Download doc - MAKALAH Otitis Media Akut

Transcript
Page 1: MAKALAH Otitis Media Akut

OTITIS MEDIA AKUT

TUGAS MATA KULIAH PERSEPSI SENSORI

NAMA KELOMPOK 3 :

1. ABDUL QODAS (1410001)

2. ANA SULISTIYOWATI (141000)

3. FANDI FATULLAH (14100)

4. IKA RETNO PALUPI N. H (1410021)

5. LULUK BADRIYAH (1410028)

6. SYAIFUL ANAM (14100)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ARTHA BODHI ISWARA

2015

1

Page 2: MAKALAH Otitis Media Akut

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

rahmatNya sehingga penulis menyelesaikan penulisan makalah ini. Adapun tujuan

makalah kami yang berjudul ”OTITIS MEDIA AKUT (OMA)” ini adalah untuk

memenuhi tugas Mata Kuliah Persepsi Sensori.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing Bapak Heri,

S.Kep, Ns. yang telah banyak membantu memberikan bimbingan dan arahan.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh

karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Surabaya, 7 Desember 2015

Kelompok 3

2

Page 3: MAKALAH Otitis Media Akut

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... 2

DAFTAR ISI........................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................ 4

B. Rumusan Masalah ................................................................................... 5

C. Tujuan ..................................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi OMA.......................................................................................... 7

B. Anatomi dan Fisiologi ............................................................................. 7

C. Etiologi OMA .......................................................................................... 12

D. Faktor Risiko ........................................................................................... 13

E. Gejala Klinis ............................................................................................ 14

F. Patofisiologi ............................................................................................. 15

G. Pemeriksaan Diagnostik ........................................................................... 23

H. Penatalaksanaan ....................................................................................... 24

I. Komplikasi ................................................................................................ 28

J. Pencegahan ............................................................................................... 28

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN OMA

A. Pengkajian ............................................................................................... 30

B. Diagnosa Keperawatan ............................................................................ 31

C. Intervensi Keperawatan ........................................................................... 31

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................. 34

B. Saran ........................................................................................................ 34

DAFTARPUSTAKA .......................................................................................... 35

3

Page 4: MAKALAH Otitis Media Akut

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut telinga tengah. Penyakit ini masih

merupakan masalah kesehatan khususnya pada anak-anak. Diperkirakan 70% anak

mengalami satu atau lebih episode otitis media menjelang usia 3 tahun. Penyakit ini terjadi

terutama pada anak dari baru lahir sampai umur sekitar 7 tahun, dan setelah itu insidennya

mulai berkurang.

Anak umur 6-11 bulan lebih rentan menderita OMA. Insiden sedikit lebih tinggi

pada anak laki-laki dibanding perempuan. Sebagian kecil anak menderita penyakit ini pada

umur yang sudah lebih besar, pada umur empat dan awal lima tahun. Beberapa bersifat

individual dapat berlanjut menderita episode akut pada masa dewasa. Kadang-kadang,

orang dewasa dengan infeksi saluran pernafasan akut tapi tanpa riwayat sakit pada telinga

dapat menderita OMA.

Faktor-faktor risiko terjadinya OMA adalah bayi yang lahir prematur dan berat

badan lahir rendah, umur (sering pada anak-anak), anak yang dititipkan kepenitipan anak,

variasi musim dimana OMA lebih sering terjadi pada musim gugur dan musim dingin,

predisposisi genetik, kurangnya asupan air susu ibu, imunodefisiensi, gangguan anatomi

seperti celah palatum dan anomaly kraniofasial lain, alergi, lingkungan padat, sosial

ekonomi rendah, dan posisi tidur tengkurap.

Penatalaksanaan OMA tanpa komplikasi mendapat sejumlah tantangan unik.

Pilihan terapi OMA tanpa komplikasi berupa observasi dengan menghilangkan nyeri

(menggunakan asetaminofen atau ibuprofen), dan atau antibiotik. Di Amerika Serikat (AS),

kebanyakan anak dengan OMA secara rutin mendapat antibiotik. Cepatnya perubahan

spectrum patogen menyebabkan sulitnya pemilihan terapi yang paling sesuai.

Berkembangnya pengetahuan baru tentang patogenesis OMA, perubahan pola resistensi,

dan penggunaan vaksin baru memunculkan tantangan yang lebih lanjut pada

penatalaksanaan efektif pada OMA. Food and Drug Administration (FDA) menyetujui

penggunaan vaksin pneumokokus konjugat sebagai cara baru dalam menurunkan

prevalensi OMA dan mencegah

sekuele dari infeksi telinga.

4

Page 5: MAKALAH Otitis Media Akut

Beberapa peneliti dari Eropa Barat, Inggris, dan AS menyarankan bahwa anak

dengan OMA dapat diobservasi saja daripada diterapi segera dengan antibiotik. Di Belanda,

pengurangan penggunaan antibiotik untuk OMA sudah dipraktekkan sejak tahun 1990an.

Pada tahun 2004, American Academy of Pediatrics dan the American Academy of Family

Physicians mengeluarkan rekomendasi diagnosis dan penatalaksanaan OMA. Menurut

petunjuk rekomendasi ini, observasi direkomendasikan tergantung pada umur pasien,

kepastian diagnosis dan berat-ringannya penyakit. Sekitar 80% anak sembuh tanpa

antibiotik dalam waktu 3 hari.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dari Otitis Media Akut (OMA) ?

2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada OMA ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan pada pasien

dengan Otitis Media Akut (OMA)

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu memahami pengkajian dalam asuhan keperawatan dengan

Otitis Media Akut (OMA).

b. Mahasiswa mampu mengelompokkan data sesuai dengan tanda dan gejala pada

Otitis Media Akut (OMA)

c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan dalam asuhan

keperawatan dengan Otitis Media Akut (OMA)

d. Mahasiswa mampu membuat perencanaan dalam asuhan keperawatan Otitis

Media Akut (OMA)

e. Mahasiswa mampu melakukan intervensi/tindakan keperawatan dalam rangka

penerapan asuhan keperawatan dengan Otitis Media Akut (OMA)

f. Mahasiswa mampu mengevaluasi terhadap intervensi yang telah dilakukan

dalam asuhan keperawatan dengan Otitis Media Akut (OMA).

5

Page 6: MAKALAH Otitis Media Akut

D. Manfaat

1. Manfaat bagi Mahasiswa

a. Mahasiswa mendapatkan pemahaman tentang konsep Penyakit Otitis Media

Akut (OMA).

b. Mahasiswa mendapatkan pemahaman tentang asuhan keperawatan pada

Penyakit Otitis Media Akut (OMA)

2. Manfaat bagi Akademik

a. Akademik mendapatkan tambahan referensi untuk melengkapi bahan

pembelajaran.

b. Akademik mendapatkan dorongan untuk memotivasi mahasiswa tentang Otitis

Media Akut (OMA) melalui proses belajar dan praktik dilapangan.

6

Page 7: MAKALAH Otitis Media Akut

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,

tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya

dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing

memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik,

seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis

media adhesiva (Djaafar, 2007).

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan

tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik

dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual,

muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada

pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003). Terjadinya

efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada

membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat

cairan di belakang membran timpani, dan otore (Kerschner, 2007).

B. Anatomi

Anatomi Telinga Tengah

Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu : telinga luar, telinga tenga, dan telinga

dalam. Telinga tenga adalah suatu rongga yang terletak di tulang tengkorak dan terdiri dari

membrane timpani, kavum timpani, antrum mastoid, dan Tuba Eustachius.

7

GAMBARAN UMUM TELINGA

Page 8: MAKALAH Otitis Media Akut

Membran Timpani

Membran timpani dibagi menjadi dua bagian yaitu : pars tensa (Membran

Sharpnell) yang terletak pada bagian atas dan pars tensa (membrane proria) yang terletak

pada bagian bawah.

