Transcript
Page 1: linguistik historis komparatif

8

BAB 2

LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF

Linguistik Historis Komparatif (Historical Comparative Linguistics)

merupakan cabang linguistik yang mempersoalkan bahasa-bahasa sekerabat

secara diakronis. Cabang linguistik ini membandingkan secara cermat bahasa-

bahasa sekerabat dengan tujuan memperoleh kaidah-kaidah perubahan yang

terjadi dalam bahasa yang diperbandingkan.

Perbandingan antara dua bahasa atau lebih, dapat dikatakan sama usianya

dengan timbulnya ilmu bahasa itu sendiri. Hal ini tidak dapat dihindari sebab

perkenalan dengan suatu bahasa atau lebih, selalu menarik perhatian orang untuk

mengetahui sejauh mana terdapat kesamaan antara bermacam-macam aspek dari

bahasa-bahasa tersebut.

Adapun linguistik komparatif atau linguistik bandingan menurut Keraf

(1990 : 2) merupakan suatu cabang dari ilmu bahasa (linguistik) yang berusaha

untuk meletakkan dasar-dasar pengertian tentang perkembangan dan kekerabatan

antara bahasa-bahasa di dunia dan mencoba menemukan unsur-unsur pengaruh

timbal balik antara bahasa-bahasa yang pernah mengadakan kontak dalam sejarah.

Cabang ilmu bahasa ini, yang mula-mula memperoleh dasarnya dari perbandingan

bahasa yang berada pada satu zaman (sinkronik), kemudian berkembang lebih

jauh dengan mencoba menemukan unsur-unsur yang lebih tua dalam kehidupan

sebuah bangsa atau lebih.

Page 2: linguistik historis komparatif

9

Linguistik historis komparatif membandingkan dua bahasa atau lebih pada

periode yang berbeda. Dengan linguistik historis komparatif, orang dapat

menentukan kekeluargaan dan dapat menemukan bahasa induk, bahasa yang

dipergunakan (Pateda, 1994 : 48).

Menurut Saussure (dalam Parera, 1991 : 69), linguis sinkronis

memformulasikan gejala-gejala bahasa berdsarkan ujaran-ujaran secara

horizontal. Studi bahasa secara sinkronis adalah satu studi bahasa yang bersifat

sezaman. Fakta dan data bahasa adalah rekaman ujaran para penutur. Berdasarkan

rekaman faktual itu dilakukanlah analisis bahasa pada masing-masing tataran

analisis. Berbeda dengan studi bahasa secara diakronis. Studi linguistik ini

mempersoalkan fase-fase perkembangan atau evolusi bahasa dari zaman ke

zaman, dari satu waktu ke waktu yang lain. Studi bahasa ini bersifat vertikal.

Linguistik historis disebut juga linguistik diakronik, yaitu cabang linguistik

yang mempelajari perkembangan sejarah bahasa tertentu. Kata sejarah

mengandung pengertian telaah (dari) masa silam tertentu hingga kini. Studi

diakronik mesti berdasarkan pada paling tidak dua tahapan perkembangan bahasa.

Batas perkembangan dalam perkembangan bahasa tentunya tidak mutlak,

tergantung dari sudut apa kita melihatnya. Kata perkembangan berarti adanya

perubahan baik kualitas maupun kuantitas. Perubahan ini dapat dibagi menjadi

dua, internal history, yaitu perkembangan (perubahan-perubahan) di dalam,

misalnya perubahan bunyi, struktur kalimat kosa kata, dan sebagainya, dan

external history, yaitu latar belakang perubahan-perubahan di atas; jadi sifatnya

Administrator
Typewriter
Administrator
Typewriter
Administrator
Typewriter
Administrator
Typewriter
Administrator
Typewriter
Page 3: linguistik historis komparatif

10

non-linguistik, misalnya faktor-faktor politik, sosial budaya, geografis, dan

sebagainya (Alwasilah, 1993 : 93).

Dilanjutkan oleh Alwasilah (1993 : 95), linguistik komparatif mengacu pada

dua pengertian yaitu studi perbandingan antara bahasa-bahasa serumpun dan

perkembangan-perkembangan sejarah satu bahasa. Di sini perlu dijelaskan bahwa

linguistik komparatif tidak selalu berdimensi diakronik, yaitu dimensi sejarahnya.

