Download docx - MAKALAH KOMUNITAS RESPIRASI

Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka dapat

memberikan dampak yang sangat luas bagi masyarakat. Dampak yang

timbul antara lain angka kejangkitan dan kematian penyakit-penyakit infeksi

menurun, sedangkan insidensi penyakit lain (misalnya kardiovaskuler)

meningkat. Dampak lainnya ialah usaha harapan hidup menjadi lebih

meninggi dan jumlah anggota masyarakat yang berusia lanjut lebih banyak

(Mangunegoro, 1992).

Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktor

lingkungan yang lain, terjadilah perubahan anatomik-fisiologik tubuh. Pada

tingkat awal perubahan itu mungkin merupakan homeostasis martial,

kemudian bisa timbul homeostasis abnormal atau reaksi adaptasi dan paling

akhir terjadi kematian sel (Kumar et al, 1992).

Salah satu organ tubuh yang mengalami perubahan anatomik-

fisiologik akibat bertambahnya usia seseorang adalah sistem pernafasan.

Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Menua

(menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memeperbaiki diri/mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap

infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantindes, 1994).

Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat

timbul pula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya,

penyakit-penyakit yang diderita kelompok usia lanjut merupakan kelanjutan

penyakit yang diderita sejak umur muda, akibat dari gejala sisa penyakit

yang pernah diderita sebelumnya, penyakit akibat kebiasaan- kebiasaan

tertentu di masa lalu (misalnya kebiasaan merokok, minum alkohol dan

sebagainya dan penyakit-penyakit yang mudah terjadi akibat usia lanjut.

1

Penyakit-penyakit paru yang diderita kelompok usia lanjutjuga mengikuti

pola penyebab atau kejadian tersebut (Mangunegoro, 1992).

1.2 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu untuk memahami

perubahan sistem pernafasan dan dampaknya pada lansia serta asuhan

keperawatan yang dapat dilakukan.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini antara lain, yaitu untuk

memahami :

a. Pengertian lansia.

b. Pengertian proses penuaan (proces ageing).

c. Fungsi normal dari sistem pernafasan pada manusia.

d. Perubahan struktur dan fungsi sistem pernafasan yang terjadi pada

lansia.

e. Perubahan psikososial dan spiritual yang dialami lansia akibat

adanya perubahan struktur dan fungsi sistem pernafasan.

f. Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada lansia dengan

masalah perubahan sistem pernafasan

2

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Proses Penuaan Pada Sistem Pernafasan

2.1.1 Pengertian Proses Penuaan

Lanjut usia merupakan tahap akhir dari proses penuaan.

Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa

tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan

keberhasilannya. Sedangkan menurut (Prayitno dalam Aryo (2002)

dalam buku Keperawatan Gerontik edisi 2) mengatakan bahwa

setiap orang yang berhubungan dengan lanjut  usia adalah orang

yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan

tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok kehidupannya

sehari-hari.

Pada Lansia, menua (menjadi tua) adalah suatu proses

menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki dari atau mengganti dan mempertahankan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan

memperbaiki kerusakan yang di derita (Nugroho, 2000 dalam buku

Keperawatan Gerontik edisi 2)

Pada  orang orang sehat, perubahan anatomik fisiologik

tersebut merupakan bagian dari proses menua, Usia Ianjut bukanlah

merupakan penyakit, tetapi merupakan tahap lanjut dari suatu

kehidupan yang ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh

untuk beradaptasi terhadap stres atau pengaruh lingkungan. Proses

menua melandasi berbagai kondisi yang terjadi pada usia lanjut

(Kumar et al, 1992. Di dalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi

Martono. 1999)

Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi

tubuh adalah disebabkan oleh proses menua dan bukan disebabkan

oleh penyakit yang menyertai proses menua, ada 4 kriteria yang

3

harus dipenuhi (Widjayakusumah, 1992. R Didalam buku R.Boedi-

Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999) : 

1. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat

universal, artinya umum terjadi pada setiap orang.

2. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti

perubahan fungsi sel dan jaringan disebabkan oleh penyimpangan

yang terjadi di dalam sel dan bukan oleh faktor luar.

3. Proses menua terjadi secara progresif, berkelanjutan, berangsur

Iambat dan tidak dapat berbalik lagi.

4. Proses menua bersifat proses kemunduran atau kerusakan (injury).

2.1.2 Fungsi Normal Sistem Pernafasan

Pernafasan (respirasi) merupakan peristiwa menghirup udara

dari luar yang mengandung O2 (oksigen) kedalam tubuh serta

menghembuskan CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi

keluar dari tubuh. Adapun guna pernafasan banyak sekali

diantaranya: mengambil O2 yang kemudian dibawa keseluruh tubuh

untuk mengadakan pembakaran, mengelurakan CO2 sebagai sisa dari

pembakaran karena tidak digunakan lagi oleh tubuh dan

menghangatkan dan melembabkan udara.

Saluran pernafasan mulai dari atas secara berturut-turut adalah :

a. Hidung (Nasal)

Merupakan saluran udara yang pertama, yang terdiri dari 2

kavum nasi, dipisah kan oleh septum nasi. Didalamnya terdapat

bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan

kotoran. Bagia luar terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari

otot-otot dan tulang rawan. Dasar dari rongga hidung dibentuk

oleh tulang rahang atas, ke atas rongga hidung berhubungan

dengan sinus para nasalis. Adapun fungsi dari nasal ini sebagai

saluran udara pernafasan, penyaring udara pernafasan yang

dilakukan bulu-bulu hidung, dapat menghangatkan udara oleh

mukosa serta membunuh kuman yang masuk bersamaan dengan

4

udara pernapasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput

lendir (mukosa) atau hidung.

b. Faring

Merupakan tempat persimpangan antara jalan nafas dan

pencernaan. Terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang

rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Ke

atas berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaraan

lubang (koana), kedepan berhubungan dengan rongga mulut.

Rongga faring terbagi atas tiga bagian: nasofaring, orofaring dan

laringofaring.

c. Laring

Laring merupakan lanjutan dari pharing yang terletak

didepan oesophagus. Bentuknya seperti kotak segi tiga dengan

sebelah samping mendatar dan didepan menonjol. Laring ini

dibentuk oleh tulang rawan yang dihubungkan oleh jaringan ikat,

pada laring terdapat selaput pita suara.

d. Trachea

Trachea merupakan lanjutan dari laring, dibentuk oleh

cincin tulang rawan yang berbentuk huruf C. Diantara tulang

rawan dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot polos yang

panjangnya 11,2 cm, lebarnya ± 2cm. Mulai dari bawah laring

segitiga vertebra thorakalis V dan akan bercabang menjadi

bronchus kiri dan kanan. Trachea juga dilapisi oleh selaput lendir

(mukosa) yang mempunyai epitel torak yang berbulu getar.

