Transcript

27

 

     

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah 5 (lima) kecamatan pesisir Pantai Utara Jakarta,

Propinsi DKI Jakarta yang terletak antara 08º22'00” - 08º50'00” Lintang Selatan

dan 121º55'40" - 122º41'30'' Bujur Timur. Kecamatan pesisir tersebut adalah: 1)

Kecamatan Penjaringan, 2) Pademangan, 3) Koja, 4) Tanjung Priuk, dan 5)

Kecamatan Cilincing. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan

terhitung bulan Januari – Juni 2010. Lokasi penelitian disajikan dalam Gambar 6.

Gambar 6 Lokasi penelitian di Pantai Utara Jakarta

3.2 Bahan dan Peralatan 3.2.1 Bahan

Pada penelitian ini, Bahan yang digunakan adalah :

• Citra satelit ALOS Kotamadya Jakarta Utara tahun 2006.

• Peta RBI lembar tahun 2008 dari Bakosurtanal dengan skala 1 : 50.000.

• Data yang terkait dengan komponen dimensi kerentanan pantai meliputi:

karakterisitk pantai dan dinamika pesisir (tipologi, kenaikan muka laut relatif,

tunggang pasang surut, tinggi gelombang rata-rata, elevasi, jenis batuan, dan

perubahan garis pantai). Jenis dan sumber data disajikan pada Tabel 6.

28

 

     

Tabel 6 Jenis dan sumber data

No Jenis data Sumber data Dimensi Keterpaparan 1. Kenaikan muka laut http://www. aviso.oceanobs.

com/en/news/oceanindicators/mean-sea-level/index.html.

2. Erosi Pantai Citra ALOS 2006 -2009 3. Tinggi gelombang Dinas Hidro-Oseanografi 4. Pasang Surut Dinas Hidro-Oseanografi 5. Kejadian Tsunami http : //www.ngdc.noaa.gov/hazard/tsu.shtml. 6. Pertumbuhan Penduduk BPS Jakarta Utara 7. Kepadatan Penduduk BPS Jakarta Utara Dimensi Kepekaan 1. Elevasi pantai Bakosurtanal 2. Kelerengan (slope) Bakosurtanal 3. Tipologi pantai BAPEKO Jakarta Utara dan pengamatan

lapang 4. Tipologi penggunaan pantai BAPEKO Jakarta Utara dan pengamatan

lapang 5. Pemukiman Penduduk BAPEKO Jakarta Utara dan pengamatan

lapang Dimensi Daya Adaptasi 1. Habitat Pesisir Bakosurtanal 2. Mangrove Pengamatan lapang dan data citra ALOS 3. Terumbu Karang Pengamatan lapang dan data citra ALOS 4. Lamun Pengamatan lapang dan data citra ALOS 5. Kawasan Konservasi mangrove Departemen Kehutanan

3.2.2 Peralatan

Pada penelitian ini, peralatan yang digunakan adalah:

• GPS Garmin etrex 12 Channel

• Komputer Pentium(R) 4 CPU 2.00 GHz

• Software ArcView GIS 3.3, Ermapper 6.4 dan MS-Office 2007

• Kamera digital BenQ DC T860 Pentax Zoom Lens 8 megaPixel

• Kuisioner (Lampiran 1)

29

 

     

3.3 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian kerentanan pantai secara diagramatik disajikan pada

Gambar 7. Penelitian diawali dengan kajian pustaka dan penyusunan proposal

penelitian. Setelah usulan penelitian disetujui dilanjutkan dengan persiapan

pelaksanaan penelitian. Sebelum memulai pengumpulan data terlebih dahulu

dilakukan persiapan pelaksanaan penelitian. Hal-hal yang dipersiapkan antara

lain penyediaan alat-alat pengukuran dan pengambilan data lapang, penyiapan

daftar pertanyaan/kuesioner dan penelusuran data sekunder melalui situs internet.

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data

primer dikumpulkan melalui pengukuran dan pengamatan lapang, serta

wawancara dengan masyarakat di lokasi studi. Setelah data terkumpul dilakukan

pengolahan dan analisis data, termasuk analisis spasial dengan menggunakan SIG.

Setelah itu dilanjutkan dengan pembahasan hasil penelitian dan penulisan tesis.

Tahapan penelitian disajikan dalam Gambar 7.

