Download pdf - Laporan krl

Transcript
Page 1: Laporan krl

LAPORAN PRAKTIKUM

KONSERVASI DAN REHABILITASI LAHAN

USAHA KONSERVASI TERHADAP TINGKAT EROSI

KECAMATAN BANTARUJEG

KABUPATEN MAJALENGKA, PROVINSI JAWA BARAT

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dengan dosen pengampu

1. Prof.Dr.Darsiharjo M.si

2. Drs. Jupri MT

Disusun oleh:

Adhi Munajar (1000920)

Dini Nuraftiani (1001670)

Ikbal Saeful Aziz (1005616)

Mochamad Fajar I (1001776)

Suyanto (1006644)

Yegi PerulamaD (1001436)

Yoga Hepta Gumilar (1002055)

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Page 2: Laporan krl

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2012

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas

ketersediaannya. Seperti sumber daya alam lainnya, lahan merupakan salah satu

objek pemenuhan kebutuhan manusia. Tidak ada satu pun kebutuhan manusia di

dunia ini yang tidak diperoleh dari lahan. Setiap tahunnya kebutuhan manusia

akan pangan, sandang dan papan selalu meningkat dan hampir semua yang kita

gunakan untuk kebutuhan hidup akhirnya kembali diperoleh dari alam dimana

lahan itu disediakan.

Kebutuhan dan keinginan manusia terhadap lahan merupakan sifat naluriah

dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Akan tetapi dalam pemenuhan

kebutuhannya selalu ditemukan sifat kurang puas. Sehingga mengakibatkan

terjadinya kerusakan lahan. Padahal lahan termasuk di dalamnya tanah dan air

mudah mengalami kerusakan. Kerusakan lahan tersebut ditandai dengan

hilangnya unsur hara bagi tumbuhan dan menurunnya fungsi lahan atau tanah

sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan.

Kerusakan lahan dapat terjadi secara alami, akan tetapi kerusakan lahan dapat

diakibatkan oleh aktivitas manusia. Kerusakan lahan oleh manusia diakibatkan

oleh adanya kegiatan yang secara langsung menyebabkan rusaknya daya dukung

lahan antara lain pemanfaatan lereng bukit yang tidak sesuai dengan kemampuan

peruntukkannya, untuk lahan pertanian yang tidak menerapkan teknologi

konservasi bahkan tidak sedikit yang berubah fungsi menjadi areal pemukiman.

Page 3: Laporan krl

Selain itu perambahan hutan merupakan indikasi yang jelas dari suatu kombinasi

tekanan jumlah penduduk, inkonsistensi dalam rencana tata ruang wilayah dan

rendahnya penegakkan hokum.

Dalam segi ekonomi, perubahan fungsi lahan tersebut dapat memberikan

keuntungan kepada para petani. Tetapi dilihat dari segi ekologinya, hutan lindung

Mandalawangi menjadi rusak sehingga menyebabkan ketidakseimbangan

ekosistem hutan. Perubahan fungsi lahan ini merupakan salah satu penyebab

terjadinya bencana longsor di Gunung Mandalawangi yang terjadi pada awal

tahun 2003 yang menimpa 2 desa yaitu Desa Mandalasari (Kp. Bojong Jambu,

Kp. Babakan Nenggeng dan Kp. Sindangsari), Desa Karang Mulya (Kp. Buni

Anten). Curah hujan yang tinggi, keadaan lereng yang curam dan vegetasi yang

sedikit tidak dapat menyerap dan menahan air hujan, menyebabkan air hujan

turun langsung ke kaki gunung dengan membawa lumpur dan material lainnya.

Longsor di Gunung Mandalawangi termasuk jenis longsor aliran karena pola

jaringannya yang menjari yang dipicu oleh aliran air permukaan sebagai dampak

dari kurangnya vegetasi yang berfungsi sebagai penutup lahan sehingga tidak

dapat menyerap dan menahan air hujan yang jatuh. Kurangnya vegetasi di

kawasan longsor membuat kondisi Gunung Mandalawangi terlihat gundul.

Dampak yang terjadi akibat longsor Mandalawangi ini yaitu banyaknya korban

jiwa dan kerusakan material. Selain itu, dampak dari longsor yang masih

dirasakan sampai sekarang adalah kondisi lahan bekas longsor yang menjadi

rusak, kualitas lahan pertanian yang terkena longsor menjadi jelek menyebabkan

produktivitas pertanian menurun, sumber mata air hilang sehingga penduduk yang

berada di kaki Gunung Mandalawangi sering kekurangan air bersih apalagi di

musim kemarau.

Upaya konservasi yang dilakukan setelah bencana longsor yaitu dengan

menanami tanaman pinus di kawasan hutan lindung dan buah-buahan, mahoni,

dan tanaman lain di sekitar kawasan longsoran tersebut yang merupakan lahan

milik masyarakat. Masyarakat yang memiliki lahan di sekitar longsoran tersebut

Page 4: Laporan krl

melakukan tumpangsari dengan menanami kopi, tembakau, singkong, jagung,

palawija dan tanaman musiman lainnya sehingga gunung tetap terlihat gundul.

Begitu pula dengan upaya konservasi, kebanyakan petani tidak memperhatikan

teknik konservasi yang baik untuk mencegah pengikisan air, yaitu masih

memberlakukan kemiringan lahan yang berbeda dengan teknik konservasi yang

sama. Lemahnya penerapan teknik konservasi tanah dapat menyebabkan

terjadinya longsor susulan. Petani di kawasan longsor sebagian besar

menggunakan teknik terasering tidak sempurna tanpa adanya tanaman penguat

teras.

Untuk memperbaiki lahan bekas longsor, perlu ada upaya pelestarian sumber

daya alam yaitu dengan melaksanakan kegiatan konservasi lahan. Kegiatan

konservasi lahan bertujuan untuk mencegah kerusakan lahan agar lahan dapat

terpelihara dengan baik. Jika lahan terpelihara dengan baik, maka hasil produksi

pertanian pun akan baik. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis

mencoba meneliti permasalahan tersebut dalam penelitian dengan judul Usaha

Konservasi Terhadap Tingkat Erosi Kecamatan Bantarujeg Kabupaten

Majalengka, Provinsi Jawa Barat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, untuk lebih terarahnya penelitian

maka dirumuskan pertanyaan sebagai berikut :

1. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya erosi di Desa Cigedang?

2. Bagaimanakah pengaruh bencana erosi terhadap aktivitas masyarakat?

3. Apakah teknik konservasi yang digunakan masyarakat pada lahan bekas

bencana sesuai dengan karakteristik lahan tersebut ?

C. Tujuan

Page 5: Laporan krl

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk memperoleh gambaran faktor yang menyebabkan terjadinya erosi serta

longsor di Desa Bantarujeg.

2. Untuk memperoleh gambaran sejauh mana bencana fisik (erosi, longsor,

banjir, dll) dapat mempengaruhi aktivitas masyarakat.

3. Untuk memperoleh gambaran terhadap kesesuaian teknik konservasi yang

digunakan masyarakat dengan karakteristik lahan tersebut.

D. Manfaat

Manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah :

1. Diperoleh informasi tentang pemanfaatan lahan yang sesuai dengan kaidah

konservasi di Desa Bantarujeg.

2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan

dalam pelaksanaan pembangunan daerah.

3. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat dan praktisi kehutanan dalam

pengembangan dan pengelolaan lahan konservasi.

Page 6: Laporan krl

BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Pengertian Konservasi dan Rehabilitasi

Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas

kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai

upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara

bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang

merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi.

Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi

kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang.

Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi

dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk

sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya

alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.

Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa

batasan, sebagai berikut :

Page 7: Laporan krl

a) Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi

keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama

(American Dictionary).

b) Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang

optimal secara sosial (Randall, 1982).

c) Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme

hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia

yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai,

penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan

(IUCN, 1968).

d) Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga

dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat

diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).

Rehabilitasi upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan

fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam

mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. (PP tahun 2008 tentang

rehabilitasi dan reklamasi hutan).

B. Aspek-aspek yang mempengaruhi rehabilitasi dan Konservasi Lahan

a. Erosi Tanah

a) Pengertian Erosi

Erosi tanah adalah penyingkiran dan pengangkutan bahan dalam bentuk larutan

atau suspensi dari tapak semula oleh pelaku berupa air mengalir (aliran limpasan), es

bergerak atau angin (tejoyuwono notohadiprawiro, 1998: 74). Menurut G.

kartasapoetra, dkk (1991: 35), erosi adalah pengikisan atau kelongsoran yang

sesungguhnya merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau

Page 8: Laporan krl

kekuatan angin dan air, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat

tindakan atau perbuatan manusia.

Dua sebab utama terjadinya erosi adalah karena sebab alamiah dan aktivitas

manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena adanya pembentukan tanah dan proses

yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Sedangkan

erosi karena aktivitas manusia disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian

atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi

tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah (chay

asdak, 1995: 441).

Lebih lanjut tentang terjadinya erosi dikemukakan oleh G.R. foster & L.D.

meyer, yaitu menjelaskan bahwa erosi akan meliputi proses-proses:

1. detachment atau pelepasan partikel-partikel tanah

2. transportation atau penghanyutan partikel-partikel tanah

3. deposition atau pengendapan partikel-partikel tanah yang telah dihanyutkan

(dalam G. kartasapoetra, dkk, 1991: 41)

b) Bentuk-bentuk erosi

G. kartasapoetra (1991: 48) menjelaskan bahwa erosi terdiri atas normal

erosion (erosi geologi) dan accelerated erosion (erosi yang dipercepat). Dari kedua

macam erosi tersebut erosi dipercepat yang perlu diperhatikan. Menurut kartasapoetra

(2000), Kirby dan morgan (1980), rahim (2000) dan van zuidam (1978), erosi yang

terjadi dapat dibedakan atas dasar kenampakan lahan akibat erosi itu sendiri. Erosi

dapat dibedakan menjadi:

erosi percik (splash erosion); terjadi karena terlepasnya butiran tanah oleh

tetesan hujan pada awal kejadian hujan.

erosi lembar (sheet erosion); terjadi jika ada genangan dengan kedalaman

tiga kali ukuran butir hujan, sulit dideteksi karena pemindahan butir-butir

tanah merata pada seluruh permukaan tanah.

Page 9: Laporan krl

erosi alur (rill erosion); dimulai dengan adanya kkonsentrasi limpasan

permukaan, aliran air akan membentuk alur-alur dangkal memanjang

pada permukaan tanah (kedalaman <50 cm).

erosi parit atau erosi selokan (gulley erosion); merupakan erosi alur yang

telah berkembang membentuk parit berbentuk huruf V dan U (kedalaman

50 – 300 cm) atau telah berkembang menjadi jurang (ravine) (kedalaman

> 300 cm).

erosi tebing sungai (stream bank erosion) atau erosi saluran (channel

erosion); umumnya terjadi pada tebing-tebing sungai yang stabil.

c) faktor yang mempengaruhi erosi

Pada dasarnya erosi adalah akibat interaksi kerja antara factor iklim, topografi,

tumbuh-tumbuhan dan manusia terhadap lahan yang dinyatakan dalam persamaan

deskriptif berikut:

E= f (i, r, v, t, m)

Dimana E adalah erosi, i adalah iklim, r adalah topografi atau relief, v adalah

vegetasi, t adalah tanah dan m adalah manusia (sitanala arsyad, 1989: 72).

a. iklim

Di daerah beriklim basah factor yang mempengaruhi erosi adalah hujan.

Besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan disperse

hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi.

Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu.

Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau masa tertentu

seperti perhari, perbulan, permusim atau pertahuan.

