masjid di Mesir dan Masjid Abas di Karbala, Irak,

memiliki menara yang sangat tinggi dan megah. Dan menara masjid yang pertama

dikenal adalah menara Masjid Sidi Ukba di Khairawan, Tunisia.14

Di sana Menara

menjadi bagian penting, karena merupakan tempat muadzin menyerukan adzan

sebagai panggilan orang untuk shalat. Jika di Indonesia, pemberitahuan waktu

13

Juliadi, Masjid Agung Banten: Nafas Sejarah dan Budaya, h. 96. 14

Ibid, h. 99.

Page 57: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

45

shalat di samping dengan seruan adzan, juga dilakukan dengan pemukulan sebuah

bedug atau kentongan. Ini dikarenakan menara bukanlah tradisi yang melengkapi

masjid di Jawa pada masa awal, maka Masjid Agung Banten termasuk di antara

masjid yang mula-mula menggunakan unsur menara di Jawa. Menurut Jaenal,

menara ini adalah simbol peradaban Islam juga bukti toleransi antar umat

beragama di masa lampau sangat harmoni.

Beberapa ahli sejarah seperti Kemal C.F Wolff Schoemaker, dalam

karangannya yang berjudul “Architectuur Islam”, mengemukakan bahwa

bangunan menara yang ada di dekat masjid itu diilhami dari sebuah mercusuar.15

Seperti mercusuar peninggalan Belanda yang ada di pantai Anyer. Bentuk tersebut

lazim ditemukan di Negeri Belanda, seperti segi delapan, pintu lengkung bagian

atas, konstruksi tangga melingkar seperti spiral, dan kepalanya (puncaknya)

memiliki dua tingkat.

Berita itu menunjukkan pula bahwa menara dibangun tidak lama setelah

bangunan Masjid Agung Banten. Menurut hasil penelusuran Dr K.C Crucq, yang

karangannya berjudul Aanteekeningen Over de Manara te Banten (beberapa

catatan tentang menara di Banten) pernah dimuat dan dipublikasikan dalam

Tidscrift Voor de Indische Taal, Land and Volkenkunde van Nederlandsch Indie,

menyebutkan bahwa menara dibangun pada masa Sultan Maulana Hasanudin

ketika putranya Maulana Yusuf sudah dewasa dan menikah.

Menara yang terletak di sebelah timur masjid itu berfungsi sebagai

tempat untuk mengumandangkan adzan serta tempat untuk memantau keadaan di

Teluk Banten tersebut, dibangun oleh arsitek asal Cina yaitu Tjek Ban Cut yang

15

Ibid, h. 96-97.

Page 58: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

46

diberi gelar “Pangeran Wiraguna” oleh Sultan Ageng Tirtayasa kemudian

direnovasi oleh Hendrick Lucas Cardeel dari Belanda pada tahun 1683 dan pada

saat itulah masuk pengaruh budaya Eropa yang sebelumnya banyak dipengaruhi

agama Buddha yaitu dengan adanya padma (bunga teratai) pada puncak menara.

Bunga teratai adalah lambang agama Buddha. Dalam ajaran agama Buddha,

bunga teratai melambangkan panna (kebijaksanaan).16

Juga bentuk badan menara

memiliki denah segi delapan yang merupakan bentuk bangunan Indonesia pra

Islam (Hindu-Buddha). Sangat terlihat jelas akulturasi budaya yang kuat dalam

komplek Masjid Agung Banten tersebut.

Catatan Dirk Van Lier di tahun 1659 maupun Wouter yang datang pada

tahun 1661 menyebut, menara masih digunakan sebagai tempat penyimpanan

senjata atau amunisi orang Banten. Kemudian baru antara lain tulisan Stavorinus

yang menulis tentang Banten tahun 1769 menyebut menara sebagai tempat

memanggil orang untuk sembahyang (solat).

Namun dewasa ini, menara ini tidak lagi digunakan oleh para muadzin,

karena pengeras suaralah yang dipasang di atas menara dan muadzin cukup

bertugas (adzan) di dalam masjid. Kini menara itu dijadikan sebagai tujuan wisata

bersejarah oleh para pengunjung. Dari atas menara masjid yang bergaya Eropa ini,

para pengunjung dapat melihat keindahan alam sekitarnya, bekas reruntuhan

Kesultanan Banten, bahkan Pelabuhan Karangantu serta perahu-perahu nelayan.17

Dan menurut catatan sejarah Banten (baik dalam babad Banten maupun

catatan Belanda) pun, menara yang menjadi ciri khas masjid ini selalu menjadi

16

Eka-Citta Bersatu Dalam Dharma: Simbol Dalam Budhisme (Yogyakarta: Kamadhis

UGM, 2008), h. 12. Terdapat berbagai macam sikap patung Buddha Sakyamuni, dan ada patung

Sakyamuni yang duduk di atas bunga teratai. 17

Abdul Baqir Zein, Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia, h. 164.

Page 59: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

47

pusat perhatian para pengunjung pada masa lampau, bahkan sampai saat ini. Para

pengunjung selalu menyempatkan diri untuk berfoto dan naik ke atas menara yang

terbuat dari batu bata dengan ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter bagian

bawahnya kurang lebih 10 meter. Dan untuk mencapai ujung menara, ada 83 buah

anak tangga yang harus ditapaki dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati

oleh satu orang. Pemandangan di sekitar masjid dan perairan lepas pantai dapat

terlihat di atas menara, karena jarak antara menara dengan laut yang hanya sekitar

1,5 km.

Menara ini memiliki dua fungsi. Dimana fungsi religius merupakan

fungsi utamanya yaitu untuk mengumandangkan suara adzan dari atas menara.

Fungsi spiritual ditunjukkan sebagai daya tarik para peziarah. Fungsi sosial

ditampilkan oleh menara sebagai bentuk pengakuan pada umunya masyarakat

Banten sebagai simbol kesatuan kultural yang paten. Adapun terakhir fungsi

komunikasinya adalah menara Masjid Agung Banten tidak hanya sebagai

petunjuk letak Banten, tetapi menara ini mampu memberi informasi tentang

dirinya yang bermakna bagi keseluruhan. Fungsi komunikasi ini dapat diketahui

dengan memahami simbol-simbol yang ada pada menaranya.

Menara Masjid Agung Banten digunakan sebagai simbol atau lambang

atau logo pemerintahan Provinsi Banten. Bahkan beberapa kabupaten dan

lembaga pemerintah dan non pemerintah di provinsi Banten juga menggunakan

menara Masjid Agung Banten sebagai logonya.18

Menurut catatan Badan Pusat

Statistik Provinsi Banten (BPS), simbol menara Masjid Agung Banten yang

bertingkat dua berwarna putih dengan memolo (puncak) berwarna merah,

18

Juliadi, Masjid Agung Banten: Nafas Sejarah dan Budaya, h. 95.

Page 60: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

48

menjulang tinggi ke angkasa melambangkan masyarakat Banten mempunyai

semangat yang tinggi untuk mewujudkan masyarakat madani, serta adanya tujuan

mulia yang senantiasa berpedoman pada petunjuk Allah SWT, menara Masjid

Agung Banten juga melambangkan budaya dan historis Banten yang kokoh pada

pendirian zaman kesultanan19

dan lebih jelasnya akan dibahas pada bab IV.

B. Vihara Bersejarah

1. Vihara Avalokitesvara

Gambar 3.4 pintu gerbang Vihara Avalokitesvara dari dalam vihara

Sebelum jauh membahas makna dari bangunan Vihara, perlu diketahui

dahulu makna dari Vihara itu. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Vihara/Wihara berarti biara yang didiami oleh para biksu (umat Buddha). Vihara

adalah sebuah rumah ibadah umat Buddha, sedangkan Kelenteng adalah tempat

19

Banten Dalam Angka 2003 (Serang: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2003), h.

xxi.

Page 61: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

49

ibadah umat Khonghucu. Kebanyakan dari sebagian orang, kedua nama rumah

ibadah ini sering kali tertukar, padahal isi dan fungsinya berbeda.20

Sebelum mengenal vihara, tempat tinggal para bhikku/bhikkuni adalah

goa-goa, di bawah pohon, di kuburan, di atas bukit, ditumpukkan jerami dan

ditempat penduduk yang menyediakan untuk menginap.21

Dan pengertian lebih

sederhananya, dahulu vihara hanyalah sebuah pondok atau tempat tinggal atau

tempat penginapan para bhikku/bhikkuni dan samanera/samaneri. Vihara atau

asrama pertama dalam sejarah Buddha terletak di atas tanah yang dinamakan

Isipatana Migadaya (Taman Rusa Isipatana), dekat kota Banarasi, India. Tempat

yang sangat indah ini mengandung makna sejarah yang sangat penting bagi umat

Buddha. Kini vihara berkembang menjadi tempat melakukan segala macam

bentuk upacara keagamaan menurut keyakinan dan tradisi Buddha dan di dalam

vihara terdapat satu bahkan lebih ruangan untuk penempatan altar.

