Download pdf - Makalah kasus 3 KPMS

Transcript

BAB 1 PendahuluanPenyakit yang disebabkan oleh karena infeksi virus terdapat beraneka ragam. Tapi dalam kasus ini kita mempelajari hanya infeksi virus yang menyebabkan kelainan pada kulit. Penyakit kulit oleh karena infeksi virus seperti Pox Virus, Human Herpes Virus, Morbilli Virus, Rubivirus, Papova Virus. Herpes Zoster. Herpes Zoster merupakan tahap lanjut dari Varicella Zoster yang di karenakan infeksi oleh Varicella Zoster Virus atau Human Herpes Vierus type tiga. Herpes zoster merupakan infeksi virus yang menyerang neuro-dermatomal. Berbeda hal nya dengan Varicella Zoster yang vesikel nya sentrifugal, pada Herpes Zoster yang vesikelnya hanya unilateral dan sepanjang serabut saraf. Herpes Zoster biasanya terdapat pada usia dewasa dikarenakan aktivasi kembali Varicella Zoster Virus akibat menurunnya daya tahan dari pasien tersebut. Namun pada kasus dan hasil diskusi kelompok kami menyatakan bahwa pasien tersebut terinfeksi Human Herpes Virus type tiga dengan diagnosis

1

BAB II Laporan KasusSeorang laki-laki, Tn M, umur 56 tahun, bekerja sebagai karyawan bengkel mobil datang ke UGD RSUD dengan keluhan daerah dada kanan sampai punggung kanan terasa sakit, nyeri, panas, pegal kadang-kadang berdenyut yang dirasakan sejak kemarin pagi. Tn M memang akhir-akhir ini bebannya terlalu berat, anaknya 2 orang yang masih sekolah semua dan istrinya sedang dirawat karena sakit jantung. Salah satu anaknya sedang sakit cacar air dan yang satunya baru sembuh dari sakit yang sama 1 bulan sebelumnya. Tn M sendiri sudah lupa apakah pernah sakit cacar air atau tidak. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Sejak kemarin pagi pasien mengeluh daerah dada kanan sampai punggung kanan terasa sakit, nyeri, panas, pegal kadang-kadang berdenyut. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Pasien sudah lupa apakah pernah sakit cacar air atau tidak. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Istri pasien sedang dirawat karena sakit jantung. Salah satu anak pasien sedang sakit cacar dan yang satunya baru sembuh dari sakit yang sama 1 bulan sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: STATUS GENERALIS Keadaan umum Tekanan Darah Frekuensi Nadi Suhu Badan Frekuensi Napas Berat Badan : Baik : 120/80 : 80x/menit : 38,2C : 20x/menit : 60 Kg

2

STATUS LOKALIS Look (inspeksi) : 1. Daerah dada Thoracal 9-10 bagian anterior kanan terdapat vesikel-vesikel milier dengan dasar eritem yang mengelompok seluas 2x3 cm 2. Daerah punggung kanan tampak beberapa bercak merah yang merupakan vesikelvesikel ukuran lentikuler yang berkelompok 3. Daerah dahi, pipi, dada kiri serta punggung kiri tampak vesikel dengan delle, dasar eritema, ukuran milier sampai lentikuler Feel (palpasi) : Tidak diketahui PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Herpes Zoster 1. Tes Tzanck Pada pemeriksaan percobaan Tzanck dapat ditemukan sel datia berinti banyak 2. Directfluorescentassay(DFA) Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif. Hasil pemeriksaan cepat. Membutuhkan mikroskop fluorescence.Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus. 3.Polymerase chain reaction (PCR) Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif. Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai preparat, dan CSF. Sensitifitasnya berkisar 97 100%. - Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster. Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsas, Wrights, toluidine blue ataupun Papanicolaous. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant cells. Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%. Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes simpleks virus. 4. Biopsikulit Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic infiltrat.

3

b. Varisela Dapat dilakukan percobaan Tzanck dengan cara membuat sediaan dhapus yang diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapat sel datia berinti banyak. c. Herpes Simpleks Virus herpes ini dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiakkan. Pada keadaan tidak terdapat lesi, dapat diperiksa antibody VHS. Pada percobaan Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.

