Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan setelah melahirkan adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur disekitarnya, atau keduanya. Dengan demikian perdarahan post partum merupakan penjelasan suatu kejadian, dan bukan diagnosis. Di Inggris, separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh post partum. Apabila terjadi perdarahann berlebihan, harus di cari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensi plsaenta- termasuk plasenta akreta dan variannya, serta laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar kasus perdarahan postpartum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta telah mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan postpartum yang keparahanyya mengharuskan dilakukannya histerektomi.

Secara tradisional, perdarahan postpartum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah kala tiga persalinan selesai. Bagaimanapun hampir separuh wanita yang melahirkan pervaginam mengeluarkan darah dalam jumlah tersebut atau lebih, apabila diukur secara kuantitatif. Hal ini setara dengan pengeluaran darah 1000 ml pada section caesaria, 1400 ml pada histerektomi sesarea elektif, dan 3000 sampai 3500 ml untuk histerektomi sesarea darurat. 1BAB II

PERDARAHAN POST PARTUM

I. DefinisiPerdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal2. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi > 100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL 2.

Perdarahan post partum dibagi menjadi:a) Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early postpartum hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III.

b) Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late postpartum hemorrhage). Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III.II. Epidemiologi

Kematian maternal didefinisikan sebagai kematian ibu yang ada hubungannya dengan kehamilan, persalinan, dan nifas yakni 6 minggu setelah melahirkan. Angka kematian maternal adalah jumlah kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup. Perdarahan postpartum masih merupakan penyebab terbanyak kematian maternal. Perdarahan postpartum masih merupakan penyebab terbanyak kematian maternal, terhitung sekitar 100.000 kematian maternal setiap tahunnya.Di negara maju dan berkembang, penyebab kematian yang paling umum adalah perdarahan berat. 3III. Etiologi dan Faktor Resiko Perdarahan PostpartumPerdarahan yang masif terjadi karena adanya abnormalitas pada keempat proses dasar, yang disingkat 4 T, baik tunggal ataupun gabungan: tone (kontraksi uterus yang buruk setelah persalinan), tissue (retensi sisa hasil konsepsi atau bekuan darah), trauma (pada saluran genital), atau thrombin (abnormalitas pembekuan darah). Beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan perdarahan postpartum dapat terjadi pada salah satu dari keempat mekanisme tersebut. Tabel 1. Etiologi Perdarahan Postpartum4The Four Ts Mnemonic Device for Causes of Postpartum Hemorrhage

Four TsCauseApproximate incidence (%)

ToneAtonic uterus70

TraumaLacerations, hematomas, inversion, rupture20

TissueRetained tissue, invasive placenta10

ThrombinCoagulopathies1

IV. Gejala Klinik Perdarahan Postpartum Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain .

Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab

Perdarahan Post Partum2Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja

- Uterus tidak berkontraksi dan lembek.

Perdarahan segera setelah anak lahir Syok

Bekuan darah pada serviks atau posisi telentang akan menghambat aliran darah keluar Atonia uteri

Darah segar mengalir segera setelah bayi lahir

Uterus berkontraksi dan keras

Plasenta lengkap Pucat

Lemah

Menggigil

Robekan jalan lahir

Plasenta belum lahir setelah 30 menit Perdarahan segera Uterus berkontraksi dan keras Tali pusat putus akibat traksi berlebihan Inversio uteri akibat tarikan Perdarahan lanjutan Retensio plasenta

Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap Perdarahan segera Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang Retensi sisa plasenta

Uterus tidak teraba Lumen vagina terisi massa Tampak tali pusat (bila plasenta belum lahir) Neurogenik syok Pucat dan limbung Inversio uteri

Sub-involusi uterus Nyeri tekan perut bawah dan pada uterus Perdarahan sekunder Anemia Demam Endometritis atau sisa fragmen plasenta (terinfeksi atau tidak)

V.PenatalaksanaanTujuan utama penanganan perdarahan postpartum ada 3 yakni pencegahan, penghentian perdarahan dan mengatasi syok. Pendekatan resiko, meskipun menimbulkan kontroversi tetap masih mendapatkan tempat untuk diperhatikan. Prinsip dasar dari penanganan perdarahan postpartum adalah haemostasis atau menghentikan perdarahan dengan cepat.1. Manajemen Aktif Kala III