Studi komparatif bisa juga dalam skala sinkronik, umpamanya antara dua dialek.

Pada umumnya orang-orang lebih mengenal linguistik komparatif ini sebagai

yang berdimensi sejarah saja, terutama perbandingan perkembangan bahasa-

bahasa yang serumpun.

Penelitian ini lebih difokuskan pada analisis sinkronis karena data

kebahasaan yang diambil merupakan data bahasa pada satu masa. Meskipun

linguistik historis komparatif lebih memprioritaskan pada analisis diakronis,

namun data kebahasaan analisis sinkronis tetap diperlukan untuk

memperbandingkan kedua bahasa yang masih berkembang sampai saat ini. Dan

khususnya penelitian ini merupakan suatu analisis sinkronis karena data

kebahasaan yang diambil merupakan bahasa yang masih digunakan oleh

penuturnya di masa sekarang. Adapun analisis diakronis pada penelitian ini

ditujukan untuk mengetahui bahasa Serawai dan bahasa Kaur yang merupakan

turunan dari keluarga bahasa mana.

Linguistik sinkronis dan diakronis merupakan istilah yang berasal dari

Saussure. Kata diakronis (dari bahasa Yunani dia ‘melalui’ dan khronos ‘waktu’,

‘masa’) dan kata sinkronis (dari bahasa Yunani syn ‘dengan’, dan khronos

Page 4: linguistik historis komparatif

11

‘waktu’, ‘masa’). Linguistik diakronis ialah subdisiplin ilmu linguistik yang

menyelidiki perkembangan suatu bahasa dari masa ke masa. Dapatlah dikatakan

bahwa studi ini bersifat vertikal. Linguistik sinkronis mempelajari bahasa tanpa

mempersoalkan urutan waktu. Perhatian ditujukan pada bahasa sezaman yang

diujarkan oleh pembicara, jadi dapat dikatakan bersifat horizontal (Pateda, 1994 :

34).

Linguistik diakronis adalah penyelidikan tentang perkembangan suatu

bahasa. Misalnya bahasa Indonesia sekarang berlainan dari bahasa Melayu Klasik,

dan berlainan pula dari bahasa Melayu Kuno yang tertulis pada prasasti-prasasti

Kedukan Bukit, Talang Tuwo, dan Kota Kapur. Bahasa Melayu Kuno memiliki

awalan mar- yang dalam bahasa Melayu Klasik dan bahasa Indonesia menjadi me-

dan ber-. Perubahan semacam itu terjadi tidak secara kebetulan, melainkan

menurut hukum perkembangan tertentu. Di samping itu perkembangan suatu

bahasa dapat terjadi sedemikian rupa sehingga setelah beberapa abad timbullah

beberapa bahasa yang benar-benar berlainan, karena variasi-variasi dari bahasa itu

(yang lazim disebut dialek) saling menjauhkan diri. Sedangkan linguistik

sinkronis berlainan bidangnya dari linguistik diakronis. Dalam linguistik sinkronis

setiap bahasa dianalisa tanpa memperhatikan perkembangan yang terjadi pada

masa lampau (Verhaar, 1990 : 6-7).

Kajian atas dua bahasa atau lebih ini selalu menarik perhatian ahli bahasa

karena kajian tersebut akhirnya akan menetapkan apakah ada kesamaan-kesamaan

atau tidak dalam bahasa yang diperbandingkan. Kesamaan dan kemiripan yang

dimiliki bahasa-bahasa yang diperbandingkan menyebabkan para ahli bahasa

Page 5: linguistik historis komparatif

12

ingin mengetahui apakah unsur-unsur yang sama dan mirip tersebut merupakan

bukti bahwa zaman dahulu bahasa-bahasa tersebut merupakan bahasa tunggal atau

berasal dari proto yang sama.

Salah satu tujuan dan kepentingan Linguistik Historis Komparatif adalah

melihat kekerabatan bahasa-bahasa dan masa pisah dari bahasa yang

diperbandingkan. Dari bahasa-bahasa yang diperbandingkan tersebut dilihat

apakah memiliki kesamaan dan kemiripan dari segi bentuk dan makna.

