Transcript
Page 1: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM

TINDAK PIDANA KORUPSI

(Studi Putusan No:14/Pid.Sus-Tpk/2017/PN.Tjk)

(Skripsi)

Oleh:

DWI MURTININGSIH

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2020

Page 2: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

ABSTRAK

KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM

TINDAK PIDANA KORUPSI

(STUDI PUTUSAN NOMOR: 14/PID.SUS-TPK/2017/PN.TJK)

Oleh :

DWI MURTININGSIH

Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang cukup merugikan keuangan

negara dan sulit diungkapkan, sehingga penanggulangan dan pemberantasanya

harus diprioritaskan. Contoh dalam kasus korupsi pemberian gratifikasi putusan

Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 14/PID.SUS-TPK/2017/PN.TJK

dengan terdakwa Bambang Kurniawan selaku Bupati Kabupaten Tanggamus yang

dijatuhkan vonis selama 2 (dua) tahun penjara dengan denda Rp 250.000.000,-

(dua ratus lima puluh juta rupiah). Permasalahan dalam penelitian ini adalah

Apakah Perbedaan antara Tindak Pidana Pemerasan dan Gratifikasi dalam Tindak

Pidana Korupsi dan Mengapa dalam perkara Putusan Nomor 14/Pid.Sus-

Tpk/2017/PN.Tjk Penerima Gratifikasi tidak dikenai sanksi dalam Tindak Pidana

Korupsi.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis

normatif dan yuridis empiris. Metode pengumpulan data diperoleh melalui studi

kepustakaan dan wawancara. Metode penyajian data dilakukan melalui proses

editing, sistematisasi, dan klasifikasi. Metode analisis data yang dipergunakan

adalah metode analisis kualitatif, dan menarik kesimpulan secara deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis, maka dapat disimpulkan

perbedaan mendasar mengenai tindak pidana pemerasan dan gratifikasi dalam

tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak dari

Pejabat (penerima) dalam kasus ini para anggota DPRD Kabupaten Tanggamus,

yang bersifat memaksa, dan adanya penyalahgunaan kekuasaaan. Sedangkan

gratifikasi berhubungan dengan jabatan, bersifat insentif (adanya tanam budi) dan

tidak membutuhkan kesepakatan (transaksional).

Page 3: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

Dwi Murtiningsih Putusan nomor 14/PID.SUS-TPK/2017/PN.TJK menunjukan bahwa putusan yang

di jatuhkan oleh hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dalam kasus tindak

pidana korupsi tersebut telah sesuai dan hakim mempunyai pertimbangan-

pertimbangan tersendiri, baik itu pertimbangan dalam hal memberatkan maupun

pertimbangan yang meringankan bagi terdakwa. Selain itu hakim meyinggung

mengenai penerima gratifikasi tersebut untuk dimintakan pertanggung jawaban

pidananya, Namun dalam kasus ini penerima gratifikasi tersebut tidak di kenai

sanksi dan pertanggung jawaban pidana karena penerima gratifikasi tersebut

sebagai whistle blower pihak yang mengetahui dan melaporkan suatu tindak

pidana.

Saran dalam penelitian ini, kepada penegak hukum terutama penuntut umum

hendaknya mengajukan penerima gratifikasi ke sidang pengadilan, hal ini

dikarenakan telah memenuhi unsur Pasal 12 huruf b Undang-Undang Tindak

Pidana Korupsi dan hakim hendaknya bersifat progresif dalam hal penyelesaian

perkara gratifikasi dengan menggali nilai-nilai keadilan di masyarakat demi

memberikan kepastian dan keadilan untuk seluruh pihak berperkara. sehingga

keadilan dan kebenaran di Kabupaten Tanggamus dapat tercapai.

Kata kunci: Pemerasan, Gratifikasi, Tindak Pidana Korupsi

Page 4: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM

TINDAK PIDANA KORUPSI

(Studi Putusan Nomor : 14/Pid.Sus-Tpk/2017/PN.Tjk)

Oleh

Dwi Murtiningsih

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2020

Page 5: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak
Page 6: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak
Page 7: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak
Page 8: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Dwi Murtiningsih, dilahirkan di Natar,

Lampung Selatan pada tanggal 31 Maret 1998, anak kedua

dari dua bersaudara, pasangan bapak Kasijan, S.Pd dan

Ibu Aini Indra, serta satu orang kakak bernama Sekar

Pramudhita, S.H. Penulis menyelesaikan pendidikan

Taman Kanak-kanak (TK) di TK Al-AZHAR 8 Natar

pada tahun 2004. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 5 Merak Batin

Natar pada tahun 2010, kemudian melanjutkan studi di Sekolah Menengah

Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Natar yang diselesaikan pada tahun 2013 dan

Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Yayasan Abdi Karya (Yadika) yang

diselesaikan pada tahun 2016.

Penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswi di Fakultas Hukum Universitas

Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SNMPTN) pada tahun 2016 dan mengambil minat Hukum Pidana. Tahun 2019

penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tanggal 3 Januari

2019 yang dilaksanakan di Desa Tugu Papak Kecamatan Semaka, Kabupaten

Tanggamus.

Page 9: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

MOTO

“Apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia,

hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.”

(Qs. An-Nisa’:58)

“Bekerjalah untuk duniamu seakan kamu akan hidup selamanya, dan

beribadalah untuk akhiratmu seakan kamu akan mati besok.”

( Al Hadist)

“Rezeki tidak akan bersahabat dengan kemalasan”

(penulis)

“Kejujuran, Disiplin dan Kerja keras adalah tiga kunci sukses, diibaratkan

sebagai mata uang yang dapat dibelanjakan dinegara manapun, jadikanlah tiga

kunci sukses ini sebagai pegangan untuk meraih kesuksesan hidup.”

(Penulis)

Page 10: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT, atas

rahmat dan hidayahnya, maka dengan ketulusan dan

kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jeripayah,

aku persembahkan

sebuah karya nan kecil ini kepada :

Bapak dan Ibu yang kusayangi dan juga ku cintai

Terma kasih telah memberikan dukungan,

Cinta kasih sayang serta mengiringi

Dengan Do’a demi keberhasilanku.

Kakakku tersayang, sepupu-sepupuku

Dan seluruh keluarga besarku yang selalu

Mendo’akanku serta memberi bantuan dalam segala hal

untuk menggapai cita-cita.

Sahabat-sahabatku, terimakasih atas kebersamaan

Dan kesetiaannya selama ini.

Almamaterku Universitas Lampung

Yang telah mendewasakan dan membuka pikiranku tentang

dunia ini.

Page 11: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

SANWACANA

Alhamdulillahhirobbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, atas berkat rahmat, karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi yang berjudul “Kajian Terhadap Pemerasan Dan Gratifikasi

Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor No:14/Pid.Sus-

Tpk/2017/PN.Tjk)”.

Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat

dorongan, bantuan, arahan serta masukan dari berbagai pihak baik secara

langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan

terma kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

2. Bapak Eko Rahardjo, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Bapak Prof. Dr. Sunarto DM, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang

dengan penuh kesabaran meluangkan waktunya membimbing dan

mengarahkan penulisan skripsi ini.

4. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang dengan

penuh kesabaran meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan

penulisan skripsi ini.

Page 12: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

5. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah

memberikan masukan, arahan, dan bantuan dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Aisyah Muda Cemerlang, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah

memberikan masukan, arahan, dan bantuan dalam penulisan skripsi ini.

7. Ibu Rohaini, S.H.,M.H.,Ph.D, selaku Dosen Pembimbing akademik selama

penulis menjadi mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar, staf administrasi maupun karyawan/i

di bagian Fakultas Hukum Universitas Lampung, terimakasih atas bantuannya.

9. Kepada Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Ibu Gustina Aryani, S.H.,M.H.,

yang memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian.

10. Kepada Kejaksaan Negeri Bandat Lampung, Bapak Arie S.H. yang

memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian.

11. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang

tua ku Bapak Kasijan, S.Pd., Ibu Aini Indra dan Kakakku Sekar Pramudhita,

S.H., Hananto Aribowo dan Keponakanku Kirana Adhita Aeyza yang

senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, perhatian, dan selalu

mendo’akan serta mengharapkan keberhasilanku.

12. Keluarga Besar tercinta: Agus Indra, Susanti Mandasari, S.Pd, Fitri

Rosalia,S.P, Erin Nurdiani,A.md, teteh nina, teteh wiwi, teh eka, teh ayu

a’heri, a’ nden, a’ putra, a’ budi, a’ anang, teteh sarah, eci, septi, yang

selalumemberikan nasehat, semangat, dan bantuan materil, moril serta do’a

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Page 13: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

13. Untuk Achmad Junaidi yang dalam penyusunan skripsi ini, selalu memberi

semangat dan motivasi, selalu mengingatkan akan rasa sabar dan kekuatan

do’a itu kunci dari kesuksesan.

14. Sahabat-sahabat terbaik Pantai: Inasa El syavira, Rosmita Aprilia, Sheila

Adelia, terimakasih atas semua keringanan, kebersamaaan selama kuliah, serta

selalu bersedia untuk di repotkan, bantuan kalian sangat besar dan tak

terlupakan.

15. Sahabat-sahabat terbaikku: Shania Yuliana, Fitria Ramadhani, Amelza Revi

Deria, Agis Mutiara, sahabat yang selalu inspiratif dan tetap gokil terima kasih

atas kebersamaan ini.

