Download docx - makalah jadi

Transcript
Page 1: makalah jadi

BAB I

PEDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikroorganisme ada yang dapat mendatangkan keuntungan dan

mendatangkan kerugian. Mikroba dapat bersifat menguntungkan (mikroba

apatogen) misalnya menghasilkan produk-produk makanan khusus, imunisasi,

vaksin, dan berperan dalam proses pembuatan makanan dalam industri. Namun,

mikroba juga dapat membusukkan protein, memfermentasikan karbohidrat, dan

menjadikan lemak atau minyak berbau tengik. Keberadaan mikrobe pada

makanan ada yang berbahaya atau dapat disebut sebagai mikroba patogen bagi

manusia, beberapa mikrobe mengakibatkan kerusakan pangan, menimbulkan

penyakit, dan menghasilkan racun.

Secara faktual, bahan pangan merupakan medium petumbuhan yang baik

bagi berbagai jenis mikroba. Sering dijumpai dalam dunia industri makanan yang

dikemas dalam bentuk kalengan adanya kerusakan pangan yang ditimbulkan oleh

beberapa mikroba patogen yang dapat menghasilkan racun yaitu Clostridium

botulinum.

Dalam metabolisme bakteri Clostridium botulinum mengeluarkan senyawa

yang berbahaya bagi manusia. senyawa ini dikenal dengan istilah botulin dimana

akan menyebabkan penyakit botulisme jika tubuh manusia terkontaminasi oleh

toksin tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa hubungan antara bakteri Clostridium botulinum terhadap penyakit

botulisme?

2. Apa hubungan botulisme dengan makanan?

3. Mengapa manusia bisa terkena penyakit botulisme?

4. Bagaimana gejala-gejala manusia yang terkena botulisme?

5. Bagaimana pengobatan botulisme?

1

Page 2: makalah jadi

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui hubungan antara bakteri Clostridium botulinum

terhadap penyakit botulisme.

2. Untuk mengetahui hubungan botulisme dengan makanan.

3. Untuk mengatahui penyebab manusia hingga terkena penyakit

botulisme.

4. Untuk mengetahui gejal-gejala terkena penyakit botulisme.

5. Untuk mengetahui pengotbatan penyakit botulisme.

2

Page 3: makalah jadi

BAB II

ISI

2.1 Clostridium botulinum

Salah satu genus bakteri gram positif adalah Clostridium. Genus ini

membentuk spora batang yang terdistribusikan secara luas di alam. Lebih dari 120

spesies tergolong dalam Clostridium yang sangat bervariasi dalam habitatnya.

Anggota saprobik berada di dalam tanah, limbah, vegetasi, dan puing-puing

organik, dan mendiami tubuh manusia dan hewan lainnya. Infeksi yang

disebabkan oleh spesies patogen biasanya tidak menular, tetapi terjadi ketika

spora yang diperkenalkan ke kulit yang terluka (Kathleen Park Talaro, 2005).

Sel clostridia menghasilkan spora berbentuk oval atau bola yang sering

membengkak sel vegetasi. Dalam kondisi anaerobik, spora botulinum dapat

berkecambah pada bahan makanan awetan dan menghasilkan toksin. Persyaratan

gizi mereka sangat kompleks, dan mereka dapat menguraikan substrat yang

bervariasi. Clostridial juga dapat mensintesis asam organik, alkohol, dan pelarut

lain melalui fermentasi. Kapasitas ini membuat beberapa spesies clostridial

digunakan sebagai alat-alat penting dalam industri bioteknologi. Produk

ekstraseluler lainnya, terutama eksotoksin, memainkan peran penting dalam

berbagai penyakit clostridial seperti botulisme dan tetanus (Kathleen Park Talaro,

2005).