Kesamaan dan kemiripan bentuk dan makna bahasa-bahasa tersebut dapat

terjadi karena tiga faktor yaitu karena warisan langsung (inheritance) oleh dua

bahasa atau lebih dari suatu bahasa proto yang sama. Bentuk yang sama tersebut

dinamakan bentuk kerabat (cognate). Yang kedua karena faktor kebetulan (by

chance), dan yang terakhir karena pinjaman (borrowing).

Menurut Robins (dalam Fernandez, 1993/1994 : 1), linguistik historis

komparatif (historical comparative linguistics) termasuk kepada bidang kajian

linguistik murni mempunyai peran yang penting karena cabang linguistik ini

merupakan sebuah subjek yang memberikan sumbangan berharga bagi

pemahaman tentang hakikat kerja bahasa dan perkembangan (perubahan) bahasa-

bahasa di dunia. Sehubungan dengan hal tersebut, tujuan utama dari linguistik

historis komparatif adalah menjelaskan hakikat perubahan bahasa, baik yang

wujudnya berupa penentuan fakta maupun tingkat kekerabatan antarbahasa

serumpun serta melalui upaya rekonstruksi proto bahasa dari sejumlah bahasa

sekerabat. Dalam kajian Linguistik Komparatif, metode komparatif digunakan

untuk mengamati perubahan bahasa yang terjadi dalam perjalanan sejarah bahasa

Page 6: linguistik historis komparatif

13

baik dalam suatu bahasa maupun dalam suatu kelompok atau keluarga (rumpun)

bahasa.

Bahasa-bahasa sekerabat yang strukturnya diteliti dalam bidang linguistik

ini ditinjau berdasarkan dimensi diakronisnya. Dalam kajian tipologi bahasa,

metode komparatif (metode padan) digunakan untuk mengamati persamaan dan

perbedaan tipe bahasa-bahasa di dunia berdasarkan kajian struktur berbagai

tataran kebahasaan secara sinkronis (Fernandez, 1993/1994 : 2-3).

Penelitian Dyen (dalam Parera, 1991 : 134) pada tahun 1965 telah

mengelompokkan 245 (menurut catatan yang lain 250) bahasa-bahasa Austronesia

dengan landasan teori leksikostatistik. Pada penelitian Dyen disebutkan bahwa

bahasa Serawai dan bahasa Kaur merupakan bahasa sekerabat yang termasuk

dalam bahasa-bahasa Indonesia Barat (Hesperonesia) yaitu bentuk antara

Minangkabau dan Melayu (Melayu tengah). Syamsuddin A.R. (1991) melakukan

penelitian Proto Austronesia pada bahasa Bima, Manggarai, dan Sunda dengan

menggunakan kajian historis komparatif dari segi refleksi, korespondensi, masa

pisah, dan pengelompokan.

2.1 Persentase Kekerabatan

Teori leksikostatistik dan glotokronologi mula-mula dikembangkan oleh

Morris Swadesh dan Robert Less pada 1950-an. Tokoh yang mengembangkan

teori tersebut adalah Dyen dan ahli-ahli lainnya. Dalam praktiknya,

leksikostatistik ini dipergunakan untuk menghitung persentase kekerabatan bahasa

dengan membandingkan kosakata dan menentukan tingkat kemiripan yang ada.

Page 7: linguistik historis komparatif

14

Menurut Keraf (1991 : 121) leksikostatistik adalah pengelompokan bahasa

yang cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara

statistik, untuk kemudian berusaha menetapkan pengelompokan itu berdasarkan

prosentase kesamaan dan perbedaan suatu bahasa dengan bahasa lain.

Adapun pengertian leksikostatistik menurut Fernandez (1993/1994 : 47)

adalah teknik yang mampu menentukan peringkat kekerabatan antara dua bahasa

atau lebih dengan membandingkan kosakata dan menentukan peringkat kemiripan

yang ada: suatu teknik untuk melakukan pengelompokan bahasa sekerabat.

