1
BAB I
PENDAHULUAN
Karena kemajuan tehnik diagnosa pada dewasa ini, kasus-kasus
intrakranial menjadi lebih sering dilaporkan. Pada umumnya, tumor intrakranial
timbul dengan cepat dan progressif, sehingga mendorong penderitanya untuk
segera mendapatkan pengobatan ke dokter. Namun tidak demikian hanya dengan
kasus-kasus meningioma dimana penderita datang pada keadaan yang sudah
lanjut dan tentunya ukuran tumor sudah menjadi sangat besar. Bahkan oleh karena
perjalanannya yang sangat lambat sebagian besar kasus tanpa disertai adanya
gejala-gejala klinik. Meningioma yang kecil atau dengan gejala yang minimal
sering kali ditemukan secara kebetulan. Dari semua otopsi tumor, dilaporkan
terdapat 1,44% meningioma intrakranial yang sebagian besar tanpa adanya gejala-
gejala klinik. 1
Meningioma merupakan neoplasma intrakranial nomor 2 dalam urutan
frekuensinya yaitu mencapai angka 20%. Di intracranial, meningioma banyak
ditemukan pada wanita dibanding pria (2 : 1), sedangkan pada kanalis spinalis
lebih tinggi lagi (4 : 1). Meningioma pada bayi lebih banyak pada pria terutama
pada golongan umur antara 50-60 tahun dan memperlihatkan kecenderungan
untuk ditemukan pada beberapa anggota di satu keluarga. Korelasi dengan trauma
kapitis kurang meyakinkan. 2
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum
diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara
histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang
mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Meningioma intrakranial merupakan
tumor kedua yang tersering disamping Glioma, dan merupakan 13-20% dari
tumor susunan saraf pusat. Etiologi dari tumor ini diduga berhubungan dengan
genetic, terapi radiasi, hormone sex, infeksi virus dan riwayat kepala.
Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. 2
2
Dilaporkan meningioma mempunyai presentase mencapai kira-kira 30%
dari semua Tumor otak primer yang terdiagnosis pada orang dewasa di Amerika
Serikat. Tingkat usia disesuaikan kejadian secara keseluruhan adalah 4,52 per
100.000. Meskipun usia disesuaikan tingkat insiden yang dilaporkan sama di
seluruh kelompok ras, kejadian pada wanita kira-kira dua kali lipat pada pria .
Kejadian meningkat dengan bertambahnya usia, memuncak pada dekade ketujuh
dan kedelapan, tumor ini sangat jarang pada anak-anak.3
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Meningioma adalah tumor otak jinak yang berasal dari sel-sel yang
terdapat pada lapisan meningen serta derivat-derivatnya. Di antara sel-sel
meningen itu belum dapat dipastikan sel mana yang membentuk tumor tetapi
terdapat hubungan erat antara tumor ini dengan vili arachnoid. Tumbuhnya
meningioma kebanyakan di tempat ditemukan banyak vili arachnoid. Dari
observasi yang dilakukan Mallary (1920) dan didukung Penifield (1923)
didapatkan suatu konsep bahwa sel yang membentuk tumor ini ialah fibroblast
sehingga mereka menyebutnya arachnoid fibroblast atau meningeal fibroblast.
Meningioma berasal dari leptomening yang biasanya berkembang jinak. Chusing,
1922 menamakannya meningioma karena tumor ini yang berdekatan dengan
meningen. 4
Ahli patologi pada umumnya lebih menyukai label histology dari pada
label anatomi untuk suatu tumor. Namun istilah meningioma yang diajukan
Cushing (1922) ternyata dapat diterima dan didukung oleh Bailey dan Bucy
(1931). Orville Bailey (1940) mengemukakan bahwa sel-sel arachnoid berasal
dari neural crest, sel-sel arachnoid disebut Cap cells; pendapat ini didukung
Harstadius (1950), bermula dari unsure ectoderm. Zuich tetap menggolongkan
meningioma ke dalam tumor mesodermal. 5
Gambar 2.1. lokasi meningioma
4
2.2 ANATOMI MENINGEN
Gambar 2.2 Anatomi Meningea4
Meningea merupakan selaput atau membrane yang terdiri dari connective
tissue yang melapisi dan melindungi otak, terdiri dari tiga bagian, yaitu :
duramater, arachnoid, dan piamater. 4
1. Duramater
Duramater atau pachymeninx dibentuk dari jaringan ikat fibrous.
Secara konvensional duramater ini terdiri dari dua lapis , yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal.Lapisan endosteal merupakan lapisan
periosteum yang menutupi permukaan dalam tulang cranium. Lapisan
meningeal merupakan lapisan duramater yang sering disebut dengan cranial
duramater. Terdiri dari jaringan fibrous yang padat dan kuat yang
membungkus otak dan melanjutkan diri menjadi duramater spinalis setelah
melewati foramen magnum yang berakhir sampai segmen kedua dari os
sacrum. Pada pemisahan dua lapisan duramater ini, diantaranya terdapat
sinus duramatris yang berisi darah vena. Sinus venosus atau duramatris ini
menerima darah dari drainase vena pada otak dan mengalir menuju vena
jugularis interna. Dinding dari sinus- sinus ini dibatasi oleh endothelium.
Pada lapisan duramater ini terdapat banyak cabang-cabang pembuluh darah
5
yang berasal dari arteri carotis interna, a.maxillaris , a. pharyngeus ascendens
, a. occipitalis dan a. vertebralis. Dari sudut klinis , yang terpenting adalah
a.meningea media ( cabang dari a.maxillaris ) karena arteri ini umumnya
sering pecah pada keadaan trauma capitis. Pada duramater terdapat banyak
ujung- ujung saraf sensorik, dan peka terhadap regangan sehingga jika terjadi
stimulasi pada ujung-saraf ini dapat menimbulkan sakit kepala yang hebat.
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membrane yang impermeable halus,
yang menutupi otak dan terletak diantara piamater dan duramater. Membran
ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale,
dan dari piamater oleh cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid.
Cavum subarachnoid ( subarachnoid space ) merupakan suatu rongga atau
ruangan yang dibatasi oleh arachnoid di bagian luar dan piamater pada
bagian dalam. Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh mesothelial cell
yang pipih. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol kedalam sinus venosus
membentuk villi arachnoidales. Agregasi villi arachnoid disebut sebagai
granulations arachnoidales. Villi arachnoidales ini berfungsi sebagai tempat
perembesan cerebrospinal fluid kedalam aliran darah. Arachnoid
berhubungan dengan piamater melalui untaian jaringan fibrosa halus yang
melintasi cairan dalam cavum subarachnoid.Struktur yang berjalan dari dan
keotak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid.
