Transcript
Page 1: LAPSUS Kutaneus Larva Migran1

LAPORAN KASUS KLINIK

“Larva Migrans Kutaneus”

Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

di RSUD Tugurejo Semarang

Pembimbing : dr. S. Windayati, Sp.KK

Disusun Oleh :

Muhammad Dhanni Dzuhrisal

H2A009035

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUD

TUGUREJO SEMARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

SEMARANG

2014

Page 2: LAPSUS Kutaneus Larva Migran1

CATATAN MEDIS

MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSU. ADHIYATMA MPH

IDENTITAS PENDERITA

a. Nama : An. R

b. Usia : 10 tahun

c. Jenis Kelamin : laki-laki

d. Alamat : Pasadena, Semarang

e. Agama : Islam

f. Status : Belum Menikah

g. Suku : Jawa

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan aloanamnesis dengan kakak pasien pada tanggal

27 Maret 2014 pukul 08.00 WIB di poli kulit dan kelamin RSUD Tugurejo Semarang.

Keluhan Utama : Gatal berpindah tempat

Riwayat Penyakit Sekarang

Anak laki-laki berusia 10 tahun diantar oleh saudaranya dengan keluhan gatal berpindah

tempat di bagian samping tungkai bawah sebelah kanan. Keluhan ini dirasakan sejak setengah

bulan yang lalu. Gatal ini dirasakan sangat hebat dan disertai dengan rasa panas. Keluhan ini

timbul berpindah-pindah tempat di sekitar bagian samping tungkai kanan. Keluhan ini diawali

setelah pasien bermain di pasir, kemudian timbul bentol kecil berwarna merah kemudian

semakin lama bentol tersebut memanjang. Kemerahan ini berpindah tempat dengan bentuk

yang panjang, berkelok-kelok, dan menimbul. Untuk memperingan sakit yang dirasakan

pasien mengoleskan bedak namun keluhan tidak membaik, keluhan ini terasa lebih berat pada

malam hari. Selain keluhan tersebut, pasien juga mengeluh adanya bentol berisi air berwarna

jernih dan ada juga yang berwarna keruh. Pasien tidak mengeluh demam (-), pusing (-),

riwayat memelihara anjing atau kucing disangkal, dan riwayat digigit serangga disangkal.

Page 3: LAPSUS Kutaneus Larva Migran1

Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan serupa : Disangkal

Alergi : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan serupa : Disangkal

Alergi : Disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien seorang pelajar SD, tinggal bersama orang tua dan saudaranya. Pasien berobat

menggunakan biaya sendiri. Kesan ekonomi : cukup

PEMERIKSAAN FISIK

Pemerikaan fisik dilakukan tanggal 27 Maret 2014 pukul 08.00 WIB di poli kulit dan kelamin

RSUD Tugurejo Semarang.

Vital sign :

TD : tidak dilakukan

Nadi : 85x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup

RR : 18x/menit

Suhu : 36,50C secara aksiler

Status Gizi : kesan gizi cukup

Status Generalisata :

Kulit : Warna sawo matang, hidrasi cukup

Kepala : Mesosephal

Mata : Corpus alineum(-/-); konjungtiva: anemis (-/-),

hiperemis (-/-),ikterik (-/-); Reflek cahaya (+/+); Edem palpebra

(-/-); Pupil isokor 3mm/3mm

Hidung : Nafas cuping (-), deformitas (-), sekret (-),

Telinga : Serumen (-/-), nyeri mastoid (-/-), Nyeri tragus (-/-),

sekret (-/-)

Mulut : Lembab (+), Sianosis (-), Stomatitis (-), hiperemis (-)

Page 4: LAPSUS Kutaneus Larva Migran1

Leher :Limfonodi(-), pembesaran tiroid (-), otot bantu

pernafasan (-)

Thorax :

Cor :

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V LMCS, tak kuat angkat

Perkusi :

Batas atas jantung : ICS II Linea parasternal sinistra

Pinggang jantung : ICS III Linea parasternal sinistra

Batas kiri bawah jantung : ICS V 1cm medial Linea mid

clavicula sinistra

Batas kanan bawah jantung : ICS IV Linea sternalis dextra

Auskultasi: Bunyi jantung I & II normal & murni, bising (-),

gallop (-)

Pulmo

Dextra SinistraDepanInspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

Simetris statis & dinamis, retraksi (-)

Stem fremitus normal kanan = kiri

Sonor seluruh lapang paru

SDparu vesikuler (+), suara tambahanparu: wheezing (-), ronki (-)

Simetris statis & dinamis, retraksi (-)

Stem fremitus normal kanan = kiri

Sonor seluruh lapang paru

SDparu vesikuler (+),suara tambahanparu: wheezing (-), ronki (-)

