Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media

supuratif akut atau otitis media akut (OMA) merupakan bentuk akut dari otitis

media supuratif, yang dapat berkembang menjadi OMSK bila tidak diterapi

dengan baik. Otitis media akut (OMA) terjadi akibat faktor pertahanan tubuh yang

terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab terjadinya

OMA. Fungsi tuba sebagai barrier masuknya mikroba ke telinga tengah menjadi

terganggu akibat adanya sumbatan tuba. Infeksi saluran napas atas merupakan

faktor pencetus terjadinya gangguan pada tuba. Makin sering seseorang terutama

anak-anak mengalami infeksi saluran napas atas, makin besar kemungkinannya

orang tersebut mengalami OMA

Otitis media ini merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di

seluruh dunia dengan angka kejadian yang bervariasi pada tiap-tiap negara.

Senturia et al. (1980) membagi otitis media berdasarkan durasi penyakit atas akut

(< 3 minggu), subakut (3-12 minggu) dan kronis (>12 minggu). Sade (1985);

Klein, Tos dan Hussl (1989) pada third dan fourth International Symposium on

otitis media menganjurkan membagi otitis media berdasarkan gejala klinis atas 4

kelompok yaitu miringitis, otitis media supuratif akut (OMSA), otitis media

sekretori (OMS) dan otitis media supuratif kronis (OMSK).3

Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak. Bakteri penyebab OMA

yang utama adalah Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, dan

Pneumokokus. Selain itu kadang juga dapat disebabkan oleh Hemofilus influenza,

Escherichia colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas

aurugenosa. Perubahan telinga tengah sebagai akibat infeksi dibagi atas 5 stadium

berdasarkan gambaran membran timpani yang tampak dari luar.

BAB II

1

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. R S

Umur : 29 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Jl. Dr No.79 RT.12 Buluran Kenali. Telanai Pura Jambi

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan : SLTA

II. ANAMNESIS

(Autoanamnesis, Tgl: 07 Februari 2014)

- Keluhan utama

Os datang dengan keluhan telinga kanan terasa pengap sejak ± 7 hari yang

lalu.

- Riwayat perjalanan penyakit

± Sejak 7 hari yang lalu pasien mengeluh telinga kanan terasa

pengap. Sakit (+) hilang timbul, telinga berdengung (+), pendengaran

berkurang (+), keluar cairan/darah (-), gatal (+), riwayat di korek (+),

riwayat masuk air (-), riwayat masuk binatang (-), terdapat nyeri kepala

sebelah kiri (+) riwayat pusing berputar (+), pilek (+) batuk (+) kurang

lebih sejak 1 minggu yang lalu, riwayat batuk pilek sebelum sakit telinga

(+), demam (-), telinga sebelah kanan tidak ada keluhan. Riwayat merokok

(+) Minimal 1 bungkus sehari.

- Riwayat pengobatan

Pasien belum pernah berobat karena keluhan yang dirasakan saat ini

- Riwayat penyakit dahulu

2

Os sering mengalami batuk & pilek berulang selama beberapa waktu ini

Riwayat Hipertensi disangkal

Riwayat asma disangkal

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat mengalami penyakit yang sama disangkal

- Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga lain yang menderita penyakit yang sama dengan pasien

III. HAL- HAL PENTING

Telinga Hidung Tenggorok Laring

Gatal : +/- Rinore : +/+ Sukar menelan : - Suara parau : -Dikorek : +/+ Buntu : +/- Sakit menelan : - Afonia : -Nyeri : +/- Bersin : +/- Trismus : - Sesak napas : -Bengkak : -/- *Dingin/Lembab: Ptyalismus : - Rasa sakit : -Otore : -/- *Debu rumah : Rasa mengganjal : - Rasa mengganjal : -Tuli : +/- Berbau : -/- Rasa berlendir : -

Tinitus : +/- Mimisan : -/- Rasa kering : -

Vertigo : + Nyeri hidung : -

Mual : + Suara sengau : -

Muntah : -

IV. PEMERIKSAAN FISIK

- Keadaan umum : compos mentis

- Tekanan darah : 120/80mm/Hg

- Pernafasan : 20x/menit

- Suhu : 36,5 0C

- Nadi : 80x/menit

- Anemia : (-)