3. Piamater
Lapisan piamater berhubungan erat dengan otak dan sum-sum
tulang belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus . Piamater ini merupakan
lapisan dengan banyak pembuluh darah dan terdiri dari jaringan penyambung
yang halus serta dilalui pembuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan
saraf.
Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir
sebagai end feet dalam piamater untuk membentuk selaput pia-glia.Selaput
ini berfungsi untuk mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan
6
kedalam susunan saraf pusat. Piamater membentuk tela choroidea, atap
ventriculus tertius dan quartus, dan menyatu dengan ependyma membentuk
plexus choroideus dalam ventriculus lateralis, tertius dan quartus.
2.3 ETIOLOGI MENINGIOMA
Secara Umum tumor pada menings tidak diketahui penyebabnya tetapi ada
beberapa faktor yang kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya meningioma.
Faktor – faktor itu berupa Usia, lingkungan, hormone, radiasi pengion, gaya hidup
dan factor genetik. 4
Bukti terkuat sampai saat ini peningkatan meningioma terjadinya karena
adanya paparan radiasi pengion. Ini berdasarkan studi yang difokuskan pada
kelompok yang melakukan terapi radiasi penyakit tinea kapitis, tenaga medis yang
terpapar dengan radiasi saat penanganan dan korban bom atom.2,4
Para peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang kemungkinan asal
usul meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningiornas berisi kromosom 22
yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen
supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma
sporadik. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain
dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering tetjadi pada usia
nuida. Disamping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan
pertumbuhan meningioma. Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan
pertumbuhan tumor. Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga
sering memiliki salinan tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan
(PDGFR) dan epidermis reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin
memberikan kontribusi pada pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya radiasi ke
kepala, sejarah payudara kanker, atau neurofibromatosis tipe 2 dapat risiko faktor
untuk mengembangkan meningioma. Multiple meningiomas terjadi pada 5%
sampai 15% dari pasien, terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2.
Beberapa meningioma memlliki reseptor yaiig berinteraksi dengan hormon seks
progesteron, androgen, danjarang estrogen. Ekspresi progesteron reseptor dilihat
paling sering pada jinak meningiomas, baik pada pria dan wanita. Fungsi reseptor
ini belura sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali menantang bagi dokter
7
untuk menasihati pasien perempuan mereka tentang penggunaan hormon jika
mereka memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam
peitumbuhan meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa
kadang-kadang mungkin meningioma tumbuh lebili cepat pada saat kehamilan.2,4
2.4 PATOFISIOLOGI
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum
diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara
histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang
mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma
sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan
peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral.5
Dari lokalisasinya Sebagian besar meningioma terletak di daerah
supratentorial. Insidens ini meningkat terutama ada daerah yang mengandung
granulatio Pacchioni. Lokalisasi terbanyak pada daerah parasagital dan yang
paling sedikit pada fossa posterior. Etiologi tumor ini diduga berhubimgan dengan
genetik, terapi radiasi, hormon sex, infeksi virus dan riwayat cedera kepala.
Sekitar 40-80% tumor ini mengalami kehilangan material genetik dari lengan
panjang kromosom 22, pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2
merupakan gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40%
meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom
familial yang lain dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering
terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan
dengan pertumbuhan meningioma. Terapi radiasi juga dianggap turut berperan
dalam genesis meningioma. Bagaimana peranan radiasi dalani menimbulkan
meningioma masih belum jelas. 6 Pasien yang mendapatkan terapi radiasi dosis
rendah untuk tinea kapitis dapat berkembang menjadi meningioma multipel di
tempat yang terkena radiasi pada dekade berikutnya. Radiasi kranial dosis tinggi
dapat menginduksi terjadinya meningioma setelah periode laten yang pendek.
Meningioma juga berhubungan dengan hormon seks dan seperti halnya faktor
etiologi lainnya mekanisme hormon sex hingga memieu meningioma hingga saat
ini masih menjadi perdebatan. Pada sekitar 2/3 kasus meningioma ditemukan
8
reseptor progesterone. Tidak hanya progesteron, reseptor hormon lain juga
ditemukan pada tumor ini termasuk estrogen, androgen, dopamine, dan reseptor
untuk platelet derived growth factor. Beberapa reseptor hormon sex
diekspressikan oleh meningioma. Dengan teknik imunohistokimia yang spesifik
dan teknik biologi molekuler diketahui bahwa estrogen diekspresikan dalam
konsentrasi yang rendah. Reseptor progesteron dapat ditemukan dalam sitosol dari
meningioma. 7 Reseptor somatostatin juga ditemukan konsisten pada meningioma.
Pada meningioma multiple, reseptor progesteron lebih tinggi dibandingkan pada
meningioma soliter. Reseptor progesteron yang ditemukan pada meningioma
sama dengan yang ditemukan pada karsinoma mammae. Meningioma secara
bermakna tidak berhubungan dengan karsinoma mammae, tapi beberapa
penelitian lainnya melaporkan hubungan karsinoma mammae dengan
meningioma.2,4,5,6
2.5 GEJALA KLINIS
Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral
akibat edema otak dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik
terjadi akibat destruksi dan kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala,
muntah, kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental, gangguan visual dan
sebagainya. Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan pada
stadium yang lebih lanjut. 7
Gejala klinis lain yang paling sering adalah berturut-turut sebagai berikut :
kejang-kejang (48%), gangguan visus (29%), gangguan mental (13%) dan
gangguan fokal (10%)
Timbulnya gejala-gejala ini tergantung pada letak tumor dan tingginya
tekanan intrakranial. Gejala-gejala bermacam-macam sesuai dengan fungsi
jaringan otak yang ditekan atau dirusak, dapat perlahan-lahan atau cepat.
Menurut Leaven, gangguan fungsi otak ini penting untuk diagnosa dini.8
9
Berikut ini gejala-gejala klinis meningioma sesuai dengan lokasi anatomi 9,10,11
Lokasi Tumor Gejala
Meningioma falx dan parasagital nyeri tungkai
Meningioma Convexitas kejang, sakit kepala, defisit neurologis
fokal, perubahan status mental
Meningioma Sphenoid
kurangnya sensibilitas wajah, gangguan
lapangan pandang, kebutaan, dan
penglihatan ganda
Meningioma Olfaktorius kurangnya kepekaan penciuman,
masalah visus.