4

BAB III Pembahasan Kasus1.ANAMNESIS a. Identitas Pasien Nama Usia Pekerjaan Status : Tn M : 56 tahun : Karyawan bengkel mobil : Menikah dengan 2 orang anak Daerah dada kanan sampai punggung kanan terasa sakit, nyeri, panas, pegal, kadang- kadang berdenyut yang dirasakan sejak kemarin pagi. c. Riwayat penyakit sekarang 1. Apakah disertai dengan demam? Apabila demam, apakah continue, remittent atau intermittent? 2. Adakah bagian tubuh lain yang terkena gejala serupa? 3. Bagaimana sifat nyeri, panas, pegal? 4. Apakah ada gejala lain seperti pusing, malaise? 5. Apakah pernah kontak dengan penderita herpes? 6. Apakah ada trauma yang dialami saat kerja? d. Riwayat penyakit dahulu 1. 2. 3. Apakah ada penyakit sistemik? Apakah sudah pernah berobat sebelumnya? Apakah pernah menderita herpes sebelumnya? e. Riwayat penyakit keluarga Apakah ada anggota keluarga yang memiliki penyakit sistemik? Apakah ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa?

Jenis kelamin : Laki-laki

b. Keluhan utama

f. Riwayat kebiasaan5

1. Apakah kebiasaan yang dilakukan sehari hari? 2. Apakah pernah menggunakan jasa pekerja seks komersial (PSK) II. DIAGNOSIS KERJA Diagnosis kerja pada pasien ini adalah herpes zooster. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan keluhan daerah dada kanan sampai punggung kanan terasa sakit, nyeri, panas, pegal kadang-kadang berdenyut. Pada pemeriksaan fisik menunjukkan suhu febris dan status dermatologikusnya tampak adanya vesikel-vesikel yang berkelompok, dengan delle, dasar eritema, ukuran milier sampai lentikuler, yang menunjukkan gejalagejala herpes zooster. Pada kasus ini varisela bisa disingkirkan karena pada herpes zooster terdapat gejala prodromal sistemik yang menunjukkan suhu febris, dan gejala prodromal lokal yaitu daerah dada kanan sampai punggung kanan terasa sakit, nyeri, panas, pegal kadang-kadang berdenyut, sedangkan pada varisela gejala prodromalnya yaitu demam yang tidak terlalu tinggi, malese dan nyeri kepala. Pada status dermatologikus pasien menunjukkan vesikel berukuran milier dan lentikuler dengan delle, sedangkan pada varisela, bentuk vesikelnya berupa tetesan embun (tear drops). Jadi, varisela bisa disingkirkan. Pada kasus ini herpes simpleks juga bisa disingkirkan karena dilihat dari gejala prodromal herpes simpleks adanya malese dan anoreksia, dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional, sedangkan pada herpes zooster tidak ditemukan. Jadi, herpes simpleks juga bisa disingkirkan. Pada kasus ini angina pektoris juga bisa disingkirkan karena letak jantung di regio thoracal 4-5, sedangkan pada pasien ini tempat predileksinya di regio thoracal 910. Pada angina pektoris juga tidak terdapat vesikel. III. DIAGNOSIS BANDING1.

Varisela Varisela adalah infeksi akut primer oleh virus varisela-zooster yang menyerang

kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. Gejala klinis mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malese dan nyeri kepala. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops).

6

2. Herpes simpleks Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens. Infeksi primer sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malese dan anoreksia, dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional. 3. Angina pektoris Angina pektoris adalah suatu sindrom klinis dimana pasien mendapat serangan sakit dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. IV. PATOFISIOLOGI 1. Patofisiologi nyeri Nyeri yang berhubungan dengan herpes zooster akut dan neuralgia postherpetik merupakan tipe nyeri neuropatik akibat kerusakan pada saraf tepi dan perubahan proses signal sistem saraf pusat. Aktivasi simpatis (sistem saraf otonom) yang intens pada area kulit yang terlibat merupakan akibat dari proses inflamasi (peradangan) akut yang menyebabkan vasokonstriksi (penciutan pembuluh darah), trombosis intravaskuler (penyumbatan pembuluh darah) dan iskemia (kukurangan aliran darah) dari saraf tersebut. Pasca cedera saraf, terjadi pelepasan impuls saraf tepi secara spontan, ambang aktivasi yang rendah dan respon berlebih terhadap rangsangan. Pertumbuhan akson (serat saraf) baru setelah cedera tersebut membentuk saraf baru yang justru memiliki kecenderungan memprovokasi pelepasan impuls berlebih. Aktivitas perifer (saraf tepi) yang berlebihan tersebut diduga sebagai pencetus perubahan sifat saraf, sebagai akibatnya, terjadi respon sistem saraf pusat yang berlebihan terhadap segala rangsang. Perubahan yang terjadi ini sangat kompleks sehingga mungkin tidak dapat diatasi dengan satu jenis terapi saja. Sympathetically Maintained Pain (SMP) SMP didefinisikan sebagai nyeri yang dipertahankan oleh sistem saraf otonom (simpatis) atau oleh hormon katekolamin yang bersirkulasi. Nyeri neuropatik didiagnosis sebagai tipe SMP bila ditemukan respon positif terhadap suatu simpatolisis (blok simpatis, tindakan pemberian obat bius lokal). Terdapat beragam nyeri neuropatik yang bisa mencakup7