Clostridium botulinum termasuk anggota bakteri gram positif yang hidup

secara anaerobik, mempunyai spora yang tahan panas, serta menimbulkan rasa

bau pada makanan yang terkontaminasi (Maria D. Yunita). Clostridium botulinum

umum terdapat pada makanan kalengan dengan pH lebih dari 4,6. Kerusakan

makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis makanan dan jenis mikroba yang terdapat

didalamnya. Clostridium botulinum dapat menghasilkan molekul protein dengan

daya keracunan yang sangat kuat yang dikenal dengan botulin. Bakteri ini

menghasilkan toksin yang dapat menyerang saraf. Karena toksin ini menyerang

saraf maka disebut neurotoksin (Wiwit, 2008).

3

Page 4: makalah jadi

Gambar 2.1 Clostridium botulinum

2.2 Botulisme

Botulisme pertama kali tercatat pada tahun 1735 ketika penyakit ini

dikaitkan dengan sosis Jerman. Pada tahun 1870, Muller, seorang dokter Jerman

menamai penyakit ini botulisme, istilah dari kata Latin untuk sosis. Bakteri

Clostridium botulinum pertama kali diisolasi pada tahun 1895 dan neurotoksin

yang diproduksi bakteri ini diisolasi pada tahun 1944 oleh Dr Edward Schantz.

Botulisme adalah penyakit langka, dimana WHO menerima laporan bahwa

penyakit ini bersifat sporadis. Muncul kekhwatiran tentang botulisme bahwa

diduga ada orang tertentu yang sengaja menyebarkan racun penyebab botulisme,

namun dugaan tersebut belum dapat dibuktikan.

Di Amerika Serikat, penyakit ini sering dikaitkan dengan sayuran tingkat

asam yang rendah (kacang hijau, jagung), buah-buahan, dan kadang-kadang

daging, ikan, dan produk susu. Kebanyakan wabah botulisme terjadi pada rumah

makanan-olahan, termasuk sayuran kaleng, daging asap, dan keju (Kathleen Park

Talaro, 2005). Makanan kaleng menjadi faktor tertinggi penyebab botulisme.

Dilaporkan sekitar 110 kasus terjadi tiap tahunnya. Dan sekitar 25%-nya

foodborne botulisme, 72% infant botulisme dan sisanya adalah wound (luka)

botulisme. Foodborne (makanan) botulisme biasanya karena mengkonsumsi

4

Page 5: makalah jadi

makanan kaleng. Wound (luka) botulisme meningkat karena penggunaan heroin

terutama di California.

Faktor-faktor dalam pengolahan makanan yang menyebabkan botulisme

tergantung pada beberapa keadaan. Makanan terkontaminasi toksin botulinum

dapat dihancurkan dengan pemanasan suhu 1000C selama 10 menit (Kathleen

Park Talaro, 2005). Karena itu botulisme sangat jarang sekali dijumpai di

lingkungan atau masyarakat yang mempunyai kebiasaan memasak atau merebus

sampai matang (Sidharta P, 1999 dalam Maria D. Yunita).

Botulisme merupakan penyakit yang menyebabkan kekakuan otot yang

terkadang bersifat fatal. Botulisme penyebab umum kematian pada ternak yang

merumput pada makanan yang terkontaminasi botulinum dan burung air yang

telah dimakan vegetasi membusuk.

Botulisme disebabkan oleh mengkonsumsi makanan terkontaminasi racun

botulin yang diproduksi oleh bakteri Clostridium botulinum, dimana bakteri ini

sering ditemukan dalam tanah atau air, sesekali pada saluran usus dan mungkin

tumbuh dalam makanan (makanan kaleng, tempat vakum, dan lain-lain) jika

lingkungannya anaerobik. Toksin yang dihasilkan oleh bakteri ini adalah salah

satu racun paling kuat dan jumlah sekecil 1 mikrogram dapat mematikan bagi

manusia.

