Download docx - Lbm 4 Enterohepatik

Transcript
Page 1: Lbm 4 Enterohepatik

LBM 4 ENTEROHEPATIK

1. Macam-macam nyeri !

Jenis-jenis nyeri :

Nyeri (menurut The International Association for the Study of Pain / IASP) merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan, berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial akan menyebabkan kerusakan jaringan

Klasifikasi Nyeri

Nyeri Nyeri Nosiseptif Nyeri Somatik Somatik Superfisial (Kulit)

Somatik Dalam

Nyeri Viseral

Nyeri Non-Nosiseptif Nyeri Neuropatik

Nyeri Psikogenik

Nyeri Nosiseptif: nyeri timbul sebagai akibat perangsangan pada nosiseptor (serabut A-δ dan serabut C) oleh rangsang mekanik, termal, kimiawi

Nyeri Somatik: nyeri timbul pada organ non-viseral, misal nyeri pasca bedah, nyeri metastatic, nyeri tulang, dan nyeri artritik

Nyeri Somatic Superfisial: menimbulkan nyeri di kulit berupa rangsang mekanis, suhu, kimiawi, listrik. Kulit punya banyak saraf sensorik sehingga kerusakan kulit menimbulkan sensasi lesi nyeri yang akurat (yang terbatas dermatom)

Nyeri Somatic Dalam: Nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentum, tulang, sendi, dan arteri. Struktur tadi memiliki lebih sedikit reseptor sehingga lokasi nyeri sering tidak jelas.

Nyeri Viseral: nyeri berasal dari organ dalam, biasanya akibat distensi organ berongga, misal usus, kandung empedu, pancreas, jantung. Nyeri visceral sering kali diikuti referred pain dan sensasi otonom (mual, muntah)

Nyeri Neuropatik: nyeri yang timbul akibat iritasi atau trauma pada saraf, seringkali persisten, walaupun penyebabnya sudah tidak ada, nyeri dirasa seperti terbakar, tersengat listrik, alodinia, disestesi.

Nyeri Psikogenik: nyeri yang tidak memenuhi criteria nyeri somatic, dan nyeri neuropatik, dan memenuhi criteria untuk depresi atau kelainan psikosomatik.

Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Durasi

Nyeri Akut: nyeri yang mereda setelah penyembuhan

Page 2: Lbm 4 Enterohepatik

Nyeri Kronik: nyeri yang tetap berlanjut walaupun di beri pengobatan dan nyeri tidak memiliki makna biologic. Nyeri kronik merupakan suatu sindrom kompleks yang memerlukan pendekatan multidisiplin untuk penanganan

Sifat Nyeri Akut Nyeri Kronik

Awitan, Durasi Awitan mendadak; durasi singkat, <6 bulan

Awitan bertahap; menetap, >6 bulan

Intensitas Sedang-parah Sedang-parah

Kausa Spesifik, dapat di identifikasi secara biologis

Kausa mungkin jelas, mungkin tidak

Respon fisiologik Hiperaktivitas autonom yang dapat diperkirakan: tekanan darah, nadi, napas meningkat; dilatasi pupil; pucat; perspirasi; mual dan/atau muntah

Aktivitas autonom normal

Respon emosi/perilaku Cemas, tidak mampu konsentrasi, gelisah, distress, tapi tetap optimis nyeri akan hilang

Depresi, lelah, imobilitas atau inaktivitas fisik; menarik diri dari lingkungan social; tidak ada harapan akan kesembuhan; memperkirakan nyeri akan berlangsung lama

Respon terhadap analgesik Meredakan nyeri secara efektif Sering kurang dapat meredakan nyeri

Macam Nyeri yang lain

Nyeri Setempat: terjadi karena iritasi pada ujung saraf penghantar impuls nyeri. Biasanya terus menerus atau hilang timbul (intermiten). Nyeri bertambah pada sikap tertentu atau karena gerakan. Pada penekanan nyeri dapat bertambah hebat atau diluar masa dapat ditimbulkan nyeri tekan

Referred Pain (nyeri pindah): nyeri yang dirasakan ditempat lain bukan di tempat kerusakan jaringan penyebab nyeri. Misal pada infark miokard, nyeri dirasa di bahu kiri; pada kolesistitis, nyeri dirasa di bahu kanan

Nyeri Radikular: serupa referred pain, tapi nyeri radikular berbatas tegas, terbatas pada dermatomnya, sifat nyeri lebih keras dan terasa pada permukaan tubuh. Nyeri timbul karena perangsangan pada radiks (baik tekanan, terjepit, sentuhan, regangan, tarikan)

Nyeri akibat spasmus otot (pegal): terjadi ketika otot dalam keadaan tegang (akibat kerja berat), keadaan tegang mental juga berperan terjadinya ketegangan pada otot

Mekanisme Nyeri

Page 3: Lbm 4 Enterohepatik

Proses nyeri terjadi saat simuli nosiseptor oleh stimulus noxious (nyeri) sampai terjadinya pengalaman subyektif nyeri adalah suatu seri kejadian elektrik dan kimia. Selama proses tersebut terdapat 4 proses

Transduksi: aktivasi reseptor, adanya stimulus nyeri yang mengakibatkan stimulasi nosiseptor, disini stimulus noxious dirubah menjadi potensial aksi

Transmisi: potensial aksi ditransmisikan menuju neuron susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri. Tahap dimulai dari konduksi impuls dari neuron aferen primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, kemudian akan bersinaps pada neuron susunan saraf pusat, lalu naik keatas menuju batang otak dan thalamus. Selanjutnya terjadi hubungan timbal balik antara thalamus antara pusat yang labih tinggi di otak yang mengurusi respon persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri. Tapi rangsangan nosiseptif tidak selalu menimbulkan persepsi nyeri dan sebaliknya persepsi nyeri bisa terjadi tanpa stimulasi nosiseptif

Modulasi: sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yaitu kornu dorsalis medulla spinalis

Persepsi: pesan nyeri di relay menuju ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan

Price S. A., Wilson L. M., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC

Sidharta Priguna. 2009. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian Rakyat

Sudoyo Aru W., dkk, 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV, Jakarta: FKUI

2. Mengapa nyeri dirasa hilang timbul dan timbul mendadak ?

Batu empedu ↓Aliran empedu tersumbat (saluran duktus sistikus) ↓Distensi kandung empedu ↓Bagian fundus (atas) kandung empedu menyentuh bagian abdomen pada kartilago kosta IX dan X bagian kanan ↓Merangsang ujung-ujung saraf sekitar untuk mengeluarkan bradikinin dan serotonin ↓Nosiseptor bereaksi (serabut syaraf yang mentransmisikan nyeri)

Impuls disampaikan ke serat saraf aferen simpatis ↓

Page 4: Lbm 4 Enterohepatik

Menghasilkan substansi P/neurotransmitter (di medula spinalis) ↓Substansi P ini menyebabkan transmisi sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus

↓Korteks somatis sensori Bekerjasama dengan pormatio retikularis (untuk lokalisasi nyeri) ↓

Serat saraf eferen Hipotalamus

Nyeri hebat pada kuadran kanan atas dan nyeri tekan daerah epigastrium terutama saat

inspirasi dalam

Organ – organ yang ada pada perut kanan atas adalah hepar, vesica fellea, usus besar, usus

kecil. Pada skenario didapatkan pula adanya penjalaran nyeri ke bahu kanan, maka kita

curiga adanya gangguan pada vesica fellea atau kandung empedu yang menyebabkan nyeri

tersebut.

