Download pdf - Manajemen Pengupahan

Transcript
Page 1: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 1/254

MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN

MODUL 1

PENDAHULUAN

*

**

*

*

*

*

Disusun oleh:

Yanuar,SE.MM

PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGU

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MERCUBUANA

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 2: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 2/254

PENDAHULUAN

Manajemen Perburuhan

Merupakan bagian dari Manajemen Sumber Daya Manusia yang menjelaskan

tentang aspek-aspek utama dalam Hubungan Industrial yaitu Organisasi Pekerja,

Perjanjian Kerja Bersama, Lembaga-Lembaga Kerjasama, Penyelesaian Perselisihan

Industrial dan aspek-aspek lainnya, serta Peraturan Perundangan yang berkaitan

dengan Hubungan Industrial.

Tujuan

Untuk memberikan pemahamaan yang tepat bahwa kerjasama Buruh-

Manajemen agar dapat memberikan mamfaat baik kepada buruh, perusahaan dan

pemerintah.

Manajemen Pengupahan

Tujuan

Untuk memberikan pemahaman tentang berbagai konsep dan pendekatan untuk

merancang, menyusun dan merumuskan rencana pembayaran atau imbalan untuk

karyawan pada perusahaan

Pekerja/Buruh

 Adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk

lain

Pemberi Kerja

 Adalah orang perorngan, pengusaha, badan hukum, atau badan hukum, atau badan-

badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan

dalam bentuk lain.

Perusahaan adalah:a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,

milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun negara

yang mempekerjakan pekerja/ buruh dengan membayar upah atau imbaan

dalam bentuk lain.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 3: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 3/254

b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan

mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk

lainnya.

Upah

 Adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan

dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangan-

undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu

pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan

PerananManajemen Sumber Daya Mnusia Sesuai Dengan Tuntutan Zaman De-skilling

sebagai akibat industri missal:

Tahap 1.

Sebelum pertengahan abad ke 18 tidak terdapat organisasi perusahaan dan

manajemen secara formal. Produksi barang dan jasa dilakukan oleh perorangan atau

dalam kegiatan rumah tangga. Produksi pertaniaan, tanaman pangan dan perikanan

dilaksanakan dan dipasarkan secara bersama-sama oleh anggota keluarga di bawah

pimpinan kepala keluarga/pemilik.

Tahap 2.

Penemuan mesin-mesin yang digerakkan oleh tenaga uap untuk menggantikan

perkerjaan tangan yang lamban pada akhir abad ke 18 memungkinkan produksi barang

secara besar-besaran. Maka timbullah organisasi industri dengan cara pengelolaannya

yang sistematis dan teratur. Bahkan pendekatan manjemen secara ilmiah diusahakan

oleh Fredrick W. Taylor dalam bukunya The Principles of Scientific Management (1911).

Pendaya-gunaan teknologi baru ini berdampak sangat luas dengan timbulnya revolusi

industri yang berlangsung dari tahun 1820-1900. Para wira-usaha industri yang pertama

ini mencurahkan sepenuh tenaganya untuk untuk menciptakan teknologi yang moderen

disertai dengan teknologi organisasi yang memungkinkan berjalannya produksi barangsecara lancar dan efisien.

Produksi massal semacam ini tidak memerlukan karyawan operasional yang terampil.

Justru sebaliknya timbul dampak “deskilling” yaitu tugas dan pekerjaan yang menjadi

sederhana dan hanya membutuhkan waktu singkat untuk latihan keterampilan. Karena

pasar tenaga kerja semacam ini sangat besar maka imbalannya kecil. Kebutuhan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 4: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 4/254

manajemen personalia belum begitu dirasakan sebab fungsimya terbatas pada

rekrutmen dan latihan tenaga kerja.

Imbalan kerja yang kecil dan lingkungan kerja pabrik yang buruk sering sering

menimbulkan ketidakpuasan tenaga kerja kerapkali menjurus kepada konflik dengan

manajemen.

Pada tahun 1913 dibentuk Lembaga Petugas Kesejahteraan di Inggris (The

Institute of Welfare Officers) dengan tugas untuk menjembatani keinginan manajemen

dan tenaga kerja serta menyusun rencana peningkatan kesejahteraan tenaga kerja

seperti dalam bentuk berbagai tunjangan sakit, cacat, penghunian dan kerja lembur .

Bantuan ini umumnya terbatas pada tenaga kerja pabrik (blue collar / operating

employees).

Pada tahun 1924 dipublikasikan penemuan penelitian akademis di pabrik booglamp

milik Western Electric Company, Hawthorne, Illinois . Penelitian ini menyimpulkan

bahwa produktivitas tenaga kerja berhubungan erat dengan kepuasan kerja dan harga

diri. Di pabrik produksi massal tenaga kerja hampir tidak dikenal namanya dan hanya

diberikan nomor saja. Dipandang sebagai bagian dari mesin atau hanya merupakan

suatu faktor produksi dan bukan sebagai manusia dengan kepribadiaanya yang

membutuhkan penghargaan.

Tahap 3

Mendekati tahun 1930 pasar mobil di Amerika terlihat lesu Hal ini disebabkabn

pemakai mobil sudah jenuh dengan mobil standar tertentu atau bersifat fungsional. Pada

awal tahun 1930 General Motor memprakarsai suatu strategi baru dengan mengalihkan

pengutamaan usaha produksi ke usaha pemasaran.General motor setiap tahun

memproduksi mobil dengan model baru. Peralihan strategi ini berarti juga perubahan

fokus dari masalah ekstern pemasaran dengan kegiatan baru seperti promosi,

periklanan, penjualan tatap muka, dan lain-lain. Perubahan ke arah diferensiasi produk

ini juga menimbulkan biaya intern seperti menurunnya efisiensi produk karena

mengutamakan kebutuhan konsumen dan pemasaran dalam kegiatan operasionalperusahaan dan timbulnya pergeseran serta perebutan kekuasaan serta iklim psikologis

yang mengancam kedudukkan karyawan.

Menurut Alfred D. Chadler dalam bukunya Strategi and Structure (1962) struktur suatu

organisasi harus mengikuti strateginya, system dan pendekatan pemecahan

masalahnya.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 5: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 5/254

Semua ini membutuhkan fasilitas dan keahlian baru . Peranan manajemen sumber daya

manusia mereka mendapatkan kesempatan untuk membantu manajemen perusahaan

secara penuh dalam tugas operasional dan berusahan mengtasi tantangan SDM pada

waktu itu yaitu bagaimana perusahaan dapat memperoleh tenaga kerja yang diperlukan

sesuai dengan jumlah dan keahliannya, terorganisasi dengan baik, dikelola secara

efektif dan sesuai dengan tuntutan pelanggan.

Tujuaan SDM ini dicapai melalui fungsinya dalam : seleksi, latihan / pendidikan /

pengembangan, penilaian prestasi karyawan dan pemberian imbalan. Disamping itu

manajemen SDM juga bersusah payah menyusun rencana jenjang jabatan (career 

planning) .

Tahap 4.

Perubahan Pola Manajemen di Era Pasca Industri yang Makin Padat Teknologi

Selama perang dunia II investasi besar telah dilakukan dalam usaha penelitian dan

pengembangan teknologi industri mniliter sehingga teknologi berkembang pesat dan

terakumulasi selama peperangan. Setelah perdamaian pulih, teknologi diterapkan dalam

industri non-militer. Sejak pertengan tahun 1950-an mulai disadari bahwa pengaruh

teknologi ini menimbulkan tantangan baru yang tidak terduga dan juga berjangkauan

 jauh ke depanPeter F. Drucker dalqam bukunya The Changing World the Executive

(Time Book, 1981) menamakan zaman baru ini “An Age Of Discotinuity” atau zaman

pasca industri. Kemajuan teknologi perusahaan meningkatkan penelitian dan

pengembangan yang berlangsung terus menerus, dan akhirnya akan menghasikan

banyak produk baru. Dampak perkembangan teknologi antara lain adalah makin

besarnya industri dan makin tajamnya persaingan.Untuk mengurangi ketajaman

persaingan perusahaan besar justru berusaha untuk mengambil alih perusahaan kecil.

Hal ini mengarah kepada penerapan kegiatan yang bersifat monopolistic dan

merupakan ancaman bagi efisiensi ekonomi. Peningkatan kemakmuran akibat

pertumbuhan industri dan ekonomi merangsang perusahaan menghasilkan barang

mewah dan mendorong pola hidup konsumtif.Tetapi perlaku perusahaan ini juga banyakditentang oleh masyarakat yang berubah prioritas nilainya.Sebagai anggota masyarakat

dan konsumen yang menghendaki peningkatan mutu kehidupan mereka mengarahkan

kritiknya atas dampak negatif dari perusahaan besar, seperti polusi udara air dan suara

serta terjadi gejolak dalam kehidupan ekonomi seperti inflasi dan praktek monopoli.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 6: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 6/254

Seiring dengan hal tersebut karyawan juga menuntut peningkatan mutu penghidupan

yang menghendaki disamping imbalan kerja dan lingkungan kerja yang memadai,

 jaminan kerja juga kesempatan untuk maju dan aktualisasi diri. Untuk mengatasi hal

tersebut manajemen harus memiliki strategi baru agar dapat menjawab tuntutan zaman

dengan baik. Bagi manajemen SDM memaksa pelaksanaan tugas lebih erat kaitannya

dengan strategi dan tujuan perusahaan. Hal ini membutuhkan wawasan yang luas,

pendidikan teknis dan akademis yang baik bersikap professional dan mampu bekerja

dalam suatu tim dan listas sektoral.

Tantangan Ketidak Pastian Lingkungan Di Akhir Abad XX

Tahap 5.

Pada akhir abad ke 20 dinamika lingkungan memaksa perusahaan berubah lebih

cepat dan bekerja lebih bermutu untuk dapat bersaingan dengan baik. Hal ini

memerlukan komunikasi yang cepat dalam organisasi , juga dalam membuat dan

melaksanakan keputusan. Menurut Herbert Simon organisasi yang tidak dapat mengerti

lingkungannya bilamana menjadi terlalu rumit, dan dengan demikian tidak dapat

membuat dan melaksanakan strategi perusahaan dengan penuh nalar dan baik. Strategi

perusahaan yang hendak melakukan perubahan tergantung kepada SDM-nya. Karena

hanya manusialah yang memiliki kemampuan untuk melakukan pembaharuan (inovasi),

membuat keputusan , mengembangkan dan membuat produk baru, menembus pasar 

dan melayani pelanggan secara memuaskan. Perubahan sifat pekerjaan membuat

peranan SDM semakin sentral dalam perusahaan macam ini. Selanjutnya manajemen

SDM seringkali dituntut/diharuskan ikut memecahkan masalah umum akibat perubahan

lingkungan perusahaan seperti; a. penggunaan teknologi baru, b. peningkatan mutu

pelayanan dan barang, sertra c. mencapai dan mempertahankan biaya rendah

Fungsi Operasional Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Edwin B.Flippo (1994) fungsi operasional manajemen sumber daya manusia

adalah:0 Pengadaan (procurement)

Merupakan proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi,dan induksi untuk

mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan

1 Pengembangan (Development)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 7: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 7/254

Merupakan proses peningkatan keterampilan melalui pendidikan dan pelatihan, yang

di tujukan untuk meningkatkan kemampuan konseptual, teoritis, teknis, dan moral

karyawan.

2 Kompensasi (Compensation)

Merupakan pemberian balas jasa yang memadai dan layak kepada tenaga kerja,

sesuai dengan sumbangan mereka kepada organisasi.

3 Integrasi (Integration)

 Adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan

karyawan agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan.

4 Pemeliharaan (Maintenance)

 Adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kuantitas dan kualitas

karyawan, dalam arti kondisi fisik dan mental karyawan akan berdampak pada

produksi yang di hasilkan

5 Pemisahan (Seperation)

 Adalah pemutusan hubungan kerja seorang karyawan dari satu perusahaan yang di

sebabkan oleh salah satu atau kedua belah pihak, berakhir kontrak kerja, pensiun,

dan sebagainya

Kompensasi

Menurut Gary Dessler (2000) kompensasi adalah semua bentuk upah atau imbalan

yang berlaku bagi dan muncul dari pekerjaan mereka

Referensi

0 Budi Paramita, “Peranan Manajemen Sumeber Daya Manusia Sesuai Tuntutan

Zaman”, Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1992

1 Gary Dessler, “Human Resources Management” 8 th Ed, Prentice Hall

International, Inc, London, 2000

2 Imam Syahputra Tunggal, Amin Wijaya Tunggal, “Peraturan Perundangan-

Undangan Ketenaga Kerjaan Baru di Indonesia”, EdRevisi, Harvarindo, 2003

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 8: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 8/254

MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN

MODUL 2

MENETAPKAN KEBIJAKAN UPAH

*

**

*

*

*

Disusun oleh:

Yanuar,SE.MM

PERKULIAHAN SABTU MINGGU

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MERCUBUANA

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 9: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 9/254

Tujuan perkulihan pada tatap muka ke2 ini adalah:

1.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti tahapan utama dalam penentuan upah

2. Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti tentang Analisis jabatan

Menetapkan Kebijakan Upah/Gaji

Definisi Upah/Gaji: Adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam

bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh

yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau

peraturan perundangan-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan

keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan

Tahapan Penentuan Upah:

1. Analisis Jabatan/Tugas

2. Evaluasi Jabatan/Tugas

3. Survei Upah

4. Penentuan Upah

1.Analisis Jabatan

Analisis jabatan merupakan kegiatan untuk mencari informasi tentang tugas-tugas

yang dilakukan, dan persyaratan yang diperlukan dalam melaksanakan suatu tugas,

sehingga dapat menjelaskan uraian tugas, spesifikasi tugas, dan standar kinerja.

Kegiatan ini perlu dilakukan sebagai landasan untuk mengevaluasi jabatan

a.Jenjang Jabatan

Jenjang jabatan adalah kelompok pekerjaan atau tugas-tugas dalam unit organisasi

yang dalam pelaksanaannya memerlukan syarat-syarat tertentu yang sama atau hampir 

sama.

Setiap organisasi atau perusahaan terdiri dari sejumlah kelompok pekerjaan yang

mempunyai syarat jabatan yang beberbeda. Syarat jabatan tersebut mencerminkan sifat

dan kompleksitas` pekerjaan.Jenjang jabatan dapat disusun berdasarkan bobot syarat jabatan dari yang

tersederhana(terendah) hingga yang tersulit (tertinggi) dengan sifat perkerjaan sebagai

berikut:

a. Sederhana dan lebih mengutamakan kegiatan fisik

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 10: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 10/254

b. Sederhana dengan aturan yang jelas, memerlukan latihan singkat dan

bimbingan teknis

c. Jelas dan tidak kompleks, memerlukan pengetahuan khusus dan

kewaspadaan pribadi

d. Memerlukan pengaturan tersendiri, inisiatif pribadi dan pengetahuan teknis

terten tu, serta menuntut tanggung jawab pribadi

e. Mencakup beberapa pekerja yang saling terkait, kompleks, memerlukan

tanggung jawab pribadi dan pengawasan terhadap bawahan.

f. Mencakup koordinasi bebrapa fungsi dan pengawasan beberapa orang dan

beberapa unit kecil.

g. Mencakup perumusan kebijakan pelaksanaan pengawasan dan koordinasi

unit-unit.

b.Jenjang Kepangkatan

Jenjang jabatan disusun berdasarkan kompleksitas jabatan dan tanggung jawab

yang dipikul oleh seorang dalam memangku atau menjalankan jabatan-jabatan tersebut.

Kompleksitas dan tanggung jawab jabatan melahirkan syarat jabatan yaitu kualifikasi

yang harus dimiliki seseorang supaya pantas atau cocok menjalankan jabatan tersebut.

Kualifikasi atau kemampuan seseorang melakukan pekerjaan dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan, akumulasi latihan dan pengalaman kerja

Jenjang kepangkatan menggambarkan kualifikasi yang dimiliki seseorang untuk

mengisi jabatan yang sesuai. Semakain tinggi pangkat seseorang , semakin tinggi

 jabatan yang dapat dijalankannya.

Dari hasil survei gaji dan benefit 2005 oleh majalah Swa dan Hay Group (swa

no.03/XXI/9-22 Februari 2006) pada April dan Oktober 2005 dengan jumlah responden

89 perusahaan, diperoleh jenjang jabatan dan gaji seperti terlihat pada tabel berikutnya:

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 11: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 11/254

Tabel: 2.1 Gaji Beberapa Level Karyawan

Sumber: ESANDM

Ket: COP adalah Car Owner Plan yaitu kendaraan yang disediakan perusahaan setelahempat tahun menjadi milik ybs

Base Salary adalah 13 kali gaji pokok

** kenggotaan adalah tidak sebanyak keanggotaan yang diberikan kepada direktur 

2. Evaluasi Jabatan/Tugas

Evaluasi jabatan adalah proses sistematis untuk menentukan nilai relatif dari suatu

pekerjaan dibandingkan dengan pekerjaan lain Proses ini adalah untuk mengusahakan

tercapainya internal equity dalam pekerjaan sebagai unsure dalam penetuan tingkat

upah. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penilaian pekerjaan: tanggung jawab,keterampilan atau kemampuan, tingkat usaha yang dilakukan dalam pekerjaan dan

lingkungan kerja.

Metode dalam penilaian pekerjaan:

a. Metode Pemringkatan (Job Ranking)

b. Metode Pengelompokan (Job Grading)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Posisi Base

Salary

(Rp.juta)

Benefit dan lainnya

Presiden Direktur 50-150 COP, kesehatan, asuransi, tujangan HP,

dana pensiun, keanggotaan (hotel, klub dll)Mnaging Direktur 50-150 COP, kesehatan, asuransi, tujangan HP,

dana pensiun, keanggotaan (hotel, klub dll)

Direktur 30-100 COP, kesehatan, asuransi, tujangan HP,

dana pensiun, keanggotaan (hotel, klub dll)General Manajer 20-50 COP, kesehatan, asuransi, tujangan HP,

dana pensiun, keanggotaan (hotel, klub

dll)**Senior Manajer 12-29 COP, kesehatan, asuransi, tujangan HP,

dana pensiun

Manajer 5-12 COP, kesehatan, tujangan HP, dana

pensiun,

Junior Manajer 3-6 Tunjangan transportasi,kesehatan,

tujangan HP, dana pensiun,

Page 12: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 12/254

c. Metode Perbandingan Faktor-Faktor 

d. Metode Penentuan Point (Point System)

a. Metode Pemeringkatan Jabatan (Job Ranking)

Menilai tingkat kepentingan secara umum dari suatu pekerjaan dibandingkan

dengan yang lain dengan melakukan analisis jabatan melaluli: job description,job

specification dan job performance standard. Kemudian secara subjektif 

melakukan pengurutan pekerjaan menurut tingkat kepentingan.

b. Metode Pengelompokan (Job Grading)

Metode pengelompokan adalah menetapkan suatu pekerjaan dalam suatu

kategori tertentu atau klasifikas/kelompok. Kelompok-kelompok tersebut disebut

kelas jika berisi jabatan yang sama, dan disebut tingkatan jika berisi pekerjaan

yang berbeda tetapi mempunyai kesulitan yang sama

c. Metode Perbandingan Faktor 

Metode perbandingan factor adalah membandingkan beberapa faktor dalam

pekerjaan yang dapat dikompensasi. Misalnya bebrapa pekerjaan kunci

dibandingkan dengan beberapa faktor yang dapat dikompensasi seperti

tanggung jawab, skill, tingkat usaha dan kondisi kerja.

d. Metode Penentuan Point

Metode dilakukan dengan cara menentukan poin atau angka untuk faktor-faktor 

yang dapat dikompensasi. Setiap faktor yang dapat dikompensasi dipecah

menjadi dalam bentuk subfaktor yang lebih rinci, misalnya tanggung jawab dibagi

dengan tanggung jawab terhadap orang, peralatan dan bahan, perbaikan,

keamanan, dan kendaraan. Skill dirinci dengan pengalaman dan pendidikkan.

Tingkat usaha dirinci dengan usaha mental dan usaha fisik. Lingkungan dirinci

dengan lingkungan yang tidak menyenangkan dan lingkungan yang berbahanya.

Kemudian ditentukan level dari point masing-masing faktor 

Dari hasil survei majalah Swa dan Hay Group 2005 diperoleh metode penetuan

point pada tabel 2.2 berikut ini:

Tabel: 7 Representative Job Titles

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 13: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 13/254

Hay Job

Unit/Points

Representative Job Titles

100 Account Clereks 1 ,Production/Procces Operator 3, General Clerk 1,

File Clerk 3, data entry Operator,Technical Asisstant, Sales Asisstent 1250 Entry level College Graduete, foreman, Sales Representative.300 Accountan 2, Analyst Programmer 1, Network Administrasi (LAN),

Training, Compesation Specialist 1st Level (even), Basic Sales Rep,

Technical Service Rep 1 (even),Engineer 1, Buyer 2

400 Scientist/Research,Accountant II, Systems Analyst500 Senior Engineer, Sales Manager, Experienced Profesional Staff,

Product/Brand Manager 

600 Senior Finance Analyst, Database Manager-even, Attorney 2, Brand

/Product Manager, Scientist/Researcher Level IV,Superintenden

1/Production Manager 700 District Sales Manager, financial Planning Manager, Division Human

Resources Manager, Principal Engineer 

900 Plan Manager (Small), Middle/Senior Management, Functional

Directors, Executive Position

1000 Plant Manager 3, Chief Accountant/Division Finance Manager-

high,Manager-Financial Planning (high), manager Cost acconting

(high), Director of development (3), Expert Attorney, marketing

manager 2, general Sales Manager, Area R&D manager 1

1150 Plant Manager (medium), Senior Level Individual Contributor such as

Legal Expert, Heads of Function, Country Managers (small)

1400 Senior Executive Position, General Manager of a Multinational

Company, Cuontry Managers (small to medium)

1500 Business Procces Consultan-high , Systems architech-high2000 Head of function, Country Managers/Managing Dirctors (medium to

large)

3000 President/CEO (small/medium), Senior Executive in Large

multinational company

3. Survei Upah

Suvei upah merupakan kegiatan untuk mengtahui tingkat upah yang berlaku

secara umum pada perusahaan-perusahaan sejenis yang mempunyai

usaha/jabatan yang sama . Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh

keadilan eksternal. Survei ini dilakukan dengan berbagai macam cara seperti:

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 14: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 14/254

mendatangi perusdahaan-perusahaan untuk mendapatkan informasi mengenai

tingkat upah yang berlaku, membuat kuesioner secara formal dan lian-lain

0 Langkah-langkah Survei Gaji

 Adalah sebuah survei yang bertujuan menetapkan tarif upah yang berlaku survei

gaji yang baik memberikan tarif upah yang spesifik untuk jabatan spesifik seperti

survei kuesioner formal.

Seorang majikan dapat melakukan survei gaji dengan tiga cara: pertama,

penggunaan survei benchmark job yaitu menjangkari skala pembayaran majikan

dan disekeliling upah jabatan lain diatur dalam aturan nilai relatif. Kedua 20%

lebih dari perusahaan-perusahaan sebanding yang membayar pekerjaan

sebanding. Akhirnya, survei juga mengumpulkan data tentang tunjangan seperti:

asuransi, cuti sakit, dan waktu libur dengan demikian memberikan suatu dasar 

untuk mengambil keputusan menyangkut tunjangan karyawan

Survei Gaji Komersial, Profesional, dan Pemerintah

Banyak majikan yang mengandalkan survei yang dipublikasikan oleh

perusahaan komersial, asosiasi profesional atau perwakilan pemerintah.

Misalnya : Bureau of Labor Statistic ( BLS ) setiap tahun melakukan tiga jenis

survei : (1) survei upah wilayah, (2) survei gaji industri, dan (3) survei profsional,

administratif, tehnik dan dan pegawai ( PATC : profesional administratif tehnical

dan clerical surveys )

Seorang majikan dapat menggunakan informasi ini sebagai satu masukan dan

menetapkan upah pekerjaan berkisar dari sekretaris, pesuruh sampai kepegawai

kantor. Survei upah wilayah juga memberikan data tentang jadwal kerja

mingguan, liburan yang dibayar dan praktik liburan, serta asuransi kesehatan ,

rencana pensiun dan juga operasi shift ( giliran kerja ) dan lain-lainnya.

Survei upah industri memberikan data yang sama denga yangalam survei upah

wilayah, namun lebih pada industri dan bukan pada wilayah produksi, dengandemikian survei ini memberikan data upah nasional untk para karyawan dalam

pekerjaan- pekerjaan terpilih untuk industri-industri seperti pembangunan

angkutan truk dan percetakan

Survei PATC mngumpulkan data upah pada 80 level pekerjaan pada bidang

akunting, jasa hukum, managemen personil, perekayasaan, kimia, pembelian

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 15: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 15/254

kepenyeliaan pegawai militer dan pegawai. Mereka memberikan informasi

tentang pendapatan langsung, juga bonus produksi, komisi dan pningkatan biaya

hidup.

1 Menetapkan Nilai dari masing-masing jabatan

Tujuan dari evaluasi jabatan yaitu menetapkan nilai reaktif suatu jabatan . evaluasi

 jabatan itu merupakan perbandingan formal dan sistematis dari jabatan untuk

menetapkan nilai satu jabatan dalam hubungan dengan jabatan lain dan akhirnya

menghasilkan satu hirarki upah dan gaji. Prosedur dasar adalah mmbandingkan

muatan jabatan dalam hubungan satu dengan yang lain, misalnya dari segi usaha,

tanggung jawab serta keterampilan mereka

Faktor-faktor yang dapat dikompensasi. Ada dua pendekatan dasar yang dapat anda

gunakan untuk dapat membandingkan beberapa jabatan. Pertama anda dapat

mengambil suatu pendekatan yang lebih intuitif. Anda dapat memutuskan bahwa

suatu pekerjaan adalah lebih penting dari yang lain tanpa menggali lebih dalam

tentang alasannya dilihat dari segi-segi spesifik yang berhubungan dengan

pekerjaan.Sebagai satu alternatif, anda dapat membandingkan jabatan-jabatan

dengan berfokus pada faktor-faktor dasar ertentu yang dianut bersama. Dalam

managemen kompensasi faktor-faktr dasar inilah yang disebut faktor-faktor yang

dapat dikompensasikan.

Perencanaan dan persiapan untuk evaluasi jabatan umumnya merupakan satu

proses penilaian yang menuntut kerjasama yang erat antara penyelia, spesialis

personil dan karyawan serta perwakilan serikat buruh mereka. Langkah pertama

yang tercakup meliputi meliputi pengidentifikasian kebutuhan untuk program

mendapatkan kerjasama dan selanjutnya memilih satu komite evaluasi lalu akhirnya

melakukan evaluasi jabatan aktual. Selanjutnya membuat karyawan bekerjasama

untuk evaluasi adalah langkah kedua yang penting. Anda dapat mmberitahu

karyawan bahwa hasil dari program evaluasi jabatan yang akan datang , keputusan

tarif upah tidak lagi diambil oleh tingkah managemen sehingga evaluasi jabatan akan

memberikan suatu mekanisme yang mempertimbangkan keluhan-keluhanyangmereka ungkapkan, dan bahwa tidak ada tarif karyawan sekarang ini yang akan

dipengaruhi secara merugikan , sebagai hasil adari evaluasi jabatan.

Berikutnya pilihlah sebuah komite evaluasi jabatan, dan ada dua alasan untuk itu,

pertama, komite hendaknya membidik titik pandangan dari beberapa orang yang

akrab dengan jabatan yang dibicarakan masing-masing orang itu mungkin

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 16: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 16/254

mempunyai perspektif yang berbeda tentang sifat dari pekerjaan, kedua yaitu

dengan mengandalkan bahwa komite itu terdiri dari sekurang-kurangnya sebagian

dari karyawan , pendekatan komite dapat membantu memastikan penerimaan yang

lebih besar dari karyawan atas hasil evaluasi karyawan.

Komite evaluasi menjalankan tiga fungsi utama : pertama, komite biasanya

mngidentifikaskan 10 sampai 15 jabatan tolak ukur kunci. Ini akan merupakan

 jabatan-jabatan pertama yang dievaluasidan akan berfungsi seagai jangkar tolok

ukur yang terhadapnya arti atau nilai relatif dari semua jabatan / pekerjaan lain dan

diperbandingkan.

Metode peningkatan evaluasi jabatan yang paling sederhana memeringkatkan

masing-masing jabatan dalam hubungan dengan jabatan-jabatan lain, biasanya

didasarkan pada beberapa faktor keseluruhan seperti “ kesulitan pekerjaan “ ada

beberapa langkah dalam metode pemeringkatan jabatan

1. Dapatkan informasi jabatan. Analisis jabatan adalah langkah pertama uraian

 jabatan untuk masing-masing jabatan dipersiapkan dan ini biasanya merupakan

basis untuk membuat pemeringkatkan

2 Pilihlah penilai dan jabatan yang mau dinilai. Sering tidak praktis membuat satu

pemeringkatan saja atas semua jabatan dalam sebuah organisasi . prosedur yang lebih

lazim adalah memeringkatkan jabatan atau dalam kelompok ( seperti karyawan pabrik

atau pegawai )

3 Memeringkatkan jabatan. Selanjutnya pekerjaan atau jabatan diperingkatkan.

Cara yang paling sderhana adalah memberikan masing-masing penilai satu perangkat

kartu indeks, masing-masignya berisi satu dskripsi singkat tentang suatu jabatan. kartu-

kartu ini kemudian diperingkatkan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

beberapa manager mengunakan pemeringkatan yang paling tinggi. Beberapa manajer 

menggunakan metode pemeringkatan alternasi untuk membuat prosedur lebih cermat.

4 Mengkombinasikan penilaian. Biasanya beberapa penilai memeringkatkan

 jabatan secara independen. Selanjutnya komite penilaian atau majikan dapat secara

sederhana merata-ratakan peringkat.Pro dan kontra ini merupakan metode evaluasi jabatan paling sederhana juga

paling mudah untuk dijelaskan. Dan itu biasanya menghabiskan lebih sedikit

waktu untuk penyelesaian ketimbang metode lain.

Metode evaluasi klasifikasi (atau penentuan tingkatan) jabatan klasifikasi jabatan

adalah satu metode sederhana yang luas digunakan pada metode ini jabatan-

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 17: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 17/254

 jataban dikategorisasikan kedalam kelompok-kelompok. Kelompok-kelompok itu

disebut kelas jika berisi jabatan-jabatan yang sama, disebut tingkatan jika berisi

 jabatan-jabatan yang sama dalam kesulitan tapi sebenarnya berbeda.

 Ada beberapa cara untuk mengkategorisasikan jabatan. Yang satu adalah

menyusun uraian kelas (analog dengan uraian jabatan) dan menempatkan

 jabatan-jabatan kedalam kelas-kelas berdasarkan hubungan kelas-kelas tersebut

dengan uraian-uraian masing-masing kelas (misalnya, seberapa indevendennya

penilaian, keterampilan, usaha fisik, dll). Yang dituntut oleh kelas jabatan-jabatan

itu ?. selanjutnya jabatan atau pekerjaan itu dikategorisasikan menurut aturan ini.

Prosedur yang biasa adalah memilih faktor-faktor yang dapat dikonpesasikan

dan selanjutnya mengembangkan kelas atau uraian tingkatan yang

menggambarkan masing-masing kelas dari segi jumlah atau level faktor-faktor 

yang dapat dikonvensasikan dalam catatan.

Tingkat Definisi

GS – 1

GS – 2

GD – 3

Termasuk kelas-kelas dari posisi / kedudukan yang tugas-tugasnya

adalah melaksanakan, dibawah supervisi dekat, dengan sedikit

atau tanpa ruang gerak untuk pelaksanaan pertimbngan

independen :kerja rutin paling sederhana di kantor, bisnis, atau

operasi fiskal ; atau kerja elementer dari sebuah karakter tehnik

bawahan dalam sebuah bidang profesional, ilmiah atau tehnik.

Meliputi kelas-kelas dari posisi yang tugas-tugasnya adalah :

menjalankan, dibawah supervisi dekat, dengan ruang gerak

terbatas untuk latihan tentang pnilaian independen, kerja rutin

dikantor, bisnis atau operasi fiskal, atau kerja tehnik bawahan

sebanding dengan dari lingkup yang terbatas dalam sebuh bidang

profesional, ilmiah, atau tehnik yang menuntut beberapa pelatihan

atau pengalaman ; atau menjalankan pekerjaan lain dengan arti

penting, kesulitan dan tanggung jawab yang sama serta menuntut

kualifikasi yang sebanding.

Mencakup kelas-kelas posisi yang tugasnya adalah :

menjalankan, dibawah supervisi umum atau dekat,pekerjaan yang

agak sulit dan menuntut pekerjaan di kantor, operasi bisnis atau

fiskal , atau kerja tehnik yang sebanding dari lingkup terbatas

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 18: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 18/254

GS – 4

dalam bidang profesional, ilmiah atau tehnik yang menuntut dalam

hal apa saja suatu pelatihan atau pengalaman pengetahuan aktif 

tetang pokok persoalan khusus; atau latihan yang sedemikian luas

atas pertimbangan independen sesuai dengan kebijakan ,

prosedur, dan tehnik yang dibangun dengan baik; atau

menjalankan pekerjaan lain yang arti pentingnya , kesulitan ,dan

tanggung jawabnya sama serta mnuntuit kualifikasi yang

sebanding.

Mencakup kelas-kelas dari posisi yang tugas-tugasnya adalah :

menjalankan, dibawah supervisi dekat atau umum, pekerjaan yang

tidak terlalu sulit dan tidak banyak menuntut tanggung jawab di

kantor bisnis an operasi fisik atau kerja tehnik bawahan yang

sebanding dalam satu bidang profesional, ilmiah atau tehnik yang

menuntut dalam hal apa saja.

(i) tidak terlalu banyak pelatihan dan penyeliaan kecil atau

pengalaman lainnya ;Metode point dari evaluasi jabatan adalah satu teknik evaluasi jabatan yang lebih

kuantitatif metode itu mencakup pengidentifikasian (1) beberapa faktor yang

dapat dikompensasikan, masing-masing memiliki berapa tingkat juga. (2)

sampai tingkat mana faktor-faktor ini ada dalam jabatan. Dengan demikian

andaikan bahwa ada lima tingkatan yang dapat terkadung dalam jabatan atau

pekerjaan seorang majikan.

Metode evaluasi jabatan perbandingan faktor metode perbandingan faktor 

adalah juga satu tehnik kuantitatif dan menuntut adanya keputusan mengenai

 jabatan mana yang memiliki faktor yang dapat dikonpensasi terpilih.

Langkah 3

Pengelompokkan jabatan serupa kedalam tingkatan upah.

Begitu satu metode evaluasi jabatan digunakan menetapkan nilai relatif dari

masing-masing jabatan, komite dapat beralih ketugas untuk menetapkan tarif 

upah untuk masing-masing jabatan namun komite biasanya pertama-tama ingin

mengelompokkan jabatan-jabatan kedalam tingkatan upah.

Suatu tarif upah terdiri dari jabatan-jabatan dengan kesulitan atau arti penting

yang hampir sama sebagaimana ditetapkan oleh evaluasi jabatan, jika metode

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 19: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 19/254

point yang digunakan maka tingkat pembayaran terdiri dari jabatan-jabatan yang

termasuk kedalam satu kisaran point jika rencana pemeringkatan digunakan,

tingkatan terdiri dari semua jabatan yang masuk kedalam dua atau tiga

peringkat. Jika sistem klasifikasi yang digunakan, maka jabatan-jabatan sudah

klasifikasikan kedalam kelas atau tingkatan. Jika metode perbandingan faktor 

yang digunakan, maka tingkatan akan terdiri dari kisaran khusus tarif 

pembayaran.

Langkah 4

Penetapan upah untuk masing-masing tingkatan kurva upah

Kurva upah melukiskan secara grafis tarif upah yang dewasa ini dibayar untuk

 jabatan-jabatan dalam masing-masing tingkatan upah, berhubungan dengan titik

atau peringkat yang ditetapkan pada setiap jabatan atau tingkat oleh evaluasi

 jabatan.

Langkah 5

Cocokkanlah dengan baik tarif upah anda. Mencocokkan yang baik mencakup

memperbaiki tarif diluar garis dan biasanya mengembangkan kisaran tarif .

Mengembangkan kisaran tarif kebanyakan majikan tidak harus membayar harga

tarif untuk semua jabatan dalam satu tingkatan upah tertentu. Sebaliknya mereka

mengembangkan kisaran tarif untuk masing-masing tingkatan sehingga bisa saja

misalnya ada sepuluh tingkatan atau langkah dan tarif biaya yang berhubungan

dalam masing-masing tingkatan pembayaran.

 Ada beberapa manfaat dalam menggunakan kisaran tarif untuk masing-masing

tingkatan upah. Pertama, majikan dapat mengambil satu pendirian yang lebih

fleksibel dengan pasar tenaga kerja.

Tarif upah juga memungkinkan anda mengurus perbedaan kinerja antara

karyawan dalam tingkatan yang sama atau antara karyawan dengan senioritas

yang berbeda. Memperbaiki tarif luar garis, tarif rata-rata untuk sebuah jabatan

bisa jatuh jauh diluar garis kurva atau jauh diluar kisaran tarif untuk tingkatannya.

Karyawan yang diupah terlalu rendah hendaknya ditingkatkan upahnya sampaiminimum dari kisara tarif untuk tingkatan upah mereka.

Kecenderungan terhadap konpensasi dewasa ini.

Upah berdasarkan keterampilan. Menurut seorang ahli ada beberapa perbedaan

kunci antara upah berdasarkan keterampilan (SBP : Skill based pay) dan upah

bedasarkan jabatan (JBP : Job based pay) yang didorong oleh evaluasi jabatan :

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 20: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 20/254

0 Testing kompetensi dengan JBP anda menerima upah yang dikaitkan pada

 jabatan anda lepas dari apakah anda mengembangkan atau tidak kompetensi yang

dikukuhkan untuk melakukan jabatan secara efektif. Dengan SBP , upah dasar anda

tidak dikaitkn pada jabatan, melainkan pada keterampilan anda. anda harus diberi

sertifikat sebagai berkopenten dalam ketrampilan yang dituntut oleh jabatan untuk

mendapatkan peningkatan upah efek dari perubahan jabatan. Denagn JBP upah anda

biasanya berubah secara otomatis bila anda beralih jabatan, dengan SPB tidak bisa

demikian.

1 Senioritas dan faktor-faktor lain. Upah dalam sistem JBP sering terikat pada

masa dalam tingkatan atau senioritas. Dengan kata lain semakin lama anda bertugas

semakin banyak anda mendapatkan upah lepas dari seberapa baiknya kinerja anda,

sistem SBP didasarkan pada keterampilan bukan senioritas.

2 Peluang kemajuan. Khususnya ( tetapi tidak slalu ) ada kecenderungan untuk

menjadi lebih berpeluang untuk menjadi menjadi lebih bepeluang untuk kemajuan

dengan rencana-rencana SPB ketimbang dengan rencana JBP karena fokus

keseluruhan perusahaan membangun ketrampilan. Akibat wajar dari ini adalah bahwa

SBP meningkatkan kelenuran organisasi dengan mempermudah karyawan untuk

bergerak dari jabatan ke jabatan dari ketrampilan mereka ( dan dengan demikian upah

mereka ) bisa diterapkan pada lebih banyak jabatan dan dengan demikian lebih bisa

berpindah-pindah.

SDM dan Organisasi yang Tanggap

Broadbanding

Broadbanding berarti menghancurkan tingkatan dan kisaran upah mejadi hanya

beberapa level yang luas atau “band”, masing-masingnya selanjutnya memuat

kisaran jabatan dan level gaji yang lebih luas

Kuntungan dasarnya adalah bahwa ”broad” banding itu menyuntikkan lebih

besar kelenturan ke dalam kompensasi karyawan. Broadbanding itu pantas bagi

perusahan yang merampingkan hirarki dan organisasi merekadi sekeliling yang

mengelola diri sendiri. Kelompok gaji luas yang baru dpat meliputi baik penyeliamaupun bawahan dan dapat juga mempermudah pmindahan karyawan kecil

keatas dan kebawah skala upah tanpa disertai peningkatan promosi atau

pemotongan upah karena demosi.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 21: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 21/254

Broadbanding juga mduh karena jenis-jenis jabatan yang kurang terspesialisasi,

tidak ada batasnya danorganisasi yang dirangkul oleh banyak perusahaan

seperti general electric.

Mengapa rencana evaluasi jabatan masih digunakan secara luas.

 Ada beberapa alasan untuk ini. Para penganjur berpendapat bahwa perbedaan

individual dalam perolehan ketrampilan dapat dipertimbangkan bahkan bila

rencana jenis point digunakan, karena kebanyakan perusahaan menggunakan

kisaran gaji untuk membuat kelmpok-kelompok jabatan yang serupa. Kisaran gaji

ini sering mencerminkan perbedaan dalam ketrampilan yang didapat oleh orang

yang berlainan yang mungkin bekerja pada jabatan yang sangat serupa.

Pembela evaluasi jabatan juga berargumentsi bahwa uraian jabatan bukanlah

suatu pebatasan jabatan, karena sebenarnya naif untk percaya bahwa karyawan

secara otomatis membatasi perilakumereka pada apa yang tertulis diatas

sepotong kertas

Selanjutnya tidak ada upah yang didasarkan ketrampilan dan juga tidak ada

upah yang berdasarkan pasaran yang secara keseluruhan meniadakan perlunya

mengevaluasi nilai suatu jabatan berhubungan dengan jabatan lain.

5.Penentuan Tingkat Upah

Penentuan tingkat upah adalah dilakukan setelah evaluasi jabatan dan survei

maka ditentukanlah tingkat upah yang menciptakan keadilan internal dan

eksternal.

MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN

MODUL 3

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 22: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 22/254

AZAS MENETAPKAN UPAHFAKTOR PENENTUAN UPAH

*

*

*

*

*

*

Disusun oleh:

Yanuar,SE.MM

PERKULIAHAN SABTU MINGGU

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MERCUBUANA

Tujuan perkulihan pada tatap muka ke 3 ini adalah:

1.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti azas dalam penentuan upah

2. Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti faktor penentuan upah minimum

Tujuan Pemberian Gaji dan Upah

a. Ikatan Kerjasama

Dengan pemberian gaji/upah terjadilah ikatan kerjasama formal antara

pemilik/pengusaha dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 23: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 23/254

tugasnya dengan baik, sebaliknya pemilik/pengusaha wajib membayar gaji/upah

sesuai dengan perjanjian yang disepakati

b. Kepuasan Kerja

Dengan gaji./upah karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik,

status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja

c. Pengadaan Efektif 

Jika gaji/upah ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang berkualitas

untuk perusahaan akan lebih mudah

d. Motivasi

Jika gaji/upah yang diberikan cukup besar, manajer mudah memotivasi

bawahannya.

e. Stabilitas Karyawan

Dengan gaji/upah atas pripsip adil dan layak secara internal dan eksternal

gejolak karyawan akan lebil kecil serta turn over rendah

f. Disiplin

Dengan pemberian gaji/upah yang cukup besar maka disiplin karyawan akan

lebih baik

g. Pengaruh Serikat Kerja

Dengan program gaji/upah yang baik pengaruh serikat kerja dapat dihindarkan

dan karyawan akan berkonsentrasi dalam bekerja.

h. Pengaruh Asosiasi Sejenis/Kadin

Dengan program gaji./upah atas prinsip adil dan layak secara eksternal

kompettitf maka turn over karyawan dapat ditekan.

i Pengaruh Pemerintah

Jika program upah dan gaji sesuai dengan undang-undang perbandingan yang

berlaku (seperti batas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat

dihindarkan.

 Azas-Azas Dalam Penentuan Gaji dan Upah

a. Azas KeadilanBesarnya gaji dan upah yang dibayar kepada setiap karyawan harus disesuaikan

dengan hal-ahal sebagai berikut: prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko

pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerjaan, dan memenuhi persyaratan

internal konsistensi. Dengan asas adil akan tercipta suasana kerja sama yang

baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas, dan stabilitas karyawan akan lebih baik.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 24: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 24/254

b. Azas Layak dan Wajar 

Upah yang diterima setiap karyawan harus memenuhi eksternal konsistensi yang

berlaku. Manajer HRD harus selalu memantau dan menyesuaikan gaji dan upah

agar sesuai dengan eksternal konsistensi yang berlaku

Faktor-Faktor yang Menentukan dalam Perencanaan dan Penentuan

a. Tingkat yang lazim, Tingkat upah dan gaji biasanya sangat tergantung pada

ketersediaan (supply) tenaga kerja di pasar tenaga kerja dan permintaan tenaga

kerja

b. Serikat Pekerja

Faktor yang cukup menentukan dalam menetapkan gaji dan upah dapat melebihi

nilai gaji berdasarkan dari segi analisis jabatan

c. Pemerintah

Pemerintah mempunyai kekuasan yang besar dalam mengatur perusahaan-

perusahaan seperti: menentukan tingkat upah minimum, jam kerja standar, dan

tunjangan yang harus dipatuhi oleh pengusaha.

d. Kebijakkan dan Strategi Penggajian

Kebijakan penggajian yang dipakai perusahaan seperti menetapi gaji diatas

harga pasar untuk menghadapi persaingan, memperhatikan tuntutan serikat

kerja untuk mencegah terjadinya kerusuhan

e. Faktor Internasional

Untuk perusahaan multinasional menetapkan gaji yang berbeda pada negara

yang berbeda yang disesuaikan dengan situasi di negara yang bersangkutan

f. Biaya dan Produktivitas

Tenaga kerja merupakan salah satu komponen yang sangat berpengaruh

terhadap harga pokok barang. Tinggi rendah harga pokok akan mempengaruhi

penjualan dan keuntungan.

Upah Minimum Provinsi/Kabupaten

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentangKETENAGAKERJAAN pasal 88

(1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 25: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 25/254

(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah menetapkan

kebijakan penmgupahan yang melindungi pekerja/buruh

(3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) meliputi:

0 upah minimum

1 upah kerja lembur  

2 upah tidak masuk kerja karena berhalangan

3 upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya

4 upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya

5 bentuk dan cara pembayaran upah

6 denda dan potongan upah

7 hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah

8 Struktur dan skala pengupahan yang yang proporsional

9 Upah untuk pembayaran pesangon dan

10 Upah untuk perhitungan pajak penghasilan

Sejumlah undang-undang menetapkan apa yang harus dibayar oleh pengusaha

yang terdiri dari upah minimum, tarif lembur dan tunjangan hal ini terlihat pada:

Kebijakan upah minimum mulai ditetapkan di Indonesia pada awal tahaun 1970-an

(Awal Pemerintahan Orde Baru) sampai tahun 1980-an kebijakkan ini tidak efektif 

karena upah minimum pada saat itu rendah sekali dan pekerja di lapangan kerja

formal yang memperoleh upah di bawah upah minimum sangat sedikit. Selain itu

serikat buruh sangat dikendalikan oleh pemerintah dalam menyuarakan aspirasinya.

Pada tahun 1980-an pemerintah mengeluarkan kebijakkan agar penentuan upah

minimum di seluruh wilayah Indonesia menggunakan ukuran Kebutuhan Fisik

Minimum (KFM) yaitu kalori yang dibutuhkan seorang buruh dalam satu hari sebesar 

2600 kalori per hari. Guna meningkatkan kesejahteraan pekerja KFM diganti oleh

ukuran Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang memuat ukuran kebutuhan pangan,

pakaian, perumahan, kesehatan dan rekreasi (Bambang, 2004)Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: KEP-

81/M/BW/1995 tentang Penetapan Komponen Biaya Hidup Minimum bahwa

kebijaksanaan pengupahan dan penggajian didasarkan pada kebutuhan hidup,

pengembangan diri dan keluarga tenaga kerja dalam system upah yang tidak

menimbulkan kesenjangan sosial dengan mempertimbangkan prestasi kerja dan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 26: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 26/254

nilai kemanusiaan yang menumbuhkan harga diri. Bahwa komponen Kebutuhan

Fisik Minimum (KFM) sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hidup pekerja oleh

karena itu perlu dikaji dan disempurnakan menjadi Komponen Kebutuhan Hidup

Minimum Pekerja KHMP atau disebut juga Kebutuhan Hidup Minimum (KHM).

Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan

dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi

Idem pasal 89 ayat (1) upah mnimum dimaksud dapat terdiri atas:

0 upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota

1 upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota

Idem ayat (3) upah minimum sebagai dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh

Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi

dan/atau Bupati/Walikota

Seperti terlihat pada table berikut ini:

Tabel:

DAFTAR ISI KEBUTUHAN HIDUP MINIMUM UNTUK PEKERJA LAJANG

DALAM SEBULAN DENGAN 3000 KALORI PERHARI

NO Keperluan Mutu

Jenis

Konsumsi

Perbulan

Harga

Satuan (Rp)

Nilai

perbulan

I Makanan&minuman

1.Beras

2.Sumber protein

0 Daging

1 Ikan segar  

2 Telorayam

3.Kacang-kacangan

4.Gula

5.Minyak Goreng

6.Sayuran

7.Buah-buahan

8.Sumber karbohidrat

9.Teh

10. Kopi

11.Bumbu-bumbuan

Kw

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 27: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 27/254

Perumahan&Fasilitas

12.Sewa rumah

13.Dipan/tempat tidur 

14.Kasur & bantal

15.Seprei&srg bantal

16.Meja dan kursi

17.Piring makan

18.Gelas minum

19.Sendok dan garpu

20.Ceret Alumunium

21.Wajan Alumunium

22.Panci Email

23.Kompor minyak

tanah

24.Minyak tanah

25.Ember plastik

26.Tikar plastik

27.Listrik

28.Bohlam 3 a 25 watt

 Adanya perbedaan harga barang dan jasa pada setiap daerah atau provinsi yangmenyebabkan terjadi perbedaan biaya hidup maka besarnya upah minimum

ditetapkan berbeda antar daerah.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.Per.01/MEN/1999 yang

dimaksud dengan upah minimum adalah upah pokok ditambah dengan tunjangan

tetap dengan kebutuhan upah pokok serendah-rendahnya 75% dari upah minimum.

Pengertian upah pokok sebagaimana diatur dalam SE-07/MEN/1990 adalah imbalan

dasar yang dibayar kepada pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang

besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan.Pengertian tunjangan tetap adalah suatu pembayaran yang diatur berkaitan dengan

pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya serta

dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok,

misalnya mingguan atau bulanan, tanpa dikaitkan dengan kehadiran atau

prestasi/produktivitas tertentu. Dengan demikian tujangan tetap bukan insentif. Jenis

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 28: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 28/254

tunjangan tetap ini dapat dengan berbagai macam sebutan, seperti: tunjangan

makan, tunjangan keluarga, tunjangan sakit dan lain-lain sepanjang memenuhi

pengertian trersebut diatas.

Contoh: DKI Jakarta, besarnya UMP adalah Rp.38.904,102,- per hari maka

besarnya upah pokok, minimal Rp.29.178.144,- ditambah tunjangan tetap, maksimall

sebesar Rp9.725,958.,- apabila tunjangan tetap lebih besar dari Rp.9.725,958,-maka

upah pokok tidak boleh kurang dari Rp. 29.178.144 -,-sehingga upah pekerja lebih

besar dari UMP

Namun demikian perlu diperhatikan bahwa:

0 Dengan adanya kenaikan UMP, maka tidak boleh dilakukan pergeseran

tunjangan tidak tetap (yang sebelumnya telah diberikan) menjadi tunjangan tetap

dengan tujuan memenuhi UMP.

1 Tunjangan yang selama ini telah diberikan, tetap menjadi hak pekerja dan

harus diberikan.

2 Khusus mengenai tunjangan transport, walaupun diberikan sebaiknya

tidak dimasukan ke dalam komponen upah.

Perkembangan Kebijakan Upah Minimum

Upah minimum riil, yaitu upah minimal yang disesuaikan dengan inflasi, dari tahun

1991 sampai dengan terjadinya krisis tahun 1997 meningkat secara rata-rata lebih

dari 10 % per tahun. Pada saat perekonomian tumbuh dengan tinggi, peningkatan

upah minimum yang relatif cepat memang diinginkan untuk meningkatkan kesejah

teraan pekerja. Dengan kenaikan tersebut tingkat upah minimum di berbagai

propinsi telah mendekati kebutuhan hidup minimum yaitu sekitar 95 % dari KHM,

namun menurun lagi setelah terjadi krisis ekonomi. Selanjutnya dalam upaya

mempertahankan pendapatan pekerja, upah minimum ditingkatkan lagi. Pada tahun

2000 upah minimum nominalsecara nasional rata-rata meningkat sekitar 30 %,

sedangkan secara riil meningkat dengan 16 % ,bahkan beberapa daerah meningkat

dengan tajam. Dengan kenaikan tersebut, upah minimum yang diperkirakanmencapai 70 % dari KHM pada tahun 1999, meningkat menjadi sekitar 85 % pada

ahun 2000. dengan adanya peningkatan upah minimum rata-rata 20 % pada tahun

2001, dierkirakan upah minimum akan mendekati 90 % dari KHM. Bahkan ada

beberapa daerah, seperti DKI Jaya, upah minimumnya dapat melampaui KHM. Upah

minimum di DKI Jaya secara riil meningkat lebih besar dibandingkan rata-rata

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 29: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 29/254

nasional pada 2001. peningkatan upah minimum yang terlalu cepat tanpa dibarengi

dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi berpotensi mengurangi kesempatan kerja.

Distribusi upah pekerja selama tahun 1988 – 2000 mnunjukkan bahwa pada awal

1990an upah minimum belum meningkat. Upah pekerja “kerah biru” dilapangan

formal hampir semuanya berada diatas upah minimum. Kesimpulan ini didukung

oleh analisa kualitatif hasil survei yang menyimpulkan kurang dari 30 % pekerja

memperoleh upah dibawah upah minimum. Peningkatan ketentuan upah minimum

secara teratur sepanjang dasawarsa 1990an membuat upah minimum menjadi

meningkat. Sejak masa krisis, upah minimum menjadi meningkat untuk hampir 

semua pekerja “ kerah biru” formal perkotaan. Karena,upah minimum sudah setara

dengan upah rata-rata di pasar kerja. Sehingga,kenaikan lebih lanjut upah minimum

akan membuat upah meningkat lebih cepat dari produktivitas pekerja formal di

perkotaan. Peningkatan upah minimum yang terus mnerus mengakibatkan upah

meningkat lebih cepat daripada peningkatan produktifitas pekerjanya. Dengan kata

lain, tingkat upah minimum berada di atas keseimbangan tingkat upah yang terjadi di

pasar tenaga kerja. Pekerja yang diberhentikan dapat menjadi penganggur atau

mencari pekerjaan di lapangan kerja informal dengan upah yang lebih

rendah.pekerja yang kehilangan pekerjaan formal ini kehilangan akses terhadap

berbagai macam jaminan, seperti jaminan kesehatan, jaminan tenaga kerja dan

 jaminan lainnya. Selain itu, peningkatan upah minimum mempunyai dampak yang

besar pada kesempatan kerja kelompok-kelompok pekerja tertentu, seperti pekerja

wanita, pekerja usia muda, dan pekerja kurang terdidik dari penelitian tersebut

secara umum diperkirakan, peningkatan upah minimum riil sebesar 30 % ( ceteris

 paribus ) akan mengurangi kesempatan kerja formal sebesar 3,3 %. sedangkan bila

dilihat dampaknya untuk kelompok pekerja tertentu, dengan kenaikan upah minimum

riil sebesar 30 % akan mengurangi kesempatan kerja sebesar 6 %. Analisa kualitatif 

 juga mendukung kesimpulan ini. Meningkatnya upah minimum memaksa banyak

perusahaan memberhentikan pekerjanya. Pekerja tersebut kebanyakan pindah

menjadi pekerja informal. Dengan demikian peningkatan upah minimum tidak sajamengurangi kesempatan kerja di lapangan kerja formal, tetapi juga berakibat buruk

bagi pendapatan kerja informal sebagai akibat meningkatnya kompetisi paar tenaga

kerja di lapangan kerja informal tersebut. Diperkirakan peningkatan10 % upah

minimum riil menurunkan pendapatan pekerja informal sekitar 1-4 %.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 30: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 30/254

Peningkatan upah minimum memberatkan perusahaan kecil. Akibat kenaikan upah

minimum secara terus menerus, pada tahun 2000 upah minimum mencapai dua kali

tingkat rata-rataupah pekerja di perusahaan-perusahaan kecil. Dari hasil

pemeriksaan analisa kualitatif terlihat pula bahwa lebih dari 60 % pekerja di

perusahaan kecil memperoleh upah dibawah upah minimum. Dengan demikian, jika

perusahaan-perusahaan kecil tersebut dipaksa untuk mengikuti ketentuan upah

minimum, banyak perusahaan kecil mendapatkan kesulitan untuk bisa “bertahan

hidup”. Sebaiknya, jika perusahaan kecil diberikan kelonggaran untuk tidak

mengikuti ketentuan upah minimum, hal ini dapat berakibat adanya struktur upah

yang dualistik antara perusahaan kecil dan besar. Selanjutnya , struktur upah

dualistik seperti ini dapat menimbulkan masalah baruseperti meningkatnya migrasi

dari desa kekota yang pada gilirannya mengakibatkan pekerja membanjiri lapangan

kerja informal di perkotaan. Hal ini disebabkan karena lapangan kerja formal di

perkotaan yang memberikan upah relatif tinggi juga terbatas kemampuannya dalam

menyerap tenaga kerja.

Penetapan Upah Melalui Perundingan Langsung Bipatrit

Seperti yang kita ketahui, setiap tahun pemerintah menaikkan upah minimum.

Untuk tahun 2004, misalnya pemerintah DKI Jakarta mengumumkan kenaikan upah

minimum sebesar 6,3 % berdasarkan perkiraan laju inflasi rata-rata tahun 2004

sebesar 6,5 %. Secara nominal hal ini berarti bahwa upah minimum DKI Jakarta

untuk tahun2004 lbih tingi Rp. 40.000 ( empat puluh ribu rupiah ) daripada upah

minimum tahun sebelumnya. Kelihatannya hal ini memang merupakan suatu

kenaikan. Tetapi secara riil, sesungguhnya tidak ada kenaikan. Yang sebenarnya

terjadi hanyalah penyesuaian, yaitu penyesuaian tingkat upah tahun berjalan

sebagai kompensasi perkiraan meningkatnya biaya hidup.

Sensus penduduk menunjukkan bahwa buruh yang sudah berkeluarga rata-rata

mempunyai tiga orang anak.eorang buruh di Jakarta mempunyai seorang istridan

tiga orang anak tentu saja tidak dapat hidup secara layak denan upah minimum DKI

sebesar Rp. 6.71.00 perbulan. Dengan kata lain, penghasilannya pas-pasan ajaatau sekedar cukupuntuk bertahan hidup.mungkin ia dapat menghidupi luarganya ,

tetapi tidak akan mamu menyekolahkan anak-anaknya, apalagi membiayai pedidikan

mereka sampai tamat SLTA. Ia juga tidak akan mempunyai cukup uang untuk

membeli barang-barang diluar kebutuhan pokok dan mengajak keluarganya

berekreasi, apalagi menabung. Jadi, tuntutan buruh untuk dapat mendapatkan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 31: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 31/254

kenaikan upah yang lebih tinggi dari pada upah minimum sebenarnya merupakan

hal yang wajar.

Penetapan upah minimum saat ini sangat tidak adil.

Mengapa tidak adil ? karena penetapan upah minimum cenderung hanya

menguntungkan perusahaan-perusahaan besar dan kuat tetapi merugikan

perusahaan –perusahaan kecil dan sektor informal.

Mengapa menguntungkan perusahaan-perusahaan besar ? karena sekaligus tingkat

keuntungan yang mereka peroleh membuat mereka mampu membayar diatas upah

minimum yang ditetapkan pemerintah, perusahaan-perusahaan besar tetap saja

membiarkan upah buruh mereka selalu dengan tingkat minimum dengan dalih

bahwa hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan yang diberikan pemerintah

sendiri. Dengan kata lain, sekalipun perusahaan besar memperoleh kenaikan harga

sebesar 25 % misalnya, perusahaan tersebut tidak akan menaikkan upah buruhnya

sesuai dengan kenaikan upah yang ditetapkan pemerintah.

Upah minimum saat ini bukan lah upah yang layak.

Mengingat penetapan upah selalu didasarkan pada prinsip ‘minimum’ untuk

memenuhi kebutuhan pokok minimum pula, maka upah buruh dan hidup buruh akan

selalu berada dalam tingkat minimum, atau sekedar cukup untuk hidup. Hal ini tidak

sesuai dengan prinsip penetapan upah secara internasional sebagaimana yang

digariskan dalam rekomendasi ILO nomor 85 mengenai upah yang layak untuk

hidup. Upah harus dapat memenuhi kebutuhan hidup buruh dan keluarganya.

Tidak ada kaitan / hubungan yang kuat antara penetapan upah minimum,

produktifitas dan rasa kepemilikan terhadap tempat kerja.

Penetapan upah minimum membuat buruh tidak terdorong untuk meningkatkan

produktivitas dan disiplin kerja karena prestasi apapun yang mereka berikan tidak

akan secara langsung dan nyata menaikkan jumlah upah yang mereka terima

dikaitkan dengan naik turunnya produktivitas atau prestasi kerja mereka, karena hal

ini akan mendorong mereka untuk bekerja lebih giat dan produktif, selain membuat

mereka merasa menjadi bagian dari perusahaan tempat mereka bekerja.Penetapan upah minimum cenderung mendorong terjadinya korupsi.

Data pengupahan wilayah DKI Jakarta tahun 2001 meunjukkan bahwa hanya 51 %

perusahaan di Jakarta mampu membayar upah minimum sesuai ketentuan

pemerintah dan sisanya mengajukan permohonan untuk menunda pembayaran

upah minimum. Sementara itu, mayoritas perusahaan cenderung membuat

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 32: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 32/254

kompromi upah sendiri dengan serikat buruh . sebagian besar perusahaanternyata

masih membayar upah dibawah upah minimum yang ditetapkan pemerintah karena

mereka tidak dapat membayar sesuai dengan ketentuan .

Serikat buruh merasa kebijakan upah minimum dewasa ini kerap kali menjadi

pemicu timbulnya industrial. Penetapan upah minimum yang dilakukan secara

terpusat oleh pemerintah justru menghalangi tercapainya penetapan upah

berdasarkan kesepakatan bersama melalui perundingan bipatrit ditingkat

perusahaan, yang sebenarnya merupakan salah satu perwujudan hubungan

industrial yang sehat. Tingkat upah yang yang disepakati melalui perundingan

bipatrit adalah tingkat upah yang adil dan layak karena sama-sama diyterima oleh

kedua belah pihak dengan meggunakan produktivitas sebagai tolok ukur Artinya

buruh tidak dibayar terlalu rendah dan pengusaha tidak membayar terlalu tinggi

untuk tingkat produktivitas yang telah dicapai (Rekson Silaban 2004)

Mekanisme ini disusun berdasarkan dua prinsip utama. Prinsip pertama: penetapan

upah dilakukan melalui perundingan bersama di tingkat perusahaan. Prinsip kedua:

penetapan upah minimum berfungsi sebagai jaringan pangaman sosial untuk

melindungi buruh yang upahnya paling rendah, bukan untuk menggantikan

negosiasi upah antara serikat pekerja dan pengusaha.

Lima Faktor Untuk Dipertimbangkan Dalam Penetapan Upah

Dalam penetapan upah, Indonesia sebaiknya mengikuti rekomendasi konvensi ILO

nomor 85, dengan bertumpu pada lima faktor berikut :

0 Tingkat upah yang memungkinkan buruh memenuhi kebutuhan hidup minimum.

1 Indeks harga konsumen

2 Tingkat upah yang secara umum berlaku didaerah tertentu dan antar daerah.

3 Kondisi pasar kerja, dan tingkat perkembangan ekonomi dan pendapatan

4 perkapita .

MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 33: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 33/254

MODUL 4

STRUKTUR UPAH

*

*

*

*

*

*

Disusun oleh:

Yanuar,SE.MM

PERKULIAHAN SABTU MINGGU

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MERCUBUANA

Tujuan perkulihan pada tatap muka ke 4 ini adalah:

1.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti tentang struktur upah

2. Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti komponen dari struktur upah

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 34: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 34/254

Struktur Upah

1. Upah Satuan Waktu dan Upah Satuan Produk

Upah dapat ditentukan menurut satuan waktu (time rate) atau menurut satuan

produk yang dihasilkan (piece-rates). Upah menurut satuan waktu dapat

ditentukan dalam bentuk upah perjam, upah per hari, upah per minggu, upah

perbulan, atau upah pertahun.

Upah per jam, biasanya dipergunakan untuk pelaksanaan kegiatan yang sifatnya

tidak lama atau bersifat temporer seperti; konsultan, penceramah, tenaga bebas,

dan lain-lain. Upah per jam sering diberlakukan bagi pekerja paruh-waktu (part

timer).

Upah per hari, biasanya diberlakukan untuk pekerjaan yang sifatnya temporer 

atau yang dapat dilakukan oleh perkerjaan tidak tetap. Misalnya pekerjaan

bangunan, pekerjaan panen pertaniaan dan perkebunan.

Upah per minggu biasanya diberlakukan untuk pekerjaan temporer, akan tetapi

perlu dilakukan juga untuk pekerja yang sama secara menerus dalam beberapa

minggu. Misalnya membuka tanah perkebunan.

Upah per bulan, biasanya diberlakukan untuk pekerjaan yang sifatnya tetap.

Pekerja mempunyai ikatan kerja dalam waktu yang relatif lama atau tetap

sehiingga disebut juga pekerja atau pegawai tetap. Disamping upah biasanya

diberikan juga beberpa jenis tunjangan seperti; tunjangan istri, tunjangan anak,

tunjangan keahlian dan lain-lain. Seluruh penerimaan dalam satu bulan tersebut

dinamakan gaji.

Upah menurut satuan produk adalah imbalan yang diberikan kepada pekerja

untuk setiap jumlah tertentu produk yang dihasilkan. Imbalan itu dapat dalam

yang dihasilkan dan dalam bentuk jumlah uang. Yang pertama disebut dengan

upah bagi hasil. Misalnya dari setiap 100 kg padi yang dipanen, pekerja yang

bersangkutan memperoleh 10 kg. Upah satuan produk dalam bentuk uang

misalnya ditentukan:

- Rp 20.000 untuk setiap pemasangan tembok bata seluas 10 M2

- Rp 10.000 untuk setiap menjahit dan memasang 10 kantong baju

- Rp 15.000 untuk setiap terjemahan bahasa Indonesia ke bahasa Inggris

2. Gaji pokok dan tunjangan

Gaji pokok adalah gaji dasar yang ditetapkan untuk melaksanakan suatu jabatan

atau pekerjaan tertentu pada golongan pangkat dan waktu tertentu. Gaji pokok di

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 35: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 35/254

suatu perusahaan disusun menurut jenjang jabatan dan jenjang kepangkatan.

Jenjang jabatan mencerminkan intensitas syarat yang harus dipenuhi untuk

menjalankan jabatan tersebut. Jabatan yang menuntut persyaratan lebih berat,

disusun dalam jenjang jabatan lebih tinggi dengan gaji pokok yang lebih besar.

Jenjang kepangkatan mencerminkan pemenuhan kualifikasi seseorang. Orang

yang memiliki kualifikasi lebih tinggi diberikan golongan pangkat lebih tinggi serta

dianggap mampu menjalankan jabatan atau melaksanakan pekerjaan dengan

persyratan lebih berat dan sebab itu patut menerima imbalan yang lebih besar.