16. Teman-teman seperjuangan angkatan 2016, bang eday, yuliansyah, bang

anggoro, aldi wiratama,masnia hakim, uli khairani, oci, intan, ayu, eca, oca,

alin, nadya, marlinda, farida, terima kasih telah setia meluangkan waktu untuk

membantu memberikan support kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. sukses untuk kita semua.

17. Rekan-rekan KKN Desa Tugu Papak, Kecamatan Semaka, Kabupaten

Tanggamus, terima kasih atas pengalaman tak terlupakan selama 40 hari

bersama kalian akan selalu ada, Good Luck untuk kita semua, I am gonna miss

you guys.

18. Almamater tercinta, Universitas Lampung yang telah menghantarkanku

menuju keberhasilan.

19. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan

dukungannya.

Page 14: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik atas segala bantuan yang

telah diberikan. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

banyak terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga

hasil skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bandar Lampung, 2019

Penulis

Dwi Murtiningsih

Page 15: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ................................................ 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan ................................................... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ................................................ 7

E. Sistem Penulisan ........................................................................... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tindak Pidana .................................................... 17

B. Pengertian dan Dasar Hukum Tindak Pidana Pemerasan ............. 22

C. Pengertian dan Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi ................. 27

D. Tinjauan Umum Gratifikasi .......................................................... 33

III. METODE PENELITIAN

A. Pendakatan Masalah ...................................................................... 39

B. Sumber dan Jenis Data .................................................................. 40

C. Penentuan Nara Sumber ................................................................ 41

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolaan Data ................................. 42

E. Analisis Data ................................................................................. 43

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perbedaan Pemerasan dan Gratifikasi dalam Tindak Pidana

Korupsi ............................................................................................. 44

B. Penerima Gratifikasi Tidak Dikenai Sanksi Dalam Tindak Pidana

Korupsi Dalam Putusan No. 14/Pis.Sus-TPK/2017/PN.TJK ........... 59

Page 16: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

V. PENUTUP

A. Simpulan ........................................................................................... 75

B. Saran ................................................................................................. 76

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 17: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

dikenal dengan istilah stratbaar feit. Tindak pidana itu sendiri adalah perbuatan

yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi)

yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis

normatif). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau

kriminologi. Kejahatan atau perbuatanjahat dalam arti yuridis normatif adalah

perbuatan seperti yang terwujud in-abstracto dalam peraturan pidana,sedangkan

kejahatan dalam arti kriminologi adalah perbuatan manusia yang menyalahi

norma yang hidup di masyarakat secara konkrit.1

Tindak pidana sendiri semakin hari semakin marak terjadi dan berkembang

semakin cepat dikehidupan masyarakat. hal tersebut tidak lepas dari berbagai

aspek seperti aspek sosial, lingkungan dan aspek lainnya khususnya pada aspek

ekonomi. Salah satu objek tindak pidana yang ada yaitu tindak pidana korupsi.

1 Tri Andrisman, Hukum Pidana, Bandar Lampung :Universitas Lampung, 2011, hlm. 69.

Page 18: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

2

Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang cukup merugikan keuangan

negara dan sulit diungkapkan, karena para pelakunya menggunakan peralatan

yang canggih serta biasanya dilakukan oleh lebih dari satu orang dalam keadaan

yang terselubung dan terorganisasi.oleh karena itu, kejahatan ini sering disebut

white collar crime atau kejahatan kerah putih, sehingga penanggulangan dan

pemberantasanya harus benar-benar diprioritaskan. Hal inilah yang membuat

korupsi diatur dan termasuk suatu tindak pidana. Tindak pidana korupsi

pelakunya adalah orang-orang yang dipersepsikan oleh masyarakat sebagai orang-

orang terkenal atau cukup terpandang namun merekalah yang membuat

kemiskinan di dalam masyarakat.2 Seperti yang memiliki kewenangan dalam

suatu lembaga atau instansi dan organisasi pemerintahan.

Korupsi tersebut dapat berupa pemberian gratifikasi, pemerasan, penerimaan uang

suap. Uang suap itu tidak hanya dapat memperlancar prosedur administrasi, tetapi

juga berakibat adanya kesengajaan untuk memperlambat proses administrasi agar

dengan demikian dapat menerima uang suap. Gratifikasi diartikan sebagai

pemberian dalam arti luas namun dapat dianggap sebagai suap apabila

berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban dan

tugasnya dalam hal ini pemerintah membentuk Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 sebagaimana telah dirubah menjadi Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2Teguh sulista dan Aria Zurnetti, Hukum Pidana:Horizon Baru Pasca Reformasi, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 63.

Page 19: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

3

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi mendefinisikan gratifikasi sebagai pemberian dalam arti luas, yakni

meliputi pemberian uang, barang, rabat atau diskon, komisi, pinjaman tanpa

bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan

Cuma-Cuma, dan fasilitas lainnya. Pasal 12 B Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan:“Setiap gratifikasi kepada

pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila

berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau

tugasnya.”

Pemberian hadiah sebagai perbuatan atau tindakkan seseorang yang memberikan

sesuatu (uang atau benda) kepada orang lain tentu saja hal tersebut diperbolehkan.

Namun jika pemberian tersebut dengan harapan untuk dapat mempengaruhi

keputusan atau kebijakan dari pejabat yang diberi hadiah, maka pemberian itu

tidak hanya sekedar ucapan tanda terima kasih, akan tetapi sebagai suatu usaha

untuk memperoleh keuntungan dari pejabat atau pemeriksa yang akan

mempengaruhi integritas, independensi dan objektivitasnya, adalah sebagai suatu

tindakan yang tidak dibenarkan dan hal ini termasuk dalam pengertian gratifikasi.

Salah satu bentuk kasus tindak pidana gratifikasi seperti yang terjadi pada Bupati

Nonaktif Tanggamus Bambang kurniawan, bahwa terdakwa memberikan

sejumlah uang kepada anggota DPRD Tanggamus untuk meloloskan APBD

Kabupaten Tanggamus yang total keseluruhan nya mencapai Rp943.000.000

(sembilan ratus empat puluh tiga juta rupiah). Mereka adalah Agus Munanda,

Page 20: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

4

Herlan Adianto, Baharen, Tahzani As, Ahmad Parid, Diki Fauzi, Nursyahbana,

Kurnain, Sumiyati, Tri Wahyuningsih, Heri Ermawan, Hailina, Irwandi Suralaga,

Tedi Kurniawan, Pahlawan Usman, dan Budi Sehantri. Menurut Bambang,

enambelas orang tersebut yang meminta uang kepada dirinya, masing-masing

sebanyak Rp. 30.000.000;.

Bambang Kurniawan di vonis dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan

pidana denda sebesar Rp.250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) putusan

ini diadili oleh majelis hakim ketua H. Minanoer Rachman S.H,M.H. Bambang

Kurniawan Melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.3 Nomor

Putusan 14/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Tjk. Bahwa perbuatan anggota DPRD

merupakan penjebakan karena sebelumnya anggota DPRD meminta uang dengan

cara mengancam atau memeras terdakwa agar terdakwa melakukan tindakan suap

atau gratifikasi. Penjebakan yang dilakukan anggota DPRD ini terdapat unsur

masalah politik yang di bawa ke ranah hukum untuk mencapai tujuan tertentu

yang telah direncanakan dalam persaingan politik yang tidak sehat.

Contoh kasus lain pemerasan yang terjadi antara Pegawai Pajak yaitu Pargono

Riyadi dengan Mantan Pembalap Nasional yaitu Asep Hendro, dalam proses

penyelidikan, KPK menemukan indikasi kuat jika pargono memeras pengusaha

otomotif Asep dengan mengatakan kalau pembayaran pajak pribadi yang

3Lampung news media online, http://lampungnews.com/2017/03/ini-kronologis-lengkap-dugaan-

gratifikasi-bupati-tanggamus/,diakses pada hari selasa 14 Mei 2019, pukul 20.15 WIB.

Page 21: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

5

dilakukan oleh Asep bermasalah. Asep menjadi korban pemerasan oleh pargono,

penyidik pegawai negeri sipil di Direktorat Jendral Pajak ini melakukan

penyalahgunaan wewenang dengan memeras wajib pajak yakni Asep. Dalam hal

ini pargono dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 UU No. 31 Tahun 1999

jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal

421 KUHP. Pasal tersebut mengatur mengenai pemerasan yang dilakukan

penyelenggara negara.4

Pemerasaan sendiri di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 368 ayat

(1) di sebutkan bahwa “barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri

atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau

sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang

maupun menghapus kan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana

penjara paling lama sembilan tahun.”

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan

meneliti dalam bentuk skripsi yang berjudul “Kajian Terhadap Pemerasan dan

Gratifikasi dalam Tindak Pidana Korupsi(Studi Putusan Perkara No:14/Pid.Sus-

Tpk/2017/PN.Tjk).”

4Detik.com media online, https://m.detik.com/news/berita/d-2218088/kasus-pargono-riyadi-kasus-

pemerasan-pertama-yang-diusut-kpk,diakses pada hari selasa 14 Mei 2019, pukul 20.24 WIB.