Menurut (Geo F. Brooks., Janet S. Butel., Stephen A. Morse, 2005), ada

pelipatgandaan tipe serilogi toksin yang nyata. Tipe A, B, dan E yang sering

berhubungan dengan penyakit manusia. Toksin tersebut sama dengan toksin

tetanus, dengan protein BM 150.000 dan dipecah menjadi protein BM 100.000

dan 50.000 yang dihubungkan dengan ikatan disulfida. Toksin botulinum diserap

oleh usus dan ikatan pada reseptor membran prasinaptik neuron motor sistem

saraf perifer dan saraf kranial. Proteolisis dari target protein pada rantai ringan

toksin botulinum, akan menghambat neuron melepas acetylcholine pada sinaps,

mengakibatkan kondisi kontraksi otot dan paralisis. Toksin botulinum tipe A dan

E memecah BM 25.000 protein gabungan sinaptosomal (SNAP25). Toksin tipe B

memecah vesikel sinaptobrevin yang berhubungan dengan membran protein

5

Page 6: makalah jadi

(VAMP). Walaupun tipe A dan B sangat terkait dengan luka yang terinfeksi dan

botulisme, sebagian besar penyakit bukanlah suatu infeksi. Ditambahkan oleh

Kathleen Park Talaro (2005), penyakit Manusia ussually terkait dengan tipe A, B,

E, dan F, dan penyakit hewan dengan tipe A, B, C, D, dan E.

Toksin bekerja dengan menghambat pelepasan asetilkolin pada sinaps dan

hubungan saraf-otot, mengakibatkan paralisis flaksid (flaccid paralysis).

Elektromiogram dan hasil tes kekuatan edrofonium (tensilon) menunjukkan sifat

yang khas (Geo F. Brooks., Janet S. Butel., Stephen A. Morse, 2005).

2.3 Jenis Botulisme

Botulisme yang menyerang melalui dalam tiga bentuk, yakni botulisme

luka, dan botulisme bayi. Pada botulisme luka, spora yang memasuki luka atau

tusukan sebanyak tetanus (tetapi gejala yang mirip dengan orang-orang dari

botulisme yang bertalian dengan makanan). Peningkatan kasus botulisme luka

yang dilaporkan diakibatkan oleh penyalahguna Napza suntik. Tingkat infeksi

tertinggi pada orang yang menyuntikkan hitam tar heroin ke dalam kulit (Kathleen

Park Talaro, 2005).

Gambar 2.2 Luka yang Terjangkit Botulinum

Botulisme pada bayi pertama kali dijelaskan pada akhir tahun 1970 pada

anak-anak antara usia dua minggu dan enam bulan yang tertelan spora. Di saat ini

jenis yang paling umum dari botulisme di Amerika Serikat, dengan sekitar 80

hingga 100 kasus yang dilaporkan setiap tahunnya. Sumber makanan yang tepat

6

Page 7: makalah jadi

tidak selalu diketahui, meskipun madu mentah telah terlibat dalam beberapa

kasus, dan spora yang umum dalam debu dan tanah. Rupanya keadaan yang

belum matang dari usus neonatal dan flora mikroba seakan memberi izin kepada

spora untuk mendapatkan tempat, berkecambah, dan melepaskan neurotoksin.

Seperti pada orang dewasa, bayi terkontaminasi botilinum, biasanya dengan

respon mengisap lemah, kehilangan atau sulit berbicara, dan komplikasi

pernapasan. Meskipun orang dewasa juga bisa menelan spora botulinum dalam

terkontaminasi sayuran dan makanan lain, usus orang dewasa biasanya mampu

menghambat infeksi (Kathleen Park Talaro, 2005).

Gambar 2.3 Manusia Terjangkit Botulisme

Gambar di atas diambil dari seorang anak berusia 14 tahun yang terjangkit

botulisme. Otot mata pria ini kaku atau dikenal dengan ophtalmoplegia. Kelopak

matanya sulit terbuka (ptosis) dan pupil yang tidak mampu bergerak. Namun pria

ini sepenuhnya sadar.

Penyakit ini tidak menular antar manusia ketika kulit bersentuhan.

"Botulisme bayi" adalah jenis botulisme lain ketika spora Clostridium botulinum

masuk ke saluran pencernaan bayi dan mengkolonisasi usus sebelum bakteri

simbion berkembang di dalam. Jenis lain yaitu "Botulisme luka" adalah ketika

7

Page 8: makalah jadi

spora bakteri Clostridium botulinum menginfeksi luka yang terbuka dan

melepaskan toksin.