Meningioma fossa posterior
nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan
spasme otot-otot wajah, berkurangnya
pendengaran, gangguan menelan,
gangguan gaya berjalan,
Meningioma suprasellar pembengkakan diskus optikus, masalah
visus
Spinal meningioma nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
Meningioma Intraorbital penurunan visus, penonjolan bola mata
Meningioma Intraventrikular perubahan mental, sakit kepala, pusing
Tabel 2.1 Gejala spesifik berdasarkan lokasi tumor1
2.6 KLASIFIKASI
World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan meningioma ke dalam 3
kelompok berdasarkan derajat keganasannya, yaitu:1,2
a. Derajat I (jinak): meningotelial, fibrous, dan transisional, merupakan kasus
yang paling banyak ditemukan (>90% kasus).
b. Derajat II (atipikal): meningioma dengan 4 figur mitotik atau lebih per 10 high
power field (hpf) atau memiliki 3 atau lebih karakteristik seperti
hiperselularitas, small cell change, nekrosis, loss of pattern of growth, dan
pleomorfisme sel. Ditemukan pada 4,7-7,2% kasus.
10
c. Derajat III (anaplastik/ganas): meningioma dengan 20 figur mitotik atau lebih
per 10 hpf atau kurang berdiferensiasi dengan penampakan mirip karsinoma
atau sarkoma. Ditemukan pada 1-2,8% kasus.
Secara mikroskopis, meningioma juga dapat dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu:3
a. Meningioma meningotelial: sel-sel yang tampak serupa dengan ”arachnoid cap
cells” yang berbentuk poligonal/kumparan.
b. Meningioma psamomateus (Psamoma): terdapat rasa ngeres saat dipotong
dengan pisau karena adanya butir-butir kalsifikasi yang tersebar dalam tumor.
c. Meningioma fibroblastik: mengandung banyak jaringan ikat yang mengelilingi
pulau-pulau sel-sel meningotelial.
Gambar 2.3 Variasi lokasi meningioma.12
Meningioma juga dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasinya.
Berdasarkan lokasi tumor, diurut dari yang paling sering ditemukan adalah,
konveksitas, parasagital, tuberkulum sella, falks, sphenoid ridge, cerebellopontine
angle, frontal base, petroclival, fosa posterior, tentorium, fosa medial,
intraventrikular dan foramen magnum. Selain intrakranial, meningioma juga dapat
11
timbul secara ekstrakranial walaupun sangat jarang, yaitu pada medula spinalis,
orbita, kavum nasi, glandula parotis, mediastinum dan paru-paru.12
2.7 DIAGNOSIS
Meningioma sebagian besar dapat divisualisasikan dengan CT-scan
dengan kontras, MRI dengan gadolinium, angiografi serta histopatologi. Hal ini
dihubungkan dengan fakta bahwa meningioma ekstra-aksial dan vaskuler. CSF
protein biasanya meningkat jika pungsi lumbal dilakukan. Tidak terdapat tes
laboratorium khusus untuk meningioma.1,4
Dalam review retrospektif dari kasus meningioma atipikal dan anaplastik,
kelangsungan hidup secara keseluruhan rata-rata untuk meningioma atipikal
ditemukan menjadi 11,9 tahun dan 3,3 tahun untuk meningioma anaplastik.
Kelangsungan hidup bebas untuk meningioma atipikal adalah 11,5 tahun dan 2,7
tahun untuk meningioma anaplastik. Meningioma Anaplastik maligna adalah
tumor ganas terutama dengan perilaku agresif. Bahkan jika oleh aturan umum
neoplasma sistem saraf (tumor otak) tidak dapat bermetastasis ke dalam tubuh
(karena adanya sawar darah otak) Meningioma Anaplastik bisa meskipun mereka
berada di dalam rongga otak, mereka berada di bloodside, karena meningioma
cenderung untuk "menghubungkan" diri untuk blood vessels untuk "feed". Sel
kanker dapat melarikan diri ke dalam aliran darah. Inilah sebabnya mengapa
meningioma ketika mereka bermetastasis sering berubah di sekitar paru-paru.
Perlu dicatat bahwa meningioma Anaplastik dan hemangiopericytoma sulit untuk
membedakan (bahkan dengan cara patologis), karena mereka terlihat serupa,
terutama jika kejadian pertama adalah tumor meningeal, dan keduanya tumor
terjadi di tempat yang sama (jenis yang sama dari jaringan)7,9
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dalam mendiagnosis suatu tumor otak, selain klinis, peranan radiologi
sangat besar. Dahulu angiografi, kemudian CT-Scan dan terakhir MRI, terutama
untuk tumor-tumor di daerah fossa posterior, karena CT-Scan sukar mendiagnosis
tumor otak akibat banyaknya artefak, sekalipun dengan kontras. Dengan MRI
12
suatu tumor dapat dengan jelas tervisualisasi melalui di potongan 3 dimensi,
sehingga memudahkan ahli bedah saraf untuk dapat menentukan teknik operasi
atau menentukan tumor tersebut tidak dapat dioperasi mengingat
risiko/komplikasi yang akan timbul.1,4,11,12
1. Foto polos kepala
Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada
foto polos. Di indikasikan untuk tumor pada mening. Tampak erosi tulang dan
dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak.
Pembesaran pembuluh darah mening menggambarkan dilatasi arteri meningea
yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat
bersifat fokal maupun difus
2. CT scan kepala
Meningioma mempunyai gambaran yang agak khas tetapi tidak cukup
spesifik apabila diagnosis tanpa dilengkapi pemeriksaan angiografi dan eksplorasi
bedah. Angiografi penting untuk menentukan suplai pembuluh darah ke
meningiomanya dan untuk menilai efek di sekitar struktur arteri dan venanya.
Gambar 2.4 Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan meningioma
fossa media. Massa kalsifikasi melekat pada anterior tulang petrous kanan.
Terlihat kalsifikasi berbentuk cincin dan punctata. Tidak terlihat adanya edema 13
a. CT-scan kepala tanpa kontras
Kebanyakan meningioma memperlihatkan lesi hiperdens yang homogen
atau berbintik-bintik, bentuknya reguler dan berbatas tegas. Bagian yang
13
hiperdens dapat memperlihatkan gambaran psammomatous calcifications.
Kadang-kadang meningioma memperlihatkan komponen hipodens yang prominen
apabila disertai dengan komponen kistik, nekrosis, degenerasi lipomatous atau
rongga-rongga.Sepertiga dari meningioma memperlihatkan gambaran isodens
yang biasanya dapat dilihat berbeda dari jaringan parenkim di sekitarnya dan,
hampir semua lesi-lesi isodens ini menyebabkan efek masa yang bermakna.
b. CT-scan kepala dengan kontras
Semua meningioma memperlihatkan enhancement kontras yang nyata
kecuali lesi-lesi dengan perkapuran. Pola enhancement biasanya homogen tajam
(intense) dan berbatas tegas. Duramater yang berlanjut ke lesinya biasanya tebal,
tanda yang relatif spesifik karena bisa tampak juga pada glioma dan metastasis.