Gangguan pada kandung empedu bisa disebabkan oleh karena sumbatan pada kandung

empedu dan juga adanya peradangan akibat sumbatan tersebut ataupun akibat infeksi

bakteri.

Kandung empedu normal mempunyai fungsi menyimpan dan memekatkan cairan empedu.

Cairan empeduberguna dalam penyerapan lemak dan beberapa vitamin (vit. A,D, E, dan K).

Empedu merupakan campuran dari asam empedu, protein, garamkalsium,pigmen dan

unsure lemak yang disebut kolesterol. Sebagian cairan empeduyang memasuki usus halus

diteruskan dan dikeluarkan melalui feses.

Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilitas empedu ( supersaturasi ), kolesterol

tidak lagi mamapu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi

kolesterol monohidrat yang padat, dan lama – lama menjadi batu.

Oleh karena adanya batu kandung empedu, maka saat kandung empedu berkontraksi akibat

adanya makanan berlemak, maka terjadi peningkatan tekanan pada dinding kandung

empedu tersebut yang akan menekan saraf – saraf disekitrnya, hal ini berlangsung sekitar

30 – 90 menit dan akan mengalami relaksasi.

Page 5: Lbm 4 Enterohepatik

3. Kenapa nyeri menjalar hingga ke bahu kanan ?

Saraf dari vesica fellea bersinaps di tempat yang sama dengan saraf cervikal 3-5.

Nyeri alih

Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan pada jarak dari organ yang sakit. Nyeri ini dihasilkan dari jalur-jalur neuron aferen sentral yang terbag iyang berasal dari lokasi yang berbeda. Contohnya adalah pasien dengan pneumonia mungkin merasakan nyeri abdomen karena distribusi neuron T9 terbagi oleh paru-paru dan abdomen. Contoh lainnya yaitu nyeri epigastrium yang berhubungan dengan Infarkmiokard, nyeri di bahu yang berhubungan dengan iritasi diafragma (contoh, rupture limpa), nyeri infrascapular yang berhubungan dengan penyakit biliar dan nyeri testicular yang berhubungan dengan obstruksi uretra.

Nyeri visceral

nyeri parietalPeritoniumbagiansent

ral

DipersyarafiolehnervusphrenicusMelew

ati C3,4,dan 5

Nyerialih

Kulitdaerahbahu,

nervisupraclaviculares

Page 6: Lbm 4 Enterohepatik

Gilroy, RK. 2009. Biliary Colic, in E-medicine. http://emedicine.com.

Diakses tanggal 12 November 2010.

Fisiologi penjalaran nyeri viscera?

Stimulus yang dapat mencetuskan nyeri visceral yaitu: Iskemiaterbentuknyaprodukmetabolikakhir yang asamatauproduk yang

dihasilkanolehjaringandegeneratif, spertibradikinin, enzimproteolitikataubahan lain yang merangsangujungserabutnyeri.

Stimulus kimiaseringkali bahan2 yang rusakdari gastrointestinal masukkedalamrongga peritoneumrasanyanyeri yang sangathebat

Spasmeviskusberonggaterangsangnyaujungserabutnyerisecaramekanis, atausapsme yang mungkinmenyebabkanberkurangnyaalirandarahkeotot, dibarengidengankebutuhanototuntuk proses metabolismesehinggamenimbulkannyerihebat. Egpadakram

Distensiberlebihanpadaviskusberongga Teregangnyajaringanikat yang mengelilingi organ viscera

(Fisiologi Guyton Hall)Serabut aferen yang menyertai suplai vaskuler memberikan persarafan sensoris pada usus dan terkait peritoneum viseral. Sehingga, penyakit pada proksimal duodenum(foregut) merangsang serabut aferen celiac axis menghasilkan nyeri epigastrium. Rangsangan di sekum atau apendiks(midgut) mengaktifkan saraf aferen yang menyertai arteri mesenterika

Page 7: Lbm 4 Enterohepatik

superior menyebabkan rasa nyeri di periumbilikalis, dan penyakit kolon distal menginduksi serabut saraf aferen sekitar arteri mesenterika inferior menyebabkan nyeri suprapubik.Saraf prenikus dan serabut saraf aferen setinggiC3, C4, dan C5 sesuai dermatom bersama-sama dengan arteri prenikus mempersarafi otot-otot diafragma dan peritoneum sekitar diafragma. Rangsanganpada diafragma menyebabkannyeri yang menjalar ke bahu. Peritoneum parietalis, dinding abdomen,dan jaringan lunak retroperitoneal menerima persarafan somatik sesuai dengan segmen nerve roots.( . Diethelm et al,1997)

Peritoneum parietalis kaya akan inervasi saraf sehingga sensitif terhadap rangsangan. Rangsangan pada permukaan peritoneum parietal akan menghasilkan sensasi yang tajam dan terlokalisir di area stimulus. Ketika peradangan pada viseral mengiritasi pada peritoneum parietal maka akan timbul nyeri yang terlokalisir. Banyak "peritoneal signs" yang berguna dalam diagnosis klinis dari acute abdominal pain. Inervasi dual-sensorik dari kavum abdomen yaitu serabut aferen viseral dan saraf somatik menghasilkan pola nyeri yang khas yang membantu dalam diagnosis. Misalnya, nyeri pada apendisitis akut nyeri akan muncul pada area periumbilikalis dan nyeri akan semakin jelas terlokalisir ke kuadran kanan bawah saat peradangan melibatkan peritoneum parietal. Stimulasi pada saraf perifer akan menghasilkan sensasi yang tajam, tiba-tiba, dan terlokalisir dengan baik. Rangsangan pada saraf sensorik aferen intraperitoneal pada acute abdominal pain menimbulkan nyeri yang tumpul (tidak jelas pusat nyerinya), nyeri tidak terlokalisasi dengan baik, dengan onset gradual/ bertahap dan durasi yang lebih lama.

Nervus vagus tidak mengirimkan impuls nyeri dari usus. Sistem saraf aferen simpatik mengirimkan nyeri dari esofagus ke spinal cord. Saraf aferen dari kapsul hepar, ligamen hepar, bagian central dari diafragma, kapsul lien, dan perikardium memasuki sistem saraf pusat dari C3 sampai C5.Spinal cord dari T6 sampai T9 menerima serabut nyeri dari bagian

Page 8: Lbm 4 Enterohepatik

diafragma perifer, kantong empedu, pankreas, dan usus halus. Serabut nyeri dari colon, appendik, dan visera dari pelvis memasuki sistem saraf pusat pada segmen T10 sampai L11. Kolon sigmoid, rektum, pelvic renalis beserta kapsulnya, ureter dan testis memasuki sistem saraf pusat pada T11 dan L1. Kandung kemih dan kolon rektosigmoid dipersarafi saraf aferen dari S2 sampai S4. Pemotongan, robek, hancur, atau terbakar biasanya tidak menghasilkan nyeri di visera pada abdomen. Namun, peregangan atau distensi dari peritoneum akan menghasilkan sensasi nyeri.Peradangan peritoneum akan menghasilkan nyeri viseral, seperti halnya iskemia. Kanker dapat menyebabkan intraabdominal pain jika mengenai saraf sensorik. Abdominal pain dapat berupa viseral pain, parietal pain, atau reffered pain. Visceral pain bersifat tumpul dan kurang terlokalisir dengan baik, biasanya di epigastrium, regio periumbilikalisatau regiosuprapubik.Pasien dengannyeri viseralmungkin juga mengalami gejala berkeringat, gelisah, dan mual. Nyeri parietalatau nyeri somatikyang terkait dengan gangguan intraabdominalakan menyebabkan nyeri yanglebih intendan terlokalisir dengan baik. Referred pain merupakan sensasi nyeri dirasakanjauh dari lokasi sumber stimulus yang sebenarnya. Misalnya, iritasipada diafragmadapat menghasilkanrasa sakit dibahu. Penyakitsaluranempedu ataukantong empedudapat menghasilkannyeri bahu.