Permukaan mukosa ini selalu basah oleh karena adanya kelenjar

mukosa. Trachea berfungsi untuk menyaring debu-debu yang

halus dari udara pernafasan. Otot polos pada dinding trachea

dapat berkontraksi sehingga saluran akan menyempit sehingga

timbul sesak nafas.

e. Bronchus

Bronchus merupakan cabang trachea sehingga vertebra

thorakalis V yaitu terdiri dari bronchus kiri dan brochus kanan.

5

Bronchus ini dibentuk oleh cincin tulang rawan yang ukurannya

lebih kecil dari trachea yang dilapisi oleh selaput lendir.

Perbedaan bronchus kiri dan bronchus kanan adalah: bronchus

kiri lebih kecil, horizontal dan lebih panjang sedangkan bronchus

kanan lebih besar, vertikal dan lebih pendek.

f. Bronchiolus

Bronchiolus merupakan cabang dari bronchus yang mana

struktur sama dengan brochus hanya saja ukuran dan letaknya

berbeda. Bronchiolus sudah memasuki lobus paru-paru

sedangkan bronchus masih di luar paru-paru. Bronchiolus akan

bercabang lagi menjadi bronchiolus terminalis yang strukturnya

sama dengan Bronchiolus dan letaknya lebih dalam di jaringan

paru-paru. Diujungnya baru terdapat rongga udara yaitu alveolus

dan dinding dari alveolus merupakan jaringan paru-paru.

g. Paru-paru

Paru-paru (pulmo) terletak dalam rongga dada yang terdiri

dari paru kiri dan kanan, diantara paru kiri dan kanan terdapat

jantung, pembuluh darah besar trachea, bronchus dan esophagus.

Di sebelah depan, belakang dan lateral paru-paru berkontak

dengan dinding dada, sebelah bawah berkontak dengan

diafragma dan sebelah medial adalah tempat masuk bronchus

kiri, kanan dan tempat masuk pembuluh darah arteri dan vena

pulmonalis. Bentuk dari paru ini seperti kubah (segitiga) yang

puncaknya disebut apek pulmonum dan alasnya disebut basis

pulmonal.

Jaringan paru-paru ini bersifat elastis sehingga dapat

mengembang dan mengempis pada waktu bernafas. Didalam

paru-paru terdapat kantong-kantong udara (alveolus), alveolus ini

mempunyai dinding yang tipis sekali dan pada dindingnya

terdapat kapiler-kalpiler pembuluh darah yang halus sekali

dimana terjadi difusi oksigen dan CO2. Jumlah alveolus ini ± 700

juta banyaknya dengan diameter 100 micron. Luasnya

6

permukaan dari seluruh membran respirasi ini kalau direntang

adalah 90 m2 atau ± 100 kali luas tubuh, akan tetapi hanya 70 m2

yang dipergunakan untuk pernafasan selebihnya tidak

mengembang.

Setiap paru-paru dilapisi oleh membran serosa rangkap

dua yaitu pleura. Selaput ini merupakan jaringan ikat yang terdiri

dari dua lapisan yaitu pleura viseral yang langsung melengket

pada dinding paru-paru, masuk kedalam fisura dan memisahkan

lobus satu dengan yang lainnya, membran ini kemudian dilipat

kembali sebelah tampuk paru-paru dan membentuk pleura

parietalis dan melapisi bagian dalam dinding dada. Pleura yang

melapisi iga-iga adalah pleura kostalis, bagian yang menutupi

diafragmatika dan bagian yang terletak dileher adalah pleura

servicalis. Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat yang

disebut dengan membran supra renalis (fasia gison) dan diatas

membran ini terletak arteri subklavia.

Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat eksudat untuk

melicinkan permukaannya dan menghindari gesekan antara paru-

paru dan dinding dada sewaktu bernafas. Dalam keadaan normal

kedua lapisan ini satu dengan yang lain erat bersentuhan. Ruang

atau rongga pleura itu hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi

dalam keadaan tidak normal udara atau cairan akan memisahlkan

kedua pleura dan ruangan diantaranya akan menjadi lebih jelas.

Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran oksigen

dengan karbon dioksida yang terjadi pada paru-paru. Adapun

tujuan pernafasan adalah memenuhi kebutuhan jaringan terhadap

oksigen dan mengeluarkan sisa pembakaran berupa

karbondioksida dari jaringan.Pernafasan menyangkut dua proses:

1. Pernafasan luar (eksternal) adalah: Absorbsi O2 dari luar

masuk kedalam paru-paru dan pembuangan CO2 dari paru-

paru keluar.

7

2. Pernafasan dalam (internal) ialah: Proses transport O2 dari

paru-paru ke jaringan dan transport CO2 dari jaringan ke

paru-paru.

Pernafasan melalui paru-paru (internal), oksigen

diambil melalui mulut dan hidung pada saat pernafasan

dimana oksigen masuk melalui trachea sampai ke alveoli

berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli

memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus

membran diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung

dan dari jantung dipompakan keseluruh tubuh.

Sementara itu karbondioksida sebagai sisa metabolisme

dalam tubuh akan dipisahkan dari pembuluh darah yang telah

mengumpulkan karbondioksida itu dari seluruh tubuh

kedalam saluran nafas.

2.1.3 Perubahan Fungsi Dan Struktur Sistem Pernafasan Yang Terjadi

Pada Lansia

1. Perubahan Anatomik sistem pernafasan

Adapun bagian yang mengalami perubahan adalah:

a. Dinding dada: tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang-

tulang rawan mengalami osifikasi.

b. Otot-otot pernafasan: mengalami kelemahan akibat atrofi.

c. Saluran nafas: akibat kelemahan otot berkurangnya jaringan

elastis bronkus dan alveoli menyebabkan lumen bronkus

mengecil, cincin-cincin tulang rawan bronkus mengalami

pengapuran.

d. Struktur jaringan parenkim paru: bronkiolus, duktus

alveolaris dan alveolus membesar secara progeseif terjadi

emfisema senilis.

8

Sedangkan menurut Stanley, 2006 dalam buku Fisiologi

Manusia dan Mekanisme Penyakit, mengatakan bahwa

perubahan anatomi yang terjadi pada sistem respiratory akibat

penuaan sebagai berikut:

a) Paru-paru kecil dan kendur.

b) Hilangnya recoil elastic.

c) Pembesaran alveoli.

d) Penurunan kapasitas vital: penurunan PaO2 dan residu.

e) Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.

f) Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi

pengembangan.

g) Hilangnya tonus otot thoraks, kelemahan kenaikan dasar

paru.

h) Kelenjar mucus kurang produktif.

i) Penurunan sensitivitas sfingter esophagus.

j) Penurunan sensitivitas kemoreseptor.

