Download doc - karya tulis ilmiah

Transcript
Page 1: karya tulis ilmiah

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Peningkatan kemajuan lalulintas baik dari segi jumlah pemakai jalan,

maupun pemakai kendaraan dan jaringan jalan serta kecepatan kendaran

yang dapat menimbulkan kecelakaan yang berakibat pada penyebab fraktur

(Mansjoer 2000). Dampak yang dapat ditimbulkan pada fraktur adalah

putusnya kontinuitas jaringan tulang, serta terjadi spasme otot yang

mengakibatkan nyeri terus-menerus dan bertambah berat (Brunner &

Suddarth 2001 : 2357).

Menurut WHO (2007) terdapat 300 ribu orang yang mengalami

fraktur. Di Indonesia kejadian terjadinya fraktur pada periode 2005 sampai

2007 terdapat 34.409 orang akibat kecelakaan yang mengalami fraktur di

Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 mencapai 600 orang (Dinas Kesehatan

Jawa Timur, 2013). Dari hasil pengambilan data di RSUD Genteng –

Banyuwangi tahun 2013 angka kejadian fraktur sebanyak 62 korban.

Fraktur disebabkan oleh trauma secara langsung, trauma tidak langsung,

dan kondisi pathologis (Kusuma, 2012 : 184). Apabila tekanan eksternal yang

datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah fraktur pada

tulang yang dapat menyebabkan seseorang memiliki kerterbatasan gerak,

1

Page 2: karya tulis ilmiah

2

ketidak seimbangan dan nyeri pergerakan jaringan lunak yang terdapat disekitar

fraktur, seperti pembuluh darah, syaraf dan otot terganggu serta organ lainnya

yang berdekatan dapat dirusak pada waktu trauma (Padila, 2012 : 298).

Penatalaksanaan medik dengan pasien pada fraktur terbuka harus

segera dilakukan karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan disertai

perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Sebelum kuman

jauh meresap maka dilakukan pembersihan luka, eksisi jaringan mati atau

debridement, hecting situasi (jahitan sementara), dan pemberian analgesic,

ATS (Anti Tetanus Serum), serta antibiotic (Wahid, 2013 : 16). Tindakan

secara non farmakologi juga dapat dilakukan dengan teknik relaksasi, yang

merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi respon internal individu

terhadap nyeri. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu asuhan

keperawatan serta reposisi untuk mengembalikan keposisi semula. Dengan

bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk gerakan fragmen tulang (Smetltzer

dan Bare, 2002).

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah asuahan keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa aman

nyaman : nyeri akut pada pasien dengan fraktur di ruang bedah RSUD

Genteng-Banyuwangi Tahun 2014?

Page 3: karya tulis ilmiah

3

C. TUJUAN

1. Tujuan umum :

Mampu menerapkan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa aman

nyaman : nyeri akut pada pasien dengan fraktur di ruang bedah RSUD

Genteng-Banyuwangi Tahun 2014.

2. Tujuan khusus :

Mampu :

a. Mengkaji asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa aman nyaman :

nyeri akut pada pasien dengan fraktur di ruang bedah RSUD Genteng-

Banyuwangi Tahun 2014.

b. Merumuskan diagnosa asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa

aman nyaman : nyeri akut pada pasien dengan fraktur di ruang bedah

RSUD Genteng-Banyuwangi Tahun 2014.

c. Merencanakan tindakan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa

aman nyaman : nyeri akut pada pasien dengan fraktur di ruang bedah

RSUD Genteng-Banyuwangi Tahun 2014.

d. Melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa

aman nyaman : nyeri akut pada pasien dengan fraktur di ruang bedah

RSUD Genteng-Banyuwangi Tahun 2014.

e. Mengevaluasi asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa aman

nyaman : nyeri akut pada pasien dengan fraktur di ruang bedah RSUD

Genteng-Banyuwangi Tahun 2014.

Page 4: karya tulis ilmiah

4

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan pada proposal ini meliputi :

Bagian awal terdiri: halaman sampul, halaman judul, halaman persetujuan,

halaman pengesahan.

1. Bab I Pendahuluan : pada bab ini membahas latar belakang, rumusan

masalah, tujuan, sistematika penulisan, pengumpulan data.

2. Bab II Tujuan kepustakaan : pada bab ini membahas anatomi dan

fisiologi, konsep medis fraktur, konsep asuhan keperawatan fraktur.

3. Bab III Tinjauan pustaka : pada bab ini membahas pengkajian, analisa

data, rumusan masalah, intervensi, implementasi, dan evaluasi

4. Bab IV Pembahasan

5. Bab V Kesimpulan dan saran

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data

guna penyusunan penulisan, misal:

1. Observasi : dengan cara mengamati langsung keadaan klien melalui

pemeriksaan fisik secara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi untuk

mendapat data objektif.

2. Wawancara : pengumpulan data dengan melakukan komunikasi lisan

yang didapat secara langsung dari klien dan keluarga untuk

mendapatkan data subjektif.

Page 5: karya tulis ilmiah

5

3. Studi dokumentasi : pengumpulan data yang didapatkan dari buku

status kesehatan klien yaitu meliputi catatat medik yang berhubungan

dengan klien.

4. Studi kepustakaan : dengan cara penggunaan buku-buku sumber untuk

mendapatkan landasan teori yang berkaitan dengan kasus yang

dihadapi, sehingga dapat membandingkan teori dengan fakta di lahan

praktek.

Page 6: karya tulis ilmiah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Fraktur

1. Definisi fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya

tulang yang utuh, yan biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau

tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma (Lukman & Ningsih,

2013 : 26).

2. Klasifikasi Fraktur

Klasifikasi fraktur menurut (Lukman & Ningsih, 2013 : 27)

a. Fraktur tertutup (fraktur simpel) adalah fraktur yang tidak menyebabkan

robeknya kulit atau kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang.

b. Fraktur terbuka merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau

membrane mukosa sampai ke patahan tulang. Konsep penting pada

fraktur terbuka yang harus diperhatikan adalah apakah terjadi

kontaminasi oleh lingkungan pada tembat terjadinya fraktur tersebut.

