Download pdf - Landasan garapan tep

Transcript

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

1

IDENTIFIKASI LANDASAN GARAPAN TEP

DESKRIPSI SETIAP GARAPAN

1. LANDASAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

Setiap pengetahuan mempunyai penopang dan landasan dasar yang akan

dijadikan tiang penyangga tubuh pengetahuan, termasuk juga teknologi

pembelajaran sebagai disiplin ilmu.Ke tujuh penyangga tubuh yang dimaksud

sebagai landasan teori dasar kita didalam mengambil suatu keputusan itu sebagai

berikut :

A. Landasan Filsafat

Tujuannya adalah untuk memperoleh pembenaran sebagai suatu

disiplin pengetahuan terapan yang berdiri sendiri.

Berdasarkan tinjauan filsafat ilmu, setiap pengetahuan mempunyai tiga

komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang

didukungnya, termasuk Teknologi Pembelajaran sebagai disiplin ilmu. Ketiga

tiang penyangga dimaksud yaitu landasan ontologi (apa), landasan

epistimologi (bagaimana) dan landasan aksiologi (siapa). Ontologi merupakan

azas dalam menetapkan ruang lingkup ujud yang menjadi objek penelaahan,

serta penafsiran tentang hakikat realitas dari objek tersebut. Epistemologi

merupakan azas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh

dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Sedangkan aksiologi

merupakan azas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan

disusun dalam tubuh pengetahuan.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka yang menjadi ruang

lingkup objek penelaahan (azas ontologi) teknologi pembelajaran sebagai

suatu bidang ilmu adalah masalah “BELAJAR” pada manusia, karena :

belajar merupakan hak semua orang dan berlangsung sepanjang hayat,

mengenai apa, dari siapa, bagaimana saja belajar tersebut. Akan tetapi

kesempatan belajar yang ada masih terbatas, sumber tradisional juga

semakin terbatas, serta sumber yang ada dan potensial belum

didayagunakan. Oleh karena itu, perlu adanya usaha khusus untuk

mewujudkan kesempatan belajar dengan mengoptimalkan sumber dan

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

2

potensial yang ada, perlu adanya pengelolaan yang inovatif, dan reformatif

tentang belajar pada manusia. Alasan lain, kenapa masalah belajar menjadi

objek formal kajian (azas ontologi) teknologi pembelajaran adalah tidak lepas

dari pemikiran tentang pendidikan itu sendiri. Dimana, agar pendidikan dalam

Praktik terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu pendidikan

dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan.

Didalam situasi sosial manusia itu sering berperilaku tidak utuh, hanya

menjadi makhluk berperilaku individual dan/atau makhluk sosial yang

berperilaku kolektif. Hal itu boleh-boleh saja dan dapat diterima terbatas pada

ruang lingkup pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya

konteks sosio-budaya yang terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan tetapi

pada latar mikro, sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar

pribadi yang menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya

mendidik dan mengajar, yaitu kegiatan pendidikan yang berskala mikro.

Sedangkan Dasar epistemologis dari teknologi pembelajaran adalah

berangkat dari sebuah konsesi dasar filsafati bahwa dasar epistemologis

diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan

ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Demikianpula dalam

teknologi pembelajaran sebagai bidang kajian (bidang ilmu).

Dalam kaitan dengan ini, pendekatan dalam menyusun dan

membangun pengetahuan (azas pistemologis) yang dikembangkan dalam

teknologi pembelajaran memiliki ciri sebagai berikut:

a. Keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya ditelaah secara

simultan. Semua situasi yang ada diperhatikan dan dikaji saling

kaitannya, dan bukannya dikaji secara terpisah-pisah

b. Unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu proses

kompleks secara sistemik, yaitu dirancang, dikembangkan, dinali dan

dikelola sebagai suatu kesatuan dan ditujukan untuk memecahkan

masalah

c. Penggabungan ke dalam proses yang kompleks dan perhatian atas gejala

secara menyeluruh, harus mengandung daya lipat atau sinergisme,

berbeda dengan hal di mana masing-masing fungsi berjalan sendiri-

sendiri. Kemudian, azas aksiologi teknologi pembelajaran di sini

berkenaan dengan kegunaan dan pemanfaatan pengetahuan yang telah

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

3

tersusun secara sistematis yang meliputi 5 kawasan teknologi

pembelajaran.

Dalam kaitannya dengan tersebut, berikut kegunaan potensial

teknologi pembelajaran:

a. Meningkatkan produktifitas pendidikan dengan jalan memperlaju

penahapan belajar, membantu guru untuk menggunakan waktunya

secara lebih baik, dan mengurangi beban guru dalam menyajikan

informasi, sehingga guru dapat lebih banyak membina dan

mengembangkan kegairahan belaar anak

b. Memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual,

dengan jalan mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional,

memberikan kesempatan anak berkembang sesuai dengan

kemampuannya

c. Memberikan dasar pengajaran yang lebih ilmiah, dengan jalan

perencanaan program pengajaran yang lebih sistemik, pengembangan

bahan pengajaran yang dilandasi dengan penelitian tentang perilaku

d. Lebih memantapkan pengajaran, dengan jalan meningkatkan kapasitas

manusia dengan berbagai media komunikasi, penyajian informasi dan

data secara lebih kongkrit

e. Memungkinkan belajar secara lebih akrab karena dapat mengurangi

jurang pemisah antara pelajaran di dalam dan di luar sekolah,

memberikan pengetahuan tangan pertama

f. Memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas dan merata, terutama

dengan jalan pemanfaatan bersama tenaga atau kejadian yang langka

secara lebih luas, penyajian informasi menembus batas geografi.

Disamping itu, manfaat lain yang dapat diambil dengan adanya bidang

teknologi pembelajaran ialah antara lain: Peningkatan mutu pendidikan

(menarik, efektif, efisien, relevan), penyempurnaan system pendidikan,

meluas dan meratanya kesempatan serta akses pendidikan, penyesuaian

dengan kondisi pembelajaran, penyelarasan dengan perkembangan

lingkungan, peningkatan partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan.

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

4

Landasan Filsafat dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu :

1. Ontologi yaitu Apa hakekat gejala yang dikaji,misalnya obyek formalnya “

belajar “ karena :

Belajar merupakan hak semua orang

Berlangsung sepanjang hayat

Mengenai apa, dari siapa, bagaimana saja

Kesempatan belajar terbatas

Sumber tradisional makin terbatas

Sumber yang ada dan potensial yang belum didayagunakan oleh

karena itu perlu dilakukan yakni : Perlu usaha khusus, perlu

pengelolaan yang inovatif dan reformatif.

Ontologi bertolak atas penyelidikan tentang hakekat ada (existence and

being) (Brameld, 1955: 28). Pandangan ontologi ini secara praktis akan

menjadi masalah utama di dalam pendidikan. Sebab, siswa (peserta

didik) bergaul dengan dunia lingkungan dan mempunyai dorongan yang

kuat untuk mengerti sesuatu. Oleh karena itu teknologi pendidikan dalam

posisi ini sebagai bagian pengembangan untuk memudahkan hubungan

siswa atau peserta didik dengan dunia lingkungannya. Peserta didik, baik

di masyarakat atau di sekolah selalu menghadapi realita dan obyek

pengalaman.

Secara tersusun Chaeruman dalam tulisannya (online, tersedia di:

http://fakultasluarkampus.net/2007/07/apa-ontologi-teknologi-pendidikan)

mengutip tulisan Prof. Yusuf Hadi Miarso bahwa ontology teknologi

pendidikan adalah :

Adanya sejumlah besar orang belum terpenuhi kesempatan

belajarnya, baik yang diperoleh melalui suatu lembaga khusus,

maupun yang dapat diperoleh secara mandiri.

Adanya berbagai sumber baik yang telah tersedia maupun yang

dapat direkayasa, tapi belum dimanfaatkan untuk keperluan

belajar.

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

5

Adanya suatu proses atau usaha khusus yang terarah dan

terencana untuk menggarap sumber-sumber tersebut agar dapat

terpenuhi hasrat belajar setiap orang dan organisasi.

Perlu adanya keahlian dan pengelolaan atas kegiatan khusus

dalam mengembangkan dan memanfaatkan sumber untuk belajar

tersebut secara efektif, efisien, dan selaras.