Intensitas hujan menyatakan besarnya curah hujan yang jatuh dalam suatu waktu

yang singkat yaitu 5, 10, 15, atau 30 menit, yang dinyatakan dalam millimeter per

jam atau cm per jam. Intensitas hujan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Suatu sifat hujan yang penting dalam mempengaruhi erosi adalah energi kinetis hujan

tersebut, karena merupakan penyebab pokok dalam penghancuran agregat-agregat

Page 10: Laporan krl

tanah. Kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi atau menyebabkan erosi disebut

daya erosi atau erosivitas hujan.

b. topografi

Kemiringan lereng dan panjang lereng adalah dua unsure topografi yang

paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Selain memperbesar jumlah

aliran permukaan, makin curamnya lereng juga memperbesar kecepatan aliran

permukaan dengan demikian memperbesar energi angkut air. Kemiringan lereng

dinyatakan dalam derajad atau persen. Kecuraman lereng 100% sama dengan

kecuraman 45° .

c. vegetasi

Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah menghalangi air hujan agar tidak

jatuh langsung di permukaan tanah, sehingga kekuatan untuk menghancurkan tanah

sangat dikurangi. Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah (1) melalui

fungsi melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, (2) menurunkan

kecepatan air larian, (3) menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya dan (4)

mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air (chay asdak, 1995:

452).

d. tanah

Tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Kepekaan

erosi tanah yaitu mudah tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-

sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi

adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan

kapasitas menahan air dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan

struktur tanah terhadap disperse dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan

aliran permukaan (sitanala arsyad, 1989: 96).

e. manusia

Manusialah yang menentukan apakah yang diusahakannya akan rusak dan

tidak produktif atau menjadi baik dan produktif secara lestari. Perbuatan manusia

Page 11: Laporan krl

yang mengelola tanahnya dengan cara yang salah telah menyebabkan entensitas erosi

semakin meningkat. Misalnya pembukaan hutan, pembukaan areal lain untuk tempat

tanaman, perladangan dan sebagainya. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri selagi

manusia tidak bersedia untuk mengubah sikap dan tindakannya sebagaimana

mestinya, demi mencegah atau menekan laju erosi (wani hadi utomo, 1989: 39).

f. pendugaan / prakiraan erosi

Suatu model parametric untuk memprediksi erosi dari suatu bidang tanah

telah dikembangkan oleh wischmeier & smith (1965, 1978) dinamakan the universal

soil loss equation (usle). Usle memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi

suatu tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk

setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang

mungkin dilakukan atau yang sedang dipergunakan. Persamaan yang dipergunakan

mengelompokkan berbagai parameter fisik dan pengelolaan yang mempengaruhi laju

erosi ke dalam lima peubah utama yang nilainya untuk setiap tempat dapat

dinyatakan secara numeric. Persamaan usle adalah sebagai berikut:

A = R.K.LS.C.P

A = banyaknya tanah tererosi dalam ton per hektar pertahun.

R = factor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satu indeks erosi hujan,

yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan

maksimum 30 menit (I 30).

K = factor erodibilitas tanah yaitu laju eosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu

tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang

panjangnya 72,6 kaki (22 m) terletak pada lereng 9% tanpa tanaman.

LS = factor panjang lereng dan kecuraman lereng. Factor panjang lereng yaitu nisbah

antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi

dari tanah dengan p[anjang lereng 72,6 kaki (22 m) di bawah keadaan yang identik.

Sedangkan factor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi

dari suatu tanah kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan

lereng 9% di bawah keadaan yang identik.

Page 12: Laporan krl

C = factor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman yaitu nisbah antara

besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman

tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik danpa tanaman.

P = factor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya

erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus seperti pengolahan

menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi dari tanah

yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik.

b. Erosifitas

Erosivitas hujan adalah tenaga pendorong (driving force) yang menyebabkan

terkelupas dan terangkutnya partikel-partikel tanah ke tempat yang lebih rendah (chay

asdak, 1995: 455). Erosivitas hujan sebagian terjadi karena pengaruh jatuhan butir

hujan langsung di atas tanah dan sebagian lagi karena aliran air di atas permukaan

tanah.

Factor erosivitas hujan dengan intensitas hujan maksimal 30 menit (EI 30).

Jumlah dari seluruh hujan dengan spesifikasi tersebut di atas selama satu tahun

merupakan erosivitas hujan tahunan.

Pada metode usle prakiraan besarnya erosivitas hujan dalam kurun waktu

tahunan. Dalam penelitian ini menggunakan persamaan bols (1978) yang diperoleh

dari penelitian data curah hujan bulanan di 47 stasiun penakaran hujan di pulau jawa

yang dikumpulkan selama 38 tahun.

EI 30 = 6,119 (Rain) 1,21 (Days) -0,47 (Maxp) 0,53

R = curah hujan rata-rata tahunan (cm)

D = jumlah hari hujan rata-rata tahunan (hari)

M = curah hujan maksimum rata-rata 24 jam per bulan untuk kurun waktu

satu tahun (cm) (chay asdak, 1995: 457).

c. Tanah

a) Struktur Tanah

Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan

ruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk

agregat dari hasil proses pedogenesis.

Page 13: Laporan krl

Struktur tanah berhubungan dengan cara di mana, partikel pasir, debu dan liat

relatif disusun satu sama lain. Di dalam tanah dengan struktur yang baik, partikel

pasir dan debu dipegang bersama pada agregat-agregat (gumpalan kecil) oleh liat

humus dan kalsium. Ruang kosong yang besar antara agregat (makropori)

membentuk sirkulasi air dan udara juga akar tanaman untuk tumbuh ke bawah pada

tanah yang lebih dalam. Sedangkan ruangan kosong yang kecil ( mikropori)

memegang air untuk kebutuhan tanaman. Idealnya bahwa struktur disebut granular.

Pengaruh struktur dan tekstur tanah terhadap pertumbuhan tanaman terjadi

secara langsugung. Struktur tanah yang remah (ringan) pada umumnya menghasilkan

laju pertumbuhan tanaman pakan dan produksi persatuan waktu yang lebih tinggi

dibandingkan dengan struktur tanah yang padat. Jumlah dan panjang akar pada

tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah remah umumnya lebih banyak

dibandingkan dengan akar tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah

berstruktur berat. Hal ini disebabkan perkembangan akar pada tanah berstruktur

ringan/remah lebih cepat per satuan waktu dibandingkan akar tanaman pada tanah

kompak, sebagai akibat mudahnya intersepsi akar pada setiap pori-pori tanah yang

memang tersedia banyak pada tanah remah. Selain itu akar memiliki kesempatan

untuk bernafas secara maksimal pada tanah yang berpori, dibandiangkan pada tanah

yang padat. Sebaliknya bagi tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah yang

bertekstur halus seperti tanah berlempung tinggi, sulit mengembangkan akarnya

karena sulit bagi akar untuk menyebar akibat rendahnya pori-pori tanah. Akar

tanaman akan mengalami kesulitan untuk menembus struktur tanah yang padat,

sehingga perakaran tidak berkembang dengan baik. Aktifitas akar tanaman dan

organisme tanah merupakan salah satu faktor utama pembentuk agregat tanah.

Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur tanah menentukan besar kecilnya

air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah bersolum

dalam (>90 cm), struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, sebagian besar air

hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air limpasan

permukaan (longsor). Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal, struktur padat, dan

Page 14: Laporan krl

penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan

sebagian besar menjadi aliran permukaan (longsor) Pembentukan Agregat

Menurut Gedroits (1955) ada dua tingkatan pembentuk agregat tanah, yaitu:

a. Kaogulasi koloid tanah (pengaruh Ca2+) kedalam agregat tanah mikro

b. Sementasi (pengikat) agregat mikro kedalam agregat makro.

Teori pembentukan tanh berdasarkan flokulasi dapat terjadi pada tanah yang

berada dalam larutan, misal pada tanah yang agregatnya telah dihancurkan oleh air

hujan atau pada tanah sawah. Menurut utomo dan Dexter (1982) menyatakan bahwa

retakan terjadi karena pembengkakan dan pengerutan sebagai akibat dari pembasahan

dan pengeringan yang berperan penting dalam pembentukan agregat.

Dapat diambil kesimpulan bahwa agregat tanah terbentuk sebagai akibat

adanya interaksi dari butiran tunggal, liat, oksioda besi/ almunium dan bahan organik.

Agregat yang baik terbentuk karena flokuasi maupun oleh terjadinya retakan tanah

yang kemudian dimantapkan oleh pengikat (sementasi) yang terjadi secara kimia atau

adanya aktifitas biologi.

Macam macam struktur tanah

Page 15: Laporan krl

C. Struktu tanah berbutir (granular): Agregat yang membulat, biasanya

diameternya tidak lebih dari 2 cm. Umumnya terdapat pada horizon A yang

dalam keadaan lepas disebut “Crumbs” atau Spherical.

D. Kubus (Bloky): Berbentuk jika sumber horizontal sama dengan sumbu

vertikal. Jika sudutnya tajam disebut kubus (angular blocky) dan jika

sudutnya membulat maka disebut kubus membulat (sub angular blocky).

Ukuranya dapat mencapai 10 cm.

E. Lempeng (platy): Bentuknya sumbu horizontal lebih panjang dari sumbu

vertikalnya. Biasanya terjadi pada tanah liat yang baru terjadi secara deposisi

(deposited).

F. Prisma: Bentuknya jika sumbu vertikal lebih panjang dari pada sumbu

horizontal. Jadi agregat terarah pada sumbu vertikal. Seringkali mempunyai 6

sisi dan diameternya mencapai 16 cm. Banyak terdapat pada horizon B tanah

berliat. Jika bentuk puncaknya datar disebut prismatik dan membulat disebut

kolumner.

b) Permabilitas

. Permeabilitas tanah adalah suatu kesatuan yang melipui infiltrasi tanah dan

bermanfaat sebagai permudahan dalam pengolahan tanah.(Dede rohmat, 2010)

Permeabilitas merupakan besaran yang digunakan untuk menunjukkan seberapa besar

kemampuan suatu batuan untuk mengalirkan fluida yang terkandung didalamnya.

Permeabilitas merupakan property suatu batuan berpori dan merupakan besaran yang

menunjukkan kapasitas medium dalam mengalirkan fluida.

• Jenis-jenis Permeabilitas.

1. Permeabilitas absolut (ka).

Yaitu pengukuran pada medium berpori untuk fluida satu fasa ketika medium

tersebut dialiri oleh satu jenis fluida, dimana saturasi fluida yang mengalir

bernilai 1.

2. Permeabilitas efektif (k).

Page 16: Laporan krl

Yaitu pengukuran pada medium berpori untuk fluida satu fasa ketika medium

tersebut dialiri oleh lebih dari satu jenis fluida.

3. Permeabilitas relatif (kr).

Yaitu perbandingan antara permeabilitas efektif fluida pada nilai saturasi

tertentu, terhadap permeabilitas absolut pada saturasi 100%.

• Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permeabilitas.

1. Distribusi ukuran butir.

Ukuran butiran yang semakin beragam dalam suatu batuan, maka pori-pori

akan semakin kecil dan permeabilitas juga akan semakin kecil.

2. Susunan (packing) butiran.

Susunan butiran yang semakin rapi, maka makin besar harga

permeabilitasnya.

3. Geometri butiran.

Semakin menyudut geometri butiran, maka permeabilitasnya semakin kecil.

4. Jaringan antar pori (pore network).

Semakin bagus jaringan antar pori, maka permeabilitasnya semakin besar.

5. Sementasi.

Semakin banyak semen dalam suatu batuan, maka harga permeabilitas akan

semakin kecil.

6. Clays content.

Semakin banyak mengandung clay, maka semakin kecil permeabilitas batuan

tersebut.

Page 17: Laporan krl

c) Bahan Organik

Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks

dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di

dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi

oleh faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova, 1961). Menurut Stevenson (1994),

bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam

tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme,

bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus.

Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan

tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah

menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga

menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk

kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan tanah merupakan masalah penting bagi

negara berkembang karena intensitasnya yang cenderung meningkat sehingga

tercipta tanah-tanah rusak yang jumlah maupun intensitasnya meningkat.

d. Kemiringan Lereng

Page 18: Laporan krl

Peta kelas lereng diperoleh melalui interpetasi pet rupa bumi Indonesia ( RBI )

dengan metode pembuatan peta lereng yang dikemukakan oleh Wenthworth dengan

rumus sebagai berikut :

(n-1) x kiS = --------------------------------- x 100% a x penyebut skala petaKeterangan :

S = Besar sudut lerengn = Jumlah kontur yang memotong tiap diagonal jaringki = kontur intervala = panjang diagonal jarng dengan panjang rusuk 1 cmKlasifikasi kemiringan lereng ini berpedoman pada penyusunan rehabilitasi lahan dan

konservasi tanah sebagai berkut :

Tabel kelas kemiringan lereng dan nilai skor kemiringan lereng

KELAS KEMIRINGAN ( % ) KLASIFIKASII 0 – 8 DatarII > 8 – 15 LandaiIII >15 – 25 Agak CuramIV > 25 – 45 CuramV > 45 Sangat Curam

Sumber : Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, 1986

Tabel Pembagian kemiringan lereng berdasarkan klasifikasi USSSM dan USLE

Kemiringan lereng (°)

Kemiringanlereng (%)

KeteranganKlasifikasi

USSSM* (%)KlasifikasiUSLE* (%)

< 1 0 - 2 Datar – hampir datar 0 - 2 1 - 2

1 - 3 3 - 7 Sangat landai 2 - 6 2 - 7

3 - 6 8 - 13 Landai 6 - 13 7 - 12

6 - 9 14 - 20 Agak curam 13 - 25 12 - 18

9 - 25 21 - 55 Curam 25 - 55 18 - 24

25 - 26 56 - 140 Sangat curam > 55 > 24

Page 19: Laporan krl

> 65 > 140 Terjal

*USSSM = United Stated Soil System Management

USLE = Universal Soil Loss Equation

Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan relative terhadap bidang

datar yang secara umum dinyatakan dalam persen atau derajat. Kecuraman

lereng,panjang lereng dan bentuk lereng semuanaya akan mempengaruhi besarnya

erosi dan aliran permukaan. Menurut sitanala Arsyad (1989:225) mengkelaskan

lereng menjadi seperti berikut:

KEMIRINGAN ( % ) KLASIFIKASI KELAS0 – 3 Datar A3 – 8 Landai Atau Berombak B8 – 15 Agak Miring C15 – 30 Miring D30-45 Agak Curam E45-65 Curam F>65 Sangat Curam G

\

Page 20: Laporan krl

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif eksploratif,

wawancara serta observasi. Menurut Suryabrata (1983), metode deskriptif eksploratif

yaitu sebuah metode dengan tujuan untuk mendapatkan data dasar yang diperlukan

sebagai pangkalan untuk penelitian lebih lanjut ataupun sebagai dasar untuk membuat

keputusan. Metode wawancara yaitu metode yang dilakukan secara eksplisit untuk

mengetahui informasi dari informan untuk mendapatkan data dalam bentuk data

kualitatif. Metode wawancara dilakukan untuk lebih memperdalam mengenai informasi

yang telah didapatkan melalui metode deskriptif eksploratif, sehingga dengan adanya

metode wawancara dapat menambahkan informasi terhadap data yang didapat.

Metode yang terakhir yang digunakan yaitu metode observasi dimana metode ini

dilakukan untuk mendapatkan data primer dengan cara terjun langsung ke lapangan

untuk melakukan penelitian.

Melalui metode tersebut penulis akan menggali secara mendalam mengenai

tingkatan erosi yang terjadi di Desa Bantarujeg Kabupaten Majalengka, fenomena

longsor, kekeringan, banjir, gerakan tanah, gempa bumi, angin tornado (puyuh) serta

fenomena fisik lainnya yang terjadi di lokasi kajian.

Page 21: Laporan krl

Selain daripada mengetahui terdapat berbagai macam fenomena fisik yang secara

alami terjadi melalui alam tersebut, tidak luput penerapan teknik konservasi pada lahan

yang diterapkan masyarakat dan menilai kesesuaian teknik konservasi tersebut dengan

karakteristik lahan serta menghubungkan penerapan teknik konservasi tersebut dengan

kondisi sosial ekonomi masyarakat.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Sumaatmadja (1988:112) mengatakan bahwa “Keseluruhan gejala, individu,

kasus dan masalah yang diteliti, yang ada di daerah penelitian menjadi objek

penelitian geografi. Semua kasus, individu dan gejala yang ada di daerah penelitian

disebut populasi penelitian atau universe”.

Menurut Ridwan (2003 : 8) “Populasi merupakan objek atau subjek yang

berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan

masalah penelitian”. Populasi penelitian terdiri dari populasi wilayah dan populasi

responden. Populasi wilayah adalah seluruh lahan yang telah mengalami longsoran,

gempa, banjir, pergerakan tanah, erosi, kekeringan di Desa Bantarujeg Kabupaten

Majalengka yang merupakan lahan yang rentan terhadap terjadinya erosi yang

tinggi dan populasi responden adalah petani yang mengolah lahan tersebut.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lahan yang berada di Desa

Bantarujeg Kabupaten Majalengka yaitu :

Page 22: Laporan krl

Tabel 3.1 Penggunaan Lahan Sawah di Desa Bantarujeg

No Wilayah Penggunaan Lahan Luas (ha)

1 Desa Bantarujeg Sawah Irigasi Setengah Teknis 65

Sawah Tadah Hujan 154

Jumlah 219

Gambar 3.1 Grafik Penggunaan Lahan Sawah di Desa Bantarujeg

Berdasarkan pada data diatas, populasi wilayah penelitian ini mempunyai luas

3,60 Km2, dengan dominasi penggunaan lahannya berupa sawah dan pemukiman.

Page 23: Laporan krl

2. Sampel

Menurut Sumaatmadja (1988 : 112) “Sampel adalah bagian dari populasi

(cuplikan contoh) yang mewakili kriteria bagian ini diambil dari keseluruhan sifat

atau generalisasi yang ada pada populasi”.

Berdasarkan masalah yang akan dibahas, maka dalam menentukan sampel

penelitian ini digunakan teknik sampel wilayah (area probality sampling) yaitu

teknik sampling yang dilakukan dengan mengambil wakil dari setiap wilayah yang

terkena longsor, banjir, erosi, kekeringan, gerakan tanah serta gempa yang terdapat

dalam kawasan populasi yang menjadi objek kajian dengan pendekatan satuan

lahan yang merupakan hasil tumpangsusun peta kemiringan lereng dengan peta

penggunaan lahan dan peta jenis tanah. Jadi satuan lahan yang sama diwakili oleh

satu sampel secara acak (random). Sedangkan cara pengambilan sampel mengikuti

sampel satuan lahan yang ditentukan dengan teknik aksidental. Kawasan yang

rentan terhadap erosi, longsor, banjir di Desa Bantarujeg Kabupaten Majalengka.

Sampel wilayah diambil berdasarkan kemiringan lereng sebanyak 4 sampel yang

mewakili setiap daerah yang terkena banjir, longsor dan erosi berdasarkan bagian

atas, tengah dan bawah.

Satuan lahan yang telah ditentukan dapat dilihat sebarannya pada peta satuan

lahan yang disajikan pada gambar 3.1 berikut ini :

Page 24: Laporan krl

Tabel 3.1

Sampel Satuan Lahan

Page 25: Laporan krl
Page 26: Laporan krl

Sedangkan untuk sampel respondennya menggunakan teknik pengambilan

secara aksidental yaitu semua masyarakat yang ditemui pada saat penelitian

dijadikan sampel. Sampling aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan

faktor spontanitas, artinya siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan

peneliti dan sesuai dengan karakteristiknya, maka orang tersebut dapat digunakan

sebagai sampel (responden)”.

C. Variabel Penelitian

Menurut Rafi’i (1996 : 46), variable penelitian mengandung pengertian ukuran, sifat,

ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok atau suatu yang berbeda dengan

yang dimiliki oleh kelompok lain. Variabel penelitian dalam judul penelitian ini adalah

terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variable bebas dan terikat. Variabel bebas

terdiri dari karakteristik lahan dan respon masyarakat, karakteristik lahan meliputi

tanah, topografi, erosi dan vegetasi, sedangkan respon masyarakat meliputi kegiatan

pertanian dan pemahaman petani tentang lahan kritis. Variabel terikatnya adalah

kekritisan lahan yang terbagi menjadi lahan potensial kritis, semi kritis dan lahan kritis,

serta faktor dari teknik pertanian yang telah dipakai oleh masyarakat seperti Sistem

tanam, pola tanam, jenis tanaman, pemeliharaan tanaman, teknik konservasi yang telah

dilaksanakan oleh masyarakat terhadap lahan garapan. Untuk melihat hubungan antara

ketiga faktor ini dapat dilihat pada table 3.2 dimana terdapat hubungan antara ketiga

variable tersebut. Variabel bebas dapat mempengaruhi variable terikat dan variable

Page 27: Laporan krl

bebas dapat berdiri sendiri. Variabel bebas terdiri dari variable fisik yang merupakan

parameter tingkat kekritisan lahan, sedang variable terikatnya adalah tingkat kekritisan

lahan yang diakibatkan oleh adanya erosi, longsor, pergerakan tanah, kekeringan serta

fenomena fisik yang lainnya.

Variabel Bebas (X) Variabel terikat (Y)

Faktor Petani :

Kegiatan PetaniPemahaman petani tentang lahan kritis

Teknik Pertanian

Sistem tanamPola tanamJenis tanamanPemeliharaan tanamanTeknik konservasi

Teknik Konservasi yang dilakukan masyarakat untuk tetap menjaga

kelestarian lahan dari kerentanan terhadap bahaya erosi, banjir,

longsor, pergerakan tanah dll.

Karakteristik LahanKemiringan lerengKondisi tanahKondisi geologiVegetasi

Gambar 3.2. Variabel Penelitian

Page 28: Laporan krl

a. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi, yaitu teknik pengamatan secara langsung terhadap gejala, fenomena dan

fakta yang ada di daerah penelitian. Alat yang digunakan yaitu pedoman observasi

digunakan untuk mengamati karakteristik lahan dan teknik konservasi yang

digunakan masyarakat terhadap fenomena alam yang terjadi seperti erosi, longsor,

banjir serta lainnya.

2. Wawancara, yaitu peneliti menanyakan langsung kepada responden tanpa

perantara di daerah penelitian dengan menggunakan pedoman berstruktur untuk

mengamati kondisi masyarakat yang menetap di daerah kawasan rentan terhadap

bencana.

3. Studi dokumentasi, yaitu penarikan data dari lembaga-lembaga yang terkait dengan

penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk melengkapi data yang berkaitan dengan

penelitian baik berupa data statistik maupun peta-peta tematik serta foto-foto yang

dibutuhkan dari lapangan.

4. Kajian Pustaka, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan literatur

seperti buku, jurnal, internet, dan lain-lain yang berhubungan dengan permasalahan

yang sedang diteliti. Kajian pustaka digunakan untuk memperoleh referensi tentang

iklim, tanah, geologi, geomorfologi, data kependudukan, luas kawasan longsor, dan

lain-lain.

Page 29: Laporan krl

D. Alat Pengumpulan Data

Untuk memudahkan pengumpulan data maka diperlukan alat dan bahan sebagai

berikut :

1. Peta dasar (base map) terdiri dari :

a. Peta rupabumi lembar

b. Peta rupabumi lembar

c. Peta rupabumi lembar

d. Peta rupabumi lembar

e. Peta Geologi lembar

2. Kompas untuk menentukan lokasi penelitian

3. Klinometer atau busur derajat untukmengukur kemiringan lereng

4. Ceklist lapangan dan pedoman wawancara

5. Kamera digital Cannon

6. Bor tanah

7. Ph Tester

8. Alat tulis

9. Ring sample

10. GPS

E. Teknik Analisa

Page 30: Laporan krl

Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif dan kualitatif. Teknik

analisis kuantitatif digunakan untuk mengelola dan menginterpretasikan data yang

berbentuk angka atau yang bersifat sistematis. Jenis analisis yang digunakan dalam

penelitian Konservasi dan Rehabilitasi Lahan yang lebih menitikberatkan terhadap

fenomena yang terjadi secara alami dan non alami seperti erosi, longsor, banjir, gerakan

tanah serta fenomena yang lain yang dapat mengurangi manfaat dari lahan itu sendiri.

Analisis yang pertama dilakukan secara kualitatif dimana analisis ini didasarkan

terhadap data-data yang telah didapatkan di lapangan sesuai dengan objektifitas dari

kajian. Analisis kualitatif dilakukan dengan berdasarkan terhadap data yang di dapat

serta wawancara yang telah dilakukan.

Analisis yang kedua dilakukan secara kuantitatif yaitu dengan menggunakan rumus

USLE.

