Download docx - Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

Transcript
Page 1: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

LAPORAN

SGD 1 BLOK 9 LBM 1

NYERI OROFACIAL

Anggota Kelompok :

1. Ali Jawad 31101200298

2. Siti Fatma Rohadatul 31101200313

3. Alifia Medistiana 31101400400

4. Azkia Aviani 31101400410

5. Denis Yusfa

6. Dhika Rizky Wahyudi 31101400419

7. Efty Aulia Andarini 31101400421

8. Nisa Safitri 31101400449

9. Noni Tuhlifi Miadani 31101400450

10. Nova Dwi Lestari 31101400453

11. Syuhada 31101400460

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA)

SEMARANG

2015

Page 2: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN TUTORIAL

SGD 1 BLOK 9 LBM 1

NYERI OROFACIAL

Telah Disetujui oleh :

Semarang, September 2015

Tutor

Drg. Siti Chumaeroh, MS

ii

Page 3: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN......................................................................................... ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................iii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................................... 1

B. Skenario.............................................................................................................. 1

C. Identifikasi Masalah............................................................................................ 2

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori.................................................................................................... 4

B. Kerangka Konsep................................................................................................ 14

BAB III : Penutup

A. Kesimpulan......................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 16

iii

Page 4: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

Seorang ibu berusia 40 tahun datang ke dokter gigi mengeluhkan rasa nyeri hebat di rongga mulutnya. Rasa nyeri dirasakan sejak 4 hari sebelumnya, dan terdapat riwayat pencabutan gigi bawah kanan seminggu yang lalu. Rasa nyeri menyebar dari bekas pencabutan gigi dan menjalar hingga pelipis dan telinga kiri.

Pasien pernah mengkonsumsi obat analgetik tetapi rasa sakit hanya hilang sementara lalu muncul kembali. Menurut penjelasan dokter, pasien mengalami nyeri orofacial.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nyeri orofacial adalah nyeri yang terdapat pada bagian wajah dan mulut.

Bagian orofacial penting untuk dipelajari oleh mahasiswa kedokteran gigi karena

merupakan sebuah lapangan yang harus dikuasai oleh para dokter gigi nantinya.

Mahasiswa kedokteran gigi harus menyadari betapa pentingnya menguasai

pelajaran mengenai nyeri orofacial karena sangat sering dijumpai pada praktek

dokter gigi. Ketidakfahaman akan hal ini dapat berakibat fatal.

B. Skenario

Judul : Aduh, nyerinya sampai ke pelipis

C. Identifikasi Masalah

1. Pengertian nyeri secara umum dan khusus

2. Klasifikasi, jenis, dan macam nyeri

3. Penyebab terjadinya nyeri orofacial

1

Page 5: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

4. Faktor etiologi dan patofisiologi nyeri

5. Faktor yang menyebabkan fariasi individual dalam merespon nyeri

6. Mekanisme nyeri secara umum dan khusus

7. Skala nyeri verbal

8. Cara pengukuran skala nyeri

9. Alasan rasa nyeri bisa menjalar ke pelipis dan telinga kiri

10. Penyebab rasa sakit muncul kembali padahal sudah dikasih obat analgetik

11. Syaraf yang mempengaruhi nyeri orofacial?

12. Perawatan nyeri?

13. Konsep IDI (Islam Disiplin Ilmu) mengenai nyeri

2

Page 6: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Pengertian Nyeri Orofacial

Nyeri menurut International Association for the Study of Pain adalah

pengalaman sensorik dan motorik yang tidak menyenangkan sehubungan dengan

kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial.

Nyeri orofasial adalah pengalaman sensoris atau emosional yang tidak

menyenangkan yang berhubungan dengan kemungkinan atau memang terjadinya

kerusakan pada jaringan daerah wajah, mulut dan gigi (Scully, C. 2008)

Nyeri tidaklah selalu berhubungan dengan derajat kerusakan jaringan yang

dijumpai. Namun nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik, latar

belakang cultural, umur dan jenis kelamin.