Setiap ibu melahirkan harus mendapatkan manajemen aktif kala III. Merupakan tindakan (intervensi) yang bertujuan mempercepat lahirnya plasenta dengan meningkatkan kontraksi uterus sehingga menurunkan kejadian perdarahan postpartum karena atoni uteri. Tindakan ini meliputi 3 komponen utama yakni (1) pemberian uterotonika, (2) peregangan tali pusat terkendali dan (3) masase uterus setelah plasenta lahir.5 Oksitosin 10 unit disuntikan secara intramuskular segera setelah bahu depan atau janin lahir seluruhnya. Peregangan tali pusat secara terkendali (tidak terlalu kuat) dilakukan pada saat uterus berkontraksi kuat sambil ibu diminta mengejan. Jangan lupa melakukan counter-pressure terhadap uterus untuk menghidari inversi. Lakukan masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir sampai uterus berkontraksi kuat, palpasi tiap 15 menit dan yakinkan uterus tidak lembek setelah masase berhenti.52. Uterotonika

Uterotonika utama yang dipakai dalam pencegahan dan penanganan perdarahan postpartum adalah oksitosin dan metilergonovin.Jenis uterotonika dan cara pemberiannyaJenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol

Dosis dan cara pemberian awal IV: 20 U dalam 1 L larutan garam fisiologis dengan tetesan cepat IM: 10 U IM atau IV (lambat): 0,2 mg Oral atau rektal 400 mg

Dosis lanjutan IV: 20 U dalam 1L larutan garam fisiologis dengan 40 tetes/menit Ulangi 0,2 mg IM setelah 15 menit Bila masih diperlukan, beri IM/IV setiap 2-4 jam 400 mg 2-4 jam setelah dosis awal

Dosis maksimal per hari Tidak lebih dari 3 L larutan fisiologis Total 1 mg (5 dosis) Total 1200 mg atau 3 dosis

Kontraindikasi atau hati-hati Pemberian IV secara cepat atau bolus Preeklampsia, vitium kordis, hipertensi Nyeri kontraksi Asma

3. Misoprostol

Misoprostol adalah analog prostaglandin E1, yang banyak digunakan dalam praktek obstetrik karena sifatnya yang memacu kontraksi miometrium. Misoprostol lebih unggul dibanding prostaglandin lain seperti PG E2 atau PG F2 karena sifatnya yang stabil pada temperatur kamar, murah dan mudah penggunaannyaAdanya perdarahan postpartum setelah persalinan harus segera ditangani dengan tepat. Penanganan lini pertama dengan pemberian uterotonika yaitu oksitosin dan ergometrin yang dilanjutkan dengan masase uterus. Misoprostol dapat digunakan apabila dengan metode ini perdarahan tidak dapat dihentikan. Dalam situasi di mana uterotonika tidak tersedia, pemberian misoprostol 600 g dapat digunakan sebagai terapi utama perdarahan postpartum. Misoprostol dapat diberikan secara oral ataupun sublingual.4. Penanganan perdarahan postpartum yang telah terjadi (establihed postpartum hemorrhage)

a. Intervensi medis

Jika dengan managemen aktif kala III perdarahan vaginal masih berlangsung, maka harus segera diberikan 5-10 unit oksitosin secara intravena pelan atau 5-30 unit dalam 500 ml cairan dan 0,25-0,5 mg ergometrin intravena. Pada saat yang sama dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya sebab lain seperti adanya robekan jalan lahir atau retensi sisa plasenta. Perhatian harus ditujukan pada cara mengatasi syok (ABC's) dengan memasang venokateter besar, memberikan oksigen dengan masker, monitoring tanda vital dan memasang kateter untuk memonitor jumlah urin yang keluar. Monitoring saturasi oksigen juga perlu dilakukan. Darah diambil untuk pemeriksaan rutin, golongan darah dan skrining koagulasi.13

Langkah penting yang harus segera diambil adalah koreksi hipovolemia (resusitasi cairan). Kelambatan atau ketidaksesuaian dalam memberikan koreksi hipovolemia merupakan awal kegagalan mengatasi kematian akibat perdarahan postpartum. Meskipun pada perdarahan kedua komponen darah yaitu plasma dan sel darah hilang, tetapi penanganan pertama untuk menjaga homeostasis tubuh dan mempertahankan perfusi jaringan adalah dengan pemberian cairan. Larutan kristaloid (saline normal atau ringer laktat) atau koloid harus segera diberikan dengan jumlah 3 kali estimasi darah yang hilang, tetapi larutan kristaloid lebih diutamakan. Dextran tidak boleh diberikan karena mengganggu agregasi platelet. Dosis maksimal untuk larutan koloid adalah 1500 ml per 24 jam.6b. Intervensi bedah

Pasien harus diletakkan dalam posisi litotomi dengan pencahayaan yang baik sehingga adanya robekan di perineum, vagina dan seviks dapat diidentifikasi. Jika robekan jalan lahir dapat disingkirkan maka segera dilakukan eksplorasi kavum uterin untuk menyingkirkan adanya retensi sisa plasenta. Jika setelah manuver ini perdarahan masih berlangsung dan kontraksi uterus lembek, maka atoni uteri adalah penyebab perdarahan.

