Transcript
Page 1: LAPORAN DELEGASI DPR-RI KE THE 4th OECD …dpr.go.id/dokakd/dokumen/BKSAP-13-859f7fc8ad0d6825fb0ac891d506d816.pdf · Global Parlimentary Forum thuntuk menghadiri acara the 4 OECD

1

LAPORAN

DELEGASI DPR-RI KE THE 4th OECD PARLIAMENTARY DAYS

3-5 FEBRUARI 2016

PARIS - PERANCIS

I. PENDAHULUAN

DPR RI melalui Badan Kerjasama Antar-Parlemen (BKSAP) menerima undangan dari OECD

Global Parlimentary Forum untuk menghadiri acara the 4th OECD Parliamentary Days di

Paris, Perancis pada tanggal 3-5 Februari 2016.

Pada tahun 1960, 18 negara Eropa beserta Amerika Serikat dan Kanada membentuk

Oganization for Economic Cooperation and Development (OECD). OECD didirikan untuk

mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang. OECD

mempromosikan dua prinsip utama, yaitu demokrasi dan free market economy.

Saat ini OECD beranggotakan 34 negara yang terdiri dari negara-negara maju dan

berkembang. Pada tahun 2007, OECD menawarkan program "enhanced engagement" untuk

Indonesia, Brazil, Tiongkok, India, dan Afrika Selatan. Sebagai key partner, Indonesia ikut

berkontribusi terhadap upaya menyukseskan program kerja OECD secara komprehensif dan

berkelanjutan.

Saat ini, OECD terdiri dari 34 negara anggota, yaitu Australia, Austria, Belgia, Kanada, Chili,

Czechnya, Denmark, Estonia, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hongaria, Islandia,

Irlandia, Israel, Itali, Jepang, Korea, Luxemburg, Meksiko, Belanda, Selandia Baru, Norwegia,

Polandia, Portugal, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Inggris, dan Amerika

Serikat.

Dengan mempertimbangkan adanya peningkatan kerja sama antara OECD dan Indonesia, serta

posisi Indonesia sebagai salah satu mitra kunci OECD, DPR RI pada tahun 2016 untuk kedua

kalinya mengirimkan Delegasi dan menghadiri acara tersebut.

A. Dasar Pengiriman Delegasi

Partisipasi Delegasi DPR-RI dalam Sidang 4th OECD Parliamentary Days ini didasarkan

pada Surat Keputusan Pimpinan DPR-RI Nomor: 28/PIMP/III/2015-2016 tanggal 19

Januari 2016.

Page 2: LAPORAN DELEGASI DPR-RI KE THE 4th OECD …dpr.go.id/dokakd/dokumen/BKSAP-13-859f7fc8ad0d6825fb0ac891d506d816.pdf · Global Parlimentary Forum thuntuk menghadiri acara the 4 OECD

2

B. Susunan Delegasi

Adapun nama-nama anggota delegasi adalah sebagai berikut:

1. H. Rofi Munawar, LC Ketua Delegasi/F-PKS

2. Yoseph Umar Hadi Anggota Delegasi/F-PDIP

3. Sartono Hutomo Anggota Delegasi/F-PD

Selama mengikuti persidangan, Delegasi didampingi oleh 1 (satu) orang Sekretaris

Delegasi dan 1 (satu) orang Tenaga Ahli BKSAP dari Sekretariat Jenderal DPR-RI

C. Visi dan Misi Pengiriman Delegasi

Visi

1. Memperkuat peran diplomasi DPR RI di level multilateral;

2. Mewujudkan peran aktif DPR RI dalam mendorong kerjasama antara Indonesia

dengan negara-negara serta mitra kerja OECD;

3. Menerapkan komitmen Indonesia dalam mendukung pembangunan berkelanjutan;

Misi

1. Mendukung kerja sama bilateral yang lebih erat antara Indonesia dengan OECD

dalam mendorong pembangunan berkelanjutan, termasuk dalam pembahasan isu-isu

ekonomi digital, perpajakan, dan pemberdayaan perempuan;

2. Bertukar pengalaman dan informasi serta menjalin komunikasi yang efektif dengan

OECD;

3. Mendukung proses demokratisasi dan meminimalisasi kesenjangan pembangunan

antara negara-negara maju dan berkembang.

