Download doc - Laguna Segara Anakan

Transcript

Surga Tersembunyi: Laguna Segara Anakan di Hutan Konservasi Pulau Sempu

HL | 20 April 2013 | 14:49 Dibaca: 1156 Komentar: 7 4

Surga Tersembunyi : Laguna Segara Anakan di Hutan Konservasi Pulau sempu

Indahnya pulau sempu

Sebuah tempat yang indah dan mempesona, namun masih merupakan hutan konservasi cagar alam (sedang dalam usulan menjadi hutan wisata-menurut penjaga setempat). Keprihatian terhadap pengelolaan ekosistem hutan dari kecerobohan pengunjung/wisatawan yang tidak sadar akan status konservasi akan merusak pesona dan keindahan ekosistem bahkan habitat makhluk hidup di dalamnya. Perjalanan dari jogjaSudah satu bulan saya bersama kawan-kawan merencanakan trip wisata ke kota malang. Mulai googling informasi tempat trekking menarik untuk di kunjungi akhirnya pilihan kami jatuh pada pulau sempu dan gugusan pantai selatan malang yang masih surga alami serta taman nasional bromo tengger semeru. Pulau sempu menawarkan keindahan alam dan serunya petualangan, hal ini lah yang menarik bagi kami supaya benar-benar lepas sejenak dari rutinitas masing-masing serta kepenatan kehidupan kota. Perlengkapan pribadi sudah siap dan saat nya menuju malang. Perjalanan kami tempuh dari yogyakarta menuju malang selama 8 jam dengan mobil yang kami rental di yogyakarta, agak lambat karena hujan deras mengguyur selama di kediri sampai malang. Sesampainya di malang kami istirahat di rumah salah satu saudara rekan kami, dia sangat baik karena mau direpotkan oleh kami ber 5 :p

Perjalanan menuju pulau sempuSebelum menuju pulau sempu kami mempersiapkan segala kebutuhan logistik selama kami menginap disana. Perlengkapan camp dan kebutuhan lainnya sudah kami siapkan dari jogjakarta

Untuk menuju pulau sempu perjalanan kami tempuh selama 2 jam dari malang dengan menggunakan mobil pribadi dengan tujuan pantai sendang biru. Pantai sendang biru merupakan pelabuhan kecil/ tempat pelelangan ikan.

Tiba di pelabuhan sendang biru

Resort Konservasi Pulau Sempu

Disinilah terdapat kantor penjaga pulau sempu yang mewajibkan setiap pengunjung untuk lapor dan mengurus administrasi. Hal ini wajib karena pulau sempu bukan merupakan pulau wisata namun masih kawasan konservasi sehingga tidak ada ijin secara tertulis, yang ada hanya wajib lapor. Klo ga di kasih ijin kok di perbolehkan masuk? Mungkin ini sebuah bentuk pembelaan dari penjaga hutan cagar alam, jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan karena mereka tidak pernah memberikan ijin resmi atau walaupun lapor tetap saja kami pengunjung ilegal pulau sempu, tapi kenapa ada guide yang di sediakan dari kantor penjaga hutan? Kami membaca ada konflik kepentingan yang pelik, seharusnya penjaga hutan tidak memperbolehkan pengunjung yang tidak berkepentingan terhadap konservasi untuk memasuki kawasan ini. Seolah2 benar seperti komersialisasi hutan konsersavi karena kami juga di haruskan membayar 25.000 rupiah untuk lapor. Tapi pelanggaran ini tidak hanya ada di pulau sempu, banyak taman nasional yang nota bene kawasan konservasi namun tetap boleh di kunjungi para pendaki, travellers, trackers.

Pertanyaan membingungkan mulai menghiasi pikiran Hati mulai gundah, semoga kunjungan saya tidak mengganggu ekosistem pulau sempu. Akhirnya kami sepakat tidak merusak ekosistem pulau sempu lewat sampah/mengganggu habitat kera dan burung atau makhluk hidup lainnya.

