Download docx - Makalah Komunitas Estuary

Transcript

MAKALAH KOMUNITAS ESTUARYTUGAS MATA KULIAH EKOLOGI HEWAN

Disusun oleh:1) Tutik Wulandari(k4312065)2) Tyas Ana Cahyanti(k4312066)3) Vita Yuliana(k4312068)4) Wahyu Adhi Nugroho(k4312069)5) Wahyu Kusumawardani(k4312070)6) Wike Trajuningtyas (k4312073)

Kelas B

PENDIDIKAN BIOLOGIFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA2015

PENDAHULUANA. Latar Belakang

Estuari merupakan daerah pantai semi tertutup yang mempunyai hubungan dengan laut terbuka sehingga dipengaruhi oleh pasang, dan di dalamnya terjadi percampuran antara air laut dan air tawar. Estuari dapat disebut sebagai daerah peralihan antara habitat laut dan habitat air tawar. Memiliki karakter fisik, kimiawi, dan biologis yang khas, didominasi oleh substrat berlumpur dan endapan kebanyakan merupakan bahan organik. Estuari memiliki karakter perairan yang khas karena salinitas yang berbedadi setiap titik di estuari. Sedikit organisme yang dapat bertahan hidup di perairan estuari karena diperlukan kemampuan osmoregulasi yang cukup. Estuari didominasi oleh substrat berlumpur, hutan mangrove dapat tumbuh secara optimal di daerah perairan estuari. Mangrove mempunyai arti penting karena dapat memberikan bahan organik, sebagai daerah asuhan dan pemijahan biota perairan, perakarannya yang kokoh dapat meredam gelombang, menahan lumpur, dan melindungi pantai dari abrasi.Estuari adalah jenis perairan yang memiliki variasi yang tinggi ditinjau dari faktor fisik, kimia, biologi, ekologi dan jenis habitat yang terbentuk di dalamnya. Oleh karena itu interaksi antara komponen fisik, kimia dan biologi yang membentuk suatu ekosistem sangat kompleks. Hal ini disebabkan karena dinamika dari estuari sangat besar, baik dalam skala waktu yang pendek karena adanya pasang surut maupun dalam skala waktu yang panjang karena adanya pergantian musim.Pada ekosistem estuari ini terbentuk habitat-habitat yang memiliki ciri khas tersendiri dengan organisme-organisme penyusunnya yang spesifik. Respon dari tingkah laku organisme estuari dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya juga beragam dan memiliki ciri khas tersendiri. Pada batas ambang toleransi organisme terhadap lingkungan membatasi keberadaannya di suatu organisme. Organisme yang mampu bertahap pada kondisi fisik dan kimia perairan dapat tetap hidup dan tinggal nyaman di habitatnya, tetapi bagi organisme yang tidak mampu bertahan pada ambang toleransinya akan menjadi organisme pengunjung transisi, dimana pada saat sesuai dengan batas ambangnya organisme ini akan masuk ke habitat di estuari, tetapi jika tidak maka organisme ini akan meninggalkan daerah estuari ini.Oleh karena hal diatas dapat dikatakan estuari memiliki karakteristik yang spesifik, di dalam makalah ini akan dibahas terkait dengan karakteristik komunitas dari estuari.

B. Rumusan Masalah Bagaimanakah karakteristik dari komunitas estuari?

C. Tujuan Mengetahui karakteristik dari komunitas Estuari

PEMBAHASAN

Pengertian Estuari

Kata estuari berasal dari istilah bahasa inggris estuary, dan bahasa latin aestuarium yang berarti aliran air pasang dari laut, yang akar katanya adalah aestus, pasang surut air laut. Per definisi, ada banyak pengertian yang dipakai orang untuk menjelaskan estuari. Salah satu definisi yang diterima orang secara luas menyebut estuari sebagai :badan air pesisir yang semi-tertutup, yang terhubung bebas dengan laut terbuka, yang di dalamnya air laut nyata tercampur dan terencerkan oleh air tawar yang mengalir dari daratan.Estuari merupakan tempat bersatunya sungai dengan laut. Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawa garam. Salinitas air berubah secara bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut.Estuari merupakan bagian dari lingkungan perairan yakni daerah percampuran antara air laut dan air tawar yang berasal dari sungai, sumber air tawar lainnya (saluran air tawar dan genangan air tawar). Lingkungan estuari merupakan peralihan antara darat dan laut yang sangat di pengaruhi oleh pasang surut, tetapi terlindung dari pengaruh gelombang laut (Kasim, 2005).Menurut Bengen, 2002 dan Pritchard, 1976 dalam Tiwow (2003), estuari adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Estuari adalah jenis perairan yang memiliki variasi yang tinggi ditinjau dari faktor fisik, kimia, biologi, ekologi dan jenis habitat yang terbentuk di dalamnya. Oleh karena itu interaksi antara komponen fisik, kimia dan biologi yang membentuk suatu ekosistem sangat kompleks. Hal ini disebabkan karena dinamika dari estuari sangat besar, baik dalam skala waktu yang pendek karena adanya pasang surut maupun dalam skala waktu yang panjang karena adanya pergantian musim.Pembentukan daerah estuari diawali dari suatu aliran sungai yang menuju laut, daerah ini dapat berupa muara sungai yang sangat lebar, rawa-rawa pantai atau daerah lain yang tidak terlepas dari pengaruh air laut. Pengaruh campuran massa air tawar dan air laut tersebut menghasilkan suatukondisi lingkungan dan komunitas biota yang khas, komplek dan dinamis yang tidaksama dengan air tawar atau air laut. Dinamika tersebut sangat terkait dengan pola distribusi salinitas, kekuatan arus, amplitude pasang-surut, kekuatan ombak, pengendapan sedimen, suhu, oksigen serta penyediaan unsur hara (Suyasa dkk., 2008).Air tawar yang mempunyai densitas lebih kecil dari air laut cenderung mengembang diatasnya. Pada daerah estuari ini juga terdapat fluktuasi perubahan salinitas yang berlangsung sacara tetap yang berhubungan dengan gerakan air pasang. Massa air yang masuk ke dalam daerah estuari pada waktu terjadi air surut hanya bersumber dari air tawa, akibatnya salinitas air didaerah estuari pada saat itu umumnya rendah. Pada waktu air pasang air masuk ke dalam estuari dari air laut bercampur dengan estuari, sehingga mengakibatkan salinitas naik. Mengakibatkan organisme-organisme laut tidak dapat hidup didaerah estuari, kebanyakan organisme-organisme laut tersebut hanya dapat bertoleransi terhadap perubahan salinitas yang kecil. Dan akibatnya mereka tidak di bisa hidup di daerah estuari. Hanya spesiesyang memiliki kekhususan fisiologi baik ikan air tawar, ikan asli estuarine dan ikan dari laut yang mampu bertahan hidup di perairan estuari. Oleh karena itu jumlah spesies yang mendiami perairan estuari lebih sedikit dibandingkan dengan organisme yang hidup di perairan tawar atau laut. (Bengen, 2002).Respon dari tingkah laku organisme dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya juga beragam dan memiliki ciri khas tersendiri. Pada batas ambang toleransi organisme terhadap lingkungan membatasi keberadaannya di suatu organisme. Organisme yang mampu bertahap pada kondisi fisik dan kimia perairan dapat tetap hidup dan tinggal nyaman di habitatnya, tetapi bagi organisme yang tidak mampu bertahan pada ambang toleransinya akan menjadi organisme pengunjung transisi, dimana pada saat sesuai dengan batas ambangnya organisme ini akan masuk ke habitat di estuari, tetapi jika tidak maka organisme ini akan meninggalkan daerah estuari ini.Estuari merupakan perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar (Bengen, 2002). Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan menghasilakan suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang bervariasi (Supriharyono, 2000), antara lain:a. Tempat bertemunya arus air dengan arus pasang-surut, yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya.b. Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun air laut.c. Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang-surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya.d. Tingkat kadar garam didaerah estuari tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah estuari tersebut.Adapun pembagian estuari berdasarkan pola sirkulasi dan stratifikasi air adalah sebagai berikut : 1. Estuari berstratifikasi sempurna/nyata : Disebut juga dengan estuari baji garam, dicirikan oleh adanya batas yang jelas antara air tawar dan air asin. Estuari tipe ini ditemukan di daerah-daerah dimana aliran air tawar dari sungai besar lebih dominan dari pada intrusi air asin dari laut yang dipengaruhi oleh pasang-surut.2. Estuari berstratifikasi sebagian/parsial : Merupakan tipe yang paling umum dijumpai. Pada estuari ini, aliran air tawar dari sungai seimbang dengan air laut yang masuk melalui arus pasang. Pencampuran air dapat terjadi karena adanya turbulensi yang berlangsung secara berkala oleh aksi pasang-surut.3. Estuari campuran sempurna : Sering disebut dengan estuari homogen vertikal. Estuari tipe ini dijumpai di lokasi-lokasi dimana arus pasang-surut sangat dominan dan kuat, sehingga air estuari tercampur sempurna dan tidak terdapat stratifikasi.Berdasarkan salinitas (kadar garamnya), estuari dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :1. Oligohalin yang berkadar garam rendah ( 0,5% 3 % )2. Mesohalin yang berkadar garam sedang ( 3% 17 %)3. Polihalin yang berkadar garam tinggi, yaitu diatas 17 %Bentuk estuari bervariasi dan sangat bergantung pada besar kecilnya air sungai, kisaran pasang surut, dan bentuk garis pantai. Kebanyakan estuari didominasi subtrat lumpur yang berasal dari endapan yang dibawa oleh air tawar maupun air laut. Karena partikel yang mengendap kebanyakan bersifat organik, subtrat dasar estuari biasanya kaya akan bahan organik. Bahan organic ini menjadi cadangan makanan utama bagi organisme estuari.Dengan kondisi lingkungan fisik yang bervariasi dan merupakan daerah peralihan antara darat dan laut, estuari mempunyai pola pencampuran air laut dan air tawar yang tersendiri. Menurut Kasim, (2005), pola pencampuran sangat dipengaruhi oleh sirkulasi air, topografi , kedalaman dan pola pasang surut karena dorongan dan volume air akan sangat berbeda khususnya yang bersumber dari air sungai. Berikut pola pencampuran antara air laut dengan air tawar:1. Pola dengan dominasi air laut (Salt wedge estuary) yang ditandai dengan desakan dari air laut pada lapisan bawah permukaan air saat terjadi pertemuan antara air sungai dan air laut. Salinitas air dari estuari ini sangat berbeda antara lapisan atas air dengan salinitas yang lebih rendah dibanding lapisan bawah yang lebih tinggi.2. Pola percampuran merata antara air laut dan air sungai (well mixed estuary). Pola ini ditandai dengan pencampuran yang merata antara air laut dan air tawar sehingga tidak terbentuk stratifikasi secara vertikal, tetapi stratifikasinya dapat secara horizontal yang derajat salinitasnya akan meningkat pada daerah dekat laut.3. Pola dominasi air laut dan pola percampuran merata atau pola percampuran tidak merata (Partially mixed estuary). Pola ini akan sangat labil atau sangat tergantung pada desakan air sungai dan air laut. Pada pola ini terjadi percampuran air laut yang tidak merata sehingga hampir tidak terbentuk stratifikasi salinitas baik itu secara horizontal maupun secara vertikal.Pada beberapa daerah estuari yang mempunyai topografi unik, kadang terjadi pola tersendiri yang lebih unik. Pola ini cenderung ada jika pada daerah muara sungai tersebut mempunyai topografi dengan bentukan yang menonjol membetuk semacam lekukan pada dasar estuari. Tonjolan permukaan yang mencuat ini dapat menstagnankan lapisan air pada dasar perairan sehingga, terjadi stratifikasi salinitas secara vertikal. Pola ini menghambat turbulensi dasar yang hingga salinitas dasar perairan cenderung tetap dengan salinitas yang lebih tinggi.Variasi sifat habitat terutama salinitas membuat estuari menjadi habitat yang keras dan sangat menekan bagi kehidupan organisme. Untuk dapat hidup dan berhasil membentuk koloni di daerah ini organisme harus mempunyai kemampuan untuk beradaptasi secara khusus.Adapun bentuk adaptasi tersebut adalah:a. Adaptasi MorfologisOrganisme yang mendiami substrat berlumpur sering kali beradaptasi dengan membentuk rumbai-rumbai halus atau rambut atau setae yang menjaga jalan masuk ke ruang pernapasan agar permukaan ruang pernapasan tidak tersumbat oleh partikel lumpur. Organisme yang memiliki kemampuan adaptasi seperti ini adalah kepiting estuari, dan beberapa anggota dariGastropoda.Adaptasi yang lain adalah ukuran tubuh. Organisme estuari umumnya mempunyai ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan dengan kerabatnya yang hidup di laut. Contohnya adalah kepiting (Ucha) yang memiliki ukuran kecil, hal ini terjadi karena sebagian besar energi yang dimilikinya dipergunakan untuk beradaptasi menyesuaikan dengan kadar garam lingkungan.b. Adaptasi FisiologisAdaptasi yang diperlukan untuk kelangsungan hidup organisme estuari adalah berhubungan dengan keseimbangan ion cairan tubuh menghadapi fluktuasi salinitas eksternal. Kemampuan osmoregulasi sangat diperlukan untuk dapat bertahan hidup. Organisme yang memiliki kemampuan osmoregulasi dengan baik disebut osmoregulator contohnyaCopepoda, Cacing PolychaetadanMollusca. Kemampuan mengatur osmosis menurut beberapa ahli sangat dipengaruhi oleh suhu. Di daerah tropic dengan suhu air lebih tinggi dan perbedaan suhu antara air tawar dan air laut kecil, biasanya dihuni oleh species estuari lebih banyak, dan species lautan yang stenohalin dapat masuk lebih jauh ke hulu.c. Adaptasi Tingkah lakuSalah satu bentuk adaptasi tingkah laku yang dilakukan oleh organisme estuari adalah membuat lubang ke dalam lumpur. Ada dua keuntungan yang didapatkan dari organisme yang beradaptasi seperti ini. Pertama, adalah dalam pengaturan osmosis. Keberadaan di dalam lubang berarti mempunyai kesempatan untuk berhubungan dengan air interstitial yang mempunyai variasi salinitas dan suhu lebih kecil dari pada air di atasnya. Kedua, membenamkan diri ke dalam substrat berarti lebih kecil kemungkinan organisme ini dimakan oleh pemangsa yang hidup di permukaan substrat atau di kolam air.Adaptasi tingkahlaku lainnya adalah dengan cara bergerak ke hulu atau ke hilir. Tingkahlaku ini akan menjaga organisme tetap berada pada daerah dengan kisaran toleransinya. Contohnya beberapa species kepiting seperti Rajungan (Calinectessapidus), ikan belanak (Mugil mugil), Ikan baung, Ikan bandeng dan lain-lain(Kramer, 1994).