Fungsi Vihara Avalokitesvara Bagi masyarakat Banten yang beragama

Buddha juga sama sebagai tempat beribadah, bersembahyang pada Yang Maha

Agung. Aktivitas beribadah sangat banyak, diantaranya ibadah mingguan, ibadah

harian, bersedekah dan masih banyak lagi.

Tidak berbeda dengan pendapat Dr. M. Ikhsan Tanggok, salah satu dosen

Ushuluddin di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, fungsi vihara tidak hanya sebagai

tempat ibadah, tapi juga digunakan sebagai tempat mereka mengadukan nasibnya.

20

Wawancara pribadi dengan Asaji kepala Humas Vihara Avalokitesvara, Kelurahan

Banten, 07 Januari 2016. 21

Yoyoh Masruroh, Makna dan Tata Cara Bhakti Puja Dalam Ajaran Buddha Maitreya

(Skripsi SI Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 16.

Page 62: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

50

ada yang datang untuk bersembahyang dan ada juga yang datang untuk

bersembahyang sekaligus meramal nasibnya.22

Nama Avalokitesvara berasal dari nama seseorang yang mendedikasikan

dirinya demi kebahagiaan mahkluk selain dirinya di alam semesta, yaitu

Boddhisattva (bahasa sanskerta) buddhis yang dijadikan contoh adaptasi simbolis

buddhis yang terbaik, ia mampu bertahan terhadap tantangan religius dan jaman.

Kemasyhurannya tersebar di Sri Lanka dan bahkan sampai ke dunia modern,

seperti Eropa dan Amerika.23

Adapun di Kelurahan Banten, terdapat sebuah vihara bersejarah bernama

Vihara Avalokitesvara yang dibangun pada abad ke-16 atau sekitar tahun 1652

pada masa pemerintahan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Berarti

keberadaan Vihara Avalokitesvara ini sudah ada sebelum Masjid Agung Banten

berdiri. Dan posisi astronomisnya berada pada 106° 08‟ 97” Bujur Timur dan 06°

01‟ 83” Lintang Selatan. Vihara ini berada sekitar 500 m sebelah Barat Masjid

Agung Banten.24

Vihara Avalokitesvara menjadi sarana untuk melakukan ibadah selain itu

terdapat Sekolah Tinggi Agama Buddha serta lembaga Majelis Buddhayana

Indonesia (MBI) Provinsi Banten, Majelis Agama Buddha Tantrayana Sukhavati

Indonesia (MASUKHAVATI), PBDNSI Vihara Avalokitesvara Ciapus, Majelis

Agama Buddha Tridharma Indonesia, Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu

Indonesia, Majabumi Tanah Suci Cilegon, dan Magabuddhi (Majelis Agama

22

Lihat lebih jelasnya M. Ikhsan Tanggok dalam Mengenal Lebih Dekat Agama Tao

(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.19. 23

Lihat Piyasilo Mahathera dalam AVALOKITESVARA: Asal, Perwujudan, dan Makna

(Karaniya), h. 11. 24

Juliadi, dkk., Ragam Pusaka Budaya Banten, 1th ed. (Serang: Balai Pelestarian

Peninggalan Purbakala Serang, 2005), h. 128.

Page 63: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

51

Buddha Teravadha Indonesia) yang mengelola. Dari semua lembaga tersebut ada

acara yang dilakukan dalam setahun sekali, yaitu santunan untuk orang yang

kurang mampu berupa sembako dimana umat Buddha Kelurahan se-Kota Serang

menyumbangkan sebagian hartanya.

Latar belakang pembangunanvihara selalu dihubungkan dengan cerita

masyarakat setempat dan bermacam versi. Bahkan ada yang sampai mengada-

ada/dibuat-buat dan jauh dari cerita aslinya.25

Diceritakan dalam buku Ragam Pusaka Budaya Banten, Pada zaman

dahulu ada rombongan dari Cina yang akan pergi ke Tuban. Karena kehabisan

bekal, mereka memutuskan untuk singgah di Banten tepatnya di kanal (Sungai

Cibanten). Dari persinggahan tersebut terjadi perseteruan antara rombongan Cina

dengan penduduk Banten. Perseteruan tersebut memuncak ke perkelahian.

Rombongan Cina yang dipimpin oleh Putri Ong Tien Nio mengalami kekalahan.

Melalui kemenangan tersebut, Syarif Hidayatullah sebagai penguasa Banten pada

saat itu menikahi Putri Ong Tien Nio. Sebagai dampaknya, timbul perpecahan di

kalangan Cina sendiri. Sebagian dari mereka memeluk agama Islam dan sebagian

lagi tetap pada ajaran dari tanah leluhurnya. Mengantisipasi keadaan tersebut,

Syarif Hidayatullah mengambil kebijakan untuk tetap menghargai kedua kubu

dengan membangun sebuah Masjid di daerah Pecinan dan sebuah lagi Vihara

Buddha Avalokitesvara di Dermayon. Berdasarkan informasi tersebut maka vihara

ini termasuk dalam kategori vihara tertua di Pulau Jawa. Semula vihara ini

25

Meski sebenarnya, hasil penelitian tentang sejarah itu ada banyak/dari berbagai sumber

yang belum tentu tepat kebenarannya.

Page 64: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

52

dibangun di Desa Dermayon, kemudian dipindahkan ke Kampung Pamarican

Kelurahan Banten pada tahun 1774.26

Tidak jauh berbeda dari keterangan Pak Asaji,27

dahulu ada rombongan

dari Cina yang dipimpin oleh Putri Ong Tien Nio yang akan pergi ke Surabaya.

Karena kehabisan bekal, mereka memutuskan untuk singgah di pelabuhan

Banten.28

Singkat cerita, Putri Ong Tien Nio dipinang oleh Tuan Raja Syarif

Hidayatullah dan menjadi seorang muallaf. Pengikut Putri Ong Tien Nio pun

terbagi menjadi dua, sebagian mereka ada yang berpindah memeluk agama Islam

dan ada juga yang tetap teguh dalam Buddhanya. Lalu Putri Ong Tien Nio

meminta ijin agar dibuatkan sebuah bangunan ibadah bagi pengikutnya yang

masih beragama Buddha. Maka dibuatkanlah Vihara Avalokitesvara dan Masjid

Pecinan29

untuk yang berpindah agama Islam.30

Sedangkan menurut Jaenal, menikahnya Putri Ong Tien Nio dengan

Syarif Hidayatullah dan didirikannya pula sebuah vihara semata-mata bukan

hanya sekedar diplomasi politik berdakwah, tetapi ada motivasi lain.31

Jika

menurut Mufti Ali,32

Vihara itu didirikan atas dasar apresiasi Syarif Hidayatullah

kepada Putri Ong Tien Nio dan sebagai salah satu trik diplomasi seorang raja

26

Juliadi, dkk., Ragam Pusaka Budaya Banten (Serang: Balai pelestarian peninggalan

purbakala, 2005), h. 129. 27

Kepala Humas Vihara Avalokitesvara Kelurahan Banten. 28

Alasan Putri Ong Tien memutuskan untuk singgah di Pelabuhan Banten karena terdapat

keramaian yang memungkinkan ia mudah mendapatkan perbekalan, dan ternyata setelah ditelusuri

tempat itu adalah daerah pemerintahan Banten yang pada saat itu dikuasai oleh Raja Syarif

Hidayatullah. 29

Lihat, Juliadi dalam Masjid Agung Banten: Nafas Sejarah Dan Budaya (Serang: Balai

pelestarian peninggalan purbakala), h. 23. Setelah pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah

pesisir di Teluk Banten, Sunan Gunung Djati atau Syarif Hidayatullah sebagai penguasa Banten

pada saat itu pertama-tama membangun sebuah masjid di tepi barat sungai Cibanten Barat, Masjid

ini kemudian dikenal dengan Masjid Pecinan Tinggi. 30

Wawancara pribadi dengan Asaji kepala Humas Vihara Avalokitesvara, Kelurahan

Banten, 07 Januari 2016. 31

Wawancara dengan Jaenal Sekretaris kelurahan Banten, 10 Agustus 2016. 32

Seorang sejarawan Banten dan dosen Institut Agama Islam Negeri kota Serang.

Page 65: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

53

untuk merekatkan hubungan antar bangsa. Syarif Hidayatullah sangat

menghormati keberagaman agama dan yang terpenting menurutnya adalah kondisi

perekonomian warga Banten tanpa mempermasalahkan perbedaan agama.33

Vihara yang namanya diambil dari seorang Boddhisatva yang dikenal

sebagai Dewi Welas Asih (Kwan Im) ini, konon dibangun atas perintah Syarif

Hidayatullah sebagai bentuk nyata atas kehidupan beragama yang harmonis pada

masa itu dan kini menjadi salah satu vihara tertua di Indonesia.