Teknik atau langkah-langkah yang dilakukan penyusun dalam pengolahan data

penelitian yang terkumpul adalah sebagai berikut :

1. Memeriksa kembali data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder,

hal ini dilakukan untuk menghindari kekurangan atau kesalahan yang terjadi dalam

kajian.

2. Menghitung kemiringan lereng diperoleh dari informasi kontur yang terdapat pada

peta rupabumi skala 1 : 25.000, perhitungan berlaku untuk setiap karvak, yang

dilakukan pertama kali adalah membuat petak persegi ukuran 2x2 cm diatas peta,

kedua membuat garis diagonal memotong kontur, ketiga menghitung jumlah kontur

dan dikelaskan sesuai perhitungan, maka akan didapatkan besar kemiringan lereng

Page 31: Laporan krl

untuk setiap karvak, kemudian besaran di klasifikasikan menurut kelas Jamulya

(1993). Pada peta setiap yang memiliki kemiringan lereng sama dipisahkan dan

dideliniasi dan diberikan keterangan hingga mendapatkan sebaran kelas kemiringan

lereng yang dikehendaki. Perhitungan kemiringan lereng (s)tersebut menggunakan

rumus :

Keterangan :

n = Jumlah kontur Ci = Interval Kontur

s = Kemiringan lereng S = Skala

a = Panjang lereng

3. Penentuan Horizon Tanah

Sebelumnya, pertama kita sudah ditentukan dan dibantu oleh tim mobile mulai

berada dari plot mana untuk mengambil sample tanahnya. Untuk menentukan tiap

horizon, kita dapat mengetahuinya dengan cara melihat keadaan dan daerah

lerengnya. Setelah itu kita bisa mulai menggali tanahnya untuk mulai menetukan

horizon apa saja yang terdapat di tanah tersebut. Batas dari suatu horizon dapat

diketahui dari warna tanah yang tampak dan kita juga bisa menentukan batas

horizonnya dengan cara menusuk-nusuk tanah dengan menggunakan pisau

lapangan. Apabila tanah mulai terasa berbeda kepadatan dan kekerasan tanahnya

maka itu merupakan horizon yang sudah berbeda dibandingkan horizon yang ada .

4. Pengambilan Sampel Tanah Undisturb

Page 32: Laporan krl

Setelah ploting lokasi praktikum selesai dilakukan, selanjutnya Kelompok 6

mulai dengan mengambil sampel tanah secara Undisturb terlebih dahulu dengan

dua kali pengambilan sampel menggunakan ring sample. Pengambilan pertama

dilakukan di horizon A, dan melakukan pengukaran horizon tersebut menggunakan

penggaris, dalam pengambilan sampel yang kedua dilakukan di horizon B, dan

melakukan pengukuran menggunakan penggaris.

Untuk mengambil sample undisturb kita dapat mengguanakan alat yang disebut

Ring Sample. Pertama, kita harus membersihkan permukaan tanah dari rerumputan

dengan menggunakan cangkul atau alat lain yang sejenisnya. Setelah dibersihkan

kita cari permukaan tanah yang rata untuk menyimpan ring sample diatas

permukaan tanah tersebut. Kemudian untuk mempermudah pengambilan tanah,

tutupi bagian atas ring misalnya menggunakan papan yang datar agar ring sample

menghujam dengan posisi yang lurus, kemudian ring tersebut dipukul-pukul sampai

ring tersebut masuk kedalam tanah hingga ring itu penuh dengan tanah. Sebelum

ring sample yang pertama masuk seluruhnya ke dalam tanah, terlebih dahulu

dibantu menggunakan ring sample yang lain, dengan cara meletakkan dengan posisi

yang sama di atas ring sample yang pertama. Lalu dilanjutkan memukul kedua ring

sample tersebut hingga terbenam ke dalam tanah. Kemudian cangkul bongkahan

tanah yang berada disekeliling ring sample tanpa mengganggu sample tanah yang

ada di dalam ring sample tersebut.

Kemudian jika tanah tersebut kurang rata maka harus diratakan dengan

menggunakan pisau lapangan dengan mencacah permukaan tanah dan bagian yang

berada dibawahnya secara pelan-pelan yang berada di ring sample tersebut, dengan

cara mengiris-iris secara vertikal. Setelah ring sampel bagian luar bersih dari tanah ,

tutup lah ring sample menggunakan tutupnya atau masukkan ke dalam wadah

plastik dengan tidak lupa memberi label identitas keterangan sampel tersebut agar

tidak tertukar dalam pengujian di laboratorium dan tanah yang tidak terganggu itu

siap untuk di uji di laboratorium.

Page 33: Laporan krl

Setelah mendapatkan sample tanah yang pertama, kemudian kita ratakan

kembali permukaan tanah tersebut untuk mengambil sample tanah yang kedua,

yakni pada horizon tanah yang B. Cara pengambilan sampel tanah yang kedua sama

seperti prosedur yang pertama. Kedalaman ring sample tanah yang kedua ini adalah

20-40 cm. Setelah sample tanah tersebut diambil maka sample tanah siap untuk

diuji di laboraturium.

5. Pengambilan Sampel Tanah Disturb

Setelah itu kelompok 6 mengambil sampel tanah secara Disturb, karena lokasi

yang tidak berada di lereng, horizon tanah tidak terlihat. Jadi menggunakan bor

tanah dalam pengambilan sampel Disturb. Setelah menancapkan bor tanah dengan

kedalaman tertentu, kami mengeluarkan bor tanah yang telah kami tancapkan dan

kami menusuk tanah yang ada di bor tanah tersebut dan dimasukkan ke dalam

plastik sampel yang telah kami sediakan dengan cara menusuk tanah yang

menempel di bor tanah dengan pisau lapangan.

6. Prosedur Laboratorium

a. Cara menguji pH aktual, pH potensial dan kandungan Organik

Cara untuk mengetahui pH tanah adalah dengan cara memasukan sedikit

sampel tanah kedalam tabung reaksi kemudian tetesi dengan Aquades untuk

menguji pH Aktual, tetesi dengan H2O2 untuk menguji kandungan Bahan Organik

dan tetesi dengan KCl untuk menguji pH Potensial. Setelah itu, kocok tabung

rekasi yang digunakan untuk mengukur pH, biarkan tabung yang digunakan

untuk mengukur kandungan bahan organik sampai mengelurakan buih dan

asap. Jika buih itu meningkat tinggi, maka zat organik dalam tanah tersebut

banyak dan jika buih itu tidak terlalu meningkat tinggi berarti kandungan zat

organik dalam tanah tersebut rendah.

b. Cara Mengukur Masa Dan Volume Sampel Undistrub

Page 34: Laporan krl

Untuk menguji massa kita lakukan dua kali yaitu massa tanah sebelum

dioven untuk mengetahui masa total dan massa tanah setelah dioven untuk

mengetahui massa tanah saja. Untuk menguji volume awal kita biasa mengukur

volume ring sampel karena volume ring sampel sama dengan volume tanah

kering. Dan untuk mengukur volume kering kita bisa mencelupkan tanah

kedalam gelas ukur dan selisih volume air akhir dengan volume awal merupakan

volume tanah kering.

c. Penentuan tekstur

Penentuan tekstur dapat dialakukan dengan melaksanakan langkah-langkah

dibawah ini :

1) Ambilah sedikit tanah, simpan dalam tangan lalu basuh dengan sedikit air

lalu bisa dengan cara menggulung-gulung tanah tersebut, rasakan dengan

perasaan sampai kita benar-benar merasakan tingkat kekerasan dan

bentukan dari tanah yang kita uji.

2) Kita bisa merasakan adanya kekasaran, kelicinan, kelengketan dan

kekenyalan serta derajat kemengkilatan tanah dengan ibu jari dan telunjuk.

Perhatikan hal-hal sebagi berikut :

a) Kekerasan, dapat menunjukan tingkat untuk menentukan jumlah pasir

yang terdapat didalam tanah.

b) Kelicinan, dapat menunjukan tingkat dalam penentuan jumlah-jumlah

debu, kadang-kadang karena partikel debu yang banyak dan bergesekan

maka akan terasa seperti sabun.

c) Kelengketan dan plastisitas adalah penduga kandungan liat dalam

tanah. Bila tanah lebih kenyal maka akan lebih mudah tanah tersebut

dibentuk bola permukaan tanah yang mengandung liat akan

menyebabkan tanah mengkilat.

Page 35: Laporan krl

Gambar 3.3. Bagan Alur Penelitian

Peta Rupa Bumi

Peta kemiringan Peta Penggunaan Lahan

Peta Sampel Penelitian

Peta Satuan Lereng

Karakteristik Lahan

Kemiringan LerengKondisi tanahKondisi GeologiVegetasi

Analisis

Rekomendasi

Aktivitas Petani

Cara pengolahan lahanSistem tanamPola tanamJenis tanamanPemeliharaan tanamanTeknik konservasi

Kesimpulan

Faktor Budaya Masyarakat

PendidikanKesadaranKemampuan

Page 36: Laporan krl
Page 37: Laporan krl

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Kondisi Fisik Daerah Penelitian

1. Letak dan Luas Daerah Plot Praktikum

Secara astronomis Kecamatan Bantarujeg terletak pada 108o11’ 00’’ BT-

108o24’00’’ BT dan 6o57’00’’ LS - 7o41’00’’ LS. Sedangkan secara

administratif Kecamatan Bantarujeg termasuk wilayah Kabupaten

Majalengka dengan batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Maja

b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Talaga

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Malausma

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Lemahsugih

Kecamatan Bantarujeg memiliki wilayah seluas 61,86 Km2 yang

terdiri dari 22 desa. Desa yang memiliki wilayah terluas adalah Desa

gununglarang, yaitu 11,12 Km2. Sedangkan yang mempunyai luas wilayah

terkecil, yaitu Desa Cinambo 1,97 Km. Dengan luas yang dimiliki

Kecamatan Bantarujeg berarti Kecamatan Bantarujeg hanya sekitar 5,14 %

dari luas wilayah Kabupaten Majalengka (yaitu kurang lebih 1.204,24 Km2).

Dengan jumlah penduduk sebanyak 43.581 jiwa, maka kepadatan penduduk

per Km mencapai 705 orang.

Sedangkan daerah Plot yang berada di desa Batantarujeg berada pada

Koordinat 108°13’30” BT dan 6°59’00” LS sampai 108°15’30“ BT dan

6°58’30“ LS. Secara administratif desa Bantarujeg memilikai batas wilayah

sebagai berikut :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Babakansari

b. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Wadon

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sirnagalih

Page 38: Laporan krl

d. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sukajadi

Gambar 4.1

Peta Administratif Desa Bantarujeg

Page 39: Laporan krl

Gambar 4.2

Peta Plot Kajian Kelompok 6 di Desa Bantarujeg

Page 40: Laporan krl

2. Iklim

a. Klasifikasi Iklim Berdasarkan Sistem Schmidt dan Ferguson

Page 41: Laporan krl

Klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson (dalam Rafi’i,

1995:259) “Tipe iklim suatu daerah dapat ditentukan dengan

memperhatikan jumlah rata-rata bulan basah dan bulan kering dalam

kurun waktu 10 tahun hingga 20 tahun”.

Bulan Basah adalah bulan yang curah hujannya lebih dari 100 mm.

Bulan kering adalah bulan yang curah hujannya kurang dari 60 mm.

Bulan yang curah hujannya antara 60-100 mm digolongkan pada bulan

lembab.

Rumus yang digunakan untuk menentukan tipe iklim menurut

Schmidt Ferguson adalah sebagai berikut :

Q = Md x 100 %

Mw

(Rafi’i, 1995: 43)

Keterangan:

Q = Tipe iklim Schmidt Ferguson

Md= Rata-rata banyaknya bulan kering dibagi oleh lama waktu

pengamatan

Mw= Rata-rata banyaknya bulan basah dibagi oleh lama waktu

pengamatan

Klasifikasi nilai Q untuk penentuan tipe iklim suatu daerah

menurut Schmidt dan Ferguson disajikan pada tabel 4.2 sebagai berikut.