2. Klasifikasi Nyeri

a. Nyeri Berdasarkan Tempatnya

Pheriperal Pain

Pheriperal pain adalah nyeri yang terasa pada permukaan tubuh. Nyeri

ini termasuknyeri pada kulit dan permukaan kulit. Stimulus yang efektif untuk

menimbulkan nyeri di kulit dapat berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi,

atau listrik. Apabila hanya kulit yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai

menyengat, tajam, meringis, atau seperti terbakar (Price & Wilson, 2002).

Deep Pain

Deep pain adalah yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam

(nyeri somatik) atau pada organ tubuh visceral (nyeri visceral). Nyeri somatis

mengacu pada nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentum, tulang, sendi,

dan arteri. Stuktur-stuktur ini memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga

lokalisasi nyeri sering tidak jelas (Price & Wilson, 2002).

Reffered Pain

Reffered pain adalah nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit

organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah

yang berbeda, bukan dari daerah asal nyeri. Misalnya, nyeri pada lengan kiri

atau rahang berkaitan dengan iskemia jantung atau serangan jantung (Brunner

& Suddarth, 2001).

3

Page 7: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

Central Pain

Central pain adalah nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem

saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus, dan lain-lain (Luckmann &

Sorensen’s, 1987).

b. Nyeri Berdasarkan Sifat

Incidental Pain

Incidental pain adalah yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu

menghilang. Incidental ini terjadi pada pasien yang mengalami nyeri kanker

tulang (IASP, 1979).

Steady Pain

Steady pain adalah nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan

dalam waktu yang lama. Pada distensi renal kapsul dan iskemik ginjal akut

merupakan salah satu jenis steady pain. Tingkatan nyeri yang konstan pada

obstruksi dan distensi

Proximal Pain

Proximal pain adalah nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat

sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ±10-15 menit, lalu menghilang,

kemudian timbul lagi. Nyeri ini terjadi pada pasien yang mengalami Carpal

Tunnel Syndrome.

c. Nyeri Berdasarkan Ringan Beratnya

Nyeri Ringan

Nyeri ringan adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang ringan.

Pada nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi dengan

baik.

Nyeri Sedang

Nyeri sedang adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang.

Pada nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah

dengan baik

Nyeri Berat

Nyeri berat adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang berat. Pada

nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi

masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang

4

Page 8: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

d. Nyeri Berdasarkan Waktu Serangan

Nyeri Akut

Nyeri akut merupakan nyeri yang mereda setelah intervensi atau

penyembuhan. Awitan nyeri akut biasanya mendadak dan berkaitan dengan

masalah spesifik yang memicu individu untuk segera bertindak menghilangkan

nyeri. Nyeri berlangsung singkat (kurang dari 6 bulan) dan menghilang apabila

faktor internal dan eksternal yang merangsang reseptor nyeri dihilangkan.

Durasi nyeri akut berkaitan dengan faktor penyebabnya dan umumnya dapat

diperkirakan.

Nyeri Kronis

Nyeri kronis adalah nyeri yang berlangsung terus menerus selama 6

bulan atau lebih. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang

diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera

spesifik.

Klasifikasi Nyeri Menurut Smith (2009):

a. Nosiseptif

Rasa nyeri yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dari luar. Besar

rasa nyerinya sebanding dengan besar kerusakan yang dialami.

b. Neuropatik

Ditimbulkan karena adanya jejas pada sistem saraf. Besar rasa nyerinya

tidak sebanding dengan besar kerusakan yang dialami.

c. Mixed Pain

Rasa nyeri yang ditimbulkan oleh rangsang nosiseptif bersamaan dengan

adanya jejas pada sistem saraf.

d. Idiopatik

Rasa nyeri yang tidak dapat diidentifikasi lesi penyebabnya dan besarnya

tidak sebanding dengan kerusakan yang dialami.