Pada pintu gerbang vihara dihiasi dengan dua ekor naga yang

melambangkan lanak kuda yang bermakna suatu permohonan kepada yang Maha

Kuasa. Saat memasuki vihara, pengunjung akan menjumpai Goa-goa Pagoda yang

terletak di sisi kanan dan sisi kiri pintu vihara. Pagoda ini dipercaya dapat

memenjarakan elemen negatif dari manusia atau tolak bala. Oleh karena itu

pengunjung biasanya membakar kertas dan meletakkannya di dalam Pagoda

tersebut agar semua elemen negatif yang ada dalam diri ikut terbakar dan

tercengkram dalam Pagoda ini. Namun sebelum itu, pengunjung yang datang

dengan tujuan ibadah (jika yang non Buddha dan hanya sekedar melihat-lihat

tidak dianjurkan sembahyang) harus melakukan sembahyang di 15 altar terlebih

dahulu, diantaranya Tian Kwu (Tuhan Yang Maha Esa), sang Kwan Tie (Tuhan

penguasa alam), maha Kwan In dan lain-lain dengan menggunakan dupa.

Patung Avalokitesvara yang konon berasal dari Dinasti Ming, terdapat di

altar utama yang ada di depan, yang di sisi kiri kanannya terdapat ruang-ruang

yang lebih kecil untuk ibadah. Pada salah satu dinding vihara terdapat papan

bingkai catatan tentang bencana tsunami yang pernah terjadi di Banten pada 27

33

Wawancara pribadi dengan Mufti Ali, Serang, 10 Agustus 2016.

Page 66: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

54

Agustus 1883. Catatan yang ditulis dalam tiga bahasa ini menjelaskan bagaimana

mengerikannya peristiwa tersebut, dan pada saat itu orang-orang berlindung di

dalam vihara, sementara air bah menggelundung di luar vihara dengan derasnya

menyapu kebun kelapa dan segala benda yang ada, orang-orang di dalam vihara

berdoa memohon perlindungan. Lalu mukjizat pun terjadi, air dan lahar pun tidak

masuk ke dalam vihara.

Di bagian belakang terdapat Dharmasala yang dihubungkan oleh koridor

cantik berhiaskan kisah legenda ular putih. Legenda Mbah Banten yang sakti

penjaga sumber mata air (sumur tua) yang dipercaya membawa kemujaraban

menjadi legenda lokal yang ada di vihara ini. Banyak yang meminta air mujarab

ini, tidak hanya dari golongan orang yang beribadah di vihara ini melainkan juga

yang datang dari jauh dengan latar belakang yang berbeda. Bahkan ada juga

seorang pejabat dan seorang artis yang datang untuk meminta air dari sumur tua

itu.34

Dan vihara yang memiliki kapasitas 20.000 orang ini akan ramai jika

dikunjungi pada saat menjelang perayaan Imlek dan upacara-upacara keagamaan

yang lainnya.

2. Respon Masyarakat Mengenai Keberadaan Vihara

Masyarakat Kelurahan Banten adalah tipikal masyarakat yang

bertoleransi tinggi. Mereka tidak merasa terganggu karena berdirinya sebuah

vihara dan segala aktivitasnya; selama tidak mengganggu ketentraman warga.

Mereka mengakui bahwa vihara itu adalah peninggalan masyarakat jaman dulu

yang harus dijaga dan dirawat. Terlebih lagi sebagian mereka mempercayai bahwa

vihara itu peninggalan Sunan Gunung Djati, Syarif Hidayatullah.

34

Wawancara pribadi dengan Asaji kepala Humas Vihara Avalokitesvara, Kelurahan

Banten, 07 Januari 2016.

Page 67: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

55

Menurut Jaenal, semenjak berdirinya vihara itu tidak pernah ada konflik

antar warga yang berbeda keyakinan tersebut. Karena “wangsit” dari para

pendahulu mereka itu semua (bangunan bersejarah) harus dijaga dan dirawat agar

anak dan cucu mengetahui sejarah Banten, jika mendzalimi mereka (umat

Buddha), itu berarti sama saja umat Islam yang di Desa Banten itu mendzalimi

Allah, karena dalam Islam tidak pernah diajarkan berbuat dzalim terhadap semua

makhluk ciptaan Allah.35

Bagi masyarakat Banten sendiri, bangunan vihara ini tidak hanya sekedar

menjadi bangunan bersejarah ataupun tempat peribadatan semata, tetapi juga

sebagai simbol bagaimana masyarakat lampau mampu mewariskan keharmonisan

dalam menghadapi setiap perbedaan yang ada.

Dan berdasarkan hasil wawancara kepada warga pun tidak ada yang

kontra dengan keberadaan vihara itu. Mereka sudah terbiasa dengan kegiatan

vihara, seperti adanya pengobatan gratis yang diberikan oleh pihak vihara. Karena

terbukti pasiennya bukan hanya dari umat Buddha saja, tapi warga Kelurahan

Banten maupun non pun boleh berobat.

Telah diketahui, masyarakat Banten dikenal sebagai komunitas mayoritas

muslim, tapi nyatanya keharmonisan beragama di kawasan banten lama ini

terjalin sangat baik, bahkan tak jarang penduduk yang tinggal di sekitar kawasan

vihara ikut terlibat dan membantu ketika ada acara dan perayaan-perayaan di

vihara. Dan ketika Masjid Agung Banten mengalami kerusakan di bagian atapnya

35

Ibid

Page 68: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

56

akibat angin kencang, lalu pihak vihara dengan sigap memberi bantuan material.36

Inilah bukti adanya sikap toleransi yang tinggi terhadap hubungan antar agama.

36

Wawancara pribadi dengan Asaji kepala Humas Vihara Avalokitesvara, Kelurahan

Banten, 07 Januari 2016.

Page 69: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

57

BAB IV

GAMBARAN KEHIDUPAN HARMONI UMAT ISLAM DAN BUDDHA DI

KELURAHAN BANTEN KECAMATAN KASEMEN KOTA SERANG

PROVINSI BANTEN

A. Bentuk Kehidupan Harmoni di Kelurahan Banten

Sebagai sebuah kelurahan yang masyarakatnya mayoritas beragama

Islam, Kelurahan Banten tetap memegang teguh sikap toleransi dan keharmonisan

dengan para pemeluk agama lain yang diwariskan masyarakat lampau. Adanya

para pemeluk agama selain Islam yang kini sudah menjadi warga Kelurahan

Banten, bukan berarti warga yang mayoritas Islam harus bersikap acuh dan

melakukan hal-hal diskriminasi terhadap mereka. Adapun makam kuno di dekat

reruntuhan Masjid Pecinan, makam itu adalah tempat peristirahatan terakhir

sepasang suami istri pengurus Masjid Pecinan keturunan etnis Tionghoa yang

bernama Thio Bou Seng (suami) dan Ciu Kiongt Khiam (istri) yang meninggal

pada tahun 1842.1 Ini membuktikan dahulu umat Buddha dan Muslimnya sudah

berbaur.

Mereka paham bahwa keharmonisan dalam komunikasi antar sesama

penganut agama adalah tujuan dari kerukunan beragama, agar tercipta masyarakat

yang bebas dari ancaman, kekerasan hingga konflik agama.

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, keberadaan vihara

pada masyarakat Kelurahan Banten yang mayoritas Muslim tidak pernah

1Wawancara pribadi dengan Asaji, Kelurahan Banten, 03 April 2017.

Page 70: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

58

membuat mereka bercerai-berai. Justru mereka sangat harmonis dan saling

mendukung dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

Adapun contoh sebagian dari bentuk keharmonisan antara umat Muslim

dengan umat Buddha di Kelurahan Banten, yaitu sebagai berikut:

1. Aktifitas sosial keagamaan

a. Aktifitas sosial keagamaan pemeluk Muslim

Umat Muslim yang ada di Kelurahan Banten selalu rutin melakukan

kegiatan pengajian bergilir di setiap rumah warga (umat Islam) masing-

masing RT. Dan sudah menjadi tradisi selesai pengajian atau pembacaan doa

atau ngeriung itu pembagian berkat. Berkat adalah berupa makanan, seperti

nasi beserta lauknya, dan kue-kue tradisional khas daerah itu. Filosofi berkat

itu sendiri adalah mengharap keberkahan dari Yang Maha Kuasa.2 Lalu

berkat itu juga dibagikan ke rumah warga yang kurang mampu, anak yatim,

juga para lansia tanpa membedakan agama yang dianutnya.

b. Aktifitas sosial keagamaan pemeluk Buddha

Dalam agama Buddha, setiap vihara wajib memiliki salah satu ajaran

pokok Buddha yang kemudian harus dipelajari dan diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari. Nah Vihara Avalokitesvara yang ada di Kelurahan

Banten ini mempunyai klinik yang terbuka bagi siapa saja. Klinik ini dibuka

setiap hari jumat mulai dari 13.00 – 15.00 WIB melayani penyakit umum

yang ditangani oleh dua dokter umum. Hanya dengan membayar sebesar

Rp10.000 maka seseorang sudah dapat memeriksakan diri dan berobat.

2Wawancara pribadi dengan Ade. Kelurahan Banten, 10 September 2016.

Page 71: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

59

Dibukanya klinik ini semata-mata hanya untuk mempraktikkan ajaran

yang sudah dipelajari yaitu salah satunya menebarkan cinta kasih yang luas

dengan menolong siapapun. Dan mereka juga rutin membagikan sembako

kepada orang yang kurang mampu setiap tahunnya.