Page 5: LAPSUS Kutaneus Larva Migran1

BelakangPalpasi

Perkusi

Auskultasi

Stem fremitus kanan = kiriSonor seluruh lapang paruSD paruvesikuler (+), suara tambahanparu : wheezing (-), ronki (-)

Stem fremitus kanan = kiriSonor seluruh lapang paruSD paruvesikuler (+), suara tambahan paru: wheezing (-), ronki (-)

Abdomen :

Inspeksi : Dinding abdomen datar, massa (-),warna kulit sama

dengan warna kulit sekitar

Auskultasi : Bising usus (+) normal (15x/menit)

Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, pekak hepar (+),

ascites (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar & Lien tak teraba

Ekstremitas : Nyeri tekan (-/-), edema (-/-)

(-/-) (-/-)

Status Venerologi : Tidak dilakukan

Status Dermatologik

Status Lokalis

Page 6: LAPSUS Kutaneus Larva Migran1

Inspeksi :

a. Lokasi : tungkai bawah kanan

b. Distribusi : lokalisata

c. Konfigurasi : linear atau berkelok – kelok (snakelike appearance)

d. Morfologi : Terdapat lesi papul yang eritematosa, skuama

Palpasi :

a. Suhu : sama dengan kulit sekitar

e. Permukaan :  menimbul dengan lebar 2 – 3 mm

b. Nyeri (-)

c. Gatal (+)

RESUME

Anak laki-laki berusia 10 tahun diantar oleh saudaranya dengan keluhan gatal berpindah

tempat di bagian samping tungkai bawah sebelah kanan yang dirasakan sejak setengah bulan

yang lalu. pasien juga mengeluh adanya bentol berisi air berwarna jernih dan ada juga yang

berwarna keruh. Pasien tidak mengeluh demam (-), pusing (-), riwayat memelihara anjing atau

kucing disangkal, dan riwayat digigit serangga disangkal.

Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan kesadaran compos mentis, nadi 85x/menit

(regular, isi dan tegangan cukup) RR 18x/menit, suhu 36,50C secara aksiler. Status

generalisata tidak ditemukan kelainan.

Status dermatologik pada tungkai bawah kanan didapatkan UKK berupa papul yang eritematosa, skuama. Distribusi UKK lokalisata, konfigurasi linear atau berkelok – kelok (snakelike appearance). Saat dilakukan palpasi pada status lokalis didapat hasil, suhu sama dengan daerah sekitar, Permukaan menimbul dengan lebar 2 – 3 mm, gatal (+), nyeri (-).

DIAGNOSIS BANDING

- Larva migrans kutaneus

- Skabies

- Dermatofitosis

- Dermatitis insect bite

- Herpes zoster

Page 7: LAPSUS Kutaneus Larva Migran1

DIAGNOSIS SEMENTARA

Larva migrans kutaneus

1. IP Dx :

- S : -

- O : -

2. IP Tx :

Tablet Albendazole 1x400 mg/hari, selama 3 hari

Cryotherapy dengan CO2 snow (dry ice) dengan penekanan selama 45 detik sampai 1

menit, selama 2 hari berturut – turut

3. IP Mx :

Monitoring UKK, keluhan dan tanda vital, efek samping obat

4. IP Ex :

a. Menjelaskan pada pasien diagnosisnya yaitu larva migrans kutaneus beserta etiologi

dan prognosis.

b. Menjelaskan kepada pasien bahwa menggaruk dapat memperburuk kondisinya karena

dapat terjadi infeksi sekunder.

c. Menjaga kebersihan kuku dengan cara sering cuci tangan terutama setelah aktivitas

yang kontak langsung dengan tanah atau pasir, serta kotoran hewan seperti kucing dan

anjing dan memotong kuku minimal seminggu sekali karena kuku yang pendek dapat

mengeliminir masuknya kuman-kuman atau bibit penyakit melalui kuku.

d. Menganjurkan pasien untuk selalu memakai alas kaki ketika berjalan di tanah atau

pasir karena larva cacing umumnya menginfeksi tubuh melalui kulit kaki yang tidak

terlindungi

e. Menyarankan kepada pasien agar mengkonsumsi obat sesuai aturan dan melakukan

kunjungan lagi ke dokter untuk mengevaluasi hasil terapi.

PROGNOSIS

1. Quo ad Vitam : ad bonam.

2. Quo ad Sanam : ad bonam

3. Quo ad Cosmeticam : Dubia ad bonam

Page 8: LAPSUS Kutaneus Larva Migran1

PEMBAHASAN

DEFINISI DAN ETIOLOGI

Cutaneus larva migrans adalah kelainan kulit khas berupa garis lurus atau berkelok –

kelok, progresif, akibat larva yang kesasar1,3. Sedangkan creeping eruption, istilah ini digunakan

pada kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok – kelok,

menimbul dan progresif, disebabkan oleh invansi larva cacing tambang yang berasal dari anjing

dan kucing1.