II. AGENDA SIDANG

Agenda Sidang 4th Parliamentary Days dan pembicaranya adalah sebagai berikut:

1. Special Session : Launch of “Financing democracy” (Rolf Alter, Director, OECD Public

Governance and Territorial Development)

2. OECD Resources for Parliamenty (Anthony Gooch, Director, OECD Directorate for Public

affairs and Communications)

3. World Energy Outlook and next steps after COP21 (Fatih Birol, Executive Director,

International Energy Agency)

4. P2P or the “Uberisation of the economy?” (Dirk Pilat, Deputy Director, OECD

Directorate for Science, Technology and Innovation)

5. Combating terrorist financing (David Lewis, Executive Secretary, Financial Action Task

Force)

Page 3: LAPORAN DELEGASI DPR-RI KE THE 4th OECD …dpr.go.id/dokakd/dokumen/BKSAP-13-859f7fc8ad0d6825fb0ac891d506d816.pdf · Global Parlimentary Forum thuntuk menghadiri acara the 4 OECD

3

6. Finance and inclusive growth

Christian Kastrop, Director, Policy Studies Branch, OECD Economics Departemen

Adrian Blundell-Wignall, Acting Director, Special Advisor to the Secretary General for

Financial Markets, OECD Directorate for Financial and Enterprise Affairs

7. Using megatrends to prepare for the future already in the present (Angela Wilkinson,

OECD Counsellor for Strategic Foresight)

III. ISI LAPORAN

A. Jalannya Persidangan

Acara the 4th OECD Parliamentary Days dihadiri oleh 114 orang anggota Parlemen dari

36 negara-negara anggota dan mitra kerja OECD. Dalam pembukaan acara, sekjen OECD

Angel Gurria menyampaikan bahwa saat ini pemerintahan dan parlemen-parlemen di

banyak negara di dunia mengalami krisis kepercayaan (trust issues) dari masyarakatnya.

Krisis ekonomi, tingginya tingkat pengangguran, ketimpangan pendapatan, korupsi, serta

kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan negara telah

menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara negara. Karena

pentingnya mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, Trust Agenda

dijadikan isu utama dalam acara Parliamentary Days tahun ini.

OECD menekankan tiga hal utama untuk mengembalikan kepercayaan, yakni:

INTEGRITAS, dengan meningkatkan usaha pemberantasan korupsi; PRO RAKYAT,

dengan mengeluarkan kebijakan yang mementingkan kepentingan rakyat yang bersifat

adil, merata, dan berkelanjutan; serta KEPASTIAN, dimana pemerintah harus mampu

meminimalisir ketidakpastian dalam beragam bidang seperti ekonomi dan politik.

Dari sisi ekonomi, walau telah delapan tahun berlalu, dampak krisis finansial 2008 masih

dapat dirasakan hingga saat ini. Pertumbuhan ekonomi dunia masih berjalan sangat lambat

dan tidak seimbang. Jika pada awal mula krisis berfokus di negara maju, kini fokus krisis

berpindah ke negara-negara berkembang, terutama Tiongkok.

Perdagangan global yang sempat mengalami pertumbuhan, kini mengalami stagnasi dan

bahkan menurun sejak 2014 yang terkonsentrasi di negara-negara berkembang. Investasi

dan arus kredit masih berjalan lambat, serta tingginya tingkat pengangguran menjadi

masalah utama di banyak negara maju terutama di Uni Eropa. Hal ini diperburuk dengan

situasi terkini dimana terjadinya ketimpangan pendapatan, belum pulihnya negara-negara

yang terkena dampak krisis seperti Yunani, masalah keamanan geopolitik dimana

masuknya arus imigran dari Timur Tengah dan konflik di beberapa negara seperti di

Ukraina.

Banyak negara telah menggunakan beragam cara untuk meningkatkan pertumbuhan, baik

dengan kebijakan fiskal maupun moneter. Namun saat ini diperlukan satu cara lagi yakni

dengan melakukan perubahan struktural. Negara perlu menciptakan kebijakan yang kokoh,

Page 4: LAPORAN DELEGASI DPR-RI KE THE 4th OECD …dpr.go.id/dokakd/dokumen/BKSAP-13-859f7fc8ad0d6825fb0ac891d506d816.pdf · Global Parlimentary Forum thuntuk menghadiri acara the 4 OECD

4

terpadu serta berkelanjutan. Dalam melakukan perubahan struktural, negara dapat

meningkatkan kualitas pendidikan, mendorong inovasi, serta melakukan reformasi dalam

perpajakan.

Jika tahun 2015 disebut sebagai “Year of Policies” dimana negara-negara telah sepakat

untuk mengatasi beragam permasalahan global sepeti Sustainable Development Goals dan

Climate Change, maka pada 2016 disebut sebagai “Year of Implemetations”, tahun untuk

mengimplementasikan kesepakatan yang telah dibuat.