2. Bentuk-bentuk kerjasama dalam bidang sosial kemasyarakatan

a. Gotong-royong

Kegiatan gotong royong dijadikan kegiatan rutinitas setiap minggunya

oleh seluruh masyarakat Kelurahan Banten. Setiap kepala rumah atau

perwakilan rumah harus ikut serta dalam membersihkan lingkungan sekitar,

seperti membersihkan selokan, rumput yang sudah tinggi dan lain sebagainya.

Sedangkan para ibu-ibu sibuk menyiapkan jamuan untuk dihidangkan kepada

para pekerja.3

b. Pembangunan sarana dan prasarana

Salah satu kegiatan pembangunan sarana dan prasarana di Kelurahan

Banten yaitu pendirian gapura yang biasanya diganti setiap menjelang 17

Agustus hari kemerdekaan RI. Gapura dibuat semenarik dan sebagus

mungkin.4

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjalinnya kerukunan antar

umat beragama di Kelurahan Banten, yaitu sebagai berikut:

1. Kesadaran Beragama

Kesadaran beragama merupakan bagian yang terasa dalam pikiran dan dapat

di uji melalui intropeksi atau dapat dikatakan bahwa ia adalah aspek mental

dan aktivitas agama. karena kesadaran orang untuk beragama merupakan

3Wawancara pribadi dengan Jaenal Sekretaris kelurahan Banten, 10 Agustus 2016.

4Wawancarapribadi dengan Aam. Kelurahan Banten, 11 Oktober 2016.

Page 72: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

60

kemantapan jiwa seseorang untuk memberikan gambaran tentang bagaimana

sikap keberagamaan ia. Dan sikap keberagamaan seseorang itu berbeda-beda

dan sulit untuk diubah, sebab ini sudah berdasarkan pertimbangan dan

pemikiran yang matang.

2. Menghargai Kemajemukan

Warga Kelurahan Banten yakin bahwa ajaran agama adalah yang paling

mulia, namun keyakinannya itu tidak harus membuat mereka arogan dan

merendahkan agama lain. jadi dengan kata lain, dalam sisi yang lebih

substantif, menghargai kemajemukan mendorong untuk membuka diri

terhadap dialog dan saling menukar informasi tentang kebijakan dan anti

terhadap permusuhan.

3. Toleransi Antar Umat Beragama

Sudah terlihat jelas toleransi antar umat beragama di Kelurahan Banten

terjalin sangat harmonis. Memang toleransi dan kerukunan merupakan

bahasan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kerukunan berdampak

pada toleransi, begitupun sebaliknya toleransi menghasilkan kerukunan. Jika

tri kerukunan (antar umat beragama, intern umat beragama dan umat

beragama dengan pemerintah) tercipta serta diaplikasikan dalam kehidupan

sehari-hari, maka akan menghasilkan masyarakat yang rukun.Berikut salah

satu dialog aksi yang penulis lakukan kepada Asaji, Pandita juga humas

Vihara Avalokitesvara Banten:

Dita: “apakah pernah terjadi konlik antara umat Buddha dengan umat Muslim

Kelurahan Banten?”

Page 73: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

61

Asaji: “Dari dulu hingga sekarang tidak pernah terjadi konlik seperti

kerusuhan atau yang lain sebagainya. Selama ini kami (umat Buddha dan

Muslim) selalu berinteraksi sosial dengan baik.”

Dita: “Menurut anda apa faktor yang membuat umat Islam dan umat Buddha

Kelurahan Banten hidup dalam kerukunan?”

Asaji: “Sederhana saja. Menurut saya kami umat Buddha dan Muslim

Kelurahan Banten melakukan hal yang seharusnya dilakukan sebagai warga

Negara Indonesia, tidak melakukan kekerasan, bersosialisasi dan berinteraksi

dengan baik, tidak menaruh kecurigaan yang ujungnya menimbulkan

konlik.Kami umat Buddha selalu terbuka kepada umat Muslimnya.”

Dita: “Adakah kegiatan sosial yang dilakukan umat Buddha Kelurahan

Banten sebagai bentuk keharmonisan antar warganya? Jika ada, apa saja

kegiatannya?”

Asaji: “Ada. Kami Umat Buddha Kelurahan Banten secara rutin tiap tahun

melaksanakan bagi-bagi sembako kepada semua warga yang kurang

mampu.Kami meminta data dari kelurahan siapa saja warga yang kurang

mampu, baru kami membagikan sembakonya. Kegiatan ini semata-mata

untuk menolong warga yang kurang mampu tidak ada unsur lain seperti

politik dan lain-lain.”

4. Dialog Antar Umat Beragama

Dialog antar umat beragama yang terjadi di Kelurahan Banten juga sudah

terjalin sangat baik. Dialog merupakan pencegahan adanya pemikiran negatif

terhadap suatu kaum.

Page 74: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

62

Begitupun juga dalam perayaan hari besar baik itu dari agama Islam atau

umat Budha di Kelurahan Banten berjalan dengan sangat khidmat dan lancar

seperti perayaan-perayaan hari besar agama pada umumnya, yang membedakan

adalah adanya warga Muslim pada perayaaan Waisak yang diselenggarakan oleh

umat Budha di kelurahan Banten, atau sebaliknya umat Budha berada dalam

perayaan hari besar agama Islam. Mereka melakukan ini hanya sekedar

memeriahkan saja, tapi tidak saat momen yang sakral (berdoa, sembahyang dan

lain-lain).

Bagi warga Kelurahan Banten, perbedaan kepercayaan bukanlah menjadi

penghalang untuk menjalin interaksi sosial yang harmonis. Mereka tidak merasa

terganggu dalam melakukan aktivitas sehari-hari di atas perbedaan keyakinan ini.

Kunci keharmonisan lainnya juga ada pada komunikasi atau dialog antar

pemuka agamanya. Ujar Pak Asaji, beliau sangat dekat dengan seorang Ustad

yang pernah mengisi pengajian di masjid-masjid Kota Serang. Beliau sering

bertukar pikiran, dan saling bertanya tentang masalah agama. Begitupun juga

anggota Kelurahan tidak membedakan dalam hal memberikan pelayanan jika ada

warganya yang non Islam datang ke kantor Kelurahan karena keperluan

keanggotaan.

B. Simbol Kerukunan

Secara etimologis istilah “simbol” diserap dari “symbol” dalam bahasa

inggris yang berakar pada kata “symbolicum” dalam bahasa latin. Sedangkan

dalam KBBI kata “simbol” berarti lambang.5 Pengertian simbol tidak akan pernah

lepas dari ingatan manusia. Secara tidak langsung manusia pasti mengetahui apa

5Kamus Besar Bahasa Indonsia (Balai Pustaka, 1988), h. 840.

Page 75: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

63

yang disebut simbol, terkadang simbol diartikan sebagai suatu lambang yang

digunakan sebagai penyampai pesan atau keyakinan yang telah dianut dan

memiliki makna tertentu. Salah satu tokoh yang membicarakan simbol adalah

Herbert Blumer, dia adalah seorang tokoh modern dari teori interaksionisme

simbolik. Menurutnya, interaksionisme simbolik menunjuk kepada sifat khas dari

dari interaksi antar manusia. Dan ciri khasnya adalah baha manusia salig

menerjemahkan

Dalam sebuah daerah, banyaknya penduduk dengan suku yang

beranekaragam tentu sangat sulit pula untuk disatukan. Oleh karenanya

dibutuhkan beberapa simbol yang bisa dijadikan pedoman sebagai alat kerukunan

antar bangsa/rakyatnya. Beberapa alat kerukunan masyarakat Banten terdapat

pada lambang daerahnya, semboyan dan bahasa yang digunakan sehari-hari.

Pembahasan ini adalah inti dari kajian penulis yaitu membahas masjid

dan vihara yang menjadi simbol kerukunan antar umat beragama di Kelurahan

Banten. Alasan mengapa Masjid Agung Banten dan Vihara Avalokitesvara

dijadikan sebagai simbol kerukunan adalah sebagai berikut:

1. Masjid Agung Banten

Alasan penulis menjadikan Masjid Agung Banten sebagai salah satu simbol

kerukunan hubungan antar umat beragama di Kelurahan Banten yaitu terletak

pada bangunan masjidnya, mulai dari arsitektur sampai ornamennya yang

terbilang unik dan klasik.

Masjid ini didirikan oleh Sultan Mulana Hasanuddin, seorang anak dari

Sunan Gunung Jati (wali Allah). Yang mana sunan Gunung Jati ini selalu

mengajarkan dan menerapkan sikap toleransi kepada anak-anaknya dan rakyatnya.

Page 76: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

64

Maka terciptalah bangunan Masjid Agung Banten dengan perpaduan antara Islam,

Hindu-Buddha, Jawa dan Eropa. Ia mensyiarkan agama melalui pendekatan

kultural. Artinya budaya lokal yang telah hidup jauh sebelum kedatangan beliau

ke Banten tetap dipelihara, namun disisipi ajaran agama. Misalnya, masuknya

doa-doa yang bersumber dari ajaran Islam manakala masyarakat di Pulau Jawa,

khususnya Banten melakukan ritual budaya mitoni (upacara kehamilan tujuh

bulan) juga pada kebiasaan dalang wayang kulit menyisipkan hadits Nabi

Muhammad SAW, bahkan ayat suci Al-Quran.