Cutaneous larva migrans dapat juga disebut creeping eruption, dermatosis linearis

migrans4, sandworm disease (di Amerika Selatan larva sering ditemukan ditanah pasir atau di

pantai), atau strongyloidiasis (creeping eruption pada punggung).

Etiologies umum dan di mana parasit dari kulit larva migrans (CLM) yang paling sering

ditemukan adalah sebagai berikut:

braziliense Ancylostoma (cacing tambang dan domestik anjing liar dan kucing) adalah

penyebab paling umum. Hal ini dapat ditemukan di Amerika Serikat tengah dan selatan,

Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Karibia.

Ancylostoma caninum (cacing tambang anjing) ditemukan di Australia.

Uncinaria stenocephala (cacing tambang anjing) ditemukan di Eropa.

Bunostomum phlebotomum (ternak cacing tambang)

Etiologies Langka meliputi:

Ancylostoma ceylonicum

Ancylostoma tubaeforme (cacing tambang kucing)

Necator americanus (cacing tambang manusia)

Strongyloides papillosus (parasit domba, kambing, dan sapi)

Strongyloides westeri (parasit kuda)

Ancylostoma duodenale

Page 9: LAPSUS Kutaneus Larva Migran1

Pelodera (Rhabditis) strongyloides 4

PATOGENESIS

Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan

kucing, yaituAncylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Selain itu dapat pula

disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, seperti Castrophillus (the horse bot fly) dan cattle

fly. Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidup. Nematoda hidup pada hospes

(anjing, kucing atau babi), ovum terdapat pada kotoran binatang dan karena kelembapan berubah

menjadi larva yang mempu mengadakan penetrasi kekulit. Larva ini tinggal di kulit berjalan –

jalan tanpa tujuan sepanjang dermo – epidermal, setelah beberapa jam atau hari, akan timbul

gejala di kulit4.

Reaksi yang timbul pada kulit, bukan diakibatkan oleh parasit, tetapi disebabkan oleh

reaksi inflammasi dan alergi oleh sistem immun terhadap larva dan produknya3. Pada hewan,

Larva ini mampu menembus dermis dan melengkapi siklus hidupnya dengan berkembang biak di

organ dalam. Sedangkan pada manusia, larva memasuki kulit melalui folikel, fissura atau

menembus kulit utuh menggunakan enzim protease, tapi infeksi nya hanya terbatas pada

epidermis karena tidak memiliki enzym collagenase yang dibutuhkan untuk penetrasi kebagian

kulit yang lebih dalam2.

GEJALA KLINIS

Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas4. Mula – mula , pada point

of entry, akan timbul papul, kemudian diikuti oleh bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear

atau berkelok – kelok (snakelike appearance – bentuk seperti ular) yang terasa sangat gatal,

menimbul dengan lebar 2 – 3 mm, panjang 3 – 4 cm dari point of entry, dan berwarna

kemerahan2,3,4. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan larva tersebut telah berada

dikulit selama beberapa jam atau hari4. Rasa gatal dapat timbul paling cepat 30 menit setelah

infeksi, meskipun pernah dilaporkan late onset dari CLM2.

Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok- kelok,

polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang

Page 10: LAPSUS Kutaneus Larva Migran1

beberapa sentimeter dan bertambah panjang beberapa milimeter atau beberapa sentimeter setiap

harinya4. Umumnya pasien hanya memiliki satu atau tiga lintasan dengan panjang 2 – 5 cm. Rasa

gatal biasanya lebih hebat pada malam hari, sehingga pasien sulit tidur. Rasa gatal ini juga dapat

berlanjut, meskipun larva telah mati.

Terowongan yang sudah lama, akan mengering dan menjadi krusta, dan bila pasien sering

menggaruk, dapat menimbulkan iritasi yang rentan terhadap infeksi sekunder. Larva nematoda

dapat ditemukan terperangkap dalam kanal folikular, stratum korneum atau dermis.Tempat

predileksi adalah di tempat – tempat yang kontak langsung dengan tanah, baik saat beraktivitas,

duduk, ataupun berbaring, seperti di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong dan paha juga di

bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada6.

Gambar 1. Pasien yang berjemur telanjang di sebuah pantai di Martinique disajikan dengan

klasik, erythematous, saluran serpiginosa di tumit kiri.

Page 11: LAPSUS Kutaneus Larva Migran1

Gambar 2. Larva migrans kulit di jempol kanan.