Di sekitar lesi yang menunjukkan enhancement, bisa disertai gambaran
hypodense semilunar collar atau berbentuk cincin. Meningioma sering
menunjukkan enhancement heterogen yang kompleks.
Gambar 2.5 CT scan tanpa kontras (kiri) dan dengan kontras (kanan) 11
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Melalui MRI, suatu jaringan menunjukkan sifat-sifat karakteristik tertentu
pada gambar Tl dan T2 maupun protondensity. Intensitas jaringan tersebut
biasanya berbeda pada gambar Tl dan T2, kecuali lemak, darah segar, kalsifikasi,
14
maupun peredaran darah yang cepat. Dengan melihatgambar Tl maupun T2 dapat
ditentukan karakteristik suatu tumor apakah tumor tersebut padat, kistik, ada
perdarahan, kalsifikasi, nekrosis maupun lemak dan lain-lain. Intensitas jaringan
tersebut mulai dari hipo, iso dan hiper intensitas terlihat jelas pada T1 dan T2.
Gambar 2.6 MRI T1WI(kiri), T2WI(tengah) dan dengan kontras (kanan) 12
4. Angiografi
Kelainan pembuluh darah yang paling khas pada meningioma adalah
adanya pembuluh darah yang memberi darah pada neoplasma oleh cabang-cabang
arteri sistim karotis eksterna. Bila mendapatkan arteri karotis ekstema yang
memberi darah ke tumor yang letaknya intrakranial maka ini mungkin sekali
neningioma.
Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Arteri dan kapiler
memperlihatkan gambaran vascular yang homogen dan prominen yang disebut
dengan mother and law phenomenon.
Gambar 2.7 Cerebralangiogram dari meningioma sulkus olfaktorius penciuman
menunjukkan perpindahan dari arteri serebral anterior (a, b) dan karakteristik
tumor memerah, biasanya karena pasokan arteri karotid eksternal (c).11
15
5. Histopatologi
Meningioma biasanya berbentuk globuler dan meliputi dura secara luas.
Pada permukaan potongan, tampak pucat translusen atau merah kecoklatan
homogen serta dapat seperti berpasir. Gambaran yang khas adalah adanya pusaran
(whorl) yang mengelilingi materi hialin. Jika pusaran tersebut disertai oleh
deposit kalsium sehingga sebagian atau seluruhnya tampak kalsifikasi, maka
gambaran itu disebut psammoma body. Adanya gambaran ini menunjukkan
prognosis pasien yang lebih baik, karena pertumbuhannya lambat. Pada
umumnya, gambaran histopatologi meningioma spinal sama dengan bagian
meningioma intracranial. Meningothelial meningioma dan transisional
meningioma merupakan gambaran paling umum pada meningioma.10,13
Gambar 2.8 Psamamomatous Meningioma10
2.9 DIAGNOSIS BANDING
1. Schwannomas
Tumor ini juga disebut neuromas, neurinomas, atau neurolemmomas.
Tumor iniberasal dari sel Schwann dari akar saraf, paling sering pada saraf kranial
kedelapan (schwannoma vestibular, sebelumnya disebut schwannoma akustik).
Saraf kranial kelima adalah situs kedua yang paling sering, namun, schwannomas
mungkin timbul dari setiap tengkorak atau tulang belakang akar kecuali saraf
optik dan penciuman, yang myelinated oleh oligodendroglia daripada sel
Schwann. NF tipe 2 sangat predisposes untuk schwannoma vestibular.
Schwannomas dari akar saraf tulang belakang juga terjadi pada pasien dengan tipe
NF 2 sebagai serta pasien dengan tipe NF 1. Schwannomas saraf ke-VIII biasanya
muncul dari divisi vestibular saraf. Karena sistem vestibular menyesuaikan
16
dengan memperlambat kerusakan saraf ke-VIII, schwannomas vestibular khas
hadir sebagai gangguan pendengaran yang progresif unilateral bukan dengan
pusing atau gejala vestibular lainnya. Unexplained pendengaran unilateral
kehilangan manfaat evaluasi dengan audiometri dan baik batang otak pendengaran
membangkitkan potensi atau scan MRI.10
2. Hemangiopericytomas
Dimasa lalu, hemangiopericytomas disebut meningioma angimatosus.
Hemangiopericytomas berpoliferasi sangat agresif daripada meningioma, selain
itu Hemangiopericytomas adalah tumor hypersellular dengan karekteristik
berdinding tipis bercabang yang disebut “ staghorn” 13
3. Glioma
Meningioma dapat menyerang otak dan mirip dengan glioma, dimana area
yang terkena ada pada leptomenings. Dimana jika dilakukan biopsy didapatkan
protein GFAP dan S100 hasilnya Positif ,10
Glioma merupakan neoplasma dari sel glia, tergantung darimana letak
neoplasma tersebut. Pada glioma dapat dibagi berdasarkan morfologinya, antara
lain Astrositoma, oligodendroma, ependimoma dan medullablastoma. Dari
morfologi itu dapat dikatakan bahwa astrositoma bukan berasal pada astrosit atau
oligodondrioma berinduk pada oligondrosit. 2
2.10PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu
sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan
pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini
antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh
terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau
radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan
faktor risiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya
mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang
untuk menurunkan kejadian rekurensi.14
17
Gambar 2.9 Kraniotomi untuk mengekspos tumor meningioma . Setelah tumor
diangkat, jaringan otak dapat kembali berkembang di rongga.1
Tumor rekurens dan harapan hidup setelah pembedahan tergantung pada
tingkat reseksi dan grade histologi dari tumor. Kekomplitan pengangkatan tumor
adalah secara frekuen digolongkan menurut Simpson scale, yang berkorelasi
dengan tingkat recurans setelah 10 tahun.1,2,4,5,6,8-14
Simpson
Grade Completeness of Resection
10-year
Recurrence
Grade I complete removal including resection of underlying
bone and associated dura 9%
Grade II complete removal + coagulation of dural attachment 19%
Grade III complete removal w/o resection of dura or coagulation 29%
Grade IV subtotal resection 40%
Tabel 2.2 Simpson Grading Scale 14
Beberapa tumor dapat dianggap dioperasi karena lokasi mereka di dekat
area otak yang mengontrol fungsi-fungsi vital seperti pernapasan atau intelek.
Beberapa meningioma ganas tumbuh kembali setelah operasi pengangkatan.