Page 22: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

6

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang tersebut maka

permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apakah Perbedaan antara Tindak Pidana Pemerasan dan Gratifikasi dalam

Tindak Pidana Korupsi?

b. Mengapa dalam perkara Putusan Nomor 14/Pid.Sus-Tpk/2017/PN.Tjk

Penerima Gratifikasi tidak dikenai sanksi dalam Tindak Pidana Korupsi?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah hukum pidana, khususnya yang

berkaitan dengan kajian terhadap pemerasan dan gratifikasi dalam tindak pidana

korupsi dalam perkara nomor 14/Pid.Sus.Tpk/2017/PN/Tjk. Ruang lingkup lokasi

penelitian adalah Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan waktu penelitian

dilaksanakan pada Tahun 2019.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:

a. Untuk mengetahui Perbedaan antara Tindak Pidana Pemerasan dengan

Gratifikasi dalam Tindak Pidana Korupsi.

b. Untuk mengetahui pidana yang dijatuhkan dalam Putusan Nomor 14/Pid.Sus-

Tpk/2017/PN.Tjk penerima gratifikasi tidak dikenai sanksi dalam Tindak

Pidana Korupsi.

Page 23: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

7

3. Kegunaan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, kegunaan penelitian skripsi ini

adalah:

a. Secara teoritis, yaitu berguna sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya

pemahaman wawasan di bidang ilmu hukum pidana mengenai Tindak Pidana

Pemerasan dengan Gratifikasi dalam Tindak Pidana Korupsi.

b. Kegunaan praktis, yaitu dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada para

praktisi hukum dalam,mencari upaya hukum lebih layak dalam pelaksanaan

sanksi pidana terhadap pelaku pemerasaan dan gratifikasi dalam tindak pidana

korupsi.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah susunan dari beberapa anggapan, pendapat,

cara,aturan,asas,keterangan sebagai suatu kesatuan yang logis yang menjadi

landasan, acuan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau

penulisan. Pada umumnya,teori bersumber dari undang-undang, buku atau karya

tulis bidang ilmu dan laporan penelitian.5Kerangka teoritis adalah konsep-konsep

yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan

pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi

sosial yang dianggap relevan untuk peneliti.6Dalam penelitian ini, kerangka

teoritis yang digunakan adalah :

5Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung,PT.Citra Aditya Bhakti, 2004,

hlm.73. 6Seorjono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986, hlm. 125.

Page 24: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

8

a. Teori Pemerasan Dan Gratifikasi

Pemerasan berawal dari tindak pidana umum yaitu didalam KUHP Pasal 368 ayat

(1) di sebutkan bahwa “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri

sendiri atau orang lain secara melawan hukum,memaksa seseorang dengan

kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang

seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya

membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan,dengan

pidana penjara paling lama sembilan tahun.” Namun seiring berjalannya waktu

pemerasaan ini masuk ke dalam tindak pidana khusus berdasarkan Pasal 12 huruf

E Undang-Undang No.31 Tahun 1999 junctoUndang-Undang No.20 Tahun 2001

Pemerasan adalah tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh pegawai negeri

atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau

orang lain secara melawan hukum, atau dengan meyalahgunakan kekuasaanya

memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran

dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Pemerasaan yang dilakukan dalam pasal ini tentu oleh pejabat publik, dan

gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian biaya

tambahan (fee),uang,barang,rabat (diskon),komisi pinjaman tanpa bunga,tiket

perjalanan, fasilitas penginapan,perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma,dan

fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima didalam negeri maupun di

luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa

sarana elektronik.Sebagaimana dimuat dalam pasal 12 huruf B Undang-Undang

No.31 Tahun 1999 junctoUndang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Page 25: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

9

b. Teori Dasar Pertimbangan Hakim

Hakim dalam mengadili pelaku tindak pidana harus melalui proses pengajian

kebenaran dan keadilan dalam suatu putusan pengadilan sebagai serangkaian

proses penegakan hukum, maka dapat dipergunakan teori kebenaran. Dengan

demikian, putusan pengadilan dituntut untuk memenuhi teori pembuktian, yaitu

saling berhubungan antara bukti yang satu dengan keterangan saksi yang lain atau

saling berhubungan antara keterangan saksi dengan alat bukti lain. Artinya

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa

suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah

melakukannya (Pasal 183 KUHAP). Alat bukti yang sah dimaksud adalah: (a).

Keterangan Saksi; (b). Keterangan Ahli; (c). Surat; (d). Petunjuk; (e). Keterangan

Terdakwa atau hal yang secara hukum sudah diketahui sehingga tidak perlu

dibuktikan (Pasal 184 KUHAP).

Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidah-

kaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui putusan-putusannya.

Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang diciptakan

dalam suatu negara, dalam usaha menjamin keselamatan masyarakat menuju

kesejahteraan rakyat, peraturan-peraturan tersebut tidak ada artinya, apabila tidak

ada kekuasaan kehakiman yang bebas yang diwujudkan dalam bentuk peradilan

yang bebas dan tidak memihak, yaitu sebagai salah satu unsur negara hukum.

Sebagai pelaksana dari kekuasaan kehakiman adalah hakim, yang mempunyai

kewenangan dalam peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan

hal ini dilakukan oleh hakim melalui putusannya. Fungsi hakim adalah

Page 26: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

10

memberikan putusan terhadap perkara yang diajukan, dimana dalam perkara

pidana, hal itu tidak terlepas dari sistem pembuktian negatif, yang pada prinsipnya

menentukan bahwa suatu hak atau peristiwa atau kesalahan dianggap telah

terbukti, disamping adanya alat-alat bukti menurut Undang-Undang juga

ditentukan keyakinan hakim yang dilandasi dengan integritas moral yang baik.7

Kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara merupakan

mahkota bagi hakim dan harus tetap dikawal dan dihormati oleh semua pihak

tanpa kecuali, sehingga tidak ada satu pihak yang dapat menginterpensi hakim

dalam menjalankan tugasnya. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus

mempertimbangkan banyak hal, baik itu berkaitan dengan perkara yang sedang

diperiksa, tingkat perbuatan dan kesalahan yang dilakukan pihak korban,

keluarganya dan keadilan substantif.

Menurut Sudarto putusan hakin merupakan puncak dari perkara pidana, sehingga

hakim harus mempertimbangkan aspek-aspek lainnya selain aspek dari aspek

yuridis, sehingga hakim tersebut lengkap mencermikan nilai-nilai sosiologis,

filosofis, dan yuridis, sebagai berikut:

1) Pertimbangan yuridis

Pertimbangan yuridis maksudnya ialah hakim mendasarkan putusannya pada

ketentuan peraturan perundang-undangan secara formil. Hakim secara yuridis,

tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa

suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukan

(Pasal 183 KUHAP). Alat bukti yang sah dimaksud adalah: (a). Keterangan Saksi;

(b). Keterangan Ahli; (c). Surat; (d). Petunjuk; (e). Keterangan Terdakwa atau

hal yang secara hukum sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan (Pasal

184 KUHAP). Selain itu dipertimbangkan pula bahwa perbuatan terdakwa

melawan hukum formil dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan.

7Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Persfektif Hukum Progresif, Jakarta, Sinar

Grafika, 2010, hlm.103.

Page 27: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

11

2) Pertimbangan filosofis

Pertimbangan filosofis maksudnya hakim mempertimbangkan bahwa pidana yang

dijatuhkan kepada terdakwa merupakan upaya untuk memperbaiki perilaku

terdakwa melalui proses pemidanaan. Hal ini bermakna bahwa filosofis

pemidanaan adalah pembinaan terhadap pelaku kejahatan sehingga setelah

terpidana keluar dari lembaga pemasyarakatan, dakan dapat memperbaiki dirinya

dan tidak melakukan kejahatan lagi.

3) Pertimbangan sosiologis

Pertimbangan sosiologis maksudnya hakim dalam menjatuhkan pidana didasarkan

pada latar belakang sosial terdakwa dan memperhatikan bahwa pidana yang

dijatuhkan mempunyai manfaat bagi masyarakat.8Menurut Machenzie dalam buku

Ahmad Rifai, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh

hakim dalam penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut:

1) Teori kesimbangan

Yang dimaksud dengan keseimbangan di sini keseimbangan anatara syarat-syarat

yang ditentukan Undang-Undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut

atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan

yang berkaitan dengan masyarkat dan kepentingan terdakwa.

2) Teori pendekatan seni dan intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim.

Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan

dan pidana yang wajar bagi pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan

pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni

dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan putusan, lebih ditentukan oleh instink

atau intuisi dari pada pengetahuan dari hakim.

3) Teori pendekatan keilmuan

Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus

dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam keitannya

dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsitensi dari

putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa

memutus suatu perkara, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum

dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus

diputuskannya.

4) Teori Pendekatan pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam

menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, dengan pengalaman

yang dimilikinya, sesorang hakim dapat mengetahui begaimana damapak dari

8Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, hal. 67.

Page 28: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

12

putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan

pelaku, korban maupun masyarakat.

5) Teori Ratio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang

mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang

disengketakan, kemudian mencari peraturan peraturan perundang-undangan yang

relevan dengan pokok pekara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam

penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi

yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak

yang berperkara.

c.Teori Keadilan Substantif

Keadilan secara umum diartikan sebagai perbuatan atau perlakuan yang adil.

Sementara adil adalah tidak berat sebelah, tidak memimah dan berpihak kepada

yang benar. Keadilan menurut kajian filsafat adalah apabila dipenuhi dua prinsip,

yaitu : pertama tidak merugikan seseorang dan kedua, perlakuan kepada tiap-tiap

menusia apa yang menjadi haknya. Jika kedua prinsip ini dapat dipenuhi barulah

itu dikatakan adil.9

Keadilan substantif dimaknai keadilan yang diberikan sesuai dengan aturan-aturan

hukum substantif, dengan tanpa melihat kesalahan-kesalahan yang tidak

berpengaruh pada hak-hak substantif penggugat. Ini berarti bahwa apa yang secara

formal-prosedural benar bisa saja disalahkan secara materiil dan substantifnya

melanggar keadilan. Demikian sebaliknya, apa yang secara formal salah bisa saja

dibenarkan jika materiil dan substantifnya sudah cukup adil (hakim dapat

menoleransi pelanggaran prosedural asalkan tidak melanggar substansi keadilan).