Kami tiba di sendang biru pukul 16.17, segeralah kami lapor agar di perbolehkan menyeberang ke pulau sempu sore ini. Namun dari pihak penjaga hutan melarang kami karena kondisi medan yang sangat berat akibat hujan deras beberapa hari lalu (bukan karena alasan bahwa pulau sempu adalah hutan konservasi). Tapi akhirnya kami bernegosiasi karena klo tidak menginap malam ini semua jadwal perjalanan bakal kacau. Setelah proses negosiasi kami di perbolehkan masuk ke pulau sempu dengan syarat menggunakan guide dengan harga yang cukup mahal 150.000 rupiah padahal pada siang hari dan kondisi cuaca baik biasanya cukup dengan 75.000 rupiah. Kemudian kami menyelesaikan proses administrasi dan bersiap meyeberang pulau sempu.

Bersiap untuk menyeberang ke pulau sempu

Penyeberangan dilakukan dengan menggunakan perahu nelayan dengan kapasitas 10 penumpang, dengan biaya 100.000 rupiah PP. Setelah kurang lebih 30 menit pukul 17.30 kami tiba di pulau sempu. Setelah tiba di pulau sempu, ingatlah untuk meminta nomor hp nahkoda supaya nanti mempermudah penjemputan.Awal dari perjuangan

Memasuki hutan cagar alam Pulau Sempu

Aktivitas selanjutnya adalah trekking/ berjalan kaki menuju pantai segara anakan. Dengan membawa carrier masing masing dan ditemani sang pemandu kami melintasi hutan hujan dengan kondisi jalan yang sangat parah, menanjak, menurun berbatu/karang. Di tempat tertentu lumpur bisa sampai dengkul orang dewasa. Sendal gunung merek terkenal pun gagal untuk melakukan tugasnya alias putus di tengah jalan. Syukur sang guide - Pak Gunandar membawa 3 pasang sepatu lumpur sebagai cadangan untuk mengantisipasi kondisi yang kami alami seperti ini. Namun ternyata sepatu lumpur teresebut disewakan seharga 30.000 rupiah per pasang (padahal di pantai sendang biru ada persewaan sepatu dengan harga 10.000 rupiah saja). Mau tak mau kami harus sewa-pandai juga guide mencari uang tambahan. Karena menurut informasi yang kami peroleh jika jalan/track kering bisa di tempuh hanya dalam waktu 1 jam. Namun perjalanan yang kami tempuh hampir 4.5jam. WOW, luar biasa lama capek dan ngga nyangka, ngga prepare, kayak naek gunung aja nih jadinya.

Setegah jam terakhir kami menghadapi medan terberat. Berjalan di tepi tebing pantai yang kondisinya berlumpur, sehingga kami harus selalu berpegangan akar untuk menghidari terpeleset ke laut. Pukul 22.30 kami tiba di pantai segara anakan syukurlah

Buah dari perjuangan : Kepuasan batin, pengalaman dan petualanganSesampainya disana kami sudah kehabisan energi, pakaian dan kaki sudah tidak terlihat modis karena semua penuh lumpur. Segera kami dirikan tenda dan bersihkan diri dari lumpur,kemudian membuat api unggun dan mengobrol sampai pagi bersama pak guide dan kawan-kawan sambil menikmati kerlip bintang dan gugusan milky way.

Menghabiskan malam dengan memandangi bintang dan gugusan milkyway

Menjelang pagi tiba mata kami terbuka dan semua perjuangan tebayarkan dengan pemandangan luar biasa. air laut yang jernih kehijauan dan pasir putih serta view yang luar biasa seolah-olah seperti pantai pribadi. Pantai segara anakan ini memang pantai yang masih surga alami karena tidak mudah untuk menempuhnya. tak kami sia-siakan kesempatan untuk mandi di pantai dan menimati jernihnya air laut.

