Transcript
Page 1: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

LAPORAN AKHIR

KAJIAN KINERJA LOGISTIK PERDAGANGAN ANTAR

PULAU: STUDI KASUS BAJA

PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI

BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN

2014

Page 2: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan i

HALAMAN JUDUL

LAPORAN AKHIR

KAJIAN KINERJA LOGISTIK PERDAGANGAN ANTAR

PULAU: STUDI KASUS BAJA

PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI

BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN

2014

Page 3: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang

telah melimpahkan berkat, kasih dan rahmat-Nya sehingga Tim Peneliti

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri dapat menyelesaikan

Laporan “Kajian Kinerja Logistik Antar Pulau: Studi Kasus Baja”

tepat pada waktunya.

Kajian ini dilatarbelakangi bahwa bahan pangan pokok dan

strategis memegang peranan penting dalam aspek ekonomi, sosial,

bahkan politik. Terjadinya disparitas harga antar daerah menjadi salah

satu indikasi masih adanya permasalahan logistik, baik itu dalam distribusi

antar pulau bahan pangan pokok maupun barang strategis. Oleh karena

itu perlu dilakukan kajian mendalam mengenai kinerja logistik antar pulau

dengan fokus untuk menjawab pertanyaan: Apa yang menjadi faktor

determinan terjadinya bottleneck sistem logistik antar pulau.

Sentra produksi dari produk-produk baja berada di pulau Jawa.

Sementara itu konsumen produk baja tersebar di seluruh wilayah

Indonesia. Potensi permintaan baja konstruksi seiring dengan proyek-

proyek MP3EI tentunya harus dipenuhi oleh produksi baja dari pulau

Jawa. Kelancaran distribusi dan logistik produk baja menjadi penting untuk

memastikan terpenuhinya kebutuhan baja tepat waktu dengan biaya yang

wajar dalam rangka mendukung pelaksanaan MP3EI. Maka penting

mengetahui lebih jauh kinerja logistik komoditi baja pada rute-rute terpilih

di Indonesia khususnya biaya dan waktu distribusi. Serta permasalahan-

permasalahan yang dihadapi (logistic bottleneck) dalam rantai pasok

pendistribusian baja.

Page 4: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan iii

Demikian, semoga hasil kajian ini dapat dimanfaatkan sebaiknya

dan dapat menjadi informasi yang berguna bagi pengambil kebijakan.

Hasil kajian ini tentunya belum sempurna, maka dari itu sumbang dan

saran dari pembaca kami harapkan dan untuk semua itu disampaikan

terima kasih.

Jakarta, September 2014

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri

Page 5: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan iv

ABSTRAK

KAJIAN KINERJA LOGISTIK PERDAGANGAN ANTAR PULAU: STUDI KASUS BAJA

Kenaikan harga bahan konstruksi menjadi tantangan sektor konstruksi. Permintaan baja konstruksi harus dipenuhi oleh produksi baja dari pulau Jawa. Kelancaran distribusi produk baja penting untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan baja tepat waktu dengan biaya yang wajar dalam rangka mendukung pelaksanaan MP3EI. Tujuan kajian ini untuk merumuskan kebijakan dalam mengatasi bottleneck logistik. Kajian ini menggunakan pendekatan analisis deskriptif (mengkombinasikan data kuantitatif dan kualitatif). Pola distribusi baja memiliki kesamaan antar rute distribusi dan relatif pendek. Kendala dalam distribusi baja antara lain kepadatan jalan, kondisi infrastruktur yang buruk serta kurang kondusif, adanya biaya pengawalan yang menyebabkan biaya distribusi baja menjadi tinggi. Upaya untuk mengurangi biaya logistik dapat dilakukan melalui pembangunan dan perbaikan infrastruktur jalan ke pelabuhan, perencanaan jalur transportasi, peningkatan ketertiban pengguna transportasi, meningkatkan penggunaan moda kereta api dalam distribusi barang. Selain itu juga diperlukan pusat distribusi baja di Jakarta untuk mengurangi biaya logistik. Dalam jangka panjang, pemerintah dan swasta perlu meningkatkan investasi produksi baja di wilayah yang memiliki pertumbuhan permintaan baja seperti di Indonesia Timur. Kata kunci: kinerja logistik, baja, dan MP3EI

ABSTRACT

STUDY OF LOGISTIC PERFORMANCE ON INTER ISLAND TRADE: CASE STUDY OF STEEL

The increase in the price of construction materials has been a challenge in the construction sector. Demand of steel for construction have to be provided by the production of steel from Java. Distribution of steel products is important to ensure delivery of steel timely and at a reasonable cost in order to support the implementation of the MP3EI. The purpose of this study is to formulate a policy to address logistics bottlenecks. This study uses descriptive analysis (combining quantitative and qualitative data). Steel distribution have the same pattern between route and relatively short. Constraints in the steel distribution are the density of road, poor infrastructure, the cost of security that causing high distribution costs. Efforts to reduce the cost of logistics can be made through the improvement of road infrastructure to the port, planning transportation path, improved obidience of transportation users, increasing the use of rail modes in the distribution of goods. Further, steel distribution center is needed in Jakarta to reduce logistics costs. In the long run, the government and private sector need to increase investment in steel production on the high demand area such as in eastern Indonesia. Key words: logistic performance, steel, and MP3EI

Page 6: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii ABSTRAK ....................................................................................................... iv DAFTAR ISI ..................................................................................................... v DAFTAR TABEL .............................................................................................vii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ........................................................................... 2 1.3. Tujuan Kajian ...................................................................................... 4 1.4. Keluaran Kajian ................................................................................... 4 1.5. Manfaat Kajian .................................................................................... 5 1.6. Ruang Lingkup Kajian ......................................................................... 5 1.7. Sistematika Laporan Kajian ................................................................. 8

BAB II TINJAUAN LITERATUR ....................................................................... 9 2.1. Kinerja Logistik .................................................................................... 9 2.2. Pengertian Logistik .............................................................................. 9

2.2.1. Persediaan .......................................................................... 11 2.2.2. Pergudangan ....................................................................... 13 2.2.3. Transportasi ......................................................................... 15 2.2.4. Sistem Informasi .................................................................. 16 2.2.5. Supply Chain Management .................................................. 17

2.3. Sistem Distribusi ............................................................................... 18 2.3.1. Fasilitas Distribusi ................................................................ 19 2.3.2. Infrastruktur ......................................................................... 20

2.4. Kondisi Logistik di Indonesia ............................................................. 20 2.5. Six Key Driver Pada Cetak Biru Pengembangan Sislognas .............. 21 2.6. Komoditas Baja ................................................................................. 23

2.6.1. Produksi dan Sentra produksi Baja ...................................... 23 2.6.2. Konsumsi Baja Nasional ...................................................... 26 2.6.3. Pola Distribusi Baja .............................................................. 28

2.7. Indikator Komposit ............................................................................ 29 2.8. Kerangka Berpikir .............................................................................. 30

BAB III METODOLOGI .................................................................................. 32 3.1. Metode Analisis ................................................................................. 32

3.1.1. Analisis Pola Distribusi Baja................................................. 32 3.1.2. Analisis Bottleneck ............................................................... 32 3.1.3. Indeks Komposit .................................................................. 36

3.2. Jenis Data, Sumber dan Metode Pengumpulan Data ........................ 37 3.2.1. Data dan Sumber Data ........................................................ 37 3.2.2. Metode Pengumpulan Data ................................................. 49

Page 7: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan vi

BAB IV ANALISIS KINERJA LOGISTIK ANTAR PULAU KOMODITI BAJA .. 55 4.1. Pola Distribusi Baja ........................................................................... 55 4.2. Biaya dan Waktu Distribusi ............................................................... 60

4.2.1. Pengaturan Metode Distribusi .............................................. 60 4.2.2. Penentuan Transporter (Pelaksana Pengangkutan) ............ 62 4.2.3. Biaya ................................................................................... 63 4.2.4. Waktu .................................................................................. 72

4.3. Biaya Trucking .................................................................................. 78 4.4. Indeks Kinerja Logistik Baja .............................................................. 82 4.5. Hambatan Logistik ............................................................................ 85

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ............................ 87 5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 87 5.2. Rekomendasi Kebijakan .................................................................... 89

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 91 Lampiran ....................................................................................................... 93

Page 8: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Produksi dan Konsumsi Besi/Baja Kasar Indonesia ................... 24 Tabel 2.2. Produksi Baja Indonesia dan Dunia 2008-2012.......................... 25 Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

2011 ............................................................................................ 27 Tabel 3.1. Data dan Sumber Data: Gudang Pabrik ke Distributor dan

Konsumen (di Dalam Pulau) ........................................................ 38 Tabel 3.2. Data dan Sumber Data: Gudang Pabrik ke Pelabuhan Asal dan

Pelabuhan Tujuan ke Distributor dan Konsumen (Antar Pulau) ... 42 Tabel 3.3. Data dan Sumber Data: Pelabuhan Asal ke Pelabuhan Tujuan .. 46 Tabel 4.1. Indeks Kinerja Logistik Baja ........................................................ 83

Page 9: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Ruang Lingkup Studi ................................................................. 6 Gambar 1.2. Proses Supply Chain dalam Studi ............................................. 7 Gambar 1.3. Batasan Supply Chain di Kajian ................................................ 8 Gambar 2.1.Sistem Logistik ......................................................................... 10 Gambar 2.2. Komponen Utama Pembentuk Sistem Logistik ........................ 11 Gambar 2.3. Aliran Informasi Logistik .......................................................... 17 Gambar 2.4. Saluran Pemasaran Pelanggan dan Saluran Pemasaran

Bisnis ....................................................................................... 19 Gambar 2.5. Six Key Drivers Sislognas ....................................................... 22 Gambar 2.6. Peta Persebaran Industri Baja Nasional .................................. 26 Gambar 2.7. Pola Distribusi Bahan Baku Besi Baja Dalam Negeri .............. 28 Gambar 2.8. Pola Distribusi Produk Olahan Besi dan Baja Dalam Negeri ... 29 Gambar 2.9. Kerangka Berpikir.................................................................... 31 Gambar 3.1. Biaya Distribusi Baja di Dalam Pulau ...................................... 33 Gambar 3.2. Biaya Distribusi Baja Antar Pulau ............................................ 35 Gambar 3.3. Cakupan Analisis dengan Pendekatan Supply Chain Untuk

Distribusi Antar Pulau .............................................................. 49 Gambar 4.1. Pola Distribusi Baja ................................................................. 56 Gambar 4.2. Sentra Produksi Baja Lonjoran di Indonesia Tahun 2012 ........ 57 Gambar 4.3. Jalur Distribusi Baja Ke Balikpapan ......................................... 58 Gambar 4.4. Jalur Distribusi Baja Ke Makassar ........................................... 59 Gambar 4.5. Jalur Distribusi Baja Ke Manado ............................................. 60 Gambar 4.6. Biaya Logistik Antar Pulau Komoditi Baja dari Cilegon ............ 64 Gambar 4.7. Biaya Logistik Antar Pulau Komoditi Baja dari Jakarta ............ 68 Gambar 4.8. Biaya Logistik Antar Pulau Komoditi Baja dari Surabaya ......... 69 Gambar 4.9. Biaya Logistik Komoditi Baja dari Medan ................................ 70 Gambar 4.10. Rekap Biaya dan Waktu Logistik ........................................... 71 Gambar 4.11. Jarak dan Waktu dan Kecepatan dari Cilegon ....................... 73 Gambar 4.12. Biaya Logistik dan Waktu dari Cilegon .................................. 73 Gambar 4.13. Jarak dan Waktu dan kecepatan dari Jakarta ........................ 74 Gambar 4.14. Biaya Logistik dan Waktu dari Jakarta ................................... 75 Gambar 4.15. Jarak dan Waktu dari Surabaya ............................................ 76 Gambar 4.16. Biaya Logistik dan Waktu dari Surabaya ............................... 76 Gambar 4.17. Jarak dan Waktu dari Origin Medan ...................................... 77 Gambar 4.18. Biaya Logistik dan Waktu dari Origin Medan ......................... 77 Gambar 4.19. Biaya Trucking/Kg Dari Pelabuhan-Gudang .......................... 79 Gambar 4.20. Biaya Trucking/Km Dari Pelabuhan-Gudang ......................... 79 Gambar 4.21. Lainnya dalam Logistik Baja .................................................. 80 Gambar 4.22. Hambatan Logistik Menurut Persepsi Responden ................. 85 Gambar 4.23 Hambatan Logistik Secara Rinci ............................................ 86

Page 10: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan untuk meningkatkan konektivitas dan integrasi

pasar nasional telah diakui oleh Pemerintah Indonesia sebagai

kebijakan prioritas, seperti yang dinyatakan dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014, Masterplan

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 15-

tahunan (MP3EI 2011-2025), dan Cetak Biru Logistik Nasional

(SISLOGNAS).

Cetak biru Sislognas berperan dalam mencapai sasaran

RPJMN, menunjang Implementasi MP3EI, dan mewujudkan visi

ekonomi Indonesia Tahun 2025, yaitu “Locally integrated, Globally

connected, for National Competitiveness and Social Welfare”.

Pendekatan utama Cetak Biru Sislognas antara lain dengan

pendekatan Berbasis Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain

Management), pendekatan Paradigma (ship follows then trade

promotes the trade), dan menggunakan pendekatan 6 kunci

penggerak utama logistik (six key drivers) yang terdiri dari Komoditas

Penggerak Utama; Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik; Infrastruktur

Transportasi; Teknologi Informasi dan Komunikasi; Manajemen

Sumber Daya Manusia; dan Regulasi dan Kebijakan.

Kinerja yang tidak memadai dari sistem logistik dapat

menghambat potensi daya saing produk Indonesia baik di dalam

negeri maupun dalam jaringan produksi global. Pada tahun 2011,

biaya logistik Indonesia mencapai 24,6% dari PDB Indonesia atau

sebesar IDR 1.800 triliun, sementara Amerika Serikat hanya

mencapai 9,9%, Jepang 10,6% dan Korea Selatan 16,3% (Industry

Update, 2013). Menurut Indikator Kinerja Logistik (LPI) 2012 yang

dipublikasikan oleh Bank Dunia, Indonesia ditempatkan ke posisi 59,

Page 11: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 2

di bawah mitra ASEAN seperti Vietnam (53), Filipina (52), Thailand

(38) dan Malaysia (29).

Data lainnya juga menunjukan kinerja logistik belum

menggembirakan karena menurut data-data dari Bank Dunia, biaya

pengiriman satu kontainer dari Tanjung Priok menuju Padang ($600)

dan dari Tanjung Priok menuju Sorong ($1,000) lebih mahal dari

biaya pengiriman dengan rute Tanjung Priok menuju Singapura

($185). Selain itu, waktu pengiriman yang mudah berubah dan

frekuensi perjalanan kapal kontainer yang terbatas menyebabkan

tingginya ketidakpastian serta mendorong tingginya biaya logistik.

Hal ini berdampak pada disparitas harga antar wilayah (World Bank,

2013).

1.2. Perumusan Masalah

Dalam rangka menunjang pembangunan infrastruktur sebagai

bagian dari implementasi MP3EI, kenaikan harga bahan baku

konstruksi akan menjadi tantangan tersendiri di sektor konstruksi,

terutama harga semen, besi dan baja, serta aspal. Walaupun tren

harga baja global menurun, namun keterbatasan pasokan baja

memberikan tekanan tersendiri bagi harga baja domestik (Industry

Update, 2013). Saat ini sektor yang menjadi konsumen terbesar baja

nasional adalah sektor konstruksi. Konsumsi di sektor ini mencapai

78 persen dari total konsumsi baja nasional.

Konsumsi baja suatu negara merupakan salah satu indikator

kemajuan negara. Jika tinggi suatu peradaban atau kemajuan

bangsa dapat dikaitkan dengan kemajuan ekonomi negara, maka

konsumsi baja dapat dipakai sebagai indikator (Warell-Olsson 2009;

Walters 2012). Hal ini cukup logis mengingat material baja diperlukan

pada berbagai sektor industri sebagai bahan bakunya. Jadi negara

yang banyak memakai baja bisa dianggap tergolong maju

perekonomiannya, sehingga kemungkinan besar juga maju dari segi

Page 12: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 3

peradaban dan budayanya. Oleh karena permintaan baja dianggap

sebagai indikator kemajuan perekonomian (Manulang, 2011).

Konsumsi baja Indonesia saat ini berdasarkan data dari World

Steel Association (2013) mencapai 613 kg/kapita pada tahun 2012.

Walaupun telah mengalami peningkatan dari tahun-tahun

sebelumnya namun nilai konsumsi ini masih relatif rendah jika

dibandingkan dengan konsumsi baja Korea Selatan 1.159,2

kg/kapita, Jepang 544,2 kg/kapita, Malaysia 353,8 kg/kapita dan

Singapura 903,7 kg/kapita pada tahun yang sama. Penggunaan

produk-produk dari industri baja dapat dilihat dalam pembuatan kapal

laut, kereta api, mobil, dan beragam produk lainnya. Produk baja

juga dipakai dalam pengeboran minyak bumi, pembangunan

jembatan, jalan, pabrik, perkantoran, serta fasilitas-fasilitas umum

lainnya.

Indonesia Iron and Steel Industry Association memperkirakan

konsumsi baja di dalam negeri mencapai 15 juta ton hingga tahun

2015 seiring terealisasinya sejumlah proyek-proyek MP3EI.

Beberapa proyek pembangunan infrastruktur antara lain seperti di

Koridor Sulawesi uang sedang membangun Trans-Sulawesi serta

Koridor Papua dan Kepulauan Maluku yang sedang membangun

pelabuhan laut, pembangunan bandara, pembangunan pabrik

pengolahan nikel dan lain-lain. Proyek-proyek tersebut tentunya

membutuhkan pasokan baja yang cukup agar berjalan dengan lancar

dan tepat waktu.

Gambaran umum peta produksi baja nasional menunjukkan

bahwa sentra produksi dari produk-produk baja berada di pulau

Jawa. Pada tahun 2009, 64% industri baja berada di Pulau Jawa,

26% ada di Sumatera, 6,6% ada di Sulawesi dan 3,4% ada di

Kalimantan. Manurut Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia

(IISIA) (2012), produsen baja slab dan billet1 yang memiliki kapasitas

1 Billet adalah Bentuk baja setengah jadi yang digunakan untuk produk - produk yang berukuran panjang : bars, channels, atau bentuk struktural lainnya. Billet berbeda dari slab karena ukuran dimensi luarnya; normalnya ukuran billet adalah 2 sampai 7 inchi persegi, sedangkan slabs

Page 13: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 4

produksi besar hanya ada di Cilegon dan Surabaya. Sementara itu

konsumen produk baja tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Potensi permintaan baja konstruksi seiring dengan proyek-proyek

MP3EI tentunya harus dipenuhi oleh produksi baja dari pulau Jawa.

Kelancaran distribusi dan logistik produk baja menjadi penting untuk

memastikan terpenuhinya kebutuhan baja tepat waktu dengan biaya

yang wajar dalam rangka mendukung pelaksanaan MP3EI.

Berdasarkan paparan di atas maka penting mengetahui lebih

jauh kinerja logistik komoditi baja pada rute-rute terpilih di Indonesia

khususnya biaya dan waktu distribusi. Serta permasalahan-

permasalahan yang dihadapi (logistic bottleneck) dalam rantai pasok

pendistribusian baja dari sentra produksi ke wilayah konsumsi yang

dipetakan berdasarkan 6 kunci penggerak utama logistik. Untuk itu

diperlukan kajian kinerja logistik komoditi baja.

1.3. Tujuan Kajian

Tujuan dari kajian ini adalah untuk:

a. Mengidentifikasi pola distribusi komoditas baja.

b. Menganalisis kinerja logistik untuk komoditas baja.

c. Mengidentifikasi bottleneck2 menyangkut aspek logistik yang

muncul pada rantai pasok yang diteliti.

d. Merumuskan kebijakan dalam mengatasi bottleneck.