Tabel 4.1

Nilai untuk Tipe Iklim

Page 42: Laporan krl

Tipe Nilai (%) SifA

B

C

D

0 < Q <

14.3

14,3 < Q <

33,3

33,3 < Q <

60

60 < Q <

Sangat Basah

Basah

Agak Basah

Sedang

Agak Kering

Kering

Sangat KeringSumber : Suryatna Rafi’i, 1995

Data Curah hujan yang ada di Kecamatan Bantarujeg yaitu dapat

dilihat dari tabel sebagai berikut :

Tabel 4.2

Curah Hujan Bulanan Kecamatan Bantarujeg

Bln

Tahu200

0

200

1

200

2

200

3

200

4

200

5

200

6

200

7

200

8

200

9J 40 47 52 43 53 49 49 56 34 43F 43 16 94 30 42 42 67 45 20 44M 37 38 52 30 71 38 22 44 51 28A 41 28 37 13 14 41 38 38 35 16M 19 19 10 5 12 3 30 5 7 22J 4 15 7 0 15 13 2 14 1 18J 6 8 6 0 0 8 0 0 0 6A 3 0 6 1 0 0 0 0 0 0S 1 1 0 4 0 0 0 0 7 0O 25 35 0 13 0 5 0 4 95 0N 31 43 51 21 22 16 3 8 28 24D 25 31 41 44 37 30 36 31 35 37

Juml

a 279 285 361 209 270 251 251 248 309 233Sumber : Dinas Pertanian Tahunan Pangan, Majalengka 2010

Dari tabel di atas diperoleh bahwa selama sepuluh tahun rata-rata

curah hujan terbanyak tiap bulan terjadi pada bulan Januari hingga bulan

Page 43: Laporan krl

April, dan bulan Oktober sampai bulan Desember. Curah hujan pada bulan

Mei sudah mulai menurun, kondisi tersebut berlangsung sampai pada

bulan September.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Bantarujeg

merupakan daerah yang memiliki karakteristik wilayah tropik,

dikarenakan jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah itu sama

sehingga cenderung kondisi wilayahnya apabila terjadi hujan, maka

cenderung debit yang turun sangat banyak dan apabila sebaliknya tidak

terjadi hujan maka bencana akan kekeringan kemungkinan akan terjadi.

Berikut adalah rata-rata jumlah hujan per bulan dalam kurun waktu 10

tahun dapat dilihat pada tabel 4.4 Di bawah ini :

Tabel 4.3

Jumlah Curah Hujan Bulanan Kecamatan Bantarujeg

Tahun 2000 sampai Tahun 2009

N Bula Jumlah Rata-rata1 Januari 470 392 Februari 447 373 Maret 416 344 April 304 255 Mei 135 116 Juni 93 77 Juli 30 28 Agustus 24 29 September 7 61 Oktober 179 11 November 250 201 Desember 352 29

Jumla 2713 212Sumber : Hasil Penelitian 2010. Djadjang Sukma

Berikut jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah tertera pada tabel

di bawah ini :

Page 44: Laporan krl

Tabel 4.4

Jumlah Bulan Kering dan Bulan Basah Kecamatan Bantarujeg

N

o

Tah

un

Jumla

h

Cura

Rata-

rata

Cura Bula

n

Bul

an

Bulan1 200 2792 2 3 1 82 200 2858 2 2 1 93 200 3612 3 2 3 74 200 2090 1 5 0 75 200 2705 2 4 0 86 200 2515 2 4 1 77 200 2514 2 6 0 68 200 2482 2 5 1 69 200 3096 2 4 1 71 200 2335 1 4 0 8

Jumlah 26999 2 3 7 7Sumber : Hasil Perhitungan peneliti, 201.Djadjang Sukma

Dari tabel di atas, diperoleh jumlah curah hujan selama 10 tahun

sebanyak 26999 mm, dengan rata-rata curah hujan tahunan 2251

mm/ tahun. Adapun jumlah bulan kering selama 10 tahun yaitu 39

dan jumlah bulan basah selama 10 tahun adalah 73. Dari data tersebut

diperoleh rata- rata bulan kering (Md) 39/10 = 3,9 dan rata-rata bulan

basah (Mw) 73/10 = 7,3. Untuk memperoleh nilai Q digunakan rumus

menurut Schmidt Ferguson, yaitu:

Dari hasil perhitungan di atas diperoleh nilai Q = 53,42%,

Page 45: Laporan krl

maka Kecamatan Bantarujeg menurut Schmidt Ferguson termasuk tipe

iklim C (agak basah), karena nilai Q berada pada 33,3% < Q < 60%.

b. Klasifikasi Iklim Berdasarkan Sistem Junghuhn

Iklim menurut sifat dan unsur yang dimilikinya dapat dibedakan

berdasarkan tempat dan ketinggian, seperti yang dikemukakan oleh

Junghuhn (dalam Rafi’i, 1995:195) adalah

1) Zone iklim panas, antara ketinggian 0-700 m dpl. Di daerah ini

ditanam padi, jagung, tebu, kelapa tumbuh dengan baik.

2) Zone iklim sedang, antara ketinggian 700-1500 m dpl. Di daerah

ini baik untuk tumbuhan kelas perkebunan seperti karet, kopi, kina.

3) Zone iklim sejuk, antara ketinggian 1500-2500 m dpl. Di daerah ini

merupakan wilayah yang baik bagi tumbuhan pinus, jenis

holtikultura, seperti sayuran, bunga dan sebagainya.

4) Zone iklim dingin, antara ketinggian 2500-3300 m dpl.

5) Zone iklim salju, di atas ketinggian 3300 m dpl.

Tabel 4.5

Pembagian Iklim Menurut Junghuhn

Ketinggian tempat Daerah /iklim Temperatur (oC)0- Pan 26,

650-1500 Sedang 22,17,1500-2500 Seju 17,1-

>2500 Dingi 11,1-Sumber : Suryatna Rafi’i, 1995

Berdasarkan kriteria dan klasifikasi iklim Junghuhn diatas, di

Kecamatan Bantarujeg sebagian besar termasuk ke dalam zone sedang

karena sebagian besar wilayahnya terletak antara 650-1500 dimana

Page 46: Laporan krl

kondisi iklim ini berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanaman

tembakau karena tanaman tersebut cocok untuk tumbuh di daerah Zone

iklim sedang. Berdasarkan uraian tersebut, lebih detail dapat dilihat pada

gambar berikut:

Gambar 4.3 Pada Zonefikasi Iklim Menurut Junghuhn

Sumber: Rafi’i (1995:195)

Berdasarkan kriteria dan klasifikasi iklim Junghuhn di Kecamatan

Bantarujeg sebagian besar termasuk ke dalam zone panas dan sebaliknya

hanya sedikit pada zona iklim sedang sejuk, karena mempunyai ketinggian

280-1134 mdpl.

3. Topografi

Berdasarkan peta Topografi dan pengamatan lapangan ketinggian tempat

daerah penelitian antara 280 m dpl sampai 1134 m dpl. Kelas

kemiringan lerengnya yaitu kelas II (3-8 %) merupakan lahan landai atau

berombak, kelas III (8-15%), merupakan lahan agak miring atau

bergelombang, kelas IV (15-30 %) yaitu merupakan lahan miring/berbukit.

Luas lahan daerah penelitian disajikan pada tabel 4.6 yaitu :

Page 47: Laporan krl

Tabel 4.6

Luas kemiringan Lereng Daerah Penelitian

N Kelas lereng Luas (Km2) %1. II (3-8 %) 60,3 54,12. III (8-15%) 13,6 12,23. IV (15-30 %) 37,5 33,6

Jumla 111,5 100,0Sumber: Hasil Penelitian 2007

Berdasarkan hasil penelitian dari tabel di atas bahwa kemiringan lereng

yang paling dominan di Kecamatan Bantarujeg adalah kemiringan lereng II

(datar sampai bergelombang) dengan luas 60,37 Km2 (54,12%). Adapun peta

kemiringan lereng disajikan pada gambar 4.3.

Page 48: Laporan krl

Gambar 4.4

Peta Kemiringan Lereng Wilayah Kajian Kelompok 6

Page 49: Laporan krl
Page 50: Laporan krl

4. Kondisi Geologi

Berdasarkan peta geologi lembar arjawinangun satuan batuan didaerah

penelitiaan dapat dikelompokan sebagai berikut:

a. Formasi kaliwungu (Tpk)

Formasi kaliwungu terdiri dari terdiri dari batu lempung dengan

sisipan batu pasir tufaan dan konglomerat. Batu lempung ini berwarna

abu-abu tua bersifat keras.

Tanah pelapukan berupa lempung berwarna abu-abu agak kekuningan,

lunak teguh plastisitas tinggi, kesarangan rendah, kandungan organic

rendah, reaksi tanah (pH) asam sangat asam, dengan ketebalan tanah

pelapukan 1.50 – 2.25 meter.

b. Formasi halang anggota atas (Tmhu)

Satuan batuan ini terdiri dari batuan tufaan, lempung, dan

konglomerat. Batu pasir merupakan bagian yang utama, berwarna abu-abu

kekuningan, berbutir halus dan keras.

Tanah pelapukannya berupa pasir lanauan, berwarna coklat

kemerahan, bersifat uraian, plastisitas rendah, kesarangan sedang,

kandungan organic rendah, reaksi tanah (pH) asam, dengan ketebalan

tanah 21-2 meter.

Page 51: Laporan krl

Gambar 4.5

Peta Geologi wilayah kajian kelompok 6 Desa Bantarujeg

Page 52: Laporan krl

5. Geomorfologi

Page 53: Laporan krl

Kenampakan geomorfologi yang terdapat didaerah penelitian yaitu

bentukan denudasional. Bentukan ini terjadi karena proses gradasi yang

meliputi proses gradasi damn agradsi. Proses ini berlangsung dalam kurun

waktu lama dapat merubah permukaan bumi menjadi suatu dataran yang

seragam. Dalam perubahan bentuk permukaan bumi proses yang paling

dominan adalah proses degradasi yang ditunjukan oleh hilangnya lapisan

demi lapisan dari permukaan akibat terjadinya pelapukan batuan yang

terangkut oleh erosi dan longsoran.

Bukit sisa terdapat di Desa Bantarujeg, Desa Babakansari, dan Desa

Cikidang dan D5 (paneplains) atau dataran nyaris terdapat disebelah selatan

Desa Bantarujeg, Desa Cimangguhilir, Desa Desa sindanghurip, Desa

Cipeundeuy, Desa Sukadana, Desa Ciranca, Desa Jagamulya, Desa Banyusari,

Desa Malausna, Desa Buninagaradan Desa Cimuncang.

6. Tanah

Di kecamatan bantarujeg, jenis tanah yang tersebar adalah tanah litosol,

tanah latosol dan tanah podsolik merah kuning. Luas tanah latosol di daerah

penelitian adalah 47,8 km. Di daerah penelitian yaitu Kecamatan

Bantarujeg, jenis tanah yang tersebar adalah tanah latosol, tanah litosol

dan tanah podsolik merah kuning. Tanah latosol merupakan tanah yang

terletak pada ketinggian 300-900 m dpl. Tanah ini memiliki lapisan solum

yang tebal sampai sangat tebal, yakni berkisar antara 1,35-5 m bahkan lebih,

sedangkan batas antara horizon tidak begitu jelas, berwarna merah coklat

sampai kekuning-kuningan, kandungan bahan organiknya antara 3-9% pH

tanah 4,5-6,5 yaitu asam sampak agak asam, tekstur tanah adalah liat,

sedangkan strukturnya remah dan konsistensinya gembur, permeabilitas

tanah mudah sampai agak sukar, tanah latosol terdapat di Desa Sukamenak.

Tanah litosol merupakan tanah yang memiliki lapisan solum yang sangat

Page 54: Laporan krl

tipis sampai tidak ada paling tebal solumnya 50 cm saja. Kandungan bahan

organiknya sangat rendah sampai tidak ada, warna tanah dan teksturnya

kasar yaitu berpasir struktur tidak ada atau berbutir lepas, pH dan

permeabilitas bervariasi. Tanah ini terdapat di Desa salawangi,

Cimangguhilir, Cipeundeuy, Sindanghurip, dan Cinambo, sedangkan tanah

podsolik merah kuning mempunyai ketebalan solum antara 50-180 cm

dengan batas horizon yang nyata, bahan induk liat dan pasir, batu pasir dan

batu liat, warna tanah merah, struktur gempal dan teksturnya lempung

berpasir hingga liatl sedangkan tanah podsolik merah kuning terdapat di

Desa Sukamenak.