Dalam kasus ini, radiasi dapat digunakan untuk merusak DNA dalam sel membuat
mereka tidak mampu untuk membagi dan bereproduksi. Tujuan dari pengobatan
18
radiasi adalah untuk memaksimalkan dosis untuk sel tumor yang abnormal dan
meminimalkan paparan sel-sel sehat yang normal. Manfaat radiasi tidak langsung
tetapi terjadi dari waktu ke waktu. Secara bertahap, tumor akan berhenti tumbuh,
menyusut, dan dalam beberapa kasus, benar-benar hilang. Ada dua cara untuk
memberikan radiasi: beberapa dosis rendah (radioterapi) atau dosis tinggi tunggal
(radiosurgery).14,15
2.11 PROGNOSIS
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan
tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada
orang dewasa kelangsungan hidupnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-
anak, dilaporkan kelangsungan hidup rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak
lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi
sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10%
meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.14
Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang
dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah
maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka kematian post
operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah 7,9% dan (1957–1966) adalah
8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu yaitu
perdarahan dan edema otak. 7,10,11
19
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
Nama : NWW
Umur : 44 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Bangsa : Indonesia
Suku : Bali
Agama : Hindu
Alamat : Tegal Badeng
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Nomor rekam medik : 184975
Tanggal status dibuat : 25 September 2015
Dokter yang merawat : dr. I Gusti Putu Ardana, Sp.S
3.2 AUTOANAMNESIS / HETEROANAMNESIS
3.2.1 Penyakit Sekarang
Keluhan utama: Lemah separuh tubuh kiri post operasi meningioma
Keluhan yang berhubungan dengan keluhan utama:
Pasien datang ke IGD RSUD Negara datang sadar untuk control post
operasi meningioma di RSUP Sanglah pada tanggal 14 Agustus 2015. Pasien
dating dengan keluhan kelemahan separuh tubuh kiri dan penglihatan mata kirinya
terganggu. Lemah separuh tubuh kiri dirasakan sejak satu bulan yang lalu setelah
menjalani operasi untuk meningioma. Kelemahan dirasakan mengganggu dan
pasien tidak bisa berjalan sendiri sehingga harus dbantu dengan kursi roda.
Pasien juga mengeluh penglihatan mata kirinya sangat rabun bila
dibandingkan mata kanan. Mata kiri juga dikeluhkan lebih menonjol
dibandingkan mata kanan. Pasien mengatakan hal ini sudah dirasakan sudah
bertahun-tahun dan semakin lama semakin memberat. Sebelum operasi, pasien
mengeluh mata kirinya tidak dapat melihat tulisan sama sekali, saat ini pasien
20
mengeluh penglihatannya ganda dan buram. Sedangkan penglihatan mata
kanannya dikatakan masih jelas.
Selain itu, pasien juga mengatakan sering mengalami sakit kepala sejak
kurang lebih 6 bulan yang lalu. Sakit kepala terutama dikatakan di kepala sebelah
kanan. Sakit dikatakan sangat berat hingga mengganggu aktivitas. Pasien biasanya
beristirahat dan minum obat penghilang rasa sakit untuk mengurangi sakit
kepalanya. Kurang lebih 3 bulan yang lalu pasien didiagnosis dengan meningioma
di RSUP Sanglah.
Pasien mengatakan sudah menopause sejak setahun yang lalu dan
mengatakan dahulu selalu menggunakan alat kontrasepsi pasang berupa IUD.
Pasien sehari-hari tidak bekerja, hanya sebagai ibu rumah tangga. Pasien tidak
merokok atau pun minum minuman beralkohol.
.
3.2.2 Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Pasien didiagnosis menderita meningioma, sehingga menyebabkan mata kiri
pasien lebih menonjol dan pengliatannya lebih buruk dibandingkan mata
kanannya. Sebulan yang lalu pasien memutuskan melakukan operasi untuk
mengangkat meningioma tersebut, dan sejak saat itu pasien mengeluh lemah pada
separuh tubuh kiri. Riwayat penyakit sistemik lain, seperti kencing manis, tekanan
darah tinggi, penyakit jantung, ginjal, dan asma disangkal oleh pasien.
3.2.3 Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga pasien yang pernah mengalami keluhan
yang sama seperti yang dialami pasien saat ini. Riwayat penyakit kencing manis,
tekanan darah tinggi, penyakit jantung, ginjal, dan asma dalam keluarga dikatakan
tidak ada. Riwayat penyakit sistemik lain juga disangkal oleh pasien.
3.2.4 Riwayat Pribadi / Sosial
Lahir : normal Kanan / Kidal : kanan
Mulai bicara : tidak ingat Makanan : biasa
Gagap : tidak ada Minuman keras : disangkal
Mulai jalan : tidak ingat Merokok : tidak
21
Mulai membaca : tidak ingat Kawin : ya, 1 kali
Jalan waktu tidur : tidak ingat Anak : 2
Ngompol : tidak ingat Abortus : tidak ada
Pendidikan : SMA Kontrasepsi : IUD
Lain-lain : tidak ada
3.3 STATUS PRESENT
Berat : 43 kg Pernapasan
Tinggi : 156 cm Frekuensi : 18 kali/menit
IMT : 17,67 kg/m2 Jenis : torakoabdominal
Tekanan darah, Pola : normal
kanan : 120/70 mmHg Suhu Aksila : 36 oC
kiri : 120/80 mmHg
VAS : 1 (0-10) di luka bekas operasi kepala bagian kanan
Nadi,
kanan : 88 kali / menit
kiri : 80 kali / menit
Kepala
Mata : Konjungtiva pucat (-/-); ikterus (-/-); refleks pupil (+/+);
Ø (3 mm/3 mm)
THT
Telinga : Hiperemik (-); sekret (-); nyeri (-); edema (-)
Hidung : Hiperemik (-); sekret (-); nyeri (-); edema (-)
Tenggorok : Tonsil (T1/T1); Hiperemik (-); nyeri (-); edema (-)
Mulut : Sianosis (-), lainnya: tidak ada
Lainnya :