Masalah-masalah utama “belajar”. Menurut Sir Eric Ashby (1972, h. 9-10) ada

terjadi empat Revolusi di dunia pendidikan yaitu:

Revolusi pertama terjadi pada saat orang tua atau keluarga menyerahkan

sebagian tanggungjawab dan pendidikannya kepada orang lain yang secara

khusus diberi tanggungjawab untuk itu. Pada revolusi pertama ini masih ada

kasus dimana orangtua atau keluarga masihmelakukan sendiri pendidikan

anak-anaknya. Dari beberapa literatur, seperti misalnya Seattler berusaha

menelusuri secara historik perkembangan revolusi ini dengan mengemukakan

bahwa kaum Sufi pada sekitar 500 SM menjadikan dirinya sebagai “penjual

ilmu pengetahuan”, yaitu memberikan pelajaran kepada siapa saja yang

bersedia memberinya upah atau imbalan.

Penyebab terjadinya revolusi pertama ini, karena orangtua/keluarga tidak

mampu lagi membelajarkan anak-anaknya sendiri.

Revolusi kedua terjadi pada saat guru sebagai orang yang dilimpahkan

tanggungjawab untuk mendidik. Pengajaran pada saat itu diberikan secara

verbal/lisan dan sementara itu kegiatan pendidikan dilembagakan dengan

berbagai ketentuan yang dibakukan.

Penyebab terjadinya revolusi kedua ini, karena guru ingin memberikan

pelajaran kepada lebih banyak anak didik dengan cara yang lebih cepat.

Revolusi ketiga muncul dengan ditemukannya mesin cetak yang

memungkinkan tersebarnya informasi iconic dan numeric dalam bentuk buku

atau media cetak lainnya. Buku hingga saat ini dianggap sebagai media

utama disamping guru untuk keperluan pendidikan. Revolusi ini masih

berlangsung bahkan beberapa pandangan falsafati berpendapat bahwa

masyarakat belajar adalah masyarakat membaca. Beberapa ahli menyatakan

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

6

bahwa pendidikan di Indonesia masih berlangsung budaya mendengarkan

belum sampai pada budaya membaca.

Penyebab terjadinya revolusi ketiga ini, karena guru ingin mengajarkan lebih

banyak lagi dan lebih cepat lagi, sementara itu kemampuan guru semakin

terbatas, sehingga diperlukan penggunaan pengatahuan yang telah diramuka

oleh orang lain.

Revolusi keempat berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang

elektronik dimana yang paling menonjol diantaranya adalah media komunikasi

(radio, televisi, tape dan lain-lain) yang berhasil menembus batas geografi,

sosial dan politis secara lebih intens daripada media cetak. Pesan-pesan

dapat lebih cepat, bervariasi serta berpotensi untuk lebih berdaya guna bagi si

penerima. Pada revolusi ini muncullah konsep keterbacaan(Literacy) baru,

yang tidak sekedar menuntut pemahaman deretan huruf, angka, kata dan

kalimat, tetapi juga pemahaman visual. Beberapa orang ahli berpendapat

bahwa perkembangan media komunikasi ini menjadikan dunia semakin

“mengecil”, menjadi suatu “global Village” dimana semua warganya saling

mengenal, saling tahu dan saling bergantung satu sama lain. Dalam revolusi

keempat ini memang wujud yang sangat menonjol adalah peralatan yang

semakin canggih.

Penyebab terjadinya revolusi ini, karena guru menyadari bahwa tidaklah

mungkin bagi guru untuk memberikan semua ajaran yang diperlukan, dan

karena itu yang lebih penting adalah mengajarkan kepada anak didik tentang

bagaimana belajar. Ajaran selanjutnya akan diperoleh si pembelajar

sepanjang usia hidupnya melalui berbagai sumber dan saluran.

Berdasarkan penyebab dan kondisi perkembangan keempat revolusi yang

terjadi di dunia pendidikan yang terfokus pada masalah utama yaitu “belajar”

dapat disederhanakan, yaitu pada awalnya guru menghadapi anak didiknya

dengan bertatap muka langsung dan guru bertindak sebagai satu-satunya

sumber untuk belajar.

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

7

Perkembangan berikutnya guru menggunakan sumber lain berupa buku yang

ditulis oleh orang lain, dalam keadaan ini guru masih mungkin melaksanakan

tugasnya menyeleksi buku dan mengawasi kegiatan belajar secara ketat.

Perkembangan selanjutnya media komunikasi mampu menyalurkan pesan

yang dirancang oleh suatu tim yang terpisah dari guru, langsung kepada anak

didik tanpa dapat dikendalikan oleh guru.Dapat disimpulkan dari

perkembangan revolusi yang terjadi bahwa tujuan pendidikanlah yang harus

menentukan sarana apa saja yang dipergunakan atau dengan kata lain media

komunikasi menentukan pesan (dan karena itu tujuan) yang perlu dikuasai.

Dengan ilustrasi diatas dapat disimpulkan bahwa adanya masalah-masalah

baru yaitu:

1. Adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang (penulis

buku, prosedur media dll), pesan (yang tertulis dalam buku atau tersaji

lewat media), media (buku, program televisi, radio dll), alat (jaringan

televisi, radio, dll) cara-cara tertentu dalam mengolah/ menyajikan pesan

serta lingkungan dimana proses pendidikan itu berlangsung.

2. Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik secara

konseptual maupun faktual.

3. Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber

untuk belajar itu agar dapat digunakan seoptimal mungkin guna

keperluan belajar.

2. Epistomologi yaitu Bagaimana cara mengkajinya, mencakup :

Someristik merupakan penggabungan berbagai disiplin menjadi

kebulatan tersendiri

Sistematik, yang berurutan, terencana dan terarah

Sinergistik, mempunyai nilai tambah

Sistemik, yang menyeluruh / holistic

Inovatif, adanya perubahan / pembaharuan

Integratif, terjalin dalam semua bidang

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

8

3. Aksiologi yaitu Apa nilai/ Manfaat pengkajian yang bisa diaplikasikan

dalam beberapa hal, antara lain yakni :

Peningkatan mutu pendidikan (menarik, efektif, efisien, relevan)

Penyempurnaan system Pendidikan

Meluas dan meratnya kesempatan serta akses pendidikan

Penyesuaian dengan kondisi pembelajaran

Penyelarasan dengan perkembangan lingkungan

Peningkatan partisipasi masyarakat

B. Landasan Pendidikan

Landasan pendidikan mencakup Konsep, Prinsip, Prosedur dan Kebijakan

Pendidikan. Semua itu dapat diwujudkan antara lain dengan :

1. Usaha sadar dan terencana.

2. Terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran

3. Berkembangnya potensi peserta didik untuk memiliki serangkaian

kompetensi

4. Sistem terbuka dan multimakna

5. Proses pembudayaan dan pemberdayaan berlangsung sepanjang hayat

C. Landasan Psikologi

Landasan Psikologi mencakup :

1. Psikologi umum (intelegensi, motivasi, persepsi, minat, dsb)

2. Psikologi Terapan :

• Psikologi Pendidikan

• Psikologi Belajar

• Psikologi massa

• Psikologi komunikasi

D. Landasan Ekonomi

Ekonomi sebagai landasan Teknologi Pendidikan mencakup :

1. Manajemen sumberdaya manusia

2. Manajemen sumberdaya buatan

3. Manajemen sumberdaya lingkungan

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

9

4. Manajemen sumberdaya keuangan

5. manajemen sumberdaya peluang

6. manajemen organisasi

7. Manajemen pengetahuan

E. Landasan Informatika

Landasan ini meliputi sarana dan prasarana, system dan metode untuk :

1. Perolehan

2. Pengiriman

3. Penerimaan

4. Pengelolaan

5. Penafsiran

6. Penyimpanan

7. Pengorgaqnisasian

8. Penggunaan

Semuanya itu harus didasarkan data yang bermakna dalam bentuk analog

dan digital

F. Landasan Teknologi

Landasan ini meliputi :

1. Proses untuk memperoleh nilai tambah

2. Produk yang bermanfaat

3. Sistem dimana proses dan produk merupakan bagain integral

G. Landasan Komunikasi

Komunikasi yang dapat dijadikan landasan pendidikan harus memenuhi

persyaratan yang meliputi :

1. Sumber komunikasi

2. Isi komunikasi

3. Saluran komunikasi (media dsb)

4. Proses komunikasi

5. Hasil komunikasi

6. Dampak komunikasi

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

10

Sebagaimana telah dipahami bahwa teknologi pembelajaran tumbuh

dari Praktik pendidikan dan gerakan komunikasi audio visual. Edgar Dale

yang terkenal dengan “kerucut pengalamannya” (cone of exsperience)

menyatakan bahwa teori komunikasi merupakan suatu metode yang paling

berguna dalam usaha meningkatkan efektifitas bahan audiovisual. Pemikiran

Edgar Dale ini merupakan upaya awal untuk memberikan alasan atau dasar

tentang keterkaitan antara teori belajar dan komunikasi audiovisual. Kerucut

pengalaman Edgar Dale dengan rentangan tingkat pengalaman dari yang

bersifat langsung hingga ke pengalaman melalui simbol-simbol komunikasi,

dari yang bersifat kongkrit ke yang abstrak telah menyatukan teori pendidikan

John Dewey dengan gagasan-gagasan dalam bidang psikologi. Selanjutnya,

teori komunikasi lainnya yang menjadi landasan perkembangan teknologi

pembelajaran sebagai bidang studi adalah teori komunikasi yang

dikemukakan oleh Shanon dan Weaver.