1.4. Keluaran Kajian

Keluaran yang diharapkan dari kajian ini adalah:

a. Pola distribusi komoditas baja.

b. Kinerja logistik komoditas baja pada rute terpilih.

c. Bottleneck yang mempengaruhi kinerja sistem logistik

komoditas/produk dan rute terpilih.

lebarnya 30 sampai 80 inchi dan tebalnya 2 inchi sampai 10 inchi . Pada umumnya kedua bentuk tersebut continually cast, tapi keduanya mungkin sangat berbeda dalam susunan kimianya. Diakses dari http://steelindonesia.com/main.asp?cp=glossary pada tanggal 11 Maret 2014. 2 Bottleneck adalah kondisi yang menghambat kinerja sistem yang disebabkan keterbatasan dari

kapasitas.

Page 14: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 5

d. Saran kebijakan kebijakan untuk mengatasi bottleneck.

1.5. Manfaat Kajian

a. Studi ini menjadi langkah awal pengembangan indikator kinerja

logistik Indonesia untuk dapat mengukur kinerja logistik

Indonesia

b. Dengan diketahuinya kinerja logistik untuk rute terpilih serta

permasalahan yang ada, dapat dikembangkan rekomendasi

kebijakan untuk mengatasi bottleneck (debottlenecking) pada

rantai pasok.

1.6. Ruang Lingkup Kajian

Analisis dalam kajian ini mencakup 3 dimensi, yaitu:

a. Barang yang diangkut. Studi ini dikhususkan untuk komoditas

baja.

Pertimbangan pemilihan komoditas/produk adalah komoditas

barang strategis yang merupakan komoditas pendukung

pembangunan dalam proyek-proyek MP3EI. Jenis produk baja

yang akan diamati adalah produk baja konstruksi yaitu Produk

Baja Lonjoran (Long Product) dan Produk Baja Lembaran (Flat

Product)3. Kedua jenis produk baja tersebut dipilih karena

merupakan bahan yang umum digunakan dalam konstruksi

pembangunan.

b. Rantai pasok dan/atau koridor. Pendekatan rantai pasok yang

dimaksud adalah mengikuti perpindahan barang/komoditas dalam

proses rantai pasok dari produsen sampai ke distributor. Analisis

akan dilakukan di setiap segmen atau tahapan dari rantai pasok

tersebut.

3 Flat product merupakan Kategori baja yang meliputi sheet, strip, dan pelat timah, dll. Dihasilkan dengan cara melewatkan ingot / slab diantara dua gulungan. Sedangkan long product adalah klasifikasi dari produk-produk baja meliputi bar, rod dan profile yang lebih tepat disebut panjang daripada datar. Diakses dari http://steelindonesia.com/main.asp?cp=glossary pada tanggal 11 Maret 2014.

Page 15: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 6

Penentuan lokasi survey didasarkan pada kota-kota

produsen baja (Medan, Cilegon dan Surabaya) dan beberapa kota

yang diketahui sebagai penerima pasokan baja. Sementara itu

untuk kota yang akan disurvey sebagai kota tujuan barang dipilih

berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut:

1). Kota yang berada di pulau yang berbeda dari kota asal,

mengingat fokus penelitian adalah perdagangan antar pulau.

2). Kota yang dapat mewakili wilayah Indonesia, baik bagian

Barat, Tengah, maupun Timur.

Dari kriteria pemilihan kota yang akan disurvey, maka yang

akan disurvey sebagai kota tujuan sementara adalah Balikpapan,

Makassar, dan Manado.

c. Kinerja Distribusi.

1). Ruang lingkup kinerja dari distribusi yang dimaksud adalah

waktu, biaya serta kualitas pelayanan logistik.

2). Akan diidentifikasi pula bottleneck yang muncul dalam rantai

pasok yang diteliti dan dipetakan berdasarkan 6 kunci

penggerak utama logistik yaitu Komoditas Penggerak Utama;

Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik; Infrastruktur Transportasi;

Teknologi Informasi dan Komunikasi; Manajemen Sumber Daya

Manusia; serta Regulasi dan Kebijakan .

KORIDOR

INDIKATORKINERJA KOMODITAS

• Waktu• Biaya• Kualitas Pelayanan

• Rute Transportasi Utama (Laut, Darat)

• Barang Strategis• Kargo

Trade PatternKomoditas Baja

INDIKATOR

Gambar 0.1. Ruang Lingkup Studi

Six Key Drivers Sislognas

Page 16: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 7

Sementara itu tahapan proses distribusi berdasarkan rantai

pasok sebagaimana yang disebutkan pada poin 2 di atas dapat

dijelaskan pada Gambar 1.2. Rantai pasok akan dibagi ke dalam dua

jenis distribusi yaitu intra-island dan inter-island. Distribusi intra-

island meliputi proses rantai pasok melalui jalur darat di satu pulau.

Sedangkan distribusi inter-island meliputi proses rantai pasok antar

pulau.

Gambar 0.2. Proses Supply Chain dalam Studi

Proses distribusi dari rantai pasok juga dibatasi mulai dari

produsen di kota asal sebelum diangkut ke pelabuhan hingga ke

distributor dan konsumen di kota tujuan. Secara umum pemangku

kepentingan yang terlibat dalam rangkaian rantai pasok yang diteliti

dimulai dari penjual di kota asal hingga pembeli di kota tujuan

(Gambar 1.8). Namun demikian, hal ini tidak bersifat baku, dimana

dimungkinkan rangkaian rantai pasok langsung ditangani produsen

yang khusus memiliki divisi distribusi antar pulau. Sehingga pada

prinsipnya cakupan rantai pasok pada studi ini adalah proses

distribusi yang menggunakan kombinasi 2 moda transportasi, yaitu

transportasi darat dan transportasi laut.

Page 17: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 8

Gambar 0.3. Batasan Supply Chain di Kajian

1.7. Sistematika Laporan Kajian

Laporan kajia disusun dalam enam Bab, yaitu:

Bab I. Pendahuluan

Pada Bab ini dibahas mengenai latar belakang penelitian, tujuan

penelitian, keluaran penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup

penelitian dan sistematika penelitian

Bab II Tinjauan Pustaka

Pada Bab ini dibahas tinjauan literatur mengenai logistik, sistem

distribusi, produksi dan distribusi baja serta penelitian terdahulu.

Bab III Metodologi

Pada Bab ini dibahas data dan sumber data, metode pengumpulan

data: studi literatur, survei, dan analisis data.

Bab IV Analisis Kinerja Logistik Antar Pulau Komoditi Baja

Pada Bab ini akan menyajikan hasil analisis dari peran biaya logistik

dalam distribusi baja dan hasil identifikasi bottleneck distribusi baja.

Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan

Bab ini menyajikan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil analisis

kinerja logistik komoditi baja.

PRODUSEN

BAHAN

BAKU

PRODUSEN

LONG DAN

FLAT

PORDUCT

DISTRIBUTOR

- ANTAR PULAU

- DALAM

PULAU

AGEN/

PENGECER

KONSUMEN

BESAR

(perusahaan

konstruksi)

KONSUMEN

KECIL

Page 18: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 9

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

2.1. Kinerja Logistik

Kinerja logistik dapat mempengaruhi daya saing perdagangan

suatu negara. Data berdasarkan Doing Business (2013)

menunjukkan bahwa di Laos memerlukan waktu rata-rata 44 hari

untuk melakukan export satu kontainer ukuran TEU (Container 20

feet). Sedangkan di Singapura hanya membutuhkan waktu 5 hari.

Dalam hal biaya untuk ekspor, di Laos membutuhkan biaya US

$1,880 sedangkan di Malaysia hanya membutuhkan sekitar US

$450. Sedangkan di Indonesia untuk melakukan ekspor satu

kontainer membutuhkan waktu kurang lebih 17 hari dan biaya sekitar

US $644.

Ukuran kinerja logistik dapat dilihat berdasarkan biaya dan

waktu pengiriman barang.Dari hasil penelitian, diketahui biaya

transportasi dan logistik sangat mempengaruhi perdagangan dan

pergerakan barang antar daerah (Hausman, Lee, dan Subramanian,

2005). Kinerja logistik yang buruk dapat mempengaruhi daya saing

barang atau produk dan mempengaruhi biaya logistik dan waktu

distribusi dari produk itu.

Untuk Indonesia sebagai negara kepulauan, ketersediaan data

kinerja logistik khususnya yang terkait dengan distribusi antar pulau

menjadi sangat penting karena dapat mengetahui permasalahan

logistik (bottleneck logistics) dalam pengiriman barang antar pulau

dan membandingkan indikator daya saing perdagangan antar pulau,

khususnya biaya dan waktu antar rute-rute tertentu.

2.2. Pengertian Logistik

Logistik atau manajemen logistik merupakan bagian dari proses

supply chain yang merencanakan, mengimplementasikan, dan

Page 19: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 10

mengendalikan efisiensi dan efektivitas aliran dan penyimpanan

barang, jasa, dan informasi terkait dari titik awal sampai ke titik

konsumsi untuk memenuhi keperluan pelanggan (Council of

Logistics Management (CLM), 1986). Gambar di bawah ini

menunjukkan suatu sistem logistik secara sederhana.

Gambar 0.1. Sistem Logistik

Pada prinsipnya, dalam suatu sistem logistik terdapat dua aliran

utama. Aliran pertama adalah aliran barang dari pemasok, ke pabrik

atau manufakturing, hingga ke pelanggan. Berlawanan dengan aliran

barang, terdapat aliran informasi yang mengalir dari pelanggan, ke

pabrik, hingga ke pemasok.

Selain memperhatikan aliran barang, manajemen logistik juga

memperhatikan proses penyimpanan barang tersebut. Sebagai

sebuah sistem, logistik terdiri atas beberapa subsistem atau

komponen-komponen utama, yaitu Persediaan, Pergudangan,

Transportasi, dan Sistem Informasi (Setijadi, 2009). Gambar berikut

ini menunjukkan keterkaitan di antara komponen-komponen utama

pembentuk sistem logistik tersebut.

Page 20: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 11

Sumber: Setijadi (2009)

Gambar 0.2. Komponen Utama Pembentuk Sistem Logistik

2.2.1. Persediaan

Persediaan (inventory) adalah stok atau item-item yang

digunakan untuk mendukung produksi (bahan baku dan

barang setengah jadi), kegiatan-kegiatan (perawatan,

perbaikan, dan operating supplies), dan pelayanan pelanggan

(barang jadi dan suku cadang. Item-item tersebut dibeli untuk

dijual kembali, mencakup barang jadi, barang setengah jadi,

dan bahan baku (APICS Dictionary, 10th ed.)

Persediaan harus diadakan dengan beberapa alasan, yaitu:

1. Persiapan kegiatan produksi dan penjualan

Perusahaan manufaktur membutuhkan bahan baku untuk

kegiatan produksinya. Bahan baku ini disimpan oleh

perusahaan sebagai persediaan yang siap digunakan

ketika dibutuhkan untuk produksi. Untuk perusahaan

dagang, persediaan berupa barang jadi yang disimpan

untuk penjualan.

2. Dukungan kegiatan perawatan, perbaikan, dan

operasional

Perusahaan perlu menjaga supaya produksi dan

operasional selalu berjalan dengan baik. Perusahaan

perlu melakukan kegiatan perawatan dan perbaikan

Page 21: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 12

terhadap mesin-mesin produksi, peralatan, dan bangunan.

Untuk itu, perusahaan memerlukan persediaan yang siap

untuk digunakan ketika dibutuhkan.

3. Pertimbangan ekonomi skala (economies of scale)

Pengadaan akan bersifat ekonomis jika dilakukan pada

jumlah tertentu, sehingga perusahaan seringkali

melakukan pemesanan melebihi jumlah yang dibutuhkan

untuk periode waktu tertentu. Kelebihan jumlah ini menjadi

persediaan di perusahaan tersebut.

4. Melindungi dari ketidakpastian permintaan

Jumlah permintaan terhadap suatu barang atau produk

berubah-ubah. Perusahaan menggunakan persediaan

untuk melindungi dari ketidakpastian permintaan ini

sehingga dapat terhindar dari kondisi kekurangan

persediaan (stockout).

5. Melindungi dari ketidakpastian pasokan

Pengiriman barang dari pemasok (seperti bahan baku

untuk perusahaan manufaktur) bisa mengalami gangguan.

Hal ini terjadi, misalnya, karena ada kendala produksi di

pemasok, masalah transportasi, dan sebagainya.

Ketidakpastian ini diantisipasi oleh perusahaan dengan

adanya persediaan, sehingga kegiatan perusahaan

(produksi atau penjualan) tidak terganggu.

Persediaan dapat dibedakan atas beberapa jenis atau

tipe, yaitu: persediaan siklus (cycle stock), persediaan in-

transit, persediaan pengaman atau penyangga (safety atau

buffer stock), persediaan spekulatif (speculative stock),

persediaan musiman (seasonal stock), dan dead stock.

Konsekuensi dari adanya persediaan adalah munculnya

biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Biaya utama persediaan

dapat dibedakan atas: inventory carrying costs, order/setup

Page 22: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 13

costs, expected stock-out costs, dan in-transit inventory

carrying costs. Inventory carrying costs mencakup: biaya

modal (capital cost), biaya ruang penyimpanan (storage space

cost), biaya pelayanan persediaan (inventory service cost),

dan biaya risiko persediaan (inventory risk cost).

Jumlah persediaan harus dikelola pada suatu tingkat

yang optimal. Jumlah persediaan yang terlalu tinggi atau

terlalu rendah akan berdampak terhadap biaya atau risiko

tertentu.

a. Jumlah atau tingkat persediaan yang tinggi memang

memberikan beberapa keuntungan, seperti jaminan

terpenuhinya pasokan untuk kegiatan produksi atau

pemenuhan permintaan pelanggan. Namun, konsekuensi

dari tingkat persediaan yang tinggi adalah biaya besar yang

harus ditanggung, baik biaya modal maupun biaya risiko

persediaan. Risiko persediaan mencakup risiko-risiko:

kehilangan, kerusakan, dan keusangan (obsolescence).

b. Dengan jumlah atau tingkat persediaan yang rendah,

berarti biaya modal yang dikeluarkan juga rendah. Namun,

jumlah atau tingkat persediaan yang rendah berdampak

terhadap jaminan pasokan yang rendah untuk produksi dan

pemenuhan permintaan pelanggan. Apabila produksi dan

pemenuhan permintaan pelanggan terganggu, maka terjadi

kehilangan peluang penjualan (lost of sales) hingga

kehilangan pelanggan (lost of customers).

2.2.2. Pergudangan

Gudang merupakan fasilitas penting dalam sistem

logistik yang mempunyai fungsi utama sebagai tempat

penyimpanan barang atau produk. Barang atau produk

disimpan sementara waktu sebelum digunakan atau

dikirimkan ke tempat yang membutuhkan.

Page 23: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 14

Dalam sistem pergudangan terdapat tiga kegiatan utama

penanganan barang, yaitu di bagian penerimaan, di dalam

gudang, dan di bagian pengiriman. Penanganan barang

tersebut membutuhkan berbagai metode dan peralatan.

Fungsi gudang dapat dibedakan sebagai terminal konsolidasi,

pusat distribusi, break-bulk operation, in-transit mixing, dan

cross-dock operation.

a. Terminal konsolidasi: gudang digunakan untuk

mengumpulkan beberapa macam barang dari masing-

masing sumber untuk selanjutnya dikirimkan ke tempat

tujuan.

b. Pusat distribusi: gudang digunakan untuk mengumpulkan

beberapa macam barang dari masing-masing sumber untuk

selanjutnya dikirimkan ke beberapa tempat tujuan.

c. Break-bulk operation: gudang digunakan untuk menerima

barang atau produk dalam jumlah atau volume besar,

kemudian dipecah-pecah atau dibagi-bagi dalam jumlah

atau volume yang lebih kecil dan selanjutnya dikirimkan ke

beberapa tempat tujuan.

d. In-transit mixing: gudang digunakan untuk menerima atau

mengumpulkan beberapa macam barang dari masing-

masing sumber, kemudian dibagi-bagi dan digabungkan

atau dikombinasikan dengan variasi jenis dan jumlah yang

sesuai dengan masing-masing permintaan, serta

selanjutnya dikirimkan ke beberapa tempat tujuan (asal

permintaan) masing-masing tersebut.

e. Cross-dock operation: gudang digunakan untuk menerima

barang atau produk dari masing-masing sumber untuk

selanjutnya segera dikirimkan ke tempat tujuan masing-

masing tanpa mengalami proses penyimpanan di gudang

tersebut.

Page 24: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 15

Hal penting berkaitan dengan gudang adalah penentuan

jumlah, lokasi, dan kapasitas. Jumlah gudang harus

dipertimbangkan secara optimal. Selain akan mempengaruhi

biaya operasional, jumlah gudang akan mempengaruhi pula

pola, frekuensi, dan biaya transportasi. Lokasi

dipertimbangkan dengan mempertimbangkan akses, baik

akses dari tempat-tempat pasokan maupun akses ke tempat-

tempat permintaan atau tujuan. Kapasitas gudang berkaitan

dengan jumlah dan dimensi barang atau produk yang akan

disimpan. Semua hal yang dipertimbangkan tersebut akan

mempengaruhi kinerja pergudangan maupun sistem logistik

secara keseluruhan.

2.2.3. Transportasi

Dalam sistem logistik, transportasi berperan dalam

perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian aktivitas yang

berkaitan dengan moda, vendor, dan pemindahan persediaan

masuk dan keluar suatu organisasi.

Pemilihan moda merupakan permasalahan yang

penting.Pemilihan moda dilakukan dengan

mempertimbangkan beberapa hal, seperti kondisi geografis,

kapasitas, frekuensi, biaya (tarif), kapasitas, availabilitas,

kualitas pelayanan dan reliabilitas (waktu pengiriman,

variabilitas, reputasi, dll.). Secara umum, moda transportasi

dibedakan atas kereta api, truk, transportasi air, transportasi

udara, dan pipa.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam transportasi

adalah mengenai local pickup and delivery serta long-haul

movements. Perusahaan terkait biasanya memperhatikan

perbedaan karakteristik jangkauan atau jarak ini dengan

strategi transportasi yang berbeda. Untuk local pickup and

delivery, perusahaan biasanya menggunakan armada sendiri.

Page 25: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 16

Untuk long-haul movements, biasanya menggunakan

outsourcing kepada penyedia jasa logistik (third-party logistics

provider).

Dalam transportasi, pertimbangan ekonomis mencakup

jarak, volume berat, kepadatan (density), dan bentuk

(stowability). Pertambahan jarak, misalnya, akan berakibat

bertambahnya biaya. Namun, pertambahan jarak tidak

berbanding lurus dengan pertambahan biaya. Pertambahan

biaya ini cenderung akan berkurang ketika jarak terus

bertambah.

Volume berat barang atau produk akan mempengaruhi

ekonomisasi transportasi, yaitu biaya per satuan berat barang.

Semakin berat barang, maka biaya per satuan berat barang

akan cenderung semakin murah. Tingkat kepadatan dan

kemudahan bentuk barang atau produk untuk disusun dalam

moda transportasi juga akan mempengaruhi ekonomisasi

transportasi. Semakin mudah penyusunan barang atau produk

tersebut berarti transportasi semakin ekonomis, karena

barang atau produk tersebut akan semakin memaksimalkan

penggunaan kapasitas moda.

2.2.4. Sistem Informasi

Sistem informasi merupakan saling keterkaitan

perangkat keras dan perangkat lunak komputer dengan orang

dan proses yang dirancang untuk pengumpulan, pemrosesan,

dan diseminasi informasi untuk perencanaan, pengambilan

keputusan, dan pengendalian (APICS Dictionary, 10th ed.)

