Download docx - Lapsus PEB

Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

Pre-eklampsia dan eklamsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada

ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias: hipertensi,

proteinuria dan edema, yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu

tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi

sebelumnya.1

Di Indonesia Preeklampsia berat (PEB) merupakan salah satu penyebab

utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia. PEB diklasifikasikan

kedalam penyakit hipertensi yang disebabkan karena kehamilan. PEB ditandai

oleh adanya hipertensi sedang-berat, edema, dan proteinuria yang masif.

Penyebab dari kelainan ini masih kurang dimengerti, namun suatu keadaan

patologis yang dapat diterima adalah adanya iskemia uteroplacenta. Banyak faktor

yang dapat menyebabkan terjadinya preeclampsia dan eklampsia. Faktor yang

sering ditemukan sebagai faktor risiko antara lain nullipara, kehamilan ganda, usia

kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, riwayat keturunan, dan obesitas.2

Menurut World Health Organization (WHO), salah satu penyebab

morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah pre-eklamsia (PE), angka

kejadiannya berkisar antara 0,51%-38,4%. Di negara maju angka kejadian pre-

eklampsia berkisar 6-7% dan eklampsia 0,1-0,7%. Sedangkan angka kematian ibu

yang diakibatkan pre-eklampsia dan eklampsia di negara berkembang masih

tinggi.5

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994 Angka

Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran (GOI &

UNICEF,2000). Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan

eklampsia. Kedua sebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan

kehamilan (antenatal care/ANC) yang memadai, atau pelayanan berkualitas

dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan.8

1

Diagnosis dini dan penanganan adekuat dapat mencegah perkembangan

buruk PER kearah PEB atau bahkan eklampsia penanganannya perlu segera

dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak. Semua

kasus PEB harus dirujuk ke rumah sakit yang dilengkapi dengan fasilitas

penanganan intensif maternal dan neonatal, untuk mendapatkan terapi definitif

dan pengawasan terhadap timbulnya komplikasi-komplikasi.5

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia gravidarum adalah suatu

kondisi yang bisa dialami oleh setiap wanita hamil. Preeklampsia adalah

kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang

terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema.1

Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,

bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak

menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,

sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau

lebih.2

2.2 Etiologi

Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak

teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya.

Oleh karena itu disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban

yang memuaskan.4

Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi pre eklampsia masih merupakan

sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena

itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia,

serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka

kematian ibu dan anak.3

Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi ada teori yang

dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia, yaitu :

a. Bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion,

dan mola hidatidosa.

b. Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan.

c.  Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam

uterus.

d. Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.

3

Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan tersebut

sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory.

Adapun teori-teori tersebut antara lain :5

a. Peran Prostasiklin dan Tromboksan .

b.  Peran faktor imunologis.

c. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada

pre-eklampsi/eklampsia.

d. Peran faktor genetik /familial

e.  Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi/ eklampsi

pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi/eklampsi.

f.  Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampspia dan anak

dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan bukan pada

ipar mereka.

g.  Peran renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS)

2.3. Epidemiologi

Di negara-negara sedang berkembang, angka kematian ibu jauh lebih

tinggi. Di Afrika sub-Sahara, angka kematian ibu rata-rata 600 per 100.000

kelahiran hidup; di Asia selatan, 500 per 100.000 per kelahiran; di Asia Tenggara

dan Amerika Latin 300 per 100.000 kelahiran hidup. Beberapa negara maju telah

menerbitkan hasil penyelidikan konfidensial atas kematian ibu setiap 3 tahun,

dengan menganalisa sebab-sebab kematian ibu dan dibuat saran-saran untuk

mencegah kematian yang terjadi, ini telah diterbitkan di Inggris sejak 1952 dan di