Pars Tensa yang merupakan bagian yang paling besar terdiri dari tiga lapisan.

Lapisan luar disebut Kutaneus (cutaneous layer) terdiri dari lapisan epitel berlapis semu

yang halus yang normalnya merefleksikan cahaya. Lapisan dalam disebut lapisan mukosa

(mucosa layer) merupakan lapisan yang berbatasan dengan cavum timpani serta lapisan

yang terletak di antara keduanya.

8

Page 9: MAKALAH Otitis Media Akut

Lapisan ini terdiri dari 2 lapis jaringan ikat fibrosa yang bersatu dengan cincin

fibrokartilago yang mengelilingi membrane timpani. Pars flaksida tidak memiliki lapisan

fibrosa sehingga bagian ini pertama kali akan mengalami retraksi bila terjadi tekanan

negatif dalam telinga.

Kavum timpani

Kavum timpani di bagi menjadi tiga bagian yang berhubungan dengan lempeng

membran timpani, yaitu epitimpanum,mesotimpanum,dan hipotimpanum

Epitimpanum dibatasi oleh suatu penonjolan tipis,yaitu tegmen timpani.

Bagian anterior epitimpanum terdapat ampula kanali superior.Pada bagian anterior dari

ampula kanlis superior terdapat ganglion genikulatum yang merupakan tanda ujung

anterior ruang atik.Atik pada bagian posterior menyempit

menjadi jalan masuk ke antrum mastoid yaitu aditus ad antrum.

Mesotimpanum,pada bagian medial dibatasi oleh kapsula otik yang terletak lebih

rendah daripada n.fasilialis pars timpani. Promotorium berisi saraf-saraf yang membentuk

plektus timpanikus. Promotorium pada bagian posterosuperior terdapat foramen ovale

(vestibuler) pada bagian posteroinferior terdapat foramen rotundum (koklear) Orificium

timpani tuba Eustachius terletak pada anterosuperior mesotimpanum.

Hipotimpanum merupakan suatu ruang dangkal yang terletak lebih rendah

dari membran timpani. Hipotiompanum berbatasan dengan bulbus vena jugularis dan sel-

sel mastoid.

Batas-batas kavum timpani meliputi

1. Atap : tegmen timpani

2. Dasar : dinding jugularis dan tonjolan stiloideus

3.Anterior:dinding karotis ostium tuba Eustachius, tensortimpani

4. Posterior : mastoid, stapedius tonjolan piramidal

5. Latelal : membran timpani, skutum

6. Medial : dinding labirin

Rangkaian tulang pendengaran di telinga tengah berukuran kecil dan di hubungkan

oleh tendon-tendon otot yang tipis (tensor timpani dan stapedius) manubrium rnaleus

menempel pada membran timpani dimana bagian atasnya. membentuk umbo yang

merupakan landrmark yang penting clalam mengevaluasi

9

Page 10: MAKALAH Otitis Media Akut

membran timpani. Tulang selanjutnya adalah inkus yang berartikulasi dengan maleus.

Kepala maleus dan badan inkus terletak di epitimpani.

Prosesus longus inkus berartikulasi dengan stapes. Dasar stapes dihubungkan

dengan tingkap lonjong oleh sebuah ligamentum yang elastis. Didalam kavum timpani juga

terdapat korda timpani yang terletak transversal yang berasal dari nervus fasialis dan

mengandung serat-serat pengecapan untuk 2/3 anterior lidah.

Antrum Mastoid

Antrum mastoid adalah suatu rongga didalam proses mastoid yang terletak persis

dibelakang epitirnpanum. Aditus ad antnrm adalah saluran yang menghubungkan antrum

dengan epitimpani. Lempeng dura adalah bagian tipis yang biasanya lebih keras dari tulang

sekitarnya yang membatasi rongga mastoid dengan duramater. Lempeng sinus adalah

bagian tulang yang tipis yang membatasi rongga mastoid dengan sinus lateralis. Sudut

sinodura adalah sudut yang dibentuk oleh pertemuan duramater fossa media dan fossa

posterior otak di superior dengan sinus lateral di posterior. Sudut ini ditemukan dengan

cara membuang sebersih-bersihnya sel-sel pneumatisasi mastoid di bagian posterior

inferior lempeng dura dan posterior superior lempeng sinus.

Sudut keras (solid angle, hard angle) adalah penulangan yang keras sekali yang

dibentuk oleh pertemuan 3 kanalis semisirkular posterior di sebelah anteromedial sinus

sigmoid. Sudut ini akan ditemukan dengan membuang sebersih-bersihnya sel-sel

pneumatisasi mastoid di antara kanalis semisirkularis lateral dengan sudut sinodura.

Segitiga Trautmann adalah daerah yang terletak di balik antrum yang dibatasi oleh sinus

sigmoid, sinus lateral, dan tulang labirin. Batas medialnya adalah lempeng dura fossa

posterior.

Tuba Eustachius

Tuba Eustachius menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring. panjang tuba

Eustachius dewasa bervariasi antara 31 sampai 38 mm. Pada bayi dan anak-anak

ukurannya lebih pendek dan lebih horizontal sehingga sekret dari nagofaring lebih

mudah masuk ke telinga tengah. Dua pertiga bagian anteromedial tuba (arah nasofaring)

berdinding tulang rawan, sedangkan sisanya (arah kavum timpani) berdinding tulang.

Dinding tulang rawan ini tidak lengkap, dinding bawah dan lateral bawah merupakan

10

Page 11: MAKALAH Otitis Media Akut

jaringan ikat yang bergabung dengan M. tensor dan levator velli palatini. Tuba

Eustachius akan terus berkembang bertambah panjang dan akan lebih membentuk sudut

yang lebil besar dari bidang horizontal pada usia 5 sampai 7 tahun.

Fisiologi Tuba Eustachius

Fungsi tuba pertama kali dijelaskan oleh Du Veruey (1963), yang menyatakan

bahwa tuba bukan merupakan suatu saluran baik untuk pernafasan maupun pendengaran,

tetapi merupakan saluran untuk pembaharuan udara di kavum timpani. Antonio Valsava

mempublikasikan ‘de Aure Humana Tractus', yang memberikan eponom untuk TE,

dengan mengasosiasikan pada suatu tehnik untuk memaksa masuknya udara dari

nasof'aring ke dalam kavum timpani. Udara di telinga tengah secala normal

berhubungan dengan atmosfer melalui TE. Orifisium tuba terletak di nasofaring dengan

ujung yang sedikit terbuka Tuba Eustachius memiliki tiga fungsi lisiologis terhadap

telinga tengah, yaitu (1) fungsi ventilasi untuk mengatur agar tekanan telinga tengah

sama dengan telinga luar, (2) fungsi proteksi adalah untuk melindungi telinga tengah

terhadap tekanan suara dan sekret nasofaring, (3) fungsi drainase yaitu mengalirkan sekret

yang diproduksi mukosa telinga tengah ke arah nasofaring.

Fungsi TE yang paling penting adalah mengatur tekanan telinga tengah, karena

fungsi pendengaran akan optimum bila tekanan udara di telinga tengah lebih kurang

sama dengan tekanan diluar telinga. Dalam keadaan normal teriadi pembukaan TE secara

intermiten aktif akibat kontraksi dari M. Tensor veli platini selama proses menelan,

yang akan mempertahankan tekanan di telinga tengah relatif sama dengan telinga

11

Page 12: MAKALAH Otitis Media Akut

luar.