Pemisahan antara leksikostatistik dan glotokronologi masih sangat

timpang dan membingungkan. Selain para ahli yang telah memisahkan pengertian

kedua istilah tersebut, ada pula ahli yang menyamakannya. Seperti terlihat pada

pernyataan Pateda (1994 : 52) dalam bukunya Linguistik Sebuah Pengantar. Pada

buku tersebut Pateda mengatakan bahwa leksikostatistik yang sering disebut

glotokronologi adalah ilmu yang mempelajari umur kata sejak mula adanya. Ilmu

ini cukup memusingkan kepala karena mempergunakan rumus-rumus statistik.

Leksikostatistik dapat dimanfaatkan untuk menentukan bahasa induk atau bahasa

proto. Bapak leksikostatistik adalah Isidore Dyen.

Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa

leksikostatistik adalah suatu teknik untuk melakukan pengelompokan bahasa dan

mengetahui persentase kekerabatan dari tingkat kemiripan bahasa-bahasa yang

diteliti tersebut. Adapun rumus yang digunakan dalam penghitungan

leksikostatistik adalah:

Page 8: linguistik historis komparatif

15

Jumlah kata mirip+jumlah kata sama X 100

Jumlah kata yang diteliti

2.2 Masa Pisah

Glotokronologi adalah suatu teknik dalam linguistik historis yang berusaha

mengadakan pengelompokan dengan lebih mengutamakan perhitungan waktu

(time depth) atau perhitungan usia bahasa-bahasa sekerabat dengan menggunakan

rumus dan tabel logaritma. Menurutnya kedua istilah tersebut mengandung arti

yang bertumpang tindih. Namun perbedaannya akan terlihat jelas pada sasaran

akhir yang akan dicapai.

Leksikostatistik dan glotokronologi ini didasarkan pada perbandingan

yang oleh Swadesh disebut kosakata pokok (basic core vocabulary) dengan

menggunakan 100 atau 200 kosakata pokok (KKP). Adapun KKP yang dipakai

dalam analisis ini berjumlah 300 yang diadaptasi dari daftar Swadesh dan N.H

Kern. Adapun rumus yang digunakan dalam penghitungan glotokronologi adalah

t = log. C log. r t = waktu lama waktu berpisah atau berpencar

C = persentase kata kerabat

r = konstan atau indeks

log. = logaritma dari

Page 9: linguistik historis komparatif

16

2.3 Bahasa Serawai dan Bahasa Kaur

Bahasa yang akan diteliti adalah bahasa Serawai dan bahasa Kaur. Bahasa

Serawai pada awalnya merupakan bahasa yang dipakai oleh masyarakat di

Kabupaten Bengkulu Selatan, termasuk di dalamnya Kecamatan Seluma.

Kabupaten Seluma dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 3 tahun

2003 tentang Pembentukan Kabupaten Muko Muko, Kabupaten Seluma, dan

Kabupaten Kaur di Provinsi Bengkulu. Secara geografis Kabupaten Seluma

terletak di pantai barat Sumatera Bagian Selatan yang berada pada koordinat

03049'55'66'' LS - 04021'40'22'' LS dan 101017'27'57'' BT - 102059'40'54'' BT.

Kabupaten Seluma berbatasan dengan wilayah-wilayah sebagai berikut.

1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Bengkulu dan Kabupaten Bengkulu

Utara.

2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Selatan.

3) Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.

4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kepahiang dan Propinsi

Sumatera Selatan.

Kabupaten Seluma memiliki luas wilayah sebesar 2.400,04 km2 yang

membentang dari arah utara ke arah selatan Propinsi Bengkulu. Kabupaten

Seluma pada saat pembentukan memiliki 5 kecamatan dan 143 desa serta 3

kelurahan, setelah pemekaran bertambah menjadi 9 kecamatan, sehingga menjadi

14 kecamatan dengan 165 desa dan 3 kelurahan.

Page 10: linguistik historis komparatif

17

Wilayah Kabupaten Seluma pada umumnya berada pada ketinggian 0-100

m di atas permukaan laut (dpl). Berdasarkan pada ketinggiannya, maka wilayah

Kabupaten Seluma terbagi atas ketinggian 0 25 m dpl seluas 736,26

km2, ketinggian 25 -100 m dpl seluas 696,24 km2, ketinggian 100 500 m dpl

seluas 516,44 km2 , dan ketinggian 500 1.000 m dpl seluas 383,98 km2.

