Transcript
Page 1: Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS HEPATIS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian

Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus

dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel

hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkhim hati. (Arief Mansjoer, 1999)

Sirosis hepatis adalah penyakit kronis yang menyebabkan destruksi sel dan fibrosis

(jaringan parut), jaringan hepatik. (Sandra M. Nettina, 2001)

Sirosis hepatis adalah stadium akhir dari penyakit hati, yang menahun dimana

secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi

dan nekrosis. (Smeltzer & Bare, 2001)

Sirosis hepatis adalah penyakit kronis yang menyebabkan destruksi sel dan

fibrosis (jaringan parut) dari jaringan hepatik.

2. Anatomi dan Fisiologi

Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1500 gr atau

2% berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan

terbentuk oleh struktur sekitarnya. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan

merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, penkreas, dan usus. Hati memiliki dua

lobus utama yaitu kanan dan kiri. Setiap lobus terbagi menjadi struktur-struktur

yang disebut sebagai lobules, yang merupakan mikroskopis dan fungsional organ.

Hati manusia memiliki maksimal 100.000 lobulus.

Diantara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai

sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteria hepatica. Tidak seperti

kapiler lain, sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel kupffer. Sel Kupffer

merupakan system monosy makrofag, dan fungsi utamnya adalah menelan bakteri

dan benda asing lain dalam darah. Sejumlah 50% makrofag dalam hati adalah sel

Kupffer; sehingga hati merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan

melawan infasi bakteri dan agen toksik.

Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui

vena porta hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar sepertiga darah

Page 2: Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis

yang masuk adalah darah arteria dan dua pertiganya adalah darah vena dari vena

porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1500 ml dan

dialirkan melalui vena hepatica kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara pada

vena cava inferior. Selain merupakan organ prenkim yang paling besar. Hati sangat

penting untuk mempertahankan hidup dan berperan dalam hampir setiap fungsi

metabolic tubuh, dan terutama bertangung jawab atas lebih dari 500 aktivitas

berbeda.

Hati adalah organ penting untuk sekresi empedu, namun juga memiliki fungi

lain antara lain :

1) Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein setelah penyerapan dari saluran

pencernaan.

2) Detoksifikasi atau degradasi zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing

lainya.

3) Sintesis berbagai macam protein plasma mencakup untuk pembekuan darah

dan untuk mengangkut hormon tiroid, steroid, dan kolesterol.

4) Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.

5) Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati dan ginjal

6) Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang sudah rusak

7) Ekskresi kolesterol dan bilirubin.

Gambar 1 Anatomi Hepar

Page 3: Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis

3. Etiologi

Beberapa penyebab dari sirosis hepatis yang sering adalah :

1) Malnutrisi

2) Alkoholisme

3) Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika

4) Virus hepatitis

5) penyakit Wilson

Merupakan kelainan autosomal resesif yang diturunkan dimana tembaga

tertimbun di hepar dan ganglia basal otak.

6) Zat toksik

4. Tanda dan Gejala

Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan beratnya

kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya. Gejala disebakan oleh satu/lebih

macam kegagalan, yaitu :

a. Kegagalan parenchim hati

b. Hipertensi portal

c. Enchelopalophaty

d. Ascites

Keluhan subyektif :

a. Tidak ada nafsu makan, mual, perut terasa tidak enak, cepat lelah.

b. Keluhan awal : Kembung

c. Tahap lanjut : Icterus dan urine gelap.

Keluhan Obyektif :

a. Hati – Kadang terasa keras/ tumpul

b. Limpa – Pembesaran pada limpa

c. Perut – Sirkulasi kolateral pada dinding perut dan ascites.

d. Manifestasi ekstra abdominal :

- Spider nervi pada bagian atas

- Eritema palmaris

- Ginekomasti dan atropi testis

- Haemoroid

- Mimisan

Page 4: Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis

5. Fatofisiologi

Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang

utama. Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun

defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati

pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab

utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun

demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan

minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang

tinggi.

Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon

tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis

dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60

tahun.

Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang

melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-

sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan

parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau

jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat

menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik

memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail

appearance) yang khas.

Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan

penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30

tahun/lebih.

Secara skematis, patofisiologi sirosis hepatis dapat digambarkan sebagai

berikut :

Page 5: Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis

            

Page 6: Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis

6. Pemeriksaan Penunjang

  Pemeriksaan laboraturium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut :

a. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia),

dan trombositopenia.

b. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang

rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.

c. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.

d. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.

e. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.

f. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan

ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.

g. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis

hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.

h. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-

1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya

kanker hati primer (hepatoma).

Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain

ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk

melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan

panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan

penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde

chlangiopancreatography (ERCP).

7. Komplikasi

a. Edema dan Acites

Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air

menumpuk pada kaki( edema) dan abdomen ( acites)

b. Luka dan perdarahan

Ketika liver lambat atau berhenti memproduksi protein yang dibutuhkan tubuh

untuk penggumpalan darah, penderita akan mudah luka dan berdarah.

c. Penguningan ( Joundice)

Penguningan pada kulit dan mata yang terjadi ketika liver sakit, tidak bisa

menyerap bilirubin.

Page 7: Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis

d. Batu Empedu

Jika sirosis mencegah air empedu mencapai empedu, maka akan timbul batu

empedu. (Misnadiarly, 2007)

8. Penatalaksanaan

a. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.

b. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori).

Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000

mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan

tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma

hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk

kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan

tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya

hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya

koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.

c.  Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas

tidak hepatotoksik.

d.  Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial

berantai cabang dengan glukosa.

e.  Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang

mengandung alkohol.

Penatalaksanaan asites dan edema adalah :

a.   Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-

500 mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi.

Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama

24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.

b.  Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik

berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300

mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak terdapat perubahan.

c.   Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi

medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun

merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat ditinggalkan

karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak kembali dicoba untuk

digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila disertai dengan infus

Page 8: Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis

albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat

pula digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian untuk mencegah

pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan

diuretik biasanya tetap diperlukan.

d.  Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/hari.

Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat, dapat

mencetuskan ensefalopati hepatik.

9. Pencegahan

Pencegahan pada sirosis hepatis adalah:

a.    Kurangi efek estrogen.

b.    Berhenti merokok.

c.    Ketahui status kesehatan tentang mitra seksual .

d.    Gunakan suatu jarum bersih jika kamu menyuntik obat.

e.    Berhati-hati sekitar produk darah di negara-negara tertentu.

f.     Hindari atau membatasi alkohol.

g.    Hindari pengobatan yang boleh menyebabkan kerusakan hati.

h.    Hindari ekspose ke toksin lingkungan

B. DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

1. Kebutuhan Oxygenasi

Penimbunan cairan dalam rongga abdomen (asites) mengakibatkan terjadinya

distensi abdomen, distensi abdomen menekan diafragma, pengembangan diafragma

pada saat inspirasi tidak optimal mengakibatkan respirasi menjadi dangkal.

2. Kebutuhan cairan dan elektrolit

Fibrosis jaringan hepar menyebabkan tekanan vena porta, mengakibatkan

terjadinya perpindahan cairan dari intravaskuler kejaringan interstitial,

mengakibatkan terjadinya penimbunan cairan : asites dan edema.

3. Kebutuhan nutrisi

Kerusakan fungsi hepar mengakibatkan terjadinya gangguan pada sistem

pencernaan dan metabolisme, terjadi gangguan pada gastrointestinal, menyebabkan

flatulensi, mual dan tidak napsu makan.

Page 9: Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis

4. Kebutuhan sirkulasi

Kerusakan sel hepar dan peningkatan tekanan vena porta mengakibatkan

terjadinya gangguan pada fungsi limpa, mengakibatkan terjadinya leukopenia,

trombositopenia dan anemia.