Tuba Eustachius biasanya dalam keadaan steril serta tertutup dan baru terbuka

apabila udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan dan

menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh kontraksi muskulus tensor veli palatini apabila

terjadi perbedaan tekanan telinga tengah dan tekanan udara luar antara 20 sampai dengan

40 mmHg. Tuba Eustachius mempunyai tiga fungsi penting, yaitu ventilasi, proteksi, dan

drainase sekret. Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah

selalu sama dengan tekanan udara luar. Proteksi, yaitu melindung telinga tengah dari

tekanan suara, dan menghalangi masuknya sekret atau cairan dari nasofaring ke telinga

tengah. Drainase bertujuan untuk mengalirkan hasil sekret cairan telinga tengah ke

nasofaring (Djaafar, 2007; Kerschner, 2007)

Stadium OMA

OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada

perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium

hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium

resolusi (Djaafar, 2007).

Gambar 4. Membran Timpani Normal

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh

retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam

telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi

dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema

12

Page 13: MAKALAH Otitis Media Akut

yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi,

membran timpani kadang- kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya

berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi.

Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan

oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini (Djaafar, 2007;

Dhingra, 2007).

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani,

yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan

adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi

tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik.

Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti.

Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien

mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih

normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis.

Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani.

Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari (Djaafar, 2007;

Dhingra, 2007).

Gambar 5. Membran Timpani Hiperemis

3. Stadium Supurasi

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau

13

Page 14: MAKALAH Otitis Media Akut

bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada

mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur.

Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran

timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.

Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat

serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat

tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi

demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.

Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan

menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan

submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung

di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan

kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis

terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.

Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi.

Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani

sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka

insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi

ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani

mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi (Djaafar, 2007; Dhingra,

2007).

Gambar 6. Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen

14

Page 15: MAKALAH Otitis Media Akut

4. Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret

berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang

telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).

Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan

tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih

tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.

Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap

berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif

subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah

sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik

(Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

Gambar 7. Membran Timpani Peforasi

5. Stadium Resolusi

Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan

berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran

timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan

sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal.

Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih

utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.

Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis

media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani

15

Page 16: MAKALAH Otitis Media Akut

menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.

Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis

media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani

tanpa mengalami perforasi membran timpani (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

C. Etiologi

1. Bakteri

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian,

65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri

terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-

patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri

penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh

Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus

dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-

hemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus

dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani

rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis

mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada

anak-anak (Kerschner, 2007).

2. Virus

Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau

bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada

anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus

(sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau

enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius,

menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat

antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan

menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked

immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah

pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus (Buchman, 2003).

16

Page 17: MAKALAH Otitis Media Akut

Penyebab-penyebab Anak Mudah Terserang OMA

Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang

dewasa. Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya

lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran pernapasan atas lebih

mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di

bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm (Djaafar, 2007). Ini meningkatkan peluang terjadinya

refluks dari nasofaring menganggu drainase melalui tuba Eustachius.

Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur lebih tua berkurang,

karena tuba telah berkembang sempurna dan diameter tuba Eustschius meningkat, sehingga

jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak masih

rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga tengah. Adenoid merupakan

salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh. Pada

anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang dewasa.

Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga adenoid

yang besar dapat mengganggu terbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid dapat

terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah melalui tuba Eustachius

(Kerschner, 2007).

Gambar 3. Perbedaan Antara Tuba Eustachius pada Anak-anak dan Orang Dewasa

D. Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik,

status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula,

lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital,

status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba

Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain (Kerschner, 2007).

17

Page 18: MAKALAH Otitis Media Akut

Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens OMA

pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak matang

atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau status imunologi anak

juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki lebih tinggi

dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Native American, Inuit, dan

Indigenous Australian menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dibanding dengan ras

lain. Faktor genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi juga berpengaruh, seperti

kemiskinan, kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi rendah, dan

pelayanan pengobatan terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada anak- anak.

ASI dapat membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya

asupan ASI banyak menderita OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak

mengalami OMA yang lebih signifikan dibanding dengan anak-anak lain. Dengan adanya

riwayat kontak yang sering dengan anak-anak lain seperti di pusat penitipan anak-anak,

insidens OMA juga meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital

mudah terkena OMA karena fungsi tuba Eustachius turut terganggu, anak mudah

menderita penyakit telinga tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi

akibat infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau virus (Kerschner, 2007).

E. Patofisiologi OMA

OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas

(ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas,

termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga

terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung

lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam

telinga tengah melalui tuba Eustachius.

Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses

ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba,

akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga

tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila

tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta

terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen

pada sekret.

18

Page 19: MAKALAH Otitis Media Akut

Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator

inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori

juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan

imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses

inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang- tulang

pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu

banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi

(Kerschner, 2007).

Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal.

Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul

edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian

besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba

Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti

tumor, dan hipertrofi adenoid (Kerschner, 2007).

F. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang umumnya dirasakan oleh penderita otitis media akut, antara lain :

1. Keluar cairan putih dari telinga.

2. Edema pada membran timpani.

3. Nadi dan suhu meningkat.

4. Nyeri hebat di telinga.

5. Terdapat sensasi penuh ditelinga.

6. Penurunan fungsi pendengaran.

Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak

yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping

suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang

lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran

berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala

khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5°C (pada stadium supurasi), anak

gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan

kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani,

maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur tenang (Djaafar,

19

Page 20: MAKALAH Otitis Media Akut

2007).

Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu

penyakit. Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua pasien

tentang anak yang gelisah dan menarik telinga atau tugging, serta membran timpani yang

kemerahan dan membengkak atau bulging.

Menurut Dagan (2003) dalam Titisari (2005), skor OMA adalah seperti berikut:

Tabel 1. Skor OMA

Skor Suhu GelisahTarik

telinga

Kemerahan

Pada

Membran

Timpani

Bengkak

Pada

Membran

Timpani

0 < 38,0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

1 38,0 – 38,5 Ringan Ringan Ringan Ringan

2 38,6 – 39,0 Sedang Sedang Sedang Sedang

3 > 39,0 Berat Berat Berat Berat,

termasuk

otore

Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0 hingga 3,

berarti OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat.

Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat otalgia berat atau

sedang, suhu lebih atau sama dengan 39°C oral atau 39,5°C rektal. OMA ringan bila nyeri

telinga tidak hebat dan demam kurang dari 39°C oral atau 39,5°C rektal (Titisari, 2005).

G. Penatalaksanaan Medis

Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal

ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik,

dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.

1. Stadium Oklusi

Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan

negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 %

20

Page 21: MAKALAH Otitis Media Akut

untuk anak < 12 tahun atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak

diatas 12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik

diberikan bila penyebabnya kuman.

2. Stadium Presupurasi

Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah

terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian

antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat

diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal

diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah

sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai

gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.

3. Stadium Supurasi

Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran

timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.

4. Stadium Perforasi

Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga

H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya

sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.

5. Stadium Resolusi

Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi

menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap,

mungkin telah terjadi mastoiditis.

Pengobatan yang biasa diberikan adalah:

1. Antibiotik

OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.

Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik

tidak mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya

pendengaran. Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala

tidak membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik diberikan.

American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat

diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:

21

Page 22: MAKALAH Otitis Media Akut

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam

<39°C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang –

berat atau demam 39°C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat

dilakukan pada anak usia enam bulan – dua tahun dengan gejala ringan saat

pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun. Untuk dapat

memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat terlaksana. Analgesia tetap

diberikan pada masa observasi.