Terdapat enam agenda dalam the 4th OECD Parliamentary Days yakni Financing

Democracy, World Energy Outlook, Uberisation of Economy, Combatting Terrorist

Financing, Finance and Inclusive Growth, dan Megatrends.

a. Special Session: Launch Of "Financing Democracy"

OECD’s Launch of “Financing Democracy” bertujuan untuk memahami tentang pengaruh

uang pada kebijakan publik dan untuk mencegah kebijakan yang menguntungkan pihak

tertentu. Ada beberapa fokus utama dalam diskusi ini, yakni apa saja risiko terkait dengan

pendanaan partai politik dan kampanye pemilu? Apakah regulasi yang ada saat ini

mencukupi untuk mengatasi risiko tersebut? Serta apa hubungan antara uang dalam politik

dengan kebijakan publik?

Ketika pembiayaan partai politik dan kampanye pemilu tidak diatur secara memadai dan

tidak transparan, maka akan timbul risiko terjadinya konflik kepentingan antara pejabat

yang terpilih dengan pemberi donor. Pengalaman di negara-negara anggota OECD telah

membuktikan bahwa terdapat risiko bahwa partai dan/atau kandidat yang terpilih, begitu

mengisi posisi di pemerintahan, akan lebih memprioritaskan pihak yang menyumbang

dana dibandingkan demi kepentingan publik sehingga akan menimbulkan konflik

kepentingan yang akan kian mengurangi kepercayaan publik (trust) terhadap

pemerintahan.

Riset tersebut juga membuktikan, calon yang merupakan petahana (incumbent), memiliki

peluang yang lebih besar untuk terpilih kembali. Dalam hal ini negara juga perlu

memastikan bahwa calon tersebut tidak memiliki keistimewaan terutama akses terhadap

dana publik yang berisiko disalahgunakan.

Turunnya kepercayaan publik kepada pemerintahan merupakan hal yang sangat

berbahaya. Kepercayaan merupakan ujung tombak dari pemerintahan yang efektif serta

kunci utama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan sosial.

OECD melakukan riset kepada 34 negara anggota serta 2 negara mitra – Brazil dan India

untuk menilai transparansi pendanaan partai politik dan kampanye pemilu,

mengidentifikasi celah (loophole) dalam peraturan, serta memberikan saran untuk

perbaikan. Alokasi pendanaan partai dan pemilu melalui public funding, pendanaan dari

pihak swasta, pembatasan maksimal donasi merupakan beberapa tantangan yang dihadapi

negara anggota OECD.

Page 5: LAPORAN DELEGASI DPR-RI KE THE 4th OECD …dpr.go.id/dokakd/dokumen/BKSAP-13-859f7fc8ad0d6825fb0ac891d506d816.pdf · Global Parlimentary Forum thuntuk menghadiri acara the 4 OECD

5

Untuk menjamin menjamin terciptanya transparansi dan akuntabilitas, diperlukan

pengawasan yang ketat, disertai proses pencatatan baik yang tranparan berupa pemasukan

maupun pengeluaran tiap parpol maupun kandidat. Organisasi masyarakat juga dapat

didayagunakan sebagai pengawas untuk mencegah terjadinya money politics.

b. World Energy Outlook And Next Steps After Cop21

Sektor energi mengalami perubahan tatanan yang drastis dalam dua tahun terakhir. Hal ini

disebabkan oleh penurunan harga minyak dunia yang signifikan, turun dari semula

mencapai US$112 pada pertengahan tahun 2014 menjadi dibawah US$30 pada awal tahun

2016. Penurunan harga minyak dunia ini dimanfaatkan oleh beberapa negara berkembang,

termasuk Indonesia untuk mengurangi dan melakukan reformasi subsidi bahan bakar.

Penurunan harga juga terjadi di gas alam dan batu bara yang diperkirakan akan tetap

rendah seiring perlambatan ekonomi China. Selain itu, revolusi gas dan minyak di

Amerika Serikat juga telah menyebabkan perubahan tatanan pasar energi dunia.

Berdasarkan prediksi International Energy Agency (IEA), harga minyak dunia akan tetap

berada di kisaran $50 per barel sampai 2020, sebelum meningkat secara bertahap ke $85

perbarel di tahun 2040. Prediksi ini didasarkan pada asumsi pertumbuhan ekonomi global

yang melambat, kondisi di Timur Tengah yang belum stabil, dan perubahan kebijakan dari

negara-negara OPEC.

Rendahnya harga minyak dunia akan menjadi tantangan tersendiri bagi inisiatif

pengembangan energi terbarukan, mengingat bahan bakar fosil masih merupakan energi

yang paling dapat diandalkan untuk saat ini, terutama di negara-negara berkembang.