Ekspresi kebahagiaan tak terkira hehehe

Pulau sempu yang merupakan hutan konservasi alam memang belum diperuntukan untuk hutan wisata. Bersamaan dengan kunjungan kami dilepaskan juga beberapa pasang elang jawa. Jika anda beruntung anda dapat menyaksikan indahnya elang jawa yang berterbangan kesana kemari berburu monyet atau makanan di sepuratan laguna segara anakan. Pantai/laguna segara anakan ini terbentuk karena adanya karang yang bolong sehingga air laut masuk melalui celah karang tersebut. Namun pada saat surut tidak semua air segara anakan habis melainkan tertampung sehingga terbentuklah laguna/danau/segara. Jika anda bawa snorkle anda dapat melakukan aktivitas snorkling

Kera Jawa - Jenis Kera ini yang paling sering di jumpai sepanjang perjalanan

Hamparan pasir putih di laguna segara anakan

Tenda-tenda para pengunjung

Pemandangan segara anakan dari atas bukit

Pemandangan samudra hindia sebelah timur dari atas bukit

Pemandangan samudra hindia sebelah barat dari atas bukit

Foto bersama :D

Setelah puas menikmati surga alami pantai segara anakan, akhirnya kami memutuskan untuk foto bersama dan bersiap untuk trekking perjalanan pulang. Perjalanan pulang kami termpuh sekitar 3.5 jam. Karena siang hari dan jalan terlihat jelas sehingga perjalanan lebih cepat. Namun hati-hati karena banyak jalan cabang yang dapat menyesatkan anda. Beberapa waktu lalu pasangan suami istri tersesat 3 hari dan harus makan daun-daun untuk bisa survive. Namun beruntung mereka selamat saat ditemukan tim SAR. Baik jika anda memiliki alat seperti gps/google map di hp anda sehingga anda tidak tersesat, karena sang pemandu hanya mengantar ke tujuan tapi tidak menunggu kita pulang.

Ternyata begini jalur yang semalam kami lalui. hadeh pantesan capek.. (sumber gambar : google images)

Akhir dari perjuanganAkhirnya kami sampai dilokasi penjemputan lagi-lagi bersih-bersih lumpur sepanjang jalan kami bercanda gelak tawa bersama teman-teman sesuatu apa yang akan kita hajar sesampainya di sendang biru?? Masing2 punya keinginan sendiri dan menjadi penyemangat perjalanan kami dan ternyata benar, sesampainya di sendang biru total kami hajar 4 mangkok mie ayam bakso, 1 mangkok bakso, 4 gelas esteh, 4 gelas pop ice, 3 gelas es jeruk, 2 gelas es buah, dan 2 gelas es kelapa. padahal kami hanya ber 5 hahaha kelihatan banget sengsaranya pas perjalanan hehehe tapi kami pun puas. Selesai semua aktivitas kami bersiap menuju trip ke dua yaitu bromo bersambung :D

Penyeberanganan pulang

Demikianlah sekilas cerita petualangan kami di pulau sempu, bagi pembaca mungkin ini hanya sekedar informasi syukur bila tulisan ini mampu membawa anda menikmati petualangan kami dan ikut melestarikan hutan. Namun bagi kami berlima ini adalah petualangan yang seru mempererat persahabatan dan menjadi cerita yang tak terlupakan. Selalu ada makna baik dalam setiap pengalaman dan pulau sempu mengajarkan kami banyak hal melalui pengalaman ini dan bersyukur serta menjaga karunia sang Pencipta

NB: pulau sempu adalah hutan konservasi, bagi anda yang belum terlanjur berada disana sebaiknya urungkan niat agar tidak mengganggu ekosistem alami cagar alam pulau sempu. Atau kalau berniat kesana jadilah relawan yang membersihkan sisa sampah pengunjung yang tak sadar menjaga hutan konservasi.Thanks to : Iluminata Hani, Tania, Regent, dan Ibnu Ali (makasih pengalaman kehabisan air bersihnya, makan pake air laut dan semua cerita seru sepanjang perjalanan. hahaha.es teh nya mana????)

Fx adhi for camera gear, kamar mandi, rumah singgah, coffe dan teh

Special thanks to :

kurniatransport.com untuk mobil sewanya joss dan makin jaya

wisata malang pulau sempu - bromo - tourdjava.com untuk guide yang menemani sepanjang trip kami

sumber : kaskus.co.id, google.com, pengalaman pribadi, foto by choice kurniawan

Segara Anakan, Sedimentasi 1 Juta Meter Kubik Per Tahun

Laju sedimentasi Segara Anakan di Cilacap, Jawa Tengah, kian mengkhawatirkan. Setiap tahun, sebanyak 1 juta meter kubik sedimen memenuhi laguna terbesar di Indonesia tersebut.