Distensi dari small bowel dapatmenghasilkan rasa sakitke bagian punggung bawah. Selama minggu ke-5perkembangan janin, ususberkembang diluar rongga peritoneal, menonjolmelaluidasarumbilical cord, dan mengalami rotasi 180○berlawanan dengan arah jarum jam.Selama proses ini, usustetap berada di luarrongga peritonealsampai kira-kiraminggu10, rotasiembryologik menempatkan organ-oraganviserapada posisi anatomis dewasa, dan pengetahuan tentang proses rotasi semasa embriologis penting secara klinis untukevaluasipasien denganacute abdominal pain karenavariasi dalamposisi (misalnya, pelvic atauretrocecal appendix)

(Buschard K, Kjaeldgaard A,1993).

4. Hubungan BB berlebih dan konsumsi pil KB terhadap keluhan pasien ?

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan

dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap

peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang

menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.

Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat

meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas

pengosongan kandung empedu.

Buku ajar IPD jilid 1

Kontrasepsi oral mengandung kombinasi antara esterogen dan progesterone sintetik. Fungsi estrogen adalah menekan FSH, mencegah perkembangan folikel dominan, menstabilisasi bagian dasar endometrium dan memperkuat kerja progesterone.

Progesterone menekan LH sehingga mencegah ovulasi. Progesterone juga menyebabkan penebalan mukus leher rahim dan atrofi endometrium.Dosis rendah kombinasi kontrasepsi oral mengandung sekitar sepertiga sampai seperempat dosis esterogen dan sepersepuluh dosis progesterone dari pil yang sebelumnya.Estrogen dan progesteron merupakan hormon

Page 9: Lbm 4 Enterohepatik

steroid, dimana hormon tersebut pembentuk dasarnya adalah kolesterol.Estrogen menghambat konversi enzematik dari kolesterol jadi asam empedu sehingga menambah saturasi kolesterol dari cairan empedu.Sedangkan progesteron meningkatkan nafsu makan sehingga meningkatkan BB dan bisa menurunkan kerja kandung empedu dan saluran kemih.

Progesteron dan estrogen adalah dua hormon yang paling penting dalam tubuh wanita. Kedua hormon ini adalah hormon steroid yang bertanggung jawab untuk berbagai karakteristik dalam tubuh perempuan. Namun, ada banyak perbedaan antara kedua hormon ini.Estrogen, progesteron adalah hormon seks utama dalam tubuh wanita. Mereka memainkan peran penting dalam proses kehamilan, siklus menstruasi, dll dalam tubuh wanita. Ketika membandingkan estrogen dengan progesteron, telah diamati bahwa ada banyak persamaan antara kedua hormon ini daripada perbedaannya. Keseimbangan hormon ini harus dijaga. Estrogen, dan progesteron, bekerja sama untuk mempertahankan siklus menstruasi yang normal dan kehamilan.

Baik progesteron dan estrogen, juga memiliki peran dalam pengendalian kelahiran. Pil KB yang mengandung kedua hormon ini menjaga kadar hormon ini tetap tinggi dalam tubuh, Sehingga tubuh Anda tertipu mengira Anda sedang hamil, Oleh karena itu, telur tidak dilepaskan dan kehamilan dapat dihindari.

1. Fungsihormonhormonovarium Estrogen danProgesteron

Kedua jenis hormon kelamin ovarium adalah estrogen dan progeteron. Sejauh ini yang paling penting dari esrogen adalah hormon estradiol dan yang paling penting dari progestin adalah progesteron . estrogen terutama meningkatkan poliferasin dan pertumbuhan sel-sel khusus didalam tubuh, menebalkan endometrium dan mempersiapkannya untuk kehamilan. sebaliknya progestin berkaitan hampir seluruhnya persiapan akhir dari uterus untuk menerima kehamilan dan persiapan dari payudara serta mempersiapkan rahim untuk implantasi dan juga menjaga elastisitasnya

a. Sintesis estrogen dan progestin.

Hormon estrogen dan progestin merupakan hormon yang disintesis didalam ovarium terutama dari klesterol yang bersala dari dalam darah, juga walaupun dalam jumlah kecil diperoleh dari asetil koenzim A, suatu molekkul yang dapat berkombinasi dan membentuk inti steroid yang tepat.

Selama sintesis terutama progesteron akan disintesis pertama kali selama fase folikular siklus ovarium., sebelum kedua hormon ini keluar dari ovarium sebagian progesteron yang dibentuk semuanya diubah menjadi estrogen oleh sel-sel garnulosa.

Guyton, Arthur dan Hall E. John. 1997Buku AjarFisiologiKedokteran (textbook of medical Physiology) Edisi 9”. EGC.Jakarta

Estrogen endogenmenghambatkonversiensimatikdrkolesterolmjdas.empedusupersaturasikolesteroltdkdapatditrasportolehmicellvesikel2kolesterol tertinggalberagregasimembentukintikristalgangguandifusidaninkorporasikolesterolselmukosakandungempedumeningkatdangangguandisfungsi VFkontraksi VF terganggustasis empedumusinterakumulasi (protein yang

Page 10: Lbm 4 Enterohepatik

berperandlmnukleasikolesterol)lamanyacairanempedutertampungdalam VFmusinsmakinkentalviskositastinggigangguanpengosongan VFSumber :ILMU PENYAKIT HATI

Berat badan berlebih sering dikaitkan dengan peningkatan kadar kolesterol dalam tubuh

terutama kandung empedu yang berhubungan dengan sintesis kolesterol. Ini karenakan

dengan tingginya BB maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga

mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu

sehingga mudah menimbulkan sumbatan atau pengendapan.

Sumber : Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC. 2005.hal: 570-579

5. Bagaimana penatalaksanaan awal setelah pasien sampai di IGD hingga dapat mengurangi nyeri?

6. Indikasi pemeriksaan murphy’s sign dan interpretasinya ?

Murphy’s sign atau Tanda Murphy merupakan alat pemeriksaan yang sangat bermanfaat untuk menunjang diagnosa kolesistitis.Konfirmasi diagnosis tergantung penemuan pada pemeriksaan fisik, laboratorium, dan hasil pencitraan sehingga sonografi Murphy’s Sign juga bermanfaat.

Metode

Pasien di periksa dalam posisi supine (berbaring).Ketika pemeriksa menekan/palpasi regio subcostal kanan (hipokondriaka dextra) pasien, kemudian pasien diminta untuk menarik nafas panjang yang dapat menyebabkan kandung empedu turun menuju tangan pemeriksa.Ketika manuver ini menimbulkan respon sangat nyeri kepada pasien, kemudian tampak pasien menahan penarikan nafas (inspirasi terhenti), maka hal ini disebut “murphy’s sign positif”.

