Download doc - Makalah Keamnan Pangan

Transcript
Page 1: Makalah Keamnan Pangan

MAKALAHKEAMANAN PANGAN DAN TOKSIKOLOGI

ASAM FITAT

DISUSUN OLEH:UYUN HANDAYANI : J1A013139TRIA SEPTIANA : J1A013137WAHIDA RISMI W. : J1A013141SRISUHADA : J1A013131SRI AGUTININGSIH : J1A013129

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MATARAM

2015

Page 2: Makalah Keamnan Pangan

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Keamanan Pangan dan

Toksikologi tentang Asam Fitat tanpa ada hambatan yang berarti. Penyusunan makalah ini

untuk melengkapi tugas mata kuliah Keamanan Pangan dan Toksikologi. Keberhasilan

penyelesaian makalah ini, tidak lepas dari dorongan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga

penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, ucapan terimakasih

yang tiada terhingga penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu.

Namun, penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang

dimiliki penulis menyebabkan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Karena itu, kritik dan

saran yang sifatnya membangun dari Bapak/Ibu, rekan-rekan semua yang sangat penulis

harapkan.

Akhir kata, semoga apa yang penulis sajikan dalam makalah ini dapat berguna bagi

kita semua.

Mataram, 10 April 2015

Penulis

Page 3: Makalah Keamnan Pangan

DAFTAR ISI

COVERKATA PENGANTAR...............................................................................................................2

DAFTAR ISI...............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................4

1.1.Latar Belakang.................................................................................................................4

1.2.Tujuan...............................................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................6

2.1 Asam Fitat.........................................................................................................................6

2.2 Sumber Asam Fitat...........................................................................................................6

2.3 Sifat-sifat dari senyawa fitat.............................................................................................8

BAB III PEMBAHASAN...........................................................................................................9

3.1 Efektivitas Fortifikasi Zat Besi pada Makanan Berbasis Kedelai Menggunakan Besi Bisglisinat dengan Kandungan Asam Fitat............................................................9

3.2. Asam Fitat Sebagai Antioksidan Alami.........................................................................12

BAB IV PENUTUP..................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................14

Page 4: Makalah Keamnan Pangan

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Asam fitat (inositol asam hexaphosphoric) hadir dalam sereal, legum, biji minyak, dan kacang-kacangan. Senyawa ini tidak dicerna bagi manusia atau hewan dan dikenal sebagai anti bergizi. Asam fitat dapat mengikat mineral dalam usus sebelum mereka diserap dan mempengaruhi enzim pencernaan . Fitat juga mengurangi daya cerna pati , protein , dan lemak .selain itu, apabila kita Mengkonsumsi 5-10 mg asam fitat dapat mengurangi penyerapan zat besi sebesar 50 % (Ryan Andrews, 2012).

Asam fitat adalah bentuk utama fosfor dalam biji tanaman. Senyawa ini sulit dicerna sehingga fosfor dalam fitat tidak dapat digunakan oleh tubuh. Masalah gizi lain yang dapat ditimbulkan oleh asam fitat adalah karena kemampuannya mengikat  kalsium (Ca), magnesium (Mg), besi (Fe) dan seng (Zn) dan protein menjadi senyawa yang sukar larut. Hal ini menyebabkan mineral dan protein tidak dapat diserap tubuh atau nilai cernanya rendah. Fitat terkandung dalam sayuran, serealia, umbi-umbian dan kacang kedelai. Yunarti dkk, (2013) menyatakan bahwa adanya asam fitat pada makanan berbasis kedelai dapat mengikat zat besi dan menurunkan nilai ketersediaan zat besi dalam darah, sehingga perlu dilakukan pencegahan dengan melakukan penelitian tentang fortifikasi zat besi pada makanan berbasis kedelai menggunakan besi bisglisinat dengan kandungan asam fitat. Pada penelitian ini digunakan tiga jenis fortifikan yang berbeda yaitu, FeSO4.7H2O (1), besi-bisglisinat (2) dan campuran Na-glisinat dan FeSO4.7H2O (3) untuk diberikan pada makanan berbasis kedelai yaitu susu kedelai, tempe dan tahu.