Sesuai dengan kondisi perusahaan masing-masing dan hubungan antara

pengusaha dan pekerja, pengusaha memberikan tunjangan dan fasilitas`antara lain:

a. Tunjangan kemahalan diberikan atas kompensasi laju inflasi dan atau angka

biaya hidup yang relatif tinggi di beberapa wilayn ah tertentu.

b. Tunjangan jabatan baik tunjangan jabatan struktural maupun tunjangan jabatan

fungsional

c. Tunjangan transpor 

d. Tunjangan perumahan

e. Tunjangan istri atau tunjangan suami

f. Tunjangan anak

g. Tunjangan pemeliharaan atau asuransi kesehatan

h. Tunjangan hari tua atau dana pensiun

i. Tunjang cuti

 j. Tunjangan hari keagamaan dan lain-lain

Beberapa tunjangan tersebut mempunyai kaitan langsung dengan pekerjaan

atau produk seperti tunjangan pemiliharaan kesehatan, tunjangan hari tua dan

tunjangan kemahalan.Bebrapa tunjangan mempunyai sifat penunujang seperti

transpor, tunjangan perumahan dan tunjangan cuti. Beberapa tunjangan hanya

mempunyai fungsi sosial seperti tunjangan istri atau suami, tunjangan anak dan

tunjangan hati keagamaan.

Bebrapa perusahaan memberikan tujangan tersebut secara tetap tanpamempertimbangkan kehadiran kerja bukan seperti tunjangan jabatan, tunjangan

pemeliharaan kesehatan, dan tujangan hari keagamaan. Terdapat juga beberapa

perusahaan memberikan tujangan secarta tidak tetap atau tergantung kepada

kehadiran bekerja seperti tunjangan transpor.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 36: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 36/254

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa upah bukan saja mempunyai

fungsi ekonomis yaitu sebagai imbalan atas jasa berkerja yang diberikan, akan

tetapi juga mempunyai fungsi sosial dan fungsi insentif atau pendorong bagi

pekerja untuk bekerja produktif.

Seluruh komponen upah atau gaji yang din yatakan dalam bentuk uang

dinamakan uapah atau gaji bruto. Dari upah atau gaji tersebut mungkin masih

dipotong pajak penghasilan dan iuran dana pensiun atau kewajiban lain. Setelah

pengurangan tersebut, pekerja akan menerima upah net atau upah yang dibawa

pulang kerumah dan dinamakan take-home pay.

Dari hasil laporan penelitian SMERU (SMERU research report) pada Juni

2001tentang kebijakan upahminimum di Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang,

Bekasi) dan Bandung diperoleh struktur upah sebagai berikut :

Tabel : 4.1 Komponen Upah Pekerja Pada Perusahaan Besar 

White-collar Workers Blue-collar Worker  Basic Wages -Basic Wages Basic Wages

Fixed Allowoances -Family Allowoances

- Transport Allowoances

- Extra Work Allowoances

Variable Allowoances -Work Premium

- Transport Allowance

- Meal Allowance

- Occupational Allowance

- Health Fund Allowance

-Social Security Allowance

-Weekday Overtime

-Sunday Overtime

-Holiday Overtime

-Meal Allowance

-Health Allowance

-Work-level Allowance

-Performance Bonus

-Special Task Allowance

-Extra-Work Allowance

-Coffee Allowance

-Shift Meal Allowance

-Transport Allowance

-Piece-Work Premium

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 37: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 37/254

Deductions -Transport eduction

-Work Premium Deduction

-Loan Deduction

- Health Fund Deduction

- Social Security Deduction

-Worker Union Fee

-Income Tax

-Social Security Deduction

-Income Tax

- Worker Union Fee

-Workers Welfare fund

3.Jenjang Jabatan

Jenjang jabatan adalah kelompok pekerjaan atau tugas-tugas dalam unit

organisasi yang dalam pelaksanaannya memerlukan syarat-syarat tertentu yang

sama atau hampir sama.Setiap organisasi atau perusahaan terdiri dari sejumlah kelompok pekerjaan

yang mempunyai syarat jabatan yang beberbeda. Syarat jabatan tersebut

mencerminkan sifat dan kompleksitas` pekerjaan.

Jenjang jabatan dapat disusun berdasarkan bobot syarat jabatan dari yang

tersederhana(terendah) hingga yang tersulit (tertinggi) dengan sifat perkerjaan

sebagai bderikut:

h. Sederhana dan lebih mengutamakan kegiatan fisik

i. Sederhana dengan aturan yang jelas, memerlukan latihan singkat dan

bimbingan teknis

 j. Jelas dan tidak kompleks, memerlukan pengetahuan khusus dan

kewaspadaan pribadi

k. Memerlukan pengaturan tersendiri, inisiatif pribadi dan pengetahuan teknis

terten tu, serta menuntut tanggung jawab pribadi

l. Mencakup beberapa pekerja yang saling terkait, kompleks, memerlukan

tanggung jawab pribadi dan pengawasan terhadap bawahan.

m. Mencakup koordinasi bebrapa fungsi dan pengawasan beberapa orang dan

beberapa unit kecil.

n. Mencakup perumusan kebijakan pelaksanaan pengawasan dan koordinasi

unit-unit.

4.Jenjang Kepangkatan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 38: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 38/254

Jenjang jabatan disusun berdasarkan kompleksitas jabatan dan tanggung jawab

yang dipikul oleh seorang dalam memangku atau menjalankan jabatan-jabatan tersebut.

Kompleksitas dan tanggung jawab jabatan melahirkan syarat jabatan yaitu kualifikasi

yang harus dimiliki seseorang supaya pantas atau cocok menjalankan jabatan tersebut.

Kualifikasi atau kemampuan seseorang melakukan pekerjaan dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan, akumulasi latihan dan pengalaman kerja

Jenjang kepangkatan menggambarkan kualifikasi yang dimiliki seseorang untuk

mengisi jabatan yang sesuai. Semakain tinggi pangkat seseorang , semakin tinggi

 jabatan yang dapat dijalankannya.

5. Penyusunan Skala Upah

Jenjang jabatan juga mencerminkan upaya yang perlu diberikan untuk menjalankan

 jabatan tersebut. Semakin tinggi jabatan, semakin besar upaya yang perlu dilakukan

dan sebab itu semakin besar imbalan atau upah yang harus diberikan

Dalam menyusun strutur dan skala upah, disamping jenjang jabatan dan kepangkatan,

perlu diperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut:

Pertama, upah sebagai imbalan atas jasa kerja harus mencerminkan keadilan, yaitu

bahwa upah tersebut harus sesuai atau sebanding dengan jasa kerja yang diberikan

oleh masing-masing pekerja dalam proses produksi. Mereka yang memberikan upaya

atau kontribusi lebih besar patut menerima upah yang lebih tinggi

Kedua, upah harus berimbang. Mereka yang menduduki jabatan yang serupa harus

menerima upah yang kira-kira sama.

Ketiga, upah harus dapat memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan kreluarganya

secara wajar 

Keempat, Sistem pengupahan harus memuat sistem insentif untuk mampu menarik

tenaga-tenaga berkualitas, mendorong peningkatan produktivitas kerja, menumbuhkan

motivasi dan kreativitas serta menurunkan tingkat pergantian atau perpindahan pekerja

(labor turn-over)

Kelima, sistem pengupahan harus mampu menjamin kelangsungan perusahaan.

Pengusaha tidak boleh membayar upah terus menerus lebih tinggi dari kemampuannyasehingga mengakibatkan pengusaha terus merugi.

Keenam, skala upah atau gaji pokok disusun konkordan dengan struktur jabatan dan

struktur kepangkatan.

Ketujuh, perlu dijaga keseimbangan antara gaji pokok, tunjungan-tunjangan dan

 jaminan lainnya

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 39: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 39/254

6. Tunjangan dan Jaminan Sosial

Tunjangan adalah suplemen terhadap upah atau gaji pokok dalam tiga fungsi, yaitu

berkaitan dengan pelaksanaan tugas, dalam rangka fungsi sosial dan sebagaik insentif.

Tunjangan yang berkaitan dengan dengan pelaksaan tugas adalah tunjangan jabatan,

baik struktural maupun fungsional. Misalnya lingkungan pegawai negeri tunjangan

strutural diberikan dalam jumlah tertentu seperti Kepala Bagian, Kepala sub Bagian.

Tungjangan fungsional diberikan karena sesuai dengan keahlian khusus yang dituntut

dalam pelaksanaan tugas jabatan tertentu, misalnya pengawas mutu produk (quality

control), guru, dosen, dokter dan lain-lain

Pejabat strutural dan pejabat pejabat fungsional biasanya tidak diberi upah lembur 

walaupun mereka bekerja melebihi jam yang ditentukan. Oleh karena itu tunjangan

 jabatan dapat pula dianggap sebagai kompensasi atas kelebihan waktu yang melebihi

 jam yang ditentukan.

Jaminan Sosial

Untuk menjalankan fungsi sosisal upah, dapat diberikan beberapa macam tunjangan

seperti tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan, tunjangan perumahan dan asuransi.

Tunjangan keluaraga mencerminkan fungsi sosial upah karena setiap keluarga

karena setiap pekerja adalah anggota keluarga dan mempunyai tanggung jawab

keluarga. Disamping itu, situasi dan kondisi ekonomi keluarga akan mempengaruhi

konsentrasi pekerja dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.

Tunjangan kemahalan diberikan dalam rangka menyesuaikan upah atau gaji dengan

perubahan harga dan perbedaan biaya hidup didaerah-daerah tertentu. Skala dan gaji

pokok biasanya disempurnakan dalam priode tertentu biasanya 5-10 tahun. Sebelum

menyusun skala gaji baru setiap tahun perlu diberikan tunjangan kemahalan yang

disesuaikan dengan perkembangan harga-harga, indeks harga konsumen atau inflasi.

Tunjangan kemahalan jaga bisa diberikan pada pekerja didaerah dengan biaya hidup

yang relatif tinggi.

Tunjangan Perumahan

Beberapa perusahaan memberikan tunjangan perumahan menurut kelompok jabatan seperti Rp 100.000,- per bulan bagi pegawai rendah sampai Rp 1,5 juta per 

bulan bagi Direktur Utama. Beberapa perusahaan lain memberikan tunjangan

perumahan sebagai prosentase gaji pokok dengan batas`maksimum misalnya 20

persen Gaji Pokok dengan maksimum Rp.1000.000 per bulan.

Jaminan Sosial

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 40: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 40/254

Sesuai dengan Undangn-undang No.3 tanggal 17 Pebruari 1992, program jaminan

sosial tenagakerja perusahaan diwajibkan mempunyai program jaminan sossial yang

mencakup:

a. Jaminan kecelakaan kerja

b. Jaminan kematian

c. Jaminan hari tua

d. Jaminan pemeliharaan kesehatan

Premi iuran jaminan kecelakaan kerja, iuaran jaminan kematian dan iuran jamiana

pemeliharaan kesehatan ditanggung oleh pengusaha dngusaha, sedangkan iuran

 jaminan hari tua ditanggung oleh pengusahaan dan pekerja.

Program pensiun sesuai dengan Undang-undang No. 11 tahun 1992, setiap

perusahaan diwajibkan memasukkan pekerjanya dalam program pensiun. Program

ini dapat dikelola oleh badan tersendiri yang didirikan oleh perusahaan atau lembaga

keuangan yang sudah ada

Dari hasil survei majalah Swa dan Hay Group 2005 diperoleh metode penetuan

elemen kompensasi pada tabel 4.2 berikut ini:

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 41: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 41/254

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

COMPENSATION ELEMENTS

Hay PointsUkuran atau nilai suatu pekerjaan secara spesifik ditentukan oleh Hay Annual Base SalaryGaji Bulanan sebanyak 12

kali ditambah bonus tetap, seperti THR, bonus akhir tahun, bonus

liburan, dan sebagainya Annual Total CashAnnual Base Salary

ditambah berbagai bonus variabel seperti komisi, bonus performa, bagi hasil, insentif jangka pendek dllGuaranteed Cash Annual Base

Salary ditambah Fixed Cash Allowances atau berbagai tunjanganseperti uang transportasi, makan, perumahan, biaya hidup dllAnnual Total EarningsAnnual Total Cash ditambah Fixed Cash

Allowances atau berbagai tunjangan seperti uang transportasi,

makan, perumahan, biaya hidup dllAnnual TotalRemunerationsGabungan Annual Total Earning dan biaya-biaya

yang dikeluarkan perusahaan untuk benefit karyawan seperti mobil

kantor, keanggotaan klub,kesehatan dan dana pensiun Annual Total

Employment Cost Annual Total Remunerations Cost ditambahdengan jaminan Sosial Tenaga Kerja(Jamsosotek)

Page 42: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 42/254

MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN

MODUL 5

INSENTIFMETODE PEMBAGIAN KEUNTUNGAN

*

**

*

*

*

Disusun oleh:Yanuar,SE.MM

PERKULIAHAN SABTU MINGGU

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MERCUBUANA

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 43: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 43/254

Tujuan perkulihan pada tatap muka ke lima ini adalah:

1.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti jenis-jenis insentif 

2. Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti penentuan metode pembagian hasil

Insentif dan Pembagian Keuntungan

Difinisi: Insentif adalah bentuk pembayaran yang dikaitkan dengan kinerja dan

gainsharing, sebagai pembagian keuntungan bagi karyawan akibat peningkatan

produktivitas atau penghematan biaya

Program Insentif 

Insentif yang diterima setiap karyawan dalam bekerja terdiri dari:

a. Piecework

Insentif yang diberikan berdasarkan jumlah output atau barang yang dihasilkan

pekerja

b. Production Bonus

Tambahan gaji yang diterima berdasarkan hasil kerja yang melebihi standar 

yang ditentukan yang dihitung berdasarkan tingkat tariff tertentu untuk masing-

masing uit produksi

c. Comission

d. Insentif yang diberikan berdasarkan jumlah barang yang terjual berdasarkan

standar atau targret penjualan

e. Maturity Curve

Kurva yang menunujukkan jumlah tambahan gaji yang dapat dicapai sesuai

dengan prestasi kerja dan masa kerja untuk karyawan yang sudah mencapai

tingkat gaji maksimal sehingga mereka diharapkan terus berprestasi

f. Merit Pay

Penerimaan kenaikkan gaji setelah dilakukan penilaian prestasi yang dilakukan

oleh penyelia

g. Pay-for-Knowledge/Pay-for-Skill Compensation

Pemberian insentif didasarkan kepada apa yang dapat dilakukan untuk

organisasi melaljui pengetahuan yang diperoleh yang diassumsi mempunyaipengaruh besar terhadap organisasi

h. Non Monetary Incentive

Insentif yang diberikan dalam bentuk rotasi kerja, perluasan jabatan dan

pengubahan gaya

i. Insentif Eksekutif 

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 44: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 44/254

Bonus yang diberikan kepada para manajer atau eksekutif atas peran mera

dalam menetapkan dan mencapai tingkat keuntungan tertewntu bagi organisasi.

Insentif ini dapat dalam bentuk: bonus tahunan atau kesempatan mendapatkan

saham perusahaan dengan harga tertentu

Penggolomgan Insentif 

a. Insentif Individu

Penghasilan tambahan selain gaji pokok yang diberikan kepada individu yang

dapat mencapai standar prestasi tertentu. Contoh: upah per-out (menggunkan

satuan potong) dan upah per waktu (menggunakn jam)

b. Insentif Kelompok

Insentif yang diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja mereka melebihi

standar yang telah ditetapkan. Para anggota kelompok dibayarkan dengan tiga

cara, yaitu: (1) seluruh anggota menerima pembayaran sama dengan

pembayaran yang diterima oleh mereka yang paling tinggi prestasi kerjanya, (2)

semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan anggota

yang paling rendah prestasi kerjanya. Dan (3) seluruh anggota menerima

pembayaran yang sama dengan rata-rata pembayaran yang diterima oleh

kelompok

Sistem Pemberian Insentif 

Program insentif adalah salah satu cara untuk memungkinkan seluruh pekerja

merasakan bersama kemakmuran perusahaan. Jika organisasi mau mencapaii

inisiatif startegis mereka, maka pembayaran perlu dihubungkan dengan kinerja

sedemikian rupa sehingga pembayaran itu mengikuti tujuan karyawan dan tujuan

organisasi. Sistem pemberian insentif tersebut terdiri dari:

a. Bonus Tahunan

Bonus tahunan diberikan kepada karyawan berdasarkan prosentase laba yang

diperoleh oleh perusahaan setiap tahunnya yang disebut juga dengan jasa

produksi

b. Insentif LangsungDirancang untuk mengakui kontribusi luar biasa dari karyawan, seperti lama

kerja, prestasi istimewa, dan gagasan inovatif . Insentif ini biasanya diberikan

dalam bentuk: plakat, uang tunai, sertifikat dan karangan bunga

c. Insentif Individu

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 45: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 45/254

Insentif individu diberikan kepada karyawan karena apabila kinerja mereka

melebihi standar kinerja individu yang ditetapkan dan dikomunikasikan

sebelumnya.

d. Insentif Tim

Insentif tim diberikan kepada tim atau kelompok kerja apaibila kinerja mereka

melebihi dari standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Secara strategis insentif 

tim menghubungkan tujuan individu dengan tujuan kelompok kerja yang pada

akhirnya dihubungkan dengan tujuan organisasi

e. Pembagian Keuntungan

Program pembagian keuntungan terbagi dalam tiga kategori. Pertama, program

distribusi sekarang menyediakan persentase untuk dibagikan tiap triulan atau

tiap tahun kepada karyawan. Kedua, program distribusi yang ditangguhkan

menemptkan penghasilan dalam satu dana titipan untuk pensiun,

pemberhentian, kematian dan cacat. Ketiga, program gabungan, program ini

membegikan sebagian keuntungan langsung kepada karyawan, dan

menyisihkan sisanya dalam rekening yang ditentukan.

f. Bagi Hasil

Program bagi hasil (gain sharing) dilandasi oleh asumsi adanya kemungkinan

terjadinya pemborosan pemakaian bahan jam kerja buruh yang mubazir.

Biasanya program bagi hasil melibatkan melibatkan karyawan dalam satu unit

kerja atau perusahaan

METODE PEMBAGIAN KEUNTUNGAN

Gains-Sharing menyeimbangkan kemajuan kinerja perusahaan dengan

mendistribusikan keuntungan kepada karyawan. Gainsharing dapat

dikelompokkan menjadi empat kelompok besar, (!) kepemilikan karyawan, (2)

bagi hasil, (3) pembagian keuntungan, dan (4) rencana pengurangan biaya

a. Kepemilikan Karyawan

 Adalah program untuk memberikan kesempatan kepada karyawan untuk

memiliki saham perusahan, sehingga mereka merasa memiliki perusahaan danmempunyai andil dalam kesuksesan perusahaan tersebut. Saham tersebut

dijual kepada karyawan dimana karyawan membayarnya dan saham diterima

sebagai ganti kenaikan gaji atau kenaikan upah.Pendekatan ini biasa disebut

rencana kepemilikan saham perusahaan ( Employee Stock Ownership Program

= ESOP)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 46: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 46/254

b. Rencana Production Sharing  

Rencana ini memungkinan kelompok-kelompok kerja untuk menerima bonus

atas suatu hasil yang melebihi target yang ditentukan. Rencana tersaebut lebih

bertujuan jangka pendek dan berkaitan dengan sasaran produksi yang sangat

spesifik.

c. Rencana Profit Sharing  

Rencana profit-sharing adalah rencana pembagian dengan karyawan. Dengan

mencadangkan suartu prosentase tertentu dari laba dari laba perusahaan

keseluruhan atau suatu persentase di atas suatu ambang dan mendistribusikan

keuntungan tersebut kepada karyawan. Apabila rencana ini berjalan baik akan

menciptakan rasa kepercayaan dan rasa senasib seperuntungan antara para

pekerja dan manajemen.

d. Perencanaan Pengurangan Biaya

Pendekatan ini adalah dengan memberikan penghargaan kepada pekerja atau

tim yang dapat menekan biaya, seperti: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dll

dibandingkan dengan biaya histories perusahaan. Penghargaan yang diberikan

bias berupa bunus kepada karyawan atau tim yang bias menekan biaya

tersebut.

 

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 47: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 47/254

 

MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN

MODUL 6

PROFIT SHARING

*

*

*

*

*

*

*

Disusun oleh:Yanuar,SE.MM

PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGU

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MERCUBUANA

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 48: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 48/254

Tujuan perkulihan pada tatap muka ke enam ini adalah:

1.Agar mahasiswa mengetahui mengerti, dan memahami konsep dari profit sharing

2.Agar mahasiswa mengetahui hubungan profit sharing dengan kinerja/produktivitas,

komitmen dan kesempatan kerja

Profitsharing  (pembagian keuntungan): karyawan memperoleh bagian tertentu dari

penghasilan mereka dikaitkan dengan keuntungan.

a. Jika dalam bentuk uang tunai disebut pembayaran terkait dengan keuntungan

(profit related pay)

b. Pembagian keuntungan berbasis saham: mengalokasikan saham kepada

karyawan berdasarkan keuntungan.

Penggunaan istilah profit sharing terutama jika semua atau paling tidak mayoritas

karyawan terlibat dalam skema ini.

Isu penting adalah: apakah komponen variable dari penghasilan merepresentasikan

penghasilan (1) tambahan atau (2) substitusi bagi upah dasar.

Teori “ekonomi saham” dari profit sharing dibangun atas ide bahwa komponen profit

adalah substitusi bagi upah dasar. Akan tetapi banyak penulis memandang profit

sharing sebagai sebuah pembayaran tambahan.

1. PROFIT SHARING DAN STABILISASI KARYAWAN

Teori Stabilisasi dari Profit Sharing

Martin Weitzman: profit sharing menciptakan insentif yang menggerakan ekonomi ke

“full employment”:

• Dibawah profit sharing, sebuah perusahaan membagi pembayaran upahnya ke

dalam upah dasar ditambah sebuah persentase dari keuntungan.

• Menurut Weitzman, ini menurunkan biaya marginal jangka pendek dari buruh

(tenaga kerja).

• Jika profit sharing berfungsi seperti yang dikemukakan Weitzman, maka profit

sharing tidak harus semata-mata menjadi sebuah penambah terhadap biaya

upah.

• Jika profit sharing dikaitkan dengan produktivitas yang lebih tinggi, maka profit

sharing akan menambah penghasilan total karyawan tanpa meningkatkan biaya

buruh.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 49: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 49/254

Salah satu kritik adalah bahwa profit sharing akan mengurangi insentif bagi investasi.

 Akan tetapi jika profit sharing dapat menstabilisasi level permintaan, ini akan memiliki

efek positif terhadap investasi.

Krtik lain lagi mengatakan bahwa dengan membuat penghasilan karyawan lebih

variabel, maka akan terjadi transfer risiko dari pemegang saham ke karyawan. Akan

tetapi manfaat potensialnya adalah bahwa karena stabilisasi pekerjaan meningkat maka

risiko menurunnnya pekerjaan berkurang juga.

Bukti Empiris mengenai Efek Stabilisasi dari Profit Sharing

Sudah banyak penelitian yang dilakukan menyangkut topik ini. Penelitian-penelitian ini

fokusnya hanya dua:

a. apakah profit sharing berkontribusi ke stabilitas pekerjaan yang lebih tinggi pada

perusahaan-perusahaan yang menerapkannya; dan

b. apakah bonus-bonus profit sharing dimasukan sebagai bagian dari biaya

marginal buruh jangka pendek ketika pengambilan keputusan pekerjaan dibuat.

Bukti menunjukan bahwa profit sharing berkaitan dengan stabilitas pekerjaan yang tinggi

(oleh 11 penelitian), sedangkan sisanya ada yang mendukung secara parsial dan ada

yang tidak mendukung sama sekali. Studi oleh:

• OECD di US, kebanyakan studi menunjukan dukungan terhadap proposisi

bahwa profit sharing membantu menurunkan variabilitas pekerjaan

• Bradley dan Estrin di UK, jika hal lain tidak berubah, profit sharing selalu dicirikan

oleh kecilnya variabilitas pekerjaan.

Menyangkut proposisi kedua di atas, menyangkut bonus sebagai bagian dari biaya

buruh marginal, hasilnya beragam. Dari sepuluh studi yang di-review oleh Kruse (1998),

enam studi menunjukan hasil positif dalam arti mendukung teori profit sharing

sementara lainnya tidak mendukung atau hasilnya tidak jelas. Sedangkan dari empat

studi oleh OECD (1995), tiga mendukung proposisi ini. Kesimpulannya, profit sharing

membantu menstabilisasi pekerjaan.

2. EFEK INSENTIF DARI PROFIT SHARING

Pendahuluan

Profit sharing membuat karyawan mampu memperoleh manfaat dari keberhasilan

perusahaan di mana mereka dipekerjakan. Ini diharapkan meningkatkan insentif 

(dorongan/rangsangan) di dalam karyawan dan karenanya berkontribusi kepada

produktivitas yang lebih tinggi.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 50: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 50/254

 Ada beberapa manfaat potensial (Uvalic, 1991:12):

• Motivasi dan komitmen yang lebih tinggi

• Kemangkiran dan keluarnya karyawan yang lebih rendah

• Pekerja lebih mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan

perusahaan mereka

• Lebih besar investasi perusahaan di dalam human capital 

• Mengurangi konflik di dalam perusahaan dan ketegangan antar manajemen

dengan karyawan

• Peningkatan organisasi kerja

Kritik dalam hal ini adalah menyangkut 1/N atau masalah “free rider”. N = jumlah

karyawan dalam sebuah perusahaan. Artinya setiap upaya ekstra karyawan di dalam

perusahaan yang menyebabkan tambahan profit, karyawan hanya memperoleh 1/Nbagian dari profit. Jika jumlah karyawan bertambah banyak, hasil bagi setiap karyawan

dapat diabaikan. Dalam keadaan ini karyawan mungkin tidak termotivasi untuk

memberikan upaya ekstra tetapi mungkin hanya menunggu hasil (free ride) dari

kontribusi karyawan lain. Tetapi ini hanya terjadi jika interaksi dalam kelompok diabaikan

(Fitzroy and Kraft, 1986:115).

Profit Sharing dan Kinerja

Kruse mengungkapkan bahwa dari studi-studi mengenai hubungan antara profit sharing

dan produktivitas (atau provitabilitas) memperlihatkan hubungan yang positif antara

keduanya dan hubungan mereka secara statistik signifikan. Hubungan positif bukan

selamanya kasual. Ada empat jenis bias yang perlu diperhatikan:

(1) perusahaan dengan produktivitas tinggi mungkin lebih bersedia menerapkan

profit sharing

(2) sebuah peningkatan dalam produktivitas karena diperkenalkannya profit sharing

mungkin semata-mata mencerminkan sebuah trend awal

(3) perlu diperhatikan juga barangkali ada perubahan lain yang kebetulan

bersamaan terjadinya dengan pengenalan profit sharing

(4) bahwa ada perusahaan mungkin sesuai dengan pengenalan profit sharing untuk

meningkatkan produktivitas, tetapi mungkin saja ada perusahaan lain tidak

sesuai.

Studi lain di Perancis, Jerman, Italia, UK dan USA menyimpulkan bahwa: profit sharing

terkait dengan tingkat produktivitas yang lebih tinggi (OECD, 1995:160).

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 51: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 51/254

Peranan Partisipasi

Beberapa analis memberi tekanan mengenai pentingnya factor-faktor organisasi lain

bagi keberhasilan profit sharing. Misalnya tingkat profitabilitas dari perusahaan yang

menerapkan profit sharing lebih tingi ketimbang perusahaan lain.

 Akan tetapi para peneliti (Bell dan Hanson: 1987) tidak bermaksud mengatakan bahwa

profit sharing yang mengarah ke profitabiitas yang tinggi tetapi mereka percaya bahwa

profit sharing adalah konsekuensi dari gaya partisipatif yang ditetapkan oleh manajemen

puncak, dan adalah gaya manajemen inilah—di mana profit sharing adalah salah satu

kunci untuk memperoleh komitmen—yang menghasilkan keuntungan bagi para

pemegang saham, manejer dan karyawan (p. 68).

Peneliti Amerika Serikat, Levine and Tyson (1990) menemukan saling-melengkapi

antara profit sharing dan partisipasi yakni sebagaimana partisipasi dapat menimbulkan

tuntutan akan profit sharing, profit sharing juga menimbulkan tuntutan untuk partisipasi.

Ketika ada profit sharing, penghasilan karyawan tergantung pada keputusan

perusahaan, dan karyawan ingin memiliki pendapat di dalam keputusan ini.

PSRF mencoba menggambarkan bagaimana kombinasi antara profit sharing dengan

pemberdayaan karyawan. Keduanya secara sendiri-sendiri telah memperlihatkan

kemampuannya kemampuannya meningkatkan kepuasan karyawan, produktivitas dan

profitabilitas. Tetapi profit sharing sendirian tidak mesti mendorong keterlibatan pribadi

karyawan, dan pemberdayaan saja tidak cukup menawarkan insentif keuangan atau

pertumbuhan jangka panjang. Tetapi secara bersama-sama yakni profit sharing dan

pemberdayaan telah membuat bisnis Amerika Serikat menjadi lebih kompetitif di

perekonomian global sekarang ini (1993:5)

Banyak riset lain seperti Kruse (1993), Kim (1998) juga menemukan interaksi antara

keterlibatan karyawan dengan profit sharing. Di samping itu mereka juga menemukan

bukti akan hubungan yang signifikan antara profit sharing bersama dengan keterlibatan

karyawan dan profitabilitas. Dan hubungan mereka adalah kasualitas.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 52: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 52/254

MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN

MODUL 7

EMPLOYEE SHARE OWNERSHIP AND GAINSHARING

**

*

*

*

*

*

Disusun oleh:

Yanuar,SE.MM

PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGU

FAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS MERCUBUANA

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 53: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 53/254

Tujuan perkulihan pada tatap muka ke tujuh ini adalah:

1.Agar mahasiswa mengetahui mengerti, dan memahami konsep dari employee

ownwership and gainsharing 

2.Agar mahasiswa mengetahui hubungan employee ownwership and gainsharing 

dengan kinerja/produktivitas, komitmen dan kesempatan kerja

3. PENDAHULUAN

Employee share ownership (kepemilikan saham karyawan): sebuah pengaturan yang

menyediakan kepemilikan saham oleh karyawan di perusahaan mereka sendiri:

a. Bisa dengan mencadangkan proporsi tertentu dari saham perusahaan untuk

semua atau sekelompok karyawan, yang ditawarkan dengan “privileged terms”

dan dibatasi selama karyawan masih bekerja di perusahaan tersebut, atau

b. Karyawan ditawarkan pilihan untuk membeli saham perusahaan mereka setelah

 jangka waktu tertentu dengan “ preferential terms”.

Jika pemberian saham didasarkan pada keuntungan makanya sebaiknya disebut bagian

dari pembagian keuntungan. Akan tetapi tidak didasarkan pada keuntungan maka

sebaiknya disebut kepemilikan saham karyawan saja.

Gainsharing  (pembagian hasil): sekelompok skema insentif di mana karyawan

menerima bonus yang dikaitkan dengan kinerja kelompok. Ini bias didasarkan pada (1)

penghematan biaya atau (2) peningkatan produktivitas atau ukuran lain.

4. PROFIT SHARING, EMPLOYEE SHARE OWNERSHIP AND GAINSHARING DI

IRLANDIA

• Sebelas persen dunia kerja menerapkan profit sharing dan 11 persen

menerapkan kepemilikan saham karyawan = total 22% (UCD 1996-97)

• Yang terbaru mengenai partisipasi keuangan, dari 400 perusahaan yang

disurvey, 58% memiliki bentuk partisipasi keuangan dengan total karyawan

150.000 orang dan 80% darinya menerapkan partisipasi kauangan terbuka untuk

semua karya-wan. Dalam kasus ini partisipasi keuangan dikaitkan dengan

keuntungan, berba-gai jenis kepemilikan saham karyawan dan berbagai kategori

lainnya. (IBEC, 1999).

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 54: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 54/254

•  Ada juga dikenal dengan kesepakatan partisipasi keuangan di bawahn

Kemitraan 2000. Diperkirakan ada 80 kesepakatan telah tercapai antara 3000

perusahaan swasta yang tercakup dalam SIPTU.

• Data mengenai profit sharing dan kepemilikan saham karyawan di Negara-

negara Uni Eropa memperlihatkan bahwa (1996) partisipasi keuangan cukup

rendah (table 2) di hamper semua Negara Uni Eropa. Profit sharing hanya 8%

dan kepemilikan saham karyawan hanya 4%. Partisipasi keuangan tertinggi

terdapat di Inggris dan Perancis. (EPOC, 1996).

• Di Perancis, 57% dunia kerja menerapkan profit sharing, karena di sana wajib

diterapkan oleh perusahaan yang karyawannya paling sedikit 50 0rang. Di

Inggris 40% dunia kerja menerapkan profit sharing dan 23% menerapkan

kepemilikan saham karyawan. Berikutnya Swedia dengan 21% perusahaan

menerapkan profit sharing maupun kepemilikan saham karyawan dan Belanda

17% diterapkan paling sedikit salah satu dari bentuk partisipasi keuangan ini.

• Di Irlandia terdapat perbedaan data dari sumber nasional yang dikutip dalam

table 2 jika dibandingkan dengan sumber dari UCD. Akan tetapi ada perbedaan

antara ekdua sumber (EPOC dan UCD) yakni:

o EPOC mensurvey tempat kerja, sedangkan survey di Irlandia didasarkan

pada perusahaan yang bisa jadi meliputi beberapa tempat kerja.

o Survey UCD menyangkut karyawan pada umumnya, sedangkan EPOC

focus pada kelompok dengan karyawan yang jumlahnya terbesar 

o UCD tidak memasukan karyawan dari bidang konstruksi sedangkan

EPOC mengikutkan mereka dalam survey-nya.

• Tingkat partisipasi keuangan di Irlandia belakangan ini lebih tinggi daripada yang

dikemukakan oleh EPOC. Dari data Kantor Revenue Commissioners, tingkat

partisipasi keuangan di Irlandia semakin meningkat.

5. KEPEMILIKAN SAHAM KARYAWAN

Pendahuluan

Sebagaimana dengan profit sharing, kepemilikan karyawan atas saham juga

berkontribusi kepada sikap yang lebih baik dan produjktivitas yang lebih tinggi. Dalam

praktek, skema insentif menggabungkan profit sharing dan kepemilihan saham.

Kepemilikan saham oleh karyawan adalah bentuk lain dari insentif kelompok sehingga

argument-argumen yang dibawah sebelumnya mengenai efek insentif dari profit sharing

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 55: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 55/254

 juga berlaku bagi kepe-milikan saham. Akan tetapi teori formal dari stabilitas pekerjaan

dan profit sharing yang dikembangkan oleh Weitzman tidak berlaku bagi kepemilikan

saham oleh karyawan.

Kepemilikan Saham dan Sikap dan Perilaku Karyawan

Studi menunjukan bahwa karyawan yang memiliki saham akan mengalami kepuasan

lebih tinggi dan juga kemauan yang lebih tinggi untuk menjabat jabatan atau pekerjaan

yang sama kembali. Yang menarik adalah bahwa tingkat kepuasan yang lebih tinggi itu

hanya pada karyawan yang memiliki persepsi akan pengaruh dan keterlibatan yang

lebih besar. (Kruse and Blasi, 1997).

Dalam kaitan dengan perilaku (turnover, kemangkiran, dan kecelakaan/injuries), tidak

ditemukan adanya hubungan langsung dengan kepemilikan saham, tetapi ada situasii

menunjukan bahwa kombinasi antara kepemilikan saham dan partisipasi memiliki efek

yang positif dengan perilaku.

Kepemilikan Saham Karyawan dan Kinerja

Bukti USA

Di USA ada 6,5 juta karyawan yang berpartisipasi dalam skema kepemilikan saham

perushaan (ESOPs). Studi pada umumnya menemukan hubungan positif antara ESOPS

dan kinerja yang diukur dengan produktivitas atau profitabilitas. Meta-analisis oleh Kruse

dan Blasi juga mendukung hubungan yang positif ini (Kruse dan Blasi, 1997).

Studi lain mencoba menghubungkan ESOPs dengan tingkat penjualan dan

pertumbuhan employment dan hasil studi menunjukan bahwa ESOPs selalu dikaitkan

dengan peningkatan penjualan dan pekerjaan. Perusahaan yang menerapkan ESOPs

rata-rata memperoleh tingkat penjualan dan pekerjaan yang lebih tinggi dibandingkan

dengan persuhaan sejenis dalam hal usaha dan ukuran yang tidak menerapkan ESOPs

(Quarrey and Rosen, 1997). Mereka kemudian menggunakan analisis regresi untuk

mencoba mengidentifikasi karakteristisk perusahaan apa yang dikaitkan dengan kinerja

yang tinggi dari perusahaan yang menerapkan ESOPs. Variabel yang paling konsistendan memiliki efek yang signifikan secara statistic adalah partisipasi karyawan. Dua

ukuran yang digunakan untuk mengjuantifikasi partisipasi karyawan:

(1) persepsi manejer mengenai pengaruh karyawan; dan

(2) jumlah kelompok yang berpartisipasi (gugus mutu, dll.)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 56: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 56/254

Sampel yang terdiri dari perusahaan ESOPs dibagi ke dalam perusahaan dengan

tingkat partisipasi karyawan rendah, sedang, dan tinggi. Ditemukan bahwa sebagian

besar peningkatan kinerja setelah mengikuti ESOPs adalah karena perusahaan

menerapkan keterlibatan karyawan sedang atau tinggi. Studi ini menunjukan bahwa

sebuah kombinasi kepemilikan karyawan dan partisipasi akan mengarah ke

pertumbuhan korporasi yang lebih cepat.

Studi lain seperti oleh Winther dan Marens (1997) juga memperlihatkan hasil yang sama

yakni perusahaan dengan keterlibatan tinggi memperlihatkan kinerja karyawan yang

lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan dengan keterlibatan karyawan rendah.

Hubungan yang kuat antara kinerja dengan keterlibatan karyawan memperlihatkan

adanya kemungkinan bahwa adalah keterlibatan dan bukan kepemilikan yang

merupakan variable kunci di dalam meningkatkan kinerja. Studi Washington

menemukan keterlibatan karyawan yang memiliki saham memperlihatkan kinerja yang

lebih tinggi dibandingkan dengan keetrlibatan karyawan yang tidak memiliki saham.

Studi lain oleh GAO juga memperlihatkan hasil yang sama.

Bukti Eropa

Mygind (1987) meneliti perusahaan-perusahaan yang dimiliki juga oleh karyawan di

Scandinavia menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh karyawan

memiliki produktivitas buruh dan modal yang lebih tinggi dari rata-rata industri. Di

Sewdia (Lee, 1988) memperlihatkan tidak ada hubungan antara produktifitas factor 

produksi keseluruhan dengan kepemilikan karyawan. Di Jerman (Fitzroy and Kraft)

menemukan rasio antara kepemilikan modal saham karyawan terhadap total modal

sangat signifikan. Di UK (Richardson and Nejad, 1986) ada hubungan yang jelas dan

signifikan secara statistic antara pergerakan harga saham dan skema kepemilikan

termasuk skema profit sharing berbasis saham. Hasilnya sesuai dengan psoposisi

bahwa partisipasi keuangan mengarah ke peningkatan kinerja keuangan yang

signifikan. Studi di tempat lain baik di Negara tertentu (Brown, Fakhfakh and Sessions,

19990 di prancis maupun di gabungan beberapa Negara (Festing et al, 1999) di Jerman,

p\Perancis, Swedia dan Inggris memperlihatkan hubungan yang kuat antara kepemilikansaham dan peningkatan produktivias serta menurunnya kemangkiran/absenteeism.

Bukti Jepang

Di Jepang karyawan membeli saham dengan disubsidi oleh perusahaan. Saham

diopegang oleh saham bank penjamin dengan hak menarik saham yang terbatas;

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 57: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 57/254

biasanya 20 tahun bagi seorang karyawan sebelum diperbolehkan menarik sebagian

saham. Keadaan ini telah menurunkan hasrat karyawan untuk keluar dari perusahaan

dan semakin mendorong investasi dalam human-capital yang spesifik perusahaan. Paar 

eksekutif tidak diperkenankan dalam berpartisipasi dalam ESOPs. Jones and Kato

(1995) menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan secara statistic antara ESOPs

dan produktivitas, meskipiun tidak dengan serta merta tetapi dalam 4 sampai 5 tahun

produktivitas akan meningkat sekitar 4-5 persen poin.

Kesimpulan

• Hubungan antara kepemilikan saham karyawan dan kinerja adalah lebih lemah

ketimbang dalam kasus profit sharing.

• Hubungan antara kepemilikan saham karyawan dan kinerja korporasi diteliti

secara lebih m,enyeluruh di Amerika Serikat dan menemukan hubungan yang

positif antara kepemilikan saham karyawan dengan produktivitas/profitabilitas.

• Banyak studi menemukan bahwa kepemilikan saham karyawan meningkatkan

sikap dan perilaku karyawan.

• Kepemilikan saham akan lebih efektif jika dikombinasikan dengan bentuk-bentuk

lain dari keterlibatan karyawan.

6. GAINSHARING

Meskipun gainsharing kadang digunakan untuk insentif kelompok, gainsharing juga

digunakan dalam pengertian yang lebih spesifik di mana gain (hasil) diperoleh dari

penghematan biaya atau peningkatan produktivitas yang dibagi dengan karyawan.

 Ada tiga komponen gainsharing:

a. sebuah filosofi manajemen yang mengutamakan partisipasi, potensi dan

kreativitas karyawan

b. sebuah system keterlibatan terstruktur untuk memperoleh dan mengimple-

mentasikan saran-saran karyawan kea rah peningkatan produktivitas; dan

c. sebuah formula untuk membagi manfaat dari penghematan yang diperoleh dari

produktivitas antara karyawan dan perusahaan mereka (European  Industrial 

Relations Review , Issue 269, June, 1996).

 Ada tiga standar rencana gainsharing:

a. Scanlon Plan: memberikan bonus berdasarkan rasio biaya gaji dengan nilai

output bruto.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 58: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 58/254

 b. Rucker Plan: berfokus pada nilai tambah ketimbang output bruto insentif 

diberikan karena penggunaan semua input secara efisien (penghematan).

c. Improshare Plan: didasarkan pada jumlah jam tenaga kerja yang dibutuhkan

untuk memproduksi tingkat output tertentu bonus diberikan jika jumlah jam

tenaga kerja yang digunakan berada dibawa jam tenaga kerja yang dibutuhkan

dalam “kondisi normal”. (strauss, 1990: 23-24).

Jika ada bentuk baru biasanya didasarkan pada salah satu dari tiga bentuk di atas. Dari

ketiga bentuk di atas Improshare yang terbaru dan penelitian menunjukan bahwa

setelah diperkenalkan Improshare, produktivitas buruh meningkat 21% (Fein, 1983),

dan 17,5 % (Kaufman, 1992).

Bullock and Tubbs (1990) menemukan adanya peningkatan hasil bagi karyawan dan

perusahaan. Meskipun tidak semuanya sukses, Collins (1998) menemukan bahwa

penggunaan Scanlon Plan di beberapa perusahaan menunjukan hasil yang baik.

Kruse dan Blasi (1998: 44-45) menemukan beberapa kondisi di mana gainsharing dapat

berhasil, yakni:

• keterlibatan kartyawan tinggi dalam hal disain dan operasi

• periode pembayaran yang lebih pendek

• pemberian berdasarkan produktivitas

• target yang dapat dikendalikan

penggunaan konsultan dari luar • pandangan karyawan yang mendukung dan komitmen manajerial ketika program

diterapkan, dan

• persepsi atas keadilan prosedur dan pembagian

Hasil lain yang dieproleh adalah misalnya penurunan tingkat kegelisahan dan

kemangkiran (Arthur and Jelf (1999), jadi tidak hanya pada keuntungan financial.

7. PARTISIPASI KEUANGAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Pendekana Uni Eropa terhadap Partisipasi Keuangan

Semua Negara UE kecuali Spanyol dan Italia memiliki bentuk tertentu dari insentif untuk

mendorong skema partisipasi keuangan. Yang paling lengkap di Perancis dan UK.

Perancis menjadikannya wajib dalam hal profit sharing bagi perusahaan dengan

karyawan >= 50 orang. Di samping memperoleh profit sharing juga memperoleh

keringanan pajak penghasilan. UK (Inggris) menerapkan skema profit sharing berbasis

saham sama dengan di Irlandia di samping ada tax incentives. Rata-rata peemrintah

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 59: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 59/254

mendorong diterapkannya partisipasi keuangan dengan undang-undang dan peraturan

pemerintah.

Tax Incentives untuk Mendorng Partsipasi Keuangan di Irlandia.

Pada tahun 1982 diterbitkan Financial Act menyangkut insentif pajak untuk mendukung

Skema Profit Sharing (APSS). Berdasarkan ini, seorang karyawan dapat diberikan

saham di perusahaan dia bekerja sampai senilai 10,000 poundsterling per tahun tanpa

terkena pajak penghasilan. Bahkan pada tahu 1999 batasnya dinaikan sampai 30.000

poundsterling. Dan banyak skema insentif yang lain

Peranan Kebijakan

Salah satu dari manfaat profit sharing adalah kemampuannya berkontribusi dalam

menstabilisasi perekonomian pada level kesempatan kerja yang tinggi. Teori ekonomi

saham dari profit sharing yang dikemukakan oleh Weitzman (1984) menjadi sebuah

dasar ekonomis luar biasa untuk ide bahwa profit sharing dapat memberikan kontribusi

terhadap pencapaian dan pemeliharaan kesempatan kerja penuh (full employment). Jika

profit sharing dapat memberikan kontribusi secara signifikan dalam menstabilisasi

perekonomian, maka ini akan menjadi dasar untuk membebaskan pajak dari profit

sharing. Hal ini karena lebih banyak lagi manfaat yang bias diperoleh dari perekonomian

yang stabil. Peekrjaan yang stabil dan produtivitas yang tinggi adalah beberapa contoh

lainnya.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 60: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 60/254

MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN

MODUL 8

PERHITUNGAN UPAH LEMBUR 

*

*

*

**

*

*

Disusun oleh:

Yanuar,SE.MM

PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGU

FAKULTAS EKONOMI

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 61: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 61/254

UNIVERSITAS MERCUBUANA

Tujuan perkulihan pada tatap muka ke delapan ini adalah:1.Agar mahasiswa mengetahui mengerti, dan memahami konsep dari lembur 2.Agar mahasiswa bisa menghitung besarnya upah upah lembur 

Kep Men No 102/ MEN/VI/2004 Tentang Perhitungan Lembur 

MENTERI

TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR KEP. 102/MEN/VI/2004

TENTANG

WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR 

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK 

INDONESIA

Menimbang : a.

 bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 78 ayat (4) Undang-

undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan perlu diatur mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja

lembur;

 b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan

Menteri;

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 62: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 62/254

Mengingat : 1.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan

Berlakunya Undang-Undang Pengawasan PerburuhanTahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk 

seluruh Indonesia (Lembaran Negara Repupblik Indonesia

Tahun 1951 Nomor 4);

2.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3839);

3.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentangKetenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4279);

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentangKewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi

Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran

 Negara Republik Indonesia Nomor 3952);

5.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M

Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong

Royong;

Memperhatikan : 1. Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga KerjasamaTripartit Nasional tanggal 23 Maret 2004.

2.Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit

 Nasional tanggal 23 Maret 2004;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN

TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH

KERJA LEMBUR.

Pasal 1.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 63: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 63/254

Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1. Waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam

sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja

dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1(satu) minggu untuk 5 (lima) harikerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja

 pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan

Pemerintah.

2. Pengusaha adalah :

a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankansuatu perusahaan milik sendiri;

 b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri

sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.

c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di

Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan byang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

3. Perusahaan adalah :

a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang

 perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swastamaupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar 

upah atau imbalan dalam bentuk lain;

 b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus danmempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk 

lain.

4. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan gunamenghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun untuk masyarakat.

5. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk lain.

6. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk 

uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh

yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan,

atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruhdan keluarganya atas suatu pekerja dan/ atau jasa yang telah atau akan

dilakukan.

7. Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pasal 2

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 64: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 64/254

(1) Pengaturan waktu kerja lembur berlaku untuk semua perusahaan, kecuali

 bagi perusahaan pada sektor usaha tertentu atau pekerjaan tertentu.(2) Perusahaan pada sektor usaha tertentu atau pekerjaan tertentu sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) diatur tersendiri dengan Keputusan Menteri.

Pasal 3

(1) Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam

dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.(2) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak 

termasuk kerja lembur yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari

libur resmi.

Pasal 4

(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja, wajib

membayar upah lembur.(2) Bagi pekerja/buruh yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu, tidak 

 berhak atas upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), denganketentuan mendapat upah yang lebih tinggi.

(3) Yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2) adalah mereka yang memiliki tanggung jawab sebagai pemikir, perencana, pelaksana dan pengendali jalannya perusahaan yang waktu kerjanya

tidak dapat dibatasi menurut waktu kerja yang ditetapkan perusahaan sesuai

denga peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 5

Perhitungan upah kerja lembur berlaku bagi semua perusahaan, kecuali bagi perusahaan pada sektor usaha tertentu atau pekerjaaan tertentu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2.

Pasal 6

(1) Untuk melakukan kerja lembur harus ada perintah tertulis dari pengusaha

dan persetujuan tertulis dari pekerja/buruh yang bersangkutan.(2) Perintah tertulis dan persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) dapat dibuat dalam bentuk daftar pekerja/buruh yang bersedia bekerja

lembur yang ditandatangani oleh pekerja/buruh yang bersangkutan dan

 pengusaha.(3) Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus membuat daftar 

 pelaksanaan kerja lembur yang memuat nama pekerja/buruh yang bekerja

lembur dan lamanya waktu kerja lembur.

Pasal 7

(1) Perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh selama waktu kerja lembur 

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 65: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 65/254

 berkewajiban :

1. membayar upah kerja lembur;2. memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya;

3. memberikan makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori

apabila kerja lembur dilakukan selama 3 (tiga) jam atau lebih.

(2) Pemberian makan dan minum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c tidak boleh diganti dengan uang.

Pasal 8

(1) Perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan.

(2) Cara menghitung upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan.

Pasal 9

(1) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayar secara harian, maka penghitungan

 besarnya upah sebulan adalah upah sehari dikalikan 25 (dua puluh lima) bagi pekerja/buruh yang bekerja 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau

dikalikan 21 (dua puluh satu) bagi pekerja/buruh yang bekerja 5 (lima) hari

kerja dalam 1 (satu) minggu.

(2) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayar berdasarkan satuan hasil, maka upahsebulan adalah upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.

(3)Dalam hal pekerja/buruh bekerja kurang dari 12 (dua belas) bulan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka upah sebulan dihitung

 berdasarkan upah rata-rata selama bekerja dengan ketentuan tidak boleh lebihrendah dari upah dari upah minimum setempat.

Pasal 10

(1) Dalam hal upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka dasar 

 perhitungan upah lembur adalah 100 % (seratus perseratus) dari upah.(2) Dalam hal upah terdiri dari upah pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak 

tetap, apabila upah pokok tambah tunjangan tetap lebih kecil dari 75 % (tujuh

 puluh lima perseratus) keseluruhan upah, maka dasar perhitungan upah lembur 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari keseluruhan upah.

Pasal 11

Cara perhitungan upah kerja lembur sebagai berikut :

1. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja :

a.1. untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar upah sebesar 1,5

(satu setengah) kali upah sejam;

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 66: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 66/254

a.2. untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar upah

sebesar 2(dua) kali upah sejam.2. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau

hari libur resmi untuk waktu kerja 6 (enam) hari kerja 40 (empat puluh)

 jam seminggu maka :

 b.1. perhitungan upah kerja lembur untuk 7 (tujuh) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, dan jam kedelapan dibayar 3 (tiga) kali upah

sejam dan jam lembur kesembilan dan kesepuluh dibayar 4 (empat) kali

upah sejam. b.2. apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek perhitungan

upah lembur 5 (lima) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam

keenam 3(tiga) kali upah sejam dan jam lembur ketujuh dan kedelapan4 (empat) kali upah sejam.

3. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau

hari libur resmi untuk waktu kerja 5 (lima) hari kerja dan 40 (empat

 puluh) jam seminggu, maka perhitungan upah kerja lembur untuk 8

(delapan) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam kesembilandibayar 3(tiga) kali upah sejam dan jam kesepuluh dan kesebelas 4

(empat) kali upah sejam.

Pasal 12

Bagi perusahaan yang telah melaksanakan dasar perhitungan upah lembur yang

nilainya lebih baik dari Keputusan Menteri ini, maka perhitungan upah lembur tersebut tetap berlaku.

Pasal 13

(1) Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur,

maka yang berwenang menetapkan besarnya upah lembur adalah pengawasketenagakerjaan Kabupaten/Kota.

(2) Apabila salah satu pihak tidak dapat menerima penetapan pengawas

ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka dapat meminta

 penetapan ulang kepada pengawas ketenagakerjaan di Provinsi.(3) Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur 

 pada perusahaan yang meliputi lebih dari 1 (satu) Kabupaten/Kota dalam

1(satu) Provinsi yang sama, maka yang berwenang menetapkan besarnya upahlembur adalah pengawas ketenagakerjaan Provinsi.

(4) Apabila salah satu pihak tidak dapat menerima penetapan pengawas

ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dapatmeminta penetapan ulang kepada pengawas ketenagakerjaan di Departemen

Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pasal 14

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 67: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 67/254

Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur pada

 perusahaan yang meliputi lebih dari 1 (satu) Provinsi, maka yang berwenangmenetapkan besarnya upah lembur adalah Pengawas Ketenagakerjaan

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pasal 15

Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja

 Nomor:KEP-72/MEN/1984 tentang Dasar Perhitungan Upah Lembur,Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-608/MEN/1989 tentang

Pemberian Izin Penyimpangan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Bagi

Perusahaan-perusahaan Yang Mempekerjakan Pekerja 9 (sembilan) Jam Seharidan 54 (lima puluh empat) Jam Seminggu dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja

Republik Indonesia Nomor: PER-06/MEN/1993 tentang waktu kerja 5 (lima)

Hari Seminggu dan 8 (delapan) Jam Sehari, dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 16

Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

 pada tanggal 25 Juni 2004

MENTERI

TENAGAKERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA

JACOB NUWA WEA

 

Contoh perhitungan upah lembur:Ahmad karyawan PT. Semoga Sukses mempunyai satu istri dan dua orang

anak, dengan komponen upah tetap sebagai berikut:

- Gaji pokok …………………………. Rp.1.500.000,-

- Tunjangan fungsional ………………. Rp.1.000.000,-

- Tunjangan kesehatan ………………. Rp. 300.000,-

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 68: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 68/254

Hitunglah upah lembur si Ahmad jika:

a. lembur pada hari kerja selama 3 jam

b. lembur 8 jam pada hari istirahat mingguan dan atau hari libur resmi untuk

waktu kerja 6 hari kerja dan 40 seminggu

c. lembur 8 jam pada hari istirahat mingguan dan atau hari libur resmi untuk

waktu kerja 6 hari kerja dan 40 seminggu dan hari libur resmi jatuh pada hari

kerja terpendek

d. lembur 8 jam pada hari istirahat mingguan dan atau hari libur resmi untuk

waktu kerja 5 hari kerja dan 40 (empat puluh) jam seminggu

Jawab:

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 69: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 69/254

PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN

MODUL 9

HUBUNGAN INDUSTRIAL

*

*

*

*

**

*

Disusun oleh:

Yanuar,SE.MM

PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGU

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MERCUBUANA

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 70: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 70/254

Tujuan perkulihan pada tatap muka ke 9 ini adalah:

1.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti ruang lingkup hubungan

industrial

2.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti tentang lembaga bipartit dan

lembaga tripartit

Hubungan Industrial

 Adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses

produksi barang dan/jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan

pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 

Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kelembagaan Hubungan Industrial

 Adalah lembaga ketenagakerjaan yang terbentuk dari unsur serikat pekerja/serikat

buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan,

organisasi pengusaha yang khusus membidangi ketenagakerjaan yang telah

terakreditasi oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) dan instansi pemerintah.

HUBUNGAN INDUSTRIAL

Fungsi Pemerintah, Pekerja dan Pengusahan adalah sbb:

(1) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi

menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan,

dan melakukan

penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-

undangan ketenagakerjaan.

(2) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikatpekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai

dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi,

menyalurkan aspirasi secara demokratis,

mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan

perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 71: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 71/254

(3) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi

pengusahanya mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembang-kan

usaha, memperluas lapangan

kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara

terbuka, demokratis, dan berkeadilan.

Hubungan Industrial dilaksanakan melalui sarana :

a. serikat pekerja/serikat buruh;

b. organisasi pengusaha;

c. lembaga kerja sama bipartit;

d. embaga kerja sama tripartit;

e. peraturan perusahaan;

f. perjanjian kerja bersama;

g. peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan; dan

h. lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Serikat Pekerja/Serikat Buruh

(1) Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat

pekerja/serikat buruh.

(2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, serikat

pekerja/serikat buruh ber-hak menghimpun dan mengelola keuangan serta

mempertanggungjawabkan keuangan organisasi termasuk dana mogok.

(3) Besarnya dan tata cara pemungutan dana mogok sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2) diatur dalam ang-garan dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat

pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.

Organisasi Pengusaha

(1) Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha.(2) Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan peraturan

perundangundangan yang ber-laku.

Lembaga Kerja Sama Bipartit

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 72: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 72/254

(1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/ buruh atau

lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit.

(2) Lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi

sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di

perusahaan.

(3) Susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam

ayat

(2) terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh

pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di

perusahaan yang bersangkutan.

(4) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga

kerjasama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur 

dengan Keputusan Menteri.

Lembaga Kerja Sama Tripartit

(1) Lembaga kerja sama tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat

kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan

pemecahan masalah ketenagakerjaan.

(2) Lembaga Kerja sama Tripartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri dari :

a. Lembaga Kerja sama Tripartit Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota; dan

b. Lembaga Kerja sama Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.

(3) Keanggotaan Lembaga Kerja sama Tripartit terdiri dari unsur pemerintah, organisasi

pengusaha, dan seri-kat pekerja/serikat buruh.

(4) Tata kerja dan susunan organisasi Lembaga Kerja sama Tripartit sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Peraturan Perusahaan

(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10

(sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlakusetelah disahkan oleh

Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Kewajiban membuat peraturan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) tidak berlaku bagi peru-sahaan yang telah memiliki perjanjian kerja bersama.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 73: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 73/254

Pasal 109

Peraturan perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang

bersangkutan.

Pasal 110

(1) Peraturan perusahaan disusun dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari

wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.

(2) Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan telah terbentuk serikat pekerja/serikat

buruh maka wakil pe-kerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah

pengurus

serikat pekerja/serikat buruh.

(3) Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan belum terbentuk serikat pekerja/serikat

buruh, wakil pekerja/ buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah

pekerja/buruh yang dipilih secara demokratis untuk mewakili kepentingan para

pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.

Pasal 111

(1) Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat :

a. hak dan kewajiban pengusaha;

b. hak dan kewajiban pekerja/buruh;

c. syarat kerja;

d. tata tertib perusahaan; dan

e. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.

(2) Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan

peraturan perundang undangan yang berlaku.

(3) Masa berlaku peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib

diperbaharui setelah habis masa berlakunya.

(4) Selama masa berlakunya peraturan perusahaan, apabila serikat pekerja/ serikat

buruh di perusahaan meng hendaki perundingan pembuatan perjanjian kerjabersama, maka pengusaha wajib melayani.

(5) Dalam hal perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud

dalam ayat (4) tidak mencapai kesepakatan, maka peraturan perusahaan tetap

berlaku

sampai habis jangka waktu berlakunya.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 74: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 74/254

Pasal 112

(1) Pengesahan peraturan perusahaan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) harus sudah diberikan dalam

waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak naskah peraturan perusahaan

diterima.

(2) Apabila peraturan perusahaan telah sesuai sebagaimana ketentuan dalam Pasal 111

ayat (1) dan ayat (2), maka dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) sudah terlampaui dan peraturan perusahaan belum

disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, maka peraturan perusahaan

dianggap telah mendapatkan pengesahan.

(3) Dalam hal peraturan perusahaan belum memenuhi persyaratan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 111 ayat (1) dan ayat (2) Menteri atau pejabat yang

ditunjuk harus memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha mengenai

perbaikan peraturan perusahaan.

(4) Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal

pemberitahuanditerima oleh pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),

pengusaha wajib menyampaikan kembali peraturan perusahaan yang telah

diperbaiki kepada Menteri ataupejabat yang ditunjuk.

Pasal 113

(1) Perubahan peraturan perusahaan sebelum berakhir jangka waktu berlakunya hanya

dapat dilakukan atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil

pekerja/buruh.

(2) Peraturan perusahaan hasil perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus

mendapat pengesa-han dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 114

Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah

peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh.

Pasal 115

Ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaandiaturdengan Keputusan Menteri.

Bagian Ketujuh

Perjanjian Kerja Bersama

Pasal 116

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 75: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 75/254

(1) Perjanjian kerja bersama dibuat oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa

serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung

 jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.

(2) Penyusunan perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilaksanakan secara musya-warah.

(3) Perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuat secara

tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia.

(4) Dalam hal terdapat perjanjian kerja bersama yang dibuat tidak menggunakan bahasa

Indonesia, maka per-janjian kerja bersama tersebut harus diterjemahkan dalam

bahasa Indonesia oleh penerjemah tersumpah dan terjemahan tersebut dianggap

sudah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

Pasal 117

Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2) tidak

mencapai kesepakatan, maka penyelesaiannya dilakukan melalui prosedur 

penyelesaian perselisihan

hubungan industrial.

Pasal 118

Dalam 1 (satu) perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang

berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan.

Pasal 119

(1) Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat

buruh, maka serikat pekerja/seri-kat buruh tersebut berhak mewakili

pekerja/buruh dalam perundingan

pembuatan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha apabila memiliki

 jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh

pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.

(2) Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi tidak memiliki jumlah anggota

lebih dari 50%(lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh diperusahaan maka serikatpekerja/serikat buruh dapat mewakili pekerja/buruh

dalam perundingan denganpengusaha apabila serikat pekerja/serikat buruh

yang bersangkutan telah mendapat dukungan lebih 50% (lima puluh

perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan melalui

pemungutan suara.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 76: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 76/254

(3) Dalam hal dukungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak tercapai

maka serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan dapat mengajukan

kembali permintaan untuk merundingkan perjanjian kerja bersama dengan

pengusaha setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak

dilakukannya pemungutan suara dengan mengikuti prosedur sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2).

Pasal 120

(1) Dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat

pekerja/serikat buruhmaka yang berhak mewakili pekerja/buruh melakukan

perundingan dengan pengusaha yang jumlah keanggotaannya lebih dari 50%

(lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan

tersebut.

(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi,

makaserikat pekerja/serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai

 jumlah lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah

pekerja/buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili dalam perundingan

dengan pengusaha.

(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak

terpenuhi,maka para seri-kat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding

yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah

anggota masing-masing serikatpekerja/serikat buruh.

Pasal 121

Keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119

dan Pasal 120 dibuktikan dengan kartu tanda anggota.

Pasal 122

Pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2) diselenggarakan

oleh panitia yang terdiri dari wakil-wakil pekerja/buruh dan pengurus serikat

pekerja/serikat buruh yang disaksikan oleh pihak pejabat yang bertanggung jawab di

bidang ketenagakerjaan dan pengusaha.Pasal 123

(1) Masa berlakunya perjanjian kerja bersama paling lama 2 (dua) tahun.

(2) Perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang

masa berlakunya pa-ling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis

antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 77: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 77/254

(3) Perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama berikutnya dapat dimulai paling

cepat 3 (tiga) bulan se-belum berakhirnya perjanjian kerja bersama yang sedang

berlaku.

(4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak mencapai

kesepakatan maka perjan-jian kerja bersama yang sedang berlaku, tetap berlaku

untuk paling lama 1 (satu) tahun.

Pasal 124

(1) Perjanjian kerja bersama paling sedikit memuat :

a. hak dan kewajiban pengusaha;

b. hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;

c. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama; dan

d. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.

(2) Ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan

perundangundanganyang berlaku sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka

ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah

ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 125

Dalam hal kedua belah pihak sepakat mengadakan perubahan perjanjian kerja

bersama, maka perubahan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku.

Pasal 126

(1) Pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pekerja/buruh wajib melaksanakan

ketentuan yang ada da-lam perjanjian kerja bersama.

(2) Pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan isi perjanjian

kerja bersama atau peru-bahannya kepada seluruh pekerja/ buruh.

(3) Pengusaha harus mencetak dan membagikan naskah perjanjian kerja bersamakepada setiap pekerja/ buruh atas biaya perusahaan.

Pasal 127

(1) Perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja/buruh tidak boleh

bertentangan dengan perjanjian kerja bersama.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 78: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 78/254

(2) Dalam hal ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1)bertentangan dengan perjanjian kerja bersama, maka ketentuan dalam

perjanjian kerjatersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan

dalam perjanjian kerja bersama.

Pasal 128

Dalam hal perjanjian kerja tidak memuat aturan-aturan yang diatur dalam perjanjian

kerja bersama maka yang berlaku adalah aturan-aturan dalam perjanjian kerja bersama.

Pasal 129

(1) Pengusaha dilarang mengganti perjanjian kerja bersama dengan peraturan

perusahaan,selama di perusa-haan yang bersangkutan masih ada serikat

pekerja/serikat buruh.

(2) Dalam hal di perusahaan tidak ada lagi serikat pekerja/serikat buruh dan

perjanjiankerja bersama diganti dengan peraturan perusahaan, maka ketentuan

yang ada dalamperaturan perusahaan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan

yang ada dalam perjanjian kerja bersama.

Pasal 130

(1) Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan

diperpanjang atau diper-baharui dan di perusahaan tersebut hanya terdapat 1

(satu) serikat pekerja/serikat buruh, maka perpanjangan atau pembuatan

pembaharuan perjanjian kerja bersama tidak mensyaratkan ketentuan dalam Pasal

119.

(2) Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya

akandiperpanjang atau diper-baharui dan di perusahaan tersebut terdapat lebih

dari 1 (satu)serikat pekerja/serikat buruh dan serikat pekerja/serikat buruh yang

dulu berunding tidaklagi memenuhi ketentuan Pasal 120 ayat (1), maka

perpanjangan atau pembuatanpembaharuan perjanjian kerja bersama dilakukan

oleh serikat pekerja/serikat buruh yang anggotanya lebih 50% (lima puluhperseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan bersama-sama

dengan serikat pekerja/serikat buruh yang membuat perjanjian kerja bersama

terdahulu dengan membentuk tim perunding secara proporsional.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 79: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 79/254

(3) Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya

akandiperpanjang atau diper-baharui dan di perusahaan tersebut terdapat lebih

dari 1 (satu)

serikat pekerja/ serikat buruh dan tidak satupun serikat pekerja/serikat buruh yang

ada memenuhi ketentuan Pasal 120 ayat (1), maka perpanjangan atau pembuatan

pembaharuan perjanjian kerja bersama dilakukan menurut ketentuan Pasal 120

ayat (2) dan ayat (3).

Pasal 131

(1) Dalam hal terjadi pembubaran serikat pekerja/serikat buruh atau pengalihan

kepemilikan perusahaan maka perjanjian kerja bersama tetap berlaku sampai

berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja bersama.

(2) Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) dan masing-masing

perusahaan mempunyai perjan-jian kerja bersama maka perjanjian kerja bersama

yang berlaku adalah perjanjian kerja bersama yang lebih menguntungkan

pekerja/buruh.

(3) Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) antara perusahaan

yangmempunyai perjanjian kerja bersama dengan perusahaan yang belum

mempunyai perjanjian kerja bersama maka perjanjian kerja bersama tersebut

berlaku bagi perusahaan yang bergabung (merger) sampai dengan berakhirnya

 jangka waktu perjanjian kerja bersama.

