Download docx - laporan kasus diare

Transcript
Page 1: laporan kasus diare

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di Indonesia diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat utama. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan

dan menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita

(Adisasmito,2007). Diare adalah suatu keadaan dimana frekuensi buang air besar

lebih dari 3 kali per hari disertai perubahan konsistensi tinja umumnya terjadi

pada anak-anak.

Diare adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi

Saluran Pernapasan Akut). Di Indonesia, setiap tahun 100.000 balita meninggal

karena diare (Widya, 2007). Angka kejadian diare di Jawa Tengah tahun 2008

sebesar 1,86% mengalami penurunan bila dibanding tahun 2007 sebesar 1,93%.

Angka kematian balita akibat diare tahun 2008 sebesar 0,006%, juga mengalami

penurunan bila dibandingkan tahun 2007 sebanyak 0,007. Jumlah kasus diare

pada balita rata-rata setiap tahunnya di atas 40%. Ini menunjukan bahwa kasus

diare pada balita masih cukup tinggi dibandingkan golongan umur lain (Profil

Kesehatan Jawa Tengah, 2008). Jumlah penderita diare balita di Semarang pada

tahun 2008 sebanyak 12.264. Pada tahun 2009 angka kejadian diare pada balita

menurun dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 10.443. Penderita diare tahun

2010 pada anak usia kurang dari 1 tahun sebanyak 4. 402. Anak usia 1-4 tahun

sebanyak 10.194, dan lebih dari 5 tahun sebanyak 19.895. Jumlah kasus diare

tertinggi di Puskesmas Kedungmundu (Profil Kesehatan Kota Semarang, 2010).

1

Page 2: laporan kasus diare

2

Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya

frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali sehari disertai adanya perubahan

bentuk dan konsistensi tinja penderita (Sutanto,2004; Winardi, 2007). Dikenal

diare akut yang timbul dengan tiba-tiba dan berlangsung beberapa hari dan diare

kronis yang berlangsung lebih dari tiga minggu bervariasi dari hari ke hari yang

disebabkan oleh makanan tercemar atau penyebab lainnya (Winardi, 2007).

Penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi lebih

lanjut akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan kematian. Data terakhir

dari Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa diare menjadi penyakit

pembunuh kedua bayi di bawah lima tahun (balita) di Indonesia setelah radang

paru atau pneumonia.

Banyak faktor risiko yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare

pada bayi dan balita di Indonesia. Salah satu faktor resiko yang sering diteliti

adalah faktor lingkungan yang meliputi sarana air bersih, sanitasi, jamban,

saluran pembuangan air limbah, kualitas bakteriologis air, dan kondisi rumah.

Data terakhir menunjukkan bahwa kualitas air minum yang buruk menyebabkan

300 kasus diare per 1000 penduduk (Harianto, 2004).

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk memperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap Diare berdasarkan pendekatan HL Blum.

1.2.2 Tujuan Khusus

1.2.2.1 Untuk memperoleh informasi mengenai faktor perilaku yang

mempengaruhi terjadinya diare.

Page 3: laporan kasus diare

3

1.2.2.2. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor pelayanan

kesehatan yang mempengaruhi terjadinya diare.

1.2.2.3.Untuk memperoleh informasi mengenai faktor kependudukan yang

mempengaruhi terjadinya diare.

1.2.2.4. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor lingkungan yang

mempengaruhi terjadinya diare.

1.2.2.5. Mengetahui dan memperbaiki pengetahuan mengenai penyakit diare

Page 4: laporan kasus diare

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. Diare

2.1 Definisi

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya

frekuensi defekasi lebih dari biasanya (lebih dari 3 kali sehari) disertai

perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah dan

atau lendir (Suraatmaja, 2005).

Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai

bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari

tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair)

dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma

diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan

menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan

tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang

melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar

biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari. Diare akut diberi batasan

sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau bertambah

banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif

terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih

dari satu minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua

minggu maka dikatakan diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002).