Sistem informasi diperlukan untuk mengintegrasikan

komponen-komponen dan kegiatan-kegiatan dalam sistem

logistik. Efektivitas proses-proses dalam sistem logistik sangat

dipengaruhi oleh kualitas informasi yang digunakan. Kualitas

informasi dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu: (1) ketersediaan

Page 26: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 17

informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan-

keputusan terbaik, (2) keakuratan informasi, (3) efektivitas

komunikasi.

Aliran informasi dalam sistem logistik dapat dijabarkan

pada Gambar berikut ini.

Sumber: Coyle, et al (2003)

Gambar 0.3. Aliran Informasi Logistik

2.2.5. Supply Chain Management

Rantai pasok (supply chain) didefinisikan sebagai

jaringan global yang digunakan untuk mengirimkan produk

dan jasa dari bahan baku ke pelanggan akhir melalui aliran

informasi, distribusi fisik, dan uang (APICS Dictionary, 11th

ed.).

Sementara itu, manajemen rantai pasok (supply chain

management/SCM) didefinisikan sebagai perancangan,

perencanaan, eksekusi, pengendalian, dan pemantauan

aktivitas-aktivitas rantaipasokdengan tujuan untuk

menciptakan net value, membangun infrastruktur yang

bersaing, leveraging worlwide logistics, melakukan

sinkronisasi pasokan dengan permintaan, dan mengukur

Page 27: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 18

kinerja secara global (APICS). Definisi SCM yang lain adalah

“a network of organizations that are involved, through

upstream and downstream linkages, in the different processes

and activities that produce value in the form of products and

services in the hands of the ultimate consumer” (Christopher,

1992).

Salah satu fenomena penting dalam rantai pasok

adalah masalah amplifikasi permintaan (demand amplification)

atau bullwhip effect. Ke arah hulu dalam rantai pasok,

amplifikasi permintaan akan semakin meningkat pada setiap

tingkatnya.

Amplifikasi ini disebabkan oleh adanya waktu tunda

(delay time) dan ketidak-akuratan data dan informasi. Waktu

tunda mencakup penundaan untuk operasi penciptaan nilai

tambah (value-added) maupun penundaan karena idle.

Amplifikasi dan distorsi permintaan mengakibatkan

tingkat produksi pada matarantai pabrik seringkali berfluktuasi

jauh lebih besar dibandingkan yang terjadi pada tingkat

penjualan aktual. Dengan adanya amplifikasi permintaan,

pengaturan tingkat produksi atau pasokan menjadi suatu

masalah sulit. Pada kondisi ini, produksi dan persediaan

mengalami kelebihan (overshoot) dan kekurangan

(undershoot) dari tingkat yang seharusnya.

2.3. Sistem Distribusi

Distribusi adalah kegiatan yang berkaitan dengan pemindahan

material, biasanya berupa barang (goods) atau suku cadang (parts),

dari pabrik ke pelanggan, sedangkan transportasi berkaitan dengan

fungsi perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian aktivitas yang

berkaitan dengan moda, vendor, dan pemindahan persediaan masuk

dan keluar suatu organisasi (APICS).

Page 28: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 19

Dalam sistem distribusi, berbagai pihak yang interdependent

terlibat dalam proses penyampaian barang sehingga barang tersebut

pada akhirnya dapat digunakan atau dikonsumsi oleh pelanggan

atau masyarakat. Berbagai pihak tersebut membentuk suatu saluran

distribusi (distribution channel) atau saluran pemasaran (marketing

channel).

Saluran distribusi dapat dibedakan atas saluran pemasaran

pelanggan (customer marketing channel) dan saluran pemasaran

bisnis (business marketing channel), seperti ditunjukkan pada

gambar berikut ini.

Gambar 0.4. Saluran Pemasaran Pelanggan dan Saluran Pemasaran

Bisnis

2.3.1. Fasilitas Distribusi

Kegiatan distribusi membutuhkan berbagai fasilitas,

seperti depot, gudang (warehouse), pusat konsolidasi

(consolidation centers), danpusat distribusi (distribution

centers). Suatu fasilitas distribusi bisa mempunyai beberapa

fungsi.Gudang, misalnya, bisa sekaligus berfungsi sekaligus

Page 29: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 20

sebagai pusat konsolidasi dan pusat distribusi. Berkaitan

dengan fasilitas distribusi, beberapa hal perlu menjadi

pertimbangan, antara lain penentuan lokasi, kapasitas,

peralatan, komoditas yang akan ditangani, wilayah yang akan

dilayani, dan sebagainya.

2.3.2. Infrastruktur

Kelancaran transportasi dan distribusi jalan memerlukan

dukungan infrastruktur, seperti jalan raya, jembatan, pelabuhan, dan

lain-lain.Pengangkutan barang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan

infrastruktur jalan raya yang memadai.Pemerintah perlu

memperhatikan daya dukung jalan (panjang dan lebarnya) terhadap

pertambahan volume kendaraan.

Pemeliharaan infrastruktur perlu mendapatkan perhatian yang

tidak kalah penting dengan pengembangan infrastruktur itu

sendiri.Pemeliharaan infrastruktur jalan raya merupakan masalah

kompleks karena terkait dengan berbagai pihak, baik antar

departemen maupun antara Pemerintah Pusat dan Pemda terkait.

2.4. Kondisi Logistik di Indonesia

Secara umum kondisi logistik Indonesia masih belum optimal

dan perlu ditingkatkan sebagaimana ditunjukkan oleh (World Bank,

2013):

a. Tidak memadainya infrastruktur dari segi kuantitas maupun

kualitas;

b. Maraknya biaya dan pungutan liar atas transaksi yang dilakukan

sehingga menyebabkan ekonomi biaya tinggi;

c. Buruknya pemenuhan waktu (lead time) pemrosesan ekspor dan

impor, dan keterbatasan pelayanan pelabuhan (bottlenecks);

d. Tidak memadainya kapasitas dan jaringan pelayanan yang

mendukung penyedia pelayanan logistic nasional;

Page 30: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 21

e. Masalah kronis dalam pengelolaan stok dan fluktuasi harga

barang kebutuhan pokok terutama selama hari-hari libur nasional

dan keagamaan; dan

f. Disparitas harga yang signifikan di daerah-daerah perbatasan,

terpencil dan terluar.

Sebagaimana diperlihatkan dalam laporan Bank Dunia 2010

dan 2012, IndeksKinerja Logistik (LPI) Indonesia cukup rendah

dibandingkan dengan negara-negara anggotaASEAN lainnya,

bahkan dibandingkan dengan Vietnam yang termasuk dalam

kategori negaraberpenghasilan rendah sedangkan Indonesia

termasuk dalam kategori Negara berpenghasilanmenengahbawah

(lower middle income). Posisi Indonesia hanyaberada di atas Laos,

Kambojadan Myanmar yang dikategorikan sebagai negara-negara

berpenghasilan rendah.

2.5. Six Key Driver Pada Cetak Biru Pengembangan Sislognas

Pada bulan Maret 2012, Cetak Biru SISLOGNAS secara resmi

disahkan melalui PeraturanPresiden No. 26/2012. Tujuan umum

yangingin dicapai adalahmenetapkan suatusistem logistik yang

terintegrasi, efektif dan efisien guna meningkatkan dayasaing

nasional di pasar regional dan global serta meningkatkan

kesejahteraan rakyat. Adapuntujuankhusus yang ingin dicapai

adalah:

1. Menurunkan biaya logistik, memperlancar pergerakanbarang dan

meningkatkan pelayanan logistiksehingga meningkatkan daya

saing produkproduknasional di pasar global dan domestik,

2. Menjamin ketersediaan komoditas pokokdan strategis di seluruh

wilayah Indonesia dengan harga yang terjangkau sehingga

mendorongpencapaian masyarakat yang adil dan makmur, serta

memperkokoh kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia, dan

Page 31: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 22

3. Mempersiapkan diri untuk menghadapi integrasilogistik ASEAN

pada tahun 2013 sebagai bagian dari pasar tunggal ASEAN

pada tahun 2015dan integrasi pasar global pada tahun 2020.

Sistem logistic nasional yang dikembangkan didasarkan pada

enam penggerak utama (six key drivers) yang ditunjukkan oleh

Gambar 2.5 yaitu: Komoditas Utama, Pelakudan Penyedia Jasa

Logistik, Infrastruktu rLogistik/ Transportasi, Teknologi Informasi dan

Komunikasi, Sumber Daya Manusia dan Pengelolaannya, dan

Peraturan perundang-undangan.

Sumber: Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS)

Gambar 0.5. Six Key Drivers Sislognas

Keenam penggerak utama tersebut menuntut diterapkannya

arah kebijakan berikut ini, yang dikoordinasikan oleh suatu wadah:

1. Identifikasi Komoditas Utama yang tercakup dalam skema

jaringan logistik dan rantai pasokan, tata kelola dan perdagangan

yang efektif dan efisien,

2. Integrasi simpul-simpul dan mata rantai logistic untuk

memperlancar arus barang dari daerah asal ke tempat tujuan.

Simpul-simpul logistik meliputi pelaku dan konsumen logistik,

sedangkan mata rantai logistic meliputi jaringan distribusi,

transportasi, informasi dan keuangan yang menghubungkan

masyarakat pedesaan dengan perkotaan, pusat-pusat

pertumbuhan ekonomi, antar pulau dan lintas negara. Integrasi

simpul-simpul logistic dan mata rantai logistic menjadi landasan

Page 32: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 23

utama untuk mewujudkan konektivitas lokal, nasional dan global

menuju kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional serta

mewujudkan Indonesia sebagai Negara Maritim,

3. Pengembangan dan penerapan sistem informasi dan komunikasi

yang andal dan aman;

4. Pengembangan pelaku dan penyedia jasa logistic lokal kelas

dunia;

5. Pengembagan sumber daya manusia logistik yang profesional;

6. Reformasi peraturan perundang-undangan di bidang logistic

untuk memberikan kepastian hokum dan kepastian berusaha,

dan sinkronisasi pelaku dan penyedia jasa logistic nasional dan

subnasional sehingga kegiatan logistic menjadi efisien dan

lingkungan usaha menjadi kondusif;

7. Tata kelola kelembagaan system logistic nasional yang efektif.

2.6. Komoditas Baja

Komoditas Besi dan Baja merupakan komoditas strategis,

dimana dapat digunakan disegala bidang mulai dari peralatan rumah

tangga, transportasi, infrastruktur, konstruksi, teknologi informasi,

peralatan pabrik hingga peralatan berat dan alat perang.

Penggunaan besi baja cenderung meningkat seiring dengan proyek-

proyek MP3EI untuk pembangunan sektor infrastruktur dan properti.

Secara umum baja yang digunakan untuk keperluan MP3EI untuk

mendukung pembangunan konstruksi digunakan Flat product dan

Long product terutama besi beton (bar) (IISIA, 2013). Bahan baku

baja terdiri dari scrab dan sponge iron yang masing-masing diolah

untuk menghasilkan billet dan sleb. Setiap produk olahan baja

didistribusikan sesuai dengan menurut tingkat penggunaannya.

2.6.1. Produksi dan Sentra produksi Baja

Produksi baja di Indonesia sangat bervariasi tergantung

pada penggunaan, yaitu baja di sisi hulu dan baja di sisi hilir.

Page 33: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 24

Menurut data Kementerian Perindustrian (2012), selama tahun

2006-2010 nilai produksi besi dan baja dasar mengalami

peningkatan dengan trend sebesar 24,21%. Perkembangan

besi /baja kasar, yaitu Billet dan Sleb di Indonesia masih lebih

kecil dibandingkan kebutuhannya, sehingga masih

membutuhkan impor yang tinggi.

Tabel 0.1. Produksi dan Konsumsi Besi/Baja Kasar Indonesia

No Uraian 2008 2009 2010 2011 2012

Trend (%)

(2008-

2012)

Perub. (%)

(2012/

2011)

1 Produksi

Besi/Baja kasar

4.000,2 4.064,4 4.338,5 4.699,5 5.347,6 7,52 13,79

2 Kebutuhan Baja

Nasional

9.724,0 7.886,1 9.724,5 11.333,0 13.818,1 11,24 21,93

3 Impor Baja

Total

5.723,9 3.821,7 5.386,0 6.633,6 8.470,6 14,29 27,69

Sumber: kementerian Perindustrian, 2013

Berdasarkan data World Steel Association (2012),

Produksi baja Indonesa masih relatif kecil di pasar dunia.

Produksi baja di Indonesia tahun 2010 mencapai 3,66 juta ton

atau sektar 0,26% dari produksi dunia. Trend produksi baja

kasar Indonesia cenderung menurun sejak tahun 2010-2012,

sementara produksi baja dunia cenderung naik yang

menyebabkan pangsa produksi baja Indonesia terhadap

produksi baja dunia juga menurun. Tahun 2012 produksi

Baja Indonesia hanya mencapai 2,3 juta ton atau sekitar

0,15% dari produksi dunia.

Sebaran lokasi pelaku industri baja nasional banyak

terdapat di pulau Sumatera (sumatera Utara dan Sumatera

Barat), pulau Jawa (Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa dan

Jawa timur), Kalimantan (Kalimantan Selatan) dan Sulawesi

(sulawesi Selatan). Beberapa produksi dari industri besi dan

baja yang sudah diproduksi di Indonesia adalah sponge iron,

Page 34: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 25

hot rolled coll (HRC), slab, billet, wire rod, cold rolled coll

(CRC), stainless steel CRC, PC wire, profile, wire, seamless

pipe, shaft bar, rod, bold, nut, welded pipe, welded profile, GI

sheet, stainless steel sheet, tin plate dan coated steel.

Tabel 0.2. Produksi Baja Indonesia dan Dunia 2008-2012

Tahun

Produksi Baja

Indonesia

(000 ton)

Produksi Baja

Dunia

(000 ton)

Peran (%) Thdp

Produksi Dunia

2008 3.915 1.342.625 0,29

2009 3.501 1.237.044 0,28

2010 3.664 1.432.750 0,26

2011 3.621 1.536.988 0,24

2012 2.254 1.545.011 0,15

Sumber: World Steel Association, 2013

Penyuplai bijih besi (iron ore) yang potensial terdapat di

wilayah Sumatera Barat, Bangka Belitung, Kalimantan

Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa

Barat. Sementara penyedia baja slab, billet dan bloom

sebagian besar berada di wilayah Jawa seperti PT Krakatau

Steel, PT Gunung Garuda Group, PT Ispat Indo, PT Jakarta

Prima Kyoe steel. Sebaran deposit bijih besi di Indonesia

terdapat di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Maluku dan

Papua.

Page 35: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 26

Sumber: Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum, 2014

Gambar 0.6. Peta Persebaran Industri Baja Nasional

2.6.2. Konsumsi Baja Nasional

Seiring dengan meningkatnya pembangunan ekonomi

di Indonesia, kebutuhan akan baja nasional cenderung

meningkat. Rata-rata konsumsi baja nasional selama tahun

2008-2011 mencapai 16,3 juta ton. Beberapa produk besi dan

baja yang dikonsumsi, yaitu (i) besi/baja kasar, (ii) besi

beton/profil ringan, (iii) batang kawat baja, (iv) hot rolled coils

(HRC) dan plates, (v) pipa las lurus spiral, (vi) cold rolled coils

(CRC)/sheet, (vii) baja lembaran tipis seng/warna dan (viii)

baja lapis timah/tin plate. Sementara, rata-rata produksi

nasional untuk delapan produk besi dan baja selama 2008-

2011 yaitu sebesar 11,9 juta ton.

Page 36: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 27

NegaraKonsumsi Per

kg/kapita/tahun

Korea 1077,2

Singapura 570,1

Japan 500,9

China 427,4

Malaysia 315,8

Uni Eropa 299,1

Amerika Serikat 267,3

Asia 225,8

Thailand 211

Vietnam 139,8

India 54,9

Indonesia 37,3

Tabel 0.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain, 2011

Sumber: World Steel Association, 2012

Peningkatan kebutuhan/konsumsi ini didorong oleh

pertumbuhan sektor infrastruktur dan properti yang

disebabkan oleh adanya percepatan pembangunan

infrastruktur dalam rangka realisasi proyek Masterplan

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(MP3EI) tahap pertama (2011-2014). Proyek-proyek ini

membutuhkan besi dan baja rata-rata sebesar 26,8 juta ton.

Saat ini konsumsi terbesar Baja adalah sektor

konstruksi yang menyumbang 78% dari total konsumsi baja

nasional, selanjutnya sektor transportasi memberikan

konstribusi sebesar 8%, sektor migas sebesar 7%, sektor

permesinan sebesar 4% dan sisanya sebanyak 3%

diperuntukkan untuk kebutuhan industri lainnya (Kementerian

perindustrian, 2013).

Pada tahun 2011, data World Steel Association (2011)

menunjukkan bahwa konsumsi baja Indonesia sebesar 37,3

kg/kapita/tahun, dimana jumlah ini masih relatif lebih rendah

jika dibandingkan dengan besarnya konsumsi baja di negara-

negara Asia Tenggara lainnya (Tabel 2.3). Jadi meskipun

secara total kebutuhan konsumsi baja nasional terus

Page 37: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 28

meningkat, namun besarnya konsumsi baja masih lebih

rendah dibandingkan negara-negara lainya. Besarnya

konsumsi besi dan baja juga dapat mencerminkan salah satu

indikator tingkat kemajuan suatu negara, dimana pada

umumnya proses industrialisasi didorong oleh berkembangnya

industri besi dan baja.

2.6.3. Pola Distribusi Baja

Secara umum, proses distribusi besi baja dapat

dilakukan melalui dua proses, yaitu (i) melalui pedagang

perantara dan (ii) penjualan langsung (direct selling)ke

konsumen. Penjulan dari produsen melalui distributor

dilakukan jika konsumen melakukan pembelian dengan jumlah

kecil, sementara penjualan langsung oleh produsen jika

pembelian dilakukan secara besar dan melalui order (job on

order process). Pola distribusi juga dapat dibedakan

berdasarkan bahan baku besi dan baja serta produk olahan

besi dan baja.

Bahan baku untuk indutsri besi baja, terutama sponge

iron masih didatangkan dari impor. Namun, untuk beberapa

jenis mendapat pasokan dari dalam negeri melalui tambang

besi yang ada di beberapa wilayah di Indonesia.

Lokasi Tambang

Impor

Smelter

Industri

Pengolahan

Gambar 0.7. Pola Distribusi Bahan Baku Besi Baja Dalam Negeri

Sementara distribusi hasil olahan besi dan baja

dilakukan secara langsung dan tidak langsung (melalui

Page 38: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 29

distributor dan eceran) ke proyek konstruksi dan konsumen

rumah tangga serta ada yang di ekspor dalam jumlah kecil.

Industri

Distributor

Pengecer

Rumah Tangga

Lokasi Tambang

Lokasi Tambang

Gambar 0.8. Pola Distribusi Produk Olahan Besi dan Baja Dalam Negeri

2.7. Indikator Komposit

Dalam pengertian umum, indikator adalah ukuran kuantitatif

atau kualitatif yang diturunkan dari beberapa fakta pengamatan.

Adapun Indikator komposit terbentuk ketika indikator-indikator

dikompilasi menjadi indeks tunggal berdasarkan model yang

mendasarinya. Indikator komposit idealnya mengukur konsep

multidimensi yang tidak bisa diukur dengan hanya satu indikator

semisal: daya saing, industrialisasi, sutainabilty, intergrasi pasar

tunggal dan lain-lain (OECD, 2008).

Langkah-langkah mebangun indikator komposit (OECD,

2008):

1. Kerangka teoretis.

Kerangka teoretis harus dikembangkan untuk mendukung

dasar pemilihan dan pengkombinasian indikator-indikator

menjadi indikator komposit yang mempunyai makna.

2. Pemilihan data.

Page 39: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 30

Indikator harus dipilih berdasarkan kebaikan analisis,

keterukuran, relevansi terhadap fenomena yang diukur, dan

hubungan antara indikator.