Bahasa Serawai memiliki dua dialek yaitu dialek /o/ yang digunakan oleh

masyarakat Kabupaten Seluma dan dialek /au/ yang digunakan oleh masyarakat di

Kabupaten Bengkulu Selatan. Dialek yang akan dipilih dalam penelitian ini adalah

dialek /o/ di Kabupaten Seluma karena masyarakat bahasa Serawai di sana lebih

banyak yang menggunakan bahasa Serawai dengan dialek /o/.

Dalam bahasa Serawai ada dua macam dialek, yaitu dialek /o/ dan dialek

/au/. Yang dikmaksud dengan dialek /o/ ialah kata-kata yang pada umumnya

berakhiran dengan /o/ seperti [kə mano] ‘kemana’, [tuwapo] ‘apa’, dan [sapo]

‘siapa’. Dialek /o/ ini dipakai dalam wilayah Kabupaten Seluma. Selanjutnya,

yang dimaksud dengan dialek /au/ ialah kata-kata yang pada umumnya berakhiran

/au/, seperti [ke manaw] ‘ke man’”, [tuapaw] ‘apa’, dan [sapaw] ‘siapa’. Dialek /au/

ini dipakai dalam wilayah Kecamatan Pino dan Kecamatan Manna di Kabupaten

Bengkulu Selatan. Bahasa Serawai dengan dialek /o/ terletak mulai dari Marga

Andelas (kabupaten Seluma) sampai ke Marga semindang Alas (kecamatan Talo

kabupaten Seluma).

Menurut informasi yang didapat dari beberapa informan, asal usul bangsa

Serawai belum bisa dirumuskan atau diketemukan, baik berupa buku atau ataupun

Page 11: linguistik historis komparatif

18

tulisan-tulisan yang bisa dijadikan sebagai bahan pembuktian sejarah. Menurut

informan yang sudah lanjut usia, peneliti mendapat cerita yang sulit untuk bisa

dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, karena tidak ada bukti lain

kecuali suatu tulisan pada kulit kayu sebagai peninggalan zaman dahulu. Tulisan

tersebut terdapat di salah satu makam, yaitu makam Leluhur Semidang Empat

Dusun yang terletak di Maras kecamatan Semidang Alas Maras kabupaten

Seluma. Tulisan tesebut menyerupai aksara Arab dan sampai saat ini belum ada

ahli yang dapat membacanya.

Adapun hasil penelitian dari tim Proyek Penelitian dan Pencatatan

Kebudayaan Daerah Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan dalam bukunya yang berjudul Adat dan Upacara Perkawinan

daerah Bengkulu, sejarah suku bangsa Serawai adalah berasal dari leluhur yang

disebut Serunting (Sepahit Lidah). Konon kabarnya Serunting ini berasal dari

Jazirah Arab yang datang ke daerah Serawai melalui Kerajaan Majapahit.

Serunting ini meminta daerah kerajaan kepada raja Majapahit. Namun karena di

Jawa tidak ada daerah untuk kerajaan, maka oleh raja Majapahit ia disuruh pergi

ke Sumatera untuk memilih daerah kerajaan, dan ternyata pilihannya adalah

daerah Kabupaten Bengkulu bagian selatan sekarang ini. Dan tim peneliti juga

menyadari bahwa uraian sejarah ini hanya merupakan suatu jenis cerita dan cerita

ini diyakini oleh masyarakat suku bangsa tersebut.

Asal nama Serawai dikaitkan dengan dua pendapat. Pertama, mengatakan

bahwa Serawai berasal kata sauai yang maksudnya cabang dua buah sungai yaitu

Sungai Musi dan Sungai Seluma yang dibatasi oleh Bukit Capang. Pendapat

Page 12: linguistik historis komparatif

19

kedua, menyebutkan Serawai berasal kata dari seran yang artinya celako ‘celaka’.