Australia sejak 1965. Pada tahun 1990, diterbitkan sebuah laporan yang

menganalisis semua kematian ibu yang terjadi di Amerika Serikat yang terjadi

antara tahun 1979 dan 1986. Studi dari ketiga laporan tersebut menunjukkan

bahwa penyebab kematian ibu sama pada ketiga negara tersebut.4,6

Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah

besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita

subur usia disebabkan berkaitan dengan hal kehamilan. Kematian saat melahirkan

biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak

4

produktifitasnya. Tahun 1996, WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu per

tahunnya meninggal saat hamil atau persalinan.7

Dari beberapa kepustakaan lain frekuensi penderita preeclampsia berkisar

3% - 10 %, hasil penelitian Erwati dkk (1994) di Padang didapatkan kejadian

preeklampsia berat 4,32 % dan eklampsia 0,89 % dengan jumlah kematian

perinatal 1,08%.5

2.4. Klasifikasi

Dibagi menjadi 2 jenis preeklampsia, yaitu sebagai berikut :1

 A. Preeklampsia Ringan

1. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi

berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau

kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-

kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya

6 jam.

2.  Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau

lebih per minggu.

3. Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 + pada

urin kateter atau midstream.

B. Preeklampsia Berat

1. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

2. Proteinuria 5 gr atau lebih dalam 24 jam, +3 atau +4 pada pemeriksaan

kualitatif.

3. Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .

4.  Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada

epigastrium.

5. Terdapat edema paru dan sianosis.

5

2.5. Tanda dan Gejala

Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila

peningkatan tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam

trimester pertama atau kedua awal, ini mungkin menunjukkan bahwa penderita

menderita hipertensi kronik. Tetapi bila tekanan darah ini meninggi dan tercatat

pada akhir trimester kedua dan ketiga, mungkin penderita menderita

preeclampsia.5

Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mm Hg, atau

peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mm Hg, atau adanya

tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolic sekurang-

kurangnya 90 mm Hg atau lebih atau dengan kenaikan 20 mm Hg atau lebih, ini

sudah dapat dibuat sebagai diagnose. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal

2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Tetapi bila diastolik sudah

mencapai 100 mmHg atau lebih, ini sebuah indikasi terjadi preeklampsia berat.6

Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam

jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta

pembengkakan pada kaki, jari-jari tangan, dan muka, atau pembengkan pada

ektrimitas dan muka. Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada

kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosis pre-

eklampsia. Kenaikan berat badan ½ kg setiap minggu dalam kehamilan masih

diangap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali atau 3 kg dalam

sebulan pre-eklampsia harus dicurigai. Atau bila terjadi pertambahan berat badan

lebih dari 2,5 kg tiap minggu pada akhir kehamilan mungkin merupakan tanda

preeklampsia. Tambah berat yang sekonyong-konyong ini disebabkan retensi air

dalam jaringan dan kemudian edema nampak dan edema tidak hilang dengan

istirahat. Hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-

eklampsia. Edema dapat terjadi pada semua derajat PIH ( Hipertensi dalam

kehamilan) tetapi hanya mempunyai nilai sedikit diagnostik kecuali jika

edemanya general.1,2,5

6

Proteinuria timbul lebih lambat dari hipertensi dan tambah berat badan.

Proteinuria sering ditemukan pada preeklampsia, hal ini disebabkan karena

vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal. Karena itu harus dianggap

sebagai tanda yang cukup serius.8

Gejala subyektif yang membawa pasien ke dokter, sakit kepala yang keras

karena vasospasmus atau edema otak, sakit di ulu hati karena regangan selaput

hati oleh haemorrhagia atau edema, atau sakit kerena perubahan pada lambung.

Gangguan penglihatan menjadi kabur sampai pasien buta. Gangguan ini

disebabkan vasospasmus, edema atau ablatio retinae. Perubahan ini dapat dilihat

dengan ophtalmoscop. Gangguan pernafasan sampai sianosis. Pada keadaan berat

akan diikuti gangguan kesadaran.5

2.6. Patofisiologi

Pada preeklampsia terdapat penurunan  aliran darah. Perubahan ini

menyebabkan  prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia

uterus. Keadaan iskemia pada uterus , merangsang pelepasan bahan tropoblastik

yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik

menyebabkan terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan tromboplastin.

Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi

/ agregasi trombosit deposisi fibrin.

Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme

sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan

koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan

konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan

faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis.

Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati

dan bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi

angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya

vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen

arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel

darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan

sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme,

7

angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan

aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan 

menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.

Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak,

darah, paru- paru, hati, renal dan plasenta. Pada otak akan menyebabkan

terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi

serebral, nyeri dan kejang sehingga menimbulkan risiko cedera. Pada darah akan

terjadi endotheliosis yang menyebabkan menyebabkan sel darah merah dan

pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya

pendarahan, sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya

anemia hemolitik. Pada paru- paru akan terjadi kongesti vena pulmonal,

perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya edema paru. Edema

paru akan menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas. Pada jantung,

vasokontriksi pembuluh darah akan menyebabkan gangguan kontraktilitas

miokard sehingga menyebabkan payah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh

aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi

cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema. Selain itu, vasospasme arteriol

pada ginjal akan meyebabkan penurunan GFR (glomerulus filtration rate) dan

permeabilitas terrhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi

dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis

menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouria dan anuria. Oligouria atau

anuria terjadi karena gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang

meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus

dan menyebabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola

selanjutnya menyebabkan edema diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat

menyebabkan terjadinya diplopia. Pada plasenta penurunan perfusi akan

menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan

plasenta sehingga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation

risiko gawat janin.

8

Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf

parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus

gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan

terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl

meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi

akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga

terjadi ketidakseimbangan nutrisi. Pada ektrimitas dapat terjadi metabolisme

anaerob menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP

dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang

diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah.

2.7. Penatalaksanaan

a. Perawatan aktif 

Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah

pengobatan medisinal. 

Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan

pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG). Indikasi : 

Ibu 

Usia kehamilan 37 minggu atau lebih 

Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi

konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan

desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala

tidak ada perbaikan. 

Janin 

Hasil fetal assesment jelek

Adanya tanda IUGR (janin terhambat) 

Laboratorium 

Adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,

trombositopenia) 

9

Pengobatan medisinal 

Pengobatan medisinal pasien preeklampsia berat adalah

Segera masuk rumah sakit. 

Tirah baring miring ke satu sisi.

Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap jam. 

Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125

cc/jam) 500 cc. 

Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. 

Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4). 

- Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit

kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti

segera 4 gram di pantat kiri dan 4 gr di pantat kanan (40% dalam 10 cc)

dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat

diberikan xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM. 

- Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal

lalu dosis ulang diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian

MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.

Syarat-syarat pemberian MgSO4 

- Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10% dalam

10 cc) diberikan IV dalam 3 menit. 

-  Refleks patella positif kuat. 

-  Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit. 

-  Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam)

MgSO4 dihentikan bila : 

- Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis

menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan

selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot

pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah

4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter.

10

Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan dan > 15

mEq/liter terjadi kematian jantung.

- Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 :

Hentikan pemberian MgSO4

Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam

waktu 3 menit

Berikan oksigen.

Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah

jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg IM.

Anti hipertensi diberikan bila :

- Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau MAP

lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolik <105 mmHg

(bukan < 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.

-  Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.

- Bila diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-

obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis

yang dapat dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press

disesuaikan dengan tekanan darah.

- Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet

antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali.

Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai

diberikan secara oral (syakib bakri,1997)

b. Perawatan Konservatif

Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah

pengobatan medisinal.

1. Indikasi : bila kehamilan preterm lebih dari 28 minggu dan kurang 37

minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan

janin baik.

11

2. Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan

aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan IV, cukup intramuskular

saja dimana gram pada pantat kiri dan 4 gram pada pantat kanan.

3. Pengobatan obstetri :

-  Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti

perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.

-  MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia

ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam

-  Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan

medisinal gagal dan harus diterminasi.

-   Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu

MgSO4 20% 2 gr IV.

2.8. Komplikasi

Nyeri epigastrium menunjukkan telah terjadinya kerusakan pada liver dalam

bentuk kemungkinan :5

a. Perdarahan subkapsular

b. Perdarahan periportal system dan infark liver

c. Edema parenkim liver

d. Peningkatan pengeluara enzim liver

Tekanan darah dapat meningkat sehingga dapat menimbulkan kegagalan dari

kemampuan system otonom aliran darah system saraf pusat dan menimbulkan

berbagai bentuk kelainan patologis sebagai berikut:5

a. Edema otak karena permeabilitas kapiler bertambah

b. Iskemia yang menimbulkan infark serebral

c. Edema dan perdarahan menimbulkan nekrosis

d. Edema dan perdarahan pada batang otak dan retina

e. Dapat terjadi herniasi batang otak yang menekan pusat vital medulla

oblongata

12

Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama adalah

melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeclampsia dan eklampsia.