Asam fitat selain sebagai senyawa antinutrisi, fitat memiliki peranan positif yaitu sebagai antioksidan sekunder, asam fitat dapat menghambat penyerapan mineral dalam tubuh (Proll et al. 1998; Faber et al.2005; Onofiok dan Nnanyelugo 2006). Ketika asam fitat mengikat mineral dalam usus, akan mencegah pembentukan radikal bebas, sehingga menjadikannya sebagai antioksidan. Tidak hanya itu, tetapi juga dapat mengikat logam berat (misalnya, kadmium, timah) sehingga membantu mencegah akumulasi dalam tubuh. Selain itu, konsentrasi tinggi asam fitat dapat mencegah kecoklatan dan pembusukan dari berbagai buah-buahan dan sayuran dengan menghambat polifenol oksidase. Penelitian yang dilakukan oleh John W. Eaton (1987) dan Ernst Grafs and Katherine L. Empson(1987) menunjukkan fungsi antioksidan fitat penting bagi biji selama dormansi dan menunjukkan fitat yang mungkin menjadi pengganti pengawet, yang saat digunakan banyak yang menimbulkan potensi bahaya kesehatan.

Page 5: Makalah Keamnan Pangan

1.2. Tujuan

Dengan demikian, tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menyajikan penjelasan tentang cara pencegahan bahaya asam fitat dengan fortifikasi zat besi pada makanan berbasis kedelai menggunakan besi bisglisinat dengan kandungan asam fitat serta membahas sifat antioksidan asam fitat.

Page 6: Makalah Keamnan Pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asam Fitat

Fitat pertama kali ditemukan oleh Pfeffer tahun 1872. Neuberg pada awal 1900-an mengusulkan struktur fitat, yaitu C6H24O27P6 dengan 18 atom hidrogen disekitar inti inositol fosfat sedangkan Anderson mengusulkan C6H18O24P6. Berdasarkan resonansi inti magnetik (NMR) dan kristolografi sinar –X dapat dibuktikan bahwa struktur yang diusulkan Anderson merupakan struktur yang lebih sesuai dengan fitat yang ada di alam, khususnya tumbuhan(Noor, 1992). Brown et al. (1961) mengadakan penelitian untuk mengetahui struktur asam fitat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa asam fitat mempunyai 18 ion H2 sesuai dengan pendapat Neuberg ; 12 ion H2 dapat dibebaskan pada akhir titrasi, sedangkan 6 ion H2 bersifat asam lemah dan 68sukar bereaksi dalam air. Maddaidah et al. (1984), Johnson and Tate (1969), Weinganfter and Erdman (1981) menyatakan bahwa struktur asam fitat lebih sesuai dengan yang diusulkan Anderson. Menurut Weinganfter dan Erdman (1981), asam fitat dengan struktur ini mengalami dissosiasi pada pH netral, suatu bukti bahwa kation dapat berikatan kuat dengan asam fitat diantara 2 gugus fosfat atau berikatan dengan asam fitat pada satu gugus fosfat. Di bawah ini merupakan gambar struktur kimia asam fitat.

Gambar 1. Struktur Kimia Asam Fitat

2.2 Sumber Asam Fitat

Asam fitat dapat ditemukan dalam biji-bijian dari tanaman (pada bagian kulit biji) : jagung, kedelai, padi, gandum, bunga matahari (Jongbloed et al., 1997). Tabel di bawah ini membandingkan berbagai jenis benih sesuai dengan kandungan asam fitat mereka.

a. Biji-bijian

Page 7: Makalah Keamnan Pangan

a. Legums

b. Kacang-kacangan

c. Minyak biji

Page 8: Makalah Keamnan Pangan

Sumber : Schlemmer U , et al . Fitat dalam makanan dan penting bagi manusia : Makanan sumber , asupan , pengolahan , bioavailabilitas , peran protektif dan analisis . Mol Nutr Makanan res 2009; 53 : S330 - S375 .