2. Perubahan-perubahan fisiologik sistem pernafasan

a. Gerak pernafasan: adanya perubahan bentuk, ukuran dada,

maupun rongga dada akan merubah mekanika pernafasan,

amplitudo pernafasan menjadi dangkal sehingga akan timbul

keluhan sesak bernafas.

b. Distribusi gas: perubahan struktur anatomik saluran gas akan

menimbulkan penumpukan udara dalam alveolus (air 

traping) ataupun gangguan pendistribusian oksigen.

c. Volume dan kapasitas paru menurun.

d. Gangguan transport gas: pada usia lanjut terjadi penurunan

PaO2 secara bertahap, yang penyebabnya terutama

disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.

Selain itu diketahui bahwa pengambilan O2 dalam  darah dari

alveoli (difusi) dan transport O2 ke jaringan-jaringan

berkurang, terutama saat melakukan olahraga.

9

e. Gangguan perubahan ventilasi paru: akibat adanya penurunan

kepekaan kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral ataupun

pusat-pusat pernafasan pada medulla oblongata dan pons.

Sedangkan menurut Stokslager, 2003 dalam buku Fisiologi

Manusia dan Mekanisme Penyakit perubahan fisiologis pada

sistem pernapasan sebagai berikut:

a. Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartilago yang

terus-menerus.

b. Atrofi umum tonsil.

c. Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang

menua.

d. Peningkatan diameter dada anteropsterior sebagai akibat

perubahan metabolisme kalsium dan kartilago iga.

e. Kekakuan paru: penurunan jumlah dan ukuran alveolus.

f. Kiposis.

g. Degenerasi atau atrofi otot pernapasan.

h. Penurunan kapasitas difusi.

i. Penurunan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi: penurunan

kapasitas vital.

j. Degenerasi jaringan paru, yang menyebabkan penurunan

kemampuan recoil elastis paru dan peningkatan kapasitas

residual.

k. Ventilasi buruk pada area basal (akibat tertutupnya jalan

napas) yang mengakibatkan penurunan area permukaan

untuk pertukaran gas dan pertukaran tekanan oksigen.

l. Penurunan saturasi oksigen sebesar 5%.

m. Penurunan cairan respiratorik sekitar 30%, peninggian

resiko infeksi paru dan sumbat mukus.

n. Toleransi rendah terhadap oksigen.

10

3. Perubahan Fisik Sistem Pernafasan Pada Lansia

a. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga

volume udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan

cepat dan dangkal.

b. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi

batuk sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.

c. Penurunan aktivitas paru (mengembang dan

mengempisnya) sehingga jumlah udara pernafasan yang

masuk ke paru mengalami penurunan, jika pada pernafasan

yang tenang kira-kira 500 ml.

d. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas

permukaan normal 50 m²), menyebabkan terganggunya

proses difusi.

e. Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg

menggangu proses oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2

tidak terangkut semua ke jaringan.

f. CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam

arteri juga menurun yang lama-kelamaan menjadi racun

pada tubuh sendiri.

g. Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret

dan corpus alium dari saluran nafas berkurang sehingga

potensial terjadinya obstruksi.

  2.1.4 Perubahan Psikososial Dan Spiritual Yang Dialami Lansia Akibat

Adanya Perubahan Fungsi dan Struktur Tubuh

1. Perubahan-perubahan Psikososial

a. Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya

dan identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan.

Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami

kehilangan-kehilangan, antara lain :

o Kehilangan finansial (income berkurang).

11

o Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang

cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya).

o Kehilangan teman atau kenalan atau relasi.

o Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.

b. Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of

mortality).

c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah

perawatan bergerak lebih sempit.

d. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic

deprivation).

e. Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit dan

bertambahnya biaya pengobatan.

f. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.

g. Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.

h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan

dengan teman-teman dan family.

i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap

gambaran diri dan perubahan konsep diri.

2. Pengaruh Proses Penuaan Pada Fungsi Psikososial

a. Perubahan fisik, sosial mengakibatkan timbulnya penurunan

fungsi, kemunduran orientasi, penglihatan, pendengaran

mengakibatkan kurangnya percaya diri pada fungsi mereka.

b. Mundurnya daya ingat, penurunan degenerasi sel-sel otak.

c. Gangguan halusinasi.

d. Lebih mengambil jarak dalam berinteraksi.

e. Fungsi psikososial, seperti kemampuan berfikir dan gambaran

diri.

3. Perubahan Spritual

a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan

(Maslow, 1970)

12

b. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini

terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari

(Murray dan Zentner, 1970)

c. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer

(1978), Universalizing, perkembangan yang dicapai pada

tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara

memberikan contoh cara mencintai keadilan.

2.2 Faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru

Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan, terdapat

beberapa faktor yang dapat memperburuk fungsi paru (Martono. 1999)

Faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru antara lain :

1. Faktor merokok

Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi penyempitan

saluran nafas. Pada tingkat awal, saluran nafas akan mengalami

obstruksi clan terjadi penurunan nilai VEP1 yang besarnya tergantung

pada beratnya penyakit paru tad. Pada tingkat lanjut dapat terjadi

obstruksi yang iereversibel, timbul penyakit paru obstruktif menahun

(PPOM).

2. Obesitas

Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang. Pala

obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher, dada dan

(finding perut, akan dapat mengganggu compliance dinding dada, berakibat

penurunan volume paru atau terjadi keterbatasan gerakan pernafasan

(restriksi) dan timbul gangguan fungsi paru tipe restriktif.

3. Imobilitas

Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat otot-

otot berkontraksi, sehingga kapasitas vital. paksa atau volume paru akan

"relatif' berkurang. Imobilitas karena kelelahan otot-otot pernafasan pada

usia lanjut dapat memperburuk fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor

lain yang menimbulkan imobilitas (paru), misalnya efusi pleura,

pneumotoraks, tumor paru dan sebagainya (Mangunegoro, 1992).

13

Perbaikan fungsi paru dapat dilakukan dengan menjalankan olah raga

secara intensif

4. Operasi

Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal paru. Dari

pengalaman para ahli diketahui bahwa yang pasti memberikan

pengaruh faal paru adalah : (1) pembedahan toraks (jantung dan paru); (2)

pembedahan abdomen bagian atas; dan (3) anestesi atau jenis obat anestesi

tertentu. Peruhahan fungsi paru yang timbul, meliputi perubahan

proses ventilasi, distribusi gas, difusi gas serta perfusi darah kapiler

paru. Adanya perubahan patofisiologik paru pasca bedah mudah

menimbulkan komplikasi paru: atelektasis, infeksi atau sepsis dan

selanjutnya mudah terjadi kematian, karena timbulnya gagal nafas.