5. Kebutuhan Eliminasi

Kerusakan fungsi hepar mengakibatkan terjadinya gangguan pada sistem

pencernaan dan metabolisme, terjadi gangguan pada gastrointestinal, menyebabkan

flatulen dan atau konstipasi.

6. Kebutuhan aktifitas

Kerusakan fungsi hepar mengakibatkan gangguan metabolisme, produksi ATP

menurun, terjadi kelemahan fisik (patique).

C. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan berfokuskan pada awitan gejala dan riwayat faktor-

faktor pencetus, khususnya penyalahgunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama

disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani

penderita. Pola penggunaan alkohol yang sekarang dan pada masa lampau(durasi

dan jumlahnya) dikaji serta dicatat. Riwayat kontak dengan zat-zat toksik di tempat

kerja atau selama melakukan aktivitas. Pajanan dengan obat-obat yang potensial

bersifat hepatotoksin atau dengan obat-obat anastesi umum. Status mental dikaji

melalui anamnesis dan interaksi lain dengan pasien; orientasi terhadap orang,

tempat dan waktu harus diperhatikan. Kemampuan pasien untuk melaksanakan

pekerjaan atau kegiatan rumah tangga memberikan informasi tentang status jasmani

dan rohani.

Data pengkajian menurut Doenges ME. dkk (2000) pada pasien yang

mengalami Sirosis Hepatis adalah sebagai berikut :

a.    Aktivitas / Istirahat

Gejala : Kelemahan, kelelahan, terlalu lelah

Tanda : Penurunan massa otot

b.    Eliminasi

Gejala : Flatus

Tanda : Distensi abdomen, penurunan atau tidak adanya bising usus, fase warna

tanah liat, melena, dan urine gelap.

Page 10: Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis

c.    Makanan/cairan

Gejala : Anoreksia; mual /muntah

Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan , penggunaan jaringan, edema

umum pada jaringan,kulit kering, Ikterik.

d.    Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri tekan abdomen dengan nyeri kram pada kuadram kanan atas;

Pruritus; Neuritis perifer.

Tanda : Perilaku berhati-hati; focus pada diri sendiri.

e.    Keamanan

Gejala :  Pruritus

Tanda : Demam; Ikterik; Ekimosis; Angioma Spider.

f.     Pernapasan

Gejala : Dispnea

Tanda : Pernapasan dangkal; Ekspansi paru terbatas; Hipoksia.

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul

     Menurut Lynda Juall (2006), diagnosa keperawatan yang sering muncul pada

sirosis hepatis, yaitu :

1) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.

2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.

3) Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.

4) Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia dan gangguan gastrointestinal.

5) Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, gangguan faktor

pembekuan darah, dan gangguan mekanisme sirkulasi.

6) Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan

intraabdomen.

7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

8) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.

Page 11: Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis

3. Intervensi keperawatan

a. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.

Kriteria hasil    :  Pemeliharaan suhu tubuh yang normal (36º - 37 º C).

Intervensi        :

1)      Catat suhu tubuh secara teratur.

Rasional.   :  Memberikan dasar untuk deteksi hati dan evaluasi intervensi.

2)      Motivasi asupan cairan.

Rasional    :  Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris

dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.

3)      Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan kenaikan

suhu tubuh.

Rasional    :  Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi,

dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.

4)      Berikan antibiotik seperti yang diresepkan.

Rasional    :  Meningkatkan konsentrasi antibiotik serum yang tepat untuk

mengatasi infeksi.

5)      Hindari kontak dengan infeksi.

Rasional    :  Meminimalkan resiko peningkatan infeksi, suhu tubuh, serta

laju metabolik.

6)      Jaga agar pasien dapat beristirahat sementara suhu tubuhnya tinggi.

Rasional    :  Mengurangi laju metabolik.

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.

Kriteria hasil    :  Volume cairan tubuh stabil, dengan keseimbangan pemasukan

dan pengeluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam rentang normal, dan tidak

ada edema atau asites.

