Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit hipertensi di negara-negara industri merupakan salah satu

masalah kesehatan utama, di Indonesia hipertensi juga merupakan masalah

kesehatan yang perlu diperhatikan oleh dokter yang bekerja pada pelayanan

kesehatan primer karena angka prevalensinya yang tinggi dan akibat jangka

panjang yang ditimbulkanya hipertensi. Hipertensi merupakan peningkatan

tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ,

seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung

dan otot jantung.

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu

hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder yaitu

hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain. Di Indonesia banyaknya penderita

hipertensi diperkirakan 15 juta orang. Hipertensi primer meliputi kurang lebih

90% dari seluruh pasien hipertensi dan 10% lainnya disebabkan oleh hipertensi

sekunder. Sekitar 50% dari golongan hipertensi sekunder dapat diketahui

penyebabnya dan dari golongan ini hanya beberapa persen yang dapat diperbaiki

kelainannya. Sekitar 50% dari golongan hipertensi primer tidak menyadari

sebagai penderita hipertensi sehingga cenderung untuk menjadi hipertansi berat

karena ketidaktahuan akan faktor resiko dari hipertensi.

Prevalensi hipertensi terkontrol hanya 4% padahal biaya pengobatan

hipertensi yang tidak terkontrol jauh lebih besar daripada biaya yang dibutuhkan

untuk pencegahannya, karena itu selain memberikan terapi farmakologis dokter

juga mempunyai kewajiban untuk mengedukasi pasien untuk berubah prilaku,

pola makan dan gaya hidup sehat untuk menunjang pengobatannya.

Praktek dokter keluarga ialah praktek kedokteran dalam pelayanan primer

atau kontak pertama yang dijalankan secara paripurna atau komprehensif.

Pelayanan yang diberikan harus meliputi pelayanan promosi kesehatan (promotif),

1

pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan

(rehabilitatif).

B. Profil Puskesmas Wirobrajan

Puskesmas merupakan suatu unit organisasi yang bergerak dalam bidang

pelayanan kesehatan yang berada dalam garda terdepan dan mempunyai misi

sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan, yang melaksanakan

pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk

masyarakat di suatu wilayah kerja yang telah ditentukan secara mandiri dalam

menentukan pelayanan namun tidak mencakup aspek pembiayaan.

Visi yang dibangun oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat

menuju Indonesia sehat. Yang dimaksud kecamatan sehat adalah gambaran

kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni

masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki

kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan

merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Sedangkan misi

puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional.

Puskesmas Wirobrajan adalah unit pelaksanaan teknis dinas kesehatan di

wilayah kerja Puskesmas Wirobrajan, yang dimaksud unit pelaksanaan Teknis

Dinas Kesehatan adalah yang melaksanakan tugas teknis operasional di wilayah

kerja Puskesmas sebagai unit pelaksana tingkat pertama pembangunan kesehatan

di Indonesia.

Di kecamatan Wirobrajan terdapat satu Puskesmas yaitu Puskesmas

Wirobrajan dengan Puskesmas Pembantu Tegalmulyo. Puskesmas Wirobrajan

terletak di kota Yogyakarta dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah utara   : Kecamatan Tegalrejo

Sebelah Timur   : Kecamatan Ngampilan dan Mantrijeron

Sebelah Selatan  : Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul

Sebelah Barat   : Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul.

Luas Wilayah Kecamatan Wirobrajan 1,78 km2 dengan pembagian

kelurahan menjadi 3 kelurahan yang terdiri dari :

Kelurahan Pakuncen : Terletak di bagian utara, 58 RT dan 12 RW

2

Kelurahan Wirobrajan: Terletak di bagian tengah 56 RT dan 12 RW

Kelurahan Patangpuluhan: Terletak di bagian selatan 51 RT dan 10 RW

Jumlah penduduk kecamatan Wirobrajan 30.512 jiwa, dengan perincian

penduduk laki-laki 15.179 jiwa dan penduduk perempuan 15.333 jiwa

berdasarkan profil kesehatan puskesmas Wirobrajan tahun 2006. Dengan jumlah

kepala keluarga 8.075, 165 RT, 32 RW dan 36 posyandu.

Sasaran kesehatan wilayah kerja Puskesmas Wirobrajan (mengacu pada

indikator Indonesia sehat 2010 dan SPM) diantaranya yaitu :

Derajat kesehatan

Keadaan lingkungan

Perilaku hidup bersih dan sehat

Pelayanan kesehatan

Perbaikan Gizi Masyarakat

Puskesmas Wirobrajan belum dilengkapi fasilitas rawat inap, namun sudah

terdapat fasilitas ambulans dan UGD yang setiap saat dapat digunakan. Kegiatan

pelayanan umum meliputi balai pengobatan umum (BPU), balai pengobatan gigi

(BPG), BKIA/KB, unit farmasi, unit puskesmas keliling, UKS, konseling gizi,

kesehatan lingkungan, promosi kesehatan, dan poli lansia, konseling PHBS,

konseling berhenti merokok.