2.3 Sifat-sifat dari senyawa fitat

Sifat-sifat dari senyawa fitat adalah:a. Berperan dalam fungsi fisiologis selama dormansi dan perkecambahan pada biji-bijian.b. Melindungi kerusakan oksidatif pada biji-bijian selama proses penyimpanan.c. Menurunkan bioavaibilitas beberapa mineral.d. Merupakan antioksidan.e. Dapat menurunkan nilai gizi protein karena apabila fitat berikatan dengan protein akan

membentuk senyawa kompleks yang mengakibatkan protein menjadi tidak larut (Anonim, 2007).

Ketidaklarutan fitat pada beberapa keadaan merupakan salah satu factor yang secara nutrisional dianggap tidak menguntungkan, karena dengan demikian menjadi sukar diserap tubuh. Dengan adanya perlakuan panas, pH, atau perubahan kekuatan ionik selama pengolahan dapat mengakibatkan terbentuknya garam fitat yang sukar larut. Muchtadi (1998) cit Nuraida, L. dan S. Yasni (1998), menyebutkan bahwa asam fitat sangat tahan terhadap pemanasan selama pengolahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk olahan kedelai tanpa fermentasi tetap mengandung asam fitat. Tahap fermentasi dapat mengurangi, bahkan menghilangkan asam fitat, sehinggatempe dan kecap sudah tidak mengandung senyawa tersebut. Tangenjaya (1979) melaporkan bahwa pemanasan pada suhu 100 oC, pH 2 selama 24 jam dapat mengurangi kadar fitat sampai dengan 70% .

Peranan fitat dalam kesehatan yang dianggap positif adalah sebagai antioksidan yang mana antioksidan dapat berfungsi menangkal adanya radikal bebas maupun senyawa non radikal yang dapat menimbulkan oksidasi pada biomolekuler seperti protein, karbohidrat, ataupun lipida (Anonim, 2007d).

Page 9: Makalah Keamnan Pangan

BAB III PEMBAHASAN

Asam fitat dapat mengikat unsur-unsur mineral, terutama kalium, seng, besi, dan magnesium serta mengurangi ketersediaannya bagi tubuh karena menjadi sangat sulit untuk dicerna. Asam fitat juga dapat bereaksi dengan protein membentuk senyawa komplek sehingga dapat menghambat pencernaan protein oleh enzim proteolitik akibat terjadinya perubahan konformasi protein. Kompleks protein-fitat berkemampuan mengikat mineral yang lebih besar dibandingkan asam fitat bebas. Kandungan asam fitat yang tinggi (1% atau lebih) dalam makanan dapat menyebabkan defisiensi mineral,misalnya defisiensi seng(Zn) pada anak ayam, defisiensi magnesium (Mg) pada manusia serta kekurangan kalsium (Ca) pada manusia dan hewan. Menurut beberpa peneliti, masalah gizi yang paling penting sehubungan dengan fitat adalah kemampuannya untuk menurunkan ketersediaan elemen seng.

Kemampuan asam fitat dalam mengikat ion-ion logam akan hilang bila gugus fosfatnya dihidrolisis. Asam fitat dapat dihidrolisis oleh enzim fitase menjadi inositol dan sam fosfat. Hal tersebut akan meningkatkan ketersediaan fosfor bagi tubuh dan menghilangkan kemampuan fitat untuk berikatan dengan mineral. Secara alami, enzim fitase terdapat pada jaringan tanaman dan hewan, sebagian besar kapang dan berbagai bakteri. Karena manusia tidak mempunyai kemampuan memproduksi enzim fitase, sehingga konsumsi kacang-kacangan yang mengandung fitat tinggi harus dihindari.