British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk

menerapkan observasi ini. Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan

terutama pada anak tanpa gejala umum seperti demam dan muntah. Jika diputuskan

untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak adalah

amoxicillin.

a. Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician) menganjurkan

pemberian 40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko rendah dan 80

mg/kg berat badan/hari untuk anak dengan risiko tinggi. Risiko tinggi yang

dimaksud antara lain adalah usia kurang dari dua tahun, dirawat sehari-hari di

daycare, dan ada riwayat pemberian antibiotik dalam tiga bulan terakhir.

b. WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya

500 mg.

c. AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari. Dosis ini terkait

dengan meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis

standar di Amerika Serikat. Sampai saat ini di Indonesia tidak ada data yang

mengemukakan hal serupa, sehingga pilihan yang bijak adalah menggunakan

dosis 40 mg/kg/hari. Dokumentasi adanya bakteri yang resisten terhadap dosis

standar harus didasari hasil kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik.

d. Buku ajar THT UI menganjurkan pemberian pada anak, ampisilin diberikan

dengan dosis 50-100 mg/BB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40

mg/BB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/BB/hari.

Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72

jam. Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai

terjadi perbaikan. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada

22

Page 23: MAKALAH Otitis Media Akut

penyakit lain atau pengobatan yang diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti

ini dipertimbangkan pemberian antibiotik lini kedua. Misalnya:

a. Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan

Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian

dipilih adalah amoxicillin-clavulanate. Sumber lain menyatakan pemberian

amoxicillin-clavulanate dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari

atau kembali muncul dalam 14 hari.

b. Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin

seperti cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.

c. Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau

clarithromycin.

d. Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-

trimethoprim. Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak

membaik dengan amoxicillin.

e. Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan

yang diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari.Perlu diperhatikan bahwa

cephalosporin yang digunakan pada OMA umumnya merupakan generasi kedua

atau generasi ketiga dengan spektrum luas. Demikian juga azythromycin atau

clarythromycin. Antibiotik dengan spektrum luas, walaupun dapat membunuh

lebih banyak jenis bakteri, memiliki risiko yang lebih besar. Bakteri normal di

tubuh akan dapat terbunuh sehingga keseimbangan flora di tubuh terganggu.

Selain itu risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik akan

lebih besar. Karenanya, pilihan ini hanya digunakan pada kasus-kasus dengan

indikasi jelas penggunaan antibiotik ini kedua.

Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada

anak berusia di bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat.6 Pada usia enam

tahun ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris, anjuran pemberian

antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari. Ulasan dari Cochrane menunjukkan tidak

adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka waktu

kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh hari. Dan

karena itu pemberian antibiotik selama lima hari dianggap cukup pada otitis media.

23

Page 24: MAKALAH Otitis Media Akut

Pemberian antibiotik dalam waktu yang lebih lama meningkatkan risiko efek

samping dan resistensi bakteri.

2. Analgesik

Selain antibiotik, penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri

(analgesia). Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana

seperti paracetamol atau ibuprofen. Namun perlu diperhatikan bahwa pada

penggunaan ibuprofen, harus dipastikan bahwa anak tidak mengalami gangguan

pencernaan seperti muntah atau diare karena ibuprofen dapat memperparah iritasi

saluran cerna.

3. Pembedahan

Myringotomy (myringotomy: melubangi gendang telinga untuk

mengeluarkan cairan yang menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada

kasus-kasus khusus di mana terjadi gejala yang sangat berat atau ada komplikasi.

Cairan yang keluar harus dikultur.

H. Upaya Pencegahan

Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:

1. Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak,

2. Pemberian ASI minimal selama 6 bulan,

3. Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring,

4. Penghindaran pajanan terhadap asap rokok.

5. Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA

I. Pemeriksaan Penunjang

1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar

2. Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani.

3. Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi

jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).

4. Laboratorium

Biasanya tidak diperlukan tes laboraturium sampai infeksi mereda dan

24

Page 25: MAKALAH Otitis Media Akut

pemeriksaan tindak lanjut akan mencakup audiometri dan timpanometri bila

terdapat otore, contoh nanah dapat diambil untuk pemeriksaan kultur dan

sensitivitas antimikroba.

5. CT Scan dan MRI

J. Komplikasi

Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses

subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi

tersebut biasanya didapat pada otitis media supuratif kronik. Mengikut Shambough

(2003) dalam Djaafar (2005), komplikasi OMA terbagi kepada komplikasi

intratemporal (perforasi membran timpani, mastoiditis akut , paresis nervus fasialis,

labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses subperiosteal), dan intracranial (abses otak,

tromboflebitis). Komplikasi yang serius adalah: Infeksi pada tulang di sekitar telinga

tengah (mastoiditis atau petrositis) Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)

Kelumpuhan pada wajah, Tuli Peradangan pada selaput otak (meningitis).

K. Kriteria Diagnosa

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.

1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)

2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh)

ditelinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:

a. Menggembungnya gendang telinga

b. Terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga

c. Adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga d. cairan yang keluar

dari telinga

3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya

salah satu di antara tanda berikut:

a. Kemerahan pada gendang telinga

b. Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun

telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam,

25

Page 26: MAKALAH Otitis Media Akut

sulit makan, mual dan muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya

cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat

didasarkan pada riwayat semata.

Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan

gendang telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga

yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak

kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.

OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA.

Untuk membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut:

Gejala dan tanda OMA Otitis media dengan

efusi

Nyeri telinga, demam,

rewel

+ -

Efusi telinga tengah + +

Gendang telinga suram + +/-

Gendang yang

menggembung

+/- -

Gerakan gendang

berkurang

+ +

Berkurangnya

pendengaran

+ +

(http://kelompok8fkep.wordpress.com/2009/10/12/kasus-3-otitis-media-akut/)

L. Prognosis

Prognosis otitis media akut yang sangat baik. Durasi adalah variabel. Mungkin ada

perbaikan dalam waktu 48 jam bahkan tanpa pengobatan apapun. Pengobatan dengan

antibiotik selama seminggu sampai 10 hari biasanya efektif.

Bakteri otitis media akut dapat menyebabkan rasa sakit yang mengarah ke malam

tanpa tidur untuk anak-anak dan orang tua, dapat menyebabkan perforasi gendang

telinga, tidak semua yang menyembuhkan, dan dapat menyebar ke menyebabkan

mastoiditis dan / atau meningitis, abses otak, dan bahkan kematian jika infeksi parah

26

Page 27: MAKALAH Otitis Media Akut

berjalan cukup lama tidak diobati. demam tinggi dapat terjadi dan dapat menyebabkan

kejang demam. administrasi antibiotik yang tepat mencegah komplikasi seperti

kebanyakan.

27

Page 28: MAKALAH Otitis Media Akut

WOC Otitis Media Akut

28

Infeksi sekunder (ISPA)Bakteri StreptococcusHemophylus Influenza

Trauma Benda Asing

Rupture Gendang Telinga

Invansi Bakteri

Infeksi Telinga TengahKavum Timpani, Tuba

Eutachius

Proses Peradangan

Nyeri

Peningkatan Produksi Cairan

Serosa

Akumilasi Cairan Mucus dan Serosa

Tekanan Udara Pada Telinga

Tengah (-)

Retraksi Membran Timpani

Retraksi Membran Timpani

Infeksi Berlanjut dapat

sampai ke Telinga Dalam

Rupture Membran Timpani karena

Desakan

Secret Keluar dan Berbau Tidak

Enak (Otorrhoe)

Gangguan Harga Diri

Hantaran suara/udara yang

diterima menurun : Tinitus

Penurunan Fungsi Pendengaran

Tuli Konduktif

Gangguan Pesepsi Sensori

Pendengaran

Terjadi Erosi Pada Kanal

Semisirkularis

Kurang Informasi

Kurang Pengetahuan

Merusak Tulang Karena Adanya

Epitel Skuamosa

dalam Rongga Telinga Tengah (Kolesteatom)

Pening/Vertigo Keseimbangan

tubuh Menurun

Resiko Cedera

Tindakan Operasi dengan

Mastoidektomi

Cemas

Page 29: MAKALAH Otitis Media Akut

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus Pemicu Otitis Media Akut

An. H, Usia 3 Tahun, Agama Islam, Suku Bangsa Jawa, Alamat Jalan Nanda

Baru, Thehok Jambi. Masuk ke Rumah Sakit R pada tanggal 11 November 2015

diantar oleh orangtuanya, Ny. K, 32 tahun seorang Ibu Rumah Tangga, dengan keluhan

sejak 2 hari ini nyeri pada daerah bagian telinga sebelah kanannya, rasa sakit tidak

hilang bahkan klien sampai demam, mual, muntah, dan tidak ada nafsu makan.

Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan adanya pembengkakan pada telinga

kanan klien, bengkak tampak merah dan meradang. Pada membran timpani sebelah

kanan klien tampak bulging dan hiperemis. Klien tampak rewel dan terus meringis.

Klien juga tampak memegangi dan menarik-narik telinga yang sakit.

Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh Respiratory Rate 22

kali/menit, nadi 110 kali/menit, dan suhu tubuh klien 400C. Klien tampak menderita

nyeri sedang dengan skala nyeri 6, nyeri dirasakan semakin hebat pada malam hari atau

pada saat anak sedang bermain dan melakukan aktivitas lainnya. Kulit tubuh klien

tampak kemerahan. Saat ditimbang berat badan klien 11 kg. Klien hanya menghabiskan

¼ dari porsi makan yang disediakan. Klien masih mengalami muntah dengan frekuensi

muntah 3 kali/24 jam. Dari hasil pemeriksan Laboratorium diperoleh peningkatan

jumlah sel leukosit, yaitu 16.000/ml3 darah.

Ibu klien mengatakan bahwa anaknya pernah menderita batuk dan pilek. tidak

ada riwayat keluarnya cairan dari rongga telinga, dan tidak pernah mengorek-ngorek

telinga dengan benda tajam atau benda yang berbahaya lainnya. Sebelumnya dari

keluarga klien tidak ada yang menderita sakit seperti yang klien alami dan tidak ada

riwayat alergi dari anggota keluarga. Keluarga klien juga tidak ada yang menderita

penyakit Diabetes Mellitus.

29

Page 30: MAKALAH Otitis Media Akut

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

1) Nama Klien : An. H

2) Usia : 3 Tahun

3) Agama : Islam

4) Suku bangsa : Jawa

5) Alamat : Jalan Nanda Baru, Thehok Jambi

b. Penanggung Jawab

1) Nama Klien : Ny. K

2) Usia : 32 Tahun

3) Agama : Islam

4) Suku bangsa : Jawa

5) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

6) Alamat : Jalan Nanda Baru, Thehok Jambi

c. Tanggal Masuk Rumah Sakit

Klien masuk Rumah Sakit R Pada tanggal 11 November 2015 dan dirawat di

ruang THT.

d. Alasan masuk rumah sakit :

An. H dibawa ke Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi dengan alasan ibu klien

mengatakan bahwa sejak 2 hari ini An. H menderita demam, dengan suhu tubuh

mencapai 40oC. Klien juga merasakan nyeri pada daerah bagian telinga sebelah

kanannya, rasa sakit tidak hilang.

e. Riwayat Kesehatan Sekarang :

P : Nyeri dirasakan klien pada saat klien sedang bermain dan melakukan

Aktivitas lainnya.

Q : Nyeri tekan dan berasa ngenyut-ngenyut dan telinga terasa penuh.

R : Nyeri dirasakan pada telinga sebelah kanan tepatnya pada telinga tengah.

30

Page 31: MAKALAH Otitis Media Akut

S : Skala nyeri 6 (nyeri sedang). Klien tampak meringis dan memegangi serta

menarik-narik bagian telinga yang sakit.

T : Nyeri semakin hebat dirasakan klien pada malam hari.

Saat ini klien juga mengalami demam dengan suhu tubuh mencapai 40oC.

Kulit tubuh klien tampak kemerahan. Klien juga mengalami mual dan muntah

dengan frekuensi muntah 3 kali/24 jam.

f. Riwayat Kesehatan Dahulu

Ny. K mengatakan bahwa An. H pernah menderita batuk dan pilek. tidak ada

riwayat keluarnya cairan dari rongga telinga, dan tidak pernah mengorek-ngorek

telinga dengan benda tajam atau benda yang berbahaya lainnya.

g. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ny. K mengatakan bahwa sebelumnya dari anggota keluarganya tidak ada yang

menderita sakit seperti yang klien alami dan tidak ada riwayat alergi dari

anggota keluarga. Keluarga juga tidak ada yang menderita Diabetes Mellitus.

h. Pemeriksaan Laboratorium

Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan bahwa terjadi peningkatan pada

jumlah sel leukosit, yaitu 16.000/ml3 darah.

i. Anamnesa Persistem

1) Syaraf : Tidak ada keluhan.

2) Respirasi : Tidak ada keluhan.

3) Kardiovaskular : Tidak ada keluhan.

4) Gastrointestinal : Klien mengalami mual dan muntah dengan

Frekuensi muntah 3 kali/24 jam.

5) Urogenital : Tidak ada keluhan.

6) Muskuloskeletal : Tidak ada keluhan.

31

Page 32: MAKALAH Otitis Media Akut

j. Pemeriksaan Fisik

1) Status Generalis

a) Keadaan Umum : Cukup, klien tampak sakit sedang.

b) Kesadaran : Compos Mentis

c) berat badan : 11 kg

d) Tanda – Tanda Vital : RR : 22 Kali/menit

Suhu : 40oC

Nadi : 110 kali/menit

2) Status Lokalis

a) Telinga

Inspeksi

Aurikula

AD : Dalam batas normal

AS : Dalam batas normal

Canalis auditorius

AD : Tampak hiperemis

AS : Dalam batas normal

Otoskopi

Membran timpani

AD : Tampak bulging dan hiperemis

AS : Dalam batas normal

Palpasi

Nyeri tekan tragus

AD : (-)

AS : (-)

Nyeri tekan aurikula

AD : (+)

AS : (-)

b) Hidung dan sinus paranasalis

Inspeksi : Deformitas (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-)

Rinoskopi anterior :

32

Page 33: MAKALAH Otitis Media Akut

Deviasi septum : (-)

Discharge : (-)

Mukosa hiperemis : (-)

Konka hipertrofi : (-)

c) Rongga mulut

Lidah : Tremor (-)

Mulut : Mukosa bukal dalam batas normal, hiperemis (-)

Gigi geligi : Caries (-)

Palatum : Dalam batas normal

d) Tenggorokan

Inspeksi regio nasofaring

Mukosa hiperemis (-)

Tonsil tidak membesar, T1 – T1

Post nasal drip (-)

2. Analisa Data

33

Page 34: MAKALAH Otitis Media Akut

Nama Klien : An. H

Usia : 3 tahun

No Data Etiologi Problem

1. DS : Klien mengeluh nyeri pada

telinga sebelah kanannya. Nyeri

semakin terasa pada malam hari atau

pada saat klien sedang bermain atau

melakukan aktivitas lainnya.

DO :- Setelah dilakukan pemeriksaan

terdapat adanya pembengkakan pada

telinga kanan klien, bengkak tampak

merah dan meradang. Membran

timpani tampak bulging dan

hiperemis.

- Klien tampak rewel dan terus

meringis

- Klien tampak memegangi dan

menarik-narik telinga yang sakit

- RR : 22 kali/menit

- Nadi : 110

- Skala nyeri 6

Inflamasi , tekanan

pada membran

tympani

Nyeri

2. DS : Ibu klien mengatakan bahwa

anaknya menderita demam sejak 2

hari yang lalu.