Gambar 7 Tahapan pelaksanaan penelitian kerentanan pantai

Penyusunan dan persetujuan Proposal

Persiapan pelaksanaan penelitian

Pengumpulan data

Data Sekunder

Pengolahan Data

Analisis Data

Pembahasan Hasil dan Penulisan Tesis

Data Primer

Kajian Pustaka

Pengolahan citra dan

SIG

30

 

     

Tahapan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software

Ermapper 6.5, ArcView 3.3 dan MS-exel 2007, analisis data kajian kerentanan

pantai secara diagramatik disajikan pada Gambar 8. Pengumpulan data dilakukan

melalui survei lapangan dan pengumpulan data dari instansi terkait. Adapun

metode atau pendekatan yang digunakan dalam menganalis data, terdiri dari tiga

jenis metode, yaitu: (1) analisis ekosistem dan sumberdaya pesisir. Melalui

analisis ini diperoleh gambaran umum tentang kondisi ekosistem dan sumberdaya

pesisir di lokasi penelitian; (2) analisis karakteristik fisik dan sosial masyarakat.

Hasil dan analisis ini adalah gambaran umum karakteristik fisik pantai seperti

kontur pantai, ketinggian pantai dari permukaan laut, kelerengan pantai, dan

karakteristik sosial masyarakat termasuk persepsi masyarakat, infrastruktur yang

ada di pesisir; (3) analisis kerentanan lingkungan pesisir. Hasil yang didapatkan

dari analisis ini adalah informasi terkait dengan dinamika kerentanan pesisir.

Nilai parameter perdimensi yang diperoleh ditransformasikan ke dalam nilai skor

untuk menghitung indeks perdimensi kerentanan berdasarkan formulasi

persamaan matematika yang dikembangkan oleh Tahir (2010). Setelah dilakukan

overlay terhadap hasil analisis didapatkan keluaran dari penelitian berupa indeks

kerentanan pantai dan proyeksi tingkat kerentanannya dimasa mendatang.

 

Gambar 8 Diagram tahapan analisis data kajian kerentanan pantai

Pengumpulan data

Metode / pendekatan Analisis

Hasil analisis

Output penelitian

Kajian Pustaka

Survey Lapangan

Analisis ekosistem dan sumberdaya

Analisis karaktersistik fisik dan sosial pantai

Analisis kerentanan lingkungan pantai

Kondisi ekosistem dan SD Pesisir

Gambaran umum karakterisitik fisik dan sosial pantai

Dinamika kerentanan pantai

Indeks kerentanan pantai dan proyeksi tingkat

kerentanan

31

 

     

3.4 Diagram Cakupan Kerentanan Pantai

Analisis kerentanan pantai mengacu kepada konsep yang dikembangkan

oleh Turner et al. (2003) dimana kerentanan merupakan fungsi dari keterpaparan,

kepekaan dan daya adaptasi dari suatu sistem pesisir. Untuk mengidentifikasi

komponen kerentanan, Polsky et al. (2007) mengembangkan model Vulnerability

Scoping Diagram (Diagram Cakupan Kerentanan). Model VSD ini menempatkan

keterpaparan, kepekaan dan daya adaptasi sebagai dimensi kerentanan (Gambar

9). Selanjutnya dilakukan determinasi terhadap komponen dimensi kerentanan

dan pengukuran komponen dimensi kerentanan.

Gambar 9 Diagram cakupan kerentanan (vulnerability scoping diagram) pesisir (adopsi dari Polsky 2007)

32

 

     

3.4.1 Keterpaparan (Exposure)

Dimensi keterpaparan (exposure) terdiri dari 3 (tiga) komponen yaitu: 1)

dinamika pesisir; 2) gangguan alam; dan 3) penduduk. Komponen yang diukur

dan skor penilaian disajikan dalam Tabel 7 dan Tabel 8.