4

Page 5: laporan kasus diare

5

2.2 Penyebab

2.2.1. Infeksi:

Golongan bakteri penyebab diare antara lain Shigella,

Salmonella, E. colli, Golongan Vibrio, Bacillus cereus,

Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, dan Campylobacter

aeromonas. Sedangkan dari golongan virus antara lain Rotavirus,

Norwalk/Norwalk like agent, Adenovirus. Golongan parasit yang

dapat menyebabkan diare adalah cacing perut, Ascaris, Trichius,

Strogyloides, Jamur, dan Candida. Protozoa, Entamoeba

histolytica, Giardia lamblia, Balantidiun coli.

2.2.2. Malabsorbsi

a. Karbohidrat: disakarida (laktosa, maltosa, sukrosa),

monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa).

Terdapat 4 proses yang mempengaruhi malabsorbsi

karbohidrat, yaitu:

- Fase hidrolisis intralumen yaitu hidrolisis 1-4 glukoside

link dari tepung oleh amilase saliva dan pankreas untuk

menjadi maltosa, maltotriosa dan limit dextrin.

- Fase hidrolisis di Brush Border usus, hidrolisis

oligosakarida (maltosa, lato-triosa, limit dextrin,

laktosa, sukrosa) oleh disakarida Brush Border (maltase,

sukrase, isomaltase, laktase).

Page 6: laporan kasus diare

6

- Translokasi monosakarida (glukosa, galaktosa, fruktosa)

melalui membran Brush Border.

- Keluarnya monosakarida dari enterosit melalui vena

porta.

b. Lemak: terutama Long Chain Triglyceride.

Malabsobrsi lemak adalah gangguan absorbsi lemak dalam

usus sehingga terjadi pengeluaran lemak yang berlebihan

dalam tinja.

2.2.3. Makanan basi ataupun makanan yang belum waktunya diberikan.

Pemberian makanan terlalu dini memberikan efek pada kejadian

diare (Suyatno, 2000).

2.2.4. Keracunan.

a. Makanan beracun : makanan beracun (bakteri: Clostridium

botulinum, Stafillokokus).

b. Makanan tercampur racun (bahan kimia).

2.2.5. Penyakit gangguan gizi.

a. Kwashiorkor.

b. Marasmus.

2.2.6. Alergi.

Alergi susu, alergi makanan, Cow’s Milk Protein Sensitive

Enteropaty (CMPSE) (Suraatmaja, 2005). Mekanisme diare alergi

susu terjadi melalui perantaraan reaksi imunologik tubuh (zat anti

dari sistem pertahanan tubuh) terhadap protein susu. Reaksi ini

Page 7: laporan kasus diare

7

akan melepaskan bahan-bahan yang disebut dengan mediator

(seperti histamin, prostaglandin, leukotrin) yang menimbulkan

gejala klinis tergantung dari organ tempat terjadinya reaksi

tersebut. Bila menyerang saluran cerna, gejala yang paling sering

muncul adalah diare yang dapat terjadi berkepanjangan selama

meminum atau memakan makanan yang berasal dari susu sapi,

dapat pula disertai gejala kolik, kram, mual, dan muntah (Sayoeti,

2007).

2.2.7. Immunodefisiensi.

2.2.8. Sebab lain (Psikis) (Suraatmaja, 2005).

2.3 Patofisiologi

2.3.1. Gangguan tekanan osmotik

Akibat terdapatya makanan atau zat yang tidak dapat diserap

akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi,

sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus.

Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk

mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2.3.2. Gangguan sekresi.

Akibat rangsangan tertentu (missal oleh toksin) pada dinding

usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam

rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat

peningkatan isi rongga usus.

Page 8: laporan kasus diare

8

2.3.3. Gangguan motilitas usus.

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan

usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya

bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh

berlebihan yang selanjutnya menimbulkan diare pula

(Abdoerachman dkk, 2005).