3. Penginputan data hilang (missing data).

Harus dipertimbangkan metode untuk menginput data hilang.

4. Analisis multivariat.

Analisis eksploratori menginvestigasi struktur keseluruhan

indikator, menilai kesesuaian data set, serta menjelaskan

pilihan metodologi semisal pembobotan atau agregasi

5. Normalisasi.

Indikator harus dinormalisasikan agar bisa dibandingkan

6. Pembobotan dan Agregasi.

Indikator diagregasi dan dibobot berdasarkan kerangka teori

yang mendasarinya.

7. Analisis ketidakpastian dan sensitivitas.

Dilakukan untuk menilai ketahanan dari indikator komposit

dalam hal misalnya pemilihan indikator, skema normalisasi,

penginputan missing data, pilihan bobot, dan metode agregasi.

8. Kembali ke data riil.

Indikator komposit harus jelas dan cocok untuk diuraikan ke

indikator atau nilai yang mndasarinya.

9. Menghubungkan ke variabel yag lain.

Bisa diusahakan untuk mengkorelasikan indikator komposit

dengan indikator yang telah dipublikasikan lainnya, atau

mengidentifikasi hubungan melalui regresi.

10. Presentasi dan visualisasi

2.8. Kerangka Berpikir

Visi dari Sistem Logistic Nasional didasarkan pada enam

penggerak utama (six key drivers), yaitu komoditi, infrastruktur, jasa

penyedia logistik, SDM, teknologi infromasi dan komunikasi serta

Page 40: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 31

regulasi. Kelemahan pada salah satu elemen tersebut akan

membuat visi logistik Indonesia tidak tercapai.

Kelemahan yang ditumbulkan oleh salah satu atau beberapa

elemen dalam six key drivers menimbulkan bottleneck/hambatan

dalam mencapapai sistem logistik Indonesia. Salah satu indikasi

terjadinya bottleneck adalah biaya yang tinggi dan waktu yang lama

dalam proses distribusi.

Gambar 0.9. Kerangka Berpikir

Regulasi

Infrastruktur

Sumber Daya

Manusia

Teknologi

Informasi dan

Komunikasi

Penyedia

Jasa

Logistik

Komoditi

Visi Logistik Indonesia

Proses

Debottlenecking Six key drivers: Analisis Deskriptif Kinerja

Logistik:

- Biaya distribusi tinggi?

- Waktu distribusi lama?

Analisis Deskriptif Elemen-

Elemen Yang Menjadi

Bottleneck berdasarkan six

key drivers.

Page 41: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 32

BAB III

METODOLOGI

3.1. Metode Analisis

Untuk mencapai tujuan-tujuan pada Bab I, kajian ini

menggunakan pendekatan analisis deskriptif dengan

mengkombinasikan data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh

berdasarkan hasil survei. Analisis deskriptif merupakan analisis yang

paling mendasar untuk menggambarkan keadaan data secara umum

atau sebagai cara merumuskan dan menafsirkan data yang ada

sehingga memberikan gambaran yang jelas mengenai hal yang

diteliti (Purba, 2011). Sejalan dengan hal tersebut, Sugiyono (2008)

juga menjelaskan bahwa analisis deskriptif bertujuan untuk

menggambarkan secara sistematis fakta-fakta yang ada serta

menjelaskan tentang hubungan variabel yang diteliti dengan cara

mengumpulkan data, mengolah data, menganalisis dan

menginterpretasikan data.

3.1.1. Analisis Pola Distribusi Baja

Analisis deskriptif yang digunakan untuk mendapatkan

gambaran pola distribusi baja dilakukan melalui pengumpulan

data, pengolahan data, dan analisis data dan informasi

mengenai konsentrasi produksi baja nasional, jalur distribusi

baja (dalam kerangka wilayah) dan simpul-simpul distribusi

yang terlibat dalam distribusi baja.

3.1.2. Analisis Bottleneck

Seperti sudah disampaikan dalam sub bab Kerangka

Berpikir, untuk melihat indikasi adanya bottleneck dapat

menggunakan ukuran-ukuran biaya logistik dengan

menggunakan pendekatan supply chain serta ukuran kualitatif

lainnya yang tidak dapat ditangkap secara kuantitatif. Oleh

Page 42: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 33

karena itu, ukuran-ukuran yang perlu diperoleh untuk dapat

menganalisis bottleneck adalah:

a. Biaya distribusi di dalam pulau, baik itu menggunakan truk

maupun kereta api. Biaya ini dihitung berdasarkan formula

sebagai berikut:

(1)

(2)

(3)

(4)

Dimana:

= Biaya distribusi dari pabrik baja ke distributor baja (Rp/km)

= Biaya distribusi dari distributor baja ke konsumen baja

(Rp/km)

= Biaya distribusi dari pabrik baja ke konsumen baja

(Rp/km)

= Biaya door to door (pabrik ke konsumen) jika

menggunakan simpul distributor (Rp/km)

Gambar 0.1. Biaya Distribusi Baja di Dalam Pulau

Pabrik Distributor Konsumen

Fac.cons

Fac.distr Distr.cons

Page 43: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 34

b. Biaya distribusi antar pulau. Biaya ini dapat dihitung dengan

formula sebagai berikut:

(5)

.....(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

Dimana:

= Biaya distribusi dari pabrik baja ke pelabuhan asal

(Rp/km)

= Biaya distribusi dari pelabuhan asal ke

pelabuhan tujuan (Rp/km)

= Biaya distribusi dari pelabuhan tujuan ke distributor

(Rp/km)

= Biaya distribusi dari pelabuhan tujuan ke konsumen

(Rp/km)

= Biaya distribusi dari distributor baja ke konsumen

baja (Rp/km)

Page 44: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 35

= Biaya door to door (pabrik ke konsumen) jika

menggunakan simpul distributor (Rp/km)

Gambar 0.2. Biaya Distribusi Baja Antar Pulau

Formula-formula di atas sekaligus akan menunjukkan

bentuk kesepakatan mengenai cakupan layanan

pengangkutan (terms of shipping) antara pemilik barang

dengan penyedia jasa angkutan, khususnya freight

forwarder.

c. Waktu distribusi. Waktu distribusi dapat dihitung melalui

waktu total pengiriman door-to-door serta waktu pengiriman

di setiap tahapan, sebagaimana yang dinyatakan pada

formula berikut:

Waktu distribusi di dalam pulau

Total waktu pengiriman (door-to-door) =

Waktu angkut dari gudang penjual ke distributor + waktu

angkut dari distributor ke konsumen

Waktu distribusi antar pulau

Total waktu pengiriman (door-to-door) =

Waktu angkut dari gudang penjual ke pelabuhan asal +

waktu angkut dari pelabuhan asal ke pelabuhan tujuan +

waktu angkut dari pelabuhan tujuan ke distributor + waktu

angkut dari distributor ke konsumen

Pabrik Pelabuhan Asal Pelabuhan

Tujuan Fac.port_or portor_portdest

Distributor Konsumen

Portdest_distr

Distr_cons

Portdest_cons

Page 45: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 36

d. Ukuran kualitatif yang terkait dengan hambatan-hambatan

yang dihadapi dalam distribusi baja, baik untuk distribusi

dalam pulau maupun antar pulau. Hambatan-hambatan

akan dianalisis secara deskriptif dalam kerangka six key

drivers Sislognas.

3.1.3. Indeks Komposit

Penghitungan indeks komposit dilakukan untuk

mendapatkan satu kesimpulan akhir dari penilaian efisiensi

logistik yang dapat dinyatakan secara kuantitatif sehingga

efisiensi antar rute dapat dibandingkan. Indeks komposit yang

dibangun dalam kajian ini menggunakan dua indikator yaitu

indikator biaya dan indikator waktu. Data indikator biaya dan

indikator waktu didapatkan dari hasil survey pada rute-rute

distribusi baja yang dipilih dalam kajian ini. Indikator biaya

merupakan biaya pendistribusian baja per kilogram per

kilometer. Sedangkan indikator waktu merupakan waktu yang

diperlukan dalam pendistribusian baja per kilometer.

Penghitungan indeks komposit dilakukan melalui tiga

tahapan. Tahap pertama adalah penentuan indikator yaitu

indikator biaya dan waktu. Tahap kedua adalah penentuan

bobot masing-masing indikator. Pada tahapan ini indikator

ditentukan berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama

survey ke berbagai rute distribusi baja dalam kajian ini.

Berdasarkan temuan lapangan, stakeholder baja ternyata

lebih mengutamakan ketepatan waktu dalam pengiriman baja

dibandingkan besarnya biaya distribusi. Oleh karena itu bobot

indikator waktu dalam penghitungan indeks komposit lebih

besar dari pada bobot indikator biaya. Bobot indikator waktu

adalah 0,52 sedangkan bobot untuk indikator biaya sebesar

0,48.

Page 46: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 37

Tahap ketiga adalah penghitungan indeks komposit

dengan menggunakan rumusan sebagai berikut:

Indeks Komposit = [ Indikator Waktu (IW) x Bobot IW ] + [

Indikator Biaya (IB) x Bobot IB ]

Indeks komposit setiap rute yang sudah didapatkan kemudian

diurutkan. Nilai terendah mengindikasikan jalur distribusi baja

tersebut relatif efisien. Nilai rata-rata dari indeks komposit

digunakan sebagai trashold untuk menentukan rute distribusi

baja yang relatif efisien dan kurang efisen.

3.2. Jenis Data, Sumber dan Metode Pengumpulan Data

3.2.1. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam melakukan kajian ini

adalah:

a. Data sekunder yang diperoleh dari publikasi instansi

tertentu, khususnya Kementerian Perhubungan, Pelindo,

Kementerian Perindustrian dan Kementerian

Perdagangan;

b. Data primer yang diperoleh dari hasil survei.

Tabel 3.1. menyajikan daftar data dan informasi yang

diperlukan dalam kajian ini beserta dengan sumber datanya.

Daftar data dan informasi yang diperlukan dikelompokkan

berdasarkan tahapan dalam rantai pasok (supply chain), yaitu

dimulai dari: (i) untuk distribusi di dalam pulau: gudang pabrik

ke distributor dan konsumen; (ii) untuk distribusi antar pulau:

gudang pabrik ke pelabuhan, pelabuhan asal ke pelabuhan

tujuan, dan pelabuhan ke distributor dan konsumen. Daftar

data/informasi ini juga dapat menggambarkan pertanyaan

atau kuesioner yang akan digunakan dalam survei di

lapangan.

Page 47: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 38

Tabel 0.1. Data dan Sumber Data: Gudang Pabrik ke Distributor dan Konsumen (di Dalam Pulau)

No Jenis Data Penjelasan Sumber Data

Six Key Drivers: 1. Komoditi

1 Tata cara

penanganan

komoditi dalam

distribusi

Data ini digunakan untuk

mengetahui apakah ada perbedaan

penanganan baja dalam distribusi

dibanding untuk komoditi lain seperti

pertanian dan barang strategis

lainnya, serta dimana

perbedaannya.

Pabrik Baja,

Distributor,

Forwarder

2 Produksi Baja Pabrik Baja

3 Distribusi Baja Kemana saja baja didistribusikan.

Kota tujuan pengangkutan tidak

terbatas pada kota yang akan

disurvei. Informasi ini bermanfaat

untuk mengetahui pola distribusi

baja.

Pabrik Baja,

dan

Distributor

4 Permasalahan

dalam

penanganan

baja dalam

distribusi terkait

dengan kondisi

transportasi,

infrastruktur

dan lain-lain.

Data ini digunakan untuk

mengetahui apakah kondisi saat ini

sudah mengakomodir kebutuhan

proses distribusi baja.

Pabrik Baja,

Distributor,

Forwarder

Six Key Drivers: 2. Infrastruktur Transportasi

5 Jarak Jarak antara gudang pabrik – Pabrik,

Page 48: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 39

No Jenis Data Penjelasan Sumber Data

distrbutor Distrbutor,

Forwarder

6 Biaya angkut

dengan truk

dan kereta api

Biaya yang dikenakan perusahaan

Trucking dan kereta api kepada

pemilik barang sesuai dengan

jaraknya, termasuk biaya muat ke

truk di gudang dan muat ke kerata

api.

Pabrik,

Distrbutor,

Forwarder

7 Seluruh biaya

tidak resmi

yang timbul

selama proses

pengangkutan

barang

Pungutan yang muncul selama

proses pengangkutan, baik di jalan,

stasiun dll.

Distrbutor,

Forwarder

8 Waktu yang

dibutuhkan

selama proses

pengangkutan

barang

a. Waktu angkut dengan truk atau

kereta api

b. Waktu bongkar muat di gudang

dan di stasiun kereta api

c. Waktu tunggu (delay) gudang

dan di lokasi lain yang

mempengaruhi proses

pengiriman barang

Distrbutor,

Forwarder

9 Permasalahan

yang ada di tiap

tahapan dan

persepsi

mengenai

pelaksanaan

pengangkutan

Permasalahan selama proses

pengangkutan barang, kualitas dan

ketersediaan infrastruktur, kualitas

SDM, kualitas sistem dan prosedur,

dll

Distrbutor,

Forwarder

Page 49: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 40

No Jenis Data Penjelasan Sumber Data

barang

10 Kondisi

musim/cuaca,

periode hari

raya, dll

Sejauh mana dampak cuaca, musim,

periode hari raya, dll mempengaruhi

pelaksanaan distribusi barang.

Apakah sampai mempengaruhi

harga dan waktu?

Distrbutor,

Forwarder

11 Harga beli Harga yang diterima oleh distributor

dan konsumen

Distrbutor,

Konsumen

12 Harga jual Harga yang ditetapkan oleh pabrik Pabrik,

Distrbutor

13 Permasalahan

yang terkait

dengan

infrastruktur

transportasi

Pabrik,

Distributor,

Konsumen,

Forwarder

Six Key Drivers: 3. Penyedia Jasa Logistik (Forwarder)

14 Jumlah

forwarder yang

tersedia

Data ini untuk mengetahui tingkat

kompetisi di jasa forwarder yang

akan berpengaruh pada harga dan

kualitas forwarder.

Pabrik,

Distributor,

Konsumen,

Forwarder

15 Permasalahan

yang dihadapi

terkait dengan

jasa forwarder

Pabrik,

Distributor,

Konsumen,

Forwarder

Six Key Drivers: 4. Teknologi Informasi dan Komunikasi

16 Penggunaan

teknologi

Data ini untuk mengetahui

traceability dari barang yang

Pabrik,

Distributor,

Page 50: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 41

No Jenis Data Penjelasan Sumber Data

informasi dan

komunikasi

untuk melacak

barang yang

didistribusikan

didistribusikan Konsumen,

Forwarder

17 Permasalahan

yang terjadi

ketika ingin

melacak barang

yang

didistribusikan

Pabrik,

Distributor,

Konsumen,

Forwarder

Six Key Drivers: 5. Sumber Daya Manusia

18 Persepsi

mengenai

kuantitas dan

kualitas SDM di

Jasa Forwarder

Pabrik,

Distributor,

Konsumen,

Forwarder

19 Persepsi

mengenai

kuantitas dan

kualitas SDM di

Pelabuhan

Pabrik,

Distributor,

Konsumen,

Forwarder

Six Key Drivers: 6. Regulasi

20 Regulasi apa

yang

mendukung

kelancaran

distribusi baja

Pabrik,

Distributor,

Konsumen,

Forwarder

Page 51: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 42

No Jenis Data Penjelasan Sumber Data

21 Regulasi apa

yang

menghambat

kelancaran

distribusi baja

Pabrik,

Distributor,

Konsumen,

Forwarder

Tabel 0.2. Data dan Sumber Data: Gudang Pabrik ke Pelabuhan Asal dan Pelabuhan Tujuan ke Distributor dan Konsumen (Antar Pulau)

No Jenis Data Penjelasan Sumber Data

Six Key Drivers: 1. Komoditi

1 Tata cara

penanganan

komoditi dalam

distribusi

terutama ketika

di pelabuhan

Data ini digunakan untuk

mengetahui apakah ada perbedaan

penanganan baja dalam distribusi

dibanding untuk komoditi lain seperti

pertanian dan barang strategis

lainnya, serta dimana

perbedaannya.

Pabrik Baja,

Distributor,

Freight

Forwarder,

Otoritas

Pelabuhan

2 Permasalahan

dalam

penanganan

baja dalam

distribusi terkait

dengan kondisi

transportasi,

infrastruktur

dan lain-lain.

Data ini digunakan untuk

mengetahui apakah kondisi saat ini

sudah mengakomodir kebutuhan

proses distribusi baja.

Pabrik Baja,

Distributor,

Freight

Forwarder,

Otoritas

Pelabuhan

Page 52: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 43

No Jenis Data Penjelasan Sumber Data

Six Key Drivers: 2. Infrastruktur Transportasi

3 Jarak pabrik ke

pelabuhan asal

Jarak antara gudang pabrik –

pelabuhan asal

Pabrik,

Freight

Forwarder

4 Biaya angkut

dengan truk

ke/dari

pelabuhan

Biaya yang dikenakan perusahaan

Trucking kepada pemilik barang

sesuai dengan jaraknya, termasuk

biaya muat ke truk di gudang.

Pabrik,

Distrbutor,

Freight

Forwarder

5 Seluruh biaya

tidak resmi

yang timbul

selama proses

pengangkutan

barang ke/dari

pelabuhan

Pungutan yang muncul selama

proses pengangkutan.

Pabrik,

Freight

Forwarder

6 Waktu yang

dibutuhkan

selama proses

pengangkutan

barang ke/dari

pelabuhan

a. Waktu angkut dengan truk

b. Waktu bongkar muat di gudang

c. Waktu tunggu (delay) di gudang

dan di lokasi lain yang

mempengaruhi proses pengiriman

barang

Pabrik, Freight

Forwarder

7 Permasalahan

yang ada di tiap

tahapan dan

persepsi

mengenai

pelaksanaan

pengangkutan

barang

Permasalahan selama proses

pengangkutan barang, kualitas dan

ketersediaan infrastruktur, kualitas

SDM, kualitas sistem dan prosedur,

dll

Pabrik, Freight

Forwarder

Page 53: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 44

No Jenis Data Penjelasan Sumber Data

8 Kondisi

musim/cuaca,

periode hari

raya, dll

Sejauh mana dampak cuaca, musim,

periode hari raya, dll mempengaruhi

pelaksanaan distribusi barang.

Apakah sampai mempengaruhi harga

dan waktu?

Pabrik, Freight

Forwarder

9 Harga beli Harga yang diterima oleh distributor

dan konsumen

Distrbutor,

Konsumen

10 Harga jual Harga yang ditetapkan oleh pabrik Pabrik,

Distrbutor

11 Permasalahan

yang terkait

dengan

infrastruktur

transportasi

Pabrik,

Distributor,

Konsumen,

Forwarder

Six Key Drivers: 3. Penyedia Jasa Logistik (Forwarder)

12 Jumlah freight

forwarder yang

tersedia

Data ini untuk mengetahui tingkat

kompetisi di jasa forwarder yang

akan berpengaruh pada harga dan

kualitas forwarder.