Ini dihubungkan dengan suatu legenda dimana seorang anak raja yang menderita

penyakit menular lalu dibuang (dihanyutkan) dari hulu sungai dan terdampar

kemudian anak raja inilah yang mendirikan kerajaan tersebut.

Kerajaan Serawai terpisah dengan Kerajaan Bengkulu (Bangkahulu).

Kerajaan ini ditemukan di antara daerah Sungai Jenggalu sampai ke muara Sungai

Bengkenang, namun kerajaan ini akhirnya terpecah- pecah menjadi kerajaan kecil

yang disebut margo (marga). Marga dipimpin oleh seorang datuk dan membawahi

beberapa desa atau dusun. Marga-marga pecahan dari kerajaan tersebut adalah

Pasar Manna, VII Pucukan, Anak Lubuk Sirih, Anak Dusun Tinggi, Kedurang,

Ulu Manna Ilir, Ulu Manna Ulu, Anak Gumay dan Tanjung Raya. Namun mereka

bersatu atas dasar satu kesatuan dan satu keturunan dan satu rumpun bahasa

Pada bagian barat dari daerah Serawai, terdapat dataran rendah yang

merupakan wadah pertanian suku bangsa Serawai. Dataran rendah ini memanjang

dari utara ke selatan, menyelusuri pesisir pantai barat Pulau Sumatera. Di bagian

timur daerah Serawai, terdapat bukit-bukit yang merupakan lereng dari Bukit

Barisan yang memanjang dari utara ke selatan. Daerah ini merupakan daerah

perkebunan yang subur tanahnya dan daerah pertaniannya.

Di samping daerah bukit sebagai sebagai sumber mata pencaharian

masyarakat, di pesisir pantai juga banyak terdapat areal persawahan. Selain itu,

sebagian penduduk mempunyai mata pencaharian menangkap ikan di laut dan di

sungai. Sungai yang ada di daerah ini dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas air,

yaitu untuk membawa hasil-hasil pertanian dari daerah bukit, ataupun untuk

Page 13: linguistik historis komparatif

20

mengangkut kayu untuk bahan bangunan. Air dari sungai-sungai itu juga

digunakan untuk mengairi sawah-sawah dan sebagai pembangkit tenaga listrik.

Di daerah serawai masih terdapat hutan-hutan yang luas dan menghasilkan

kayu untuk bahan bangunan, rotan untuk kursi, dan lain-lain. Bahkan saat ini

sebagian dari rotan tersebut diekspor ke luar negeri. Hal ini telah menjadi mata

pencaharian tambahan masyarakat setempat.

Seiring dengan berkembangnya daerah suku bangsa Serawai, masyarakat

yang memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi lebih memilih bekerja di

sektor pemerintahan sebagai pegawai negeri sipil. Bahasa Serawai juga dipakai

dalam kegiatan non-formal di kantor-kantor pemerintahan, jadi bahasa Serawai

memiliki peranan komunikasi yang sangat penting bagi masyarakatnya.

Dahulu kala, perkampungan suku bangsa Serawai terletak di sepanjang

pesisir pantai dan ditepi sungai-sungai besar. Hal ini dikarenakan pada zaman

tersebut belum terdapat jalan raya yang yang menghubungkan antara

perkampungan yang satu dengan perkampungan yang lain. Sebagai pengganti

jalan raya dipergunakanlah lautan dan sungai-sungai yang dapat dilayari oleh

rejung (sampan). Perkampungan-perkampungan yang dianggap besar bisaanya

terletak di pinggir muara sungai, dan pada muara sungai itu sendiri bisa dilayari

rejung. Suku bangsa Serawai menamakan perkampungan yang besar itu adalah

pasar.

Pada masa sekarang, pola perkampungan zaman dahulu telah banyak

mengalami perubahan. Ditambah lagi setelah jalan raya dibangun di sepanjang

daerah administratif suku bangsa ini. Dengan sendirinya perkampungan-

Page 14: linguistik historis komparatif

21

perkampungan yang terletak di muara sungai atau pun yang terletak jauh di hulu

sungai, berangsur pindah ke tepi jalan raya.