Kepala Badan Pengelola Kawasan Segara Anakan (BPKSA) Supriyanto, Selasa (7/7), mengatakan, dari jumlah sedimen per tahun itu, 750.000 meter kubik di antaranya dari Sungai Citanduy, sisanya dari Sungai Cimeneng.

"Sekarang luas laguna kurang dari 800 hektar," ujarnya. Luasan itu seperlima dibandingkan luasan tahun 1984, yang sekitar 3.800 hektar. Selain menyempitkan laguna, material sedimentasi merusak habitat biota laguna beserta ekosistem di dalamnya.

Sejak tahun 1904, sedimentasi di laguna lebih dari 5 juta meter kubik. Jika tak segera ditangani, penumpukan sedimen di laguna kian tinggi. Saat ini celah Plawangan yang menghubungkan Segara Anakan dan laut lepas mulai tertutup. Padahal, celah itu sangat penting untuk mengalirkan sedimen dan air ke laut serta menjadi pintu masuk biota laut untuk memijah di laguna.

Kerusakan daerah aliran sungai (DAS) di Citanduy dan Cimeneng menjadi penyebab sedimentasi. Sebagian besar DAS Citanduy berada di Jawa Barat.

Untuk mengatasi sedimentasi, BPKSA bekerja sama dengan instansi terkait akan melaksanakan program pemberdayaan masyarakat di Segara Anakan. Hal itu meliputi pembenahan aliran sungai, budidaya perikanan, dan pemanfaatan air hujan untuk sumber air. Langkah ini ditempuh karena sedimentasi mengakibatkan jatuhnya ekonomi masyarakat serta krisis sumber air bersih.

Tahun 2011, Segara Anakan akan dikeruk, khususnya di celah Plawangan.

Deputi III Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Emil Agustiono mengatakan, diperlukan strategi besar untuk menyelesaikan masalah Segara Anakan, termasuk normalisasi DAS Citanduy.

Sumber: cetak.kompas.com

Segara Anakan

1 2 3 4 5(10 votes)

Banyak daerah di Indonesia yang memiliki wilayah yang luas, namun tidak memiliki banyak obyek wisata. Cilacap adalah Kabupaten dengan wilayah paling luas di propinsi Jawa Tengah. Hanya saja nama penjara Nusa Kambangan sudah kepalang basah mencitrakan daerah ini sebagian daerah napi. Padahal ada kawasan Segara Anakan, sebuah hutan bakau yang luas yang menggoda siapa saja yang ingin menikmati petualangan bahari. Segara Anakan adalah kawasan laguna unik seluas 40 ribu hektar di Pantai Selatan Pulau Jawa. Tidak hanya hutan bakau dengan keberagaman flora dan fauna, Segara Anakan menjadi tempat menarik bagi para nelayan yang tinggal di kampung ini. Serta gua yang dipercaya menjadi tempat tinggal para makhluk gaib.

Pelabuhan Sleko adalah gerbang utama, untuk memasuki kawasan wisata Segara Anakan. Segara Anakan guna dibagian belakang Pulau Nusa Kambangan dan untuk mencapainya bisa menggunakan perahu nelayan kecil atau compreng, yang tarifnya 50 hingga 100 ribu rupiah per orang.

Perjalanan sekitar 3 jam dari hulu hingga ke hilir. Hutan bakau mulai terlihat ketika memasuki sungai kecil. Disini laju perahu harus diperlambat agar tidak menabrak jajaran pohon bakau yang tumbuh dengan lebatnya. Hutan bakau tertata dengan rapi di area yang begitu luas, sekitar 9000 hektar.

Nelayan kerap melintasi kawasan ini untuk membawa hasil tangkapan mereka. Meskipun warga asli Segara Anakan, para nelayan disini sulit mendapatkan air bersih dan bahan bakar. Dan drum-drum yang mereka bawa ini berisi air bersih dan BBM yang mereka beli dari Kota Cilacap.