Untuk mencapai sasaran wilayah kerja Puskesmas Wirobrajan seperti

tersebut diatas, dokter keluarga juga dapat berperan didalamnya. Pelayanan dokter

keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh dan memusatkan

pelayanannya pada keluarga sebagai suatu unit, yang mana tanggung jawab dokter

terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis

kelamin pasien, juga tidak oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja.

Pelayanan dokter keluarga yang melibatkan dokter keluarga sebagai penapis

(gate keeper) di tingkat pelayanan primer, dokter spesialis di tingkat pelayanan

sekunder, rumah sakit rujukan dan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan yang

bekerja secara bersama-sama, menempatkan dokter keluarga pada posisi yang

sangat strategis dalam pembangunan kesehatan.

3

Tujuan yang ingin dicapai dalam pelayanan dokter keluarga adalah suatu

bentuk pelayanan kesehatan bagi individu, keluarga dan masyarakat yang bermutu

namun terkendali biayanya, yang tercermin dalam tata laksana pelayanan

kesehatan yang diberikan oleh dokter keluarga.

Tabel. Rekapitulasi 10 Besar Diagnosis Pasien Puskesmas

Periode Bulan Maret 2012

No Kode Diagnosis Jumlah1 J06 Infeksi Salauran Pernafasan Atas 5362 110 Hipertensi Primer 3533 J00 Common cold/Nasofaringitis akut 2484 K04 Penyakit pulpa dan jaringan

periapikal173

5 E11 Diabetes melitus tipe 2 (NIDDM) 1456 KTR2 KONTROL IBU HAMIL 1167 R51 Nyeri kepala hebat (headache) 1138 E78 Gangguan metab lipid&lipoprotein

(hipergliseridemi)106

9 R50 Febris/Demam 9810 KTR3 KONTROL BAYI SEHAT 87

(sumber : Puskesmas Wirobrajan)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka masalah

yang dapat dirumuskan adalah :

1. Faktor resiko yang ditemukan pada pasien.

2. Bagaimana fungsi-fungsi keluarga menurut ilmu kedokteran

keluarga ditinjau dari aspek fungsi biologis, fungsi afektif, fungsi sosial,

fungsi penguasaan masalah, dan fungsi ekonomi dan pemenuhan

kebutuhan.

3. Mengetahui intervensi apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah

tersebut.

D. Tujuan Penulisan

1. Penulisan laporan kasus kepaniteraan klinik ilmu kedokteran keluarga ini

bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian kepaniteraan

4

klinik di bagian Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Memberikan informasi serta pengetahuan mengenai bentuk pelayanan

kedokteran dengan pendekatan kedokteran keluarga pada penderita

penyakit. Salah satunya dengan menganalisis penyebab, perilaku atau gaya

hidup apakah telah mendukung pengobatan farmakologi atau tidak. Selain

itu juga penyuluhan dilakukan dengan titik berat agar pasien dan

keluarganya menjadi mengetahui lebih banyak tentang hipertensi sehingga

dapat diminimalisir terjadinya komplikasi yang terjadi.

E. Manfaat Penulisan

1. Manfaat untuk puskesmas

Sebagai sarana kerjasama yang saling menguntungkan untuk dapat

meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan mendapatkan

umpan balik dari hasil evaluasi koasisten dalam rangka mengoptimalkan

peran puskesmas.

2. Manfaat untuk mahasiswa

Sebagai saran ketrampilan dan pengalaman dalam upaya pelayanan

kesehatan dengan menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

HIPERTENSI

A. Definisi

Menurut Joint National Committee 7 (2003), hipertensi didefinisikan

sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik

90 mmHg atau lebih, sedangkan menurut WHO tahun 1999, hipertensi adalah

tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mm Hg sistolik dan atau sama atau

melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang yang tidak menggunakan anti

hipertensi.

B. Etiologi

Menurut Yogiantoro et al (2006), berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat

dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu:

1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya,

disebut juga hipertensi idiopatik. Disebabkan oleh berbagai faktor seperti genetik,

lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem reninangiotensin, dan

faktor-faktor yang meningkatkan resiko, seperti obesitas, alkohol, merokok serta

polisitemia.

2. Hipertensi sekunder. Adalah hipertensi yang penyebabnya diketahui.

Penyebabnya banyak disebabkan oleh penyakit ginjal, penggunaan estrogen,

hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, sindrom Cushing,

feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan

kehamilan dan lain-lain.