SMP ini, diantaranya phantom pain, complex regional pain syndrome, neuropati metabolik, neuralgia dan herpes zoster sendiri. Namun bagaimana mekanisme SMP terjadi, sampai sekarang masih belum dapat dijelaskan walau telah banyak hipotesis yang dilontarkan oleh para ahli. 2.Patofisiologi Herpes zooster Virus varisela zooster didapat saat seseorang terkena cacar air dimana virus ini tinggal dalam sistem saraf dan dapat aktif kembali bila pasien mengalami stres berlebih atau penurunan daya tahan tubuh misalnya badan tidak fit. Ini disebut reaktivasi virus. Biasanya virus varicella zoster pada herpes zoster menyerang bagian kulit, mukosa dan saraf di sebagian tubuh dan hanya satu sisi tubuh (unilateral), kanan atau kiri, sesuai penjalaran dari ujung-ujung saraf. Ruam berkumpul sesuai dermatom saraf. Herpes zoster dapat menular namun daya penularannya lebih lemah dibandingkan varicella simplex (cacar air). Penularan virus varicella zoster berupa varicella simplex (cacar air) yang dapat berubah menjadi herpes zoster melalui proses reaktivasi virus. Penularan herpes zoster dapat melalui kontak langsung dengan lesi kulit dan menyebar melalui udara diikuti dengan daya tahan tubuh menurun. Pada penyakit infeksi virus biasanya orang menjadi kurang fit dan tidak ada nafsu makan sehingga daya tahan tubuh makin rendah sehingga mudah terkena infeksi bakteri. V. PENATALAKSANAAN Non medikamentosa : 1. Nyeri awal dapat berkurang dengan mengompres bagian badan yang terkena dengan es batu (yang dibungkus dalam kain atau plastik). 2. Tetaplah mandi seperti biasa, karena bakteri di kulit dapat menginfeksi kulit yang sedang terkena cacar air. 3. Hindari pecahnya gelembung cacar air agar tidak meninggalkan parut permanen dengan: a. Tidak menggosoknya dengan handuk terlalu keras setelah mandi. b. Memberikan bedak talk yang mengandung menthol atau salisil pada lepuhan untuk mengurangi gatal. c. Menutup lepuhan dengan kain kasa yang lembut. d. Memakai pakaian katun yang longgar untuk mengurangi gesekan dengan kulit yang terkena. 4. Cuci tangan Anda dengan sabun dan air jika Anda telah menyentuh lepuhan kulit.8

Hindari bersentuhan dengan bayi dan anak-anak yang belum menderita cacar air, wanita hamil, orang yang sakit serius, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.5. Konsumsi buah- buahan yang mengandung vitamin C seperti jambu biji, sirsak, pepaya

dan tomat merah meningkatkan kekebalan tubuh dan kelembaban kulit yang mempercepat penyembuhan. Medikamentosa : a. Pengobatan topikal 1. Pada stadium vesikular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah 2. Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit 3. Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik (basitrasin / polysporin) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 x sehari b. Pengobatan sistemik 1. Drug of choice- nya adalah acyclovir Acyclovir dapat mengintervensi sintesis virus dan replikasinya. Meski tidak menyembuhkan infeksi herpes, namun dapat menurunkan keparahan penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara oral, topical atau parenteral. Pemberian lebih efektif pada hari pertama dan kedua pasca kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek yang kecil terhadap postherpetic neuralgia. 2. Obat antivirus Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu penyembuhan akan lebih singkat. Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48 - 72 jam setelah erupsi dikulit muncul. Golongan antivirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir dan famasiklovir. Dosis anti virus (oral) untuk pengobatan varicella dan herpes zoster : Neonatus : Asiklovir 500 mg / m2 IV setiap 8 jam selama 10 hari. Anak (2-12tahun): Asiklovir4x20mg/kgBB/hari/oral selama 5 hari.9

Pubertas dan dewasa : Asiklovir 5 x 800 mg / hari / oral selama 7 hari. Valasiklovir 3 x 1 gr / hari / oral selama 7 hari. Famasiklovir 3 x 500 mg / hari / oral selama 7 hari 3. Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara A, Vira A) Vidarabine dapat diberikan lewat infus intravena atau salep mata. 4. Kortikosteroid Dapat digunakan untuk menurunkan respon inflamasi dan efektif namun penggunaannya masih kontroversi karena dapat menurunkan penyembuhan dan menekan respon immune. 5.Analgesik non narkotik dan narkotik Diresepkan untuk manajemen nyeri 6.Antihistamin Diberikan untuk menyembuhkan pruritus. Pada anak imunokompeten, biasanya tidak diperlukan pengobatan yang spesifik dan pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis yaitu : a. Lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak agar tidak mudah pecah. b. Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan salap antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. c. Dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh golongan salisilat (aspirin) untuk menghindari terjadinya terjadi sindroma Reye. d. Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder akibat garukan.