Setelah sekian lama berputar-putar kami tiba dibibir sungai. Disini suasana begitu hidup dengan kicauan burung kuntul. Serta buah yang dapat dipercaya menjadi tempat tinggal para makhluk gaib. Kawasan Segara Anakan sebagian masih terlindungi dengan baik dari gangguan manusia. Namun hanya sebagian kecil. Kabarnya, tinggal sekitar 1200 hektar yang masih terawat dengan baik.

Perlahan-lahan hutan bakau Segara Anakan terkikis habis. Baik secara alamiah karena proses pendangkalan, namun juga ulah manusia yang mengambil kayu bakau. Butuh perjuangan keras untuk menyelamatkan kawasan ini.

Kampung Nelayan

Tidak jelas sejak kapan ada pemukiman nelayan di kawasan pesisir Segara Anakan. Jajaran perumahan sederhana yang berdiri tegak ini adalah pemukiman penduduk asli. Di kawasan ini yang namanya lebih dikenal dengan nama Kampung Laut, cukup sulit untuk menjangkaunya karena letaknya sangat terpencil.

Kami merapat di Kampung Laut, ujung Aru. Kesan terpencil begitu terasa. Kampung sangat sepi. Ada 3 desa di kampung ini. Bagi penduduk disini, Segara Anakan ibarat sepasang kekasih yang tidak bisa dipisahkan dengan Kampung Laut. Penduduk disini sangat bergantung dengan laguna, yang menjadi sumber kehidupan mereka.

Bila laguna ini tidak diselamatkan dari proses pendangkalan, maka sama saja kiamat bagi mereka. Kami bertemu dengan salah satu penduduk disini bernama Yani, yang tinggal bersama putranya, Ujang. Hidup mereka bergantung dari kepiting bakau, yang banyak hidup dikawasan ini.

Mereka biasanya mulai mengumpulkan dan melihat hasilnya pada malam hari. Mereka menjualnya hingga ke kota-kota besar seperti Semarang dan Jakarta. Harganya sekitar 40 hingga 50 ribu rupiah per kiloan dan menjadi 2 kali lipat bila kita menyantapnya di restaurant.

Hidup matinya Kampung Laut tergantung dari kepiting bakau, yang hidup disini. Mereka berharap harganya akan terus membaik di pasar. Yang barangkali mereka tidak tahu adalah sampai kapan kepiting ini beranak pinak, bila lingkungan kawasan Segara Anakan kian terancam.

Kampung Laut bukan akhir dari cerita tentang Segara Anakan. Sebagian kawasan ini masih diselimuti hal-hal yang gaib. Bagi sebagian orang yang pernah datang ke tempat ini. Di kawasan ini terdapat gua yang bernama Masigitsela, yang letaknya di kaki bukit Pulau Nusakambangan.

Sumber: Indosiar.com

Peta Lokasi :

Laguna Menyusut, Banjir Susah Surut

KONDISI Laguna Segara Anakan di masa sekarang, sampah mengapung di perairan, rumah-rumah kini dibangun di daratan dan sejumlah tanah timbul membuat luas laguna menyusut drastis.SATELITPOST/Agung Lindu Nagara.

KAMPUNGLAUT, SATELITPOST-Luas Laguna Segara Anakan pada tahun 1930 masih 6.450 hektare. Namun berdasar data dari Dinas Kelautan, Perikanan, dan Pengelola Sumber Daya Kawasan Segara Anakan Kabupaten Cilacap, tahun 2008 hanya tersisa 750 hektare.

Penyusutan luas Segara Anakan disebabkan sedimentasi berbagai material yang dibawa sejumlah sungai yang bermuara di laguna seperti Citanduy, Kayumati, Cibereum, Ujunggalang, dan Dangal.

Karena tidak kunjung dikeruk, diperkirakan pada 2012 luas laguna tinggal sekitar 600 hektare. Sedimentasi yang berlangsung terus menerus selama puluhan tahun mengakibatkan kawasan perairan berubah menjadi daratan.

Perubahan wilayah perairan menjadi darat berdampak pada sendi-sendi perekonomian dan sosial masyarakat Kampung Laut. Mereka yang semula tinggal di rumah-rumah panggung kini pindah ke daratan. Dulu, masyarakat di Kampung Laut rata-rata bekerja sebagai nelayan sekarang mereka beralih menjadi petani bahkan jumlahnya mendominasi bidang pekerjaan lain.