Teori komunikasi yang dikemukakan oleh Shanon dan Weaver bersifat

linear dengan arah tertentu dan tetap yaitu dari sumber (komunikator) kepada

penerima (komunikan). Satu unsur yang perlu diperhatikan menurut teori ini

bahwa dalam proses komunikasi pasti terdapat gangguan (noise), yang

senantiasa ada dalam setiap situasi komunikasi. Teori Shannon dan Weaver

ini kemudian disempurnakan oleh Schramm dengan menambahkan dua

unsur baru yaitu adanya lingkup pengalaman (field of experience) dan umpan

balik. Dengan adanya dua unsur baru ini Schramm menekankan pada adanya

kesaaan interpretasi akan arti lambang yang dipakai. Kemudian, teori

komunikasi berikutnya yang melandasi perkembangan teknologi

pembelajaran adalah teori komunikasi yang dikembangkan oleh Berlo dan

teori komunikasi konvergensi yang dikembangkan oleh Rogers dan Kincaid.

Teori komunikasi yang dikembangkan oleh Berlo membawa implikasi dalam

perkembangan teknologi pembelajaran, dimana dimasukkannya orang dan

bahan sebagai sumber yang merupakan bagian integral dari teknologi

pembelajaran. Isi pesan beserta struktur dan penggarapannya juga

merupakan bagian dari teknologi pembelajaran. Segala bentuk pesan

(lambang, verbal, taktil, serta ujud nyata) merupakan bagian dari keseluruhan

proses komunikasi, dan dengan demikian juga menjadi bagian dari teknologi

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

11

pembelajaran. Sedangkan dalam teori komunikasi konvergensi yang

dikembangkan oleh Rogers dan Kincaid mendasarkan pada sebuah prinsip

bahwa komunikasi itu berlangsung tanpa awal dan akhir, sepanjang manusia

sadar akan diri dan lingkungannya. Proses komunikasi tidak berlangsung

antar individu saja melainkan dalam suatu realitas sosial. Pengaruh teori ini

dalam pendidikan adalah: (1) pendidikan seumur hidup yang berlangsung

sepanjang orang sadar akan diri dan lingkungannya; (2) pendidikan gerak

cepat dan tepat yang lebih mengacu pada kemampuan untuk hidup di

masyarakat; (3) pendidikan yang mudah dicerna dan diresapi; (4) pendidikan

yang menarik perhatian dengan cara penyajian yang bervariasi dan

merangsang sebanyak mungkin indera; (5) pendidikan yang menyebar, baik

pelayanannya maupun peranannya; dan (6) pendidikan yang mustari (tepat

saat) menyusup tanpa niat sebelumnya, yaitu pada saat ada kekosongan

pikiran. Kesemunya itu, merupakan landasan strategis dalam perkembangan

teknologi pembelajaran sebagai sebuah bidang kajian. Pada bagian lain,

teknologi pembelajaran sebagai sebuah bidang profesi sekaligus sebagai

sebuah bidang kajian, tentunya mengalami proses pengkajian jati diri kearah

yang lebih baik.

H. Landasan Teoritik Dari Ilmu Perilaku

Lumsdaine menyatakan bahwa teori belajar behavioristik memiliki andil

besar dalam perkembangan teknologi pembelajaran. Bahkan Deterline

berpendapat bahwa teknolgi pembelajaran merupakan aplikasi teknologi

perilaku, yaitu untuk menghasilkan perilaku tertentu secara sistemik guna

keperluan pembelajaran. Selanjutnya, Saetler melalui studi penelusurannya

terhadap sejarah perkembangan teknologi pembelajaran kemudian sampai

kepada kesimpulan bahwa pemikiran Thorndike dengan teori psikologi

perkembangannya yang beraliran behavioristik merupakan landasan pertama

kearah teknologi pembelajaran. Tiga hukum utama yang diajukan oleh

thorndike yaitu:

a. Law of exercise (hukum latihan). Prinsip yang melekat pada hukum ini

yaitu bahwa makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus

tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan. Terkait dengan hukum ini,

Thorndike memperkenalkan dua prinsip yaitu prinsip law of use dan prinsip

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

12

law of disuse. Law of use atau hukum penggunaan ialah koneksi antara

stimulus dan respons akan menguat saat keduanya dipakai. Dengan kata

lain, melatih koneksi (hubungan) antara situasi yang menstimulasi dengan

suatu respons akan memperkuat koneksi diantara keduanya. Sementara

Law of disuse atau hukum ketidakgunaan ialah koneksi antara situasi dan

respons akan melemah apabila praktik hubungan dihentikan, atau jika

ikatan neural tidak dipakai

b. Law of Effect (hukum efek). Prinsip mendasar dari hukum effek ini adalah

bahwa suatu respon akan semakin diperkuat bilamana diikuti oleh rasa

senang, dan akan diperlemah bila diikuti rasa tidak senang

c. Law of Readiness (hukum kesiapan). Hukum kesiapan ini dikemukakan

oleh Thorndike dalam bukunya yang berjudul The Original Nature of Man,

(Thorndike 1913 a,p.125), dapat dijelaskan disini antara lain adalah; (1)

apabila suatu konduksi siap menyalurkan (to conduct), maka penyaluran

dengannya akan memuaskan, (2) apabila suatu konduksi siap untuk

menyalurkan, maka tidak menyalurkannya akan menjengkelkan, (3) apabila

suatu unit konduksi belum siap untuk penyaluran dan dipaksa untuk

menyalurkan, maka penyaluran dengannya akan menjengkelkan.

Selanjutnya, pemikiran inilah yang menjadi landasan awal perkembangan

teknologi pembelajaran.

Disamping itu, rumusannya tentang prinsip-prinsip aktivitas diri,

minat/motivasi, kesiapan mental, individualisasi dan sosialisasi pada fase

berikutnya “menurut Saettler” menjadi entri point dalam perkembangan

teknologi pembelajaran selanjutnya. Untuk melaksanakan prinsip-prinsip

tersebut seorang guru harus mengendalikan kegiatan belajar anak di dalam

kelas ke arah yang dikehendaki, namun tetap dengan memperhatikan

minat dan respons anak terhadap stimulus yang diberikan. Stimulus yang

diberikan tersebut perlu disesuaikan dengan kesiapan mental anak serta

perbedaan karakteristik masing-masing individu. Oleh karena itu situasi

dan lingkungan belajar perlu dirancang sedemikian rupa serta dalam

praksis pembelajarannya sedapat mungkin menggunakan media, agar

terjadi hubungan antara apa yang sudah diketahui anak dengan hal yang

baru. Kemudian, teori berikutnya yang menjadi landasan perkembangan

teknologi pembelajaran adalah teori penguatan (reinforcement) yang

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

13

dikemukakan oleh Skiner. Skiner menyaatakan bahwa belajar dengan

memperoleh jawaban yang tepat menjadi suatu hal yang tidak penting

dalam pendidikan. Dia menyatakan bahwa fokus nyata pada pendidikan

haruslah pada pemberian penguatan yang konsisten, segera dan positif

bagi tingkah laku yang tepat dan bagi pencapaian tujuan pendidikan yang

diinginkannya. Lebih lanjut dia menyimpulkan bahwa dari hasil-hasil

percobaannya menunjukkan bahwa siswa akan lebih mudah menjawabnya

apabila dilengkapi dengan suatu pengalaman belajar.