Ekosistem estuaria merupakan bagian dari ekosistem air laut yang terdapat dalam zona litoral (kelompok ekosistem pantai).Estuaria merupakan tempat pertemuan air tawar dan air asin.Estuariaadalah suatu perairan semi tertutup yang terdapat di hilir sungai dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya percampuran air laut dan air tawar dari sungai atau drainase yang berasal dari muara sungai, teluk, rawa pasang surut. Muara sungai, teluk-teluk di daerah pesisir, rawa pasang-surut dan badan air yang terpisah dari laut oleh pantai penghalang (barrier beach), merupakan contoh dari sistem perairan estuari. Estuari dapat dianggap sebagai zona transisi (ekoton) antara habitat laut dan perairan tawar, namun beberapa sifat fisis dan biologis pentingnya tidak memperlihatkan karakteristik peralihan, lebih cenderung terlihat sebagai suatu karakteristik perairan yang khas (unik).Estuari berperan sebagai daerah peralihan antara kedua ekosistem akuatik. Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya sungai dengan laut.Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawa garam. Salinitas air berubah secara bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut. Salinitas ini juga dipengaruhi oleh siklus harian dengan pasang surut airnya.Nutrien dari sungai memperkaya daerah estuari.Bentuk estuaria bervariasi dan sangat bergantung pada besar kecilnya air sungai, kisaran pasang surut, dan bentuk garis pantai.Kebanyakan estuaria didominasi subtrat lumpur yang berasal dari endapan yang dibawa oleh air tawar maupun air laut. Karena partikel yang mengendap kebanyakan bersifat organik, subtrat dasar estuaria biasanya kaya akan bahan organik. Bahan organik ini menjadi cadangan makanan utama bagi organisme estuaria.Pengaruh campuran massa air tawar dan air laut tersebut menghasilkan suatu kondisi lingkungan dan komunitas biota yang khas, komplek dan dinamis yang tidaksama dengan air tawar atau air laut.Dinamika tersebut sangat terkait dengan poladistribusi salinitas, kekuatan arus, amplitudo pasang-surut, kekuatan ombak, pengendapansedimen, suhu, oksigen serta penyediaan unsur hara (Suyasa dkk., 2008). Dimana air tawar yang mempunyai densitas lebih kecil dari air laut cenderung mengembang diatasnya.Pada daerah estuaria ini juga terdapat fluktuasi perubahan salinitas yang berlangsung sacara tetap yang berhubungan dengan gerakan air pasang.Massa air yang masuk kedalam daerah estuaria pada waktu terjadi air surut hanya bersumber dari air tawar, akibatnya salinitas air didaerah estuaria pada saat itu umumnya rendah.Pada waktu air pasang air masuk kedalam estuaria dari air laut bercampur dengan estuaria, sehingga mengakibatkan salinitas naik.Mengakibatkan organisme-organisme laut tidak dapat hidup didaerah estuaria, kebanyakan organisme-organisme laut tersebut hanya dapat bertoleransi terhadap perubahan salinitas yang kecil.Hanya spesiesyang memiliki kekhususan fisiologi baik ikan air tawar, ikan asli estuarine dan ikan darilaut yang mampu bertahan hidup di perairan estuari.Oleh karena itu jumlah spesies yangmendiami perairan estuarine lebih sedikit dibandingkan dengan organisme yang hidup diperairan tawar atau laut.(Bengen, 2002).Pada ekosistem estuari ini terbentuk habitat-habitat yang memiliki ciri khas tersendiri dengan organisme-organisme penyusunnya yang spesifik seperti Habitat Rawa Asin.Oleh karena itu ekosistem estuari sangat erat kaitannya dengan habitat rawa asin. Hal ini disebabkan karena organisme tersebut harus mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.Respon dari tingkah laku organisme tersebut dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya juga beragam dan memiliki ciri khas tersendiri.Pada batas ambang toleransi organisme terhadap lingkungan membatasi keberadaan suatu organisme. Organisme yang mampu bertahap pada kondisi fisik dan kimia perairan dapat tetap hidup dan tinggal nyaman di habitatnya, tetapi bagi organisme yang tidak mampu bertahan pada ambang toleransinya akan menjadi organisme pengunjung transisi, dimana pada saat sesuai dengan batas ambangnya organisme ini akan masuk ke habitat di estuari, tetapi jika tidak maka organisme ini akan meninggalkan daerah estuari ini.Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar.Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.