Hal ini terjadi karena adanya sentuhan antara kandung empedu yang mengalami inflamasi dengan peritoneum abdomen selama inspirasi dalam yang dapat menimbulkan reflek “menahan” nafas karena rasa nyeri.Bernafas dalam menyebabkan rasa yang sangat nyeri dan berat beberapa kali lipat walaupun tanpa tekanan/palpasi pada pasien dengan inflamasi akut kandung empedu.

Page 11: Lbm 4 Enterohepatik

Husadha, Yast. 1996. Buku ajar ilmu penyakit dalam: fisiologi dan pemeriksaan biokimiawi hati. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

7. Bagaimana interpretasi hasil lab, sklera non ikterik dengan keluhan ?8. Apa diagnosis dan diagnosis banding dari skenario ?

KOLELITIASIS

1. DEFINISIBatu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk suatu

material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya.Sinonimnya dari batu empedu adalah kolelitiasis, gallstones, dan biliary calculus.1

Page 12: Lbm 4 Enterohepatik

Gambar 1. Gambaran batu dalam kandung empedu dan saluran empedu 9

2. PATOGENESIS PEMBENTUKAN BATU EMPEDUa. Batu Kolesterol

Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kristal kolesterol, dan sisanya adalah kalsiumkarbonat, kalsiumpalmitat, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan dengan bentuk batu pigmen.Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa batu soliter atau multiple.Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah marbel.

Proses pembentukan batu kolesterol melalui tiga fase, yaitu:

1) Fase Supersaturasi (penjenuhan empedu oleh kolesterol)Derajat penjenuhan empedu oleh kolesterol dapat dihitung melalui kapasitas daya

larut.Kolesterol, fosfolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut dalam air.Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap atau terjadi penjenuhan empedu oleh kolesterol.1,7

Penjenuhan ini dapat disebabkan oleh bertambahnya sekresi kolesterol atau penurunan relatif garam empedu atau fosfolipid. Peningkatan ekskresi kolesterol empedu antara lain terjadi misalnya pada keadaan obesitas, diet tinggi kalori dan kolesterol, pemakaian obat antikolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi, dan pemakaian obat tablet KB (estrogen) yang mengakibatkan sekresi kolesterol meningkat dan kadar kenodeoksikolat rendah, padahal kenodeoksikolat memiliki efek melarutkan batu kolesterol. Sekresi asam empedu akan menurun pada penderita dengan gangguan absorbsi di ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik), gangguan daya pengosongan primer kandung empedu, dan peradangan dinding kandung empedu yang menyebabkan absorbsi air, garam empedu, dan fosfolipid jauh lebih banyak.1,7

2) Fase Pembentukan Inti Batu (pembentukan nidus dan kristalisasi)Penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk batu, kecuali bila

ada nidus dan ada proses lain yang menimbulkan kristalisasi. Nidus dapat berasal dari

Page 13: Lbm 4 Enterohepatik

pigmen empedu, mukoprotein, lendir, protein lain, bakteria, atau benda asing lain. Setelah kristalisasi meliputi suatu nidus, akan terjadi pembentukan inti batu.

3) Fase Pertumbuhan BatuPertumbuhan batu terjadi karena pengendapan kristal kolesterol di atas matriks

inorganik dan kecepatannya ditentukan oleh kecepatan relatif pelarutan dan pengendapan. Struktur matriks agaknya berupa endapan mineral yang mengandung garam kalsium.7

b. Ba tu

Bilirubin / Batu PigmenBatu pigmen adalah batu empedu yang

kadar kolesterolnya kurang dari 25%. Penampilan batu bilirubin yang sebenarnya berisi kalsium bilirubinat dan disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, tidak banyak bervariasi.Batu ini sering ditemukan dalam bentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara cokelat, kemerahan, sampi hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.Batu ini sering bersatu membentuk batu yang lebih besar.Batu pigmen yang sangat besar dapat ditemukan dalam saluran empedu. Batu pigmen hitam terbentuk di dalam kandung empedu terutama terbentuk pada gangguan keseimbangan metabolik seperti anemia hemolitik, dan sirosis hati tanpa didahului infeksi.1

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase, yaitu:

1) Saturasi bilirubin Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang

berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell.Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut.

Page 14: Lbm 4 Enterohepatik

Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh E. Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase.5

2) Pembentukan inti batu Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam kalsium dan sel bisa juga oleh bakteri,

bagian dari parasit dan telur cacing.Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides.Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang. 5

Seperti pembentukan batu kolesterol, terjadinya batu bilirubin berhubungan dengan bertambahnya usia. Infeksi, statis, dekonjugasi bilirubin dan ekskresi kalsium merupakan faktor kausal.Pada bakteribilia terdapat bakteri gram negatif, terutama E.Coli. Pada batu kolesterol pun, E.Coli yang tersering ditemukan dalam biakan empedu.1

Beberapa faktor yang disangka berperan adalah faktor geografis, hemolisis, dan sirosis hepatik.Sebaliknya jenis kelamin, obesitas, gangguan penyerapan di dalam ileum tidak mempertinggi resiko batu bilirubin.Pada kolingitis oriental atau kolangitis piogenik rekurens ditemukan batu pigmen intrahepatik primer yang menimbulkan kolangitis rekurens. Keadaan lain yang berhubungan dengan batu pigmen dan kolangitis bakteria gram negatif di Asia Timur ialah investasi parasit Clonochis sinensis, Fasciola hepatica, dan Ascaris lumbricoides.1

Sebagai pegangan umum, pada penderita batu bilirubin, tidak ditemukan empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol baik di dalam kandung empedu maupun di hati. Pada penderita batu bilirubin, konsentarsi bilirubin yang tidak terkonjugasi meningkat, baik di dalam kandung empedu maupun di dalam hati.1

Gambar 6. Pembentukan Batu Pigmen6

Patofisiologi

Batu pigmenBatu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak

Page 15: Lbm 4 Enterohepatik

Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karna adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.

Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu↓Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase↓Presipitasi / pengendapan↓Berbentuk batu empedu↓Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi

§ Batu kolesterolKolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh dalam pembentukan empedu.Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosfolipid).

Proses degenerasi dan adanya penyakit hati↓Penurunan fungsi hati↓Penyakit gastrointestinal Gangguan metabolisme↓ ↓Mal absorpsi garam empedu ¬ Penurunan sintesis (pembentukan) asam empedu↓Peningkatan sintesis kolesterol↓Berperan sebagai penunjangiritan pada kandung empedu ¬ Supersaturasi (kejenuhan) getah empedu oleh kolesterol↓ ↓Peradangan dalam Peningkatan sekresi kolesterolkandung empedu↓ ↓Kemudian kolesterol keluar dari getah empeduPenyakit kandung ↓empedu (kolesistitis)Pengendapan kolesterol↓Batu empedu

Page 16: Lbm 4 Enterohepatik

Brunner & Suddart.2001.Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.Jakarta : EGCHall,J.Emungkinand A.C.Guyton.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,Jakarta : EGC

Etiologi batu empedu dan saluran empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.6

a. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol, mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.

b. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingter Oddi, atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.

c. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding panyebab terbentuknya batu.

3. EPIDEMIOLOGITiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat. Kasus

tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang. Jumlah wanita berusia 20-50 tahun yang menderita batu empedu sekitar 3 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50 tahun, rasio penderita batu empedu hampir sama antara pria dan wanita. Insidensi batu empedu meningkat seiring bertambahnya usia. Orang gemuk ternyata mempunyai resiko tiga kali lipat untuk menderita batu empedu. Insiden pada laki-laki dan wanita pada batu pigmen tidak terlalu banyak berbeda.7,10

Avni Sali membuktikan bahwa diet tidak berpengaruh terhadap pembentukan batu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi jenis batu yang terbentuk.Hal ini disokong oleh peneliti dari Jepang yang menemukan bukti bahwa orang dengan diet berat biasanya menderita batu jenis kolesterol, sedangkan yang dietnya tetap biasanya menderita batu jenis pigmen. Faktor keluarga juga berperan dimana bila keluarga menderita batu empedu kemungkinan untuk menderita penyakit tersebut dua kali lipat dari orang normal.7

4. FAKTOR RISIKOKolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko.Namun, semakin banyak faktor

resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut terdiri atas: 12

a. Jenis Kelamin

Page 17: Lbm 4 Enterohepatik

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria.Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.

b. UsiaResiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang

dengan usia> 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang yang usia yang lebih muda.

c. Berat badan (BMI)Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi

kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga menguras garam empedu serta mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu.

d. MakananIntake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi

gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

e. Riwayat keluargaOrang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding

dengan tanpa riwayat keluarga.

f. Aktifitas fisik Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis.

Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

g. Penyakit usus halusPenyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,

diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

h. Nutrisi intravena jangka lamaNutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk

berkontraksi, karena tidak ada makanan atau nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

5. DIAGNOSISa. Anamnesis

Setengah sampai dua pertiga penderita batu kandung empedu adalah asimtomatik.Keluhan yang mungkin timbul berupa dispepsia yang kadang disertai intolerans terhadap makanan berlemak.

Pada yang simtomatik, kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien.Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu.Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut.Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari,

Page 18: Lbm 4 Enterohepatik

berlangsung lama antara 30 – 60 menit, menetap, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian.

Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada seperti kasus timbul tiba-tiba.Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke puncak bahu, scapula, punggung bagian tengah, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris, disertai mual dan muntah. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.1,5

Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Pada kolangitis sepsis yang berat dapat terjadi kegawatan disertai syok dan gangguan kesadaran.1

Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning (ikterus). Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.

Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored ”

Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.10

b. Pemeriksaan fisik1) Batu kandung empedu

Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pankreatitis.

Pada pemeriksaan didapatkan nyeri tekan dengan punktum maksimun di daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang dan sewaktu kandung empedu tersentuh oleh ujung jari tangan pemeriksa sehingga pasien berhenti menarik napas, yang merupakan tanda rangsangan peritoneum setempat karena kandung empedu yang meradang.1

2) Batu saluran empedu. Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau tanda pada fase tenang.Kadang

teraba hati agak membesar dan skelera ikterik. Patut diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, baru akan timbul ikterus klinis.

Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial nonpiogenik yang ditandai dengan trias Charcot, yaitu demam menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul lima gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma.

Kalau ditemukan riwayat kolangitis yang hilang timbul, harus dicurigai kemungkinan hepatolitiasis.1

c. Pemeriksaan LaboratoriumBatu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada

pemeriksaan laboratorium.Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan

Page 19: Lbm 4 Enterohepatik

duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.1

d. Pemeriksaan Pendukung LainnyaUntuk pasien dengan penyakit kolelitiasis bisa dilakukan pemeriksaan penunjang seperti

pemeriksaan radiologi :

1) Foto polos abdomenFoto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya

sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.1

Batu empedu opaque akan dapat dengan mudah diperlihatkan. Tampak dalam jenis yang bervariasi.Sebagai struktur berlapis yang besar yang biasanya tunggal dan dalam jumlah sedikit.Disamping itu kalkuli yang kecil dan multiple dan sangat banyak.Satu batu opaque dalam duktus sistikus atau duktus biliaris komunis dapat didiagnosa pada posisinya yang relatif terhadap kandung empedu normal.

Gambar 8. Gambaran Foto Polos Abdomen11

2) Ultra Sonografi (USG)Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya sampai 98 %

dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini adalah mudah dikerjakan, aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus. Selain itu, USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi kontras, wanita hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati.Ditinjau dari berbagai segi keuntungannya, pemeriksaan USG dianjurkan dipakai sebagai langkah pemeriksaan awal. Dengan pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu tersebut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung empedu, ada tidaknya radang akut yang ditandai dengan menebalnya dinding kandung empedu karena fibrosis atau udem,

Page 20: Lbm 4 Enterohepatik

ukuran CBD (Common Bile Duct) dan jika ada batu intraduktal. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus.1,14

Gambar 9. Gambaran USG12

3) KolesistografiKolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG

meragukan.Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya.Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2mg/dl, obstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.1,10

Batu kandung empedu non opaque misalnya batu kolesterol yang besar tidak dapat terdiagnosa dengan sinar x biasa maka akan membutuhkan zat kontras di dalam pemeriksaan dengan cara di minum di sore hari sebelum pemeriksaan. Pasien tetap melakukan diet bebas lemak sampai dilakukan pemeriksaan sinar x kira-kira 16 jam kemudian setelah minum kontras. Pada tingkat ini kandung empedu biasanya terisi dengan baik dengan zat kontras. Pada pemeriksaan ini akan menimbulkan bayangan filling defect yang radiolusen.

Page 21: Lbm 4 Enterohepatik

These two fluorospot images taken during an ERCP demonstrates stones in the common bile duct on the left radiograph, and cystic duct on the right radiograph (arrows). Cystic duct stones are difficult to remove during ERCP because the valve spirals. Stones in the common bile duct are quite removable by ERCP, but some can be too large to be pulled through the sphincter of Oddi. Sphincterectomy of the sphincter of Oddi may be needed to widen the opening into the duodenum to remove larger stones.

Gambar 10. Gambaran Foto kolesistografi8

4) ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)Foto rontgen dengan kolongipankreatikografi endoskopi retrograd di papila Vater (ERCP)

atau melalui kolongiografi transhepatik perkutan (PTC) berguna untuk pemeriksaan batu di duktus koledokus.Indikasinya ialah batu kandung empedu dengan gangguan fungsi hati yang tidak dapat dideteksi dengan ultrasonografi dan kolesistografi oral, misalnya karena batu kecil.Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.1,10

5) Magnetic Resonance Colangiopancreatography (MRCP)

Page 22: Lbm 4 Enterohepatik

Teknik pencitraan ini dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrument dan radiasi ion. Pada pemeriksaan ini saluran empedu akan terlihat jelas sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi, sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosa batu saluran empedu.

Studi terkini MRCP menujukan nilai sensitifitas antara 91% sampai 100%, nilai spesifitas antara 92% sampai 100% dan nilai prediktif positif antara 93% sampai dengan 100% pada keadaan dengan dugaan batu saluran empedu. Nilai diagnosis MRCP yang tinggi mengakibatkan teknik ini sering dikerjakan untuk diagnosis atau eksklusi batu saluran empedu khususnya pada pasien dengan kemungkinan kecil mengandung batu.

MRCP memiliki beberapa kelebihan dibandingkan ERCP.Salah satu manfaat yang besar adalah pencitraan saluran empedu tanpa resiko yang berhubungan dengan instrumentasi, zat kontras dan radiasi.