2.4 Cara Penularan

Penularan diare adalah kontak dengan tinja terinfeksi langsung, seperti:

Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang

sudah dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang

kotor.

Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi

sering memasukan tangan/ mainan / apapun kedalam mulut. 

Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan udara sampai

beberapa hari. 

Pengunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak

air dengan benar

Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih.

Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air

besar atau membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga

mengkontaminasi perabotan dan alat-alat yang dipegang

(Surininah, 2005)

Page 9: laporan kasus diare

9

2.5 Faktor Resiko

Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare

pada balita, yaitu ( Depkes RI, 2007):

a. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada

kehidupan. Pada balita yang tidak diberi ASI resiko menderita diare

lebih besar daripada balita yang diberi ASI penuh, dan kemungkinan

menderita dehidrasi berat lebih besar.

b. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan

pencemaran oleh kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan

botol yang tidak bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam

dibiarkan dilingkungan yang panas, sering menyebabkan infeksi usus

yang parah karena botol dapat tercemar oleh kuman-kuman/bakteri

penyebab diare. Sehingga balita yang menggunakan botol tersebut

beresiko terinfeksi diare.

c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan

beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman

akan berkembang biak.

d. Menggunakan air minum yang tercemar.

e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah

membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.

f. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa

tinja tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau

bakteri dalam jumlah besar.

Page 10: laporan kasus diare

10

2.6 Gejala Diare

Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan

elektrolit, terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan

asidosis metabolik. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit

air dan atau keseimbangan serum elektrolit. Setiap kehilangan berat

badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan hilangnya air dari

tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila defisit

melampaui 15% (Soegijanto, 2002).

Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi

empat kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan

lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam

kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang

disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan

diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau

kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut,

serta gejala- gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau

kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang

menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi (Amiruddin,

2007).

2.7 Pencegahan

Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara

umum yakni : pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang

Page 11: laporan kasus diare

11

meliputi promosi kesehatan danpencegahan khusus, pencegahan tingkat

kedua (Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta

pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary

prevention) yang meliput i pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi

(Nasry Noor, 1997).

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor

penyebab, lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab

dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare

dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan

lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk

meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan

peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah

menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan

menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta

untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip

pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit

(rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh

banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang.

Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien.

Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang

Page 12: laporan kasus diare

12

memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia

untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu

menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan.

c. Pencegahan Tertier

Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai

mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap

ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis

semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha

rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit

diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi

makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga

dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan

kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada

anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik

juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam

berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.

2.8 Akibat-akibat yang Ditimbulkan oleh Diare

Diare dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain

dehidrasi, baik ringan, sedang, maupun berat. Selain itu, diare juga

mengakibatkan berkurangnya cairan tubuh (hipovolemik), kadar natrium

dalam tubuh (hiponatremia), dan kadar gula gula dalam tubuh

(hipoglikemia). Diare terjadi karena adanya kuman yang masuk ke dalam

usus halus, kemudian berkembang biak di dalamnya. Kuman yang

Page 13: laporan kasus diare

13

menempel pada dinding usus ini menyebabkan dinding usus rusak. Usus

yang terinfeksi akan mengeluarkan cairan dan lendir (Wulan, 2006).

Pada keadaan tertentu, infeksi akibat kuman-kuman ini juga dapat

menyebabkan perdarahan. Kuman juga mengeluarkan racun diaregenik

penyebab hipersekresi (peningkatan volume buangan) yang menganggu

transportasi cairan dan elektrolit sehingga cairan menjadi encer. Selain

encer, tinja orang yang mengalami diare kadang juga mengandung darah.

Jika diare terus berlangsung akan menyebabkan kematian terutama pada

pasien balita. Akibat kekurangan elektrolit (terutama natrium dan

kalium), tubuh akan bertambah lemas dan tidak bertenaga yang berujung

pada penurunan kesadaran, bahkan kematian. Kondisi akan semakin

parah jika diare disertai oleh muntah-muntah (Wulan, 2006).