DO :

- Klien tampak rewel

- Suhu tubuh 40oC

- Jumlah sel leukosit 16.000/ml3

Infeksi Hypertermi

3. DS : Ibu klien mengatakan bahwa Anoreksia Perubahan

34

Page 35: MAKALAH Otitis Media Akut

anaknya tidak ada nafsu makan dan

mengalami mual dan muntah.

DO:

Klien hanya menghabiskan ¼ dari

porsi makan yang disediakan

Klien mengalami muntah dengan

frekuensi muntah 3 kali/24 jam

Berat badan klien 11 kg.

nutrisi kurang

dari kebutuhan

tubuh

3. Diagnosa Keperawatan

35

Page 36: MAKALAH Otitis Media Akut

Nama Klien : An. H

Usia : 3 tahun

No Tanggal

ditegakkan

Diagnosa keperawatan

1. 11 November

2015

Nyeri berhubungan dengan inflamasi, tekanan pada

membran timpani ditandai dengan:

DS : Klien mengeluh nyeri pada telinga sebelah

kanannya. Nyeri semakin terasa pada malam hari atau

pada saat klien sedang bermain atau melakukan aktivitas

lainnya.

DO :- Setelah dilakukan pemeriksaan terdapat adanya

pembengkakan pada telinga kanan klien, bengkak

tampak merah dan meradang. Membran timpani tampak

bulging dan hiperemis.

- Klien tampak rewel dan terus meringis

- Klien tampak memegangi dan menarik-narik telinga

yang sakit

- RR : 22 kali/menit

- Nadi : 110

- Skala nyeri 6

2. 11 November

2015

Hipertermi berhubungan dengan infeksi ditandai dengan:

DS : Ibu klien mengatakan bahwa anaknya mengalami

demam sejak 2 hari yang lalu.

DO :

- Klien tampak rewel

- Suhu tubuh 40oC

- Jumlah sel leukosit 16.000/ml3

3. 11 November Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

36

Page 37: MAKALAH Otitis Media Akut

2015 berhubungan dengan anoreksia ditandai dengan:

DS : Ibu klien mengatakan bahwa anaknya tidak ada

nafsu makan dan mengalami mual dan muntah.

DO:

Klien hanya menghabiskan ¼ dari porsi makan yang

disediakan

Klien mengalami muntah dengan frekuensi muntah 3

kali/24 jam

Berat badan klien 11 kg.

37

Page 38: MAKALAH Otitis Media Akut

4. Rencana Asuhan Keperawatan

Nama Klien : An. H

Usia : 3 tahun

No Diagnosa

Keperawatan

Perencanaan

Tujuan/Kriteria

Hasil

Intervensi Rasional

1. Nyeri berhubungan dengan

inflamasi, tekanan pada

membran timpani ditandai

dengan:

DS : klien mengeluh nyeri

pada telinga sebelah

kanannya. Nyeri semakin

terasa pada malam hari

atau pada saat klien sedang

bermain atau melakukan

aktivitas lainnya.

DO :

- Setelah dilakukan

pemeriksaan terdapat

Tujuan :

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

diharapkan Nyeri

berkurang, hilang atau

teradaptasi dengan

Kriteria hasil :

Klien tidak lagi

memegangi dan

menarik-narik

telinganya yang

mengindikasikan

rasa nyeri pada

Mandiri :

1. Tentukan riwayat nyeri, misalnya

lokasi nyeri, frekuensi, durasi,

dan intensitas dan tindakan

penghilang yang digunakan.

2. Observasi adanya tanda-tanda

nyeri nonverbal, seperti ekspresi

wajah, menangis/ meringis,

rewel, posisi tubuh, gelisah,

memgangi atau menarik-narik

Informasi memberikan data dasar untuk

mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan

intervensi. Catatan: pengalaman nyeri

adalah individual yang digabungkan

dengan baik respons fisik dan emosional.

Merupakan indikator/derajat nyeri yang

tidak langsung yang dialami oleh anak.

Ketinggian dapat mengurangi tekanan

38

Page 39: MAKALAH Otitis Media Akut

adanya pembengkakan

pada telinga kanan

klien, bengkak tampak

merah dan meradang.

- Klien tampak rewel dan

terus meringis

- Klien tampak

memegangi dan

menarik-narik telinga

yang sakit

- RR : 22 kali/menit

- Nadi : 110

- Skala nyeri 6

klien.

Tanda-tanda vital

dalam rentang

normal

Klien tida rewel

dan tidak meringis

lagi.

daerah telinga yang sakit.

3. Biarkan anak duduk, atau

tinggikan kepala dengan bantal.

Hindari daerah telinga yang sakit.

4. Berikan kompres panas pada

daerah luar telinga.

5. Kaji tanda-tanda vital, perhatikan

peningkatan tekanan darah, nadi

dan pernafasan.

6. Gunakan teknik sentuhan yang

terapeutik, visualisasi atau

dengan musik.

Kolaborasi

Berikan analgesik seperti

acetamenofen, gunakan analgesik

dari cairan pada telinga tengah.

Hal ini dilakukan untuk mengurangi nyeri

yang timbul.

Dapat mengindikasikan rasa sakit akut

dan ketidaknyamanan.

Memberikan anak sejumlah pengendali

nyeri dan/atau dapat mengubah

mekanisme sensasi nyeri dan mengubah

persepsi nyeri.

Analgesik mengubah persepsi atau

respons terhadap nyeri.

39

Page 40: MAKALAH Otitis Media Akut

tetes telinga.

2. Hipertermi berhubungan

dengan infeksi ditandai

dengan:

DS : klien dibawa ke

rumah sakit dengan alasan

demam

DO :

- Klien tampak rewel

- Suhu tubuh 40oC

- Jumlah sel leukosit

16.000/ml3

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

diharapkan masalah

hipertermia pada anak

dapat teratasi dengan

kriteria hasil:

Klien tidak rewel

lagi

Suhu tubuh dalam

rentang nornal

(antara 36,5 –

37,5oC)

Jumlah sel

leukosit dalam

batas normal

(5.000-10.000/ ml3

darah)

Mandiri

1. Pantau suhu klien, perhatika

menggigil/diaforesis.

2. Pantau suhu lingkungan,

batasi/tambahkan linen tempat

tidur, sesuai indikasi.

3. Berikan kompres mandi hangat,

hindari penggunaan alkohol.

4. Longgarkan atau lepaskan

pakaian klien.

Suhu 38,9oC – 41,1oC menunjukkan

proses penyakit infeksius. Pola demam

dapat membantu dalam diagnosis.

Suhu ruangan/jumlah selimut harus

diubah untuk mempertahankan suhu

mendekati normal.

Dapat membantu mengurangi demam.

Catatan: penggunaan air es/alkohol

mungkin emnyebabkan kedinginan,

peningkatan suhu secara aktual. Selain

itu, alkohol dapat mengeringkan kulit.

Hal ini dapat membantu menurunkan

panas tubuh melalui cara evaporasi.

40

Page 41: MAKALAH Otitis Media Akut

Kolaborasi

1. Berikan antipiretik, misalnya

ASA (aspirin), acetaminofen

(Tylenol)

2. Berikan obat antiinfeksi

sesuai indikasi: antibiotik

Digunakan untuk mengurangi demam

yang aksi sentralnya di hipothalamus,

meskipun demam mungkin dapat berguna

dalam membatasi pertumbuhan

organisme, dan meningkatkan

autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi

Dapat membasmi/memberikan imunitas

sementara untuk infeksi umum atau

khusus.

3. Mandiri

1. Observasi tekstur dan turgor

kulit.

2. Lakukan oral higiene

Hal ini dilakukan untuk mengetahui

status nutrisi klien.

Kebersihan mulut dapat merangsang

nafsu makan.

41

Page 42: MAKALAH Otitis Media Akut

3. Catat pemasukan dan

haluaran peroral jika di

indikasikan. Anjurkan klien

untuk makan.