1) Fraktur terbuka terbagi atas 3 derajat :

a) Derajat I

(1) Luka < 1 cm

6

Page 7: karya tulis ilmiah

7

(2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka

remuk

(3) Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif

ringan

(4) Kontaminasi minimal

b) Derajat II

(1) Laserasi > 1 cm

(2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas,

flap/avulse

(3) Fraktur kominutif sedang

(4) Kontaminasi sedang

c) Derajat III

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit,

otot, dan neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi

c. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan

biasanya mengalami pergeseran. Sebaliknya fraktur tidak komplit terjadi

ketika tulang yang patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah

tulang.

d. Fraktur transfersal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus

terhadap sumbu panjang tulang.

e. Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahanya membentuk sudut

terhadap tulang.

Page 8: karya tulis ilmiah

8

f. Fraktur spiral adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang.

g. Fisura, disebabkan oleh beban lama atau trauma ringan yang terus-

menerus yang disebut fraktur kelelahan, misalnya diafisis metatarsal.

h. Fraktur impaksi adalah fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke

fragmen tulang lainya.

i. Fraktur kompresi adalah fraktur dimana anatara dua tulang mengalami

kompresi pada tulang ketiga yang berada diantaranya.

3. Etiologi frakturMenurut (Rosyidi 2013 : 35-36) penyebab dari fraktur yaitu

a. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya

kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis

patah melintang atau miring.

b. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung dapat menyebabkan patah tulang ditempat

yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah

bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vector kekerasan.

c. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat

berupa pemuntiran, penekukan, penekanan, dan kombinasi dari

ketiganya.

4. Manifestasi Klinis Fraktur

Menurut Lukman dan Ningsih (2013 : 30-31)

Page 9: karya tulis ilmiah

9

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

diimobilisasi.

b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan

cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukanya

tetap rigid seperti normalnya.

c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya

karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.

d. Saat ekstermitas dengan tangan, teraba adanya derik tulang, dinamakan

krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu yang lainya.

e. Pembekakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat

trauma dan perdarahan mengikuti fraktur.

5. Penatalaksanaan

Menurut (Padila, 2012 : 286) penatalaksanaan pada fraktur meliputi:

a. Fraktur harus segera diimobilisasi untuk memungkinkan pembentukan

fraktur dan meminimalkan kerusakan.

b. Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar terjadi

pemulihan posisi yang normal dan rentang gerak. Sebagian besar

reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup).

Apabila diperlukan pembedahan untuk fiksasi (reduksi terbuka), pin

atau sekrup dapat dipasang untuk mempertahankan sambungan dan

menstimulasi penyembuhan.

Page 10: karya tulis ilmiah

10

c. Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar

terjadi pembentukan kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka panjang

biasanya dilakukan dengan pemasangan gips atau penggunaan bidai.

Menurut (Wahid, 2013 : 16-19) ada empat konsep dasar yang harus

dipertimbangkan untuk menangani fraktur, yaitu:

a. Rekognisi/pengenalan :

Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan

selanjutnya.

b. Reduksi/manipulasi/reposisi :

(mengembalikan posisi tulang ke posisi anatomis)

1) Reduksi terbuka. Dengan pembedahan, memasang alat fiksasi interna

(mis, pen, kawat, sekrup, plat, paku dan batang)

2) Reduksi tertutup. Ekstremitas dipertahankan dengan gips, traksi,

brace, bidai, dan fiksator eksterna.

c. Retensi/Imobilisasi :

Setelah direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau

dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar hingga terjadi

penyatuan. Metode imobilisasi dilakukan denga fiksasi eksterna dan

interna. Metode eksterna meliputi gips, bidai, traksi kontinue. Metode

interna dengan implan logam.

d. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi:

1) Mempertahankan reduksi dan imobilisasi

Page 11: karya tulis ilmiah

11

2) Meninggikan daerah fraktur untuk meminimalkan pembengkakan

3) Memantau status neuromuscular

4) Mengontrol kecemasan dan nyeri

5) Latihan isometric dan setting otot

6) Kembali ke aktifitas semula secara bertahap.

Metode Patting menurut (Padila, 2012 ; 298)

Adalah salah satu bentuk dari fiksasi internal menggunakan plat yang

diletakan disepanjang tulang dan berfungsi sebagai jembatan yang difiksasi

dengan sekrup.

Keuntungan :

1) Tercapainya kestabilan dan perbaikan tulang seanatomis mungkin yang

sangat penting bila ada cedera vaskuler, saraf, dan lain-lain.

2) Aliran darah ke tulang yang patah baik sehingga mempengaruhi proses

penyembuhan tulang.

3) Klien tidak akan tirah baring lama.

4) Kekakuan dan oedema dapat dihilangkan karena bagian fraktur bisa

segera digerakkan.

Kerugian :

1) Fiksasi interna berarti suatu anestesi, pembedahan, dan jaringan parut.

2) Kemungkinan untuk infeksi jauh lebih besar.

3) Osteoporosis bisa menyebabkan terjadinya fraktur sekunder atau

berulang.

Page 12: karya tulis ilmiah

12

4) Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Lukman & Ningsih, 2013 : 37) pemeriksaan penunjang

fraktur meliputi:

a. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma,

dan jenis fraktur.

b. Scan tulang, tomogram, CT scan/MRI : memeperlihatkan tingkat

keparahan fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan

jaringan lunak.

c. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskular.

d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)

atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ

jauh pada trauma multiple. Peningkatan jumlah SDP adalah respon

stress normal setelah trauma.

e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens

ginjal.

f. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,

transfusi multiple atau cedera hati.