Page 14: laporan kasus diare

14

BAB III

STATUS PRESENT

3.1 IDENTITAS

3.1.1 IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. R

Umur : 2 tahun 1 bulan

Jenis Kelamin : Laki - laki

Alamat : Karonsih Selatan IV RT/RW: 02/06 No. 506

Agama : Islam

Tanggal Berobat : 03 Juli 2012

No Registrasi : 04/03351

3.1.2 KELUHAN PASIEN

Keluhan Utama : BAB cair 3x sehari

3.1.3 ANAMNESIS

a. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang anak datang dengan keluhan BAB ± 3 kali sebanyak

¼ gelas belimbing, sejak ± 3 hari yang lalu. Konsistensi cair, warna

kekuningan, ampas sedikit, agak berlendir,tidak ada darah, saat BAB

tidak nyemprot dan tidak berbau asam. Anak tidak batuk dan tidak

14

Page 15: laporan kasus diare

15

pilek, muntah 1 kali pada hari pertama. Anak tidak rewel, tidak ada

gangguan tidur. Minum menjadi lebih sering dan banyak. Kencing tetap

seperti biasa, warna kuning jernih, cukup banyak, lancar. Nafsu makan

menurun. Pasien sebelumnya sudah pernah berobat di Kasih Bunda dan

di beri obat guanistrep, namun belum ada perubahan sampai hari ini.

Nenek pasien mengatakan sebelum sakit, pasien bermain di selokan.

Sekarang pasien di bawa periksa oleh nenek kandung ke puskesmas,

dengan keluhan yang sama.

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sebelumnya pernah menderita diare disangkal karena

keterbatasan pengetahuan nenek karena dahulu pasien tinggal bersama

kedua orang tua sampai umur 15 bulan.

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti pasien.

d. Riwayat Imunisasi

BCG : 1 x ( usia 1 bulan, scar (+) di lengan atas kanan)

Hepatitis B : 4 x (usia 0,2,4 dan 6 bulan)

Polio : 4 x (usia 0,2,4 dan 6 bulan)

DPT : 3x (usia 2,4 dan 6 bulan)

Campak : 1x (9 bulan)

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai umur.

Page 16: laporan kasus diare

16

e. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal serumah dengan kakek, nenek, dan kedua kakak tirinya.

Ayah pasien meninggalkan pasien sejak kematian ibu pasien, Ibu pasien

meninggal pada saat usia pasien 15 bulan. Kakek pasien tidak bekerja

(pensiunan PNS) dan nenek pasien seorang ibu rumah tangga. Biaya

pengobatan atas biaya sendiri.

3.1.4 PEMERIKSAAN FISIK

Anak Laki - laki usia 2 tahun 1 bulan, BB 12 kg, PB 87 cm.

Kesan umum : lemah

Kesadaran: Composmentis

Tanda vital :

- Tekanan darah : tidak dilakukan pengukuran

- Nadi : 86 x/ menit

- Laju nafas : 26 x/ menit

- Suhu : 36,4° C (axilla)

Status Internus :

a. Kepala : lingkar kepala 46 cm, mesocephale, ubun-ubun besar

menutup

b. Mata : cowong (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

c. Hidung : bentuk normal, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)

d. Telinga : bentuk normal, discharge (-/-)

e. Mulut : bentuk normal, bibir kering (+), bibir sianosis (-)

f. Tenggorok : faring hiperemis (-)

Page 17: laporan kasus diare

17

g. Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)

h. Dinding thorax :

Paru

Inspeksi : tidak ada retraksi

Palpasi : pergerakan hemithorak yang tertinggal (-),

stem fremitus: tidak dinilai

Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : suara dasar : Vesikuler

suara tambahan : -

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : sulit dinilai

Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-)

i. Abdomen

Inspeksi : datar

Auskultasi : bising usus (+) meningkat

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit < 2 detik

j. Ekstremitas : Superior Inferior

a. Akral dingin -/- -/-

b. Akral sianosis -/- -/-

c. Oedem -/- -/-

Page 18: laporan kasus diare

18

d. Capillary refill < 2” < 2”

k. Kulit : Turgor kembali < 2 detik

3.1.5 PEMERIKSAAN KHUSUS

Data Antropometri :

Anak laki - laki , usia 2 tahun 1 bulan . Berat badan 12 kg, panjang badan

87 cm.