Teknologi untuk menghasilkan energi terbarukan meniadi semakin kompetitif dalam hal

harga terutama di beberapa negara, namun demikian masih diperlukan skema dukungan

publik yang besar agar dapat menunjang pengembangan teknologi tersebut.

Pada bulan November 2015, 180 negara di seluruh dunia menyepakati Paris Agreement

pada Conference of Parties (COP21). Kesepakatan Paris menyebutkan negara-negara

dunia berkomitmen menjaga ambang batas kenaikan suhu bumi di bawah 2 derajat celcius.

Dalam hal ini, peran dari sektor energi untuk mencapai target tersebut tergolong krusial,

karena sektor energi menyumbangkan 2/3 dari emisi gas rumah kaca global saat ini. Selain

itu, Paris Agreement juga menyepakati bahwa dunia memerlukan investasi sebesar

US$13,5 triliun untuk pengembangan teknologi rendah karbon hingga 2030.

Terdapat lima poin penting dalam kesepakatan Paris, yaitu:

1. Upaya mitigasi dengan cara mengurangi emisi untuk mencapai ambang batas kenaikan

suhu bumi yang disepakati yakni di bawah 2C dan diupayakan ditekan hingga 1,5

C.

2. Sistem penghitungan karbon dan pengurangan emisi secara transparan.

Page 6: LAPORAN DELEGASI DPR-RI KE THE 4th OECD …dpr.go.id/dokakd/dokumen/BKSAP-13-859f7fc8ad0d6825fb0ac891d506d816.pdf · Global Parlimentary Forum thuntuk menghadiri acara the 4 OECD

6

3. Upaya adaptasi dengan memperkuat kemampuan negara-negara untuk mengatasi

dampak perubahan iklim.

4. Memperkuat upaya pemulihan akibat perubahan iklim, dari kerusakan.

5. Bantuan dan pendanaan dari negara maju untuk negara berkembang dalam

membangun ekonomi hijau dan berkelanjutan.

Anggota delegasi Indonesia, Bapak Yoseph Umar Hadi menyampaikan intervensi. Beliau

menggarisbawahi pentingnya negara-negara dunia untuk mematuhi Paris Agreement yang

disepakati dalam COP21 tahun lalu di Paris. Indonesia telah berkomitmen untuk

mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 29 persen (business as usual) dan hingga 41

persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030.

Indonesia menekankan pentingnya untuk mempromosikan bahan bakar yang lebih ramah

lingkungan. Beliau juga menjelaskan bahwa di Indonesia, terdapat banyak sumber energi

alternatif yang dapat dimanfaatkan, seperti geothermal, tenaga air, tenaga matahari dan

biofuel yang belum dimanfaatkan secara maksimal.

c. Peer To Peer (P2p) Or "Uberisation" Of The Economy

“Uberisasi” merupakan istilah yang berkembang di Prancis untuk menjelaskan fenomena

baru yang disebut sharing economy. Sharing economy memberikan kesempatan kepada

setiap orang untuk menawarkan barang dan jasa melalui platform berbasis internet

maupun aplikasi. Kemunculan Uber pada tahun 2009, yang kini merupakan perusahaan

start-up termahal di dunia dengan valuasi mencapai US$50 milyar, telah mengubah cara

tradisional dalam mengkonsumsi barang dan jasa.

Sharing economy memiliki beberapa kelebihan: setiap orang dapat menghasilkan uang

dari asset yang dimiliki (misalnya pemilik kendaraan dapat mencari penghasilan melalui

Uber atau pemilik apartemen dapat menyewakan melalui AirBnB); perusahaan kecil kini

mampu mengiklankan produknya secara luas dengan biaya murah berkat Internet; dan

juga sharing economy lebih ramah lingkungan. Contohnya, dengan semakin banyaknya

dan terjangkaunya Uber, masyarakat tidak perlu membeli kendaraan yang menimbulkan

polusi.

Kehadiran sharing economy juga mengguncang inovasi dan kompetisi di pasar. Taksi

tradisional harus mencari cara baru untuk menarik penumpang. Hotel-hotel kini terdesak

oleh kehadiran AirBnB yang kini memiliki nilai pasar lebih mahal dari jaringan hotel

Hilton. Di sisi lain, konsumenlah yang diuntungkan karena memiliki lebih banyak pilihan.

Di sisi lain terdapat juga dampak negatif. Misalnya, rawan terjadinya konflik dengan

pelaku usaha tradisional. Banyak terjadi konflik antara pengemudi taksi tradisional dengan

pengemudi Uber di berbagai negara. Sharing economy juga menciptakan tantangan lain

terutama untuk pembuat kebijakan. Aturan legal, perpajakan, keamanan data, privasi

pengguna, dan asuransi, merupakan beberapa tantangan baru yang timbul.