Beberapa intervensi bedah yang dapat dilakukan adalah kompresi bimanual, tampon uterus (uterine packing, tamponade test), jahitan pada placental bed, jahitan segi empat ganda (multiple square suture), jahitan B-Lynch, ligasi arteria uterina, ligasi arteria iliaka interna, histerektomi, tampon intraabdominal (intraabdominal packing) dan embolisasi arteria iliaka interna atau arteria uterina.16

Atonia UteriDefinisi

Adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. 8 Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan.

Etiologi Over distensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor resiko mayor terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda, janin makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan struktur uterus atau kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah di uterus baik sebelum maupun sesudah plasenta lahir.

Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi pada abruptio plasenta dan hipotermia akibat resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultiparitas bukan merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya perdarahan post partum7.Faktor Resiko 1. Multipara.

2. Uterus yang terlalu regang (hidramion, hamil ganda, anak sangat besar/ BB > 4000 gram).

3. Kelainan uterus (uterus bikornis, mioma uteri, bekas operasi).

4. Plasenta previa dan solusio plasenta (perdarahan ante partum).

5. Partus lama6. Anemia7. Riwayat PPH sebelumnya atau riwayat manual plasenta.Pengaruh Multipara Pada Atonia Uteri

Paritas merupakan faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum primer. Pada paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Sedangkan semakin sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus semakin lemah sehingga besar risiko komplikasi kehamilan.

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Resiko pada primipara dapat ditangani dengan asuhan obstetrik yang lebih baik, sedangkan risiko pada multipara dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Pada multipara fungsi reproduksi mengalami penurunan, otot uterus terlalu regang dan kurang dapat berkontraksi dengan baik sehingga kemungkinan terjadi perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar. Uterus yang telah melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan. Atonia uteri pada ibu denganparitas tinggi terjadi karena kondisi miometriunm dan tonus ototnya sudah tidak baik lagi sehingga menimbulkan kegagalan kompresi pembuluh darah pada tempat implantasiplasetayang akibatnya terjadi perdarahan postpartum. Patofisiologi Atonia Uteri pada Multipara??

Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan penanganan kala tiga secara aktif, yaitu:1. Menyuntikan Oksitosin

Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.

Menyuntikan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak mengenai pembuluh darah.

2. Peregangan Tali Pusat Terkendali

- Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau menggulung tali pusat

Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva

Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorso-kranial

4. Mengeluarkan plasenta

Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bahwa kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva.

Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali klem hingga berjarak 5-10 dari vulva.

Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit

Suntikan ulang 10 IU Oksitosin i.m

Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh

Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual

5. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban.

6. Masase Uterus

Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)

7. Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan

Kelengkapan plasenta dan ketuban

Kontraksi uterus

Perlukaan jalan lahir Bagan Pengelolaan Atonia UteriBagan Pengelolaan Atonia Uteri

Masase fundus uteri Segera sesudah plasenta lahir(maksimal 15 detik)

Uterus kontaksi ?yaEvaluasi rutin

tidak Evaluasi/ bersihkan bekuan darah/ selaput ketuban Kompresi Bimanual Interna (KBI) maks. 5 menit Uterus kontraksi ?ya- pertahankan KBI selama 1-2 menit

- keluarkan tangan secara hati-hati

- lakukan pengawasan kala IV

tidak

ajarkan keluarga melakukan Kompresi Bimanual Eksterna (KBE) keluarkan tangan (KBI) secara hati-hati suntikan Methyl ergometrin 0,2 mg i.m pasang infus RL + 20 IU Oksitosin, guyur lakukan lagi KBI Uterus kontraksi ?yaPengawasan kala IV

tidak Rujuk siapkan laparotomi Lanjutkan pemberian infus + 20 IU Oksitosin minimal 500 cc/jam hingga mencapai tempat rujukan Selama perjalanan dapat dilakukan kompresi aorta abdominalis atau Kompresi bimanual eksternal Ligasi arteri uterina dan/ atau hipogastrikaB-Lynch methodPerdarahanberhentiPertahankan

uterus

tetap Histerektomi

15