3. Faktor Etiologi dan Patofisiologi Nyeri

Faktor etiologi nyeri meliputi:

a. Local disorders

Kelainan pada gigi dan jaringan penyangganya

Rahang

Antrum maksilaris

Kelenjar saliva

5

Page 9: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

Hidung dan faring

Mata

b. Neurogical disorders

Neuralgia trigeminal idiopatik

Neoplasma maligna yang melibatkan saraf trigeminal

Neuralgia glosofaringeal

Herpes zoster (termasuk neuralgia posterpetik)

Sklerosis multipel

SUNCT (Severe Unilateral Neuralgia and Conjuctival Tearing) syndrome

c. Kemungkinan penyebab psikogenik

Nyeri wajah atipikal (atypical facial pain)

Burning mouth syndrome

Nyeri disfungsi temporomandibular

d. Vascular disorders

Migrain

Neuralgia migrain

Giant cell artritis

Paroxysmal hemicrania

Neuralgia-inducing Cavitation Osteonecrosis (NICO)

e. Reffered pain

Nyeri pada nasofaringeal

Okuler

Aural

Respirasi jantung (cardiorespiratory)

Angina

Luka pada leher atau dada (termasuk kanker paru-paru)

(Scully C.2008.Oral)

Patofisiologi nyeri meliputi:

a. Tranduksi

Terjadi perpindahan cairan kimia pada sel sehingga impuls berjalan ke

spinal cord.

Dimulai ketika terjadi injury pada sel, yang memicu pengeluaran bahan

kimia seperti prostaglandin, bradikinin, histamin, dan glutamat.

6

Page 10: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

Nosiseptor yang terdapat pada kulit, tulang, sendi, otot, dan organ dalam

terstimuli.

b. Transmisi

Dimulai ketika nosiseptor terstimuli.

Transmisi nyeri terjadi melalui serabut saraf yang terdiri dari 2 macam,

yaitu:Serabut Aδ yang peka terhadap nyeri yang tajam, panas, dan first

pain.

Serabut C yang peka terhadap nyeri yang tumpul dan lama, second pain.

c. Modulasi

Ditimbulkan oleh stimulus yang sama, akan tetapi sangat berbeda pada

situasi dan individu berbeda.

Pada fase ini dilepaskan bahan neurochemical yang berfungsi

mengurangi rasa nyeri seperti endogenous opioid dan GABA.

d. Persepsi nyeri

Setelah sampai otak, stimulus yang dibawa oleh saraf tersebut dirasakan

secara sadar dan akan menimbulkan respon individu terhadap rangsangan

tersebut.

Persepsi baru akan timbul bila ambang nyeri tercapai oleh stimulus

sehingga dapat mencapai otak.

Pain treshold cenderung sama pada setiap orang akan tetapi persepsi

orang bisa berbeda-beda.

(Scully, C. 2008)

4. Faktor Yang Menyebabkan Fariasi Individual Dalam Merespon Nyeri

a. Jenis kelamin

Pada umumnya wanita menunjukkan ekspresi emosional yang lebih

kuat pada saat mengalami nyeri. Menangis misalnya, adalah hal atau perilaku

yang sudah dapat diterima pada wanita sementara pada laki-laki hal ini

dianggap hal yang memalukan (Lewis, 1983).

b. Usia

Usia merupakan variabel yang penting dalam merespon nyeri. Cara

lansia merespon nyeri dapat berbeda dengan orang yang berusia lebih muda.

Lansia cenderung mengabaikan nyeri dan menahan nyeri yang berat dalam

waktu yang lama sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan

(Brunner & Suddarth, 2001).

7

Page 11: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

c. Budaya

Budaya mempunyai pengaruh bagaimana seseorang berespon terhadap

nyeri (Brunner & Suddarth, 2001). Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Zborowski (1969, dalam Niven 1994), ekspresi perilaku berbeda antara satu

kelompok dengan kelompok yang lain di satu lingkungan rumah sakit.