Sebaliknya MRCP juga mempunyai limitasi mayor yaitu bukan merupakan modalitas terapi dan juga aplikasinya bergantung pada operator, sedangkan ERCP dapat berfungsi sebagai sarana diagnostik dan terapi yang sama.13

Page 23: Lbm 4 Enterohepatik

6. KOMPLIKASIa. Kolesistitis Akut

Hampir semua kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang terjebak dalam kantong Hartmann. Komplikasi ini terdapat pada lima persen penderita kolesistitis. Kolesistitis akut tanpa batu empedu disebut kolesistitis akalkulosa, dapat ditemukan pasca bedah.

Pada kolesistitis akut, faktor trauma mukosa kandung empedu oleh batu dapat menyebabkan pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin di dalam empedu menjadi lisolesitin, yaitu senyawa toksik yang memperberat proses peradangan. Pada awal penyakit, peran bakteria agaknya kecil saja meskipun kemudian dapat terjadi supurasi (nanah/pernanahan).Komplikasi kolesistitis akut adalah empiema, gangrene, dan perforasi.

Perjalanan kolesistitis akut bergantung pada apakah obstruksi dapat hilang sendiri atau tidak, derajat infeksi sekunder, usia penderita, dan penyakit lain yang memperberat keadaan, seperti diabetes mellitus.

Perubahan patologik di dalam kandung empedu mengikuti pola yang khas. Proses awal berupa udem subserosa, lalu perdarahan mukosa dn bercak-bercak nekrosis dan akhirnya fibrosis. Gangren dan perforasi dapat terjadi pada hari ketiga setelah serangan penyakit., tetapi kebanyakan pada minggu kedua. Pada penderita yang mengalami resolusi spontan, tanda radang akut baru menghilang setelah empat minggu, tetapi sampai berbulan-bulan kemudian sisa peradangan dan nanah masih tetap ada. Hampir 90% kandung empedu yang diangkat dengan kolesistektomi menunjukan jaringan parut lama, yang berarti pada masa lalu pernah menderita kolesistitis, tetapi umumnya penderita menyangkal tidak pernah merasa ada keluhan.1

b. Kolesistitis KronikKolesistitis kronik merupakan kelainan kandung empedu yang paling umum

ditemukan.Penyebabnya hampir selalu batu empedu.Penentu penting untuk membuat diagnosa adalah kolik bilier, dispepsia, dan ditemukannya batu empedu pada pemeriksaan ultrasonografi atau kolesistografi oral.Keluhan dispepsia dicetuskan oleh makanan “berat” seperti gorengan, yang mengandung banyak lemak, tetapi dapat juga timbul setelah makan bermacam jenis kol. Kolik bilier yang khas dapat juga dicetuskan oleh makanan berlemak dank has kolik bilier dirasakan di perut kanan atas.1

c. Kolangitis AkutKolangitis akut dapat terjadi pada pasien dengan batu saluran empedu karena adanya

obstruksi dan invasi bakteri empedu. Gambaran klinis kolangitis akut yang klasik adalah trias charcot yang meliputi nyeri abdomen kuadran kanan atas, ikterus dan demam yang didapatkan

Page 24: Lbm 4 Enterohepatik

pad 50% kasus. Kolangitis akut supuratif adalah trias charcot yang disertai hipotensi, oliguria, dan gangguan kesadaran.

Spektrum dari kolangitis akut mulai dari yang ringan, yang akan membaik sendiri, sampai denan keadaan yang membahayakan jiwa di mana dibutuhkan drainase darurat. Penatalaksanaan kolangitis akut ditujukan untuk: a) Memperbaiki keadaan umum pasien dengan pemberian cairan dan elektrolit serta koreksi gangguan elektrolit, b) Terapi antibiotic parenteral, dan c) Drainase empedu yang tersumbat. Beberapa studi acak tersamar memperlihatkan keunggulan drainase endoskopik dengan ngka kematian yang jauh lebih rendah dan bersihan saluran empedu yang lebih baik dibandingkan operasi terbuka. Studi dengan control memperkuat kesimpulan bahwa angka kematian dengan ERCP hanya sepertiga dibandingkan dengan operasi terbuka pada pasien dengan kolangitis yang berat. Oleh karenanya, ERCP merupakan terapi pilihan pertama untuk dekompresi bilier mendesak pada kolangitis akut yang tidak respon terhadap terapi konservatif.13

d. Pankreatitis bilier akut atau pankreatitis batu empeduPankreatitis bilier akut atau pancreatitis batu empedu baru akan terjadi bila ada obtruksi

transien atau persisten di papilla Vater oleh sebuah batu. Btu empedu yang terjepit dapat menyebabkan sepsis bilier atau menambah beratnya pankreatitis.

Sejumlah studi memperlihatkan pasien dengan pancreatitis bilier akut yang ringan menyalurkan batunya secaraspontan dari saluran empedu ke dalam duodenum pada lebih dari 80% dan sebagian besar pasien akan sembuh hanya dengan terapi suportif kolangiografi. Sesudah sembuh pada pasien ini didaptkan insidensi yang rendah kejadian batu saluran empedu sehingga tidak dibenarkan untuk dilakukan ERCP rutin.

Sebaliknya, sejumlah studi menunjukan bahwa pasien dengan pancreatitis bilier akut yang berat akan mempnyai resiko yang tinggi untuk mempunyai batu saluran empedu yang tertinggal bila kolngiografi dilakkan pada tahap dini sesudah serangan. Beberapa studi terbuka tanpa control memperlihatkan sfingteretomi endoskopik pada keadan ini tampaknya aman dan disertai penurunan angka kesaikitan dan kematian.13

Page 25: Lbm 4 Enterohepatik

Gambar 13. Gambaran Komplikasi pada Batu Empedu dan Saluran Empedu1

7. PENATALAKSANAANa. Tindakan Operatif

1) KolesistektomiTerapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan

operasi.Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik.

Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat “silent stone” pada akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik.14

Indikasi kolesistektomi adalah sebagai berikut :

- Adanya keluhan bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat.- Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.- Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya Diabetes

Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.14

a) Kolesistektomi terbuka

Page 26: Lbm 4 Enterohepatik

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.12

b) Kolesistektomi laparaskopi Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut.Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus.Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.12

Page 27: Lbm 4 Enterohepatik

1 2 3

45

Komplikasi kolesistektomi

Saat ini hampir semua melakukan operasi laparoskopi atau menggunakan key-hole surgery. Dengan menggunakan insisi kecil, batu empedu dan kantong empedu dibuang. Kantong empedu adalah tempat penyimpanan empedu, dan organ ini dapat dibuang tanpa berpengaruh terhadap kesehatan. Setelah pengangkatan kantong empedu, empedu dapat mengalir langsung dari hati ke usus.16

Proses pemulihan biasanya berlangsung selama 1 sampai 3 hari di rumah sakit dan pasien dapat beraktivitas normal kembali setelah 1 minggu. Apabila ada peradangan yang parah, luka atau infeksi kandung empedu, key-hole surgery mungkin tidak dapat dilakukan sehingga perlu dilakukan operasi terbuka. Prosedur ini dilakukan dengan membuat insisi 5-6 inchi pada sisi kanan abdomen dan kantong empedu dapat dibuang. Proses pemulihannya lebih panjang dibandingkan metode key-hole karena rasa sakit akibat insisi. Operasi terbuka dilakukan pada 5-8% operasi kolesistektomi.16

Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah cedera duktus empedu, empedu bocor, pembentukan abses, infeksi pada luka dan pendarahan.16

2) Kolesistostomi Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-cabang

saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan resiko tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi kolesistektomi dini.