Dengan kata lain, keadilan substantif bukan berarti hakim harus selalu

mengabaikan bunyi undang-undang. Melainkan, dengan keadilan substantif

9Sudarto, Op Cit, hlm.64.

Page 29: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

13

berarti hakim bisa mengabaikan undang-undang yang tidak memberi rasa

keadilan, tetapi tetap berpedoman pada formal-prosedural undang-undang yang

sudah memberi rasa keadilan sekaligus menjalin kepastian hukum.10

2. Konseptual

Menurut Soerjono Soekanto, kerangka konseptual adalah suatu kerangka yang

menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan

kesimpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti, baik dalam

penelitian normative maupun empiris.11

Sumber konsep adalah undang-undang,

buku/karyatulis, laporan penelitian, ensiklopedia, kamus dan fakta/peristiwa.

Konsep ini akan menjelaskan pengertian pokok dari judul,sehingga mempunyai

batasan yang tepat dalam penafsiran beberapa istilah,hal ini dimaksudkan untuk

menghindari kesalahpahaman dalam melakukan penelitian.

Mengenai kerangka konseptual ini penulis menguraikan pengertian-pengertian

yang berhubungan erat dengan penulisan skripsi ini. uraian ini ditujukan untuk

memberikan pemahaman yaitu :

a. Kajian menurut kamus besar bahasa Indonesia adalahmempelajari,memeriksa

menyelidiki dan menelaah. Dan suatu kata yang perlu ditelaah lebih jauh lagi

maknanya karena tidak bisa langsung di pahami oleh semua orang. Artinya

memikirkan sesuatu lebih lanjut yang diharapkan dapat menciptakan suatu

kesimpulan yang selanjutnya mengarah untuk melakukan suatu perbuatan.12

b. Pemerasan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 368 ayat (1)

yaitu “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau

10

Ibid hlm. 66. 11

Soerjono Soekanto, Op.cit. hlm. 124. 12

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai

Pustaka, 1990, hlm. 32.

Page 30: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

14

orang lain secara melawan hukum,memaksa seseorang dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau

sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat

utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan,dengan pidana

penjara paling lama sembilan tahun.13

c. Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian biaya

tambahan (fee),uang,barang,rabat (diskon),komisi pinjaman tanpa bunga,tiket

perjalanan,fasilitas penginapan,perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma,dan

fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima didalam negeri

maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana

elektronik atau tanpa sarana elektronik.14

d. Tindak pidana adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-unsur perbuatan

yang dilarang oleh undang-undang, sehingga siapa yang menimbulkan

peristiwa itu dapat dikenai sanksi pidana (hukuman).15

e. Tindak Pidana Korupsi adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang,

pegawai negeri sipil, penyelenggara Negara yang secara melawan hukum,

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya

karena jabatan atau kedudukan dengan melakukan kegiatan memperkaya diri

sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan

negara.16

13

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Kitab

Undang- Undang Hukum Pidana pasal 368 ayat 1. 14

Wikipedia media online, https://id.m.wikipedia.org/wiki/gratifikasidiakses pada hari Rabu 15

Mei 2019, pukul 19.40 WIB. 15

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hlm. 62. 16

Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat 1.

Page 31: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

15

E. Sistematika Penulisan

Sistematika mempermudah dan memahami penulisan ini secara keseluruhan,

maka penulisan ini dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan sistematika sebagai

berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang pemilihan judul yang akan diangkat

dalam penulisan skripsi. Kemudian permasalahan-permasalahan yang dianggap

penting disertai pembatasan ruang lingkup penelitian. Selanjutnya juga membuat

tujuan dan kegunaan penelitian yang dilengkapi dengan kerangka teori dan

konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang pengertian-pengertian dari istilah sebagai latar belakang

pembuktian masalah dan dasar hukum dalam membahasa hasil penelitian yang

terdiri dari pengertian pemerasan dan gratifikasi,Jenis-jenis gratifikasi,dalam

tindak pidana korupsi.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dalam penelitian

berupa langkah-langkah yang akan digunakan dalam melakukan pendekatan

masalah, penguraian tentang sumber data dan jenis data, serta prosedur analisis

data yang telah didapat.

Page 32: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

16

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAH

Pada bab ini merupakan peenjelasan dan pembahasan dari permasalahan yang ada

yaitu kajian terhadap pemerasan dan gratifikasi dalam tindak pidana korupsi.

V. PENUTUP

Merupakan bab penutup dari penulisan skripsi yang secara singkat berisikan hasil

pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan serta saran-saran

yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas bagi aparat penegak

hukum terkait.

Page 33: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

17

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Sebelum mengartikan istilah tindak pidana, kita harus mengetahui dulu arti dari

pidana itu sendiri. Pidana berasal dari kata straf (Belanda),yang adakalanya

disebut dengan istilah hukuman. Istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman,

karena hukum sudah lazim merupakan terjemahan dari recht. Pidana lebih tepat

didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan oleh negara pada

seorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas

perbuatannya yang telah melanggar hukum pidana.17

Tindak Pidana menurut Yulies Tiena Masriani adalah suatu kejadian yang

mengandung unsur-unsur perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, sehingga

siapa yang menimbulkan peristiwa itu dapat dikenaikan sanksi pidana (hukum).18

CST Kansil merumuskan tindak pidana adalah sebagai berikut:

a. Perbuatan manusia (handeling).

Perbuatan yang dimaksud bukan hanya “melakukan” (eendoen) akan tetapi

termasuk juga “tidak melakukan” (nietdoen).

17

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007,

hlm. 24. 18

Yulies Tiena Masriani,Op.Cit. hlm. 62.

Page 34: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

18

b. Perbuatan manusia tersebut harus melawan hukum (wederrechtelijk).

c. Perbuatan tersebut diancam (strafbaargesteld) oleh undang-undang.

d. Harus dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab

(toerekeningsvatbaar).

e. Perbuatan itu harus terjadi karena kesalahan (schuld) si pelaku. Kesalahan

dapat berupa kesengjaan (dolus) ataupun ketidak sengajaan/kelalaian

(culpa).19

Masalah pokok yang berhubungan dengan hukum pidana adalah membicarakan

tiga hal,yaitu :

1. Perbuatan yang dilarang;

2. Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang itu;

3. Pidana yang diancamkan terhadap pelanggar itu.

Untuk menghindari berbagai istilah dan pengertian tindak pidana maka dalam

tulisan ini digunakan istilah tindak pidana dengan mengutip pengertian dari

rumusan yang ditetapkan oleh Tim Pengkaji Hukum Pidana Nasional yaitu

“Tindak Pidana ialah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang

oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang

dan diancam dengan pidana”.20

Pemberian definisi mengenai pengertian tindak pidana oleh pakar hukum terbagi

dalam dua pandangan/aliran yang saling bertolak belakang, yaitu :

a. Pandangan/Aliran Monistis

19

Syahrul Machmud, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum bagi dokter yang diduga

melakukan malpraktek, Bandung, CV. Karya Putra Darwati, 2012, hlm. 304. 20

M. Hamdan, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, Bandung, Mandar Maju, 2000,

hlm.35.

Page 35: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

19

Yaitu pandangan/aliran yang tidak memisahkan antara pengertian perbuatan

pidana dengan pertanggung jawaban pidana.

b. Pandangan/Aliran dualistis

Yaitu pandangan/aliran yang memisahkan antara dilarangnya suatu perbuatan

pidana (criminal act atau actus reus) dan dapat dipertanggung jawabkan si

pembuat (criminal responsibility atau mens rea). Dengan kata lain pandangan

dualistis memisahkan pengertian perbuatan pidana dengan pertanggung jawaban

pidana.21

2.Unsur-Unsur Tindak Pidana

Menurut Simons,seorang penganut Aliran Monistis dalam merumuskan

pengertian tindak pidana,ia memberikan unsur-unsur tindak pidana sebagai

berikut:

1. Perbuatan manusia (positif atau negatif;berbuat atau tidak berbuat);

2. Diancam dengan pidana;

3. Melawan hukum;

4. Dilakukan dengan kesalahan;

5. Orang yang mampu bertanggung jawab.22

Menurut Moeljatno,seorang penganut Aliran Dualistis merumuskan unsur-unsur

perbuatan pidana/tindak pidana sebagai berikut:

1. Perbuatan (manusia);

2. Memenuhi rumusan dalam undang-undang(merupakan syarat formil);dan

3. Bersifat melawan hukum(merupakan syarat materiil).23

21

Op.Cit,Tri Andrisman,hlm.71. 22

Sudarto ,Op.Cit,hlm.40.