Pemeriksaan status gizi ( Z score ) :

WAZ = BB-Median / SD = 12-11,9/1,3 = 0,07 SD (Normal)

HAZ = TB-Median / SD = 87-86,5 / 3,3 = 0,15 (Normal)

WHZ = BB-Median /SD = 12-11,2 / 0,9 = 0,88 (Normal)

Kesan : status gizi baik, perawakan normal

3.1.6 DIAGNOSA

Dasar diagnosa :

- Anamnesis : BAB ± 3 kali sebanyak ¼ gelas belimbing,

konsistensi cair, warna kekuningan, ampas sedikit

- Pemeriksaan fisik: bibir kering (+), peristaltik meningkat

3.1.7 TERAPI

R/ Cotrimoxazol syr 2x1 cth

Paracetamol 3 pulv IX

BC 3 3x1

Zinc 10 hari 1x 1 tab

Page 19: laporan kasus diare

19

Pemberian oralit/ LGG

Data Perkesmas

a. Identitas keluarga

Tabel 3.1. Data Identitas Anggota Keluarga

No. Anggota Keluarga Hub. dgn KK

Jenis Kelamin

Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Imunisasi

1. Tn. A Kakek Laki - laki 58 th SLTA Pensiunan PNS

Islam -

2. Ny. D Nenek Perempuan 55 th SLTA Ibu Rumah Tangga

Islam -

3. An. P Kakak Tiri Laki - laki 9 th SD Pelajar Islam Lengkap 4. An. A Kakak Tiri Laki - laki 6 th SD Pelajar Islam Lengkap 5. An. R Pasien Laki – laki 2 th Belum

Sekolah- Islam Sesuai

umur

b. Data Lingkungan

Data Individu :

Pasien anak ke 2, pasien tinggal serumah dengan kakek, nenek, kedua

kakak tirinya.

c. Ekonomi

Kakek pasien seorang pensiunan PNS dan Nenek pasien tidak bekerja.

Pendapatan berasal dari uang pensiunan PNS ±Rp. 2.000.000/bulan.

Pasien berobat dengan biaya sendiri.

Lingkungan Rumah

Rumah pasien luasnya ± 6 m x 8 m = 48 m2 yang dihuni oleh 5 orang

sehingga didapatkan kepadatan rumah 9.6 m2/orang. Rumah pasien

disertai ventilasi dibagian depan, tetapi ventilasi pada daerah dapur,

Page 20: laporan kasus diare

20

ruang keluarga dan kamar tidur tidak ada. Lubang angin hanya ada di

bagian depan rumah. Pintu rumah pasien selalu terbuka. Lantai rumah

pasien sudah memenuhi standart. Lingkungan sekitar rumah tidak

padat. Pada halaman depan rumah terdapat selokan.

Masyarakat

Keluarga pasien hubungan dengan tetangganya baik, dan hubungan

dengan orang lain baik. Tetangga pasien tidak ada yang menderita sakit

diare.