Karakteristik (ciri-ciri) Estuaria

Karakteristik ( ciri-ciri ) ekosistem estuaria adalah sebagai berikut :0. Keterlindungan: Estuaria merupakan perairan semi tertutup sehingga biota akan terlindung dari gelombang laut yang memungkinkan tumbuh mengakar di dasar estuaria dan memungkinkan larva kerang-kerangan menetap di dasar perairan.0. Kedalaman: Kedalaman estuaria relatif dangkal sehingga memungkinkan cahaya matahari mencapai dasar perairan dan tumbuhan akuatik dapat berkembang di seluruh dasar perairan, karena dangkal memungkinkan penggelontoran (flushing) dengan lebih baik dan cepat serta menangkal masuknya predator dari laut terbuka (tidak suka perairan dangkal).0. Salinitas air: Air tawar menurunkan salinitas estuaria dan mendukung biota yang padat.0. Sirkulasi ai: Perpaduan antara air tawar dari daratan, pasang surut dan salinitas menciptakan suatu sistem gerakan dan transport air yang bermanfaat bagi biota yang hidup tersuspensi dalam air, yaitu plankton.0. Pasang: Energi pasang yang terjadi di estuaria merupakan tenaga penggerak yang penting, antara lain mengangkut zat hara dan plankton serta mengencerkan dan meggelontorkan limbah.Penyimpanan dan pendauran zat hara: Kemampuan menyimpan energi daun pohon mangrove,lamun serta alga mengkonversi zat hara dan menyimpanya sebagai bahan organik untuk nantinya dimanfaatkan oleh organisme hewani.

Komposisi Biota dan Produktifitas Hayati Ekosistem Estuari

Di estuaria terdapat tiga komponen fauna, yaitu fauna laut, air tawar dan payau. Komponen fauna yang terbesar didominasi oleh fauna laut yaitu hewan stenohalin yang terbatas kemampuannya dalam mentolerir perubahan salinitas dan hewan euryhalin yang mempunyai kemampuan mentolerir berbagai penurunan salinitas yang lebar.Komponen air payau terdiri dari spesies organisme yang hidup di pertengahan daerah estuaria pada salinitas antara 5-300/00.Spesies-spesies ini tidak ditemukan hidup pada perairan laut maupun tawar.Komponen air tawar biasanya terdiri dari yang tidak mampu mentoleril salinitas di atas 5 dan hanya terbatas pada bagian hulu estuaria.Ciri khas estuaria cenderung lebih produktif daripada laut ataupun air tawar.Estuaria adalah ekosistem yang miskin dalam jumlah spesies fauna dan flora. Faunanya: ikan, kepiting, kerang dan berbagai jenis cacing berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai makanan yang kompleks. Detritus membentuk substrat untuk pertumbuhan bakteri dan alga dan kemudian menjadi sumber makanan penting bagi organisme pemakan suspensi dan detritus.Secara fisik dan biologis, estuaria merupakan ekosistem produktif karena:1. Estuaria yang berperan sebagai jebak zat hara yang cepat di daur ulang1. Proses fotosintesis berlangsung sepanjang tahun1. Adanya fluktuasi permukaan air.

FAUNA

Kolam air di estuaria merupakan habitat untuk plankton dan nekton.Di dasar perairan hidup mikro dan makro bentos.Setiap kelompok organisme dalam habitatnya menjalankan fungsi biologisnya masing-masing.Antara satu kelompok organisme terjalin jaringan trofik (rantai makanan) sehingga membentuk jaringan jala makanan.Jumlah spesies organisme yang mendiami estuaria jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan organisme yang hidup di perairan tawar dan laut.Sedikitnya jumlah spesies ini terutama disebabkan oleh fluktuasi kondisi lingkungan, sehingga hanya spesies yang memiliki kekhususan fisiologis yang mampu bertahan hidup di estuaria.Selain miskin dalam jumlah spesies fauna, estuaria juga miskin dalam flora.Keruhnya perairan estuaria menyebabkan hanya tumbuhan mencuat yang dapat tumbuh mendominasi.Rendahnya produktifitas primer di kolam air, sedikitnya herbivora dan terdapatnya sejumlah besar detritus menunjukkan bahwa rantai makanan pada ekosistem estuaria merupakan rantai makanan detritus.Sebagai wilayah peralihan atau percampuran, estuaria memiliki tiga komponen biota, yakni fauna yang berasal dari lautan, fauna perairan tawar, dan fauna khas estuaria atau air payau.1) Fauna lautan yang tidak mampu mentolerir perubahan-perubahan salinitas yang ekstrem biasanya hanya dijumpai terbatas di sekitar perbatasan dengan laut terbuka, di mana salinitas airnya masih berkisar di atas 30. Sebagian fauna lautan yang toleran (eurihalin) mampu masuk lebih jauh ke dalam estuaria, di mana salinitas mungkin turun hingga 15 atau kurang.2) Fauna perairan tawar umumnya tidak mampu mentolerir salinitas di atas 5, sehingga penyebarannya terbatas berada di bagian hulu dari estuaria.3) Fauna khas estuaria adalah hewan-hewan yang dapat mentolerir kadar garam antara 5-30, namun tidak ditemukan pada wilayah-wilayah yang sepenuhnya berair tawar atau berair laut. Di antaranya terdapat beberapa jenis tiram dan kerang (Ostrea, Scrobicularia), siput kecil Hydrobia, udang Palaemonetes, dan cacing polikaeta Nereis.Di samping itu terdapat pula fauna-fauna yang tergolong peralihan, yang berada di estuaria untuk sementara waktu saja.Beberapa jenis udang Penaeus, misalnya, menghabiskan masa juvenilnya di sekitar estuaria, untuk kemudian pergi ke laut ketika dewasa. Jenis-jenis sidat (Anguilla) dan ikan salem (Salmo, Onchorhynchus) tinggal sementara waktu di estuaria dalam perjalanannya dari hulu sungai ke laut, atau sebaliknya, untuk memijah. Dan banyak jenis hewan lain, dari golongan ikan, reptil, burung dan lain-lain, yang datang ke estuaria untuk mencari makanan Akan tetapi sesungguhnya, dari segi jumlah spesies, fauna khas estuaria adalah sangat sedikit apabila dibandingkan dengan keragaman fauna pada ekosistem-ekosistem lain yang berdekatan. Umpamanya dengan fauna khas sungai, hutan bakau atau padang lamun, yang mungkin berdampingan letaknya dengan estuaria. Para ahli menduga bahwa fluktuasi kondisi lingkungan, terutama salinitas, dan sedikitnya keragaman topografi yang hanya menyediakan sedikit relung (niche), yang bertanggung jawab terhadap terbatasnya fauna khas setempat.Di perairan estuaria terdapat 3 komponen fauna yaitu: fauna laut, fauna air tawar dan fauna payau. Komponen fauna yang terbesar adalah fauna air laut yaitu hewan stenohaline yang terbatas kemampuannya dalam mentolelir perubahan salinitas (umumnya >= 30) dan hewan euryhaline yang mempunyai kemampuan untuk mentolerirberbagai perubahan atau penurunan salinitas di bawah 30. Fauna lautan yang tidak mampu mentolerir perubahan-perubahan salinitas yang ekstrem biasanya hanyadijumpai terbatas di sekitar perbatasan dengan laut terbuka, di mana salinitas airnya masih berkisar di atas 30. Sebagian fauna lautan yang toleran (eurihalin) mampumasuk lebih jauh ke dalam estuaria, di mana salinitas mungkin turun hingga 15 atau kurang.Sebaliknya fauna perairan tawar umumnya tidak mampu mentolerir salinitas di atas 5, sehingga penyebarannya terbatas berada di bagian hulu dari estuaria.Fauna khas estuaria adalah hewan-hewan yang dapat mentolerir kadar garamantara 5-30, namun tidak ditemukan pada wilayah-wilayah yang sepenuhnya berairtawar atau berair laut. Di antaranya terdapat beberapa jenis tiram dan kerang (Ostrea,Scrobicularia), siput kecil Hydrobia, udang Palaemonetes, dan cacing polikaeta Nereis.Di samping itu terdapat pula fauna-fauna yang tergolong peralihan, yangberada di estuaria untuk sementara waktu saja. Beberapa jenis udang Penaeus,misalnya, menghabiskan masa juvenilnya di sekitar estuaria, untuk kemudian pergi kelaut ketika dewasa. Jenis-jenis sidat (Anguilla) dan ikan salem (Salmo,Onchorhynchus) tinggal sementara waktu di estuaria dalam perjalanannya dari hulusungai ke laut, atau sebaliknya, untuk memijah. Dan banyak jenis hewan lain, darigolongan ikan, reptil, burung dan lain-lain, yang datang ke estuaria untuk mencarimakanan (Nybakken, 1988). Umpamanya dibandingkan dengan fauna khas sungai, hutan bakau atau padang lamun, yang mungkin berdampingan letaknyadengan estuaria. Para ahli menduga bahwa fluktuasi kondisi lingkungan, terutamasalinitas, dan sedikitnya keragaman topografi yang hanya menyediakan sedikit relung (niche), yang bertanggung jawab terhadap terbatasnya fauna khas setempat sehingga jumlah spesies organisme yang mendiami estuari jauh lebih sedikit jika dibandingkandengan organisme yang hidup di perairan tawar dan laut.Hal ini karena ketidakmampuan organisme air tawar mentolerir kenaikan salinitas dan organisme air laut mentolerir penurunan salinitas estuaria.Akibatnya hanya spesies yang memiliki kekhususan fisiologi yang mampu bertahan hidup di estuari. FLORAHampir semua bagian esturari terendam terdiri dari subtrat lumpur dan tidak cocok untuk melekatnya makroalga. Selain karena substrat, pengaruh sinar cahaya yang minim menyebabkan terbentuknya dua lapisan.Lapisan bawah tanpa tumbuhan hidup dan lapisan atas mempunyai tumbuhan yang terbatas. Di daerah hilir estuary terdapat padang rumput laut (Zostera dan Cymodeca). Selain itu terdapat padang lamun. Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnyacukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akarsejati.Beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan airberbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, sertaberbiak dengan biji dan tunas.Selain miskin dengan jumlah fauna estuari juga miskin dengan flora. Keruhnyaperairan estuari menyebabkan hanya tumbuhan yang mencuat yang dapat tumbuhmendominasi, mungkin terdapat padang rumput laut (Zosfera thalassia, Cymodocea) selain ditumbuhi oleh alga hijau dari GeneraUlva, EntheromorphadanChadophora.Estuaria berperan sebagai perangkap nutrien (nutrient trap) yang mengakibatkan semuaunsur-unsur esensial dapat didaur ulang oleh bermacam kerang, cacing dan oleh detritusatau bekteri secara berkesinambungan sehingga terwujud produktivitas primer yangtinggi. Plankton estuaria miskin dalam jumlah spesies.Dengan demikian,yang ditemukan hanya jenis diatom dan dinoflagellata. Jenis diatom yang dominan adalah Skeletonema, Asterionella dan Melosira. Sedangkan dinoflagellata yang melimpaha dalah Gymnodinium,Gonyaulax dan Ceratium. Banyaknya zooplankton yang berkembang membuktikan bahwa terjadi keterbatasan produktivitas fitoplankton.