Page 7: LAPORAN DELEGASI DPR-RI KE THE 4th OECD …dpr.go.id/dokakd/dokumen/BKSAP-13-859f7fc8ad0d6825fb0ac891d506d816.pdf · Global Parlimentary Forum thuntuk menghadiri acara the 4 OECD

7

Permasalahan pajak juga perlu dipertimbangkan. Pemerintah Perancis pada akhir tahun

2015 berhasil meyakinkan dan bekerja sama dengan Airbnb untuk membayar sejumlah

pajak dari ruang/kamar tersewa. Kerjasama pajak antar negara juga diperlukan guna

menanggulangi kemungkinan penghindaran pajak yang dilakukan oleh pengusaha yang

menggunakan metode Uber. Selain itu kerjasama pajak harus dapat memberikan

pembagian pajak secara adil dan berimbang untuk negara tujuan target pasar.

d. Combating Terrorist Financing

Salah satu cara untuk mencegah terjadinya aksi terorisme ialah dengan memutus aliran

dana yang terindikasi akan digunakan untuk aksi terror. Sebelumnya, negara-negara di

dunia lebih berfokus untuk menangkap para pelaku teroris (follow the suspects), namun

kini juga difokuskan untuk mencari asal pendanaan (follow the money). Pergeseran dalam

pendekatan untuk memerangi terorisme disebabkan karena sudah ada banyak fakta yang

ditemukan selama penyelidikan jika sumber dana sering berasal dari akun yang tidak

dikenal atau dicurigai dari hasil tindakan illegal.

Hal ini sangat penting karena patut dicurigai bagaimana gerakan-gerakan teror yang baru

seperti ISIS maupun Boko Haram mampu menjelma menjadi kekuatan yang sangat besar

dalam waktu singkat. Dunia perlu mencari tahu siapa dalang utama dibalik mereka

terutama yang memberikan bantuan finansial. Karena mustahil ISIS maupun Boko Haram

mampu mendanai jaringannya yang begitu luas serta mempersenjatai pasukannya, tanpa

memiliki sokongan finansial yang kuat.

Untuk mengawasi arus pendanaan teroris, pada tahun 1989 dibentuk Financial Action

Task Force (FATF) atas inisiatif negara-negara G7. Tujuan dibentuknya FATF adalah

untuk menetapkan standar dan mempromosikan implementasi datam bidang hukum,

perundang-undangan, dan operasional yang efektif untuk penanggulangan tindak

pencucian uang dan pendanaan terorisme.

FATF melakukan pemonitoran terhadap perkembangan negara-negara dalam

mengimplementasikan Rekomendasi FATF; melakukan kajian terhadap teknik-teknik

pencucian uang dan pendanaan terorisme serta upaya yang dapat dilakukan untuk

penanggulangannya (counter-measures); serta mempromosikan adopsi dan implementasi

kepada negara anggota.

Untuk memutus aliran dana sebelum mencapai ke teroris, dibutuhkan aturan legislasi yang

ketat serta peningkatan kerjasama secara domestik dan internasional. FATF telah

bekerjasama dengan banyak organisasi internasional, seperti PBB, IMF, Bank Dunia, serta

Bank Sentral negara-negara di seluruh dunia.

e. Finance And Inclusive Growth

Krisis finansial pada 2008 telah membuka mata kita tentang besarnya dampak lembaga

keuangan, baik positif maupun negatif. Krisis yang awalnya bermula dari sektor keuangan

Page 8: LAPORAN DELEGASI DPR-RI KE THE 4th OECD …dpr.go.id/dokakd/dokumen/BKSAP-13-859f7fc8ad0d6825fb0ac891d506d816.pdf · Global Parlimentary Forum thuntuk menghadiri acara the 4 OECD

8

kemudian menjalar ke beragam aspek yang menyebar ke seluruh penjuru dunia. Sisi

baiknya adalah krisis tersebut telah mendorong negara-negara di dunia untuk mereformasi

kebijakannya agar krisis tidak berulang.

Harga komoditas-komoditas utama eperti bijih besi, tembaga, aluminium, emas dan

minyak terus mengalami penurunan yang tajam sejak 2012. Penurunan harga dipicu oleh

perlambatan ekonomi dari China yang sangat memengaruhi kinerja ekonomi negara-

negara yang bergantung terhadap ekspor seperti Indonesia, Brasil, dan Afrika Selatan.

Penurunan tersebut ikut memengaruhi mata uang dari ketiga negara diatas yang

mengalami depresiasi yang cukup besar terhadap US$.