Akibat lain dari sedimentasi yakni banjir tahunan yang melanda sejumlah wilayah di Cilacap bagian barat seperti yang terjadi sejak Kamis (23/11) hingga awal pekan. Akhir pekan lalu, terjadi banjir bandang yang melanda tujuh kecamatan yakni Sidareja, Kedungreja, Cipari, Bantarsari, Kawunganten, Gandrungmangu dan Majenang. Data di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Cilacap menyebutkan, lebih dari 8.633 rumah terendam.

Kepala Desa Panikel, Sudarto ketika ditemui di kediamannya bercerita, sekitar tahun 1985 ia dan keluarga masih tinggal di rumah panggung. Saat itu, kedalaman air masih sekitar delapan hingga sembilan meter.

Pada tahun yang sama juga terjadi banjir bandang besar-besaran, Sudarto mengatakan, banjir berlangsung selama berhari-hari. Menurutnya, kegiatan memasak dan tidur dilakukan di atas perahu karena air menggenangi seluruh rumah.

Setelah air surut, lumpur menutup sebagian wilayah perairan Segara Anakan dan lama-lama berubah menjadi daratan, ujar Sudarto.

Sementara, seorang warga, Hari mengatakan, sewaktu kecil dia pernah diajak ayahnya yang bertugas sebagai mantri kesehatan ke Kampung Laut. Ketika itu, dirinya merasa wilayah perairan sangat luas, jarak antara koloni rumah panggung pun berjauhan.

Terpisah, Kepala Seksi Konservasi dan Rehabilitasi Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan, Setiyo Nugroho SPi mengatakan, pendangkalan menyebabkan perahu nelayan kerap kandas. Kini jalur air yang masih dalam hanya dari Plawangan Timur hingga Ujungalang.

Bahkan saat air surut, agar bisa sampai Samudera Indonesia, nelayan harus melewati jalur di tepi Nusakambangan bagian barat atau titik-titik yang kedalamannya cukup untuk dilalui perahu jenis compreng.

Langkah paling cepat untuk mengatasi sedimentasi dengan menyudet Sungai Citanduy, sebenarnya sudah direncanakan panjang sudetan tiga kilometer dan lebar 90 kilometer, ujarnya.

Namun menurutnya sampai sekarang, warga Jawa Barat menolak karena khawatir jika proyek dilaksanakan, Nusawere menjadi dangkal dan pemukiman mereka akan kebanjiran.

Setiyo mengatakan, sebenarnya Pemerintah Kabupaten Cilacap telah membebaskan lahan dekat lokasi yang akan disudet. Dia menambahkan, langkah jangka pendek untuk mengurangi sedimentasi yaitu dengan pengerukan.

Bisa dilihat di data, tahun 1991 luas Segara Anakan 2019 hektare dan setelah dikeruk, tahun 1994 bertambah menjadi 2811 hektare. Apabila pendangkalan tidak segera ditangani, bisa jadi beberapa tahun ke depan Cilacap akan kebanjiran, ujarnya. Setiyo menjelaskan penyusutan luas membuat pasokan ikan ke Samudera Indonesia juga berkurang.([email protected])

Segara Anakan dan "Benteng" Hutan Bakau

Penulis: | Jumat, 28 Oktober 2011 | 03:35 WIB

Dibaca:

Komentar: Share:

HYPERLINK "http://twitter.com/home?status=Segara%20Anakan%20dan%20%22Benteng%22%20Hutan%20Bakau+http://kom.ps/AFcQIM" \t "_blank"

HYPERLINK "http://lipsus.kompas.com/aff2012/read/2011/10/28/0335336/segara.anakan.dan.quotbentengquot.hutan.bakau"

HYPERLINK "javascript:void(0)" \o "Perbesar Huruf"

HYPERLINK "javascript:void(0)" \o "Perkecil Huruf"

Author : KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSO

Heri Wahyono (46), warga Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, menanam bibit mangrove di kawasan Laguna Segara Anakan, sebagai upaya menyelamatkan lingkungan yang sudah rusak.