Perbedaan tersebut dianggap terjadi akibat sikap dan nilai yang dianut oleh

kelompok etnik tersebut.

d. Ansietas

Menurut Racham dan Philips (1975, dalam Niven 1994), ansietas

mempunyai efek yang besar terhadap kualitas maupun terhadap intensitas

pengalaman nyeri. Ambang batas nyeri berkurang karena adanya peningkatan

rasa cemas dan ansietas menyebabkan terjadinya lingkaran yang terus berputar,

karena peningkatan ansietas akan mengakibatkan peningkatan sensivitas nyeri

(Melzack, 1973).

e. Pengalaman Masa Lalu

Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari banyak

kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Individu yang mengalami nyeri

selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun dapat menjadi mudah marah,

menarik diri, dan depresi (Brunner & Suddarth, 2001).

f. Pola Koping

Individu yang memiliki lokus kendali internal mempersepsikan diri

mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan

hasil akhir suatu peristiwa, seperti nyeri (Gill, 1990 dalam Potter & Perry,

2005). Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali eksternal,

mempersepsikan faktor-faktor lain di dalam lingkungan mereka, seperti

perawat, sebagai individu yang bertanggungjawab terhadap hasil akhir

peristiwa. Individu yang memiliki lokus kendali internal melaporkan

mengalami nyeri yang tidak terlalu berat daripada individu yang memiliki

lokus kendali eksternal (Schulteis, 1987 dalam Potter & Perry, 2005).

g. Dukungan Sosial dan Keluarga

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota

keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, dan

perlindungan. Walaupun klien tetap merasakan nyeri, tetapi akan menurangi

rasa kesepian dan ketakutan ( Potter & Perry, 2005).

8

Page 12: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

5. Mekanisme Nyeri

a. Proses Transduksi (Transduction)

Proses transduksi merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri

diubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf.

Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia

(substansi nyeri) (Luckmann & Sorensen’s, 1987).

b. Proses Transmisi (Transmision)

Proses transisi dimaksudkan sebagai penyaluran impuls melalui saraf

sensoris menyusul proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut

saraf A delta dan serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla

spinalis dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke

thalamus oleh traktus sphinotalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus

selanjutnya impuls disalurkan ke daerah somato sensoris di korteks serebri

melalui neuron ketiga, dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan

sebagai persepsi nyeri (Luckmann & Sorensen’s, 1987).

c. Proses Modulasi (Modulation)

Proses modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem

analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh pada saat nyeri masuk ke kornu

posterior medula spinalis. Proses acendern ini di kontrol oleh otak.

Sistem analgesik endogen ini meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan

noradrenalin memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri pada kornu

posterior medulla spinalis. Kornu posterior ini dapat diibaratkan sebagai pintu

yang dapat tertutup atau terbukanya pintu nyeri tersebut diperankan oleh sistem

analgesik endogen tersebut di atas. Proses modulasi inilah yang menyebabkan

persepsi nyeri menjadi sangat subyektif pada setiap orang (Luckmann &

Sorensen’s, 1987).

d. Persepsi

Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Pada saat

individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang kompleks

(Potter & Perry, 2005).

6. Skala Nyeri

a. Skala Nyeri Verbal

Ada beberapa skala nyeri yang dapat digunakan. Pada umumnya skala ini dibagi

atas skala kategorik (tidak sakit,sakit ringan, sakit sedang, dan sakit berat).

9

Page 13: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

Ataupun penggunaan skala yang digambarkan sebagai garis horizontal atau

vertical yang ujung-ujungnya diberi nilai “0” menandakan tidak ada nyeri dan

“10” menandakan nyeri yang hebat.

Verbal Rating Scale

Verbal Rating Scale terdiri dari beberapa nomor yang menggambarkan tingkat

nyeri pada pasien. Pasien ditanya bagaimana sifat dari nyeri yang dirasakannya.

Peneliti memilih nomor dari skor tingkat nyeri tersebut dari apa yang dirasakan

pasien. Skor tersebut terdiri dari empat poin yaitu :

• 0 = Tidak ada nyeri atau perasaan tidak enak ketika ditanya

• 1 = Nyeri yang ringan yang dilaporkan pasien ketika ditanya

• 2 = Nyeri sedang yang dilaporkan pasien ketika ditanya

• 3 = Nyeri dihubungkan dengan respon suara, tangan atau lengan tangan, wajah

merintih atau menangis

b. Skala Nyeri Non Verbal

Biasanya digunakan untuk pasien yang mengalami limitasi verbal baik karena

usia, kognitif, maupun karena berada dibawah pengaruh obat sedasi dan di

dalam mesin ventilator. Berdasarkan guidelines yang dikeluarkan AHCPR

tahun 1992 menyatakan penggunaan baik fisiologis dan respon tingkah laku

terhadap nyeri untuk dilakukan penilaian ketika self-report tidak bisa

dilakukan.