Setiap bangunan komplek masjid ini dibangun dengan arsitektur dan

ornamen perpaduan Hindu-Buddha, Jawa dan Eropa. Contohnya pada atap dari

masjid yaitu tumpang lima yang mengingatkan pada pagoda Cina juga meru pada

pura. Dan pada puncak menara terdapat sebuah ornamen bunga teratai. Yang

mana bunga teratai adalah simbol dari agama Buddha. Bunga teratai

melambangkan kebijaksanaan. Juga pada bagian badan menara berbentuk segi

delapan yang merupakan bentuk bangunan Indonesia pra Islam (Hindu-Buddha).

Demikian sudah terlihat jelas pada perpaduan arsitektur dan ornamental masjid

yang menggambarkan bahwa Masjid dapat dijadikan simbol kerukunan antar umat

beragama di Kelurahan Banten.

2. Vihara Avalokitesvara

Alasan penulis menjadikan Masjid Agung Banten sebagai salah satu simbol

kerukunan hubungan antar umat beragama di Kelurahan Banten yaitu terletak

pada latar belakang didirikannya vihara ini. Vihara ini didirikan di tengah-tengah

masyarakat mayoritas beragama Islam dengan ijin Syarif Hidayatullah atau Sunan

Gunung Jati. Ini menandakan bahwa Syarif Hidayatullah sangat bertoleran

Page 77: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

65

terhadap agama selain Islam meskipun ia seorang wali Allah dan interaksi sosial

antar umat beragama dari jaman dahulu hingga sekarang masih terjalin harmonis.

Dengan kata lain, jauh sebelum adanya peraturan dari pemerintah tentang

kerukunan antar umat beragama, sudah terjalin dan berjalan dengan baik.

Banten adalah sebuah provinsi di Tatar Pasundan,wilayahnya luas serta

subur dan terletak paling baratdi Pulau Jawa, Indonesia.Provinsi ini pernah

menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun menjadi wilayah pemekaran

sejak tahun 2000, dengan keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2000.Barulah pada Rabu 4 Oktober tahun 2000, disahkan pembentukkan Provinsi

Banten ini dengan melewati beberapa tahap musyawarah. Pusat pemerintahannya

berada di Kota Serang.

Adapun sebuah simbol yang menambahkan informasi tentang

kerelevansian dengan simbol-simbol bukti kerukunan di atas yaitu lambang

Provinsi Banten.

Gambar 4.1 lambang Provinsi Banten

Lambang yang digunakan Provinsi Banten berbentuk perisai dengan

warna dasar hijau, di dalamnya terdapat gambar unsur-unsur lambang dan tulisan

“BANTEN”, serta didesain pita berwarna kuning dengan semboyan “IMAN

Page 78: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

66

TAQWA”. Lambang daerah Banten terdiri dari dua bagian perincian sebagai

berikut:6

1. Bentuk Gambar

a. Kubah Masjid, melambangkan kultur masyarakat Banten yang agamis.

b. Bintang Ilahi, pengejawantahan pancaran semangat keyakinan yang

menyinari seluruh jiwa masyarakat Banten.

c. Menara Masjid Agung Banten bertingkat dua berwarna putih dengan

memolo (puncak) berwarna merah, menjulang tinggi ke angkasa,

melambangkan masyarakat Banten mempunyai semangat yang tinggi

untuk mewujudkan masyarakat madani, serta adanya tujuan mulia yang

senantiasa berpedoman pada petunjuk Allah SWT, Menara Masjid Agung

juga melambangkan budaya dan sejarah Banten yang kokoh pada

pendirian zaman kesultanan.

d. Gapura Kaibon berwarna putih, melambangkan Daerah Propinsi Banten

sebagai pintu gerbang peradaban dunia dan pintu gerbang perekonomian

dan lalu lintas internasional menuju era globalisasi.

e. Padi berwarna kuning berjumlah 17 (tujuh belas) dan kapas berwarna putih

berjumlah 8 (delapan) tangkai, 4 (empat) kelopak berwarna. coklat, 5

kuntum bunga melambangkan Provinsi Banten merupakan daerah agraris

yang cukup sandang, pangan, jumlah padi dan kapas menunjukkan hasil

Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus 1945.

6http://bantenprov.go.id/read/pemprov.htmldiakses pada 14 Desember 2016, 10:30 WIB

Page 79: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

67

f. Gunung berwarna hitam, melambangkan kekayaan sumber daya alam dan

tekstur tanah yang agak bergelombang tidak merata terdiri dari dataran

rendah dan pegunungan.

g. Badak Bercula Satu berwarna hitam adalah satwa langka satu-satunya

yang dilindungi dunia, melambangkan masyarakat yang pantang menyerah

dalam menegakkan kebenaran dan dilindungi oleh hukum.

h. Laut berwarna hitam dengan gelombangnya yang berwarna putih

berjumlah 17 (tujuh belas) melambangkan daerah maritim yang kaya

dengan potensi lautnya, mencerminkan historis dan peluang ke depan

Banten sebagai Bandar Samudera Perdagangan Internasional serta

mengandung makna kedalaman, jiwa, keluasan wawasan dan pandangan,

muara tempat berlindungnya masyarakat Banten.

i. Roda gerigi berwarna abu-abu. berjumlah 10 (sepuluh), melambangkan

orientasi semangat kerja pembangunan serta menunjukkan sektor industri.

j. Dua garis Marka, Landasan Pacu Bandara Soekarno Hatta berwaarna putih

dan 3 (tiga) Lampu Pemandu (Beacon Light) berbentuk bulatan berwarna

kuning melambangkan pemacu semangat untuk mencapai cita-cita. Makna

yang terkandung dalam angka 8 (delapan), 9 (sembilan) dan 10 (sepuluh)

mempunyai arti lahirnya Provinsi Banten yang ditetapkan dan

diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2000, tentang

pembentukan Provinsi Banten, pada tanggal 17 Oktober 2000.

k. Pita berwarna kuning sebagai pengikat, melambangkan betapa indah dan

kuatnya ikatan persatuan dan kesatuan dalam integritas dan heterogenitas

masyarakat Banten.

Page 80: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

68

l. Semboyan lambang daerah IMAN TAQWA. sebagai landasan

pembangunan menuju Banten mandiri, maju dan sejahtera (Darussalam).

2. Makna Warna Lambang

a. Warna merah, melambangkan keberanian yang didasari kebenaran.

b. Warna putih, melambangkan kesucian, kebijaksanaan dan kearifan.

c. Warna Kuning, melambangkan kemuliaan, warna jiwa, lambang cahaya

dan kebahagiaan, lambang kejayaan dan keluhuran budi.

d. Warna hitam, melambangkan keteguhan, kekuatan dan ketabahan hati.

e. Warna abu-abu, melambangkan ketabahan.

f. Warna biru, melambangkan kejernihan, warna laut melambangkan

kedamaian, ketenangan.

g. Warna hijau, melambangkan kesuburan.

h. Warna coklat, melambangkan kemakmuran.

C. Relevansi Kehidupan Harmoni Antara Umat Islam dan Buddha di

Kelurahan Banten Dengan Konsep Kerukunan Umat Beragama Di

Indonesia

Kerukunan umat beragama adalah program pemerintah meliputi semua

agama; semua warga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada tahun 1967

diadakan musyawarah antar umat beragama, Presiden Soeharto dalam

musyawarah tersebut menyatakan antara lain: “pemerintah tidak akan

menghalangi penyebaran suatu agama, dengan syarat penyebaran tersebut

ditujukan bagi mereka yang belum beragama di Indonesia. Kepada semua pemuka

agama dan masyarakat agar melakukan jiwa toleransi terhadap sesama umat

beragama”.

Page 81: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

69

Pada tahun 1972 dilaksanakan dialog antar umat beragama. Dialog

tersebut adalah suatu forum percakapan antar tokoh-tokoh agama, pemuka

masyarakat dan pemerintah. Tujuannya adalah untuk mewujudkan kesadaran

bersama dan menjalin hubungan pribadi yang akrab dalam menghadapi masalah

masyarakat.

Kerukunan umat beragama bertujuan untuk memotivasi dan

mendominasikan semua umat beragama agar dapat ikut serta dalam pembangunan

bangsa. Kerukunan hidup umat beragama di Indonesia adalah program pemerintah

sesuai dengan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) tahun 1999 dan

Propenas (Program Pembangunan Nasional) 2000 tentang sasaran pembangunan

bidang agama. Kerukunan hidup di Indonesia tidak termasuk akidah atau

keimanan menurut ajaran agama yang dianut oleh warga negara Indonesia, yaitu

Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu.

Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan

untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan itu. Pernyataan tersebut

mengandung arti bahwa keanekaragaman pemeluk agama yang ada di Indonesia

diberi kebebasan untuk melaksanakan ajaran agama sesuai dengan keyakinannya

masing-masing. Namun demikian kebebasan tersebut harus dilakukan dengan

tidak mengganggu dan merugikan umat beragama lain, karena terganggunya

hubungan antar pemeluk berbagai agama akan membawa akibat yang dapat

menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Setiap umat beragama diberi kesempatan melakukan ibadah sesuai

dengan keimanan dan kepercayaan masing-masing. Sebagai sebuah negara yang

Page 82: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

70

masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, adat-istiadat,

golongan, kelompok dan agama, dan strata sosial. Kondisi dan situasi seperti ini

merupakan suatu kewajaran sejauh perbedaan-perbedaan ini disadari

keberadaannya dan dihayati. Namun ketika perbedaan-perbedaan tersebut

mengemuka dan kemudian menjadi sebuah ancaman untuk kerukunan hidup,

maka perbedaan tersebut menjadi masalah yang harus diselesaikan. Maka

pemerintah membuat perundang-undangan yang membahas ruang lingkup

kerukunan umat beragama di Indonesia.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur kehidupan beragama dan

komunikasi antarumat beragama di Indonesia bisa dibilang sudah cukup banyak,

mulai dari UUD 1945, sejumlah undang-undang, peraturan pemerintah, sampai

dengan peraturan menteri.7 Sejumlah regulasi yang disediakan inilah sebagai

pedoman bagi umat beragama dalam mengekspresikan dan melaksanakan

keyakinan agamanya di depan publik. Semua peraturan perundang-undangan

tersebut wajib dipahami betul-betul oleh setiap warga Indonesia, agar tidak ada

keraguan, saling mengganggu bahkan sampai menyakiti satu sama lain.

Bangsa Indonesia harus bangga memiliki Pancasila sebagai ideologi yang

bisa mengikat bangsa Indonesia yang demikian besar dan majemuk. Pancasila

adalah konsensus nasional yang dapat diterima semua paham, golongan dan

kelompok masyarakat di Indonesia. Kehidupan bangsa Indonesia akan semakin

kukuh, apabila segenap komponen bangsa, di samping memahami dan

melaksanakan Pancasila, juga secara konsekuen menjaga sendi-sendi utama

lainnya, yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

7Mubarok, Kompendium Regulasi Kerukunan Umat Beragama (Jakarta: PKUB

Sekretariat Jenderal Kemenag RI), h. 10.

Page 83: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

71

Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika sebagai empat

pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.8

Negara Indonesia menganut prinsip kebebasan dalam beragama.

Landasan konstitusi yang membahas tentang hak hidup bagi tiap-tiap penduduk

terdapat dalam pasal 29 ayat 2, sebagai berikut: “Negara menjamin kemerdekaan

tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat

menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Pasal 29 ini merupakan pasal yang

orisinal sejak disahkannya UUD 1945, sehingga dapat dikatakan bahwa prinsip

kebebasan beragama (freedom of religion) yang dianut oleh pemerintah Indonesia

bukan barang baru, melainkan wujud dari gagasan para founding fathers NKRI.9

Negara yang multi agama seperti Indonesia ini, kerukunan umat

beragama merupakan salah satu faktor pendukung terciptanya stabilitas dan

ketahanan Nasional. Karena itu kerukunan umat beragama perlu dibina dan

ditingkatkan agar tidak menjurus kepada ketegangan yang dapat menimbulkan

perpecahan bangsa.

Kemajemukan bangsa Indonesia termasuk dalam hal agama adalah

merupakan kekayaan budaya nasional yang dapat menjadi kebanggaan.Manusia

dengan keterbatasannya mempunyai masalah yang serba kompleks dan penuh

dinamik dalam menjalin interaksi sosial. Dalam memelihara keharmonisan

hubungan antara sesamanya belum tentu berjalan lancar. Untuk memelihara

keharmonisan hubungan ini, Tuhan menurunkan agama yang mengandung

pedoman dasar dalam mengatur hubungan antara sesama manusia itu sendiri.

8Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, 1th ed. (Jakarta: Sekretariat Jenderal

MPR RI, 2012), h. 12. 9Mubarok, Kompendium Regulasi Kerukunan Umat Beragama (Jakarta: PKUB

Sekretariat Jenderal Kemenag RI), h. 36-37.

Page 84: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

72

Agama mempunyai kedudukan dan peran yang sangat penting dan

strategis, utamanya sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam

pembangunan Ketahanan Nasional yang kokoh. Agama bukan hanya dipandang

sebagai instrumen mobilisasi politik, melainkan memperlakukannya sebagai

sumber etika dalam interaksi, baik diantara sesama penguasa dengan penguasa

maupun penguasa dengan rakyat.

Dalam sejarah perjalanan bangsa, tidak dapat dipungkiri bahwa yang

menjadi perekat dan pengikat kerukunan bangsa adalah nilai-nilai yang tumbuh,

hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat.

Semakin tinggi intensitas konflik keagamaan pada sebuah komunitas

umat beragama menandakan kualitas kerukunan keagamaan pada komunitas

tersebut semakin rendah. Demikian sebaliknya, semakin tinggi kualitas kerukunan

keagamaan pada sebuah komunitas umat beragama menandakan semakin rendah

intensitas konflik keagamaan pada komunitas tersebut.

Banyak faktor yang dapat memelihara kerukunan keagamaantetap dalam

kondisi sehat. Di antara faktor tersebut adalah pengembangan persepsi yang

positif antar umat yang berbeda faham keagamaan. Persepsi positif ini semacam

antibody, ketahanan diri yang memang sudah melekat pada diri seseorang.

Persepsi positif merupakan fitrah manusia sebagai mahluk sosial yang sama-sama

ingin selalu berteman dan hidup berkelompok. Berikut faktor yang dapat

memelihara kerukunan umat beragama dalam kondisi sehat:10

1. Persepsi, yakni aspek kehidupan yang masuk dalam wilayah penilaian para

pemeluk agama dalam kaitannya dengan pemeluk agama lainnya. Dalam

10

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia (Jakarta: Puslitbang

Kehidupan Keagamaan, 2013), h. 12.

Page 85: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

73

tindakan sosial atau sikap yang muncul, persepsi atau penilaian biasanya

mendahului tindakan tersebut. Dengan kata lain, persepsi biasanya

mendorong lahirnya sikap atau bahkan tindakan. Akan tetapi dalam penelitian

ini persepsi didudukan sebagai variabel dependen karena persepsi terhadap

pemeluk agama lain juga dipengaruhi oleh norma atau world view yang

dipunyai oleh para pemeluk agama bersangkutan.

2. Sikap, yakni pendirian yang diperlihatkan oleh para pemeluk agama yang

berupa respon terhadap pemeluk agama lainnya. Aspek ini akan

menggambarkan apa yang akan dilakukan oleh pemeluk agama sehubungan

dengan hadirnya fakta sosial di hadapan mereka. Sikap yang dimaksud di sini

bisa berupa tindakan, tetapi bisa juga berupa tindakan “diam”. Tetapi dalam

penelitian ini sikap akan diungkapkan melalui pernyataan-pernyataan. Secara

teoritis sikap dan juga tindakan seseorang sangat dipengaruhi baik oleh nilai

yang hidup dalam diri orang bersangkutan atau yang hidup dalam masyarakat

yang mengelilinginya. Sikap sosial seorang pemeluk agama atau bahkan

tindakan-tindakan tertentunya bisa merupakan respon terhadap tindakan yang

dilakukan oleh pemeluk agama lain atau terhadap kondisi kehidupan yang

diciptakan oleh pemeluk agama lain tersebut. Meskipun ajaran bisa saja

berpengaruh terhadap sikap seorang pemeluk suatu agama, unsur sosial atau

kondisi sosial politik biasanya lebih mendorong dalam memunculkan sikap

dalam kaitannya dengan pemeluk agama lain tersebut.

3. Kerjasama, yakni aspek hubungan sosial antara para pemeluk agama yang

berbeda. Persepsi atau penilaian selain bisa mendorong lahirnya sikap juga

bisa melahirkan tindakan-tindakan kerjasama. Jadi kalau sikap lebih

Page 86: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

74

merupakan tindakan ke dalam dalam artian belum melahirkan tindakan nyata

berkaitan dengan hubungan mereka dengan pemeluk agama lain, kerjasama

adalah realitas hubungan sosial. Kerjasama dalam hal ini bisa diperlihatkan,

misalnya, dalam tindakan gotong royong.

Proses kehidupan bertoleransi dapat dilihat dari adanya partisipasi

seluruh umat beragama, karena toleransi menjunjung tinggi kebebasan dan

kesamaan yang menyeluruh, yaitu tidak ada diskriminasi. Toleransi sebagai

pandangan hidup manusia menuntut manusia untuk menerapkan perilaku hormat

menghormati pada setiap tindakan dan aktivitasnya, sehingga akan tercipta suatu

masyarakat yang memiliki kultur toleransi. Masyarakat yang penuh dengan sikap

toleransi adalah masyarakat yang mempunyai perilaku hidup, baik dalam

keseharian dan tindakan yang dilandasi oleh unsur-unsur hidup bertoleransi.

Penerapan sikap dan unsur-unsur toleransi pada setiap tindakan sehari-hari

meliputi: menghargai dan memahami keanekaragaman, menghormati kebebasan,

pelaksanaan musyawarah, dan mengakui persamaan.

