Transcript

MAKALAH UJIAN KASUS

FORENSIK KLINIK

Oleh :

Alexandro Wiyanda 112014317Penguji :

dr. Fitri Ambar Sari, SPFDEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

RUMAH SAKIT UMUM NASIONAL CIPTO MANGUNKUSUMO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

JAKARTA

19 November 2015

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

BAB I PENDAHULUAN 2BAB II RINGKASAN KASUS 3

2.1 Identitas Korban 3

2.2 Anamnesis 3

2.3 Pemeriksaan Fisik Umum 4

2.4 Diagnosis 4

2.5 Tatalaksana 4

2.6 Kesimpulan 4

BAB III VISUM ET REPERTUM 5

BAB IV PEMBAHASAN KASUS 7

4.1 Prosedur Medikolegal 7

4.1.1 Pihak yang Berwenang Meminta VeR 8

4.1.2 Visum et Repertum 8

4.2 Aspek Medikolegal pada Penganiayaan 9

4.3 Traumatologi...12

4.4 Pemeriksaan Korban14BAB V KESIMPULAN 14DAFTAR PUSTAKA 15BAB I

PENDAHULUAN

Tindak pidana adalah suatu kejatahatan yang semuanya itu telah diatur dalam undang-undang dan begitu pula KUHP, mengenai tindak pidana yang kami bahas dalam makalah ini adalah Jenis tindak pidana yang dalam frekuensi menyusul ialah tindak pidana mengenai tubuh dan nyawa orang, yaitu terutama mengenai penganiayaan dan pembunuhan. Kedua macam tindak pidana ini sangat erat hubungannya antara satu dengan yang lain karena pembunuhan hampir selalu didahului dengan penganiayaan, dan penganiyaan hampir selalu tuntutan subsider setelah tuntutan pembuhuhan berhubungan dengan keadaan pembuktian. Ada beberapa model dan macam penganiayaan yang telah dilakukan dikalangan masyarakat sehingga dapat menimbulkan kematian dan keresahan yang terus meningkat.Dalam KUHP itu sendiri telah menjelaskan dan mengatur tentang penganiayaan beserta akibat hukum apabila melakukan pelanggaran tersebut, pasal yang menjelaskan tentang masalah penganiayaan ini sebagian besar adalah pasal 351 sampai dengan pasal 355, dan masih banyak pula pasal-pasal lain yang berhubungan dengan pasal tersebut yang menjelaskan tetang penganiayaan.Pada kasus ini, korban mengalami tindak kekerasan oleh teman dekatnya karena adanya rasa kecemburuan korban terhadap teman pelaku. Hal ini seharusnya dapat dicegah apabila, adanya komunikasi yang baik antara keduanya.BAB II

RINGKASAN KASUS

2.1 Identitas Korban

No. Rekam Medis

: 408-03-88Nama

: TN. ATempat tanggal lahir

: 28 september 1994Agama

: IslamPekerjaan

: Karyawan toko pulsaKewarganegaraan

: Indonesia

Alamat: Jl.Matraman Dalam I RT 06/08 Pegangsaan Menteng, Jakarta

PusatWaktu pelaporan: 7 November 2015

2.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan terhadap korban (autoanamnesis).

Korban datang dalam keadaan sadar penuh dan tampak sakit ringan.Korban mengaku sekitar delapan setengah jam sebelum pemeriksaan.bertempat di depan counter milik korban ditonjok sekali dengan tangan kosong pada pipi kiri oleh pelaku( laki-laki sekitar umur empat puluh satu tahun ). Setelah kejadian korban mengaku nyeri pada pipi kiri . Pandangan buram, Mual, muntah, dan pingsan di sangkal. Korban bersama keluarga melapor ke polisi dan diantar ke RSCM untuk dilakukan pembuatan visum et repertum.2.3 Pemeriksaan Fisik Umum

Status generalis

Keadaan umum

: tampak sakit ringan

Kesadaran

: sadar penuh

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80 X/menit

Pernapasan

: 18 X/menit

Suhu

: dalam batas normal

Status lokalis luka/cedera

1. Pada pipi kiri, lima sentimeter dari garis pertengahan depan, tiga sentimeter dibawah sudut dalam mata memar merah dan pembengkakan berukuran empat koma lima sentimeter dikali dua koma lima sentimeter.