Page 13: karya tulis ilmiah

13

6. Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Pergeseran fragmen tulangDiskontinuitas tulang

Nyeri akutKerusakan fragmen tulangPerubahan jaringan sekitar

Gangguan mobilitas fisik

Gangguan fungsi

Deformitas

Kekurangan volume cairan

Laserasi kulit

Perdarahan

Putus vena/arteri

Kompartemen sindrom

Resiko infeksi

Porde entri kuman

Delayed unioin, Non union, Mal Union

Penekanan pembuluh darah

Edema

Protein plasma hilang

Nyeri kronis

Bergabung dg trombosit

Metabolisme asam lemak

Melepaskan katekolamin

Tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari

kapiler

Gangguan pertukaran gas

Nekrosis jaringan paru

Penurunan laju difusi paru Emboli

Oklusi arteri paru

Page 14: karya tulis ilmiah

14

(Kusuma, 2012 : 186) Gambar Patway

B. Konsep Dasar Nyeri

1. Pengertian Nyeri

Nyeri bersifat sangat subyektif karena intensitas dan responnya pada

setiap orang berbeda-beda. Berikut adalah pendapat beberapa ahli

mengenai pengertian nyeri.

a. Long (1996): nyeri merupakan perasaan tidak nyaman yang sangat

subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan

dan mengevaluasi perasaan tersebut.

b. Prihadjo (1992): secara umum, nyeri merupakan perasaan tidak nyaman,

baik ringan maupun berat.

c. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang

memengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang

tersebut pernah mengalaminya.

d. Arthur C. Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu

mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak,

dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan

rangsangan nyeri.

Page 15: karya tulis ilmiah

15

e. Wolf Weifsel Feurst (1974), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu

perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa

menimbulkan ketegangan.

f. Internasional association for study of pain (IASP): nyeri adalah sensori

subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait

dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau

menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Saputra, 2013 : 210).

2. Fisiologi Nyeri

Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.

Resepor nyeri yang dimaksut adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung

saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin

yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian,

dinding arteri, hati, dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat

memberikan respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi

tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamin, bradikinin,

prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat

kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain

dapat berupa termal, listrik, atau mekanis.

Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut

ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang

oleh dua jenis serabut yang bermyelin rapat atau serabut A (delta) dan

serabut lamban (serabut C). Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh

Page 16: karya tulis ilmiah

16

serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut

C. Srabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root)

serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn terdiri atas beberapa lapisan

atau laminae yang saling bertautan. Di antara lapisan dua atau tiga

terbentuk substantia gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls.

Kemudian, impuls nyeri menyeberangi sumsum tulang belakang pada

interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama,

yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau jalur spinotalamus dan

spinorecticular tract (SRT) yang membawa informasi tentang sirat dan

lokasi nyeri. Dari proses transimisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya

nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh

pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari

thalamus yang melalui otak tengah dan medula ke tanduk dorsal dari

sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan nonciceptor impuls

supresif. Serotonin merupakan neurotransmiter dalam impuls supresif.

Sistem supresif lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor yang

ditransmisikan oleh serabut jalur nonopiate merupakan jalur desenden yang

tidak memberikan respons terhadap naloxone yang kurang banyak

diketahui mekanismenya (Hidayat, 2009 : 214).

3. Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan

kronis.

Page 17: karya tulis ilmiah

17

Skala Keterangan Nyeri (Alimul, 2009: 217)

a. 10 - Tipe nyeri sangat berat

b. 7 s/d 9 - Tipe nyeri berat

c. 4 s/d 6 - Tipe nyeri sedang

d. 1 s/d 3 - Tipe nyeri ringan

Tabel 2.1 perbedaan nyeri akut dan kronis (Hidayat, 2009 : 216)

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis

Pengalaman Satu kejadian Satu situasi, status

eksistensi

Sumber Sebab eksternal atau

penyakit dari dalam

Tidak diketahui atau

pengobatan yang terlalu

lama

Serangan Mendadak Bisa mendadak,

berkembang dan

terselubung

Waktu Sampai 6 bulan Lebih dari 6 bulan sampai

bertahun-tahun

Pernyataan nyeri Daerah nyeri tidak

diketahui dengan pasti

Daerah nyeri sulit

dibedakan intensitasnya,

sehingga sulit

dievaluasi(perubahan

Page 18: karya tulis ilmiah

18

perasaan)

Gejala-gejala klinis Pola respons yang khas

dengan gejala yang

lebih jelas

Pola respons yang

bervariasi dengan sedikit

gejala (adaptasi)

Pola Terbatas Berlangsung terus, dapat

bervariasi

Perjalanan Biasanya berkurang

setelah beberapa saat

Penderitaan meningkat

setelah beberapa saat

Nyeri menjalar adalah nyeri yang terasa pada bagian tubuh yang lain,

umumnya terjadi akibat kerusakan pada cidera organ visceral. Nyeri

psikogenik adalah nyeri yang tidak diketahui secara fisik yang timbul

akibat psikologis. Nyeri phantom adalah nyeri yang disebabkan karena

salah satu ekstermitas diamputasi. Nyeri neurologis adalah bentuk nyeri

yang tajam karena adanya spasme di sepanjang atau di beberapa jalur saraf

(Hidayat, 2009 : 216)

4. Stimulus Nyeri

Beberapa faktor dapat menjadi stimulus nyeri atau menyebabkan nyeri

karena menekan reseptor nyeri. Contoh faktor-faktor tersebut adalah

trauma atau gangguan pada jaringan tubuh, tumor, iskemia pada jaringan,

dan spasme otot (Saputra, 2013 : 214).

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

Page 19: karya tulis ilmiah

19

a. Usia.