Kaur adalah sebuah kabupaten di Provinsi Bengkulu, Indonesia. Terletak

sekitar 250 km dari Kota Bengkulu, Kaur mempunyai luas sebesar 2.369,05 km²

dan dihuni sedikitnya 110.428 jiwa. Mereka mengandalkan hidup pada sektor

pertanian, perkebunan, dan perikanan. Warga Kaur tersebar di 119 desa dan tiga

kelurahan.

Kabupaten Kaur dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2003 pada tahun 2003 bersama-sama dengan Kabupaten Seluma dan Kabupaten

Mukomuko. Kaur sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Bengkulu

Selatan. Kaur sejak tahun 2005 mulai memproduksi minyak kelapa sawit

pelmintasi alami yang diekspor ke luar negeri.

Pusat aktivitas ekonomi dan pemerintahan sejak zaman dahulu terletak di

Bintuhan. Pada tahun 2005 Kaur Utara, Tengah, dan Selatan bergabung

membentuk kabupaten Kaur. Dari ibukota provinsi Bengkulu jaraknya hampir 200

km ke arah Selatan. Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Provinsi Lampung

di sebelah selatannya.

Adapun bahasa Kaur merupakan bahasa yang dipergunakan dalam

kehidupan sehari-hari di Kabupaten Kaur. Data diambil di daerah Bandar

Bintuhan yang merupakan pusat kota Kabupaten Kaur dan Dusun Gedung Sake di

Kecamatan Kaur Selatan, Dusun Padang Baru di Kecamatan Kaur Tengah, serta

di Dusun Awat Mate yang terletak di Kecamatan Kaur Selatan. Bahasa Kaur

memiliki dua dialek yaitu dialek Pasemah atau dialek /e/ yang meliputi sebagian

Page 15: linguistik historis komparatif

22

daerah Kaur Utara dan sebagian Kecamatan Kaur Tengah. Dan dialek Kaur yang

digunakan di sebagian daerah Kecamatan Kaur Utara, sebagian di Kecamatan

Kaur Tengah, dan sebagian besar penduduk di Kecamatan Kaur Selatan

(dokumentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984 : 2-3).

Untuk lebih jelasnya, kita dapat mengamati pemaparan dari buku tersebut.

Bahasa Kaur yang dipakai di Kecamatan Kaur Utara yang meliputi Marga

Semidang Gumay terdiri atas daerah Seranjangan (batas) Dusun Tanjung

Harapan, Nusuk, Awat Mate, Muara Kinal, Mentiring, Cahaye Batin, Lubuk Gung

(Tanjung Raye), Padang Manis, Karang Dapo, dan Bunga Melur.

Kecamatan Kaur tengah yang meliputi Marga Luas yang didukung oleh

beberapa dusun yaitu: Dusun Padang Baru, Tanjung Iman, Padang Hangat, Air

Langkap, Betung, Tugu’, Benue Ratu, Latihan Ilir, Latihan Ulu, Kepahiang,

Gundusuli, Durian Besar, Umbul, dan Tanjung Bringin.

Kecamatan Kaur Selatan yang meliputi Marga Tetap dan mencakup Dusun

Suka Banjar, Cucupan, Pagar Dewa, Muara Tetap, Babat, Tung Dalam, Binjai,

marga Bandar Bintuhan yang meliputi dusun Sekunyit, Sukabandung, Selasih, Air

Dingin, Pasar Palembang, Bandar, Pasar Lama, Palak Pasar, Penyimpangan,

Sedai, Gedung Sake, Padang Genting, Jambatan Dua, dan Sambat.

Perlu diketahui bahwa daerah penyebaran bahasa Kaur di kecamatan Kaur

Utara didapat hanya sekitar dususn yang tinggal membentang di pesisir pantai. Di

kecamatan Kaur Utara terdiri dari tiga marga yaitu Marga Kelam, Marga padang

Guci, dan Marga Semidang Gumay. Yang menggunakan bahasa Kaur di daerah

Page 16: linguistik historis komparatif

23

tersebut hanya satu marga yaitu Marga Semidang Gumay. Sedangkan dua marga

lainnya menggunakan bahasa Pasemah (Mulak).