Pasal 132

(1) Perjanjian kerja bersama mulai berlaku pada hari penandatanganan kecuali

ditentukan lain dalam perjanjian kerja bersama tersebut.

(2) Perjanjian kerja bersama yang ditandatangani oleh pihak yang membuat perjanjian

kerja bersama selan-jutnya didaftarkan oleh pengusaha pada instansi yang

bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

Pasal 133Ketentuan mengenai persyaratan serta tata cara pembuatan, perpanjangan, perubahan,

dan pendaftaran perjanjian kerja bersama diatur dengan Keputusan Menteri.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 80: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 80/254

Pasal 134

Dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha,

pemerintah wajib melaksanakan pengawasan dan penegakan peraturan

perundangundangan

ketenagakerjaan.

Pasal 135

Pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dalam mewujudkan

hubungan industrial merupakan tanggung jawab pekerja/buruh, pengusaha, dan

pemerintah.

Bagian Kedelapan

Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Perselisihan Hubungan Industrial

Pasal 136

(1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha

dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk

mufakat.

(2) Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/ buruh atau serikat

pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui

prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan

undang-undang.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 81: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 81/254

MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN

MODUL 10

HUBUNGAN INDUSTRIAL

*

*

*

*

*

*

*

Disusun oleh:

Yanuar,SE.MM

PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGU

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MERCUBUANA

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 82: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 82/254

Tujuan perkulihan pada tatap muka ke 10 ini adalah:

1.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti ruang lingkup serikat kerja

2.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti tentang syarat pembentukan berdasarkan

undang-undang Republik Indonesia nomor 21 tahun 2000 tentang tentang serikat

pekerja/serikar buruh

Latar belakang Pemikiran

a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan

maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan, serta mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum merupakan hak

setiap warga negara; b. bahwa dalam rangka mewujudkan kemerdekaan berserikat

pekerja,/buruh berhak membentuk dan mengembangkan serikat pekerja/serikat buruh

yang bebas,terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab; c. bahwa serikat

pekerja/serikat buruh merupakan syarat untuk memperjuangkan,melindungi, dan

membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya, serta

mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, c perlu

ditetapkan undang-undang tetang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh;

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (2), pasal 27, dan pasal 28 Undang-undang Dasar 

1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Pertama Tahun 1999;

2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi

Perburuhan Internasional Nomor 98 mengenai Berlakunya Dasar-Dasar daripadanya

Hak Untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama (LembaranNegara Tahun 1956

Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1050) ;3. Undang-undang Nomor 39

Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (LembaranNegara Tahun 1999 Nomor 165,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);

1. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk

pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat

bebas,terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab gunamemperjuangkan,membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan buruh

sertameningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

2. Serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruhyang

didirikan oleh para pekerja/buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh disatu

perusahaan atau di beberapa perusahaan.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 83: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 83/254

3. Serikat pekerja/serikat buruh diluar perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh

yang didirikan oleh pekerja/buruh yang bekerja diluar perusahaan.

4. Federasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan serikat pekerja/serikat

buruh.

5. Konferensi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan federasi serikat

pekerja/serikat buruh.

6. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk yang lain.

7. Pengusaha adalah:

a. orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan

perusahaan milik sendiri;

b. orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri

sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c. orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia

mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang

berkedudukan diluar wilayah Indonesia.

8. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang

perorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara,

yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan memberi upah atau imbalan dalam bentuk

yang lain.

9. Perselisihan antar serikat pekerja/antar serikat buruh, federasi dan konferensi

serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat

buruh, federasi dan konferensi serikat pekerja/serikat buruh, serikat pekerja/serikat

buruh, federasi dan konferensi serikat pekerja/serikat buruh lain, karena tidak adanya

persesuaian paham mengenai keanggotaan serta pelaksanaan hak dan kewajiban

keserikat pekerja.

10. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN

(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruhmenerima Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-undang Dasarf 1945 sebagai

Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2) Serikat pekerja atau serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat

buruh mempunyai asas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 84: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 84/254

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh

mempunyai sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.

(1) Serikat Pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh

bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta

meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.

(2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serikat

pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh

mempunyai fungsi :

a. sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian

perselisihan industrial;

b. sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaha kerja sama dibidang

ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;

c. sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis,

dan berkeadilan sesuai dengan peraaturan perundang-undangan yang berlaku;

d. sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan

kepentingan anggotanya;

e. sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan

pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

f. sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham

dalam perusahaan.

PEMBENTUKAN

Jumlah minimum keanggotaan

(1) Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat

pekerja/serikat buruh.

(2) Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang

pekerja/buruh.

Jumlah minimum anggota federasi

(1) Serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota

federasiserikat pekerja/serikat buruh.(2) Federasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 5 (lima)

serikat pekerja/serikat buruh.

Jumlah minimum anggota konfederasi

(1) Federasi serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi

anggotakonfederasi serikat pekerja/serikat buruh.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 85: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 85/254

(2) Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga)

federasi serikat pekerja/serikat buruh.

Penjangan organisasi

Penjenjangan organisasi serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat

pekerja/serikat buruh diatur dalam anggaran dasar dan /atau anggaran rumah

tangganya.

 Azas pembentukan

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh

dibentuk atas kehendak bebas pekerja/buruh tanpa tekanan atau campur tangan

pengusaha, pemerintah, partai politik, dan pihak manapun.

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh

dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis pekerjaan, atau bentuk lain sesuai

dengan kehendak pekerja/buruh.

 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

(1) Setiap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat

buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

(2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya harus

memuat:

a. nama dan lambang;

b. dasar negara, asas, dan tujuan;

c. tanggal pendirian;

d. tempat kedudukan;

e. keanggotaan dan kepengurusan;

f.sumber dan pertanggungjawaban keuangan; dan

g. ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.

KEANGGOTAAN

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh

harus terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku

bangsa, dan jenis kelamin.Keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh federasi dan konfederasi serikat

pekerja/serikat buruh diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya.

Keanggotaan lebih dari satu serikat kerja

(1) Seorang pekerja /buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat

pekerja/serikat buruh disatu perusahaan.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 86: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 86/254

(2) Dalam hal seorang pekerja/buruh dalam satu perusahaan ternyata tercatat pada

lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, yang bersangkutan harus menyatakan

secara tertulis satu serikat pekerja/serikat buruh yang dipilihnya.

Jabatan

Pekerja/buruh yang menduduki jabatan tertentu di dalam satu perusahaan dan jabatan

itu menimbulkan pertentangan kepentingan antara pihak pengusaha dan pekerja/buruh,

tidak boleh menjadi pengurus serikat pekerja/serikat buruh diperusahaan yang

bersangkutan.

(1) Setiap serikat pekerja/serikat buruh hanya dapat menjadi anggota dari satu federasi

serikat pekerja/serikat buruh.

(2) Setiap federasi serikat pekerja/serikat buruh hanya dapat menjadi anggota dari satu

konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.

(1) Pekerja/buruh dapat berhenti menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh dengan

pernyataan tertulis.

(2) Pekerja/buruh dapat diberhentikan dari serikat pekerja/serikat buruh sesuai dengan

ketentuan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat

buruh yang bersangkutan.

(3) Pekerja/buruh, baik sebagai pengurus maupun sebagai anggota serikat

pekerja/serikat buruh yang berhenti atau diberhentikan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dan ayat (2) tetap bertanggung jawab atas kewajiban yang belum

dipenuhinya terhadap serikat pekerja/serikat buruh.

PEMBERITAHUAN DAN PENCATATAN

(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh

yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang

bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat.

(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan dilampiri :

a. daftar nama anggota pembentuk; b. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; c.

susunan dan nama pengurus.

Nama dan LambangNama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat

pekerja/serikat buruh yang akan diberitahukan tidak boleh sama dengan nama dan

lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat

buruh yang telah tercatat terlebih dahulu.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 87: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 87/254

Pencatatan

(1) Instansi pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1), wajib

mencatat dan memberikan nomor bukti pencatatan terhadap serikat pekerja/serikat

buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah memenuhi

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat

(2),Pasal 7, ayat (2), Pasal 11, Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, selambat-lambatnya 21 (dua

puluh satu) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan.(2) Instansi

pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat menangguhkan

pencatatan dan pemberian nomor bukti pencatatan dalam hal serikat pekerja/serikat

buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh belum memenuhi

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2),

Pasal 7 ayat (2), Pasal 11, Pasal 18 ayat (2), dan Pasal 19.(3) Penangguhan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dan alasan-alasannya diberitahukan secara

tertulis kepada serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat

pekerja/serikat buruh yang bersangkutan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari

kerja terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan.

Dalam hal perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga, pengurus

serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh

memberitahukan kepada instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18

ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal perubahan anggaran

dasar dan/atau anggaran rumah tangga tersebut.

(1) Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), harus

mencatat serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat

pekerja/serikat buruh yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 11, Pasal 18

ayat (2), dan Pasal 19 dalam buku pencatatan dan memeliharanya dengan baik. (2)

Buku pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dapat dilihat setiap saat

dan terbuka untuk umum.

Pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikatburuh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan harus memberitahukan secara

tertulis keberadaannya kepada mitra kerjanya sesuai dengan tingkatannya.

Ketentuan mengenai tata cara pencatatan diatur lebih lanjut dengan keputusan menteri.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 88: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 88/254

HAK DAN KEWAJIBAN

(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh

yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak:

a. membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;

b. mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial;

c. mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan;

d. membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha

peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh;

e. melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pelaksanaan hak-hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 Afiliasi

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh

dapat berafiliasi dan/atau bekerja sama dengan serikat pekerja/serikat buruh

internasional dan/atau organisasi internasional lainnya dengan ketentuan tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kewajiban

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh

yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berkewajiban:

a. melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan

memperjuangkankepentingannya;

b. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya;

c. mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan

anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

PERLINDUNGAN HAK BERORGANISASI

Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk

atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota

atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatanserikat pekerja/serikat buruh dengan cara:

a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan

 jabatan, atau melakukan mutasi;

b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;

c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun ;

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 89: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 89/254

d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.

(1) Pengusaha harus memberikan kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota

serikat pekerja/serikat buruh untuk menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh

dalam jam kerja yang disepakati oleh kedua belah pihak dan/atau yang diatur dalam

perjanjian kerja bersama.

(2) Dalam kesepakatan kedua belah pihak dan/atau perjanjian kerja bersama dalam

ayat (1) harus diatur mengenai:

a. jenis kegiatan yang diberikan kesempatan;

b. tata cara pemberian kesempatan;

c. pemberian kesempatan yang mendapat upah dan yang tidak mendapat upah.

KEUANGAN DAN HARTA KEKAYAAN

Keuangan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat

buruh bersumber dari: a. iuran anggota yang besarnya ditetapkan dalam anggaran

dasar atau anggaran rumah tangga;b. hasil usaha yang sah; dan c. bantuan anggota

atau pihak lain yang tidak mengikat.

Bantuan Pihak Luar 

(1) Dalam hal bantuan pihak lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf 

c,berasal dari luar negeri, pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan

konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memberitahukan secara tertulis

kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan untuk meningkatkan

kualitas dan kesejahteraan anggota.

Keuangan dan Harta

Keuangan dan harta kekayaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi

serikat pekerja/serikat buruh harus terpisah dari keuangan dan harta kekayaan pribadi

pengurus dan anggotanya. Permintaan atau pengalihan keuangan dan harta kekayaan

kepada pihak lain serta investasi dana dan usaha lain yang sah hanya dapat dilakukan

menurut anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh,federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.

Pertanggung jawaban Keuangan

(1) Pengurus bertanggung jawab dalam penggunaan dan pengelolaan keuangan dan

harta kekayaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat

pekerja/serikat buruh.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 90: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 90/254

(2) Pengurus wajib membuat pembukuan keuangan dan harta kekayaan serta

melaporkan secara berkala kepada anggotanya menurut anggaran dasar dan/atau

anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat

pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.

PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Setiap perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat

pekerja/serikat buruh diselesaikan secara musyawarah oleh serikat pekerja/serikat

buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.

Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tidak mencapai

kesepakatan, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi

serikat pekerja/serikat buruh diselesaikan sesuai dengan peraturan perundangundangan

yang berlaku.

PEMBUBARAN

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat

buruhbubar dalam hal:

a. dinyatakan oleh anggotanya menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;

b. perusahaan tutup atau menghentikan kegiatannya untuk selama-lamanya yang

mengakibatkan putusnya hubungan kerja bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan

setelah seluruh kewajiban pengusaha terhadap pekerja/buruh diselesaikan menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. dinyatakan dengan putusan Pengadilan.

Pembubaran Oleh Pengadilan

(1) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c dapat membubarkan

serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh

dalam hal:

a. serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat

buruh mempunyai asas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945;

b. pengurus dan/atau anggota atas nama serikat pekerja/serikat buruh terbukti

melakukan kejahatan terhadap keamanan negara dan dijatuhi pidana penjarasekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.(2)

Dalam hal putusan yang dijatuhkan kepada para pelaku tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) huruf b, lama hukumnya tidak sama, maka sebagai dasar 

gugatan pembubaran serikat pekerja/sserikat buruh, federasi dan konfederasi serikat

pekerja/serikat buruh digunakan putusan yang memenuhi syarat.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 91: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 91/254

(3) Gugatan pembubaran serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat

pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diajukan oleh

instansi pemerintah kepada pengadilan tempat serikat pekerja/serikat buruh,federasi

dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan berkedudukan.

Tanggung Jawab Pengurus

(1) Bubarnya serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat

pekerja/serikat buruh tidak melepaskan para pengurus dari tanggung jawab dan

kewajibannya, baik terhadap anggota maupun pihak lain.

(2) Pengurus dan/atau anggota serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi

serikat pekerja/serikat buruh yang terbukti bersalah menurut keputusan pengadilan yang

menyebabkan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat

pekerja/serikat buruh dibubarkan, tidak boleh membentuk dan menjadi pengurus serikat

pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh lain selama

3 (tiga) tahun sejak putusan pengadilan mengenai pembubaran serikat pekerja/serikat

buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh telah mempunyai kekuatan

hukum tetap.

PENGAWASAN DAN PENYIDIKAN

Untuk menjamin hak pekerja/buruh berorganisasi dan hak serikat pekerja/serikat buruh

melaksanakan kegiatannnya, pegawai pengawas ketenagakerjaan melakukan

pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga kepada pejabat pegawai

negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung

 jawabnya di bidang ketenagekerjaan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan penyidikan

tindak pidana

SANKSI

1) Pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 21

atau Pasal 31 dapat dikenakan sanksi administratif pencabutan nomor bukti

pencatatan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikatpekerja/serikat buruh.

(2) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh

yang dicabut nomor bukti pencatatan kehilangan haknya sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 25 ayat (1) huruf a, b, dan c sampai dengan waktu serikat

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 92: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 92/254

pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang

bersangkutan telah memenuhi ketentuan Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat

(2), Pasal 21 atau Pasal 31.

Sanksi Pidana dan Denda

(1) Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu)

tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00

(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (limaratus juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana

kejahatan.

KETENTUAN LAIN-LAIN

(1) Pegawai negeri sipil mempunyai hak dan kebebasan untuk berserikat.

(2) Hak dan kebebasan berserikat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

pelaksanaannya diatur dengan undang-undang tersendiri.

KETENTUAN PERALIHAN

(1) Pada saat diundangkannya undang-undang ini serikat pekerja/serikat buruh,

federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor 

bukti pencatatan yang baru sesuai dengan ketentuan undang-undang ini

selambatlambatnya 1 (satu) tahun terhitung sejak mulai berlakunya undang-undang ini.

(2) Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak undang-undang ini mulai

berlaku,serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat

buruh yang tidak menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dianggap

tidak mempunyai nomor bukti pencatatan.

Pemberitahuan pembentukan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi

serikat pekerja/serikat buruh yang telah diajukan, tetapi pemberitahuan tersebut belum

selesai diproses saat undang-undang ini mulai berlaku, harus diproses menurut

ketentuan undang-undang ini.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 93: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 93/254

MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN

MODUL 11

PERJANJIAN KERJA BERSAMA

**

*

*

*

*

*

Disusun oleh:

Yanuar,SE.MM

PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGU

FAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS MERCUBUANA

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 94: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 94/254

Tujuan perkulihan pada tatap muka ke 11 ini adalah:

1.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti tentang perjanjian kerja bersama

2.Agar mahasiswa mengetahui dan trampil dalam berunding

PERJANJIAN KERJA BERSAMA(PKB) DAN KETRAMPILAN BERUNDING

DR. H. Hasanuddin Rachman

Ketua DPN APINDO

Bidang Hubungan Industrial dan Advokasi Perundingan Bersama & Kesepakatan

Bersama

“PERUNDINGAN BERSAMA PADA HAKEKATNYA MERUPAKAN UPAYA

MUSYAWARAH ANTARA PIHAK PEKERJA ATAU SP / SB DI SATU SISI

DAN PIHAK PENGUSAHA /MANAJEMEN DISISI LAIN. UNTUK

MAKSUD TERSEBUT DIPERLUKAN KETERAMPILAN MELAKUKAN 

NEGOSIASI DAN SIKAP YANG TEPAT”.

 ALAS HUKUM PKB

 _ Pasal 116 - 133 UU No. 13 / 2003

Tentang Ketenagakerjaan.

 _ Kepmenakertrans Nomor :

Kep.48/MEN/IV/2004 Tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan

Perusahaan Serta Pembuatan danPendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.

PENGERTIAN PKB

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan

antara SP /SB atau beberapa SP / SB yang tercatat pada instansi yang bertanggung

 jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau

perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua

belah pihak.(Pasal 1, point 2, Kepmenakertrans No.48/2004)

PEMBUATAN PKB

 _ PKB dibuat oleh SP / SB yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di

bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.

 _ Perundingan PKB dilakukan secara musyawarah untuk mufakat.

 _ Tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia.

 _ Jika bahasa asing harus diterjemahkan kebahasa Indonesia.

Jika Perundingan PKB Mengalami Deadlock Penyelesaiannya melalui prosedur 

penyelesaian perselisihan hubungan industrial.(Pasal 117 UU No.13/2003)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 95: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 95/254

Jumlah PKB dan Yang Berhak Mewakili P/B_ Dalam 1 (satu) perusahaan hanya dapat

dibuat 1(satu) PKB yang berlaku bagi seluruh P / B di perusahaan;

 _ Bila di satu perusahaan hanya terdapat satu SP/SB, maka ia berhak mewakili P / B

dalam perundingan PKB apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50% dari jumlah

seluruh P / B di perusahaan ybs, bila kurang harus telah mendapat dukungan lebih dari

50% dari jumlah seluruh P / B di perusahaan melalui pemungutan suara.

Bila Jumlah Dukungan Kurang & SP/SB Lebih Dari Satu SP/SB yang bersangkutan

dapat mengajukankembali permintaan untuk berunding denganPengusaha setelah

melampaui 6 bulan;

 _ Bila terdapat SP / SB lebih dari satu, yang berhak berunding adalah SP / SB yang

memiliki anggota lebih dari 50%, bila dua2nya kurang – dapat berkoalisi sehingga

mencapai lebih dari 50%;

 _ Keanggotaan SP / SB harus dibuktikan dengan Kartu Tanda Anggota (KTA).

Pemungutan Suaradan Masa Berlaku

 _ Diselenggarakan oleh panitia wakil-wakil P / B dan SP / SB disaksikan oleh pejabat;

 _ Masa berlaku PKB paling lama 2 tahun, dapat diperpanjang satu tahun atas dasar 

kesepakatan tertulis Pengusaha dan SP / SB;_ Perundingan pembaharuan dapat

dimulai paling cepat 3 bulan sebelum berakhir PKB yang sedangberlaku;

 _ Bila belum tercapai kesepakatan, PKB lama tetap berlaku paling lama satu tahun.

ISI PKB

1. PKB paling sedikit memuat :

a) Hak dan kewajiban Pengusaha;

b) Hak dan kewajiban SP / SB serta P / B;

c) Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB; dan

d) Tanda tangan para pihak.

2. Tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

3. Jika bertentangan maka batal demi hukum dan yangberlaku adalah peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Hubungan Perjanjian Kerja Dengan PKB _ Perjanjian Kerja tidak boleh bertentangan dengan PKB.

 _ Jika bertentangan batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam PKB.

 _ Dalam hal Perjanjian Kerja tidak memuat aturanaturan yang diatur dalam PKB maka

yang berlaku adalah aturan-aturan dalam PKB.

Larangan Penggantian PKB Dengan PP

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 96: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 96/254

 _ Pengusaha dilarang mengganti PKB dengan PP selama di perusahaan ybs masih ada

SP /SB;

 _ Bila tidak ada lagi SP / SB dan PKB diganti PP, maka ketentuan PP tidak boleh lebih

rendahdari PKB;

 _ Bila SP / SB bubar atau pengalihan kepemilikan, PKB tetap berlaku hingga masa

berakhirnya.

PKB Perusahaan Merger 

 _ Bila terjadi merger dan masing-masing perusahaan memiliki PKB, yang berlaku

adalah PKB yang isinya lebih menguntungkan P / B;

 _ Bila terjadi merger hanya ada satu PKB, maka PKB yang berlaku berasal dari

perusahaan yang telah memiliki PKB.

Berlakunya PKB Mulai berlaku pada hari penanda-tanganan kecuali ditentukan lain.

PENDAFTARAN PKB

 _ Pengusaha mendaftarkan PKB kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang

ketenagakerjaan.

 _ Pendaftaran PKB dimaksudkan untuk :

a. sebagai alat monitoring dan evaluasi pengaturan syarat-syarat kerja yang

dilaksanakan di perusahaan.

b. Sebagai rujukan utama dalam hal terjadi perselisihan pelaksanaan PKB.

PENDAFTARAN PKB

 _ Pengajuan PKB harus melampirkan naskah PKB yang dibuat dalam rangkap 3 (tiga)

bermaterai cukup yang telah ditandatangani oleh pengusaha dan SP/SB.

PENDAFTARAN PKB

 _ Pengusaha, SP / SB dan P / B wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam PKB.

 _ Pengusaha dan SP / SB wajib memberitahukan isi PKB atau perubahannya kepada

seluruh P / B.

Perundingan PKB Belum Selesai

 _ Para pihak dapat menjadwal kembali paling lama 30 (tigapuluh) hari setelah

perundingan gagal; _ Masih gagal juga, para pihak harus membuat pernyataan tertulis memuat:

a.Materi yang belum dicapai kesepakatan,

b.Pendirian para pihak,

c.Risalah perundingan,

d.Tempat, tanggal dan tanda tangan para pihak,

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 97: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 97/254

e.Salah satu pihak atau para pihak melaporkan ke

Depnakertrans sesuai tingkatan,

f. Terdapat pilihan penyelesaian: Mediasi, Konsiliasi atau

 Arbitrasi.

Pilihan Penyelesaian

 _ Para pihak tidak memilih Konsiliasi dan Arbitrasi, maka Mediator HI Disnaker yang

menangani,

 _ Mediator HI membuat anjuran tertulis, apabila para pihak tidak menerimanya, maka

atas kesepakatan para pihak, Mediator HI melaporkan kepada Menteri untuk

menetapkan langkah-langkah penyelesaian,

 _ Laporan Mediator HI memuat: materi yang belum disepakati, pendirian para pihak,

kesimpulanperundingan, dan pertimbangan & saran penyelesaian,

Pilihan Penyelesaian

 _ Menteri dapat menunjuk pejabat untuk melakukan penyelesaian pembuatan PKB,

 _ Apabila tidak tercapai kesepakatan, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke

Pengadilan Hubungan Industrial di daerah hukum tempat P/B bekerja atau domisili

Perusahaan yang wilayah hukumnya melebihi satu wilayah hukum.

Ketentuan Peralihan, Sanksi dan Penutup

 _ PKB yang ada berdasarkan PMTK No. Per-01/Men/1985 masih berlaku sampai

berakhirnyaPKB tersebut;

 _ Barang siapa melanggar dikenakan sanksi sesuai dengan UU 13/2003;

 _ Dengan ditetapkannya Kepmen 48/2004 ini, maka Permenakertranskop No. Per-

/Men/1978, PMTK No. Per-01/Men/1985, dan Kepmenaker No. Kep-97/Men/1993

dinyatakan tidak berlaku lagi.

PERUNDINGAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA(PKB)

Yang Dilakukan Sebelum Perundingan Bersama

 _ Keinginan untuk memasuki tahap negosiasi;

 _ Ada wilayah-wilayah potensial yang dapat dijadikan konsesi;

 _ Kedua belah pihak mempunyai wewenang untuk menyesuaikan posisi mereka; _ Masing-masing pihak telah mempersiapkan secara cermat posisi negosiasinya.

Empat Tahap Perundingan Bersama

1. Persiapan, mencakup penentuan sasaran dan prioritas, mengumpulkan informasi,

dan menentukan strategi yang akan digunakan.

2. Diskusi, menandakan dimulainya proses perundingan bersama.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 98: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 98/254

Empat Tahap Perundingan Bersama

3.Perundingan (Tawar-Menawar),mencakup ajuan proposal atau usulan,

penawaran konsesi dan mengarah pada suatu kesepakatan.

4. Penutup dan Kesepakatan, kedua belahpihak secara aktif mencari posisi menang

menang dan mencapai suatu kesepakatan yang dapat diterima bersama.

Kondisi dan Suasana Perundingan

 _ Kondisi dan suasana sebelum memulai perundingan.

 _ Kesiapan bahan awal.

 _ Suasana dan kenyamanan tempat.

 _ Dukungan sekretariat.

Persiapan Perundingan Yang Baik

1. Penentuan tim perunding;

2. Tata tertib perundingan;

3. Strategi perundingan bersama;

4. Kiat-kiat untuk melancarkan perundingan;

5. Teknik komunikasi dalam perundingan bersama;

6. Pengaturan tempat duduk dan ruangan;

7. Masalah-masalah yang dihadapi dalam perundingan bersama;

8. Win-win solution.

Penentuan Tim Perunding

 _ Pengusaha dan SP/SB menunjuk Tim Perunding sesuai kebutuhan masing masing

paling banyak 9 (sembilan) orang dengankuasa penuh;

 _ SP/SB yang tidak terwakili dapat menyampaikan aspirasinya secara tertulis

kepada Tim Perunding sebelum dimulai perundingan.

Tata Tertib Perundingan

 _ Tujuan pembuatan Tatib;

 _ Susunan Tim Perunding;

 _ Ketua tim perunding dan juru bicara;

 _ Lamanya masa perundingan; _ Materi perundingan;

 _ Tempat perundingan;

 _ Tata-cara perundingan;

 _ Cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan;

 _ Sahnya perundingan;

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 99: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 99/254

 _ Biaya perundingan.

Strategi

Perundingan Bersama

1. Bicara fakta;

2. Melakukan kontrol diri;

3. Katakan kebenaran;

4. Meminta lebih dari yang diharapkan;

5. Usahakan penawaran akhir berhasil;

6. Bersikap tegas untuk persoalan khusus;

7. Tanyakan bukti;

8. Waktu bertindak secara hati-hati;

9. Mengambil keuntungan dari waktu istirahat.

Teknik Komunikasi Dalam Perundingan Bersama

1. Mengefektifkan komunikasi;

2. Memahami prinsip negosiasi;

3. Menarik perhatian mitra berunding;

4. Mengatasi perbedaan pendapat;

5. Mencari win-win solution.

Prinsip Negosiasi Dalam Perundingan Bersama

1. Memisahkan masalah bisnis dari soal pribadi;

2. Negosiasi kepentingan, bukan posisi;

3. Kesepakatan untuk keuntungan bersama;

4. Menggunakan standar;

5. Menghitung untung rugi.

Pengaturan tempat duduk dan ruangan

 _ Para pihak berhadapan;

 _ Posisi duduk Ketua Tim Perunding / Juru Bicara ditengah diapit oleh Anggota Tim;

 _ Ruangan diupayakan terisolir dari berbagai macam gangguan dan bersuasana

nyaman; _ Dilengkapi dengan flipchart / whiteboard .

Kiat-Kiat Untuk Melancarkan Perundingan

Delapan strategi menarik perhatian komunikan :

1. Merumuskan sasaran komunikasi dan antisipasi prospek.

2. Mengenali komunikan.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 100: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 100/254

3. Mengenali diri sebagai komunikator.

4. Menempatkan komunikasi dalam konteks pembicaraan.

5. Menumbuhkan keyakinan komunikan.

6. Menyenangkan komunikan.

7. Memilih tempat dan waktu yang tepat.

8. Mengantisipasi komunikan.

Kiat-Kiat Untuk Melancarkan Perundingan

Delapan Strategi Mengatasi Perbedaan Pendapat :

1. Menahan diri dan menahan emosi.

2. Mendengarkan orang lain bicara.

3. Memberi rasa empati.

4. Berbicara secara lembut.

5. Membahas masalah yang bukan bersifat pribadi.

6. Membahas masa depan bukan mempermasalahkan masa lalu.

7. Memilah bagian yang disepakati.

8. Selalu membuka pintu untuk berdialog.

Jangan mengadakan perundingan

bersama jika …

 _ Anda tidak memiliki kekuatan berunding;

 _ Anda tidak memiliki sesuatu untuk dirundingkan;

 _ Sasaran yang lebih luas dapat menjadi praduga yang salah;

 _ Anda tidak mempersiapkan dengan baik;

 _ Anda tidak mengetahui secara tepat apa yang anda inginkan.

Masalah-Masalah Dalam Proses Perundingan Bersama

 _ Kondisi dan sikap Pengusaha.

 _ Kondisi dan sikap SP/SB.

 _ Fasilitasi Pemerintah.

 _ Pengaruh lingkungan.

 _ Kondisi dan suasana perundingan.

Sikap Pengusaha

 _ Masih terdapat Pengusaha / Manajemen yang apriori atau mencurigai SP/SB.

 _ Ada Pengusaha / Manajemen kurang memberi perhatian pada masalah

ketenagakerjaan dan menyerahkan bulat-bulat kepada manajemen HRD.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 101: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 101/254

 _ Manajemen yang juga pemilik modal (bukan manajemen profesional), cenderung

untuk konsentrasi kepada produksi, sehingga selalu kurang perhatian kepada

perbaikan kesejahteraan pekerja.

Kecenderungan Perunding Pengusaha

 _ Kurang memahami persepsi pekerja.

 _ Kurang memperhatikan kondisi pekerja.

 _ Tidak sabar mendengar.

 _ Tertutup/tidak transparan.

 _ Sikap defensif/membela diri.

 _ Cepat tersinggung.

 _ Sukar mengendalikan emosi.

 _ Arogansi kekuasaan.

Kondisi SP/SB

 _ Tenaga tingkat atas dan atau yang gajinya besar pada umumnya enggan masuk

SP/SB.

 _ Banyak pekerja yang merasa tidak cukup waktu masuk SP/SB.

 _ Banyak pekerja yang enggan masuk SP karena :

 _ takut dimusuhi manajemen.

 _ dibayangi pengalaman masa lampau.

Ciri Perunding SP/SB

 _ Pendidikan pada umumnya rendah.

 _ Persepsi dan wawasan sempit.

 _ Kemampuan dan diplomasi berunding terbatas.

 _ Pemimpin populer dan pemimpin berkualitas.

 _ Tuntutan jangka pendek.

 _ Sikap curiga atau apriori terhadap pengusaha.

 _ Perasaan inferior dan over kompensasi.

Fasilitasi Pemerintah _ Keterbatasan tenaga dan kemampuan memberi penjelasan.

 _ Keterbatasan buku-buku pedoman dan petunjuk.

 _ Kecenderungan menjadi beban pengusaha.

Pengaruh Lingkungan

 _ Intervensi aparat keamanan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 102: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 102/254

 _ Intervensi LSM berbajukan membela buruh.

 _ Intervensi SP/SB luar negeri.

 _ Intervensi politik.

WIN-WIN SOLUTION

1. Memperluas alternatif pilihan.

2. Menguraikan manfaat untuk kedua belah pihak.

3. Memilah bagian yang disepakati.

4. Tetap membuka pintu dialog : Tidak ada perundingan yang gagal, akan

tetapi keputusan yang tertunda.

Best Practices

Contoh-contoh redaksional dalam PKB dari masa ke masa yang dimuat dalam

PKB

Perusahaan-Perusahaan:

 _ Luasnya / Jangkauan / Batas-batas / RuangLingkup / Perjanjian;

 _ Status / Jenis Hubungan Kerja Pekerja/Buruh.

“Luasnya / Jangkauan / Batasbatas/ Ruang Lingkup / Perjanjian”

 _ Pengusaha dan Serikat Buruh menyetujui bahwa Perjanjian Perburuhan ini terbatas

mengenai hal hal yang umum saja seperti tertera dalam Perjanjian ini; Perusahaan dan

SB tetap mempunyai hak-hak lain yang diatur oleh Peraturan Perundangan yang

berlaku. (GOODYEAR INDONESIA)

 _ Telah dimengerti dan disetujui oleh Perusahaan dan Serikat

Pekerja bahwa Kesepakatan Kerja ini terbatas mengenai hal-hal yang umum saja

seperti tertera dalam kesepakatan ini dan bahwa, Perusahaan dan Serikat Pekerja tetap

mempunyai hak-hak lainnya sesuai dengan atau dilindungi oleh Undang Undang

Republik Indonesia. (BANK TOKYO) “Luasnya / Jangkauan / Batasbatas / Ruang

Lingkup / Perjanjian”

 _ Pengusaha dan Serikat Pekerja menyetujui bahwa Kesepakatan Kerja ini hanya

terbatas pada hal yang umum.Pengusaha dan Serikat Pekerja mempunyai hak-hak lain yang diatur atau dilindungi

oleh Peraturan Perundangan yang berlaku. (BRIDGESTONE TIRE INDONESIA);

 _ Disetujui dan disepakati bersama bahwa kesepakatan ini terbatas dan hanya berlaku

unuk hal-hal yang secara jelas dimuat didalam KKB ini dan bahw Pengusaha, SP dan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 103: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 103/254

Pekerja masih tetap memiliki hak-hak dan kewajiban lainnya yang diatur dan dilindungi

oleh undang-undang serta peraturan pemerintah yang ada hubungannya dengan

ketenagakerjaan. (SONY)

“Luasnya / Jangkauan / Batasbatas/ Ruang Lingkup / Perjanjian”

 _ Kedua belah pihak menyetujui dan memahami, bahwa dalam Perjanjian diatur hal-hal

yang umum secara jelas sebagaimana diuraikan dalam Pejanjian. Pengusaha dan

SB tetap mempunyai hak-hak lainnya sebagaimana diatur ataupun dilindungi oleh

Undang-undang dan Peraturanperauran Pemerintah lainnya. (FRIESCHE VLAG

INDONESIA)

 _ Telah disetujui dan dimengerti bersama, baik oleh Perusahaan maupun Serikat Buruh,

bahwa perjanjian ini secara umum mengatur hal-hal yang tercantum didalamnya,

disamping hak-hak Perusahaan dan SB lainnya, tunduk pada Perundang-undangan,

Hukum serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (FREEPORT INDONESIA)

Status / Jenis Hubungan Kerja Pekerja / Buruh Pekerja Tetap: Adalah Pekerja yang

telah menerima surat pengangkatan sebagai pekerja tetap dari Perusahaan;

 _ Pekerja Dalam Waktu Tertentu: Adalah Pekerja yang dipekerjakanuntuk waktu tertentu

sesuai UU 13/2003 dan Kepmen 100/2004;

 _ Kesepakatan Kerja Bersama ini tidak berlaku terhadap Pekerja yang syarat-syarat

kerjanya diatur tersendiri di dalam suatu perjanjian kerja perseorangan.

Jenis Hubungan Kerja Pekerja /Buruh

 _ Berdasarkan azas pengertian per Undang-Undangan di suatu Perusahaan hanya

terdapat dua pihak saja, yaitu:

1. Pihak Pengusaha, menurut istilah Undang-Undang disebut “Majikan” (Pengusaha).

Dalam arti kata Pengusaha ini, termasuk juga: Kepala, Pemimpin, atau Pengurus

Perusahaan atau Bagian Perusahaan. Mereka tidak tergolong dalam peristilahan

“Buruh”.

2. Pihak Buruh, adalah seluruh Karyawan tetap dari Perusahaan yang bersangkutan,

kecuali mereka yang tersebut dalam butir (1);3. Yang tergolong dalam butir (1) di Perusahaan adalah:_ Para Pejabat Assisten Section

Manager dan para Pejabat yang lebih tinggi;

 _ Sekretaris Presiden Direktur, anggauta Staf Khusus, Seksi Accounting, Seksi

Personalia termasuk Bagian Keamanan.Jenis Hubungan Kerja Pekerja /Buruh

UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2):

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 104: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 104/254

 _ Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu;

 _ Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud di atas di dasarkan atas:

a. jangka waktu; atau

b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Literatur :

1. Buku Pegangan untuk Pengusaha, Elise

Callander (BPP);

2. Perundingan Bersama, Standar ILO dan Prinsip

Badan Penasehat, Bernard Gernigon;

3. Pedoman Pelatihan Serikat Pekerja, Manuel Dia

(PSP);

4. UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan;

5. Kepmenakertrans No. 48/2004

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 105: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 105/254

MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN

MODUL 12

TEKNIK NEGOSIASI

*

*

*

*

*

*

*

Disusun oleh:

Yanuar,SE.MM

PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGUFAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MERCUBUANA

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 106: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 106/254

Tujuan perkulihan pada tatap muka ke 12 ini adalah:

1.Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti tentang teknik negosiasi

2.Agar mahasiswa mengetahui dan trampil dalam berunding

Alih Bahasa: Rulita Wijayaningdyah

Penerbit edisi bahasa Indonesia:

Friedrich-Ebert-Stiftung (FES)

Perwakilan di Indonesia

Pada tahun-tahun belakangan ini telah membawa perubahan penting bagi kondisi

hubungan industrial di Indonesia. Ratifikasi konvensi ILO nomor 87 tentang Kebebasan

Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi oleh Pemerintah Indonesia telah

mendorong pertumbuhan sejumlah organisasi serikat pekerja baru. Serikat pekerja pada

saat ini telah memainkan peran yang lebih aktif dalam hubungan industrial di tempat

kerja bila dibandingkan kondisi sebelumnya pada beberapa tahun yang lalu dan pihak

pengusaha juga telah memberikan perhatian pada perkembangan tersebut.

Bagaimanapun telah menjadi suatu kondisi bahwa seringkali muncul permasalahan

dalam hubungan industrial pada saat terjadi perselisihan antara pihak manajemen dan

pihak pekerja, yang dapat diselesaikan dengan baik bila prosedur bernegosiasi secara

efektif diterapkan dan bila pihak pekerja dan pihak manajemen dapat bernegosiasi

secara efektif. Panduan praktis yang terangkum dalam buku “Negosiasi Efektif” telah

dipergunakan secara teratur dalam aktivitas pendidikan untuk serikat pekerja di

Indonesia saat ini dan partisipan pada umumnya telah merasakan manfaat dari buku

panduan tersebut. Materi mengenai “Negosiasi Efektif” ditulis oleh kolega dari kantor 

ILO di Bangkok beberapa tahun yang lalu dan pertama kali diterbitkan dalam bahasa

Indonesia pada tahun 1998 dengan kerjasama Friedrich-Ebert-Stiftung. Edisi ini

kemudian diterbitkan oleh Proyek ILO Pendidikan untuk Pekerja di Indonesia yang

merupakan proyek dari Biro ILO untuk aktivitas pekerja yang didukung oleh Departemen

Perkembangan Internasional (DFID) dari Pemerintah Inggris. Biro ILO untuk Aktivitas

pengusaha juga telah memberikan dukungan kepada publikasi panduan praktis ini.

Materi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak serikat pekerja dan organisasi

pengusaha dan membantu untuk meningkatkan kegiatan bernegosiasi secara efektif 

dalam hubungan industrial.

Patrick Quinn,Chief Technical Adviser Proyek ILO Pendidikan untuk Pekerja di

Indonesia

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 107: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 107/254

1. Definisi Negosiasi

2. Gambaran Umum Proses Negosiasi

3. Hasil-hasil Negosiasi

4. Kapan Harus Bernegosiasi ?

5. Struktur Negosiasi

 A. Persiapan

1. Mengumpulkan Informasi

2. Menetapkan Sasaran

3. Menentukan Prioritas

4. Menginvestigasi tentang Pihak Lawan

5. Mengembangkan Strategi Negosiasi

6. Mengetahui Keterikatan atau Batasan Mandat yang Diberikan pada Anda

7. Mempertimbangkan Konsekuensi Kegagalan

B. Diskusi

1. Komunikasi

2. Pertanyaan

3. Memberi Signal

4. Penyajian Argumentasi

C. Perundingan (Tawar-Menawar)

D. Penutup dan Kesepakatan

6. Deadlock (Negosiasi yang Menemui Jalan Buntu)

7. Gaya-gaya dalam Negosiasi

 A. Negosiasi Kooperatif 

B. Negosiasi Kompetitif 

8. Membuat Catatan dan Dokumentasi

9. Pernyataan Pers

1. Definisi Negosiasi

Negosiasi adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih yang mempunyai

kepentingan yang sama atau bertentangan bertemu dan berbicara dengan maksuduntuk mencapai suatu kesepakatan.

Pertentangan kepentingan memberikan alasan terjadinya suatu negosiasi.

Persamaan kepentingan juga memberikan alasan terjadinya negosiasi atas dasar 

motivasi untuk mencapai kesepakatan.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 108: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 108/254

Dalam hubungan industrial, kepentingan yang sama antara pekerja dan pengusaha

adalah dalam hal produksi. Kedua belah pihak menginginkan agar produksi berlanjut

dan meningkat karena merupakan sumber penghasilan dan keuntungan mereka.

Kepentingan yang bertentangan dalam hubungan industrial adalah pembagian porsi

produksi untuk kedua belah pihak. Para pekerja memperoleh porsi bagian mereka

melalui kondisi kepegawaian dan kondisi kerja yang baik, termasuk upah yang lebih

tinggi, keselamatan, kesehatan dan jaminan kerja yang lebih baik, serta pekerjaan yang

bebas stress. Pihak pengusaha memperoleh bagian mereka dalam bentuk profit / laba

yang lebih tinggi dan dana yang lebih banyak untuk investasi.

Negosiator yang sukses bekerja untuk mencapai

kesepakatan dengan menyoroti kepentingankepentingan

yang sama dan menghindari

pertentangan-pertentangan

Hubungan industrial melibatkan negosiasi dalam banyak bentuk:

     Antara seorang pekerja secara individual dengan majikannya

     Antara suatu serikat pekerja atau sekelompok pekerja dengan seorang pengusaha

     Antara satu kelompok serikat pekerja dengan satu kelompok pengusaha

Negosiasi dapat berlangsung secara kolektif 

atau individual: hal tersebut adalah hakikat

sistem hubungan industrial manapun yang

berdasarkan negosiasi kolektif 

Negosiasi dapat terjadi pada beberapa tingkatan:

    Pada tingkat unit kerja

    Pada tingkat perusahaan

    Pada tingkat sektor industri

    Pada tingkat nasional

2. Gambaran Umum Proses Negosiasi

Gambaran umum proses negosiasi adalah sebagai berikut:

    Relatif tidak berstruktur dan tidak ada ketua sidang    Tidak ada aturan prosedur yang baku

    Tidak ada agenda yang baku atau sama; tiap-tiap pihak memperjuangkan

kepentingannya masing-masing.

    Melibatkan proses pembicaran, mendengarkan dan pengamatan

    Tujuannya adalah untuk mencapai suatu kesepakatan yang dapat diterima oleh

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 109: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 109/254

kedua belah pihak

    Proses negosiasi adalah milik pihak-pihak yang terkait: tidak dihadiri oelh pihak

ketiga yang independen, kecuali jika negosiasi macet atau mencapai deadlock dan

kemudian ditunjuk seorang konsiliator atau penengah untuk membantu dalam

proses perundingan

    Negosiasi tidak selalu berakhir dengan kesepakatan; kedua belah pihak mungkin saja

dapat menyetujui ketidaksepakatan yang terjadi.

Negosiasi melibatkan:

    Persuasi / bujukan untuk mencapai suatu maksud

    Kompromi yang konstruktif / membangun

Melalui persuasi / bujukan, Anda mendorong dan berusaha untuk meyakinkan pihak lain

untuk menerima hal-hal yang Anda ingin mereka terima.

Kompromi yang konstruktif artinya menyesuaikan posisi Anda sebagai tanggapan atas

kurangnya keinginan pihak lain untuk menerima proposal atau usulan Anda. Kompromi

ini adalah kebalikan dari perundingan posisional, dimana salah satu pihak dengan

kerasnya mempertahankan suatu rangkaian posisi dan menolak untuk berkompromi

atau menyesuaikan diri sebagai tanggapan atas suatu argumentasi atau ajakan yang

persuasif.

3. Hasil-hasil Negosiasi

 Ada empat hasil-hasil negosiasi yang mungkin terjadi:

MENANG – KALAH

Salah satu pihak mencapai seluruh atau sebagian besar hasil dari rencana yang

diharapkan, sementara pihak lainnya tidak mendapatkan hasil apa-apa, atau mencapai

hasil yang sangat kecil.

Contoh:

Suatu serikat pekerja menuntut kenaikan upah sebesar 15 persen. Pihak

pengusaha tidak menawarkan apa-apa. Jika hasil akhirnya adalah serikat pekerja

memperoleh kenaikan 15 persen, maka serikat tersebut telah menang dan pihak

pengusaha telah kalah.KALAH – MENANG

Salah satu pihak tidak mendapatkan hasil apa-apa atau sangat kecil dari rencana yang

diharapkan, sementara pihak lain mencapai seluruh atau sebagian besar.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 110: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 110/254

Contoh:

Suatu serikat pekerja menuntut kenaikan upah sebesar 15 persen. Pihak pengusaha

tidak menawarkan apa-apa, Jika hasil akhirnya adalah tidak ada kenaikan, maka pihak

pengusaha telah menang dan serikat pekerja tersebut telah kalah.

KALAH – KALAH

Pihak-pihak yang berunding gagal mencapai kesepakatan. Pertentangan kepentingan

lebih dominan dari persamaan kepentingan, tidak ada atau sangat sedikit kompromi dan

muncul kemungkinan bahwa konflik atau pertentangan dapat berkembang mencapai

tahap mogok atau macet (lockout )

Contoh:

Pihak serikat pekerja menuntut kenaikan upah sebesar 15%. Pihak pengusaha

menawarkan 2%. Masing-masing pihak mempertahankan posisi awalnya

sehingga negosiasi macet dan berakhir dengan mogok kerja. Baik pihak pekerja

dan pengusaha kehilangan penghasilan mereka karena produksi terhenti.

MENANG – MENANG

Kedua belah pihak mencapai hasil sebagian dari posisi tuntutan dan penawaran

pertama mereka.

Contoh:

Serikat pekerja menuntut kenaikan upah sebesar 15%. Pihak pengusaha

menawarkan 2%. Melalui persuasi dan kompromi, maka akhirnya disepakati

kenaikan sebesar 8%. Target kedua kedua belah pihak telah bergeser dari posisi

awal, namun tidak harus sampai pada hasil dimana kedua-duanya kalah.

 Yang diupayakan dalam negosiasi adalah situasi menang – menang. Tujuannya

bukanlah untuk mengalahkan pihak yang lain atau untuk menciptakan

pertentangan. Tujuan negosiasi bagi kedua belah pihak adalah untuk mencapai

sasaran mereka pada tingkat yang dapat diterima oleh kedua belah pihak

4. Kapan Harus Bernegosiasi ?

Jangan pernah bernegosiasi karena takut, Tetapi jangan pernah takut untuk 

bernegosiasi. John F. Kennedy  Apa yang harus ada sebelum bernegosiasi ?

    Keinginan untuk memasuki tahap negosiasi. Hal ini mengindikasikan kesamaan

persepsi kepentingan.

     Ada wilayah-wilayah potensial yang dapat dijadikan konsesi.

    Kedua belah pihak mempunyai wewenang untuk menyesuaikan posisi mereka.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 111: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 111/254

    Masing-masing pihak telah mempersiapkan secara cermat posisi negosiasinya.

Jangan bernegosiasi jika:

     Anda tidak memiliki kekuatan berunding

     Anda tidak memiliki sesuatu untuk dirundingkan

    Sasaran yang lebih luas dapat menjadi praduga yang salah

     Anda tidak mempersiapkan dengan baik

     Anda tidak mengetahui secara tepat apa yang Anda inginkan

5. Struktur Negosiasi

 Ada empat tahap yang biasanya terjadi dalam negosiasi:

A. Persiapan

Persiapan mencakup penentuan sasaran dan prioritas, mengumpulkan informasi, dan

menentukan strategi yang akan digunakan.

B. Diskusi

Diskusi menandakan dimulainya proses negosiasi.

C. Perundingan (Tawar – Menawar)

Perundingan mencakup ajuan proposal atau usulan penawaran konsesi dan mengarah

kepada suatu kesepakatan.

D. Penutup dan Kesepakatan

Di sini kedua belah pihak secara aktif mencari posisi Menang – Menang dan mencapai

suatu ke sepakatan yang dapat diterima bersama.

A. Persiapan

Gagal membuat suatu perencanaan adalah suatu perencanaan untuk gagal.

Tujuan dari persiapan adalah untuk mengembangkan suatu kasus yang telah

diselidiki dengan baik, mengikuti suatu perencanaan dan mengidentifikasikan

konsekuensi-konsekuensi kegagalan jika membuat kesepakatan

Persiapan mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Mengumpulkan informasi

2. Menetapkan sasaran

3. Menentukan prioritas4. Menelusuri tentang pihak lawan dan kasusnya

5. Mengembangkan suatu strategi negosiasi

6. Mengetahui keterikatan atau batasan mandat yang diberikan kepada Anda

7. Mempertimbangkan konsekuensi kagagalan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 112: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 112/254

1. Mengumpulkan Informasi

Pengumpulan informasi ini mencakup:

    prosedur yang disetujui untuk menyelesaikan perselisihan

    keabsahan suatu tuntutan berdasarkan hukum

    implikasi biaya dari konsesi-konsesi yang dibuat

    dampak sosial dari konsesi-konsesi yang dibuat

    hasil-hasil yang pernah dicapai sebelumnya berdasarkan tuntutan yang sama

    situasi kompetitif eksternal

    pengupahan dan kondisi di tempat kerja atau perusahaan serta lokasi lainnya

    indikator seperti inflasi, produktivitas, pertumbuhan industri dan profitabilitas

Perusahaan Dalam mengumpulkan informasi-informasi tersebut, pastikan bahwa Anda

memiliki cukup bukti untuk mendukung fakta-fakta yang ingin Anda ajukan selama

negosiasi.

Negosiasi yang sukses tidak dapat disulap dalam sekejap saja, tetapi

membutuhkan suatu persiapan yang teliti !

2. Menetapkan Sasaran

Hal ini meliputi:

    Mengetahui mengapa Anda ingin bernegosiasi dan apa yang dibahas dalam

negosiasi tersebut

    membedakan antara sasaran yang dapat diterapkan pada semua situasi dan sasaran

yang dapat diterapkan pada negosiasi individual

    masing-masing pihak mempertimbangkan tiga posisi untuk setiap negosiasi,

yaitu:

- posisi ideal

- posisi target

- posisi resistan / lawan

Posisi ideal adalah hasil terbaik yang dapat dicapai oleh suatu pihak yang bernegosiasi.

Bagi sebuah serikat pekerja hal ini merepresentasikan tuntutan pembukanya. Bagi

seorang pengusaha hal ini merepresentasikan penawaran pembukanya.Posisi target merepresentasikan hasil apa yang diharapkan oleh suatu pihak yang

bernegosiasi. Hal ini adalah posisi cadangan jika posisi ideal tidak dapat tercapai.

Posisi resistan / lawan merepresentasikan garis bawah atau titilk bawah yang sama

sekali diharapkan oleh suatu pihak yang bernegosiasi.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 113: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 113/254

Para negosiator berusaha untuk mendorong pihak lainnya sedekat mungkin

dengan titik resistan pihak tersebut

3. Menentukan Prioritas

Menentukan prioritas berarti memutuskan:

    sasaran apa saja yang paling penting dan harus dicapai

    masalah-masalah / issue yang kurang begitu penting yang mungkin dapat diangkat

dan menjadi konsesi.

    Urutan konsesi yang mungkin dapat dibuat dalam negosiasi

Menentukan prioritas juga berarti harus dapat membedakan antara apa yang

HARUS dan apa yang MUNGKIN DAPAT dicapai

4. Menginvestigasi tentang Pihak Lawan dan Kasusnya

Investigasi atau penelusuran tentang pihak lawan ini meliputi:

    mempertimbangkan sasaran dan prioritas yang mungkin diambil oleh pihak lawan

    mempersiapkan tanggapan atas pertanyaan yang mungkin diajukan oleh pihak lawan

    memperkirakan kemungkinan komposisi tim negosiasi pihak lawan

    mengidentifikasi siapa pembuat keputusan utama di dalam tim pihak lawan

    memperkirakan gaya atau cara negosiasi yang mungkin digunakan oleh pihak lawan

    mengidentifikasikan asumsi Anda mengenai kasus pihak lawan dan mencari tahu

tentang keabsahannya

5. Mengembangkan Suatu Strategi Negosiasi

Pengembangan strategi negosiasi mencakup:

    persuasi sebelum negosiasi jika perlu (misalnya dengan menyebarkan beberapa

informasi terpilih sebelum negosiasi berlangsung)

    menentukan taktik dan gaya yang akan digunakan selama negosiasi

    menentukan kapan harus bersikap persuasif dan kapan harus bersikap kompromis

    menentukan kapan harus bersikap kompetitif dan kapan harus bersikap kooperatif 

/ bekerja sama

    menentukan siapa yang harus terlibat dan pembagian tugas dalam kelompok / tim

negosiasi    memilih tim negosiasi Anda berdasarkan:

- kualitas pribadi dan kemampuan negosiasi

- wawasan dan pengetahuan

- kemampuan bekerja dalam kelompok

- peran dalam negosiasi, seperti ketua tim, pencatat atau pendengar 

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 114: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 114/254

    mengidentifikasi elemen-elemen dalam posisi pihak lawan yang mungkin dapat

dijadikan konsesi

    menetukan tempat negosiasi; di wilayah Anda, wilayah pihak lawan atau suatu

wilayah netral.

    mengalokasikan waktu yang cukup untuk negosiasi

Suatu strategi harus dapat bersifat fleksibel dan dapat selalu disesuaikan dengan

keadaan dan masalah yang muncul selama negosiasi

6. Mengetahui Keterikatan atau Batasan Mandat yang Diberikan kepada Anda

Hal ini mencakup:

    memastikan bahwa Anda benar-benar memahami kebijakan mengenai mandat

kepada Anda yang berlaku pada saat itu

    mengetahui kapan negosiasi harus ditangguhkan sehingga ada kesempatan untuk

berkonsultasi dengan para anggota

    Memahami bahwa beberapa negosiator memiliki otoritas yang tidak terbatas

7. Mempertimbangkan Konsekuensi Kegagalan

Hal ini mencakup:

    memikirkan pilihan-pilihan yang ada jika negosiasi gagal

    mempertimbangkan apakah lebih baik membuat konsesi lebih banyak lagi atau

membiarkan konflik yang terjadi diselesaikan oleh pihak ketiga.

Mempertimbangkan konsekuensi kegagalan dapat membangun komitmen

terhadap proses Negosiasi

B. Diskusi

Dalam negosiasi-negosiasi yang lebih formal, ada tahap pendahuluan dimana kedua

belah pihak saling diperkenalkan terlebih dahulu, saling mengklarifikasi masalah,

menyepakati urutan-urutan masalah yang akan dinegosiasikan, dan menentukan

bagaimana dan kapan terjadi jeda waktu dalam proses negosiasi. Diskusi tentang

negosiasi biasanya dimulai dengan pernyataan pembukaan oleh kedua belah pihak.

Pihak yang mengajukan tuntutan – biasanya pihak serikat pekerja – adalah yang

mendapatkan kesempatan pertama terlebih dahulu. Tahap ini adalah tahap dimanamasing-msing pihak menyajikan kasusnya secara umum, mengklarifikasi posisi masing-

masing dan menegaskan pandangan mereka terhadap tiap masalah.

Selama tahap diskusi tidak dibuat penawaran dan perundingan

Tahap diskusi mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Komunikasi

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 115: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 115/254

2. Pertanyaan

3. Analisis Signal

4. Penyajian Argumentasi

1. Komunikasi

Yang terjadi dalam proses komunikasi adalah alih gagasan dan penyatuan persepsi

serta pemahaman. Proses komunikasi melibatkan proses berbicara dan proses

mendengarkan.

 Apabila Anda berbicara, Anda:

    tidak boleh berbicara terlalu cepat

    perhatikan bahasa tubuh Anda, misalnya lakukan kontak mata, hindari postur /

gerakan yang negatif 

    sebaiknya menghindari istilah-istilah teknis

    berkonsentrasi pada pemahaman dalam komunikasi, bukan hanya pada kosa kata

yang Anda gunakan

    berkomunikasi secara terbuka dan jelas; jangan tinggalkan ruangan untuk

menghindari interpretasi ganda

    berhati-hati dengan aspek-aspek non verbal dari apa yang Anda katakan, seperti

nada bicara, tinggi-rendah suara dsb. (misalnya pengulangan / stuttering dapat

menandakan bahwa Anda sedang gugup)

 Apabila Anda mendengarkan, Anda:

    harus berkonsentrasi pada apa yang dikatakan

    dengarkan baik-baik dan secara aktif 

    senantiasa mendengarkan, walaupun yang dibicarakan tidak relevan, berputar-putar 

atau berulang-ulang

    buat kesimpulan dari apa yang dibicarakan

    telusuri apa yang Anda dengar 

    ulang pokok-pokok bahasan yang Anda dengarkan untuk diri Anda sendiri

    harus peka terhadap bahasa tubuh non verbal si pembicara dan bahasa tubuh Anda

sendiri (60 – 80 persen komunikasi langsung tergantung dari aspek non verbal)    buat catatan jika perlu (apa yang dibicarakan dan oleh siapa)

    tidak menunjukkan ketidaksukaan, ketidaksabaran atau rasa bosan Anda

    tidak menyela pembicaraan atau membiarkan yang lain menginterupsi jalannya

pembicaraan

    perhatikan arti-arti terselubung dari apa yang disampaikan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 116: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 116/254

2. Pertanyaan

Pertanyaan memiliki beberapa fungsi:

    Untuk mendapatkan informasi

    Untuk mengajukan pernyataan dan konsistensinya

    Untuk memeriksa apakah Anda memahami keseluruhan pembicaraan secara benar 

    Untuk menunjukkan minat terhadap apa yang dikatakan seseorang

Pertanyaan Tertutup

 Adalah jenis pertanyaan yang spesifik dan langsung, biasanya mengundang jawaban

yang singkat.

Contoh:

    “Berapa banyak pekerja yang terkena dampaknya ?”

    “Bagaimana tingkat jumnlah upah saat ini ?”

Pertanyaan Terbuka

 Adalah jenis pertanyaan yang mengundang penjelasan lebih lanjut dan memberi

kesempatan untuk menerangkan dan meyakinkan lawan bicara.

Contoh:

    “Mengapa kenaikan upah sebesar 10% mengurangi tingkat kompetisi Anda ?”

    “Mengapa Anda ingin kenaikan upah sebesar 10% sementara biaya hidup hanya

meningkat 5% ?”

3. Memberi Signal

Signal dapat diberikan melalui pernyataan verbal dan bahasa tubuh. Signal dapat

menunjukkan gaya negosiasi (kompetitif atau kooperatif), apa saja yang dibutuhkan,

tingkat komitmen terhadap kasus yang dibicarakan dan juga apa saja yang dapat

dibahas lebih mendalam lagi.

Pertanyaan-pertanyaan seperti:

“Sebagaimana keadannya ………..”

“Jika ada yang dapat dilalukan terhadap ……….”

“Pada pokoknya saat ini ………..”

menunjukkan keinginan pembicara untuk melanjutkan pokok bahasan dengan suatudiskusi. Jika pihak manajemen berkata: “Saat ini kami tidak dapat memenuhi tuntutan

 Anda secara keseluruhan", hal ini dapat menyiratkan:

    Pihak manajemen mungkin mempersiapkan tuntutan Anda secara keseluruhan di

masa mendatang, atau   Pihak manajemen mungkin mempersiapkan sebagian dari

tuntutan Anda saat ini.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 117: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 117/254

Komunikasi yang jelas dan tidak bermakna ganda adalah bagian yang penting

untuk memberi signal jika Anda ingin dipahami

Bahasa Tubuh

Contoh:

    Seorang lawan bicara yang menyorongkan diri ke arah Anda seringkali

menunjukkan bahwa ia setuju dengan Anda atau paling tidak bahwa ia tertarik

dengan apa yang Anda katakan.

    Seseorang yang melipat tangan di depan dada bersikap defensif dan mungkin

tidak percaya bahwa Anda mengatakan yang sebenarnya.

    Mengambil sikap yang sama dengan lawan bicara Anda biasanya

menunjukkan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak dan menciptakan

suasana yang lebih santai.

4. Penyajian Argumentasi

Dalam menyajikan argumentasi, Anda harus ingat:

    Jangan menyajikan banyak argumentasi dalam satu waktu

    Mulai dengan argumentasi Anda yang paling kuat dan paling didukung dengan fakta;

poin-poin yang lemah di saat permulaan hanya memperlemah kasus Anda.

    Bangun argumentasi Anda secara logis dan hati-hati

    Jelaskan bagaimana pendangan Anda, buat kesimpulan dari pandangan tersebut dan

baru kemudian Anda dapat mengatakan apabila Anda tidak setuju dengan pihak

lawan. Jangan mulai argumentasi dengan pernyataan tidak setuju.

    Jabarkan kembali pokok bahasan pihak la wan untuk menunjukkan bahwa Anda telah

mengerti

    Minta alasan dari pihak lawan (mengapa /mengapa tidak)

    Jangan menyela argumentasi dari pihak lawan

C. Perundingan (Tawar-Menawar)

Diskusi atas permasalahan tidak dapat berlangsung secara terus-menerus. Anda akan

sampai ke suatu tahap dimana diskusi membuka jalan untuk mengajukan tuntutan dan

penawaran. Selama tahap ini Anda:    siap untuk membuat konsesi-konsesi sebagai balasan atas tuntutan Anda

    siap untuk bergerak dari posisi yang Anda tentukan sebelumnya

    siap untuk memilah-milah paket proposal tuntutan Anda dan menyusunnya

berdasarkan konsesi yang Anda berikan dan yang Anda terima

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 118: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 118/254

    siap untuk mengaitkan konsesi-konsesi tersebut dengan kerangka waktu yang

berbeda (misalnya “Kami akan membayar jumlah yang diminta secara penuh karena

telah terlambat selama 6 bulan”)

Membuat kompromi bukanlah tanda dari kelemahan Anda: kompromi adalah

suatu komitmen terhadap proses negosiasi

MENGAJUKAN PROPOSAL

    Buat proposal secara spesifik; jangan hanya mengeluh atau mengatakan Anda tidak

dapat menyetujui

    Pengajuan proposal memaksa pihak lawan untuk berkonsentrasi pada kasus Anda

    Buat target yang tinggi pada proposal Anda; namun ingat bahwa target yang tidak

realistis dapat membuat negosiasi menjadi gagal

    Menyatakan kondisi-kondisi secara spesifik dimana Anda dapat menerima suatu

proposal atau membuat suatu konsesi

    Coba untuk lebih kreatif dalam pengajuan proposal tuntutan atau penawaran

(misalnya dalam negosiasi mengenai upah, daripada tetap bertahan pada kenaikan

upah sebesar X persen, Anda dapat mempertimbangkan bonus dari perusahaan,

 jangka waktu untuk melihat kembali tingkatan gaji, cara pembayaran upah,

tunjangan-tunjangan lainnya seperti tunjangan kesehatan dan asuransi, makan siang

gratis di tempat kerja, harga yang rendah dalam membeli produk perusahaan,

kemungkinan untuk memperoleh bagian saham perusahaan, dsb.)

MEMBUAT KONSESI

    Konsesi selalu harus diperjual-belikan; jarang sekali konsesi diberikan tanpa

memperoleh sesuatu sebagai gantinya

    Coba untuk menukar konsesi Anda sesuatu yang nilainya sama atau lebih tinggi

    Jika Anda menawarkan konsesi pertama, konsesi tersebut harus kecil dan bersifat

sementara. Hal ini mencegah:

    menimbulkan kesan bahwa Anda memberikan lebih banyak dari yang Anda miliki

    habisnya ruang konsesi yang Anda miliki

    Membuat konsesi pertama tidak boleh dilihat sebagai tanda kelemahan    Tentukan tanggat waktu untuk menanggapi tawaran konsesi

    Perjelas bahwa konsesi yang Anda buat adalah penawaran saat itu dan tidak dapat

menjadi standar untuk negosiasi di masa mendatang

    Jangan terlalu cepat menerima konsesi dari pihak lawan, untuk menghindari kesan

bahwa mereka telah menawarkan terlalu banyak

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 119: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 119/254

    Jika membuat konsesi, jangan menyimpang dari bahasan pokok dalam negosiasi

D. Penutup dan Kesepakatan

Dalam tahap ini, kedua belah pihak mencari kesepakatan yang dapat mereka terima dan

hasil MENANG – MENANG.

 Anda harus:

    sangat jelas apa yang sebenarnya telah disepakati

    mengajukan pertanyaan untuk memastikan bahwa Anda berbicara tentang hal yang

sama

    mendefinisikan lingkup kesepakatan (mis. Berlaku untuk siapa)

    menulis apa saja yang telah disepakati, kondisi-kondisi yang harus dipenuhi sebelum

kesepakatan tersebut berlaku

    mulai dengan kesepakatan setelah Anda puas dan pasti bahwa kesepakatan itu jelas

dan tidak bermakna ganda

    memastikan bahwa apa yang disepakati berhubungan dengan kerangka waktu

tertentu (tanggal berlaku dan jangka waktu kesepakatan)

    menyetujui konsekuensi jika ada salah satu pihak yang melanggar kesepakatan

tersebut

    mempersiapkan prosedur penyelesaian perselisihan

    memastikan bahwa sebuah kesepakatan untuk periode yang tidak ditentukan dapat

menyebabkan beragamnya pelaksanaan kesepakatan tersebut di masa mendatang

    tindak-lanjuti kesepakatan negosiasi setelah ditandatangani untuk memastikan

palaksanaannya

Dalam fase penutup negosiasi, situasi berubah Dari ‘kami’ dan ‘mereka’ menjadi

‘kita’

6. Deadlock (Negosiasi yang Menemui Jalan Buntu)

Suatu deadlock bukanlah suatu situasi KALAH-KALAH. Deadlock terjadi jika kedua

belah pihak memaksakan diri untuk bergerak di luar batas posisi tertentu yang telah

ditentukan. Dalam situasi deadlock , hasil akhir dari negosiasi biasanya ditentukan dalam

ketegangan. Sebelum meminta bantuan dari pihak ketiga yang independen (seorangkonsiliator atau arbitrator), Anda pertimbangkan hal-hal berikut untuk mengakhiri

deadlock yang terjadi:

    Coba untuk mengerti mengapa pihak lawan berkata TIDAK

    Cari masalah-masalah baru yang dapat dijadikan konsesi (dari Anda sendiri dari

pihak lawan)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 120: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 120/254

    Coba untuk menyetujui untuk menepikan pokok-pokok bahasan yang spesifik untuk

sementara waktu untuk melanjutkan negosiasi tentang pokok bahasan yang lain

    Jika memungkinkan, konsesi yang telah disepakati dapat ditawarkan untuk ditukar 

    Pertimbangkan kemungkinan untuk menukar sekelompok konsesi-konsesi kecil untuk

sebuah konsesi yang lebih besar dan lebih penting

    Dimana masih memungkinkan untuk negosiasi lebih lanjut:

     jangan memperluas lingkup bahasan yang mungkin tengah diperselisihkan

     jangan ungkit kembali perselisihan lama

     jangan mempublikasikan posisi Anda ke pihak ketiga untuk mengamankan

dukungan

7. Gaya-gaya dalam Negosiasi

Sebelum menentukan gaya negosiasi yang Anda gunakan, pertimbangkan lebih dahulu

hal-hal sebagai berikut:

    Hubungan dengan pihak lawan untuk jangka panjang atau saat itu saja

    Kekuatan dan kelebihan pihak lawan

    Kekuatan dan kelebihan posisi tim Anda

    Penting atau tidaknya mencapai suatu kesepakatan

A. Negosiasi Kooperatif 

    Menciptakan suasana saling menghargai dan percaya

    Memperjelas dari awal bahwa Anda menginginkan hasil MENANG-MENANG

    Mulai dengan mengidentifikasi masalah sebelum mengidentifikasikan pemecahan

    Mulai dengan masalah-masalah yang mudah untuk dicapai kesepakatannya

    Bila mungkin, buat beberapa konsesi kecil yang dibagi pembahasannya dalam

negosiasi dibandingkan dengan sebuah konsesi besar 

    Hindari bahasa dan postur tubuh yang difensif 

    Bersikap fleksibel

B. Negosiasi Kompetitif 

Negosiasi kompetitif jarang sekali dapat diterima dan hanya mungkin terjadi jika Anda

memiliki posisi yang sangat kuat. Anda harus sadar akan konsekuensi jangka panjangdari negosiasi seperti ini, misalnya saja dalam negosiasi berikutnya pemegang

kekuasaannya akan beralih tangan.Namun demikian, Anda mungkin harus

menggunakan gaya ini jika pihak lawan jelasjelas tidak menginginkan negosiasi

kooperatif:

    Dari awal tegaskan komitmen Anda terhadap posisi yang telah Anda tentukan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 121: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 121/254

    Indikasikan konsekuensinya jika Anda tidak memperoleh apa yang Anda inginkan

    Siapkan konsesi-konsesi yang tidak penting untuk Anda, tetapi yang menghindari

pihak lawan dari kehilangan muka

Bagaimana reaksi Anda terhadap taktik MENANG-KALAH ?