Untuk kembali meningkatkan pertumbuhan ekonomi, negara-negara di dunia dapat

menggunakan mekanisme pendanaan (finance) melalui tiga cara, yakni:

1. Mengalokasikan modal dengan lebih efisien dan professional untuk mencegah krisis

finansial 2008 terulang kembali.

2. Memfasilitasi perdagangan internasional.

3. Menerapkan kebijakan moneter yang tepat.

OECD melakukan penelitian untuk melihat dampak beragam tipe pendanaan terhadap

pertumbuhan ekonomi suatu negara. OECD menggunakan tiga pengukuran: (i) nilai

tambah dari kegiatan pendanaan, (ii) penyaluran kredit bank, dan (iii) kapitalisasi pasar

saham.

Salah satu hasil penemuan yang menarik adalah pendanaan melalui pasar saham lebih

mampu mendorong pertumbuhan daripada pemberian kredit bank. Kenaikan 10 persen

kapitalisasi di pasar saham mampu mendorong pertumbuhan sebesar 0,2%. Di sisi lain,

dalam jangka panjang, kenaikan 10 persen kredit bank justru menurunkan pertumbuhan

sebesar 0,3%. Namun dalam jangka pendek, pemberian kredit baru dapat meningkatkan

pertumbuhan hingga titik tertentu. Ketika pemberian kredit melebihi ambang batas

(threshold), pemberian kredit justru akan memperlambat pertumbuhan sebagaimana yang

terjadi sebelum krisis 2008.

Ambang batas kredit tersebut berbeda-beda antar negara tergantung dari struktur keuangan

negara bersangkutan, peraturan, serta keterkaitan antar lembaga finansial. Anjloknya pasar

saham di Amerika Serikat yang dipicu oleh bangkrutnya Lehmann Brothers menjadi bukti

dikarenakan komplek dan saling terkaitnya industri finansial disana.

Krisis finansial 2008 dipicu oleh bangkrutnya Lehmann Brothers, salah satu firma

investasi terbesar yang merupakan institusi finansial too-big-too-fail (TBTF) dimana

kebangkrutan mereka memiliki dampak sangat besar terhadap perekonomian. Pemerintah

AS menyalurkan dana bantuan (bail out) untuk mencegah Lehmann Brothers dari

kebangkrutan. Namun hal tersebut tetap tidak mampu mencegah runtuhnya pasar finansial,

anjloknya harga saham, dan mendorong negara-negara memasuki masa resesi.

Kebijakan too-big-too-fail masih menjadi perdebatan. Penelitian OECD menemukan

bahwa negara yang menerapkan kebijakan TBTF justru lebih memperburuk pertumbuhan

dibanding dengan yang tidak. Bank yang TBTF memiliki kecendrungan untuk mengambil

Page 9: LAPORAN DELEGASI DPR-RI KE THE 4th OECD …dpr.go.id/dokakd/dokumen/BKSAP-13-859f7fc8ad0d6825fb0ac891d506d816.pdf · Global Parlimentary Forum thuntuk menghadiri acara the 4 OECD

9

risiko yang lebih besar karena mereka merasa memiliki jaminan bahwa pemerintah akan

membantu andaikan terjadi krisis.

OECD juga mengidentifikasi bahwa pendanaan melalui obligasi lebih mampu memicu

pertumbuhan dibandingkan melalui pemberian kredit bank. Buruknya kualitas kredit bank

juga dapat kian memperburuk pertumbuhan. Kita dapat melihat kasus sebelum krisis

finansial 2008 meletus di Amerika Serikat dimana bank sangat mudah memberikan

pinjaman kepada individu atau organisasi yang memiliki catatan kredit yang buruk.

Sebagai kesimpulan, OECD memberikan beberapa rekomendasi langkah-langkah yang

dapat dilakukan agar proses financing dapat menghasilkan pertumbuhan yang inklusif.

Yang pertama adalah dengan memperkuat kontrol kebijakan makro seperti mencegah

terjadi pemberian kredit secara berlebihan serta melakukan pengawasan yang lebih ketat

terhadap perbankan. Yang kedua adalah dengan mengurangi subsidi terhadap institusi

finansial yang too-big-too-fail yang terbukti gagal mencegah krisis 2008.

Yang terakhir adalah dengan reformasi perpajakan. Peraturan pajak di banyak negara

OECD mendorong perusahaan untuk memperoleh pendanaan melalui hutang, yang

memiliki risiko lebih besar, bukan menggunakan saham. Negara dapat melakukan

reformasi pajak untuk mengurangi yang disebut debt-bias dimana perusahaan memiliki

lebih banyak hutang dibanding saham (high debt to equity ratio).

f. Using Megatrends To Prepare For The Future Already In The Present

Dunia saat ini senantiasa berubah secara sangat cepat. Memprediksi apa yang akan terjadi

di masa depan merupakan suatu kemustahilan, namun kita dapat mengamati trend apa saja

yang saat ini sedang terjadi untuk memperkirakan perubahan besar apa saja yang akan

terjadi di masa mendatang.