Komplikasi dibawah ini yang biasa terjadi pada preeclampsia berat :

a. Solusio plasenta

Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih

sering terjadi pada preeclampsia.

b. Hipofibrinogenemia

Biasanya terjadi pada preeclampsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk

pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.

c. Hemolisis

Penderita dengan preeclampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala

klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui secara pasti

apakah ini merupakan kerusakan sel hati atau destruksi sel darah merah.

Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsy penderita

preeclampsia dapat menerangkan hal tersebut.

d. Perdarahan otak

Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita preeclampsia

berat dan eklampsia.

e. Kelainan mata

Kehilangan penglihatan sementara, yang berlangsung sampai seminggu.

Perdarahan biasanya terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda gawat

akan terjadi apopleksi serebri.

f. Edema paru-paru

Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena

bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Terkadang ditemukan abses paru-

paru.

g. Nekrosis hati

Hal ini disebabkan adanya vasospasme arteriole. Kerusakan sel-sel hati

dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-

enzimnya.

13

h. Sindrom HELLP (haemolysis, elevated liver enzymes and low platelet)

Merupakan kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,

hepatoselular (peningkatan enzim hati SGOT dan SGPT), gejala subjektif

berupa cepat lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium, hemolisis terjadi akibat

kerusakan membrane eritrosit oleh radikal bebas asam lemak jenuh dan tak

jenuh. Trombositopenia, agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskular),

kerusakan tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom.

i. Kelainan Ginjal

Berupa endotelioasis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel

endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lain. Kelainan yang dapat

timbul adalah oligouria, anuria sampai gagal ginjal.

14

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Pasien

Nama : Ny. S

Umur : 42 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMA

Agama : Islam

Alamat : Gang Damai, Bukit

MRS : 9 Januari 2013 pukul 13.35 WIB

Suami Pasien

Nama : Tn. T

Umur : 43 tahun

Pekerjaan : Buruh

Pendidikan : SMA

Agama : Islam

3.2. Anamnesis

Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 9 Januari 2013 pukul 22.00 WIB

3.2.1. Keluhan Utama

Penderita datang dengan keluhan perut mules mau melahirkan disertai dengan

darah tinggi.

3.2.2. Riwayat Perjalanan Penyakit

Penderita datang ke RSUD Palembang BARI dengan keluhan perut mules-mules

ingin melahirkan, mules-mules dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit,

mules dirasakan hilang timbul, dan jarang dirasakan. Penderita mengaku hamil

cukup bulan, hamil anak ke empat, penderita pernah mengalami keguguran saat

kehamilan kedua dan kehamilan ketiga, saat hamil anak kedua penderita

15

mengalami darah tinggi. Riwayat keluar air-air dari kemaluan tidak ada, keluar

darah lendir tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada,

nyeri kepala hebat tidak ada, gangguan penglihatan tidak ada. Gerakan anak masih

dirasakan sampai sekarang.

3.2.3. Riwayat Menstruasi

Usia Menarche : 12 tahun

Siklus Haid : 28 hari

Lama Haid : 6-7 hari, 2-3 kali ganti pembalut/hari

HPHT : 20 April 2012

TP : 27 Januari 2013

3.2.4. Riwayat Perkawinan

Lama Menikah : 10 tahun

Usia Menikah : 32 tahun

3.2.5. Riwayat Kontrasepsi

Penderita mengaku memakai KB suntik setiap setelah melahirkan 3 bulan sekali.

3.2.6. Riwayat ANC

Selama kehamilan penderita melakukan ANC tiap bulan dan pernah melakukan

pemeriksaan USG dan hasilnya baik. Penderita tidak pernah mengikuti imunisasi

TT karena penderita tidak tahu.

3.2.7. Riwayat Persalinan

1. Usia 33 tahun, Laki-laki, cukup bulan, BBL : 3000 gr, PB : 51 cm, lahir

spontan ditolong bidan

2. Usia 38 tahun, keguguran

3. Usia 39 tahun, keguguran

4. Hamil sekarang

16

3.2.8. Riwayat Penyakit Dahulu

Penderita tidak menderita asma, penyakit jantung, kencing manis, penyakit paru,

alergi obat dan makanan, kejang-kejang saat hamil. Penderita mengalami darah

tinggi saat hamil kedua.