Adapun di Kecamatan Kaur Tengah terdiri atas tiga marga yaitu Marga

Ulu Kinal yang masih menggunakan bahasa Pasemah (Mulak), Marga Muara

Sahung yang menggunakan bahasa Semende (hanya berbeda dialek dengan

bahasa Pasemah Mulak), dan Marga Luas adalah salah satu marga di Kecamatan

Kaur Tengah yang menggunakan bahasa Kaur.

Untuk Kecamatan Kaur Selatan yang terdiri atas empat marga, dua marga

yang menggunakan bahasa Kaur yaitu Marga Muara Tetap dan Marga Bandar

Bintuhan. Sedangkan untuk daerah di sekitar Kulek, Nasal, dan sekitarnya

menggunakan bahasa Nasal yang disinyalir merupakan perpaduan pengaruh

antara bahasa Kaur dengan bahasa Lampung.

Menurut informasi yang didapat dari beberapa informan, asal usul bangsa

Kaur juga belum bisa dirumuskan atau diketemukan, baik berupa buku atau

ataupun tulisan-tulisan yang bisa dijadikan sebagai bahan pembuktian sejarah.

Menurut informan yang sudah lanjut usia, peneliti mendapat cerita yang sulit

untuk bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, karena tidak ada

bukti yang mendukung.

Kaur berasal dari kata Aur yang artinya ‘bambu’. Konon pada zaman

tersebut para leluhur yang berasal dari Arab menancapkan sepotong bambu ke

tanah yang berisikan batu dan air dengan mengucapkan sumpah “Ini Tanahku, Ini

Batuku, Ini Airku”. Lokasi mereka bersumpah tersebut di sebuah anak sungai,

maka sungai tersebut dinamakan Air Kaur yang terdapat di Desa Cahaye Batin

Page 17: linguistik historis komparatif

24

Kecamatan Semidang Gumay Kabupaten Kaur Utara. Peneliti menyadari bahwa

uraian sejarah ini hanya merupakan suatu jenis cerita dan cerita ini diyakini oleh

masyarakat suku bangsa tersebut.

Masyarakat Kaur lebih banyak yang berprofesi pada sektor pertanian,

perkebunan, dan perikanan. Sama halnya dengan penduduk di Seluma,

masyarakat di Kaur juga semakin banyak yang memilih profesi di sektor

pemerintahan sebagai pegawai negeri sipil. Daerahnya ramai karena merupakan

jalur yang dilalui dari Lampung ke daerah Sumatera lainnya dan juga sebaliknya.

Menurut Dyen (dalam Keraf, 1991 : 206-213), bahasa Serawai dan bahasa Kaur

merupakan bahasa sekerabat yang termasuk dalam kelompok Melayu Tengah

(bentuk antara Minangkabau dan Melayu).

Adapun alasan peneliti memilih bahasa Serawai dan bahasa Kaur sebagai

objek penelitian ialah kedua bahasa tersebut merupakan bahasa yang digunakan

dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Kedua bahasa tersebut juga

digunakan di pusat pemerintahan daerah serta tak jarang digunakan sebagai

baahsa pengantar di sekolah-sekolah. Kedudukan bahasa Serawai dan bahasa

Kaur menjadi sangat penting karena alasan tersebut.

Di samping itu seiring dengan perkembangan zaman yang cukup pesat,

serta mudahnya proses komunikasi dengan bahasa lain, saat ini keberadaan bahasa

Serawai dan bahasa Kaur menjadi semakin terancam. Hal ini dibuktikan dengan

semakin banyak pendatang dari luar Pulau Sematera ke daerah tersebut, dan

bukan tidak mungkin jika suatu saat nanti akan perjadi percampuran atau

Page 18: linguistik historis komparatif

25

perpindahan bahasa yang menyebabkan bahasa tersebut lambat laun akan

menghilang.

Alasan lain dari penelitian ini adalah masih sedikitnya penelitian yang

menjadikan bahasa Serawai sebagai objeknya, bahkan sampai saaat ini peneliti

belum menemukan penelitian serupa dengan objek bahasa Kaur. Oleh karena itu,

penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan yang besar bagi penelitian

selanjutnya.

Gambar 1

Peta Provinsi Bengkulu


Recommended