Hal ini dapat dimaknai bahwa dalam mewujudkan kerukunan, tidak

cukup hanya membangun persepsi. Akan tetapi sikap dan tindakan antarumat

beragama, cukup besar kaitannya dengan variabel kerjasama dan membangun

kerukunan. Demikian juga kerjasama antarumat beragama sangat berhubungan

erat dengan membangun kerukunan.

Sekalipun kerukunan beragamapada dasarnya adalah urusan internal pada

masing-masing daerah akan tetapi kerukunan beragama adalah modal utama

menuju kerukunan nasional.11

Kerukunan beragama juga dapat dilihat melalui

11

M. Ridwan Lubis, Agama Dalam Diskursus Intelektual Dan Pergumulan Kehidupan

Beragama (Jakarta: Kemenag RI, PKUB, 2015), h. 251.

Page 87: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

75

pendekatan organisme. Pendekatan ini menggambarkan bahwa kerukunan

beragama di Indonesia dapat diibaratkan sebagai mahluk hidup yang kadangkala

mengalami kondisi sakit, kadangkala sehat dan kadangkala sekarat.

Kerukunan beragama adalah sebuah kondisi yang dinamis, selalu on

going process dan selalu berubah di setiap saat. Kondisi kerukunan keagamaan

pada saat ini memang menampakkan wajah yang ramah dan baik, tetapi pada saat

yang lain mungkin akan menampakkan wajah yang buruk, tergantung bagaimana

perkembangan lingkungan strategis di sekitarnya. Di antara lingkungan strategis

yang secara teoritik sangat berpengaruh adalah lingkungan sosial keagamaan,

ekonomi, politik dan keamanan.

Masyarakat Indonesia pada umumnya masih tetap menghargai sesama

manusia, menyukai hidup rukun, damai, toleran, gotong royong, persatuan, santun

dan menghargai adanya pluralitas paham keagamaan, meskipun diakui bahwa

penyimpangan budaya ini tetap juga eksis. Karena itu setiap umat beragama harus

tetap waspada.

Potret kehidupan masyarakat Kelurahan Banten telah relevan dengan

nilai-nilai atau Undang-Undang Negara mengenai kehidupan umat beragama yang

harmonis. Tidak adanya isu konflik antar pemeluk beda agama ini atas usaha

anggota masyarakat atau para pemeluk agama dalam mencegah terjadinya

gesekan konflik dan menjaga keharmonisan. Berarti masyarakat Kelurahan

Banten menandakan kualitas kerukunan keberagamaannya tinggi dan intensitas

konnflik keagamaannya rendah.

Jika kerukunan beragama di Indonesia sedang dalam “kondisi baik”

dapat bermakna sebagai justifikasi terhadap budaya bangsa Indonesia yang

Page 88: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

76

sesungguhnya memang mencintai kerukunan dan kedamaian. Persepsi, sikap dan

relasi sosial bangsa Indonesia nampaknya masih tetap mengindikasikan budaya

kerukunan keagamaan masih mengakar dalam masyarakat.Masyarakat Indonesia

pada umumnya masih tetap menghargai sesama manusia, menyukai hidup rukun,

damai, toleran, gotong royong, persatuan, santun dan menghargai adanya

pluralitas paham keagamaan, meskipun diakui bahwa penyimpangan budaya ini

tetap juga eksis.Karena itu setiap umat beragama harus tetap waspada.

Meskipun kondisi kerukunan beragama saat ini dinilai dalam kategori

“kondisi baik,” dan tradisi kerukunan itu telah membudaya sejak lama, namun

sangat disadari bahwa penyimpangan norma sosial dan budaya dalam bentuk

letupan-letupan konflik keagamaan tidak bisa dihindari sejak lama juga. Karena

itu, pemerintah Indonesia sejak era kemerdekaan hingga era reformasi dituntut

tetap waspada dan terus berusaha agar kerukunan keagamaan tetap terpelihara dan

konflik keagamaan dapat ditekan. Bagi bangsa Indonesia, pemancangan pilar-pilar

utama yang sangat fundamental agar seluruh umat beragama tetap dalam kondisi

rukun telah dilakukan oleh para founding fathers Republik Indonesia. Pilar-pilar

itu terdapat dalam Dasar Negara NKRI Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945, yang sebagian substansinya adalah negara memberikan jaminan untuk

melindungi eksistensi agama, keanekaragaman penganut agama dan kepercayaan

umat beragama di Indonesia. Secara tidak langsung, Pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945 tersebut juga mendorong seluruh umat beragama yang

berbeda-beda itu agar dapat hidup rukun, damai, saling menghargai, dengan motto

negara Bhineka Tunggal Ika. Karena menurut Ridwan Lubis, dasar dan filsafat

bangsa Indonesia adalah Pancasila. Pancasila adalah titik temu dari semua

Page 89: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

77

keragaman karena semuanya menuju kepada titik yang satu yaitu kebenaran

absolut yang dinyatakan pada sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.12

Prinsip toleransi perlu ditanamkan dalam diri setiap individu agar segala

bentuk penindasan dan diskriminasi terhadap kelompok maupun individu agama

tidak terjadi.Kehidupan toleransi pada dasarnya menghormati martabat manusia

sebagai makhluk yang dapat menentukan dan mengambil sikap hidup sendiri

sesuai dengan agama yang dianut.toleransi beragama dapat memberikan

kesejahteraan bagi umat beragama, dan tidak hanya untuk kepentingan satu agama

Buddha namun untuk semua umat beragama, sehingga umat beragama merasa

hidup dalam ketenangan dan keharmonisan serta dapat hidup bahagia dan

sejahtera secara berdampingan.

Demikian menurut penulis, keidupan umat beragama di Kelurahan

Banten sudah memasuki kriteria atau relevan dengan konsep kerukunan umat

beragama di Indonesia, yang menginginkan peran agama-agama dalam

menegakkan demokrasi dan kebebasan dengan tetap berpijak pada cita-cita luhur

bangsa, semangat kebangsaan dan kekeluargaan berdasarkan Pancasila UUD

1945. Dan juga sudah dibahas di atas bahwa rumusan GBHN 1999 (Garis-Garis

Besar Haluan Negara) dan Propenas(Program Pembangunan Nasional) 2000 telah

sesuai dengan program pemerintah (kerukunan umat beragama) itu. Dalam GBHN

1999 secara tegas dikatakan bahwa fungsi, peran dan kedudukan agama adalah

sebagai landasan moral, spiritual dan etika dalam penyelenggaraan negara serta

12

Ibid, h. 246.

Page 90: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

78

mengupayakan agar segala peraturan perundang-undangan tidak bertentangan

dengan moral agama-agama.13

13

A.A Yewangoe, Agama Dan Kerukunan. 10th

ed (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia,

2011), h. 1.

Page 91: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

79

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masjid Agung Banten dan Vihara Avalokitesvara adalah simbol

kerukunan umat beragama di Kelurahan Banten. Mereka, umatnya menjaga

keharmonisan dengan berinteraksi sosial dengan baik, menjaga komunikasi.

Keharmonisan antar umat beragama yang terjadi di Kelurahan Banten sudah

sepatutnya dicontoh oleh masyarakat lain. Keberadaan Vihara Avalokitesvara di

tengah-tengah masyarakat mayoritas Islam sekaligus berdekatan dengan Masjid

Agung Banten tidak menjadikan kedua pihak saling bertengkar/konflik. Pada

masing-masing perorangan mempunyai sikap toleransi yang tinggi, saling

menghormati dan menghargai.

Mereka mempunyai prinsip untuk tidak saling mencampuri urusan

pribadi. Karena yang berhubungan dengan keagamaan itu bersifat privasi. Tapi ini

bukan berarti antara mereka saling acuh. Interaksi sosial diantara mereka terjalin

sangat baik.

Adapun faktor pendukung yang kuat yaitu pada simbolik menara Masjid

Agung Banten. Menara ini memiliki makna fungsional simbolik. Dimana fungsi

religius merupakan fungsi utamanya yaitu untuk mengumandangkan suara adzan

dari atas menara. Fungsi spiritual ditunjukkan sebagai daya tarik para peziarah.

Page 92: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

80

Fungsi sosial ditampilkan oleh menara sebagai bentuk pengakuan pada umunya

masyarakat Banten sebagai simbol kesatuan kultural yang paten.

Adapun terakhir fungsi komunikasinya adalah menara Masjid Agung

Banten tidak hanya sebagai petunjuk letak Banten, tetapi menara ini mampu

memberi informasi tentang dirinya yang bermakna bagi keseluruhan. Fungsi

komunikasi ini dapat diketahui dengan memahami simbol-simbol yang ada pada

menaranya. Maka pada tahun 2000 saat Provinsi Banten resmi dibangun, menara

Masjid Agung Banten digunakan sebagai simbol atau ikon Lembaga

Pemerintahan Provinsi Banten.

Hubungan antara kedua budaya dan agama akan selalu terjalin dengan

baik, syaratnya harus dilandasi dengan komunikasi dan keterbukaan. Karena

komunikasi dan keterbukaan melahirkan cinta dan perdamaian.