4. Berikan makanan kecil dan

lunak.

5. Kaji fungsi sistem

gastrointestinal yang

meliputi suara bising usus,

catat terjadi perubahan di

dalam lambung seperti mual

dan muntah. Observasi

perubahan pergerakan usus

misalnya diare dan

konstipasi.

Nafsu makan biasanya berkurang dan

nutrisi yang masuk pun berkurang.

Anjurkan klien memilih makanan yang

disenangi dapat dimakan (bila sesuai

anjuran).

Mencegah terjadinya kelelahan,

memudahkan masuknya makanan dan

mencegah gangguan pada lambung.

Fungsi sistem gastrointestinal sangat

penting untuk memasukkan makanan.

42

Page 43: MAKALAH Otitis Media Akut

Kolaborasi

1. Konsul ahli gizi/nutrisi

pendukung tim untuk

memberikan makanan yang

mudah di cerna, secara nutrisi

seimbang, misalnya nutrisi

tambahan oral/selang, nutrisi

parenteral.

2. Kaji pemeriksaan laboratorium

misalnya albumin serum,

transferin, profil asam amino,

besi, pemeriksaan keseimbangan

nitrogen, glukosa, pemeriksaan

fungsi hati, elektrolit, berikan

vitamin/ mineral/elektrlit sesuai

indikasi.

Metode makan dan kebutuhan kalori

didasarkan pada situasi/kebutuhan

individu untuk memberikan nutrisi

maksimal dengan upaya minimal

pasien/penggunaan energi.

Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan

mengawasi keefektifan terapi nutrisi.

43

Page 44: MAKALAH Otitis Media Akut

5. Implementasi

Nama Klien : An. H

Umur : 3 Tahun

No Hari/Tgl/

Jam

Diagnosa

keperawatan

Catatan Keperawatan Paraf

1. 11 November

2015

10.00 WIB

10.00 WIB

10.30 WIB

11.00 WIB

13.00 WIB

14.00 WIB

Diagnosa

Keperawatan 1

1. Menentukan lokasi nyeri

dan intensitas nyeri

2. Mengamati adanya tanda-

tanda nyeri non verbal

3. Meninggikan kepala anak

dengan bantal

4. Memberikan kompres

panas pada daerah luar

telinga

5. Mengkaji tanda-tanda vital

6. Berkolaborasi dalam

pemberian obat analgesik

dan sesuai indikasi

Ns. A,

S.Kep

2. 11 November

2015

10.15 WIB

10.15 WIB

11.15 WIB

11.30 WIB

14.00 WIB

Diagnosa

Keperawatan 2

1. Mengontrol suhu klien

2. Mengontrol suhu

lingkungan

3. Memberikan kompres

mandi hangat

Ns. A,

S.Kep

45

Page 45: MAKALAH Otitis Media Akut

4. Melonggarkan pakaian

klien

5. Berkolaborasi dalam

pemberian antipiretik dan

antibiotik sesuai indikasi

3. 11 November

2015

10.00 WIB

11.30WIB

11.30 WIB

12.30 WIB

13.15 WIB

Diagnosa

Keperawatan 3

1. Mengobservasi tekstur dan

turgor kulit

2. Melakukan oral higiene

3. Mencatat pemasukan dan

haluaran oral

4. Berkolaborasi dengan ahli

gizi untuk memberikan

makanan yang mudah

dicerna dan nutrisi

seimbang

5. Memberikan makanan

kecil dan lunak

Ns. A,

S.Kep

46

Page 46: MAKALAH Otitis Media Akut

6. Evaluasi

Nama Klien : An. H

Umur : 3 Tahun

No Hari/Tgl Diagnosa

Keperawatan

Catatan Perkembangan

(SOAP)

Paraf

1. 12

Novem-

ber 2015

Diagnosa

Keperawatan 1

S : klien mengeluh masih merasakan

nyeri pada telinga sebelah kanannya

O :

- klien masih tampak rewel dan

sesekali meringi

- RR : 22 x/menit

- Nadi : 110 x/menit

- Skala nyeri 4

A : Masalah keperawatan nyeri teratasi

sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

Ns. A,

S.Kep

2. 12

Novem-

ber 2015

Diagnosa

Keperawatan 2

S : Ibu klien mengatakan bahwa

anaknya masih demam

O :

- Klien masih tampak rewel

- Suhu tubuh 38,5oC

- Jumlah sel leukosit 15.800 ml3

A : Masalah Hypertermi belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

Ns. A,

S.Kep

3. 12

Novem-

ber 2015

Diagnosa

Keperawatan 3

S : Ibu klien mengatakan bahwa

anaknya masih mual dan muntah

namun telah ada peningkatan pada

Ns. A,

S.Kep

47

Page 47: MAKALAH Otitis Media Akut

nafsu makan

O :

Klien hanya menghabiskan ½ dari

porsi makan yang disediakan

Klien mengalami muntah dengan

frekuensi muntah 2 kali/24 jam

Berat badan klien 11 kg.

A : Masalah keperawatan perubahan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

teratasi sebagian.

P : Intervensi dilanjutkan

48

Page 48: MAKALAH Otitis Media Akut

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Telinga tengah terdiri dari Membran timpani, Kavum timpani, Prosesus

mastoideus, dan Tuba eustachius

2. Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh

mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel

mastoid.

3. Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun

bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus

pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella

cattarhalis

4. Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa.

5. Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit

dan umur pasien.

6. Terapi bergantung pada stadium penyakitnya

7. Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk

sebagian besar anak adalah amoxicillin dan pemberian antibiotik adalah

3-7 hari atau lima hari.

8. Kasus pemicu dari Otitis Media Akut adalah: An. H, Usia 3 Tahun,

Agama Islam, Suku Bangsa Jawa, Alamat Jalan Nanda Baru, Thehok

Jambi. Masuk ke Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi pada tanggal 01

Juli 2010 diantar oleh orangtuanya, Ny. K, 32 tahun seorang Ibu Rumah

Tangga, dengan keluhan sejak 2 hari ini nyeri pada daerah bagian telinga

sebelah kanannya, rasa sakit tidak hilang bahkan klien sampai demam,

mual, muntah, dan tidak ada nafsu makan.

Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan adanya pembengkakan pada

telinga kanan klien, bengkak tampak merah dan meradang. Pada membran

timpani sebelah kanan klien tampak bulging dan hiperemis.Klien tampak

rewel dan terus meringis. Klien juga tampak memegangi dan menarik-

narik telinga yang sakit.

49

Page 49: MAKALAH Otitis Media Akut

Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh Respiratory Rate 22

kali/menit, nadi 110 kali/menit, dan suhu tubuh klien 400C. Klien tampak

menderita nyeri sedang dengan skala nyeri 6, nyeri dirasakan semakin

hebat pada malam hari atau pada saat anak sedang bermain dan

melakukan aktivitas lainnya. Kulit tubuh klien tampak kemerahan. Saat

ditimbang berat badan klien 11 kg. Klien hanya menghabiskan ¼ dari

porsi makan yang disediakan. Klien masih mengalami muntah dengan

frekuensi muntah 3 kali/24 jam. Dari hasil pemeriksan Laboratorium

diperoleh peningkatan jumlah sel leukosit, yaitu 16.000/ml3 darah.

Ibu klien mengatakan bahwa anaknya pernah menderita batuk dan pilek.

tidak ada riwayat keluarnya cairan dari rongga telinga, dan tidak pernah

mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam atau benda yang berbahaya

lainnya. Sebelumnya dari keluarga klien tidak ada yang menderita sakit

seperti yang klien alami dan tidak ada riwayat alergi dari anggota

keluarga. Keluarga klien juga tidak ada yang menderita penyakit Diabetes

Mellitus.