Perbedaan usia dalam berespon terhadap nyeri. Anak kecil memiliki

kesulitan untuk memahami dan mengekspresikan nyeri. Pada lansia

mereka lebih untuk tidak melaporkan nyeri karena : persepsi nyeri yang

harus mereka terima, menyangkal merasakan nyeri karena takut akan

konsekuensi atau tidakan media yang dilakukan dan takut akan penyakit

dari rasa nyeri itu (Andarmoyo, 2013 : 71).

b. Jenis Kelamin.

Seorang laki – laki harus lebih berani sehingga tertanamkan yang

menyebabkan mereka lebih tahan terhadap nyeri dibandingkan wanita

(Andarmoyo, 2013 : 72).

c. Kebudayaan.

Beberapa kebudayaan meyakini bahwa memperlihatkan nyeri adalah

sesuatu yang wajar namun ada kebudayaan yang mengjarkan untuk

menutup perilaku untuk tidak memperlihatkan nyeri (Andarmoyo, 2013 :

72).

d. Makna Nyeri.

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi

pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri

(Andarmoyo, 2013 : 73).

e. Perhatian.

Page 20: karya tulis ilmiah

20

Tingkat seseorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

memengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan

dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi)

dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun (Andarmoyo, 2013 :

73).

f. Ansietas.

Ansietas sering meningkatkan persepsi nyeri dan nyeri dapat

menimbulkan ansietas (Widianti, 2010 : 78).

g. Keletihan.

Keletihan yang dirasakan seseorang akan meningkat persepsi nyeri. Rasa

kelelahan akan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan

menurunkan kemampuan koping (Andarmoyo, 2013 : 74).

h. Pengalaman Nyeri.

Seseorang dengan pengalaman nyeri akan lebih terbentuk koping yang

baik disbanding orang dengan pertama terkena nyeri, maka akan

mengganggu koping (Widianti, 2010 : 78).

i. Gaya Koping.

Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian maupun

keseluruhan. Klien sering kali menentukan berbagai cara untuk

mengembangkan koping terhadap efek fisik dan psikologis nyeri. Gaya

koping berhubungan dengan pengalaman nyeri (Andarmoyo, 2013 : 74).

Page 21: karya tulis ilmiah

21

j. Dukungan keluarga dan social.

k. Kehadiran keluarga atau orang yang dicintai akan meminimalkan

persepsi nyeri (Widianti, 2010 : 78).

6. Asuhan Keperawatan Pada Masalah Nyeri

a. Pengkajian keperawatan

Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah adanya

riwayat nyeri, keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas, kualitas, dan

waktu serangan. Pengkajian dilakukan dengan cara PQRST :

1) Provoking incident : peristiwa yang menjadi faktor prepitasi nyeri.

2) Quality of paint : rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.

3) Region : rasa sakit bisa reda, menjalar atau menyebar, atau dimana

rasa sakit terjadi.

4) Severity : rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala

nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi

fungsinya.

5) Time : lama nyeri yang berlangsung. Bisa bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari (Hidayat, 2009 : 218-219).

b. Diagnosis keperawatan

Page 22: karya tulis ilmiah

22

Terdapat beberapa diagnosis yang berhubungan dengan masalah nyeri,

diantaranya :

1) Nyeri akut akibat fraktur

2) Nyeri kronis akibat arthritis

3) Ganguan mobilitas akibat nyeri pada ekstermitas

4) Kurangnya perawatan diri akibat ketidakmampuan menggerakkan

tangan yang disebabkan oleh nyeri persendian

5) Cemas akibat ancaman peningkatan nyeri (Hidayat, 2009 : 219).

7. Perencanaan keperawatan

a. Mengurangi dan membatasi faktor-faktor yang menambah nyeri

b. Menggunakan berbagai tehnik noninvasive untuk memodifikasi nyeri

yang dialami

c. Menguanakan cara-cara untuk mengurangi nyeri yang optimal, seperti

mengguanakan analgesik sesuai dengan program yang ditentukan

(Hidayat, 2009 : 219-220).

8. Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan

Menurut Andaramoyo (2013), yaitu

a. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis.

Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri.

Walaupun analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, perawat

dan dokter masih cenderung tidak melakukan upaya analgesik dalam

penangan nyeri karena informasi obat yang tidak benar, karena adanya

Page 23: karya tulis ilmiah

23

kekhawatiran klien akan mengalami ketagihanobat, cemas akan

melakukan akan melakukan kesehatan dalam menggunakan analgesic

narkotik dan pemberian obat yang kurang dari yang diresepkan

(Andaramoyo, 2013 : 95).

b. Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologis.

1) Bimbingan antisipasi.

Nyeri yang dirasakan oleh seorang individu biasanya akan

menimbulkan kecemasan, sedangkan kecemasan sendiri bisa

meningkatkan persepsi nyeri. Bimbingan antisipasi adalah memberi

pemahaman kepada klien mengenai nyeri yang dirasakan. Informasi

yang diberikan kepada klien tentang peristiwa nyeri seperi berikut :

kejadian dan durasi nyeri yang dialami, kualitas, keparahan, dan

lokasi nyeri, penyebab nyeri, metode mengatasi nyeri.

2) Terapi Es dan Panas/Kompres Panas dan Dingin

Pilihan alternatif lain dalam meredakan nyeri adalah terapi es

(dingin) dan panas. Terapi es (dingin) dan panas diduga bekerja

dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam

bidang yang sama pada cedera (Andarmoyo, 2013 : 85).

3) Distraksi.

Page 24: karya tulis ilmiah

24

Distraksi adalah menfokuskan perhatian pasie pada sesuatu selain

nyeri.Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan

menstimulasi sisten control desenden, yang mengakibatkan lebih

sedikit stimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan

distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan

membangkitkan input sensori selain nyeri. Bisa cara dengan

mengalihkan perhatian klien seperti melihat dan mendengar

(Andaramoyo, 2013 : 87).

4) Relaksasi

Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik

dari keterangan dan stress sehingga dapat meningkatkan toleransi

terhadap nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas

abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat

memajamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman

(Andaramoyo, 2013 : 89).