Pelajaran diawali dengan tugas-tugas yang relatif mudah dan sudah

dikenal kemudian meningkat secara perlahan-lahan melalui tugas-tugas

dan bahan baru. Berangkat dari pandangannya inilah kemudian Skiner

mengembangkan Mesin Pengajaran yang disebut dengan Theaching

Machine sebagai media untuk memberikan pengalaman belajar kepada

siswa. Prinsip kerja mesin ini, yaitu jika jawaban siswa salah maka mesin

tidak akan memberikan reaksi namun sebaliknya jika jawaban siswa benar

mesin akan memberikan reaksi dalam bentuk menghadirkan pertanyaan

baru. Reaksi pemberian pertanyaan baru ini lah yang kemudian disebut

dengan proses reinforcement. Dalam kaitannya dengan penguatan ini,

Skiner mengemukakan tiga variabel penting yaitu: (a) peristiwa dimana

perilaku berlangsung; (b) perilaku itu sendiri; (c) akibat dari perilaku itu.

Kalau semula mengajar hanya memperhatikan bagaimana mengatur

stimulus atau pesan yang disampaikan kepada siswa, maka dengan

pendapat ini yang lebih diperhatikan adalah respons dari siswa serta

tanggapan kepada siswa atas responsnya itu. Kemudian beberapa prinsip

yang dijabarkan dari teori penguatan ini, diantaranya adalah perilaku yang

diperkuat, cenderung untuk lebih bertahan; penguatan positif lebih berarti

dari yang negatif; penguatan langsung lebih efektif dari penguatan

tertunda; penguatan yang sering diberikan lebih efektif dari pada yang

jarang.

Berangkat dari paradigma Skiner inilah kemudian menjadi landasan

perkembangan teknologi pembelajaran sebagai teori dan Praktik dalam

desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan serta evaluasi tentang

proses dan sumber untuk belajar. Teori selanjutnya yang menjadi landasan

perkembangan teknologi pembelajaran adalah teori kurikulum dan

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

14

pembelajaran. Teori ini mulai muncul pada sekitar akhir tahun 1950-an

bersamaan dengan gerakan pembaharuan kurikulum. Pada saat itu

dirasakan perlunya landasan yang lebih ilmiah dan sistematik untuk

penyusunan kurikulum. Brunner (1966) mengemukakan teori penyusunan

dan pelaksanaan kurikulum dengan suatu paradigma di mana suatu tim

besar yang terdiri dari ahli bidang studi, guru, dan ahli psikologi mulai

menyusun kurikulum yang kemudian dijadikan bahan untuk membuat buku,

media atau bahan lain dan saran kegiatan di kelas. Keseluruhan bahan ini

lebih lanjut oleh tim lokal (wilayah) untuk penyempurnaan dan penentuan

cara penyajian, yaitu melalui pembelajaran di kelas atau pembelajaran

bermedia, yang keduanya saling berkaitan. Bruner, mendasarkan

pandangannya ini pada dua premis dasar yaitu; (1) guru kelas tidak

mungkin dapat mengikuti perkembangan bidang studi sambil mengajar

dengan penuh; dan (2) guru kelas tidak mempunyai keterampilan

metodologi yang cukup untuk melaksanakan pendekatan pemecahan

masalah. Keterampilan ini akan diperoleh dengan melaksanakan suatu

model yang disajikan melalui pembelajaran bermedia.

I. Landasan Lain-lain

Landasan lainnya yang mempengaruhi Teknologi Pendidikan antara lain :

1. Agama, moral dan etika

2. Seni dan estetika

3. Bahasa

4. Sosiologi

Dalam perkembangan terakhir, Teknologi Pendidikan secara konseptual

didefinisikan sebagai : Teori dan Praktik dalam Desain, pengembangan,

pemenfaatan, pengelolaan, penilaian dan penelitian proses, sumber dan system

belajar.

Perkembanagan penerapan konsep teknologi pembelajaran meliputi :

• Peragaan ajaran

• Media pembelajaran

• Teknologi kinerja

• Teknologi pendidikan.

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

15

Dan hal–hal yang menjadi persyaratan penerapan atau aplikasi teknologi

pembelajaran dalam upaya pemecahan masalah pendidikan adalah antara lain :

1. Dukungan Teknologi atau infrastruktur

2. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam pengembangan isi

3. Dukungan kebijakan pemerintah

4. Kesiapan masyarakat pengguna

2. KAWASAN BIDANG GARAPAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

2.1 Peran Kawasan

Association for Educational Communications and Technology (AECT)

mendefiniskan 5 domaian Teknologi Pembelajaran yaitu design, development,

utilization, management, and evaluation. Pada tiap domain juga terdiri dari

beberapa sub domain. Kawasan dari Teknologi Pendidikan membagi banyak

kesamaan perjungan dalam mendefinisikan nya dan memperkuat landasanya,

sebagaimana keilmuan social lainnya dan aplikasi keilmuan social (Luppicini,

2005). Definisi yang diikuti Luppicini (2005) tentang konsep kawasan Teknologi

Pendidikan adalah suatu tujuan yang berorientasi pada pendekatan sistem

pemecahan masalah memanfaatkan peralatan, teknik, teori, dan metode dari

berbagai banyak bidang pengetahuan, untuk (1) merancang, menembangkan,

dan menilai, efektifitas dan efisiensi sumber manusia dan mesin dalam hal untuk

memfasilitasi dan mempengaruhi semua aspek pembelajaran, dan (2) pedoman

agen perubahan dan perubahan sistem perubahan sistem dan Praktik dalam hal

untuk membagi dalam mempengaruhi perubahan dalam social.

Secara serempak dan dalam meliputi cara, suatu kawasan professional

baru menjadi suatu bidang pengetahuan baru (atau displin profesional ) yang

digabungkan. Fungsi suatu kawasan mencakup teori dan Praktik dan untuk

mengidentifikasi tugas-tugas para penyelenggara teknolog pembelajaran. Setiap

fungsi mempunyai tujuan dan komponen (Seels dan Richey, 1994).

Dalam perkembangan terkahir, teknologi pendidikan yang didefinisikan

sebagai teori dan praktik dalam desain, pengembangangan, pemanfaatan,

pengelolaan, penilaian dan penelitian proses, sumber, dan sistem untuk belajar.

Defini tersebut mengandung pengertian adanya empat komponen dalm teknologi

pembelajaran, yaitu:

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

16

Teori dan praktik

Desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian, dan

penelitian

Proses, sumber dan sistem

Untuk Belajar

2.2 Hubungan Antar Kawasan

Kawasan Teknologi Pembelajaran merupakan rangkungan tengan

wilayah utama yang merupakan dasar pengetahuan bagi setiap kawasan. Para

peneliti dapat berkonsentrasi pada satu kawasan, atau menjadi praktisi disemua

kawasan. Meskipun para peneliti tersebut dapat menfokuskan diri pada satu

kawasan atau cakupan dalam kawasan tersebut, mereka menarik manfaat teori

dan praktik dari kawasan yang lain. Hubungan antar kawsan bersifat senergistik

(Seel dan Richey, 1994)

2.3 Kawasan Teknologi Pembelajaran

2.3.1 Desain

Desain didefinisikan sebagai “penetapan kondisi untuk belajar” (Seel dan

Richey, pembelajaran, dan karakteristik pembelajar. Teori desain sepenuhnya

dikembangkan dibandingkan bidang yang lainnya yang mempunyai keyakinan

besar sejak Praktik 1994). Desain adalah fungsi perencanaan ketika strategi

ditentukan. Perencanaan mempengaruhi seluruh proses desain instrucsional.,

bentuk fisik pesan, strategi tradisional dibentuk berdasarkan pengetahuannya

sendiri. Tujuan desain adalah untuk menciptakan strategi dan produk pada

tingkat makro, seperti program dan kurikulum, dan pada tingkat mikro seperti

pelajaran dan modul. Definisi ini adalah dalam persetujuan dengan definisi

sekarang tentang desain dimana menunjukkan pada penciptaan kehususan

(Ellington and Harris, 1986; Reigeluth, 1983; Richey, 1986).

Desain Sistem Pembelajaran (ISD) : Kata Desain mempunyai dua

makna yaitu tingkat makro dan tingkat mikro yang keduanya menunjukkan

pendekatan system dan langkah pada pendekatan system. Dalam

terminology sederhana, analisanya adalah proses pada definisi apa yang

harus dipelajari; desain adalah proses bagaimana mengkhusukan bagaimana

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

17

dipelajari; dikembangkan adalah proses memenulis dan produksi materi

pembelajaran, mengimplementasi penggunaan materi dan strategi dalam

konten yang actual dan mengevaluasi proses penentuan kecukupan materi.

ISD secara umum merupakan prosedur linier dan berulang-ulang dimana

permintaan seksama dan konsisten. Karakter proses pada semua langkah

harus di lengkapa dalam hal untuk melayani sebagai pemeriksaaan dan

keseimbangan satu sama lain. PAda ISD proses sangat penting sama seperti

produk karena kepercayaan produk berlandasakan pada proses.