Intervensi        :

1)      Batasi asupan natrium dan cairan jika diinstruksikan.

Rasional    :  Meminimalkan pembentukan asites dan edema.

2)      Berikan diuretik, suplemen kalium dan protein seperti yang

dipreskripsikan.

Rasional    :  Meningkatkan eksresi cairan lewat ginjal dan

mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit yang normal.

3)      Catat asupan dan haluaran cairan.

Rasional    :  Menilai efektivitas terapi dan kecukupan asupan cairan.

Page 12: Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis

4)      Ukur dan catat lingkar perut setiap hari.

Rasional    :  Memantau perubahan pada pembentukan asites dan

penumpukan cairan.

5)      Jelaskan rasional pembatasan natrium dan cairan.

Rasional    :  Meningkatkan pemahaman dan kerjasama pasien dalam

menjalani dan melaksanakan pembatasan cairan.

c. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.

Kriteria hasil    :  Laporan nyeri hilang atau terkontrol.

Intervensi        :

1)      Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (skala 0 - 10) dan

karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan).

Rasional    :  Perubahan dalam lokasi atau intensitas tidak umum tetapi

dapat menunjukkan terjadinya komplikasi.

2)      Pertahankan posisi semi - Fowler sesuai indikasi.

Rasional    :  Membantu meminimalkan nyeri karena gerakan.

3)      Berikan analgesik seperti yang diresepkan.

Rasional    :  Menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan.

4)      Berikan antiemetik seperti yang diresepkan.

Rasional    :  Menurunkan mual atau muntah, yang dapat meningkatkan

nyeri abdomen.

5)      Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas dalam,

latihan relaksasi atau visualisasi.

Rasional    :  Meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan

kemampuan koping pasien dengan memfokuskan kembali perhatian.

6)      Berikan perawatan mulut dengan sering. Hilangkan rangsangan

lingkungan yang tidak menyenangkan.

Rasional    :  Menurunkan mual atau muntah, yang dapat meningkatkan

tekanan atau nyeri intraabdomen.

d. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia dan gangguan gastrointestinal.

Kriteria hasil    :  Peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan

nilai status nutrisi baik.

Page 13: Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis

Intervensi        :

1)      Motivasi pasien untuk makan makanan dan suplemen makanan.

Rasional    :  Motivasi sangat penting bagi penderita anoreksia dan

gangguan gastrointestinal.

2)      Tawarkan makanan dengan porsi sedikit tetapi sering.

Rasional    :  Makanan dengan porsi kecil dan sering lebih ditolerir oleh

penderita anoreksia.

3)      Hidangkan makanan yang menimbulkan selera dan menarik dalam

penyajiannya.

Rasional    :  Meningkatkan selera makan dan rasa sehat.

4)      Pantang alkohol.

Rasional    :  Menghindari iritasi lambung oleh alkohol.

5)      Pelihara hygiene oral sebelum makan.

Rasional    :  Mengurangi citarasa yang tidak enak dan merangsang selera

makan.

6)      Berikan obat yang diresepkan untuk mengatasi mual, muntah, diare atau

konstipasi.

Rasional    :  Mengurangi gejala gastrointestinal dan perasaan tidak enak

pada perut yang mengurangi selera makan dan keinginan terhadap

makanan.

7)      Motivasi peningkatan asupan cairan dan latihan jika pasien melaporkan

konstipasi.

Rasional    :  Meningkatkan pola defekasi yang normal dan mengurangi

rasa tidak enak serta distensi pada abdomen.

8)      Amati gejala yang membuktikan adanya perdarahan gastrointestinal.

Rasional    :  Mendeteksi komplikasi gastrointestinal yang serius.

e. Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, gangguan faktor

pembekuan darah, dan gangguan mekanisme sirkulasi.

Kriteria hasil    :  Pengurangan resiko cedera.