Leher
Arteri karotis komunis kanan, bruit (-)
Arteri karotis komunis kiri, bruit (-)
Lainnya : tidak ada
Thoraks
Jantung, inspeksi : iktus kordis tidak tampak
22
palpasi : iktus ckordis tidak teraba; thrill (-)
perkusi : batas atas : ICS II kiri
batas kanan : PSL kanan setinggi ICS V
batas kiri : MCL kiri ICS V + 2 cm
auskultasi : S1 S2 tunggal regular; murmur (-)
Paru, inspeksi : dekstra-sinistra simetris
palpasi : vokal fremitus (normal/normal)
perkusi : suara perkusi (sonor/sonor)
auskultasi : vesikuler (+/+); ronkhi (-/-); wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : distensi (-); asites (-); peristaltik (-)
Auskultasi : bising usus (+); normal
Palpasi
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Perkusi : timpani
Genitalia : tde
Ekstremitas : akral hangat ; edema
Kulit : sianosis (-)
3.4 STATUS NEUROLOGIKUS
3.4.1 Kesan Umum
Kesadaran : compos mentis (GCS : E 4 V 5 M 6 )
Kecerdasan : sesuai tingkat pendidikan
Kelainan jiwa : tidak ada
Kaku dekortikasi : ( - )
Kaku deserebrasi : ( - )
Refleks leher tonik
(Magnus-deKleijn) : ( - )
Pergerakan mata boneka : tidak dievaluasi
_
_ _
_ +
+ +
+
23
‘Deviation conjugee’ : ( - )
Krisis okulogirik : ( - )
Opistotonus : ( - )
Kranium
bentuk : normocephali simetris : simetris
fontanel : normal tertutup kedudukan : normal
perkusi : pekak palpasi : ttb benjolan
transluminasi : hydrocephalus (-) auskultasi : bruit (-)
3.4.2 Pemeriksaan Khusus
Rangsangan Selaput Otak
Kaku kuduk : (-)
Tanda Kernig : (-/-)
Tanda leher Brudzinski
(Brudzinski I) : (-/-)
Tanda tungkai kontralateral Brudzinski
(Brudzinski II) : (-/-)
Saraf Otak Kanan Kiri
Nervus I
Subjektif : tidak ada keluhan
Objektif : normal normal
Nervus II
Visus : 6/6 1/2
Kampus : belum dievaluasi
Hemianopsia : belum dievaluasi
Melihat warna : belum dievaluasi
Skotom : belum dievaluasi
Fundus : belum dievaluasi
Nervus III, IV, VI
Kedudukan bola mata : di tengah di tengah
Pergerakan bola mata : baik ke segala arah baik ke segala arah
24
Nistagmus : tidak ada tidak ada
Celah mata : normal normal
Ptosis : tidak ada tidak ada
Pupil
bentuk : bulat, reguler bulat, reguler
ukuran : 3 mm 3 mm
Refleks pupil
r. cahaya langsung : miosis miosis
r. cahaya konsensuil : miosis miosis
r. akomodatif /
konvergen : (+) (+)
r. pupil Marcus-Gunn : (-) (-)
Tes Wartenberg : (-) (-)
Nervus V
Motorik : Normal Normal
Sensibilitas : Normal Normal
Refleks kornea
langsung : (+) (+)
konsensuil : (+) (+)
Refleks kornea-mandibuler : (-) (-)
Refleks bersin : (+) (+)
Refleks nasal Becterew : (+) (+)
Refleks maseter : (-) (-)
Trismus : tidak ada tidak ada
Refleks menetek : tidak ada tidak ada
Refleks ‘snout’ : tidak ada tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada tidak ada
Nervus VII
Otot wajah saat istirahat
lipatan dahi : simetris kiri kanan
sudut mata : simetris kiri kanan
25
sulkus nasolabialis : simetris kiri kanan
sudut mulut : simetris kiri kanan
Mengerutkan dahi : normal normal
Menutup mata : normal normal
Meringis : simetris kiri kanan
Bersiul / mencucu : simetris kiri kanan
Gerakan involunter
Tic : negatif negatif
Spasmus : negatif negatif
Lainnya : tidak ada
Indera pengecap
Asin : normal
Asam : normal
Manis : normal
Pahit : normal
Sekresi air mata : normal
Hiperakusis : negatif
Tanda Chvostek : (-) (-)
Reflek Glabela : (-) (-)
Nervus VIII
Mendengar suara bisik
(gesekan jari tangan) : normal normal
Tes garpu tala
Rinne : (+) (+)
Schwabach : normal normal
Weber : tidak ada lateralisasi
Bing : (+) (+)
Tinitus : tidak ada tidak ada
Keseimbangan : normal
Vertigo : tidak ada
Nervus IX, X, XI, XII
Langit-langit lunak : simetris kiri kanan
26
Menelan : normal
Disartri : tidak ada
Disfoni : tidak ada
Lidah
Tremor : tidak ada
Atrofi : tidak ada
Fasikulasi : tidak ada
Ujung lidah saat istirahat : simetris
Ujung lidah sewaktu
dijulurkan keluar : simetris
Refleks muntah : normal
Mengangkat bahu : normal normal
Fungsi m. sterno-
kleido-mastoideus : normal normal
Anggota Atas Kanan Kiri
Simetris : simetris simetris
Tenaga
M. deltoid
(abduksi l. atas) : 5 1
M. biseps
(fleksi l. atas) : 5 1
M. triseps
(ekstensi l. atas) : 5 2
Fleksi pergelangan
tangan : 5 2
Ekstensi pergelangan
tangan : 5 2
Membuka jari-jari
tangan : 5 2
Menutup jari-jari
27
tangan : 5 1
Tonus : normal meningkat
Tropik : distropi (-) distropi (-)
Refleks
Biseps : (++) (++)
Triseps : (++) (++)
Radius : (++) (++)
Ulna : (++) (++)
Leri : (+) (+)
Pronasi-abduksi
lengan (Grewel) : (+) (+)
Mayer : (+) (+)
Hoffman-Tromner : (-) (-)
Memegang : (-) (-)
Palmomental : (-) (-)
Sensibilitas
Perasa raba : normal normal
Perasa nyeri : normal normal
Perasa suhu : normal normal
Perasa proprioseptif : normal normal
Perasa vibrasi : normal normal
Stereognosis : normal normal
Barognosis : normal normal
Diskriminasi dua titik : normal normal
Grafestesia : tidak ada tidak ada
Topognosis : normal normal
Parestesia : tidak ada tidak ada
Koordinasi
Tes telunjuk-telunjuk : normal tidak dapat dievaluasi
Tes telunjuk-hidung : normal tidak dapat dievaluasi
Tes hidung-
telunjuk-hidung : normal tidak dapat dievaluasi
28
Tes pronasi-supinasi
(diadokokinesis) : normal tidak dapat dievaluasi
Tes tepuk lutut : normal tidak dapat dievaluasi
Dismetri : normal tidak dapat dievaluasi
Fenomena lajak
(Stewart Holmes) : normal tidak dapat dievaluasi
Vegetatif
Vasomotorik : normal normal
Sudomotorik : normal normal
Pilo arektor : normal normal
Gerakan involunter
Tremor : negatif negatif