    Jangan terpancing emosi

    Tanya pihak lawan alasan mereka untuk menentukan posisi tertentu

    Tekankan konsekuensi jika kesepakatan gagal kepada pihak lawan

    Coba untuk meningkatkan rasa saling menghargai dan gunakan pendekatan

penyelesaian masalah bersama

     Ambil posisi yang sama kuatnya jika tidak mungkin dicapai rasa saling menghargai

dan pendekatan penyelesaian masalah bersama. Menghadapi seorang negosiator yang

kompetitif, tidak ada gunanya menggunakan pendekatan kooperatif 

Perundingan posisional akan menjurus ke arah hubungan yang negatif antara

pihak-pihak yang bernegosiasi dan menghasilkan perundingan buntu, bukan

kesepakatan

8 . Membuat Catatan & Dokumentasi

Dalam proses negosiasi, catatan dan dokumentasi mempunyai arti yang penting sekali:

    Buat catatan dari tiap-tiap tahap proses negosiasi (termasuk pembicaraan telepon dan

pertemuan-pertemuan informal)

    Catat pokok-pokoknya saja, tidak usah merekam tiap kata kecuali jika perlu

    Gunakan warna pena yang berbeda untuk masing-masing pihak

    Catat dengan cermat siapa mengatakan apa

    Catat jika diperlukan aksi lebih lanjut (mis. pembuatan saldo perusahaan) dan siapa

yang akan mengerjakannya

    Susun catatan dengan rapi (mis. garisbawahi judul) agar Anda dapat dengan mudah

membaca dan mencari informasi

    Beri uang yang cukup untuk menambahkan hal-hal rinci

    Dalam melaporkan proses negosiasi ada tiga bagian yang harus Anda susun:

pendahuluan, inti laporan dan kesimpulan    Catat kesepakatan-kesepakatan sementara dan dorong masing-masing pihak untuk

memulainya

Buat catatan yang tepat tentang siapa mengatakan apa dalam tiap tahap proses

negosiasi.

9. Pernyataan Pers

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 122: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 122/254

Dalam membuat pernyataan pers, ingat hal-hal berikut:

     Anda harus ingat bahwa tugas seorang wartawan adalah mengumpulkan informasi,

entah dari Anda maupun dari orang lain. Karena itu, lebih baik jika Anda sendiri

yang memberikan informasi dan menghindari spekulasi.

     Anda harus ingat bahwa pernyataan pers yang diberikan terlalu cepat dapat merusak

negosiasi, khususnya dalam situasi dimana tercapai kesepakatan sementara antara

kedua belah pihak; namun, misalnya, pihak serikat pekerja perlu atau ingin

memperoleh persetujuan dari anggotanya

    Coba untuk membuat pernyataan bersama dengan pihak lawan

    Selama negosiasi berlangsung, buat pernyataan yang tidak mengikat, seperti:

- “Ya, memang telah ada pertemuan”

- “Telah terjadi tukar pandangan dan pendapat”

- “Kami telah melakukan diskusi”

- “Kami telah menjadwalkan pertemuan lanjutan”

    Setelah negosiasi, Anda dapat memberikan beberapa informasi yang

melatarbelakangi proses negosiasi Dalam memberikan reaksi kepada pers, penting

sekali untuk berpikir sebelum Anda berbicara dan mempertimbangkan kemungkinan-

kemungkinan konsekuensi pembicaraan Anda:

    Jika Anda didekati melalui telepon, katakan bahwa Anda akan menelepon kembali

(dan lakukanlah !)

    Beri jawaban atas pertanyaan yang diajukan saja, kecuali jika Anda ingin

memberikan informasi tambahan

    Jangan berbohong

    Hindari penggunaan ekspresi “no comment”, karena ini mengesankan ada hal yang

 Anda tutupi

    Pastikan bahwa wartawan tersebut mengerti apa yang Anda katakan, karena mungkin

ada yang kurang memahami tentang hubungan industrial dan mennyalahartikan

informasi

    Jangan gugup jika semua terdiam, karena ini seringkali digunakan sebagai taktik agar  Anda mengatakan lebih banyak dari yang Anda rencanakan

    Dalam menyusun siaran pers, konsentrasikan pada:

- Apa yang terjadi ?

- Oleh siapa ?

- Di mana ?

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 123: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 123/254

- Kapan ?

- Mengapa ?

Gunakan kalimat-kalimat pendek yang mengandung satu gagasan pokok

Hindari penggunaan jargon dan singkatan-singkatan

Beri tanggal pada siaran pers

Pemilihan waktu yang buruk dalam mengeluarkan pernyataan pers dapat

memperburuk hubungan dengan pendukung anda di tingkat dasar dan membuat

semua negosiasi lanjutan menjadi lebih sulit

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 124: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 124/254

MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN

MODUL 13

HUBUNGAN

INDUSTRIAL DI JABOTABEK, BANDUNG DAN

SURABAYA: HASIL PENELITIAN SEMERU

*

*

*

*

*

*

Disusun oleh:

Yanuar,SE.MM

PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGU

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MERCUBUANA

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 125: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 125/254

Hubungan Industrial di Jabotabek, Bandung dan Surabaya pada Era Kebebasan

Berserikat

Lembaga Penelitian ii SMERU, Mei 2002

PRAKATA

Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Bambang Widianto, Direktur 

Ketenagakerjaan di Bappenas yang telah mendukung proyek penelitian ini; Chris

Manning,ahli kebijakan perburuhan di USAID/PEG, dan Kelly Bird, penasehat sektor riil

dari USAID/PEG di Bappenas, atas petunjuk teknis, komentar dan saran berharga yang

telah diberikan selama studi ini berlangsung. Kami berterimakasih kepada semua

responden dan informan yang telah ikut ambil bagian dalam studi ini dan memberikan

informasi sehingga studi ini dapat terlaksana. Kami menghargai bantuan yang telah

diberikan oleh serikat pekerja/serikat buruh, asosiasi pengusaha, aparat pemerintah di

Dinas Tenaga Kerja di tingkat propinsi dan kabupaten di wilayah studi yang telah

menyisihkan waktu mereka yang berharga. Kami juga mengucapkan terimakasih

kepada staf Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasii yang telah melengkapi studi

ini dengan berbagai peraturan perundangan dan data. Kami berterimakasih kepada staf 

dari berbagai Ornop yang sudah bersedia berbagi pengalaman mereka bersama

SMERU mengenai hubungan industrial. Akhirnya, kami juga mengucapkan

penghargaan kami kepada Bapak Suwarto, Ketua Asosiasi Hubungan IndustrialIndonesia, dan Asep Suryahadi, Koordinator Analisis Kuantitatif terhadap Kemiskinan

dan Kondisi Sosial SMERU atas kontribusinya yang sangat berharga, juga kepada

semua peserta seminar teknis yang diselenggarakan oleh PEG - Bappenas - USAID

mengenai “Employment Friendly Labor Policies for Economic Recovery”, pada tanggal

27 – 28 Maret 2002, di Hotel Borobudur, Jakarta, atas komentar-komentar kontruktifnya.

Lembaga Penelitian iii SMERU, Mei 2002

RINGKASAN EKSEKUTIF

1. Penelitian kualitatif ini dilakukan oleh Lembaga Penelitian SMERU untuk Bappenasdengan dukungan dari PEG-USAID. Tujuan utama adalah untuk mengetahui pandangan

pengusaha dan pekerja/buruh terhadap RUU yang sedang dibahas dan praktek

hubungan industrial di Indonesia selama masa transisi. Penelitian lapangan dilakukan

selama kurun waktu Oktober - Nopember 2001 di wilayah Jakarta, Bogor,Tangerang,

Bekasi (Jabotabek), Bandung, dan Surabaya. Informasi diperoleh dari para manager 

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 126: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 126/254

HRD dan pemilik 47 perusahaan (umumnya perusahaan besar), pengurus dari42

Serikat Pekerja Tingkat Perusahaan (SP-TP), pekerja/buruh, pengurus dari

SerikatPekerja/Serikat Buruh (SP/SB) di tingkat kabupaten/kota, kepala atau staf kantor 

tenaga kerja di tingkat propinsi dan tingkat kabupaten/kota, dan asosiasi pengusaha.

Informasi juga digali dari data sekunder, termasuk UU dan peraturan, dan sumber lain

seperti media massa. Studi menekankan pada keberadaan dan lingkup kerja SP/SB dan

SP-TP, adanya perselisihan yang terjadi antara pengusaha dan pekerja/buruh, dan

proses penyelesaian perselisihan yang digunakan oleh perusahaan ini, terutama

penyelesaian di tingkat perusahaan.

2. Saat ini sistem hubungan industrial di Indonesia sedang dalam proses transisi, yaitu

dari sistem yang sangat terpusat dan dikendalikan penuh oleh pemerintah pusat ke

sistem yang lebih terdesentralisasi dimana perusahaan dan pekerja/buruh berunding

bersama mengenai persyaratan dan kondisi pekerjaan di tingkat perusahaan.Meskipun

demikian, banyak komponen dalam sistem hubungan industrial yang masih dipengaruhi

oleh praktek pemerintah pusat di masa lalu yang paternalistik.Transisi ini sejalan dengan

perubahan dalam konteks sosial dan politik yang lebih luas dimana rakyat Indonesia

sedang mengubah dirinya dari masyarakat yang dikawal ketat oleh regim yang otoriter 

menjadi masyarakat yang lebih demokratis.

3. Di satu pihak, tuntutan pekerja/buruh untuk memperjuangkan perbaikan

kesejahteraan, seperti kenaikan upah dan kondisi kerja yang lebih baik, dapat

dipandang sebagai tuntutan yang dapat difahami. Namun, dalam hal ini, kebijakan dan

peraturan perundangan pemerintah yang mempengaruhi kehidupan ekonomi

pekerja/buruh juga ikut memberikan kontribusi terhadap timbulnya sejumlah aksi-aksi

pemogokan dan demonstrasi pekerja/buruh. Pemogokan dan demonstrasi pekerja/buruh

cenderung meningkat sejak pertengahan tahun 2001. Di lain pihak, pemulihan ekonomi

akibat krisis ekonomi yang berjalan lambat, ditambah dengan adanya gejala resesi

global yang cenderung menurunkan laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat penyerapan

tenaga kerja yang terkait dengan tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan suatu dilema

tersendiri bagi pengusaha dalam menghadapi tuntutan para pekerja/buruhnya. Banyakpengusaha melaporkan bahwa kebijakan pemerintah menaikkan upah minimum nominal

sebesar 30-40% pada tahun 2001 telah memberatkan pengusaha.

4. Di luar isu-isu yang berkaitan dengan upah, temuan penelitian SMERU menunjukkan

bahwa aspek-aspek hubungan industrial telah berfungsi lebih mulus ketimbang yang

mungkin diharapkan di tingkat perusahaan. Kebanyakan pihak pengusaha, terlepas dari

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 127: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 127/254

beban "terlalu diatur", telah mentaati peraturan dan kesepakatan yang baru. Hal ini

sebagian disebabkan karena mereka mengikuti proses negosiasi tripartit. Kesepakatan

bersama di tingkat perusahaan telah mulai memainkan peranan yang lebih penting

dalam menentukan kondisi pekerja di banyak perusahaan di mana serikat pekerja baru

didirikan dari tahun 1997 sebagai bagian dari proses reformasi.

Lembaga Penelitian iv SMERU, Mei 2002

Kebanyakan perselisihan dapat diselesaikan melalui dialog bipartit. Hanya beberapa

kasus yang diselesaikan melalui dialog tripartit, termasuk diteruskan ke Panitia

Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah dan Pusat (P4D dan P4P). Baik

pekerja/buruh (atau SP/SB) dan pihak pengusaha mengakui ada sedikit indikasi

ketegangan dalam hubungan pengusaha-pekerja/buruh. Akan tetapi, kedua belah pihak

mengakui bahwa mereka masih dalam proses belajar: pekerja/buruh belajar untuk

menggunakan kebebasan untuk mengatur, menyatakan kebutuhan-kebutuhan mereka,

dan menemukan metode negosiasi yang lebih baik, sementara pengusaha sedang

belajar untuk menghargai pekerja/buruh sebagai mitra kerja. Baik federasi SP/SB dan

asosiasi pengusaha menyarankan anggotanya agar menyelesaikan perselisihan

industrial melalui dialog bipartit. Negosiasi tripartit dan pilihan lainnya yang mengangkat

masalah ke tingkat yang lebih tinggi dianggap membutuhkan biaya lebih besar dan

memakan waktu lebih lama, dan hasilnya belum tentu memuaskan kedua belah pihak.

5. Hal yang penting diperhatikan adalah bahwa semua peraturan di waktu yang akan

datang yang disusun oleh pemerintah mempertimbangkan dengan hati-hati dalam

menciptakan keseimbangan antara hak-hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha agar 

protes-protes dan unjuk rasa pekerja dapat dihindari. Lebih lanjut, melihat adanya

berbagai opini dan pemahaman mengenai peraturan yang saat ini berlaku dan yang

sedang diajukan, maka pemerintah perlu memberikan pengarahan, pelatihan dan

sosialisasi mengenai peraturan atau undang-undang yang baru. Gerakan serikat

pekerja/serikat buruh yang lebih kuat berarti pemerintah tidak perlu lagi memainkan

peran utama dalam perselisihan hubungan industri, tetapi lebih berperan sebagai

fasilitator dan regulator yang adil.6. Efektivitas dan profesionalisme suatu SP/SB tergantung pada tingkat kemampuan

mereka dalam mengorganisasikan dan merekrut anggotanya, tingkat pemahaman

mereka atas peran mereka, fungsi dan peraturan yang ada, maupun seberapa baik

mereka dapat mengkomunikasikan kebutuhan para pekerja, kemampuan bernegosiasi

dan menyelesaikan perselisihan. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan pada

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 128: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 128/254

tingkat kabupaten dan kota memiliki peran mempengaruhi efektivitas dari SP/SB. SP/SB

di tingkat kabupaten dan kota umumnya siap membela dan mendukung SP-TP dan para

pekerja/buruh dalam berbagai situasi yang membutuhkan penyelesaian perselisihan.

SP/SB juga merupakan sarana yang efektif untuk meminimalkan gejolak dalam skala

yang lebih besar, karena mereka cenderung memprioritaskan negosiasi di tingkat

perusahaan dan hanya menggunakan pemogokan sebagai pilihan terakhir. Akan tetapi,

umumnya peran serikat pekerja/serikat buruh di tingkat perusahaan dianggap lebih

penting ketimbang SP/SB di tingkat kabupaten/kota karena mereka memiliki hubungan

langsung, baik dengan pekerja/buruh maupun pengusaha, serta memiliki pemahaman

yang jauh lebih baik atas tantangan-tantangan yang dihadapi keduanya.

7. Beberapa instansi pemerintah sedang melakukan upaya serius agar sistem berjalan

dengan baik dimana situasi yang terjadi saat ini sangat berbeda, baik dalam lingkungan

kelembagaan, politik, dan ekonomi, dari pemerintahan Soeharto. Meskipun demikian

peraturan yang ada atau yang sedang dirancang dan diusulkan seringkali mengecilkan

kreativitas yang sistem hubungan industrial yang lebih produktif. Di Indonesia, gerakan

serikat pekerja/serikat buruh yang lebih kuat berarti pemerintah tidak perlu lagi

memainkan peran utama dalam perselisihan hubungan industri, akan tetapi pemerintah

akan lebih berperan sebagai fasilitator dan regulator yang adil. Namun hal ini akan

berakibat pada berkurangnya pengaruh dan insentif bagi pejabat pemerintah. Dalam

sistem hubungan industrial yang lebih terbuka dan terdesentralisasi yang menekankan

pada dialog di tingkat perusahaan, dibutuhkan mekanisme penyelesaian perselisihan

industrial yang jelas, setara dan fungsional agar sistem tersebut dapat diandalkan oleh

semua pihak yang terlibat. Sekali lagi, ditekankan perlunya agar pemerintah menyusun

Lembaga Penelitian v SMERU, Mei 2002 peraturan perundangan yang tidak saja

memberikan kesetaraan dalam hak dan kewajiban bagi semua pihak, tetapi juga agar 

pemerintah menyusun peraturan perundangan yang memberikan kepastian bagi

hubungan industrial. Lebih lanjut, untuk menghindari kesalahpahaman dan informasi

yang salah mengenai peraturan perundangan tersebut, dimasa yang akan datang

sangatlah penting bahwa pemerintah memberikan pedoman dalam memahami danmelaksanakan peraturan dan perundangan tersebut.

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL

8. Pada tahun 1974 pemerintah Orde Baru melahirkan gagasan mengenai Konsep

Hubungan Industrial Pancasila (HIP) yang disusun berdasarkan pertimbangan sosial

budaya dan nilai-nilai tradisional Indonesia. HIP memberi tekanan pada kemitraan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 129: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 129/254

antara pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah yang bertujuan mewujudkan

masyarakat industrial yang ideal. Cara negosiasi tripartit mengenai kebijakan dan

penyelesaian perselisihan industri masih tetap menjadi petunjuk dasar dalam masalah

hubungan industri pada periode pasca era Soeharto.

9. Meskipun ada sedikit perubahan, perundang-undangan yang mengatur hubungan

industrial di Indonesia hampir tidak mengalami perubahan berarti sejak adanya UU

No.22 Tahun 1957 mengenai Penyelesaian Perselisihan Buruh dan UU No. 12 Tahun

1964 mengenai Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta. Pada

pemerintahan singkat di bawah Presiden Habibie tahun 1998 dan 1999 dilakukan

langkah penting dalam hubungan industrial, terutama dalam meratifikasi Konvensi ILO

No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak-hak Untuk

Berorganisasi. Hal Ini merupakan langkah positif menuju  platform hubungan industrial

yang adil,khususnya dalam memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh yang akan

membentuk atau menjadi anggota organisasi pekerja/buruh.Di bawah pemerintahan

Presiden Abdurrahman Wahid perundang-undangan baru tentang Serikat Kerja/Serikat

Buruh (SP/SB) disahkan melalui UU No. 21 Tahun 2000.Menurut UU ini, SP/SB atau

SP-TP dapat dibentuk oleh minimum 10 anggota. UU ini juga menekankan bahwa

siapapun dilarang menghalangi atau memaksa pembentukan atau tidak membentuk

SP/SB atau SP-TP. Sama halnya, tidak ada pihak manapun yang dapat menghalangi

pekerja/buruh untuk menjadi pengurus atau anggota SP/SB atau SP-TP, atau melarang

SP/SB atau SP-TP melakukan atau tidak menjalankan kegiatannya.

10. Saat ini, dua RUU baru sedang dibahas di DPR. Kedua RUU tersebut adalah RUU

tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (RUU PPHI) dan RUU

Pembinaan dan Perlindungan Ketenagakerjaan (PPK). Berbeda dengan UU tahun 1957

dan 1964, penyelesaian perselisihan pada RUU PPHI diatur melalui Pengadilan

Perselisihan Hubungan Industrial, dan melalui mediasi, konsiliasi, serta arbitrase.

Berdasarkan temuan lapangan SMERU, sebagian besar pekerja/buruh, SP/SB, SP-TP,

dan perusahaan tidak menyetujui RUU PPHI. Hanya sedikit dari mereka yang

berpendapat bahwa PPHI akan memperbaiki keadaan saat ini. Selain terlalu tehnis,keberatan mereka termasuk: kemungkinan besar akan mahal dan memerlukan waktu

yang lama apabila perselisihan diselesaikan melalui pengadilan; menempatkan

pengusaha pada posisi yang kuat karena mereka mempunyai cukup dana; dan

memperlemah hak pekerja/buruh untuk melibatkan SP/SB atau SP-TP sebagai

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 130: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 130/254

wakilnya.Meskipun demikian, hanya sedikit pengusaha dan SP/SB atau SP-TP yang

mengerti secara rinci makna dari setiap pasal dalam RUU tersebut.

Lembaga Penelitian vi SMERU, Mei 2002

11. Studi ini juga mempelajari pandangan pengusaha dan pekerja/buruh berkaitan

dengan peraturan kontroversial tentang uang pesangon. Peraturan baru tentang biaya

pesangon untuk pekerja/buruh diberlakukan pemerintah pada Juni 2000 (Kepmenaker 

No. Kep-150/Men/2000). Peraturan ini telah mengundang reaksi negatif yang kuat dari

para pengusaha. Menanggapi hal tersebut, pemerintah memodifikasi beberapa pasal

dalam peraturan tersebut. Perubahan ini telah memicu terjadinya konflik dan gejolak

para pekerja/buruh secara massal. Karena adanya reaksi tersebut, pemerintah

memberlakukan kembali Kepmenaker No.150. Pertanyaan tentang perubahan ini

memperoleh tanggapan serupa dari pengusaha di satu pihak, dan pekerja/buruh di

pihak lain.Pengusaha menilai pesangon tidak semestinya diberikan pada kasus

mengundurkan diri dan kasus kriminal, sementara SP/SB atau SP-TP berpendapat

bahwa upaya apapun untuk mengambil keuntungan dari pekerja/buruh merupakan

langkah mundur.

12. Meskipun perusahaan sadar bahwa kondisi ekonomi nasional belum sepenuhnya

pulih,kebanyakan perusahaan tetap berupaya memenuhi hak-hak normatif 

pekerja/buruh.Mereka memenuhi upah minimum yang diwajibkan (sekitar 94%

perusahaan). Selain upah dalam bentuk tunai, beberapa perusahaan juga menyediakan

balas jasa dalam bentuk lain yang disesuaikan dengan besarnya perusahaan.

13. Sebagai akibat pemerintah meratifikasi Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 dan

nengundangkan SP/SB dalam UU No. 21 Tahun 2000, jumlah organisasi pekerja/buruh

di Indonesia tumbuh menjamur. Pada akhir 2001 Federasi SP/SB tingkat nasional

tumbuh menjadi 61, satu konfederasi, dan sekitar 144 SP/SB tingkat nasional dengan

11.000 SP-TP yang telah mendaftar beranggotakan sekitar 11 juta pekerja/buruh.

Meskipun demikian dengan memperhatikan jumlah pekerja/buruh di wilayah urban

sebanyak 18 juta, kelihatannya jumlah keanggotaan pekerja/buruh dalam SP/SB yang

dilaporkan terlalu berlebihan.14. Terdapat dua macam SP/SB yang dapat dibedakan berdasarkan cara

pembentukannya.Pertama, SP/SB yang dibentuk sebagai basis bagi para anggotanya

untuk menyampaikan keluhan-keluhan mereka kepada perusahaan. SP/SB jenis ini

mempunyai misi yang jelas, keanggotaan yang jelas, dan pengelolaan organisasinya

baik. Kedua, SP/SB yang dibentuk sebagai basis politik, anggotanya termasuk non-

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 131: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 131/254

pekerja/buruh yang mengklaim bahwa mereka bertindak demi kepentingan

pekerja/buruh. Dari Federasi SP/SB yang diwawancarai hanya Sarbumusi yang

mengakui dengan jelas bahwa mereka terkait dengan organisasi Muslim Nahdratul

Ulama setelah mendapat mandat untuk merekrut tenaga kerja di bawah organisasi

tersebut. Secara umum, pembentukan SP/SB tingkat nasional dimulai dari tingkat

nasional tanpa ada proses seleksi dan tidak dibentuk dari bawah pada tingkat

pekerja/buruh di perusahaan.

15. SP-TP diyakini memiliki peran yang lebih menonjol dalam rangka standart kerja

berkaitan dengan perbaikan produktivitas dibandingkan dengan SP/SB yang menjadi

afiliasi karena SP-TP lebih dekat dengan tempat kerja. Meskipun demikian, masih ada

perusahaan yang tidak mendukung pembentukan SP-TP, sebaliknya pekerja/buruh-pun

 juga tidak selalu mengetahui manfaat adanya pembentukan SP-TP.

16. Pada umumnya, pekerja/buruh menunjukkan minatnya membentuk SP-TP setelah

mereka mengalami keresahan perselisihan yang tajam dengan pihak perusahaan. Di

wilayah penelitian, hanya sekitar 10%-20% yang dilaporkan memiliki, hal ini karena SP-

TP jarang ditemui pada perusahaan kecil. Meskipun demikian, dari 47 perusahaan yang

diteliti, 39 perusahaan diantaranya telah membentuk SP-TP, setengahnya dibentuk

setelah tahun 1997. SP-TP yang dibentuk sebelum 1997, (umumnya SPSI) seringkali

tidak memperoleh dukungan dari pihak perusahaan, dan sebagai konsekuensinya

acapkali pekerja/buruh atau pemimpinnya mendapat intimidasi dari Lembaga Penelitian

vii SMERU, Mei 2002 pihak perusahaan. Saat ini, masih ada perusahaan yang tidak

mendukung pembentukan SP-TP.

17. Adanya unjuk rasa dan pemogokan yang banyak terjadi akhir-akhir ini telah

membuat perusahaan trauma dan was-was, terutama yang memiliki SP-SP. Pada saat

yang sama, beberapa perusahaan yang khawatir terkena sanksi apabila mereka

melanggar peraturan, maka pihak perusahaan tidak menghalangi secara terbuka

pembentukan SP-TP.Pembentukan SP-TP cenderung dipicu oleh adanya perselisihan

hubungan industrial yang menonjol dan sulit diselesaikan. Tim SMERU menemukan

bahwa SP-TP jarang dibentuk di perusahaan yang hanya sedikit mengalami perselisihanatau dapat menyelesaikan perselisihannya secara bipartit. Delapan perusahaan

responden memilih untuk tidak memiliki SP-TP dengan alasan antara lain:

  hingga saat ini perusahaan telah memenuhi semua hak-hak normatif dan hak-hak

non-normatif pekerja;

  hubungan antara perusahaan dan pekerja sangat baik, terbukti dari pekerja dapat

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 132: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 132/254

menyampaikan keluh-kesah mereka secara langsung dan ditanggapi dengan baik

oleh perusahaan;

  ada wadah untuk berkomunikasi antara pengusaha dan pekerja melalui pertemuan

rutin atau koperasi; dan

  perusahaan menganggap pekerja sebagai keluarga atau mitra.

18. Pada umumnya, banyak perusahaan mengakui manfaat SP-TP setelah terbentuk,

terutama ketika akan melakukan perundingan dengan pekerja. Sebelum SP-TP

terbentuk, biasanya pihak perusahaan yang menyusun peraturan perusahaan mengenai

kondisi kerja dan hal-hal lain yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Pekerja/buruh

yang ingin menyusun perjanjian bersama akan bernegosiasi dengan perwakilan dari

divisi kerjanya masing-masing. Meskipun perusahaan sadar bahwa adanya SP-TP telah

menimbulkan tuntutan-tuntutan baru, namun manfaat positif SP-TP semakin terasa bagi

perusahaan karena SP-TP dapat mempermudah penyelesaian perselisihan di tingkat

perusahaan. Disamping itu SP-TP juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan

pengawasan terhadap kedisiplinan pekerja.

19. Ratifikasi Konvensi ILO No. 87 dan pelaksanaan UU No. 21, 2000 juga

memungkinkan untuk mendirikan banyak SP-TP di dalam sebuah perusahaan.

Keberadaan SP-TP lebih dari satu di dalam sebuah perusahaan ditemukan di beberapa

perusahaan. Sejauh ini, kondisi ini tidak mengakibatkan konflik atau masalah diantara

SP-TP tersebut. Meskipun demikian, pihak perusahaan, SP-TP, dan pekerja/buruh

percaya bahwa proses pembentukan SP/SB atau SP-TP seperti dalam UU No. 21

Tahun 2000 sangat mudah, hanya 10 anggota diperlukan untuk membentuk SP-TP.

Banyak dari mereka cenderung memilih tidak lebih dari satu SP-TP dalam sebuah

perusahaan. Mereka mengusulkan agar serikat pekerja dibentuk berdasarkan

prosentase jumlah total pekerja/buruh di masing-masing perusahaan. Lainnya

mengusulkan bahwa persyaratan jumlah pekerja/buruh untuk mendirikan serikat

pekerja/serikat buruh ditambah, dari 10 anggota menjadi 100 anggota. Tim SMERU

mencatat persamaan dalam alasan yang dikemukakan perusahaan, SP/SB, dan

pekerja/buruh mengenai alasan penolakan keberadaan lebih dari satu SP-TP dalamsatu perusahaan. Apabila di satu perusahaan terdapat lebih dari satu SP/SB, maka akan

sulit menentukan SP/SB yang harus mewakili pekerja/buruh dalam perundingan atau

penyelesaian perselisihan walaupun menurut Kepmenaker Tahun 1985, SP/SB yang

memiliki anggota paling tidak 50% dari seluruh pekerja/buruh akan mewakili

pekerja/buruh. Secara umum, banyaknya serikat pekerja seperti ini membuat lebih

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 133: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 133/254

sulitnya penentuan wakil pekerja/buruh dalam negosiasi Lembaga Penelitian viii

SMERU, Mei 2002 tripartit nasional yang diwakili 10 SP/SB, bersama-sama dengan 10

wakil dari unsur organisasi pengusaha, dan unsur pemerintah.

20. Meskipun SP/SB dapat dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 orang pekerja/buruh,

pada umumnya perusahaan berskala kecil dan sedang (sekitar 50 pekerja/buruh atau

kurang) berpendapat bahwa pekerjanya belum memerlukan SP-TP. Pengusaha dan

pekerja/buruh percaya bahwa mereka tidak memerlukan SP-TP karena selama ini

mereka telah dapat menyelesaikan perselisihan antar mereka dengan baik. Pekerja

setiap saat dapat menyampaikan masalahnya langsung kepada pengawas atau

pimpinan.

21. Menurut data Depnaker 1997, 6,6% perusahaan memiliki KKB. Pada tahun yang

sama, sekitar 78% SP-TP mendaftarkan diri ke Depnaker telah memiliki KKB. Peraturan

Perusahaan (PP) adalah alternatif yang sah dari KKB/PKB bagi perusahaan yang tidak

memiliki SP-TP. Sekitar 30% dari perusahaan sampel mempunyai PP, 58% PKB/KKB,

dan 12% mempunyai PP atau PKB/KKB (terdiri dari 3 perusahaan besar dan 3

perusahaan sedang).

22. Pasal-pasal yang diatur dalam PKB pada umumnya seragam di semua wilayah

penelitian. Pasal-pasal tersebut termasuk ketentuan umum, pengakuan dan fasilitas

bagi SP, hubungan kerja, waktu kerja, pengupahan, keselamatan dan kesejahteraan

kerja, cuti-ijin tidak bekerja dan hari libur, peraturan tata-tertib, sanksi-sanksi terhadap

pelanggaran, PHK, dan penyelesaian keluh-kesah.

23. Informasi lapangan menunjukkan bahwa secara umum proses pembuatan KKB/PKB

melibatkan pekerja/buruh yang diwakili oleh SP-TP dan perusahaan. Namun demikian

dalam jumlah kecil ada kasus dimana PKB dibuat oleh perusahaan dan SPTP hanya

membaca dan harus menyetujuinya. Beberapa perusahaan juga menggunakan kuasa

hukum yang bukan pegawai perusahaan. Sementara itu, pihak pekerja/buruh diwakili

oleh pengurus SP-TP, dan kadang-kadang koordinator diikutsertakan dalam proses

perundingan.

24. Walaupun kesepakatan kerja bersama disusun berdasarkan kesepakatan keduabelah pihak, pengusaha dan pekerja/buruh, perselisihan tetap dapat terjadi. Seringkali

kasus perselisihan terjadi justru mengenai masalah-masalah di luar hal-hal yang telah

menjadi kesepakatan bersama. Misalnya, seperti yang baru-baru ini terjadi pada

pelaksanaan kenaikan upah minimum dan tuntutan kenaikan upah, uang transpor, uang

makan, uang susu, sebagai akibat kenaikan BBM. Oleh karena itu, diperlukan petunjuk

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 134: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 134/254

untuk menampung negosiasi hal-hal yang tidak tercantum dalam kesepakatan kerjs

bersama, atau klausul khusus dimasukkan dalam kesepakatan tersebut, untuk

mencegah perselisihan industrial.

25. Dari kasus-kasus perselisihan industrial dan pemogokan kerja di tingkat perusahaan,

penyebab utama yang sering ditemui di banyak perusahaan dapat dikelompokkan dalam

empat kategori: (i) tuntutan non-normatif, yaitu yang berhubungan dengan hal-hal yang

tidak diatur dalam peraturan perundangan dan PKB/KKB; (ii) tuntutan normatif, yaitu

tuntutan terhadap hak-hak yang telah diatur dalam peraturan perundangan dan hak-hak

yang telah telah disepakati dalam PKB/KKB atau PP; (iii) keterlibatan pihak ketiga,

seperti pekerja/buruh dari perusahaan lain atau SP/SB Afiliasi lain) yang memprovokasi

pekerja/buruh sehingga terjadi perselisihan; dan (iv) tekanan dari beberapa pekerja di

dalam perusahaan yang memaksa pekerja lain agar ikut berunjuk rasa.

Lembaga Penelitian ix SMERU, Mei 2002

Faktor penyebab perselisihan industrial lainnya, antara lain:

  solidaritas terhadap sesama pekerja yang dinilai telah diperlakukan secara kurang

adil oleh perusahaan;

  perbedaan persepsi tentang perundangan dan peraturan pemerintah;

  menuntut kepala personalia yang dinilai bersikap keras terhadap pekerja/buruh dan

berpihak pada perusahaan agar mundur;

  perubahan manajemen perusahaan yang dinilai tidak memperhatikan kepentingan

dan kesejahteraan pekerja;

  menuntut adanya transparansi perusahaan (terutama berkaitan dengan keuntungan

perusahaan yang mungkin dapat menjadi bagian pekerja/buruh dalam bentuk upah

yang lebih tinggi atau peningkatan kesejahteraan);

  pelaksanaan peraturan uang pesangon; perusahaan dianggap tidak terbuka tentang

keuntungan perusahaan;

  kecurigaan mengenai adanya penyalahgunaan dana Jamsostek;

  ketidaksabaran pekerja dalam menunggu hasil perundingan; atau

  tuntutan-tuntutan baru lainnya yang muncul seiring dengan meningkatnyapengetahuan pekerja tentang hak-hak mereka setelah SP-TP terbentuk di tempat

kerja mereka.

26. Meskipun demikian, penelitian ini memunjukkan bahwa sistem hubungan industrial

di tingkat perusahaan berfungsi luar biasa mulus. Berdasarkan empat kategori

perselisihan1, Tim SMERU mencatat bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir,

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 135: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 135/254

hanya 3 (6%) perusahaan dari 47 perusahaan yang mengalami perselisihan sangat

berat, 21% perusahaan mengalami perselisihan berat, 30% perusahaan mengalami

perselisihan sedang, sebanyak 26% perusahaan mengalami perselisihan ringan.

Delapan dari perusahaan sampel, menurut pengusaha maupun pekerja/buruhnya atau

SP-TP, tidak pernah mengalami perselisihan kecuali menerima keluh-kesah dan

menghadapi kasus perselisihan perseorangan.

1 Empat kategori perselisihan hubungan industrial adalah: (a) perselisihan ringan:

perselisihan tanpa mogok kerja dan dapat diselesaikan secara bipartit; (b) perselisihan

sedang: perselisihan yang disertai mogok kerja dan dapat diselesaikan secara bipartit;

(c) perselisihan berat: perselisihan industrial tanpa mogok kerja dan diselesaikan di

tingkat tripartit; dan (d) perselisihan sangat berat, yaitu perselisihan industrial disertai

mogok kerja dan belum atau dapat diselesaikan di tingkat tripartit.

Lembaga Penelitian x SMERU, Mei 2002

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Studi 3

Metodologi 3

Struktur Laporan 4

II. GAMBARAN PERUSAHAAN SAMPEL 5

Sampel 5

Kondisi Kerja 5

III. KONSEP HUBUNGAN INDUSTRIAL 8

IV. KEBIJAKAN PEMERINTAH BERKAITAN DENGAN

HUBUNGAN INDUSTRIAL

Perundangan dan Peraturan berkaitan dengan Hubungan

Industrial 12

Sejarah, Perundangan serta Peraturan tentang SerikatPekerja/Serikat Buruh 23

V. PERUBAHAN KONDISI HUBUNGAN INDUSTRIAL 27

Hubungan Industrial di masa Orde Baru 27

Kondisi Umum Hubungan Industrial di masa transisi 30

VI. PRAKTEK HUBUNGAN INDUSTRIAL DI LAPANGAN 35

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 136: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 136/254

 A. SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH 35

Serikat Pekerja /Serikat Buruh (SP/SB) Afiliasi 35

Serikat Pekerja/Serikat Buruh Tingkat Perusahaan (SP-TP) 38

B. PERATURAN PERUSAHAAN (PP) DAN PERJANJIAN/

KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (PKB/KKB) 48

C. PERSELISIHAN DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN 54

Perselisihan Hubungan Industria, Mogok Kerja dan Penyebabnya 54

Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial 65

VII. KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN 70

DAFTAR PUSTAKA 75

LAMPIRAN 76

Lembaga Penelitian xi SMERU, Mei 2002

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Saat ini hubungan industrial di Indonesia sedang memasuki babak baru, suatu era

transisi.Proses demokratisasi yang sebagian turut dipicu oleh kejatuhan rejim Soeharto

dan disusul dengan pelaksanaan otonomi daerah, sangat mempengaruhi arah

hubungan industrial dimasa transisi ini. Sebelumnya, hubungan industrial di Indonesia

sangat dikontrol ketat oleh pemerintah pusat. Pemerintah Orde Baru mengatur 

keberadaan serikat buruh/pekerja (pada waktu itu hanya ada satu serikat buruh/serikat

pekerja yang diakui pemerintah), ketentuan ketentuan mengenai upah minimum, dan

mempengaruhi kondisi umum ketenagakerjaan, maupun mengenai cara penyelesaian

hubungan industrial. Kini sistem hubungan industrial sudah lebih terdesentralisasi

walaupun dalam banyak hal masih diwarnai oleh unsur paternalistik pemerintah pusat.

Pergantian pemerintahan dan perubahan sistem pemerintahan dari sistem sentralistik ke

desentralistik ini telah merubah pula mekanisme pengambilan keputusan mengenai

sistem hubungan industrial. Pada saat ini mekanismenya mulai bersifat desentralistik

dan dialogis.

Selain itu, selama dua tahun terakhir ini sudah ada beberapa perubahan terhadapperaturan dan perundangan mengenai ketenagakerjaan. Misalnya, sekarang pemerintah

daerah mempunyai kewenangan untuk menentukan upah minimum. Salah satu

perubahan penting akibat kebijakan desentralisasi ini adalah munculnya sistem

hubungan industrial yang memungkinkan pekerja/buruh bebas mendirikan serikat

buruh/serikat pekerja pada tingkat perusahaan sesuai dengan UU No. 21, 2000.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 137: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 137/254

Disamping itu, pemerintah juga telah meratifikasi beberapa konvensi ILO (International

Labor Organization-PBB), termasuk Konvensi No.87, 1948 tentang Kebebasan

Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi. Saat ini pemerintah sedang

mengevaluasi dengan berbagai cara untuk memastikan bahwa undang-undang

ketenagakerjaan di Indonesia sejalan dengan konvensi dan perundangan ILO lainnya.

Proses demokratisasi dan transparansi dalam proses pengambilan keputusan yang

menyertai perubahan-perubahan tersebut ternyata telah mengubah sikap dan perilaku

pekerja/buruh dalam menyampaikan aspirasinya. Setelah sekian lama suaranya

disumbat dan hak-haknya dirampas, pekerja/buruh semakin kuat menyuarakan

tuntutannya secara bebas, baik melalui serikat pekerja/serikat buruh, gerakan dan

advokasi pekerja/buruh, antara lain dengan melakukan pemogokan dan unjuk rasa.

Di satu pihak, tuntutan pekerja/buruh untuk memperjuangkan perbaikan kesejahteraan,

seperti kenaikan upah dan kondisi kerja yang lebih baik, dapat dipandang sebagai

tuntutan yang dapat difahami mengingat tingkat daya beli pekerja/buruh tidak banyak

beranjak dari kondisi sebelum krisis. Juga, kebijakan dan peraturan perundangan

pemerintah yang mempengaruhi kehidupan ekonomi pekerja/buruh juga ikut

memberikan kontribusi terhadap timbulnya sejumlah aksi-aksi pemogokan dan

demonstrasi pekerja/buruh yang cenderung meningkat dan disertai kekerasan sejak

pertengahan tahun 2001. Namun perlu diperhatikan bahwa penyelesaian perselisihan

hubungan industri di Indonesia sejak lama telah menjadi masalah yang pelik dan

berkepanjangan yang turut menyumbang terhadap timbulnya keresahan industri akhir-

akhir ini.2 Penyelesaian kasus-kasus tersebut sering dilakukan di luar upaya hukum,

misalnya dengan melibatkan aparat kepolisian, militer, atau bahkan “preman” dengan

cara represif. 2 James Gallagher, Indonesia’s Industrial Dispute Resolution Process,

USAID-AFL-CIO, 2000. Lembaga Penelitian 2 SMERU, Mei 2002

Di lain pihak, pemulihan ekonomi akibat krisis ekonomi yang berjalan lambat, ditambah

dengan adanya gejala resesi global yang cenderung berdampak negatif terhadap

pangsa pasar, merupakan suatu dilema tersendiri bagi pengusaha dalam menghadapi

tuntutan para pekerja/buruhnya.3 Pengusaha berpendapat bahwa kebijakan pemerintahmenaikkan upah minimum nominal sebesar 30-40% pada bulan Januari 2002

memberatkan pengusaha. Di Jakarta misalnya, kebijakan tersebut ditolak oleh Apindo

(Asosiasi Pengusaha Indonesia) yang kemudian membawa masalah ini ke Pengadilan

Tata Usaha Negara (PTUN). Secara makro ekonomi, kebijakan untuk terus menaikkan

upah minimum juga cenderung merusak fleksibilitas pasar tenaga kerja yang selama ini

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 138: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 138/254

menandai dinamika pasar tenaga kerja.4 Tampaknya hubungan industrial dalam masa

transisi ini cenderung akan diwarnai oleh konflik kepentingan antara pekerja dengan

pengusaha. Perbedaan tujuan kedua pihak ini telah menyebabkan timbulnya

perselisihan hubungan industri. Jika hal ini terus berlangsung, maka ke dua belah pihak,

pekerja/buruh dan pengusaha, akan sama-sama menghadapi resiko kerugian. Oleh

karena itu upaya meminimalkan konflik merupakan jalan keluar terbaik. Salah satu cara

yang dapat ditempuh untuk ini adalah dengan cara melakukan dialog secara intensif,

dimana masing-masing pihak secara terbuka menempatkan dirinya dalam posisi yang

seimbang. Menurut temuan Tim SMERU, upaya “jalan tengah” menuju hubungan

industrial yang lebih baik ini sesungguhnya sangat didukung baik oleh pihak pengusaha

maupun pekerja/buruh melalui wakil-wakilnya. Kedua belah pihak telah berupaya keras

untuk menuju ke arah itu, dan proses ini dianggap sebagai “proses pembelajaran” yang

bermanfaat. Namun proses penting ini seringkali lepas dari perhatian media dan

masyarakat luas. Menyadari hal tersebut, pemerintah telah mengajukan dua rancangan

undang-undang (RUU) mengenai aspek-aspek hubungan industrial yang satu sama lain

saling berkaitan. Kedua RUU tersebut telah diserahkan ke DPR pada tahun 2000. RUU

yang pertama mengatur tentang hubungan industrial antara pekerja/buruh dengan

pengusaha, termasuk mengenai perjanjian kontrak kerja, jaminan perlindungan dan

keselamatan kerja. RUU yang ke dua untuk menetapkan kerangka kerja prosedur 

penyelesaian perselisihan industrial.5 Sebelum kedua RUU ini disahkan menjadi UU,

masukan secara seimbang – misalnya melalui debat publik – dari berbagai pihak yang

berkompeten dan didukung oleh hasil kajian yang mendalam sangat penting dan

diperlukan. Hal ini tidak saja akan menjadikan seluruh proses perubahan dan

pengesahan RUU ini transparan, tetapi juga agar pola hubungan industrial dan

mekanisme penyelesaian konflik yang tercipta akan mampu mengakomodasi semua

pihak yang berkepentingan. Untuk menciptakan konsep hubungan industrial yang dapat

memuaskan segenap pihak,sebenarnya Pemerintah Indonesia tidak harus memulai

semuanya dari awal. Dengan melakukan penyesuaian terhadap kondisi lokal,

pengalaman negara-negara lain dapat dijadikan sebagai 3 Pemerintah MegawatiSoekarnoputri tampaknya belum banyak mengalami kemajuan dalam melakukan

reformasi struktur dan pemerintahanannya, dengan demikian membangkitkan kembali

kegelisahan terhadap pangsa pasar. Kejadian pemboman September 11 dan

perekonomian global yang sedang lesu semakin memperburuk iklim investasi di

Indonesia (Indonesia: The Imperative for Reform, The World Bank, November 2001).

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 139: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 139/254

3 Lihat Laporan SMERU (2001) mengenai dampak upah minimum terhadap sektor 

formal di perkotaan yang menunjukkan dampak negatif signifikan upah minimum

terhadap penyerapan tenaga kerja (dari panel data propinsi 1988-1999. Manning (1996)

dan Rama (1996) menunjukkan bahwa upah minimum mulai berdampak pada beberapa

 jenis pekerja/buruh, terutama pada pekerja/buruh usia muda dan pekerja/buruh

perempuan tidak terampil di beberapa wilayah. Pendapat yang bertentangan

dikemukakan oleh Islam dan Nazara (2000). 5 Draft RUU yang dijadikan rujukan pada

studi ini adalah draft RUU ketiga yang diperoleh dari FSPSI pada bulan Oktober 2001.

Draft RUU edisi selanjutnya kemungkinan sudah mengalami berbagai perubahan

mengingat RUU tersebut sedang dibahas DPR. Lembaga Penelitian 3 SMERU, Mei

2002 pelajaran dan bahan rujukan. Di Jepang misalnya, hubungan industrialnya

cenderung bersifat desentralistik dan paternalistik dimana semua kewajiban untuk

memberikan kesejahteraan buruh menjadi tanggungjawab perusahaan. Sementara itu di

Korea, karena gerakan dan federasi buruhnya kuat, maka sistem hubungan

industrialnya lebih didominasi oleh unsur sentralistik. Sebaliknya, Taiwan mempunyai

sistem hubungan industrial yang sangat terdesentralisasi, berorientasi pasar, semua

syarat kerja tidak disusun secara rinci, dan pemerintah lebih berperan sebagai wasit.

Banyak yang berpendapat bahwa hubungan industrial di Indonesia masih dalam masa

transisi karena hingga saat ini arahnya masih belum jelas: apakah akan menuju

hubungan industrial yang sepenuhnya terdesentralisasi, atau setengah terdesentralisasi

dengan dominasi pemerintah pusat yang semakin berkurang, atau ternyata masih belum

mampu melepaskan diri dari sistem hubungan industrial yang sentralistik warisan era

Orde Baru.

B. TUJUAN STUDI

Studi yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian SMERU dengan dukungan PEG-USAID

dan Bappenas ini bertujuan untuk mengetahui kondisi hubungan industrial di masa

transisi, keberadaan serikat pekerja/serikat buruh, perselisihan antara pengusaha dan

pekerja/buruh serta penyelesaiannya di beberapa perusahaan sampel, baik industr 

manufaktur, perhotelan, dan pertambangan. Studi ini diharapkan dapat membantupemerintah dalam memahami secara utuh kondisi hubungan industrial dan

ketenagakerjaan di lapangan pada tingkat perusahaan. Selanjutnya, pemahaman ini

diharapkan dapat digunakan untuk memformulasikan kebijakan ketenagakerjaan yang

mampu menunjang suatu sistem hubungan industrial yang memenuhi kepentingan

pekerja/buruh, pengusaha dan masyarakat umum.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 140: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 140/254

C. METODOLOGI

Studi ini dilakukan pada bulan Oktober hingga November 2001 di wilayah Jakarta,

Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek), Bandung, dan Surabaya. Metoda yang

digunakan adalah metoda penelitian kualitatif melalui wawancara mendalam dengan

menggunakan pedoman pertanyaan. Informasi diperoleh dari pihak perusahaan, serikat

pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh, instansi pemerintah terkait (misalnya Dinas

Tenaga Kerja), dan asosiasi pengusaha seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo),

 Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo).

Responden serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) adalah pengurus SP/SB di tingkat

perusahaan (SP-TP) dan SP/SB Afiliasi di tingkat kabupaten/kota dan propinsi. Empat

responden dari serikat pekerja/serikat buruh yang dipilih adalah SPSI (status quo),

Serikat Buruh Jabotabek (SBJ), Sarekat Buruh Muslim Seluruh Indonesia (Sarbumusi),

dan Federasi Serikat Pekerja –Tekstil, Sandang dan Kulit (FSP-TSK). Sedangkan

responden dari perusahaan adalah kepala personalia, pimpinan perusahaan dan pemilik

perusahaan. Responden perusahaan dipilih berdasarkan informasi yang diperoleh di

lapangan dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Apindo, API, Dinas Tenaga Kerja,

Departemen Tenaga Kerja, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen

Pariwisata, Departemen Pertambangan, dan informan lainnya. Di setiap perusahaan

Tim SMERU menemui beberapa responden kunci yang memahami isu hubungan

industrial dan perselisihan kerja di perusahaan tersebut.

Lembaga Penelitian 4 SMERU, Mei 2002

Karakteristik perusahaan yang dipilih sebagai responden antara lain:

(i) termasuk dalam kategori perusahaan skala besar (>100 pekerja/buruh), dan sedang

(20-100 pekerja/buruh) berdasarkan kriteria BPS;

(ii) memiliki serikat pekerja/serikat buruh di tingkat perusahaan (83% dari responden

perusahaan);

(iii) perusahaan sudah mengalami kasus perselisihan dengan pekerja/buruh6 (83% dari

responden perusahaan); dan

(iv) perusahaan modal asing atau perusahaan modal dalam negeri.D. STRUKTUR LAPORAN

Sistematika penyajian laporan ini disusun dengan urutan sebagai berikut: Bab I

Pendahuluan,

berikutnya Bab II menyajikan secara ringkas Gambaran Perusahaan Sampel,

diantaranya meliputi pembahasan tentang keberadaan serikat pekerja/buruh dan kondisi

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 141: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 141/254

kerja. Selanjutnya, konsep hubungan industrial akan dibahas dalam Bab III. Kemudian

aspek “perubahan atau evolusi” regulasi mengenai hubungan industrial, serikat

pekerja/buruh, dan tanggapan pengusaha, pekerja, dan buruh terhadap regulasi

tersebut akan disajikan pada Bab IV Kebijakan Pemerintah berkaitan dengan Hubungan

Industrial. Pada Bab V akan disajikan pembahasan mengenai Perubahan Kondisi

Hubungan Industrial, dimana pembahasan ditekankan pada perbedaan umum antara

beberapa aspek hubungan industrial yang terjadi di masa Orde Baru dengan hubungan

industrial yang terjadi pada masa transisi saat ini. Sedangkan praktek hubungan

industrial di lapangan akan disajikan pada BabVI yang akan dibagi menjadi tiga bagian

yaitu keberadaan serikat pekerja/serikat buruh, meliputi serikat pekerja/buruh tingkat

perusahaan (SP-TP) dan gabungan (federasi) serikat pekerja/serikat buruh yang

menjadi afiliasi SPTP disajikan pada Bagian A Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Rincian

pembahasan diantaranya mencakup pembentukan, peran,fungsi maupun masalah yang

dihadapi oleh serikat pekerja/serikat buruh. Pembahasan mengenai mengapa suatu

perusahaan menerapkan PP (Peraturan Perusahaan) sementara yang lain

menerapkan Perjanjian/Kesepakatan Kerja Bersama (PKB/KKB), disajikan pada Bagian

B.Selanjutnya isu penting yang akan disajikan pada Bagian C adalah mengenai

Perselisihan Hubungan Industrial dan Penyelesaiannya, antara lain mencakup isu

mengapa perselisihan dapat terjadi dalam hubungan industrial, mekanisme

penyelesaiannya, serta upaya untuk mencegah timbulnya perselisihan. Akhirnya,

laporan ini ditutup dengan Kesimpulan pada Bab VII. 6 Batasan perselisihan industrial

dalam studi ini adalah: perselisihan antara perusahaan dengan pekerja/buruh yang

melibatkan lebih dari satu orang; tidak bereaksi secara individu; tidak selalu harus

mengganggu proses produksi; dan ada proses perundingan.

Lembaga Penelitian 5 SMERU, Mei 2002

II. GAMBARAN PERUSAHAAN SAMPEL

A. SAMPEL

Responden penelitian adalah 47 perusahaan di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan

Bekasi (Jabotabek), Bandung, dan Surabaya, terdiri dari 42 perusahaan manufaktur,empat perusahaan perhotelan, dan satu perusahaan pertambangan (Tabel 1). Tim

meneliti 6 hingga 12 perusahaan di masing-masing wilayah. Produk yang dihasilkan

responden antara lain tekstil, garmen, sepatu, suku cadang kendaraan bermotor, alat

rumah tangga dari plastik dan metal, makanan dan minuman, ubin keramik, kayu

molding, kawat besi, bahan kimia, kertas pengepak, pipa PVC, dan batu bara. Sampel

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 142: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 142/254

perusahaan terdiri dari kategori perusahaan skala besar dengan tenaga kerja 100-8.000

orang sebanyak 42 perusahaan (89%), dan lima perusahaan berskala sedang. Dari

perusahaan besar tersebut 14 diantaranya adalah perusahaan dengan modal asing

(PMA) dari Jepang, Korea, Taiwan, AS, UK, dan joint venture antara Swiss dan Jerman

Tabel 1. Karakteristik Sampel (n=47 perusahaan)

PMA/ Skala Jumlah Jabotabek Bandung Surabaya Berau Total % PMDN pekerja Kal-

Tim

PMA Besar 101-1000 5 0 2 0 7 15

> 1000 4 1 1 0 6 13

Medium 20 - 100 1 0 0 0 1 2

10 1 3 0 14 30

PMDN Besar 101-1000 10 3 5 1 19 40

> 1000 6 1 3 0 10 21

Medium 20 - 100 2 1 1 0 4 9

18 5 9 1 33 70

Total 28 6 12 1 47 100

Persentase (%) 60 13 25 2 100

Catatan * PMA = Penanaman Modal Asing; PMDN = Penanaman Modal Dalam Negeri

Serikat pekerja/serikat buruh di tingkat perusahaan (SP-TP) telah dibentuk di 39

perusahaan sampel. Kecuali dua SP-TP di dua perusahaan di Bekasi yang memilih tidak

berafiliasi kepada federasi SP/SB manapun, SP-TP lainnya berafiliasi pada serikat

pekerja/serikat buruh di luar perusahaan, baik di tingkat kabupaten/kota, propinsi,

ataupun di tingkat pusat. Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang menjadi afiliasi SP-TP dari

perusahaan sampel antara lain SPSI (SP KEP, SP Farkes, SP TSK, SP PHRI, SP PAR),

SPMI, Sarbumusi, FSP-TSK, FSBDSI, FPI, dan SBJ. Satu perusahaan sampel di

Surabaya memiliki dua SP-TP yang berafiliasi pada

dua SP yang berbeda, yaitu pada SPSI dan Sarbumusi. Satu perusahaan sampel di

Bekasi juga memiliki dua SP-TP yang berafiliasi pada dua SP yang berbeda, yaitu pada

FSP-TSK dan FSBDSI. Satu perusahaan di Tangerang memiliki dua SP-TP yangberafiliasi pada FSP-TSK dan Perbupas (Persatuan Buruh Sepatu).

B. KONDISI KERJA

Kondisi kerja sangat mempengaruhi tingkat perselisihan hubungan industrial. Peluang

terjadinya perselisihan sangat kecil pada perusahaan yang sudah mempunyai kondisi

kerja yang baik, dan memenuhi harapan pekerja/buruh dalam pemberian upah,

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 143: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 143/254

tunjangan, dan fasilitas lainnya. Secara umum kondisi kerja di perusahaan mengacu

pada tiga peraturan Lembaga Penelitian 6 SMERU, Mei 2002 internal perusahaan, yaitu

Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP), dan Kesepakatan Kerja Bersama

(KKB) yang kemudian diubah menjadi Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Perjanjian kerja

biasanya diberlakukan kepada pekerja/buruh yang baru masuk, atau pada perusahaan-

perusahaan yang belum memiliki PP atau KKB/PKB (beberapa perusahaan masih

menggunakan istilah lama). Perjanjian Kerja memuat hak dan kewajiban pekerja/buruh

maupun pengusaha, serta syarat-syarat kerja lainnya. Dibandingkan dengan PK,

umumnya PP, KKB/PKB memuat ketentuan yang lebih rinci, diantaranya mencakup

berbagai kesepakatan, kondisi kerja dan syarat-syarat kerja sesuai dengan peraturan

pemerintah yang berlaku, antara lain tentang jam kerja, sistem pengupahan, jaminan

pengobatan dan perawatan, jaminan sosial, keselamatan dan kesehatan kerja

(Jamsostek), izin tidak bekerja, PHK, uang pesangon dan uang jasa. Perbedaan antara

PP dan KKB/PKB adalah PP dibuat oleh perusahaan yang belum memiliki serikat

pekerja/serikat buruh, sedangkan PKB/KKB dirumuskan bersama oleh pengusaha dan

serikat pekerja/serikat buruh, dengan memperhatikan aspirasi dari para pekerja/buruh.

KKB atau PKB biasanya ditinjau setiap dua tahun sekali. Perusahaan modal asing,

terutama yang memproduksi barang ekspor dengan merk dagang dari pihak pemesan

luar negeri, biasanya mempunyai “code of conduct ” atau peraturan kerja yang

ditetapkan oleh perusahaan pemesan.7 Peraturan kerja tersebut memuat hal-hal umum

yang mengacu pada isu Hak Asasi Manusia (HAM) dan isu lingkungan. Contoh

peraturan kerja salah satu perusahaan kategori ini adalah:

  Kerja lembur tidak lebih dari 60 jam per bulan;

  Pekerja/buruh tidak boleh di bawah umur;

  Upah pokok harus memenuhi standar;

  Upah lembur sesuai dengan daftar hadir dan produktivitas kerja;

  Perusahaan menyediakan fasilitas istirahat, ruang makan, ruang penyimpanan barang

milik pekerja/buruh;

  Perusahaan harus menyediakan fasilitas keselamatan kerja, misalnya: masker,sarung

tangan, dan baju khusus;

  Penyediaan fasilitas kamar kecil sesuai standar (30 orang per kamar kecil);

  Penyediaan kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) sesuai standar; dan

  Penyediaan fasilitas pemadam kebakaran.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 144: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 144/254

Perusahaan pemesan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan kerja

secara rutin setiap tiga bulan sekali. Pelaksanaan peraturan tersebut dicocokkan

dengan dokumen administrasi perusahaan. Pengawasan termasuk melihat secara

langsung kondisi kerja dan melakukan wawancara dengan pekerja/buruh. Dalam

memahami dan menilai kondisi kerja di suatu perusahaan, selain skala perusahaan,

studi ini juga memasukkan faktor status pekerja/buruh sebagai fokus perhatian karena

kedua hal tersebut mempengaruhi tingkat upah, fasilitas, atau tunjangan yang diterima

pekerja/buruh. Beberapa perusahaan membagi status pekerja/buruh ke dalam tiga

kategori, yaitu pekerja/buruh kontrak harian, pekerja/buruh harian tetap, dan

pekerja/buruh bulanan tetap. 7 Perusahaan pemesan adalah perusahaan di luar negeri

yang memproduksi barang (misalnya, sepatu atau kemeja) dengan merk dagang

terkenal di pasar dunia, tetapi memesan produk dengan merk dagangnya kepada mitra

perusahaan di Indonesia. Mitra perusahaan harus mematuhi persyaratan produksi dan

kondisi kerja perusahaan pemesan. Lembaga Penelitian 7 SMERU, Mei 2002

Pekerja/buruh harian lepas dan pekerja/buruh harian tetap dibayar berdasarkan jumlah

hari kerja. Mereka tidak menerima upah apabila tidak masuk kerja, dan hal ini berbeda

dengan pekerja/buruh bulanan tetap yang menerima upah tidak berdasarkan kehadiran.

Komponen upah yang juga membedakan antara pekerja/buruh harian dan pekerja/buruh

bulanan adalah komponen di luar gaji pokok seperti berbagai tunjangan (kesehatan,

kepangkatan, kinerja, transportasi), upah lembur, uang makan, dana sehat, dan premi

target atau bonus. Pada umumnya pekerja/buruh harian tidak menerima komponen

upah tersebut. Selain komponen upah tersebut, perusahaan juga memberikan

Tunjangan Hari Raya (THR) setiap tahun kepada pekerja/buruh harian tetap dan

pekerja/buruh bulanan tetap. Pada sistem kerja yang menggunakan shift, pekerja/buruh

shift malam biasanya memperoleh tambahan insentif tertentu, seperti tunjangan kerja

shift, tunjangan transportasi, atau tunjangan makan. Selain itu kadang-kadang

pekerja/buruh menerima tunjangan lainnya dalam bentuk bahan makanan seperti gula,

kopi, susu, dan mie kering. Selain upah dalam bentuk tunai, sebagian perusahaan juga

menyediakan fasilitas lain dalam bentuk pemberian in natura atau fasilitas lainnya.Misalnya, menyediakan poliklinik, dokter dan paramedis di perusahaan, makan siang

dengan kupon, antar jemput kendaraan, pakaian seragam dan sepatu, kantin murah,

perumahan pegawai, koperasi, sarana ibadah, atau sarana olah raga dan kesenian,

asuransi kesehatan, juga Jamsostek. Jenis fasilitas yang disediakan untuk pekerja/

buruh biasanya tergantung pada besarnya perusahaan. Selain fasilitas diatas, sebagian

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 145: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 145/254

besar pekerja/buruh tetap bulanan memperoleh fasilitas asuransi kesehatan. Besarnya

klaim asuransi pekerja/buruh bervariasi, tergantung pada tingkat upah dan premi yang

dibayarkan. Beberapa perusahaan lain tidak memberikan fasilitas asuransi kesehatan,

tetapi menerapkan sistem penggantian biaya berobat, sementara perusahaan lain

mengganti biaya untuk ke dokter atau ke Puskesmas yang sudah dikeluarkan oleh

pekerja/buruh hingga jumlah tertentu. Hanya sedikit perusahaan yang memberikan

tunjangan pensiun atau tabungan masa depan kepada pekerja/buruhnya. Meskipun

perusahaan mengakui bahwa saat ini kondisi perekonomian di Indonesia masih sulit,

secara umum perusahaan telah memenuhi hak-hak normatif 8 (lihat Lampiran 1)

pekerja/buruh, misalnya mengenai pengupahan, pemberian tunjangan dan fasilitas, cuti,

dan jam kerja. Sebagian besar (94%) responden perusahaan telah menerapkan

kebijakan upah minimum regional (UMR). Namun karena pemerintah semakin sering

melakukan perubahan UMR, sebagian perusahaan terpaksa melakukan penyesuaian.

Beberapa perusahaan kini memasukkan kriteria pendidikan dalam menetapkan skala

upah pekerja/buruh. 8 Hak-hak normatif adalah hak yang diatur dalam peraturan

perundangan, peraturan pemerintah,PKB/KKB. Hak-hak yang diatur dalam peraturan

perundangan dan peraturan pemerintah. 8 Lembaga Penelitian SMERU, Mei 2002

III. KONSEP DAN PRINSIP-PRINSIP DASAR

HUBUNGAN INDUSTRIAL

Hubungan industrial lebih dari sekedar mengenai pengelolaan organisasi.

Perkembangan hubungan industri mencerminkan perubahan-perubahan dalam sifat

dasar kerja di dalam suatu masyarakat (baik dalam arti ekonomi maupun sosial) dan

perbedaan pandangan mengenai peraturan perundangan mengenai ketenagakerjaan.