VI. KOMPLIKASI

10

1.Neuralgia pascaherpetic Dapat timbul pada umur di atas 40 tahun, presentasenya 10-15%. Makin tua penderita makin tinggi persentasenya. 2. Paralisis motorik Terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat penjalaran virus secara per kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. 3.Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan bakteri 4. Pada daerah ophthalmic dapat terjadi keratitis, episcleritis, iritis, papillitis dan kerusakan syaraf 5. Herpes zoster yang desiminata yang dapat mengenai organ tubuh seperti otak, paru dan organ lain dan dapat berakibat fatal 6. Meningoencephalitis 7. Terbentuk scar Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik. VII. PROGNOSIS Ad vitam bagian motorik. Ad sanationam : Dubia ad bonam, dikarenakan virus herpes zooster menetap di ganglion posterior pasien. Ad kosmetikum : Dubia ad bonam, selama mengikuti penatalaksanaan yang diberikan. : Bonam, dikarenakan penyakit ini tidak mengancam kehidupan.

Ad functionam : Dubia ad bonam, dikarenakan penyakit ini bisa menyerang ganglion anterior

11

BAB IV Tinjauan PustakaANATOMI KULIT

12

HISTOLOGI Kulit manusia tersusun atas dua lapisan, yaitu epidermis dan dermis. Epidermis dan dermis dapat terikat satu sama lain akibat adanya papilare dermis dan rabung epidermis. Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda: 400-600 m untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 m untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut). Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas lapisan: - Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses melanogenesis. - Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum tulang, yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit. Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus. - Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling dalam sebagai berikut:1.

Stratum Korneum, terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin.13

2.

Stratum Lucidum, terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang sangat gepeng, dan sitoplasma terdri atas keratin padat. Antar sel terdapat desmosom. Stratum Granulosum, terdiri atas 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang sitoplasmanya berisikan granul keratohialin. Pada membran sel terdapat granula lamela yang mengeluarkan materi perekat antar sel, yang bekerja sebagai penyaring selektif terhadap masuknya materi asing, serta menyediakan efek pelindung pada kulit.

3.

4.

Stratum Spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid. Sel-sel spinosum saling terikat dengan filamen; filamen ini memiliki fungsi untuk mempertahankan kohesivitas (kerekatan) antar sel dan melawan efek abrasi. Dengan demikian, sel-sel spinosum ini banyak terdapat di daerah yang berpotensi mengalami gesekan seperti telapak kaki.

5.

Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada epidermis, terdiri atas selapis sel kuboid. Pada stratum basal terjadi aktivitas mitosis, sehingga stratum ini bertanggung jawab dalam proses pembaharuan sel-sel epidermis secara berkesinambungan. Dermis, yaitu lapisan kulit di bawah epidermis, memiliki ketebalan yang bervariasi bergantung pada daerah tubuh dan mencapai maksimum 4 mm di daerah punggung. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang tidak nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.

Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast, makrofag, dan leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi). Stratum retikulare, yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas jaringan ikat padat tak teratur (terutama kolagen tipe I) Selain kedua stratum di atas, dermis juga mengandung beberapa turunan epidermis,

yaitu folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebacea

Rambut, merupakan struktur berkeratin panjang yang berasal dari invaginasi epitel epidermis, yaitu folikel rambut. Pada folikel ini terdapat pelebaran terminal yang berbentuk benjolan pada sebuah papilla dermis. Papila dermis tersebut mengandung kapiler dan ditutupi oleh sel-sel yang akan membentuk korteks rambut, kutikula rambut, dan sarung akar rambut. Kelenjar keringat, yang terdiri atas kelenjar keringat merokrin dan kelenjar keringat apokrin 1. Kelenjar keringat merokrin, berupa kelenjar tubular sipleks14

bergelung dengan saluran bermuara di permukaan kulit. Salurannya tidak bercabang dan memiliki diameter lebih kecil dari bagian sekresinya 0,4 mm. Terdapat dua macam sel mioepitel yang mengelilingi bagian sekresinya, yaitu sel gelap yang mengandung granula sekretoris dan sel terang yang tidak mengandung granula sekretoris. 2. Kelenjar keringat apokrin, memiliki ukuran lebih besar (3-5 mm) dari kelenjar keringat merokrin. Kelenjar ini terbenam di bagian dermis dan hipodermis, dan duktusnya bermuara ke dalam folikel rambut. Terdapat di daerah ketiak dan anus.