7. Pengukuran skala nyeri

Wong-Baker Faces Pain Rating Scale :

Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari

senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien

dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang

kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.

10

Page 14: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

Verbal Rating Scale (VRS) Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan

berdasarkan skala lima poin ; tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.

11

Page 15: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

Numerical Rating Scale (NRS) Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada

tahun 1978, dimana pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan

menunjukkan angka 0 – 5 atau 0 – 10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada

nyeri dan angka 5 atau 10 menunjukkan nyeri yang hebat.

12

Page 16: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

Visual Analogue Scale (VAS) Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele

pada tahun 1948 yang merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal

garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat.

Pasien diminta untuk membuat tanda digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri

yang dirasakan. Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah

dipahami oleh penderita dibandingkan dengan skala lainnya. Penggunaan VAS

telah direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan secara luas,

VAS juga secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga penggunaannya

realtif mudah, hanya dengan menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak

menjadi permasalahan. Willianson dkk juga melakukan kajian pustaka atas tiga

skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling kuat

rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio. Nilai VAS antara 0 – 4

cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target untuk

tatalaksana analgesia. Nilai VAS > 4 dianggap nyeri sedang menuju berat sehingga

pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat analgesic penyelamat

(rescue analgetic).

13

Page 17: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

8. Alasan rasa nyeri bisa menjalar ke pelipis dan telinga kiri Pada skenario, gigi yang bawah kanan yang dicabut, saraf yang

mempersyarafi gigi bawah adalah n.alveolaris inferior cabang dari n.mandibularis

yang merupakan devisi ketiga dari nervus trigeminus, devisi mandibularis

berhubungan dengan devisi lainnya, yaitu devisi ophtalmicus bercabang menjadi

tiga nervus, yaitu : n.lakrimalis, n.frontalis, dan n.nasosiliaris. n. Lakrimalis

mempersyarafi glandula lakrimalis dan dahi, n. Frontalis mempersyarafi kelopak

mata bagian atas dan n.nasosiliaris mempersyarafi hidung. 

Oleh karena itu pencabutan gigi rahang bawah, nyeri yang dirasakan juga

menyebar hingga pelipis dan telinga kiri.

9. Penyebab rasa sakit muncul kembali padahal sudah dikasih obat analgetik

Karena obat analgetik hanya berfungsi sebagai pereda bukan penghilang

jadi setelah dosisnya sudah terpakai maka rasa sakit akan muncul kembali

10. Syaraf yang mempengaruhi nyeri orofacial?

a. * N. Trigeminus ( N. V )

b. * N. Facialis ( N. VII )

c. * N. Glossopharyngeus ( N. IX )

d. * N. Vagus ( N. X )

e. * N. Hypoglosus ( N. XII )

11. Perawatan nyeri?

* Farmakologi (dengan obat)

Pengobatan nyeri harus dimulai dengan analgesik yang paling ringan sampai ke

yang paling kuat

Tahapannya:

o Tahap I Æanalgesik non-opiat : AINS

o Tahap II Æanalgesik AINS + ajuvan (antidepresan)

o Tahap III Æanalgesik opiat lemah + AINS + ajuvan

o Tahap IV Æanalgesik opiat kuat + AINS + ajuvan

* Non Farmakologi

14

Page 18: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

Ada beberapa metode metode non-farmakologi yang digunakan untuk membantu

penanganan nyeri paska pembedahan, seperti menggunakan terapi fisik (dingin,

panas) yang dapat mengurangi spasme otot, akupunktur untuk nyeri kronik

(gangguan muskuloskletal, nyeri kepala), terapi psikologis (musik, hipnotis, terapi

kognitif, terapi tingkah laku) dan rangsangan elektrik pada sistem ), TENS ( Trans

Cutaneus Electrical Stimulation ) yaitu Menggunakan bantal khusus yang

dihubungkan dengan mesin kecil yang menghantarkan aliran listrik lemah ke

permukaan kulit dari area nyeri.