- Sianosis : (-)

- Stridor inspirasi : (-)

- Retraksi suprasternal : (-)

- Retraksi interkostal : (-)

3

a) Telinga

Telinga Kanan KiriDaun Telinga

- Anotia, mikrotia, makrotia- Keloid- Perikondritis- Kista- Fistel- Ott hematom- Nyeri tekan tragus/daun

telinga

-------

-------

Liang Telinga- Atresia- Serumen prop- Epidermis prop- Korpus alineum- Jaringan granulasi- Exositosis- Osteoma- Furunkel

--------

--------

Membran timpani- Warna- Reflek cahaya

- Hiperemis- Retraksi- Bulging- Atropi- Perforasi- Bula- Sekret

suramTidak ada reflek

cahaya, retraksi(+)-+-----

Putih Seperti mutiara

Arah jam 5-------

Retro auricular- Fistel- Kista- Abses

---

---

Pre auricular- Fistel- Kista- Abses

---

---

b) Hidung

4

Hidung Kanan KiriRinoskopi anterior- Vestibulum Nasi Lebar lubang

hidung normal, krusta (-), bisul (-),

Lebar lubang hidung normal,

krusta (-), bisul (-),

- Kavum Nasi Hiperemis (+), sekret (+), rambut

(+)

Hiperemis (+), sekret (+), rambut

(+)- Selaput Lendir Hiperemis (-),

edema (-)Hiperemis (-),

edema (-)- Septum Nasi Deviasi (-),

perforasi (-)Deviasi (-), perforasi (-)

- Lantai+dasar hidung Licin, massa (-) Licin, massa (-)- Konka inferior Kemerahan (+),

membesar (+), permukaan licin

Kemerahan (+), membesar (+),

permukaan licin- Meatus nasi inferior Sekret (-) Sekret (-)- Konka media Tidak terlihat Tidaka terlihat- Meatus nasi media Sekret (-), polip (-) Sekret (-), polip (-)- Polip - -- Korpus alienum - -- Massa tumor - -- Fenomena palatum

moleSulit dinilai Sulit dinilai

Hidung Kanan KiriRinoskopi posterior

Sulit dinilai

- Kavum Nasi- Selaput Lendir- Koana- Septum nasi- Konka superior- Meatus nasi media- Muara tuba- Adenoid- Massa tumor- Polip

Transluminasi sinus Kanan KiriSinus maksilaris terang Terang

5

Sinus frotal terang Terang

c) Mulut

Hasil

Selaput lendir mulut Hiperemis (-), Edema (-), ulkus (-), massa

(-)

Bibir Kering, hiperemis (-), krusta (-), ulkus (-)

Lidah Hiperemis (-), Edema (-), atropi (-), ulkus

(-), gerakan segala arah

Gigi Lengkap, karies (+), gigi sakit (-)

Kelenjar ludah Dbn

d) Faring

Hasil

Uvula Ditengah, hiperemis (-), edema (-), ulkus

(-), permukaan licin.

Palatum molle Hiperemis (-), edema (-), ulkus (-)

Palatum durum Hiperemis (-), edema (-), ulkus (-),

benjolan (-).

Plika anterior Hiperemis (-), edema (-)

Tonsil Dekstra: Tonsil T1, hiperemis (-),

permukaan rata, mobile

Sinistra: Tonsil T1, hiperemis (-),

permukaan rata, mobile

Plika posterior Hiperemis (-), Edema (-)

Mukosa orofaring Hiperemis (-), edema (-), ulkus (-)

e) Laringoskopi indirect

6

Hidung Kanan

Pangkal lidah Hiperemis (-), Edema (-), Papil atropi (-),

ulkus (-), massa (-)

Epiglotis Hiperemis (-), Edema (-), Permukaan licin

(-), ulkus (-)