5) Imajinasi terbimbing.

Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam

suatu cara yang direncang secara khusus untuk mencapai efek positif

tertentu. Latihan imajinasi terbimbing kepda klien yang mengalami

nyeri dengan menggambungkan napas berirama lampat dengan suatu

bayangan mental relaksasi dan kenyamanan, “bayangkan bahwa

setiap desah napas yang anda hirup saat ini adalah energi

Page 25: karya tulis ilmiah

25

penyembuhan yang sedang mengalir pelan melalui urat nadi ke

bagian sakit yang sedang anda alami, tetapi upayakan kondisi

lingkungan klien yang mendukung. Kegaduhan, kebisingan,

menyengat, atau cahaya yang sangat terang perlu pertimbangan agar

tidak mengganggu kosentrasi klien (Andaramoyo, 2013 : 91).

6) Hipnotis.

Hipnotis adalah sebuah teknik yang menghasilan suatu keadaan yang

tidak sadarkan diri, yang dicapai melalui gagasan – gagasan yang

disampaikan oleh orang yang menghipnotis (Andaramoyo, 2013 :

91).

7) Masase

Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak,

biasanya otot, tendon atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan

atau perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan

relaksasi, dan/atau memperbaiki sirkulasi (Andarmoyo, 2013 : 94).

9. Evaluasi keperawatan pada masalah nyeri

Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai

kemampuan dalam memproses rangsangan nyeri, diantaranya hilangnya

perasaan nyeri, menurunya intensitas nyeri, adanya respons fisiologis yang

baik, dan pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan

nyeri (Hidayat, 2009 : 222)

Page 26: karya tulis ilmiah

26

C. Konsep Asuhan Keperawatan Fraktur

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

Biasanya fraktur terjadi pada pria atau wanita namun lebih banyak

menyerang pada laki-laki dibawah umur 45 tahun berhubungan dengan

olah raga, pekerjaan dan lain-lain. Pada usia diatas 45 tahun pematangan

tulang akan selesai, dan kehilangan akan berlangsung secara terus

menerus sehingga akan menyebabkan tulang rapuh dan beresiko akan

terjadi fraktur (Pierce, 2006).

b. Alasan Masuk Rumah Sakit

Biasanya klien mengatakan keluhan yang sering muncul nyeri pada

daerah trauma (Rosyidi, 2013 : 47).

c. Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada pasien fraktur adalah nyeri yang

bertambah dan terus menerus (Rosyidi, 2013 : 47).

d. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,

yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap

klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga

nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana

yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya

kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain dan kapan

Page 27: karya tulis ilmiah

27

terjadinya :

1) Provoking incident : peristiwa yang menjadi faktor prepitasi

nyeri.

2) Quality of paint : rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien.

3) .Region : rasa sakit bisa reda, menjalar atau menyebar, atau

dimana rasa sakit terjadi.

4) Severity : rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala

nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi fungsinya.

5) Time : lama nyeri yang berlangsung. Bisa bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari (Wahid, 2013 : 28-29).

e. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.

Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s

yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk

menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat

beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang (Wahid, 2013 : 29).

f.Riwayat Penyakit Keluarga

Page 28: karya tulis ilmiah

28

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan

salah satu factor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis

yang sering terjadi pada beberapa keturunan, kanker tulang yang

cenderung diturunkan secara genetic (Rosyidi, 2013 : 48).

2. Pemeriksaan Fisik

a.Keadaan Umum

Pada pemeriksaan fisik, biasanya pada pasien fraktur didapatkan

kesakitan sekunder dari ketidak nyamanan daerah trauma (Lukman &

Ningsih, 2013 : 38).

b.Tanda-tanda Vital

Pada umumnya tanda-tanda vital tidak normal karena adanya gangguan

baik fisik maupun bentuk (Lukman & Ningsih, 2013 : 38).

c.Pemeriksaan Body System

1)Sistem persyarafan

Inspeksi : Kesadaran klien fraktur biasanya compos mentis. Pada

pengkajian objektif klien tampak dengan wajah meringis, merintih,

serta meregang (Rosyidi, 2013 : 52).

2)Sistem Penglihatan

Page 29: karya tulis ilmiah

29

a) Inspeksi : Bentuk mata simetris, tidak ada perubahan warna,

konjungtiva merah muda, sklera putih.

b) Palpasi : Tidak ada kelainan pada mata, tidak terdapat benjolan

dan tidak ada nyeri tekan (Rosyidi, 2013 : 52).

3)Sistem Pendengaran

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal, tidak ada lesi atau

nyeri tekan (Rosyidi, 2013 : 52).

4)Sistem Pernafasan

a) Inspeksi : Pernafasan meningkat, regular atau tidaknya tergantung

pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

b) Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fremitus raba sama.

c) Perkusi : Suara ketuk sonor, tidak ada suara redup.

d) Auskultasi : Suara nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan

(Wahid, 2013 : 29).

5)Sistem Kardiovaskular

a) Inspeksi : Ictus cordis tampak pada ICS 4-5 midclavikula sinistra.

b) Palpasi : Nadi meningkat, ictus cordis pada ICS 4-5 midclavikula

sinistra.

c) Perkusi : Pekak.

d) Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur (Wahid,

2013 : 29).

Page 30: karya tulis ilmiah

30

6)Sistem Pencernaan

a) Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

b) Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler (nyeri tekan

pada seluruh lapang abdomen), hepar tidak teraba.

c) Perkusi : Suara timpani, ada pantulan gelombang cairan.

d) Auskultasi : Peristaltik usus normal, bising usus ±20 kali/menit

(Rosyidi, 2013 : 52).

7)Sistem Perkemihan

a) Inspeksi : Tidak terjadi distensi abdomen, tidak ada lesi maupun

deformitas.

b) Palpasi : Tidak ada oedem maupun nyeri tekan pada pasien fraktur

(Rosyidi, 2013 : 52).