Pabrik,

Distributor,

Konsumen,

Freight

Forwarder

13 Permasalahan

yang dihadapi

terkait dengan

jasa freight

forwarder

Pabrik,

Distributor,

Konsumen,

Freight

Forwarder

Six Key Drivers: 4. Teknologi Informasi dan Komunikasi

14 Penggunaan

teknologi

informasi dan

komunikasi

Data ini untuk mengetahui traceability

dari barang yang didistribusikan

Pabrik,

Distributor,

Konsumen,

Forwarder

Page 54: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 45

No Jenis Data Penjelasan Sumber Data

untuk melacak

barang yang

didistribusikan

15 Permasalahan

yang terjadi

ketika ingin

melacak barang

yang

didistribusikan

Pabrik,

Distributor,

Konsumen,

Forwarder

Six Key Drivers: 5. Sumber Daya Manusia

16 Persepsi

mengenai

kuantitas dan

kualitas SDM di

Jasa Forwarder

Pabrik,

Distributor,

Konsumen,

Forwarder

17 Persepsi

mengenai

kuantitas dan

kualitas SDM di

Pelabuhan

Pabrik,

Distributor,

Konsumen,

Forwarder

Six Key Drivers: 6. Regulasi

18 Regulasi yang

mendukung

kelancaran

distribusi baja

Pabrik,

Distributor,

Konsumen,

Forwarder

Page 55: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 46

No Jenis Data Penjelasan Sumber Data

19 Regulasi yang

menghambat

kelancaran

distribusi baja

Pabrik,

Distributor,

Konsumen,

Forwarder

Tabel 0.3. Data dan Sumber Data: Pelabuhan Asal ke Pelabuhan Tujuan

No Jenis Data Penjelasan Sumber Data

Six Key Drivers: 1. Komoditi (dapat menggunakan data pada Tabel 3.2)

Six Key Drivers: 2. Infrastruktur

1 Tarif jasa-jasa

kepelabuhanan

Tarif bongkar muat, lift on/off,

container storage, container

shifting,bill-of-lading, manifest

fees,dll.

Kemenhub,

Pelindo

2 Indikator

Pelabuhan

Waiting time, berthing time,

turnaround time, dll

Kemenhub

3 Biaya angkut

dengan kapal

laut

Biaya sea freight yang dikenakan

perusahaan pelayaran kepada

pemilik barang/perusahaan freight

forwarder sesuai dengan rute/jarak

tempuh, termasuk biaya yang muncul

karena adanya waktu tunggu kapal

Distributor,

Forwarder,

Shipping Liner

4 Metode

penanganan

proses

pengiriman,

termasuk biaya

pengiriman

Perjanjian antara penjual dan pembeli

mengenai siapa yang akan

menangani proses pengiriman

barang, termasuk yang mengurus

pembayaran pengiriman barang

Distributor,

Forwarder,

Shipping Liner

Page 56: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 47

No Jenis Data Penjelasan Sumber Data

(CIF/FOB)

5 Seluruh biaya

logistik yang

dikenakan di

pelabuhan

Biaya yang harus di bayar oleh

perusahaan pelayaran selama

barang berada di pelabuhan,

termasuk biaya tenaga kerja, tips,

dokumen, asuransi, dll

Distributor,

Forwarder,

Shipping Liner

6 Seluruh biaya

tidak resmi yang

timbul selama

proses

pengangkutan

barang

Pungutan yang muncul selama

proses pengangkutan, baik di jalan,

pelabuhan dll.

Distributor,

Forwarder,

Shipping Liner

7 Waktu yang

dibutuhkan

selama proses

pengangkutan

barang

a. Waktu angkut dengan kapal

b. Waktu bongkar muat di pelabuhan

c. Waktu tunggu (delay) di

pelabuhan atau sekitar pelabuhan

yang mempengaruhi proses

pengiriman barang

Distributor,

Forwarder,

Shipping Liner

8 Permasalahan

yang ada di tiap

tahapan dan

persepsi

mengenai

pelaksanaan

pengangkutan

barang

Hambatan selama proses

pengangkutan barang, kualitas dan

ketersediaan infrastruktur, kualitas

SDM, kualitas sistem dan prosedur,

dll

Distributor,

Forwarder,

Shipping Liner

9 Kondisi

musim/cuaca,

periode hari

raya, dll

Sejauh mana dampak cuaca, musim,

periode hari raya, dll mempengaruhi

pelaksanaan distribusi barang.

Apakah sampai mempengaruhi harga

Distributor,

Forwarder,

Shipping Liner

Page 57: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 48

No Jenis Data Penjelasan Sumber Data

dan waktu?

11 Data tambahan

lainnya

Ukuran kapal, frekuensi perjalanan

kapal per-rute dalam seminggu, term

of shipping

Distributor,

Forwarder,

Shipping Liner

Six Key Drivers: 3. Penyedia Jasa Logistik (sudah ada di Tabel 3.2)

Six Key Drivers: 4. Teknologi Informasi dan Komunikasi

12 Penggunaan

teknologi

informasi dan

komunikasi

untuk melacak

barang yang

didistribusikan

Data ini untuk mengetahui traceability

dari barang yang didistribusikan

Distributor,

Forwarder,

Shipping Liner

13 Permasalahan

yang terjadi

ketika ingin

melacak barang

yang

didistribusikan

Shipping

Liners, Freight

Forwarder,

Otoritas

Pelabuhan

Six Key Drivers: 5. Sumber Daya Manusia

14 Persepsi

mengenai

kuantitas dan

kualitas SDM di

Pelabuhan

SDM yang dimaksud di sini termasuk

tenaga bongkar muat

Freight

Forwarder dan

Otoritas

Pelabuhan

Six Key Drivers: 6. Regulasi

15 Regulasi yang Freight

Page 58: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 49

No Jenis Data Penjelasan Sumber Data

mendukung

kelancaran

distribusi baja

Forwarder dan

Otoritas

Pelabuhan

16 Regulasi yang

menghambat

kelancaran

distribusi baja

Freight

Forwarder dan

Otoritas

Pelabuhan

3.2.2. Metode Pengumpulan Data

Survei pada kajian ini menggunakan pendekatan

supply chain (rantai pasok). Artinya, survei ini berusaha

menangkap kesinambungan proses distribusi barang dalam

satu rangkaian rantai pasok yang akan diteliti. Dengan

demikian rantai pasok yang disurvei dimulai dari: (i) untuk

distribusi di dalam pulau: pabrik, dilanjutkan ke distributor dan

dilanjutkan ke konsumen atau dari pabrik langsung ke

konsumen; (ii) distribusi antar pulau: pabrik, dilanjutkan ke

pelabuhan asal, pelabuhan tujuan, hingga ke

distributor/konsumen, sebagaimana yang digambarkan pada

Gambar 3.3.

Gambar 0.3. Cakupan Analisis dengan Pendekatan Supply Chain

Untuk Distribusi Antar Pulau

Page 59: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 50

Metode yang digunakan dalam survei adalah metode

wawancara mendalam (in-depth interview) dengan

menggunakan kuesioner yang terstruktur. Wawancara

dilakukan terutama kepada responden yang mengetahui

kondisi teknis di lapangan (purposive sampling). Survei akan

dilakukan ke beberapa kelompok responden. Terdapat

beberapa pertanyaan khusus yang diberikan kepada

kelompok responden tertentu. Selain itu, terdapat beberapa

pertanyaan yang ditanyakan kepada semua kelompok

responden. Hal ini bertujuan untuk mengkonfirmasi jawaban

yang diperoleh dari satu kelompok responden dengan

kelompok responden lainnya.

Sebagai contoh, kepada pedagang akan ditanyakan

biaya yang harus dibayar untuk biaya transportasi dari gudang

pabrik ke pelabuhan. Pada kelompok responden yang

berbeda, survei akan menanyakan hal yang sama kepada

jasa freight forwarder mengenai biaya tersebut. Hal ini

ditujukan untuk mengkonfirmasi data dan informasi yang lebih

akurat. Hal yang sama juga diterapkan kepada perusahaan

pelayaran dan perusahaan freight forwarder untuk mengetahui

data biaya pengiriman barang melalui angkutan laut.

Berapakah biaya yang dibayar freight forwarder kepada

perusahaan pelayaran untuk mengirim barang? Sebaliknya,

berapa biaya yang ditetapkan perusahaan pelayaran kepada

freight forwarder atas jasa yang diberikan.

Data yang akan dicari melalui survei adalah data primer

maupun data yang bersifat persepsi. Setelah divalidasi, akan

dilakukan proses coding dan input data. Data survei yang

telah diinput kemudian akan ditabulasi dan dilakukan

peringkasan data secara statistik untuk dapat dilakukan

analisis.

Page 60: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 51

Khusus untuk data kuantitatif yang diperoleh dari survei

kepada responden –seperti biaya angkut, biaya pelabuhan,

biaya sea freight, waktu pengurusan–, data yang diharapkan

adalah per pengiriman yang dilakukan oleh responden.

Diharapkan responden dapat memberikan data pengiriman

paling sedikit 3 pengiriman terakhir. Manfaat pengumpulan

data per pengiriman ini adalah dapat memperoleh data riil di

tingkat implementasi sesuai dengan waktu pelaksanaan

pengiriman serta dapat memperbanyak jumlah unit sampel

dari tiap responden.

Secara umum terdapat 4 kelompok responden dari

kegiatan survei studi ini, yaitu pabrik, distributor dan

konsumen, forwarder, dan perusahaan pelayaran. Survei akan

dilaksanakan di beberapa kota yang dipilih menjadi kota asal

barang serta beberapa kota yang diperkirakan menjadi kota

tujuan, yaitu: (i) Kota Asal: Medan, Cilegon dan Surabaya; (ii)

Kota Tujuan: Balikpapan, Makassar dan Manado. Di kota asal

barang, responden yang akan disurvei adalah pabrik,

distributor dan konsumen, forwarder dan perusahaan

pelayaran. Sementara itu, di kota tujuan, responden yang

akan disurvei adalah distributor dan konsumen serta forwarder

untuk menangkap biaya pengangkutan dari pelabuhan ke

gudang distributor/konsumen. Kelompok responden berbeda-

beda, yaitu: (i) responden pabrik; (ii) distributor/konsumen; (iii)

responden forwarder; dan (iv) responden perusahaan

pelayaran.

Secara lebih detil, tahapan kajian ini sebagai berikut:

1). Pengumpulan data/informasi mengenai produsen

baja.

Informasi mengenai produsen baja ini akan diperoleh dari

IISIA dan Freight Forwarder Indonesia (ALFI). Produsen

baja yang menjadi target sampel khususnya produsen

Page 61: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 52

yang melakukan perdagangan dalam pulau dan atau

antar pulau.

2). Melakukan studi literatur dan diskusi terhadap proses

supply chain distribusi baja

Mengingat supply chain tiap produk/komoditi maupun tiap

daerah berbeda, diperlukan studi literatur mengenai

proses supply chain yang khusus menyangkut baja.

Finalisasi kota asal yang akan disurvei akan dilakukan

pada tahap ini.

3). Survei lapangan

Kegiatan survei lapangan akan dilakukan bertahap,

sesuai dengan kelompok responden.

a). Responden: produsen

Berdasarkan rantai pasok, survei dilakukan pertama

kali untuk para produsen. Dalam wawancara kepada

produsen juga akan diperoleh informasi mengenai

perusahaan forwarder yang digunakan produsen

tersebut. Perusahaan forwarder ini yang kemudian

menjadi target responden untuk kelompok forwarder.

b). Responden: perusahaan forwarder

Informasi perusahaan forwarder yang menjadi

rekanan produsen akan dijadikan sebagai target

responden selanjutnya. Mengingat data yang akan

dikumpulkan adalah data per pengiriman maka dapat

dimungkinkan akan diperoleh lebih dari 1 forwarder

dari 1 orang responden produsen.

c). Responden: perusahaan pelayaran

Dari survei kepada forwarder akan diperoleh pula

daftar perusahaan pelayaran yang menjadi rekanan.

Page 62: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 53

Langkah selanjutnya akan melakukan wawancara

kepada perusahaan pelayaran tersebut.

d). Responden: perusahaan forwarder di kota tujuan

Sesuai dengan skema pengiriman (term of shipping),

jika antara pabrik dan perusahaan forwarder memiliki

term of shipping selain door-to-door, hal ini

memungkinkan untuk memiliki pihak forwarder yang

berbeda di kota tujuan. Untuk itu perlu untuk dilakukan

survei kepada pihak forwarder di kota tujuan.

Informasi mengenai forwarder di kota tujuan ini dapat

diperoleh dari daftar anggota ALFI. Intinya, survei

kepada forwarder di kota tujuan bermaksud menggali

informasi mengenai biaya logistik mulai dari barang

tiba di pelabuhan hingga sampai ke gudang

distributor/konsumen. Waktu pelaksanaan survei

kepada kelompok forwarder di kota tujuan ini tidak

perlu menunggu pelaksanaan survei kepada

pedagang di kota asal.

e). Responden: Distributor/Konsumen di kota tujuan

Setelah melakukan wawancara kepada forwarder di

kota tujuan, diharapkan dapat diperoleh info mengenai

distributor/konsumen baja di kota tujuan tersebut.

Informasi mengenai distributor/konsumen ini yang

kemudian menjadi target responden kelompok

distributor/konsumen di kota tujuan. Selain dari

forwarder, informasi mengenai pembeli juga dapat

diperoleh dari pabrik.

4). Proses pengkodean, validasi data, entry kuesioner,

tabulasi

Setelah serangkaian proses survei lapangan, akan

dilakukan proses pengkodean, melakukan input data

Page 63: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 54

kuesioner, validasi data yang telah terkumpul, hingga

tabulasi hasil input data.

5). Pengolahan data dan analisis

Setelah diperoleh data lengkap, selanjutnya dapat

dilakukan pengolahan data dan analisis hasil survei.

Proses analisis akan dilanjutkan hingga penyusunan

rekomendasi kebijakan.

Page 64: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 55

BAB IV ANALISIS KINERJA LOGISTIK ANTAR PULAU

KOMODITI BAJA

4.1. Pola Distribusi Baja

Secara umum, distribusi suatu barang sangat ditentukan oleh

karakteristik dari barang itu sendiri. Faktor wujud barang merupakan

salah satu hal yang menentukan bagaimana barang tersebut

didistribusikan. Dalam hal ini, barang dengan wujud yang sangat

besar dan memakan ruang, maka dalam distribusinya memerlukan

biaya penyimpanan yang relatif besar, sedangkan barang dengan

wujud kecil tidak perlu mengeluarkan biaya penyimpanan yang

besar. Terkait dengan itu, maka faktor selanjutnya yang menentukan

pola distribusi barang adalah nilai skala ekonomi distribusi barang.

Penjelasan di atas dapat digunakan untuk mengantarkan

bagaimana pola distribusi baja, seperti halnya distribusi semen dan

barang-barang strategis lainnya. Mengacu pada penjelasan di atas,

baja memiliki wujud yang memakan ruang gudang yang besar

sehingga nilai skala ekonominya besar. Kedua hal itu dapat

dikatakan semacam barrier to entry bagi pelaku-pelaku intermediet

untuk berperan dalam distribusi baja.

Dari hasil survey kepada produsen, distributor baja dan

pembeli baja diperoleh informasi bahwa pola distribusi relatif pendek.

Umumnya, di pasar baja nasional kerjasama antara pelaku baja

sudah terjalin cukup baik, artinya pola distribusi baja di Indonesia

sudah terbangun dengan mapan. Pola distribusi baja yang berjalan

saat ini adalah: (i) Baja yang dihasilkan oleh produsen baja

didistribusikan kepada Distributor yang berada di dalam pulau,

kemudian didistribusikan ke konsumen akhir di dalam pulau

(Produsen Distributor di Dalam Pulau Konsumen Akhir di

Dalam Pulau); (ii) Baja yang dihasilkan oleh produsen baja

didistribusikan kepada Distributor yang berada di dalam pulau,

kemudian didistribusikan ke Distributor Antar Pulau, kemudian ke

Page 65: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 56

konsumen akhir (Produsen Distributor di Dalam Pulau

Distributor Antar Pulau Konsumen Akhir); (iii) Baja yang dihasilkan

oleh produsen baja didistribusikan kepada Distributor Antar Pulau,

kemudian ke konsumen akhir (Produsen Distributor Antar Pulau

Konsumen Akhir); (iv) Baja dari produsen baja didistribusikan

langsung kepada konsumen akhir, umumnya adalah perusahaan

jasa konstruksi yang besar (Produsen Perusahaan Jasa

Konstruksi); dan (v) Baja dari produsen baja didistribusikan langsung

kepada pabrikan atau melalui distributor dulu baru kepada pabrikan.

Dalam hal ini pabrikan adalah pengolah bahan baku baja

dengancara membentuk, memotong sesuai dengan pesanan

pengguna yang umumnya untuk konstruksi. Dengan demikian, dalam

distribusi baja antar pulau ke konsumen akhir, paling banyak harus

melibatkan dua distributor.

Gambar 0.1. Pola Distribusi Baja

Kemampuan perusahaan jasa konstruksi dalam mengakses

langsung dari produsen adalah karena skala pembeliaannya yang

cukup besar. Sebagai contoh, dalam pembangunan proyek

pembangunan pabik Semen Padang (Proyek Indarung VI)

dibutuhkan baja dalam berbagai jenis dari PT Krakatau Steel

sebanyak 5.000 ton. Jika diasumsikan harga baja per ton sebesar Rp

7 juta, maka nilai baja untuk proyek tersebut sebesar Rp 3,5 Milyar.

Produsen Distributor di dalam Pulau Distributor Antar Pulau

Konsumen Akhir Perusahaan Jasa Konstruksi

Pabrikan

Page 66: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 57

Berkebalikan dengan hal di atas, pola distribusi baja dengan dua

ditributor menandakan bahwa volume transaksi bajanya tidak

sebesar transaksi antara PT Krakatau Steel dibanding dengan

perusahaan jasa konstruksi.

Sumber: Asosiasi Industri Besi Baja Indonesia (2012), diolah

Gambar 0.2. Sentra Produksi Baja Lonjoran di Indonesia Tahun 2012

Dalam kerangka kewilayahan, jalur distribusi sangat erat

terkait dengan sentra produsen baja yang masih terkonsentrasi di

Pulau Jawa. Berdasarkan informasi dari Directory 2012 yang

dipublikasikan oleh Asosiasi Industri Besi Baja Indonesia, pada tahun

2012 sekitar 91,5% produksi baja lonjoran berada di Pulau Jawa.

Daerah di luar Pulau Jawa yang memiliki pabrik baja lonjoran adalah

Medan dan Makassar.

Dengan melihat peta kondisi di atas, maka jalur distribusi baja

bermula dari pelabuhan laut di Pulau Jawa, yaitu Pelabuhan Tanjung

Priok (Jakarta) dan Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya).

Berdasarkan hasil survey, walaupun Cilegon memiliki pelabuhan

namun untuk distribusi dalam skala besar tetap menggunakan

Pelabuhan Tanjung Priok, atau bahkan menggunakan Pelabuhan

Tanjung Perak. Kondisi ini terkait dengan upaya perusahaan

pelayaran untuk mengoptimalkan ruang kosong kapal, karena jika

Page 67: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 58

distribusi baja dari Cilegon dilakukan langsung ke daerah tujuan

seperti Balikpapan, Makassar dan Manado maka kemungkinan besar

banyak ruang kosong kapal yang dapat menyebabkan biaya per

satuan berat baja semakin tinggi.

Jalur distribusi untuk tiga tujuan distribusi baja (Balikpapan,

Makassar dan Manado) adalah sebagai berikut:

a. Tujuan Balikpapan:

i. Asal Baja Cilegon:

Cilegon Jakarta (Pelabuhan Tj. Priok)/Surabaya (Tj. Perak)

Balikpapan

ii. Asal Baja Jakarta dan sekitarnya I (Bekasi, Bitung, Cikarang

dan Karawang)

Jakarta (Pelabuhan Tj. Priok) Surabaya (Tj. Perak)

Balikpapan

iii. Asal Baja Jakarta dan sekitarnya II (Bekasi, Bitung, Cikarang

dan Karawang)

Jakarta (Pelabuhan Tj. Priok) Balikpapan

iv. Asal Baja Surabaya dan sekitarnya (Gresik, Sidoarjo,

Mojokerto) :

Surabaya (Pelabuhan Tj. Perak) Balikpapan

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.3. Jalur Distribusi Baja Ke Balikpapan

b. Tujuan Makassar:

i. Asal Baja Cilegon:

Cilegon Jakarta Surabaya

Balikpapan

Page 68: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 59

Cilegon Jakarta (Pelabuhan Tj. Priok)/Surabaya (Tj.