OECD mendefinisikan Megatrends sebagai suatu trend baru yang besar dan memiliki

dampak luas pada beragam aspek kehidupan. OECD mengklasifikasikan Megatrends

menjadi lima aspek besar, yang dinamakan sebagai “OECD Five 'P's megatrends

framework”:

1. PEOPLE

Ketidaksetaraan gender, ketimpangan pendapatan, populasi yang terus bertambah dan

kian menua, serta kencangnya laju urbanisasi dimana semakin banyak orang yang

pindah dari desa ke kota yang dapat menimbulkan masalah sosial dan ekonomi jika

tidak diatasi dengan seksama merupakan beberapa isu utama yang akan dihadapi

banyak negara di masa mendatang.

2. PLANET

Isu utama berupa perubahan iklim, kerusakan keanekaragaman hayati, kekurangan

akses terhadap air bersih (yang memengaruhi 40% penduduk bumi pada 2050),

peningkatan kebutuhan akan energi (diperkirakan meningkat 37% pada 2040), serta

ketahanan pangan (apakah bumi mampu menyediakan pangan untuk 9 miliar penduduk

Page 10: LAPORAN DELEGASI DPR-RI KE THE 4th OECD …dpr.go.id/dokakd/dokumen/BKSAP-13-859f7fc8ad0d6825fb0ac891d506d816.pdf · Global Parlimentary Forum thuntuk menghadiri acara the 4 OECD

10

pada 2050). Melalui COP21, negara-negara di seluruh dunia telah bersepakat bekerja

sama untuk mencegah terjadinya kenaikan suhu iklim yang dapat memberikan dampak

negatif sangat besar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

3. PRODUCTIVITY

Kekuatan ekonomi mulai bergeser dari barat utara menuju timur selatan, tingginya

tingkat pengangguran (1 miliar pencari kerja pada 2025), kejahatan cyber yang makin

marak, serta tingginya biaya sosial (biaya kesehatan akan meningkat dua kali lipat

seiring makin menuanya populasi) menjadi beberapa isu penting. Negara berkembang

seperti Indonesia, India, Brasil akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar di dunia dalam

beberapa tahun mendatang. Banyak tantangan serta kesempatan yang harus kita hadapi.

4. POLICY

Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan (survei mencatat

hanya 25% yang percaya pada pemerintahan), tingginya tingkat korupsi (kerugian

global mencapai US$1 triliun),dan isu imigran yang masuk ke Eropa akibat krisis di

Timur Tengah menjadi isu hangat yang terjadi di negara-negara OECD.

5. PROGRESS

Maraknya paham ekstrimisme, mulai timbulnya kesadaran akan lingkungan, serta isu

pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

B. Partisipasi Delegasi DPR-RI

Terdapat enam agenda dalam the 4thOECD Parliamentary Days yakni Financing

Democracy, World Energy Outlook, Uberisation of Economy, Combatting Terrorist

Financing, Finance and Inclusive Growth, dan Megatrends. Delegasi Indonesia

memberikan sejumlah masukan dan kontribusi dalam beberapa agenda acara.

Delegasi DPR RI, bapak Yoseph Umar Hadi menyampaikan bahwa Indonesia tidak luput

dari krisis kepercayaan oleh masyarakatnya. Beliau menanyakan kepada forum, langkah-

langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan tersebut.

OECD menekankan tiga hal utama untuk mengembalikan kepercayaan, yakni:

INTEGRITAS, dengan meningkatkan usaha pemberantasan korupsi; PRO RAKYAT,

dengan mengeluarkan kebijakan yang mementingkan kepentingan rakyat yang bersifat

adil, merata, dan berkelanjutan; serta KEPASTIAN, dimana pemerintah harus mampu

meminimalisir ketidakpastian dalam beragam bidang seperti ekonomi dan politik.

Sementara itu dalam sesi “World Energy Outlook”, Delegasi Indonesia menggarisbawahi

pentingnya negara-negara dunia untuk mematuhi Paris Agreement yang disepakati dalam

COP21 tahun lalu di Paris. Indonesia menekankan pentingnya untuk mempromosikan

bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Dipaparkan pula bahwa di Indonesia terdapat

banyak sumber energi alternatif yang belum dimanfaatkan secara maksimal, seperti

geothermal, tenaga air, tenaga matahari dan biofuel.