d. Data Perilaku

Pasien sehari-hari dirawat oleh neneknya, dari umur 15 bulan

pasien telah diberi dot. Tingkat pengetahuan nenek pasien untuk

kebersihan kurang baik, botol yang telah digunakan langsung dicuci,

apabila mau digunakan lagi dot hanya dicuci dengan air panas. Untuk

kebersihan pakaian anak juga kurang, apabila BAB/BAK langsung di bilas

dengan air. Kebersihan makanan juga kurang karena tempat makan dan

dot diletakkan pada area terbuka. Sampai usia lebih dari 1 tahun

anak masih diberi bubur instant. Perilaku mencuci tangan yang tidak

benar, orang tua terkadang lupa mencuci tangan ketika menyuapi anak,

dan tidak terdapat tempat untuk menyimpan makanan. Kebiasaan memberi

jajan sembarangan pada anak. Membiarkan anak bermain di selokan tanpa

pengawasan. Kurangnya kesadaran untuk membersihkan rumah, dan

membuka jendela sehingga udara menjadi pengap. Kurangnya kesadaran

Page 21: laporan kasus diare

: laki - laki: perempuan: tinggal dalam satu rumah: meninggal/ cerai

21

untuk membersihkan kamar mandi dan kamar tidur serta dapur. Cara

mencuci perlengkapan botol susu yang benar adalah setelah perlengkapan

botol susu selesai digunakan harus segera dicuci dengan sabun cuci

kemudian direbus dengan cara seluruh permukaan perlengkapan botol susu

harus terendam semua dalam air mendidih selama ±5 menit kemudian

angkat dan simpan ditempat yang bersih dan tertutup. Agar tidak terlalu

tergesa-gesa dalam mencuci perlengkapan botol, sebaiknya mempunyai

botol susu ≥ 1 botol.

e. Data Akses Pelayanan yang Terdekat

Akses pelayanan terdekat adalah Puskesmas Ngaliyan. Cara tempuh

dengan kendaran pribadi (motor).

f. Data Genetika

Keterangan:

Gambar 3.1. Data Genetika

Page 22: laporan kasus diare

22

3.2 HL BLUM

Genetik:

Tidak ada masalah

Pelayanan Kesehatan:

Tidak ada masalah

Perilaku

Botol susu hanya setelah dicuci hanya di bilas air panas

Kebersihan makanan kurang karena tempat makan dan dot diletakkan pada area terbuka

Perilaku mencuci tangan yang tidak benar, terkadang lupa mencuci tangan ketika menyuapi anak

Memberi jajan sembarangan pada anak

Membiarkan anak bermain di selokan tanpa pengawasan.

Lingkungan

Luas rumah ± 6 m x 8 m = 48 m2 yang dihuni oleh 5 orang rumah 9,6 m2/orang.

Kebersihan rumah kurang, dan kurangnya pertukaran udara

Diare

Gambar 3.2. Analisis HL Blum

Page 23: laporan kasus diare

23

BAB IV

ANALISA

Berdasarkan perjalanan penyakit pasien, yaitu sejak ± 3 hari yang lalu

mengeluh Seorang anak datang dengan keluhan BAB ± 3 kali sebanyak ¼ gelas

belimbing, konsistensi cair, warna kekuningan, ampas sedikit, tidak ada darah dan

ada lendir, saat BAB tidak nyemprot dan tidak berbau asam. Pada pemeriksaan

didapatkan bibir kering, dan peristaltik usus meningkat. Pasien diberikan

pengobatan tablet zinc dan antibiotik cotrimoxzazol.

Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya kasus diare

maupun timbulya penyakit diare pada kasus ini:

a. Perilaku

Penggunaan dot yang tidak higienis, cara mencuci dot yang tidak

benar, susu yang tidak habis masih disimpan dan diberikan kembali pada

pasien dimana cara menyimpan dot yang tidak benar (>2jam). Perilaku

mencuci tangan yang tidak benar, orang tua terkadang lupa mencuci tangan

ketika menyuapi anak, dan tidak terdapat tempat untuk menyimpan makanan.

Kebiasaan memberi jajan sembarangan pada anak. Kurangnya kesadaran

untuk membersihkan rumah.

Cara mencuci perlengkapan botol susu yang benar adalah setelah

perlengkapan botol susu selesai digunakan harus segera dicuci dengan sabun

23

Page 24: laporan kasus diare

24

cuci kemudian direbus dengan cara seluruh permukaan perlengkapan botol

susu harus terendam semua dalam air mendidih selama ±5 menit kemudian

angkat dan simpan ditempat yang bersih dan tertutup. Agar tidak terlalu

tergesa-gesa dalam mencuci perlengkapan botol, sebaiknya mempunyai botol

susu ≥ 1 botol.