Desain Pesan : Grabowski (1991) Menurut “termasuk

perencanaa/manipulasi dari bentuk fisik pada pesan dimana termasuk

komunikasi antara pengirim dan penerima. ” (Seels& Richey, 1994). Fleming

and Levie (1993) batasan pesan pada pola-pola atau tanda-tanda atau

symbol yang memodifikasi kognitif, afektif, atau perilaku psikomotor. Desain

Pesan cocok dengan kebanyakan tingkat micro melalui unit kecil seperti

visual, urutan-urutan, halaman dan layar individu. Karakter lain rancangan

pesan adalah rangangan yang dirancang harus dikhususkan pada media dan

tugas pembelajaran. Ini artinya prinsip desain pesan akan berbeda tergantung

apakah media statis, dymanis, atau kombinasi dari keduanya (foto, film atau

gambar computer) dan apakah tugas termasu konsep atau formasi sikap,

keahlian atau pengembangan strategi pembelajaran atau penghafalan

(Fleming,1987; Fleming and Levie, 1993, Seel&Richey, 1994).

Strategi Pembelajaran: adalah pengkhususan untuk pemilihan dan uruta-

urutan kejadian dan aktivitas dalam satu pelajaran. Perancang

menggunakan teori strategi pembelajaran atau komponen sebagai prinsip

pembelajaran, karakteristik; strategi pembelajaran beriteraksi dengan situasi

pembelajaran. Situasi pembelajaran biasana menjelaskan model

pembelajaran. Model pembelajaran dan strategi pembelajaran membutuhakn

implementasi perbedaan model tergantung pada situasi waktu, isi yang alami

dan jenis keinginan belajar (Joyce and Weil, 1972; Merrill, Tennyson, and

Poscy, 1992; Reigeluth, 1987a, Seel&Richey, 1994).

Karakteristik Pembelajar : merupakan yang menjadi permukaan

pengalaman dasar pelajar yang berdampak pada efektifitas proses

pembelajaran. Penelitian pada karakteristik pebelajara biasanya penelitian

berlebihan pada strategi pembelajaran, tapi diselesaikan untuk perbedaan

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

18

tujuan: untuk menjelaskan permukaan pada pelajar yang membutuhkan

perhitungan untuk desain. Untuk itu karakteristik pembelajaran, berdampak

pada komponen studi pembelajaran dibawan strategi pembelajaran.

2.3.2 Pengembangan

Pengembangan didefinisikan sebagai “mengartikan kekhususan desain

kedalam bentuk fisik”. Pada proses pengembangan, teknologi pembelajaran

memproduksi item yang dipilih dalam dokumentasi desain. Produk tersebut mungkin

berupa, cetakm audio atau materi visual, dari sumber berbasis komuter, atau produk

yang memasukkan beberapa perbedaan media berbasis computer. Cabang bidang

development adalah dalam area produksi media, dan melalu tahun perubahan

kapabilitas media membawa pada perubahan domain. Meskipun perkembangan

teksbook dan tambahan pembelajaran lain mendahului film, timbulnya dilm menjadi

pusat utama pertama dalam kemajuan pergerakan audio visual pada era modern

Teknologi Pembelajaran. Pada dasarnya, domain perkembangan dapat dijelaskan

dengan:

the message which is content driven;

the instructional strategy which is theory driven; and

the physical manifestation of the technology—the hardware, software and

instructional materials.

Berikut sub domain dari Pengembangan ;

Teknologi Cetak adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan

materi seperti materi stars visual, mesin dasar melali atau proses pencetakan

fotografi. Subkategori ini termasuk huruf, gafis, dan fotografi, disajikan dan

dibuat ulang. Materi cetak dan visual termasuk terdasar dan menembus

teknologi. Dua komponen pda teknologi ini adalah materi text verbal dan

materi visual.

Teknologi Audio/Visual adalah cara memproduksi atau menyampaikan

materi menggunakan mesin elektrik untuk menyajikan pesan audio dan visual

Pembelajaran Audiovisual adalah karakteristik yang paling nyata dengan

menggunakan perangkat keras dalam proses mengajar. Pembelajaran

Audiovisual didefinisikan sebagai produk dan pemanfaatan materi yang

termasuk pembelajaran melalui melihat dan mendengar dan yang tidak

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

19

tergantung secara eksklusif pada pemahaman kata atau symbol yang sama

lainnya. Biasanya, materi projek teknologi audiovisual, seperti film, slide dan

tranparasi.

Teknologi Berbasis Komputer adalah salah satu cara menyampaikan

amteri menggunakan micorprosesor sebagai sumber dasar. CBT berbeda

dengan teknologi lainnya karena informasi tersimpan secara elektronik dalam

bentuk data digital dibandingkan dengan cetak atau cisual. Pda dasarnya,

CBT menggunakan tamplan layar untuk menyajikan informasi pada siswa.

Berbagai jenis aplikasi computer biasanya disebut (CBI), computer-based

instruction (CBI), computer-assisted instruction (CAI) or computer-managed

instruction (CMI). Merupakan aplikasi kang dikembangkan sejalan dengan

teori beharior dan program pembelajaran, tapi saat ini lebih mencerminkan

teori berbasis kognitif (Jonassen, 1988) khusunya untuk 4 aplikasi specifically,

CBI. Aplikasinya adalah, tutorial, games, simulasi, dan data base.

Karakteristik CBT kedua-duanya adalah hardware dan software dan

umumnya memiliki karakter berikut:

Teknologi Terpadu merupakan cara untuk memproduksi dan

menyampaikan materi dimana mencakupi beberapa media dibawah kendali

computer. Banyak yang percaya bahwa teknik yang paling canggih untuk

pembelajaran melibatkan integrasi beberapa bentuk media dibawah

pengaturan computer Sekeliling perangkat yang dikendalikan oleh komputer

akan termasuk pemain videodisc, menampilkan perangkat tambahan,

perangkat keras jaringan, dan sistem audio. Perangkat lunak mungkin

termasuk videodiscs, cakram kompak, jaringan lunak, dan informasi digital. Ini

semua dapat dikendalikan oleh pelajaran hypermedia berjalan dibawah

sistem authoring seperti HyperCardTM atau ToolbookTM. Ciri utama dari

teknologi ini adalah pelajar tingkat tinggi interaktivitas antara berbagai sumber

informasi.

2.3.3 Pemanfaatan

Pemanfaatan merupakan kawasan Teknologi Pembelajaran tertua diantara

kawasan-kawasan yang lain, karena penggunaan bahan audiovisual secara teratur

mendahului meluasnya perhatian terhadap desain dan produksi media pembelajaran

yang sistematis. Kawasan pemanfaatan berasal dari gerakan pendidikan visual yang

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

20

tumbuh subur selama dekade pertama abad ini dengan didirikannya museum-

museum sekolah.

Menurut Kevin Allen dalam Utilization Domain IT: 659 “Utilization is the act of

using processes and resources for learning” (Seels & Richey, 1994, p. 46).

Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar.

Fungsi pemanfaatan penting karena fungsi ini memperjelas hubungan pembelajar .

dengan bahan dan sistem pembelajaran. Keempat kategori dalam kawasan ini

adalah mengitegrasinkan dalam struktur dan kehidupan oraganisasi adalah

sebagai berikut;

Pemanfaatan media

Pemanfaatan media adalah penggunaan yang sistematis dari sumber untuk

belajar. Proses pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan

berdasarkan pada spesifikasi disain pembelajaran. Misalnya; bagaimana suatu

film didwesain sesuai dengan bentuk belajar ataukebutuhanyang diinginkan.

Difusi Inovasi

Inovasi

Secara umum, inovasi didefinisikan sebagai suatu ide, Praktik atau objek yang

dianggap sebagai sesuatu yang baru oleh seorang individu atau satu unit

adopsi lain. Thompson dan Eveland (1967) mendefinisikan inovasi sama

dengan teknologi, yaitu suatu desain yang digunakan untuk tindakan

instrumental dalam rangka mengurangi ketidak teraturan suatu hubungan

sebab akibat dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, inovasi dapat

dipandang sebagai suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu.

Difusi

Difusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu inovasi

dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu

terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai

suatu tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu,

difusi juga dapat diangap sebaai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu

proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Jelas

disini bahwa istilah difusi tidak terlepas dari kata inovasi. Karena tujuan utama

proses difusi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial

tertentu. Anggota sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal,

organisasi dan atau sub sistem.