Page 36: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

20

Seseorang untuk dapat dipidana,jika orang itu melakukan tindak pidana (yang

memenuhi unsur-unsur di atas) harus dapat dipertanggung jawabkan pidana ini

melekat pada orangnya/pelaku tindak pidana. Menurut Moeljatno unsur-unsur

pertanggung jawaban pidana meliputi kesalahan dan kemampuan bertanggung

jawab.24

4. Jenis Tindak Pidana

a. Kejahatan dan Pelanggaran

KUHP menempatkan kejahatan di dalam Buku Kedua dan pelanggaran dalam

buku ketiga,tetapi tidak ada penjelasan mengenai apa yang disebut kejahatan dan

pelanggaran. Semuanya diserahkan kepada ilmu pengetahuan untuk memberikan

penjelasan bahwa kejahatan merupakan rechsdelict atau delik hukum dan

pelanggaran merupakan wetsdelict atau delik undang-undang. Delik hukum

adalah pelanggaran hukum yang dirasakan melanggar rasa keadilan, sedangkan

delik undang-undang melanggar apa yang ditentukan oleh undang-undang,disini

tidak tersangkut sama sekali masalah keadilan.25

b. Tindak Pidana Formil dan Tindak Pidana Materil

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa

sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan itu adalah

melakukan suatu perbuatan tertentu. sebaliknya dalam rumusan tindak pidana

materiil,inti larangan adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang. Oleh karena

itu, siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang

dipertanggungjawabkan dan di pidana.

23

Ibid,hlm.43. 24

Ibid,hlm.44. 25

Teguh Prasetyo,Hukum Pidana,Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada,2012,hlm.58.

Page 37: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

21

c. Tindak Pidana Sengaja dan Tindak Pidana Kelalaian

Tindak pidana sengaja (doleus delicten) adalah tindak pidana yang dalam

rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung unsur kesengajaan.

Sementara itu tindak pidana culpa (culpose delicten) adalah tindak pidana yang

dalam rumusannya mengandung unsur culpa. Tindak Pidana culpa adalah tindak

pidana yang unsur kesalahannya berupa kelalaian,kurang hati-hati,dan tidak

karena kesengajaan.

d. Tindak Pidana Aktif (Delik Commisionis) dan Tindak Pidana Pasif ( Delik

Omisionis)

Tindak pidana aktif adalah tindak pidana yang perbuatannya berupa perbuatan

aktif(positif). Perbuatan aktif (disebut juga perbuatan materiil) adalah perbuatan

yang untuk mewujudkannya diisyaratkan adanya gerakan dari anggota tubuh

orang yang berbuat. Berbeda dengan tindak pidana pasif,dalam tindak pidana

pasif ada suatu kondisi dan atau keadaan tertentu yang mewajibkan seseorang

dibebani kewajiban hukum untuk berbuat tertentu,yang apabila ia tidak

melakukan(aktif) perbuatan itu,ia telah melanggar kewajiban hukumnya

tadi.Disini ia telah melakukan tindak pidana pasif. Tindak pidana ini juga dapat

disebut tindak pidana pengabaian suatu kewajiban hukum.

e. Tindak Pidana Biasa (Gewone Delicten) dan Tindak Pidana Aduan (Klacht

Delicten).

Tindak pidana biasa adalah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan

pidana terhadap pembuatnya tidak diisyaratkan adanya pengaduan dari yang

berhak. Sementara itu, tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang untuk

Page 38: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

22

dapatnya dilakukan penuntutan pidana diisyaratkan untuk terlebih dahulu adanya

pengajuan oleh yang berhak mengajukan pengaduan.26

B. Pengertian Dan Dasar Hukum Tindak Pidana Pemerasan

Kamus Besar Bahasa Indonesia menerjemahkan kata pemerasaan dari kata dasar

peras yang di tambah dengan akhiran-an. Kata peras sendiri mempunyai arti:

1. Mengambil untung banyak-banyak dari orang lain

2. Meminta uang dengan ancaman

Sedangkan kata pemerasan merupakan perihal atau cara perbuatan memeras.

Bahasa Belanda,mengartikan pemerasan dengan afpersingyaitu27

:

1. Tindak pidana pemerasan

2. Pemerasan

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain

secara tidak sah,memaksa orang lain dengan kekerasan dan ancaman kekerasan

supaya orang itu menyerahkan suatu barang yang seluruhnya atau seluruhnya atau

sebagian saja adalah kepunyaan orang itu atau orang ketiga,atau supaya orang itu

membuat utang atau menghapuskan suatu piutang,ia pun bersalah melakukan

tindak pidana seperti yang ada apa Pasal 368 KUHP yang dikualifikasikan sebagai

“afpersing” atau “pemerasan”.

26

Adami chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm.121. 27

Kamus besar bahasa Indonesia media online, http://www.kamus-besar-

bahasaindonesia/online/kamus/gratis.php?hasil diakses pada hari Rabu 15 Mei 2019, pukul 18.47

WIB.

Page 39: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

23

3. Dimuat dalam pasal 368 KUHP.

Pemerasan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang atau lembaga

dengan melakukan perbuatan yang menakut-nakuti dengan suatu harapan agar

yang diperas menjadi takut dan menyerahkan sejumlah sesuatu yang diminta oleh

yang melakukan pemerasan,jadi ada unsur takut dan terpaksa dari yang diperas.

Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemerasan :

a. Unsur-unsur dalam ketentuan ayat (1) Pasal 368 KUHP:

1) Unsur obyektif,yang meliputi unsur-unsur :

a) Memaksa

b) Orang lain

c) Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan

d) Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang (yang seluruhnya

atau sebagian kepunyaan orang lain)

e) Supaya memberi hutang

f) Untuk menghapus piutang

2) Unsur subyektif, yang meliputi unsur-unsur :

a) Dengan maksud

b) Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain

b. Beberapa unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1) Unsur “memaksa”. dengan istilah “memaksa” dimaksudkan adalah melakukan

tekanan pada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan

dengan kehendaknya sendiri.

Page 40: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

24

2) Unsur “untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang”. Berkaitan

dengan unsur itu, persoalan yang muncul adalah kapan dikatakan ada

penyerahan suatu barang, penyerahan suatu barang dianggap telah ada apabila

barang yang diminta oleh pemeras tersebut telah dilepaskan dari kekuasaan

orang yang diperas, tanpa melihat apakah barang tersebut sudah benar-benar

dikuasai oleh orang yang memeras atau belum. Pemerasaan dianggap telah

terjadi, apabila orang yang diperas itu relah menyerahkan barang/benda yang

dimaksudkan si pemeras sebagai akibat pemerasan terhadap dirinya.

Penyerahan barang tersebut tidak harus dilakukan sendiri oleh orang yang

diperas kepada pemeras. Penyerahan barang tersebut dapat saja terjadi dan

dilakukan oleh orang lain selain dari yang orang yang di peras.

3) Unsur “ supaya memberi hutang”. Berkaitan dengan pengertian “memberi

hutang” dalam rumusan pasal ini perlu kiranya mendapatkan pemahaman

yang benar.memberi hutang disini mempunyai pengertian, bahwa si pemeras

memaksa orang yang di peras untuk membuat suatu perikatan atau suatu

perjanjian yang menyebabkan orang yang di peras harus membayar sejumlah

uang tertentu. Jadi, yang di maksud dengan memberi hutang dalam hal ini

bukanlah berarti dimaksudkan untuk mendapatkan uang (pinjaman) dari orang

yang diperas, tetapi untuk membuat suatu perikatan yang berakibat timbulnya

kewajiban bagi orang yang di peras untuk membayar sejumlah uang kepada

pemeras atau orang lain yang dikehendaki.

4) Unsur “untuk menghapus hutang”. Dengan menghapusnya piutang yang

dimaksudkan adalah menghapus atau meniadakan perikatan yang sudah ada

Page 41: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

25

dari orang yang diperas kepada pemeras atau orang tertentu yang dikehendaki

pemeras.

5) Unsur “untuk menguntungkan disi sendiri atau orang lain”. Yang dimaksud

dengan “menguntungkan diri sendiri atau orang lain” adalah menambah baik

bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain dari kekayaan semula. Menambah

kekayaan disini tidak perlu benar-benar telah terjadi, tetapi cukup apabila

dibuktikan, bahwa maksud pelaku adalah untuk menguntungkan diri sendiri

atau orang lain.

Dalam tindak pidana pemerasan atau pungutan liar juga dapat dikategorikan

sebagai tindakan korupsi, suap, gratifikasi bahkan pemerasan. Hal ini dikarenakan

setiap tindakan pungutan yang dilakukan selalu dibarengi dengan adanya

kekerasan dan ancaman kekerasan yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau

perorangan. Pemerasan yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah

pemerasan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara.

Ketentuan dalam UUPTPK yangmengandung unsur pemerasan terdapat dalam

Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf g, Undang-Undang No. 20

Tahun 2001berbunyi:

“Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat

4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)” terhadap:

Page 42: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

26

a. Huruf e : Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud

menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau

dengan menyalahgunakan kekuasaanya memaksa seseorang memberikan

sesuatu, membayar, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

b. Huruf f : Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu

menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada

pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum,

seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas

umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal

tersebut bukan merupakan utang;

c. Huruf g : pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu

menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan

barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui

bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.

Rumusan tindak pidana korupsi yang terdapat dalam Pasal 12 huruf e, Pasal 12

huruf f, dan Pasal 12 huruf g, Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, merupakan

hasil adopsi dan harmonisasi dari Pasal 419, Pasal 420, Pasal 423, Pasal 425, dan

Pasal 435 KUHP yang merupakan beberapa tipe kejahatan dalam jabatan diatur

dalam Bab XXVIII tentang kejahatan jabatan. Kemudian diadopsi dan

diharmonisasi dalam Pasal 1 angka (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, kemudian

diadopsi dan diharmonisasi dalam Pasal 12 UU No. 30 Tahun 1999, dan terakhir

dalam Pasal 12 UU No. 20 Tahun 2001 juga ditentukan Pasal tersebut. Tipe-tipe

tindak pidana korupsi sebagaimana dijelaskan diatas, termasuk dalam kategori

tindak pidana korupsi karena pemerasan.