2.3 Patogenesis penyakit paru pada usia lanjut

Mekanisme timbulnya penyakit yang menyertai usia lanjut dapat

dijelaskan atau dapat dikaitkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada

usia lanjut. Perubahan-perubahan tersebut. adalah :

a. Perubahan anatomis – fisiologis

Dengan adanya perubahan anatomis – fisiologis sistem pernafasan

ditambah adanya faktor-faktor lainnya dapat memudahkan timbulnya

beberapa macam penyakit paru: bronkitis kronis, emfisema paru,

PPOM, TB paru, kanker paru dan sebagainya.

b. Perubahan daya tahan tubuh

Pada usia lanjut terjadi penurunan daya tahan tubuh, antara lain karena

lemahnya fungsi limfosit B dan T, sehingga penderita rentan terhadap

kuman-kuman pathogen virus, protozoa, bakteri atau jamur.

c. Perubahan metabolik tubuh

Pada orang usia lanjut sering terjadi peruban metabolik tuhuh, dan paru

dapat ikut mengalami peruban penyebab tersering adalah penyakit-

penyakit metabolik yang bersifat sistemik: diabetes mellitus, uremia, artritis

rematoid dan sebagainya. Fakator usia peranannya tidak jelas, tetapi

14

lamanya menderita penyakit sistemik mempunyai andil untuk timbulnya

kelainan paru tadi.

d. Perubahan respons terhadap obat

Pada orang usia lanjut, bisa terjadi bahwa penggunaan obat-ohat

tertentu akan nemnemberikansan respons atau perubahan pada paru

dan saluran nafas, yang mungkin perubahan-perubahan tadi tidak terjadi

pada usia muda. Contoh, yaitu penyakit paru akibat idiosinkrasi terhadap

obat yang sering digunakan dalam pengobatan penyakit yang sedang

dideritanya yang mana proses tadi jarang terjadi pada usia muda.

e. Perubahan degenerative

Perubahan degeneratif merupakan perubahan yang tidak dapat

dielakkaan terjadinya pada individu-individu yang mengalami proses

penuaan. Penyakit paru yang timbul akibat proses (perubahan)

degeneratif tadi, misalnya terjadinya bronkitis kronis, emfisema paru,

penyakit paru obstruktif menahun, karsinoma paru yang terjadinya pada

usia lanjut dan sebagainya.

f. Perubahan atau kejadian lainnya

Ada pengaruh-pengaruh lain yang terjadi sebelum atau selama usia

lanjut yang dapat mempengaruhi dirinya sehingga dapat memudahkan

penyakit paru tertentu pada usia lanjut, misalnya :

Kebiasaan merokok masa lalu dan sekarang

Merokok yang berlangsung lama dapat menimbulkan perubahan-

perubahan struktur pada saluran nafas, juga dapat menurunkan

fungsi sistem pertahanan tubuh yang diperankan oleh paru dan

saluran nafas, sehingga memudahkan timbulnya infeksi pada paru dan

saluran nafas. Merokok selain dapat memberikan perubahan-

perubahan pada saluran nafas, dapat pula memudahkan timbulnya

keganasan paru, PPOM, bronkitis kronis dan sebagainya.

Pengaruh atau akibat kekurangan gizi

Pada usia lanjut telah diketahui terjadi penurunan daya tahan

tubuh, terutama respons imun seluler. Ini merupakan konsekuensi

lanjut atas terjadinya involusi kelenjar timus pada usia lanjut.

15

Proses involusi kelenjar timus menyebabkan jumlah hormon

timus yang beredar dalam peredaran darah menurun, berakibat proses

pemasakan limfosit T berkurang dan limfosit T yang beredar dalam

peredaran darah juga berkurang. Imunitas humoral pada usia lanjut

juga terdapat perubahan yang berarti, bahkan terdapat peninggian

kadar autoantibodi. IgA dan IgG terdapat peningkatan, sedangkan

IgM mengalami penurunan.

2.4 Aspek Klinik

Ada beberapa penyakit paru yang menyertai orang usia lanjut, yang paling

sering yaitu :

1. Asma

Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami

penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang

menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat sementara.

Penyebab : Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan

merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak

akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu

oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap,

udara dingin dan olahraga. Pada suatu serangan asma, otot polos dari

bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara

mengalami pembengkakan karena adanya peradangan (inflamasi) dan

pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil

diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan

ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat

bernafas.

2. Bronkientasis

Bronkientasis adalah suatu perusakan dan pelebaran (dilatasi)

abnormal dari saluran pernapasan yang besar. Bronkiektasis bukan

merupakan penyakit tunggal, dapat terjadi melalui berbagai cara dan

merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai dinding bronkial,

baik secara langsung maupun tidak, yang mengganggu sistem

16

pertahanannya. Keadaan ini mungkin menyebar luas, atau mungkin

muncul di satu atau dua tempat.

Secara khusus, bronkiektasis menyebabkan pembesaran pada

bronkus yang berukuran sedang, tetapi bronkus berukuran kecil yang

berada dibawahnya sering membentuk jaringan parut dan menyempit.

Kadang-kadang bronkiektasis terjadi pada bronkus yang lebih besar,

seperti yang terjadi pada aspergilosis bronkopulmoner alergika (suatu

keadaan yang disebabkan oleh adanya respon imunologis terhadap jamur

Aspergillus).

3. Penyakit Batuk Rejan (pertusis)

Penyakit Batuk rejan atau juga dikenali sebagai "pertusis" atau

dalam bahasa Inggris Whooping Cough adalah satu penyakit menular.Di

dunia terjadi sekitar 30 sampai 50 juta kasus per tahun, dan menyebabkan

kematian pada 300.000 kasus (data dari WHO).Penyakit ini biasanya

terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun.90 persen kasus ini terjadi di

negara berkembang.

Penyebab : penyakit ini biasanya disebabkan oleh bacterium

Bordetella namun tidak jarang diakibatkan oleh B. Parapertussis.

4. Bronkitis

Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke

paru-paru). Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan

sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit

menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada

usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.

Penyebab : Bronkitis infeksiosa disebabkan oleh virus, bakteri dan

organisme yang menyerupai bakteri (Mycoplasma pneumoniae dan

Chlamydia).

5. Faringitis

Faringitis (dalam bahasa Latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit

peradangan yang menyerang tenggorok atau faring.Kadang juga disebut

sebagai radang tenggorok.

17

Radang ini bisa disebabkan oleh virus atau kuman, disebabkan daya

tahan yang lemah.Pengobatan dengan antibiotika hanya efektif apabila

karena terkena kuman.Kadangkala makan makanan yang sehat dengan

buah-buahan yang banyak, disertai dengan vitamin bisa menolong.