12. Konsep IDI (Islam Disiplin Ilmu) mengenai nyeri

Saat seseorang mengalami sakit, hendaknya ia menyadari bahwa Rasulullah

yang ملسو هيلع هللا ىلص merupakan manusia termulia sepanjang sejarah juga pernah

mengalaminya.

Bahkan dengan adanya sakit, banyak orang menyadari kekeliruannya

selama ini sehingga sakit itu mengantarkannya menuju pintu taubat. Justru ketika

sakit itu tidak ada, malah membuat banyak orang sombong dan congkak. Lihatlah

Fir’aun yang tidak pernah Allah timpa ujian sakit sepanjang hidupnya, membuatnya

sombong terlampau batas sampai-sampai berani menyatakan, “Akulah tuhan

tertinggi kalian!” (QS. An Nazi’at: 24)

Allah SWT berfirman (yang artinya), “Dan sesungguhnya Kami telah

mengutus (para rasul) kepada umat-umat sebelum kamu, kemudian Kami siksa

mereka dengan kesengsaraan dan kemelaratan agar mereka memohon (kepada

Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” (QS. Al An’am: 42)

Hal lain yang seyogyanya diketahui oleh seorang muslim adalah tidaklah

Allah menciptakan suatu penyakit kecuali Dia juga menciptakan penawarnya. Hal

ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص:

ف�اء� ش� �ه� ل ل� ز� �ن أ �ال� إ د�اء� الله� ل� ز� �ن أ م�ا

“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan

penawarnya.” (HR Bukhari).

Imam Muslim ‘merekam’ sebuah hadits dari Jabir bin ‘Abdullah

radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص, bahwasannya beliau bersabda,

ج�ل� و� ع�ز� الله� �ذ ن� �إ ب� أ �ر� ب الد�اء� د�و�اء� ب� �ص�ي أ �ذ�ا ف�إ د�و�اء�، د�اء& �ل' �ك ل

“Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat untuk suatu penyakit,

penyakit itu akan sembuh dengan seizin Allah SWT”

15

Page 19: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

B. Kerangka Konsep

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nyeri adalah suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman

emosional serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori,

respon-respon yang mengantarkan ataupun reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh

stimulus dalam suatu kasus nyeri.

Biasanya dirasakan hanya dalam bentuk suatu sensasi, dengan gambaran

yang dapat dibandingkan dengan sensasi lain (seperti sentuhan atau penglihatan)

yang mengikuti untuk membedakan kualitas, lokasi, durasi dan intensitas dari suatu

stimulus.

16

Nyeri neuropatik

Nyeri Nosiseptik

Mekanisme

PerawatanPenyebabKlasifikasi

Nyeri orofacial

Nyeri

Page 20: Laporan LBM 1 Blok 9 SGD 1

Nyeri sangat penting sebagai mekanisme proteksi tubuh yang timbul

bilamana jaringan sedang dirusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk

menghilangkan rangsang nyeri ini.

Persepsi nyeri sangat bersifat individual, banyak dipengaruhi oleh berbagai

faktor non fisik, bukan hanya merupakan gangguan fisik tetapi merupakan

kombinasi dari faktor fisiologis, patologis, emosional, psikologis, kognitif,

lingkungan dan sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Scully C.2008.Oral & Maxillofacial Medicine. The Basis of Diagnosis and Treatment.

Churchill Livingstone Elsevier.Edinburg.p.4-17, 233-238

Sudibjo, Subagio, Santoso, Alimsardjono. Anatomi Paket III. Laboratorium Anatomi

Histologi. Fakultas Kedokteran Univ. Airlangga

Bricker S, Langlais R, Miller C. 2002. Oral Diagnosis, Oral Medicine, and Treatment

Planning. 2nd edition. BC Decker Inc. London.

Dionne R, Phero J, Becker D. 2002. Management of Pain & Anxiety in the Dental Office

WB Saunders Company.

17