Oleh Gregorius Magnus FinessoPembukaan usaha tambak dengan membabat hutan bakau atau mangrove di sekitar Laguna Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, awal 1995, memperparah degradasi lingkungan di kawasan yang berada di pesisir selatan Pulau Jawa tersebut. Sedimentasi lumpur merambah muara setebal puluhan juta meter kubik dari hulu Sungai Citanduy.

Penelitian Science for the Protection of Indonesian Coastal Marine Ecosystems (Spice) bersama Kementerian Riset dan Teknologi dan sejumlah perguruan tinggi nasional, mencatat sedimentasi akibat erosi tanah yang mengendap di laguna mencapai satu juta meter kubik per tahun.

Endapan aluvial ini disumbang Sungai Citanduy sebesar 760.000 meter kubik per tahun dan sisanya dari Sungai Cimeneng, Cibeureum, dan Cikonde.

Akibat endapan tersebut, muncul tanah timbul (mud land) yang mempersempit kawasan perairan yang terbentuk akibat keberadaan Pulau Nusakambangan tersebut. Jika pada 1984 luas Segara Anakan mencapai 2.906 hektar (ha), kini tinggal sekitar 700 hektar.

Ini diperparah penyusutan luas areal hutan mangrove (bakau) di sekitar Pulau Nusakambangan, yang merupakan ekosistem mangrove terkaya di Pulau Jawa dengan 30 spesiesnya. Sejak 1984, sekitar 7.000 hektar hutan mangrove hancur di kawasan laguna.

Data Dinas Kelautan Perikanan dan Pengelola Sumber Daya Kawasan Segara Anakan (KP2SDKSA) Cilacap menyebutkan, luas areal bakau pada 1984 mencapai 15.000 hektar, namun kini tersisa 8.000 hektar.

Koordinator tim peneliti Segara Anakan dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Edy Yuwono, mengatakan, hancurnya hutan mangrove di sekitar laguna secara langsung maupun tidak langsung telah memperparah degradasi lingkungan.

Selain menyebabkan resapan air berkurang, berbagai biota laut juga tak bisa berkembang karena kehilangan habitatnya, jelasnya.

Potensi ekonomiPada akhirnya, krisis Segara Anakan, menurut Edy, tak hanya merupakan bencana ekosistem, tetapi berujung pada bencana ekonomi. Potensi ekonomi yang lenyap akibat degradasi lingkungan, diperkirakan mencapai Rp 72 miliar per tahun.

Ekosistem mangrove juga menjadi salah satu sumber makanan, pembiakan, dan pembesaran alami dari sekitar 45 jenis ikan laut, 85 jenis burung, dan beragam satwa lain. Bahkan, beberapa spesies, seperti bangau bluwok (Mycteria cinerea), bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), dan ikan sidat laut di kawasan itu terancam punah.

Harus dicatat bahwa krisis mangrove di daerah itu telah memicu degradasi lingkungan yang menyumbang pemanasan global, ungkap Prof Edy yang juga Rektor Unsoed.

Penyelamatan mangrove sebagai upaya menekan degradasi lingkungan, telah didengungkan Pemerintah Kabupaten Cilacap sejak beberapa tahun terakhir. Bahkan dalam setiap kesempatan, Bupati Cilacap Tatto Suwarto Pamudji, menjadikan reboisasi mangrove sebagai gerakan bersama.

Meski demikian, jauh sebelumnya, warga Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, yang tinggal di sekitar Segara Anakan telah mengawali kegiatan penyelamatan mangrove. Virus tersebut pertama kali ditularkan oleh Thomas Hery Wahyono (46), yang pada 2004 membentuk kelompok Krida Wana Lestari dan berubah nama menjadi Patra Krida Wana Lestari pada tahun 2009.

Setelah dimulai secara mandiri oleh Wahyono sejak 1999, lambat laun semangat menyelamatkan tanaman mangrove menjadi kesadaran bersama warga. Meski awalnya didasari pada kepentingan ekonomi akibat kian sulitnya mencari kayu untuk pembuatan rumah, secara bertahap, warga Desa Ujung Alang yang merupakan salah satu daerah terpencil di Cilacap, mulai memahami penanaman mangrove di sekitar rumah dapat meningkatkan kelestarian ekosistem yang berkelanjutan.