Hubungan industrial “meliputi sekumpulan fenomena, baik di luar maupun di dalam

tempat kerja yang berkaitan dengan penetapan dan pengaturan hubungan

ketenagakerjaan”. Namun, sulit untuk mendefinisikan istilah “hubungan industrial”

secara tepat yang dapat diterima secara universil. “Hubungan industrial” dikaitkan

dengan laki-laki, bekerja penuh waktu, mempunyai serikat buruh, pekerja kasar di unit

pabrik besar yang menetapkan tindakan-tindakan pengendalian, pemogokan, danperundingan bersama.8 Namun, di Indonesia hubungan industrial ternyata berkaitan

dengan hubungan diantara semua pihak yang terlibat dalam hubungan kerja di suatu

perusahaan tanpa mempertimbangkan gender, keanggotaan dalam serikat

pekerja/serikat buruh, dan jenis pekerjaan. Hubungan industri seharusnya tidak dilihat

hanya dari persyaratan peraturan kerja organisasi yang sederhana, tetapi juga harus

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 146: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 146/254

ditinjau dari hubungan sosial, politik dan ekonomi yang lebih luas. Dengan kata lain

hubungan industrial harus dipadukan dengan bidang politik dan ekonomi, tidak dapat

dipisahkan.9 Secara sederhana, Suwarto (2000) menyimpulkan bahwa hubungan

industrial dapat diartikan sebagai sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku

proses produksi barang dan/atau jasa.10 Pihak-pihak yang terkait di dalam hubungan ini

terutama adalah pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Dalam proses produksi pihak-

pihak yang secara fisik sehari-hari terlibat langsung adalah pekerja/buruh dan

pengusaha, sedang pemerintah terlibat di dalam hal-hal tertentu. Hubungan industria1

berawal dari adanya hubungan kerja yang lebih bersifat individual antara pekerja dan

pengusaha. Pengaturan hak dan kewajiban pekerja diatur melalui perjanjian kerja yang

bersifat perorangan. Perjanjian kerja ini dilakukan pada saat penerimaan pekerja, antara

lain memuat ketentuan mengenai waktu pengangkatan, persoalan masa percobaaan,

 jabatan yang bersangkutan, gaji (upah), fasilitas yang tersedia, tanggungjawab, uraian

tugas, dan\penempatan kerja.\Di tingkat perusahaan pekerja dan pengusaha adalah dua

pelaku utama hubungan industrial.\Dalam hubungan industrial baik pihak perusahaan

maupun pekerja/buruh mempunyai hak yang\sama dan sah untuk melindungi hal-hal

yang dianggap sebagai kepentingannya masing-masing, juga untuk mengamankan

tujuan-tujuan mereka, termasuk hak untuk melakukan tekanan melalui kekuatan

bersama bila dipandang perlu.11 Di satu sisi, pekerja dan pengusaha mempunyai

kepentingan yang sama, yaitu kelangsungan hidup dan kemajuan perusahan, tetapi di

sisi lain hubungan antar keduanya juga mempunyai potensi konf1ik, terutama apabila

berkaitan dengan persepsi atau interpretasi yang tidak sama tentang kepentingan

masing-masing pihak. Hubungan industri melibatkan sejumlah konsep, misalnya konsep

keadilan dan kesamaan, kekuatan dan kewenangan, individualisme dan kolektivitas, hak

dan kewajiban, serta integritas dan kepercayaan.12 Sementara itu, fungsi utama

pemerintah dalam hubungan industrial adalah mengadakan atau menyusun peraturan

dan perundangan ketenagakerjaan agar hubungan antara 8 Michael Salamon, Industrial

Relations: Theory and Practice, edisi 4, Prentice Hall, 2000: hal. 4-5. 9 idem., hal. 10.

10 Suwarto, “Prinsip-prinsip Dasar Hubungan Industrial”, 2000.11 op.cit., hal.35.

12 op.cit., hal. 74-89.

9 Lembaga Penelitian SMERU, Mei 2002

pekerja dan pengusaha berja1an serasi dan seimbang, dilandasi oleh pengaturan hak

dan kewajiban yang adil. Di samping itu pemerintah juga berkewajiban untuk

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 147: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 147/254

menyelesaikan secara adil perselisihan atau konflik yang terjadi. Pada dasarnya,

kepentingan pemerintah juga untuk menjagakelangsungan proses produksi demi

kepentingan yang lebih luas.Tujuan akhir pengaturan hubungan industrial ada1ah untuk

meningkatkan produktivitas dankesejahteraan pekerja maupun pengusaha. Kedua

tujuan ini saling berkaitan, tidak terpisah,bahkan saling mempengaruhi. Produktivitas

perusahaan yang diawali dengan produktivitas kerjapekerjanya hanya mungkin terjadi

 jika perusahaan didukung oleh pekerja yang sejahtera ataumempunyai harapan bahwa

di waktu yang akan datang kesejahteraan mereka akan lebih membaik.Sementara itu

kesejahteraan semua pihak, khususnya para pekerja, hanya mungkin dapat dipenuhi

apabila didukung oleh produktivitas perusahaan pada tingkat tertentu, atau jika

adapeningkatan produktivitas yang memadai, yang mengarah ke tingkat produktivitas

sesuai dengan harapan pengusaha.Sebelum mampu mencapai tingkat produktivitas

yang diharapkan, semua pihak yang terkait dalam proses produksi, khususnya pimpinan

perusahaan, perlu secara sungguh-sungguh menciptakan kondisi kerja yang

mendukung. Kunci utama keberhasilan menciptakan hubungan industrial yang aman

dan dinamis adalah komunikasi. Untuk memelihara komunikasi yang baik memang tidak

mudah, dan diperlukan perhatian secara khusus. Dengan terpeliharanya komunikasi

yang teratur sebenarnya kedua belah pihak, pekerja dan pengusaha, akan dapat

menarik manfaat besar. Faktor penunjang utama dalam komunikasi ini adalah adanya

interaksi positif antara pekerja dan pengusaha. Interaksi semacam ini apabila dipelihara

secara teratur dan berkesinambungan akan menciptakan sa1ing pengertian dan

kepercayaan. Kedua hal tersebut pada gilirannya akan merupakan faktor dominan

dalam menciptakan ketenangan kerja dan berusaha atau industrial peace.

Bagi pekerja, komunikasi dapat dimanfaatkan untuk mengetahui secara dini dan

mendalam tentang kondisi perusahaan serta prospek perusahaan di masa yang akan

datang. Disamping itu, pekerja juga dapat menyampaikan berbagai pandangan mereka

untuk membantu meningkatkan kinerja perusahaan. Hal semacam ini perlu ditanggapi

secara positif oleh manajemen, agar sekaligus merupakan pengakuan dan penghargaan

bagi para pekerja yang peduli terhadap nasib perusahaan. Sementara itu bagimanajemen atau pengusaha komunikasi pasti memiliki nilai positif. Disamping adanya

keterlibatan atau partisipasi dari pekerja terhadap nasib perusahaan, manajemen juga

dapat mengetahui sejak dini "denyut nadi" para pekerjanya, hingga pekerja di tingkat

paling bawah. Dengan demikian manajemen dapat mengambil langkah penyelesaian

masalah secara dini dan dapat mencegah agar masalahnya tidak menjadi lebih besar.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 148: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 148/254

Prasyarat untuk dapat membina komunikasi adalah bahwa pimpinan unit kerja atau

satuan kerja, apapun fungsinya, pada dasarnya juga adalah pimpinan sumber daya

manusia di unit atau satuan kerja yang bersangkutan. Komunikasi tidak mungkin hanya

dilakukan oleh satuan kerja/pimpinan SDM (direktur eksekutf, para manajer, atau

manajer divisi, dsb) tanpa adanya kepedulian dari semua lini yang ada di perusahaan.

Oleh karena itu pembinaan SDM pada umumnya, dan khususnya hubungan industrial,

harus menjadi kepedulian semua pimpinan di setiap tingkat. Untuk itu, hubungan

industrial perlu dipahami oleh semua tingkat pimpinan, bukan hanya pimpinan SDM atau

personalia semata-mata agar ketenangan kerja dan ketenangan berusaha yang menjadi

tujuan antara dalam menciptakan hubungan industrial yang aman dan dinamis dapat

terwujud. Ketenangan kerja dan berusaha dapat dilihat dari adanya indikator bahwa

terjadi hubungan kerja yang dinamis antara manajemen dan pekerja atau serikat

pekerja.10 Lembaga Penelitian SMERU, Mei 2002

Hubungan industrial selalu bersifat kolektif dan meliputi kepentingan luas. Oleh karena

itu, untuk mencapai tujuannya sarana hubungan industrial juga bersifat kolektif. Sarana

utama hubungan industrial dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, pada

tingkat perusahaan ialah serikat pekerja/serikat buruh, Kesepakatan Kerja

Bersama/Perjanjian Kerja Bersama, Peraturan Perusahaan, lembaga kerjasama bipartit,

pendidikan, dan mekanisme penyelesaian perselisihan industrial. Kedua, sarana yang

bersifat makro, yaitu serikat pekerja/serikat buruh, organisasi pengusaha, lembaga

kerjasama tripartit, peraturan perundang-undangan, penyelesaian perselisihan industrial,

dan pengenalan hubungan industrial bagi masyarakat luas.

Lembaga Penelitian 11 SMERU, Mei 2002

IV. KEBIJAKAN PEMERINTAH YANG BERKAITAN

DENGAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Hingga tahun 1998 perundang-undangan yang mengatur hubungan industrial di

Indonesia hampir tidak mengalami perubahan berarti selama lebih dari empat

dasawarsa terakhir (lihat Lampiran 2a dan 2b). Saat ini, peraturan perundangan yang

berlaku yang menonjol adalah UU No.22 Tahun 1957 mengenai PenyelesaianPerselisihan Buruh dan UU No. 12 Tahun 1964 mengenai Pemutusan Hubungan Kerja

di Perusahaan Swasta. Pada tahun 1997 pemerintah berusaha untuk melakukan

pembaharuan perundang-undangan ketenagakerjaan secara menyeluruh dengan

menerbitkan UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Tujuan pengesahan

undang-undang ini adalah untuk merubah seluruh undang-undang yang berkaitan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 149: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 149/254

dengan ketenagakerjaan agar sesuai dengan perkembangan politik, sosial dan ekonomi

terakhir. Namun pelaksanaan undang-undang ini ditunda karena ditolak oleh serikat

pekerja/serikat buruh, dan LSM. Akhirnya undang-undang ini akan dibatalkan dan

pemerintah akan menerbitkan undang-undang baru yang saat ini sedang dipersiapkan

RUU-nya. Baru pada pemerintahan singkat di bawah Presiden Habibie (Mei 1998 -

Oktober 1999) pemerintah melakukan langkah penting mengenai hubungan industrial.13

Misalnya, pada tanggal 5 Juni 1998 pemerintah meratifikasi delapan konvensi ILO

tentang hak-hak dasar pekerja/buruh. Salah satu diantaranya adalah Konvensi ILO No.

87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak-hak Untuk

Berorganisasi. Ini adalah langkah positif menuju  platform hubungan industrial yang adil,

khususnya perlindungan bagi pekerja/buruh yang akan membentuk atau menjadi

anggota organisasi pekerja/buruh untuk membela dan melindungi kepentingan

pekerja/buruh yang dapat lebih diterima oleh masyarakat internasional. Di bawah

Presiden Abdurrahman Wahid perundang-undangan baru tentang Serikat Kerja/Serikat

Buruh (SP/SB) disahkan melalui UU No. 21 Tahun 2000. Disamping itu kebijakan hanya

ada satu SP/SB juga dihapus, baik di tingkat nasional, tingkat daerah, maupun tingkat

perusahaan. Dengan demikian pemerintahan baru ini memberikan peluang lebih besar 

bagi pekerja/buruh untuk mendirikan organisasi pekerja/buruh yang bebas tidak terikat,

meskipun ratifikasi dan pelaksanaan Konvensi No 87 Tahun 1948 ini menyebabkan

kegiatan serikat pekerja/serikat buruh meningkat secara signifikan. Perundangan dan

peraturan pemerintah lain yang tidak berkaitan langsung dengan hubungan industrial

tetapi turut mempengaruhi pelaksanaan hubungan industrial adalah UU Otonomi Daerah

No. 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan

Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom yang memberikan

kewenangan lebih besar kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus

rumah-tangganya sendir Sekalipun demikian, disadari bahwa hampir semua aspek

hubungan industrial tidak lepas dari kebijakan dan praktek yang berlingkup nasional

dengan lingkup lintas wilayah, seperti keserikatpekerjaan, peraturan perundang-

undangan, konvensi internasional, mekanisme tripartit, organisasi pengusaha, sertaperaturan perusahaan (PP) dan perjanjian kerja bersama (PKB).Pemberian otonomi

daerah juga menyangkut kewenangan pengaturan tentang ketenagakerjaan, termasuk

mengenai hubungan industrial, di mana salah satunya adalah pengaturan mengenai

penetapan upah minimum propinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK).

 Akhirakhir ini pekerja/buruh dari satu wilayah yang upah minimumnya lebih rendah

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 150: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 150/254

menuntut upah 13 Suwarno, S., and J.Elliot,” Changing Approaches to Employment

Relations in Indonesia,” in Employment Relations in the Asia Pacific: Changing 

 Approaches, ed. Bamber, Greg J, 2000, p.130.

Lembaga Penelitian 12 SMERU, Mei 2002

minimum yang sama besarnya dengan upah yang diterima oleh pekerja/buruh dari

wilayah tetangganya. Misalnya, pekerja/buruh di Kabupaten Tangerang dan Bekasi

menuntut upah minimum sama dengan pekerja/buruh dari DKI Jakarta yang upah

minimumnya lebih tinggi tanpa mempertimbangkan tingkat Kebutuhan Hidup Minimum

(KHM) di masing-masing wilayah yang berbeda. Demikian pula yang terjadi di

Kabupaten Sidoarjo, pekerja/buruh di kabupaten ini menuntut upah yang sama dengan

pekerja/buruh di Kota Surabaya walaupun tingkat kebutuhan hidup di Sidoarjo berbeda

dengan di Surabaya. Perubahan yang sangat cepat dalam kebijakan di bidang

ketenagakerjaan dalam beberapa tahun terakhir ini, khususnya yang menyangkut

masalah hubungan industrial (dan lebih khusus lagi mengenai kebebasan berserikat

yang membawa pengaruh terhadap perundingan serta penetapan upah minimum),

ternyata telah menimbulkan perdebatan, bahkan perbedaan pandangan yang tajam

antara pekerja/buruh (atau SP/SB) dengan pengusaha (atau organisasi pengusaha).

Bagian pertama Bab IV ini akan menguraikan secara rinci inti Undang-Undang (UU),

peraturan pemerintah, dan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang sedang dibahas

yang berkaitan dengan hubungan industrial. Pada setiap akhir pembahasan mengenai

perundangan, peraturan, atau RUU akan disajikan tanggapan atau perdebatan dari

pihak pengusaha, pekerja/buruh (atau SP/SB), dan para akademisi atau pakar. Bagian

kedua akan menyoroti secara khusus mengenai sejarah dan perundangan serta

peraturan yang berkaitan dengan kehidupan berorganisasi dan keberadaan SP/SB.

A. PERUNDANGAN DAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN

HUBUNGAN INDUSTRIAL

Sejarah perundangan dan peraturan yang berkaitan dengan hubungan industrial di

Indonesia dapat diperhatikan pada Lampiran 2a dan 2b. Dari lampiran tersebut tampak

bahwa perundangundangan yang menonjol dan banyak dibahas akhir-akhir ini adalahUU No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, dan UU No. 12

Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Perusahaan Swasta. Pada

tahun 1997 pemerintah mengeluarkan UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.

Namun pelaksanaannya kemudian ditunda karena beberapa serikat pekerja/serikat

buruh dan LSM berpendapat bahwa UU tersebut lebih buruk dibanding dengan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 151: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 151/254

perundangan yang sudah ada, terutama yang berkaitan dengan perlindungan terhadap

hak pekerja/buruh (UU No. 22 Tahun 1957 dan UU No. 12 Tahun 1964). Selain itu

mereka juga menganggap bahwa proses pembuatan UU No. 25 Tahun 1997 tersebut

mengandung cacat moral karena menggunakan dana Jamsostek yang merupakan uang

pekerja/buruh. Akhirnya pelaksanaan UU tersebut ditunda hingga 1 Oktober 2002, dan

kemungkinan akan dicabut setelah dua UU baru dikeluarkan, yaitu: UU tentang

Penyelesesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) dan UU tentang Pembinaan

dan Perlindungan Ketenagakerjaan (PPK). Kedua UU tersebut sampai saat ini sedang

dibahas di DPR. Sementara itu, Kepmenaker No. 150/Men/2000 tentang Penyelesaian

Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa

Kerja (PHK) dan Ganti Kerugian di Perusahaan ditetapkan pemerintah pada Juni 2000.

Peraturan ini dikeluarkan dengan tujuan untuk menjamin ketertiban, keadilan, dan

kepastian hukum dalam penyelesaian PHK sebagaimana dimaksud dalam aturan

pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1957 dan UU No. 12 Tahun 1964. Dua topik bahasan

yang sedang diperdebatkan mengenai peraturan baru tersebut di atas adalah mengenai

pengaturan pembayaran pesangon dan pembayaran pesangon-pesangon Lembaga

Penelitian 13 SMERU, Mei 2002 lainnya yang diterima oleh pekerja/buruh yang

dihentikan dari pekerjaannya karena telah melakukan kesalahan berat, atau oleh

pekerja/buruh yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri secara suka-rela.

Sebelum adanya Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000, peraturan yang dipergunakan

dalam penyelesaian PHK adalah Permenaker No. 03/Men/1996 tentang Penyelesaian

PHK, dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Jasa dan Ganti Kerugian di Perusahaan

Swasta yang mulai berlaku pada tanggal 14 Pebruari 1996. Pertimbangan yang tidak

dicantumkan dalam Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 sebagai dasar pertimbangan

perlunya mengganti Permenaker 03/Men/1996 adalah bahwa pekerja/buruh yang di

PHK karena alasan kesalahan ringan menurut Permenaker No. 03/Men/1996 mendapat

pesangon dan hak-hak lainnya maka seharusnya pekerja/buruh yang mengundurkan diri

secara baik-baik juga memperoleh pesangon dan hak-hak lainnya. Pada Permenaker 

03/Men1996 tersebut, hak-hak pekerja/buruh yang mengundurkan diri secara baik-baik(sukarela) tidak diatur, sehingga perlu dilakukan pengaturan. Berbeda dengan

Permenaker No. 03/Men/1996 yang tidak banyak menimbulkan reaksi penolakan

Kepmenker No Kep-150/Men/2000 mendapat reaksi keras dari pihak pengusaha yang

menilai bahwa penerapan Kepmenker tersebut akan mempersulit atau membebani

pengusaha. Karena adanya reaksi tersebut, pemerintah kemudian mengubah beberapa

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 152: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 152/254

pasal melalui Kepmenakertrans No. Kep-78/Men/2001 yang dikeluarkan pada 4 Mei

2001 dan Kepmenakertrans No. Kep-111/Men/2001 yang dikeluarkan pada 31 Mei

2001. Perubahan tersebut belakangan menjadipemicu konflik dan unjuk rasa massal

pekerja/buruh karena Kepmenakertrans No. 78 dan111/Men/2001 dianggap memihak

kepada pengusaha. Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 dinilai SP/SB dan pekerja

lebih memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh.Berdasarkan pertimbangan

bahwa UU Nomor 22 Tahun 1957 dan UU Nomor 12 Tahun 1964 sudah tidak sesuai

lagi karena dalam era industrialisasi jumlah masalah perselisihan hubungan industrial

menjadi semakin meningkat dan kompleks sehingga diperlukan institusi dan mekanisme

penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil, dan murah, maka

pemerintah mengusulkan dua RUU baru tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial (RUU PPHI) dan RUU Pembinaan dan Perlindungan Ketenagakerjaan (PPK)

yang hingga kini masih dibahas di DPR. RUU PPHI yang semula akan disahkan pada

tanggal 8 Oktober 2001 hingga saat ini belum disahkan karena RUU ini mendapat

penolakan dari kedua belah pihak, baik pengusaha maupun pekerja/buruh. Kedua RUU

tersebut juga dirancang untuk mengganti UU Nomor 25 Tahun 1997 tentang

Ketenagakerjaan yang ditunda pelaksanaannya.14 Berikut ini akan diuraikan secara

rinci UU Nomor 22 Tahun 1957, UU No. 12 Tahun 1964, RUU PPHI, Kepmenaker No.

Kep-150/Men/2000, Kepmenakertrans No. Kep 78 dan 111/Men/2001.UU No. 22 Tahun

1957 UU No. 22 Tahun 1957 yang terdiri dari 9 bagian (secara rinci dapat dilihat pada

Lampiran 3) antara lain menjelaskan jenis-jenis dan tahapan dalam penyelesaian

perselisihan. Upaya pertama adalah dengan jalan damai melalui perundingan yang

diwujudkan dalam perjanjian perburuhan. Apabila tidak tercapai kesepakatan maka ada

dua alternatif penyelesaian, yaitu dilakukan melalui arbitrase atau perantaraan. Dalam

hal penyelesaian melalui arbitrase, juru pemisah atau 14 Penjelasan tentang alasan

penundaan pelaksanaan UU ini dapat dilihat pada paragraph sebelumnya dalam Bab IV

ini. Lembaga Penelitian 14 SMERU, Mei 2002 dewan pemisah (arbiter) dapat

menetapkan keputusan final dan mengikat setelah disahkan oleh Panitia Pusat (P-

4P).15 Dalam membantu proses penyelesaian perselisihan melalui perantaraan,pegawai perantara16 tidak mempunyai wewenang mengambil keputusan mengikat,

kecuali hanya sekedar memberi anjuran. Jika upaya perantaraan dan arbitrase gagal,

maka upaya tersebut dapat diteruskan ke Panitia Daerah (P-4D)17 yang akan

memberikan anjuran yang mengikat. Selanjutnya salah satu pihak yang berselisih dapat

meminta pemeriksaan P-4P untuk putusan soal-soal khusus. Keputusan yang bersifat

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 153: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 153/254

mengikat, baik yang diputuskan oleh P-4D, P-4P dan arbitrase dapat dilaksanakan

eksekusinya ke pengadilan negeri di tempat keputusan tersebut dibuat. Dengan

berlakunya UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka

keputusan P-4P dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh pihak

yang tidak puas atas keputusan P-4P tersebut.Pasal 11 UU tersebut juga mengatur 

bahwa Panitia Pusat dapat mengambil alih proses penyelesaian suatu perselisihan

perburuhan dari tangan aparat pemerintah daerah atau Panitia Daerah apabila

perselisihan perburuhan itu menurut pendapat Panitia Pusat dapat membahayakan

kepentingan umum dan kepentingan negara. UU No. 12 Tahun 1964 UU No. 12 Tahun

1964 tentang PHK di perusahaan Swasta (lihat Lampiran 3) memberikan dasar aturan

apabila di suatu perusahaan terjadi pemutusan hubungan kerja (Pasal 1 ayat 1)

meskipun menurut undang-undang pengusaha berkewajiban agar mencegah terjadinya

PHK pada keadaan tertentu. Pengaturan selanjutnya tentang penyelesaian hubungan

kerja akibat PHK diatur dalam Permenaker atau Kepmenaker. Misalnya, tentang

pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti rugi, aturan

tentang PHK massal, dan PHK pada perusahaan yang belum memiliki serikat

pekerja/buruh. Berbeda dengan UU No. 22 Tahun 1957, undangundang ini tidak

menyatakan bahwa pihak buruh yang terlibat adalah serikat buruh. Perselisihan

mengenai PHK terhadap buruh perorangan juga dapat diselesaikan dengan mengacu

pada undang-undang ini dan tidak harus menyerahkan persoalannya kepada serikat

buruh. Pada prinsipnya UU ini mengatur PHK masing-masing buruh tanpa harus

melibatkan serikat buruh . Untuk melakukan tindakan PHK kurang dari 10 orang

perusahaan harus mendapatkan ijin dari P-4D, sementara untuk PHK 10 orang atau

lebih harus mendapat ijin dari P-4P. 15 Menurut Pasal 1.d.2.g: Panitia Pusat, ialah

Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat. Menurut Pasal 12 ayat (1) Panitia

Pusat berkedudukan di Jakarta dan terdiri dari seorang wakil Kementerian Perburuhan,

seorang wakil Kementerian Perindustrian, seorang wakil Kementerian Keuangan,

seorang wakil Kementerian Pertanian, seorang wakil Kementerian Perhubungan atau

Kementerian Pelayanan, 5 orang dari kalangan buruh, dan 5 orang dari kalanganmajikan. 16 Yaitu pegawai Kementrian Perburuhan yang ditunjuk oleh Menteri

Perburuhan. 17 Menurut Pasal 1.d.2.f: Panitia Daerah ialah Panitia Penyelesaian

Perselisihan Perburuhan Daerah. Menurut Pasal 5 ayat (2) panitia tersebut terdiri dari

seorang wakil Kementerian Perburuhan, seorang wakil Kementerian Perindustrian,

seorang wakil Kementerian Keuangan, seorang wakil Kementerian Pertanian, seorang

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 154: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 154/254

wakil Kementerian Perhubungan atau Kementerian Pelayanan, lima orang drai kalangan

buruh, dan 5 orang dari kalangan majikan. Lembaga Penelitian 15 SMERU, Mei 2002

RUU PPHI Judul dan isi RUU PPHI telah mengalami perubahan draft beberapa kali.

Judul pertama draft RUU ini adalah RUU tentang Penyelesaian Perselisihan Industrial

(PPI), pada draft kedua diubah menjadi RUU tentang Pengadilan Perselisihan

Hubungan Industrial. Pada draft terakhir judul yang ditetapkan adalah RUU tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Hingga kini isi draft RUU ini

masih terus mengalami perubahan dan masih dibahas di DPR. Draft terakhir yang

diperoleh SMERU adalah draft ke-3.18 Pemaparan Tim SMERU tentang RUU PPHI ini

didasarkan pada draft terakhir tersebut. RUU PPHI terdiri dari 9 bab (lihat Lampiran 3),

yaitu: (i) ketentuan umum; (ii) tata cara penyelesaian HI (bipartit, mediasi, konsiliasi,

arbitrase); (iii) pengadilan perselisihan HI; (iv) penyelesaian perselisihan melalui

pengadilan perselisihan hubungan industrial; (v) penghentian

mogok kerja dan penghentian penutupan perusahaan; (vi) sanksi administrasi dan

ketentuan

pidana; (vii) ketentuan lain-lain; (viii) ketentuan peralihan; dan (ix) ketentuan penutup.

Dasar pertimbangan RUU PPHI adalah:

 _L_ bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan belum

terwujud secara optimal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila;

 _LL_ bahwa dalam era industrialisasi, masalah perselisihan hubungan industrial menjadi

semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi dan mekanisme

penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil, dan murah;

 _LLL_ bahwa UU Nomor 22/1957 dan UU Nomor 121964 sudah tidak sesuai.

Perubahan mendasar RUU PPHI dibandingkan dengan kedua UU sebelumnya adalah

mengenai penyelesaian perselisihan yang diatur melalui Pengadilan Perselisihan

Hubungan Industrial selain melalui mediasi, konsialisasi, dan arbitrase. Selain itu,

perselisihan perorangan yang tidak melibatkan serikat pekerja/serikat buruh juga dapat

diselesaikan melalui undang-undang ini. Pada RUU ini juga diusulkan penyelesaian

perselisihan melalui konsiliasi. Mediasi dan konsiliasi pada prinsipnya sama, yaituperantaraan melalui pegawai perantaraan. Kedua hal tersebut menurut RUU adalah

sebagai berikut: pada mediasi perantaranya atau mediator adalah pegawai negeri dari

instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat,

sedangkan pada konsiliasi yang menjadi konsiliator adalah pihak swasta yang ditunjuk

oleh Menteri. Mediator atau konsiliator ditunjuk atas kesepakatan kedua belah pihak,

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 155: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 155/254

sedangkan arbiter (atau majelis arbiter) dalam proses arbitrase ditunjuk dari daftar 

arbiter yang telah ditetapkan oleh Menteri.

Dalam RUU ini, definisi perselisihan hubungan industrial adalah: perbedaan pendapat

yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha

dengan pekerja/buruh 18 Lihat catatan kaki No. 4. Lembaga Penelitian 16 SMERU, Mei

2002 atau SP/SB, atau pertentangan antar SP/SB19 karena adanya perselisihan

mengenai hak, kepentingan, dan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar 

serikat pekerja/buruh/serikat buruh dalam suatu perusahaan.

 Apabila perselisihan hak tidak dapat diselesaikan melalui perundingan bipartit maka

dapat diselesaikan melalui Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) di

Pengadilan Negeri. Keputusan pengadilan ini adalah final. Sedangkan perselisihan

kepentingan dan PHK yang tidak dapat diselesaikan melalui perundingan bipartit dapat

memilih penyelesaiannya melalui mediasi, konsialisi, atau arbitrase. Apabila melalui

mediasi atau konsiliasi tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakan kedua belah

pihak penyelesaiannya dilakukan melalui PPHI. Apabila salah satu pihak tidak

bermaksud menyelesaikan melalui PPHI, maka pihak yang lain harus mengajukan

gugatan kepada PPHI agar masalah ini dapat diselesaikan atau diputuskan oleh

PPHI20. Hal ini merupakan perbedaan prinsip dengan UU No.22/1957 dimana apabila

proses perantaraan tidak berhasil, maka pegawai perantara menyerahkan masalahnya

kepada P-4D untuk disidangkan. Sedangkan proses arbitrasi sudah pasti harus

menghasilkan keputusan yang mengikat kedua belah pihak, karena pada saat terjadi

kesepakan tentang penunjukan arbiter kedua belah pihak juga menyatakan akan tunduk

dan melaksanakan keputusan arbiter. Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial

adalah pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang berada di lingkungan peradilan umum

yang berwenang memeriksa dan memutus perselisihan hubungan industrial. Dalam

RUU PPHI juga diatur secara rinci tentang Hakim, Hakim Ad-hoc, Hakim Kasasi, dan

Hakim Agung Ad-hoc. Hakim PPHI adalah Hakim Karir Pengadilan yang ditugasi pada

Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial. Hakim Kasasi adalah Hakim Agung Karier 

dan Hakim Agung Ad-Hoc pada Mahkamah Agung yang ditugasi memeriksa perkaraperselisihan hubungan industrial. Sedangkan Hakim Ad-Hoc adalah Hakim Pengadilan

Perselisihan Hubungan Industrial yang pengangkatannya atas usulan organisasi

pekerja/buruh dan organisasi pengusaha. Berdasarkan RUU, hakim ad hoc harus

memegang ijazah Sarjana Hukum, dan hal ini ditentang oleh SP/SB yang beranggapan

bahwa yang penting yang bersangkutan harus menguasai masalah ketenagakerjaan.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 156: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 156/254

Berdasarkan temuan lapangan SMERU, sebagian besar pekerja/buruh, SP/SB, SP-TP,

dan perusahaan tidak menyetujui RUU PPHI dimaksud. Hanya sedikit dari mereka yang

berpendapat bahwa PPHI akan memperbaiki keadaan saat ini. Misalnya, SBSI dan

SPSI percaya bahwa penyelesaian perselisihan industrial melalui sistem P4-D dan P4-P

telah menciptakan korupsi dan kolusi sehingga perlu diubah.

19 Kalimat “…atau pertentangan antar serikat pekerja/serikat buruh” tidak disetujui F-

SPSI dan diusulkan dibuang dengan pertimbangan (1) bahwa pelaku hubungan

industrial adalah pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah; (2) hakekat pengertian

hubungan industrial dalam hukum ketenagakerjaan adalah hubungan industrial yang

dibentuk oleh pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah; (3) pihak yang berperkara

adalah pekerja/buruh secara perorangan maupun organisasi pekerja/buruh dalam satu

perusahaan dengan pengusaha/organisasi pengusaha; (4) perselisihan antar SP/SB

sesuai dengan kata norma hukum penyelesaiannya masuk dalam lingkup peradilan

Umum. Menurut Suwarto, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh sebenarnya

tidak terkait dengan perselisihan hak, kepentingan, dan PHK. Ketiga jenis perselisihan

tersebut hanya terkait hubungan antara pekerja/buruh atau organisasinya dengan

perusahaan.

20 Namun, keputusan ini dapat diserahkan kepada Mahkamah Agung untuk ditinjau

kembali apabila salah satu pihak menganggap hal tersebut diperlukan.

Lembaga Penelitian 17 SMERU, Mei 2002

Tidak banyak pengusaha dan SB/SP yang memahami secara rinci dasar pertimbangan

dan pasal pasal RUU PPHI. Pendapat yang dikemukakan merupakan pendapat umum

dan sifatnya seragam, bahkan pendapat tersebut mungkin salah. Apindo, misalnya,

berpendapat bahwa selain terlalu teknis, penyelesaian perselisihan di pengadilan

dengan menggunakan jasa pengacara membutuhkan biaya mahal dan menyita waktu

lama. Meskipun dalam RUU ini tidak diatur penggunaan jasa pengacara, dalam

prakteknya akan digunakan jasa pengacara karena harus ada pembuktian secara

hukum yang hanya dapat dilakukan secara profesional oleh pengacara.

Pendapat lainnya, kasus hubungan industrial memerlukan keputusan cepat karenamenyangkut kelangsungan hidup banyak pekerja/buruh. Lagipula kapasitas pengadilan

untuk menyelesaikan perkara perselisihan industrial masih diragukan, walaupun di masa

yang akan datang akan dibentuk pengadilan khusus perselisihan hubungan industrial.

Meskipun menurut Suwarto, Ketua Asosiasi Hubungan Industrial Indonesia, kecurigaan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 157: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 157/254

ini mungkin berlebihan, hal ini tidak berbeda dengan kecurigaan yang muncul ketika

sistem tripartisme, P-4D dan P-4P diajukan.

Tidak banyak yang menyadari bahwa PPHI ini dimaksudkan untuk memperbaiki

kelemahan sistem yang selama ini dipakai. Temuan SMERU lainnya adalah baik

pengusaha dan pekerja/buruh menyadari bahwa jika mencari penyelesaian perselisihan

hubungan industrial melalui pengadilan, maka pihak

perusahaan akan berada pada posisi yang lebih kuat karena mempunyai cukup dana.

Kedua pihak juga berpendapat bahwa RUU PPHI akan menghilangkan hak asasi

pekerja/buruh untuk mendapat pembelaan hukum dari SP/SB serta mengarahkan

proses penyelesaian perselisihan kepada pengadilan perselisihan industrial. Tentang

pendapat ini, sebenarnya tidak ada pasal dalam RUU PPHI yang melarang

pekerja/buruh untuk meminta bantuan SP/SB.

Dibandingkan dengan RUU PPHI, pada umumnya SP/SB yang ditemui dilapangan

menilai UU No.22 Tahun 1957 dan UU No. 12 Tahun 1964 lebih baik, walaupun tidak

secara rinci diungkapkan pasal-pasal mana yang lebih baik tersebut. Cara pandang

beberapa pihak terhadap RUU PPHI berbeda. Sebagai contoh, pada Lampiran 4 berikut

ini disajikan pandangan Komite Anti Penindasan Buruh (KAPB) tahun 2000 terhadap

RUU PPHI. Komite ini memperbandingkan RUU PPHI dengan UU No.22 Tahun 1957

dan UU No.12 Tahun 64. Meskipun mungkin pandangan KAPB tersebut menurut

beberapa ahli tidak sepenuhnya benar.

Pada bulan Oktober 20012, empat federasi serikat pekerja/serikat buruh yaitu: F-SPSI-

Reformasi, PPMI, Gaskindo, dan FSBDSI menyampaikan secara bersama tentang

keberatannya tentang RUU PPHI kepada DPR. Mereka sangat pesimis dengan RUU

PPHI dan memperkirakan dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk memberlakukan

RUU ini. Keberatan federasi SP/SB tersebut dituangkan pada Lampiran 5. Pendapat

dari beberapa pihak, termasuk pihak pengusaha (Apindo) dan para ahli juga disajikan

pada Lampiran yang sama. Hingga saat pelaksanaan penelitian SMERU di lapangan,

diskusi tentang RUU PPHI masih terus berlangsung, dilakukan baik oleh beberapa

SP/SB maupun oleh Apindo. Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 Dasar pertimbanganKepmenaker No. Kep-150/Men/2000 adalah Peraturan Menaker Per.03/Men/1996

tentang uang pesangon, uang jasa, dan ganti kerugian sudah tidak sesuai lagi dengan

kebutuhan. Sebagaimana disebutkan pada awal bab ini, pertimbangan yang tidak

dicantumkan mengenai diterbitkannya Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 tersebut

adalah bahwa pekerja/buruh yang di PHK karena alasan kesalahan ringan mendapat

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 158: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 158/254

pesangon dan hak- hak lainnya 21 Harian Republika, “Empat Organisasi Serikat Pekerja

Tolak RUU-PPHI”, 5 Oktober 2001, hal.15.

Lembaga Penelitian 18 SMERU, Mei 2002

. Seharusnya pekerja/buruh yang mengundurkan diri secara baik-baik juga memperoleh

pesangon dan hak-hak lainnya. Kepmenaker ini terdiri dari 6 bagian (lihat Lampiran 6),

yaitu (i) ketentuan umum; (ii) penyelesaian PHK di tingkat perusahaan dan tingkat

perantaraan; (iii) penyelesaian PHK di tingkat Panitia Daerah dan Panitia Pusat; (iv)

penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ganti kerugian; (v)

ketentuan peralihan; dan (vi) ketentuan penutup.

Beberapa pasal dalam Kepmenaker ini kemudian mendapat penolakan dari pihak

pengusaha. Pasal-pasal tersebut, antara lain: Pasal 15 (ayat 1), Pasal 16 (ayat 1 dan 4),

Pasal 18 (ayat 3 dan 4), Pasal 19 (ayat 3), Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 26. Isi dari

pasal-pasal tersebut secara rinci dapat diperhatikan pada Lampiran 6. Pengusaha dan

pekerja/buruh memiliki pandangan yang berbeda terhadap Kepmenaker No. Kep-

150/Men/2000. Hampir semua pekerja/buruh menginginkan penerapan Kepmenaker ini

secara penuh, tetapi sebaliknya sebagian besar perusahaan menilai bahwa keputusan

ini akan merugikan perusahaan karena perusahaan termasuk wajib memberi pesangon

kepada pekerja/buruh yang melakukan tindak pidana atau mengundurkan diri secara

sukarela (lihat simulasi pada Lampiran7). Perusahaan padat karya, misalnya

perusahaan tekstil atau alas kaki, sangat keberatan dengan peraturan ini karena tingkat

turn over  perusahaan mereka cukup tinggi. Pengusaha khawatir mereka harus

membayar pesangon dalam jumlah besar bila banyak pekerja/buruh mengundurkan diri

secara bersamaan kemudian pindah ke pabrik lain, padahal perusahaan telah

meningkatkan ketrampilan pekerja/buruhnya. Bila hal ini terjadi tentu akan

mempengaruhi proses produksi. Walaupun untuk menghindari hal ini, menurut Suwarto,

sebenarnya pengusaha sektor sejenis dapat membuat kode etik sehingga tidak mudah

menerima perpindahan pekerja/buruh yang keluar dari perusahaan lain yang sejenis.

Dengan demikian pengusaha tidak perlu khawatir akan adanya perpindahan

pekerja/buruh secara besar-besaran yang dapat merugikan perusahaan.Diantara pengusaha juga berkeberatan tentang jangka waktu kelipatan pemberian uang

penghargaan bagi pekerja/buruh, dari setiap 5 tahun menjadi setiap 3 tahun yang akan

memberatkan perusahaan (lihat Pasal 22 dan 23 dalam Lampiran 6). Selain itu

perusahaan tidak memiliki hak untuk menahan pekerja/buruh yang mengundurkan diri

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 159: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 159/254

secara mendadak, padahal peraturan sebelumnya menetapkan bahwa pekerja/buruh

yang akan mengundurkan diri harus memberikan tenggat waktu satu bulan.

Pengusaha menilai tidak ada sanksi hukum bagi yang mereka yang melanggar,

misalnya apabila tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan kontrak kerja.

 Alasan penolakan pengusaha terhadap Kepmenaker No. Kep/150/2000 disampaikan

melalui Surat Edaran Bersama API (Asosiasi Pertekstilan Indonesia), Aprisindo

(Asosiasi Persepatuan Indonesia), AMI (Asosiasi Apparel Manufaktur Indonesia), APMI

(Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia) tertanggal 15 Desember 200022, sebagai

berikut:

   Akan menambah kewajiban perusahaan atas biaya personel yang mungkin akan

melebihi kemampuan perusahaan, hingga dapat mengganggu kelangsungan hidup

perusahaan. Kewajiban ini akan lebih berat dirasakan oleh perusahaan-perusahaan

padat karya karena aliran keluar-masuknya tenaga kerja (turn over ) dalam satuan waktu

yang relatif besar;

  Ketentuan yang mewajibkan perusahaan untuk membayar uang penghargaan masa

kerja dan ganti kerugian lebih besar bagi personel yang berhenti dibandingkan dengan

peraturan sebelumnya baik secara relatif maupun nominalnya dinilai akan mendesak

komponen kewajiban non-personel lainnya, termasuk biaya pengadaan bahan baku 22

Kompas, “ Nasib Buruh Memperpanjang Daftar Keluhan Sektor Usaha”, 24 Juni 2001.

Lembaga Penelitian 19 SMERU, Mei 2002

. Akibatnya, akan terjadi kontraksi volume produksi yang potensial merugikan

perusahaan dan pada gilirannya akan mengurangi lapangan kerja di perusahaan itu

sendiri;

  Komponen cadangan dana perusahaan (termasuk cadangan dana untuk memberikan

insentif semangat produksi dan produktivitas) akan terdesak oleh biaya penghargaan

masa kerja dan ganti rugi, sehingga tidak memacu pekerja untuk meningkatkan

keterampilannya;

  Perhitungan renumerasi yang terlepas dari faktor produktivitas karyawan pada

waktunya akan menyebabkan para karyawan, pekerja/buruh Indonesia tidak kompetitif dan akhirnya akan terdesak oleh tenaga profesional, termasuk tenaga kerja asing yang

terbiasa mengkaitkan pendapatan dengan produktivitas; dan

  Liberalisasi ekonomi dalam kerangka ASEAN Free Trade Area, APEC dan WTO di

masa yang akan datang akan menciptakan free movements of labor, atau keluar-

masuknya pekerja secara bebas, dalam wilayah ASEAN. Hal ini harus diantisipasi

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 160: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 160/254

dengan memperhitungkan secara adil antara renumerasi dengan produktivitas, bukan

dengan menetapkan ketentuan yang bersifat over-protective atau melindungi secara

berlebihan.Sementara itu SP/SB berpendapat bahwa keberatan pengusaha terhadap

Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 disebabkan oleh karena pengusaha salah faham

dalam menafsirkan keputusan tersebut, terutama tentang pemberian uang pesangon

untuk pekerja/buruh yang melakukan tindak kriminal atau yang mengundurkan diri.

Menurut SP/SB, kasus kriminal tetap harus diselesaikan melalui proses hukum dan

pekerja/buruh tidak secara otomatis menerima pesangon.

Pengurus SP/SB di tingkat perusahaan (SP-TP) rata-rata memiliki tanggapan yang

sama ketika menjawab pertanyaan mengenai beberapa peraturan ketenagakerjaan,

termasuk mengenai Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000. Keseragaman cara pandang

pengurus SP-TP tersebut diduga berasal dari sosialisasi SP Afiliasi atau dari hasil

seminar yang dihadiri pengurus SP-TP.

Di beberapa SP-TP terlihat brosur dari SP Afiliasi di tingkat pusat yang memuat

pendapat SP tentang beberapa peraturan. Sekjen Aprisindo menyatakan bahwa

pengusaha melihat adanya peluang besar terjadinya rekayasa pemanfaatan

Kepmenaker No. Kep-150/Men/200023. Misalnya, karyawan kunci di bagian proses

produksi pada Perusahaan A dan Perusahaan B mungkin merencanakan akan sama-

sama mengundurkan diri. Masing-masing akan memperoleh pesangon, penghargaan

masa kerja, dan ganti rugi, tetapi kemudian mereka akan melamar kerja untuk posisi

yang sama tetapi bertukar perusahaan. Karena posisi mereka penting dan dibutuhkan

perusahaan, maka lamaran mereka pasti akan diterima.

 Agar dapat memperoleh masukan objektif dalam rangka menyelesaikan polemik

Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000, maka perlu dilakukan penelitian mengenai

implikasi adanya Kepmenaker tersebut. Dengan demikian dapat diketahui kebenaran

pendapat berbagai pihak. Secara rasional tidak mudah bagi pekerja/buruh tingkat

rendah untuk mengajukan pengunduran diri hanya demi uang pesangon dan ganti rugi,

pada saat sangat sulit mencari pekerjaan baru.

Perpindahan pekerja mungkin terjadi bagi tenaga profesional yang keahliannya sangatdibutuhkan atau benar-benar langka. Dengan demikian, sebetulnya SP/SB yang

anggotanya kebanyakan tergolong kelompok pekerja/buruh tingkat bawah tidak selalu

diuntungkan oleh Kepmenaker ini.

23 Bernard Hutagalung, “Pemberlakukan Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000,

Kemenangan Para Buruh”,

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 161: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 161/254

Business News, 20 Juni 2001.

Lembaga Penelitian 20 SMERU, Mei 2002

Kepmenakertrans No. Kep-78 dan Kepmenakertrans No. Kep-111/Men/2001

Setelah melihat reaksi dari pihak pengusaha atas Kepmenaker No. Kep-150/men/2001,

pemerintah mengeluarkan Kepmenakertrans No. Kep-78 dan 111/Men/2001 (lihat

Lampiran 6). Dasar pertimbangan perubahan tersebut24, antara lain:

 __ Guna mengakomodir dan menjaga keseimbangan antara kepentingan pekerja/buruh

maupun pengusaha, serta keinginan masyarakat luas, dengan didasarkan pada prinsip-

prinsip keadilan;

 __ Sampai saat ini belum diketahui adanya negara yang memberikan kompensasi bagi

pekerja/buruh yang mengundurkan diri atau pekerja/buruh yang hubungan kerjanya

diputuskan karena melakukan kesalahan berat;

 __ Selama periode Juli 2000 s/d Pebruari 2001, kasus PHK karena kesalahan berat

hanya 2.014 orang atau 2,54%. Sedangkan PHK karena mengundurkan diri hanya 249

orang atau 0,31%;

 __ Pemerintah berketetapan untuk menjaga iklim investasi yang kondusif untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya akan menciptakan

pertumbuhan kesempatan kerja;

 __ Hak-hak atau kompensasi bagi pekerja/buruh yang di PHK yang bukan karena

pekerja/buruh mengundurkan diri atau melakukan kesalahan berat sama sekali tidak

dikurangi. Ada dua perubahan mendasar dalam Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000,

yaitu:

1. Pekerja/buruh yang mengundurkan diri secara baik hanya berhak mendapatkan uang

ganti kerugian, tidak berhak atas uang penghargaan masa kerja.

Dasar pemikiran keputusan ini adalah suatu hubungan kerja dapat terjadi karena

adanya keinginan 2 (dua) pihak, yaitu pengusaha dan pekerja/buruh. Ketika

pekerja/buruh ingin mengundurkan diri, sebenarnya pengusaha masih menghendaki

pekerja/buruh yang bersangkutan tetap bekerja di perusahaannya, karena itu adalah

wajar bila pekerja/buruh yang mengundurkan diri tersebut harus menanggung resikodari keputusannya sendiri, tidak perlu mendapat uang penghargaan masa kerja.

2. Pekerja/buruh yang di PHK karena melakukan kesalahan berat hanya berhak

mendapat uang ganti kerugian, namun tidak berhak mendapat uang penghargaan masa

kerja.Hal yang menjadi dasar pemikiran keputusan ini adalah sebagian besar kesalahan

berat dapat dimasukkan dalam kategori tindak pidana, sehingga tidak mendidik apabila

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 162: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 162/254

pekerja/buruh yang di PHK karena alasan tersebut masih berhak mendapat uang

penghargaan masa kerja.

Selain itu agar uang penghargaan masa kerja tidak diselewengkan maknanya menjadi

bonus, hadiah atau insentif untuk melakukan kesalahan berat yang disengaja atau

melakukan tindakan sabotase lainnya yang pada akhirnya akan merugikan kepentingan

seluruh pekerja/buruh. Pertanyaannya adalah apakah klausul dalam Kepmenaker 

150/2000 yang dapat menghambat peluang kesempatan kerja bagi mereka yang masih

menganggur masih akan

dipertahankan.

24 Berdasarkan Siaran Pers Biro Humas dan KLN Depnakertrans tanggal 31 Mei 2001.

Lembaga Penelitian 21 SMERU, Mei 2002

Perubahan klausul ini hanya akan berdampak pada sebagian kecil pekerja/buruh yang

sedang bekerja, tetapi justru akan memberikan manfaat bagi jutaan pekerja/buruh yang

saat ini belum mendapat peluang kerja.

Secara rinci perubahan mendasar tersebut dapat diperhatikan pada Tabel 5 yang

berkaitan dengan Pasal 15 (ayat 1), Pasal 16 (ayat 1,2, dan 4), Pasal 17A, 18, Pasal 26,

dan Pasal 35A. Penjelasan dasar pemikiran perubahan atas beberapa pasal adalah

sebagai berikut:

Pasal 15:

Untuk menghindari pemanfaatan ayat 1 oleh pekerja/buruh secara berulang, yaitu

mangkir lima hari kemudian masuk, dan kemudian mangkir kembali untuk lima hari dan

seterusnya, atau jam kerja digunakan untuk mogok kerja diluar peraturan perundangan

yang berlaku, maka dalam peraturan yang baru ditambahkan ayat 3.

Pasal 17A:

 Ada kekhawatiran bahwa selama menunggu proses dan keputusan PHK dari Panitia

Daerah atau Panitia Pusat, kedua belah pihak yang berselisih tidak menjalankan

kewajibannya. Artinya, pekerja/buruh tidak bekerja, dan pengusaha tidak memberikan

upah kepada pekerja/buruh.

Karena itu antara Pasal 17 dan Pasal 18 disisipkan pasal baru, yaitu Pasal 17A. Pasal17A ini memperjelas bahwa selama menunggu proses dan keputusan PHK,

pekerja/buruh harus tetap melakukan pekerjaannya, demikian pula pengusaha harus

membayar sepenuhnya upah pekerja/buruh hingga penyelesaian masalah tuntas.

Pasal 18:

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 163: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 163/254

Pasal ini mengalami perubahan mendasar, yaitu: pada ayat 3 ditekankan bahwa

tindakan skorsing diambil berdasarkan ketentuan skorsing yang telah diatur dalam

perjanjian kerja atau PP atau PKB. Pada ayat 4 dinyatakan bahwa pekerja/buruh yang di

PHK karena kesalahan berat hanya berhak atas ganti kerugian sebagaimana diatur 

pada Pasal 26B. Semula dalam Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 ditetapkan bahwa

pekerja/buruh yang di PHK karena kesalahan berat juga berhak menerima uang

penghargaan masa kerja.

Pasal 26:

Senada dengan Pasal 18, Pasal 26 juga adalah revisi yang menetapkan bahwa

pekerja/buruh yang mengundurkan diri secara baik dan atas kemauan sendiri hanya

berhak atas ganti kerugian.

Kepmenaker yang sebelumnya mengatur bahwa pekerja/buruh yang mengundurkan diri

dengan cara ini juga berhak atas uang penghargaan masa kerja. Pasal ini disusun

karena ada kekhawatiran bahwa akan terjadi pengunduran diri pekerja/buruh secara

massal, kemudian mereka akan melamar ke perusahaan lain.

Pasal 35A:

Pasal 35A pada Kepmenakertrans No.Kep-150/Men/2000 menyebabkan

Kepmenakertrans No. Kep-111/Men/2001 diterbitkan dengan tujuan mengubah klausul

pada Pasal 35A tersebut. Pasal 35A Kepmenakertrans No.Kep-150/Men/2000 mengatur 

bahwa pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ganti kerugian

berlaku sejak berlakunya Kepmenakertrans tersebut.

Kepmenakertrans tersebut diubah menjadi: “apabila dalam perjanjian kerja atau PP atau

PKB memuat ketentuan pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan

ganti kerugian lebih besar daripada ketentuan Kepmenakertrans No. Kep-78/Men/2001

maka ketentuan dalam

perjanjian kerja atau PP atau PKB tersebut tetap berlaku

Lembaga Penelitian 22 SMERU, Mei 2002

Status Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 dan Kepmenakertrans No. Kep-78 dan

111/Men/2001Keputusan pemerintah untuk mengganti Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 dengan

Kepmenakertrans No. Kep-78 dan 111/Men/2001 ternyata menimbulkan reaksi keras

dari pekerja/buruh yang meminta pemerintah agar mencabut kedua Kepmenakertrans

serta memberlakukan kembali Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000. Para pekerja/buruh

menilai Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 memberikan perlindungan kepada

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 164: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 164/254

pekerja/buruh, sedangkan Kepmenakertrans No. Kep-78 dan 111/Men/2001 dinilai

kurang atau tidak melindungi pekerja/buruh. Reaksi keras tersebut ditunjukkan dengan

unjuk rasa dan mogok massal di beberapa wilayah. Akibatnya, misalnya Kota Bandung

rusuh dan lumpuh total akibat amukan massa yang melibatkan puluhan ribu buruh

selama tiga hari berturut-turut, sehingga memaksa Gubernur Jawa Barat

memberlakukan kembali Kepmenaker No. Kep-150/Men/200125.

Demikian pula di Tangerang terjadi unjuk rasa besar-besaran. Menurut pekerja/buruh26,

alasan yang mendasari penolakan tersebut, antara lain:

  Kepmenakertrans No. Kep-78/Men/2001 merugikan pekerja/buruh yang ter PHK

karena memperlemah posisi para pekerja/buruh, tetapi sebaliknya memperkuat posisi

pengusaha. Para pekerja/buruh berpendapat bahwa karena syarat dan proses

pengajuan ijin PHK pada P-4D/P-4P dalam penyelesaian perselisihan industrial sangat

mudah, mendorong pengusaha untuk memilih PHK sebagai jalan pintas penyelesaian

perselisihan industrial;

  Menghakimi pekerja/buruh sebagai pihak yang bersalah dan pada sisi lain

pekerja/buruh dijadikan sebagai alat bagi pengusaha untuk memperkuat posisinya

dalam proses acara di pengadilan untuk pengajuan ijin PHK pada P-4D/P-4P (Pasal 15).

Mudahnya pengusaha mengambil tindakan PHK akan mengakibatkan tingkat

pengangguran yang sangat tinggi;

  Mengundang investor asing untuk menanamkan modalnya dalam program privatisasi

BUMN dengan program pensiun yang dipercepat sebagai salah satu cara untuk

melakukan PHK massal bagi pekerja/buruhnya;

  Mempersulit posisi pemerintah dalam membina hubungan dengan masyarakat

internasional, terutama dalam kaitannya dengan masalah HAM dan proses

demokratisasi;

  Penyusunan peraturan tersebut tidak melibatkan peran buruh yang berarti, tidak

memperhatikan prinsip-prinsip partisipasi, transparasi dan akuntabilitas, sehingga isi

peraturan kurang mewakili rasa keadilan pihak buruh; dan Sampai dengan pertengahan

Juni 2001, 65 lembaga terdiri dari serikat buruh, DPRD, Gubernur, Bupati/Walikota,yang menolak Kepmenakertrans No. Kep-78/Men/200127. Sehingga setidaknya 10

propinsi termasuk Propinsi Jawa Timur, Jawa Barat, dan Lampung, akhirnya tetap

memberlakukan Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 dengan alasan untuk meredam

ekses unjuk

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 165: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 165/254

rasa para buruh. Hanya Aprisindo yang tetap menginginkan pelaksanaan

Kepmenakertrans No.

Kep-78/Men/2001.25 Bernard Hutagalung, “Pemberlakuan Kempenaker No.150/2000,

Kemenangan Para Buruh”, Business

News, 20 Juni 2001.

26 Business News, “Pemerintah Memberlakukan Kembali Kepmenaker No. Kep-

150/Men/2000”, 18 Juni

2001.

27 op.cit.

Lembaga Penelitian 23 SMERU, Mei 2002

Dengan demikian, pemberlakuan kembali Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 adalah

sekedar untuk mencegah demonstrasi pekerja/buruh, dan tidak dilandasi oleh

pertimbangan yang lebih rasional/objektif. Oleh karena itu, sebagaimana diutarakan di

atas, perlu dilakukan studi khusus tentang Kepmenaker No. Kep-150/men/2000 ini.

Perlu diperhatikan bahwa apabila kedua peraturan tersebut masih berlaku atau salah

satunya tidak dicabut maka akan ada dualisme peraturan yang membingungkan28. Di

satu sisi PKB yang diberlakukan sebelum Kepmenakertans No. Kep-78/Men/2001 dan

merujuk Kepmenker No.Kep-150/Men/2000 masih berlaku hingga PKB berakhir, dilain

pihak PKB yang ditetapkan setelah Kepmenakertrans No. Kep-78/Men/2001 akan

merujuk Kepmenakertrans tersebut sehingga keberpihakan Kepmenakertrans No. Kep-

111/Men/2001 terhadap pekerja/buruh dinilai hanya bersifat sementara.

 Adanya reaksi keras dari pekerja/buruh, meskipun pengusaha kecewa, menyebabkan

pemerintah terpaksa memberlakukan kembali Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000

mulai 15 Juni 2001 yang diumumkan langsung oleh Menakertrans saat itu, Al Hilal

Hamdi. Pemberlakukan kembali peraturan tersebut berdasarkan keputusan pertemuan

antara pengusaha, wakil pekerja/buruh, dan pemerintah. Peraturan berlaku hingga

Forum Tripartit Nasional yang baru terbentuk.

Menakertrans mengakui bahwa Kepmenakertrans No. Kep-78 dan 111/Men/2001

diputuskan tanpa melalui forum tripartit karena setiap pertemuan selalu menemui jalanbuntu29. Secara hukum, pemberlakuan kembali Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 ini

tanpa pencabutan

Kepmenakertrans No. Kep-78 dan 111/Men/2001.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 166: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 166/254

B. SEJARAH PERUNDANGAN DAN PERATURAN TENTANG SERIKAT

PEKERJA/BURUH

Kehidupan berserikat maupun berorganisasi di Indonesia telah lama dijamin oleh

Undang-Undang. Indonesia telah menjadi anggota ILO sejak 1950. Pada tahun 1956,

melalui UU No.18 Tahun 1956 pemerintah melakukan ratifikasi terhadap Konvensi ILO

No. 98 Tahun 1949 tentang Dasar-dasar Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama.

UU No. 18 Tahun 1956 mengatur dasar-dasar berorganisasi dan hak perlindungan bagi

pekerja/buruh terhadap tindakan anti serikat buruh, serta hak pengusaha dan buruh

untuk mendapat perlindungan dari campur tangan pihak-pihak lain. Lebih lanjut,

peraturan tersebut juga membahas mengenai peranan polisi dan tentara dalam masalah

ini yang harus ditetapkan dalam perundangan nasional yang lain. Kedua UU ini

menekankan pendekatan secara bipartit dan tripartit, sedang upaya melalui pengadilan

tidak menjadi prioritas. Sementara itu inti dari Konvensi ILO No. 98 adalah jaminan bagi

buruh untuk masuk atau tidak masuk dalam serikat buruh serta penghargaan terhadap

hak berorganisasi, melindungi serikat buruh dari campur tangan pengusaha, menjamin

perkembangan dan penggunaan mekanisme perundingan suka rela dalam merumuskan

PKB Pada tahun 1950-an serikat buruh tumbuh pesat karena sistem politik pada saat

itu liberalistik.

Di masa itu, serikat buruh umumnya berorientasi pada ideologi partai. Ada empat

ideologi utama yang dianut oleh partai-partai politik dan partai-partai buruh pada waktu

itu, yaitu ideologi agama, komunis, nasionalis dan sosialis

28 idem.

29 idem.

Lembaga Penelitian 24 SMERU, Mei 2002

Meskipun demikian, gerakan buruh di Indonesia saat itu tetap memperlihatkan

kerukunan dan kedamaian karena prinsip-prinsip solidaritas tetap dijunjung tinggi.

Pada tahun 1957, setidaknya telah berdiri 12 federasi buruh, kebanyakan federasi-

federasi tersebut berafiliasi dengan partai politik. Di masa itu generasi federasi buruhyang paling berpengaruh, terbesar, terkuat dan tertata dengan baik adalah SOBSI

(Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia). Serikat buruh ini berafiliasi dengan PKI

(Partai Komunis Indonesia).

Namun SOBSI kemudian dibubarkan karena partai PKI dinyatakan sebagai partai

terlarang setelah terlibat dalam Gerakan 30 September 1965 yang juga banyak

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 167: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 167/254

melibatkan ormas-ormas dibawahnya, termasuk SOBSI. Selanjutnya, sejak tahun 1966

setelah menumbangkan Pemerintahan Orde Lama di bawah Soekarno, Pemerintahan

Orde Baru lebih menitikberatkan pada pembangunan industri serta stabilitas ekonomi

dan politik. Serikat-serikat buruh yang semula pada periode Soekarno berorientasi pada

politik ideologi partai kemudian pada periode Soeharto orientasi perjuangannya

merubah ke arah kesejahteraan kaum buruh.30

Pada tahun 1973 serikat-serikat pekerja/buruh mendeklarasikan berdirinya Federasi

Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) yang bersifat independen. Organisasi ini mewadahi

semua serikat-serikat buruh yang telah ada dan merupakan gabungan atau federasi dari

21 serikat buruh lapangan pekerjaan (SBLP ) atau 21 Serikat Buruh berdasarkan sektor.

Pada tahun 1985, FBSI berganti nama menjadi SPSI (Serikat Pekerja Seluruh

Indonesia) yang merupakan serikat pekerja/serikat buruh tunggal. Adanya hanya satu

organisasi serikat buruh pada perkembangannya ternyata telah menyebabkan kondisi

perburuhan menjadi kurang kondusif untuk memperjuangan kepentingan pekerja/buruh

karena serikat buruh lebih dikuasai oleh pemerintah pada saat itu, yaitu Pemerintah

Orde Baru.

Setelah Orde Baru runtuh dan memasuki era reformasi, upaya kearah pendemokrasian

dan kebebasan berserikat mulai dilakukan. Perubahan drastis terjadi setelah Pemerintah

Indonesia meratifikasi Konvensi ILO No.87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat

dan Perlidungan Hak-untuk Berorganisasi melalui Keppres No. 83/1998. Ratifikasi

terhadap Konvensi ILO No. 87 ini memungkinkan pekerja/buruh dan pengusaha secara

bebas mendirikan organisasi untuk melindungi kepentingan anggotanya masing-masing,

termasuk pendirian serikat pekerja/serikat buruh oleh pekerja/buruh. Setelah itu

pemerintah kemudian mengeluarkan UU No. 21 Tahun 2000 tentang “Serikat Buruh”

yang memberikan landasan lebih luas bagi pekerja/buruh untuk mendirikan serikat

pekerja/buruh. Kedua perubahan ini mempunyai dampak yang lebih besar terhadap

sistem hubungan industrial daripada Konvensi ILO yang diratifikasi pada tahun 1956. Inti

Konvensi ILO No.87 adalah para pekerja/buruh dan pengusaha berhak mendirikan dan

bergabung dalam organisasi lain atas pilihannya sendiri, dan organisasi tersebut tidakboleh dibubarkan atau dilarang kegiatannya oleh penguasa administratif. Konvensi

tersebut juga mengatur bahwa organisasi dan keikutsertaan pekerja/buruh dan

pengusaha tetap tunduk kepada hukum nasional, meskipun demikian hukum nasional

tidak boleh memperlemah konvensi.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 168: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 168/254

30 Hikayat Atika Karwa, Ketua Umum DPP Federasi LEM-SPSI dan Ketua DPP

Konfederasi SPSI,

Hubungan Industrial dalam Gerakan Buruh di Indonesia, Makalah Seminar, Jakarta, 21

Nopember 2001.

Lembaga Penelitian 25 SMERU, Mei 2002

Ratifikasi terhadap Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 pada periode pemerintahan

Presiden Habibie oleh beberapa kalangan, terutama pengusaha, dinilai sangat liberal. Di

 Asia hanya ada dua negara yang telah meratifikasi konvensi ini, salah satunya adalah

Indonesia. Bahkan Amerika Serikat yang dikenal sebagai negara paling liberal belum

meratifikasi Konvensi ini.

Meskipun sudah cukup banyak negara yang meratifikasi konvensi ini, sekitar 58 negara,

termasuk negara ketiga seperti Nigeria dan Guatemala. Kebijakan ini menjadi lebih

“spektakuler” lagi karena berdasarkan UU No. 21 Tahun 2000 tentang ‘Serikat

Pekerja/buruh”, pendirian suatu serikat pekerja/buruh cukup dilakukan oleh 10 orang

pekerja/buruh. UU ini juga mengatur pembentukan federasi serikat pekerja/buruh

(minimal 5 SP/SB) dan konfiderasi (minimal 3 federasi). UU menekankan bahwa

siapapun dilarang menghalangi atau memaksa membentuk atau tidak membentuk,

menjadi pengurus atau anggota atau menjalankan atau tidak kegiatan SP. Bagi mereka

yang menghalangi atau memaksa dapat dikenakan sanksi pidana.

Sebagai dampak dari ratifikasi Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 dan UU No. 21 Tahun

2000, saat ini di Indonesia sudah tercatat 61 Federasi dan 1 Konfederasi SP/SB, lebih

dari 144 SP/SB tingkat nasional, dan sekitar 11.000 serikat pekerja/serikat buruh di

tingkat perusahaan (SP-TP), dengan jumlah anggota mencapai 11 juta pekerja/buruh31

(lihat Lampiran 8). Namun menurut Suwarto, pertumbuhan ini tidak diikuti dengan

pertumbuhan jumlah serikat pekerja/serikat buruh di tingkat perusahaan. Sebagai

perbandingan data tahun 1998 yang dihimpun oleh Depnakertrans menunjukkan bahwa

pada saat itu hanya ada satu federasi (FSPSI) dengan 12 SP/SB sektoral di tingkat

nasional, namun tercatat sekitar 12.000 serikat pekerja/serikat buruh di tingkat

perusahaan. Dengan demikian tampak bahwa pada tahun 2000 tidak terjadipertumbuhan SP/SB di tingkat perusahaan. Hal ini tidak sesuai dengan makna serikat

pekerja/ serikat buruh yang seharusnya tumbuh dari bawah, yaitu di tingkat perusahaan.

Ratifikasi terhadap Konvensi ILO No. 87 dan UU No. 21 Tahun 2000 telah

memungkinkan berdirinya lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh di tingkat

perusahaan dan hal ini tidak dapat dilarang atau dibatasi. Hal ini merupakan esensi

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 169: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 169/254

Konvensi No.87 tersebut yang merupakan hak dasar pekerja/buruh dalam pelaksanaan

hak-hak azasinya. Sehingga negara harus menghormati dan melaksanakan konvensi

tersebut sebagaimana Deklarasi ILO tahun 1948.

Memang, disadari bahwa adanya banyak SP/SB, khususnya di tingkat perusahaan,

dapat menyebabkan kebingungan dalam menetapkan peranan suatu SP dalam proses

perundingan, dan hal ini dapat merugikan semua pihak. Namun demikian hal ini harus

diterima sebagai masalah yang harus dihadapi pada masa transisi, dimana di dalam

perjalanannya akan terjadi seleksi alamiah, terutama oleh kalangan pekerja/buruh itu

sendiri. Para pekerja/buruh akhirnya hanya akan memilih SP/SB yang dipimpin oleh

tenaga profesional yang benar-benar memahami masalah keserikatburuhan, kondisi

perusahaan, serta keadaan pekerja/buruh. Untuk mencapai tahap ini memakan waktu

dan proses yang tidak singkat.

Berdasarkan hasil penelitian lapangan, keberadaan lebih dari satu serikat

pekerja/serikat buruh di perusahaan yang ditemui di beberapa perusahaan, pada

umumnya tidak menimbulkan masalah atau konflik diantara mereka. Sekalipun

demikian, pihak perusahaan (Apindo), SP-TP, dan pekerja/buruh mengakui

pembentukan SP/SB berdasarkan UU No. 21/2000 ini sangat bebas, karena setiap 10

orang pekerja/buruh dapat membentuk SP. Kebanyakan mereka tidak 31 Data Ditjen

Binawas, Depnakertrans 2001 dan Arahan Menakertrans pada Acara Dialog Tripartit

Nasional dengan Keluarga Besar SPSI Kabupaten/Kota Bekasi, 23 November 2001.