Khorea : negatif negatif
Atetosis : negatif negatif
Balismus : negatif negatif
Mioklonus : negatif negatif
Distonia : negatif negatif
Spasmus : negatif positif
Tanda Trousseau : (-) (-)
Tes Phalen : (-) (-)
Nyeri tekan pada saraf : (-) (-)
29
Badan
Keadaan kolumna vertebralis
Kelainan lokal : tidak ada
Nyeri tekan/ketok lokal : tidak ada
Gerakan
Fleksi : bde
Ekstensi : bde
Deviasi lateral : bde
Rotasi : bde
Kanan Kiri
Keadaan otot-otot : simetris, atrofi (-)
Refleks kulit
dinding perut atas : (+) (+)
Refleks kulit dinding
perut bawah : (+) (+)
Refleks Kremaster : tde tde
Refleks anal : bde bde
Sensibilitas
30
Perasa raba : normal normal
Perasa nyeri : normal normal
Perasa suhu : normal normal
Koordinasi
Asinergia serebelar : bde
Vegetatif
Kandung kencing : normal
Rektum : normal
Genitalia : normal
Gerakan involunter : tidak ada
Anggota Bawah Kanan Kiri
Simetri : simetris simetris
Tenaga
Fleksi panggul : 5 1
Ekstensi panggul : 5 1
Fleksi lutut : 5 1
Ekstensi lutut : 5 1
Plantar-fleksi kaki : 5 1
Dorso-fleksi kaki : 5 1
Gerakan jari-jari kaki : 5 1
Tonus : normal meningkat
Trofik : normal normal
Refleks
Lutut (KPR) : (++) (++)
Achilles (APR) : (++) (++)
Supinasi-fleksi
kaki (Grewel) : (++) (++)
Plantar : (++) (++)
Babinsky : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
31
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Stransky : (-) (-)
Gonda : (-) (-)
Bing : (-) (-)
Mendel-Bechterew : (-) (-)
Rossolimo : (-) (-)
Klonus
Paha : (-) (-)
Kaki : (-) (-)
Sensibilitas
Perasa raba : normal normal
Perasa nyeri : normal normal
Perasa suhu : normal normal
Perasa proprioseptif : normal normal
Perasa vibrasi : normal normal
Diskriminasi dua titik : normal normal
Grafestesia : normal normal
Topognosis : normal normal
Parestesia : tidak ada ada
Koordinasi
Tes tumit-lutut-ibu
jari kaki : normal tidak dapat dievaluasi
Tes ibu jari kaki-
telunjuk : normal tidak dapat dievaluasi
Vegetatif
Vasomotorik : normal
Sudomotorik : normal
Pilo arektor : normalnormal
Gerakan involunter
Tremor : (-) (-)
Khorea : (-) (-)
32
Atetosis : (-) (-)
Balismus : (-) (-)
Mioklonus : (-) (-)
Distonia : (-) (-)
Spasmus : (-) (+)
Tes Romberg : bde
Nyeri tekan pada saraf : (-) (-)
Fungsi Luhur
Afasia motorik : tidak ada
Afasia sensorik : tidak ada
Afasia amnestik (anomik) : tidak ada
Afasia konduksi : tidak ada
Afasia global : tidak ada
Agrafia : tidak ada
Aleksia : tidak ada
Apraksia : tidak ada
Agnosia : tidak ada
Akalkulia : tidak ada
Pemeriksaan Lain
Tanda Myerson : tidak ada
Tanda Lhermitte : tidak ada
Tanda Naffziger : tidak ada
Tanda Dejerine : tidak ada
Tanda Tinel : tidak ada
Tanda Lasegue : (-) (-)
Tanda O’Connel
(Lasegue silang) : (-) (-)
Lainnya : (-) (-)
Bragad : (-) (-)
Sicard : (-) (-)
33
Pattrick : (-) (-)
Kontra Pattrick : (-) (-)
Tanda Valsava : (-) (-)
3.5 RESUME
Pasien wanita berusia 44tahun, suku Bali, kinan, datang ke IGD RSUD
Negara setelah menjalani operasi meningioma di RSUP Sanglah pada tanggal 14
Agustus 2015. Pasien datang mengeluh lemah separuh tubuh disertai mengeluh
mengalami gangguan penglihatan dan nyeri kepala. Riwayat tidak sadar saat
kejang (-), visus OD 6/6 dan OS 1/2.
Status Present
Tekanan darah : 120/70 mmHg (kanan)
120/80 mmHg (kiri)
Nadi : 88 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu Aksila : 36 o C
Status General : dbn
Status Neurologis
GCS E4V5M6
Hemiparesis Sinistra
Visus OD 6/6 , OS 1/2
3.7 DIAGNOSIS TOPIK
Konveksitas sinistra, fossa posterior, dan sphenoid wing sinistra.
3.8 DIAGNOSIS BANDING
Observasi konvulsi e.c meningioma fossa posterior
Observasi konvulsi e.c glioma
3.9 DIAGNOSIS MUNGKIN
Meningioma fossa posterior
Hemiparesis Sinistra post operasi meningioma
34
3.10 PENATALAKSANAAN
Phenytoin 3 x 1
Citicholin inj. 2 x 1
Asam Folat 2 x 1
Fisioterapi
3.11 PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubius ad bonam
Ad Functionam : Dubius ad malam
Ad Sanationam : Dubius ad malam
35
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam kasus ini, berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien datang
dengan keluhan utama lemah separuh tubuh post operasi meningioma di RSUP
Sanglah satu bulan yang lalu. Selain itu, pasien juga mengeluh adanya gangguan
penglihatan pada mata kirinya dimana mata kiri pasien juga tampak lebih
menonjol dibandingkan mata kanannya. Hemiparesis berarti kelemahan pada satu
sisi tubuh. Contohnya, pasien dapat mengeluhkan kelemahan pada satu sisi tubuh
yang mengarah pada lesi hemisfer serebri kontralateral. Hal ini dapat dikaitkan
dengan letak meningioma yang mungkin menekan saraf yang berhubungan.
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu
sendiri. Terapi yang dipilih adalah operasi, sesuai dengan algoritma
penatalaksanaan meningioma dimana pada pasien ini merupakan primary tumor
yang symptomatic. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif
sebagai pilihan pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal
massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi
dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi
sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya
berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi
tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak,
dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi.
36
Algoritma penanganan meningioma
Pada saat dilakukan operasi, didapat Tumor dengan klasifikasi simpson Grade III,
dimana terdapat tumor di sinus yang ditinggalkan.