3.2.9. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat penyakit keluarga darah tinggi, kencing manis, penyakit

jantung, kejang-kejang, asma dan alergi obat dan makanan.

3.3. Pemeriksaan Fisik (9 Januari 2013 pukul 22.00 WIB)

a. Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tinggi Badan : 154 cm

Berat Badan : 59 kg

Tekanan Darah : 170/100

Nadi : 84 x/menit

Pernapasan : 22 x/menit

Suhu : 36,7 celcius

b. Mata

Conjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema periorbital

(+/+)

c. Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran

kelenjar tiroid

d. THT

Mukosa bibir kering (-), mukosa bibir sianosis (-), pembesaran tonsil (-),

faring hiperemis (-)

e. Thorax :

Simetris, retraksi dinding dada (-)

Mammae : simetris, membesar, puting menonjol, hiperpigmentasi (+/+)

Cor

Inspeksi : iktus cordis tidak tampak

17

Palpasi : iktus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicula

Perkusi : batas jantung jelas

Auskultasi : bunyi jantung I/II (+) normal, regular, murmur (-),

gallop (-)

Pulmo

Inspeksi : simetris, barrel chest (-)

Palpasi : stem fremitus simetris

Perkusi : sonor (+/+)

Auskultasi : vesicular (+/+), wheezing (-), ronchi (-)

f. Abdomen

Inspeksi : cembung membesar, striae gravidarum (+), caput medusa

(-), skar operasi (-)

Auskultasi : bising usus normal

Perkusi : tymphani pada bawah prosessus xiphoideus, redup pada

uterus

Palpasi : hepar dan lien sukar dinilai

g. Genitalia : Lendir darah (-), air ketuban tidak merembes

h. Ekstremitas : edema pretibia (-/-), reflek patella (+/+) normal

3.4. Status Obstetri

Palpasi (pemeriksaan luar)

Tinggi Fundus Uteri : 3 jari di bawah processus xyphoideus (36 cm)

Letak Janin : memanjang dengan punggung di kanan, bagian

terbawah adalah kepala, belum masuk PAP, penurunan 5/5

Denyut Jantung Janin : 149 x/menit regular

His : his 1 x/10 menit, lama <10 detik

Taksiran Berat Janin : 3410 gr

Pemeriksaan Dalam (Vaginal toucher)

Vulva/vagina : tidak ada kelainan

Portio : kuncup, tebal, lunak

Pembukaan : belum ada pembukaan

Ketuban : ketuban tidak dapat dinilai

18

3.5. Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 10 januari 2013

1. Hb : 7,0 gr/dl

2. Leukosit : 11.500/ul

3. Trombosit : 299.000/ul

4. Diff Count : 0/0/2/76/20/2

5. Hematokrit : 24%

6. Glukosa sewaktu : 42 mg/dl

7. SGOT : 22 u/i

8. SGPT : 22 u/i

9. Urin : belum ada hasil

Pemeriksaan USG :

Usia kehamilan 34-35 minggu

Letak janin normal, kepala berada dibawah

Tidak ada kelainan letak placenta

Cairan ketuban cukup

Denyut jantung janin (+) baik

3.6. Diagnosis Kerja

G4P1A2 hamil 34-35 minggu dengan preeklampsia berat, belum inpartu, janin

tunggal hidup presentasi kepala

3.7. Penatalaksanaan

- IVFD RL gtt xx/menit

- MgSO4 40% 20 cc bokong kanan bokong kiri (satu kali pemberian)

- MgSO4 4g/10 cc per-6 jam intramuscular

- cefotaxime 2x1 gr intravena

- nifedipine 3x10 mg tab

19

- observasi keadaan umum dan tanda vital ibu

- observasi DJJ

- bedrest (miring ke satu sisi yaitu sisi kiri)