Setelah dilakukan pengkajian dan asuhan keperawatan terhadap kasus

Otitis Media Akut (OMA) yang diderita oleh Anak H ini, maka masalah

keperawatan yang dapat diangkat adalah nyeri berhubungan dengan

inflamasi, tekanan pada membran timpani, hipertermia berhubungan

dengan infeksi, dan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia.

Implementasi yang di lakukan dari rencana asuhan keperawatan yang

dibuat berdasarkan masalah keperawatan yang timbul adalah

mengupayakan sedapat mungkin agar nyeri yang dirasakan oleh Anak H

dapat terkontrol/teradaptasi, mengupayakan agar suhu tubuh tetap dalam

rentang yang normal, dan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi secara

adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh, yang kesemuanya itu dilakukan

dengan berbagai tindakan keperawatan dan tindakan medis.

50

Page 50: MAKALAH Otitis Media Akut

B. Saran

1. Bagi Mahasiswa

Setelah mempelajari dan memahami secara lebih dalam tentang

konsep dan gambaran umum serta asuhan keperawatan dari Penyakit Otitis

Media Akut (OMA) diharapkan mahasiswa mampu mengapresiasikan apa

yang telah dipelajari dan diperolehnya dengan menerapkannya langsung

melalui praktik di lapangan terhadap pasien dengan Penyakit Otitis Media

Akut (OMA) dalam rangka memberikan Asuhan keperawatan yang

kompetitif dan terarah sehingga dapat memberikan manfaat bagi siapa saja

yang membutuhkannya.

Makalah ini diharapkan agar dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dalam penyusunan skripsi di semester VIII nanti.

51

Page 51: MAKALAH Otitis Media Akut

DAFTAR PUSTAKA

Alho, O., Laara, E., Oja, H., 1996. Public Health Impact of Various Risk Factors for Acute Otitis Media in Northern Finland. Am. J. Epidemiol 143 (11).

American Academy of Pediatrics and America Academy of Family Physicians, 2004. Diagnosis and Management of Acute Otitis Media. Pediatrics 113(5):1451-1465.

Berman, S., 1995. Otitis Media in Children. N Engl J Med 332 (23): 1560-1565.

Bluestone, C.D., Klein, J.O., 1996. Otitis Media, Atelektasis, and Eustachian Tube Dysfunction. In Bluestone, Stool, Kenna eds. Pediatric Otolaryngology. 3rd ed. London: WB Saunders, Philadelphia, 388-582.

Buchman, C.A., Levine, J.D., Balkany, T.J., 2003. Infection of the Ear. In: Lee, K.J., ed. Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery. 8th ed. USA: McGraw-Hill Companies, Inc., 462-511.

Commisso, R., Romero-Orellano, F., Montanaro, P.B., Romero-Moroni, F., Romero-Diaz, R., 2000. Acute Otitis Media: Bacteriology and Bacterial Resistance in 205 Pediatric Patients. Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol. 56: 23-31.

Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi, E.A., ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 64-86.

Hassan, R., 1985. Usaha Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA). Dalam: Hassan, R., ed. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 49-58.

Hassan, R., 1985. Usaha Kesejahteraan Sekolah. Dalam: Hassan, R., ed. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 59-62.

Homoe, P., Christensen, R.B., Bretlau, P., 1999. Acute Otitis Media and Sociomedical Risk factors Amongst Unselected Children in Greenland. Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol. 49: 37-52.

Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elsevier, 2632-2646.

Klein, J.O., 2009. Acute Otitis Media in Children: Epidermiology, Pathogenesis, Clinical Manifestations, and Complications. Up to Date.

Madiyono, B., Moeslichan, S.M., Sastroasmoro, S., Budiman, I., Purwanto, S.H.,

52

Page 52: MAKALAH Otitis Media Akut

2008. Perkiraan Besar Sampel. Dalam: Sastroasmoro, S., ed. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto, 302-331.

Mora, R., Barbieri, M., Passali, G.C., Sovatzis, A., Mora, F., Cordone, M.P., 2002. A Preventive Measure for Otitis Media in Children with Upper Respiratory Tract Infections. Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol. 63: 111-118.

Onion, D.K., Taylor, C., 1977. The Epidermiology of Recurrent Otitis Media. Am. J. Public Health 67 (5).

Revai, K., Dobbs, L.A., Nair, S., Patel, J.A., Grady, J.J., Chonmaitree, T., 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating Upper Respiratory Tract Infection: The Effect of Age. Pediatrics 119 (6).

Rubin, M.A., Gonzales, R., Sande, M.A., 2008. Pharyngitis, Sinusitis, Otitis, and Other Upper Respiratory Tract Infections. In: Fauci, A.S., ed. Harrysons’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: McGraw-Hill Companies, Inc., 205-214.

Teele, D.W., Klein, J.O., Rosner, B,. The Greater Boston Otitis Media Study Group. Epidemiology of Otitis Media During the First Seven Years of Life in Children in Greater Boston: A Prospective, Cohort Study. J. Infect. Dis. 160 (1): 83-94.

Titisari, H., 2005. Prevalensi dan Sensitivitas Haemophilus Influenzae pada Otitis Media Akut di PSCM dan RSAB Harapan Kita. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Vernacchio, L., Lesko, S.M., Vezina, R.M., Corwin, M.J., Hunt, C.E., Hoffman, H.J., Mitchell, A.A., 2004. Racial/Ethnic Disparities in the Diagnosis of Otitis Media in Infancy. Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol. 68: 795-804.

Smelter, Suzanne C., 2001 Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8.Jakarta.EGC.

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta. EGC.

Djaafar ZA, Helmi. Kelainan telinga tengah. Buku ajar Ilmu kesehatantelinga hidung tenggorok kepala dan leher.6th ed. Jakarta, 2007:p 64-8)

Adam, Boies, Higler, 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Jakarta: EGC

Ball, Jane W., Ruth C Bindler, 2003. Pediatric Nursing Caring For Children, Edisi 3.

Brooker, Christine, 2001. Kamus Saku Keperawatan, Edisi 31. Jakarta: EGC

53

Page 53: MAKALAH Otitis Media Akut

Brunner and sudarth, 2002 .Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Ed. 8, Vol.3,Jakarta: EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Doenges, Marilynn E., dkk., 2001. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, Jakarta: EGC.

Elfindri, Dkk., 2009. Soft Skills Panduan Bagi Bidan Dan Perawat, S.K Menteri Kesehatan RI Tentang: Registrasi Dan Praktik Perawat-Standar Profesi Bidan, Jakarta: Baduose Media

Mansjoer, Arief, dkk., 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3, Jilid 1, Jakarta:Media Eusculapius

Muttaqin, Arif, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: salemba Medika.

Price, Sylvia A, 2005. Patofisiologi. Ed. 6, Vol. 2. Jakarta : EGC.

Soepardi, Etiaty Arsyad, 2000. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sudoyo, Aru W., dkk., 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Ed. IV.Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FK UI.

Suriadi, Rita Yuliani, 2006. Buku Pegangan Praktik Klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto.

Wong, Donna L., Dkk., 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6, Volume 2. Jakarta: EGC.

Kelompok 8 Fakultas Keperawatan, 12 Oktober 2009. Otitis Media Akut. Diakses pada tanggal 11 Desember 2015. (http://kelompok8fkep.wordpress.com/2009/10/12/kasus-3-otitis media-akut/).

-------, 04 Januari 2010. Otitis Media Akut. Diakses pada tanggal 11 Desember 2015. (http://askepaskeb.cz.cc/2010/01/otitis-media-akut.html).

-------, 11 November 2015. Asuhan Keperawatan Otitis Media Akut (OMA). Diakses pada tanggal 11 November 2015. (http://www.deecy.info/tag/askep-otitis-media-akut-pada-anak/)

54