2.4 Gejala dan Gambaran Klinis

Pengaruh botulin adalah untuk mencegah pelepasan substansi

neurotransmitter, asetilkoline, yang memulai sinyal untuk kontraksi otot. Waktu

yang biasa sebelum timbulnya gejala adalah 12 sampai 72 jam, tergantung pada

ukuran dosis. Gejala neuromuskular pertama mempengaruhi otot-otot kepala dan

termasuk penglihatan ganda, kesulitan menelan, dan pusing, tetapi tidak ada

sensorik dari selang mental. Meskipun mual dan muntah dapat terjadi pada tahap

awal, mereka tidak umum. Kemudian gejala yang turun kelumpuhan otot dan

gangguan pernapasan (Kathleen Park Talaro, 2005).

Gejala-gejala setelah makan makanan yang beracun, dengan gangguan

penglihatan (inkordinasi otot-otot mata, penglihatan ganda), ketidakmampuan

menelan dan kesulitan bicara; tanda-tanda paralisis bulber (bulber paralysis)

berjalan progresif dan kematian terjadi karena paralisis pernafasan atau

berhentinya jantung. Gejala gastrointestinal biasanya tidak menonjol. Tidak ada

demam. Penderita tetap sadar sepenuhnya sampai menjelang mati. Angka

kematian tinggi penderita yang sembuh tidak membentuk antitoksin dalam darah

(Geo F. Brooks., Janet S. Butel., Stephen A. Morse, 2005).

Di Amerika Serikat botulisme pada bayi lazim atau lebih lazim ditemui

daripada bentuk klasik botulisme paralitik yang berkaitan dengan memakan

makanan yang terkontaminasi toksin. Bayi-bayi pada bulan-bulan pertama

hidupnya menjadi tidak mau makan, lemah, dan adanya tanda-tanda paralisis

(floppy baby). Botulisme bayi mungkin merupakan satu dari sekian penyebab

kematian akibat sindrom kematian bayi yang tiba-tiba. Clostridium botulinum dan

toksin botulinum ditemukan di tinja tetapi tidak dalam serum. Disimpulkan bahwa

spora Clostridium botulinum berada dalam makanan bayi, dapat mengakibatkan

produksi toksin dalam usus. Diduga, madu merupakan media pembawa spora.

Sebagian besar bayi sembuh hanya dengan terapi suportif (Geo F. Brooks., Janet

S. Butel., Stephen A. Morse, 2005).

8

Page 9: makalah jadi

Toksin sering dapat ditemukan dalam serum penderita dan toksin dapat

ditemukan pada makanan yang tersisa. Mencit yang disuntik dengan

intraperitoneal akan mati dengan segera. Tipe antigenik toksin diidentifikasi

dengan cara menetralisasi dengan antitoksin spesifik pada mencit. Clostridium

botulinum dan toksin dapat ditemukan dalam isi usus tetapi tidak terdapat dalam

serum. Toksin dapat diperlihatkan dengan hemaglutinasi pasif atau

radioimunoassai (Geo F. Brooks., Janet S. Butel., Stephen A. Morse, 2005).

2.5 Pengobatan

Antitoksin terhadap tiga tipe toksin botulinum telah dibuat pada hewan.

Karena tipe penyebab pada kasus tertentu biasanya tidak diketahui, antitoksin

trivalen (A, B, E) harus diberikan secara intravena sedini mungkin dengan hati-

hati. Bila perlu, dipergunakan mesin untuk pernapasan buatan. Tindakan-tindakan

ini mengurangi angka kematian dari 65% menjadi di bawah 25% (Geo F. Brooks.,

Janet S. Butel., Stephen A. Morse, 2005).

Pada tahun 2002, hampir 2 juta orang membayar uang banyak, baik untuk

memiliki salah satu yang paling racun di bumi disuntikkan ke wajah mereka.

Toksin tersebut, tentu saja, adalah Botox, singkatan dari toksin botulisme, dan

cerita tentang bagaimana suntikan ini datang untuk menjadi prosedur kosmetik

yang paling populer di Amerika Serikat (Kathleen Park Talaro, 2005).