STRUKTUR SPASIAL DAN TEMPORAL KOMUNITAS ESTUARY

Secara geografis, distribusi atau sebaran spasial dan temporal dipengaruhi oleh berbagai faktor ekologis yang terdiri dari faktor lingkungan biotik dan abiotik. Faktor faktor berpengaruh tersebut biasanya tidak hanya terdiri dari satu faktor tetapi dapat lebih dari satu faktor, yang akan saling berinteraksi satu sama lain (Brewer, 1994; Stiling. 1996).Sruktur Spasial merupakan keberadaan suatu komunitas yang dapat membentuk habitat bagi organisme lain sedangkan Strukur temporal merupakan keberadaan suatu komunitas organisme pada waktu-waktu tertentu yang mendukung keberadaan dari komunitas organisme tersebut.Salah satu parameter yang sangat berpengaruh terhadap keberadaan ikan di suatu perairan adalah ada tidaknya sumber makanan yang dibutuhkan. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, sumber makanan ikan terkonsentrasi di wilayah perairan yang subur. Daerah perairan yang subur memiliki kandungan nutrien yang tinggi, seperti orthoposphat, nitrat, nitrit dan unsur hara lainnya. Daerah ini biasanya diindikasikan dengan kelimpahan fitoplankton yang tinggi dan konsentrasi klorofil-a yang tinggi pula. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi ataupun keadaan biomassa organisme di suatu perairan dapat dilakukan dengan melakukan penelitian terkait dengan distribusi spasial dan temporal. Biomassa fitoplankton itu sendiri dapat dijadikan indikator tinggi rendahnya produktivitas suatu perairan (Alkatiri dan Sardjana, 1998 in Roshisati 2002). Kondisi lingkungan di daerah estuaria memiliki variasi dan fluktuasi yang besar sehingga sangat menyulitkan organisme untuk hidup. Hal ini menjadi sebab rendahnya jenis organisme yang hidup di daerah estuaria dibandingkan dengan habitat lainnya. Beberapa faktor lingkungan yang membentuk karakteristik daerah estuaria yang berhubungan dengan sruktur sparsial dan temporal akan diuraikan secara singkat sebagai berikut :

1) Pasang surut Pasang surut juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap kondisi dan karakteristik lingkungan estuaria. Pada daerah yang memiliki perbedaan pasang surut besar, pasang naik akan mendorong air laut masuk jauh ke arah hulu estuaria sehingga menggeser isohaline ke hulu. Kondisi surut sebaliknya menggeser isohaline ke arah hilir. Akibatnya ada daerah di estuaria yang memiliki salinitas berfluktuasi sesuai dengan kondisi pasang surut. Kondisi ini secara langsung juga berpengaruh terhadap distribusi hewan dan tumbuhan yang ada di daerah estuaria.Polychaeta melimpah di daerah pasang surut dengan dasar lumpur dan menurun kelimpahannya pada substrat dasar pasir, begitu pula krustasea dan moluska. Hal tersebut berbeda dengan kelompok Ekinodermata yang hanya ditemukan sedikit pada substrat dasar lumpur. (Pianka (1966) dalam Kastoro et al, 1999 )

2) MusimPada musim-musim tertentu organisme yang hidup akan memiliki keadaan aatu kondisi yang berbeda-beda karena musim jelas akan mempengaruhi kondisi suhu dan angin yang ada di perairan.Misalnya pada fitoplankton. Nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a fitoplankton untuk seluruh perairan Indonesia adalah sebesar 0,19 mg/m3. Nilai rata-rata selama musim timur adalah sebesar 0,24 mg/m3, sedikit lebih besar daripada kandungan klorofil-a pada musim barat yaitu 0,16 mg/m3 (Nontji, 1974 in Arinardi, 1996).

3) Suhu Suhu air di estuaria bervariasi daripada diperairan dekat pantai di dekatnya. Hal ini sebagian karena biasanya di estuaria volume air lebih kecil sedangkan luas permukaan lebih besar, dengan demikian pada atmosfer yang ada, air estuaria ini lebih cepat panas dan lebih cepat dingin (karena dalamnya dan volumenya besar tidak memperlihatkan gejala ini). Alasan lain terjadinya variasi ini ialah masukan air tawar. Air tawar di sungai dan kali lebih dipengaruhi oleh perubahan suhu musiman daripada air laut. Sungai di daerah beriklim sedang suhunya lebih rendah di musim dingin dan lebih tinggi di musim panas daripada suhu air laut didekatnya. Ketika air tawar masuk estuaria dan bercampur dengan air laut, terjadi perubahan suhu. Akibatnya, suhu perairan estuaria lebih rendah di musim dingin dan estuaria dan lebih tinggi di musim panas daripada suhu air laut didekatnya. Ketika air tawar masuk estuaria dan bercampur dengan air laut, terjadi perubahan suhu. Akibatnya, suhu perairan estuaria lebih rendah pada musim dingin dan lebih tinggi pada musim panas daripada perairan di sekitarnya. Skala waktunya menarik karena dapat dilihat dengan perubahan pasang surut, suatu titik tertentu di estuari karena memperlihatkan variasi suhu yang besar sebagai fungsi dari perbedaan antara suhu air laut dan air sungai.Peningkatan suhu perairan dapat meningkatkan kecepatan metabolisme tubuh organisme yang hidup didalamnya, dampaknya konsumsi oksigen akan menjadi lebih tinggi. Peningkatan suhu perairan sebesar 10 oC dapat menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sebanyak dua sampai tiga kali lipat (Effendi 2003). Kecepatan metabolisme organisme air meningkat seiring dengan naiknya suhu yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen (Effendi 2003). Suhu air yang baik bagi kepentingan perikanan adalah suhu air normal (27 oC untuk daerah tropis) dan fluktuasi sekitar 3 oC (Hariyadi et al. 1992). Nybakken (1992) menyatakan hal senada bahwa perubahan suhu dapat menjadi isyarat bagi organisme untuk memulai atau mengakhiri aktivitas, misalnya reproduksi. Kelas Polychaeta akan melakukan adaptasi terhadap kenaikan suhu atau salinitas dengan aktivitas membuat lubang dalam lumpur dan membenamkan diri di bawah permukaan substrat (Alcantara & Weiss 1991 in Taqwa 2010).

4) Arus dan ombak Estuaria dikelilingi daratan pada ketiga sisi. Ini berarti bahwa luas perairan yang diatasnya angin dapat bertiup untuk menciptakan ombak adalah minimal. Dangkalnya perairan di estuaria pada umumnya juga jadi penghalang bagi terbentuknya ombak yang besar. Sempitnya mulut estuaria, diikuti dengan dasar yang dangkal, menghilangkan pengaruh ombak yang masuk ke estuaria dari laut secara cepat. Sebagai akibat proses ini, pada estuaria merupakan tempat yang airnya tenang. Menurut Soegianto (1986) Rhizophora mucronata tumbuh di pantai yang berlumpur yang pukulan ombaknya tidak terlalu kuat. Bruguiera gymnorrhiza yang juga termasuk familia Rhizophoraceae jika dibandingkan dengan R. mucronata lebih suka tumbuh dibagian yang kering.

5) KecerahanKecerahan penting karena erat kaitannya dengan proses fotosintesis yang terjadi di perairan secara alami. Kecerahan menunjukan sampai sejauh mana cahaya dengan intensitas tertentu dapat menembus kedalaman perairan. Dari total sinar matahari yang jatuh ke atmosfer dan bumi, hanya kurang dari 1% yang ditangkap oleh klorofil (di darat dan air), yang dipakai untuk fotosintesis (Basmi,1995).

6) Kekeruhan Karena besarnya jumlah partikel tersuspensi dalam perairan estuaria, setidak-tidaknya pada waktu tertentu dalam setahun, air menjadi sangat keruh. Kekeruhan tertinggi terjadi pada saat aliran sungai maksimum. Kekeruhan biasanya minimum di dekat mulut estuaria, karena sepenuhnya berupa air laut dan makin meningkat bila menjauh ke arah pedalaman. Pengaruh ekologi dari kekeruhan adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok. Selanjutnya hal ini akan menurunkan fotosintesis dan tumbuhan bentik yang mengakibatkan turunnya produktivitas.

7) Salinitas Salinitas didefenisikan sebagai jumlah gram seluruh zat yang larut dalam 1 kg air laut, dengan anggapan bahwa seluruh karbonat telah di ubah menjadi oksida, semua brom dan iod diganti dengan klor yang setara dan semua zat organic mengalami oksidasi sempurna (Forch et al., 1902 in Sverdrup et al, 1960). Perubahan salinitas pada perairan bebas (laut bebas) adalah relative lebih kecil dibandingkan ke perairan pantai. Hal ini disebabkan karena perairan pantai banyak memperoleh masukan air tawar dari Muara-muara sungai terutama pada waktu musim hujan (Hela dan Laevastu, 1970). Fluktuasi salinitas adalah merupakan kondisi umum dari daerah estuaria. Secara defenitif, suatu gradien salinitas akan tampak pada saat tertentu, tetapi pola gradien bervariasi, bergantung pada musim, topografi estuaria, pasang-surut dan jumlah air tawar. Variasi salinitas dapat menentukan kelimpahan dan distribusi fitoplankton. Salinitas merupakan salah satu parameter yang menentukan jenis-jenis fitoplankton yang terdapat dalam suatu perairan, tergantung dari sifat fitoplankton tersebut apakah eurihalin atau stenohalin. Secara umum, salinitas permukaan perairan laut di Indonesia rata-rata berkisarantara 32-34 (Dahuri et al,. 1996).