Indikasi dari kolesistostomi adalah

- Kolesistitis akut berat dengan kandung empedu membesar yang terancam ruptur- Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis- Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang menyertai,

kesulitan teknik operasi- Tersangka adanya pankreatitis

Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi.

Page 28: Lbm 4 Enterohepatik

Gambar 15. Gambaran Kolesistostomi 15

b. Tindakan Non-Operatif1) Terapi Disolusi

Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang mampu melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973 di klinik Mayo, Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan terjadinya kekambuhan.5

Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 – 15 mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis.

Indikasi pemberian CDCA yaitu :

- Wanita hamil - Penyakit hati yang kronis- Kolik empedu berat atau berulang-ulang- Kandung empedu yang tidak berfungsi. 5

Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan jaringan hati, terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat (UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal. Pada saat ini pemakaiannya adalah kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-masing dengan dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan kolesterol mencapai puncaknya pada malam hari. 5

Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a reduktase sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu. Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan waktu yang lama serta tidak selalu berhasil. 5

2) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah

disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil.Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam

Page 29: Lbm 4 Enterohepatik

empedu menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih mudah.Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk membantu melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus memenuhi beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya.5

a) Kriteria Munich :- Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik).- Penderita tidak sedang hamil.- Batu radiolusen - Tidak ada obstruksi dari saluran empedu- Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke arah batu.

b) Kriteria Dublin :- Riwayat keluhan batu empedu- Batu radiolusen - Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau bila

multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal 3.- Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik.5

Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila dipandang dari sudut penderita karena dapat dilakukan secara rawat jalan, sehingga tidak mengganggu aktifitas penderita.Demikian juga halnya dengan pembiusan dan tindakan pembedahan yang umumnya ditakutkan penderita dapat dihindarkan.Namun tidak semua penderita dapat dilakukan terapi ini karena hanya dilakukan pada kasus selektif.Di samping itu penderita harus menjalankan diet ketat, waktu pengobatan lama dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, serta dapat timbul rekurensi setelah pengobatan dihentikan. Faal hati yang baik juga merupakan salah satu syarat bentuk terapi gabungan ini , karena gangguan faal hati akan diperberat dengan pemberian asam empedu dalam jangka panjang.

ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak infasif namun dalam kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi misalnya rasa sakit di hipokondrium kanan, kolik bilier, pankreatitis, ikterus, pendarahan subkapsuler hati, penebalan dinding dan atropi kandung empedu.7

c. DietikPrinsip perawatan dietetik pada penderita batu kandung empedu adalah memberi

istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus.Di samping itu untuk memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh.5

Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan.13

Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi, maka diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan sangat membantu.

Page 30: Lbm 4 Enterohepatik

Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu :

- Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.- Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi.- Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.- Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi.

Page 31: Lbm 4 Enterohepatik

Sjamsuhidajat, R., de Jong, W. 2004. Saluran empedu dan Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 561-79.

KOLESISTITIS

Kolesistitis Akut

Merupakan radang dinding kandung empedu akut yang disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam.

Terbagi atas kolesistitis akut kalkulus dan kolesistitis akut akalkulus.

Etiologi dan Patogenesis

Faktor yang berperan adalah adanya stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Adanya stasis akibat batu yang menyumbat duktus sistikus, mungkin akibat kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu.

Morfologi

Pada kolesistitis akut, kandung empedu biasanya membesar (2-3 x lipat), tegang, merah terang atau memperlihatkan bercak keunguan-hijau hitam (akibat perdarahan subserosa), lumen biasanya berisi darah, fibrin (keruh), atau pus. Jika mengandung pus disebut empiema kandung empedu. Pada kasus yang berat kandung empedu berubah menjadi organ nekrotik hijau-hitam (kolesistitis gangrenosa)

Kolesistitis Akut Kalkulus

1. Akibat peradangan akut dinding kandung empedu yang mengandung batu, selain itu adanya obstruksi leher kandung empedu atau duktus sistikus.

2. Merupakan penyulit utama tersering pada batu empedu dan penyebab tersering dilakukannya kolesistektomi darurat

3. Gejala mungkin timbul mendadak dan merupakan kejadian darurat bedah akut. Bisa juga, gejala mungkin ringan dan mereda tanpa intervensi medis

4. Awalnya adalah akibat iritasi kimiawi dan peradangan dinding kandung empedu yang berkaitan dengan obstruksi saluran empedu. Fosfolipase mukosa menghidolisis lesitin empedu menjadi lisolesitin yang bersifat toksik bagi mukosa. (baca penjelasan patofisiologi kolelitiasis mengenai lesitin). Lapisan mukosa glikoprotein yang secara normal bersifat protektif rusak , sehingga epitel mukosa terpajan langsung ke efek detergen garam empedu. Prostaglandin yang dibebaskan didalam dinding kandung empedu yang teregang ikut berperan dalam peradangan mukosa dan mural. Peregangan dan peningkatan tekanan intralumen juga mengganggu aliran darah ke mukosa. Proses ini terjadi tanpa infeksi bakteri; baru setelah proses berlangsung cukup lama terjadi kontaminasi oleh bakteri

Kolesistitis Akut Akalkulus

Page 32: Lbm 4 Enterohepatik

1. Sebagian kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus), yang timbul pada: a) pasien rawat inap lama dan mendapat nutrisi secara parenteral; b) pada sumbatan karena keganasan kandung empedu, batu di saluran empedu; c) akibat komplikasi penyakit seperti demam tifoid dan diabetes mellitus; d) trauma berat dan luka bakar luas; e) sepsis, dehidrasi, stasis empedu dan gangguan pembuluh darah, dan kontaminasi bakteri juga ikut berperan

Gejala Klinik

1. Kolik perut di kanan atas epigastrium dan nyeri tekan disertai kenaikan suhu tubuh

2. Kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsungsampai 60 menit tanpa reda

3. Berat ringannya keluhan tergantung tingkat inflamasi sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu

4. Ikterus (20% kasus), umumnya derajat ringan (bilirubin <4 mg/dL). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, pikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik.