Telah lama diketahui bahwa kematian dari infeksi Clostridium botulinum

dikarenakan kelumpuhan otot-otot pernapasan. Bahkan, diketahui bahwa botulin

(botulinum toksin) menyebabkan kematian dengan mengganggu pelepasan

asetilkoline, neurotransmitter menyebabkan kontraksi otot rangka (Kathleen Park

Talaro, 2005).

9

Page 10: makalah jadi

Gambar 2.4 Botox

Pada tahun 1989 Botox pertama kali disetujui untuk mengobati cross-mata

dan berkedip tak terkendali, dua kondisi yang dihasilkan dari kontrak yang tidak

pantas otot aroud mata. Sukses dalam arena pertama ini menyebabkan Botox

pengobatan untuk berbagai gangguan neurologis yang menyebabkan kontraksi

menyakitkan leher dan otot bahu. Sebuah penggunaan yang lebih luas dari Botox

terjadi dalam apa yang disebut “off-label”, karena dokter menemukan bahwa

menyuntikkan otot-otot wajah dengan racun kontraksi menghambat otot-otot ini,

dan kerutan pada kulit di atasnya. Uji klinis telah menunjukkan hasil ini menjadi

meluas dan direproduksi, tetapi mekanisme yang tepat dimana Botox bekerja

untuk mencegah sakit kepala masih belum diketahui (Kathleen Park Talaro,

2005).

Masalah yang paling umum yang timbul dari perawatan Botox adalah

kelumpuhan otot-otot wajah berlebihan akibat suntikan tepat sasaran. Tergantung

pada tempat suntikan, hasil seperti kelopak mata, kelumpuhan wajah, bicara cadel

dan air liur yang mungkin. Bahkan jika pengobatan bekerja sempurna, kerut

wajah bebas adalah hasil dari kelumpuhan otot, yang berarti bahwa alis pasien

umumnya tidak bisa bergerak (Kathleen Park Talaro, 2005).

10

Page 11: makalah jadi

Gambar 2.5 Pasien yang Menggunakan Botox

Terakhir, Botox bukanlah solusi permanen; sebagai efek dari memakai

racun dari, keriput (atau sakit kepala, sebagai kasus mungkin). Setiap empat

sampai enam bulan, pengobatan harus diulang. Fakta terakhir ini telah menjadi

anugerah bagi dokter, karena dua alasan (Kathleen Park Talaro, 2005).

11

Page 12: makalah jadi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Botulisme adalah penyakit yang disebabkan oleh toksin botulinum dimana

toksin ini dihasilkan oleh bakteri Clostridium botulinum. Toksin ini akan

menyerang saraf hingga menghambat pelepasan asetilkolin dan menyebabkan

otot-otot tidak bisa berkontraksi.

Toksin botulinum suka tumbuh di makanan kalengan yang dikemas dalam

keadaan anerobik. Selain makanan kalengan, botulinum juga sering “mengotori

sayuran serta madu mentah. Pemanasan pada suhu 1000C selama 20 menit bisa

membunuh spora botulinum yang ada pada makanan kaleng.

Dikenal beberapa tipe botulin yakni tipe A, B, dan E sering berhubungan

dengan penyakit manusia. Sudah ditemukan antitoksin untuk tipe A, B, dan E,

namun penggunaannya belum maksimal karena tipe penyebab pada kasus tertentu

biasanya tidak diketahui. Pada kasus tertentu, botulisme mampu diatasi

menngunakan Botox, namun obat ini bukanlah permanen.

12

Page 13: makalah jadi

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi Pertama, Terjemahan. Jakarta: Salemba Medika hlm 292-293

Talaro, Kathleen P. 2005. Foundation in Microbiology, Fifth Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. hlm: 580-586

Wiwit, Neneng. 2008. Seputar Makanan Kaleng http://ne2nkwi2t.wordpress.com/2008/02/21/52/.

Yunita, Maria D. Botulisme. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

http://www.en.wikipdia.org/wiki/botulism

13