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

21

Unsur-Unsur Difusi Inovasi

1) Komunikasi dan Salurannya

Komunikasi adalah proses dimana partisipan menciptakan dan berbagi

informasi satu sama lain untuk mencapai suatu pemahaman bersama.

Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa difusi dapat dipandang

sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana informasi yang

dipertukarkannya adalah ide baru (inovasi). Dengan demikian, esensi dari

proses difusi adalah pertukaran informasi dimana seorang individu

mengkomunikasikan suatu ide baru ke seseorang atau beberapa orang lain.

Rogers menyebutkan ada empat unsur dari proses komunikasi ini, meliputi:

1) inovasi itu sendiri; 2) seorang individu atau satu unit adopsi lain yang

mempunyai pengetahuan atau pengalaman dalam menggunakan inovasi; 3)

orang lain atau unit adopsi lain yang belum mempunyai pengetahuan dan

pengalaman dalam menggunakan inovasi; dan 4) saluran komunikasi yang

menghubungkan dua unit tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam proses difusi adalah upaya

mempertukarkan ide baru (inovasi) oleh seseorang atau unit tertentu yang

telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan

inovasi tersebut (innovator) kepada seseorang atau unit lain yang belum

memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi itu (potential

adopter) melalui saluran komunikasi tertentu. Sementara itu, saluran

komunikasi tersebut dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: 1) saluran

media massa (mass media channel); dan 2) saluran antarpribadi

(interpersonal channel). Media massa dapat berupa radio, televisi, surat

kabar, dan lain-lain. Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau

audiens yang banyak dengan cepat dari satu sumber. Sedangkan saluran

antarpribadi melibatkan upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua

atau lebih individu.

2) Waktu

Waktu merupakan salah satu unsur penting dalam proses difusi. Dimensi

waktu, dalam proses difusi, berpengaruh dalam hal: 1) proses keputusan

inovasi, yaitu tahapan proses sejak seseorang menerima informasi pertama

sampai ia menerima atau menolak inovasi; 2) keinovativan individu atau unit

adopsi lain, yaitu kategori relatif tipe adopter (adopter awal atau akhir); dan

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

22

3) rata-rata adopsi dalam suatu sistem, yaitu seberapa banyak jumlah

anggota suatu sistem mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu

tertentu.

3) Sistem Sosial

Sangat penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu sistem

sosial. Sistem sosial adalah satu set unit yang saling berhubungan yang

tergabung dalam suatu upaya pemecahan masalah bersama untuk

mencapai suatu tujuan. Anggota dari suatu sistem sosial dapat berupa

individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem. Proses difusi

dalam kaitannya dengan sistem sosial ini dipengaruhi oleh struktur sosial,

norma sosial, peran pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan inovasi

dan konsekuensi inovasi.

Implementasi dan Kelembagaan

Implementasi adalah penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam

keadaan yang sesungguhnya bukan tersimulasikan. Pelembagaan adalah

penggunaan secara rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam

suatu struktur atau budaya organisasi. Tujuan dari implementasi adalah

menjamin penggunaan yang benar oleh individu dalam oraganisasi. Tujuan

dari pelembagaan

Kebijakan dan Regulasi

Kebijakan dan regulasi adalah atruran dan tindakan dari masyarakat atau

wakilnya yang mempengaruhi difusi atau penyebaran penggunaan teknologi

pembelajaran. Kebijakan dan peraturan biasanya dihambat oleh permasalahan

etika dan ekonomi. Keduanya timbul sebagai akibat dari tindakan yang

dilakukan individu atau kelompok dalam maupun luar. Dampak pengaruh

tersebut lebih pada Praktik dari pada teori. Teknologi pembelajaran telah ikut

berjasa dalam penentuan kebijakan tentang televisi pembelajaran dan televisi

maasyarakat, hukum hak cipta, standar peralatan dan program, serta

penentuan unit administrasi yang mendukung teknologi pembelajaran.

Kecenderungan dan permasalahan dalam kawasan pemanfaatan umumnya

berkisar pada kebijakan dan peraturan yang mempengaruhi penggunaan,

difusi, implementasi dan pelembagaan. Masalah lain yang berhubungan

dengan kawasan ini adalah bagaimana gerakan restrukturisasi sekolah dapat

mempengaruhi penggunaan sumber belajar. Pertumbuhan yang pesat dari

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

23

bahan dan sistem berasaskan komputer telah meningkatkan resiko politik dan

ekonomi bagi yang akan mengadakan adopsi. Faktor-faktor yang

mempengaruhi pemanfaatan diantaranya adalah; sikap pembelajar terhadap

teknologi, tingkat independensi pembelajar, dan faktor lain yang dapat

menghambat dan mendukung media dan materi pembelajaran dalam konteks

yang lebih luas.

2.3.4 Manajemen

Kawasan manajement termasuk manajemen proyek, sumber, system

penyampaian dan informasi. Sumber termasuk personel, pendanaa, suplay, wakti,

fasilitas, dan sumber pembelajaran. Sistem penyampaian dapat berupa produk

seperti hardware komputer/sotware atau teknis pendukung, seperti pedoman.

Manajemen Informasi tepat dengan “prencanaan, monitoring dan pengaturan

penyimpanan, transfer, dan pemrosesan informasi. Peran manajemen adalah

banyak mengadakan teknologi pembelajaran. Teknologi pembelajaran mungkin

termasuk dengan usaha seperi manajemen proyek pengembangan pembelajaran

atau manajemen pusat media sekolah.

Kawasan manajemen awalnya berkembang dari administrasi pusat media,

pelayanan dan program. Sebuah perpaduan antara perpustakaan dan media

menyebabkan program-program media perpustakaan sekolah dan pusat-pusat

spesialis. Definisi AECT 1977 membagi manajemen fungsi ke dalam manajemen

organisasi dan manajemen personalia sebagai dilakukan oleh administrator pusat

media dan program.

Manajemen melibatkan mengendalikan Instructional Technology melalui

perencanaan, pengorganisasian, koordinasi dan pengawasan. Manajemen

umumnya produk sistem nilai operasional. Kompleksitas pengelolaan sumber daya

beberapa penuaan, personalia, dan desain dan upaya pembangunan dikalikan

sebagai ukuran intervensi tumbuh dari kecil, satu-sekolah-departemen atau

perusahaan, untuk negara-lebar intervensi instruksional dan global perubahan

perusahaan multi-nasional. Berikut sub domain dari Kawasan manajemen:

Manjemen Proyek

Manajemen proyek termasuk perencanaan, monitoring, dan pebngaturan

desain pembelajaran dan pengembangan proyek. Menurut Rothwell and

Kazanas (1992) manajemen proyek berbeda dengan manajemen tradisional,

dimana garis dan staf manajement alasannya: (a) anggota proyek

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

24

kemungkinan baru, anggota team jangka pendek; (b) manajer proyek

biasanya kekurangan otoritas jangka panjang kepda orang-orang karena

mereka bos sementara, dan (c) manajer proyek menikmati lebih banyak

klendali dan fleksibilitas bibanding baisanya dan garis dan staf organisasi

(Seels&Richey, 1994).

Proyek manajer bertanggung jawab untuk perencanaan, penjadwasan, dan

pengaturan gunsit pada desain pembelajaran atau jenis proyek lainnya.

Mereka hari dinegosiasikan, dana, pemasanagan system pemantauan

informasi, dan evaluasi kemajuan. Manajemen proyek biasanya

berperan persetujuan dengan perlakukan untuk kesuksesan dan

merekomendsaikan perubahan internal

Manajemen Sumber

Manajemen sumber termasuk perencanaan, pemantaun, dan pengawasan

system sumber pendukung dan pelayanan. Manajemen sumber termasuk

personel, pendanaan, suplay, waktu, dan fasilitas, dan sumber pembelajaran.

Sumber pembelajaran mencakup semua penjelasn teknologi dalam bagian

pada kawasan pengembanga. Efektivitas biaya dan pembenaran efektivitas

belajar adalah dua penting karakteristik manajemen sumber.

Manajemen Sistem Penyampaian

Manajemen system penyapaian termasuk perencanaan, pengawasan, dan

pengaturan “motode dimana penyebaran materi pembelajaran yang

diorganisasi…ini merupakan perpaduan penggunan media dan metode yang

dikerjakan untuk menyajikan informasi pembalajaran pada siswa” (Ellington

and Harris, 19S6, p.47, Barbara and Seels 1994).