- kateter menetap

3.8. Follow Up

10 Januari 2013

S/ pusing (+), sembab di mata

O/ keadaan umum : tampak sakit ringan

Sens : compos mentis

TD : 130/90 mmhg

Nadi : 82 x/m

Pernapasan : 22 x/m

Suhu : 36,7 celcius

Status Obstetri

Pemeriksaan Luar

Tinggi Fundus Uteri : 3 jari di bawah processus xyphoideus (36 cm)

Letak Janin : memanjang dengan punggung di kanan, bagian terbawah

adalah kepala, belum masuk PAP, penurunan 5/5

Denyut Jantung Janin : 142 x/menit regular

His : (-)

PD : tidak dilakukan

A : G4P1A0 hamil 34-35 minggu dengan preeclampsia berat, belum inpartu, janin

tunggal hidup presentasi kepala

P : - observasi KU dan Tanda Vital Ibu

- Observasi DJJ

- Miring ke satu sisi (kiri)

- IVFD RL gtt xx/m

- Cefotaxime 2x1 gr intravena

- Nifedipine 3x10 mg tab

20

BAB IV

ANALISA KASUS

Dari hasil anamnesis pasien G4P1A2 hamil 34-35 minggu, datang ke

rumah sakit dengan keluhan mules-mules mau melahirkan dengan darah tinggi.

Mules dirasakan sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit, mules dirasakan

hilang timbul, dan jarang dirasakan. Berdasarkan gejala yang terjadi pada

penderita kemungkinan penderita mengalami pre-eklampsia, hal ini ditunjukkan

oleh usia kehamilan lebih dari 20 minggu dengan darah tinggi. Menurut teori

preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema

akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah

persalinan.

Dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (laboratorium

darah rutin dan urine lengkap + usg) didapatkan tekanan darah 170/100 mmHg,

nadi 84 x/menit, edema periorbital (+/+) penderita di diagnosis dengan

preeclampsia berat. Berdasarkan teori untuk menegakkan diagnosis preeclampsia

berat didapatkan dua dari trias gejala, yaitu berat badan berlebihan, hipertensi,

proteinuria dan atau edema. Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi

kenaikan 1 kg dalam seminggu. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan,

pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Tekanan darah sistolik lebih dari 160

mmHg dan diastolic lebih dari 110 mmHg. Proteinuria + 5g/24 jam atau kualitatif

4+ (++++). Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan urine lengkap sehingga

tidak tahu apakah ada proteinuria atau tidak, inilah kelemahan dalam laporan

kasus ini untuk mendiagnosis adanya preeclampsia berat. Tetapi dalam penjelasan

diatas jika ditemukan dua tanda dari trias gejala kita dapat mendiagnosis hal ini

sebagai suatu preeclampsia, pada pasien ini ditemukan adanya hipertensi dan

edema periorbital, sehingga dapat ditegakkan diagnosis preeklampsia berat.

Pada kasus ini dilakukan penatalaksanaan konservatif, dikarenakan

kehamilan kurang dari 37 minggu, keadaan janin baik, dan tidak ada tanda

impending eklampsia. Pada pasien ini saat awal diberikan MgSO4 40% 20 cc

bokong kanan dan bokong kiri dalam satu kali pemberian, setelah itu MgSO4

4g/10 cc per 6 jam intramuscular, cefotaxime 2x1 gr intravena, nifedipine 3x10

21

mg tab, observasi keadaan umum dan tanda vital ibu, observasi denyut jantung

janin, bedrest dengan miring ke satu sisi yaitu sisi kiri, dan dipasang kateter

menetap. Hal ini telah sesuai dengan yang ada di dalam teori bahwa pada pasien

tersebut dilakukan perawatan konservatif. Pada pasien ini tidak dilakukan

pengakhiran kehamilan karena penderita mengalami perbaikan setelah dilakukan

perawatan konservatif selama kurang lebih 24 jam, dan hasil USG menunjukkan

tidak ada tanda-tanda gawat janin, sehingga penderita dipulangkan pada tanggal

10 Januari 2013 pukul 12.00 WIB.

22

BAB V

KESIMPULAN

1. Penegakkan diagnosis preeclampsia berat pada kasus ini ditegakkan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

2. Penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus ini sudah tepat karena pada kasus

ini dilakukan perawatan konservatif sesuai dengan teori untuk keselamatan

ibu dan bayi.

23