8) Oksigen Masuknya air tawar dan air laut secara teratur ke dalam estuaria, bersama-sama dengan kedangkalannya, pangadukannya dan pencampuran oleh angin, biasanya berarti cukupnya persediaan oksigen di dalam kolom air. Masuknya air tawar dan air laut secara teratur kedalam estuaria bersama dengan pendangkalan, pengadukan, dan pencampuran air dingin biasanya akan mencukupi persediaan oksigen di dalam estuaria. Karena kelarutan oksigen dalam air berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas, maka jumlah oksigen dalam air akan bervariasi sesuai dengan variasi parameter. Terisolasinya perairan di bagian dalam dari percampuran dengan sumber oksigen dibarengi dengan tingginya aktifitas biologis dan lambatnya kecepatan pembaruan atau kecepatan penggelontoran dapat menguragi kecepatan oksigen dari perairan dasar ini.

9) Derajat keasaman (pH) McConnaughey (1974) menyatakan bahwa perairan laut memiliki pH yang relatif konstan, yaitu antara 7,6-8,3. Pada umumnya lingkungan perairan laut memiliki sistem penyangga yang mampu mencegah terjadinya perubahan pH secara drastis. Nilai pH perairan dipengaruhi oleh proses fotosintesis dan respirasi organisme.Menurut Pescod (1973), selain oleh proses fotosintesis dan respirasi, nilai pH juga dipengaruhi oleh suhu dan keberadaan ion-ion di perairan tersebut. Nybakken (1992) menyatakan bahwa pH adalah jumlah ion hidrogen dalam suatu larutan. Ph air laut agak bersifat basa dan umumnya berkisar antara 7,5-8,4. Odum (1993) juga menambahnkan bahwa nilai kisaran pH yang layak untuk kehidupan fitoplankton adalah sebesar 6-9. Diatom mulai berkurang perkembangannya pada nilai pH antara 4,6-7,5, namun demikian pada kisaran pH tersebut masih di dapatkan berbagai jenis diatom.

10) Zat Hara di Estuari Menurut Millero dan Sohn (1992) zat hara merupakan salah satu unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan fitoplankton. Zat hara utama yang diperlukan adalah N, P dan Si, walaupun unsur lain seperti Fe, Mn, Cu, Zn dan Mo juga diperlukan untuk pertumbuhan. Zat hara N dalam bentuk nitrat dan P dalam bentuk fosfat mempunyai manfaat untuk membentuk jaringan lunak sedangkan silikat bermanfaat untuk membentuk cangkang.Nitrogen dan fosfor merupakan nutrien yang paling berpengaruh terhadap produksi fitoplankton (Valiela, 1984 in Roshisati, 2002). Kedua unsur tersebut menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton. Hal ini dikarenakan kedua unsur tersebut dibutuhkan dalam jumlah banyak, tetapi keberadaannya sedikit di perairan (Odum ,1971)Fosfat Cadangan fosfat terdapat pada batu-batuan karang atau endapan-endapan yang terbentuk pada jaman dahulu. Endapan-endapan tersebut perlahan-lahan hanyut atau mengalami pengikisan dan melepaskan ion-ion fosfat ke ekosistem. Konsentrasi fosfat akan bertambah dengan meningkatnya kedalaman. Sebaran vertikal fosfat di laut secara umum rendah pada pemukaan perairan dan mencapai maksimum pada kedalaman 50-2000 m (Spencer, 1956 dalam Riley dan Skirrow, 1975).Fosfat yang dapat diserap oleh jasad nabati perairan adalah dalam bentuk ortofosfat, sedangkan total fosfat berperan sebagai sumber tersedianya ortofosfat. Unsur fosfat (P) yang terdapat dalam bentuk fosfat maupun zat hara anorganik merupakan unsur utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembangbiak. Pemanfaatan fosfat oleh fitoplankton terjadi selama proses fotosintesis. Ketika fitoplankton mati, fosfor organik dengan cepat berubah menjadi fosfat. Proses dekomposisi fitoplankton yang mati juga berperan dengan bantuan bakteri untuk menghasilkan fosfor anorganik. Nitrogen Nitrogen dalam perairan berupa nitrogen organik dan anorganik. Nitrogen anorganik terdiri atas ammonia (NH3), ammonium (NH4+), nitrit (NO2-), nitrat (NO3-) dan molekul nitrogen (N2) dalam bentuk gas. Nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea. Bentuk-bentuk nitrogen ini mengalami transformasi di perairan sebagai bagian dari siklus nitrogen (Effendi, 2000). Beberapa kelas fitoplankton, seperti Dinophyceae, dapat memenuhi kebutuhannya akan nitrogen dengan memanfaatkan senyawa-senyawa nitrogen organik yang larut dalam air laut, seperti asam-asam amino. Terdapat pula fitoplankton yang dapat memanfaatkan asam-asam amino hasil deaminasi bakteri senyawa-senyawa nitrogen organik terlarut (Libes, 1992 in Roshisati, 2002).Nitrifikasi merupakan reaksi oksidasi yaitu proses pembentukan nitrat yang berasal dari ammonia kemudian menjadi nitrit dan hasil akhirnya berupa nitrat. Asimilasi nitrogen merupakan fungsi utama bagi fitoplankton, alga bentik dan bakteri sebagai proses pemanfaatan nitrogen untuk pembentukan asam amino dalam protoplasma. Denitrifikasi merupakan reaksi reduksi terhadap nitrat, yaitu proses perubahan nitrat menjadi nitrit dan dari nitrit menjadi molekul nitrogen. Fiksasi nitrogen yaitu proses fiksai nitrogen bebas, ini hanya dapat terjadi pada daerah pantai, simbiosis alga dan percampuran nitrogen dari lingkungan/atmosfir.

Nitrat Menurut Kirchman (2000) nitrat (NO3-) adalah jenis nitrogen yang paling dinamis dan menjadi bentuk paling dominan pada daerah limpasan, masukan sungai, keluarnya air tanah dan deposisi atmosfir ke laut. Nitrat adalah nutrien utama bagi pertumbuhan alga. Nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil, dihasilkan dari proses oksidasi sempurna nitrogen di perairan (Effendi, 2000). Sumber utama nitrat berasal dari erosi tanah, limpasan dari daratan termasuk pupuk di tanah dan dari buangan limbah (Chester, 1990). Selain itu, nitrar berasal dari permukaan air selama produktivitas primer, ketika tumbuhan mati, terdekomposisi kemudian nitrat teregenerasi ke kolom air (Millero dan Sohn, 1992).Nitrit Nitrit (NO2-) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan alami, kadarnya lebih kecil daripada nitrat karena bersifat tidak stabil (Effendi,2000). Senyawa nitrit (NO2-) yang terdapat dalam air laut merupakan hasil reduksi senyawa nitrat (NO3-) atau oksidasi ammonia (NH3) oleh mikroorganisme. Selain itu, senyawa nitrit juga berasal dari hasil ekskresi fitoplankton, terutama pada saat timbulnya ledakan populasi fitoplankton (Grasshoff, 1976). Distribusi horizontal kadar nitrit semakin menuju ke arah perairan pantai dan muara sungai kadarnya semakin tinggi. Meningkatnya kadar nitrit di laut berkaitan erat dengan masuknya bahan organik yang mudah terurai (baik yang mengandung unsur nitrogen maupun tidak). Dengan demikian senyawa nitrit merupakan salah satu indikator pencemaran (Hutagalung dan Rozak, 1997). Ammonia Senyawa ammonia yang telah terionisasi/ammonium (NH4+) dan nitrat merupakan sumber nutrien utama bagi organisme perairan dan bakteri (Conell dan Hawker, 1992). Bentuk ammonium ini lebih disukai oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis dibandingkan dengan nitrat (Kirchman, 2000). Ammonia yang terukur di perairan umumnya dalam bentuk NH3 atau NH4+. NH3 merupakan bentuk senyawa ammonia yang tidak terionisasi sedangkan NH4+ bentuk senyawa ammonia yang terionisasi. Senyawa ammonia yang terdapat dalam air laut merupakan hasil reduksi senyawa nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2-) oleh mikroorganisme. Selain itu senyawa ammonia juga berasal dari hasil ekskresi fitoplankton terutama pada saat timbulnya ledakan populasi fitoplankton dan hasil degradasi zat organik seperti protein (Grasshoff, 1976; Kirchman, 2000). Kadar ammonia yang tinggi merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan (run-off) pupuk pada perairan (Effendi, 2000).