2. Kepadatan hunian rumah

Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan

ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat

kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni

10 m2/ orang.

Berdasarkan data hasil laporan kasus didapatkan luas rumah ± 6 m x 8 m = 48

m2 yang dihuni oleh 5 orang sehingga didapatkan kepadatan rumah 9,6

m2/orang. Hal ini menunjukkan kepadatan rumah dalam kasus ini tidak

memenuhi syarat yang seharusnya. Dalam 1 kamar tidur pasien dihuni oleh

lebih dari 2 orang.

Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memeberikan pengaruh

bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah

penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat

karena disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah

satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada

anggota keluarga yang lain.

Page 25: laporan kasus diare

25

b. Sosial ekonomi

Pendapatan keluarga (Rp. 2000.000, 00/bulan). Pendapatan yang kecil

membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat - syarat

kesehatan, misalnya kurang asupan gizi yang cukup pada pasien kasus ini

dapat menyebabkan rendahnya ketahanan tubuh.

Berdasarkan data hasil laporan didapatkan kakek pasien sebagai pensiunan

PNS dan nenek tidak bekerja/ ibu rumah tangga. Pasien berobat dengan

menggunakan biaya sendiri.

c. Keadaan lingkungan rumah

Berdasarkan dari hasil pengamatan lingkungan rumah keluarga pasien

tidak mencerminkan lingkungan rumah yang sehat, karena penataan tempat

sumber air bersih dengan kamar mandi/WC hanya berjarak ≤ 1 meter.

Sedangkan salah satu syarat rumah sehat yaitu penataan tempat sumber air

bersih dengan kamar mandi/WC harus berjarak ≥ 10 meter dengan tujuan

untuk mengantisipasi perembesan air limbah dari kamar mandi/WC, sehingga

tidak mencemari sumber air bersih. Dari kondisi tersebut, maka lingkungan

rumah maupun sekitar dapat berpengaruh terhadap kejadian diare.

d. Ventilasi dan pencahayaan rumah

Menurut indikator pengawasan rumah luas ventilasi yang memenuhi syarat

kesehatan adalah ≥10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak

Page 26: laporan kasus diare

26

memenuhi syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai rumah (dengan luas

ventilasi 0,5m x 1m dibandingkan dengan luas lantai rumah 3m x 10m).

Pada kasus ini, di rumah penderita diketahui memiliki jendela pada bagian

depan sedangkan bagian belakang rumah tidak terdapat jendela, udara kotor

dari luar dapt bebas masuk. Disebelah pintu ada bagian jendela yang

seharusnya terbuka tetapi oleh keluarga pasien selalu ditutup, sehingga tidak

ada cahaya matahari yang masuk kedalam rumah menyebabkan udara dalam

rumah lembab, gelap dan berbau pengap, didalam rumah tidak ada pintu

hanya berupa bagian yang terbuka saja. Lantai rumah pasien sudah berubin

dan memenuhi syarat hanya saja jarang dibersihkan.

e. Genetika

Diare bukan penyakit genetik melainkan penyakit infeksi menular, sumber

penularan pasien berasal dari lingkungan yang tidak baik dan perilaku yang

kurang bersih. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang ada.

Page 27: laporan kasus diare

27

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa laporan, maka dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya paru anak pada

kasus ini berdasarkan pendekatan HL Blum adalah :

5.1.1 Perilaku

Botol susu yang telah digunakan tidak langsung dicuci

Kebersihan makanan kurang karena tempat makan dan dot

diletakkan pada area terbuka

Perilaku mencuci tangan yang tidak benar, terkadang lupa

mencuci tangan ketika menyuapi anak

Memberi jajan sembarangan pada anak

Kurangnya pengawasan terhadap aktivitas bermain pasien

(bermain di selokan)

5.1.2 Lingkungan

Luas rumah ± 6 m x 8 m = 48 m2 yang dihuni oleh 5 orang

rumah 9,6 m2/orang.