Lembaga Penelitian 26 SMERU, Mei 2002 menghendaki keberadaan lebih dari satu SP-

TP dalam satu perusahaan. Mereka menyarankan agar pembentukan SP dilakukan oleh

sejumlah pekerja/buruh berdasarkan presentase jumlah pekerja/buruh di suatu

perusahaan. Tim SMERU mencatat persamaan dalam alasan yang dikemukakan

perusahaan, SP/SB, dan pekerja/buruh mengenai keberadaan lebih dari satu SP-TP

dalam satu perusahaan, yaitu:

1. Apabila di satu perusahaan terdapat lebih dari satu SP/SB, maka akan sulit

menentukan SP/SB yang harus mewakili pekerja/buruh dalam perundingan atau

penyelesaian perselisihan walaupun menurut aturan SP/SB dengan anggota mayoritasyang akan mewakili pekerja/buruh;

2. Sulit menentukan SP/SB yang akan mewakili pekerja/buruh dalam tripartitnas. Dalam

tripartitnas, unsur SP/SB hanya boleh diwakili 10 SP/SB, 10 wakil dari unsur organisasi

pengusaha, dan unsur pemerintah;

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 170: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 170/254

3. Adanya lebih dari satu SP/SB dalam perusahaan dinilai menyebabkan rawan konflik

karena perebutan pengaruh kepada anggota/pekerja/buruh;

4. Pendirian SP/SB secara bebas berdasarkan Konvensi ILO No.87 harus

memperhatikan Konvensi ILO No. 98 (UU No. 18 tahun 1956) yang menekankan bahwa

tujuan membentuk SP/SB adalah untuk berunding bersama. Padahal esensi dari

“berunding bersama” adalah perundingan di tingkat perusahaan (bipartit), karena pada

hakekatnya yang disebut SP/SB adalah organisasi di tingkat perusahaan.

Peraturan kebebasan berserikat menyebabkan pihak perusahaan, SP-TP, dan

pekerja/buruh, tidak dapat menolak keberadaan lebih dari satu SP-TP dalam satu

perusahaan. Bagi perusahaan, ketidaksetujuan mereka juga berkaitan dengan kendala

tehnis, antara lain karena harus menyediakan lebih dari satu ruang sekretariat dan

papan nama, dan melakukan pembinaan kepada setiap SP/SB.

Guna menghindari kemunculan SP/SB dan SP-TP yang tidak terkendali, salah satu

Disnaker di wilayah penelitian mengusulkan agar syarat pendirian SP/SB dan SP-TP

diperketat. Selain jumlah minimal pekerja/buruh dinaikkan dari 10 orang menjadi 100

orang, perlu disyaratkan agar pengurus mempunyai dan melaksanakan program

pendidikan berorganisasi.

Lembaga Penelitian 27 SMERU, Mei 2002

V. PERUBAHAN PRAKTEK HUBUNGAN INDUSTRIAL

A. HUBUNGAN INDUSTRIAL DI MASA ORDE BARU

Pada tahun 1974 pemerintah Orde Baru melahirkan gagasan mengenai Konsep

Hubungan Industrial Pancasila (HIP) yang disusun berdasarkan pertimbangan sosial-

budaya dan nilainilai tradisional Indonesia. HIP yang kemudian diatur dalam SK

Menaker RI No.645/Men/1985 ini menata hubungan antara pelaku dalam proses

produksi barang dan jasa yang didasarkan pada jiwa lima sila dalam Pancasila.33 HIP

memberi tekanan pada kemitraan antara pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah.

Konsep Hubungan Industrial Pancasila

berdasarkan pada tiga azas kemitraan, yaitu: mitra dalam produksi, mitra dalam

tanggungjawab, dan mitra dalam keuntungan, antara pekerja/buruh, pengusaha, danpemerintah. Tujuan konsep ini adalah untuk mewujudkan masyarakat industri yang

ideal. 34 Dalam HIP pekerja/buruh dan pengusaha, mempunyai tanggungjawab dan hak

serta kewajiban terhadap satu sama lain pada posisi yang seimbang. Faktor yang

dijadikan rujukan untuk menentukan keseimbangan hak dan kewajiban tersebut adalah

rasa keadilan sosial dan batas kewajaran, bukan faktor kekuasaan. Misi yang ingin

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 171: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 171/254

dicapai HIP adalah terciptanya ketenangan dalam bekerja dan berusaha, peningkatan

produktivitas dan kesejahteraan, serta peningkatan harkat dan martabat pekerja/buruh.

Jika kondisi seperti ini dapat diwujudkan, maka diharapkan HIP dapat mendorong

terwujudnya kondisi hubungan industrial yang harmonis. Pada gilirannya, keadaan ini

diharapkan akan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi stabilitas politik dan

sosial, sesuatu yang sangat dipentingkan pemerintah pada era tersebut.

Beberapa hal yang membedakan HIP dengan hubungan industri lainnya adalah: (i)

pekerja/buruh bekerja bukan hanya untuk mencari nafkah, tetapi juga sebagai

pengabdian manusia kepada Tuhannya, sesama manusia, masyarakat, dan bangsa dan

negara; (ii)pekerja/buruh bukan hanya sebagai faktor produksi, tetapi juga sebagai

manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya; (iii) pekerja/buruh dan

pengusaha mempunyai kepentingan yang sama; (iv) setiap perbedaan pendapat antara

pekerja/buruh dan pengusaha diselesaikan melalui musyawarah untuk mencapai

mufakat; dan (v) harus ada keseimbangan antara hak dan kewajiban kedua belah pihak

dalam perusahaan. Untuk mewujudkan HIP,diperlukan sarana utama, yaitu adanya:

SP/SB, organisasi pengusaha, lembaga kerjasama bipartit, lembaga kerjasama tripartit,

perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), Kesepakatan Kerja Bersama (KKB),

peraturan penyelesaian perselisihan industrial, dan peraturan perundang-undangan.

Dalam praktek, hubungan industrial seperti yang dicita-citakan oleh HIP tidak

sepenuhnya dapat diwujudkan. Kepentingan pekerja/buruh sering dimanfaatkan oleh

pengusaha dan penguasa, sehingga proses marjinalisasi posisi pekerja/buruh terus

berlangsung. Dengan disertai banyak catatan, barangkali konsep HIP yang sudah

diterapkan dengan sangat sukses adalah sebagai alat Pemerintah Orde Baru untuk

menciptakan stabilitas ekonomi dan politik.

Melalui kerjasama antara pengusaha dan penguasa, unjuk rasa pekerja/buruh memang

dapat diredam, tetapi sebenarnya kunci persoalan dalam hubungan industrial justru

tidak terpecahkan, misalnya mengenai makna dari kemitraan yang dicantumkan dalam

HIP.

33 Hubungan Industrial Pancasila, Modul 1: Diklat Pelatih Bagi Penyuluh HIP, ProyekLembaga

Ketenagakerjaan dan Syarat-syarat Kerja T.A.2000, Depnaker, 2000.

34 Lihat catatan kaki No.13.

Lembaga Penelitian 28 SMERU, Mei 2002

Menurut konsepnya, hubungan industrial (HI) adalah memetakan bagaimana bentuk dan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 172: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 172/254

tingkat kualitas hubungan antara tiga elemen pokok (tripartit) dalam proses produksi,

yaitu: buruh (tenaga kerja), pengusaha (pemilik modal) dan negara.35 Menurut Carmelo

Noriel, Kepala Penasehat Proyek Kerjasama Tehnis Industrial ILO/USA, prinsip HI

adalah menjaga keseimbangan, bukan merupakan suatu hubungan dimana pengusaha

senang sementara buruh menderita, atau sebaliknya pengusaha memenuhi tuntutan

buruh yang tinggi tetapi akhirnya perusahaan menjadi bangkrut.36 Kesimpangsiuran

pelaksanaan HI yang selama ini terjadi sangat dipengaruhi oleh ketidakmapanan kondisi

perburuhan yang tergantung pada

beberapa faktor, antara lain37:

1. Perubahan strategi industrialisasi. Awal era 1980-an ditandai perubahan strategi

industrialisasi dari substitusi impor ke orientasi ekspor. Untuk itu dituntut adanya

angkatan kerja yang secara ekonomis murah dan secara politik mudah dikendalikan,

sehingga produk yang dihasilkan berdaya saing internasional dan dapat menarik

investor.Namun, pada gilirannya yang lebih menonjol pada era ini adalah pemihakan

dan perlindungan demi kepentingan pengusaha;

2. Tekanan demografis. Kelebihan penawaran tenaga kerja menyebabkan pengusaha

tidak perlu risau dengan kemungkinan kekurangan tenaga kerja atau tingginya angka

perputaran tenaga kerja (high labor turnover );

3. Pengetahuan dan pemahaman pekerja/buruh tentang perundangan dan peraturan

ketenagakerjaan masih memprihatinkan. Dalam rangka menciptakan HI yang harmonis,

dinamis, dan berkeadilan dalam era kebebasan berserikat, muncul beberapa pemikiran

dari praktisi dan para ahli. Pemikiran tersebut antara lain dari Soemantri (2001)38

bahwa hubungan yang terjalin harus didasari pada itikad baik; hakikat kemitraan yaitu

kewenangan pengusaha disatu pihak dan eksistensi pekerja/buruh di lain pihak perlu

dipahami secara utuh; pekerja/buruh dan pengusaha harus bersikap dewasa; dan,

masing-masing pihak perlu mengembangkan basis pengetahuannya agar memiliki

wacana yang luas serta mampu melakukan perundingan secara obyektif dan rasional.

Soemantri juga berpendapat bahwa pada umumnya semakin besar perusahaan makin

banyak aturan main yang perlu disepakati bersama. Pada perusahaan besar biasanyabentuk komunikasi antara pengusaha dan pekerja/buruh cenderung formal, dan

manajemen perusahaan akan semakin berhati-hati dalam mengambil keputusan karena

harus selalu mempertimbangan resiko keputusan tersebut terhadap investasi

perusahaan. Disamping itu perusahaan harus mengantisipasi tingkat kerumitan masalah

yang akan dihadapi akibat adanya keputusan tersebut. Di lain pihak, pekerja/buruh

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 173: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 173/254

sering kurang sabar karena intensitas komunikasi dengan manajemen rendah.

Sebetulnya, landasan utama terjalinnya komunikasi yang harmonis adalah adanya

Kesepakatan/ Perjanjian Kerja Bersama.

Berkaitan dengan hal itu, F-SPSI mengusulkan beberapa upaya yang harus dilakukan

oleh masing-masing pihak, yaitu39:

35 Dedi Haryadi, “ Agenda Revitalisasi Hubungan Industrial”, Bisnis Indonesia, 26 Mei

1997.

36 Pikiran Rakyat, “Carmelo: Banyak Pengusaha Tidak Bersahabat terhadap Pekerja,

Hubungan Industrial Masih Sangat Lemah”, 29 Nopember 2001.

37 op.cit.,

38 Dibro Soemantri, “Sikap Ambigu dalam Membangun Hubungan Industrial”, Kompas,

20 Juni 2001.

39 Drs. Sjukur Sarto, MS., Sekjen DPP F-SPSI, pada Dialog Tripartit Nasional, Bekasi,

22 Nopember 

2001.

Lembaga Penelitian 29 SMERU, Mei 2002

Upaya pengusaha, meliputi:

  Memulai atau meningkatkan sikap keterbukaan pengusaha kepada serikat

pekerja/buruh tentang kondisi perusahaan;

  Memberikan jaminan penuh kepada pekerja/buruh untuk menggunakan hak

berorganisasi dan berunding bersama;

  Melaksanakan hak-hak normatif pekerja/buruh;

  Menghindari sikap-sikap diskriminasi terhadap pekerja/buruh;

  Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pekerja/buruh untuk meningkatkan

karier dan prestasi; dan

  Memberikan kesempatan kepada pekerja/buruh untuk melakukan ibadah sesuai

dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

Upaya pekerja/buruh, yaitu:

  Melaksanakan dengan penuh tanggung jawab pelaksanaan HI yang harmonis dandinamis dengan mempertahankan dan menghormati asas musyawarah dan mufakat;

  Mengoptimalkan kinerja, menjaga, dan selalu meningkatkan produktivitas dan

motivasi

kerja;

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 174: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 174/254

  Menjaga dan meningkatkan tanggung jawab, disiplin dan etos kerja, serta

menghormati hak pengusaha;

  Melaksanakan kewajiban sebagai pekerja/buruh dan sebagai pemimpin ataupun

sebagai anggota SP/SB dengan penuh tanggung jawab;

  Memegang prinsip bahwa mogok kerja atau unjuk rasa merupakan upaya terakhir 

dalam penyelesaian perselisihan industrial; dan

  Bila terpaksa mogok kerja atau unjuk rasa tidak merusak asset perusahaan dan tidak

mengganggu ketertiban umum.

Upaya pemerintah, antara lain:

  Melaksanakan pengawasan pelaksanaan peraturan perundangan dengan penuh

tanggung jawab, cepat, obyektif, adil dan tidak memihak;

  Melaksanakan pembaharuan peraturan perundangan yang sudah tidak sesuai dengan

era reformasi; dan

  Mencegah campur tangan pihak lain dalam masalah hubungan industrial. Menurut

Suwarto, pada dasarnya inti hubungan industrial adalah pengaturan dan pelaksanaan

hak dan kewajiban bagi pekerja/buruh dan pengusaha di tingkat perusahaan.

Hak dan kewajiban tersebut dapat ditemukan di dalam peraturan perundang-undangan

yang mengatur hal-hal yang bersifat umum dan minimal. Di samping itu di tingkat

perusahaan pengaturan hak dan kewajiban dapat dilihat di dalam perjanjian kerja

(perorangan), peraturan perusahaan, dan KKB yang mengatur syarat kerja untuk

perusahaan yang bersangkutan sesuai dengan kondisi perusahaan yang bersangkutan.

Pengaturan syarat kerja yang terbaik adalah KKB/PKB, karena rumusan KKB/PKB

disusun melalui perundingan antara SP/SB yang mewakili pekerja/buruh, dengan

pimpinan perusahaan. Proses perundingan tersebut mencerminkan adanya partisipasi

dan tanggung jawab, sehingga hasilnya merupakan kesepakatan dan merupakan

komitmen bersama untuk dilaksanakan.

Dengan demikian, seharusnya selama KKB/PKB tersebut berlaku seharusnya tidak

akan timbul masalah yang berarti.

Lembaga Penelitian 30 SMERU, Mei 2002Upaya untuk mencari bentuk hubungan industrial yang secara proporsional memuaskan

semua pihak yang terkait memang tidak mudah. Meskipun demikian, proses reformasi

dan demokratisasi yang sedang berlangsung yang memungkinkan segenap pihak untuk

bersikap kritis dan saling terbuka ini telah menjanjikan peluang yang besar bagi

terciptanya konsep dan praktek hubungan industrial yang dimaksud.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 175: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 175/254

B. KONDISI UMUM HUBUNGAN INDUSTRIAL DI MASA TRANSISI

Meskipun kewenangan dalam urusan ketenagakerjaan seharusnya sudah diserahkan

kepada pemerintah daerah, dalam prakteknya hal ini belum dapat dilaksanakan

sepenuhnya.Menteri Tenaga Kerja (Menaker), misalnya, masih bertanggungjawab

mengenai perlindungan kerja, penempatan tenagakerja, serta pelatihan dan

peningkatan produktivitas.

Menurut Dedi Haryadi ketidakajegan hubungan industrial yang berlangsung bukan

disebabkan oleh sistem dan konsepnya, melainkan karena pelaksanaan atau

prakteknya.40 Pemerintah Orde Baru cukup efektif meredam unjuk rasa pekerja/buruh,

dan karena itu beberapa pihak menilai Orde Baru telah efektif melaksanakan HIP.

Sebenarnya yang dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru pada masa itu adalah menekan

pekerja/buruh sehingga mereka tidak dapat menyuarakan kepentingannya. Meskipun

konsep HIP tidak sepenuhnya diterapkan, tidak mengherankan jika konsep Hubungan

Industrial Pancasila (HIP) masih menjadi wacana di semua wilayah studi sekalipun

sudah melewati Pemerintahan Habibie, Abdurrachman Wahid, dan kini dalam era

Pemerintahan Megawati.

Menurut F-SPSI, hingga sekarang HIP belum sepenuhnya dilaksanakan.41 Federasi

LEMSPSI juga berpendapat bahwa HIP tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh

seluruh pihak yang terkait.42 Menurut sinyalemen Kadin, lebih dari 90% persoalan

mogok, unjuk rasa, demonstrasi dan problem pekerja/buruh lainnya yang disebabkan

oleh HIP belum terlaksana sepenuhnya pada saat kejatuhan Pemerintah Orde Baru.

Menurut Sudono, Ketua Kadin Indonesia,43 HIP masih merupakan konsensus nasional,

artinya bila tidak dilaksanakan maka tidak ada sanksi yang dikenakan. Saat ini, konsep

HI yang baru diperkenalkan belum dipahami dan diterima dengan baik, apalagi

dilaksanakan.

Selain persoalan kewenangan, hubungan industrial di masa transisi ini juga dihadapkan

pada persoalan penetapan UMR dan Upah Minimum Propinsi (UMP). Sepanjang tahun2001 UMR mengalami peningkatan antara 25-30%. Keberatan pihak pengusaha yang

mencoba menunda dan atau menolak kebijakan ini telah memicu timbulnya unjuk rasa

pekerja/buruh.

Namun, sebelum persoalan ini diselesaikan, pada Januari 2002 pemerintah sekali lagi

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 176: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 176/254

menetapkan peningkatkan UMP. Misalnya, di DKI Jakarta UMP naik sekitar 38% dari

tahun sebelumnya. Seperti kasus tahun 2001 sebelumnya, banyak perusahaan

keberatan atas penetapan UMP yang terakhir ini. Pihak perusahaan, melalui Apindo

kemudian mengancam akan keluar dari Tim Penentuan UMR/UMP, dan tidak akan

melaksanakan ketentuan tersebut pada Januari 2002 sebagaimana ditetapkan dalam

keputusan pemerintah.44

Menghadapi keberatan pengusaha tersebut, Menteri Perindustrian dan Perdagangan

meminta agar para pengusaha tetap berusaha agar dapat memenuhi ketentuan baru

tersebut. Sementara Menteri Tenaga Kerja memberi peringatan keras kepada pihak

pengusaha bila tidak mentaati peraturan baru tersebut.45 Akhirnya, melalui Pengadilan

Tata Usaha Negara

(PTUN), pengadilan telah memutuskan akan memberlakukan ketentuan UMP yang

baru.46

40 Dedi Haryadi, “ Agenda Revitalisasi Hubungan Industrial”, Bisnis Indonesia, 26 Mei

2001.

41 Sambutan Ketua DPC SPSI Kabupaten/Kota Bekasi pada Dialog Tripartit Nasional,

Bekasi, 22

Nopember 2001.

42 Lihat Hikayat Atika Karwa, 2001.

43 Merdeka, “Susah, Gara-gara Tak Ada Sanksi”, 21 Mei 1997.

44 Suara Karya, “Sejumlah Asosiasi Tolak Naikkan UMR di Jakarta, 23 Nopember 2001.

Lembaga Penelitian 31 SMERU, Mei 2002

Selain itu hubungan industrial diuji dengan adanya ketidaksepakatan antara pengusaha

dan pekerja/buruh tentang Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 dan Kepmenakertrans

No. Kep 78 dan 111/Men/2001, UU No. 21 Tahun 2000, serta RUU Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Pokok-pokok ketidak-sepakatan UU dan

peraturan tersebut telah dijelaskan secara rinci pada Bab IV.

Terjadi ketidakharmonisan hubungan industrial, faktor pemicunya tidak hanya

disebabkan oleh perbedaan kepentingan mendasar antara pengusaha denganpekerja/buruh, namun dapat pula dipicu oleh masalah kecil atau kesalahpahaman,

termasuk kesalahpahaman dalam memahami peraturan pemerintah maupun peraturan

perusahaan. Isu yang paling sering muncul adalah pengusaha berusaha menekan biaya

produksi, sebaliknya pekerja/buruh menuntut kenaikan upah lebih tinggi. Pekerja/buruh

melalui serikat pekerja/buruh menilai pengusaha tidak terbuka untuk berdiskusi, merasa

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 177: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 177/254

berkuasa, dan kurang memperhatikan nasib pekerja/buruh, sehingga pekerja/buruh

kehilangan kepercayaan terhadap pengusaha atau manajemen perusahaan.

Di luar masalah upah yang masih sangat mewarnai hubungan industrial hasil, penelitian

lapangan Tim SMERU menunjukkan bahwa aspek-aspek hubungan industrial lainnya di

tingkat perusahaan ternyata telah berjalan dengan baik. Tabel 2 berikut ini menyajikan

pelaksanaan beberapa aspek hubungan industrial di tingkat perusahaan, misalnya

tentang pemberlakuan UMR/UMP, keberadaan serikat pekerja/buruh, dan keberadaan

perjanjian

kerja, PP, atau KKB/PKB.

Tabel 2. Pentaatan terhadap Upah Minimum Wage, Keberadaan SP/SB, dan

Perselisihan Industrial

Pentaatan

terhadap Upah

Minimum

Keberadaan

Serikat Pekerja/

Serikat Buruh

Keberadaan

Peraturan Perusahaan dan

Kontrak/ Perjanjian Kerja

PMA/

PMDN

Skala

Perusahaan

Ya Tidak Ya > 1 Tidak PP PKB/KKB TA*

Besar 13 0 13 1 0 2 11 0

Sedang 1 0 1 0 0 0 1 0

PMA

14 0 14 1 0 2 12 0Besar 27 2 24 2 5 12 15 2

Sedang 3 1 1 0 3 0 0 4

PMDN

30 3 25 2 8 12 15 6

Total 44 3 39 3 8 14 27 6

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 178: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 178/254

Persentase 94% 6% 83% 8%** 7% 30% 57% 13%

Note: PP = Peraturan Perusahaan

PKB = Perjanjian Kerja Bersama

KKB = Kesepakatan Kerja Bersama

* = Tidak ada PP dan PKB/KKB

** = % dari 39 SP-TP

45 Suara Merdeka, “Pengusaha Tolak UMP Dihukum 3 bulan”, 9 Januari 2002 dan

Bisnis Indonesia:

“Pengusaha Diminta Penuhi UMP Buruh”, 4 Januari 2002.

46 Kompas, “PTUN Cabut Penundaan UMP, Pengusaha Terpaksa Bayar UMP 2002”,

10 Januari 2002.

Lembaga Penelitian 32 SMERU, Mei 2002

Dilihat dari aspek pemenuhan UMR/UMP, 94% responden dari perusahaan di seluruh

wilayah penelitian telah menerapkan UMP/UMR tahun 2001. Pihak perusahaan

umumnya menyatakan bahwa meskipun berat, mereka terpaksa memenuhi ketentuan

ini karena sudah diatur dalam keputusan tripartit. Disamping itu pihak perusahaan tidak

ingin berselisih dengan pekerja/buruh. Meskipun demikian, pihak pekerja/ buruh merasa

bahwa kenaikan upah yang diterimanya masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan

kenaikan harga kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Tabel 2 juga memperlihatkan

bahwa dari 47 perusahaan sampel ada 39 perusahaan yang mempunyai serikat

pekerja/serikat buruh di tingkat perusahaan (SP-TP), 27 diantaranya telah memiliki

KKB/PKB.

Berdasarkan kondisi pemenuhan aspek-aspek dalam hubungan industrial di atas,

pekerja/buruh/SP-TP maupun pengusaha, tidak terjadi ketegangan yang serius dalam

hubungan industrial antara perusahaan dengan pekerja/buruh. Sebagian besar 

perselisihan masih dapat diselesaikan secara bipartit meskipun kedua belah pihak

masih dalam taraf belajar mengenai hubungan industrial dan kebebasan berserikat (lihat

Bab VI Bagian C). Pada masa transisi ini pekerja/buruh sedang belajar berorganisasi,

memformulasi dan mengajukan tuntutan, serta berunding, sedangkan perusahaansedang belajar menjadikan pekerja/buruh sebagai mitra kerja.

Menurut responden dari SP/SB hubungan industrial yang harmonis adalah hubungan

kerja yang didasari oleh rasa saling percaya, saling menghargai dan dihargai, dan saling

memberi.Agar dapat menciptakan hubungan industrial yang harmonis, selain memenuhi

hak-hak normatif pekerja/buruh, pengusaha juga harus menjalin komunikasi dua arah

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 179: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 179/254

dengan pekerja/buruh. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hubungan industrial

antara lain adalah: gaya kepemimpinan pengusaha, pengetahuan pengusaha dan

pekerja/buruh mengenai hak dan kewajiban masing-masing serta penerapannya, iklim

kerja yang mendukung, serta kesediaan pengusaha dan pekerja/buruh untuk berunding.

Pengusaha dan pekerja/buruh adalah mitra kerja, bukan semata-mata buruh dan

majikan. Indikator adanya hubungan industrial yang harmonis tampak dari kepuasan

dan kesejahteraan pekerja/buruh, atau tidak adanya unjuk rasa atau mogok kerja.

Harmonisasi hubungan antara perusahaan dan pekerja/buruh dapat dicapai dengan

melaksanakan PP atau KKB/PKB yang telah disepakati. Selain disebabkan oleh faktor 

internal perusahaan, beberapa kasus menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah sering

menjadi pemicu terganggunya hubungan industrial. Pekerja/buruh menilai kebijakan

pemerintah tidak berpihak kepada pekerja/buruh, dan penyusunan kebijakan tersebut

sering tidak melibatkan pekerja/buruh. Menakertrans mengakui bahwa keputusan

Kepmenakertrans No. Kep-78 dan 111/Men/2001 tidak melibatkan SP/SB. Sebaliknya,

pihak pengusaha menilai peraturan ketenagakerjaan sering memberatkan pengusaha,

misalnya, pasal-pasal dalam Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000.

Oleh karena itu hubungan industrial tidak dapat diciptakan secara sepihak, baik oleh

pemerintah, penguasaha atau pekerja/buruh. Hubungan baik yang terbuka dan

transparan antara perusahaan dengan pekerja/buruh sangat membantu kelancaran

perundingan. Menurut responden SP/SB, salah satu kunci terciptanya hubungan

industrial yang harmonis terletak pada peran “middleman”  atau perantara. Biasanya

perantara ini adalah kepala bagian personalia atau manajer produksi. Namun yang

bersangkutan sering tidak cukup mempunyai keberanian untuk membela pekerja/buruh

meskipun bersimpati dan memahami kepentingan dan kondisi pekerja/buruh.

Berdasarkan temuan SMERU di lapangan yang dihimpun dari responden pihak

perusahaan, untuk mempertahankan dan meningkatkan hubungan industrial yang lebih

baik dan lebih harmonis, beberapa perusahaan responden telah melakukan pendekatan,

antara lain dengan cara:

Lembaga Penelitian 33 SMERU, Mei 2002  Mengadakan tatap muka dengan pekerja/buruh dan SP/SB secara rutin, misalnya

memberikan briefing sekitar 5-10 menit setiap pagi atau seminggu sekali atau satu bulan

sekali untuk mengatur kegiatan kerja, sekaligus menginformasikan kebijakan-kebijakan

baru mengenai ketenagakerjaan dari perusahaan atau pemerintah (cara ini dilakukan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 180: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 180/254

oleh misalnya perusahaan besar PMA produsen sabuk pengaman (seat belt) di

Tangerang, perusahaan garmen dan suku cadang kendaraan di Bekasi);

  Menyediakan kotak saran agar pekerja/buruh dapat memberi masukan tanpa harus

menyertakan identitas. Bila masukan tersebut disampaikan melalui forum terbuka dan

diterima oleh semua pihak, maka pengusaha akan memberikan insentif khusus bagi

pemberi saran. (misalnya, suatu perusahaan besar PDN produsen suku cadang

kendaraan di Tangerang dan Bekasi memanfaatkan cara ini);

  Memilih kepala bagian personalia yang mampu meredam perselisihan dan dapat

mengatur perundingan antara pekerja/buruh, pengusaha dan SP/SB secara adil;

  Membuat program pendidikan atau pelatihan bagi pekerja/buruh, termasuk untuk

meningkatkan pemahaman pekerja/buruh terhadap peraturan pemerintah;

  Mengutamakan penyelesaian secara bipartit atau kesepakatan bersama melalui

musyawarah antara pekerja/buruh atau SP/SB dengan pihak manajemen;

  Mengundang Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) untuk memberikan pengarahan kepada

pekerja/buruh secara berkala atau mendatangi Disnaker untuk memperoleh informasi

mengenai perkembangan atau kebijakan baru tentang ketenagakerjaan;

  Mengikuti pertemuan-pertemuan Apindo untuk memecahkan atau memberikan solusi

tentang masalah ketenagakerjaan; dan

  Mengadakan kegiatan bersama, seperti rekreasi, olah raga, pemilihan karyawan

teladan.

Berkenaan dengan era otonomi dan setelah kebebasan berserikat terbuka kembali bagi

pekerja/buruh menyusul kejatuhan Pemerintah Orde Baru, F-SPSI mengusulkan supaya

HIP ditinjau kembali karena HIP dianggap tidak relevan dalam era otonomi daerah. F-

SPSI menghendaki agar hubungan industrial pada era baru ini mempunyai paradigma

baru. Sementara itu LEM-SPSImengusulkan bahwa pada era otonomi daerah ini HI

harus bersifat nasional, meninggalkan watak kedaerahan, dan perlu bertitik tolak pada

prinsip keadilan, keamanan, dan sosial. LEM-SPSI berpendapat bahwa konsep HIP

masih ideal bagi pekerja/buruh Indonesia, sehingga HIP masih dapat diterapkan. Pihak

pengusaha yang diwakili Apindo juga menilai bahwa HIP masih relevan dalam eraotonomi daerah, dan dapat menjadi penyangga tujuan nasional pemerintah Indonesia,

yaitu antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan umum. 47

Di tingkat nasional, di masa transisi ini hubungan industrial antara pengusaha dan

pekerja/buruh memang terlihat tidak terlalu harmonis karena dipicu oleh dua hal, yaitu:

pertama, perdebatan mengenai pelaksanaan Kepmenaker No. Kep. 150/Men/2000 dan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 181: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 181/254

Kepmenakertrans No. Kep 78 dan 111/Men/2001, dan kedua, penetapan UMP yang

belum bisa dilaksanakan oleh pengusaha. Apalagi akhir-akhir ini kedua hal tersebut

telah menyebabkan berkembangnya isu bahwa perusahaan atau investor asing akan

“hengkang ” atau memindahkan modalnya dari Indonesia.

47 Drs. H. Suparwanto, Ketua Umum DPP-Apindo, pada Dialog Tripartit Nasional,

Bekasi, 22

Nopember 2001.

Lembaga Penelitian 34 SMERU, Mei 2002

Saat ini pada kondisi ekstrim, pekerja/buruh merasa menjadi alat produksi perusahaan,

sementara pengusaha merasa bahwa meskipun mereka telah mengalokasikan dana

cukup besar untuk pekerja/buruh tetapi ternyata pekerja/buruh tidak meningkatkan

produktivitas mereka. Upah yang dinaikkan ternyata tidak memberikan insentif bagi

pekerja/buruh untuk bekerja lebih produktif. Menurut pengusaha dalam jangka panjang

hal ini dapat mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan menurunkan daya saing. Pada

gilirannya, bila perusahaan sudah terlalu terbebani, maka perusahaan akan terpaksa

memindahkan usahanya ke negara lain yang menjanjikan biaya produksi lebih murah

dan lebih kompetitif, misalnya ke Vietnam atau Cina. Menghadapi kemungkinan

tersebut, beberapa perusahaan dan kalangan pengusaha mengambil beberapa langkah,

antara lain:

1. Terpaksa melaksanakan ketentuan perusahaan yang sudah ada, sepanjang dapat

mengemban misi pemilik perusahaan, yaitu untuk sementara berproduksi sekedar untuk

mengamankan kelangsungan hidup perusahaan pada kondisi kinerja yang semaksimal

mungkin; dan

2. Apabila perusahaan sudah merasa tidak mampu, maka akan melakukan tindakan

penyelamatan, antara lain: melakukan rasionalisasi karyawan/buruh/pekerja, mencari

alternatif berproduksi di usaha lain yang bersifat jangka pendek (quick yielding 

 production); dan melakukan relokasi usaha ke negara lain yang memberikan peluang

bisnis lebih baik.

Dalam mengantisipasi prospek ini, SEB mengeluarkan pengumuman bagi pekerja danserikatnya agar:

1. Bertindak secara santun dan berpikir secara strategis demi kepentingan bersama

para pekerja/buruh untuk masa depan, baik dalam jangka pendek maupun jangka

panjang, dan yang lebih penting adalah mengambil cara pandang secara holistik dalam

menghadapi isu-isu pekerja/buruh; dan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 182: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 182/254

2. Membantu sesama anggota angkatan kerja se Indonesia yang hingga saat ini banyak

yang masih menganggur dengan cara menciptakan lingkungan yang mendukung bagi

penanaman modal dan penciptaan kesempatan kerja.

Selain perundangan-undangan dan peraturan lainnya, kondisi HI di Indonesia pada

akhirnya akan sangat ditentukan oleh pelaksanaan aturan HI itu sendiri. Hal ini sangat

bergantung pada faktor-faktor penentunya, yaitu: pengusaha, pekerja/buruh, SP/SB,

PK/PP/KKB/PKB, penyelesaian perselisihan, dan peran pemerintah. Temuan lapangan

tentang kondisi faktorfaktor penentu tersebut akan dijelaskan dalam Bab VI yang

menyajikan praktek hubungan industrial di lapangan. Bab VI ini akan dibagi menjadi tiga

bagian yaitu Bagian A tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB), Bagian B tentang

Peraturan Perusahaan dan Perjanjian atau Kesepakatan Kerja Bersama (PKB/KKB),

dan terakhir Bagian C akan disajikan perselisihan dan penyelesaiannya.

Lembaga Penelitian 35 SMERU, Mei 2002

VI. PRAKTEK HUBUNGAN INDUSTRIAL

DI LAPANGAN

Bab VI akan membahas praktek hubungan industrial berdasarkan hasil temuan

lapangan. Bab ini dibagi dalam 3 bagian, yaitu Bagian A tentang Serikat Pekerja/Serikat

Buruh (SP/SB), Bagian B tentang Peraturan Perusahaan dan Perjanjian/Kesepakatan

Kerja Bersama (PKB/KKB), dan Bagian C tentang Perselisihan dan Penyelesaian

Perselisihan.

A. SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH (SP/SB)

Menurut Pasal 1 UU No. 21/2000, SP/SB adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh,

dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat

bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,

membela, serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan

kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. SP/SB di perusahaan adalah serikat

pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan atau di

beberapa perusahaan. Sedangkan serikat pekerja/serikat buruh di luar perusahaan

adalah SP/SB yang didirikan oleh para pekerja/buruh yang tidak bekerja di perusahaan.Federasi SP/SB adalah gabungan SP/SB.48 Sedangkan Konfederasi SP/SB adalah

gabungan federasi SP/SB. Perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud dengan serikat

pekerja/serikat buruh disini adalah serikat pekerja/serikat buruh pada tingkat

perusahaan. Fungsi SP/SB adalah sebagai wakil pekerja untuk membuat perjanjian

kerjasama dan penyelesaian hubungan industrial. Selain itu SP/SB merupakan sarana

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 183: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 183/254

untuk menciptakan hubungan yang harmonis, dinamis dan adil, sarana penyaluran

aspirasi dan memperjuangkan hak, serta sebagai penanggung jawab atas pemogokan

kerja. Pengurus SP/SB di tingkat kabupaten/kota menyatakan bahwa SP/SB bertugas

dan berfungsi untuk membela, membina, mendidik, memperjuangkan, dan melindungi

pekerja pada koridor yang telah ditetapkan. Namun, inti kegiatannya adalah untuk

meluruskan pelanggaran hak-hak normatif pekerja yang dilakukan oleh perusahaan.

Bagian A Bab VI ini akan menguraikan berbagai serikat pekerja/serikat buruh di

perusahaan, yaitu Serikat Pekerja Tingkat Perusahaan (SP-TP), dan SP/SB

Gabungan/Federasi/

Konfederasi yaitu SP/SB yang menjadi afiliasi SP-TP, baik federasi SP/SB maupun

SP/SB tingkat nasional yang ditemui di lapangan.

Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB), Gabungan, Federasi, dan Konfederasi

Serikat Pekerja/Serikat Buruh

1. Proses Pembentukan

Berdasarkan pendapat responden di lapangan, pada dasarnya ada dua jenis SP/SB

menurut pembentukannya, yaitu pertama, SP/SB yang dibentuk oleh pekerja dan

mempunyai basis pekerja di perusahaan. SP/SB ini umumnya mempunyai misi,

keanggotaan, dan pengelolaan yang jelas dalam memperjuangkan kepentingan para

anggotanya. Kedua, SP/SB yang dibentuk sebagai basis politik, para pengurusnya

sering mem-fait a’complie pekerja sebagai konstituen mereka. SP/SB yang kedua ini

biasanya tidak memiliki keanggotaan jelas, bahkan 48 Dalam UU No. 21 Tahun 2000,

Federasi SP/SB adalah gabungan SP/SB (Pasal 1) dan dibentuk oleh sekurang-

kurangnya lima SP/SB (Pasal 6). Federasi SP/SB ini biasanya memiliki cabang di tingkat

propinsi (DPD) dan tingkat kabupaten/kota (DPC). Namun tidak semuanya memiliki

cabang di propinsi maupun di kabupaten/kota. Secara rinci hal ini akan dijelaskan dalam

Bab VI A.

Lembaga Penelitian 36 SMERU, Mei 2002

tidak mempunyai anggota pekerja di tingkat perusahaan. Seringkali SP/SB ini

memanfaatkan buruh dalam unjuk rasa dengan alasan untuk memperjuangkan nasibburuh, padahal SP/SB tersebut tidak mengerti sepenuhnya isu buruh yang dipersoalkan.

Beberapa responden menduga bahwa gerakan buruh hanyalah sebagai sarana untuk

meraih keuntungan politik dan uang yang umumnya ditengarai berasal dari ornop

internasional. Beberapa serikat pekerja/buruh, misalnya, membantu pekerja dalam

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 184: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 184/254

meperjuangkan uang pesangon mereka, tetapi setelah pekerja menerima pesangon

mereka meminta sebagian dari uang pesangon itu.

Menanggapi isu tersebut, Dita Indah Sari49 dari FNPBI (Front Nasional Perjuangan

Buruh Indonesia) menolak semua cap buruk seperti itu bila dialamatkan ke organisasi

yang dipimpinnya. Tetapi ia tidak menampik jika ada organisasi yang nakal dan hanya

memanfaatkan isu buruh, meskipun jumlahnya tidak banyak, hanya ada tiga hingga lima

organisasi buruh. Muchtar Pakpahan50, Ketua SBSI (Serikat Buruh Seluruh Indonesia),

dan Eggy Sujana, Ketua PPMI51, juga menolak tudingan tersebut. Menurut mereka

masih banyak organisasi buruh yang memegang idealisme memperjuangkan buruh.

Menurut Dewan Pimpinan Pusat (DPP) salah satu federasi SP, sebenarnya

pembentukan SP/SB di tingkat nasional tidak tepat karena selama ini pembentukan

SP/SB dimulai dari tingkat pusat, bukan dari pekerja di perusahaan, dan tidak ada

seleksi. Informasi ini didukung data Depnakertrans (lihat Lampiran 8) yang menunjukkan

22 federasi/organsisasi pekerja/buruh belum mempunyai data mengenai jumlah

anggotanya di tingkat perusahaan. Dari responden sampel diperoleh informasi bahwa

diantara federasi yang belum tercatat di Depnakertrans, ada beberapa yang telah

memiliki anggota. Menurut Depnakertrans, karena otonomi daerah, maka updating data

anggota agak tersendat, sehingga data di tingkat kabupaten/kota lebih lengkap.

Data Depnakertrans menyatakan saat ini terdapat 61 Federasi SP/SB dan 1 Konfederasi

SP/SB yang berkantor pusat di Jakarta.52 Khusus SPSI,53 kini SPSI telah terpecah

menjadi empat SP, yaitu SPSI status quo atau SPSI, F-SPSI Reformasi, FSPTSK

(Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sepatu, dan Kulit), dan SPMI (Serikat Pekerja Metal

Indonesia). SPSI status quo terdiri dari 17 Serikat Pekerja Anggota (SPA).54 Diantara

organisasi pekerja/buruh tersebut, F-SPSI mempunyai jumlah anggota yang terbesar.

Menurut data Depnakertrans, jumlah unit kerja di perusahaan (yang tercatat di daerah)

anggota Konfederasi SPSI sampai dengan Januari 2002 adalah 6.241 unit, sementara

Presidium SPSI Reformasi FSPSI mempunyai 3.149 SP/SB. Organisasi pekerja/buruh

tidak hanya dimonopoli oleh pekerja/buruh pabrik, tetapi juga oleh pekerja kerah putih

dan para profesional. Misalnya Federasi Organisasi Pekerja Keuangan dan PerbankanIndonesia (Fokuba), atau Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

2. Hubungan SP/SB Gabungan, Federasi dan Konfederasi dengan Kelompok

Kepentingan Lainnya.

Menurut informasi di lapangan, terdapat indikasi adanya hubungan antara SP/SB

dengan partai politik atau kelompok tertentu. Dari federasi SP/SB yang diwawancarai,

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 185: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 185/254

hanya Sarbumusi yang mengakui dengan tegas bahwa mereka berada di bawah

naungan NU dengan 49 Media Indonesia: “Organisasi Buruh Masih Dicurigai”, 4 Mei

2001.

50 idem.

51 idem.

52 Subdit Pemberdayaan Organisasi Pekerja dan Pengusaha, Januari 2002.

53 Menurut DPP sebuah Federasi SP di Bekasi.

54 Berdasarkan brosur tentang SPSI yang diperoleh dari DPC SPSI Jakarta.

Lembaga Penelitian 37 SMERU, Mei 2002

mandat di bidang ketenagakerjaan. Saat ini diperkirakan terdapat tiga macam organisasi

buruh, yaitu: organisasi buruh berpelat kuning yang cenderung berkompromi dengan

pemerintah, organisasi buruh berpelat merah yang condong pada ideologi kerakyatan

dan tampil sebagai organisasi militan, dan organisasi buruh yang dikelola (atau

bergabungan/federasi) paham keagamaan, seperti Sarbumusi dan PPMI (Persaudaraan

Pekerja Muslim Indonesia).55

Salah satu indikasi yang dapat digunakan untuk melihat keterkaitan SP dengan

kelompok tertentu adalah bagaimana SP tersebut dapat bertahan, misalnya dari segi

pendanaan dan keberanian bergerak. Khusus mengenai pendanaan, Muchtar Pakpahan

menyatakan tidak ada masalah dengan pendanaan organisasi yang dipimpinnya.56

Menurutnya, bila organisasi itu jujur dan dapat dipercaya maka dana akan mengalir dari

berbagai pihak. Seperti SBSI yang didirikannya pada 1992, memperoleh dana dari

anggota dan sumbangan atau donasi dari SP/SB di beberapa negara di luar negeri

seperti Amerika Serikat, Australia, Belanda, dan Inggris. Pada tahun 1992-1993, 100%

dana SBSI berasal dari sumbangan anggota. Tahun 1995-1999, 100% dananya berasal

dari SB di luar negeri. Sedangkan pada periode 1999 hingga saat ini, 60% dana berasal

dari sumbangan anggota dan hanya 30% dari luar negeri. PPMI yang didirikan pada 3

Maret 1998, memperoleh sebagian besar dananya dari sumbangan anggota,

pengembangan bisnis organisasi, dan sumbangan dari konglomerat yang bersimpati.

Organisasi ini juga bekerjasama dengan ILO dan Kedutaan Jepang untuk pelatihan.3. Kepengurusan dan Efektivitas SP/SB Gabungan/Federasi/Konfederasi

Pengurus SP/SB Gabungan/Federasi/Konfederasi biasanya terdiri dari mantan pekerja,

pekerja yang masih aktif di suatu perusahaan, atau aktivis serikat pekerja. Bagi

organisasi buruh yang sudah mapan, urutan kepengurusan SP/SB gabungan/federasi

dari tingkat nasional ke tingkat perusahaan adalah sebagai berikut:

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 186: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 186/254

Dewan Pimpinan Pusat (DPP): di tingkat pusat

Dewan Pimpinan Wilayah/Daerah (DPW/DPD): di tingkat propinsi

Dewan Pimpinan Cabang (DPC): di tingkat kabupaten/kota

Pimpinan Unit Kerja/PUK atau Basis: di tingkat perusahaan

Informasi dari lapangan menunjukkan bahwa apakah suatu SP/SB mampu bekerja

secara efektif dan profesional dapat dilihat dari bagaimana cara SP/SB tersebut

berorganisasi, memahami peran dan fungsinya, memahami peraturan yang ada,

menyampaikan tuntutan, berunding, dan menyelesaikan perselisihan. Tingkat kepuasan

SP-TP dan pekerja/buruh yang menjadi afiliasinya juga menjadi ukuran penilaian

terhadap efektivitas kerja SP/SB Gabungan/federasi. Hal ini tidak lepas dari

kedewasaan pimpinan atau pengurus SP, baik SPTP maupun SP Gabungan/federasi, di

samping pengaruh kepentingan politik di belakangnya, apabila ada.

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan wawancara dengan beberapa federasi

SP/SB, antara lain DPC F-SPSI Bekasi dan Surabaya, DPP dan DPC F-SPTSK Bekasi

dan Bogor, DPC

55 Kompas, “Aksi Massa Buruh, Kemenangan Itu Belum Apa-apa”, 24 Juni 2001.

56 Media Indonesia: “Organisasi Buruh Masih Dicurigai”, 4 Mei 2001.

Lembaga Penelitian 38 SMERU, Mei 2002

Sarbumusi Surabaya, dan Serikat Buruh Jabotabek, di masa transisi ini efektivitas dan

profesionalisme SP/SB gabungan/federasi di tingkat kabupaten/kota cukup memadai

dalam memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh. Pada umumnya mereka selalu siap

memperjuangkan dan mendampingi SP-TP dan pekerja/buruh dalam menyelesaikan

perselisihan. Federasi SP/SB tersebut selalu mengutamakan perundingan dalam

penyelesaian perselisihan, sementara pemogokan merupakan jalan terakhir yang akan

ditempuh. Mereka juga memberikan pembinaan kepada SP-TP terutama dalam

memahami perundangan dan peraturan pemerintah, penyusunan KKB/PKB, dan

berorganisasi. SP-TP responden menilai bahwa federasi SP/SB yang sudah lama

terbentuk lebih efektif dan lebih profesional dibandingkan dengan federasi/organisasi

SP/SB yang baru terbentuk. Oleh karena itu, SP-TP lebih memilih SP/SBgabungan/federasi yang sudah lebih mapan dalam berorganisasi dan bertindak.

Meskipun demikian, penilaian terhadap federasi SP/SB yang sama dan sudah lama

terbentuk dapat berbeda. Misalnya sebuah DPC federasi SP/SB di Bekasi dianggap

efektif, sedangkan federasi SP/SB yang sama di Surabaya dianggap “vokal atau galak”

dan menggunakan kegalakannya untuk kepentingan kesejahteraan pengurusnya. Hal ini

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 187: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 187/254

menunjukkan kepengurusan di tingkat kabupaten/kota turut mempengaruhi efektivitas

SP/SB gabungan/ federasi dimaksud. Pekerja/buruh memilih untuk berafiliasi pada

SP/SB gabungan/federasi baru karena SP/SB gabungan/federasi tersebut mendatangi

pekerja/buruh tersebut. Dua perusahaan di Bekasi memilih untuk berdiri sendiri dan

tidak berafiliasi pada gabungan/federasi SP/SB manapun karena merasa tidak ada

manfaatnya berafiliasi. Mereka merasa hanya terbebani dengan iuran dan biaya-biaya

lainnya.

Serikat Pekerja/Serikat Buruh – Tingkat Perusahaan (SP-TP)

Sebagaimana disampaikan pada bagian awal Bab ini, SP-TP atau Serikat Pekerja

Tingkat Perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang terdapat di perusahaan

dan dibentuk oleh pekerja/buruh. SP-TP ini dapat memilih berafiliasi pada federasi

SP/SB di tingkat kabupaten/kota atau federasi/konfederasi SP/SB yang berada di tingkat

nasional, atau memilih tidak berafiliasi pada organisasi SP/SB apapun sehingga

merupakan SP-TP independen. Berikut ini akan disajikan potret SP-TP di wilayah

penelitian, dari mulai proses pembentukan, kepengurusan, keanggotaan, iuran dan dana

operasional, pembinaan, keberadaan dan jumlah SP-TP, sampai pada tingkat efektivitas

peran SP-TP.

1. Proses Pembentukan

Separuh dari 42 SP-TP -termasuk yang tidak berafiliasi- dibentuk setelah tahun 1997.

SP-TP yang dibentuk sebelum tahun tersebut seringkali tidak disetujui oleh pihak

perusahaan, sehingga beberapa pekerja di-PHK dan pengurus SP-TP mendapat

tekanan atau intimidasi dari perusahaan. Awal pembentukan SP-TP di suatu

perusahaan ini lebih banyak dipicu oleh adanya perselisihan yang sulit diselesaikan

antara pekerja dengan perusahaan. Selama era Pemerintahan Soeharto ruang gerak

SP-TP sangat dibatasi (lihat Box 1).

Lembaga Penelitian 39 SMERU, Mei 2002

Box 1

Sulitnya mendirikan SP-TP sebelum UU No. 21/2000

1. Kasus di BekasiPada tahun 1989 pekerja di sebuah perusahaan di Bekasi mengusulkan pembentukan

SP-TP. Karena perusahaan tidak setuju, 13 orang tokoh pekerja pencetus gagasan

tersebut di-PHK. Dua tahun kemudian pekerja mengusulkan lagi gagasan mereka

dengan cara melakukan unjuk rasa. Kali ini dua pekerja di-PHK. Tapi akhirnya pada

tahun 1994 mereka berhasil membentuk SP-TP yang berafiliasi pada SPSI. Meskipun

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 188: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 188/254

demikian, selama periode 1994-1996 perusahaan membatasi gerak SP-TP dengan cara

berkali-kali menekan pengurus SPTP dengan ancaman PHK, membujuk mereka

bersedia menduduki salah satu jabatan di jajaran staf agar tidak memikirkan

kepentingan pekerja lagi, dan mencoba merusak nama baik pengurus. Perusahaan

menilai SP-TP akan lebih banyak menuntut daripada memberikan manfaat. Oleh karena

itu, pengurus SP-TP terus berusaha menunjukkan manfaat SP-TP dengan

meningkatkan disiplin kerja para pekerja melalui kegiatan penyuluhan.

 Akhirnya, pada tahun 1996 perusahaan mengakui keberadaan SP-TP setelah

merasakan manfaatnya. Bahkan sejak itu perusahaan sering membicarakan berbagai

masalah dengan pengurus SP-TP. Selain memberikan pembinaan, fungsi SP-TP adalah

untuk memberikan pembelaan kepada pekerja. Bila pekerja bersalah, maka tugas SP

adalah memperjuangkan pekerja tersebut agar mendapat sanksi seadil mungkin, bukan

membebaskan pekerja dari kesalahan.

2. Kasus di Surabaya

Pekerja di sebuah perusahaan besar modal asing pengekspor sepatu merk terkenal di

Surabaya pada tahun 1992, 1995, dan terakhir tahun 1996 sering berunjuk rasa untuk

mendesak pembentukan serikat pekerja di tingkat perusahaan. Tuntutan ini tidak

dipenuhi perusahaan karena perusahaan belum paham mengenai keberadaan dan

fungsi serikat pekerja. Perusahaan beranggapan bahwa serikat pekerja hanya akan

menyebabkan timbulnya kerusuhan. Frekuensi unjuk rasa pada saat itu sekali sebulan.

Beberapa pekerja sempat diintimidasi oleh pihak perusahaan. Meskipun pada tahun

1996 mereka pernah berhasil membentuk SP, tetapi SP itu hanya berumur satu hari,

kemudian bubar. Setelah melakukan berbagai upaya lainnya, akhirnya pada tahun 1997

pekerja dapat membentuk SP-TP yang kemudian berafiliasi pada F-SPTSK.

Menurut beberapa SP/SB di wilayah penelitian, sampai saat ini masih ada perusahaan

yang menghalangi terbentuknya SP-TP. Maraknya kasus unjuk rasa atau pemogokan

yang terjadi akhir-akhir ini menyebabkan trauma dan ketakutan pada perusahaan

apabila di perusahaannya terbentuk SP-TP. Pihak perusahaan tidak menghalangi

secara terbuka karena khawatir terkena sanksi melanggar peraturan. Karena itu merekamenggunakan cara lain, antara lain:

  meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh;

  memperbaiki pelaksanaan hak-hak normatif dan non-normatif pekerja/buruh;

  menawarkan uang pesangon bagi mereka yang ingin membentuk SP-TP; atau

  mem-PHK tokoh pekerja/buruh secara sepihak yang terlibat dalam proses.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 189: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 189/254

Untuk menghindari penolakan perusahaan terhadap rencana pekerja/buruh mendirikan

SP-TP, biasanya SP gabungan/federasi turut membantu pekerja/buruh perusahaan

tersebut (lihat Box 2). Meskipun pada awalnya perusahaan yang bersangkutan tidak

merasa nyaman

Lembaga Penelitian 40 SMERU, Mei 2002

dengan rencana pembentukan dan keberadaan SP-TP di perusahaannya, pada

akhirnya mereka mengijinkan atau terpaksa mengijinkan berdirinya SP-TP karena hal ini

telah diatur dalam UU.

Box 2

Cara sebuah SP/SB Federasi membantu pembentukan SP-TP

Sebuah SP/SB Federasi di Kota Surabaya mempunyai kiat untuk menghindari

ketidaksetujuan perusahaan ketika pekerjanya ingin membentuk SP-TP, yaitu dengan

membentuk SP-TP di perusahaan tanpa sepengetahuan perusahaan. Setelah terbentuk,

informasi keberadaan SP-TP baru tersebut disampaikan kepada pihak perusahaan.

SP/SB Gabungan/federasi tingkat kota kemudian melakukan presentasi di depan wakil

perusahaan tentang peranan SP-TP dan SP/SB Gabungan/federasi. Biasanya setelah

presentasi ini pada akhirnya perusahaan akan menyetujui. Kini perusahaan bahkan

dapat merasakan manfaat adanya SP-TP tersebut, antara lain dapat mengajak pekerja

berunding dengan damai.

Meskipun umumnya perusahaan tidak mendukung pembentukan SP-TP, namun Tim

SMERU juga menemukan pendirian SP-TP yang dimotori oleh pihak perusahaan.

Sebagai contoh, sebuah perusahaan ekspor garmen besar di Bandung dengan 2.600

pekerja membentuk SP-TP dengan afiliasi SPSI pada tahun 1997. Kepengurusan SP-

TP untuk pertama kali masih difasilitasi oleh pihak perusahaan, tetapi pada tahun 2002

kepengurusan akan dipilih langsung oleh pekerja. Perusahaan juga mengundang DPC

SPSI Bandung untuk memberikan pelatihan kepemimpinan bagi semua bagian PUK

selama 3 bulan. Perusahaan yang mendukung pembentukan SP-TP sejak awal pada

umumnya telah mengetahui manfaat SP-TP.

Pilihan untuk berserikat biasanya diawali hanya oleh beberapa pekerja/buruh, baik atasinisiatif sendiri berdasarkan informasi dari berbagai media (misalnya, televisi, radio),

teman, atau melalui tawaran dari SP/SB Gabungan/federasi. Kemudian keinginan

berserikat diikuti oleh para pekerja/buruh lainnya karena mereka merasa perlu

memperjuangkan kepentingannya melalui organisasi.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 190: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 190/254

Pembentukan SP-TP cenderung dipicu oleh adanya perselisihan hubungan industrial

yang menonjol dan sulit diselesaikan. Tim SMERU menemukan bahwa SP-TP jarang

dibentuk di perusahaan yang sedikit mengalami perselisihan atau dapat menyelesaikan

perselisihannya secara bipartit. Misalnya, delapan perusahaan responden memilih untuk

tidak memiliki SPTP dengan alasan antara lain:

  hingga saat ini perusahaan telah memenuhi semua hak-hak normatif dan hak-hak

nonnormatif pekerja;

  hubungan antara perusahaan dan pekerja sangat baik, terbukti dari pekerja dapat

menyampaikan keluh-kesah mereka secara langsung dan ditanggapi dengan baik oleh

perusahaan;

  ada wadah untuk berkomunikasi antara pengusaha dan pekerja melalui pertemuan

rutin atau koperasi; dan

  perusahaan menganggap pekerja sebagai keluarga atau mitra.

Contoh kasus tersebut ditemui di perusahaan besar produsen suku cadang kendaraan

bermotor di Bekasi yang mempunyai 261 pekerja dan di perusahaan besar di Jakarta

yang memproduksi makanan dengan 200 tenaga kerja. Keduanya adalah perusahaan

dengan investasi dalam negeri.

Lembaga Penelitian 41 SMERU, Mei 2002

Walaupun pada Pasal 5 UU No.21/2000 diatur bahwa SP/SB dapat dibentuk oleh

sekurangkurangnya 10 orang pekerja/buruh, pada umumnya perusahaan berskala

sedang berpendapat bahwa pekerjanya belum memerlukan SP-TP. Misalnya,

perusahaan produsen sepatu di Tangerang dengan 60 tenaga kerja. Alasan yang

dikemukakan adalah karena selama ini dengan jumlah tenaga kerja yang sedikit

tersebut semua perselisihan di antara perusahaan dan pekerja dapat diselesaikan

dengan baik. Pendapat ini disetujui oleh seorang pekerja yang ditemui secara terpisah

yang juga mengakui bahwa selama ini setiap masalah disampaikan langsung kepada

pimpinan. Pekerja di perusahaan skala sedang lainnya di Tangerang yang tidak

mempunyai SP-TP menyatakan bahwa mereka tidak memerlukan SP-TP karena jumlah

tenaga kerja hanya sedikit (45 orang), dan sebagian besar berstatus pekerja borongan.Selama ini kelompok pekerja/buruh di setiap bagian menyampaikan keluhan atau usulan

kepada manajemen secara terpisah.

Di Surabaya terdapat kasus pekerja/buruh di sebuah perusahaan keluarga di bidang

percetakan tetap membentuk SP-TP meskipun hanya mempunyai 25 pekerja.

Keberadaan SP-TP ini menimbulkan tekanan bathin bagi pemilik perusahaan yang

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 191: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 191/254

sudah tua. Ia menilai bila setiap perusahaan memiliki SP-TP yang tidak dapat diajak

berunding maka akan banyak perusahaan yang tutup karena tidak mampu membayar 

pekerjanya dan akhirnya tidak dapat membantu pemerintah karena tidak dapat memberi

kesempatan kerja kepada masyarakat.

Meskipun UU No. 21/2000 memperbolehkan lebih dari satu SP-TP dibentuk di suatu

perusahaan, hampir semua perusahaan tidak menyetujui adanya lebih dari satu SP-TP

di perusahaan. Keberadaan lebih dari SP-TP akan menyulitkan pengurus, perusahaan

dan pekerja/buruh itu sendiri. Sebagai contoh adanya kasus satu hotel bintang lima di

Jakarta menghadapi kesulitan karena mempunyai 4 SP-TP dengan afiliasi yang

berbeda. Kemudian, satu hotel bintang lima lainnya belajar dari kasus perselisihan yang

berkepanjangan itu, dan akhirnya para pekerja/buruh hotel ini memutuskan tidak

mendirikan lebih dari 1 SP-TP. Saat ini mereka mempunyai 1 SP-TP yang

bergabungan/federasi pada PAR – SPSI.

Contoh lain adalah sebuah bank besar yang memiliki 5 SP-TP memerlukan waktu lebih

dari 11 minggu untuk berunding mengenai kesepakatan PKB/KKB.57

Setelah SP-TP terbentuk, banyak perusahaan mengakui manfaat keberadaan SP-TP,

terutama ketika akan melakukan perundingan dengan pekerja. Sebelum SP-TP

terbentuk, perusahaan harus berhadapan dengan semua pekerja, atau melalui

perwakilan setiap bagian. Meskipun perusahaan sadar bahwa adanya SP-TP telah

menimbulkan tuntutan-tuntutan baru, namun manfaat positif SP-TP semakin terasa bagi

perusahaan karena SP-TP dapat mempermudah penyelesaian perselisihan di tingkat

perusahaan. Disamping itu SP-TP juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan

pengawasan terhadap kedisiplinan pekerja dan bila di perusahaan ada kegiatan sosial

mereka dapat mengambil peran sebagai panitia kegiatan.

2. Kepengurusan dan Pengelolaan

 Apakah suatu SP-TP mampu bekerja secara efektif dan profesional sangat tergantung

pada kemampuan dan ketersediaan waktu pengurus. Pemilihan pengurus SP-TP di

masa lalu dilakukan melalui formatur yang sering dicampuri oleh pihak perusahaan yang

turut menentukan pengurus demi kepentingan perusahaan. Pengurus yang bukanpilihan perusahaan – terutama mereka yang “vokal” atau keras dalam menyuarakan hak

pekerja – sering ditekan atau diintimidasi perusahaan. Karena adanya kasus-kasus

seperti itu dimasa lalu maka Pasal 28 UU No.21/2000 mengatur larangan menghalang-

halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk menjadi pengurus atau tidak menjadi

pengurus.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 192: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 192/254

57 Kompas: “Aksi Massa Buruh: Kemenangan Itu Belum Apa-apa”, 24 Juni 2001.

Lembaga Penelitian 42 SMERU, Mei 2002

Saat ini, hampir semua pengurus SP-TP dipilih oleh pekerja. Dalam jumlah kecil,

memang masih ditemui pengurus yang ditunjuk perusahaan. Misalnya di perusahaan

besar produsen sepatu di Tangerang, sekitar 40% dari pengurus dan komisariat ditunjuk

oleh perusahaan. Sementara itu, dalam jumlah kecil ada pengurus SP-TP yang dipilih

atau difasilitasi pihak perusahaan, tetapi pada pemilihan kepengurusan periode

berikutnya pekerja akan memilih langsung calon pengurus SP-TP. Sebagai contoh,

perusahaan besar produsen garmen untuk ekspor di Bandung yang mempunyai sekitar 

2.000 pekerja, telah memfasilitasi pemilihan pengurus SP-TP periode pertama. Pada

periode tahun 2002 ini pekerja akan melakukan pemilihan pengurus langsung.

Jumlah pengurus SP-TP antara 10-12 orang, dibantu beberapa perwakilan pekerja yang

disebut komisariat atau Badan Koordinasi. Pengurus terdiri dari Ketua Umum, beberapa

Ketua Bidang, Sekretaris, dan Bendahara. Bidang-bidang yang ditangani antara lain

pendidikan, pembelaan tenaga kerja, dan kesejahteraan pekerja. Salah satu SP-TP

mempunyai bidang pemberdayaan perempuan. Komisariat berfungsi menampung

aspirasi pekerja dan menyampaikan kebijakan baru kepada pekerja, baik dari

pemerintah maupun dari perusahaan. Biasanya, satu komisariat mewakili 20-50 pekerja.

Berkaitan dengan peran perempuan, porsi perempuan dalam kepengurusan SP-TP

cukup menonjol. Meskipun demikian, posisi ketua masih didominasi pekerja laki-laki.

Contoh yang ekstrim terjadi di suatu SP-TP di perusahaan sepatu modal asing di

Surabaya yang mayoritas pekerjanya adalah perempuan. Dari 11 pengurus SP-TP

sembilan posisi pengurus adalah pekerja perempuan, tetapi ketua dan wakil ketua tetap

dipegang oleh pekerja lakilaki.

Hal yang sama terjadi di perusahaan lain di Bogor yang mempunyai 90% pekerja

perempuan. Sembilan orang dari 11 orang pengurus adalah perempuan, tetapi ketua

dan wakil ketua adalah laki-laki.

Pekerja yang bersedia dipilih menjadi pengurus mempunyai berbagai motivasi, antara

lain untuk menambah pengalaman berorganisasi, menginginkan perubahan positif, ataumemperjuangkan kesejahteraan pekerja dan peningkatannya. Mereka yang bersedia

dipilih tidak selalu mempunyai pemahaman yang baik tentang perundangan dan

peraturan ketenagakerjaan.

Informasi tentang kemampuan pengurus, yang turut mempengaruhi efektivitas SP-TP,

diperoleh dari pihak perusahaan dan pekerja/buruh yang diwawancarai peneliti, juga dari

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 193: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 193/254

kesan sekilas dari para peneliti ketika melakukan wawancara dengan para pengurus.

Penilaian perusahaan tentang kemampuan pengurus terutama dikaitkan dengan

kemampuan mereka dalam memahami perundangan dan peraturan, berunding,

berorganisasi, dan kemampuan memimpin dan mengelola anggota (misalnya mengatasi

tuntutan anggota dan unjuk rasa).

Penilaian pekerja mengenai kemampuan pengurus lebih ditekankan pada kemampuan

yang bersangkutan dalam memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh. Misalnya dalam

menyelesaikan kasus PHK, pemberlakuan UMR, memperjuangkan cuti haid, dan

kenaikan uang makan serta uang transport. Beberapa responden menilai pengurus dari

kemampuan yang bersangkutan dalam meredam unjuk rasa, atau sebaliknya,

menggalang unjuk rasa. Tidak selalu seorang Ketua Pengurus SP-TP mampu

menguasai perundangan dan peraturan ketenagakerjaan. Umumnya diantara pengurus-

pengurus suatu SP-TP, ada satu atau dua pengurus yang menguasai perundangan dan

peraturan yang berlaku walaupun tidak secara rinci.

Lembaga Penelitian 43 SMERU, Mei 2002

Tingkat pemahaman mereka bervariasi, tetapi seragam pada beberapa isu yang

menonjol. Sebagai contoh, ketika ditanyakan tentang hal-hal yang tidak mereka setujui

dalam Kepmenaker, UU, atau RUU, mereka tidak dapat menunjukkan secara rinci

pasal-pasalnya.

Mereka umumnya menyoroti tentang uang pesangon pada Kepmenaker No. Kep-

150/men/2000 atau tentang sulit dan lamanya proses pengadilan pada RUU PPHI.

Kekurangan dalam pemahaman perundangan peraturan ini biasanya dapat diatasi

karena DPC SP/SB Gabungan/federasi akan membantu apabila diperlukan oleh SP-TP .

Pada umumnya para pengurus memiliki pemahaman yang lebih baik tentang

perundangan dan peraturan setelah para pengurus mengikuti berbagai pembinaan yang

umumnya dilakukan oleh SP/SB Gabungan/federasi.

Pengurus kebanyakan dipilih setiap tiga tahun sekali. Namun ada satu atau dua

pengurus yang tidak menyelesaikan masa kerjanya karena diberhentikan sebagai

pekerja atau dihentikan pekerja sebagai pengurus/buruh karena tidak dapatmemperjuangkan nasib pekerja/buruh, atau karena terlalu memihak pada perusahaan.

Salah satu faktor yang juga mempengaruhi efektivitas kerja SP-TP adalah waktu yang

diberikan perusahaan kepada pengurus. Pasal 29 UU No. 21/2000 mengatur bahwa

pengusaha harus memberikan kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota SP/SB

untuk menjalankan kegiatan SP/SB dalam jam kerja yang disepakati oleh kedua belah

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 194: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 194/254

pihak dan/atau yang diatur dalam perjanjian kerja bersama. Hampir semua pengurus

SP-TP memperoleh dispensasi waktu dari pihak perusahaan untuk melakukan aktifitas

organisasinya, baik di dalam maupun di luar perusahaan. Bahkan beberapa perusahaan

mengijinkan pengurus SP-TP untuk melakukan piket secara bergilir di kantor 

sekretariatnya.

Dalam jumlah kecil, terdapat perusahaan membebankan waktu yang digunakan oleh

pengurus SP-TP kepada pengurus yang bersangkutan. Hal ini antar lain terjadi di

sebuah perusahaan tekstil di Bandung yang menggunakan tenaga kerja secara

borongan, sehingga pengurus SP-TP yang tidak melakukan pekerjaan karena

mengurusi organisasinya akan kehilangan penghasilan. Hampir semua perusahaan

menyediakan kantor sekretariat SP-TP yang memadai, bahkan sebagian dilengkapi

dengan peralatan komputer. Di perusahaan yang belum/tidak menyediakan kantor 

sekretariat secara khusus, SP-TP dapat menggunakan ruangan tertentu untuk

melakukan aktifitasnya, seperti ruang satpam atau ruang kerja pengurus SPTP itu

sendiri. Beberapa perusahaan juga menyediakan fasilitas tertentu seperti kendaraan

dan uang makan, ketika pengurus SP-TP dan beberapa karyawannya melakukan

demonstrasi di luar perusahaan.