Sinus piriformis Sulit dinilai

Aritenoid Sulit dinilai

Sulcus aritenoid Sulit dinilai

Corda vocalis Sulit dinilai

Massa Sulit dinilai

f) Kelenjar getah bening leher

Kepala Leher Kanan Kiri

Regio I dbn dbn

Regio II dbn dbn

Regio III dbn dbn

Regio IV dbn dbn

Regio V dbn dbn

Regio VI dbn dbn

Area parotis dbn dbn

Area postauricula dbn dbn

Area occipital dbn dbn

Area supraclavicula dbn dbn

V. TES AUDIOLOGI

Tes pendengaran Kanan Kiri

Rinne - +

Weber Lateralisasi pada telinga kanan

Scwabach Memendek Normal

Kesimpulan : Tuli konduksi pada telinga kanan

VI. DIAGNOSIS BANDING:

7

Otitis Media Efusi aurikula dextra

VII. DIAGNOSIS KERJA:

Otitis media akut stadium oklusi aurikula dextra

VIII. PENATALAKSANAAN

1. Antibiotik Amoxicilin 3 x 500mg/ hari, selama 7 hari.

2. Pemberian dekongestan pseudoefedrin HCl 3 x 60 mg/hari.

3. Analgetik asam mefenamat 3 x 500 mg diminum bila terasa nyeri telinga

setelah makan

8

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan

telinga dalam.

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (daun telinga) dan canalis

auditorius eksternus ( liang telinga ). Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah

siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah

kanalis semisirkularis.

Anatomi telinga tengah

Telinga tengah terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum

timpani dan tuba eustachius.

1. Membrana timpani

Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus

eksternus. Letak membrana timpai pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih

horizontal dibandingkan orang dewasa. Bentuknya ellips, sumbu panjangnya 9-10

mm dan sumbu pendeknya 8-9 mm, tebalnya kira-kira 0,1 mm.

Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian

terbesar) yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars

flacida (membran sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat

langsung pada os petrosa. Pars tensa memiliki 3 lapisan yaitu lapiasan luar terdiri

dari epitel squamosa bertingkat, lapisan dalam dibentuk oleh mukosa telinga

tengah dan diantaranya terdapat lapisan fibrosa dengan serabut berbentuk radier

9

dan sirkuler. Pars placida hanya memiliki lapisan luar dan dalam tanpa lapisan

fibrosa.

Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks. Membrana timpani

mendapat perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan

beranastomosis pada lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada

permukaan lateral, arteri aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer

dan berjalan secara radier menuju membrana timpani. Di bagian superior dari

cincin vaskuler ini muncul arteri descendent eksterna menuju ke umbo, sejajar

dengan manubrium. Pada permukaan dalam dibentuk cincin vaskuler perifer yang

kedua, yang berasal dari cabang stilomastoid arteri aurikularis posterior dan

cabang timpani anterior arteri maksilaris. Dari cincin vaskuler kedua ini muncul

arteri descendent interna yang letaknya sejajar dengan arteri descendent eksterna.

2. Kavum timpani

Kavum timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler

diselaputi oleh mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium

yang terletak di atas kanalis timpani nervus fascialis, hipotimpananum yang

terletak di bawah sulcus timpani, dan mesotimpanum yang terletak diantaranya.

Batas cavum timpani ;

Atas : tegmen timpani

Dasar : dinding vena jugularis dan promenensia styloid

Posterior : mastoid, m.stapedius, prominensia pyramidal

Anterior : dinding arteri karotis, tuba eustachius, m.tensor timpani

Medial : dinding labirin

Lateral : membrana timpani

Kavum timpani berisi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan

stapes. Ketiga tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui artikulatio dan

dilapisi oleh mukosa telinga tengah. Ketiga tulang tersebut menghubungkan

10

membran timpani dengan foramen ovale, seingga suara dapat ditransmisikan ke

telinga dalam.

Maleus, merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral.

Malleus terdiri 3 bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di epitimpanum,

manubrium mallei yang melekat pada membran timpani dan kollum mallei yang

menghubungkan kapitullum mallei dengan manubrium mallei. Inkus terdiri atas

korpus, krus brevis dan krus longus. Sudut antara krus brevis dan krus longus

sekitar 100 derajat. Pada medial puncak krus longus terdapat processus

lentikularis. Stapes terletak paling medial, terdiri dari kaput, kolum, krus anterior

dan posterior, serta basis stapedius/foot plate. Basis stapedius tepat menutup

foramen ovale dan letaknya hampir pada bidang horizontal.