KEANEKARAGAMAN SPESIES

Biota dan Produktifitas Komunitas estuari membentuk komposisi yang unik berupa percampuran jenis endemik (Jenis yang hidup terbatas di lingkungan estuari), jenis yang berasal dari ekosistem laut dan sebagian kecil jenis biota yang dapat masuk/keluar dari lingkungan air tawar, yaitu biota yang memiliki kemampuan osmoregulator yang baik.Gambar 4. memperlihatkan contoh variasi komunitas biota di perairan estuari berdasarkan zonasi kedalaman air. Sumber protein dari laut (seafood) merupakan contoh populasi yang baik dari percampuran jenis endemik dan jenis perairan laut. Contoh dari jenis-jenis tersebut adalah kerapu dari jenis Cynoscion nubulosus, sedangkan ikan dari jenis Brevootia sp di jumpai hidup di perairan estuari hanya pada stadium awal. Demikian juga dengan kebanyakan jenis-jenis komersial seperti tiram dan kepiting yang merupakan jenis utama lingkungan ini. beberapa jenis komersial penting dari berbagai jenis udang hidup di laut lepas pada stadium dewasa, dan melewati stadium awal hidupnya di lingkungan estuari. Daur hidup seperti ini sangat umum dijumpai pada biota nekton di daerah pesisir, dimana estuari digunakan sebagai lahan asuhan. kecenderungan tersebut diduga karena pada stadium larva, biota-biota memerlukan perlindungan dan persediaan makanan yang baik. Ketergantungan dari sejumlah besar ikan yang memiliki nilai komersial tinggi di lingkungan estuari, merupakan salah satu sebab ekonomis yang utama dalam pelaksanaan preservasi habitat ini. Lahan asuhan paling produktif dan paling penting adalah daerah pasang - surut dan zona perairan dangkal yang biasanya juga merupakan daerah pertama penanggung beban akibat pembangunan (modifikasi hasil aktifitas manusia) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5. Pada umumnya komponen organisme meroplanktonik (plankton temporal) mendominasi perairan estuari dibandingkan dengan organisme holoplanktonik (permanen plankton). Kecenderungan tersebut dapat dilihat dari keragaman jenis organisme meroplankton yang lebih tinggi, hal ini menunjukkan tingginya keragaman habitat biota bentiknya. Ikan belanak merupakan jenis konsumen yang banyak dijumpai di lingkungan estuari di seluruh dunia, karena tingkat fleksibilitas dalam prilaku makannya yang tinggi. Dimana jenis tersebut mampu untuk mendapatkan makanan pada berbagai tingkat tropik dalam rantai makanan (ODUM dalam ODUM 1971). Lingkungan estuari termasuk dalam kategori ekosistem produktif alamiah (Natu- rally productive ecosystem) yang setara dengan tingkat produktifitas hutan hujan primer dan terumbu karang. Secara garis besar tingginya produktifitas lingkungan estuari dapat dirinci sebagai berikut :Komunitas ikan yang mendiami estuari biasanya merupakan kombinasi antara spesies air tawar, penetap, dan spesies air laut. Mereka ditemukan pada berbagai tahapan hidupnya di ekosistem ini. Berdasarkan lima kategori komposisifauna ikan yang diutarakan oleh Day et al. (1981) in Blaber (1997), tiga kategori diantaranya dijumpai di estuari, yaitu: (i) Spesies pendatang (migran) dari laut, meru- pakan kelompok terbesar di estuari baik di Pantai terbuka Muara sungai Pantai terbuka Muara sungai Alur sungai bermangrove daerah subtropis maupun tropis. Pada kelompok ini, ditemukan spesies pada fase juwana dan dewasa (seperti Lates calcarifer) atau hanya fase juwana (Mugilidae, Carangidae, Terapontidae, dan Polynemidae) atau hanya fase dewasa saja (beberapa spesies Ariidae) (ii) Spesies estuari sejati, merupakan spesies ikan yang daur hidupnya secara lengkap terjadi di estuari. Kelompok ini ditemukan pada sejumlah spesies dari Famili Clupeidae, Gobiidae, Engraulidae, Ambassidae. (iii) Spesies pendatang dari perairan tawar, merupakan ikan yang bergerak turun sampai ke perairan estuaria dan akan kembali ke perairan tawar untuk memijah, seperti Oreochromis mossambicus. Keberadaan ekosistem mangrove di pesisir Mayangan turut berperan dalam memenga- ruhi kelimpahan ikan di area ini. Hal ini didukung oleh hipotesis yang menjelaskan mengenai penyebab sejumlah spesies ikan tertarik memasuki ekosistem mangrove (Laegdsgaard & Johnson, 2001), yaitu: (1) perlindungan terhadap pre- dator, ikan mangsa akan memasuki area mangrove untuk berlindung dari predator. Hal ini terjadi akibat kompleksitas struktur perakaran mangrove yang menyulitkan pergerakan predator dan juga tingkat kekeruhan yang tinggi menyebabkan visibilitas predator berkurang; (2) terkait dengan makanan, yang menunjukkan bahwa ekosistem ini menyediakan banyak makanan karena terkait dengan produktivitas yang tinggi. Hal ini menye- babkan kelimpahan dan keragaman ikan yang tinggi di ekosistem mangrove. Selain hipotesis yang dikemukakan sebelumnya, ekosistem mangrove juga menyediakan daerah pengasuhan bagi juwana. Argumentasi ini didukung dengan kehadiran larva dan juwana ikan di estuari Mayangan. Hal yang sama terlihat pula pada penelitian Brinda et al. (2010) yang menemukan 45 spesies larva dan juwana ikan di estuari Vellar, pantai tenggara India. Struktur komunitas ikan yang terbentuk di ekosistem ini ditentukan oleh faktor abiotik, seperti salinitas, kekeruhan, dan suhu (Blaber 1997; Feyrer & Healey 2003); dan faktor biotik yang meliputi ketersediaan makanan, kompetisi, dan predator (Hajisamae et al. 2003; Stl et al. 2007; Guedes & Arajo 2008). Faktor-faktor ini juga menentukan sebaran kelompok ikan secara spasial dan temporal (Garcia et al., 2003). Kebanyakan spesies ikan memiliki kemampuan adap- tasi terhadap dinamika salinitas di ekosistem estuari. Selain salinitas, kekeruhan merupakan parameter yang menentukan sebaran spasial fauna ikan di perairan, sedangkan suhu menentukan sebaran temporal ikan (Harrison & Whitfield, 2006; Brinda et al., 2010; Nicolas et al., 2010). Kekayaan biologis di suatu ekosistem estuari mencerminkan kesehatan lingkungannya. Meskipun estuari Mayangan memiliki kekayaan iktiofauna yang tinggi, namun perlu mendapat perhatian serius akibat degradasi ekologis yang mendera ekosistem tersebut. Eksploitasi sumber daya ikan yang meningkat dengan berbagai jenis alat tangkap tidak ramah lingkungan, degradasi hutan mangrove, dan abrasi pantai menjadi ma salah utama yang perlu diatasi. Kondisi ini membutuhkan pemantauan secara berkala terhadap keanekaragaman ikan untuk menjamin keman- tapan ekosistem dan keberlanjutan sumber daya ikan.

JARING-JARING MAKANAN

Estuari merupakan tempat perawatan dan penyediaan makanan bagi ikan-ikan muda yang mempunyai arti ekonomi tinggi, antara lain ikan muda herrinh (Clupea harengus), ikan pipih (flat fish) mencakup Pleuronectes platessa, danPlatichthys flexus,Bothus lunatus, flounders, serta ikan halibut antara lain Hippoglossus hippoglossusdanArnaglossus imperalis, dan ikan menhaden,Brevoortia tyranus. Ikan pipih, ikan halibut, dan ikan menhaden itu bertelur di estuary. Ikan-ikan dewasa ditemukan di dasar muara sungai yang tidak ada arus yang kuat. Pada saat air pasang ikan-ikan ikut naik ke atas dan masuk di estuari. Ikan-ikan muda mendapat perawatan dan makanan di estuari yang kaya makanan. Jaring-jaring makanan ikan dalam estuari dapat dilukiskan sebagai berikut : vegetasi (Spartina sp., Juncus sp., Destichlis sp., Puccinella sp., Enteromorpha sp., Zoostera sp., Salicarma sp., Armeria sp., Spergularia sp., Limonium sp.,) yang hidup di estuari itu jarang sekali dimakan herbivora. Juga bila ada pohon bakau, maka tumbuhan itu juga tidak dimakan hewan.Oleh sebab itu perairan estuari dan juga payau-payau itu sebenarnya merupakan daerah yang kaya makanan bagi plankton dan invertebrata yang merupakan makanan bagi ikan. Vegetasi di daerah estuari juga menyediakan makanan bagi belalang, dan gastropoda yang jumlahnya biasanya tinggi di musim panas justru di waktu ikan-ikan itu bertelur dan berbiak cepat dengan persediaan makanan yang berlimpah(Brotowidjojo,1995).

a. Produsen primer di Estuari

Di dalam ekosistem estuari dapat dijumpai berbagai jenis produsen primer. Pada paparan pasir atau lumpur, dapat dijumpai lamun (Enhalus acoroides) yang merupakan tumbuhan berbunga, dan beberapa jenis algae, antara lain algae berfilamen seperti Enteromorpha sp., dan Padina sp. Di dalam kolom air estuari dijumpai fitoplankton, seperti diatom atau dinoflagellata. Produktivitas primer jenisjenis tumbuhan tersebut sudah tentu tergantung pada sinar matahari dan suhu, serta juga dipengaruhi oleh adanya nutrisi, terutama nitrogen dan fosfat. Begitu tingginya tingkat produktivitas primer di estuari disbanding dengan di laut ini terutama disebabkan oleh tingginya tingkat nutrisi di estuari. Nutrisi ini sangat banyak terdapat di perairan estuari, baik yang datang dari laut, sungai, atau daratan di sekitar estuari. Di dalam estuari, nutrisi itu digunakan oleh tumbuhan. Tumbuhan yang mati kemudian didaur ulang oleh bakteri pembusuk atau decomposer menjadi nutrisi kembali untuk dimanfaatkan lagi oleh tumbuhan.Tentang peran produsen primer di dalam ekosistem estuari ini, detritus juga memegang peranan penting. Detritus yang terdiri dari sisa-sisa pembusukan tumbuhan produsen primer dan mikroba, mempunyai peran penting dalam menjaga kestabilan ekosistem estuari. Keberadaan detritus menjamin suplai makanan sepanjang tahun dan diabsorbsinya kembali nutrisi yang telah larut.