3.1. Efektivitas Fortifikasi Zat Besi pada Makanan Berbasis Kedelai Menggunakan Besi Bisglisinat dengan Kandungan Asam Fitat

Penyebab utama dari penyakit anemia adalah rendahnya asupan zat besi dari makanan. Salah satu strategi penanggulangan penyakit kekurangan zat besi di Indonesia adalah melalui fortifikasi zat besi pada makanan berbasis kedelai. Adanya asam fitat pada makanan berbasis kedelai dapat mengikat zat besi dan menurunkan nilai ketersediaan zat besi dalam darah. Pada penelitian ini digunakan tiga jenis fortifikan yang berbeda yaitu, FeSO4.7H2O (1), besi-bisglisinat (2) dan campuran Na-glisinat dan FeSO4.7H2O (3) untuk diberikan pada makanan berbasis kedelai yaitu susu kedelai, tempe dan tahu. Penambahan bahan fortifikasi didasarkan pada molar rasio kandungan asam fitat terhadap zat besi yang mampu diikatnya. Dalam penelitian ini, besi-bisglisinat 1 dan campuran Na-glisinat dan FeSO4.7H2O ditambahkan secara terpisah ke tiga jenis makanan berbasis kedelai (yaitu, susu kedelai, tempe, dan tahu) dalam rangka meningkatkan jumlah zat besi dengan kandungan asam fitat. Metode fortifikasi ini sedian untuk mendapatkan jumlah optimum penambah untuk ditambahkan ke makanan berbasis kedelai. Penambah ini selain harus mempertimbangkan jumlah kandungan asam fitat dari masing-masing sampel. Selain itu, efektivitas yang lebih tinggi fortifikasi menggunakan besi-bisglisinat diharapkan karena dengan efek kelat.

Page 10: Makalah Keamnan Pangan

Besi-bisglisinat adalah khelat asam amino dengan besi dikelilingi oleh asam amino. Struktur khelat terbentuk cukup kecil untuk dengan mudah diserap dalam tubuh, dan ikatan besi dilindungi. Besi-bisglisinat terdiri dari satu molekul besi yang terikat pada dua molekul glisin. Besi terikat pada gugus karboksil pada ikatan glisin anionik dan gugus amino adalah ikatan kovalen terkoordinasi membentuk dua cincin heterosiklik.

Kandungan asam fitat dalam setiap sampel makanan berbasis kedelai berbeda satu sama lain. Jumlah terendah asam fitat tahu disebabkan oleh pemanasan dan pembuangan solution dalam proses sintesis. Jumlah yang lebih rendah dari asam fitat dalam tempe dibandingkan dengan susu kedelai adalah disebabkan oleh adanya suatu enzim phytase yang aktif setelah proses fermentasi dengan inokulum. Gambar 2 menunjukkan kandungan asam fitat dari masing-masing sampel. Tingkat Ini diukur dengan ekstrapolasi data absorbansi dalam kurva kalibrasi asam fitat.

Metode yang digunakan untuk menentukan kadar asam fitat berdasarkan besi terikat dengan asam fitat (Fe 3+ -phytate) yang larut dalam air [13]. Fe 3+ -phytate akan ditarik ke pelarut nonpolar, dalam penelitian ini amil alkohol digunakan. Jumlah asam fitat ditentukan dengan mengukur pembentukan kompleks besi. Sumber dari besi yang digunakan dalam penelitian ini adalah besi (III) klorida (FeCl3 .6H2O). Setelah penambahan amonium sebuah larutan tiosianat terbentuk memiliki warna merah bata [Fe(H2O)5SCN] 2+ kompleks yang dijelaskan oleh persamaan :

Ion kompleks [Fe(H2O)5SCN] 2+ inidengan mudah diekstraksi dengan eter atau amil alkohol. Keberadaan amil alkohol menyebabkan pembentukan dua fase saling larut. Lapisan amil alkohol yang kemudian dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk mendapatkan tingkat ion besi yang tidak terikat fitat.