Manajemen system penyamapaian berfokus pada issu produkm seperti

hardware/software, dan issu proses, seperti pedoman untuk perancang dan

instruktur. Dengan parameter keputusan harus dibuat bahwa ketepatan

perangkat terknologi dengan tujuan pembelajaran. Keputusan tengan

manajemen system penyampaian biasanya tegantung pada manajemen

system sumber.

Manajemen Informasi

Manajemen informasi juga termasuk perencanaan, pemantauan,

danpengawasn dan penyimpanan, transfer atau pemrosesan informasi dalam

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

25

hal untuk menyediakan sumber belajar. Penjelasan teknologi dalam domain

pengembangan adalah metode penyimpanan dan pengiriman.

Trasnmisi atau transfer informasi biasanya terjadi melalui teknologi terpadu.

“Pemrosesan terdiri dari perubahan beberapa aspek informasi (melalui

program computer)…membuat lebih cocok untuk beberapa tujuan”

(Lindenmayer, 1988, p. 317). Manajemen informasi lebih penting untuk

menyediaan akses dan mudah digunakan. Perkembangan pengetahuan dan

industry pengetahuan di luar ruang lingkup bahwa sistem pendidikan saat ini

dapat mengakomodasi; berarti bahwa ini adalah daerah yang sangat penting

bagi Teknologi Pembelajaran di masa depan. Sebuah komponen penting dari

kawasanakan terus menjadi manajemen sistem penyimpanan informasi untuk

tujuan pembelajaran.

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi terdiri dari analisis masalah, referensi criteria, fomativ, dan sumatif

yang merupakan kawasan evaluasi. Hasil dari evaluasi dibawa untuk pemahaman

yang lebih baik masalah, penguasaan informasi, serta individu menginformasikan

pada potensi pembelian. Kawasan dan evaluasi berkembang sebagai penelitian

pendidikan dan bidang metodelogy yang berkembang, biasanya bersamaan atau

paralel dengan bidang.

Evaluasi adalah proses penentuan kecukupan pada instruksi dan belajar.

Evaluasi dimilai dengan menganalisis masalah. Ini adalah langkah awal yang

penting dalam pengembangan dan evaluasi untuk pembelajara karena tujuan dan

kendala dijelaskan pada tahap ini. Menurut Worthen and Sanders (1987) “Evaluasi

menentukan hal yang dinilai” Dalam Pendidikan, hal ini penentuan formal untuk

kualitas, efektivitas atau nilai program, produk, proyek, proses, tujuan atau kurilum.

Penjelasan dari sub domain adalah sebagai berikut:

Analisis masalah : Termasuk penentuann sifat dan parameter masalah

dengan menggunakan pengumpulan-informasi dan pengambilan keputusan

strategi. Dengan demikian upaya evaluasi termasuk identifikasi kebutuhan

untuk menentukan sejauh mana masalah dapat dikelaskan sebagai

pembelajaran dalam alami, mengindetifikasi kendala, sumber daya

karakteristik peserta didik, dan menentukan tujuan dan prioritas (Seels dan

Glasgow, 1990). Keperluan didefinisikan sebagai "kesenjangan antara 'apa'

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

26

dan 'apa yang harus" dalam hal hasil "(Kaufman, 1972), dan kebutuhan

penilaian merupakan studi sistematis kebutuhan tersebut. Sebuah perbedaan

penting harus diberikan di sini. Analisis kebutuhan tidak dilakukan untuk

melakukan lebih dipertahankan evaluasi sebagai kemajuan proyek

Criterion-Referenced Measurement. Kriteria pengukuran penilaian

melibatkan teknik untuk menentukan penguasaan materi pelajar yang telah

ditentukan sebelumnya. Kriteria referensi penilaian menyedukan informasi

tentang penguasaan seseorang terhadap pengetahuan, sikap dan

keterampilan relative terhadap tujuan. Kesuksesan pada criteria referensi

penilalan sering berpedoman pada dapat melakukan suatu kompetensi

tertentu.

Evaluasi Formative and Summative. Evaluasi Formatif melibatkan

pengumpulan informasi tentang kecukupan dan menggunakan informasi ini

sebagai dasar untuk pengembangan lebih lanjut. Evaluasi sumatif melibatkan

pengumpulan informasi tentang kecukupan dan menggunakan informasi ini

untuk membuat keputusan tentang pemanfaatan. Metode evaluasi sumatif

dan formatif berbeda. Evaluasi formatif tegantug pada teknis (isi) review dan

tutorial, uji coba kelomok kecil atau besar.Metode pengumpuland ata

biasanya informal seperti observasi, wawancara dan test pendek. Evaluasi

sumatif dalam bentuk lain membutuhkan prosedur lebih formal dan metode

pengumpulan data. Evaluasi sumatif biasanya studi perbandingan kelompok

dalam desain quasi eksperimen. Keduanya evaluasi formatif dan suamtif

membutuhkan pertimbangan perhatian untuk menyeimbangkan penilaian

kualitatif dan kuantitatif.

2.3.6 Penelitian

Perkembangan landasan lmiah dan definisi tersebut kemudian telah

membentuk landasan ilmiah tersendiri, berupa teori, model, konsep, prinsip,

proposisi dan prosedur yang merupakan cirri unik teknologi pendidikan. Pengkajian

ilmiah dalam teknologi pendidikan/pembelajaran tidak hanya mempersoalkan

unsure-unsur yang terkandung dalam objek formal, yaitu belajar, melainkan juga

pendekatannya yaitu teknik intelektual atau tata cara ilmiah yang digunakan dalam

mencari pembenaran atas objek yang dipermasalahkan.(Miarso , 2004)

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

27

Pada awal perkembangan teknologi pendidikan, dimana media merupakan

unsur yang menonjol, mayoritas penelitian dilakukan yang berkaitan dengan media.

Penelitian yang berkaitan dengan media sendiri telah berlangsung dalam lima fase.

Kelima fase itu memepermasalahkan hal-hal berikut :

a. Apakah pengajaran dengan media ada hasilnya

b. Seberapa besar hasil pengajaran dengan ilmiah

c. Dalam kondisi bagaimana dapat diperoleh hasil yang terbaik dari media

d. Siapa saja yang akan memperoleh manfaat dari media

e. Karakteristik pembelajar (learner) seperti apa, dan dalam kondisi dan situasi

bagaimana dapat diperoleh manfaat maksimal dari media.

Bertolak dari uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kawasan

penelitian teknologi pendidikan sangat luas sekali bahkan boleh dikatakan hamper

tidak terbatas, sepanjang penelitian itu berkaitan dengan pemecahan masalah

belajar.

Meurut Amiel, T., & Reeves, T. C. (2008). Penelitian teknologi pendidikan bertujuan

untuk memeriksa pengaruh peralatan dalam proses pendidikan telah menunjuk

sistematis kecil saran kepada praktisi. Pengalan teknologi sebagai proses telah

berimplikasi bagaimana teknolog pendidikan menghubungkan penelitian. Sekali

mengnali proses, tujuan/akhir tekbnologi menjadi latardepan.

2.3.5 Kawasan Berdasarkan Definisi Teknologi Pendidikan dari AECT Tahun

2008

Definisi terbaru tahun 2008 merupakan pengembangan dari kawasan

sebelumnya, dan tiap kawasan melanjutkan perkembangannya. Definisi 2008 sudah

lebih spesifik karena menekankan pada studi & etika Praktik. Berikut definisi

Teknologi Pendidikan dari AECT Tahun 2008 “Educational Technology is the study

an d ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating,

using, and managing appropriate technological process and resources”. Teknologi

Pembelajaran adalah studi dan etika Praktik untuk memfasilitasi pembelajaran dan

meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses dan

sumber daya teknologi. (Januszewski and Molenda, 2008: 1).

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

28

o Study : pemahaman secara teoritis sebagaimana Praktik, teknologi

pendidikan, membutuhkan pembangunan kelanjutan pengetahuan dan

perbikan melalu penelitian dan merefleksikan Praktik, dimana tercakup dalam

terminologi study. Studi menujukkan pengumpulan ifnormasi dan analisis

melalu konsep tradisional penelitian

o Praktik Etis: Merupakan kegiatan yang tidak bertentangan dengan norma

dan nilai yang berhubungan dengan nilai profesi yang akan

dilakukan. Seperti kode etik dalam suatu pekerjaan. Komite Etika AECT telah

aktif mendefinisikan kawasan stadar etika dan asalkan dalam contoh kasus

dimana mendiskusikan dan memahami implikasi focus etika untuk Praktik.