Tabel 7 Komponen dimensi keterpaparan (exposure) dan satuan pengukurannya

Komponen Dimensi (E) Simbol Satuan pengukuran Kenaikan Muka Laut1) (SR) mm/tahun Erosi Pantai1) (ER) m/tahun Rara-Rata Tunggang Pasang1) (PS) m Rata-Rata Tinggi Gelombang1) (GL) m Tsunami2) (TS) Kejadian (100 thn terakhir) Pertumbuhan Penduduk3) (PD) % pertahun Kepadatan Penduduk3) (KP) Jiwa/ha Keterangan : 1) Komponen dimensi dinamika pesisir 2) Komponen dimensi gangguan alam 3) Komponen dimensi penduduk

Tabel 8 Sistem penskalaan dan skoring parameter kerentanan dimensi keterpaparan (exposure)

Skor

E 1 2 3 4 5 Sumber

SR mm/thn < 4,99 5 – 9,99 10 – 14,99 15 – 25 >25 DKP (2008)1)

ER m/thn >2,0 1,0 – 2,0 -1,0 – 1,0 1,0 – (-2,0) <-2,0 Gornitz et al. (1992)2)

PS m <0,50 0,51 – 1,0 1,1 – 2,0 2,1 – 4,0 >4 DKP (2008)1)

GL m <0,50 0,51-1 1,1-1,5 1,51 – 2 >2 DKP (2008)1)

TS *) 0 1 2 – 3 4 – 10 >10 SOPAC (2005)3)

PD % /thn <0,5 0,51 – 1,0 1,1 – 1,50 1,51 – 2,0 >2,1 SOPAC (2005)3)

KP jw/ha <75 76 – 150 151 – 200 201 – 400 >400 BSN (2004)3)

Keterangan: *) Kejadian tsunami sejak tahun 1900 – 2010, untuk wilayah kajian belum pernah terjadi, namun tetap dimasukkan karena skor penilaian tetap ada.

33

 

     

3.4.2 Kepekaan (Sensitivity)

Dimensi kepekaan (sensitivity) terdiri dari 3 (tiga) komponen yaitu: 1)

karakteristik pantai; 2) penggunaan lahan; dan 3) pemukiman. Komponen yang

diukur dan skor penilaian disajikan dalam Tabel 9 dan Tabel 10.

Tabel 9 Komponen dimensi kepekaan (sensitivity) dan satuan pengukurannya

Komponen Dimensi (S) Simbol Satuan pengukuran

Elevasi pantai1) (EL) meter (m)

Kelerengan (slope)1) (SL) persen (%)

Tipologi Pantai1) (TP) Kategori tipologi pantai

Tipologi Penggunaan Pantai2) (PL) Tipologi penggunaan

Pemukiman Penduduk3) (PP) Lokasi pemukiman Keterangan : 1) Komponen dimensi karakteristik pantai 2) Komponen dimensi penggunaan lahan 3) Komponen dimensi pemukiman

Tabel 10 Sistem penskalaan dan skoring parameter kerentanan dimensi kepekaan (sensitivity)

Skor Sen

1 2 3 4 5 Sumber

EL m >5 3,1 – 5 2,1 – 3 1,1 – 2 0 – 1 Tahir (2010)

SL % >40 25,1 – 40 15,1 – 25 9 – 15 0 – 8 Tahir (2010)

TP Bervegetasi Berbatu Berkerikil Pantai Berpasir

Pantai Hasil Endapan

DKP (2009)

PL Lahan terbuka/tidak dimanfaatkan

Budidaya laut

Budidaya pertanian

Peternakan Pemukiman DKP (2009)

PP Di lokasi ketinggian > 5 m

Di ketinggian 2–5 m

Dibelakang sempadan pantai

Sekitar pantai

Di atas perairan

Modifikasi dari Malone et al. (2005)

34

 

     

3.4.3 Daya Adaptasi (Adaptive Capacity)

Dimensi daya adaptasi (adaptive capacity) terdiri dari dua komponen

yaitu: 1) habitat pesisir (ekosistem terumbu karang, padang lamun dan mangrove);

dan 2) kawasan konservasi. Komponen yang diukur dan skor penilaian disajikan

dalam Tabel 11 dan Tabel 12.

Tabel 11 Komponen dimensi daya adaptasi (adaptive capacity) dan satuan pengukurannya

Komponen Dimensi (AC) Simbol Satuan pengukuran

Habitat pesisir1) (HP) Proporsi habitat vs daratan (kali)

Kerapatan Mangrove1) (MR) Pohon / Ha

Terumbu Karang1) (TK) (%) tutupan karang hidup

Penutupan lamun1) (LM) (%) tutupan lamun

Konservasi Laut2) (KL) (%) kawasan konservasi Keterangan : 1) Komponen dimensi habitat pesisir 2) Komponen dimensi kawasan konservasi

Tabel 12 Sistem penskalaan dan skoring parameter kerentanan daya adaptasi (adaptive capacity)