2.4 Diagnosis

Hematom region fascialis2.5 Tatalaksana

Pembuatan visum et repertum2.6 Kesimpulan

Pada pemeriksaan terhadap korban laki-laki berusia dua puluh satu tahun ini ditemukan memar pada wajah akibat kekerasan tumpul yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian.

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

RUMAH SAKIT DR CIPTO MANGUNKUSUMO

Jalan Diponegoro no. 71, Jakarta Pusat 10430, Kotak Pos 1086

Telp. 3918301, 31930808 (Hunting), Fax 3148991

Nomor

: VER/203/XI/2015

Jakarta, 7 november 2015

Perihal

: Visum et repertum Lampiran: -

PRO JUSTITIA

VISUM ET REPERTUM

Yang bertanda tangan di bawah ini, dr. Alexandro Wiyanda , dokter pada Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo di Jakarta, berdasarkan surat permintaan visum et repertum.Kepolisian Resort Metropolitan Jakarta barat tertanggal tujuh november Nomor Surat: VER/203/XI/2015 RES.JAK-BAR maka pada tanggal tujuh november tahun dua ribu lima belas, pukul nol dua lewat lima belas menit Waktu Indonesia Bagian Barat Bertempat di Pusat Krisis Terpadu untuk perempuan Dan Anak Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo telah melakukan pemeriksaan terhadap korban yang merupakan pasien dengan nomor rekam medis: 408-03-88 yang menurut surat tersebut adalah:-----------------------

Nama

: Tn.A---------------------------------------------------------Jenis kelamin

:laki-laki.-----------------------------------------------------------------Umur

: 21 tahun------------------------------------------------------------------Warganegara

: Indonesia.----------------------------------------------------------------

Pekerjaan

: N/A------------------------------------------------------------------------

Alamat

: N/A------------------------------------------------------------------------------------------------------------------HASIL PEMERIKSAAN----------------------------------------

1. Korban datang dalam keadaan sadar penuh dan tampak sakit ringan.------------------------

2. Korban mengaku sekitar delapan setengah jam sebelum pemeriksaan.bertempat di depan counter milik korban ditonjok sekali dengan tangan kosong pada pipi kiri oleh pelaku( laki-laki sekitar umur empat puluh satu tahun ).setelah korban mengeluh nyeri pada pipi, riwayat pingsan, mual dan muntah disangkal---------------------------------------------------------------------

3. Tekanan darah seratus dua puluh per delapan puluh milimeter air raksa,frekuensi nadi delapan puluh kali permenit,frekuensi pernapasan delapan belas kali per menit ,suhu tiga puluh tujuh koma lima derajat celcius.--------------------------------4. Pada pemeriksaan ditemukan luka-luka:1. Pada pipi kiri, lima sentimeter dari garis pertengahan depan, tiga sentimeter dibawah sudut dalam mata memar merah dan pembengkakan berukuran empat koma lima sentimeter dikali dua koma lima sentimeter.----------------------------

5. Terhadap korban tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.----------------------------6. Korban dipulangkan.--------------------------------------------------------KESIMPULAN:--------------------------------------------------------------------------------------------

Pada korban laki-laki berusia dua puluh satu tahun , didapatkan pada luka memar pada pipi kiri akibat kekerasan tumpul. Luka-luka tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan/ pencaharianDemikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).--------------------------------------------------------------------------------------------Dokter tersebut diatas,

dr. Alexandro wiyanda

NIP.112014317BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

4.1 Prosedur Medikolegal

Munurut KUHAP pasal 133 ayat (1) yang berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli adalah penyidik. Penyidik pembantu juga mempunyai wewenang tersebut sesuai dengan pasal 11 KUHAP.1Mengenai kepangkatan pembuat surat permintaan visum et repertum telah diatur dalam Peraturan Pemerintah no 27 tahun 1983 yang menyatakan penyidik Polri berpangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua, sedangkan pada wilayah kepolisian tertentu yang komandannya adalah seorang bintara (Sersan), maka ia adalah penyidik karena jabatannya tersebut. Kepangkatan bagi Penyidik pembantu adalah bintara serendah-rendahnya sersan dua. Untuk mengetahui apakah suatu Surat permintaan pemeriksaan telah ditanda tangani oleh yang berwenang, maka yang penting adalah bahwa si penandatang menandatangani surat tersebut selaku penyidik.1