Gambar 2. Konsentrasi Asam fitat pada contoh susu kedelai, tempe, dan tahu. Analisis 10 ml susu kedelai, 1 g Tempe, dan 1 g Tahu.

Penambahan penambah zat besi dalam sampel dilakukan pada persiapan sampel. Selain ini didasarkan pada jumlah perbandingan molar antara asam fitat yang terkandung dan

Page 11: Makalah Keamnan Pangan

besi, metode yang digunakan untuk menentukan bioavaibility mineral dalam tubuh manusia. Didalam penelitian perbandingan molar asam fitat: Fe adalah 1: 3. Jumlah variasi FeSO47H 2O yang banyak digunakan sebagai penambah dilakukan untuk menentukan efektivitas penambah tersebut. Penambahan ini ditujukan sebagai perbandingan untuk dua penambah lainnya. Fortifikasi menggunakan besi bisglycinate menunjukkan hasil lebih efektif untuk setiap sampel. Gambar dibawah ini menunjukkan bahwa penambahan besi bisglycinate (2) memberikan khasiat lebih tinggi dari penambah 1 dan 3.

Page 12: Makalah Keamnan Pangan

Gambar 3. Penambah Efektivitas Perbandingan untuk Setiap Sampel. (a) Tahu, (b) Tempe, (c) Susu kedelai.

Adapun hasil penelitian yang dilakuakan oleh Yunarti dkk, (2013), menunjukkan bahwa fortifikasi zat besi menggunakan besi-bisglisinat merupakan fortifikasi yang paling efektif dibandingkan dengan fortifikasi mengunakan FeSO4.7H2O dan campuran in-situ antara FeSO4.7H2O dan Na-glisinat. Efektivitas fortifikasi pada susu kedelai menggunakan fortifikan 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah 48%, 55%, dan 33%, sedangkan pada tempe berturut-turut adalah 74%, 86%, dan 56%, fortifikasi pada tahu berturut-turut adalah 51%, 55%, dan 46%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan besi-bisglisinat sebagai agen pengkelat mampu menghalangi terbentuknya senyawa besi-fitat pada makanan berbasis kedelai.

3.2. Asam Fitat Sebagai Antioksidan Alami

Riset terkini menunjukkan bahwa beberapa zat tersebut telah diketahui memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan. Misalnya asam fitat, selain sebagai senyawa antinutrisi, telah diketahui bahwa asam fitat sebagai antioksidan yang mana antioksidan dapat berfungsi menangkal adanya radikal bebas maupun senyawa non radikal yang dapat menimbulkan oksidasi pada biomolekuler seperti protein, karbohidrat, ataupun lipida (Anonim, 2007).

Asam fitat dapat dikatakan sebagai fitonutrien yang memiliki efek antioksidan. Asam fitat mengikat beberapa mineral, kemungkinan dapat mencegah kanker kolon dengan mengurangi stres oksidatif pada lumen usus. Efek pengikatan asam fitat mampu mengurangi, menghalangi, atau bahkan menghilangkan beberapa kanker dengan menghilangkan mineral (khususnya Fe) yang dibutuhkan oleh sel kanker untuk reproduksi (Anonim, 2007).

Mekanisme pengikatan ion logam oleh fitat menunjukkan karakter antioksidan. Pada reaksi Haber-Weiss, formasi •OH membutuhkan ketersediaan ikatan Fe yang reaktif paling sedikit satu ikatan, seperti Fe yang terlarut.

O2- + Fe3+ Fe2+ + O2

Fe2+ + H2O2 Fe3+ + •OH + OH- (Reaksi Fenton, yaitu pengurangan H2O2 oleh Fe2+ untuk membentuk radikal hidroksil)

(Burgess dan Feng Gao, 2000).