7. Kondisi Hidrologi

Kondisi hidrologi merupakan penyebaran satuan air tanah, air permukaan

dan atau banyaknya sungai yang mengalir. Berdasarkan peta hidrogeologi

kabupaten majalengka skala 1:100.000 bahwa satuan air tanah didaerah

penelitian dapat dikelompokan dalam empat satuan, yaitu daerah air tanah

langka, aquifer produktif kecil setempat, aquifer produktif sedang setempat,

dan aquifer produktif sedang setempat, dan aquifer produktif sedang

penyebaran luas.

Aquifer produktif setempat terdapat pada wilayah pegunungan atau

mempunyai karakteristik tempat dengan ketinggian yang cukup tnggi sampai

tinggi yakni desa gununglarang, wado wetan, haurgeulis, salawangi,

sukadana, werasari, buninagara, silihwangi, banyusari, ciranca, malausma,

jagamulya, cimuncang serta sebagian desa suka menak. Untuk aquifer

produktif sedang penyebaran luas menempati sebagian kecil desa babakan sari

yakni dusun sukanagara. Sedangkan daerah air tanah langka terdapat antara

lain di desa sindanghurip, cimanggu dan lebak wangi.

Page 55: Laporan krl

Sungai yang terdapat dikecamatan bantarujeg adalah mempunyai pola

aliran dendritis, induk yang mengalir dikecamatan bantarujeg adalah sungai

Ci lutung yang induknya berasal dari kecamatan talaga kemudian mengalir

melalui Desa Salawangi, Desa cikidang, Desa Wadowetan, Desa bantarajeg,

desa babakan sari, desa gunung larang dan keluar dari kecamatan bantarujeg

menuju kecamatan maja.

Sungai yang terdapat di Kecamatan Bantarujeg adalah mempunyai pola

aliran dendritis, induk yang mengalir di Kecamatan Bantarujeg adalah Sungai

Cilutung yang induknya berasal dari Kecamatan Talaga kemudian

mengalir melalui Desa Salawangi, Desa Cikidang, Desa Wadowetan,

Desa Bantarujeg, Desa Babakansari, Desa Gununglarang dan keluar dari

Kecamatan Bantarujeg menuju Kecamatan Maja. Hidrologi ini berpengaruh

pada mudah atau tidaknya pengairan tanaman tembakau. Untuk lebih

jelasnya tentang keadaan Hidrologi di Kecamatan Bantarujeg dapat dilihat

pada Peta Hidrologi dibawah;

8. Penggunaan Lahan Daerah Penelitian

Terdapat 5 jenis penggunaan lahan di Kecamatan Bantarujeg yaitu

pemukiman, sawah, tegalan atau lading, kebun campuran dan hutan.kondisi

lahan didaerah penelitian dominan dimanfaatkan untuk lahan pertanian.

Pemanfaatan lahan didaerah penelitian adalah sawah, pemukiman dan ladang.

Dapat dilihat dari peta dibawah ini yang dapat menunjukkan berbagai macam

penggunaan lahan yang ada di Desa Bantarujeg.

B. Kondisi Sosial Daerah Praktikum

1. Jumlah Penduduk di Lokasi Praktikum

Page 56: Laporan krl

Jumlah penduduk dari tahun ke tahun selalu mengalami perubahan.

Jumlah penduduk Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka berdasarkan

data monografi Kecamatan Bantarujeg tahun 2009 adalah 43.581 orang

denangan jumlah Kepala Keluarga (KK) 12.847 dan luas wilayah 61,86

Km2. Adapun perincian hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.12 sebagai

berikut :

Tabel 4.7

Jumlah Penduduk Tiap Desa di Kecamatan Bantarujeg Tahun 20099.

N Nama Desa Jumlah penduduk 1 Bantarujeg 3.6

282 Babakansari 4.4973 Wadowetan 3.2814 Gununglarang 4.2015 Cikidang 2.9836 Haurgeulis 1.3727 Cinambo 1.8258 Sukamenak 3.3429 Salawangi 3.7671

0Silihwangi 4.3

6311

Cimangguhilir

4.5481

2Sindanghurip 2.6

1713

Cipeundeuy 3.157Jumlah 43.581Sumber: Monografi Kecamatan Bantarujeg 2009

Berdasarkan tabel 4.12 di atas nampak jelas bahwa desa yang

memiliki jumlah penduduk paling tinggi di Kecamatan Bantarujeg adalah

Desa Babakansari yaitu 4.497 jiwa. Dan desa berpenduduk paling sedikit

adalah Desa Haurgeulis yaitu 1.372.

Perincian jumlah Kepala Keluarga (KK) tiap desa di

Kecamatan Bantarujeg adalah sebagai berikut :

Page 57: Laporan krl

Tabel 4.8 Kepala Keluarga Tiap Desa

di Kecamatan Bantarujeg Tahun 2009

N Nama Desa Kepala Keluarga (KK)1 Bantarujeg 104

12 Babakansari 13823 Wadowetan 944

4 Gununglarang 12395 Cikidang 938

6 Haurgeulis 4087 Cinambo 6028 Sukamenak 104

99 Salawangi 10691

0Silihwangi 125

311

Cimangguhilir

12651

2Sindanghurip 765

13

Cipeundeuy 892Jumlah 12.8

47Sumber: Monografi Kecamatan Bantarujeg

Menurut tabel 4.13 di atas dapat diketahui bahwa Desa Babakansari

memiliki jumlah Kepala Keluarga (KK) terbesar yaitu 1382 KK, dan

desa yang memiliki jumlah Kepala Keluarga (KK) terkecil adalah Desa

Haurgeulis yaitu 408 KK.

2. Kepadatan Penduduk di Kecamatan Bantarujeg

Menurut Mantra (1985) “Kepadatan penduduk suatu wilayah terbagi

menjadi 3 bagian yaitu kepadatan penduduk agraris, kepadatan penduduk

Page 58: Laporan krl

fisiografis dan kepadatan penduduk kasar”. Kepadatan penduduk agraris

adalah perbandingan antara jumlah penduduk petani dengan luas lahan

pertanian. Kepadatan penduduk agraris Kecamatan Bantarujeg adalah 261

jiwa/km2. Kepadatan penduduk fisiografis adalah perbandingan jumlah

penduduk dengan luas lahan pertanian. Kepadatan penduduk fisiografis

Kecamatan Bantarujeg adalah 996 jiwa/km2.

Kepadatan penduduk kasar adalah perbandingan jumlah penduduk

dengan luas lahan keseluruhan Kecamatan Bantarujeg. Kepadatan penduduk

kasar Kecamatan Bantarujeg adalah 790 jiwa/km2. Menurut UU No. 5

tahun 1960, tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah dikelompokkan

sebagai berikut:

1. 0 -51 orang/km2 termasuk tidak padat

2. 51 – 250 orang/km2 termasuk kurang padat

3. 251 – 400 orang/km2 termasuk padat

4. > 400 orang/km2 termasuk sangat padat

Adapun data jumlah penduduk dengan luas wilayahnya tiap desa di

Kecamatan Bantarujeg sebagai berikut :

Tabel 4.9

Kepadatan Penduduk Tiap Desa di Kecamatan Bantarujeg

No.

Nama Desa

JumlahPenduduk

(Jiwa)

Luas Wilayah

2(Km)

Kepadatan Penduduk(jiwa/Km2)

1 Bantarujeg 3.628 3,08

11782 Babakansari 4.497 7,4

0608

Page 59: Laporan krl

3 Wadowetan 4.497 4,47

7344 Gununglaran

g4.201 10,0

2419

5 Cikidang 2.983 4,71

6336 Haurgeulis 1.372 3,6

4377

7 Cinambo 1.825 1,88

9718 Sukamenak 3.342 6,2

9531

9 Salawangi 3.767 4,51

83510

Silihwangi 4.363 4,63

94211

Cimangguhilir

4.548 5,77

78812

Sindanghurip

2.617 2,74

95513

Cipeundeuy 3.157 2,72

1161Jumlah 88145 111,56 10132Sumber: Monografi Kecamatan Bantarujeg 2009

Kepadatan penduduk kasar Kecamatan Bantarujeg adalah 7 0 5

jiwa/km2. Jadi menurut klasifikasi tersebut kepadatan penduduk di

Kecamatan Bantarujeg ini tergolong sangat padat.

2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan

Bantarujeg disajikan pada tabel 4.15 di bawah ini :

Tabel 4.10 Jumlah Penduduk Kecamatan Bantarujeg

Berdasarkan Jenis Kelamin

N Jenis Jumlah Persentase (%)1. Laki-laki 2171

449.8150.2. Perempuan 2186

750.1

9Jumlah 43581

100,00Sumber: Data Monografi Kecamatan Bantarujeg Tahun 2007

Dari tabel tersebut dapat diketahui sex ratio penduduk yang ada di

daerah penelitian, dengan menggunakan rumus :

Page 60: Laporan krl

SR = J u ml a h L a k i - l a ki x 100% Jumlah Perempuan

= 21714 x 100 % 21867

= 100,704

Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka rasio jenis kelamin

penduduk di lokasi penelitian adalah pada tiap 100 orang perempuan

terdapat 100 orang laki-laki. Dengan demikian sex ratio di Kecamatan

Bantarujeg dapat dikatakan seimbang.

C. Hasil Penelitian

1. Karakteristik dan Kualitas Lahan Untuk Setiap Satuan Lahan

Kecamatan Bantarujeg dapat dikatakan daerah agraris. Seluas 79,28 %

dari luas keseluruhan merupakan lahan pertanian yang terdiri sawah

(47,84%), tegalan (3,34), serta kebun campuran (37,27%). Didukung dengan

sumberdaya lahan yang luas, tak heran penduduknya bermata pencaharian

paling dominan sebagai petani (58%). Lahan pertanian terutama berupa

sawah menjadi sumber penghasilan pokok keluarga.

Lahan pertanian di Kecamatan Bantarujeg sangat dipengaruhi faktor

cuaca dan iklim terutama curah hujan. Pada musim penghujan, petani

menanam padi pada lahan sawah. Sedangkan pada musim kemarau para

petani beranekaragam menanam jenis tanaman selain padi. Sebagian

banyak menanam palawija, sebagian pula ada yang lain. Tujuh dari 22 desa

di Kecamatan Bantarujeg menanam tembakau. Pada tujuh desa tersebut,

Page 61: Laporan krl

penggunaan lahan yang digunakan tembakau adalah berupa ladang/tegalan.

sawah irigasi, sawah tadah hujan.

Pemanfaatan lahan yang ditanami tembakau merupakan orientasi

penelitian ini. Untuk dapat mengevaluasi sumberdaya lahan diperlukan

informasi karakteristik dan kualitas lahan tersebut. Informasi tersebut

diperoleh dari sejumlah sampel setiap satuan lahan dengan dilengkapi

data sosial. Adapun sampel wilayah yang diambil berdasarkan satuan lahan

sebagai berikut.

Gambar 4.6

Peta Satuan Lahan Wilayah Kajian Kelompok 6

Page 62: Laporan krl

2. Hasil Perhitunngan Tingkat Kehilangan Tanah oleh Erosi menggunakan

rumus USLE (Universal Soil Lose Equation)

Dengan melakukan metode observasi yang dilakukan di lapangan

Page 63: Laporan krl

dengan lokasi yang bertepat di wilayah Desa Bantarujeg Kecamatan

Bantarujeg, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat dan diteruskan

dengan menggunakan metode studi pustaka yang dilakukan untuk melengkapi

mengenai data yang telah didapatkan di lapangan, maka setelah didapatkan

data mengenai volume hujan yang telah dikumpulkan dari kegiatan tersebut,

maka ebserver (kelompok 6) dapat mengambil tahapan-tahapan untuk

menghitung sejauh manakah curah hujan dapat menimbulkan terjadinya

fenomena erosi yang berdampak terhadap adanya kehilangan di suatu tempat.