Intervensi        :

1)      Amati setiap feses yang di eksresikan untuk memeriksa warna, konsistensi

dan jumlahnya.

Rasional    :  Memungkinkan deteksi perdarahan dalam traktus

gastrointestinal.

Page 14: Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis

2)      Waspadai gejala ansietas, rasa penuh pada epigastrium, kelemahan dan

kegelisahan.

Rasional    :  Dapat menunjukkan tanda - tanda dini perdarahan dan syok.

3)      Periksa setiap feses dan muntahan untuk mendeteksi darah yang

tersembunyi.

Rasional    :  Mendeteksi tanda dini yang membuktikan adanya

perdarahan.

f. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan

intraabdomen.

Kriteria hasil    :  Mempertahankan pola napas yang efektif bebas dispnea dan

sianosis dengan nilai kapasitas vital dalam rentang normal.

Intervensi        : 

1)      Awasi frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan.

Rasional    :  Pernapasan dangkal cepat (dispnea) mungkin ada sehubungan

dengan hipoksia dan akumulasi cairan dalam abdomen.

2)      Auskultasi bunyi napas, catat mengi, ronki.

Rasional    :  Menunjukkan terjadinya komplikasi.

3)      Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring.

Rasional    :  Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada

diafragma dan meminimalkan ukuran aspirasi sekret.

4)      Awasi suhu. Catat adanya menggigil, meningkatnya batuk, perubahan

warna atau karakter sputum.

Rasional    :  Menunjukkan timbulnya infeksi, contoh pneumonia.

5)      Bantu pasien dalam menjalani parasentesis atau torakosentesis.

Rasional    :  Parasentesis dan torakosentesis (yang dilakukan untuk

mengeluarkan cairan dari rongga toraks) merupakan tindakan yang

menakutkan bagi pasien. Bantu pasien agar bekerjasama dalam menjalani

prosedur ini dengan meminimalkan resiko dan gangguan rasa nyaman.

g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

Kriteria hasil    :  Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.

Intervensi        : 

1)      Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).

Rasional    :  Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses

penyembuhan.

Page 15: Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis

2)      Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K).

Rasional    :  Memberikan nutrien tambahan.

3)      Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat.

Rasional    :  Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk

melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.

4)      Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu

yang ditingkatkan secara bertahap. 

Rasional    :  Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.

h. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.

Kriteria hasil    :  Pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri pada situasi

yang ada.

Intervensi        : 

1)      Diskusikan situasi atau dorong pernyataan takut atau masalah. Jelaskan

hubungan antara gejala dengan asal penyakit.

Rasional    :  Pasien sangat sensitive terhadap perubahan tubuh dan juga

mengalami perasaan bersalah bila penyebab berhubungan dengan alkohol

(80 %) atau penggunaan obat lain.

2)      Dukung dan dorong pasien; berikan perawatan dengan positif, perilaku

bersahabat.

Rasional    :  Pemberi perawatan kadang - kadang memungkinkan

penilaian perasaan untuk mempengaruhi perawatan pasien dan kebutuhan

untuk membuat upaya yang membantu pasien merasakan nilai pribadi.

3)      Dorong keluarga atau orang terdekat untuk menyatakan perasaan,

berkunjung atau berpartisipasi pada perawatan.

Rasional    :  Anggota keluarga dapat merasa bersalah tentang kondisi

pasien dan takut terhadap kematian. Kebutuhan dukungan emosi tanpa

penilaian dan bebas mendekati pasien, partisipasi pada perawatan

membantu mereka merasa berguna dan meningkatkan kepercayaan antara

staf, pasien dan orang terdekat.

Page 16: Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddarth .Buku Ajar Keperawatan Medikal - Bedah. Vol. 2. EGC. Jakarta.

2. Dongoes, Marilynn. E. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.

3. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran Ketiga Jilid 1. 2001. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

4. Smeltzer, Suzanne C, dkk. (2001). Keperawatan Medikal Bedah 2. Edisi 8. Jakarta.

5. Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.