8)Sistem Reproduksi

Menurut Sudoyo (2009 : 2244), menyatakan bahwa kelainan pada

sistem reproduksi tidak terjadi, kecuali adanya penyakit yang

menyertai sebelumnya. Efek samping penggunaan obat tidak

berdampak pada sistem reproduksi.

9)Sistem Musculoskeletal

a) Inspeksi : Biasanya terdapat warna kemerahan atau kebiruan

ataupun hiperpigmentasi, terjadi pembengkakan, perubahan posisi

serta prubahan bentuk dari ekstermitas (deformitas).

Page 31: karya tulis ilmiah

31

b) Palpasi : Terjadi peningkatan suhu disekitar trauma (hangat),

adanya oedem terutama disekitar persendian , adanya nyeri tekan

serta krepitasi (Lukman & Ningsih, 2013 : 36).

10) Sistem Endokrin

Menurut (Rosyidi, 2013 : 53), pasien dengan fraktur yang

mengonsumsi obat penghilang nyeri tidak mengalami pembesaran

hepar dikarenakan efek samping obat penghilang nyeri dan

dipengaruhi daya tahan tubuh yang melemah.

11) Sistem Integument

a) Inspeksi : Biasanya terdapat eritema, adanya lesi maupun

deformitas.

b) Palpasi : Biasanya terjadi peningkatan suhu pada daerah yang

terkena trauma, adanya oedem serta adanya nyeri tekan pada

daerah trauma (Lukman & Ningsih, 2013 : 36).

3.Diagnosa Keperawatan

Terdapat beberapa diagnosa fraktur menurut (Kusuma, 2012 : 187-192),

antara lain :

a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,

edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.

Definisi : Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional

yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan

1)Batasan karakteristik :

Page 32: karya tulis ilmiah

32

Laporan secara verbal atau non verbal, fakta dari observasi, posisi

dari antalgic untuk menghindari nyeri, tingkah laku berhati-hati,

perubahan autonomik dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari

lemah ke kaku), tingkah laku ekspresif contoh: gelisah, merintih,

menangis, muka topeng, gangguan tidur (mata sayu, tampak capek,

sulit atau gerakan kacau, menyeringai), terfokus pada diri sendiri,

fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses

berpikir, penurunan interaksi dengan orang lain dan lingkungan,

tingkah laku distraksi, contoh: jalan-jalan, menemui orang lain dan

atau aktivitas berulang-ulang, respon autonom (seperti diaphoresis,

perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi, dan dilatasi pupil),

perubahan nafsu makan dan minum.

2)Faktor yang berhubungan :

Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis).

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

neuromuskular.

Definisi : keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan fisik tertentu

pada bagian tubuh atau satu/lebih ekstermitas.

1)Batasan karekteristik :

Postur tubuh yang tidak stabil selama melakukan kegiatan rutin.,

keterbatasan kemampuan untuk melakukan motorik kasar,

keterbatasan kemampuan untuk melakukan motorik halus, tidak ada

Page 33: karya tulis ilmiah

33

koordinasi atau pergerakan yang tersentak-sentak, keterbatasan

ROM, perubahan gaya berjalan (misal : penurunan kecepatan

berjalan, kesulitan memulai berjalan, langkah sempit, usaha yang

kuat untuk perubahan gerak, penurunan waktu reaksi, bergerak

menyebabkan nafas menjadi pendek, usaha yang kuat untuk

perubahan gerak, pergerakan yang lambat, bergerak menyebabkan

tremor.

2)Faktor yang berhubungan :

Pengobatan, terapi pembatasan gerak, kurang pengetahuan tentang

kegunaan pergerakan fisik, kerusakan persepsi sensori, tidak nyaman,

nyeri, kerusakan muskuluskleletal dan neuromuskuler, intoleransi

aktifitas/penurunan kekuatan stamina, penurunan kekuatan otot.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan

primer (kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi

ulang.

Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme pathogen

1)Faktor-faktor resiko :

Prosedur infasif, ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari

paparan pathogen, trauma, kerusakan jaringan dan peningkatan

paparan lingkunagan, ruptur membran amnion, agen farmasi,

malnutrisi, peningkatan paparan patogen, imonusupresi, tidak

Page 34: karya tulis ilmiah

34

adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, Penekanan

respon inflamasi), tidak adekuat pertahanan sekunder (penuruna Hb,

leukopenia, penekanan respon inflamasi), tidak adekuat pertahanan

tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan, penyakit kronik.

d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake

cairan.

Definisi: Beresiko mengalami dehidrasi vaskuler, seluler atau

intraseluler.

1)Faktor resiko :

Penyimpangan yang mempengaruhi akses cairan, penyimpangan

yang mempengaruhi asupan cairan, penyimpangan yang

mempengaruhi absorbs cairan, kehilangan berlebihan melalui rute

normal (misal: diare), kurang pengetahuan, medikasi (misal: diuetic).

e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah,

emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru,

kongesti).

Definisi: Kelebihan atau kekurangan dalm oksigenasi dan atau

pengeluaran karbondioksida dalam membran kapiler alveoli

1)Batasan karakteristik:

Gangguan pengelihatan, b) Penurunan CO2, takikardi, hiperkapnia,

keletihan, somnolen, iritabilitas, hypoxia, kebingungan, dyspnoe,

Page 35: karya tulis ilmiah

35

sianosis, warna kulit abnormal (pucat kehitaman), hipoksemia,

frekwensi dan kedalaman nafas abnormal.

2)Faktor yang berhubungan

Ketidak seimbangan perfusi ventilasi, perubahan membran kapiler –

alveolar.

4.Intervensi Keperawatan

Menurut (Kusuma, 2012 : 187-192) Diagnosa keperawatan fraktur

intervensi yang dilakukan :

a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,

edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.