Perak) Makassar

ii. Asal Baja Jakarta dan sekitarnya I (Bekasi, Bitung, Cikarang

dan Karawang)

Jakarta (Pelabuhan Tj. Priok) Surabaya (Tj. Perak)

Makassar

iii. Asal Baja Jakarta dan sekitarnya II (Bekasi, Bitung, Cikarang

dan Karawang)

Jakarta (Pelabuhan Tj. Priok) Makassar

iv. Asal Baja Surabaya dan sekitarnya (Gresik, Sidoarjo,

Mojokerto) :

Surabaya (Pelabuhan Tj. Perak) Makassar

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.4. Jalur Distribusi Baja Ke Makassar

c. Tujuan Manado:

i. Asal Baja Cilegon I

Cilegon Jakarta (Pelabuhan Tj. Priok)/Surabaya (Tj.

Perak) Manado

ii. Asal Baja Cilegon II

Cilegon Jakarta (Pelabuhan Tj. Priok)/Surabaya (Tj.

Perak) Makassar Manado

iii. Asal Baja Jakarta dan sekitarnya I (Bekasi, Bitung, Cikarang

dan Karawang)

Jakarta (Pelabuhan Tj. Priok) Surabaya (Tj. Perak)

Makassar Manado

Cilegon Jakarta Surabaya

Makassar

Page 69: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 60

iv. Asal Baja Jakarta dan sekitarnya II (Bekasi, Bitung, Cikarang

dan Karawang)

Jakarta (Pelabuhan Tj. Priok) Surabaya (Tj. Perak)

Manado

v. Asal Baja Surabaya dan sekitarnya I (Gresik, Sidoarjo,

Mojokerto)

Surabaya (Pelabuhan Tj. Perak) Makassar Manado

vi. Asal Baja Surabaya dan sekitarnya II (Gresik, Sidoarjo,

Mojokerto)

Surabaya (Pelabuhan Tj. Perak) Manado

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.5. Jalur Distribusi Baja Ke Manado

4.2. Biaya dan Waktu Distribusi

4.2.1. Pengaturan Metode Distribusi

Dalam melakukan kegiatan bisnis, terdapat term/istilah

yang seringkali digunakan khususnya terkait dengan aktivitas

distribusi barang antara penjual dan pembeli domestik (non

ekspor-impor), yaitu loco gudang dan franco gudang. Loco

gudang/pabrik adalah penyerahan barang sesuai dengan

kondisi aslinya di pabrik atau gudang penjual. Dengan

demikian maka seluruh biaya pengangkutannya baik melalui

darat, laut, udara serta berbagai jenis moda transportasinya

menjadi beban pembeli. Jika pembeli ingin mengubah

Cilegon Jakarta Surabaya

Makassar

Manado

Page 70: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 61

kemasan, maka biaya pengepakan menjadi tanggungan

pembeli. Sementara itu, franco gudang menunjukkan bahwa

harga pembelian sudah termasuk semua biaya sampai barang

dibongkar di gudang pembeli, seperti biaya bea masuk,

ongkos angkut dari pelabuhan asal ke gudang pembeli dan

ongkos bongkar di gudang pembeli.

Berdasarkan hasil survey, hampir semua produsen baja

di Cilegon, Surabaya, Medan, dan Makassar menggunakan

sistem loco dalam proses distribusi baja. Dengan demikian,

mereka menjual baja hasil produksinya di pabrik atau gudang

mereka kemudian para pembeli yang umumnya mengatur

mengenai transportasi untuk mengangkut hasil produksinya,

termasuk menanggung biaya angkutnya. Demikian halnya

dengan distributor besar yang berada di Cilegon,

menggunakan metode loco gudang, dimana konsumen harus

mengambil sendiri produk yang dibeli langsung dari gudang

distributor dengan menggunakan truk pribadi maupun

menggunakan jasa perusahaan transportasi.

Namun demikian, terdapat pula responden yang

ditemui menggunakan metode franco gudang, yaitu salah satu

produsen baja di Surabaya. Menurutnya, untuk konsumen

yang berlokasi masih di pulau Jawa maka skema perjanjian

distribusinya adalah franco gudang. Sementara itu, jika

pembeli berlokasi di luar pulau Jawa maka skema perjanjian

distribusinya adalah loco gudang, atau loco pelabuhan, seperti

Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak atau Tanjung Emas.

Sementara itu, informasi dari para konsumen baja yang

berlokasi di Makassar konsisten dengan informasi dari para

produsen maupun distributor baja. Konsumen baja di

Makassar bertindak sebagai pengguna langsung (proyek

pembangunan) maupun distributor mendapatkan produk baja

Page 71: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 62

dari pabrik baja di pulau Jawa. Para konsumen mendapatkan

baja dengan harga loco pabrik.

4.2.2. Penentuan Transporter (Pelaksana Pengangkutan)

Baik dengan skema perjanjian loco maupun franco,

umumnya penanggung jawab proses distribusi akan

menggunakan pihak ketiga untuk melaksanakan proses

pengangkutan, misalnya perusahaan Trucking. Produsen baja

memiliki truk, tapi tidak untuk memenuhi distribusi kepada

konsumen. Dengan demikian, walaupun misalnya produsen

baja menggunakan sistem franco, dimana ia yang mengurus

proses pengangkutan ke gudang pembeli, umumnya ia akan

menggunakan perusahaan Trucking lain yang memiliki

beberapa armada truk untuk melakukan proses

pengangkutan. Biasanya Antara perusahaan baja tersebut

dengan perusahaan transporter sudah memiliki perjanjian

kerja sama untuk periode tertentu.

Demikian halnya dengan sistem loco, pembeli yang

bertanggung jawab atas proses pengangkutan nantinya akan

menghubungi perusahaan Trucking untuk mengangkut barang

yang dibelinya. Konsumen menentukan sendiri jasa

perusahaan transportasi yang akan digunakan, sesuai dengan

rute yang dilalui oleh perusahaan transportasi. Karena setiap

perusahaan transportasi mempunyai rute yang berbeda-beda

dalam menjalankan armadanya, untuk perusahaan yang

melakukan perjalanan ke arah utara Medan (propinsi Aceh),

tidak melakukan perjalanan ke arah selatan Medan (Sumatera

Barat, Jambi, atau Riau). Umumnya skema perjanjian antara

konsumen dengan perusahaan transportasi berupa door to

door, atau diangkut dari gudang/pabrik produsen hingga ke

gudang konsumen.

Page 72: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 63

Yang cukup menarik adalah terkadang walaupun

menggunakan sistem loco dalam proses distribusi produk,

konsumen tidak bisa menggunakan perusahaan jasa

transportasi yang tidak terdaftar sebagai rekanan.

Sebagaimana yang terjadi di Cilegon, pabrik baja di cilegon

sudah mempunyai rekanan yang siap mengantarkan baja.

Konsumen melalui perusahaan ekpedisi yang ditunjuk, tinggal

menentukan perusahaan rekanan mana yang akan dipakai.

Kemudian, konsumen yang melakukan pembayaran langsung

dengan perusahaan ekspedisi tersebut. Untuk pengangkutan

antar pulau, perusahaan ekspedisi dengan sistem perjanjian

door to door dengan konsumen menentukan rekanan

perusahaan angkutan darat serta perusahaan pelayaran yang

akan digunakan untuk mengangkut produk baja pesanan

konsumen. Untuk konsumen di wilayah Jawa Timur terutama

pabrikan di Surabaya, pabrik baja di Cilegon bekerja sama

dengan PT Kereta Api menggunakan angkutan kereta api

dalam pendistribusian produk baja dengan sistem door to

door.

4.2.3. Biaya

Pada bagian ini akan dijelaskan analisis hasil survey

mengenai biaya yang diperlukan untuk mengangkut baja.

Daerah survey yang dipilih adalah Cilegon, Jakarta, Surabaya

dan Medan sebagai daerah asal baja, serta Balikpapan dan

Manado sebagai kota tujuan survey. Produsen baja utama di

Indonesia adalah Krakatau Steel yang pabriknya berlokasi di

Cilegon, Jawa Barat. Sebagaimana yang dinyatakan pada

Gambar 4.6, terdapat arus distribusi dari Cilegon ke beberapa

kota di Indonesia, termasuk antar pulau.

Page 73: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 64

Biaya logistik per kg dan Jaraknya Biaya logistik/kg/km

0.21

0.34 0.360.41 0.44

1.03

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

Ma

na

do

Me

da

n

Ma

ka

ssa

r

Ba

lik

pa

pa

n

Su

ra

ba

ya

Jak

arta

(Rp

/k

g/

km

)

Origin Cilegon

Rp/kg/km

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.6. Biaya Logistik Antar Pulau Komoditi Baja dari Cilegon

Biaya logistik per kg yang harus dibayar konsumen

berkisar antara Rp 100 per kg untuk rute Cilegon – Jakarta,

hingga Rp 899 per kg untuk rute Cilegon – Balikpapan. Perlu

diperhatikan bahwa di antara kota-kota tujuan distribusi baja

asal Cilegon, Manado memiliki jarak terjauh (3500 km). Rute

Cilegon – Manado memiliki biaya distribusi baja sebesar Rp

714 per-kg, masih lebih rendah dibandingkan dengan rute

Cilegon – Balikpapan yang berjarak 2200 km, namun

biayanya mencapai Rp 899.

Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara

lain:

(i) Manado merupakan salah satu daerah pemasaran utama

produk PT. Krakatau Steel (KS), dimana pangsa pasarnya

mencapai 15% dari volume produksi PT. KS. Hal ini juga

mendorong lebih banyaknya frekuensi pelayaran dari

Jakarta4 ke Manado, dibandingkan dengan ke Balikpapan.

4 Asumsi produk baja KS diangkut melalui truk ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, kemudian diangkut melalui kapal laut

menuju ke lokasi tujuan.

Page 74: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 65

(ii) Biaya truk dari pelabuhan ke lokasi tujuan baja di

Balikpapan dan sekitarnya lebih tinggi dibandingkan

dengan dari pelabuhan di Manado ke lokasi tujuan.

Berdasarkan hasil survey, biaya truk di Balikpapan

mencapai Rp 3.500.000 untuk jarak 26 km, atau sekitar

Rp 134.615 per-km. Sementara di Manado biaya truk

adalah sebesar Rp 1.200.000 untuk jarak 40 km, atau

sekitar Rp 30.000 saja per-km.

Gambaran mengenai biaya per km ini diperkuat oleh

nilai biaya logistik/kg/km sebagaimana yang digambarkan

pada gambar yang sama. Terlihat bahwa diantara rute-rute

yang ada, rute Cilegon-Manado memiliki biaya transport/kg/km

paling rendah, hanya Rp 0,21/kg/km. Terlihat bahwa rute

Cilegon-Jakarta justru memiliki biaya transport/kg/km yang

tertinggi, mencapai Rp 1,03 /kg/km. Hal ini disebabkan karena

biaya transport ini hanya disumbangkan oleh biaya truk saja,

bukan kombinasi dari biaya truk dan kapal sebagaimana rute

antar pulau. Hal ini sejalan dengan penelitian yang lalu

mengenai distribusi beras dan semen (2013) dimana diketahui

bahwa biaya transport per-km dengan menggunakan kapal

lebih rendah dibandingkan dengan biaya transport per-km

dengan menggunakan truk. Distribusi barang dengan

menggunakan jalur darat (menggunakan truk) akan

mengalami masalah kemacetan. Selain itu, mengingat baja

berasal dari Cilegon, akses dengan truk akan melewati tol

dalam kota di Jakarta dimana terdapat kebijakan pembatasan

akses truk yang melarang truk memasuki wilayah kota Jakarta

pada jam-jam tertentu. Konsekuensinya, waktu perjalanan

menjadi lebih panjang dan dapat menambah biaya.

Pada penjelasan sebelumnya, hal yang menarik

adanya perbedaan yang cukup signifikan antara biaya

distribusi dari Cilegon dengan dari Jakarta, dimana rata-rata

Page 75: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 66

biaya logistik dari Cilegon adalah Rp. 0,3/kg/km sementara

dari Jakarta Rp.0,2/kg/km. Hal ini dikarenakan adanya biaya

trucking yang tinggi dari Cilegon sementara jika ingin

menghilangkan biaya trucking yang tinggi dapat digantikan

dengan biaya shipping atau kereta, tetapi untuk pengiriman

dengan moda laut atau kereta diperlukan pengiriman dalam

jumlah besar. Biaya trucking yang tinggi dari cilegon terjadi

dikarenakan adanya monopoli dari produsen baja dalam

menentukan perusahaan trucking yang dapat melayani

pengangkutan baja ke luar dari lokasi pabrik, selain itu adanya

proses pembayaran yang lebih panjang kepada pihak trucking

sehingga terdapat kompensasi biaya terhadap waktu tunggu

tersebut. Oleh karena itu agar produsen di cilegon dapat

menekan biaya distribusi, dan dapat bersaing dengan produk

yang ada di jakarta diharapkan produsen di cilegon

mempunyai gudang gudang distribusi yang strategis di kota

besar di Indonesia yang siap menerima baja dalam jumlah

besar sehingga dapat dikirimkan menggunakan moda

angkitan laut atau kereta secara langsung dari cilegon. Atau

dengan membuka secara terbuka pasar trucking dan

memperpendek waktu pembayaran sehingga perusahaan

angkutan tidak mengenanakan biaya waktu tunggu.

Walau PT. Krakatau Steel memiliki pelabuhan khusus,

diketahui bahwa distribusi barang tidak selalu menggunakan

pelabuhan Krakatau Bandar Samudera (KBS) mengingat

biaya angkut dengan menggunakan kapal dari KBS per kg

bisa lebih mahal dibandingkan dengan jika diangkut dengan

menggunakan truk. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

biaya angkut melalui KBS diperhitungan sesuai kapasitas

kapal, yaitu sebesar 5000 ton per 1 kapal. Jika volume barang

tidak mencapai 5000 ton maka biaya angkut tetap akan

dihitung sebesar 5000 ton per kapal, atau berakibat pada

Page 76: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 67

biaya per kg yang lebih tinggi. Konsekuensinya, untuk volume

barang yang beratnya lebih rendah dari 5000 ton,

pengangkutan banyak mengandalkan pada transportasi darat.

Tambahan, baja yang diproduksi PT. KS salah satunya adalah

jenis HRC yang pada proses pengangkutannya terdapat biaya

tambahan handling, baik angkutan dengan menggunakan truk

maupun kapal.

Sementara itu, biaya logistik baja dari daerah asal

Jakarta dinyatakan pada Gambar 4.7. Biaya logistik per kg

berkisar antara Rp 270 hingga Rp 750/kg, tergantung kepada

jaraknya. Biaya logistik per kg/km berkisar antara Rp

0,19/kg/km hingga Rp 0,34/kg/km. Jika dibandingkan

berdasarkan rute, biaya logistik dengan tujuan Surabaya

ternyata memiliki biaya logistik per kg/km yang tertinggi, yaitu

mencapai Rp 0,34/kg/km, dengan moda transportasi truk.

Faktor utama yang mempengaruhinya adalah faktor

kemacetan di Jalan, ditambah dengan kondisi infrastruktur

yang sebagian mengalami kerusakan. Namun demikian,

angkutan dengan menggunakan truk ini dirasakan masih

relatif memiliki tingkat kepastian yang lebih tinggi dari sisi

waktu dibandingkan dengan menggunakan angkutan kapal.

Jika menggunakan kapal, maka perlu disesuaikan dengan

jadwal kapal, serta dipengaruhi dengan kepadatan di

pelabuhan, termasuk dalam hal waiting time kapal saat

memasuki wilayah berlabuh di pelabuhan tujuan.

Page 77: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 68

Biaya logistik per kg dan Jaraknya Biaya logistik/kg/km

270

375 375

550

750

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

0

100

200

300

400

500

600

700

800

Su

rab

ay

a

Ma

ka

ssa

r

Me

da

n

Ba

lik

pa

pa

n

Ma

na

do

(Km

)

(Rp

/k

g)

Origin Jakarta

Total Biaya Jarak

0.19

0.23 0.240.26

0.34

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

Me

da

n

Ma

na

do

Ma

ka

ssa

r

Ba

lik

pa

pa

n

Su

rab

ay

a

(Rp

/k

g/

km

)

Origin Jakarta

Rp/kg/km

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.7. Biaya Logistik Antar Pulau Komoditi Baja dari Jakarta

Biaya logistik dengan dengan daerah asal Surabaya

dinyatakan pada Gambar 4.8. Untuk rute Surabaya-Jakarta,

Surabaya-Balikpapan, serta Surabaya-Manado terlihat bahwa

biaya logistik per/kg proporsional dengan jaraknya, berkisar

antara Rp 200 – Rp 650 per kg. Namun demikian, pola yang

berbeda terlihat untuk rute Surabaya – Makassar. Biaya

angkut per-kg rute Surabaya – Makasar mencapai Rp 375

per-kg, sementara jaraknya paling pendek dibandingkan

dengan rute lainnya.

Page 78: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 69

Biaya logistik per kg dan Jaraknya Biaya logistik/kg/km

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.8. Biaya Logistik Antar Pulau Komoditi Baja dari Surabaya

Jika dibandingkan per rute dan dengan satuan

Rp/kg/km, makin terlihat bahwa rute Surabaya-Makassar

memiliki biaya transport per kg/km yang tertinggi, disusul oleh

rute Surabaya-Balikpapan. Hal ini disumbangkan oleh biaya

truk yang relatif mahal di Makasar dibandingkan dengan kota

lainnya. Biaya truk per km di Makassar mencapai Rp 222.222

per km, lebih tinggi dibanding biaya truk per km di Balikpapan

(Rp 134.615) dan Manado (Rp 20.000). Selain itu, biaya

pungli dan pungutan di Makassar relatif lebih tinggi dibanding

biaya yang sama untuk Manado. Dengan demikian, secara

total biaya angkut untuk rute Surabaya – Makassar mencatat

yang tertinggi dibandingkan dengan rute lainnya dengan

daerah asal Surabaya.

Page 79: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 70

Biaya logistik per kg dan Jaraknya Biaya logistik/kg/km

400

275

365

0

100

200

300

400

500

600

700

800

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

Ac

eh

Pe

ka

nb

aru

Pa

da

ng

(Km

)

(Rp

/k

g)

Origin Medan

Total Biaya Jarak

0.420.49

0.86

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

0.90

1.00

Pe

ka

nb

aru

Pa

da

ng

Ac

eh

(Rp

/k

g/

km

)

Origin Medan

Rp/kg/km

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.9. Biaya Logistik Komoditi Baja dari Medan

Biaya logistik dari daerah asal Medan dinyatakan pada

Gambar 4.9. Daerah tujuan distribusi baja adalah Aceh, Pekan

Baru, serta Padang. Dari ketiga rute tersebut, terlihat bahwa

biaya transportasi untuk rute Medan-Aceh tidak proporsional

terhadap jaraknya. Artinya, jika dibandingkan dengan kedua

rute lainnya, Medan-Aceh memiliki jarak yang terdekat (465

km) namun memiliki biaya per-kg yang tertinggi (Rp 400 /kg).

Dengan demikian, biaya logistik/kg/km untuk rute ini mencapai

Rp 0,86, jauh lebih tinggi dibanding Medan-Pekanbaru (Rp

0,42 /kg/km) dan Medan-Padang (Rp 0,49 /kg/km). Hal ini

disebabkan karena sampel Aceh yang diperoleh dari survey

ini adalah wilayah Aceh Barat yang infrastrukturnya hanya

bisa dilalui oleh truk kecil.

Setelah dilakukan analisis biaya logistik berdasarkan

daerah asalnya, Gambar 4.10 mencoba membandingkan

biaya transport/kg/km dengan kota tujuan yang sama.