Page 43: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

27

C. Pengertian Dan Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi

Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana khusus yang pengaturannya

diluar KUHP, Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang dengan

penyuapan manipulasi dan perbuatan-perbuatan melawan hukum yang merugikan

atau dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, merugikan

kesejahteraan atau kepentingan rakyat atau umum. Perbuatan yang merugikan

keuangan atau perekonomian negara adalah korupsi dibidang materil, sedangkan

korupsi dibidang politik dapat terwujud berupa memanipulasi pemungutan suara

dengan cara penyuapan, intimidasi paksaan dan atau campur tangan yang

mempengaruhi kebebasan memilih komersiliasi pemungutan suara pada lembaha

legislatif atau pada keputusan yang bersifat administratif dibidang pelaksanaaan

pemerintah.

Tindak Pidana Korupsi pada umumnya memuat efektivitas yang merupakan

manifestasi dari perbuatan korupsi dalam arti luas mempergunakan kekuasaan

atau pengaruh yang melekat pada seseorang pegawai negeri atau istimewa yang

dipunyai seseorang didalam jabatan umum yang patut atau menguntungkan diri

sendiri maupun orang yang menyuap sehingga dikualifikasikan sebagai tindak

pidana korupsi dengan segala akibat hukumnya yang berhubungan dengan hukum

pidana.

Korupsi berasal dari bahasa latin “corruptio” atau “corruptus”, yang kemudian di

adopsi oleh banyak bahasa di eropa, misalnya di inggris dan Perancis

“corruption” serta Belanda “Corruptie” dan selanjutnya dipakai pula dalam

Page 44: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

28

bahasa Indonesia “Korupsi”.28

Dalam ensiklopedia Indonesia disebut dalam

“korupsi” (dari bahasa latin: corruption= penyuap; corruptore= merusak) gejala

dimana para pejabat, badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan

terjadinya penyuapan, pemalsuan, serta ketidak beresan lainnya.

Adapun arti harfiah arti korupsi dapat berupa: kejahatan, kebusukan, dapat disuap,

tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran. Dalam undang-undang tindak

pidana korupsi, yang dimaksud dengan korupsi di dalam Pasal 2 dan 3 disebutkan;

Pasal 2: “setiap orang secaramelawan hukum melakukan perbuatan memperkaya

diri sendiri atau orang lainatau korporasi yang dapat merugikan keuangan

negara dan perekonomiannegara”. Sedangkan Pasal 3 disebutkan “setiap orang

yang dengan tujuanmenguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi,

menyalahgunakankewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya

karena jabatannya ataukedudukannnya yang dapat merugikan keuangan Negara

dan perekonomiannegara”.29

Beberapa batasan tentang korupsi yang diberikan oleh beberapa pakar, antara lain:

a. H.A. Brasz mendefinisikan korupsi dalam pengertian sosiologis sebagai

“penggunaan yang korup dari kekuasaan yang dialihkan,atau sebagai pengguna

secara diam-diam kekuasaan yang dialihkan berdasarkan wewenang yang melekat

pada kekuasaan itu atau berdasarkan kemampuan formal, dengan merugikan

tujuan-tujuan kekuasaan asli dan dengan menguntungkan orang luar atas dalil

menggunakan kekuasaan itu dengan sah”.30

28

Tri Andrisman, Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP. Universitas Lampung : Bandar Lampung,

2010, hlm.37. 29

Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Nomor 20 Tahun 2001, lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2001. 134. 30

Mochtar Lubis dan James C.scott, Bunga Rampai Korupsi Cet. Ke-3, LP3ES, Jakarta, 1995

,hlm.4.

Page 45: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

29

b.Wertheim yang menggunakan pengertian lebih spesifik, menurutnya seorang

pejabat dikatakan melakukan tindak pidana korupsi,adalah apabila ia menerima

hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar mengambil

keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Pengertian ini

juga mencakup perbuatan menawarkan hadiah,atau bentuk balas jasa yang lain.

Pemerasan berupa meminta hadiah atau balas jasa karena sesuatu tugas yang

merupakan kewajiban telah dilaksanakan seseorang juga dikelompokan oleh

Wertheim sebagai perbuatan korupsi.31

Disamping itu, masih termasuk ke dalam

pengertian korupsi adalah penggunaan uang negara yang berada di bawah

pengawasan pejabat-pejabat pemerintahan untuk kepentingan pribadi yang

bersangkutan. dalam hal yang terakhir ini, para pejabat pemerintah dianggap

melakukan penggelapan uang negara dan masyarakat.32

Dari pengertian di atas, korupsi mempunyai cakupan yang sangat luas. Walau

begitu,korupsi biasanya berkenaan dengan perbuatan jahat yang dilakukan oleh

seseorang yang terkait dengan suatu tugas atau jabatan yang didudukinya. Jabatan

merupakan kedudukan yang dipercayakan. Seseorang yang sudah diberikan suatu

jabatan berarti seseorang tersebut dianggap mampu menerima suatu amanat dan

berkewajiban untuk melaksanakan amanat tersebut. Amanat yang dipercayakan

kepada seseorang secara umum yang berwujud kewenangan atau kekuasaan untuk

bertindak.

Tindak pidana korupsi mempunyai hukum acara khusus yang menyimpang dari

ketentuan hukum acara pada umumnya. Hukum acara pidana yang diterapkan

bersifat “lex specialist”yaitu adanya penyimpangan-penyimpangan yang

dimaksudkan untuk mempercepat prosedur dan memperoleh penyidikan

penuntutan serta pemeriksaan disidang dalam mendapatkan bukti-bukti. suatu

perkara pidana korupsi dan penyimpangan tersebut dilakukan bukan berarti bahwa

hak asasi tersangka/terdakwa dalam tindak pidana korupsi tidak dijamin atau

31

Elwi Danil, Korupsi:Konsep,Tindak Pidana dan Pemberantasannya, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2014, hlm.5 32

Op.Cit., hlm. 6.

Page 46: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

30

dilindungi, tetapi diusahakan sedemikian rupa sehingga penyimpangan-

penyimpangan itu bukan penghapusan seluruhnya yang terpaksa dilakukan untuk

menyelamatkan hak asasi tersebut dari bahaya yang ditimbulkan oleh tindak

pidana korupsi.

Tindak pidana korupsi dipihak lain, sebagai ketentuan umum atau “lex

generalis”dalam arti bagaimana dalam perkara korupsi sepanjang tidak diatur

adanya penyimpangan dalam undang-undang tindak pidana korupsi.Yang menjadi

Dasar Hukum yaitu dalam UU No. 20 Tahun 2001 Perubahan atas UU No. 31

tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi, yaitu korupsi aktif dan

korupsi pasif, adapun yang dimaksud dengan korupsi aktif adalah sebagai

berikut:33

1. Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau

korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara

(Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999)

2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada

padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan

Negara atau perekonomian(Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999)

3. Memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat

kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,

33

Darwan prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bandung. Citra Aditya Bakti. 2002.Hlm.

2.

Page 47: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

31

atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau

kedudukan tersebut(Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999)

4. Percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak

pidana korupsi (Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999)

5. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau

Penyelenggara Negara karena atas berhubungan dengan sesuatu yang

bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam

jabatannya (Pasal 5 ayat( 1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999)

6. Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara karena

atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya

dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat( 1) huruf b

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001)

7. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk

mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili

(Pasal 6 ayat( 1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001)

8. Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual

bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan

perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang,

atau keselamatan Negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat( 1) huruf a

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001)

9. Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan

bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud

dalam huruf a (Pasal 7 ayat( 1) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001)

Page 48: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

32

10. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara

Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan

perbuatan curang dapat membahayakan keselamatan Negara dalam keadaan

perang (Pasal 7 ayat( 1) huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001)

11. Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara

Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan

sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c

(Pasal 7 ayat( 1) huruf d Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001)

12. Pegawai Negeri atau orang lain selain Pegawai Negeri yang ditugaskan

menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara

waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan

karena jabatannya, atau membiarkan surat berharga itu diambil atau

digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan

tersebut (Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001)

13. Pegawai Negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan

suatu jabatan umum secara terus-menerus atau sementara waktu, dengan

sengaja memalsukan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk

pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001)

Sedangkan Korupsi pasif adalah sebagai berikut :

1. Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima pemberian atau

janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang

bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2001)

Page 49: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

33

2. Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk

mempengaruhi putusan perkara yangdiserahkan kepadanya untuk diadili atau

mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan

perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001)

3. Orang yang menerima penyerahan bahan atau keperluan Tentara Nasional

Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia yang membiarkan

perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c

Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001)

D. Tinjauan Umum Gratifikasi

Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia mengartikan Gratifikasi dengan uang

hadiah kepada pegawai diluar gaji yang telah ada. Sedangkan Gratifikasi dalam

sistem hukum di Indonesia dapat dilihat dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi dan penjelasannya mendefinisikan gratifikasi sebagai pemberian dalam

arti luas, yakni meliputi pemberian biaya tambahan (fee), pemberian uang, barang,

rabat atau diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas

penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan

yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana

elektronik.