Kelenjar sebacea, yang merupakan kelenjar holokrin, terbenam di

bagian dermis dengan jumlah bervariasi mulai dari seratus hingga sembilan ratus per centimeter persegi. Sekret dari kelenjar sebacea adalah sebum, yang tersusun atas campuran lipid meliputi trigliserida, lilin, squalene, dan kolesterol beserta esternya. Pada bagian bawah dermis, terdapat suatu jaringan ikat longgar yang disebut jaringan subkutan dan mengandung sel lemak yang bervariasi. Jaringan ini disebut juga fasia superficial, atau panikulus adiposus. Jaringan ini mengandung jalinan yang kaya akan pembuluh darah dan pembuluh limfe. Arteri yang terdapat membentuk dua plexus, satu di antara stratum papilare dan retikulare, satu lagi di antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang-cabang plexus tersebut mendarahi papila dermis. Sedangkan vena membentuk tiga plexus, dua berlokasi seperti arteri, satu lagi di pertengahan dermis. Adapun pembuluh limfe memiliki lokasi sama dengan pembuluh arteri. Untuk mendukung fungsi kulit sebagai penerima stimulus, maka terdapat banyak ujung saraf, antara lain di epidermis, folikel rambut, kelenjar kutan, jaringan dermis dan subkutis, serta papila dermis. Ujung saraf ini tanggap terhadap stimulus seperti rabaan-tekanan, sensasi taktil, suhu tinggi/rendah, nyeri, gatal, dan sensasi lainnya. Ujung saraf ini meliputi ujung Ruffini, Vaterpacini, Meissner, dan Krause. Selain itu turunan kulit yang lain adalah kuku. Kuku, adalah bagian terminal stratum korneum yang menebal. Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku, bagian yang terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari dikenali sebagai badan kuku, dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas.15

Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengankecepatan tumbuh kira-kira 1 mm per minggu. Sisi kuku agak mencekung membentuk alur kuku. Kulit tipis yang yang menutupi kuku di bagian proksimal disebut eponikium sedang kulit yang ditutupki bagian kuku bebas disebut hiponikium Rambut, terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit dan bagian yang berada di luar kulit. Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo yang merupakan rambut halus, tidak mrngandung pigmen dan terdapat pada sbayi, dan rambut terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai medula, dan terdapat pada orang dewasa. Pada orang dewasa selain rambut di kepala, juga terdapat bulu mata, rambut ketiak, rambut kemaluan, kumis, dan janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi hormone androgen. Rambut halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus. Rambut tumbuh secara siklik, fase anagen berlangsung 2-6 tahun dengan kecepatan tumbuh kira-kira 0.35 mm per hari. Fase telogen berlangsung beberapa bulan. Di antara kedua fase tersebut terdapat fase katagen. Komposisi rambut terdiri atas karbon 50,60%, hydrogen 6,36%,, nitrogen 17,14%, sulfur 5% dan oksigen 20,80% (Djuanda, 2003). Herpes Zoster Varicella zoster virus (VZV) merupakan famili human (alpha) herpes virus. Virus terdiri atas genome DNA double-stranded, tertutup inti yang mengandung protein dan dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini dapat menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella (chickenpox) dan herpes zoster (shingles). 1,2 Pada tahun 1767, Heberden dapat membedakan dengan jelas antara chickenpox dan smallpox, yang diyakini kata chickenpox berasal dari bahasa Inggris yaitu gican yang maksudnya penyakit gatal ataupun berasal dari bahasa Perancis yaitu chiche-pois, yang menggambarkan ukuran dari vesikel. Pada tahun 1888, Von Bokay menemukan hubungan antara varicella dan herpes zoster, ia menemukan bahwa varicella dicurigai berkembang dari anak-anak yang terpapapar dengan seseorang yang menderita herpes zoster akut. Pada tahun 1943, Garland mengetahui terjadinya herpes zoster akibat reaktivasi virus yang laten. Pada tahun 1952, Weller dan Stoddard melakukan penelitian secara invitro, mereka menemukan varicella dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama. 1 EPIDEMIOLOGI Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan16