Berdasarkan hasil penelitian analisis tentang etika salah satu profesi teknologi

pendidikan sebagian konsultan adalah (1) being professional, (2) going

maintaining personal integrity, and (4) being willing to learn in consulting

practices above and beyond expectations, (3) (Charles Xiaoxue Wang).

Komite Etika AECT telah menjadi trend kerja untuk meningkatkan

kewaspadaan etika professional diantara anggota AECT (Yeaman et al.,

2008).

Kode etik professional dari AECT termasuk prinsip “ berniat member bantuan

anggota secara individu atau kolektif dalam memelihara hubungan

professional tingkat tinggi “(Wlliver, 2001….) Di AECT kode Etik dibedakan

menjadi 3 kategori yaitu: Komiter individu, seperti perlindungan hak untuk

mendapatkan materi dan hasil untuk dilindungi keselamatan dan kesehatan

pada profesioanl; komuter pada social, seperti kejujuran penuh pada

pernytaan public berdasarkan masalah pendidikan atau adil dan Praktik yang

patut dengan sumbangan pelaynana pada profesi.; dan komiter profesi,

seperti meningkatkan pengetahuan profrsioal; dan keterampilan memberikan

ketepatan kredit untuk bekerja dan publikasi ide.

o Memfasilitasi: Termasuk desain lingkungan, mengorganisasi sumber, dan

menyediakan peralatan. Peristiwa pembelajaran dapat dilakukan diatur face-

to-face atau lingkngan virtual, sebagaimana di jarak jauh. Teknologi

Pendidikan mengklaim fasilitas pembelajaran karena mengatur pembelajaran

dan dapat membantu menciptakan lingkungan belajar lebih mudah dan dapat

terjadi.

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

29

o Pembelajaran: Pembelajaran daapt dikategorikan menurut berbagai

taksonomi. Langsung salah satu dinyatakan oleh Perkins (1992). Jenis

pembelajaran sederhana dalah penyimpanan (retention) informasi. Tujuan

pembelaajran dapat termasuk pemahaman (understanding) sebagiamana

penyimpanan.

o Improving: Pada Teknologi Pendidikan meningkatan performance biasanya

paling perlu satu pengakuan pada efektifitas; bahwa proses mengarah

penaksiran kualitas produk, dan produk membawa prediksi efektifitas

pembelajaran, berubah dalam kapabilitas membawa aplikasi keluar keadaan

dunia nyata.

o Performance(Meningkatkan): Performance mengcu pada kemampuan

pelajar untuk menggunakan kapabilitas baru yang diperoleh. Definisi

Improving Performance berhubungan pada teknologi kinerja manusia.

Definisi ini juga menyebutkan menciptkan, memanfaatkan dan

mengelola. Menciptakan menunjukkan pada penelitian, teori dan Praktik

termasuk dalam generasi materi pembelajaran, lingkungan pembelaajranm

dan system belajar mengajar yang luas dalam banyak perbedaan aturan,

formal dan nonformal. Menciptakan dapat termasuk berbagai kegiatan,

tergantung pada pedekatan desain yang digunakan. Pemanfaatan

menunjukkan terori dan Praktik berhubungan dengan membawa pelajar

kepada kontak dengan kondisi dan sumber belajar. Penggunaan dimulai

dengan memilih sumber dan proses yang layak-metode dan materi, dengan

kata lain selama pemilihan dilakukan oleh pelajar atau instruktur. Pengelolaan

emrupakan salah satu tanggung jawab professional dalam kawasan teknologi

pendidikan . Proses produksi media, dan pengembangan instruksional yang

menjadi semakin rumit dalam skala besar, membutuhkan kemaampuan dan

keterampilan ahli manajement proyek.

o Appropriate (yang layak): terminology ini berarti untuk mengaplikasikan

proses dan sumber, penandaaan ke pantas tidaknya dan kecocokan dengan

tujuan yang diharapkan mereka. Terminology kelayakan teknologi digunakan

secara luas iternasional di akwasan komunitas pengembangan dibandingkan

alat atau Praktik yang sederhana and kebanyakan memulai pemecahan

masalah.

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

30

o Technologi: merupakan terminology pendek yang menjelaskna pendekatan

kegiatan manusia berdasarkan pengertian teknologi sebagai “aplikasi

sistematis atau keilmuan atau mengorganisasi keilmuan untuk tugas Praktik”

(Galbraith, 1967, p12, Janusweski and Molenda, 2008 ; 11)

o Proses: Definisi Proses sebagai seri aktivitas yang mengarah terhadap hasil

khus. Teknologi Pendidikan biasanya memakai proses khusu untuk

merancang, emngembangkan, dan memproduksi sumber belajar,

digolongkan pada proses besar pengembangan pembelajaran.

o Sumber: Banyak sumber belajar yang terpusat untuk mengidentifikasi

kawasan. Sumber adlah orang, alat, teknologui, dan desai materi untuk

membantu pelajar. Sumber dapat termasuk system ICT canggih, sumber

komunikas seperti perpustakaan, kebun binatang, museum, dam orang-orang

dengan pengetahuan khusus atau expert

C. Bidang Garapan Teknologi Pendidikan

Berdasarkan uraian terdahulu tentang obyek formal teknologi pendidikan dan

profesi teknolog pendidikan, dapat disimpulkan bahwa bidang garapan atau disebut

pula Praktik teknologi pendidikan meliputi segala sesuatu dimana ada masalah

belajar yang perlu dipecahkan. (Miarso, 2007). Mereka yang berprofesi atau

bergerak dalam bidang teknologi pendidikan atau singkatnya disebut Teknologi

Pendidikan, harus mempunyai komitmen dalam melaksanakan tugas profesionalnya

yang utama yaitu terselenggaranya proses belajar bagi setiap orang, dengan

dikembangkan dan digunakannya berbagai sumber belajar selaras dengan

karakteristik masing-masing pebelajar (learners) serta perkembangan lingkungan.

Karena lingkungan itu senantiasa berubah, maka para Teknolog Pendidikan harus

senantiasa mengikuti perkembangan atau perubahan itu, dan oleh karena itu ia

dtuntut untuk selalu mengembangkan diri sesuai dengan kondisi lingkungan dan

tuntutan zaman, termasuk selalu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.

(Miarso, 2007)

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

31

DAFTAR PUSTAKA

AECT(2004) Definition and Terminology Committee document #MM4.0

June 1, 2004 [Online] Tersedia: http://www.indiana.edu/~molpage

,/Meanings%20of%20ET_4.0.pdf [10 Desember 2012]

Amiel, T., & Reeves, T. C. (2008). Design-Based Research and Educational

Technology: Rethinking Technology and the Research Agenda. Educational

Technology & Society, 11 (4), 29–40.

Januszewski, & M. Molenda (2008), Educational Technology: A Definition with

Commentary New York & London: Lawrence Erlbaum Associates.

Luppicini, R. (2008). Educational Technology at a Crossroads: Examining the

Development of the Academic Field in Canada. Educational Technology &

Society, 11 (4), 281–296. [Online] Tersedia:

http://www.ifets.info/journals/8_3/10.pdf [10 Desember 2012]

Luppicini, R. (2005). A Systems Definition of Educational Technology in Society.

Journal Educational Technology & Society, 8 (3), 103-109. [Online]

Tersedia: http://www.ifets.info/journals/5_3/6.pdf [10 Desember 2012]

Miarso, Yusuf Hadi (2007) Kontribusi Teknologi Pendidikan Dalam Pembangunan

Pendidikan [Online] Tersedia: yusufhadi.net/wp.../kontribusi-teknologi-

pendidikan-dalam-2.doc [10 Desember 2012

Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana

Prenada Media Group

Prawiradilaga, Dewi S. 2007. Konsep Teknologi Pendidikan Dari Masa ke Masa. No.

20/XI/TEKNODIK/April/2007, 41-55.

Seels, B. B., & Richey, R. C. (1994). Instructional technology: the definition and

Domains Of The Field. Washington, DC: Association for Educational

Communications and Technology.

Simsek, N. (2005). Perceptions and Opinions of Educational Technologists Related

to Educational Technology. Educational Technology & Society, 8 (4), 178-

190. [Online] Tersedia:

http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.101.4965&rep=rep

1&type=pdf [10 Desember 2012]

BAHRUR ROSYIDI DURAISY | EDUCATIONAL TECHNOLOGY

Tekn

olo

gi P

end

idik

an –

Ed

uca

tio

nal

Tec

hn

olig

y

32

Diperiksa dan dinilai oleh Dosen Pembina Mata Kuliah

Teknologi Pendidikan

Prof. Dr. I Nyoman Sudana Degeng, M.Pd.