Page 11: LAPORAN DELEGASI DPR-RI KE THE 4th OECD …dpr.go.id/dokakd/dokumen/BKSAP-13-859f7fc8ad0d6825fb0ac891d506d816.pdf · Global Parlimentary Forum thuntuk menghadiri acara the 4 OECD

11

Indonesia merupakan satu-satunya perwakilan dari Asia yang menghadiri acara ini.

Dengan menyampaikan sejumlah intervensi dalam beberapa agenda, kehadiran Delegasi

DPR RI telah ikut memberikan kontribusi dan memperkaya jalannya diskusi serta kian

mempererat hubungan antara DPR RI dengan OECD sebagai organisasi internasional yang

kerap bekerjasama dengan pemerintah Indonesia.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan partisipasi Delegasi DPR RI ke acara the 4th OECD Parliamentary Days pada

tanggal 3-5 Februari 2016, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Delegasi DPR RI telah berpartisipasi aktif dalam berbagai diskusi yang

diselenggarakan selama rangkaian acara the 4th OECD Parliamentary Days.

Indonesia juga merupakan satu-satunya perwakilan dari Asia yang menghadiri acara

ini.

2. Dengan menyampaikan sejumlah intervensi dalam beberapa agenda, kehadiran

Delegasi DPR RI telah ikut memberikan kontribusi dan memperkaya jalannya diskusi

serta kian mempererat hubungan antara DPR RI dengan OECD sebagai organisasi

internasional yang kerap bekerjasama dengan pemerintah Indonesia.

B. Saran

Dengan adanya sambutan baik dari OECD terhadap partisipasi Delegasi DPR RI, kiranya

DPR RI dapat terus berkomitmen untuk mempererat kerja sama dengan OECD dan

berpartisipasi aktif dalam acara-acara OECD yang akan datang.

V. PENUTUP

A. Keterangan Lampiran

Statement of Indonesian Delegation

Dokumentasi Foto

B. Kata Penutup

Partisipasi Delegasi DPR RI dalam the 4th OECD Parliamentary Days diharapkan dapat

mengoptimalkan peran DPR RI dalam second-track diplomacy dan mendukung kerja sama

yang lebih erat antara Indonesia dengan OECD. Sebagai tindak lanjut dari kunjungan

Delegasi DPR RI, BKSAP juga diharapkan untuk dapat memaksimalkan perannya sebagai

Alat Kelengkapan Dewan yang memiliki fungsi untuk membina, menjalin, dan

mengembangkan hubungan kerja sama dengan Parlemen negara lain maupun dengan

organisasi internasional. Sehubungan dengan banyaknya isu-isu pembangunan

Page 12: LAPORAN DELEGASI DPR-RI KE THE 4th OECD …dpr.go.id/dokakd/dokumen/BKSAP-13-859f7fc8ad0d6825fb0ac891d506d816.pdf · Global Parlimentary Forum thuntuk menghadiri acara the 4 OECD

12

berkelanjutan yang didiskusikan dalam OECD, diharapkan agar kerja sama antara

Indonesia dengan negara-negara anggota dan mitra kerja OECD dapat terus

dikembangkan, bukan hanya di level eksekutif (G to G), namun juga di level legislatif, dan

antar masyarakat.

Demikianlah pokok-pokok Laporan Delegasi DPR-RI Sidang the 4th OECD

Parliamentary Days di Paris, Perancis yang telah berlangsung pada tanggal 3-5 Februari

2016. Laporan ini dilampiri dengan dokumen terkait lainnya. Saya mengucapkan terima

kasih atas kepercayaan yang diberikan untuk melaksanakan tugas yang mulia bagi bangsa

dan negara Indonesia. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Maret 2016

Ketua Delegasi DPR RI,

H. Rofi Munawar, Lc

A-115

Page 13: LAPORAN DELEGASI DPR-RI KE THE 4th OECD …dpr.go.id/dokakd/dokumen/BKSAP-13-859f7fc8ad0d6825fb0ac891d506d816.pdf · Global Parlimentary Forum thuntuk menghadiri acara the 4 OECD

13

Page 14: LAPORAN DELEGASI DPR-RI KE THE 4th OECD …dpr.go.id/dokakd/dokumen/BKSAP-13-859f7fc8ad0d6825fb0ac891d506d816.pdf · Global Parlimentary Forum thuntuk menghadiri acara the 4 OECD

14

Page 15: LAPORAN DELEGASI DPR-RI KE THE 4th OECD …dpr.go.id/dokakd/dokumen/BKSAP-13-859f7fc8ad0d6825fb0ac891d506d816.pdf · Global Parlimentary Forum thuntuk menghadiri acara the 4 OECD

15


Recommended