Menurut KUHP pasal 133 ayat (1) , yang berwenang melakukan pemeriksaan forensik yang menyangkut tubuh manusia dan membuat Keterangan Ahli adalah dokter ahli kedokteran kehakiman (forensik), dokter dan ahli lainnya. sedangkan dalam penjelasan KUHAP tentang pasal tersebut dikatakan bahwa yang dibuat oleh dokter ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli sedangkan yang dibuat oleh selain ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.1Permintaan Keterangan Ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis, dan hal ini secara tegas telah diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (2), terutama untuk korban mati. Korban yang masih hidup sebaiknya diantar oleh petugas kepolisian guna pemastian identitasnya. Surat permintaan keterangan ahli ditujukan kepada instansi kesehatan atau instansi khusus untuk itu, bukan kepada individu dokter yang bekerja di dalam instansi tersebut.1Temuan Pada Kasus Di Atas:Pada kasus ini, permintaan pembuatan visum et repertum disampaikan dalam bentuk tertulis melalui surat permintaan visum. Keterangan surat permintaan visum adalah sebagai berikut:

No polisi: VER/203/XI/2015Instansi: Kepolisian Resort Metropolitan Jakarta BaratTanggal : 7 november 2015

Permintaan: Permohonan Visum et Repertum Luka4.1.1 Pihak yang Berwenang Meminta VeR

Pihak yang berwenang meminta visum et repertum adalah penyidik. Yang dapat menjadi penyidik adalah pihak pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh unndang undang. Hal ini tercantum dalam pasal 1 KUHAP ayat 1.2

Berdasarkan Peraturan Pemerintah no.27 tahun 1983, disebutkan bahwa terdapat aturan mengenai kepangkatan untuk pejabat polri yang dapat membuat surat permintaan visum. Berdasarkan PP tersebut, yang berhak untuk meminta visum adalah penyidik Polri berpangkat serendah rendahnya Pembantu Letnan Dua, sedangkan pada wilayah kepolisian tertentu yang komandannya adalah seorang bintara (Sersan), maka ia adalah penyidik karena jabatannya tersebut.2Temuan Pada Kasus Di Atas:

Surat permintaan visum untuk kasus di atas ditandatangani oleh kapolres metro Jakarta Timur Sektor Matraman. Hal ini berarti surat permintaan visum sudah memenuhi Peraturam Pemerintah No. 27 tahun 1983).4.1.2 Visum et Repertum

Visum et Repertum (VeR) adalah keterangan yang di buat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medic terhadap manusia, baik hidup atau mati, ataupun bagian atau di duga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpah untuk kepentingan peradilan. Pembuatan VeR pada manusia sebagai korban atau diduga korban tindak pidana memiliki dasar hokum yaitu pasal 133 ayat (1) KUHAP, yaitu : Dalam hal ini penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan, maupun mati yang di duga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.2Hal ini sesuai dengan ketentuan dari pasal 133 ayat (2) KUHAP yang berbunyi, Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat pada kasus ini, permintaan visum dilakukan secara tertulis.2Sebagai pihak yang diminta bantuannya oleh pihak berwenang, dokter wajib membantu untuk memberikan keterangan berupa VeR sesuai pasal 179 KUHAP, Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. Jika dokter menolak untuk melakukan keterangan ahli dapat dikenakan sanksi sesuai pasal 216 ayat (1) KUHP, Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. Keterangan ahli dalam surat pada pasal 184 KUHAP ayat (1) tersebut sepadan dengan yang dimaksud dengan Visum et Repertum dalam Statsbald 350 tahun 1937.2Temuan Pada Kasus Di Atas

Dengan jelas disebutkan pada perihal bahwa dimintakan visum et repertum luka dalam perkara kebenaran adanya luka yang dialami korban tersebut dan pengobatan/ perawatan yang dibutuhkan. Berdasarkan isi surat permintaan sudah memenuhi pasal 133 KUHAP ayat 1 dan ayat 2.