Dalam cavum timpani terdapat 2 otot, yaitu :

- M.tensor timpani, merupakan otot yang tipis, panjangnya sekitar 2 cm, dan

berasal dari kartilago tuba eustachius. Otot ini menyilang cavum timpani ke lateral

dan menempel pada manubrium mallei dekat kollum. Fungsinya untuk menarik

manubrium mallei ke medial sehingga membran timpani menjadi lebih tegang.

- M. Stapedius, membentang antara stapes dan manubrium mallei dipersarafi oleh

cabang nervus fascialis. Otot ini berfungsi sebagai proteksi terhadap foramen

ovale dari getaran yang terlalu kuat.

3. Tuba eustachius

Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang meneghubungkan kavum

timpani dan nasofaring. Panjangnya sekitar 31-38 mm, mengarah ke antero-

inferomedial, membentuk sudut 30-40 dengan bidang horizontal, dan 45 dengan

bidang sagital. 1/3 bagian atas saluran ini adalah bagian tulang yang terletak

anterolateral terhadap kanalis karotikus dan 2/3 bagian bawahnya merupakan

kartilago. Muara tuba di faring terbuka dengan ukuran 1-1,25 cm, terletak setinggi

ujung posterior konka inferior. Pinggir anteroposterior muara tuba membentuk

plika yang disebut torus tubarius, dan di belakang torus tubarius terdapat resesus

faring yang disebut fossa rosenmuller. Pada perbatasan bagian tulang dan

11

kartilago, lumen tuba menyempit dan disebut isthmus dengan diameter 1-2 mm.

Isthmus ini mudah tertutup oleh pembengkakan mukosa atau oleh infeksi yang

berlangsung lama, sehingga terbentuk jaringan sikatriks. Pada anak-anak, tuba ini

lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa,

sehinggga infeksi dari nasofaring mudah masuk ke kavum timpani.

OTITIS MEDIA AKUT

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh

mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba ke dalam di

nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan

masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius,

enzim dan antibody. Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini

terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari

otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman

ke dalam telinga tengah terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga

tengah dan terjadi peradangan.

Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran

nafas atas. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran nafas, makin

besar kemungkinan terjadinya OMA.

12

Etiologi

Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis

media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga

pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu,

ISPA juga merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering. Kuman

penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus,

Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli,

Streptococcus anhemolyticus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa.¹

Sejauh ini Streptococcus pneumonia merupakan organisme penyebab tersering

pada semua kelompok umur. Sedangkan Haemophilus influenza adalah patogen

13

Etiologi :

- Perubahan tekanan

udara tiba-tiba

- Alergi

- Infeksi

Tuba tetap terganggu dan Infeksi (+)

OMEEfusiGangguan tuba

Infeksi (-)

Tekanan negative telinga tengah

Sembuh / Normal

Fungsi tuba tetap terganggu

OMA

Sembuh OME OMSK/OMP

tersering yang ditemukan pada anak di bawah usia lima tahun. Meskipun juga

patogen pada orang dewasa.

Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan

terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba

eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.

Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena

beberapa hal, yaitu:

(1)Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan, (2)Saluran

eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga

ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah. (3)Adenoid (salah satu organ di

tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relative

lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara

saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya

saluran Eustachius. Selain itu, adenoid sendiri dapat terinfeksi dimana infeksi

tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

Patogenesis

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti

radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran

Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan

infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran,

tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.

Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka

sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu

pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang

dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu

karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga

dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas.

Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan

halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan

14

pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga

juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut

akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

15

Stadium OMA

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas

5 stadium. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang

diamati melalui liang telinga luar.

1. Stadium oklusi tuba Eustachius

Tanda oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani akibat

terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara. Kadang-

kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi

mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan

dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.

2. Stadium hiperemis (stadium pre-supurasi)

Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran

timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret

yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar

terlihat.

16

3. Stadium supurasi

Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel

superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani,

menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.

Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi, dan suhu meningkat, serta

rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan pus di kavum timpani tidak

berkurang, maka terjadi iskemia,akibat tekanan pada kapiler, serta timbul

tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa.

Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan

berwarna kekuningan, di tempat ini akan terjadi ruptur.

Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium

ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke

liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup

kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur (perforasi) tidak mudah menutup

kembali.

4. Stadium perforasi

Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau

virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan pus

keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya

gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur

nyenyak. Keadaan ini disebut otitis media akut stadium perforasi.

17

5. Stadium resolusi

Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-

lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan

berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman

rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah

menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus

atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis

media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

Gejala klinik

Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit serta

umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah nyeri

telinga, suhu tubuh tinggi dan biasanya ada riwayat batuk pilek sebelumnya.

Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa disamping rasa nyeri

terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang

dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi

sampai 39,5 °C (stadium supurasi), anak gelisah dan sulit tidur, tiba-tiba anak

menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang. Bila terjadi ruptur membran timpani

maka sekret mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun dan anak tertidur

tenang.

Diagnosis

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.

1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)

2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga

tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di

antara tanda berikut: (1)menggembungnya gendang telinga,

(2)terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga, (3)adanya bayangan

cairan di belakang gendang telinga, (4)cairan yang keluar dari telinga.

18

3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan

adanya salah satu di antara tanda berikut: (1)kemerahan pada gendang

telinga, (2)nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal. 

Penatalaksanaan

Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Tujuan dari

pengobatan yaitu menghilangkan tanda dan gejala penyakit, eradikasi infeksi, dan

pencegahan komplikasi.

Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali

tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan

fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk

anak yang berumur >12 thn atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus

diobati dengan memberikan antibiotik.

Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan

analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan

miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika

terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau

sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya

adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak

diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau

eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.

Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk

untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Dengan

miringotomi gejala- gejala klinis lebih cepat hilang dan rupture dapat dihindari.

Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.

Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar

terjadi drainese sekret telinga tengah. Miringotomi dilakukan bila ada cairan yang

menetap di telinga setelah 3 bulan penanganan medis dan terdapat gangguan

pendengaran. Miringotomi harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak

harus tenang dan dapat dikuasai agar membran timpani dapat terlihat dengan baik.

Biasanya pada anak kecil dignakan anastesi umum. Lokasi miringotomi adalah di

kuadran posteroinferior.19

Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5

hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi

dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.

Stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,

sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi

resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui

perforasi di membrane timpani. Pada keadaan ini antibiotik dapat dilanjutkan

sampai 3 minggu.

Komplikasi

Sebelum ada antibiotika komplikasi dapat terjadi dari yang ringan hingga

berat tetapi setelah ada antibiotika komplikasi biasanya didapatkan sebagai

komplikasi dari otitis media supuratif kronis.

OMA dengan perforasi membran timpani dapat berkembang menjadi otitis

media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini

berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat,

pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.

Komplikasi yang dapat terjadi adalah mastoidis, paralisis nervus fascialis,

komplikasi ke intrakranial seperti abses ekstradural, abses subdural, meningitis,

abses otak, trombosis sinus lateralis, otittis hidrocephalus, labirintis dan petrosis.

20

BAB IV

ANALISA KASUS

Diagnosis Otitis Media Akut Stadium Oklusi pada kasus ini didapatkan

melalui hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik telinga yang dilakukan. Pada

anamnesis, tergambar jelas mengenai etiologi dan perjalanan penyakit pasien.