Skor AC

1 2 3 4 5 Sumber

HP (kali)

< daratan pantai

2 x > daratan pantai

3 x > daratan pantai

4 x > daratan pantai

> 5 kali daratan pantai

Tahir (2010)

MR (pohon/ Ha)

0 – 500 501– 1.000 1.001-1.250 1.251-1.500 >1.500 Modifikasi dari KLH (2004)

TK (%) 0 – 20 21 – 40 41 – 60 61 – 80 81 – 100

Modifikasi dari KLH (2001)

LM (%) <10 10 – 29,9 30 – 59,9 60 – 79,9 >80

Modifikasi dari KLH (2004)

KL (%) 0 1 – 10 11 – 25 26 – 40 >50

Modifikasi dari KLH (2004)

35

 

     

3.5 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data

primer adalah data yang secara langsung didapatkan di lokasi penelitian, baik

melalui pengukuran, pengambilan contoh/sampel, pengamatan maupun

wawancara dengan responden. Adapun data sekunder adalah data-data yang telah

dikumpulkan dan dipublikasikan oleh pihak lain. Data-data yang dikumpulkan

dapat dikategorikan sebagai berikut:

• Data geofisik, seperti data oseanografi (pasang surut, arus, batimetri,

gelombang laut), elevasi dan kemiringan daratan pantai, tipologi pantai,

morfologi pantai, dan panjang garis pantai.

• Data ekobiologi, seperti ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove,

ekosistem lamun, vegetasi pantai dan sumberdaya lainnya.

• Kondisi sosial dan ekonomi, seperti; penduduk, pemanfaatan sumberdaya

pesisir, mata pencaharian, pemanfaatan lahan dan konservasi ekosistem

pesisir.

Jenis dan teknik pengumpulan data disajikan dalam Tabel 13.

36

 

     

Tabel 13 Jenis data dan teknik pengumpulan data

No Jenis data Teknik pengumpulan data Keterangan A. Geofisik 1. Kenaikan muka

laut Terdapat tiga teknik pengumpulan data kenaikan muka laut, yaitu data rekaman tide gauge, data dari model SRES, dan Data AVISO

Penelitian ini menggunakan data dari AVISO yang diunduh dari http://www. aviso.oceanobs. com/en/news/oceanindicators/mean-sea-level/index.html. Data kecenderungan kenaikan muka laut yang tersedia dari tahun 1992-2010

2. Gelombang Data indeks tinggi gelombang

Data indeks diperoleh dari BMG

3. Pasang surut Pengukuran data pasang urut dengan menggunakan tide gauge

Data pasang surut yang digunakan adalah data pasang surut yang diperoleh dari Dinas Hidro oseanognafi.

4. Kejadian tsunami Data kejadian tsunami diperoleh dari NGDC (National Geophysical Data Centre)

Data kejadian tsunami diunduh dari http : //www.ngdc.noaa.gov/hazard/tsu.shtml. Untuk wilayah Indonesia tercatat kejadian tsunami dari tahun 1600-2008.

5. Erosi (perubahan garis pantai)

Pengukuran pantai yang mengalami erosi

Data perubahan garis pantai dihitung dari hasil analisis digitasi citra ALOS 2006 - 2009

6. Elevasi pantai, kemiringan, panjang garis pantai luas habitat pesisir.

Pengukuran dan pemetaan dengan menggunakan GPS, Kompas geologi dan analisis spasial dengan SIG

Data batimetri diperoleh dari Bakosurtanal. Analisis spasial dengan menggunakan Arc View.

7. Tipologi pantai Pengamatan lapangan Data tipologi penggunaan pantau diperleh dari BAPPEKO Jakarta Utara dan pengamatan secara langsung dilapangan, kemudian diplotkan ke dalam peta.

B. Ekobiologi 1. Terumbu karang Pengamatan dan pengukuran

lapangan Data sekunder mengenai tutupan karang hidup di lokasi penelitian.