Gejala radang tenggorokan seringkali merupakan pratanda penyakit

flu atau pilek. Faringitis ada yang akut dan kronis. Faringitis akut, radang

tenggorok yang masih baru, dengan gejala nyeri tenggorok dan kadang

disertai demam dan batuk. Faringitis kronis, radang tenggorok yang sudah

berlangsung dalam waktu yang lama, biasanya tidak disertai nyeri

menelan, cuma terasa ada sesuatu yang mengganjal di tenggorok.

6. Infeksi Saluran Napas Atas

Infeksi saluran napas atas dalam bahasa Indonesia juga di kenal

sebagai ISPA (Infeksi Saluran naPas Atas) atau URI dalam bahasa Inggris

adalah penyakit infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan,

hidung, sinus, faring, atau laring.

7. Influenza

Influenza, biasanya dikenali sebagai flu di masyarakat, adalah

penyakit menular burung dan mamalia yang disebabkan oleh virus RNA

dari famili Orthomyxoviridae (virus influensa). Penyakit ini ditularkan

dengan medium udara melalui bersin dari si penderita.Pada manusia,

gejala umum yang terjadi adalah demam, sakit tenggorokan, sakit kepala,

hidung tersumbat dan mengeluarkan cairan, batuk, lesu serta rasa tidak

enak badan. Dalam kasus yang lebih buruk, influensa juga dapat

menyebabkan terjadinya pneumonia, yang dapat mengakibatkan kematian

terutama pada anak-anak dan orang berusia lanjut.

8. Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)

PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi

paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh

adanya penyempitan saluran nafas dan tidak banyak mengalami

perubahan dalam masa observasi beberapa waktu. PPOM adalah

klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis,

bronkiektasis, emfisema dan asma. PPOM merupakan kondisi ireversibel

18

yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran

masuk dan keluar udara paru-paru. Termasuk dalam kelompok PPOM

adalah bronkitis kronis, emfisema paru dan penyakit saluran nafas

perifer.

19

2.5 Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)

a. Etiologi

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Timbulnya penyakit ini dikaitkan

dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita, antara lain merokok

sigaret yang berlangsung lama, polusi udara, infeksi paru berulang, umur, jenis

kelamin, ras, defisiensi alfa-1 antitripsin, defisiensi antioksidan dan sebagainya.

Pengaruh dari masing-masing faktor resiko terhadap terjadinya PPOM adalah

saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan dalam

menimbulkan penyakit ini.

b. Patofisiologi

Faktor-faktor resiko yang telah disebutkan di atas akan mendatangkan

proses inflamasi bronkus dan juga menimbulknn kerusakan pada dinding

bronkiolis terminal. Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi

bronkus keel (bronkiolus terminal), yang mengalami penutupan atau obstruksi

awal fase ekspirasi. Udara yang pada saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli,

saat ekspirasi banyak yang terjebak. dalam alveolus dan terjadilah penumpukan

udara (airtrapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas

dengan segara akibat-akibatnya. Adanya obstruksi dini saat awal ekspirasi akan

menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi.

Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan

mengalami gangguan.

c. Gambaran klinik

Gambaran klinik yang ditemukan adalah gambaran penyakit paru yang

mendasari ditambah tanda-tanda klinik akihat terjadinya obstruksi bronkus.

Gambaran klinik bila diamati secara cermat akan mengarah pada dua hal atau

dua tipe pokok: (1) mempunyai gambaran klinik dominan ke arah bronkitis

kronis (blue bloater type); dan (2) gambaran klinik predominant ke arah

emfisema (pink puffer type).

d. Diagnosis

Diagnosis PPOM ditegakkan dengan metode yang lazim (terarah dan

sistimatik), meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

20

Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan kelemahan badan, batuk, sesak nafas,

sesak nafas waktu aktivitas clan nafas berbunyi, mengi atau wheeze. Oleh karena

perjalanan penyakitnya lambat, maka anamnesis harus dilakukan secara hati-hati

dan teliti.

Pada pemeriksaan fisik, pada penderita tingkat penyakitnya masih awal

mungkin tidak ditemukan kelainan. Adanya ekspirasi yang memanjang

merupakan petunjuk kelainan dial. Pada penyakit tingkat lanjut, tampak bentuk

dada seperti tong, ditemukan penggunaan otot-otot bantu nafas, suara nafas

melemah, terdengar suara mengi yang lemah. Kaitting ditemukan (gerak)

pernafasan paradoksal. Selain itu dapat ditemukan edema kaki, mites dan jari tabuh.

Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, untuk

mendiagnosis PPOM. Untuk menentukan apakah pada penderila terdapat obtruksi

saluran nafas dapat dilakukan pemeriksaan dengan spirometri (spirogram) atau

memeriksa nilai arus puncak ekspirasi (APE) dengan alat sederhana, yaitu

menggunakan mini Wright.

Peak Plow Meter.

Pengukuran volume ekspirasi paksa satu detik pertama (VEP I)

merupakan pemeriksaan akurat, standar, mudah dilakukan dengan spirometer,

dan dapat digunakan untuk melihat beratnya obstruksi saluran nafas. Tingkatan

hemoglobin dalam darah itu dapat memperkirakan adanya Polycytemia, yang

mengakibatkan terjadinya Hypoxemia secara perlahan-lahan.

Tingkatan PPOM menurut National Institute Of

Health Lung and Blood, Bethesda 2001

TINGKATA

NNILAI / DERAJAT PERSENTASI VEP I

0 Resiko

Spirometry Normal

Gejala menaun (batuk,

produksi sputum)

I Ringan ≥ 80 %

II Sedang < 80 %

III Berat < 30 %

21

e. Penatalaksanaan

Dalam penatalaksanaan penderita PPOM perlu diperhatikau faktor-

faktor yang dapat memperjelek perjalanan penyakit, yang hams dicegah

terjadinya pada penderita. Apabila faktor-faktor tadi sudah ada pada penderita,

hendaknya diusahakan .meniadakannya atau menguranginya. Faktor-faktor

yang dapat memperjelek keadaan penyakit penderita, misalnya :

Faktor-faktor resiko, yaitu faktor yang dapat memperjelek penyakit, misalnya

kebiasaan merokok, polusi udara dan lingkungan pekerjaan, faktor

genetik, infeksi (saluran nafas) dan perubahan cuara.

Derajat obstruksi saluran nafas yang terjadi. Oleh karena itu identifikasi

komponen-komponen yang memungkinkan terdapatnya reversibilitas

(obstruksi) sangat perlu dilakukan.

Tahap perjalanan penyakit.

Perjalanan penyakit PPOM lambat progresif. Oleh karena itu perlu

diketahui apakah penyakit PPOM sedang tenang atau progresif

perjalanannya. Penyakit lain di luar paru, misalnya sinusitis, faringitis dan

sebagainya.