Definisi : Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional

yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan

1)Batasan karakteristik :

Laporan secara verbal atau non verbal, fakta dari observasi, posisi

dari antalgic untuk menghindari nyeri, tingkah laku berhati-hati,

perubahan autonomik dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari

lemah ke kaku), tingkah laku ekspresif contoh: gelisah, merintih,

menangis, Muka topeng, gangguan tidur (mata sayu, tampak capek,

sulit atau gerakan kacau, menyeringai), terfokus pada diri sendiri.,

fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses

berpikir, penurunan interaksi dengan orang lain dan lingkungan),

tingkah laku distraksi, contoh: jalan-jalan, menemui orang lain dan

Page 36: karya tulis ilmiah

36

atau aktivitas berulang-ulang, respon autonom (seperti diaphoresis,

perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi, dan dilatasi pupil),

perubahan nafsu makan dan minum.

2)Faktor yang berhubungan :

Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)

3)Tujuan Dan Kriteria Hasil :

Pain level, pain control, comfort level

4)Kriteria hasil, NOC (Nursing Outcomes Classifacation)

a) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu

mengguanakan tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri).

b) Melaporkan bahaya nyeri berkurang dengan mengguanakan

menejement nyeri.

c) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda

nyeri).

d) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

5)Intervensi NIC (Nursing Interventions Classifacation) :

a) Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring,

gips, bebat dan atau traksi

Rasional : Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.

b) Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.

Page 37: karya tulis ilmiah

37

Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi

edema/nyeri.

c) Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.

Rasional : Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan

sirkulasi vaskuler.

d) Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase,

perubahan posisi).

Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area

tekanan lokal dan kelelahan otot.

e) Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas

dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)

Rasional : Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan

kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.

f) Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama)

sesuai keperluan.

Rasional : Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.

g) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.

Rasional : Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan

rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

neuromuskular.

Page 38: karya tulis ilmiah

38

Definisi : Keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan fisik tertentu

pada bagian tubuh atau satu/lebih ekstermitas.

1)Batasan karekteristik :

Postur tubuh yang tidak stabil selama melakukan kegiatan rutin,

keterbatasan kemampuan untuk melakukan motorik kasar,

keterbatasan kemampuan untuk melakukan motorik halus, tidak ada

koordinasi atau pergerakan yang tersentak-sentak, keterbatasan

ROM, perubahan gaya berjalan (misal : penurunan kecepatan

berjalan, kesulitan memulai berjalan, langkah sempit, usaha yang

kuat untuk perubahan gerak.

2)Faktor yang berhubungan :

Pengobatan, terapi pembatasan gerak, kurang pengetahuan tentang

kegunaan pergerakan fisik, kerusakan persepsi sensori, tidak nyaman,

nyeri, kerusakan muskuluskleletal dan neuromuskuler, intoleransi

aktifitas/penurunan kekuatan stamina, penurunan kekuatan otot.

3)Tujuan Dan Kriteria Hasil :

Joint movement : active, mobility level, self care : ADLs, transfer

performance

4)Kriteria Hasil NOC (Nursing Outcomes Classifacation):

a) Klien meningkat dalam aktifitas fisik.

b) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas.

Page 39: karya tulis ilmiah

39

c) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan

kemampuan berpindah.

d) Memperagakan pengguanaan alat bantu mobilisasi (walker).

5)Intervensi NIC (Nursing Interventions Classifacation) :

a)Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran,

kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.

Rasional : Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol

diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.

b)Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit

maupun yang sehat sesuai keadaan klien.

Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal,

mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi,

mencegah kontraktur atau atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium

karena imobilisasi.

c)Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter atau tangan

sesuai indikasi.

Rasional : Mempertahankan posis fungsional ekstremitas.

d)Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai

keadaan klien.

Rasional : Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri

sesuai kondisi keterbatasan klien.

e)Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.

Page 40: karya tulis ilmiah

40

Rasional : Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan

(dekubitus, atelektasis, penumonia)

f)Dorong atau pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.

Rasional : Mempertahankan hidrasi adekuat, mencegah

komplikasi urinarius dan konstipasi.

g)Berikan diet TKTP.

Rasional : Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses

penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.

h)Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.

Rasional : Kerjasama dengan fisioterapi perlu untuk menyusun

program aktivitas fisik secara individual.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan

primer (kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi

ulang.

Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme pathogen

1)Faktor-faktor resiko :

Prosedur infasif, ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari

paparan pathogen, trauma, kerusakan jaringan dan peningkatan

paparan lingkunagan, tidak adekuat pertahanan sekunder (penuruna

Page 41: karya tulis ilmiah

41

Hb, leukopenia, penekanan respon inflamasi), tidak adekuat

pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan).

2)Tujuan Dan Kriteria hasil :

Immune status, knowledge : infection control, risk control

3)Krteria hasil NOC (Nursing Outcomes Classifacation):

a) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

b) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang

mempengaruhi penularan serta penatalaksanaan

c) Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

d) Jumlah leukosit dalam batas normal

e) Menunjukan prilaku hidup sehat

4)Intervensi NIC (Nursing Interventions Classifacation) :

a)Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protocol

Rasional : Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat

penyembuhan luka.

b)Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen.

Rasional : Meminimalkan kontaminasi

c)Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai

indikasi.

Rasional : Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat

digunakan secara profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi.

Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus.

Page 42: karya tulis ilmiah

42

d)Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap,

LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)

Rasional : Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi,

anemia dan peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis.

Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.

e)Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada

luka.

Rasional : Mengevaluasi perkembangan masalah klien.

d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake

cairan.

Definisi : Beresiko mengalami dehidrasi vaskuler, seluler atau

intraseluler.

1)Faktor resiko :

Penyimpangan yang mempengaruhi akses cairan, penyimpangan

yang mempengaruhi asupan cairan, penyimpangan yang

mempengaruhi absorbs cairan, kehilangan berlebihan melalui rute

normal, kurang pengetahuan, medikasi (misal: diuretic).