Untuk itu, dari data yang telah didapatkan, kami secara akademik

mencoba untuk menghitung berapakah kehilangan tanah yang diakibatan oleh

erosi tersebut. Dari Desa Bantarujeg yang notabene merupakan wilayah yang

memiliki topografi landau tetapi tidak berbukit, namun dengan adanya system

jalan yang telah dibangun akan sedikit menambah efektifitas dari erosi

tersebut. Untuk mengetahui tingkatan tanah yang hilang oleh erosi dapat

ditentukan oleh data dibawah ini :

A = R.K.LS.C.P

A = perkiraan kehilangan tanah tahunan rata-rata (mt/ha)

R = Faktor erosivitas tanah (j/ha)

K = Faktor erodibilitas tanah (mt/j)

LS = Faktor panjang lereng dan kemiringan lereng

C = Faktor pengaturan tanaman

P = Faktor praktek-praktek yang mempercepat erosi

Tabel 4.11 Erosivitas

Waktu

mulai hujan

Volume

hujan (mm)

Intensitas

hujan

Tenaga

Kinetik

Tenaga

Total

Page 64: Laporan krl

(menit) (mm/jam) (j/m2/mm) Kinetik

(j/m2)0-14 0,50 2 -225,2 -112,615-29 15 60 21,3 319,530-44 15,33 61,32 21,48 329,29Jumlah 536,19

Mencari I30 :

I30 = 15 + 15,33

= 30,33 mm x 2 = 60,66 mm/jam

Mencari Tenaga Kinetik :

E = (KC) = 28,9 – 127,5/I

E (0-14) = 28,9 – 127,5/0,50 = 29,8 – 255 = - 225,2

E (15-29) = 28,9 – 127,5/15 = 29,8 – 8,5 = 21,3

E (30-44) = 28,9 – 127,5/15,33 = 29,8 – 8,32 = 21,48

Mencari EI30= 536,19 x 60,66 = 32523,4656 J/M2/mm

Untuk menganalisis data perhitungan di atas sebagai kunci dari

kehilangan tanah, maka kelompok 6 melakukan pengujian di beberapa plot

guna untuk menyelaraskan antara kejadian di lapangan dengan data hasil

perhitungan yang telah dilakukan.

Page 65: Laporan krl

a. Plot Pengamatan 1 (Desa Bantarujeg)

Tabel 4.12 Hasil pengamatan plot 1

Titik Koordinat : 108o14’19,7” BT – 6o58’19,7” LS

Ketinggian : 377 mdpl

Plot Pengamatan 1Tanah

Jenis Erosi Erosifitas (R) Struktur Tipe dan

Kelas

struktur

Permeabilit

as

BO LS Jenis Tanaman

pengelolaan

tunggal (C)

Jenis Tanaman

Pengelolaan

pertanian

Kedalama

n tanah

(cm)

Bentuk

lereng

1. Lembar

2. Saluran

32523,4656

J/M2/mm

Gumpal

halus

O=4cm

A=3cm

B=37cm

Granuler

halus (1-2

mm)

Ph = 6

Sedimen

Liat berdebu

Lengah (4) 40 % 13

m

15%

1. Padi lahan

kering

2. Jagung

3. Ubi Kayu

4. Kapas

Tembakau

5. Pisang

6. Talas

7. Hutan tak

terganggu

8. Pohon tanpa

semak

1. Padi gogo

2. Pola tanam

(padi jagung)

3. Tanah kosong

tak diolah

4. Kebun

campuran

5. tembakau

1. dalam

(<90)

Cembung

Konservasi Tabah1. Teras Banku (sedang)

2. Perumputan (baik)

3. Pertanaman kontur (kemiringan lereng 0-8%)

4. Limbah jerani reboisasi awal (3 ton/ha/tahun (2,5 ton/ha/tahun))

Diketahui :

• R = 32523,4656 J/M2/mm

Page 66: Laporan krl

• K = 100 K = 2,1 M1,14 (10-4) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)

a = 40%

b = 40

c = 4

(M = % debu (0,1-0,02) x (100-% lempung))

(M = 40 % (0,1-0,02) x (100 – 20 %))

(M = 40 % (0,08) x (100 – 20 %))

(M = 0,4 (0,08) x (100 – 0,2))

(M = 0,032 x 99,8)

(M = 3,1936)

100 K = 2,1.3,1936-1,14 (10-4) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)

= 2,1 x 0,266 (0,0001) (11,6) + 3,25 (40-2) + 2,5 (4-3)

= 2,1 x 0,00031 + 126

= 126,00065

• LS = 1

• C =

Tabel 4.13 Jenis Tanaman Pengelolaan Pertanian

Page 67: Laporan krl

Nilai C Faktor Korelasi (%R) Pembobotan Nilai C)0,209 32523,4656 (2,970) 0,6210,498 32523,4656 (2,970) 1,4791 32523,4656 (2,970) 2,9700,1 32523,4656 (2,970) 0,297Jumlah 5,367

Tabel 4.14 Jenis Tanaman Pengelolaan Tunggal

Nilai C Faktor Korelasi (%R) Pembobotan Nilai C)0,561 32523,4656 (2,970) 1,670,637 32523,4656 (2,970) 1,890,8 32523,4656 (2,970) 2,3760,5 32523,4656 (2,970) 1,4850,6 32523,4656 (2,970) 1,7820,86 32523,4656 (2,970) 2,5540,001 32523,4656 (2,970) 0,0030,32 32523,4656 (2,970) 0,950Jumlah 12,71

Sehingga Pembobotan C yaitu 12,71 + 5,367 = 18,077

• P A = R.K.LS.C.P

= 207421606.429915 mm/thun

Tabel 4.15 Pembobotan Nilai P

Plot 1 Pembobotan Nilai P0,150,040,500,500,50

Page 68: Laporan krl

0,75Jumlah 2,8

b. Plot Pengamatan 2 (Desa Bantarujeg)

Tabel 4.16 Hasil pengamatan plot 2

Titik Koordinat : 108o14’19,0” BT – 6o58’31,1” LS

Ketinggian : 379 mdpl

Plot Pengamatan 2Tanah

Jenis Erosi Erosifitas Struktur Tipe dan

Kelas

struktur

Permeabilit

as

BO LS Jenis Tanaman

pengelolaan

tunggal (C)

Jenis Tanaman

Pengelolaan

pertanian

Kedalaman

tanah (cm)

Bentuk

lereng

1. Lembar

2. Saluran

32523,4656

J/M2/mm

Gumpal

halus

O=3cm

Granuler

halus (1-2

mm)

Agak lambat 45 % 1 m

10%

1. Jagung

2. Ubi Kayu

3. Pisang

1. Pola tanaman

tumpang gilir

2. Bambu, jati,

3. dalam

(<90)

Lurus

Page 69: Laporan krl

A=40cm

B=62cm

C=50cm

Liat

Sedimen

Ph =7

4. Alang-alang mangga

Konservasi Tabah1. Teras Banku (jelek)

2. Perumputan (Baik)

c. Plot Pengamatan 3 (Desa Bantarujeg)

Tabel 4.17 Hasil pengamatan plot 3

Titik Koordinat : 108o14’20,5” BT – 6o58’30,4” LS

Ketinggian : 363 mdpl

Plot Pengamatan 3Tanah

Jenis Erosi Erosifitas Struktur Tipe dan

Kelas

struktur

Permeabilit

as

BO LS Jenis Tanaman

pengelolaan

tunggal (C)

Jenis Tanaman

Pengelolaan

pertanian

Kedalaman

tanah (cm)

Bentuk

lereng

1. Lembar

2. Saluran

3. Parit

32523,4656

J/M2/mm

Gumpal

halus

O=3cm

A=40cm

Granuler

halus (1-2

mm)

Liat berdebu

Agak lambat 40 % 5 m

30%

1. Jagung

2. Pisang

3. Semak tak

terganggu

1. Bambu, jati,

mahoni

4. dalam

(<90)

Cekung

Page 70: Laporan krl

B=62cm

C=50cm

Sedimen

Ph = 7

4. Hutan tak

terganggu

5. Alang-alangKonservasi Tabah

Teras Banku (jelek)

Perumputan (Baik)

Pertanaman kontur (jelek)

d. Plot Pengamatan 4 (Desa Bantarujeg)

Tabel 4.18 Hasil pengamatan plot 4

Titik Koordinat : 108o14’26,6” BT – 6o58’27,9” LS

Ketinggian : 426 mdpl

Plot Pengamatan 4Tanah

Jenis Erosi Erosifitas Struktur Tipe dan

Kelas

struktur

Permeabilit

as

BO LS Jenis Tanaman

pengelolaan

tunggal (C)

Jenis Tanaman

Pengelolaan

pertanian

Kedalaman

tanah (cm)

Bentuk

lereng

1. Lembar

2. Saluran

3. Parit

32523,4656

J/M2/mm

Sangat

halus

O=2cm

A=11cm

B=43cm

C=17cm

Granuler

menengah

atau kasar

Liat

Ph = 6

Agak lambat 50 % 3 m

35%

1. Jagung

2. Pisang

3. Semak tak

terganggu

4. Hutan tak

terganggu

1. Bambu, jati,

manga

2. pisang

1. dalam

(<90)

lurus

Page 71: Laporan krl

R=717cm 5. Alang-alang

Konservasi TabahTeras Banku (jelek)

Perumputan (baik)

Pertanaman kontur (jelek)

Page 72: Laporan krl

Dari penghitungan yang telah dilakukan diatas, maka didapatkan

bahwa dengan adanya tingkat erosi yang berada di Desa Bantarujeg,

dalam skala ataupun interval selama satu tahun apabila di hitung dengan

menggunakan rumus USLE (Universal Lose Equation), didapatkan angka

207421606.429915 mm/thun yang menunjukkan bahwa tingkat erosi

yang berada di Desa Bantarujeg merupakan berada pada tingkatan

menengah sampai tinggi, hal ini dikarenakan banyaknya faktor yang

mendukung terjadinya erosi di Desa Bantarujeg tersebut.

Dengan mengetahui seberapa besarnya erosi dapat menghilangkan

tanah, hal tersebut dapat dijadikan referensi untuk mengetahui sejauh

manakah bencana fisik ini dapat memberikan dampak terhadap Desa

Bantarujeg dalam hal pengelolaan lahan dan pertanian yang sangat

dominan di Desa Bantarujeg.

Dengan melihat hasil penghitungan dengan menggunakan rumus

USLE, dapat diketahui tingkatan faktor yang menghambat laju erosi yang

berada di Desa Bantarujeg tersebut cukup jarang adanya. Dengan

berkaitan kurangnya penghalang laju erosi yang terjadi, maka hal

tersebut dapat disimpulkan bahwa lahan yang berada di Desa Bantarujeg

merupakan lahan yang rentan terhadap bencana erosi serta fenomena

fisik yang lainnya.

Dengan kondisi tanah yang tergolong tanah liat tersebut, semakin

menambah laju erosi yang melintas diatasnya. Air yang mengalir di atas

tanah liat tersebut maka akan rentan terhadap aliran erosi parit maupun

erosi yang lainnya.

3. Fenomena fisik yang terjadi di wilayah kajian

Page 73: Laporan krl

a. Gempa Bumi

Gambar 4.7 Rumah Retak

Gambar 4.7 Rumah Retak

Page 74: Laporan krl

Gambar 4.7 Rumah Retak

Beberapa contoh gambar diatas merupakan wujud nyata dari

adanya fenomena fisik yang terjadi di wilayah kajian kelompok 6 yaitu

di Desa Bantarujeg Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka.

Gempa bumi merupakan salah satu fenomena yang pernah terjadi di

Desa Bantarujeg. Hal tersebut dapat menambah tingkat erosivitas

tanah yang dapat menyebabkan longsor. Terjadinya gempa bumi yang

terjadi di Desa Bantarujeg tersebut terjadi saat gempa bumi yang

berpusat (epicentrum) di Kota Tasikmalaya yang sampai ke

Majalengka.

Dilihat dari dampak tersebut hanya material bangunan yang

menjadi korban, akan tetapi tidak ada satupun korban yang meninggal.