Berdasarkan hasil penelitian oleh John W. Eaton (1987) dan Ernst Grafs and Katherine L. Empson(1987) secara in vivo menunjukkan bahwa fitat memiliki potensi sebagai antioksidan melalui mekanisme pengikatan besi serta mencegah reactive oxygen scavenger (ROS). Mekanisme penangkalan radikal bebasnya yaitu fitat akan menahan reaksi oksidasi yang dikatalis oleh besi dengan jalan membentuk ikatan tunggal dengan Fe (III). Kompleks Fe (III)-fitat yang terbentuk akan menghalangi peroksida lemak dan formasi hydroxyl radical.

Page 13: Makalah Keamnan Pangan
Page 14: Makalah Keamnan Pangan

BAB IV PENUTUP

Asam fitat dan senyawa fitat memiliki struktur kimia yang sangat stabil. Dalam bentuk fosfat organic memiliki kandungan fosfat yang tinggi. Dalam kondisi fisiologi normal asam fitat membentuk chelate dengan mineral-mineral essensial seperti kalsium. magnesium, besi dan seng. Asam fitat seringkali berikatan dengan asam-asam amino atau protein dan menghambat enzim-enzim pencernaan. Asam fitat dapat digolongkan sebagai komponen antinutrisi didalam biji-bijian, legums, kacang-kacangan dan minyak biji. Selain sebagai zat antinutrisi, asam fitase dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan.

Page 15: Makalah Keamnan Pangan

DAFTAR PUSTAKA

Anonym, 2012. Analisis Zat Anti Gizi “Asam Fitat”. http://eprints.uns.ac.id/4359/76051407200905531.pdf (Diakses pada 10 April 2015).

Brown, E. C, M. L. Heit and D E Ryan, 1961. Phytic Acid : An Analitical Invertigation.Can. J. Chem 39 ; 1290 –1297.

Erdman J.W. and K.E. Weingartner, 1979. Nutritional Implications. J. Am Oil Chem Soc. 56:736 –741.

Grafs , E., John W. E., and Katherine L. Empson, 1987. Phytic Acid A Natural Antioxidant. Journal Of Biological Chemistery V0l. 262, No. 24 U.S.A.

Johnson,L.F and M. E Tate, 1969. Structure of Phytic Acid. Can. J. Chem.47:63 –73.

Jongbloed, A. W., L. H. de Jonge, P. A. Kemme, Z. Mroz dan A. K. Kies, 1997. Nonmineral Related Effect of Phytase in Pig Diet. In: Proceeding of The 6th Forum of Animal Nutrition. BASF, German. Page: 92-196

Maddaidah, V.T.,A.A. Kurnick and B.L. Roid, 1984. Phytic Acid Studies. Proc. Soc.Exp.Biol. Med., 115 : 391 –393.

Muchtadi, D. 1998. Kajian Gizi Produk Olahan Kedelai. Prosiding Seminar Pengembangan Pengolahan dan Penggunaan Kedelai Selain Tempe. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi IPB dengan American Soybean Association

Noor, Zuheid. 1992. Senyawa Anti Gizi. Pusat AntarUniversitas UGM. Yogyakarta.

Proll, J., K.J. Petzke, I.E. Ezeagu, and Metges. 1981. Low Nutritional Quality of Unconventional Tropical Crop Seeds in Rats. J. Nutr. 128:2014-2022.

Ryan Andrews, 2013. Phytates and phytic acid.http:// Precision Nutrition.html (Diakses pada 10 April 2015).

Yunarti, R.T., Zulys, A., Harahap, L.Y., and Pramukti, 2013. Effectiveness of Iron Fortification on Soy-Based Foods Using Ferrous Bisglycinate in the Presence of Phytic Acid. Makara Journal of Science 17/1 hal: 11-16.