Tujuan penatalaksanaan PPOM adalah:

Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala, tidak hanya pada fase

akut, tetapi juga pada fase kronik.

Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.

Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat

dideteksi lebih awal.

Penanganan untuk penderita PPOM usia lanjut adalah sebagai berikut :        

Meniadakan faktor etiologik/presipitasi, misalnya segera menghentikan

merokok, menghindari polusi udara..

Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi,

antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian anti-mikroba harus tepat

22

sesuai dengan kuman penyebab infeksi, yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau

pengobatan empirik.

Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Pent gunaan

kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spasme) masih

kontroversial.

Pengobatan simtomatik (lihat tanda dan gejala yang muncul)

o Batuk produktif beri obat mukolitik / ekspektoran

o Sesak nafas beri posisi yang nyaman (fowler) , beri O2

o Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infus

Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul. Pengobatan

oksiogen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran

lambat: 1 — 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi.

Tindakan rehabilitasi terhadap penderita meliputi Aktivitas-aktivitas

berikut :

o Fisioterapi, terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret

bronkus.

o Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan

pernafasan yang paling efektif baginya

o Latihan, dengan beban olah raga tertentu, dengan  tujuan uatuk

memulihkan kesegaran jasmaninya.

o Vocational guidance : usaha yang dilakukan terhadap pendeiita

agar sedapat-dapat kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula.

o Pengelolaan psikososial: terutama ditujukan untuk penyesuaian

diri penderita dengan penyakit yang dideritanya.

f. Pencegahan penyakit paru pada usia lanjut

Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan

struktur anatomik maupun fisiologik alami juga tidak dapat dihindari,

Pencegahan terhadap timbulnya penyakit-penyakit paru pada usia lanjut

dilakukan pada prinsipnya dengan meningkatkan daya tahan tubuhnya

dengan memperbaiki keadaan gizi, menghilangkan hal-hal yang dapat

23

menurunkan daya tahan tubuh, misalnya menghentikan kebiasaan

merokok, minum alkohol dan sebagainya.

Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit

dilakukan dengan Fara yang lazim.

1. Usaha pencegahan infeksi paru/saluran nafas

Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat

mengurangi atau meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhi

timbulnya infeksi. Hal positif yang dapat dilakukan misalnya dengan

melakukan vaksinasi dengan vaksin pneumokok untuk menghindari

timbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada usia lanjut vaksinasi ini

kurang berefek (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo

dan H.Hadi Martono. 1999)

2. Usaha mencegah timbulnya TB paru.

Yang bisa dilakukan ialah menghindari kontak person dengan

penderita TB paru atau mengbindari Fara-cara penularan lainnya.

3. Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru.

Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap

timbulnya kelainan paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu dilakukan

pemantauan secara berkala: (1) pemeriksaan foto rontgen toraks, dan (2)

pemeriksaan faal paru, paling tidak setahua sekali. Sangat dianjurkan

bagi mereka yang beresiko tinggi tadi (perokok berat dan laki-laki)

menghindari atau segera berhenti merokok (Mangunegoro, 1992.

Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

24

2.6 ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN

SISTEM RESPIRASI (PENYAKIT PARU OBSRUKSI MENAHUN)

PPOM

Dalam hal ini kelompok mengangkat askep PPOM  pada lansia

dikarenakan penyakit ini sangat menonjol (berdasarkan buku Pedoman

Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri hal 39 tahun 2000)

A. Pengkajian

Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada

kegiatan sehari – hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10. Dan

juga mengidentifikasi faktor sosial dan lingkungan yang merupakan faktor

pendukung terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi type dari gejala

yang muncul antara lain, tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipi tasi

lainnya antara lain perjalanan penularan temperatur dan stress.

Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada,

Respiratory Rate dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu

pernafasan dan juga warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum. Palpasi dan

perkusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap peningkatan

gerakan Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan diafragma. Ketika

mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua / akhir seharusnya diberi cukup

waktu untuk kenyamanan dengan menarik nafas dalam tanpa adanya rasa

pusing (dizzy) (Loukenotte, M.A, 2000).

Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman

untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :

1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?

2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?

3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?

4. Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?

5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?

6. Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?

Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan

yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :

25

1. Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?

2. Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?

3. Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?

4. Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama

pernapasan?

5. Apakah tampak sianosis?

6. Apakah vena leher pasien tampak membesar?

7. Apakah pasien mengalami edema perifer?

8. Apakah pasien batuk?

9. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?

10. Bagaimana status sensorium pasien?

11. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?

Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :

1. Aktifitas / istirahat

Keletihan, kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan aktifitas

sehari-hari karena  sulit bernafas.

2. Sirkulasi

Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan

darah,takikardi.

3. Integritas ego

Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang

4. Makanan / cairan

Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distress

pernafasan, turgor kulit buruk, berkeringat.

5. Higiene

Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan

aktifitas sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.

6. Pernafasan

26

Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu

pernafasan.

7. Keamanan

Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.

8. Seksualitas

Penurunan libido.

9. Interaksi sosial

Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan

mobilitas fisik.

(Doengoes, 2000 :152 ).

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM, antara lain :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya

sekresi.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan

primer dan sekunder, penyakit kronis.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

disprisa, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia,

mual / muntah.

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay

dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.

6. Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi,

salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif

( Doenges, 2000).

Sedangkan diagnosa menurut Luckenotte,antara lain :

1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d tertahannya sekresi.

2. Gangguan pertukaran gas b.d berkurangnya suplai oksigen.

3. Berkurangnya perawatan kesehatan b.d ketidakefektifan koping individu.

27

4. Resiko infeksi b.d in adekuat pertahanan primer dan sekunder, dan

penyakit kronik.

5. Defisit pengetahuan : PPOM b.d kurangnya informasi.

6. In adekuat nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan atau absorbsi

7. Berkurangnya peran b.d perubahan persepsi diri dan perubahan kapasitas

fisik dalam menjalankan peran.

8. In efektif pola nafas b.d kelemahan muskuloskeletal dan penurunan energi

atau fatique.

9. Ketidakmampuan untuk melakukan ventilasi secara spontan b.d kelemahan

otot pernafasan.

10. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan

permintaan

(Loukenotte, M.A, 2000).

C. Intervensi / Perencanaan

No

Dx

Diagnosa

KeperawatanTujuan Dan KH Intervensi Rasional

1. Ketidakefektifan

jalan nafas

berhubungan

dengan

tertahannya

sekresi.

Tujuan :

Mengefektifkan

jalan nafas

Hasil yang

diharapkan :

Mempertahanka

n jalan nafas

paten dengan

bunyi nafas

bersih / jelas

Menunjukkan

perilaku untuk

memperbaiki

bersihan jalan

nafas Misal :

1. Auskultasi

bunyi nafas,

catat adanya

bunyi nafas,

misal : mengi,

krekels, ronki.