biasanya jarang mengenai anak-anak. Insiden herpes zoster berdasarkan usia yaitu sejak lahir 9 tahun : 0,74 / 1000 ; usia 10 19 tahun :1,38 / 1000 ; usia 20 29 tahun : 2,58 / 1000. Di Amerika, herpes zoster jarang terjadi pada anak-anak, dimana lebih dari 66 % mengenai usia lebih dari 50 tahun, kurang dari 10% mengenai usia dibawah 20 tahun dan 25% mengenai usia kurang dari 15 tahun. Walaupun herpes zoster merupakan penyakit yang sering dijumpai pada orang dewasa, namun herpes zoster dapat juga terjadi pada bayi yang baru lahir apabila ibunya menderita herpes zoster pada masa kehamilan. Dari hasil penelitian, ditemukan sekitar 3% herpes zoster pada anak, biasanya ditemukan pada anak - anak yang imunokompromis dan menderita penyakit keganasan. 4,5,7 PATOGENESIS Masa inkubasi varicella 10 - 21 hari pada anak imunokompeten (rata - rata 14 - 17 hari) dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu kurang dari 14 hari. VZV masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dari sekresi pernafasan (droplet infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet infection dapat terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi dikulit. VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan bagian atas, orofaring ataupun conjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2 - 4 yang berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan terjadinya viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4 - 6 setelah infeksi pertama). Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan limpa, yang mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke 14-16, yang mengakibatkan timbulnya lesi dikulit yang khas. 1-3,6,8 Seorang anak yang menderita varicella akan dapat menularkan kepada yang lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit.1-3 Pada herpes zoster, patogenesisnya belum seluruhnya diketahui. Selama terjadinya varicella, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung syaraf sensoris dan ditransportasikan secara centripetal melalui serabut syaraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi virus. Reaktivasi virus tersebut dapat diakibatkan oleh keadaan yang17

menurunkan imunitas seluler seperti pada penderita karsinoma, penderita yang mendapat pengobatan immunosuppressive termasuk kortikosteroid dan pada orang penerima organ transplantasi. Pada saat terjadi reaktivasi, virus akan kembali bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi radang dan merusak ganglion sensoris. Kemudian virus akan menyebar ke sumsum tulang serta batang otak dan melalui syaraf sensoris akan sampai kekulit dan kemudian akan timbul gejala klinis. 4,5,7,8 GAMBARAN KLINIS Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa biasanya didahului dengan gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual dan anoreksia, yang terjadi 1 - 2 hari sebelum timbulnya lesi dikulit sedangkan pada anak kecil (usia lebih muda) yang imunokompeten, gejala prodormal jarang dijumpai hanya demam dan malaise ringan dan timbul bersamaan dengan munculnya lesi dikulit. 1,3 Lesi pada varicella, diawali pada daerah wajah dan scalp, kemudian meluas ke dada (penyebaran secara centripetal) dan kemudian dapat meluas ke ekstremitas. Lesi juga dapat dijumpai pada mukosa mulut dan genital. Lesi pada varicella biasanya sangat gatal dan mempunyai gambaran yang khas yaitu terdapatnya semua stadium lesi secara bersamaan pada satu saat. 1,2,8 Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah wajah dan dada, dan kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12 - 14 jam menjadi papul dan kemudian berkembang menjadi vesikel yang mengandung cairan yang jernih dengan dasar eritematosa. Vesikel yang terbentuk dengan dasar yang eritematous mempunyai gambaran klasik yaitu letaknya superfisial dan mempunyai dinding yang tipis sehingga terlihat seperti kumpulan tetesan air diatas kulit (tear drop), berdiameter 2-3 mm, berbentuk elips, dengan aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit atau tampak vesikel seperti titik- titik embun diatas daun bunga mawar (dew drop on a rose petal). Cairan vesikel cepat menjadi keruh disebabkan masuknya sel radang sehingga pada hari ke 2 akan berubah menjadi pustula. Lesi kemudian akan mengering yang diawali pada bagian tengah sehingga terbentuk umbilikasi (delle) dan akhirnya akan menjadi krusta dalam waktu yang bervariasi antara 2-12 hari, kemudian krusta ini akan lepas dalam waktu 1 - 3 minggu. Pada fase penyembuhan varicella jarang terbentuk parut (scar), apabila tidak disertai dengan infeksi sekunder bakterial. 1-3,8,9 Varicella yang terjadi pada masa kehamilan, dapat menyebabkan terjadinya varicella intrauterine ataupun varicella neonatal. Varicella intrauterine, terjadi pada 20 minggu pertama kehamilan, yang dapat menimbulkan kelainan kongenital seperti ke dua lengan dan tungkai18