2. Lamun Pengamatan dan pengukuran lapangan

Menggunakan metode transek garis dan petak contoh (line transect plot)

3. Mangrove Pengamatan dan pengukuran lapangan

Menggunakan metode transek garis dan petak contoh (line transect plot)

C. Sosial ekonomi 1. Pertumbuhan dan

kepadatan penduduk

Data sekunder dari statistik kecamatan

BPS Jakarta Utara

2. Penggunaan lahan Pengamataan Diperoleh dari BAPEKO Jakarta Utara dan diamati secara langsung di lapangan

3. Pola pemukiman Pengamataan Diperoleh dari BAPEKO Jakarta Utara dan diamati secara langsung di lapangan

4. Pemanfaatan wilayah pesisir

Wawancara dengan masyarakat

Penelusuran praktik pemanfaatan wilayah pesisir

37

 

     

3.6 Analisis Data

3.6.1 Analisis Ekosistem Pesisir

3.6.1.1 Ekosistem Terumbu Karang

Data ekosistem terumbu karang yang dianalisis mencakup luasan (sebaran

habitat) dan persentasi tutupan karang hidup. Analisis sebaran ekosistem terumbu

karang dilakukan dengan menggunakan analisis sistem informasi geografis.

Adapun kualitas tutupan karang hidup dianalisis dengan menggunakan kriteria

yang dikemukan oleh KLH (2001). Kualitas tutupan karang hidup dibagi menjadi

empat kategori, yaitu: kondisi buruk, sedang, baik dan sangat baik (Tabel 14).

Tabel 14 Kriteria persentase penutupan karang hidup

Persentase tutupan karang hidup (%) Kondisi

0,0% - 24,9% Buruk

25,0% - 44,9% Sedang

50,0% - 74,9% Baik

75,0% - 100% Sangat Baik

Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2001)

3.6.1.2 Ekosistem Mangrove

Seperti halnya dengan analisis terumbu karang, analisis ekosistem

mangrove juga mencakup analisis spasial atau sebaran habitat dan analisis kualitas

tutupan dalam bentuk kerapatan pohon mangrove. Analisis spasial dilakukan

dengan menggunakan analisis sistem informasi geografis, sedangkan analisis

tingkat kerapatan dilakukan dengan menghitung jumlah pohon dalam satuan

hektar (pohon/ha). Untuk menilai tingkat kerapatan mangrove digunakan kriteria

yang dibuat oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2004). Kriteria yang

digunakan untuk menilai kerapatan mangrove terdiri dari tiga kategori, yaitu

kepadatan jarang, sedang dan sangat padat (Tabel 15).

38

 

     

Tabel 15 Kriteria baku kerusakan mangrove

Kriteria Penutupan Kerapatan (pohon/Ha)

Baik Sangat Padat > 70 > 1.500

Rusak Sedang > 50 - < 70 >1.000 - <1.500

Jarang < 50 < 1.000

Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2004)

3.6.1.3 Padang Lamun

Data ekosistem padang lamun juga mencakup data tentang distribusi

spasial dan kualitas tutupan. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan

analisis sistem informasi geografis, sedangkan analisis kualitas tutupan lamun

menggunakan kriteria yang dikemukan oleh Kementerian Negara Lingkungan

Hidup (2004). Kualitas tutuan lamun dibagi menjadi tiga, yaitu sangat kaya,

kurang kaya dan miskin (Tabel 16).

Tabel 16 Kelas kehadiran masing-masing jenis lamun

Kondisi Penutupan

Baik Sehat / kaya > 60

Rusak Kurang sehat / Kurang kaya 30 – 59,9

Miskin 29,9

Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2004)

3.6.2 Analisis Karakteristik Geofisik Pesisir

Parameter geofisik pesisir yang dianalisis adalah kelerengan pantai

(coastal slope), ketinggian atau elevasi pantai dari permukaan laut, dan

tipologi/jenis pantai, laju erosi pantai, dan parameter oseanografi seperti

gelombang dan pasang surut. Kelerengan pantai berhubungan dengan kemudahan

dari suatu pantai/pesisir mengalami perendaman atau penggenangan apabila

terjadi banjir atau kenaikan muka laut dan mempercepat bergesernya garis pantai.

Demikian juga dengan faktor elevasi pantai, akan menentukan seberapa lama

suatu pantai akan mengalami perendaman dengan adanya kenaikan muka laut dari

tahun ke tahun. Tipologi secara tidak langsung juga menentukan kemudahan

suatu pantai mengalami perendaman, misalnya pantai dataran rendah lebih cepat

39

 

     

mengalami perendaman dibandingkan pantai berbukit/terjal. Ada beberapa

pendekatan yang digunakan untuk analisis kenaikan muka laut, seperti yang

dikemukan oleh Hamzah et al. (in press), yaitu:

• Berdasarkan data pasang surut dan rekaman tide gauge serta proyeksi

perubahan duduk tengahnya yang diasumsikan secara linear.