Dapat dilihat dengan adanya fenomena tersebut, menyimpulkan bahwa

tanah di Desa Bantarujeg sangat rentan terhadap adanya pergerakan

tanah. Sehingga sangat dibutuhkan bentuk knservasi yang sesuai

dengan fenomena yang terjadi.

b. Erosi

Page 75: Laporan krl

Gambar 4.7 Erosi

Gambar 4.7 Erosi Parit

Page 76: Laporan krl

Gambar 4.7 Erosi Parit

Contoh gambar diatas merupakan wujud nyata dari adanya

fenomena fisik yang terjadi di wilayah kajian kelompok 6 yaitu di

Desa Bantarujeg Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka. Erosi

merupakan salah satu fenomena yang sering terjadi di Desa

Bantarujeg. Hal tersebut dapat dilihat banyaknya tanah-tanah yang

rentan terhadap longsor. Terjadinya erosi yang terjadi di Desa

Bantarujeg tersebut terjadi ketika mulai adanya presipitasi yang terjadi

dengan tingkat presipitasi yang besar maka akan semakin

mengakibatkan tingkat erosi yang terjadi juga menjadi lebih tinggi

yang akan mebghilangkan tanah.

Erosi yang terjadi di wilayah kajian kelompok 6 yang kebetulan

dapat teramati oleh peneliti, dapat ditemukan beberapa erosi yaitu erosi

parit, erosi alur. Dilihat dari bentuk erosinya menandakan bahwa

wilayah kajian kelompok 6 merupakan daerah yang memiliki tanah liat

yang halus yang diakibatkan oleh adanya sedimentasi.

Disamping hal tersebut, kemiringan lereng yang terdapat di

wilayah kajian sangatlah bervariasi, dimulai dari datar sampai terjal,

Page 77: Laporan krl

hal tersebut dikarenakan karena genesa geologi dari wilayah kajian

kelompok 6 merupakan bagian dari formasi kaliwungu yang

merupakan terbentuk karena serpihan.

4. Konservasi yang dilakukan pada setiap wilayah penelitian

a. Plot penelitian 1

Konservasi yang dilakukan pada plot penelitian 1 ini bermacam-

macam, karena plot penelitian 1 ini berada pada daerah pertanian

maka konservasi yang dilakukan oleh warga setempat lebih kepada

konservasi terhadap pertanian namun tidak semua konservasi berbasis

kepada pertanian ada juga konservasi yang dilakukan warga terhadap

wilayah non pertanian. Contoh dari konservasi yang dilakukan di plot

penelitian 1 antara lain :

1) Membuat terasering berundak terhadap lahan pertanian warga agar

tingkat erosi di wilayah pertanian itu dapat ditekan atau

diperlambat.

2) Menanam tanaman berakar kuat sebagai penguat tanah agar

terjadinya tanah longsor dapat diminimalisir

3) Penggunaan pupuk organic untuk mengembalikan kondisi tanah

adar tidak menjadi lahan kritis yang tidak bias lagi ditanami, pupuk

organic ini berasal dari serasah padi yang disimpan hingga

membusuk secara alami.

4) Melakukan system tanam tumpang sari, system ini dapat

memperbaharui unsur-unsur hara yang ada di dalam tanah

5) Adanya Teras bangku sempurna

6) Perumputan permanen dalam keadaan baik

7) Pertanaman kontur memiliki kemiringan lereng 0-8%

Page 78: Laporan krl

Gambar 4.8 Sawah yang mengikuti Kontur

Gambar 4.9 Penanaman Pohon berakar kuat

Keempat konservasi di atas merupakan contoh konservasi yang

dilakukan oleh warga setempat yang berada di wilayah penelitian 1,

konservasi ini dilharapkan agar tanah dan erosi dapat terjaga dengan

Page 79: Laporan krl

baik dan tidak merusak unsur-unsur hara sehingga dapat digunakan

lebih lama dan bijaksana.

b. Plot Penelitian 2

Konservasi yang dilakukan pada plot penelitian 2 di desa

bantarujeg ini tidak jauh beda dengan konservasi yang dilakukan pada

plot penelitian pertama. Pada plot penelitian 2 ini di dominasi oleh

lahan lading, namun ada beberapa usaha konservasi yang dilakukan

oleh warga setempat yaitu :

1) Penanaman Bambu pada didinding lereng

2) Dilakukan tanaman tumpangsari

3) Dilakukan sistem guludan

4) Ditanami tanaman-tanaman keras

5) Perumputan permanen jelek

6) Pertanaman kontur memiliki kemiringan lereng 0-8%

Gambar 4.10 Guludan

Page 80: Laporan krl

c. Plot penelitian 3

Di plot penelitian 3 ini tidak banyak konservasi yang dilakukan,

hanya ada beberapa saja konservasi yang dilakukan oleh para

penduduk setempat seperti :

1) Penanaman bambu pada dinding lereng

2) Penanaman pohon keras seperti jati

3) Penanaman dengan system tumpang sari

4) Adnanya semak tak terganggu yang bias menahan erosi

5) Adanya teras bangku tetapi dalam kondisi jelek

Gambar 4.11 Tanaman Akar Panjang

Tidak banyak konservasi yang dilakukan pada plot penelitian 4 ini,

karena plot penelitian ini berada pada rintisan jalan. Pada plot 3 ini

terdapat masswashting atau dalam bahasa sehari-hari disebut longsor.

Namun longsor ini tidak besar, kemungkinan terjadinya longsor ini

dampak dari pembangunan rintisan jalan pemukiman

Page 81: Laporan krl

d. Plot Penelitian 4

Pada plot penelitian ini masih berada pada jalan rintisan

pemukiman, keadaan pada plot ini merupakan sebuah penggunaan

lahan lading yang didominasi oleh tanaman-tanaman kecil namun ada

sedikit tanaman besar seperti jati.

Contoh konservasi yang dilakukan pada plot penelitian plot 4 ini

berupa :

1) Penanaman bambu pada lereng

2) Penanaman tanaman keras seperti jati

3) Adanya semak tyang tak terganggu

4) Adanya sengkedan

Seperti yang telah disebutkan diatas ada 4 konservasi yang

dilakukan oleh warga setempat untuk upaya mengurangi penghilangan

tanah. Diharapkan dengan adanya konservasi ini tingkat erosi bisa

ditekan dan pengurangan tanah juga bias ditekan, dengan tertekannya

tingkat erosi dan pengurangn tanah ini diharapkan lahan tersebut tidak

menjadi sebuah lahan kritis.

Page 82: Laporan krl

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang

terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki

pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what

you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh

Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang

mengemukakan tentang konsep konservasi.

Rehabilitasi upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan

meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas

dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.

(PP tahun 2008 tentang rehabilitasi dan reklamasi hutan).

Adanya Konservasi serta rehabilitasi tersebut tidak lepas dari adanya

fenomena fisik seperti erosi. Erosi merupakan salah satu fenomena fisik yang

sering terjadi pada lahan. Erosi tanah adalah penyingkiran dan pengangkutan

bahan dalam bentuk larutan atau suspensi dari tapak semula oleh pelaku

berupa air mengalir (aliran limpasan), es bergerak atau angin (tejoyuwono

notohadiprawiro, 1998: 74). Menurut G. kartasapoetra, dkk (1991: 35), erosi

adalah pengikisan atau kelongsoran yang sesungguhnya merupakan proses

penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan angin dan air, baik

yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan atau

perbuatan manusia.

Dua sebab utama terjadinya erosi adalah karena sebab alamiah dan

aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena adanya pembentukan

tanah dan proses yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah

secara alami. Sedangkan erosi karena aktivitas manusia disebabkan oleh

terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak

mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan

yang bersifat merusak keadaan fisik tanah (chay asdak, 1995: 441).

Page 83: Laporan krl

Dalam penelitian kali ini dilaksanakan di Desa Bantarujeg Kecamatan

Bantarujeg Kecamatan Majalengka. Erosi yang terjadi di Desa Bantarujeg

disebabkan oleh beberapa faktor geografis serta faktor sosial. Dilihat dari

faktor geografisnya, erosi diakibatkan oleh adanya pergerakan tanah yang

secara alami menjadi sebuah siklus, sifat tanah yang mudah tererosi

dikarenakan memiliki sifat liat berdebu, kurangnya tutupan lahan, gundulnya

hutan, salah penggunaan lahan yang mengakibatkana adanya alur erosi yang

terjadi. Disamping itu kemiringan lereng sangat menentukan adanya sebuah

erosi serta jenis tanaman yang berada pada lahan.

Dilihat dari aspek sosial masyarakat sudah tidak mengindahkan etika

dalam mengolah lahan sesuai karakteristik wilayahnya. Hal tersebut

dikarenakan kurangnya pemahaman masyrakat terhadap gejala-gejala alam

yang kemungkinan akan terjadi. Teknik konservasi yang dilakukan oleh

masyarakat rata-rata menerapkan teknik konservasi untuk pertanian, karena

wilayah kajian kelompok 6 yang bertempat di Desa Bantarujeg didominasi

oleh lahan persawahan. Teknik ang dilakukan yaitu seperti membuat

sengkedan, guludan, pemanfaatan lahan sesuai kontur serta penanaman

tanaman berakar kuat untuk menahan erosi.

B. Rekomendasi

Kesimpulan di atas telah menunjukkan gambaran umum hasil penelitian

ini. Berdasarkan kesimpulan tersebut maka ada beberapa rekomendasi agar

didapatkan teknik konservasi yang sesuai dengan fenomena alam di Desa

Bantarujeg. Rekomendasi tersebut adalah:

1. Diperlukan perhatian penuh untuk setiap upaya-upaya perbaikan lahan,

karena setiap upaya perbaikan pada tiap faktor pembatas menjadi bagian

penting dalam menahan terjadinya erosi pada lahan.

2. Selain mengadakan penyuluhan, instansi terkait perlu mengadakan

forum atau kegiatan dimana masyarakat dapat bertukar ide yang sudah

berpengalaman dan atau mengenal lebih dalam menanggapi fenomena

alam (erosi) di Desa Bantarujeg Kecamatan Bantarujeg.

3. pengenalan dan pengembangan dalam hal permodalan terutama

Page 84: Laporan krl

perbankan sehingga akan lebih efektif dan efisien serta lebih

menguntungkan.

4. Bagi masyarakat disarankan untuk tetap menjaga kondisi lahannya

seperti mengadakan pembuatan sumur resapan untuk menampung air

hujan yang turun ke dalam tanah sehingga alur erosi dapat sedikit

terhambat.

5. Penekanan untuk tetap menjaga kelestarian hutan yang ada di dekat Desa

Bantarujeg.

6. Perlu dilakukan pemaduserasian antara faktor fisik dan sosial dalam

upaya pengoptimalan lahan sehingga outputnya akan dapat terasa

menjadi lebih menguntungkan dan keseimbangan alam terutama

sumberdaya lahan tersebut dapat terjaga kualitasnya.

7. Penelitian lanjutan berupa Action Research sangat diperlukan.

Penelitian Action Research tersebut secara lebih dalam mengenai (1)

Pengolahan lahan dan budidaya untuk tanaman tembakau, (2) Upaya

perbaikan lahannya, dan (3) Ketidakmerataan pengetahuan dan

keterampilan petani dalam budidaya tembakau.

Page 85: Laporan krl

DAFTAR PUSTAKA

Catatan Kuliah Yoga Hepta Gumilar

PP tahun 2008 tentang rehabilitasi dan reklamasi hutan

Rafi’i, Suryatna. (1995). Meteorologi dan Klimatologi. Bandung: Angkasa

Rohmat, Dede. (2010). Pedoman Praktis Pengamatan Tanah di Lapangan

Sutanto, Rachman. (2005). Dasar-dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan.

Yogyakarta: Kanisius

______.(2011) Erosivitas [Online]

Tersedia : http://tanahjuang.wordpress.com/tag/erosivitas/ [10 Desember

2012]

______.(2012) Klasifikasi Kemiringan Lereng [Online]

Tersedia : http://pinterdw.blogspot.com/2012/03/klasifikasi-kemiringan-

lereng.html [10 Desember 2012]

______.(2011) Konservasi [Online]

Tersedia : http://www.pendakierror.com/Konservasi.htmlkonservasi

[10 Desember 2012]

______.(2012) Mencoba Belajar Petrofisika [Online]

Tersedia : http://arifpanduwinata.blogspot.com/2012/03/mencoba-belajar-

petrofisika.html [10 Desember 2012]

______.(2008) Struktur Tanah [Online]

Tersedia : http://bwn123.wordpress.com/2008/09/06/struktur-tanah

[10 Desember 2012]

Page 86: Laporan krl