Hampir semua pengurus SP-TP di semua perusahaan tidak memperoleh insentif, tetapi

mereka senang melakukan tugasnya karena mendapat kepuasan batin mampu

membantu sesama pekerja. Kasus di Surabaya, pengurus satu ST-TP yang

pembentukannya diwarnai oleh campur tangan pihak perusahaan, memperoleh insentif 

antara Rp105.000 – Rp135.000 per bulan dari perusahaan. Insentif bulanan tersebut

akan hangus apabila pada bulan itu terjadi unjuk rasa.

3. Keanggotaan

 Anggota SP-TP umumnya terbatas pada karyawan tingkat bawah, di bawah manager.

Di beberapa perusahaan, hal ini karena dibatasi oleh pihak SP-TP yang tidak mau

mempunyai anggota tingkat manager ke atas untuk menghindari konflik kepentingan.

Meskipun demikian, di beberapa perusahaan ada juga yang memasukkan tingkat

manager kecuali manager personalia, tetapi mereka tidak boleh menjadi pengurus SP-TP. Keanggotaan biasanya berlaku secara otomatis bagi semua karyawan pada tingkat

tertentu yang telah melalui masa percobaan. Alasan keanggotaan otomatis ini untuk

menjaga

Lembaga Penelitian 44 SMERU, Mei 2002

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 195: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 195/254

kekompakan dan karena apabila SP-TP berhasil memperjuangkan sesuatu semua

karyawan akan mendapat nilai tambah yang sama. Dalam jumlah terbatas ada juga

keanggotaan yang menggunakan sistem pendaftaran. Meskipun demikian, umumnya

hampir semua karyawan mendaftar menjadi anggota karena mengakui bahwa

keberadaan SP-TP bermanfaat sebagai wadah untuk mengadu dan mendapat

pembelaan hukum. Beberapa SP-TP meminta pekerja/buruh yang baru masuk

menandatangani surat pernyataan keanggotaan. Bila terdapat dua SP-TP di suatu

perusahaan, biasanya pekerja/buruh akan memilih SP-TP yang dikehendakinya, yang

penting satu pekerja/buruh hanya menjadi anggota dari satu SP-TP seperti yang terjadi

di perusahaan besar PMA produsen garmen di Bekasi dan perusahaan besar PDN

produsen sepatu olah raga di Tangerang. Meskipun demikian, di perusahaan besar di

Surabaya yang mempunyai dua divisi, yaitu divisi produksi plastik dan divisi produksi

metal dua SP-TP berada di dua divisi yang berbeda sehingga pekerja/buruh secara

otomatis atau sukarela akan menjadi anggota SP-TP di divisinya. Pasal 14 UU No.

21/2000 mengatur bahwa seorang pekerja/buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari

satu SP/SB di satu perusahaan. Dalam prakteknya, di perusahaan sampel tidakn

diketemukan pekerja yang menjadi anggota di lebih dari satu SP/SB.

4. Iuran dan Dana Operasional

Konsekuensi pekerja jika bergabung pada SP-TP adalah mereka harus memenuhi

kewajiban membayar iuran kepada SP-TP. Dana yang terkumpul tersebut kemudian

dimanfaatkan oleh SP-TP dan SP/SB yang menjadi gabungan/federasi SP-TP tersebut

untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Bagi SP-TP yang memiliki afiliasi, sekitar 40%-

50% dari iuran ini digunakan untuk keperluan SP-TP, sisanya disetorkan kepada SP/SB

afiliasinya di tingkat kabupaten/kota, propinsi, dan pusat dengan proporsi tertentu.58

Dana bagi SP-TP digunakan untuk kepentingan organisasi, seperti untuk biaya transpor 

dan pelatihan, namun tidak ada dana yang disisihkan untuk insentif pengurus SP-TP.

Kecuali satu SP-TP di Bogor dimana Ketua memperoleh Rp100.000 per bulan dan

pengurus lainnya menerima antara Rp50.000- Rp75.000 per bulan. Pengurus SP/SB

gabungan/federasi di tingkat kabupaten/kota, propinsi, hingga pusat memperolehinsentif dari iuran anggota. Besarnya iuran ditentukan dalam ADART SP-TP, biasanya

1% dari upah pekerja/buruh, meskipun ada yang menentukan 0,5% dari upah. Dalam

prakteknya iuran hampir merata antar SP-TP di semua wilayah, yaitu Rp1.000 per bulan

per pekerja, atau lebih rendah dari 1% upah pekerja/buruh. Dalam jumlah kecil

beberapa SP-TP dan SP/SB gabungan/federasi menentukan iuran antara Rp2.000 –

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 196: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 196/254

Rp5.000 per anggota per bulan, namun juga ditemui SP-TP yang menarik iuran kurang

dari Rp1.000 per anggota per bulan. Pada umumnya iuran dipotong langsung oleh

bagian keuangan perusahaan dari upah yang menjadi hak pekerja/buruh. Kemudian

pengurus SP-TP akan mengambil iuran tersebut ke bagian keuangan. Satu perkecualian

di SP-TP FSPTSK di Surabaya yang menarik iuran langsung dari pekerja/buruh melalui

badan koordinator. Tidak diketahui secara pasti berapa jumlah iuran per anggota yang

ideal. Pekerja/buruh tidak berkeberatan dengan iuran yang selama ini diberlakukan

asalkan SP-TP berperan efektif.

Selain iuran bulanan, pekerja/anggota juga diwajibkan mempunyai kartu tanda anggota

(KTA) dengan biaya sekitar Rp4.000 yang ditanggung pekerja. Mengingat bahwa dana

yang dikumpulkan dari pekerja relatif sedikit, bergantung pada jumlah anggota, dan

masih harus dibagi kepada SP/SB gabungan/federasi di setiap tingkatan, sukar 

dibayangkan SP/SB gabungan/federasi dapat bertahan tanpa dukungan dari sumber 

lain. Salah satu indikasi kuat yang perlu penelitian lebih dalam sebagaimana disebutkan

di bagian terdahulu pada bab ini, adalah sebagian SP/SB gabungan/federasi

mempunyai dukungan politik dan pendanaan dari kelompok tertentu.

58 Biasanya sekitar 30% DPC, 10% DPD, dan 10% DPN.

Lembaga Penelitian 45 SMERU, Mei 2002

5. Pembinaan

Kondisi hubungan industrial tidak lepas dari efektifitas dan profesionalisme organisasi

dan pengurus SP/SB. Dalam rangka meningkatkan efektifitas dan profesionalisme

tersebut, pembinaan menjadi faktor penting. Pembinaan terhadap SP-TP yang

bergabungan/federasi kebanyakan dilakukan oleh SP/SB di tingkat kabupaten/kota,

DPC (Dewan Pimpinan Cabang). Materi pembinaan antara lain dasar-dasar 

keorganisasian, hak/kesejahteraan pekerja, pedoman dasar penyusunan KKB/PKB,

penyelesaian perselisihan, dan sistem audit internal. Kadang-kadang SP/SB di tingkat

nasional/pusat bekerjasama dengan ILO juga memberikan pembinaan.

Pembinaan yang dilakukan SP/SB gabungan/federasi terhadap SP-TP yang menjadi

gabungan/federasinya cukup memadai. Sebagai contoh, hampir semua DPC SP/SBgabungan/federasi melakukan tatap muka dengan pengurus SP-TP secara rutin setiap

bulan di Kantor DPC. DPC FSPTSK di Kota Surabaya pernah mengirim beberapa

pengurus SP-TP mengikuti pelatihan yang diselenggarakan di Bogor yang

diselenggarakan sebuah ornop internasional. Pada tahun 1994, setiap badan koordinasi

pekerja/buruh di perusahaan besar produsen sepatu di Bekasi mendapat kesempatan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 197: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 197/254

dari DPC SPSI untuk mengikuti pelatihan dari ILO. DPC SPSI Kota Surabaya dan DPD

SPSI Jawa Timur memberikan penjelasan tentang perundangan dan keorganisasian

dalam rapat pleno yang diselenggarakan 3 bulan sekali kepada perusahaan besar 

pengolah kayu dengan tenaga kerja 1.750 orang dan perusahaan besar produsen

tile/ubin keramik dengan tenaga kerja 2.500 orang. Sementara itu DPC FSPSI di

Bandung mendatangi SP-TP yang berafiliasi pada SPSI-PHRI setiap bulan untuk

menanyakan jumlah anggota dan menyampaikan sejumlah peraturan. Namun demikian

ada yang melakukannya tidak secara periodik, hanya berdasarkan permintaan

Beberapa SP gabungan/federasi juga memiliki jaringan untuk melakukan pertemuan di

tingkat nasional untuk membahas peraturan/kebijakan pemerintah.

Beberapa SP-TP juga mendapat pembinaan dari perusahaan. Satu perusahaan di

Surabaya justru berpendapat bila perusahaan telah setuju SP-TP dibentuk, maka SP-

TP tersebut harus dibina agar menjadi mitra yang baik. Kekurangan perusahaan yang

banyak mengalami unjuk rasa pekerjanya adalah tidak melakukan pembinaan dan

kurang berkomunikasi dengan SPTPnya.

Selain memberikan pelatihan tentang peraturan pemerintah sehingga kedua pihak

memiliki persepsi yang sama dan memudahkan perundingan, perusahaan juga

melakukan tatap muka/pertemuan secara rutin dengan pekerja dan SP-TP,

mengundang pihak pemerintah (Disnaker) untuk melakukan pembinaan, mengirim atau

mengijinkan pekerja (SP-TP) mengikuti pertemuan SP di tingkat regional atau nasional.

Beberapa perusahaan di Surabaya mempunyai prinsip bahwa mereka juga harus

membina SP-TP, dan memberikan ijin dan bantuan biaya untuk pengurus SP-TP yang

mengikuti seminar di luar perusahaan. Perusahaan ini bahkan mengirim SP-TP untuk

melakukan studi banding ke luar negeri dalam rangka mempelajari SP-TP yang

berkembang di negara lain.

6. Keberadaan dan Jumlah SP-TP

Keberadaan/jumlah SP-TP di wilayah penelitian59 masih sedikit dibandingkan jumlah

perusahaan -besar dan sedang- di wilayah penelitian. Selain karena banyak perusahaan

masih keberatan dengan pembentukan SP-TP, kesadaran dan keinginan pekerja/buruhuntuk membentuk SP-TP masih rendah. Umumnya pekerja berminat membentuk SP-TP

setelah menghadapi perselisihan dengan perusahaan yang sulit diselesaikan. Di setiap

wilayah, ratarata jumlah SP-TP hanya sekitar 10%-20% dari jumlah perusahaan.

Sejak tahun 2001, sesuai dengan UU No. 21 Tahun 2000 (Pasal 18), setiap SP-TP,

termasuk federasi dan konfederasi, harus memberitahukan secara tertulis kepada

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 198: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 198/254

instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan60 setempat

untuk dicatat.61 Hal ini juga berlaku bagi SP-TP yang sebelumnya telah mendaftarkan

diri. Dalam pelaksanaannya, syarat agar tercatat, SP-TP harus menyerahkan anggaran

dasar, anggaran rumah tangga, susunan pengurus, daftar anggota beserta tanda

tangannya62, keterangan domisili, surat pendaftaran dari Depnaker bagi yang telah

mendaftar. Setelah mencatatkan diri SP-TP akan memperoleh nomor register. SP-TP

yang telah memiliki nomor register dan mempunyai hak untuk berunding atas nama

pekerja dalam membuat KKB/PKB. Beberapa SP-TP menyatakan mereka dikenakan

biaya ketika mendaftarkan diri, tetapi tidak dikenakan biaya lagi untuk mencatatkan

kembali. Namun kesempatan ini kadang-kadang dimanfaatkan oleh oknum Disnaker 

untuk memperoleh “tambahan penghasilan”, misalnya dengan menjual buku tentang

peraturan ketenagakerjaan. Satu SP-TP di Bekasi menyatakan bahwa biaya

pendaftaran Rp200.000.

7. Efektivitas Peran SP-TP

Sebagaimana SP/SB gabungan/federasi, efektivitas sebuah SP-TP tidak hanya dinilai

dari efektivitasnya dalam memperjuangkan kepentingan dan hak buruh sebagaimana

tercantum dalam UU No. 21/2000, tetapi juga dari cara SP/SB tersebut berorganisasi,

memahami peran dan fungsinya, memahami peraturan yang ada, menyampaikan

tuntutan, berunding, dan menyelesaikan perselisihan. Tingkat kepuasan pekerja/buruh

 juga menjadi ukuran penilaian terhadap efektivitas kerja SP-TP.

Dibandingkan dengan SP/SB gabungan/federasi, peranan SP-TP dinilai lebih penting

karena langsung berhubungan dengan pekerja dan perusahaan, sehingga dapat

menentukan harmonis tidaknya suatu hubungan industrial. Menurut pengurus SP-TP,

peran utama SP-TP adalah memperjuangkan dan melindungi pekerja/buruh, serta

meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh. Peranan SP-TP (termasuk SP/SB

gabungan/federasi) menurut UU No. 21/2000 sebagaimana disebutkan pada Bab IV

adalah untuk memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan

pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan

Disnaker atau Kandepnaker.Pasal 22 (ayat 2) UU No. 21/2000 menyatakan bahwa buku pencacatan tersebut harus

dapat dilihat setiap saat dan terbuka untuk umum.

Menurut peraturan yang berlaku, daftar anggota beserta tanda tangannya tidak

disebutkan sebagai salah satu syarat.

Lembaga Penelitian 47 SMERU, Mei 2002

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 199: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 199/254

pekerja/buruh dan keluarganya. Dalam memperjuangkan kepentingan pekerja, cara

efektif yang digunakan SP-TP dan perusahaan adalah berunding dengan pihak

pengusaha hingga akhirnya dapat mencapai satu kesepakatan. Perundingan dapat

dimulai dengan pembentukan KKB/PKB. Meskipun demikian, beberapa pekerja/buruh

menganggap cara kerja yang lebih efektif adalah dengan unjuk rasa dan mogok kerja.

Secara umum, pekerja/buruh yang diwawancarai dalam penelitian ini menilai bahwa

selama ini SP-TP yang berada di perusahaannya telah bekerja efektif, terutama dalam

mendengarkan atau menjadi wadah keluhan pekerja/buruh, memperjuangkan

kepentingan dan hak pekerja/buruh, menyelesaian perselisihan termasuk dalam

mendampingi pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan, menjadi tempat

berlindung pekerja/buruh, dan menjadi jembatan atau penengah antara pekerja/buruh

dan pihak perusahaan. Pekerja di perusahaan besar, PMA, produsen garmen di Bogor 

menilai SP-TPnya yang berafiliasi pada FSPTSK sangat efektif karena 75% anggotanya

pro pekerja/buruh.

Sementara itu pekerja/buruh yang diwawancarai justru berpendapat bahwa selain hanya

memperjuangkan pekerja/buruh mereka juga menilai dari sisi lain. Sebagai contoh,

pekerja/buruh di perusahaan besar, PMA, produsen barang logam di Bogor menilai SP-

TP yang berafiliasi pada SPMI sangat efektif karena sebelum bertindak SP-TP ini juga

menggunakan nara sumber dari luar dan melakukan survei pasar terlebih dahulu.

Pekerja/buruh di perusahaan besar produsen makanan di Jakarta menilai walau

perselisihan dapat diselesaikan meskipun pengurusnya kurang berpengalaman

sehingga kurang efektif. Perusahaan besar produsen garmen dengan tenaga kerja

1.200 orang di Bekasi menilai SP-TPnya efektif justru karena dapat mengendalikan

pemogokan.

Menurut pihak perusahaan, secara umum, peranan SP-TP efektif dalam menjembatani

pihak perusahaan dengan pekerja/buruh. Kekurang-efektifan SP-TP disebabkan

pengurus kurang dewasa dan kurang bermampu dalam mengelola SP-TP, termasuk

dalam berorganisasi, mengelola anggota, berunding, dan memahami perundangan dan

peraturan yang berlaku.Sebagi contoh perusahaan besar produsen garmen dengan tenaga kerja sekitar 7.800

pekerja di Bogor menilai pengurusnya kurang mampu dalam menghadapi tuntutan

pekerja/buruh dan kurang mensosialisasikan hasil perundingan bipartite kepada

anggotanya.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 200: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 200/254

Efektivitas SP-SP juga dapat dilihat dalam perundingan, termasuk perundingan

KKB/PKB, dan dalam proses menyelesaikan perselisihan. Kedua hal ini baru akan

diketahui setelah pemaparan Bagian B tentang KKB/PKB dan Bagian C tentang

perselisihan dan penyelesaian perselisihan berikut ini.

Selain memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh, sebagian besar SP-TP menyadari

bahwa mereka adalah mitra kerja perusahaan, meskipun sebagian lainnya menganggap

perusahaan sebagai pihak yang tidak selalu setuju dengan peningkatan kesejahteraan

pekerja/buruh sehingga harus diingatkan. Beberapa SP-TP turut membantu perusahaan

dalam peningkatan disiplin pekerja. Sebagai contoh, satu SP-TP di satu perusahaan di

Bekasi melakukan pembinaan kepada seluruh pekerja setiap hari Senin pagi selama 1

 jam. Topik pembinaan berkaitan dengan hak dan kewajiban pekerja dengan penekanan

supaya bekerja dengan baik dan disiplin. Peranan SP-TP di beberapa perusahaan

bahkan kadang-kadang di luar masalah ketenagakerjaan, misalnya dalam urusan sosial,

kegiatan olahraga, musik, peringatan hari besar nasional, memberikan bantuan uang

dan tenaga apabila ada pekerja yang sakit. Namun beberapa SP-TP juga membatasi

peranannya, mereka hanya menangani permasalahan ketenagakerjaan, sementara hal-

hal yang berkaitan dengan teknis produksi ditangani oleh atasan langsung pekerja

(mandor).

Berdasarkan pengamatan lapangan pada masa transisi ini sebagian besar SP-TP justru

menunjukkan cara kerja yang efektif dan profesional dalam menjalankan peran dan

fungsinya. Beberapa SP-TP berhasil memperjuangkan kepentingan pekerja melalui

perundingan denganLembaga Penelitian 48 SMERU, Mei 2002perusahaan tanpa

kekerasan. tetapi ada pula satu atau dua kasus dimana pengurus SP-TP beradu fisik

dengan perusahaan ketika melakukan perundingan.

Pada Bagian B dan C Bab VI berikut ini akan disajikan dua isu yang dapat memberikan

gambaran efektifitas/tidaknya SP-TP, yaitu tentang Kesepakatan Kerja

Bersama/Perjanjian Kerja Bersama (KKB/PKB) dan perselisihan serta

penyelesaiaannya. Efektivitas SP-TP dapat dilihat dari proses perundingan dalam

mencapai KKB/PKB dan dalam menyelesaikan suatu perselisihan.B. PERATURAN PERUSAHAAN (PP) DAN

PERJANJIAN/KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (PKB/KKB)

Bagian B Bab VI ini secara khusus akan menyajikan dan membahas praktek PP dan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 201: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 201/254

PKB/KKB di lapangan. Pada bagian awal akan disajikan keberadaan PKB/KKB di

perusahaan sampel, dan selanjutnya akan disajikan pembahasan lebih luas tentang PP

dan PKB/KKB.

Khusus mengenai PKB/KKB, akan diulas mengenai:

(i) ringkasan dari definisi arti dan pembentukan PP dan PKB/KKB;

(ii) contoh isi PKB/KKB untuk mengetahui apakah PKB/KKB tersebut telah memuat

hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; dan

(iii) proses perundingan antara pengusaha dan pekerja dalam penyusunan PKB/KKB.

Selanjutnya akan dibahas efektifitas PP dan PKB/KKB dalam menjamin hubungan

industrial yang lebih baik antara pengusaha dan pekerja/buruh, termasuk apakah

KKB/PKB tersebut telah ditaati oleh kedua pihak dan digunakan sebagai acuan dalam

penyelesaian perselisihan.

Dalam Bab ini juga akan dibahas kaitan PKB/KKB dengan PP dan bagaimana proses

transisi PP menuju PKB/KKB. Bahasan yang dilakukan oleh Tim SMERU didasarkan

pada beberapa PP, PKB/KKB dan penjelasan yang berhasil diperoleh dari beberapa

perusahaan dan/atau SP-TP sampel dan dilengkapi informasi dari media cetak. Hal ini

karena beberapa perusahaan responden, khususnya di Surabaya, tidak bersedia

memperlihatkan PP ataupun KKB/PKB kepada para Tim SMERU. Mereka tidak

memberikan alasan yang pasti mengapa tidak bersedia memperlihatkan PP atau

KKB/PKB, kecuali bahwa PKB/KKB tersebut sedang dalam proses perundingan.

Sekalipun demikian, Tim peneliti berhasil memperoleh sekitar 5 PP, 3 PKB, 13 KKB dan

1 Rancangan PKB.

UU dan Peraturan

Peraturan Perusahaan (PP) diatur antara lain dalam Peraturan Menakertranskop No.

Per/02.Men/1978 tentang Peraturan Perusahaan dan Perundingan Pembuatan

Perjanjian Perburuhan. Peraturan tersebut menyatakan bahwa PP adalah peraturan

yang dibuat secara tertulis yang membuat ketentuan tentang syarat-syarat kerja serta

tata-tertib perusahaan.

Pada Pasal 2 dinyatakan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan sejumlah 25orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan.

Sementara Kesepakatan Kerja Bersama atau KKB (kini dikenal sebagai Perjanjian Kerja

Bersama atau PKB) diatur dalam Permenaker No. Per-01/Men/85 tentang Tata Cara

Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama. Pada Pasal 1 Permenaker No. Per-01/Men/85

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 202: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 202/254

tersebut KKB diartikan sebagai Perjanjian Perburuhan sebagaimana dimaksud dalam

UU

Lembaga Penelitian 49 SMERU, Mei 2002

No. 21/1954.63 Menurut S. Sianturi, Mantan Dirjen Binawas Depnaker64, PKB/KKB

diprioritaskan pemerintah bagi perusahaan yang karyawannya lebih dari 100 orang.

Perusahaan yang belum menghasilkan PKB/KKB dan memiliki lebih dari 25 pekerja

diwajibkan membuat Peraturan Perusahaan (PP). Perubahan PP menjadi KKB diatur 

dalam surat Dirjen Binawas No.B.444/BW/1995 tentang Peningkatan PP menjadi KKB.

Menurut Simanjuntak, Mantan Dirjen Binawas Depnaker,65 KKB dan PP mempunyai

makna yang sama, yaitu memuat hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha, serta

bagaimana hak dan kewajiban tersebut dilindungi dan dilaksanakan. Baik isi KKB

maupun PP selalu diteliti terlebih dahulu oleh Pemerintah cq Departemen Tenaga Kerja

supaya tidak bertentangan dengan ketentuan hukum. Setelah disepakati wakil pekerja

dan pengusaha, pemerintah ikut menyaksikan penandatanganan KKB. Demikian pula

dengan PP. Setelah diteliti dengan seksama, Pemerintah akan mensahkan PP.

Masih menurut Simanjuntak, dilihat dari isi atau kepentingan pekerja, ketentuan dalam

KKB tidak selalu lebih baik daripada PP. Bila terjadi kasus perselisihan hubungan

industrial, KKB dan PP mempunyai bobot yang sama sebagai referensi utama dalam

penyelesaian perselisihan. Namun perbedaan kecil antara KKP dan PP terletak pada

proses pembentukan, yaitu isi KKB dimusyawarahkan dan disepakati wakil pengusaha

dan wakil pekerja. Sementara dalam perumusan PP, pemerintah selalu menganjurkan

agar perusahaan yang belum memiliki SP-TP berkonsultasi dengan wakil pekerja.

Setelah itu pemerintah akan meneliti rumusan PP sesuai dengan ketentuan hukum yang

ada.

PKB/KKB yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja/buruh menjadi bagian penting dalam

menciptakan hubungan industrial yang ideal antara pengusaha dan pekerja/buruh.

Ketetapan PKB/KKB akan menjadi acuan dan ditaati oleh pengusaha dan pekerja/buruh

untuk mengatur hak dan kewajiban masing-masing. Disamping itu PKB/KKB dan PP

 juga dapat menjadi acuan terbaik dalam musyawarah untuk menyelesaikan keluhan,perbedaan pendapat atau perselisihan antara pengusaha dan pekerja. Oleh karena itu

yang terbaik adalah pihak perusahaan, bersama-sama wakil pekerja, dapat

membagikan dan menjelaskan isi PKB/KKB dan PP kepada seluruh pekerja, agar 

masing-masing memahami secara baik dan mematuhi hak dan kewajiban yang telah

disepakati bersama.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 203: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 203/254

Perbedaan antara PP dan PKB/KKB terletak pada pasal-pasal pada PKB/KKB yang

merupakan hasil kesepakatan perusahaan dan pekerja/buruh, sedangkan PP adalah

aturan yang dibuat perusahaan, dengan atau tanpa masukan dari pekerja/buruh. PP

sering digunakan sebagai acuan dalam penyusunan KKB untuk pertama kalinya.

Biasanya sebelum memiliki KKB, perusahaan menjalankan aturan berdasarkan PP.

Keberadaan PP dan PKB/KKB

Dari 47 perusahaan responden sekitar 39 perusahaan responden telah mempunyai SP-

TP (lihat Tabel 4 berikut).

63 Dalam Pasal 1 UU No.21/1954, disebutkan bahwa Perjanjian Perburuhan adalah

perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat atau serikat-serikat buruh yang telah

didaftarkan pada Kementrian Perburuhan dengan majikan, majikan-majikan,

perkumpulan atau perkumpulan-perkumpulan yang berbadan hukum, yang pada

umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat, yang harus diperhatikan didalam

perjanjian kerja.

64 Bisnis Indonesia, “ Baru 10.962 perusahaan yang punya KKB”, 2 Oktober 1997.

65 Suara Pembaharuan, “Kesepakatan Kerja Bersama dan Peraturan Perusahaan”, 15

Maret 1993.

Lembaga Penelitian 50 SMERU, Mei 2002

Tabel 4. Perusahaan Responden yang mempunyai PP dan KKB/PKB (N= 47)

Perusahaan PP PKB/KKB Tidak ada*

> 25** < 25** > 100** < 100** > 100 ** < 100**

Dengan SPTP 9 0 26*** 1 1 0

Tanpa SPTP 5 0 0 0 0 4

Jumlah 14 0 26 1 1 4

Persentase 30% 58% 12%

Keterangan: * Tidak ada PP, KKB, atau PKB.

** Jumlah pekerja; *** Masih dalam bentuk draft

Menurut data Depnaker 1997, dari 163.846 perusahaan di Indonesia (terdiri dari 30.017

perusahaan sedang dan 13.552 perusahaan besar) hanya 10.962 perusahaan atau6,7% yang memiliki KKB. Pada tahun yang sama, jumlah SPTP sebanyak 14.023 berarti

78% diantaranya telah memiliki KKB.66 Menurut Ketua Umum SPSI67 pada tahun

1997 jumlah KKB yang tercatat 23.525, sedangkan jumlah SPTP yang terdaftar di F-

SPSI baru 12.747 unit, sehingga sedikitnya 10.776 KKB merupakan KKB ‘jadi-jadian’

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 204: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 204/254

yang diduga menjadi pemicu meningkatnya konflik dan perselisihan antara pekerja

dengan pengusaha. KKB ini diduga tidak memenuhi ketentuan pemerintah.

Di lapangan, misalnya di Propinsi Jawa Timur, sampai dengan Januari 2001 tercatat

sebanyak 2.175 SPTP dan 1.429 KKB yang telah disepakati. Sementara jumlah PP

yang telah dibentuk hingga periode yang sama adalah 4.504 PP.

Peraturan Perusahaan (PP)

Responden yang masih menggunakan PP adalah lima perusahaan yang belum

terbentuk SPTP dengan 45 – 300 pekerja/buruh, dan satu perusahaan besar dengan

SP-TP dan 3.800 pekerja/buruh yang memutuskan tetap menggunakan PP daripada

PKB/KKB. Dua perusahaan perhotelan dengan SP-TP, satu perusahaan sedang PMA

dengan 86 pekerja/ buruh dan telah membentuk SP-TP telah mempunyai PP.

Meskipun dalam Peraturan Menakertranskop No.Per/02.Men/1978 telah diatur bahwa

dalam penyusunan PP ada keharusan berkonsultasi dengan buruh, pada kenyataannya

PP lebih banyak dibuat secara sepihak oleh perusahaan.

Informasi dari lapangan menjelaskan bahwa proses pembuatan PP dimulai dari draft PP

oleh perusahaan yang kemudian diajukan kepada Disnaker/Kandepnaker untuk

diperiksa agar semua hal yang diatur pada PP tidak bertentangan dengan peraturan

pemerintah yang berlaku. Apabila telah sesuai dengan peraturan pemerintah maka akan

disahkan oleh Disnaker. Proses pengesahan PP ini biasanya hanya kurang dari satu

minggu. Biaya pemeriksaan dan pengesahan bervariasi, tergantung dari skala usaha

perusahaan, berkisar antara Rp50.000 – Rp150.000. Menurut aturan, PP harus

diperbaharui setiap 2 tahun sekali.

Nampaknya jadual ini selalu dapat dipenuhi oleh pihak perusahaan.

Berikut ini adalah contoh isi PP dari satu perusahaan besar di Surabaya, sebagai

berikut:

  ketentuan umum yang menjelaskan batasan dan tujuan PP;

  hubungan kerja, seperti penerimaan atau mutasi pekerja/buruh;

  waktu kerja dan kerja lembur;

66 Bisnis Indonesia, “ Baru 10.962 perusahaan yang punya KKB”, 2 Oktober 1997.67 idem.

Lembaga Penelitian 51 SMERU, Mei 2002

  pembebasan dan kewajiban bekerja, seperti pengaturan cuti;

  pengupahan termasuk sistemnya dan upah selama sakit;

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 205: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 205/254

  tata tertib kerja seperti kewajiban bekerja dan larangan bagi pekerja/buruh serta

sanksi;

  pemutusan hubungan kerja (PHK);

  perlindungan dan kesehatan kerja;

  kesejahteraan pekerja/buruh, terdiri dari THR, tempat ibadah, koperasi pekerja/buruh,

dan Jamsostek; dan

  ketentuan penutup diantaranya memuat penyelesaian keluh kesah.

Perjanjian Kerja Bersama/Kesepakatan Kerja Bersama (KKB/PKB)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1985 dan Permenaker No. 2 Tahun

1993, Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)/Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dibuat oleh

perusahaan yang telah memiliki SP-TP. Peningkatan PP menjadi KKB ditekankan

Menaker melalui surat Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan

Ketenagakerjaan No. B.444/M/BW/95 yang ditujukan kepada seluruh KaKanwil

Depnaker di Indonesia.68 Sejak tahun 2001, nama KKB diubah menjadi PKB. 69

Namun karena di beberapa perusahaan KKB lama masih berlaku dan belum diubah,

maka pihak perusahaan dan pekerja/buruh masih menggunakan istilah KKB.

Isi PKB/KKB PKB/KKB yang diperoleh di lapangan rata-rata berupa buku saku

berukuran kecil. Butirbutir yang diatur dalam PKB pada umumnya seragam di semua

wilayah penelitian, yaitu: ketentuan umum, pengakuan dan fasilitas bagi SP, hubungan

kerja, waktu kerja, pengupahan, keselamatan dan kesejahteraan kerja, cuti-ijin tidak

bekerja dan hari libur, peraturan tata-tertib, sanksi-sanksi terhadap pelanggaran, PHK,

dan penyelesaian keluh kesah. Satu perusahaan di Bekasi juga memasukkan peraturan

tentang produktivitas, perawatan kesehatan, dan usaha peningkatan kesejahteraaan.

Demikian juga dengan KKB yang hampir seragam di seluruh wilayah.

Contoh isi KKB di tiga perusahaan besar, dua PMA dan satu PMDN dari tiga wilayah

yang berbeda disajikan pada Lampiran 9.

Proses Perundingan

Informasi lapangan menunjukkan bahwa secara umum proses pembuatan KKB/PKB

melibatkan pekerja/buruh yang diwakili oleh SP-TP dan perusahaan. Satu perusahaanbesa produsen tekstil di Bandung bahkan melibatkan 90% karyawannya dalam proses

penyusunan KKB/PKB. Namun demikian dalam jumlah kecil ada kasus dimana PKB

dibuat oleh perusahaan dan SP-TP hanya membaca dan harus menyetujuinya. Contoh

kasus tersebut

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 206: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 206/254

68 Isi surat tersebut sebagai berikut: Untuk mengatasi meningkatnya perselisihan

hubungan industrial perlu secara dini hak dan kewajiban pelaku proses produksi diatur 

dalam KKB. Kenyataan menunjukkan bahwa pada perusahaan yang telah memiliki KKB

tidak terjadi masalah berarti. Sehubungan dengan hal tersebut para KaKanwil diminta

untuk mendorong perusahaan yang telah mempunyai Peraturan Perusahaan dan

diperpanjang dua kali agar meningkatkan PP nya menjadi KKB. Apabila di perusahaan

belum terbentuk serikat pekerja/buruh, maka perlu lebih dahulu didorong untuk

membentuk UK-SPSI atau SPTP. 69 Berdasarkan informasi dari responden di lapangan,

informasi tentang peraturan pemerintah yang mengatur tentang hal ini tidak tersedia.

Dari PKB/KKB yang dihimpun Tim SMERU di lapangan, beberapa kesepakatan kerja

yang dikeluarkan pada tahun 2001 telah menggunakan istilah PKB.

Lembaga Penelitian 52 SMERU, Mei 2002

terjadi di sebuah perusahaan besar PMDN produsen garmen dengan 1.200 pekerja di

Bekasi. Pada umumnya pihak perusahaan diwakili oleh presiden direktur, manager 

personalia, dan manager produksi. Beberapa perusahaan juga menggunakan kuasa

hukum yang bukan pegawai perusahaan. Sementara itu, pihak pekerja/buruh diwakili

oleh pengurus SP-TP, dan kadang-kadang koordinator diikutsertakan dalam proses

perundingan. Perusahaan dan SP-TP responden menyatakan bahwa ketika draft

pertama PKB/KKB dibuat ada tiga cara yang dilakukan.70 Pertama, perusahaan dan

SP-TP masing-masing membuat draft; kedua, perusahaan membuat draft dan diajukan

kepada SP-TP; atau ketiga, pihak SP-TP mengajukan draft untuk diajukan ke

perusahaan. Setelah draft dipelajari kedua belah pihak, kemudian dilakukan

perundingan, yang biasanya dilakukan beberapa kali. SP-TP umumnya mengusulkan

hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan pekerja/buruh/anggota, sedangkan

perusahaan mengusulkan tentang tata tertib. Proses ini cukup menunjukkan bahwa

PKB/KKB memang telah mengakomodasi keinginan kedua belah pihak. Di satu

perusahaan besar produsen kayu molding di Surabaya, pihak perusahaan membuat

draft kemudian didiskusikan dengan SP-TP dalam suatu forum sehingga dapat diketahui

oleh pekerja/buruh. Selanjutnya SP-TP dan forum meminta klarifikasi tentang hal yangbelum jelas dan juga mengajukan perbaikan. Perusahaan besar lain di Surabaya yang

pernah mengalami mogok kerja solidaritas secara besar-besaran, kini mendiskusikan

draft setiap minggu dengan SP-TP dan melakukan penggalian aspirasi dari

pekerja. Aspirasi tersebut disampaikan pada rapat KKB.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 207: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 207/254

Rancangan PKB yang telah disepakati oleh kedua belah pihak kemudian diserahkan

kepada Disnaker untuk diperiksa mengenai ada tidaknya pasal yang bertentangan

dengan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku. Rata-rata PKB/KKB di perusahaan

sampel berlaku dua tahun dan dapat diperpanjang satu tahun.

Setelah kesepakatan tercapai, selain ditandatangani oleh pihak perusahaan dan SP-TP,

PKB/KKB juga ditandatangani oleh saksi, yaitu Disnaker dan Tim yang berunding.

Penandatangan PKB/KKB dari pihak perusahaan adalah Presiden Direktur/Wakil

Presiden Direktur dan General Manager Personalia. Penandatangan dari pihak

pekerja/buruh adalah Ketua SP-TP dan/atau beberapa pengurusnya. Di beberapa

perusahaan wakil pekerja/buruh yang ikut berunding juga menandatangani.

Perusahaan responden yang sudah mempunyai PKB/KKB menjelaskan bahwa

penyusunan draft pertama PKB/KKB biasanya membutuhkan waktu cukup lama, sekitar 

enam bulan bahkan tahunan. PKB/KKB berikutnya, yang ditinjau dua atau tiga tahun

kemudian, hanya menampung usulan baru SP-TP dan pihak perusahaan. Proses

penyusunannya untuk merundingkan perubahanperubahan lebih singkat, sekitar tiga

bulan atau kurang.

Perubahan isi PKB/KKB biasanya berkaitan dengan nilai rupiah yang akan dibayarkan,

antara lain peningkatan upah dan tunjangan. Proses perundingan yang lama sering

menyebabkan pekerja/buruh tidak sabar dan memicu perselisihan dengan pihak

pengusaha. Ketika penelitian dilakukan, SP-TP di satu perusahaan besar di Surabaya

pembuat produk plastik dan metal belum menyetujui draft KKB sehingga KKB belum

ditandatangani.

 Akibatnya, perusahaan kemudian memberlakukan kesepakatan lama.

70 Draft PKB/KKB pertama mengacu pada PP, sedangkan PKB berikutnya mengacu

pada PKB/KKB sebelumnya.

Lembaga Penelitian 53 SMERU, Mei 2002

Efektivitas PP dan PKB/KKB

PKB/KKB merupakan kesepakatan bersama, tetapi penentu utamanya adalah

pelaksanaannya di lapangan, baik oleh pengusaha maupun pekerja/buruh. Kasusperselisihan biasanya terjadi justru mengenai masalah-masalah di luar hal-hal yang

telah menjadi kesepakatan bersama. Misalnya, seperti yang baru-baru ini terjadi pada

pelaksanaan kenaikan upah minimum dan tuntutan kenaikan upah, uang transpor, uang

makan, uang susu, sebagai akibat kenaikan BBM. Oleh karena itu secara umum dapat

disimpulkan PKB/KKB dinilai belum cukup efektif untuk menahan perselisihan industrial

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 208: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 208/254

karena ternyata masih ada hal-hal yang belum menjadi kesepakatan dan sering menjadi

penyebab perselisihan. Informasi lapangan menunjukkan bahwa perusahaan yang

belum memiliki PKB/KKB dan masih memberlakukan PP ternyata tetap mempunyai

hubungan industrial yang cukup baik antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pihak

pengusaha mengakui bahwa sebagai acuan PKB/KKB efektif dalam menyelesaikan

perselisihan, tetapi tidak untuk menahan agar tidak terjadi perselisihan dan mogok kerja.

Satu perusahaan PMA di Bogor yang memproduksi obat, merasakan pentingnya

memiliki PP dan KKB/PKB karena perusahaan ini memproduksi obat yang dikonsumsi

masyarakat umum. Perusahaan ini menilai kualitas produknya sangat bergantung pada

pelaksanaan KKB/PKB.

Contoh kasus yang menunjukkan efektif atau tidaknya PKB/KKB dapat kita lihat di

sebuah perusahaan besar produsen makanan di Jakarta yang mempunyai tenaga kerja

800 orang. Perusahaan ini telah memberlakukan KKB yang dibuat 10 tahun yang lalu

dan hingga kini belum pernah diperbaiki atau diubah. Pekerja/buruh merasa pesimis

bahwa perusahaan akan melakukan perubahan karena dalam prakteknya sebagian isi

KKB tidak dilaksanakan oleh perusahaan. Sementara itu, pekerja/buruh di perusahaan

lain di Jakarta yang memproduksi makanan dengan tenaga kerja 200 orang dan tidak

mempunyai SP-TP merasa tidak memerlukan KKB karena perusahaan telah konsisten

menjalankan hak-hak normatif pekerja/buruh. Perubahan dalam peraturan pemerintah

yang sering terjadi menyebabkan penyusunan KKB tersendat.

Contoh lainnya untuk mengevaluasi efektivitas PKB/KKB adalah kasus di satu

perusahaan dengan 2.800 pekerja/buruh di Bogor, Tangerang, dan Jakarta.

Pekerja/buruh di pabrik yang berlokasi di Jakarta dengan SP-TP yang berafiliasi dengan

SBJ (Serikat Buruh Jabotabek) tidak mengetahui isi KKB karena KKB disusun oleh

pekerja/buruh di Bogor yang SP-Tpnya berafiliasi pada SPSI. Disamping contoh di atas,

Tim SMERU juga mencatat pekerja/buruh di sebuah perusahaan besar di Bogor yang

memproduksi garmen menyatakan bahwa perusahaan menjalankan 90% pasal-pasal

dalam KKB yang menguntungkan perusahaan, tetapi kurang mematuhi pasal-pasal

yang berpihak pada pekerja/buruh. Rata-rata perusahaan dengan SP-TP memilikiPKB/KKB, meskipun penyusunannya tidak selalu segera setelah SP-TP terbentuk. Di

satu perusahaan di Surabaya yang memproduksi sepatu untuk diekspor, walaupun telah

terbentuk SP-TP sejak 1997 pihak perusahaan dan pekerja/buruh yang diwakili SP-TP

memutuskan untuk tetap menggunakan PP karena beberapa alas an. Mereka yakin

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 209: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 209/254

bahwa adanya PKB/KKB akan memberikan keleluasaan ketika mengajukan usulan,

berunding, atau bila akan mengubah kesepakatan (lihat Box 3).

Meskipun perusahaan yang tergabung dalam suatu kelompok memberlakukan

PKB/KKB yang sama pada kelompok perusahaan, kesepakatan tersebut tidak berlaku di

semua perusahaan anggota, terutama di perusahaan anggota yang kurang maju. Hal ini

sering menjadi pemicu perselisihan. Yang lebih menyulitkan adalah pelaksanaan

perundingan kesepakatan antara serikat pekerja/ buruh dan perusahaan pada

perusahaan yang mempunyai dua SP-TP dengan afiliasi berbeda. Walaupun sudah

diatur bahwa SP-TP yang mewakili pekerja/buruh adalah SP-TP yang mempunyai

mayoritas anggota, namun pada prakteknya kesepakatan ini sulit dilaksanakan. Solusi

yang diambil adalah masing-masing SP-TP mengajukan rancangan PKB/KKB kepada

perusahaan, atau perusahaan mengajukan rancangan yang sama kepada masing-

masing SP-TP di perusahaan tersebut. Rancangan tersebut dipelajari oleh semua pihak

yang akan berunding, diberi masukan, dan dirundingkan bersama. Satu perusahaan di

Surabaya yang memiliki dua SP-TP pada akhirnya menyepakati dua KKB yang isinya

sama.

Box 3

SP-TP yang sepakat tetap menggunakan PP

Pekerja/buruh pabrik sepatu untuk ekspor di Surabaya ini telah membentuk SP-TP

dengan afiliasi FSP-TSK pada tahun 1998. Daripada membuat KKB yang baru,

pengusaha dan pekerja/buruh memilih tetap menggunakan PP dengan alasan dapat

lebih leluasa mengajukan usulan, melakukan perundingan, dan mengubah kesepakatan.

Setiap kali pekerja/buruh mempunyai usulan khusus langsung diajukan secara tertulis

kepada perusahaan. Usulan tersebut kemudian dirundingkan untuk mendapatkan

kesepakatan. PP memuat hal-hal yang sifatnya umum, sedang kesepakatan khusus

diajukan untuk hal-hal

tertentu. Usulan khusus ini kemudian menjadi kesepakatan di luar PP, antara lain:

  Kesepakatan premi tahunan diubah menjadi klasifikasi upah (9 Mei 2001);

  Kesepakatan tentang THR dan perputaran (rolling) pekerja/buruh (11 Desember 2000);

  Kesepakatan pengunduran diri pekerja/buruh status harian dan bulanan serta

pengambilan uang penghargaan masa kerja (12 Oktober 2000);

  Kesepakatan merumahkan karyawan (12 Juli 2000)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 210: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 210/254

Pihak perusahaan dan pekerja/buruh sepakat dan merasa senang dengan pengaturan

melalui PP dan kesepakatan khusus ini.

Biaya yang dikeluarkan untuk pengesahan PKB/KKB ditanggung pihak perusahaan.

Satu perusahaan di Bekasi yang meminta pengesahan PKB pada tahun 2001

mengeluarkan biaya sekitar Rp800.000. Sebelumnya untuk pengesahan serupa hanya

dikenakan biaya Rp200.000. PKB/KKB yang telah disepakati dan disahkan oleh kedua

belah pihak biasanya ditempel di papan pengumuman. Beberapa perusahaan juga

membagikan salinan PKB/KKB kepada semua pekerja/buruh. Walaupun demikian

banyak pekerja/buruh tidak memahami sepenuhnya isi PKB/KKB. Guna meningkatkan

pemahaman pekerja/buruh mengenai PKB/KKB, beberapa pengurus SP-TP

menjelaskan isi PKB/KKB kepada pekerja/buruh pada pertemuan rutin karyawan.

C.PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN

PENYELESAIANNYA

Perselisihan Hubungan Industrial, Mogok Kerja, dan Penyebabnya

Definisi mengenai perselisihan hubungan industrial telah mengalami beberapa

perubahan sejalan dengan perkembangan perundangan. UU No. 22 Tahun 1957 belum

mendefinisikan perselisihan industrial tetapi mencantumkan definisi mengenai

perselisihan perburuhan, yaitu pertentangan antara majikan (atau perkumpulan majikan)

dengan pekerja/buruh (atau SP/SB) yang muncul karena tidak adanya pemahaman

yang memadai mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan/atau keadaan

perburuhan.

Lembaga Penelitian 55 SMERU, Mei 2002

Menurut definisi UU No. 25 Tahun 199771 perselisihan industrial adalah perselisihan

antara pengusaha (atau gabungan pengusaha) dengan pekerja (atau serikat pekerja

gabungan) karena tidak adanya persesuaian paham mengenai pelaksanaan syarat-

syarat kerja, pelaksanaan norma kerja, hubungan kerja, dan/atau kondisi kerja.

Sementara itu menurut RUU PPHI perselisihan industrial adalah perbedaan pendapat

yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha

dengan pekerja atau serikat pekerja karena adanya perselisihan mengenai hak,kepentingan, dan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja di

satu perusahaan.

Mengenai mogok kerja, menurut UU No. 25 Tahun 1997 mogok kerja adalah tindakan

pekerja secara bersama-sama menghentikan atau memperlambat pekerjaan sebagai

akibat gagalnya perundingan perselisihan industrial yang dilakukan, agar pengusaha

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 211: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 211/254

memenuhi tuntutan pekerja. Dalam kenyataannya, mogok kerja tidak selalu harus

didahului dengan gagalnya perundingan, tetapi pemogokan kerja juga dapat terjadi pada

saat perundingan sedang berlangsung atau mendahului suatu perundingan untuk

memaksa agar perundingan segera dilakukan.

UU No. 12 Tahun 1957 dan RUU PPHI tidak mencantumkan definisi mogok kerja, tetapi

menurut ketentuan perdata72, mogok diartikan sebagai tindakan perbuatan melanggar 

hukum atau cidera janji terhadap perjanjian kerja, yang menimbulkan ganti rugi bagi

pengusaha terhadap buruh yang melakukan mogok kerja. Sebaliknya, Uwiyono (2001)

mengemukakan bahwa konsep mogok adalah bukan sebagai tindakan kriminal ataupun

sebagai kebebasan, melainkan sebagai hak.73

Pada penelitian ini penggalian informasi di lapangan tentang perselisihan industrial dan

mogok kerja ditekankan pada kasus yang terjadi selama kurun waktu tiga sampai lima

tahun terakhir. Meskipun demikian, beberapa responden juga memberi informasi

tentang kasus-kasus perselisihan industri yang menonjol pada periode sebelumnya.

Berdasarkan kasus-kasus di lapangan tersebut, penyebab perselisihan industrial dan

mogok kerja antara pengusaha dan pekerja (SP-TP) bervariasi antar perusahaan.

Perselisihan industrial biasanya diawali dengan tuntutan pekerja, baik secara lisan

maupun tulisan. Perselisihan timbul ketika usulan atau tuntutan pekerja tidak segera

ditanggapi oleh pihak perusahaan, perundingan tidak segera dilakukan, atau karena

kesepakatan antara perusahaan dan pekerja tentang jenis tuntutan atau nilai tuntutan

belum dapat dicapai.

Dari kasus-kasus perselisihan industrial dan pemogokan kerja di 47 perusahaan sampel,

penyebab utama yang sering ditemui di banyak perusahaan responden dapat dibagi

atas empat kategori:

(1) Tuntutan non-normatif, yaitu yang berhubungan dengan hal-hal yang tidak diatur 

dalam peraturan perundangan dan PKB/KKB. Perselisihan ini sebagai refleksi

ketidakpuasan pekerja terhadap kondisi kerja, misalnya karena belum adanya atau

relatif rendahnya uang makan, uang transport dan uang susu, pakaian seragam, uang

penyelenggaraan dan dana rekreasi, sistem pembayaran upah, cuti haid, kejelasanstatus pekerja, service charge di perhotelan, fasilitas tempat kerja kurang memadai atau

pencabutan fasilitas, dan hal-hal lain.

(2) Tuntutan normatif, yaitu tuntutan terhadap hak-hak yang telah diatur dalam peraturan

perundangan dan hak-hak yang telah disepakati dalam PKB/KKB, maupun penyesuaian

71 Meskipun UU ini kemudian tidak diberlakukan, sebagaimana dijelaskan pada Bab IV.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 212: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 212/254

72 Aloysius Uwiyono, “Hak Mogok di Indonesia”, Fakultas Hukum – Universitas

Indonesia, 2001, hal.10.

73 idem, hal.12.

Lembaga Penelitian 56 SMERU, Mei 2002

terhadap kebijakan pemerintah yang baru. Misalnya pelaksanaan UMR atau upah yang

telah menjadi kesepakatan bersama (tripartit), uang lembur, cuti melahirkan, tunjangan

perkawinan dan melahirkan, bonus, pembentukan serikat pekerja dan pemilihan

pengurus secara demokratis, Tunjangan Hari Tua (THT), Tunjangan Hari Raya (THR),

dan pemberian pesangon.

(3) Provokasi oleh pihak ketiga di luar perusahaan (misalnya oleh pekerja dari

perusahaan lain atau SP Afiliasi lain) dan aksi solidaritas untuk melakukan tuntutan

bersama secara massal, misalnya menuntut pemberlakuan upah minimum (UMR),

kenaikan uang transport dan uang makan sebagai akibat kenaikan BBM, pemberlakuan

cuti haid; dan

(4) Tekanan dari beberapa pekerja di dalam perusahaan yang memaksa pekerja lain

agar ikut berunjuk rasa.

Faktor penyebab perselisihan industrial lainnya adalah: solidaritas terhadap sesama

pekerja yang dinilai telah diperlakukan secara kurang adil oleh perusahaan; perbedaan

persepsi tentang perundangan dan peraturan pemerintah; menuntut kepala personalia

yang dinilai keras dan berpihak pada perusahaan agar mundur; perubahan manajemen

perusahaan yang dinilai tidak memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan pekerja;

menuntut adanya transparansi perusahaan; kebijakan pemerintah yang mempengaruhi

kesejahteraan pekerja (misalnya kenaikan harga BBM yang mempengaruhi biaya

transport dan harga bahan kebutuhan pokok), penggantian Kepmenaker No. Kep-

150/Men/2000 dengan Kepmenakertrans No. Kep- 78/Men/2001; perusahaan dianggap

tidak terbuka tentang keuntungan perusahaan, kecurigaan mengenai adanya

penyalahgunaan dana Jamsostek; ketidaksabaran pekerja dalam menunggu hasil

perundingan, atau disebabkan oleh tuntutan-tuntutan baru lainnya yang muncul seiring

dengan meningkatnya pengetahuan pekerja tentang hak-hak mereka setelah SP TPterbentuk di tempat kerja mereka.

Perselisihan industrial juga dapat diakibatkan karena sosialisasi peraturan pemerintah

mengenai ketenagakerjaan masih terbatas, baik mengenai isi peraturan maupun karena

waktu sosialisasinya terlalu pendek. Kedua hal tersebut mengakibatkan pemahaman

terhadap kebijakan pemerintah tidak utuh, baik oleh pengusaha maupun pekerja.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 213: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 213/254

 Akibatnya, pelaksanaan peraturan di lapangan tidak sesuai dengan arah tujuan

kebijakan.

Hingga saat penelitian berlangsung penyebab perselisihan industrial dan mogok kerja

yang paling menonjol di perusahaan sampel adalah tuntutan hak-hak non-normatif 

seperti kenaikan uang makan, uang transport, dan cuti haid. Berdasarkan catatan

Disnaker di beberapa wilayah penelitian, perselisihan yang disebabkan masalah hak

non-normatif sekitar 70%, sedangkan perselisihan karena tuntutan hak normatif 30%.

 Apindo berpendapat bahwa peluang perselisihan lebih besar pada perusahaan padat

karya seperti perusahaan tekstil, garmen, dan sepatu. Pada umumnya intensitas

perselisihan meningkat pada bulan Februari ketika perusahaan melaksanakan

penyesuaian UMR/UMP/UMK tahunan. Bila perselisihan berkaitan dengan tuntutan

pekerja/buruh mengenai transparansi perusahaan, hal tersebut biasanya disebabkan

karena pekerja/buruh merasa pihak perusahaan selalu menuntut pekerja/buruh agar 

memahami kondisi sulit yang dialami perusahaan (misalnya ketika perusahaan

mengalami kerugian akibat krismon atau krisis moneter), namun perusahaan tidak

bersedia memahami kondisi sulit pekerja yang juga menghadapi dampak krismon. Para

pekerja merasa bahwa ketika perusahaan memperoleh keuntungan mereka tidak ikut

menikmati, tetapi pada masa sulit mereka dituntut untuk memahami kondisi perusahaan.

Tentang hal ini, pihak perusahaan berpendapat bahwa karena perusahaannya adalah

perusahaan swasta, bukan perusahaan publik, maka perusahaan tidak berkewajiban

menyampaikan keuntungannya kepada pekerja atau masyarakat. Dari pihak

pekerja/buruh, sebenarnya mereka hanya menuntut agar perusahaan bertindak adil

tanpa harus menyampaikan keuntungan perusahaan secara transparan.

Lembaga Penelitian 57 SMERU, Mei 2002

Pengamatan SMERU menunjukkan bahwa perusahaan yang tidak banyak menghadapi

masalah perselisihan industri adalah perusahaan yang telah melaksanakan hak-hak

normatif dan memperhatikan kesejahteraan pekerja/buruh, memperlakukan

pekerja/buruh mereka sebagai mitra, dan membina komunikasi serta membuka peluang

adanya keterbukaan dengan pekerja/buruhnya. Di perusahaan seperti ini, perselisihanhubungan industri biasanya hanya terjadi apabila perusahaan mengalami gonjangan

secara tiba-tiba, misalnya penurunan drastis produksi atau penurunan pesanan sebagai

akibat krisis ekonomi atau serangan terhadap gedung World Trade Center pada bulan

September 2001 yang lalu, sehingga perusahaan terpaksa mengurangi biaya produksi

dan mengambil tindakan PHK untuk mengurangi jumlah tenaga kerja.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 214: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 214/254

Tim Peneliti SMERU membagi perselisihan industrial dan mogok kerja menjadi empat

kategori, yaitu:

(i) Perselisihan ringan, yaitu perselisihan industrial tanpa mogok kerja dan melibatkan

lebih dari satu pekerja/buruh yang dapat diselesaikan secara bipartit (baik didampingi

atau tidak didampingi oleh SP/TP atau SP/SB Afiliasi);

(ii) Perselisihan sedang, yaitu perselisihan industrial yang disertai mogok kerja dan

didampingi atau melibatkan lebih dari satu pekerja/buruh yang dapat diselesaikan

secara bipartit (baik tidak didampingi oleh SP/TP atau SP/SB Afiliasi);

(iii) Perselisihan berat, yaitu perselisihan industrial tanpa mogok kerja yang dapat

diselesaikan di tingkat tripartit dan P-4D/P-4P;

(iv) Perselisihan sangat berat, yaitu perselisihan industrial disertai mogok kerja dan

melibatkan lebih dari satu pekerja/buruh yang belum atau dapat diselesaikan di

tingkat tripartit dan P-4D/P-4P.

Tim Peneliti SMERU menemukan kasus perselisihan di suatu perusahaan yang

sebetulnya masuk dalam kategori perselisihan sedang, namun karena unjuk rasa atas

tuntutan tersebut diulangi hampir setiap tahun, maka perselisihan di perusahaan

tersebut dapat dimasukkan dalam kategori perselisihan berat.

Berdasarkan empat kategori diatas, Tim SMERU mencatat bahwa dalam kurun waktu

lima tahun terakhir, dari 47 perusahaan hanya 3 (6%) perusahaan yang mengalami

perselisihan sangat berat, 10 (21%) perusahaan mengalami perselisihan berat, dan 14

(30%) perusahaan mengalami perselisihan sedang. Lainnya, sebanyak 12 (26%)

perusahaan mengalami perselisihan ringan, sementara 8 (17%) perusahaan menurut

pengusaha maupun pekerja/buruhnya atau SP TP tidak pernah mengalami perselisihan

kecuali menerima keluh-kesah dan menghadapi kasus perselisihan perseorangan (lihat

Tabel 5 dan Tabel 6).

Berikut ini adalah beberapa contoh perselisihan hubungan industri yang disertai atau

tanpa mogok kerja, yang disebabkan oleh berbagai isu yang berbeda, antara lain:

ketidaksepakatan mengenai nilai bonus, mogok kerja yang dimotori oleh sekelompok

kecil pekerja, tuntutan normatif, dan perselisihan yang diprovokasi dari pihak luar.Diantara kasus perselisihan tersebut ada yang disertai unsur kekerasan.

Lembaga Penelitian 58 SMERU, Mei 2002

Tabel 5. Kepatuhan terhadap Upah Minimum, Jumlah Serikat Pekerja yang Ada,

dan Perselisihan Industrial

Kepatuhan terhadap

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 215: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 215/254

Upah Minimum

FDI/ Perselisihan Industrial*

DI

Ukuran

Perusahaan

Ya Tidak

Jumlah Serikat

Pekerja yang

 Ada Ringan Sedang Berat Sangat Berat Tak ada

perselisihan

Jumlah

Keseluruhan

Besar 13 0 13 2 5 3 0 3 13

Menengah 1 0 1 1 0 0 0 0 1

FDI

14 0 14 3 5 3 0 3 14

Besar 27 2 24 8 8 7 3 3 29

Menengah 3 1 1 1 1 0 0 2 4

DI

30 3 25 9 9 7 3 5 33

Keseluruhan 44 3 39 12 14 10 3 8 47

Prosentase 94 6 83 26 30 21 6 17 100

Catatan: *(a) Perselisihan ringan: perselisihan tanpa pemogokan, resolusi bipartit; (b)

perselisihan sedang: perselisihan dengan pemogokan, resolusi bipartit;

(c) perselisihan berat: perselisihan tanpa pemogokan, resolusi tripartit; dan (d)

perselisihan masif: perselisihan dengan pemogokan, resolusi tripartit.

Tabel 6. Perselisihan Menurut Lokasi

Perselisihan

Sangat Berat Berat Sedang Ringan Tidak ada JumlahKeseluruhan

Lokasi

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Surabaya 1 8 6 50 5 42 0 0 0 0 12 25

Jabotabek* 2 7 4 14 7 24 11 38 5 17 29 62

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 216: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 216/254

Bandung 0 0 0 0 2 33 1 17 3 50 6 13

Total 3 6 10 21 14 30 12 26 8 17 47 100

Prosentase 6 21 30 26 17 100

Catatan: * Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi.

Lembaga Penelitian 59 SMERU, Mei 2002

Box 4

Unjuk rasa karena tidak sepakat nilai bonus

Pada bulan Juli 2001 pekerja di satu perusahaan tekstil besar di Bandung yang

mempunyai

1.013 pekerja melakukan unjuk rasa menuntut bonus. Ketika pengurus SP-TP SPSI

sedang

mengajukan tuntutan bonus kepada perusahaan, sekitar 400 pekerja unjuk rasa disertai

pemasangan pamflet “We want bonus”  di pintu gerbang. Pimpinan perusahaan

berusaha

menenangkan pekerja dan meminta pekerja agar tetap bekerja sambil menunggu hasil

perundingan. Anjuran ini tidak digubris meskipun pihak perusahaan telah menyatakan

bahwa mereka tidak bersedia berunding apabila pekerja masih berunjuk rasa.

Untuk berunding, SPSI meminta para koordinator shift dan koordinator departemen

bertindak sebagai wakil pekerja, namun mereka tidak bersedia. Masing-masing wakil

pekerja

mengusulkan besar bonus yang diinginkan, diantaranya ada yang mengusulkan bonus

10 kali

gaji. Namun hingga siang hari belum tercapai kesepakatan tentang nilai bonus. Pihak

SPSI

mengusulkan bonus 2,5 kali gaji, tetapi perusahaan menawarkan bonus Rp400.000 per 

karyawan. Semula SPSI bertahan dengan tuntutannya, tetapi pengusaha dapat

menekan

tuntutan mereka, dan hanya bersedia memberikan 1 kali gaji. Pada akhirnya SPSI

menyetujui usulan itu.Menjelang sore jumlah pekerja yang unjuk rasa semakin banyak karena pekerja shift 

malam

mulai berdatangan. Mereka menolak kesepakatan tersebut, dan hanya setuju bila

 jumlah

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 217: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 217/254

bonus dibagi rata. Pihak perusahaan dan SPSI tidak setuju dengan tuntutan tersebut.

Karena

tidak tercapai kesepakatan, perusahaan meliburkan pekerja selama 4 hari sambil

menyusun

butir-butir kesepakatan yang dirumuskan Disnaker. Pihak SPSI kemudian diundang

untuk

menandatangani 6 butir kesepakatan di hadapan pihak manajemen dan Direksi,

kepalakepala

seksi, dan 2 orang wakil Disnaker.

Empat hari kemudian pihak perusahaan meminta agar para pekerja menandatangani

dua

pilihan perjanjian: menerima atau menolak bonus satu bulan gaji. Mereka yang menolak

tidak diperbolehkan masuk kerja kembali, sementara yang setuju akan menerima bonus

pada akhir bulan. Selain menetapkan dua pilihan perjanjian tersebut, pihak perusahaan

 juga menghendaki bahwa pekerja yang memicu unjuk rasa agar dimintai keterangan.

Untuk

itu dibentuk Tim Pansus, terdiri dari pihak perusahaan, kepolisian, dan akan melibatkan

SPSI. SPSI menolak karena tidak bersedia mengadili anggotanya sendiri. Tim Pansus

memeriksa 22 karyawan. Seorang pekerja yang diperiksa mengundurkan diri dari

perusahaan tanpa alasan yang jelas. Dua hari setelah itu SPSI menerima tembusan

surat

dari pihak kepolisian mengenai hasil pemeriksaan dan meminta SPSI menandatangani 5

komitmen yang harus dipenuhi pekerja, antara lain pekerja yang sedang diperiksa agar 

tidak menggunakan seragam perusahaan dan mereka berhak didampingi SPSI ketika

diperiksa polisi. Hasilnya, dua pekerja di skors, dua pekerja mendapat surat peringatan

ketiga, dan 17 pekerja mendapat surat peringatan pertama. Karena tidak dapat

menerima

keputusan perusahaan, mereka yang diskors mengajukan kasusnya ke P-4D. Kini SPSI

sedang mempersiapkan pembelaan bagi anggotanya.Keterlibatan pihak kepolisian dalam penyelesaian perselisihan hubungan industri

menunjukkan bahwa perusahaan belum memahami cara penyelesaian perselisihan

sebagaimana diatur dalam peraturan.

Lembaga Penelitian 60 SMERU, Mei 2002

Box 5

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 218: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 218/254

Unjuk rasa yang dimotori sebagian kecil pekerja/buruh atau SP-TP minoritas dan

disertai

unsur kekerasan

Contoh 1:

Unjuk rasa di perusahaan besar produsen makanan di Jakarta ini dimotori oleh hanya 2-

3

orang pekerja yang menuntut THR, cuti haid, dan uang makan. Mereka mendatangkan

“ preman” ke pabrik dan mengajak pekerja lainnya untuk ikut mogok.

Mula-mula sekelompok kecil pekerja ini mengadu kepada sebuah Lembaga Bantuan

Hukum

(LBH) setempat bahwa perusahaan itu mempunyai masalah tentang hak normatif 

pekerja/buruh. Karena tidak mempunyai SP-TP yang berinisiatif mengajukan tuntutan

tersebut, kelompok ini menunjuk LBH tersebut sebagai kuasa hukum pekerja.

Perusahaan

bersedia berunding tetapi pihak pekerja dan LBH menolak berunding. Mereka memilih

melakukan unjuk rasa sekalipun tidak didukung oleh mayoritas pekerja.

Pekerja yang berunjuk rasa menggembok pintu gerbang serta memaksa pekerja lain

agar tidak

bekerja. Saat itu sempat terjadi baku hantam antara pekerja yang tidak bersedia unjuk

rasa

dengan LBH Yustek. Kejadian ini menyebabkan kegiatan produksi berhenti total selama

dua

hari dan menyita lima hari kerja sehingga produksi perusahaan turun 50%.

 Akhirnya Kandepnaker memanggil pengusaha dan LBH sebagai kuasa hukum para

pekerja untuk

menyelesaikan perselisihan, namun pihak kuasa hukum tidak hadir. Pihak perusahaan

diminta

untuk menjalankan peraturan mengenai hak normatif pekerja yang belum dipenuhi

perusahaan.Tidak ada pekerja yang di PHK karena ikut dalam unjuk rasa ini.

Contoh 2:

Responden dari perusahaan pabrik sepatu di Tangerang yang mempunyai 8.000

pekerja

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 219: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 219/254

menginformasikan bahwa sebelumnya di perusahaan ini belum pernah ada unjuk rasa,

tetapi

pada tahun 2000 terjadi unjuk rasa yang diprakarsai oleh sekelompok kecil pekerja.

Pekerja

yang unjuk rasa itu tergabung dalam SP-TP Perbupas (Persatuan Buruh Pabrik Sepatu)

yang

anggotanya hanya 50 orang. SP ini adalah salah satu dari dua SP-TP di perusahaan ini.

Pekerja anggota SP-TP ini menuntut kenaikan upah walaupun tidak mendapat

dukungan

dari mayoritas pekerja/buruh yang tergabung dalam SP-TSK. Sebetulnya, pada saat itu

SPTSK

sedang mewakili mayoritas pekerja/buruh dalam perundingan tripartit untuk tujuan

yang sama, yaitu mengajukan tuntutan kenaikan upah. Perundingan tersebut berhasil

dan

telah disepakati secara bipartite.

Pihak perusahaan menilai bahwa disamping ada unsur pemaksaan, pemogokan pekerja

yang

bergabung dengan SP-TP Perbupas telah merugikan pihak perusahaan, karena itu

kelompok

ini diadukan ke pihak kepolisian. Kasusnya kemudian diproses secara hukum melalui

pengadilan. Keputusan pengadilan membebaskan pimpinan SP-TP Perbupas yang

menggerakkan unjuk rasa, sehingga pihak perusahaan harus mempekerjakan kembali

yang

bersangkutan meskipun dipindahkan ke bagian personalia. Selama proses berlangsung,

hakhak

para pekerja yang ikut unjuk rasa, misalnya hak atas upah, tetap diberikan. Kasus ini

sempat diliput oleh media massa nasional secara luas, termasuk di televisi.