Kebersihan rumah kurang, dan kurangnya pertukaran udara.

5.2 Saran

27

Page 28: laporan kasus diare

28

5.2.1 Untuk Keluarga

Memberikan anak minum yang banyak untuk mencegah

dehidrasi

Awasi tanda-tanda dehidrasi pada anak

Segera bawa ke pusat pelayanan kesehatan terdekat

Memotivasi keluarga untuk menjaga kebersihan rumah

Memotivasi nenek pasien untuk menjaga perilaku hidup bersih

(menjaga kebersihan botol, tempat makan, tempat tidur, pakaian anak)

Pada saat mau menyuapi makan anak sebaiknya cuci tangan terlebih

dahulu baik orang tua maupun anaknya.

Tidak memberikan jajanan sembarangan pada anak

Lebih mengawasi aktivitas bermain anak

5.2.2 Untuk Puskesmas

Agar lebih meningkatkan kegiatan kunjungan rumah yang dirasa

efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat

mengenai penyebab, akibat dan cara penanganan pertama diare pada

anak dan dampak buat lingkungan.

Meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat tentang resiko dan

bahaya diare.

BAB VI

PENUTUP

25

Page 29: laporan kasus diare

29

Demikianlah laporan dan pembahasan mengenai hasil peninjauan diare

pada penderita di Puskesmas Ngaliyan. Kami menyadari bahwa kegiatan ini

sangat penting dan bermanfaat bagi para calon dokter, khususnya yang kelak akan

terjun di masyarakat sebagai Health Provider, Decision Maker, dan

Communicator sebagai wujud peran serta dalam pembangunan kesehatan.

Akhir kata kami berharap laporan ini bermanfaat sebagai bahan masukan

dalam usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja

Puskesmas Ngaliyan.

DAFTAR PUSTAKA29

Page 30: laporan kasus diare

30

Departemen kesehatan RI, 2006, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/ Kota Sehat, Jakarta.

Departemen Kesehatan, 2007, ARRIF : Pedoman Manajemen Peran Serta Masyarakat, Jakarta.

Departemen Kesehatan, 2005, Paradigma Sehat Menuju Indonesia Sehat 2010, Jakarta.

Deparetemen Kesehatan, 2004, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta : Depkes RI.

Departemen Kesehatan, 2004, Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor : 128 /Menkes/SK/V/2004 Tahun 2004 tentang Tujuan Pembangunan Kesehatan Tahun 2004, Jakarta : Depkes RI.

Profil Kesehatan Jawa Tengah 2008

Profil Kesehatan Semarang 2010

Notoatmojo Sockidjo Prof, DR, Ilmu Kesehatan Masyarakat,Jakarta, Rineka Cipta , 2007 

Soehardi R, Karnaini, Tedjo Saputro W, et al, Ed : Pedoman Praktis Pelaksanaan Puskesmas, Balai Pelatihan Kesehatan Salaman, Magelang.

http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/04/26/bab-v-identifikasi-masalah-kesehatan/

DAFTAR LAMPIRAN30

Page 31: laporan kasus diare

31

Lampiran 1. Lantai Kotor

Lampiran 3. Tumpukan Pakaian Kotor dan Tempat Minum Kotor

Lampiran 2. Atap Rumah

Lampiran 4. Kamar Mandi

Page 32: laporan kasus diare

32

Lampiran 5. Tempat Tidur dan Ruang Keluarga yang Berantakan dan Kurangnya Ventilasi

Lampiran 6. Tempat Cuci Piring, Tempat Sampah dan Rak Piring Bersih Jarahnya Sangat Dekat

Lampiran 7. Dapur yang Berantakan

Lampiran 8. Bagian Depan Rumah

Page 33: laporan kasus diare

33

Lampiran 9. Susu dan Obat Pasien