Gambar 3. Larva migrans kulit di paha kiri.

Page 12: LAPSUS Kutaneus Larva Migran1

DIAGNOSIS

Berdasarkan bentuk yang khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau

berkelok – kelok, menimbul dan terdapat papul atau vesikel di atasnya4.

DIAGNOSIS BANDING

Skabies: Pada skabies terowongan yang terbentuk tidak sepanjang seperti pada penyakit

ini

Dermatofitosis : Bentuk polisiklik menyerupai dermatofitosis

Dermatitis insect bite : Pada permulaan lesi berupa papul, yang dapat menyerupai insect

bite

 Herpes zooster : Bila invasi larva yang multipel timbul serentak, papul – papul lesi dini

dapat menyerupai herpes zooster stadium permulaan4

PROGNOSA

Penyakit ini dapat sembuh sendiri setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.

Pengobatan dimaksudkan untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi rasa

ketidaknyamanan pasien. Umumnya pengobatan selalu memberikan hasil yang baik5.

MORTALITAS

Mortalitas karena penyakit ini belum pernah dilaporkan. Kebanyakan kasus larva migran

sembuh sendiri dengan atau tanpa pengobatan, dan tanpa diikuti efek samping jangka panjang

apapun3.

PENCEGAHAN

Di Amerika serikat, telah dilakukan de-worming atau pemberantasan cacing pada anjing

dan kucing, dan terbukti mengurangi secara signifikan insiden penyakit ini5. Larva cacing

umumnya menginfeksi tubuh melalui kulit kaki yang tidak terlindungi, karena itu penting sekali

memakai alas kaki, dan menghindari kontak langsung bagian tubuh manapun dengan tanah5,6.

Page 13: LAPSUS Kutaneus Larva Migran1

PENATALAKSANAAN

Modalitas topikal seperti spray etilklorida, nitrogen cair, fenol, CO2 snow, piperazine

citrate, dan elektrokauter umumnya tidak berhasil sempurna, karena larva sering tidak lolos atau

tidak mati. Demikian pula kemoterapi dengan klorokuin, dietiklcarbamazine dan antimony

jugatidak berhasil. Terapi pilihan saat ini adalah dengan preparat antihelmintes baik topikal

maupun sistemik2,7

SISTEMIK (ORAL)

1. Tiabendazol (Mintezol), antihelmintes spektrum luas. Dosis 50 mg/kgBB/hari, sehari 2

kali, diberikan berturut – turut selama 2 hari. Dosis maksimum 3 gram sehari, jika belum

sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari. Sulit didapat. Efek sampingnya mual,

pusing, dan muntah4.

2. Solusio topikal tiabendazol dalam DMSO, atau suspensi tiabendazol secara oklusi selama

24 – 48 jam4. Dapat juga disiapkan pil tiabendazol yang dihancurkan dan dicampur

dengan vaseline, di oleskan tipis pada lesi, lalu ditutup dengan band-aid/kasa. Campuran

ini memberikan jaringan kadar antihelmints yang cukup untuk membunuh parasit, tanpa

disertai efek samping sistemik.

3.  Albendazol (Albenza), dosis 400mg dosis tunggal, diberikan tiga hari berturut – turut4.

4.  Ivermectin (Stromectol)

AGEN PEMBEKU TOPIKAL

1. Cryotherapy dengan CO2 snow (dry ice) dengan penekanan selama 45 detik sampai 1

menit, selama 2 hari berturut – turut4.

2. Nitrogen liquid4

3. Kloretil spray, yang disemprotkan sepanjang lesi. Agak sulit karena tidak diketahui

secara pasti dimana larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan

disekitarnya4.

Page 14: LAPSUS Kutaneus Larva Migran1

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Cutaneous Larva Migrans: The Creeping Eruption. Diunduh dari www.emedicine.com, November 2009.

2. Jusych, LA. Douglas MC.Cutaneous Larva Migrans: Overview, Treatment and Medication. Diunduh dari www.emedicine.com. Maret 2011. Update terakhir 20 November 2009.

3. Anonymous. Clinical Presentation in Humans. Diunduh dari www.stanford.edu/group/parasites/parasites2002/cutaneous_larva_migrans/clinical%20presentation.html, 29 Desember 2009.

4. Aisah, Siti. 2008. Creeping Eruption, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. Hal 125 – 126

5. Dugdale,DC. Creeping Eruption. Diunduh dari www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001454.html . Update terakhir 12 Maret 2008

6. Emmy dkk. 2005. Creeping Eruption, Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia, Sebuah Panduan Bergambar. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : PT Medical Multimedia Indonesia. Hal 71

7. Siregar, R.S. 2004. Creeping Eruption, Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Hal 172.