Lembaga Penelitian 61 SMERU, Mei 2002

Box 6Unjuk rasa tanpa pemberitahuan dan tuntutan yang jelas

Pada suatu hari di tahun 2000 beberapa pengurus SP-TP di PMA produsen kawat besi

di

Surabaya menutup pintu gerbang perusahaan. Akibatnya, sekitar 800 pekerja terhalang

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 220: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 220/254

masuk kerja. Pengurus SP di perusahaan itu memaksa rekan-rekannya melakukan

mogok

kerja tanpa memberitahu pihak perusahaan terlebih dahulu.

Hari itu juga perusahaan melakukan pembicaraan dengan pengurus SP-TP, akan tetapi

ternyata

pengurus SP-TP belum mempunyai konsep tuntutan. Baru pada hari kedua, pengurus

menyerahkan surat tuntutan tentang kenaikan uang makan dan uang transport. Khawatir 

akan

kehilangan pekerjaannya, pada hari ketiga para pekerja mendesak pengurus agar 

mereka dapat

kembali bekerja. Akhirnya pada hari keempat pekerja sudah bisa kembali bekerja.

Perselisihan industrial ini dapat diselesaikan secara bipartit, hasilnya perusahaan

bersedia

memenuhi tuntutan pengurus, yaitu agar uang makan dinaikkan dari Rp36.000 menjadi

Rp66.000/ bulan dan uang transport dinaikkan dari Rp39.000 menjadi Rp69.000/bulan.

Sekalipun tuntutan mereka berhasil, akhir dari unjuk rasa ini adalah delapan pengurus

SP-TP

mengundurkan diri sementara tiga orang pengurus lainnya meminta maaf kepada

perusahaan.

Pada saat SMERU melakukan penelitian ketiga orang tersebut masih terus bekerja di

perusahaan ini.

Box 7

Perselisihan industri akibat penangguhan pelaksanaan UMR

Penyebab perselisihan industrial di PDN besar produsen garmen di Bekasi pada bulan

Mei

2001 tahun lalu adalah karena perusahaan menangguhkan pelaksanaan UMR. Para

pekerja

menuntut agar perusahaan segera melaksanakan ketentuan pemerintah mengenai

kenaikanUMR. Perselisihan industri di pabrik yang mempekerjakan 1.200 orang itu dapat

diselesaikan setelah berlangsung perdebatan sengit antara wakil karyawan (sekitar 24

orang),

SP-TP, dan pihak perusahaan.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 221: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 221/254

Hasil keputusan perundingan tripartite adalah perusahaan menyetujui kenaikan UMR

2001

sebesar Rp426.000, dan akan diberlakukan mulai bulan Juni 2001. Kenaikan upah tiga

bulan

sebelumnya (Maret – Mei 2001) akan diberikan secara sekaligus pada saat penerimaan

upah

bulan Juni. Atas desakan pihak pembeli produk perusahaan tersebut, perusahaan juga

menaikkan upah untuk pekerja yang sudah mempunyai masa kerja di atas 1 tahun, yaitu

sebesar Rp3.000 di atas UMR.

Box 8

Mogok kerja ingin mendapat uang pesangon

Pada tahun 1999 sekitar 1.200 pekerja sebuah perusahaan besar produsen kayu

molding di

Surabaya melakukan mogok kerja selama 5 hari. Mereka menuntut agar di PHK dan

diberi

pesangon. Perselisihan ini diselesaikan secara bipartit. Perusahaan setuju memberikan

pesangon antara Rp1,8 – Rp3,2 juta per orang kepada pekerjanya yang ingin di PHK.

Lembaga Penelitian 62 SMERU, Mei 2002

Box 9

Perselisihan tentang hak non-normatif 

Dalam lima tahun terakhir ini penyebab utama perselisihan hubungan industri di

perusahaan

garmen besar modal dalam negeri yang mempekerjakan sekitar 7.800 pekerja di Bogor 

ini

umumnya berkaitan dengan tuntutan hak non-normatif pekerja, antara lain:

  Kenaikan uang transport 5% dan uang makan Rp500/pekerja/hari, sebagai akibat

kenaikan BBM;

  Penyediaan mushola;

  Penyediaan kantin dan kamar kecil;  Rekreasi setahun sekali;

  Kenaikan penggantian biaya pengobatan.

Tuntutan-tuntutan itu umumnya mendapat tanggapan positif dari perusahaan dan dapat

diselesaikan secara bipartit.

Box 10

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 222: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 222/254

Mogok kerja karena solidaritas

Mogok kerja di awal tahun 2000 di salah satu perusahaan sampel ini dilakukan sebagai

aksi

solidaritas bagi sesama pekerja terhadap tindakan PHK oleh perusahaan secara

sepihak dan

tanpa pesangon terhadap 16 petugas cleaning service dan Satpam perusahaan yang

telah

bekerja 7-8 tahun. Mereka akan diganti oleh jasa cleaning service dari suatu yayasan.

Kasus

ini diadukan ke DPC SPSI diikuti dengan mogok kerja selama 3 hari. Pada hari pertama

mogok kerja, pimpinan perusahaan disandera oleh pekerja dan tidak boleh

meninggalkan

perusahaan hingga pukul 24:00 malam. Pimpinan perusahaan akhirnya diperbolehkan

pulang

setelah membuat perjanjian tertulis yang disaksikan oleh Kapolsek bahwa perusahaan

bersedia akan berunding keesokan harinya.

Bersamaan dengan terjadinya aksi mogok kerja seluruh pekerja tersebut, wakil DPC-

SPSI dan

sekitar 150 wakil pekerja melakukan pembicaraan dengan pemilik perusahaan di

hadapan

Depnaker (tripartit di lokasi perusahaan), sambil mengajukan 11 tuntutan lainnya, antara

lain menuntut uang makan, perhitungan lembur yang benar, dan peningkatan gaji pokok.

Depnaker yang sudah berjanji untuk mengambil keputusan yang tidak merugikan

pekerja

ternyata memberikan anjuran yang justru merugikan pekerja. Sebagai reaksi atas hal ini

wakil pekerja meninggalkan tempat pertemuan dan pekerja mengancam akan terus

melakukan aksi mogok kerja selama tuntutan mereka belum dipenuhi. Setelah wakil

pekerja

dengan didampingi pengurus DPC-FSPSI melakukan negosiasi dengan pemilikperusahaan

selama tiga hari, akhirnya seluruh tuntutan pekerja dipenuhi oleh pemilik perusahaan

dan

ditetapkan sebagai peraturan perusahaan. Pekerja menghentikan aksi mogoknya pada

saat

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 223: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 223/254

yang sama ketika semua tuntutan mereka disepakati oleh pemilik perusahaan,

Sementara itu kasus PHK pekerja cleaning service dan Satpam diselesaikan melalui

 jalur 

hukum yang memakan waktu 3 bulan. Mereka akhirnya menerima pesangon sesuai

dengan

peraturan ketenagakerjaan.

Data tentang perselisihan industrial yang tidak disertai aksi mogok kerja dan yang

penyelesaiannya dilakukan secara bipartit sulit diperoleh di Dinas Tenaga Kerja

setempat.

Data tersebut hanya tersedia di tingkat perusahaan, dan sering tidak terekam dengan

baik.

Lembaga Penelitian 63 SMERU, Mei 2002

Tetapi data perselisihan industrial yang penyelesaiannya melibatkan Dinas Tenaga

Kerja atau

perselisihan dengan aksi mogok kerja dapat ditemui di Dinas Tenaga Kerja setempat.

Sebagai contoh, di Propinsi Jawa Timur tercatat data bulanan perkara perselisihan yang

berkaitan dengan UU. No. 22/1957 dan UU No.12/1964, yang diselesaikan melalui P-

4D.

Contoh data dimaksud disajikan pada Lampiran 10. Lampiran ini menunjukkan bahwa

 jumlah dan tingkat perselisihan di Kota Surabaya jauh lebih besar daripada di wilayah

lain.

Namun penelitian SMERU tidak mengidentifikasi penyebab jelas hal ini. Faktor-faktor 

yang

sangat mungkin mempengaruhi keadaan itu antara lain pendekatan yang berbeda yang

digunakan oleh serikat pekerja/serikat buruh dan pengusaha di Surabaya ketika

menghadapi

perselisihan tersebut dibanding dengan daerah lainnya, atau karena Surabaya adalah

wilayah

industri yang mempunyai banyak perusahaan padat karya. Studi yang lebih rincidiperlukan

untuk mencari penyebab utama perselisihan industrial yang sangat tinggi di wilayah ini.

Selama 5 tahun terakhir, sepertiga dari 47 perusahaan sampel memiliki pengalaman

mogok

kerja, dan tiga diantaranya selalu melakukan aksi mogok kerja ketika menyampaikan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 224: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 224/254

tuntutannya. Ada satu perusahaan besar di Surabaya yang melakukan mogok kerja

pada tahun

1996, 1998, dan 2000 dengan tuntutan yang sama, yaitu mengenai kebutuhan pakaian

seragam.

Masih di Surabaya, pekerja perusahaan besar modal asing produsen plat besi tulang

telah

melakukan mogok kerja pada tahun 1996, 1997, dan 2000. Pada tahun 1996 mereka

mogok

kerja selama 3 hari untuk menuntut uang makan, uang transport, uang shift , uang hadir,

dan uang

susu. Akibatnya unjuk rasa itu 200 pekerja di PHK. Tahun berikutnya 600 pekerja

kembali mogok

kerja selama 10 hari dengan tuntutan yang sama, yang mengakibatkan 150 pekerja di

PHK. Yang

terakhir, pada tahun 2000, pekerja/buruh melakukan aksi mogok kerja di luar 

perusahaan sebagai

aksi solidaritas seluruh pekerja/buruh di Surabaya untuk menuntut kenaikan upah.

Menurut UU No. 22/57 mogok kerja harus dilaksanakan secara terencana, yaitu dengan

melaporkan rencana pemogokan kepada kepolisian, Disnaker, dan perusahaan 7 hari

sebelumnya.

Tetapi menurut pihak perusahaan dan Disnaker, akhir-akhir ini pemberitahuan mengenai

pemogokan kerja dilakukan secara mendadak pada hari yang sama pada saat

melakukan unjuk rasa.

Selain memiliki catatan mengenai perselisihan industrial yang diselesaikan melalui

tripartit

atau P-4D, biasanya Disnaker juga memiliki catatan aksi mogok kerja di wilayahnya.

Sebagai

contoh, aksi mogok kerja di Kabupaten Bandung selama periode tahun 1995 – 2000

disajikanpada Tabel 7 dibawah ini.

Tabel 7. Pemogokan di Kabupaten Bandung, 1995-2000

Bulan 1995 1996 1997 1998 1999 2000

Januari 2 3 1 4 7

Februari 2 -- -- 9 15

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 225: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 225/254

Maret 2 1 -- 4 4

 April 10 1 6 8 15

Mei 11 2 -- 5 13

Juni 8 1 6 4 4

Juli 10 1 2 4 6

 Augustus 1 3 3 2 4

September 1 2 1 2 4

October 2 1 4 7 6 9

November 2 1 -- 11 6 9

Desember 5 -- 3 14 8 2

Jumlah 9 49 21 50 62 92

Sumber: Sub Dinas Perencanaan Tenaga Kerja, Disnaker Kabupaten Bandung.

Lembaga Penelitian 64 SMERU, Mei 2002

Di tingkat pusat, Depnaker juga mencatat aksi mogok kerja di tingkat nasional. Jumlah

pemogokan di Indonesia selama periode tahun 1990 – 2001 disajikan pada Tabel 8

berikut ini.

Tabel 8. Jumlah Pemogokan di Indonesia

Tahun Jumlah Pemogokan

1990 61

1991 130

1992 251

1993 185

1994 296

1995 276

1996 350

1997 234

1998 278

1999 125

2000 273 April 2001 63

Sumber: Depnaker 1980 – April 2001 dalam Aloysius Uwiyono, “Hak

Mogok di Indonesia”, Fakultas Hukum – Universitas

Indonesia, 2001, hal. 128.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 226: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 226/254

Penyebab pemogokan dalam keputusan P-4P dikategorikan menjadi dua, yaitu:

pertama,

disebabkan oleh hal-hal normatif, dan kedua disebabkan oleh hal-hal non- normatif.

Sebabsebab

normatif terdiri dari antara lain: penyesuaian UMR yang baru, pembentukan serikat

buruh, dan pembatalan THR. Sedangkan sebab-sebab non normatif antara lain tuntutan

kenaikan upah, tuntutan agar diberi bonus, dan agar ada perbaikan mengenai syarat-

syarat

kerja/kondisi kerja. Data tahun 1995 – 1999 menunjukkan mogok kerja terutama

disebabkan

oleh tuntutan normatif mengenai penyesuaian UMR yang baru, yaitu 122 kasus dari 147

kasus mogok kerja. Sementara sebab-sebab non normatif didominasi oleh tuntutan

kenaikan

upah, tercatat 19 kasus dari 28 kasus pemogokan dalam kurun waktu yang sama.

Pengusaha mempunyai kekhawatiran bahwa pekerja/buruh akan memanfaatkan

Kepmenaker 

No. Kep-150/Men/2000, khususnya mengenai Pasal 15 yang kasusnya pernah terjadi

pada

tahun 1997 di perusahaan besar PMA produsen sepatu olah raga di Bekasi. Bunyi Pasal

15

adalah sebagai berikut: “Dalam hal pekerja mangkir bekerja paling sedikit 5 (lima) hari

kerja

berturut-turut dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara tertulis tetapi

pekerja

tidak dapat memberikan keterangan tertulis dengan bukti yang sah, maka pengusaha

dapat

melakukan proses pemutusan hubungan kerja”. Pada waktu itu, pekerja perusahaan

sepatu ini

melakukan mogok kerja menuntut agar kepala personalia diganti karena 11 tuntutanyang pernah

diajukan kepada bagian personalia tidak pernah disampaikan kepada pimpinan

perusahaan. Mogok

kerja dilakukan beberapa hari, tetapi untuk menghindari peraturan bahwa bila mogok

kerja lebih

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 227: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 227/254

dari 5 hari akan dikenakan PHK, maka pekerja melakukan mogok kerja secara bertahap.

Pertama

mogok kerja selama 5 hari kemudian bekerja kembali untuk satu hari. Setelah itu

kembali

melakukan mogok kerja hingga akhirnya tuntutan mereka dipenuhi.

Berdasarkan hasil temuan lapangan SMERU, tidak dapat disimpulkan dengan mudah

mengenai kaitan antara frekuensi kejadian perselisihan industrial dan mogok kerja

dengan

karakteristik perusahaan seperti PMA atau PDN. Misalnya, tidak dapat dikatakan bahwa

perselisihan banyak terjadi di perusahaan PDN dibandingkan di PMA. Namun dapat

Lembaga Penelitian 65 SMERU, Mei 2002

disimpulkan bahwa perselisihan industrial dan mogok kerja memang jarang terjadi di

perusahaan skala sedang.

Dalam penjelasan responden, baik perusahaan dan SP-TP tidak dapat menjelaskan

dengan

rinci apakah tuntutan-tuntutan pekerja dikaitkan dengan PKB/KKB. Dengan demikian

tidak

mudah menyimpulkan efektifitas PKB/KKB dalam mencegah perselisihan hubungan

industrial atau mogok kerja.

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

 Apabila hubungan industrial dipahami secara baik oleh pengusaha, pekerja/buruh dan

serikat pekerja/serikat buruh, serta pemerintah, maka kasus perselisihan dan mogok

kerja

akan lebih mudah diselesaikan. Bahkan perselisihan atau mogok kerja itu sendiri tidak

seharusnya terjadi, tetapi pada prakteknya hal tersebut sulit dilakukan. Oleh sebab itu

pemerintah perlu mengatur proses penyelesaian perselisihan dalam peraturan

perundangan.

Misalnya, berdasarkan UU No. 12 Tahun 1957 penyelesaian perselisihan dapat

dilakukansecara bertahap melalui perundingan antara pengusaha dan pekerja/buruh (bipartit),

mediasi, P-4D (tripartit), dan P-4P. Sedang RUU PPHI mengusulkan adanya

penyelesaian

tambahan melalui konsiliasi, arbitrase, dan melalui pengadilan perselisihan hubungan

industrial atau PPHI.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 228: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 228/254

Baik SP/SB Afiliasi maupun asosiasi pengusaha biasanya menyarankan kepada

anggotanya untuk melakukan penyelesaikan perselisihan secara bipartit, karena upaya

tripartit atau penyelesaian di tingkat yang lebih tinggi akan memerlukan biaya mahal,

menyita waktu, dan hasilnya tidak selalu seperti yang diharapkan. Pada prakteknya,

sebagian besar kasus perselisihan industrial di perusahaan sampel, baik yang disertai

atau

tanpa mogok kerja, diselesaikan melalui musyawarah dan bipartit. Hanya sebagian kecil

kasus perselisihan diselesaikan melalui tripartit. Tercatat hanya ada 7 kasus

perselisihan

yang dihadapi perusahaan responden yang diteruskan ke tingkat P-4D dan P-4P.

Bagi perusahaan yang mempunyai hubungan industrial relatif baik dengan pekerjanya,

kebanyakan kasus perselisihan yang muncul cukup diselesaikan di tingkat bipartit.

Dalam hal ini

lembaga bipartit dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: musyawarah informal, yaitu

perundingan

antara SP-TP dengan manager personalia, dan bipartit formal, yaitu perundingan antara

SP-TP

dengan perusahaan yang biasanya diwakili oleh presiden direktur atau pemilik,

didampingi

manager personalia yang bertindak sebagai perantara. Proses penyelesaian

perselisihan tingkat

bipartit diawali dari musyawarah informal, tetapi bila tidak ada penyelesaian maka dapat

dibawa

ke tingkat bipartit yang formal. Namun demikian, banyak SP-TP meminta langsung

penyelesaian

pada tingkat bipartit formal agar segera ada penyelesaian masalah.

Dalam rangka mengajak pihak perusahaan berunding, Tim SMERU mencatat adanya

beberapa

kasus dimana pekerja juga menggunakan ancaman dan kekerasan sebagai upayamencari

menyelesaikan perselisihan. Sebagai contoh ekstrim, SP-TP di perusahaan di Bekasi

dan pekerja

di Tangerang menyandera pimpinan/manajemen perusahaan agar perusahaan bersedia

berunding.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 229: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 229/254

Sebaliknya, pihak perusahaan juga masih sering melibatkan pihak kepolisian atau

aparat

pemerintah untuk menyelesaikan masalah mogok kerja, seperti yang biasa mereka

lakukan di

masa Orde Baru.

Berikut ini adalah contoh perselisihan hubungan industrial disertai mogok kerja yang

dapat

diselesaikan melalui bipartit, dan contoh perselisihan yang harus diselesaikan melalui

tripartit, P-4D dan P-4P, atau melalui keputusan pengadilan.

Lembaga Penelitian 66 SMERU, Mei 2002

Box 11

Mogok kerja yang diselesaikan melalui bipartit

Pekerja di perusahaan besar produsen kayu molding di Surabaya sering memilih mogok

kerja

untuk menyampaikan tuntutannya. Tercatat selama kurun waktu 7 tahun mereka telah

melakukan mogok kerja 4 kali. Pemogokan pertama pada tahun 1994 dengan tuntutan

premi

kehadiran, yang kedua di tahun 1996 dengan tuntutan penyediaan pakaian seragam.

Pada

tahun 1998 dan tahun 2000 mereka kembali mogok kerja untuk menuntut pakaian

seragam.

Pengurus SPTP SPSI menyatakan bahwa tuntutan pekerja banyak mengenai aspek

nonnormatif 

karena selama ini perusahaan telah mampu memenuhi hak-hak normatif pekerja.

Meskipun sering melakukan mogok kerja, para pekerja dan SPTP SPSI memilih

menyelesaikan perselisihan dan mogok kerja melalui bipartit. Alasannya, selama ini

pernah

mencoba mencari penyelesaian melalui Kandepnaker tetapi ternyata lambat ditanggapi.

Demikian juga melalui P-4D tidak berhasil meskipun telah menunggu 4 bulan.Box 12

Penyelesaian perselisihan industrial melalui tripartit

Semula perselisihan yang berlangsung di tahun 2001 di perusahaan tekstil besar PDN di

Tangerang dimulai dengan tuntutan sekitar 4.800 pekerja pabrik ini tentang penyesuaian

gaji sebagai akibat kenaikan BBM. Ketika SP-TP sedang berunding dengan pihak

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 230: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 230/254

perusahaan, para pekerja yang digerakkan oleh beberapa orang pekerja dan beberapa

orang dari luar perusahaan melakukan unjuk rasa di perusahaan. Menurut SP-TP unjuk

rasa yang disertai mogok kerja damai selama enam hari ini di luar kontrol SP-TP.

 Akibatnya, lima orang teknisi bukan warga Indonesia dan empat pekerja lainnya di PHK.

Kasus ini dibawa ke P-4D dan ke P-4P untuk diselesaikan melalui upaya tripartit, namun

hingga saat penelitian SMERU dilakukan belum ada keputusan yang diperoleh.

Box 13

Perselisihan industri diselesaikan di tingkat pusat

Pekerja PDN besar di Surabaya mogok kerja secara besar-besaran selama 3 hari pada

bulan

Juni 2001. Mereka menuntut agar Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 segera

diberlakukan

di perusahaan. Pemogokan itu diikuti oleh lebih dari 20.000 pekerja dari semua unit

group

perusahaan ini.

Informasi tentang perselisihan ini diperoleh dari pengurus SP-TP salah satu unit dari

perusahaan tersebut yang memproduksi pipa PVC dan mempekerjakan 2.000 pekerja.

Penyelesaian perselisihan tidak dilakukan secara internal di perusahaan itu sendiri,

tetapi

melalui P-4P. Karena dianggap merupakan perselisihan massal, perwakilan SP-TP di

semua

unit perusahaan memutuskan untuk bertemu dengan Menakertrans dan Presiden RI.

Namun

Presiden RI saat itu tidak memberikan keputusan, sehingga pada akhirnya pekerja

kembali

berunding dengan perusahaan. Akhirnya perusahaan sepakat memberlakukan

Kepmenaker 

No. Kep-150/Men/2000.

Lembaga Penelitian 67 SMERU, Mei 2002Box 14

Penyelesaian bipartit yang diikuti oleh PHK massal

Pada tahun 1996 terjadi perselisihan karena ada kebijakan perusahaan yang melakukan

upaya

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 231: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 231/254

efisiensi perusahaan terhadap 120 orang pekerja karena ada perubahan mesin dari

mesin

manual menjadi mesin otomatis. Perselisihan yang kedua terjadi pada tahun 1997 ketika

60

orang di PHK, termasuk yang memasuki masa pensiun. Perselisahan yang kedua

tersebut

tidak hanya karena masalah penggantian mesin tetapi juga karena terpengaruh dampak

krisis.

Perusahaan mengeluarkan kebijakan bahwa pekerja yang terlibat mogok kerja tidak

dibayar sesuai lamanya pemogokan. Hal ini dilakukan guna mengantisipasi penilaian

perusahaan lain bahwa pemogokan yang terjadi di perusahannya ternyata di bayar.

Dampak pemogokan tersebut tentu saja menimbulkan kerugian dikedua belah pihak:

perusahaan menanggung kerugian akibat biaya operasional, sementara tenaga kerja

tidak

mendapat bayaran selama pemogokan.

Proses penyelesaian perselisihan tersebut berjalan lancar dan tidak menemui masalah

karena

perusahaan telah melaksanakan ketentuan sesuai peraturan ketenagakerjaan yang

berlaku

saat itu, yaitu Kepmenaker No. 3 tahun 1996. Juga karena tenaga kerja yang terkena

efisiensi

perusahaan mendapat pesangon sesuai dengan peraturan, dan karena upaya efisiensi

perusahaan tersebut terutama ditujukan kepada pekerja yang telah memasuki masa

pensiun.

Box 15

Perselisihan industrial yang diselesaikan di PTUN

Pada tahun 1998 terjadi rasionalisasi tenaga kerja di salah satu perusahaan sampel

sebagai

akibat krisis ekonomi. Sekitar 30 pekerja bagian operator terpaksa di PHK. Perusahaanberusaha mencari alternatif pekerjaan bagi sebagian pekerja yang di PHK ini, tetapi

hanya 18

orang yang menerima tawaran tersebut. Sisanya mencari pekerjaan sendiri, tetapi

kemudian

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 232: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 232/254

muncul ketidakpuasan dari sebagian kecil pekerja dengan mengatas-namakan

temantemannya.

Gugatan ini baru diajukan pada tahun 2000, lebih dari satu tahun setelah

rasionalisasi pada tahun 1998 meskipun mereka sudah menerima pesangon. Mereka

menggugat karena setelah PHK pada tahun 1998 perusahaan berkembang lagi, bahkan

merekrut pekerja baru. Mereka  juga mempertanyakan Legalitas Rasionalisasi yang

diberikan

kepada perusahaan yang kemudian disahkan oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten

Berau.

Karena itu para pekerja yang di PHK ini kemudian menggugat Dinas Tenaga Kerja.

Karena tidak ada kesepakatan antara penggugat dan perusahaan, kasus ini diteruskan

ke

PTUN. Perusahaan menyerahkan penanganan kasus ini kepada pengacara, sedangkan

para

pekerja yang menggugat meminta dukungan sebuah LSM perburuhan. Hingga tahun

2001

belum tercapai kesepakatan walaupun sudah melalui empat perundingan.

Sebenarnya pihak pekerja yang diwakili oleh LSM ingin mengajak damai, tetapi usul ini

tidak dilayani oleh perusahaan. Sekarang kasusnya telah naik ke tingkat kasasi.

Perusahaan

membayar pengacara baik di tingkat daerah maupun di kantor pusat, serta membiayai

saksisaksi

di pengadilan. Saat ini kasusnya telah berjalan kurang lebih 1 tahun.

Lembaga Penelitian 68 SMERU, Mei 2002

Karena tidak ada kesepakatan dalam penyelesaian perselisihan antara pekerja/buruh

dengan

perusahaan, akibatnya penyelesaian perselisihan sering berlarut-larut, dan pada

akhirnya

merugikan kedua belah pihak. Sebagai contoh adalah perselisihan industrial yangtergolong

sangat berat yang terjadi di satu perusahaan besar di Tangerang yang dibarengi dengan

mogok kerja. Hingga saat penelitian SMERU dilakukan walaupun kasusnya telah

berlangsung dua bulan namun masalahnya belum dapat diselesaikan. Perusahaan tidak

beroperasi dan pekerja masuk hanya untuk mengisi daftar hadir. Perselisihan ini sedang

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 233: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 233/254

diproses di tingkat P-4D, tetapi tetap belum mencapai kesepakatan. Karena

perundingan

sangat sulit mencapai kesepakatan, masalah ini kemudian disampaikan ke tingkat

Menteri.

Pemicu perselisihan adalah masalah ketidaksesuaian upah dengan peraturan UMR,

status

pekerja kontrak, tuntutan Jamsostek, uang makan, uang transportasi, dan tuntutan agar 

perusahaan tetap mempekerjakan pekerja yang sedang menuntut hak.

Dalam proses perselisihan di tingkat tripartit, biasanya pihak perusahaan diwakili oleh

pengacara sebagai kuasa hukum, sedangkan pekerja diwakili oleh federasi serikat

pekerja

(DPC atau DPD) sebagai kuasa hukum. Pemerintah daerah berfungsi sebagai perantara

dengan menunjuk pegawai Pemda untuk membantu menangani perselisihan. Guna

menghindari kecurigaan, masing-masing tetap mengikutsertakan pihak yang berselisih

untuk

mendampingi kuasa hukum.

Menurut satu perusahaan besar produsen alat rumah tangga di Surabaya dan

perusahaan besar 

produsen sepatu olah-raga di Tangerang, perusahaan tersebut memilih menyelesaikan

perselisihan ke tingkat yang lebih tinggi, tidak hanya sampai ke tingkat perantaraan. Hal

ini

dilakukan untuk mengulur waktu agar pekerja jera dan bosan menunggu.

 Ada indikasi bahwa perusahaan modal asing cenderung menyelesaikan masalah di

tingkat

tripartit karena manajemen lebih mempercayai Pemerintah Indonesia (Disnaker)

daripada

pekerja (SP-TP). Walaupun persoalannya dapat diselesaikan di tingkat bipartit dan hasil

penyelesaiannya akan sama dengan penyelesaian di tingkat tripartit, tetapi perusahaan

lebihmempercayai keputusan tripartit.

Perselisihan industrial dianggap selesai apabila keputusan yang diberikan telah

memuaskan

pihak-pihak yang berselisih. Kasus yang tidak dilaporkan kembali atau ditindaklanjuti ke

Disnaker dianggap telah selesai. Upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 234: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 234/254

menyelesaikan perselisihan antara pengusaha dan pekerja/SP, antara lain dengan

memberikan anjuran yang bersifat netral mengenai penyelesaian tripartit. Di Kabupaten

Bogor diusulkan agar menyusun mekanisme kelembagaan Tripartit Plus yang terdiri dari

perusahaan, pekerja (SP), pemerintah, plus lembaga independen (misalnya forum pakar 

perguruan tinggi dan LSM). Belum diketahui dengan pasti apakah mengikutsertakan

LSM

dalam tripartit akan menjadi lebih efektif dalam mencapai hasil keputusan.

Dinas Tenaga Kerja mengalami kendala dalam membantu kasus perselisihan industrial

yang

disebabkan oleh antara lain: keterbatasan jumlah tenaga kerja yang memiliki kapasitas

dalam

menangani perselisihan dibandingkan dengan banyaknya kasus yang harus

diselesaikan.

 Akhirnya, berdasarkan temuan lapangan, kesimpulan yang dapat diambil mengenai

praktek

penyelesaian perselisihan industrial, antara lain adalah:

1. Perselisihan industrial antara pekerja dengan atasan (perselisihan individual)

biasanya

pertama-tama diselesaikan secara musyawarah informal antara pihak yang berselisih

dengan difasilitasi oleh SP-TP. Bila tidak tercapai kesepakatan, maka kasus perselisihan

akan diajukan ke tingkat bipartit yang akan melibatkan perusahaan secara formal.

Lembaga Penelitian 69 SMERU, Mei 2002

2. Perselisihan yang bersifat tuntutan non-normatif biasanya dapat diselesaikan secara

bipartit. Keputusan yang diambil umumnya merupakan hasil kompromi antara

kepentingan pekerja dan kepentingan perusahaan, dalam batas toleransi kedua belah

pihak, misalnya mengenai tuntutan bonus. Umumnya pekerja atau SP tidak terlalu

memaksa bahwa semua tuntutan harus dipenuhi, yang penting tuntutan mereka

mendapat tanggapan dari perusahaan meskipun hanya sebagian.

3. Tuntutan yang bersifat normatif biasanya untuk pertama kali diselesaikan secarabipartit.

Namun bila tuntutan tersebut tidak ditanggapi perusahaan, maka dapat dilanjutkan ke

tingkat yang lebih tinggi sampai tingkat P-4D atau P-4P, bahkan ke tingkat Menteri.

4. Tuntutan yang disertai unjuk rasa massal dan berdampak PHK apabila tidak dapat

diselesaikan di tingkat P-4D biasanya kemudian diselesaikan sampai ke tingkat

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 235: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 235/254

pengadilan atau PTUN. Sebagian perusahaan melakukan hal ini sebagai upaya untuk

mendidik pekerja: bahwa perselisihan yang tidak mau diselesaikan di tingkat bipartit dan

disertai unjuk rasa massal akan menelan biaya tinggi dan memakan waktu lama. Bagi

perusahaan hal ini tidak menjadi masalah, namun bagi pekerja dapat berdampak besar.

5. Tuntutan yang disertai unjuk rasa dan kekerasan umumnya mengakibatkan

perusahaan

mengambil keputusan untuk melakukan PHK terhadap pekerja yang dianggap sebagai

pemimpin, penggerak atau provokator unjuk rasa. Dalam kasus semacam ini

perusahaan

kadang-kadang juga melibatkan pihak kepolisian, selanjutnya masalah akan diajukan ke

peradilan pidana. Dengan demikian penyelesaian perselisihan tidak sekedar 

penyelesaian

secara hubungan industrial.

Lembaga Penelitian 70 SMERU, Mei 2002

VII. KESIMPULAN

A. HUBUNGAN INDUSTRIAL DI MASA TRANSISI

Saat ini sistim hubungan industrial di Indonesia sedang berada dalam masa transisi: dari

sistim pemerintahan yang sangat terpusat dan dikendalikan penuh oleh pusat menjadi

suatu

sistem yang lebih terdesentralisasi dimana pekerja/buruh dan pihak pengusaha dapat

bernegosiasi mengenai persyaratan dan kondisi kerja pada tingkat perusahaan. Transisi

ini

searah dengan perubahan konteks sosial dan politik yang lebih luas, yang bertujuan

memfasilitasi proses demokratisasi dan pengambilan keputusan yang transparan.

Namun,

masih banyak komponen sistem hubungan industri yang masih tetap dipengaruhi oleh

sisasisa

praktek paternalistik pemerintah pusat di masa lalu.

B. PERATURAN HUBUNGAN INDUSTRIALKedua Rencana Undang Undang tentang ketenagakerjaan, yaitu RUU Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial (RUU PPHI) dan RUU Pembinaan dan Perlindungan

Ketenagakerjaan (RUU PPK) yang saat ini sedang dibahas oleh DPR, terbukti masih

menjadi

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 236: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 236/254

sumber perdebatan antara serikat pekerja/serikat buruh, pekerja, pengusaha, dan

pengamatpengamat

perkembangan hubungan industrial di Indonesia. Banyak pekerja, SP/SB, SP-TP

dan perusahaan yang tidak puas mengenai proses penyelesaian masalah hubungan

industrial

yang baru seperti yang tercantum dalam kedua RUU tersebut yang dianggap telah

mengubah

prosedur-prosedur mediasi, konsiliasi dan arbitrasi, meskipun tidak jarang hal ini

disebabkan

karena pasal-pasal dalam RUU tidak dipahami dengan baik.

Lebih lanjut, pembentukan Peradilan Perselisihan Hubungan Industri masih terus

diperdebatkan. Hanya sedikit pihak yang yakin bahwa pengadilan khusus untuk

perselisihan hubungan industri ini akan memperbaiki situasi yang ada saat ini.

Sebaliknya,

mereka yakin bahwa hal ini hanya akan menambah beban finansial pihak-pihak yang

tersangkut karena harus menempuh upaya pengadilan untuk menyelesaikan kasus

perselisihan tersebut. Umumnya, serikat pekerja/serikat buruh cenderung memilih UU

No.

22, 1957 dan UU No. 12, 1964 meskipun mereka tidak menyebutkan secara spesifik

pasalpasal

dari kedua undang-undang ini yang dianggap lebih sesuai.

Peraturan baru lainnya, terutama Kepmenaker No. Kep-150-/Men/2000 yang mengganti

Permenaker No, 03/Men/1996, telah mengundang reaksi keras dari pengusaha yang

berpendapat bahwa keputusan ini akan membebani pengusaha. Perubahan beberapa

pasal

yang kemudian dilakukan melalui Kepmenakertrans No.Kep-78 and Kep-111/Men/2001

telah memicu konflik dan pemogokan buruh besar-besaran karena serikat kerja/serikat

buruh

dan pekerja/buruh berpendapat bahwa perubahan tersebut lebih menguntungkan pihakperusahaan, sementara serikat pekerja/serikat buruh dan pekerja beranggapan bahwa

Kepmennaker No.150 memberikan perlindungan yang memadai bagi pekerja/buruh.

Keputusan pemerintah untuk mencabut Kepmenakertrans No. Kep-78 dan Kep-

111/Men/2001 tetapi menghidupkan kembali Kepmenaker No.Kep-150/Men/2000 pada

tanggal 15 Juni 2001 semakin menambah keruwetan mengenai peraturan hubungan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 237: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 237/254

industrial saat ini, dan tidak memberikan kepastian atau jalan keluar dari perdebatan

mengenai prosedur penyelesaian perselisihan industrial.

Banyak pengamat hubungan industrial menunggu ratifikasi kedua RUU ini untuk

memperjelas sejumlah isu-isu pokok sekitar hubungan industrial dan agar ada kepastian

bagi pekerja/buruh maupun pihak perusahaan. Namun, sangat penting bahwa semua

peraturan di waktu yang akan datang yang disusun oleh pemerintah mempertimbangkan

Lembaga Penelitian 71 SMERU, Mei 2002

dengan hati-hati dalam menciptakan keseimbangan antara hak-hak dan kewajiban

pekerja/buruh dan pengusaha agar protes-protes dan unjuk rasa pekerja dapat dihindari.

Lebih lanjut, melihat adanya berbagai opini dan pemahaman mengenai peraturan yang

saat

ini berlaku dan yang sedang diajukan, maka pemerintah perlu memberikan pengarahan,

pelatihan dan sosialisasi mengenai peraturan atau undang-undang yang baru. Gerakan

serikat pekerja/serikat buruh yang lebih kuat berarti pemerintah tidak perlu lagi

memainkan peran utama dalam perselisihan hubungan industrial, tetapi lebih berperan

sebagai fasilitator dan regulator yang adil.

C. DINAMIKA SERIKAT PEKERJA

Sebagai akibat dari ratifikasi Konvensi ILO No. 87, 1948 dan UU No. 21, 2000, jumlah

organisasi pekerja di Indonesia telah membengkak. Akan tetapi, peningkatan ini

terutama

dalam bentuk SP/SB di tingkat nasional dan federasi. Jumlah SP-TP yang terbentuk

masih

sedikit dibandingkan dengan jumlah sesungguhnya dari perusahaan-perusahaan skala

besar 

dan menengah yang ada di wilayah penelitian. Hal ini bukan hanya karena banyak

perusahaan yang masih menolak pembentukan SP/SB karena mereka tidak memahami

manfaat yang akan diperoleh, tetapi juga karena para pekerja/buruh tidak menyadari

sepenuhnya manfaat yang akan mereka peroleh dengan membentuk SP-TP. Pada

umumnya,para pekerja lebih menunjukkan minat untuk membentuk SP-TP setelah mereka

mengalami

gejolak industrial di dalam perusahaan yang sulit diselesaikan.

Serikat pekerja/serikat buruh dapat dibedakan berdasarkan proses pembentukannya.

Pertama,

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 238: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 238/254

SP/SB yang dibentuk sebagai basis bagi pekerja/buruh untuk menyuarakan keluhan-

keluhan

mereka di dalam perusahaan. SP/SB semacam ini memiliki misi yang jelas,

keanggotaan yang

ditentukan dengan baik, serta manajemen yang bagus. Kedua, SP/SB yang dibentuk

sebagai

basis politik, dan melibatkan mereka yang bukan pekerja yang mengklaim bertindak atas

nama pekerja/buruh. Ada beberapa dugaan bahwa ada hubungan antara beberapa

SP/SB ini

dengan kelompok atau partai politik tertentu.

SMERU menemukan bahwa efektivitas dan profesionalisme suatu SP/SB tergantung

pada

tingkat kemampuan mereka dalam mengorganisasikan dan merekrut anggotanya,

tingkat

pemahaman mereka atas peran dan fungsi mereka, dan peraturan yang ada, maupun

seberapa

baik mereka dapat mengkomunikasikan kebutuhan para pekerja/buruh, kemampuan

bernegosiasi dan menyelesaikan perselisihan. Berdasarkan temuan penelitian di

lapangan,

efektivitas dan profesionalisme SP/SB di tingkat kabupaten dan kota cukup untuk

membela

kepentingan pekerja selama masa transisi ini. Mereka umumnya siap untuk membela

dan

mendukung SP/SB dan para pekerja/buruh dalam berbagai situasi yang membutuhkan

penyelesaian perselisihan. Serikat Pekerja juga merupakan sarana yang efektif untuk

meminimalkan gejolak dalam skala yang lebih besar, karena sesuai dengan temuan

SMERU

mereka cenderung memprioritaskan negosiasi di tingkat nasional dan hanya

menggunakanpemogokan sebagai pilihan terakhir. Akan tetapi, umumnya peran SP-TP dianggap lebih

penting ketimbang serikat pekerja/serikat buruh terkait karena mereka memiliki

hubungan

langsung dengan baik pekerja/buruh maupun pemilik perusahaan, serta memiliki

pemahaman

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 239: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 239/254

yang jauh lebih baik atas tantangan-tantangan yang dihadapi keduanya.

Perwakilan SP-TP yang diwawancarai menganggap federasi SP/SB yang lebih lama

mapan

akan lebih efektif dan profesional ketimbang yang masih baru. Untuk alasan ini, SP-TP

cenderung memilih federasi SP/SB yang lebih berpengalaman baik dalam berorganisasi

maupun melakukan aksinya. Akan tetapi, federasi SP/SB yang sama, sekalipun sudah

lama

berdiri, masih dinilai secara berbeda di wilayah yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa

kepemimpinan pada tingkat kabupaten dan kota memainkan peranan dalam

mempengaruhi

efektivitas SP/SB terkait.

Lembaga Penelitian 72 SMERU, Mei 2002

 Adanya peningkatan gejolak industrial di banyak perusahaan cenderung menjadi pemicu

pembentukan SP/SB. Umumnya, hanya sedikit perusahaan yang mendukung

pembentukan

SP/SB di dalam perusahaan mereka karena menyadari keuntungan potensial adanya

SP/SB

bagi bisnis mereka. Tim peneliti SMERU menemukan bahwa SP-TP jarang dibentuk

terutama di perusahaan kecil yang telah memiliki prosedur penyelesaian perselisihan

yang

efektif. Tim juga menemukan bahwa secara umum perusahaan menyadari keuntungan

SP/SB begitu telah terbentuk, khususnya ketika harus melakukan negosiasi dengan

pekerja/buruh. Akan tetapi, masih terdapat beberapa perusahaan yang menghalangi

pembentukan SP/SB karena merasa bahwa adanya SP/SB diperusahaan akan menjadi

beban. Namun, pada saat yang sama, juga terdapat sejumlah perusahaan yang mulai

berinisiatif membentuk SP/SB sendiri.

Ratifikasi Konvensi ILO No. 87 dan implementasi UU No. 21, 2000 juga memungkinkan

untuk mendirikan banyak SP-TP di dalam sebuah perusahaan. Keberadaan SP-TP lebih

darisatu di dalam sebuah perusahaan ditemukan di beberapa perusahaan. Sejauh ini,

kondisi ini

tidak mengakibatkan konflik atau masalah diantara SP-TP tersebut. Meskipun demikian,

pihak perusahaan, SP-TP, dan pekerja/buruh cenderung memilih tidak lebih dari satu

SP-TP

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 240: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 240/254

dalam sebuah perusahaan. Mereka mengusulkan agar serikat pekerja dibentuk

berdasarkan

prosentase jumlah total pekerja/buruh di masing-masing perusahaan. Lainnya

mengusulkan

bahwa persyaratan jumlah pekerja/buruh untuk mendirikan serikat pekerja/serikat buruh

ditambah, dari 10 anggota menjadi 100 anggota.

D. KESEPAKATAN BERSAMA DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Kebanyakan pengusaha telah memastikan bahwa mereka memenuhi upah minimum

dan

hak normatif pekerja bagi pekerja/buruhnya, terlepas dari semua beban yang dialami

dari

kondisi ekonomi di Indonesia saat ini. Di luar isu-isu yang menyangkut upah dalam

konteks kebijakan hubungan industrial, temuan tim peneliti SMERU menunjukkan bahwa

aspek-aspek hubungan industrial telah berfungsi lebih mulus ketimbang yang mungkin

diharapkan di tingkat perusahaan. Kebanyakan pihak perusahaan menyatakan bahwa

terlepas dari beban "terlalu diatur", mereka telah mentaati peraturan dan kesepakatan.

Sebagian alasannya karena mereka telah mengikuti proses negosiasi tripartit.

Kesepakatan

bersama di tingkat perusahaan telah mulai memainkan peranan yang lebih penting

dalam

menentukan kondisi kerja di banyak perusahaan di mana SP-TP baru didirikan dari 1997

sebagai bagian dari proses reformasi.

Lebih jauh, penelitian SMERU menyoroti bahwa kebanyakan perselisihan antara

pekerja/buruh, pihak pengusaha dan perwakilan mereka dapat diselesaikan melalui

dialog

bipartit. Hanya beberapa kasus yang diselesaikan melalui dialog tripartit, termasuk

diteruskan

ke Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah dan Pusat (P4D dan P4P).

Baikpekerja/buruh (atau SP-TP) dan pengusaha (dan perwakilan mereka seperti Apindo,

 Aprisindo) menyatakan bahwa ada sedikit indikasi ketegangan yang serius dalam

hubungan

pengusaha-pekerja/buruh. Akan tetapi, kedua belah pihak mengakui mereka masih

dalam

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 241: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 241/254

proses belajar: pekerja/buruh belajar untuk menggunakan kebebasan untuk

berorganisasi dan

mengatur diri, menyatakan kebutuhan-kebutuhan mereka, dan menemukan metode

negosiasi

yang lebih baik, sementara pemilik perusahaan sedang belajar untuk menghargai

pekrja/buruh sebagai mitra kerja.

Dalam kasus-kasus dimana perselisihan hubungan industrial terjadi, hasil penelitian

lapangan

SMERU menunjukkan bahwa penyebab utama pemogokan dan kasus-kasus

perselisihan

antara lain adalah: tuntutan-tuntutan non-normatif yang mencerminkan ketidakpuasan

pekerja/buruh terhadap kondisi kerja; perusahaan tidak memenuhi tuntutan normatif 

Lembaga Penelitian 73 SMERU, Mei 2002

sebagaimana yang ditentukan dalam berbagai undang-undang dan peraturan serta

dalam

kesepakatan kerja bersama; gangguan dan campur tangan pihak ketiga; dan tekanan-

tekanan

dari sejumlah pekerja/buruh dari dalam perusahaan yang menekan pekerja/buruh lain

untuk

mendukung protes apa pun. Untuk mengatasi isu-isu ini, berbagai bentuk peraturan

kerja

(peraturan internal perusahaan, kesepakatan kerja bersama) menjadi sarana yang

efektif 

untuk mempromosikan hubungan industrial yang harmonis. Perusahaan-perusahaan

yang

terus menerapkan peraturan internal perusahaan sesungguhnya memelihara hubungan

industrial yang baik antara pengusaha dan pekerja/buruh. Selain itu, pihak perusahaan

mengakui bahwa kesepakatan kerja bersama merupakan bahan referensi yang efektif 

untukmenyelesaikan perselisihan. Akan tetapi, semua pihak menyadari bahwa dokumen ini

tidak

menjamin perselisihan hubungan industrial atau bahwa pemogokan tidak akan terjadi,

khususnya ketika gejolak industrial terjadi berdasarkan isu-isu dari luar lingkungan kerja,

seperti tuntutan peningkatan upah karena kenaikan harga BBM.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 242: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 242/254

Sementara itu, perumusan kesepakatan kerja bersama masih merupakan suatu topik

yang

kontroversial. Walaupun pada umumnya, baik pihak pengusaha maupun pekerja/buruh

terlibat dalam perumusan kesepakatan kerja bersama, SMERU menemukan adanya

sejumlah

kasus di mana kesepakatan kerja bersama dibuat oleh perusahaan, dan perwakilan

serikat

pekerja/serikat buruh dipaksa untuk hanya membaca dan menyetujuinya. Untuk

memperbaiki hubungan industrial di masa yang akan datang, baik pihak perusahaan

maupun

pekerja/buruh harus diberi kesempatan untuk berkontribusi dalam perumusan

kesepakatan

kerja bersama. Dalam perannya sebagai fasilitator, sangatlah penting bahwa pemerintah

menyediakan program pendidikan yang menyoroti manfaat pembuatan perjanjian secara

kolektif dan menghormati peraturan kerja yang ada, serta menyelesaikan semua

perselisihan

melalui dialog.

Dari sudut pandang sistem hubungan industrial yang lebih terbuka dan terdesentralisasi

yang

menekankan perlunya dialog di tingkatan perusahaan, dibutuhkan mekanisme

penyelesaian

perselisihan yang jelas, adil, dan fungsional yang dapat diandalkan oleh semua pihak

yang

berkepentingan. Sekali lagi, hal ini menekankan perlunya pemerintah untuk membuat

peraturan yang bukan hanya memberikan keadilan dari segi hak dan tanggungjawab

bagi

semua pihak, tetapi juga peraturan yang memberikan kepastian bagi hubungan

industrial.

Lebih jauh, untuk mengatasi kesalahpahaman dan salah informasi mengenai peraturanini,

adalah penting bahwa pemerintah menyediakan pendidikan lebih lanjut dan pedoman

pemahaman dan pelaksanaan semua peraturan di masa depan.

Lembaga Penelitian 74 SMERU, Mei 2002

DAFTAR PUSTAKA

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 243: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 243/254

Data

Sub-directorate for the Empowerment of Employer and Employee Organizations, Labor 

Union Federation, January 2002.

The Office of Manpower in East Java, Monthly Employment, January 2000 – August

2001.

Undang-undang dan Peraturan

Law No. 21/1954 on Labor Agreements Between Labor Unions and Employers.

Law No. 22/1957 on Labor Dispute Resolution.

Law No. 21/ 1964 on Employment Termination in Private Firms.

Third Draft Bill of The Industrial Relations Dispute Resolution Bill.

Law No. 21/2000 on Labor Unions/Workers Unions.

Law No. 25/1997 on Manpower.

Permenaker No. 03/1996 on The Settlement of Employment Termination, and

Determining

the Payment of Severance Pay, Long Service Pay, and Compensation in Private

Firms.

Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 on The Settlement of Employment Termination,

and

Determining the Payment of Severance Pay, Long Service pay, and Compensation in

Private Firms.

Kepmenakertrans No. Kep-78/Men/2001 on Amendments to Several Articles in

Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000.

Kepmenakertrans No. Kep-111/Men/2001 on Amendments on Article 35A

Kepmenakertrans No. Kep-78/Men/2001.

ILO Convention No. 87/1948 on the Freedom of Association and Protection of the Right

to

Organize.

Laporan dan Publikasi

Gallagher, J, Industrial Dispute Resolution Processes, USAID-AFL-CIO, 1996.Department of Manpower, Module 1: Education and Training for Trainers in Pancasila

Industrial Relations Awareness Raising Workshop, 2000.

Salamon, M., Industrial Relations, Theory and Practice, 4th edition, Prentice Hall, 2000.

The SMERU, Research Institute, The Impact of Minimum Wages in The Formal Urban

Sector, 2001.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 244: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 244/254

Suwarno, S., and J. Elliot, “Changing Approaches to Employment Relations in

Indonesia”, in

Employment Relations in the Asia Pacific: Changing Approches, ed. Bamber, Greg J,

1999.

Suwarto, Prinsip-prinsip Dasar Hubungan Industrial (unpublished), 2000.

The World Bank, The Imperative for Reform, 2001.

Uwiyono, A., Hak Mogok di Indonesia, Faculty of Law, University of Indonesia, 2001.

Harian Umum

Bisnis Indonesia, 4 January 2001

Suara Merdeka, 9 January 2001

Kompas, 10 January 2001

Suara Pembaruan, 15 March, 1993

Media Indonesia, 4 May 2001

Merdeka, 21 May 2001

Lembaga Penelitian 75 SMERU, Mei 2002

Bisnis Indonesia, 26 May 1997

Business News, 18 June 2001

Business News, 20 June 2001

Kompas, 20 June 2001

Kompas, 24 June 2001

Bisnis Indonesia, 2 October 1997

Harian Republika, 5 October 2001

Suara Karya, 23 November 2001

Pikiran Rakyat, 29 November 2001

Makalah

Hikayat Atika Karwa "Hubungan Industrial dalam Gerakan Buruh di Indonesia", a paper 

presented at the Tri-partite National Dialogue, Bekasi, 2001.

Ministry of Manpower and Transmigration, a paper presented at the Tri-partite National

Dialogue, Bekasi, 2001.Sarto, S., National Branch of the F-SPSI Paper presented at the Tri-partite National

Dialogue, Bekasi, 2001.

Suparwanto, Apindo Paper presented at the Tri-partite National Dialogue, Bekasi, 2001.

Lembaga Penelitian 76 SMERU, Mei 2002

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 245: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 245/254

MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN

MODUL 14

HUBUNGAN INTERNAL KARYAWAN

*

*

*

*

*

*

Disusun oleh:

Yanuar,SE.MM

PROGRAM PERKULIAHAN SABTU MINGGUFAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MERCUBUANA

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 246: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 246/254

BUNGAN INTERNAL KARYAWAN

A. PENGERTIAN HUBUNGAN INTERNAL KARYAWAN

  Hubungan internal karyawan merupakan aktivitas manajemen sumber 

daya manusia yang berhubungan dengan perpindahan atau mutasi karyawan dalam

organisasi atau perusahaan. Aktivitas-aktivitas manajemen sumber daya manusia

tersebut, antara lain mutasi, promosi, demosi, pemutusan hubungan kerja dan

 pemensiunan.

B. MUTASI

1. Pengertian Mutasi

Mutasi adalah kegiatan yang berhubungan dengan proses pemindahan

fungsi, tanggung jawab dan status ketenagakerjaan pegawai ke situasi tertentu

dengan tujuan agar tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh kepuasan

kerja yang mendalam dan dapat memberikan prestasi dan kontreibusi kerja yang

maksimal pada perusahaan.

Namun tidak selamanya mutasi ditujukan hanya untuk pembinaan dan

pengembangan tenaga kerja. Mutasi mungkin juga disebabkan oleh kondisi lain,

misalnya menggantikan tugas dan pekerjaan karyawan yang meninggal dunia,

keluar dari pekerjaan, atau karena kondisi fisik dan psikisnya sudah tidak sesuai

dengan tugas dan pekerjaan tersebut. Proses pemindahan tersebut terjadi pada

hierarki tugas dan pekerjaan maupun struktural yang sama.

2. Jenis Mutasi

a. Mutasi Atas Keinginan Tenaga Kerja

Menurut sifatnya, keinginan mutasi tenaga kerja dapat dibedakan menjadi

dua jenis, yaitu mutasi jangka panjang dan mutasi jangka pendek.b. Mutasi Atas Kebijakan Manajemen

Manajemen sumber daya manusia yang bijaksana akan memprogramkan

kegiatan ini, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Dalam jangka pendek

biasanya diperuntukkan karena tuntutan yang mendesak, sedangkan dalam

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 247: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 247/254

 jangka panjang dalam usaha menjaga kontinuitas produksi maupun kontinuitas

perusahaan secara makro.

3. Sistem Mutasi dan Perubahan Tenaga Kerja

Perubahan yang terjadi meliputi sebagai berikut :

1. Tingkat Pendidikan yang Meningkat

2. Pengetahuan Orang Semakin Luas

3. Angkatan Kerja Menjadi Lebih Heterogen

4. Kesadaran akan Hak Bertambah

5. Struktur Keluarga Mengalami Perubahan

6. Penerimaan Orang terhadap Kekuasaan Tradisional Berkurang

7. Peran Waktu Lebih Luang

 

4. Faktor-Faktor Dasar Mutasi

1. Mutasi Disebabkan Kebijakan dan Peraturan Manajer 

2. Mutasi Atas Dasar Prinsip The Right Man On The Right Job

3. Mutasi Sebagai Tindakan Untuk Meningkatkan Moral Kerja

4. Mutasi Sebagai Media Komunikasi yang Rasional.

5. Mutasi Sebagai Langkah Untuk Promosi

6. Mutasi untuk Mengurangi Labour Turnover 

7. Mutasi Harus Terkoordinasi

C. PROMOSI

Promosi adalah kesempatan untuk maju dalam suatu organisasi. Suatu

promosi berarti pula perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan yang lain yang

mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Oleh karena itu, suatu

program promosi perlu diadakan, yang mengandung hal-hal berikut ini :

1. Ke arah mana suatu jabatan akan menuju?

2. Sampai di manakah jenjang akhir suatu jabatan yang akan dicapai?3. Kriteria apa dan/atau persyaratan yang bagaimana yang diperlukan untuk

promosi jabatan tersebut?

D. PENURUNAN (DEMOTION)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 248: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 248/254

Sebagai lawan dari promosi adalah penurunan (demotion), yaitu

pemindahan seseorang ke jabatan lain yang lebih rendah dalam suatu

organisasi. Penurunan ini mungkin terjadi bila pasar tenaga kerja menunjukkan

keadaan supply tenaga kerja lebih besar daripada demand tenaga kerja. Atau

dapat pula terjadi suatu penurunan tersebut apabila organisasi suatu perusahaan

mengalami kritis dan sebagainya.

Mengingat kemungkinan dapat timbul promosi, tetapi mungkin juga

penurunan, maka perlu menjalankan Pedoman Pelaksanaan Promosi. Untuk

itu perlu dibuat :

1. Hubungan horizontal dan vertical dari masing-masing jabatan.

2. Penilaian kecakapan karyawan/anggota organisasi.

3. Ramalan lowongan dan data-data karyawan/anggota organisasi.

E. PEMBERHENTIAN

Suatu pemberhentian personil berarti lepasnya hubungan kerja secara

resmi dari kesatuan atau organisasi tempat mereka bekerja. Lepasnya hubungan

kerja, yang saat ini dikenal dengan istilah PHK (Pemutusan Hubungan Kerja),

dapat mengandung pengertian positif, namun dapat pula bersifat negatif.

Menurut Drs. Manullang, persyaratan yang harus dipenuhi untuk suatu

pemutusan hubungan kerja, setidaknya meliputi :

1. Tenggang Waktu Pemberhentian

2. Izin dan Saat Pemberhentian

3. Alasan Pemberhentian

4. Pemberian Pesangon, Uang jasa ataupun Uang ganti Rugi

 ALASAN PEMBERHENTIAN

a. Keinginan Perusahaan, antara lain :

1. Tidak cakap dalam masa percobaan

2. Alasan Mendesak3. Kemangkiran dan Ketidakcakapan

4. Penahanan Karyawan oleh Alat Negara

5. Terkena Hukuman oleh Keputusan Hakim

6. Sakit yang Berkepanjangan

7. Usia Lanjut

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 249: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 249/254

8. Penutupan Badan Usaha atau Pengurangan Tenaga Kerja.

F. PEMENSIUNAN PEGAWAI

Pemensiunan pegawai (umumnya pegawai negeri) berarti pemberhentian

pegawai dengan hak pension, tetapi tidak setiap pemberhentian pegawai berarti

pemensiunan pegawai. Ada persamaan di dalamya yakni adanya pemutusan

hubungan kerja (PHK) karena sesuatu hal tertentu.

Suatu masalah yang penting dalam program pemensiunan pegawai

adalah pembiayaan pension. Darimana diperoleh dana pension tersebut? Dalam

perusahaan yang sudah memprogramkan dana pension, biasanya digunakan

salah satu dari tiga cara pembiayaan pensiun yaitu :

1. Dibiayai oleh Pegawai

2. Dibiayai oleh Perusahaan

3. Dibiayai Bersama oleh Kedua Pihak

Sedangkan pertimbangan-pertimbangan dasar pemensiunan pegawai

sebagai berikut :

1. Memelihara Efisiensi Organisasi

2. Membuka Kesempatan Promosi Jabatan

3. Menepati Proses Alamiah

G. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Adalah pemberhentian atau dikeluarkannya seorang karyawan atau

pegawai dari lingkungan organisasi baik atas dengan inisiatif pribadi sendiri

maupun secara paksa atas prakarsa perusahaannya tempat bekerja.

KEPEMIMPINAN DALAM PERUSAHAAN

a. PENGERTIAN KEPEMIMPINANKepemimpinan adalah perilaku dimana seseorang memotivasi orang lain

untuk bekerja ke arah pencapaian tujuan tertentu. Menurut George R. Terry

menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh

seorang manajer yang menyebabkan orang-orang lain bertindak, sehingga

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 250: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 250/254

kemampuan seseorang manajer dapat diukur dari kemampuannya dalam

menggerakkan orang-orang lain dalam bekerja

b. Pola Hubungan Antartenaga Kerja Dalam Perusahaan

Dalam hal ini dapat dibedakan empat macam pola hubungan antar 

tenaga kerja, yaitu pola hubungan antartenaga kerja pada tingkat :

1. Manajemen Puncak dimana manajer lebih banyak berhubungan dengan

orang-orang yang bekerja di luar organisasi perusahaannya.

2. Manajemen Madya dimana manajer mempunyai hubungan dengan

atasan, rekan setingkat dan bawahan yang semuanya menduduki jabatan

kepemimpinan.

3. Manajemen Pertama dimana manajer memiliki pola hubungan

antartenaga kerja tingkat manajemen madya.

4. Tenaga Kerja Produktif dimana pekerja, tenaga kerja produktif yang

menduduki jabatan terendah dalam organisasi perusahaan, berhubungan

dengan rekan dan atasannya saja.

b. Ciri Pribadi Pemimpin

Marat (1982) mengutip Carter, yang menemukan ciri-ciri perilaku

pemimpin yang berhasil dari penelitian yang dilakukan pada Angkatan Darat

 Amerika Serikat, sebagai berikut :

1. Performing professional and technical speciality

2. Knowing subordinates and showing consideration for them

3. Keeping channels of communication open

4. Accepting personal responsibility and setting an example

5. Imitating and directing action

6. Training men as a team

7. Making decisions.

Di Indonesia kita kenal 11 ciri pribadi yang diharapkan dimiliki olehseorang pemimpin yaitu :

1. Takwa.

2. Ing Ngarso Sung Tuladha sebagai pemuka, orang yang berada di depan.

3. Ing Madya Mangun Karsa, di tengah-tengah para anak buahnya ikut

langsung bekerja bahu membahu, memberi dorongan, semangat.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 251: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 251/254

4. Tut Wuri Handayani, dari belakang selalu memberi dorongan dan arahan

kepada apa yang diinginkan anak buahnya.

5. Waspada Purwa Wisesa selalu berhati-hati dalam segala kondisi, meneliti

dan mebuat perkiraan keadaan secara terus menerus.

6. Ambeg Para Maarta, pandai menentukan mana yang menurut ruang,

waktu dan keadaan patut didahulukan.

7. Prasaja, bersifat dan bersikap sederhana serta rendah hati dan correct.

8. Satya, loyalitas timbal balik dan bersikap hemat, tidak ceroboh serta

memelihara kondisi materiil dengan kecermatan.

9. Gemi Nastiti, hemat dan cermat sadar dan mampu membatasi

penggunaan dan pengeluaran hanya untuk yang benar-benar diperlukan.

10. Belaka bersifat dan bersikap terbuka, jujur dan siap menerima segala

kritik yang membangun, selalu mawas diri dan selalu siap

mempertanggungjawabkan perbuatannya.

11. Legawa, rela dan ikhlas untuk pada waktunya mengundurkan diri dari

fungsi kepemimpinannya dan diganti dengan suatu generasi baru yang

telah mewarisi kesepuluh ciri ini.

c. Perilaku Pemimpin Yang efektif 

Ini terbukti bahwa tidak ada satupun gaya manajemen yang efektif 

untuk setiap situasi kepemimpinan/manajemen. Setiap situasi menuntut

adanya gaya kepemimpinan tertentu. Ada pendekatan analisis

kepemimpinan yang didasarkan pada ciri sebagai berikut :

1. Kecerdasan -> seorang pemimpin harus mempunyai kecerdasan yang

lebih baik dibandingkan yang lain.

2. Kepribadian, kematangan, kedewasaan, dan kehati-hatian, ketulusan

hati, kepercayaan diri berhubungan erat dengan kepemimpinan yang

efektif.

3. Ciri fisik -> banyak pendapat yang mengatakan bahwa organisasimemerlukan orang yang secara fisik mempunyai badan tinggi dan besar 

supaya ditaati anak buahnya.

4. Kemampuan mengendalikan -> kemampuan ini sangat perlu dimiliki

karena tanpa kemampuan mengawasi kemungkinan besar tujuan tidak

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 252: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 252/254

tercapai. Kalau setiap rencana tidak dapat dicapai berarti pemimpin

tersebut bukan pemimpin efektif.

d. Pola Interaksi Pemimpin dan Bawahannya

Hubungan antara pemimpin dan pengikutnya, hubungan antara

manajer dengan bawahannya, merupakan hubungan saling ketergantungan

yang pada umumnya tidak seimbang. Corak interaksi inilah yang

menentukan derajat keberhasilan pemimpin dalam kepemimpinannya. Dalam

hal ini ada dua teori yaitu teori kepemimpinan yaitu teori kepemimpinan

transaksional dan tranformasional yang dikembangkan oleh Bass dan Avolio

(1994)

KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL

Dalam bentuk kepemimpinan ini pemimpin berinteraksi dengan bawahannya

melalui proses transaksi. Bass dan Avolio membahas empat macam

transaksi yaitu :

1. Contingent Reward -> Jika bawahan melakukan pekerjaan untuk

kepentingan perusahaan yang menguntungkan perusahaan, maka

kepada mereka dijanjikan imbalan yang setimpal. Transaksinya ialah :”

Jika anda bekerja baik, maka akan saya beri imbalan yang baik.

2. Management By Exception Active -> Manajer secara aktif dan ketat

memantau pelaksanaan tugas pekerjaan bawahannya agar mereka tidak

membuat kesalahan-kesalahan. Transaksinya adalah,” Silakan

melaksanakan tugas pekerjaan Anda, saya akan awasi secara ketat,

sehingga jika saya melihat akan timbul kesalahan, atau jika begitu timbul

kesalahan, akan saya Bantu Anda.

3. Management By Exception- Passive -> Manajer baru bertindak setelah

terjadi kegagalan bawahan untuk mencapai tujuan, atau setelah benar-

benar timbul masalah yang serius. Transaksinya adalah, “Silakanmelaksanakan tugas pekerjaan Anda. Jika timbul masalah, atau jika Anda

bertindak salah, usahakan mengatasi masalah atau memperbaiki

kesalahan Anda sendiri. Saya akan membantu Anda, jika saya lihat Anda

tidak mampu mengatasi masalahnya atau memperbaiki kesalahannya.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 253: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 253/254

4. Laissez Faire -> Manajer membiarkan bawahannya melakukan tugas

pekerjaannya tanpa ada pengawasan dari dirinya. Transaksinya ialah, “

Silakan Anda melakukan tugas pekerjaan Anda secara mandiri, Anda

mampu melakukannya dan harus bertanggung jawab sendiri atas hasil

kerja Anda.

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL

Dalam hal ini ada lima aspek kepemimpinan ini sebagai berikut :

1. Attributed Charisma -> pemimpin mendahulukan kepentingan

perusahaan dan kepentingan orang lain dari kepentingan diri.

2. Inspirational Leadership/Motivation -> Pemimpin mampu menimbulkan

inspirasi pada bawahannya, antara lain dengan menentukan standar-

standar tingggi, memberikan keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai.

3. Intellectual Stimulation -> Bawahan merasa bahwa pimpinan mendorong

mereka untuk memikirkan kembali cara kerja mereka, untuk mencari

cara-cara baru dalam melaksanakan tugas, merasa mendapatkan

caravbaru dalam mempersepsi tugas-tugas mereka.

4. Individualized Consideration -> Bawahan merasa diperhatikan dan

diperlakukan secara khusus oleh pimpinannya.

5. Idealized Influence -> Pemimpin berusaha, melalui pembicaraan,

mempengaruhi bawahan dengan menekankan pentingnya nilai-nilai dan

keyakinan. Pemimpin memperlihatkan kepercayaannya pada cita-

citanya, keyakinannya dan nilai hidupnya.

 

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB  YANUAR, SE.MMMANAJEMEN PENGUPAH DAN PERBURUHA

Page 254: Manajemen Pengupahan

7/14/2019 Manajemen Pengupahan

http://slidepdf.com/reader/full/manajemen-pengupahan 254/254