2)Tujuan Dan Kriteria hasil :

Fluid balance, hydration, nutritional status : food and fluid intake

3)Kriteria hasil NOC (Nursing Outcomes Classifacation):

a)Intake dan output seimbang.

b) Tanda tanda vital dalam batas normal.

Page 43: karya tulis ilmiah

43

c)Membran mukosa lembab.

d)CRT < 2 detik.

e) Produksi urine normal.

4)Intevensi NIC (Nursing Interventions Classifacation) :

a) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.

Rasional: Hipotensi, takikardi, demam menunjukan respon

terhadap kehilangan cairan.

b) Monitoring tanda-tanda kekurangan cairan (turgor kulit tidak

elastis, membran mukosa kering, bibir pecah-pecah, CRT > 2

detik.

Rasional: Tanda-tanda tersebut menunjukan kehilangan cairan.

c) Observasi dan catat intake dan output cairan setiap 8 jam.

Rasional: Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit.

d) Berikan cairan peroral 2 - 2,5 liter perhari.

Rasional: Untuk pemenuhan kebutuhan cairan tubuh.

e) Berikan cairan parenteral sesuai program medik.

Rasional:Untuk memperbaiki kekurangan volume cairan.

f) Lakukan pemeriksaan laboratorium hematokrit

Rasional: Indikator status cairan klien, evaluasi adanya

hemokonsentrasi.

Page 44: karya tulis ilmiah

44

e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah,

emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru,

kongesti).

Definisi: kelebihan atau kekurangan dalm oksigenasi dan atau

pengeluaran karbondioksida dalam membran kapiler alveoli

1)Batasan karakteristik:

Gangguan pengelihatan, Penurunan CO2, Takikardi, Hiperkapnia,

keletihan, somnolen, iritabilitas, hypoxia, kebingungan, dyspnoe,

sianosis, warna kulit abnormal (pucat kehitaman), hipoksemia.

2)Faktor yang berhubungan

Ketidak seimbangan perfusi ventilasi, perubahan membran kapiler –

alveolar

3)Tujuan Dan Kriteria hasil :

Respiratory status : gas exchange, respiratory status : ventilation,

vital sign status

4)Kriteria hasil NOC (Nursing Outcomes Classifacation):

a) Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang

adekuat

b) Tanda-tanda vital dalam rentang normal

5)Intervensi NIC (Nursing Interventions Classifacation):

a) Kaji frekwensi jalan napas

Page 45: karya tulis ilmiah

45

Rasional: bronko spasme di deteksi ketika terdengar mengi saat di

auskultasi dengan stetoskop.

b) Lakukan fisio terapi dada

Rasional: setelah inhalasi bronkodilator nabulizer, klien di

sarankan untuk meminum air putih untuk lebih mengencerkan

sekresi.

c) Kolaborasi untuk analisis gas darah arteri

Rasional: sebagai bahan evaluasi setelah melakukan intervensi

d) Kolaborasi pemberian oksigen via nasal

Rasional: oksigen diberikan ketika terjadi hipoksemia. Perawat

harus memantau kemajuan terapi oksigen dan memastikan bahwa

klien patuh dalam pemberian alat oksigen.

5. Implementasi

Mengurangi atau menghilangkan faktor yang dapat meningkatkan nyeri

misalnya:

a. Ketidakpercayaan

b. Kesalahpahaman dan ketakutan

c. Kelelahan atau keletihan

d. Kebosanan atau kehidupan yang monoton

1) Menggunakan berbagai metode pereda nyeri yang noninvasif untuk

memodifikasi nyeri yang dialami yaitu:

Page 46: karya tulis ilmiah

46

a) Metode pengalihan perhatian

b) Metode relaksasi

c) Menstimulasi kulit

2) Memberikan pereda nyeri berupa anlgesik sesuai program yang

ditentukan. Obat analgesik berfungsi untuk mengganggu atau

menghalangi tranmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi

terhadap nyeri. Obat analgesik dapat dibagi menjadi dua jenis,yaitu:

a) Analgesik golongan narkotika

b) Analgesik bukan narkotika

3) Memberikan stimulator listrik untuk menghambat atau mengubah

stimulus nyari dengan stimulus yang kurang dirasakan. Contoh

stimulator listrik yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

a) Transcutaneus electrikal stimulator (TENS).

b) Percutaneusimplantedspinal cord epidural stimulator.

c) Stimulator columna vertebrae (Saputra, 2013 : 220-223).

6. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan pada masalah nyeri dapat dinilai dari kemampuan

pasien dalam merespon serangan nyeri,hilangnya rasa nyeri, menurunnya

intensitas nyeri, terdapat respon fisiologis yang baik, dan kemampuan

untuk menjalankan kegiatan sehari-hari tanpa keluhan nyeri (Saputra,

2013: 223).

Page 47: karya tulis ilmiah

47

DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S (2013). Konsep & Proses Keperawatan Nyeri, Jogjakarta : Ar-ruzz

Media

Bararah & Jauhar (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi

Perawat Profesional, Jakarta : Prestasi Pustaka Raya,

Hidayat, A.A, (2006). Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta : Salemba Medika

Kusuma, H & Nurarif, A.H., (2012). Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA.

Yogyakarta : Mediahardy

Page 48: karya tulis ilmiah

48

Lukman & Nurna Ningsih (2013), Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan

Gangguan Sistem Muskuloskeletal, Jakarta : Salemba Medika

Padila, (2012). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah, Yogyakarta : Nuha

Medika

Pearce, E.C., (2009). Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis, Jakarta : PT

Gramedia

Rosyidi, Kholid. 2013. Muskoluskeletal. Jakarta : TIM

Syaifuddin, (2013). Anatomi Fisiologi, Edisi 4, Jakarta. EGC

Saputra, L (2013). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta : Binarupa

Aksara

Wahid, A (2013). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem

Muskuloskeletal, Jakarta : Trans Info Media