4.2 Aspek Medikolegal Pada PenganiayaanUntuk mengetahui peyebab luka/sakit dan derajat parahnya luka atau sakit pada korban hidup maka diperlukan pemeriksaan kedokteran forensik. Hal ini dimaksudkan utuk memenuhi rumusan delik dalam KUHP. Oleh karena itu, catatan medic pada setiap pasien harus lengkap hasil pemeriksaannya, terutama korban yang diduga tindak pidaa. Hal ini diperlukan untuk pembuatan visum et repertum.2Korban dengan luka ringan dapat merupakan hasil dari tindak pidana penganiayaan ringan, seperti yang tertuang dalam Pasal 352 KUHP yang berbunyi:2(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya.

(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.Pada korban dengan luka sedang, dapat pula merupakan hasil dari tindak penganiayaan, seperti yang disebutkan pada Pasal 351 KUHP ayat (1) yang berbunyi Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak 4500 rupiah dan Pasal 353 KUHP ayat (1) yaitu: Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana pejara palig lama 4 tahun.2

Hasil dari tindak penganiayaan tersebut dengan akibat luka berat diatur dalam pasal 351 ayat (2) yang berbunyi: Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana pejara paling lama 5 tahun atau Pasal 353 ayat (2) yaitu Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikarenakan pidana pejara palig lama tujuh tahun. Sementara, jika korban dengan luka berat merupakan akibat penganiayaan berat, undang-undang mengaturnya dalam Pasal 354 ayat (1) yang berbunyi Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun atau Pasal 355 ayat (1) yaitu Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencaa lebih dahulu, diancam degan pidana penjara paling lama dua belas tahun.2

Sementara dalam KUHP, yang dimaksud penganiayaan ringan adalah penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau halangan pekerjaan, seperti bunyi Pasal 352 KUHP. Umumnya, korban datang tanpa luka, atau dengan luka lecet atau memar kecil di lokasi yang tidak berbahaya atau tidak menurunkan fungsi alat tubuh tertentu. Luka-luka ini dimasukkan ke kategori luka ringan atau luka derajat satu.2Hoge Road pada tanggal 25 Juni 1894 menjelaskan pengertian penganiayaan yang tidak disebutkan di KUHP, bahwa menganiaya adalah dengan sengaja menimbulkan sakit atau luka. Dalam hal ini, semua keadaan yang lebih berat dari luka ringan dimasukkan ke dalam kategori luka sedang (luka derajat dua) dan luka berat (luka derajat tiga). Luka sedang adalah keadaan yang terletak di antara luka ringan dan luka berat.2

Penentuan derajat luka ini penting utuk membuat visum et repertum, sehingga dokter harus memeriksa dengan teliti korban yang datang. Uraian yang dibuat meliputi keadaan umum sewaktu datang, letak, jenis dan sifat luka serta ukuran, pemeriksaan khusus/penunjang, tindakan medik yang dilakukan, riwayat perjalanan penyakit, dan keadaan akhir saat perawatan. Secara objektif, dapat dimasukkan gejala yang ditemukan pada korban.2PASAL-PASAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN KASUS LUKA2 Pasal 89 KUHP

Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.

Pasal 90 KUHP

Korban dengan luka berat seperti yang disebutkan pada pasal 90 KUHP adalah sebagai berikut:

Luka berat berarti:

1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak member harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;

2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;

3) Kehilangan salah satu pancaindra;

4) Mendapat cacat berat;

5) Menderita sakit lumpuh;

6) Terganggunya daya piker selama empat minggu lebih;

7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Pasal 351 KUHP

Penganiayaan ini diatur dalam KUHP pasal 351, yaitu sebagai berikut:1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, 2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. 3. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. 4. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. 5. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.Temuan pada KasusBerdasarkan penganiayaan pada kasus, maka pasal 352 ayat 1 yang berbunyi penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, dapat dijatuhkan kepada pelaku penganiayaan apabila terbukti bersalah.4.3 Traumatologi

Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa). Sementara luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. Kekerasan dapat dibedakan berdasarkan sifatnya, yaitu mekanik (kekerasan oleh benda tajam, kekerasan oleh benda tumpul, dan tembakan senjata api), fisika (suhu, listrik dan petir, perubahan tekanan udara, akustik, dan radiasi), dan kimia (asam atau basa kuat).3Luka Akibat Kekerasan Benda Tumpul