b. Konsumen Primer di EstuariZooplankton dan heterotrophs lain (suatu tingkatan organisme trophic sekunder yang berlaku sebagai konsumen utama organik) di dalam kolom air mengisi suatu relung ekologis penting sebagai mata rantai antara produksi phytoplankton utama dan produktivitas ikan. dan pergerakan utama semata-mata dikendalikan oleh keadaan insitu lingkungan (current movement). Bagaimanapun, yang mereka lakukan akan mempunyai kemampuan untuk berpindah tempat vertikal terhadap kolom air dan boleh juga berpindah tempat secara horisontal dari pantai ke laut lepas sepanjang yaitu musim semi dan musim panas dalam untuk mencari lokasi yang cocok untuk pertumbuhan mereka. Migrasi vertikal menciptakan sonik lapisan menyebar ketika zooplankton bergerak ke permukaan pada malam hari dan tempat yag terdalam pada siang hari. Pada daerah berlumpur dengan olakan gelombang besar, migrasi vertical zooplankton akan terhalang. Sedangkan, migrasi horisontal musiman mengakibatkan zooplankton akan mengalami blooming (pengkayaan).c. Konsumen Sekunder di EstuariEstuari kaya akan sumber makanan bagi konsumen primer dari rantai makanan. Sumber makanan utama diperoleh dari besarnya jumlah detritus yang melimpah di dalam kolom air dan di dasar estuari.Sebagian besar hewan konsumen primer terdapat di dasar estuari, seperti teritip (Krustasea, Cirripedia), kerang dan keong (Bivalvia dan Gastropoda) yang berada di permukaan dasar estuari, ataupun hewan lainnya yang hidup di dalam lumpur, seperti cacing. Zooplankton biasanya berada di kolom air. Akan tetapi, adanya arus pasang surut dan aliran sungai yang masuk ke estuari ditambah lagi dengan keterbatasan yang ditimbulkan dari kekeruhan, membuat zooplankton mempunyai peran kecil dalam rantai makanan estuari dibanding dengan perannya di laut. Makanan zooplankton dan bentos kebanyakan berada dalam bentuk partikel organik halus, apakah itu berupa fitoplankton hidup atau macam-macam fragmen hasil pembusukan yang menjadi detritus.d. Konsumen Tingkat TigaBerbagai jenis ikan ditemukan di perairan estuari. Ikan-ikan ini ada yang menetap, ada yang datang untuk mencari makan dan bertumbuh besar, atau untuk bertelur. Ikan-ikan ini memakan biota yang lebih kecil (pemangsa), memakan tumbuhan (herbivor), atau menyaring busukan organik (detritus) dengan cara memasukkan lumpur ke dalam mulutnya lalu memuntahkannya kembali setelah menyaring fragmen-fragmen organiknya seperti yang dilakukan oleh ikan-ikan Belanak (Mugilidae).Berbagai jenis hewan avertebrata ditemukan menghuni perairan estuari.Sebagaimana halnya dengan ikan, avertebrata yang ditemukan di perairan estuari sebagian merupakan penghuni tetap, sebagian lagi datang untuk mencari makan, membesar, atau bertelur.Salah satu contoh adalah udang satang (Macrobrachium sp.) yang datang ke perairan estuari dari hulu untuk bertelur.Avertebrata lainnya adalah larva udang penaeid yang bergerak dari laut menuju perairan estuari untuk membesar.Burung-burung laut yang datang mencari makan di perairan estuari sebagian adalah burung bermigrasi. Burung bermigrasi ini mengunjungi perairan estuari tropik selama musim dingin di tempat mereka tinggal untuk bertelur.

INTERAKSI BIOFISIK DALAM KOMUNITAS ESTUARI :

1. Interaksi dengan tumbuhan Akumulasi sedimen dari darat (sungai) dan laut mengharuskan toleransi tumbuhan berbunga terhadap kondisi anaerobik dan variasi salinitas laut (Mangrove, Lamun)2. Interaksi dengan rumput laut Rumput laut tidak memiliki akar sehingga keberadaannya di estuaria sangat terbatas karena tidak terdapat substrat keras untuk menempel.3. Interaksi dengan FitoplanktonPengayaan lapisan permukaan air oleh penaikan massa air bernutrien, memicu pertumbuhan dan produksi fitoplankton4. Interaksi dengan Zooplankton Produksi fitoplankton yang tinggi memicu produksi zooplankton yang tinggi pula, sehingga fitoplankton dan zooplankton berperan penting dalam mempertahankan produktivitas estuaria yang tinggi.5. Interaksi dengan Nekton Produktivitas estuaria yang tinggi sangat mendukung populasi konsumer nektonik yang tinggi, disamping kondisi fisik-kimia estuaria yang bervariasi besar (salinitas), sehingga hanya sejumlah kecil jenis nekton yang dapat beradaptasi.

SUKSESI DAN DISTURBANCE ESTUARIA

Ekosistem estuaria merupakan ekosistem yang produktif. Produktivitas hayatinya setaraf dengan prokduktivitas hayati hutan hujan tropik dan ekosistem terumbu karang. Produktivitas hayati estuaria lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas hayati perairan laut dan perairan tawar. Hal ini salah satunya disebabkan oleh fungsi dari estuaria yang merupakan perangkap zat hara dan bahan organik yang berasal dari perairan disekitarnya terutama. Zat-zat yang terperangkap tersebut akan mengalami suatu siklus yang disebut dengan siklus nutrient yang keberadaannya dipengaruhi oleh musim, kondisi muara (Flynn, 2008), pasang surut, debit air tawar dan angin (Arndt dkk., 2011). Berikut adalah factor-faktor yang mempengaruhi produktifitas estuary menurut Ekawartika (2012).1. Estuaria berperan sebagai penjebak zat hara.Jebakan ini bersifat fisik dan biologis. Ekosistem estuaria mampu menyuburkan diri sendiri melalui : Dipertahankanya dan cepat didaur ulangnya zat-zat hara oleh hewan-hewan yang hidup di dasar esutaria seperti bermacam kerang dan cacing. Produksi detritus, yaitu partikel- partikel serasah daun tumbuhan akuatik makro (makrofiton akuatik) seperti lamun yang kemudian dimakan oleh bermacam ikan dan udang pemakan detritus. Pemanfaatan zat hara yang terpendam jauh dalam dasar lewat aktivitas mikroba (organisme renik seperti bakteri ), lewat akar tumbuhan yang masuk jauh kedalam dasar estuary atau lewat aktivitas hewan penggali liang di dasar estuaria seperti bermacam cacing.2. Di daerah tropik estuaria memperoleh manfaat besar dan kenyataanya bahwa tetumbuhan terdiri dari bermacam tipe yang komposisinya sedemikian rupa sehingga proses fotosintesis terjadi sepanjang tahun. Estuaria sering memiliki tiga tipe tumbuhan, yaitu tumbuhan makro (makrofiton) yang hidup di dasar estuary atau hidup melekat pada daun lamun dan mikrofiton yang hidup melayang-layang tersuspensi dalam air (fitoplankton). Proses fotosintesis yang berlansung sepanjang tahun ini menjamin bahwa tersedia makanan sepanjang tahun bagi hewan akuatik pemakan tumbuhan. Dalam hal ini mereka lebih baik, dinamakan hewan akuatik pemakan detritus, karena yang dimakan bukan daun segar melainkan partikel-partikel serasah makrofiton yang dinamakan detritus. 3. Aksi pasang surut (tide) menciptakan suatu ekosistem akuatik yang permukaan airnya berfluktuasi. Pasang umumnya makin besar amplitudo pasang surut, makin tinggi pula potensi produksi estuaria, asalkan arus pasang tidak tidak mengakibatkan pengikisan berat dari tepi estuaria. Selain itu gerak bolak-balik air berupa arus pasang yang mengarah kedaratan dan arus surut yang mengarah kelaut bebas, dapat mengangkut bahan makanan, zat hara, fitoplanton, dan zooplankton.

Siklus BiogeokimiaSiklus Biogeokimia atau siklus organikanorganik adalah siklus unsur atau senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke komponen abiotik. Siklus tersebut tidak hanya melalui organisme, tetapi juga melibatkan reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik. Fungsi siklus biogeokimia adalah sebagai siklus materi yang mengembalikan semua unsur-unsur kimia yang sudah terpakai oleh semua yang ada di bumi baik komponen biotik maupun abiotik, sehingga kelangsungan hidup di bumi dapat terjaga. Siklus-siklus biogeokimia antara lain; siklus air, siklus oksigen, siklus nitrogen, siklus karbon, dan siklus fosfor.

a. Siklus Nitrogen (N2)Jumlah gas nitrogen (N2) di atmosfer mencapai 80%. Bentuk nitrogen di udara dapat berbentuk amonia (NH3), molekul nitrogen (N2), dinitrit oksida (N2O), nitrogen oksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), asam nitrit (HNO2), asam nitrat (HNO3), basa amino (R3-N) dan lain-lain. Nitrogen juga dapat bereaksi dengan hidrogen atau oksigen dengan bantuan kilat/petir (Elektrisasi). Tumbuhan menerima nitrogen dalam tanah dalam bentuk amonia (NO3), ion nitrit (NO2-), dan ion nitrat (NO3-). Beberapa bakteri yang dapat menambat nitrogen terdapat pada akar legum dan akar tumbuhan lain misalnya Marsiella crenata. Selain itu, terdapat bakteri dalam tanah yang dapat mengikat nitrogen secara langsung, yakni Azotobacter sp. Yang bersifataerob dan Clostridium sp. Yang bersifat anaerob. Nostoc sp. Dan Anabaena sp.(ganggang biru) juga mampu menambat nitrogen. Nitrogen yang diikat biasanya dalam bentuk amonia. Amonia diperoleh dari hasil penguraian jaringan yang mati oleh bakteri. Amonia ini akan dinitrifikasi oleh bakteri nitrit, yaitu Nitrosomonas dan Nitrosococcus sehingga menghasilkan nitrat yang akan diserap oleh akar tumbuhan. Selanjutnya oleh bakteri denitrifikan, nitrat diubah menjadi amonia kembali, dan amonia diubah menjadi nitrogen yang dilepaskan ke udara. Dengan cara ini siklus nitrogen akan berulang dalam ekosistem.