Hasil penelitian ini memiliki makna penting untuk mengevaluasi apakah

kebijakan pembangunan agama selama ini di bidang kerukunan umat beragama

sudah berjalan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia atau belum. Hasil

penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi dalam kerangka untuk meningkatkan

kualitas kerukunan keagamaan yang lebih baik di masa yang akan datang dan agar

kondisi persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjaga secara baik.

B. Saran

Memperhatikan keharmonisan yang terjadi antara hubungan umat Islam

dengan umat Budha di Kelurahan Banten melalui tulisan ini penulis menyarankan

kepada pembaca untuk menanamkan rasa toleransi yang tinggi terhadap umat

yang berbeda agama. Karena setiap orang memiliki hak kebebasan beragama,

seperti tertera dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat (2).

Page 93: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

81

Bagi pemerintah juga perlu memperhatikan kepentingan urusan umat

beragama, khususnya pemerintah daerah/pejabat daerah Kelurahan Banten jangan

sampai ada konflik terjadi antar pemeluk agama dan selalu memberikan yang

terbaik bagi masyarakat Kelurahan Banten, harus melakukan perbaharuan laporan

data penduduk secara rutin karena yang penulis rasakan kemarin selama penelitian

buku format data penduduknya tidak jelas dan tidak lengkap dan juga diharapkan

selalu menjaga serta merawat situs-situs bersejarah yang masih ada.

Page 94: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mufti. Misionarisme Di Banten. Serang: Laboratorium Bantenologi, 2009.

Ali, Sayuti. Metodologi Penelitian Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2002.

Bahri, Media Zainul. Wajah Studi Agama-Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2015.

______Bangunan Kuno Di Banten. Serang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Banten, 2008.

______Banten Dalam Angka 2003. Serang: Badan Pusat Statistik Provinsi

Banten, 2003.

Buddhadasa, Biksu. Mengajarkan Dharma Melalui Gambar. T.tp.: Karaniya,

2008.

Carey, Peter. Orang Jawa dan Masyarakat Cina (1755-1825). Penerjemah

Redaksi PA. Jakarta: Pustaka Azet, 1985.

Connolly, Peter (ed). Aneka Pendekatan Studi Agama. penerjemah Imam

Khoiri.Yogyakarta: LKiS, 2002.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banten, Masjid-masjid Kuno di Banten: Seri

Mengenal Banten I. Serang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banten,

2008.

______Eka-Citta Bersatu Dalam Dharma: Simbol Dalam Budhisme. Yogyakarta:

Kamadhis UGM, 2008.

Erviana, Yeyen. “Akurasi Arah Kiblat Masjid Agung Banten”. Skripsi SI Fakultas

Assyari‟ah, Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, 2012.

Page 95: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

______Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, 1th

ed. Jakarta:

Sekretariat Jenderal MPR RI, 2012.

Faisal, Sanapiah. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

Fauziyah, Siti. Melacak Sino Javanese Muslim Culture Di Banten. Serang:

Lembaga Penelitian IAIN SMH Banten, 2012.

Felisiani, Thanti. “Pawestren Pada Masjid-Masjid Agung Kuno Di Jawa:

Pemaknaan Ruang Perempuan”. Skripsi SI Fakultas Ilmu Pengetahuan

Budaya, Universitas Indonesia, 2009.

Format Laporan Profil Desa dan Kelurahan Banten Kecamatan Kasemen Provinsi

Banten tahun 2015.

Ghazali, Adeng Muchtar. Ilmu Perbandingan Agama: Pengantar Awal

Metodologi Studi Agama-agama. Bandung: Pustaka Setia, 2000.

Hajjaj, Muslim Bin. Shahih Muslim Vol. 1. Bairut: Dar Ihya Al-Turats Al-„arabi.

Herrystiadi, Anton. “Mesjid Agung Banten: Sebuah Tinjauan Arkeologi”. Skripsi

S1 Fakultas Sastra Jurusan Arkeologi, Universitas Indonesia, 1990.

Irawan, Prasetya. Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta: STIA Lembaga

Administrasi Negara, 1999.

Juliadi. Masjid Agung Banten: Nafas Sejarah dan Budaya. Yogyakarta: Ombak,

2007.

Juliadi. dkk, Ragam Pusaka Budaya Banten, 1th

ed. Serang: Balai Pelestarian

Peninggalan Purbakala Serang, 2005.

Jumaroh, Ita. “Perkembangan Keberagamaan Narapidana (Studi Kasus Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Cipinang Jakarta Timur)”. Skripsi SI Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2016.

Page 96: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

______Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 2012.

Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:PT Gramedia,

1977.

Lubis, M. Ridwan. Agama Dalam Diskursus Intelektual Dan Pergumulan

Kehidupan Beragama. Jakarta: Kemenag RI, PKUB, 2015.

Mahathera, Piyasilo. AVALOKITESVARA: Asal, Perwujudan, dan Makna

Karaniya.

Manaf, Mudjahid Abdul. Ilmu Perbandingan Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 1994.

Masruroh, Yoyoh. “Makna dan Tata Cara Bhakti Puja Dalam Ajaran Budha

Maitreya”. Skripsi SI Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2008.

Michrob, Halwany. Catatan Sejarah Dan Arkeologi: Eksport Import Di Zaman

Kesultanan Banten. Serang: Kadinda, 1993.

Michrob, Halwani. Sejarah Perkembangan Arsitektur Kota Islam Banten. Jakarta:

Yayasan Baluwarti, 1993.

Mubarok, Kompendium Regulasi Kerukunan Umat Beragama. Jakarta: Pusat

Kerukunan Umat Beragama,t.t.

Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 14 Tahun 2014 tentang Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan Daerah Tahun 2015-2025.

Rafiudin, Tubagus Hafidz. Riwayat Kesultanan Banten. Banten: T.p, 2006.

Sabri, Mohammad. Keberagaman yang Saling Menyapa. Yogyakarta: Ittaqa

Press, 1999.

Page 97: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

Sudjangi. dkk, Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Hidup

Umat Beragama. Jakarta: Departemen Agama RI, 2003.

Suhaedi, dkk., Etnis Cina di Banten. Serang: LP2M IAIN SMH Banten, 2014.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

ALFABETA, 2010.

Suprayogo, Imam. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2001.

______Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia. Jakarta:

Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2013.

Suryadinata, Leo. Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia 1900-2002.

Penerjemah Nur Iman Subono. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2005.

Tanggok, M. Ikhsan. Mengenal Lebih Dekat Agama Tao. Jakarta: UIN Jakarta

Press, 2006.

Theria Wasim, Alef. dkk, ed. “Harmoni Kehidupan Beragama: Problem, Praktik

dan Pendidikan”, Procedding Konferensi Regional – International

Association for the History of Religions. Yogyakarta dan Semarang: 27

Septemer-03 Oktober 2004.

Wawancara Pribadi dengan Aam, Kelurahan Banten, 07 Januari 2016.

Wawancara Pribadi dengan Ade. Kelurahan Banten, 11 Oktober 2016.

Wawancara Pribadi dengan Asaji. Kelurahan Banten, 07 Januari 2016, 17 Febuari

dan 10 September.

Wawancara Pribadi dengan Jaenal. Kelurahan Banten, 10 Agustus 2016.

Wawancara dengan Jaenal Sekretaris Kelurahan Banten, Kelurahan Banten, 03

April 2017.

Page 98: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

Wawancara Pribadi dengan Mufti Ali. Serang, 10 Agustus 2016.

Wibowo, I dan Hadi, Syamsul. Merangkul Cina : Hubungan Cina Indonesia

Pasca Soeharto. Jakarta: Gramedia Pustaka, 2009.

Winata, Darwin. Kamus Saku Ilmiah Populer. T.tp.: Gamapress, t.t.

Yewangoe, A. A. Agama Dan Kerukunan, 10th

ed. Jakarta: PT. BPK Gunung

Mulia, 2011.

Zein, Abdul Baqir. Masjid-Masjid Bersejarah Di Indonesia. Jakarta: Gema Insani,

1999.

Website:

http://bantenprov.go.id/read/pemprov.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Teologi_Agama-agama,

https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Kuno_Banten

http://bantenprov.go.id/read/kota-serang.html

Page 99: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

Bersama Lurah Kelurahan Banten Bersama sekretaris Kelurahan Banten

Bersama Pak Asaji Humas Vihara

Avalokitesvara

Page 100: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

Kumpulan dokumentasi acara-acara hari

besar Umat Buddha Ibadah ketika Hari Raya Waisak

Tangga menuju puncak menara Masjid

Agung Banten

Pemandangan dari puncak menara

Masjid Agung Banten

Page 101: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

Menara Masjid Agung Banten Depan Masjid Agung Banten

Bersama Pak Razaq Bersama Bu Nurhayati

Page 102: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

Bersama Aam Bersama Bu Awangsih

Bersama Bu Kodriah Pintu gerbang Vihara Avalokitesvara

dengan ornamen dua naga

Page 103: MASJID DAN VIHARA: SIMBOL KERUKUNAN HUBUNGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · MASJID DAN VIHARA: SIMBOL K. ERUKUNAN. HUBUNGAN. A. NTARA. I. SLAM DAN BUDDHA

Suasana Pasar Karangantu Kelurahan

Banten

Suasana interaksi sosial warga

Kelurahan Banten