Luka jenis ini disebabkan benda yang memiliki permukaan tumpul.3a. Memar

Memar adalah suatu perdarahan pada jaringan bawah kulit karena pecahnya kapiler dan vena. Luka memar sering kali member petujuk tentang bentuk benda penyebab lukanya, misal jejas ban (marginal haemorrhage). Faktor yang mempegaruhi letak, bentuk, dan luas luka memar yaitu besarnya kekerasan, jenis benda penyebab, kondisi dan jenis jaringan, usia, jenis kelamin, corak dan warna kulit, kerapuhan pembuluh darah, dan penyakit. Perubahan warna pada luka memar dapat secara kasar digunakan untuk memperkirakan usianya. Saat timbul,memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi ugu atau hitam, setelah 4 sampai 5 hari akan berwarna hijau kemudian berubah menjadi kuning dalam 7 sampai 10 hari, dan menghilang dalam 14 sampai 15 hari. Dalam medikolegal, interpretasi luka memar merupakan hal penting.3b. Luka Lecet

Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing, contohnya pada kejadian kecelakaan lalu lintas, tubuh terbentur aspal jalan, atau sebaliknya benda tersebut yang bergerak dan bersentuhan dengan kulit. Luka lecet dapat diklasifikasi sebagai luka lecet gores (scratch), luka lecet serut (graze), luka lecet tekan (impression, impact abrasion), dan luka lecet geser (friction abrasion) berdasarkan mekanisme terjadinya luka.3 Luka lecet gores

Luka lecet gores disebabkan benda runcing yang menggores epidermis di depannya sehingga lapisan kulit ini terangkat. Luka lecet ini biasanya berbentuk garis sehingga pada deskripsi luka hanya disebutkan ukuran panjang luka.Terkadang arah pergerakan luka dapat ditentukan, yaitu dari ujung luka yang tidak terangkat ke ujung luka yang terangkat.3 Luka lecet serut

Luka ini serupa dengan luka lecet gores, tetapi penampangnya lebih luas, sehingga deskripsi luka meliputi ukuran panjang dan lebar luka. Arah luka ditentukan dengan melihat letak tumpukan kulit ari.3 Luka lecet tekan

Luka lecet tekan terbentuk karena penekanan benda tumpul pada kulit dengan gambaran kulit yang kaku, keras, dan warnanya lebih gelap dari sekitarnya karena jaringan yang tertekan menjadi lebih padat dan mengering. Benda penyebab luka kemungkinan dapat diketahui berdasarkan pola yang terdapat pada kulit.3 Luka lecet geser Luka lecet geser timbul karena adanya gerakan bergeser disertai dengan tekanan linier pada kulit.3Temuan pada KasusPada temuan status lokalis (pemeriksaan luka-luka), hanya didapatkan memar pada wajah akibat kekerasan tumpul.4.4 Pemeriksaan Korban

Tujuan pemeriksaan forensik pada korban adalah mengetahui tanda-tanda kekerasan, penyebab, serta derajat luka/sakit. Pemeriksaan terhadap korban penganiayaan sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan, sebelum hilangnya tanda-tanya kekerasan yang dapat dijadikannya bukti telah terjadi tindak kekerasan.

Pemeriksaan korban diawali dengan anamnesis. Anamnesis diawali dengan anamnesis umum yang meliputi pertanyaan tentang nama, umur, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, alamat, dll. Setelah itu, baru ditanyakan tentang kejadian, kapan kejadian dimulai, dimana, siapa, dan mengapa kejadian itu bisa terjadi dan sudah berapa kali kejadian berulang.Temuan pada Korban Tn. ABerdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik umum, serta status lokalis (pemeriksaan luka-luka), didapatkan keadaan fisik umum dalam batas normal, pada pemeriksaan status lokalis pada wajah terdapat memar akibat kekerasan tumpul yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian. Memar pada wajah tersebut tidak memerlukan pemeriksaan penunjang dan pengobatan medis karena dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga luka tersebut dimasukkan dalam luka derajat satu.

BAB V

KESIMPULAN

Pada pemeriksaan terhadap korban perempuan berusia dua puluh satu tahun ini ditemukan memar pada wajah akibat kekerasan tumpul yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian.BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997.

2. Safitry O. Kompilasi Peraturan Perundang-undangan terkait praktik kedokteran.Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI; 2014.

3. Arif B. Traumatologi, dalam Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 1997.

14


Recommended