Klasifikasi Simpson
Setelah operasi pada pasien ini diberikan terapi kortikosteroid. Mekanisme
aksi kortikosteroid pada tumor otak termasuk penurunan permeabilitas pembuluh
darah, efek sitotoksik pada tumor, penghambatan pembentukan tumor, dan
penurunan produksi CSF. Sehingga pada kasus ini pemberian kortikosteroid
diharapkan dapat mengurangi gejala dan mencegah terjadinya edema.
Pada umumnya prognosa meningioma baik, karena pengangkatan tumor
yang sempurna akan memberikan peyembuhan yang permanen. Pada orang
dewasa relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate
37
lima tahun adalah 75%. Pada kasus ini prognosis terhadap fungsi anggota gerak
dikatakan ad malam, mengingat defek yang disebabkan oleh meningioma cukup
besar. Oleh karena itu pada pasien ini direncanakan akan dilakukan fisioterapi.
Dalam kasus meningioma Grade II dan III, standar saat ini melibatkan pengobatan
radiasi pascaoperasi terlepas dari tingkat reseksi bedah. Hal ini disebabkan tingkat
kekambuhan yang lebih tinggi. Diharapkan dengan radiasi dan pemberian
modulasi hormon, tumor yang tersisa tidak bertambah besar, tidak bertambah
banyak, dan tidak berulang. Pasien juga harus diberitahu untuk tidak
menggunakan kontrasepsi hormonal.
Pasien diperbolehkan pulang 1 minggu setelah operasi dengan keadaan
umum baik. Prognosis ad vitam pada pasien ini bonam. Ad fungsionam dubia ad
malam, sangat susah untuk mengembalikan fungsi penglihatan, tanpa melihat
ukuran tumor dan pendekatan pembedahan. Pada pasien ini terdapat defek visual
pada mata kiri, sehingga kemungkinan kembalinya fungsi penglihatan sangat
sulit. .
Penatalaksanaan lanjutan yang yang diberikan pada pasien ini adalah
melakukan konsultasi dengan fisioterapi. Hal ini bertujuan untuk membantu
pasien memulihkan lagi bagian tubuh yang mengalami kelemahan. Latihan ini
juga bertujuan menghindari terjadinya kekakuan akibat atrofi otot jika pasien
selalu dalam posisi statis. Farmakoterapi yang diberikan antara lain bertujuan
terutama untuk menangani kejang yang menjadi keluhan utama dan alasan pasien
dirawat inap. Adapun farmakoterapi yang diberikan berupa phenytoin 3 x 1 per
oral sebagai anti konvulsan, citicholine 2 x 1 per oral sebagai pelindung sel-sel
saraf (neuroprotektor) dan asam folat 2 x 1 untuk perbaikan sel saraf.12
38
SIMPULAN
Pada kasus ini, dimana seorang wanita 44 tahun terdiagnosis dengan
meningioma dan telah melakukan operasi reseksi 1 bulan yang lalu, dating saat ini
dengan keluhan kelemahan separuh tubuh kiri disertai gangguan penglihatan mata
kiri. Meningioma adalah tumor pada meninges, yang merupakan selaput
pelindung yang melindungi otak dan medulla spinalis. Secara Umum tumor pada
menings tidak diketahui penyebabnya tetapi ada beberapa faktor yang
kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya meningioma. Faktor – faktor itu
berupa Usia, lingkungan, hormone, radiasi pengion, gaya hidup dan factor
genetik. Dari lokalisasinya Sebagian besar meningioma terletak di daerah
supratentorial. Insidens ini meningkat terutama ada daerah yang mengandung
granulatio Pacchioni. Lokalisasi terbanyak pada daerah parasagital dan yang
paling sedikit pada fossa posterior.
Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat
edema otak dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat
destruksi dan kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah, kejang,
penurunan kesadaran, gangguan mental, gangguan visual dan sebagainya. Edema papil
dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut.
Dalam mendiagnosis suatu tumor otak, selain klinis, peranan radiologi sangat
besar. Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri.
Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama.
Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi
tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada
kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi dan prognosisnya
adalah baik, karena pengangkatan tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan
yang permanen.
Pada pasien ini terapi lanjutan yang diberikan selain obat-obatan berupa
phenytoin, citicolin dan asam folat adalah dilakukan fisioterapi secara berkala
guna memulihkan fungsi kerja ekstremitas tubuh sebelah kiri.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Lombardo, mery carter. 2005. Patofisiologi : konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC (Hlm 1193)
2. Rasjad, chairudin. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta: EGC
3. Mardjono M, sidharta. 2003. Penyakit Dalam: Neurologi Klinis Dasar.
Jakarta: FKUI (Hlm 393-4)
4. Luhulima JW. 2003. Menings. Dalam: Anatomi susunan saraf pusat.
Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
5. Patogenesis, histopatologi, dan klasifikasi meningioma[cited 2009
November 20]. Availble from:
http://www.neuroonkologi.com/articles/Patogenesis,%20histopatologi%20
dan%20klasifikasi%20meningioma.doc. Diunduh tgl: 25 September 2015
6. Nathoo N, Barnett GH, Golubic M. The eicosanoid cascade: possible role i
n gliomas andmeningiomas. J Clin Pathol: Mol Pathol 2004;57:6-13
7. Rowland, Lewis.p & Pedley, Timothy A. 2010. Merrit’s Neurology. Ed
12. Philadelphia (Hlm 386-91)
8. Fyann E, Khan N, Ojo A. Meningioma. In: SA Journal of Article
Radiology. SA: Medical University of Southern Africa; 2004. p. 3-5
9. Fauiziah B, Widjaja D. Meningioma intrakranial. Cermin Dunia
KedokteranVol.16. 1989. P: 36-43
10. Longstreth Jr WT, Dennis LK, McGuire VM, Drangsholt MT, Koepsell
TD. Epidemiology of intracranial meningioma. Cancer 1993;72;639-48
11. Focusing on tumor meningioma [cited 2009 November 20]. Available
from: http://www.abta.org/meningioma.pdf. Diunduh tgl : 25 September
201519.45
12. Dorland, W.A Newman.2010.Kamus kedokteran Dorland Ed 31. Jakarta:
EGC
13. Widjaja D, Meningioma intracranial. Available from:
http://www.portalkalbe.co.id/files/cdk/files/09MeningiomaIntrakranial016.
pdf /09MeningiomaIntrakranial016.html Diunduh tgl: 25 September
201520.40
14. Mardjono M, Sidharta P. Dalam: Neurologi klinis dasar. :
FakultasKedokteran Universtas Indonesia; 2003. Hal 393-4.
40
15. Yusup FXEG. Histopatologi Tumor Otak. 1992.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09HistopatologiTumorOtak077.pdf/
09HistopatologiTumorOtak077.html Diunduh tgl : 25 September 2015
15.35