• Berdasarkan data satelit altimetri ADT yang diperoleh dari AVISO.

• Berdasarkan model kenaikan permukaan laut (sea level rises = SLRs) dengan

skenario SRES (Special Report on Emissions Scenarios) series IPCC.

Kenaikan muka laut akan meningkatkan potensi rendaman daratan pantai.

Selain kenaikan muka laut, potensi rendaman daratan pantai juga dapat

disebabkan oleh faktor lain seperti pasang surut, dan subsiden dari suatu pantai.

Parameter-parameter oseanografi seperti pasang surut, gelombang laut, erosi

pantai juga dianalisis mengingat parameter ini memiliki kontribusi terhadap

kerentanan pantai.

3.6.3 Analisis Karaktistik Sosial

Parameter sosial yang dianalisis adalah pertumbuhan dan kepadatan

penduduk, pola persebaran pemukiman penduduk dan kearifan lokal terkait

dengan pengelolaan lingkungan. Pertumbuhan penduduk dianalisis dengan

membandingkan jumlah penduduk dari tahun ke tahun, untuk mendapatkan laju

pertumbuhan penduduk per-tahun. Sementara kepadatan penduduk dianalisis

dengan membandingkan jumlah penduduk dengan ketersediaan lahan daratan

yang layak dihuni. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui pola-pola

persebaran pemukiman dan kearifan lokal yang tumbuh dimasyarakat dalam

melindungi sumberdaya pesisir.

3.6.4 Indeks Kerentanan Pantai

3.6.4.1 Penentuan Indeks Kerentanan Pantai

Konsep kerentanan yang diacu dalam penelitian ini seperti yang

dikemukakan oleh Turner et al. (2003) dimana kerentanan merupakan fungsi

overlay dari keterpaparan (exposure), kepekaan (sensitivity), dan kapasitas atau

40

 

     

daya adaptasi (adaptive capacity), yang selanjutnya diekspresikan dalam bentuk

matematika oleh Metzger et al. (2006) sebagai berikut:

V = f (E,S,AC) ..…(1)

Fungsi tersebut di atas diekspresikan lebih lanjut dalam bentuk persamaan

matematika dan diformulasikan oleh Tahir (2010) dan juga memiliki kesamaan

yang dikembangkan oleh UNU-EHS (2006) menjadi:

V = (ExS)/AC ......(2)

Dengan menjabarkan parameter kerentanan seperti yang diadopsi dari Polsky et

al. (2007), maka dimensi E, S dan AC dapat dirumuskan sebagai berikut:

E = (SRxER)+GL+PS+TS+(PDxKP) ..…(3)

Dengan menggunakan pendekatan signifikansi dari masing-masing

parameter untuk menentukan bobot dari setiap parameter, maka persamaan (3)

dapat ditulis lebih lanjut sebagai indeks dari keterpaparan (IE) menjadi:

IE = α1*(SR x ER)+ α2*GL+α3*PS+α4*TS+α5*(PD x KD) ..…(4)

Dengan pendekatan yang sama, maka dimensi S dapat dituliskan menjadi:

S =TP+EL+SL+PL+PP ..…(5)

Dengan memberikan bobot yang lebih besar pada parameter yang dianggap

memiliki signifikansi yang lebih besar terhadap kerentanan pantai, maka

persamaan (5) dapat dituliskan sebagai indeks dari kepekaan (IS) menjadi:

IS = β1EL + β2TP + β3SL + β4PL + β5PP ..…(6)

Adapun dimensi AC dapat dituliskan sebagai berikut:

AC = HP+TK+MR+LM+KL ..…(7)

Seperti halnya dengan parameter dari dimensi E dan S, parameter dimensi AC

juga memiliki signifikansi yang berbeda dengan memberikan bobot pada setiap

parameter, maka persamaan (7) dapat dituliskan sebagai indeks dari dimensi AC

menjadi:

IAC = γ1 HP + γ2 TK + γ3 MR + γ4 LM + γ5 KL ..…(8)

Dengan mensubstitusi persamaan (4), (6), dan (8) ke dalam persamaan (2)

diperoleh persamaan indeks kerentanan pantai (IKP) sebagai berikut:

IKP = IE x IS/IAC ….…(9)

41

 

     

dimana : α, β, dan γ, merupakan bobot dari masing-masing parameter.