Anamnesis adanya riwayat batuk-pilek dengan sekret kuning keruh sebelum

keluhan telinga muncul menunjukkan penyebab terjadinya infeksi pada telinga

tengah. Infeksi pada hidung dan tenggorokan dapat menyebabkan gangguan tuba

auditiva yang selanjutnya menyebabkan tekanan negatif pada telinga tengah,

bermanifestasi sebagai rasa penuh pada telinga yang dirasakan pasien. Sumbatan

tuba yang terus berlanjut menyebabkan hipersekresi sel goblet pada mukosa

telinga tengah. Sekret merupakan media pertumbuhan bakteri yang baik, sehingga

kemudian timbul proses infeksi pada telinga tengah. Rasa nyeri pada telinga

akibat proses inflamasi. Pada kasus ini penyebab yang mungkin sebagai pencetus

otitis media pada pasien di atas ialah rhinitis yang sudah lama dialami. Pasien

mengalami batuk pilek sudah lama. Dari pemeriksaan rinoskopi anterior

didapatkan konka nasalis inferior mengalami edema & hiperemis yang disertai

adanya cairan mukus. Kemungkinan pasien mengalami rhinitis kronis. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa penyebab dari otitis medianya ialah komplikasi dari

rhinitis kronis.

Pada pemeriksaan fisik menggunakan otoskop telinga kiri nyeri tragus dan

nyeri tarik daun teliga (-), membrane timpani intak/ perforasi (-), hiperemis (-),

warna suram dan reflek cahaya tidak ada retraksi (+).

Penanganan ditujukan pada eradikasi infeksi dan simtomatis untuk

mengurangi gejala yang dirasakan pasien. Eradikasi infeksi pada OMA harus

adekuat sehingga infeksi tidak menetap dan berubah menjadi OMSK. Terapi lini

pertama diberikan pada pasien ini berupa antibiotik selama 7 hari. Dekongestan

nasal topikal digunakan untuk mengurangi sumbatan pada tuba Eustachius,

sehingga drainase sekret lebih lancar dan fungsi fisiologis proteksi tuba kembali

normal. Pseudoefedrin HCl dipilih dalam bentuk tablet oral untuk meringankan

21

sumbatan pada rongga hidung bagian posterior atar tuba Eustachius agar fungsi

normal tuba kembali normal.

Prognosis dubia ad bonam, prognosis sangat tergantung pada tindakan

pengobatan yang dilakukan dan mencegah komplikasi. Edukasi pasien tidak

disarankan mengorek-ngorek telinga, menjaga telinga tidak masuk air saat mandi,

dilarang berenang dan berobat bila ada penyakit infeksi pernapasan terutama

ISPA.

22

BAB V

KESIMPULAN

1. Telah dilaporkan pasien Tn. RS. 29 tahun dengan diagnosa otitis media akut

stadium oklusi tuba aurikula dextra yang diterapi dengan antibiotik,

dekongestan dan analgetik

2. Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,

tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.

3. Faktor etiologi dan predisposisi adalah Infeksi saluran napas atas oleh bakteri

piogenik yang berulang dan disfungsi tuba eustachii.

4. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yaitu telinga terasa pengap (+),

sakit hilang timbul (+), telinga berdengung (+), pendengaran pasien berkurang

(+), tidak adanya sekret yang keluar, demam tidak ada.

5. Pemeriksaan fisik dengan otoskop didapatkan membrane timpani intak, warna

suram, hiperemis (-), reflek cahaya (-) Retraksi (+)

6. Pada pemeriksaan garpu tala didapatkan tuli konduktif pada telinga kanan

7. Edukasi mencegah penyakit aktif kembali. Pasien tidak disarankan mengorek-

ngorek telinga, menjaga agar tidak masuk air sewaktu mandi, dilarang

berenang dan berobat bila ada penyakit infeksi pernapasan terutama ISPA.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, EA. et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala dan Leher Edisi Ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia.

2012 hal 12, 57-61

2. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan

mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit

THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118

3. Aboet,A. Terapi Pada Otitis Media Supuratif Akut. Departemen Telinga

Hidung Tenggorok danBedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik, Medan. 2012

4. Healy GB, Rosbe KW. Otitis media and middle ear effusions. In: Snow

JB, Ballenger JJ,eds. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck

surgery. 16th edition. New York: BC Decker; 2003. p.249-59.

5. Donaldson JD. Acute Otitis Media. Updated Oct 28, 2011. Available from:

http://www.emedicine.medscape.com. Accessed January 27, 2014

6. Ghanie A. Penatalaksanaan otitis media akut pada anak. Tinjauan pustaka.

Palembang: Departemen THT-KL FK Unsri/RSUP M.Hoesin; 2010

24