Page 80: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 71

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.10. Rekap Biaya dan Waktu Logistik

Secara umum dapat diamati untuk semua tujuan,

distribusi asal Surabaya memiliki biaya transport yang paling

tinggi, dibandingkan dengan asal Cilegon dan Jakarta, kecuali

untuk tujuan Balikpapan. Hal ini dapat disebabkan karena

adanya pengiriman langsung dari Surabaya ke daerah tujuan.

Argumen ini bukan berarti buruk, melainkan didukung oleh

relatif cepatnya waktu perjalanan dari Surabaya ke berbagai

kota tujuan. Dengan demikian, terdapat trade-off antara biaya

yang lebih tinggi dan waktu yang lebih cepat.

Untuk daerah asal Cilegon dan Jakarta dimungkinkan

kapal untuk transit ke Surabaya, sehingga pelayaran tersebut

memiliki kemungkinan pendapatan dari tambahan muatan

yang diangkut dari Surabaya. Dengan demikian, perusahaan

pelayaran bisa menawarkan biaya yang lebih murah untuk

rute yang lebih jauh. Namun demikian, konsekuensinya, waktu

berlayar menjadi lebih lama. Dapat diperhatikan pada Gambar

4.10, terdapat rentang yang cukup besar, antara waktu

perjalanan antara daerah asal Surabaya dengan daerah asal

Jakarta atau Cilegon.

Khusus untuk daerah tujuan Balikpapan, terdapat pola

yang berbeda. Biaya transport dengan asal Cilegon memiliki

Page 81: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 72

biaya yang paling tinggi dibandingkan dengan daerah asal

Jakarta maupun Surabaya. Hal ini mungkin disebabkan

karena relatif tingginya biaya truk dari Cilegon ke Jakarta,

serta relatif lebih sedikitnya frekuensi pelayaran dari Jakarta

ke Balikpapan, sehingga meningkatkan biaya transport secara

total.

Box 1. Korelasi Antara Jarak dan Biaya Logistik

4.2.4. Waktu

Pada rute-rute distribusi baja yang dimulai dari

Cilegon, waktu distribusi relatif dipengaruhi oleh jarak,

semakin jauh jarak yang ditempuh, waktu distribusinya

cenderung lebih lama. Kecepatan antar rata-rata pada tiap

Dari hasil survey mengenai biaya transportasi dan jarak rute, dilakukan uji korelasi

untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara jarak dan biaya transportasi.

y = 0.5379x + 1060.1R² = 0.3835

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

5000

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

Jarak (km)

Biaya per-kg

Grafik scatter plot di atas menunjukkan adalah korelasi antara biaya logistik per kg

dengan jarak distribusi baja. Hasil regresi juga menunjukan kecenderungan yang sama.

Uji signifikansi dari persamaan regresi dengan menggunakan dua variable di atas juga

menunjukkan bahwa variable jarak signifikasan dalam menentukan besarnya biaya

transportasi per kg. Selanjutnya, perhitungan koefisien korelasi diperoleh nilai sebesar

0,6131. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara jarak dengan biaya

transportasi.

Dari hasil analisis statistika di atas dapat disimpukan bahwa terdapat hubungan antara

jarak dengan biaya transportasi. Makin jauh jarak tempuh distribusi, maka makin tinggi

biaya transport yang diperlukan. Hal ini sejalan dengan hasil analisis yang telah

dilakukan di atas.

Page 82: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 73

rute berkisar antara 4 km/jam sampai dengan 9,2 km/jam.

Kecepatan antar rata-rata tertinggi terdapat pada rute

Cilegon-Surabaya sedangkan kecepatan antar terendah

terdapat pada rute Cilegon Jakarta (Gambar 4.12). Semakin

lama waktu yang dibutuhkan untuk distribusi barang, maka

biaya logistik per Kg cenderung semakin besar (Gambar

4.13).

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.11. Jarak dan Waktu dan Kecepatan dari Cilegon

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.12. Biaya Logistik dan Waktu dari Cilegon

Page 83: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 74

Pada rute-rute distribusi baja yang dimulai dari

Jakarta, waktu distribusi relatif dipengaruhi oleh jarak,

semakin jauh jarak yang ditempuh, waktu distribusinya

cenderung lebih lama. Hal ini berlaku pada semua rute

kecuali rute Jakarta-Balikpapan. Kecepatan antar rata-rata

pada tiap rute berkisar antara 6,9 km/jam sampai dengan

12,4 km/jam. Kecepatan antar rata-rata tertinggi terdapat

pada rute Jakarta-Medan sedangkankecepatan antar

terendah terdapat pada rute Jakarta-Balikpapan (Gambar

4.14). Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk distribusi

barang, maka biaya logistik per kg cenderung semakin

besar. Hal ini terjadi pada semua rute origin Jakarta kecuali

rute Jakarta-Surabaya (Gambar 4.15).

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.13. Jarak dan Waktu dan kecepatan dari Jakarta

Page 84: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 75

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.14. Biaya Logistik dan Waktu dari Jakarta

Pada rute-rute distribusi baja yang dimulai dari

Surabaya, waktu distribusi relatif dipengaruhi oleh jarak,

semakin jauh jarak yang ditempuh, waktu distribusinya

cenderung lebih lama. Kecepatan antar rata-rata pada tiap

rute berkisar antara 1,8 km/jam sampai dengan 15 km/jam.

Kecepatan antar rata-rata tertinggi terdapat pada rute

Surabaya-Manado sedangkan kecepatan antar terendah

terdapat pada rute Surabaya-Gresik (Gambar 4.16).

Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk distribusi

barang, maka biaya logistik per Kg cenderung semakin besar

(Gambar 4.17).

Page 85: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 76

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.15. Jarak dan Waktu dari Surabaya

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.16. Biaya Logistik dan Waktu dari Surabaya

Pada rute-rute distribusi baja yang dimulai dari

Medan, waktu distribusi relatif dipengaruhi oleh jarak,

semakin jauh jarak yang ditempuh, waktu distribusinya

cenderung lebih lama. Kecepatan antar rata-rata pada tiap

rute berkisar antara 10,4 km/jam sampai dengan 19,3

km/jam. Kecepatan antar rata-rata tertinggi terdapat pada

rute Medan-Aceh sedangkan kecepatan antar terendah

terdapat pada rute Medan-Pekanbaru (Gambar 4.18).

Page 86: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 77

Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk distribusi

barang, maka biaya logistik per Kg cenderung semakin

besar. Hal ini terjadi pada semua rute origin gresik kecuali

rute Medan-Aceh karena rute yang dilalui tidak bisa dilalui

oleh truk trailer sehingga angkutan yang digunakan adalah-

truk kecil (Gambar 4.19).

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.17. Jarak dan Waktu dari Origin Medan

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.18. Biaya Logistik dan Waktu dari Origin Medan

Page 87: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 78

4.3. Biaya Trucking

Secara umum, dalam pengiriman barang biaya distribusi

meliputi biaya pelabuhan (THC), biaya Trucking dan biaya

administrasi. Biaya Trucking menunjukkan besarnya biaya yang

harus dibayar selama pengangkutan dari pelabuhan hingga ke

Gudang dan juga sebaliknya. Pada implementasi di lapangan

menunjukkan biaya Trucking merupakan komponen biaya yang

sudah menjadi satu paket pengiriman sehingga tidak jarang di

wilayah tertentu sulit untuk mengidentifikasi besarnya biaya Trucking.

Pendistribusian besi baja dari wilayah Jakarta/Cilegon ke Surabaya

rata-rata menggunakan Trucking dibandingkan kereta. Hal ini

dikarenakan biaya yang ditanggung menggunakan kereta jauh lebih

mahal dibandinmgkan dengan menggunakan truck, meski dari sisi

waktu kereta (train) relative lebih cepet sampai ke tempat tujuan.

Ada hubungan yang kuat antara biaya dengan jauh/dekatnya jarak.

Berdasarkan hasil survey, biaya Trucking (truk) dari gudang

ke pelabuhan atau sebaliknya rata-rata berkisar antara Rp 1000.000

s.d Rp 3.500.000. Biaya Trucking yang paling tinggi terdapat di

Balikpapan dan terendah di Medan. Tingginya biaya Trucking di

Balikpapan dikarenakan Faktor topografi wilayah yang naik turun

menyebabkan volume muatan yang diangkut lebih rendah dari

kapasitasnya. Artinya transport cost menjadi lebih besar.

Pengangkutan besi baja dari Cilegon ke gudang dari jarak cukup

jauh. Hal ini karena pelabuhan yang ada di Cilegon yaitu KBS

Cigading mempunyai persyaratan tertentu untuk bisa memuat

barang melalui kapal dengan berat lebih dari 3000 ton. Sementara

pabrik hanya bisa mengirim kurang dari 3000 ton sehingga harus

melalui pelabuhan Tanjung Priok. Kondisi pengiriman yang tidak

langsung ini menimbulkan biaya yang lebih tinggi karena dikenai

biaya penanganan dua kali (double handling). Hal ini juga

menyebabkan biaya Trucking dari cilegon ke Gudang menjadi mahal.

Page 88: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 79

-

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

3,000,000

3,500,000

4,000,000

-

20

40

60

80

100

120

Biaya Trucking (Rp)

Biaya Trucking (Pelabuhan-Gudang)

Jarak (Km) Biaya/Kg

-

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

Surabaya Manado Medan Balikpapan Makassar

Biaya Trucking

Biaya Trucking

Biaya/Km

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.19. Biaya Trucking/Kg Dari Pelabuhan-Gudang

Berbeda halnya dengan Makassar, jarak antara pelabuhan

dengan gudang cukup deket. Namun hal ini tidak membuat biaya

Trucking menjadi lebih kecil. Biaya Trucking dari pelabuhan ke

gudang di Makassar sebesar Rp 2.000.000 per container. Hal ini

dikarenakan volume muatan yang lebih mempengaruhi standar

biaya dibandingkan jarak.

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.20. Biaya Trucking/Km Dari Pelabuhan-Gudang

Page 89: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 80

Pada Gambar 4.21 terlihat, biaya Trucking di Makassar jauh

lebih tinggi padahal dengan jarak yang relative lebih deket. Truk

yang digunakan umumnya adalah truk container berukuran 20 feet,

yang kemudian langsung dimuat ke atas kapal laut. Mengingat

jumlah muatan dengan menggunakan container lebih besar dari truk

kecil, maka biaya angkut per kg relatif lebih rendah jika dibandingkan

dengan biaya dengan truk kecil. Hal ini dikarenakan di Makassar ada

kebijakan tidak memperbolehkan truk dengan 10 roda masuk

sehingga hal ini juga menghambat dalam pendistribusian baik dari

pelabuhan ke gudang maupun sebaliknya. Biaya Trucking yang

cukup tinggi di Makassar sekaligus juga menunjukkan adanya

bottleneck yang mungkin terjadi di wilayah tersebut.

Medan Rp 200 rb

Cilegon Rp 200 rb

Surabaya Rp 200 rb

Manado Rp 170 rb

Makassar Rp 200 rb

Balikpapan Rp 250 rb

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.21. Biaya Lainnya dalam Logistik Baja

Biaya lain-lain seperti pungutan diluar biaya resmi dalam jalur

distribusi baja umumnya terjadi pada moda angkutan darat. Biaya

yang dikeluarkan berupa biaya pengawalan truk ketika melalui jalur-

jalur tertentu. Pengawalan truk dilakukan untuk memperlancar

pengangkutan di jalur dalam kota karena beberapa wilayah

mengeluarkan peraturan khusus untuk distribusi menggunakan truk

terutama truk yang mengangkut barang-barang yang berat.

Faktor kemanan barang dalam perjalanan menjadi isu yang

cukup menghambat bagi para pengusaha, baik dari sisi pengusaha

Page 90: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 81

produsen maupun pengusaha pengguna. Karena dalam proses

distribusi baja dari produden ke penggunaterdapat biaya tambahan

di luar biaya transportasi. Baja sebagai barang yang nilainya cukup

mahal dalam satu truk pengiriman memerlukan biaya tambahan agar

baja yang dikirim aman sampai ke tempat tujuan. Biaya tambahan

tersebut yang menjadi keluhan para pengusaha karena menjadikan

harga baja yang sudah mahal ongkos produksinya menjadi lebih

mahal lagi ketika akan dikirimkan ke konsumen. Untuk menghindari

adanya biaya tambahan tersebut diperlukan kebijakan khusus terkait

pendistribusian baja.

Distribusi baja dari wilayah Cilegon umumnya dibawa ke

Jakarta, baik ke pelabuhan atau langsung ke lokasi proyek

pembangunan. Pengiriman baja melalui wilayah Jakarta memerlukan

pengawalan untuk memperlancar distribusi dan menghindari

hambatan dan pungutan-pungutan lain disepanjang perjalanan.

Biaya kawalan ke lokasi proyek bervariasi mencapai Rp 100.000

sampai Rp 200.000 setiap kali jalan tergantung pada seberapa besar

dan beratnya muatan.

Biaya kawalan juga menjadi salah satu komponen yang harus

dikeluarkan dalam distribusi baja di wilayah Medan. Biaya tersebut

dikeluarkan untuk membiayai personil yang bertugas menjaga baja

yang didistribusikan untuk mengantisipasi kehilangan diperjalanan.

Besaran biaya yang dikeluarkan untuk pengawalan rata-rata sebesar

Rp 200.000 setiap kali jalan dengan rute distribusi dari Medan ke

Pekanbaru, Padang, atau Aceh.

Distribusi produk baja dengan menggunakan moda

transportasi darat di wilayah Surabaya dan Makassar juga terdapat

komponen biaya pengawalan. Besaran biaya pengawalan di wilayah

Surabaya mencapai Rp 250.000 untuk sekali jalan. Sedangkan biaya

pengawalan yang dikeluarkan untuk wilayah Makassar dan

Balikpapan masing-masing sebesar Rp 200.000 dan Rp

250.000untuk sekali jalan. Pengeluaran untuk biaya kawalan di

Page 91: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 82

wilayah Manado relatif lebih rendah dibandingkan wilayah lain yang

disurvey, yaitu sebesar Rp 170.000.

Pengiriman baja di Makassar dan Jakarta: pengiriman baja

dikarenakan ukurannya yang panjang, dipastikan menggunakan truk

ukuran besar. Sementara itu pada siang hari truk besar tidak boleh

melalui jalan utama kota, jika ingin tetap melaluinya diharuskan

mengeluarkan biaya tambahan tidak resmi untuk petugas yang

mengawal barang sampai ke tempat tujuan. Dalam pendistribusian

baja ke pelosok, diperlukan ektra tenaga kemanan untuk mengawal

baja agar sampai ke tempat tujuan, hal ini dilakukan karena

sepanjang perjalanan banyak ditemui “banjing Loncat” yang setiap

saat dapat mengambil baja tersebut. Contoh kasus yang pernah

terjadi, “body truk” yang membawa baja dicuri di tengah perjalanan,

sementara kepala truk tetep dibiarkan jalan.

4.4. Indeks Kinerja Logistik Baja

Penggunaan indeks komposit dalam kajian ini adalah agar

dapat menilai dan membandingkan kinerja logistik pada beberapa

jalur distribusi baja yang diteliti. Berdasarkan hasil survey dapat

diidentifikasi sembilan belas jalur distribusi baja dari kota-kota

terpilih. Nilai indeks komposit merupakan perhitungan dari kombinasi

komponen biaya dan waktu pada masing-masing jalur distribusi baja

yang diperlihatkan pada Tabel 4.1.

Page 92: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 83

Tabel 0.1. Indeks Kinerja Logistik Baja

Asal Tujuan Biaya/kg /km Waktu/kmComposite

Index

Jakarta Medan 0.188 0.006 0.09

Surabaya Cilegon 0.200 0.004 0.10

Cilegon Manado 0.210 0.006 0.10

Surabaya Jakarta 0.222 0.004 0.11

Jakarta Manado 0.227 0.005 0.11

Surabaya Manado 0.257 0.003 0.12

Jakarta Balikpapan 0.264 0.003 0.13

Jakarta Makassar 0.282 0.006 0.14

Surabaya Balikpapan 0.311 0.004 0.15

Cilegon Medan 0.337 0.009 0.17

Jakarta Surabaya 0.344 0.004 0.17

Cilegon Makassar 0.356 0.011 0.18

Medan Pekanbaru 0.417 0.003 0.20

Cilegon Balikpapan 0.412 0.009 0.20

Cilegon Surabaya 0.438 0.005 0.21

Surabaya Makassar 0.458 0.006 0.22

Medan Padang 0.485 0.004 0.24

Medan Aceh 0.864 0.002 0.42

Cilegon Jakarta 1.031 0.010 0.50

Average 0.18

Berdasarkan nilai indeks komposit, rute distribusi baja dengan

daerah tujuan Balikpapan yang relatif efisien adalah yang berasal

dari Jakarta dengan nilai indeks 0,13 dan Surabaya dengan nilai

indeks 0,15. Sedangkan yang indeks kinerja logistik relatif kurang

baik dengan tujuan Balikpapan adalah yang berasal dari Cilegon

dengan nilai indeks 0,20 yang berada di bawah rata-rata. Tingginya

nilai indeks kinerja logistik karena relati tingginya biaya distribusi

untuk baja yang berasal dari cilegon.

Rute distribusi baja dengan daerah tujuan Manado ternyata

sudah relatif efisien. Nilai indeks komposit tujuan Manado dari

Jakarta sebesar 0,11, Cilegon sebesar 0,10 maupun Surabaya

sebesar 0,12 masih berada di bawah rata-rata. Untuk daerah tujuan

Makassar, rute distribusi baja yang berasal dari Cilegon dan Jakarta

memiliki indeks kinerja logistik yang cukup baik. Sementara itu untuk

rute Surabaya-Makassar memiliki indeks kinerja logistik yang nilainya

Page 93: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 84

di bawah nilai rata-rata yaitu mencapai 0,22. Hal tersebut terjadi

karena didorong oleh tingginya biaya distribusi per km.

Rute-rute yang relatif kurang efisien dapat di deteksi dari hasil

perhitungan indeks kinerja logistik. Baja yang didistribusikan dari asal

Cilegon relatif kturang effisien untuk rute Cilegon-Jakarta, Cilegon-

Makassar, Cilegon Surabaya, dan Cilegon Balikpapan.

Ketidakefisienan distribusi disebabkan karena adanya biaya double

handling dari truk ke kapal. Selain itu tingginya ketidakpastian dalam

jadwal keberangkatan kapal menyebabkan adanya tambahan biaya

simpan di pelabuhan.

Berbeda dengan rute asal Cilegon lainnya, khusus untuk rute

Cilegon-Manado indeks cukup baik disebabkan karena Manado

menjadi salah satu pangsa pasar utama produk baja asal Cilegon,

sehingga volume perdagangan cukup tinggi dan dapat menekan

biaya distribusi. Sedangkan rute distribusi untuk jalur Sumatera yang

relatif kurang efisien adalah rute Medan-Padang, Medan-Pekan

Baru, dan Medan-Aceh. Hal ini disebabkan karena lemahnya kondisi

infrastruktur jalan, khususnya relatif sempitnya jalan serta kontur

jalan yang berbukit.

Temuan lapangan menunjukkan bahwa biaya logistik

ditentukan tidak semata-mata berdasarkan jarak tempuh. Terdapat

faktor lain yang menentukan tinggi rendahnya biaya logistik, antara

lain: banyaknya muatan, frekuensi pengiriman, kondisi infrastruktur,

serta tingkat kompetisi dari penyedia jasa logistik. Hal ini ditunjukkan

untuk kasus rute Surabaya-Makassar, dimana biaya distribusi/kg

adalah Rp 375 per kg atau masih lebih rendah dari biaya angkut

rata-rata per-kg mencapai Rp 440 per kg. Namun demikian, jika

diperhitungkan jaraknya, terlihat bahwa biaya/kg/km untuk rute

Surabaya-Makassar relatif tinggi.