Pilihan terhadap bentuk penjumlahan (additive) dan perkalian

(multiplication) pada persamaan (4) di atas, didasarkan pada hasil konstruksi

persamaan untuk menilai kerentanan pantai yang dikembangkan oleh Gornitz et

al. (1991); Rao et al. (2008); Villa dan McLeod (2002). Perkalian antara SR, ER,

GL, dan PS didasarkan atas konsep yang dikemukan oleh Villa dan McLeod,

bahwa komponen yang saling berinteraksi lebih sesuai jika sub-indikator dan

komponen tersebut menggunakan perkalian (multiplicative), sedangkan komponen

yang tidak berinteraksi lebih sesuai menggunakan penjumlahan (additive). Dalam

kaitannya dengan signifikansi suatu parameter terhadap setiap komponen

(exposure, sensitivity, adaptive capacity), Rao et al. (2008) dan Doukakis (2005)

memberikan bobot yang lebih tinggi terhadap parameter yang memiliki

signifikansi yang lebih tinggi dibandingkan lainnya. Oleh karena itu, paramater

SR dan ER pada komponen exposure (E), EL dan SL pada komponen sensitivity

(S), dan HP, MR dan TK pada komponen adaptive capacity (AC) diberi

signifikansi 4 (empat) kali dan 2 (dua) kali lipat dari parameter lainnya.

Berdasarkan nilai skoring dari setiap parameter yang telah diidentifikasi

melalui pendekatan Vulnerability Scoping Diagram sebelumnya, yaitu skala nilai

skoring setiap parameter adalah antara 1 sampai 5. Formulasi Indeks Kerentanan

lingkungan yang dibuat oleh Tahir (2010) diperoleh nilai minimum IKP sebesar

0,20 dan nilai maksimum sebesar 76. Hasil perhitungan nilai indeks minimun dan

maksimun disajikan pada Lampiran 2. Dengan menggunakan nilai maksimum

dan minimum tersebut, skala penilaian tingkat kerentanan pantai dibagi menjadi 4

kategori (Doukakis 2005) sebagai berikut:

0,20 - 6,04 : Kerentanan rendah (low) 6,05 - 18,18 : Kerentanan sedang (moderate)

18,19 - 40,48 : Kerentanan tinggi (high) 40,49 - 76,00 : Kerentanan sangat tinggi(very high)

3.6.4.2 Proyeksi Kerentanan Pantai

Kerentanan pantai memiliki karakteristik yang dinamis, yang berarti

kerentanan tersebut akan berubah-rubah sesuai dengan perubahan dan faktor-

faktor yang mempengaruhinya. Tahir (2010) mengformulasikan dinamika indeks

42

 

     

kerentanan dari persamaan (9) di atas yang diturunkan terhadap perubahan waktu,

untuk mendapatkan laju perubahan kerentanan pantai.

Nilai kerentanan (indeks kerentanan) lingkungan setiap saat berubah,

dengan laju kerentanan yang sebanding dengan besarnya indeks kerentanan pada

saat itu, yang dirumuskan oleh Tahir (2010) sebagai berikut:

V = V(t), dimanaV > 0 (10)

(11)

Karena laju perubahan dari indeks kerentanan setiap saat sebanding dengan

besarnya indeks kerentanan pada saat itu, maka terdapat konstanta k ≠ 0, sehingga

dV/dt = kV, k ≠ 0

dimana akan terjadi: k > 0 bila V bertambah dan

k < 0 bila V berkurang

Persamaan di atas dapat diselesaikan sebagai berikut:

(12)

Oleh karena nilai kerentanan (IKP) yang diperoleh dan persamaan (9),

memiliki nilai maksimum sebesar 76,00 maka persamaan (12) dapat dituliskan

menjadi:

(13)

Dengan melakukan penyelesaian secara integral dari persamaan (13), maka

diperoleh bentuk persamaan dinamik dari kerentanan pantai sebagai berikut:

(14)

Keterangan:

Vt = Indeks Kerentanan pada waktu t

V0 = Indeks Kerentanan awal

e = Dasar logaritma natural

k = Koefisien Kerentanan

t = Waktu (tahun)

43

 

     

Dengan model kerentanan pantai di atas, maka dapat diketahui laju

kerentanan pantai sehingga pendugaan kerentanan pantai pada waktu yang akan

datang dapat dilakukan dengan lebih baik. Hasil penurunan persamaan dinamik

indeks kerentanan lingkungan pantai disajikan pada Lampiran 3.