Page 50: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

34

Ketentuan minimum batas pemberian gratifikasi belum ada, namun ada usulan

pemerintah melalui Menkominfo pada tahun 2005 bahwa pemberian dibawah Rp.

250.000,- supaya tidak dimasukkan ke dalam kelompok gratifikasi. Namun hal ini

belum diputuskan dan masih dalam wacana diskusi. Dilain pihak masyarakat

sebagai pelapor dan melaporkan gratifikasi diatas Rp. 250.000,- wajib dilindungi.

Tindak pidana gratifikasi ada dua pihak yang sama-sama berperan untuk

mewujudkan tindak pidana gratifikasi tersebut secara sempurna, yaitu pemberi

dan penerima gratifikasi. Pemberi gratifikasi diatur dalam ketentuan Pasal 5 dan

penerima diatur dalam Pasal 12B. Namun dengan adanya ketentuan Pasal 12C,

yaitu ketika penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi kepada KPK dalam waktu

paling lambat 30 hari, maka ketentuan hukum Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku.

Hal ini jika dilihat secara cermat akan menimbulkan ketidakadilan bagi penerima

dan pemberi gratifikasi. Menurut ketentuan Pasal 5 Jo Pasal 12 huruf A dan huruf

B Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, baik

pelaku pemberi maupun penerima gratifikasi diancam dengan hukuman pidana.

a. Ketegori Gratifikasi

Penerimaan gratifikasi dapat dikategorikan menjadi dua kategori yaitu Gratifikasi

yang Dianggap Suap dan Gratifikasi yang Tidak Dianggap Suap yaitu:

1) Gratifikasi yang Dianggap Suap yaitu Gratifikasi yang diterima oleh

Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang berhubungan dengan

jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B Undang-Undang No. 20

Page 51: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

35

Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 tentang Pemberrantasan Tindak Pidana Korupsi.

2) Gratifikasi yang Tidak Dianggap Suap yaitu Gratifikasi yang diterima

oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang tidak

berhubungan dengan jabatannya dan tidak yang berlawanan dengan

kewajiban atau tugasnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi. 34

b. Subyek Gratifikasi

Berdasarkan Pasal 12 B UU No. 20 Tahun 2001, maka yang menjadi subjek

tindak pidana gratifikasi adalah:

1) Pegawai Negeri

Pengertian Pegawai Negeri menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 31 Tahun 1999

meliputi:

a. Pegawai negeri sebagaimana undang-undang tentang kepegawaian

b. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam kitab Undang-Undang Hukum

Pidana

c. Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan Negara atau Daerah

d. Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima

bantuan keungan negara atau daerah, atau

34

Buku Saku KPK, Memahami Gratifikasi, Cetakan Pertama Jakarta, 2010, hlm.5.

Page 52: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

36

e. Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan

modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat

2) Penyelenggara Negara

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara

Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, yang dimaksud

dengan Penyelenggara negar negara adalah pejabat negara yang menjalankan

fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas

pokoknya berkaitan dengan penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam hal ini penyelenggara negara meliputi:

a.Pejabat Negara pada Lembaga tertinggi Negara

b. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara

c. Menteri

d. Gubernur

e. Hakim

f. Pejabat Negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-

undangan yang berlaku.

c. Objek Gratifikasi

Dilihat dari penjelasan Pasal 12 B Undang-Undang No.20 Tahun 2001, maka

disebutkan objek gratifikasi adalah pemberian uang, barang, rabat (diskon),

komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan

wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik

Page 53: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

37

yang diterima di dalam maupun di luar negeri dari yang dilakukan dengan

menggunakan sarana elektorik atau tanpa elektronik.35

d.Tata Cara Pelaporan Gratifikasi

Tata cara pelaporan gratifikasi diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang No.30

Tahun 1999 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setiap

pengawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi wajib

melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan tata

cara sebagai berikut:

1) Laporan disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulirsebagaimana

ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi denganmelampirkan

dokumen yang berkaitan dengan gratifikasi.

2) Formulir sebagaimana dimaksud pada angka 1 diatas sekurang-kurangnya

memuat:

a. nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi

b. jabatan pegawai negeri atau penyelenggara negara

c. tempat dan waktu penerima gratifikasi

d. uraian jenis gratifikasi yang diterima, dan

e. nilai gratifikasi yang diterima.36

e.Penentuan status gratifikasi

Penentuan mengenai status gratifikasi diatur dalam Pasal 17 ayat (1) sampai (6)

dan Pasal 18 Undang-Undang No.30 Tahun 2002, sebagai berikut:

35

Ermansjah Djaja, 2010, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Balikpapan: Sinar Grafika,

hlm.142. 36

Ibid.,hlm.143.

Page 54: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

38

1) Komisi Pemberantasan Korupsi dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari

kerja terhitung sejak tanggal laporan diterima wajib menetapkan status

kepemilikam disertai pertimbangan.

2) Dalam menetapkan status kepemilikan gratifikasi, komisi pemberantasan

korupsi dapat memanggil penerima gratifikasi untuk memberikan keterangan

berkaitan dengan penerimaan gratifikasi.

3) Status kepemilikan gratifikasi ditetapkan dengan keputusan pimpinan komisi

pemberantasan korupsi.

4) Keputusan pimpinan pemberantasan korupsi dapat berupa penetapan

status kepemilikan gratifikasi bagi penerima gratifikasi atau menjadi milik

negara.

5) Komisi pemberantasan korupsi wajib menyerahkan keputusan status

kepemilikan kepada penerima gratifikasi paling lama 7 (tujuh) hari

kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan.

6) Menyerahkan gratifikasi yang menjadi milik negara kepada menteri

keuangan, dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak

tanggal ditetapkan.

7) Komisi pemberantsan korupsi wajib mengumumkan gratifikasiyang

ditetapkan menjadi milik negara paling sedikit 1 (satu) kalidalam

setahundalam berita negara.37

37

Ibid, hlm.144.

Page 55: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

39

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian Hukum adalah suatu penelitian yang mempunyai obyek hukum, baik

hukum sebagai suatu ilmu atau aturan-aturan yang sifatnya dogmatis maupun

hukum yang berkaitan dengan prilaku dan kehidupan masyarakat. Menurut

pendapat Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah,

yang didasarkan pada metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan

untuk mempelajari satu dan beberapa gejala hukum tertentu dengan cara

menganalisisnya.38

1. Pendekatan Yuridis Normatif

Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan untuk mempelajari keadaan hukum,

yaitu dengan mempelajari,menelaah, peraturan perundang-undangan, teori-teori,

dan konsep-konsep yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

2. Pendekatan Yuridis Empiris

Pendekatan yang dilakukan dengan mempelajari hukum dalam kenyataan baik

berupa sikap,penilaian,prilaku, yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan

yang dilakukan dengan cara melakukan penelitian di lapangan. Pendekatan

38

Soerjono Soekanto. 2012. Pengertian Hukum Normatif. Jakarta: PT Raja Grafindo. Hlm.1.

Page 56: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

40

empiris tidak bertolak belakang dari hukum positif tertulis ( perundang-undangan)

sebagai data sekunder, tetapi dari perilaku nyata sebagai data primer yang

diperoleh dari lokasi penelitian lapangan(field research).39

B. Sumber dan Jenis Data

Pendekatan data adalah informasi atau keterangan yang benar dan nyata yang di

dapatkan dari kegiatan/hasil pengumpulan data. Sumber data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang di dapat dari penelitian lapangan, dengan

berkomunikasi dengan masyarakat yang menjadi anggota kelompok di lokasi

tempat penelitian dilakukan, Data primer dalam penulisan skripsi ini di peroleh

dengan melakukan wawancara dan keterangan-keterangan serta informasi dari

narasumber secara langsung atau observasi.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui penelusuran studi kepustakaan.

Data sekunder diperoleh dengan mempelajari dan mengkaji literatur dan

perundang-undangan yang terkait dengan penegakan hukum terhadap pelaku

tindak pidana korupsi.

Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Bahan hukum primer (perundang-undangan) antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 27 Tahun

1999 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

39

Abdulkadir Muhammad,Op.Cit, hlm.54.

Page 57: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

41

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP).

3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

b. Bahan hukum sekunder yaitu : bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan

hukum primer, seperti Keputusan Hakim.

c. Bahan hukum tersier, yaitu : buku literatur, hasil karya ilmiah para sarjana,

website,kamus hukum, keputusan hakim (yurisprudensi),dan artikel dari

internet yang berkaitan dengan masalah yang di bahas dalam penelitian ini.

C. Penentuan Narasumber

Berkaitan dengan permasalahan penelitian, maka data lapangan akan diperoleh

dari para nara sumber. Narasumber adalah seseorang yang memberikan pendapat

atas objek yang diteliti.40

Narasumber ditentukan secara purposive yaitu

penunjukan langsung narasumber atau secara acak untuk mendapatkan data

lapangan, dengan anggapan narasumber yang ditunjuk menguasai permasalahan

dalam penelitian ini.41

40

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan

Empiris,Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010, hlm.175. 41

Ibid, hlm.176.

Page 58: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

42

Narasumber pada penelitian ini adalah :

1. Hakim Pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 1 (satu) orang

2. Jaksa Pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 1 (satu) orang

3. Dosen Fakultas Hukum pada Universitas Lampung : 1 (satu) orang+

Jumlah: 3 (tiga) orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan, yaitu sebuah studi yang dilakukan untuk memperoleh data

sekunder dengan cara membaca, mengutip bahan-bahan literatur,perundang-

undangan dan informasi lain yang berhubungan dengan pembahasan dalam

penelitian ini.

b. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data primer yang dilakukan dengan cara

mengadakan wawancara kepada narasumber dengan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang telah disiapkan untuk mendapatkan keterangan atau jawaban

yang bebas sehingga data yang diperoleh sesuai dengan yang di harapkan.