b. Siklus Karbon Dan OksigenSiklus karbon merupakan siklus biogeokimia terbesar. Karena banyak di gunakan, 45% karbon digunakan untuk pertumbuhan, 45% untuk respirasi dan 10% untuk DOC. Proses timbal balikfotosintesis dan respirasi seluler bertanggung jawab atas perubahan dan pergerakan utama karbon. Naik turunnya CO2 dan O2 atsmosfer secara musiman disebabkan oleh penurunan aktivitas Fotosintetik. Dalam skala global kembalinya CO2 dan O2 keatmosfer melalui respirasi hampir menyeimbangkan pengeluarannya melalui fotosintesis.Akan tetapi pembakaran kayu dan bahan bakar fosil menambahkan lebih banyak lagi CO2 ke atmosfir. Sebagai akibatnya jumlah CO2 di atmosfer meningkat. CO2 dan O2 atmosfer juga berpindah masuk ke dalam dan ke luar sistem akuatik, dimana CO2 dan O2 terlibat dalam suatu keseimbangan dinamis dengan bentuk bahan anorganik lainnya. Di atmosfer terdapat kandungan COZ sebanyak 0.03%. Sumber-sumber COZ di udara berasal darirespirasi manusia dan hewan,erupsi vulkanik, pembakaran batubara, dan asap pabrik. Karbon dioksida di udara dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk berfotosintesis dan menghasilkan oksigen yang nantinya akan digunakan oleh manusia dan hewan untuk berespirasi. Hewan dan tumbuhan yang mati, dalam waktu yang lama akan membentuk batubara di dalam tanah. Batubara akan dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar yang juga menambah kadar C02 di udara. Diekosistem air, pertukaran C02 dengan atmosfer berjalan secara tidak langsung. Karbon dioksida berikatan dengan air membentuk asam karbonat yang akan terurai menjadi ion bikarbonat. Bikarbonat adalah sumber karbon bagi alga yang memproduksi makanan untuk diri mereka sendiri dan organism heterotrof lain. Sebaliknya, saat organisme air berespirasi, coz yang mereka keluarkan menjadi bikarbonat. Jumlah bikarbonat dalam air adalah seimbang dengan jumlah C02 di air. Secara umum, karbon akan diambil dari udara oleh organisme fotoautotrof (tumbuhan, ganggang, dll yang mampu melaksanakan fotosintesis). Organisme tersebut, akan memproses karbon menjadi bahan makanan yang disebut karbohidrat, dengan proses kimia sebagai berikut :6 CO2 + 6 H2O (+Sinar Matahari yg diserap Klorofil) C6H12O6 + 6 O2Karbondioksida + Air (+Sinar Matahari yg diserap Klorofil) Glukosa + Oksigen.

c. Siklus FosforDi alam fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (tada tumbuhan dan hewan) dan anorganik (pada air dan tanah). Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh dekomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik, begitu juga dengan batu dan fosil yang terkikis akan menjadi fosfat anorganik, yang kemudian fosfat anorganik itu akan terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen dasar laut. Lalu akan di serap lagi oleh komponen organik (hewan dan tumbuhan).Proses biogeokimia pada di wilayah estuary salah satunya juga dipengaruhi oleh proses sedimantasi yang dilakukan oleh mangrove. Hal ini disebabkan karena proses sedimentasi tersebut dapat menyerap nutrisi dan unsurunsur hara lainnya yang sangat berpengaruh terhadap produktifitas suatu perairan (Prasad dan Ramanathan, 2008).

Adanya Suksesi pada komunitas Estuaria

Flynn (2008) dalam penelitiannya di Mullica RiverGreat Bay Estuary dengan menggunakan model Land-Ocean Interaction in the Coastal Zone (LOICZ) mengungkapkan bahwa konsentrasi karbon organik terlarut (DOC), nitrogen (DON), dan fosfor (DOP) mengalami perubahan pada musim-musim tertentu sangat berhubungan dengan kondisi salinitas. Konsentrasi DOC menurun dengan meningkatnya salinitas pada semua musim. Konsentrasi DON menurun pada salinitas yang tinggi pada mudim semi/musim panas dan mencapai konsentrasi maksimum pada akhir musim dingin dan konsentrasi minimum pada musim panas. Sedangkan DOP mengalami peningkatan konsentrasi seiring dengan meningkatnya salinitas. Diduga berbagai perubahan konsentrasi tersebut dipengaruhi oleh makroalga dan fitoplankton.Algae memiliki peran dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air sebagai dasar mata rantai makanan di perairan. Namun apabila keberadaan Algae di perairan dalam jumlah berlebih, maka dapat menurunkan kualitas perairan. Tingginya populasi fitoplankton (algae) beracun di perairan dapat menyebabkan berbagai akibat negatif yang merugikan perairan, seperti berkurangnya oksigen perairan dan menyebabkan kematian biota perairan lainnya. Masalah utama sebagai pemicu terjadinya proses peledakan kelimpahan fitoplankton di suatu perairan adalah kodisi lingkungan perairan tersebut yaitu adanya peningkatan nutrisi yang tidak seimbang pada trofik level di lapisan eufonik. Peningkatan masuknya nutrisi bisa merupakan proses alami (seperti proses umbulan atau upwelling, masukan dari air sungai yang tercemar) atau akibat aktivitas manusia. Selain itu buangan bahan organik diperairan biasanya berupa bahan nutrisi dari hasil pemupukan (fosfat, nitrogen dan potasium) sebagai penyumbang utama akan pencemaran di perairan sehingga mengakibatkan beberapa jenis biota perairan mati (Sediadi & Thoha, 2000 dalam Noor 2011).Proses blooming dari fitoplankton dan alga yang menyebabkan eutrofikasi menurut Noor (2011) disebabkan oleh jumlah fosfor yang berlebihan dalam suatu perairan. Hal ini bisa dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat. Banyaknya eceng gondok yang bertebaran di rawa-rawa dan danau-danau juga disebabkan fosfat yang sangat berlebihan ini. Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem air.Mou dkk., (2011) dalam penelitiannya tentang Nitrogen cycle of a typical Suaeda salsa marsh ecosystem in the Yellow River estuary mengungkapkan bahwa konsentrasi nitrogen pada sungai di Yellow River estuary dipengaruhi oleh dekomposisi serasah karena dekomposisi serasah dianggap sebagai jalan yang efektif dalam dalam pengembalian nutrisi. Serasah. Namun siklus nitrogen lebih sering dipengaruhi oleh gelombang. Keberadaan Nitrogen diperarairan ini tidak hanya mempengaruhi struktur dan fungsi rawa tetapi juga mempengaruhi stabilitas ekosistem. Nutrisi yang berlebihan dapat mempengaruhi keberadaan spesies invasive seperti P. Australis, T. Sacchariflora dan T. Chinensis dan menginduksi terjadinya degradasi yang parah dalam jangka waktu yang panjang terhadap ekosistem. Namun Liu dkk., (2009) menyebutkan bahwa degradasi tersebut juga dipengaruhi oleh limbah-limbah pertanian dan limbah domestic yang akan mempengaruhi produktifitas perairan.

PENUTUPA. KESIMPULAN Estuari merupakan bagian dari lingkungan perairan yakni daerah percampuran antara air laut dan air tawar yang berasal dari sungai, sumber air tawar lainnya (saluran air tawar dan genangan air tawar). Estuari adalah jenis perairan yang memiliki variasi yang tinggi ditinjau dari faktor fisik, kimia, biologi, ekologi dan jenis habitat yang terbentuk di dalamnya. Oleh karena itu interaksi antara komponen fisik, kimia dan biologi yang membentuk suatu ekosistem sangat kompleks. Karakteristik Estuaria. Skala : Pada ekosistem estuari ini terbentuk habitat-habitat yang memiliki ciri khas tersendiri dengan jenis dan jumlah organisme-organisme penyusunnya yang spesifik.b. Strukur Spacial dan Temporal : Pasang surut, Musim, Ph, Suhu, Salinitas, Kekeruhan, Kecerahan, arus dan ombak, kekeruhan, dan unsur zat hara.c. Keanekaragaman spesies : Komunitas ikan yang mendiami estuari biasanya merupakan kombinasi antara spesies air tawar, penetap, dan spesies air lautd. Struktur Tropik : Produsen tingkat pertama, konsumen primer, konsumen sekunder, dan konsumen tingkat tiga.e. Distribusi dan Suksesi : siklus biogeokimia dan munculnya eutrofikasi akibat adanya ketidakseimbangan di dalam komunitas.f. Interaksi biotik : dengan tumbuhan, rumput laut, Fitoplankton, Zooplankton, Nekton

DAFTAR PUSTAKABengen, D. G. 2000. Tehnik pengambilan contoh dan analisa data biofisik sumberdaya pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan-IPB.Bogor. Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Penerbit Kanisus. Yogyakarta.Effendie, H., dan S. B. Susilo. 2000. Korelasi kadar klorofil dan kelimpahan fitoplankton pada lapisan eufotik di perairan pesisir sekitar PLTN Krakatau Steel, Cilegon, Jawa Barat. Jurnal IlmuPertanian Indonesia. 7(2):56-60Millero, F. S. Dan M. L. Sohn. 1992. Chemical oceanography. CRS Press.LondonNontji, A. 2007. Laut Nusantara. Djambatan. JakartaNybakken, J. N. 1986. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. (Terjemahan M. Eidman, Koesoebiono dan D.G. Bengen). Penerbit PT. Gramedia. JakartaOdum, E.P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Fourth Edition. Gadjah Mada University Press: YogyakartaRositasari dan Rahayu. 1994. Sifat-Sifat Estuari Dan Pengelolaannya. Bogor. Oseana, Volume XIX, Nomor 3 : 21-31 ISSN 0216-1877 Zahid1 dkk. 2011. Iktiofauna ekosistem estuari Mayangan, Jawa Barat [Ichthyofauna of Mayangan estuary, West Java]. Jakarta Bogor. Pusat Penelitian Biologi LIPIJurnal Iktiologi Indonesia, 11(1):77-85