3.7 Integrasi Data Spasial dan Atribut Kerentanan Pantai

Penginderaan jauh tidak pernah lepas dari Sistem Informasi Geografi

(SIG). Data-data spasial hasil penginderaan jauh merupakan salah satu data dasar

yang dipergunakan dalam analisis SIG. Integrasi antara data spasial dan data

atribut dalam suatu sistem terkomputerisasi yang bereferensi geografi merupakan

keunggulan SIG. Pengolahan data citra ALOS dengan memanfaatkan SIG

diharapkan mampu memberikan informasi secara cepat dan tepat sehingga segera

dapat digunakan untuk keperluan analisis dan manipulasi.

Dalam pengintegrasian data spasial dan atribut, terlebih dahulu dilakukan

pengolahan citra dengan tahapan: 1) Mengukur kualitas data dengan descriptive

statistics atau dengan tampilan citra, 2) Mengoreksi kesalahan, baik radiometric

(atmospheric atau sensor) maupun geometric, 3) Menajamkan citra (baik untuk

analisis digital maupun visual), 4) Melakukan survey lapangan, 5) Mengambil

sifat tertentu dari citra dengan proses klasifikasi dan pengukuran akurasi dari hasil

klasifikasi, 6) Memasukkan hasil olahan ke dalam SIG sebagai input data, dan 7)

menginterpretasikan hasil.

Hasil pengolahan citra ALOS tersebut dianalisis bersama-sama dengan

data SIG lain menggunakan image analisys yang merupakan extension ArcView

untuk memudahkan pengolahan citra sederhana. Analisis yang dilakukan adalah:

a) Mengimpor citra (dalam bentuk data raster) untuk digunakan dalam ArcView,

b) Mengklasifikasi citra menjadi beberapa kelas tipe penutupan lahan seperti

vegetasi, habitat pesisir, pemukiman dan geomorfologi pantai, c) Mengkaji citra

tahun 2006 dan tahun 2009 untuk menentukan area yang mengalami perubahan.

Seperti garis pantai dan tutupan lahan. d) Menajamkan kenampakan citra dengan

cara menyesuaikan kontras dan tingkat kecerehan (atau dengan merentangkan

histogram), f) Merektifikasi dengan peta acuan agar posisi koordinat lebih akurat.

44

 

     

Dalam perhitungan Indeks Kerentanan Pantai dilakukan dengan

memasukkan persamaan matematika indeks kerentanan perdimensi pada data

atribut untuk selanjutnya di overlay. Hasil perhitungan Indeks Kerentanan Pantai

(IKP) = (IExIS) / IAC; dimana IE = Indeks Exposure, IS = Indeks Sensitivitas,

dan IAC = Indeks Adaptive Capacity. Hasil dari overlay ini diperoleh peta indeks

kerentanan pantai. Diagram alur pengintegrasian data raster dan data atribut

dalam penentuan indeks kerentanan pantai disajikan dalam Gambar 10.

Gambar 10 Diagram integrasi data raster dan data atribut dalam kajian tingkat kerentanan pantai.

7 Parameter Keterpaparan Exposure (E)

5 Parameter Kepekaan / Sensitivitas (S)

5 Parameter Daya AdaptasiAdaptif Capacity (AC)

Data citra Alos

Pengolahan Citra

SIG Kerentanan

IE = 0,41*(SRxER)+0,21*GL+ 0,14*PS + 0,14TS+0,10(PDxKP)

V = f(E, S, AC) V = (ExS) / AC

Tahap Pengambilan dan Pengukuran Data

Integrasi Data Raster dan Data Atribut Kerentanan

E = (SRxER)+GL+PS+TS+(PDxKP)

S =TP+EL+SL+PL+PP

AC = HP+TK+MR+LM+KL

IKP = (IE x IS)/IAC 

Fungsi matematika

IKP

IS = 0,43*EL+0,21*TP+0,14*SL + 0,11*PL+0,11*PP 

IAC= 0,40*HP+0,20*TK+0,20*MR+ 0,10*LM+0,10*KL

Indeks Kerentanan Pantai menurut

Kecamatan 


Recommended