Pada mulanya, kelompok yang kini beranggotakan 33 orang ini mencari benih bakau di hutan-hutan dengan perahu. Setelah terkumpul cukup banyak, benih tersebut ditanam di hutan hingga mendekati perairan laguna. Luas areal yang telah di-mangrove-kan oleh kelompok ini kini lebih dari 65 hektar. Belum ditambah tanaman mangrove yang ditanam secara mandiri oleh warga desa.

Menurut Slamet (57), anggota Kelompok Patra Krida Wana Lestari, penanaman mangrove menggunakan beberapa pola tanam, seperti sistem tanam biji dan pola tanam cancang. Bermula dari biji mangrove yang diproses dengan polybag, yakni memasukkan bibit ke tanah yang berbungkus plastik selama empat bulan. Ketika sudah mencapai usia empat bulan, bibit dipindah ke lokasi tanam di perairan.

Proses selanjutnya adalah membiarkan mangrove muda hidup dengan habitat laut, misalnya harus bersahabat dengan pasang surutnya air laut. Karena air pasang dan surut itulah yang justru dibutuhkan oleh pengembangan mangrove.

Jadi kalau nelayan menganggap air pasang surut itu sebagai bencana, bagi kami itu sebagai berkah, kata Slamet.

Mangrove lalu dibiarkan tumbuh di sepanjang perairan selama 6 atau 7 tahun, yang kemudian bijinya bisa digunakan lagi sebagai mangrove untuk generasi berikutnya. Meski demikian, mangrove tidak bisa dibiarkan begitu saja. Harus dilakukan pemeliharaan dengan membersihkan ilalang dan benalu yang dapat mengganggu pertumbuhan mangrove. Hal itu dilakukan setiap hari Jumat secara bersama oleh warga.

Kelompok Wahyono tidak pernah menjual bibit mangrove kepada warga sekitar. Warga yang hendak menanam, dibagikan bibit secara gratis.

Gerakan tersebut mendapat tanggapan baik dari berbagai pihak. Bahkan, PT Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap pada 2009 bekerja sama dengan warga Dusun Lempong Pucung memberi bantuan bibit mangrove sebanyak 10.000 batang. Apalagi, Patra Krida Wana Lestari kini menjadi kelompok binaan Pertamina dan selalu dilibatkan dalam program penanaman mangrove di wilayah Cilacap.

Sekretaris Desa Ujung Alang, Siswanto, mengungkapkan, saat ini, hampir 1.220 keluarga warga desanya telah menanam mangrove di sekitar pekarangan rumahnya. Bahkan, lewat pendekatan dalam tiap pertemuan kecamatan, semangat menanam mangrove juga dilakukan warga desa tetangga, seperti Klaces, Ujung Gagak, dan Panikel. Menghadapi perambah hutan mangrove, warga setempat tak segan beradu mulut dan mengejar mereka.

Yang kami lakukan mungkin tak seberapa besar menahan kerusakan alam di sini (Segara Anakan). Tapi setidaknya kami berbuat sesuatu, kata Siswanto.

Dia menyayangkan mandeknya program penyelamatan Segara Anakan pemerintah pusat. Bantuan dana dari USAID (United States Agency for International Development) untuk penyudetan Sungai Citanduy juga ditarik sejak 2003 akibat tarik-menarik kepentingan dengan sejumlah warga di Pantai Pangandaran, Ciamis, yang tak kunjung selesai.

Terlepas dari polemik itu, setidaknya Desa Ujung Alang kini berangsur asri dan teduh dengan rerimbunan mangrove. Tak hanya aspek lingkungan, warga mulai menuai rezeki dari tambak udang yang disebar di sekeliling kawasan mangrove di pekarangan rumah.

Pertumbuhan ikan dan udang, menurut Siswanto, lebih cepat karena mendapat makanan tambahan dari akar-akar mangrove.

Upaya penanaman mangrove warga Ujung Alang ini sudah pasti tak cukup kuat menahan laju kehancuran kawasan Laguna Segara Anakan yang terjadi puluhan tahun. Namun setidaknya, mereka menolak menyerah terhadap bencana lingkungan yang sudah bukan lagi mengancam, tetapi sudah mereka alami saat ini.


Recommended