2. Kaji / pantau

frekuensi

pernafasan,

catat rasio

inspirasi mengi

(emfisema)

3. Kaji pasien

o Beberapa derajat

bronkus terjadi

dengan obstruksi jalan

nafas dan tidak

dimanifestasikan

adanya bunyi nafas

adventisius

o

o

o

o

o Takipnea ada pada

beberapa derajat dan

dapat ditemukan pada

penerimaan / selama

28

Batuk efektif

dan

mengeluarkan

sekret.

untuk posisi

yang nyaman

misal:

peninggian

kepala tempat

tidur, duduk dan

sandaran tempat

tidur.

4. Pertahankan

polusi

lingkungan

minimum debu,

asap dll

5. Bantu latihan

nafas abdomen /

bibir

6. Ajarkan teknik

nafas dalam

batu efektif

7. Berikan obat

sesuai indikasi

stress / adanya proses

infeksi akut

o

o

o Peninggian kepala

tempat tidur

mempermudah fungsi

pernafasan dengan

menggunakan

gravitasi, namun

pasien dengan slifres

berat akan mencari

posisi yang paling

mudah untuk

bernafas.

o

o

o

o

o Pencitus tipe reaksi

alergi pernafasan

yang dapat mentrigen

episode akut.

o Memberikan pasien

beberapa cara untuk

mengatasi dan

mengontrol dispnea

dan menurunkan

29

jebakan udara.

o

o Batuk dapat menetap

tetapi efektif

khususnya bila pada

lansia,sakit akut, atau

kelemahan.

Membantu dalam

proses penyembuhan.

2. Gangguan

pertukaran gas

berhubungan

dengan suplai

oksigen

Tujuan :

Memenuhi suplai

oksigen pada

tubuh.

Kriteria hasil yang

diharapkan :

Menunjukkan

perbaikan

ventilasi dan

oksigenasi

jaringan

adekuat yang

bila dalam

rentang

normal + bebas

gejala distres

pernafasan.

Berpartisipasi

dalam program

pengobatan

dalam tingkat

kemampuan /

situasi.

1. Kaji frekuensi

kedalaman

pernafasan,

catat

penggunaan otot

aksesori, nafas

bibir,

ketidakmampua

n bicara /

berbincang.

2. Tinggikan

kepala tempat

tidur, bantu

pasien untuk

memilih posisi

yang mudah

untuk bernafas.

3. Dorong

mengeluarkan

sputum:

Berguna dalam

evaluasi distress

pernafasan dan

kronisnya proses

penyakit.

2.     

Pengiriman oksigen

dapat diperbaiki

dengan posisi duduk

tinggi, dan latihan

nafas untuk

menurunkan kolaps

jalan nafas, dispnea

dan kerja nafas.

Kental, tebal,

banyaknya sekresi

adalah sumber utama

30

Penghisapan

bila

diindikasikan.

4. Kaji / awasi

secara rutin

kulit dan warna

membran

mukosa

5. Awasi tanda

vital dan irama

jantung

6. Awasi /

gambaran seri

GDA dan nadi,

oksimetri

gangguan pertukaran

gas.

Sianosis mungkin

perifer (terlihat pada

kuku) atau sentral

(terlihat sekitar bibir /

daun telinga) keabu-

abuan dan dianosis

sentral

mengindikasikan

beratnya hipoksemia.

5.     Takikarena,

disritimia, dan

perubahan TD dapat

menunjukkan efek

hipoksemia sistemik

pada fungsi jantung.

6.     PaCO2 biasanya

meningkat

(bronkhitis,

emfisema) dan

PaCO2 secara umum

menurun, sehingga

hipoksia terjadi

dengan derajat lebih /

lebih besar

7.     

31

7. Berikan oksigen

tambahan yang

sesuai dengan

indikasi hasil

GDA dan

toleransi pasien.

Dapat memperbaiki /

mencegah buruknya

hipoksia.

3. Resiko tinggi

terhadap infeksi

berhubungan

dengan

inadekuat

pertahanan

primer dan

sekunder,

penyakit kronis.

Tujuan :

Mencegah

terjadinya infeksi.

Kriteria hasil yang

diharapkan :

Menyatakan

pemahaman

penyebab /

faktor resiko

individu

Mengidentifika

si intervensi

untuk

mencegah /

menurunkan

resiko infeksi

Menunjukkan

teknik,

perubahan pola

hidup untuk

meningkatkan

lingkungan

yang aman.

1. Awasi suhu

2. Kaji pentingnya

latihan nafas,

batuk efektif,

perubahan

posisi sering,

dan masukan

cairan adekuat.

3. Tunjukkan dan

bantu pasien

tentang

pembuangan

tisu dan sputum

4. Dorong

keseimbangan

antara aktifitas

dan istirahat

Demam dapat terjadi

karena infeksi /

dehidrasi.

Aktifitas ini

meningkatkan

mobilisasi dan

pengeluaran sekret

untuk menurunkan

resiko terjadi infeksi

paru.

Cegah penyebaran

ppatogen melalui cairan

4.     

Menurunkan konsumsi

/ kebutuhan

keseimbangan

oksigen dan

memperbaiki

pertahanan pasien

terhadap infeksi,

meningkatkan

32

5. Dapatkan

spesimen

dengan batuk /

penghisapan

untuk

pewarnaan

kuman gram

kultur /

sensitivitas.

6. Berikan anti

mikrobia sesuai

indikasi

penyembuhan.

5.     

Dilakukan untuk

mengidentifikasikan

organisme penyebab

dan kerentanan

6.     

Dapat diberikan untuk

organisme khusus

yang teridentifikasi

dengan kulturdan

sensitivitas, atau

diberikan secara

profilaktik karena

resiko tinggi.

4. Perubahan

nutrisi kurang

dari kebutuhan

tubuh

berhubungan

dengan dispnea,

kelemahan efek

samping obat,

produksi

sputum,

anoreksia,

mual / muntah.

Tujuan :

Memenuhi

kebutuhan nutrisi

klien secara

adekuat

Kriteria hasil yang

diharapkan :

Menunjukkan

peningkatan

berat badan

menuju tujuan

yang tepat.

1. Kaji kebiasaan

diet, masukan

makanan saat

ini, catat derajat

kesulitan

makan, evalusi

BB dan ukuran

tubuh.