mengalami atropi, kelainan neurologik maupun ocular dan mental retardation. Sedangkan varicella neonatal terjadi apabila seorang ibu mendapat varicella (varicella maternal) kurang dari 5 hari sebelum atau 2 hari sesudah melahirkan. Bayi akan terpapar dengan viremia sekunder dari ibunya yang didapat dengan cara transplasental tetapi bayi tersebut belum mendapat perlindungan antibodi disebabkan tidak cukupnya waktu untuk terbentuknya antibodi pada tubuh si ibu yang disebut transplasental antibodi. Sebelum penggunaan varicella zoster immunoglobulin (VZIG), angka kematian varicella neonatal sekitar 30%, hal ini disebabkan terjadinya pneumonia yang berat dan hepatitis yang fulminan. Tetapi jika si ibu mendapat varicella dalam waktu 5 hari atau lebih sebelum melahirkan, maka si ibu mempunyai waktu yang cukup untuk membentuk dan mengedarkan antibodi yang terbentuk (transplasental antibodi) sehingga neonatus jarang menderita varicella yang berat. 8,9,10 Herpes zoster pada anak-anak jarang didahului gejala prodormal. Gejala prodormal yang dapat dijumpai yaitu nyeri radikuler, parestesia, malese, nyeri kepala dan demam, biasanya terjadi 1-3 minggu sebelum timbul ruam dikulit. 4,5 Lesi kulit yang khas dari herpes zoster yaitu lokalisasinya biasanya unilateral dan jarang melewatii garis tengah tubuh. Lokasi yang sering dijumpai yaitu pada dermatom T3 hingga L2 dan nervus ke V dan VII. 4,5,7 Lesi awal berupa makula dan papula yang eritematous, kemudian dalam waktu 12 - 24 jam akan berkembang menjadi vesikel dan akan berlanjut menjadi pustula pada hari ke 3 - 4 dan akhirnya pada hari ke 7 - 10 akan terbentuk krusta dan dapat sembuh tanpa parut, kecuali terjadi infeksi sekunder bakterial. Pada pasien imunokompromais dapat terjadi herpes zoster desiminata dan dapat mengenai alat visceral seperti paru, hati, otak dan disseminated intravascular coagulophaty (DIC) sehingga dapat berakibat fatal. Lesi pada kulitnya biasanya sembuh lebih lama dan dapat mengalami nekrosis, hemoragik dan dapat terbentuk parut. Komplikasi Komplikasi yang dapat dijumpai pada herpes zoster yaitu : 1. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan bakteri. 2. Posherpetic neuralgia (PHN) Insidennya meningkat dengan bertambahnya umur dimana lebih kurang 50 % penderita PHN berusia lebih dari 60 tahun dan PHN biasanya jarang terjadi pada anak-anak. 3. Pada daerah ophthalmic dapat terjadi keratitis, episcleritis, iritis, papillitis dan kerusakan syaraf. 4. Herpes zoster yang desiminata yang dapat mengenai organ tubuh seperti otak, paru dan19

organ lain dan dapat berakibat fatal. 5. Meningoencephalitis. 6. Motor paresis. 7.Terbentuk scar. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa test yaitu : 1.Tes Tzanck 2. Directfluorescentassay(DFA) Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif. Hasil pemeriksaan cepat. Membutuhkan mikroskop fluorescence. Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus. 3.Polymerase chain reaction (PCR) Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif. Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai preparat, dan CSF. Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%. Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster. Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsas, Wrights, toluidine blue ataupun Papanicolaous. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant cells. Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%. Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes simpleks virus. 4. Biopsikulit Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic infiltrate. PENATALAKSANAAN Varicella dan Herpes zoster Pada anak imunokompeten, biasanya tidak diperlukan pengobatan yang spesifik dan pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis yaitu :a. Lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak agar tidak mudah pecah.

b. Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan salap antibiotik20

untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. c. Dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh golongan salisilat (aspirin) untuk menghindari terjadinya terjadi sindroma Reye. d. Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder akibat garukan. Obat antivirus Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu penyembuhan akan lebih singkat.Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48 - 72 jam setelah erupsi dikulit muncul. Golongan antivirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir dan famasiklovir. Dosis anti virus (oral) untuk pengobatan varicella dan herpes zoster : Neonatus : Asiklovir 500 mg / m2 IV setiap 8 jam selama 10 hari. Anak (2-12tahun): Asiklovir4x20mg/kgBB/hari/oral selama 5 hari. Pubertas dan dewasa : Asiklovir 5 x 800 mg / hari / oral selama 7 hari. Valasiklovir 3 x 1 gr / hari / oral selama 7 hari. Famasiklovir 3 x 500 mg / hari / oral selama 7 hari Herpes zoster hanya dapat dicegah jika pasien tidak pernah memiliki cacar air, atau jika pasien memiliki kekebalan sangat baik terhadap virus cacar air. Pencegahan yang lebih aktif adalah dengan imunisasi cacar air. Tips perawatan1. Nyeri awal dapat berkurang dengan mengompres bagian badan yang terkena dengan es

batu (yang dibungkus dalam kain atau plastik). 2. Tetaplah mandi seperti biasa, karena bakteri di kulit dapat menginfeksi kulit yang sedang terkena cacar air. 3. Hindari pecahnya gelembung cacar air agar tidak meninggalkan parut permanen dengan: a. Tidak menggosoknya dengan handuk terlalu keras setelah mandi.21

b. Memberikan bedak talk yang mengandung menthol atau salisil pada lepuhan untuk mengurangi gatal. c. Menutup lepuhan dengan kain kasa yang lembut. d. Memakai pakaian katun yang longgar untuk mengurangi gesekan dengan kulit yang terkena. 4. Cuci tangan Anda dengan sabun dan air jika Anda telah menyentuh lepuhan kulit. Hindari bersentuhan dengan bayi dan anak-anak yang belum menderita cacar air, wanita hamil, orang yang sakit serius, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.5. Konsumsi buah- buahan yang mengandung vitamin C seperti jambu biji, sirsak, pepaya

dan tomat merah meningkatkan kekebalan tubuh dan kelembaban kulit yang mempercepat penyembuhan.

22

BAB V KesimpulanPada kasus yang kami dapat, kami menyatakan bahwa pasien ini didiagnosis terinfeksi Varicella Zoster virus lanjut yaitu Herpes Zoster. Karena dari kasus kita dapatkan bahawa pasien ini berumur 56 tahun dengan kondisi daya tahan tubuh yang berkurang akibat kerja sekaligus mengurus anak-anaknya di rumah sendirian. Lalu salah satu anaknya ada yang sedang sakit Varicella Zoster dan salah satu lagi baru sembuh dari penyakit yang sama. Dan di temukannya vesikel yang berada di sepanjang serabut saraf pada dada, punggung, pipi, dan dahi yang berkelompok. Pada kasus dengan diagnosis Herpes Zoster kita berikan terapi topical dengan bedak salicyl agar vesikel tidak pecah dan drug of choice dari obat sistemik nya yaitu acyclovir yang dapat mengintervensi sintesis virus dan replikasinya meski tidak menyembuhkan infeksi herpes namun dapat menurunkan keparahan penyakit dan nyeri Prognosis akan menjadi baik bila pasien tersebut mengikuti pengobatan secara disiplin dan menjaga hygiene serta di usahakan untuk pengobatan anak nya agar tidak tertular kembali.

Daftar Pustaka23

1.

Junqueira LC, Carneiro J. Kulit. In : Dany F, Editor. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2007.p.134-43

2. Carter MA. Anatomi dan Fisiologi kulit. In: Price SA, Wilson LM, Editors.

Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.p.1416-20;13653. Susunan kulit manusia. Available at: http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-

kedokteran/susunan-kulit-manusia/. Accessed on: November 15th, 20114. 4. Djuanda, Adhi. Penyakit virus. In : Mochtar H, Editor. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin.6th ed. Jakarta FKUI. 2010.p.129-47 5. Hurwitz S. Herpes zoster. In : Clinical Pediatric Dermatology A Texbook of skin Disease of Childhood and Adolescence, 2 nd edition, Philadelphia ; W.B. Saunders Company, 1993 : 324 - 27. 6. FriedenIJ,PenneyNS.Varicella-ZosterInfection.In:SchchnerLA, Hansen R C editor. Pediatric Dermatology, second edition, vol 2, Churchill Livingstone, NewYork, 1995 : 1272 - 75. 7. Oxman N M, Alani R. Varicella and herpes zoster. In : Fitzpatrick T B, Eisen A Z editor. Dermatology In General Medicine, 4 th edition, vol 2, McGraw - Hill, Inc, 1993 : 2543 - 67. 8. Odom R B. Varicella. In : Andrews Diseases of the skin. 9 th edition, W.B. Saunders Company, 2000 : 482 - 85. 9. Harper J. Herpes zoster. In : Textbook of Pediatric Dermatology, volume 1, Blackwell Science, 2000 : 339 - 40.

24