Page 94: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 85

4.5. Hambatan Logistik

Berdasarkan hasil survey dari 6 Key Driver, Infrastruktur

merupakan kunci yang paling menghambat dalam perkembangan

usaha yang berkenaan dengan proses distribusi baja dimana rata-

rata 43% responden menyatakan infrastruktur mempunya tingkatan

hambatan dari sedang sampai dengan sangat besar. Sementara 5

kunci lainnya dianggap tidak terlalu menghambat hanya 9%

responden yang menyatakan bahwa ICT mempunyai tingkat

hambatan yang besar. Di luar 6 Key Drivers ternyata 42%

responden menyatakan faktor lain lebih dianggap menghambat

kegiatan usaha. Secara lebih rinci dari persepsi mengenai hambatan

usaha dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

43%

12%

10%

19%18%

9%

42%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

Infrastruktur

Regulasi

Penyedia Jasa Logistik

SDMKomoditas

ICT

Lainnya

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.22. Hambatan Logistik Menurut Persepsi Responden

Dari sisi infrastruktur 60% responden menyatakan bahwa

Kualitas infrastruktur jalan propinsi mempunyai tingkatan hambatan

dari sedang sampai dengan sangat besar dalam dalam kegiatan

usaha, disusul dengan faktor kepadatan lalu lintas yang dinyatakan

oleh 56% responden. Sementara untuk faktor lainnya kemanan

Page 95: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 86

barang dalam perjalanan serta pasokan BBM untuk transportasi

dinyatakan oleh lebih dari 50% responden sebagai hambatan sedang

sampai sangat besar dalam kegiatan usaha. Untuk faktor lain dalam

6 Key Driver dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

17%

33%

47%

56%

60%

10%

11%

16%

4%

7%

7%

13%

13%

16%

9%

11%

13%

29%

31%

7%

11%

20%

22%

29%

9%

9%

23%

35%

40%

44%

50%

59%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%

Kualitas infrastruktur jalan kota

Kualitas infrastruktur jalan kabupaten

Kualitas infrastruktur pelabuhan

Kepadatan (lalu lintas) di jalan

Kualitas infrastruktur jalan provinsi

Perizinan di tingkat pemerintah daerah

Perizinan di tingkat pemerintah pusat

Perizinan di tingkat pemerintah daerah

Kualitas rekanan trucking

Kualitas rekanan perusahaan pelayaran

Ketersediaan trucking

Kualitas truk

Ketersediaan perusahaan pelayaran

Ketersediaan freight forwarder

Kualitas SDM freight forwarder

Kualitas SDM/aparat pemerintah terkait dengan kegiatan distribusi

Kualitas SDM trucking

Ketersediaan SDM berkualitas untuk menangani urusan …

Kualitas SDM perusahaan pelayaran

Ketersediaan baja impor

Tingkat fluktuasi harga baja flat

Kualitas baja lokal

Tingkat fluktuasi harga baja long

Kualitas baja impor

Ketersediaan fasilitas pelacakan barang yang didistribusikan

Kualitas dari fasilitas pelacakan barang yang didistribusikan

Ketersediaan fasilitas distribusi lainnya

Pungutan Liar

Ketersediaan fasilitas gudang

Cuaca (hujan/banjir/tinggi gelombang)

Pasokan BBM untuk transportasi

Keamanan barang dalam perjalanan

INF

RA

ST

RU

KT

UR

RE

GU

LA

SI

PE

NY

ED

IA J

AS

A

LO

GIS

TIK

SD

MIC

TL

AIN

NY

A

Sumber: Hasil Survey (2014)

Gambar 0.23 Hambatan Logistik Secara Rinci

Page 96: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 87

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

5.1. Kesimpulan

1. Proses pendistribusian baja menggunakan moda kereta api, truk,

dan kapal laut. Pola distribusi umumnya memiliki kesamaan

antar rute distribusi. Pola distribusi berdasarkan pelaku untuk

komoditi baja di Indonesia relatif pendek dan secara umum

terbagi dua:

a. Distribusi diawali dari produsen kemudian ke distributor atau

langsung ke konsumen akhir seperti proyek-proyek

infrastruktur. Baja di distributor disalurkan kepada pengguna

akhir yang skalanya lebih kecil atau eceran.

b. Baja jenis tertentu didistribusikan dari produsen ke

perusahaan pabrikan untuk diolah lebih lanjut. Baja diubah

dan dibentuk dipabrikan sesuai dengan permintaan

konsumen.

2. Untuk daerah tujuan Balikpapan, rute distribusi baja yang cukup

efisien adalah yang berasal dari Jakarta dan Surabaya,

sementara yang indeks kinerja logistik kurang baik adalah yang

berasal dari Cilegon.

3. Untuk daerah tujuan Manado, rute distribusi baja asal baik

Jakarta, Cilegon maupun Surabaya sudah cukup efisien.

4. Untuk daerah tujuan Makassar, rute distribusi yang berasal dari

Cilegon dan Jakarta memiliki indeks kinerja logistik yang cukup

baik. Sementara itu untuk rute Surabaya-Makassar memiliki

indeks kinerja logistik yang nilainya di bawah nilai rata-rata,

didorong oleh tingginya biaya distribusi per km.

Page 97: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 88

5. Dari hasil perhitungan indeks kinerja logistik, dapat diidentifikasi

rute-rute yang kurang efisien adalah sebagai berikut:

c. Asal Cilegon: Cilegon-Jakarta, Cilegon-Makassar, Cilegon

Surabaya, dan Cilegon Balikpapan. Ketidakefisienan distribusi

disebabkan karena adanya biaya double handling dari truk ke

kapal. Selain itu tingginya ketidakpastian dalam jadwal

keberangkatan kapal menyebabkan adanya tambahan biaya

simpan di pelabuhan. Berbeda dengan rute asal Cilegon

lainnya, khusus untuk rute Cilegon-Manado indeks cukup baik

disebabkan karena Manado menjadi salah satu pangsa pasar

utama produk baja asal Cilegon, sehingga volume

perdagangan cukup tinggi dan dapat menekan biaya

distribusi.

d. Rute Jalur Sumatera: Medan-Padang, Medan-Pekan Baru,

dan Medan-Aceh. Hal ini disebabkan karena lemahnya kondisi

infrastruktur jalan, khususnya relatif sempitnya jalan serta

kontur jalan yang berbukit.

6. Biaya logistik ditentukan tidak semata-mata berdasarkan jarak

tempuh. Terdapat faktor lain yang menentukan tinggi rendahnya

biaya logistik, antara lain: banyaknya muatan, frekuensi

pengiriman, kondisi infrastruktur, serta tingkat kompetisi dari

penyedia jasa logistik. Hal ini ditunjukkan untuk kasus rute

Surabaya-Makassar, dimana biaya distribusi/kg adalah Rp 375

per kg atau masih lebih rendah dari biaya angkut rata-rata per-kg

mencapai Rp 440 per kg. Namun demikian, jika diperhitungkan

jaraknya, terlihat bahwa biaya/kg/km untuk rute Surabaya-

Makassar relatif tinggi.

7. Hambatan logistik atau bottleneck dalam distribusi baja

menunjukkan bahwa Infrastruktur merupakan kunci yang paling

menghambat dalam perkembangan usaha yang berkenaan

dengan proses distribusi baja terutama terkait dengan kualitas

Page 98: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 89

jalan (60%) dan kepadatan lalu lintas (56%). Sementara untuk

faktor lainnya kemanan barang dalam perjalanan serta pasokan

BBM untuk transportasi dinyatakan oleh lebih dari 50%

responden sebagai hambatan sedang sampai sangat besar

dalam kegiatan usaha.

8. Dari temuan-temuan di atas dapat disimpulkan terdapat faktor-

faktor yang mendorong ketidakefisienan suatu rute distribusi,

antara lain:

e. Faktor kepadatan jalan serta adanya aturan pembatasan

akses truk di jalan tertentu (tol), sebagaimana yang terjadi

untuk rute Cilegon-Jakarta.

f. Kondisi infrastruktur yang buruk serta kurang kondusif,

seperti buruknya kondisi jalan di sebagian jalur Sumatera

dan Pantura, kontur jalan yang berbukit serta sempit di jalur

Sumatera serta Balikpapan.

g. Produk baja merupakan produk unik yang berbeda dengan

produk lainnya, khususnya dari sisi nilai barang yang

diangkut. Oleh sebab itu, faktor keamanan menjadi sangat

penting dalam proses pengangkutan baja. Adanya biaya

pengawalan dalam proses distribusi barang menjadi

komponen tambahan biaya distribusi baja.

5.2. Rekomendasi Kebijakan

1. Dalam upaya untuk mengurangi biaya logistik yang

menggunakan moda transportasi darat, maka perlu dilakukan:

a. Pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana

infrastruktur terutama akses jalan ke pelabuhan.

b. Perencanaan jalur transportasi barang dan manusia dengan

mempertimbangkan pertumbuhan penduduk dan ekonomi.

Page 99: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 90

c. Peningkatan ketertiban dan kesadaran pengguna sarana

transportasi dan infrastruktur terhadap aturan-aturan

transportasi dan aturan lain seperti beban muatan.

d. Peninjauan kembali peraturan daerah untuk memperlancar

arus distribusi barang di wilayah tersebut.

e. Meningkatkan penggunaan moda transportasi kereta api

dalam distribusi barang.

2. Perlu adanya pusat distribusi baja di Jakarta untuk mengurangi

biaya logistik baja asal Cilegon untuk tujuan pulau-pulau lain di

Indonesia yang terintegrasi antar moda transportasi truk, kereta

api, dan kapal.

3. Dalam jangka panjang, pemerintah bersama dengan swasta

perlu meningkatkan investasi produksi baja di wilayah yang

memiliki pertumbuhan permintaan baja seperti di wilayah timur

Indonesia untuk menekan tingginya biaya logistik.

Page 100: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 91

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum (2004). Peta Industri Baja Nasional. Diakses tanggal 3 Maret 2014 dari http://pusbinsdi.net/peta_material.php?jenis=3

Bank Dunia (5 Februari 2013). Logistic Performance Index (LPI) 2012. Diakses dari http://lpisurvey.worldbank.org/

___________ (5 Februari 2013). Doing Bussiness Data 2013. Diakses dari http://www.doingbusiness.org/data/

Christopher, M. (1992). Logistics & Supply Chain Management. Prentice-Hall.

Cox, James F (2001). Apics Dictionary 10th ed, Amer Production & Inventory Paperback

Coyle, J.L., Gibson, B.J., Novack, R.A., Bardi, E.J. (2003). Supply Chain Management: A Logistics Perspective. Cengage Learning.

Debudanabu.wordpress.com (5 Januari 2013). Distribusi Semen di Indonesia. Diakses dari http://debudanabu.wordpress.com/2011/08/05/distribusi-semen/

Ditjen. Perdagangan Dalam Negeri (2013). Perkembangan Harga Bahan Pokok. Tidak Dipublikasikan. Ditjen. Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan. Jakarta

Kementerian Informasi dan Informatika (2012). Laporan Rakornas Kominfo 2012: Tumbuh Melalui Konektivitas. Kementerian Informasi dan Informatika. Jakarta

IISIA (2012). Indonesian Iron & Steel Industry Association Directory 2012

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (14 Maret 2013). Kemandirian Pangan Kunci Meloloskan dari Middle Income Trap. Diakses dari http://www.ekon.go.id/news/2013/03/18/kemandirian-pangan-kunci-meloloskan-dari-middle-income-trap

Kementerian Perindustrian (2013). Supply – Demand dan Arah Pengembangan, Strategi Serta Kebijakan Nasional Industri Baja. Disampaikan pada: FGD Telaah Kondisi, Permasalahan dan Proyeksi Penyediaan Teknologi Baja Guna Peningkatan Kapasitas Produksi Nasional. Jakarta: Kementerian Perindustrian

Kompas (25 Januari 2013). Indonesia Bisa Keluar Dari Jebakan Kelas Menengah. Diakses dari

Page 101: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 92

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/12/19/07501337/Indonesia.Bisa.Keluar.dari.Jebakan.Kelas.Menengah

Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional.

Purba, Joel Hari Junjunan (2009). Analisis Prosedur Pemberian Kredit dan penagihan Piutang Pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk Unit Danamon Simpan Pinjam Pusat Pasar Medan. Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Sumatera Utara

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri (2012). Analisis Kinerja Pelabuhan Laut Sebagai Salah Satu Simpul Logistik dalam Distribusi Pangan Pokok. Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan. Jakarta

_____________________________________ (2011). Kajian Ambang Batas Intervensi Pemerintah Terhadap Gejolak Harga Bahan Pangan Pokok. Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan. Jakarta

Pusat Litbang Perdagangan Dalam Negeri (2006). Kajian Sistem Distribusi Yang Efisien Dan Efektif Secara Nasional. Pusat Litbang Perdagangan Dalam Negeri, Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan, Kementerian Perdagangan. Jakarta

Setijadi (2009). Handout Sistem Logistik. Universitas Widyatama Bandung

Sugiyono (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. CV.Alfabeta, Bandung.

World Bank (2013), Kondisi Logistik Indonesia 2013

World Steel Association (2013). Crude Steel Production 2012. Diunduh tanggal 25 Juli 2013 dari www.wordsteel.org

Page 102: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 93

Lampiran 1.

MEMO KEBIJAKAN

UPAYA PENGEMBANGAN KINERJA LOGISTIK BAJA

Isu Kebijakan

1. Pembangunan infrastruktur di wilayah luar pulau Jawa mendorong tingginya permintaan besi baja, sementara produsen baja lebih banyak berada di Pulau Jawa.

2. Tingginya harga komoditi baja di wilayah tertentu seperti Kawasan Timur Indonesia (KTI) menunjukkan adanya disparitas harga antar daerah yang merupakan salah satu indikasi adanya permasalahan logistik.

3. Studi awal menunjukkan bahwa tingginya biaya logistik antar pulau akan mempengaruhi harga akhir yang diterima konsumen, khususnya pengiriman ke/dari wilayah Indonesia Timur.

Bottleneck dalam Rantai Pasok (Supply Chain)

4. Pola distribusi baja umumnya memiliki kesamaan antar rute distribusi. Pola distribusi baja di Indonesia relatif pendek dan secara umum terbagi dua: a. Distribusi diawali dari produsen ke distributor besar dan dapat

disalurkan ke distributor kecil dan pengguna akhir (eceran). Khusus untuk perusahaan jasa konstruksi, baja diperoleh langsung dari produsen.

b. Terdapat jenis baja tertentu yang dapat diolah (cut and press) sesuai permintaan konsumen. Baja jenis tertentu ini didistribusikan dari produsen ke perusahaan pabrikan.

5. Indeks kinerja logistik baja beberapa rute dilihat dari waktu dan biaya adalah: a. Indeks kinerja logistik baja tujuan Balikpapan yang berasal dari

Jakarta dan Surabaya lebih baik dibandingkan dengan yang berasal dari Cilegon. Kondisi ini menunjukkan distribusi dari Jakarta dan Surabaya ke Balikpapan cukup efisien. Ketidakefisienan distribusi baja dari Cilegon disebabkan: (i) adanya biaya double handling yang terjadi pada saat muat di lokasi pabrik dan bongkar muat di pelabuhan ketika menunggu jadwal keberangkatan kapal; (ii) ketidakpastian dalam jadwal keberangkatan kapal yang menyebabkan adanya tambahan biaya simpan di pelabuhan; dan (iii) dengan volume perdagangan yang relatif rendah, biaya distribusi baja dari Cilegon-Balikpapan menjadi lebih mahal.

Page 103: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 94

b. Indeks kinerja logistik baja tujuan Manado baik yang berasal dari Jakarta, Surabaya atau Cilegon sudah cukup efisien. Berbeda dengan poin (a) diatas, distribusi baja yang berasal dari Cilegon ke Manado cukup efisien karena Manado menjadi salah satu pangsa pasar utama produk baja asal Cilegon, sehingga volume perdagangan cukup tinggi dan dapat menekan biaya distribusi.

c. Indeks kinerja logistik baja tujuan Makassar yang berasal dari Jakarta dan Cilegon lebih baik dibandingkan dengan yang berasal dari Surabaya. Ketidakefisienan biaya logistik rute Surabaya-Makassar dapat dilihat dari biaya per kg per km relatif tinggi yaitu sebesar Rp 0,46 per kg per km, sementara rata-rata biaya per kg per km hanya sebesar Rp 0,37 per kg per km. Dikarenakan jarak pelayaran antara Surabaya – Makassar lebih pendek dari pada rute yang lain dan jarak antara Pelabuhan Makassar (Soekarno-Hatta) ke gudang distributor juga relatif pendek, maka pihak perusahaan pelayaran dan perusahaan trucking menetapkan tarif jasa tanpa memperhitungkan jarak untuk menghindari nilai tarif jasa lebih kecil dari biaya operasional pelayaran dan trucking.

6. Faktor-faktor lainnya yang mendorong ketidakefisienan suatu rute distribusi, antara lain: a. Faktor kepadatan jalan serta adanya aturan pembatasan

penggunaan jalan untuk truk pada jam tertentu, sebagaimana yang terjadi untuk rute Cilegon-Jakarta. Hal ini diperkuat oleh hasil survey yang menunjukkan bahwa 56% responden menyatakan kepadatan jalan menjadi salah satu kendala dalam distribusi baja di daerah.

b. Kondisi infrastruktur yang buruk serta kurang kondusif, seperti kondisi jalan di sebagian jalur Sumatera dan Pantura serta kontur jalan yang berbukit dan sempit di jalur Sumatera dan Balikpapan. Hal ini diperkuat oleh hasil survey yang menunjukkan bahwa 60% responden menyatakan infrastruktur menjadi salah satu kendala dalam distribusi baja di daerah.

c. Adanya biaya pengawalan dalam proses distribusi barang menjadi komponen tambahan biaya distribusi baja. Produk baja merupakan produk unik yang berbeda dengan produk lainnya, khususnya dari sisi nilai barang yang diangkut. Oleh sebab itu, faktor keamanan menjadi sangat penting dalam proses pengangkutan baja. Hal ini diperkuat oleh hasil survey yang menunjukkan bahwa 59% responden menyatakan faktor keamanan menjadi salah satu kendala dalam distribusi baja di daerah.

d. Pasokan BBM sering terlambat, terutama di Balikpapan dan Manado. Hal ini diperkuat oleh hasil survey yang menunjukkan bahwa 50% responden menyatakan pasokan BBM menjadi salah satu kendala dalam distribusi baja di daerah.

Page 104: LAPORAN AKHIR KAJIAN KINERJA LOGISTIK …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...Studi_Kasus_Baja.pdf · Tabel 2.3. Konsumsi Baja Indonesia Dan Konsumsi Negara-Negara Lain

Puska Perdagangan Dalam Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 95

Rekomendasi Kebijakan

7. Dalam upaya untuk mengurangi biaya logistik yang menggunakan moda transportasi darat, maka perlu dilakukan:

a. Pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur terutama akses jalan ke pelabuhan.

b. Perencanaan jalur transportasi barang dan manusia dengan mempertimbangkan pertumbuhan penduduk dan ekonomi.

c. Peningkatan ketertiban dan kesadaran pengguna sarana transportasi dan infrastruktur terhadap aturan-aturan transportasi dan aturan lain seperti beban muatan.

d. Peninjauan kembali peraturan daerah untuk memperlancar arus distribusi barang di wilayah tersebut.

e. Meningkatkan penggunaan moda transportasi kereta api dalam distribusi barang.

8. Perlu adanya pusat distribusi baja di Jakarta untuk mengurangi biaya

logistik baja asal Cilegon untuk tujuan pulau-pulau lain di Indonesia yang terintegrasi antar moda transportasi truk, kereta api, dan kapal.

9. Dalam jangka panjang, pemerintah bersama dengan swasta perlu meningkatkan investasi produksi baja di wilayah yang memiliki pertumbuhan permintaan baja seperti di wilayah timur Indonesia untuk menekan tingginya biaya logistik.


Recommended