2. Tunjukkan dan

1.     Pasien distress

pernafasan akut sering

anoreksia karena

dispnea, produksi

sputum dan obat:

Aktifitas ini

meningkatkan

mobilisasi dan

pengeluaran sekret

untuk menurunkan

resiko terjadi infeksi

paru

33

Menunjukkan

perilaku

perubahan pola

hidup untuk

meningkatkan

dan /

mempertahanka

n berat yang

tepat.

bantu pasien

tentang

pembuangan

tisu dan sputum

3. Dorong

keseimbangan

antara aktifitas

dan istirahat

4. Dapatkan

spesimen

dengan batuk /

penghisapan

untuk

pewarnaan

kuman gram

kultur /

sensitivitas.

5. Berikan anti

mikrobia sesuai

indikasi

Menurunkan konsumsi

/ kebutuhan

keseimbangan

oksigen dan

Memperbaiki

pertahanan pasien

terhadap infeksi,

meningkatkan

penyembuhan.

4.     

Dilakukan untuk

mengidentifikasikan

organisme penyebab

dan kerentanan

terhadap berbagai anti

mikrobia.

Dapat diberikan untuk

organisme khusus

yang teridentifikasi

dengan kultur dan

sensitivitas, atau

diberikan secara

profilaktik karena

resiko tinggi.

Intoleransi

aktifitas

Tujuan :

Mengembalikan

1. Evaluasi

respons pasien

1.    Menetapkan

kemampuan /

34

berhubungan

dengan

keseimbangan

antara suplay

dan kebutuhan

oksigen,

kelemahan,

dispnea.aktifitas klien

seperti semula.

Kriteria hasil yang

diharapkan :

Melaporkan /

menunjukkan

peningkatan

toleransi terhadap

aktifitas yang

dapat diukur

dengan tak adanya

dispnea,

kelemahan

berlebihan, dan

tanda vital dalam

rentang normal.

terhadap

aktifitas.

2. Catat laporan

dispnea,

peningkatan

kelemahan /

kelelahan dan

perubahan tanda

vital selama dan

setelah aktivitas.

3. Bantu aktivitas

perawatan dini

yang

diperlukan.

Berikan

kemajuan

peningkatan

aktivitas selama

fase

penyembuhan.

4. Ajarkan klien

untuk

mengurangi

aktivitas yang

dapat

menimbulkan

kelelahan

kebutuhan pasien dan

memudahkan pilihan

intervensi

Meminimalkan

kelelahan dan

membantu

keseimbangan suplai

dan kebutuhan

oksigen.

3.     Mengurangi kelelahan

6. Defisit Tujuan : Klien 1. Jelaskan / 1.      Menurunkan ansietas

35

pengetahuan

tentang PPOM

berhubungan

dengan kurang

informasi, salah

mengerti

tentang

informasi,

kurang

mengingat /

keterbatasan

kognitif.

mampu untuk

mengetahui

tentang

pengertian /

informasi PPOM.

Kriteria hasil yang

diharapkan :

Menyatakan

pemahaman

kondisi / proses

penyakit dan

tindakan

Mengidentifika

si hubungan

tanda / gejala

yang ada dari

proses penyakit

dan

menghubungka

n dengan faktor

penyebab

kuatkan

penjelasan

proses penyakit

individu

2. Instruksikan /

kuatkan rasional

untuk latihan

nafas, batuk

efektif dan

latihan kondisi

umum.

3. Diskusikan obat

pernafasan, efek

samping +

reaksi yang tak

diinginkan

4. Tekankan

pentingnya

perawatan oral /

kebersihan gigi

dan dapat

menimbulkan

perbaikan partisipasi

pada rencana

pengobatan.

2.      Nafas bibir + nafas

abdominal /

diafragmatik

menguatkan otot

pernafasan,

membantu

meminimalkan kolaps

jalan nafas kecil dan

memberikan individu

arti untuk mengontrol

dispnea.

3.     

Pasien ini sering

mendapat obat

pernafasan banyak

sekaligus yang

mempunyai efek

samping hampir sama

+ potensial interaksi

obat

4.     

Menurunkan

pertumbuhan bakteri

pada mulut, dimana

dapat menimbulkan

infeksas atas.

36

5. Diskusikan

faktor individu

yang

meningkatkan

kondisi mis:

udara terlalu

kering, angin,

lingkungan

dengan suhu

ekstrem, serbuk,

asap tembakau,

sprei aerosol,

polusi udara.

6. Diskusikan

pentingnya

mengikuti

perawatan

medik, foto

dada periodik

dan kultur

: Faktor lingkungan

ini dapat

menimbulkan iritasi

bronkial

menimbulkan

peningkatan produksi

sekret dan hambatan

jalan nafas.

6.     

Pengawasan proses

penyakit untuk

membuat program

terapi untuk

memenuhi perubahan

kebutuhan dan dapat

membantu mencegah

komplikasi

 ( Doenges, 2000 : 152).

37

D. Evaluasi

Fokus utama pada klien Lansia dengan PPOM adalah untuk

mengembalikan kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya

hasil yang diharapkan. Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan

tambahan di rumah, evaluasi juga termasuk memonitor kemampuan

beradaptasi dan menggunakan tehnik energi conserving, untuk mengurangi

sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan dalam rehabilitasi paru. Klien

Lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari tehnik rehabilitasi

yang diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar, mereka harus

mempunyai pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya

hidup mereka.(Leukenotte, M A, 2000 : 502)

38

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada usia lanjut terjadi penularan analomi - fisiologi paru dan saluran

nafas, antara lain berupa pengurangan elastic recoil paru; kecepatan arus

ekspirasi, tekanan oksigen acted serta respons pusat reflek pernafasan terhadap

rangsangan oksigen arteri atau hiperkapnia. Hal-hal tersebut berpengaruh pada

mekanisme perthanan tubuh terhadap timbulnya penyakit paru

Penyakit paru yang sering ditemukan pada usia lanjut adalah infeksi

saluran nafas akut bagian bawah PPOM. Berhagai cara dapat dilakukan untuk

pencegahan terhadap timbulnya infeksi pernafasan akut bagian bawah, PPOM. 

Untuk mencegab melanjunya penurunan fungsi paru, antara lain dapat diatasi

dengan melakukan olah raga atau latihan fisik yang teratur, selain meningkatkan

taraf kesehatan usia lanjut. Laju penurunan fungsi paru dapat diketahui dengan

pemeriksaan faal paru secara berkala.

B. Saran

Untuk Lansia menghindari faktor resiko :

1. Anjurkan klien untuk tidak merokok

2. Anjurkan klien untuk cukup istirahat

3. Anjurkan klien untuk menghindari alergen

4. Anjurkan klien untuk mengurangi aktifitas

5. Anjurkan klien untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup

Untuk keluarga memberikan dukungan :

1. Anjurkan keluarga untuk memberi perhatian pada klien

2. Anjurkan keluarga untuk memantau kondisi klien

3. Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif

39