Page 59: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

43

2. Prosedur Pengolahan Data

Data primer dan data sekunder yang telah di proses dan terkumpul baik studi

kepustakaan ataupun studi lapangan kemudian di proses melalui pengolahan

dan pengkajian data. Data yang diperoleh diolah melalui proses :

a. Editing, yaitu proses pemeriksaan kembali data yang diperoleh sehingga

didapatkan data yang lengkap, jelas dan relevan dengan penelitian sesuai

dengan yang diharapkan.

b. Klasifikasi data, yaitu mengelompokkan data yang diperoleh menurut

kerangka yang telah di tetapkan sesuai dengan jenis dan hubungannya

dengan masalah penelitian.

c. Sistematisasi data, yaitu menyusun dan menempatkan data pada tiap-tiap

pokok bahasan secara sistematis sehingga mempermudah interpretasi data

dan tercipta keteraturan dalam menjawab permasalahan.

E. Analisis Data

Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih

mudah disbaca dan dipahami. Analisis data yang diperoleh dilakukan melalui

kualitatif. Analisis kualitatif adalah analisis dengan cara deskriptif analisis yaitu

menguraikan data yang diperoleh dan menghubungkan satu dengan lain agar

membentuk suatu kalimat yang tersusun secara sistematis,dengakan dalam

mengambil kesimpulan dan hail analisis tersebut penulis menggunakan metode

deduktif, yaitu suatu vara berfikir yang dilaksanakan pada fakta-fakta yang

bersifat umum yang kemudian di tarik kesimpulan yang bersifat khusus.

Berdasarkan kesimpulan, maka disusun saran.

Page 60: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

75

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap putusan Pengadilan Negeri Tanjung

Karang No.14/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Tjk yaitu Kajian Terhadap Pemerasan dan

Gratifikasi dalam Tindak Pidana Korupsi maka dapat dibuat kesimpulan sebagai

berikut:

1. Perbedaan mendasar mengenai tindak pidana pemerasan dan gratifikasi dalam

tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak dari

pejabat (penerima) yang bersifat memaksa, dan adanya penyalahgunaan

kekuasaaan. Sedangkan gratifikasi berhubungan dengan jabatan, bersifat

inventif (adanya tanam budi) dan tidak membutuhkan kesepakatan

(transaksional).Pemerasan yang terjadi di dalam tindak pidana korupsi pelaku

utamanya pelaku aktif yang dimaksud dengan pelaku aktif yakni seseorang

tersebut meminta langsung baik uang maupun berupa barang dalam hal ini

dengan cara memaksa dengan adanya unsur ancaman kekerasan. Namun

gratifikasi di dalam tindak pidana korupsi pelaku utamanya pelaku pasif

karena apabila memenuhi unsur mengetahui dan patut menduga dan tidak

diperlukan adanya laporan menerima segala sesuatu baik yang tidak ada unsur

Page 61: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

76

meminta sebelumnya tetapi patut di duga memberikan uang maupun

berupabarang dengan cuma-cuma bahwa mengetahui pemberian tersebut

berasal dari hasil kejahatan, maka hal ini bisa dikenai sanksi.

2. Penerima gratifikasi tersebut tidak di kenai sanksi dan pertanggung jawaban

pidana karena penerima gratifikasi tersebut menurut Jaksa penuntut umum

sebagai whistle blowerpihak yang mengetahui dan melaporkan suatu tindak

pidana dalam hal ini ada kemudahan dan keringanan hukuman.namun dasar

pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana berdasarkan putusan

No.14/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Tjk, terdakwa Bambang Kurniawan didasarkan

pada pertimbangan-pertimbangan hakim yang bersifat yuridis dan non yuridis.

Dalam putusan ini hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang menggunakan

pertimbangan bersifat yuridis dalam menentukan telah terbukti terdakwa

melakukan tindak pidana korupsi dan menurut Pasal 184 KUHAP hakim

meminta alat bukti yang sah berupa keterangan saksi-saksi, keterangan ahli

dan barang bukti. Terbuktinya semua unsur-unsur delik yang didakwakan

berdasarkan pembuktian fakta-fakta yang terungkap dipersidangan yang

didapat dari alat bukti. Pertimbangan non-yuridis dipergunakan untuk

mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan ataupun yang meringankan

pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa.

B. Saran

1. Diharapkan kepada para aparat penegak hukum terutama penuntut umum

hendaknya mengajukan penerima gratifikasi ke sidang pengadilan, walaupun

penerima gratifikasi tersebut bersifat pasif, hal ini dikarenakan telah

Page 62: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

77

memenuhi unsur Pasal 12 huruf b Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

2. hakim hendaknya bersifat progresif dalam hal penyelesaian perkara gratifikasi

dengan menggali nilai-nilai keadilan dimasyarakat demi memberikan

kepastian dan keadilan untuk seluruh pihak berperkara. sehingga keadilan dan

kebenaran di Kabupaten Tanggamus dapat tercapai dan “hukum” bukan

hanyadigunakan sebagai alat untuk menguntungkan salah satu pihak.

Page 63: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

78

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU.

Andrisman,Tri.2010.Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP. Universitas

Lampung:Bandar Lampung.

Buku Saku KPK. 2010. Memahami Gratifikasi. Komisi Pemberantasan Korupsi

Republik Indonesia. Jakarta:Cetakan Pertama.

Chazawi, Adami. 2016.Hukum Pidana Korupsi di Indonesia. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Chazawi, Adami. 2007.Pelajaran Hukum Pidana Bagian I.Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Djaja, Ermansjah. 2010.Tipologi Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Tujuh Tipe

Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan UU RI No.31 Tahun 1999 Jo. No. 20

Tahun2001. Bandung: CV. Mandar Maju.

Danil,Elwi,2014.Korupsi: Konsep Tindak Pidana dan Pemberantasannya.

Jakarta: PT.Raja Grafindo.

Darwan,Prinst.2002,Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bandung: Citra

Aditya Bakti.

Fajar Mukti dan Achmad Yulianto.2010.Dualisme Penelitian Hukum Normatif

dan Empiris.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hamdan, M, 2000.Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup. Bandung:

Mandar Maju.

Page 64: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

79

Hamzah Andi, 2011, KUHP dan KUHAP. Jakarta: Rineka Cipta.

Lubis Mochtar dan James C.Scott.(ed).Bunga Rampai Korupsi. Jakarta: LP3ES.

1995

Machmud, Syahrul. 2012.Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum bagi

dokter yang diduga melakukan malpraktek.Bandung: CV.Karya Putra Darwati.

Masriani Yulies Tiena, 2012. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Muhammad Abdulkadir,2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT.Citra

Aditya Bhakti.

Muhardiansyah Doni, dkk. 2010. Buku Saku: Memahami Gratifikasi. Cetakan

pertama. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.

Rifai Ahmad, 2010. Penemuan Hukum Oleh Hakim dalam Perspektif

HukumProgresif. Jakarta: Sinar Grafika.

Soekanto,Seorjono.1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Solahuddin Toha Moh, 2016. Pungutan Liar dalam Perspektif Tindak Pidana

Korupsi, Jakarta: Paraikatte, Edisi Triwulan III.

Sudarto,1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung. Alumni.

Sulista Teguh dan Zurnetti Aria, 2011. Hukum Pidana:Horizon Baru Pasca

Reformasi. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1990. Kamus Besar Bahasa

Indonesia.Jakarta:Balai Pustaka..

Prasetyo Teguh, 2012. Hukum Pidana. Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.

Page 65: KAJIAN TERHADAP PEMERASAN DAN GRATIFIKASI DALAM …digilib.unila.ac.id/61201/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · tindak pidana korupsi yaitu jika pemerasan adanya permintaan sepihak

80

B. UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN LAINNYA

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958

tentang Kitab Undang- Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana

Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

peruahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia , SEMA No. 4 Tahun 2011,

tentang Perlakuan bagi pelapor tindak pidana (whistleblower) dan saksi

pelaku yang bekerja sama (justice collaborator).

C. INTERNET DAN BAHAN LAINYA

Putusan Nomor No:14/Pid.Sus-Tpk/2017/PN.Tjk)

http://lampungnews.com/2017/03/ini-kronologis-lengkap-dugaan-gratifikasi-

bupati-tanggamus/,diakses pada hari selasa 14 Mei 2019, pukul 20.15 WIB.

https://m.detik.com/news/berita/d-2218088/kasus-pargono-riyadi-kasus-

pemerasan-pertama-yang-diusut-kpkdiakses pada hari selasa 14 Mei

2019,pukul 20.24 WIB.

http://www.kamus-besar-bahasaindonesia/online/kamus/gratis.php?hasildiakses

pada hari Rabu 15 Mei 2019,pukul 18.47 WIB.=sukses_id_11#hasil;

https://www.google.com/amp/s/2015/03/tindak -Pidana -Pemerasan-

blackmail.html%3famp=1 diakses pada hari Selasa 22 oktober 2019, pukul 21.56.

William L.Barnes Jr, “Revenge on Utilitarianism:Renouncing A Comprehensive

Economics Theory of Crime and Punishment”,Indiana Law

Journal,Vol.74,No.627,1999.

.


Recommended