5. Pada pemeriksaan fisik, teraba masa kandung empedu, nyeri tekan dan tanda peritonitis lokal (Murphy’s sign)

6. Pemeriksaan laboratorium, adanya leukositosis, kemungkinan peningkatan transaminase dan fosfatase alkali.

7. Bila nyeri makin berat, suhu tinggi dan menggigil, disertai leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu

Diagnosis

1. Foto polos abdomen tidak memperlihatkan kolesistitis akut, pada 15% pasien, dapat terlihat batu radioopak (tidak tembus pandang) yang banyak mengandung kalsium

2. Kolesistografi oral tidak bermanfaat pada gambaran kandung empedu bila ada obstruksi

3. USG sebaiknya dikerjakan rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95%

4. CT scan abdomen kurang sensitif dan mahal, tapi mampu memperlihatkan abses perikolesistik yang masih kecil (hal ini tidak terlihat pada USG)

5. Skintigrafi saluran empedu menggunakan zat radioaktif HIDA atau 99n Tc6, mempunyai nilai lebih rendah dari USG dan tidak mudah dilakukan

Diagnosis Banding

Pada nyeri perut kanan atas yang tiba-tiba perlu dipikirkan adanya penjalaran nyeri saraf spinal, kelainan organ dibawah diafragma (appendiks retrosekal, sumbatan usus, perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut dan infark miokard)

Pengobatan

1. Pengobatan umum: istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, obat penghilang rasa nyeri (petidin) dan anti spasmodik. Antibiotic untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septisemia, seperti golongan ampisilin, sefalosporin danmetronidazol mampu mematikan kuman yang umum pada kolesistitis akut (E. coli, S. faecalis, Klesiella)

Page 33: Lbm 4 Enterohepatik

2. Kolesistektomi, masih diperdebatkan. Ahli bedah pro operasi dini menyatakan gangren dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan; dan menekan biaya perawatan RS. Ahli bedah kontra operasi dini menyatakan akan terjadi penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi lebih sulit karena proses inflamasi akut di sekitar duktus mengaburkan anatomi

3. Saat ini banyak di gunakan kolesistektomi laparoskopik. Walau invasif tapi bisa mengurangi rasa nyeri pasca operasi, menurunkan angka kematian, secara kosmetik lebih baik, menurunkan biaya perawatan RS dan mempercepat aktivitas pasien.

Prognosis

1. Penyembuhan spontan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu masih tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi

2. Tidak jarang terjadi kolesistitis rekuren

3. Kadang kolesistitis akut berkembang cepat menjadi gangren, empiema, dan perforasi kandung empedu, fisitel, abses hati dan peritonitis umum. Ini bisa dicegah dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan

4. Tindakan bedah akut pada pasien >75 tahun mempunyai prognosis buruk, bisa terjadi komplikasi pasca bedah

(Penjelasan berikutnya mengenai Kolesistitis Kronik, pada kasus “Nyeri Perut Kanan Atas yang Menjalar ke Bahu Kanan”, buka di halaman Modul Enterohepatik – Kolesistitis Kronik)

Kumar V., Cotran R. S., Robbins S. L. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC

9. Apa pemeriksaan penunjang dan gold stadart pada skenario ?

1. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan

kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi

peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi

sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat

penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum

yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus

koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase

serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi

serangan akut

2. Pemeriksaan radiologis

Page 34: Lbm 4 Enterohepatik

i. Foto polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas

karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat

radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu

berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan

akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung

empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan

atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura

hepatika

ii. Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi

untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu

intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat

dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang

diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat

pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang

oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri

pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan

palpasi biasa.

iii. Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik

karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu

radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.

Page 35: Lbm 4 Enterohepatik

Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah,

kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis

karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai

hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi

kandung empedu

10.Apa etiologi, faktor resiko, patogenesis dan manifestasi klinis dari DD ? ( di soal DD dan Diagnosis )

11.Bagaimana penatalaksanaan pada skenario ? ( di soal DD dan Diagnosis )12.Mekanisme pembentukan batu empedu ?

FISIOLOGISekresi Empedu

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli.Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris.Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri.Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.3

Empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :

a. Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.

b. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.4

Penyimpanan dan Pemekatan Empedu

Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml per hari.Empedu yang disekresikan secara terus-menerus oleh sel-sel hati disimpan dalam kandung empedu sampai diperlukan di duodenum. Volume maksimal kandung empedu hanya 30-60 ml. Meskipun demikian, sekresi empedu selama 12 jam (biasanya sekitar 450 ml) dapat disimpan dalam kandung empedu karena air, natrium, klorida, dan kebanyakan elektrolit kecil lainnya secara terus menerus diabsorbsi oleh mukosa kandung empedu, memekatkan zat-zat empedu lainnya, termasuk garam empedu, kolesterol, lesitin, dan bilirubin. Kebanyakan absorpsi ini disebabkan oleh transpor aktif natrium melalui epitel kandung empedu, dan keadaan ini diikuti oleh absorpsi sekunder ion klorida, air, dan kebanyakan zat-zat terlarut lainnya. Empedu secara normal dipekatkan sebanyak 5 kali lipat dengan cara ini, sampai maksimal 20 kali lipat.1,4

Page 36: Lbm 4 Enterohepatik

Pengosongan Kandung Empedu

Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus.Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum.Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, kemudian masuk kedalam darah dan menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus koledokus dan sfingter Oddi mengalami relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum.1,4

Proses koordinasi aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :

2) Hormonal :Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon kolesistokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.

3) Neurogen : Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase cephalik dari sekresi cairan lambung atau

dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu. Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai

sfingter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.

Secara normal pengosongan kandung empedu secara menyeluruh berlangsung selama sekitar 1 jam.Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu. 4,5

Page 37: Lbm 4 Enterohepatik

Gambar 2. Gambaran fisiologi empedu4

Komposisi Cairan Empedu

Tabel 1. Komposisi Empedu 4

KomponenEmpedu

Hati

Empedu

Kandung Empedu

Air 97,5 gr/dl 92 gr/dl

Garam Empedu 1,1 gr/dl 6 gr/dl

Bilirubin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl

Kolesterol 0,1 gr/dl 0,3 – 0,9 gr/dl

Asam Lemak 0,12 gr/dl 0,3 – 1,2 gr/dl

Lecithin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl

Na+ 145 mEq/L 130 mEq/L

K+ 5 mEq/L 12 mEq/L

Ca+ 5 mEq/L 23 mEq/L

Cl- 100 mEq/L 25 mEq/L

Page 38: Lbm 4 Enterohepatik

HCO3- 28 mEq/L 10 mEq/L

Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik.1

Fungsi garam empedu adalah :

Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.

Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak.4

Prekursor dari garam empedu adalah kolesterol.Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90%) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.4

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas.Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.4

Sjamsuhidajat, R., de Jong, W. 2004. Saluran empedu dan Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 561-79

Page 39: Lbm 4 Enterohepatik

Kolesistitis 90% batu kandung empedu

Infeksi bakteri

kolesistitis akuto kolik perut kanan

atas / epigastriumo nyeri tekano demamo rasa sakit yang

menjalar sampai pundak atau scapula kanan yang berlangsung kurang lebih 1 jam tanpa reda

kolesistitis kroniko rasa penuh di

epigastriumo naussea

kolesistitis akuto intirahat total o pemberian nutrisi

parenteralo diet ringan o obat penghilang

rasa sakit(nyeri)petidin dan antispasmodik

o pemberian antibiotik untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis dan septisemia (golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazole)

o kolesistektomi

kolesistitis kronikpada sebagian besar pasien kolesistitis kronis dengan atau tanpa batu kandung empedu yang simptomatik, dianjurkan untuk kolesistektomi. Keputusan untuk kolesistektomi agak sulit untuk pasien dengan keluhan minima atau disertai penyakit lain yang mempertinggi risiko operasi.

Kolelithiasis

Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti.adapun faktor predisposisi terpenting, yaitu :

o gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu,

o statis empedu, o infeksi kandung

empedu.

Gejala kolelitiasis dapat terjadi akut atau kronis dan terjadinya gangguan pada epigastrium jika makan makanan berlemak, seperti:

o rasa penuh diperuto distensi abdomeno nyeri samar pada

kuadran kanan atas.

Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol.Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam empedu

Page 40: Lbm 4 Enterohepatik

dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat melarut lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun , dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.

Pembedahan CholesistektomyMerupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis atau pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan konservatif .