C. Epidemiologi

Distribusi epidemiologi penyakit hipertensi menurut Elsanti dan Salma

(2006) terdiri dari :

6

1. Person (orang)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit hipertensi dilihat dari

segi orang :

a. Umur

Penyakit hipertensi pada kelompok umur paling dominan berumur (31-

55tahun). Hal ini dikarenakan seiring bertambahnya usia, tekanan darah

cenderung meningkat. Yang mana penyakit hipertensi umumnya berkembang

pada saat umur seseorang mencapau paruh baya yakni cenderung meningkat

khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih dari 60 tahun

keatas.

b. Jenis kelamin

Penyakit hipertensi cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin perempuan

dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan pada perempuan meningkat

seiring dengan bertambahnya usia yang mana pada perempuan masa

premenopause cenderung memiliki tekanan darah lebih tinggi daripada laki-laki

penyebabnya sebelum menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakit

kardiovaskuler oleh hormone estrogen yang dimana kadar estrogen menurun

setelah menopause.

c. Status gizi

Keadaan zat gizi seperti karbohidrat, protein dan lemak. Kekurangan atau

kelebihan salah satu unsur zat gizi akan menyebabkan kelainan atau penyakit.

Oleh karena itu, perlu diterapkan kebiasaan makanan yang seimbang sejak usia

dini dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu agar

tercapai kondisi kesehatan yang prima. Dimana ini merupakan faktor penting

sebagai zat pembangun atau protein ini penting untuk pertumbuhan dan

mengganti sel-sel rusak yang didapatkan dari bahan makanan hewani atau

tumbuh-tumbuhan (nabati). Sehingga ini sebagai penunjang untuk membantu

menyiapkan makanan khusus serta mengingatkan kepada penderita, makanan

yang harus dihindari/dibatasi.

7

d. Faktor psikokultural

Penyakit Hipertensi ada banyak hubungan antara psiko-kultural, tetapi

belum dapat diambil kesimpulan. Namun pada dasarnya dapat berpengaruh

apabaila terjadi stres, psikososial akut menaikkan tekanan darah secara tiba-tiba

yang mana ini merupakan penyebab utama terjadinya penyakit hipertensi dan

merupakan masalah kesehatan yang layak untuk perlu diperhatikan.

2. Place (tempat)

Tempat yang dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan kasus hipertensi

adalah merupakan wilayah yang berdominan dipesisir dari pada dipegunungan.

Yang dimana penduduk yang berdomisil didaerah pesisir lebih rentan terhadap

penyakit hipertensi karena tingkat mengkonsumsi garam lebih tinggi atau

berlebihan dibanding daerah pegunungan yang kemungkinan lebih banyak

mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan

3. Determinan

Determinan atau faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit Hipertensi

adalah :

a). Faktor herediter didapat pada keluarga yang umumnya hidup dalam

lingkungan dan kebiasaan makan yang sama.

b) Konsumsi garam : telah jelas ada hubungan, tetapi data penelitian pada

daerah-daerah dimana konsumsi garam tinggi tidak selalu mempunyai prevalensi

tinggi

c) Obesitas : telah diketahui adanya korelasi timbal balik antara obesitas dan

hipertensi

D. Klasifikasi dan Manifestasi klinis

Klasifikasi pengukuran tekanan darah berdasarkan kriteria Joint National

Comitte (JNC) 7 tahun 2003 adalah sebagai berikut:

8

Klasifikasi Tekanan Darah

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 dan <80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi Stadium I 140-159 atau 90-99

Hipertensi Stadium II ≥160 atau ≥ 100

Manifestasi klinis hipertensi : Peninggian tekanan darah kadang-kadang

merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian, gejala baru muncul setelah

terjadi komplikasi pada mata, ginjal, otak atau jantung. Gejala lain yang sering

ditimbulkan adalah sakit kepala, epistaksis, sering marah, telinga

mendengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan

pusing.

E. Faktor Resiko

Faktor risiko hipertensi, beberapa di antaranya dapat dikendalikan atau

dikontrol dan tidak dapat dikontrol diantaranya :

1. Faktor risiko yang dapat dikendalikan atau dikontrol yaitu obesitas, kurang

olahraga, merokok, menderita diabetes mellitus, menkonsumsi garam

berlebih, minum alKohol, diet, minum kopi, pil KB , stress emosional dan

sebagainya.

2. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan atau tidak dapat dikontrol yaitu

Umur, jenis kelamin, dan genetic.

F. Patofisiologi dan Patogenesis

Hipertensi terbukti sering muncul tanpa gejala, berarti gejala bukan

merupakan tanda untuk diagnostik dini, dokter harus aktif menemukan tanda

awal hipertensi, sebelum timbul gejala dan hipertensi muncul tidak dapat

dirasakan atau tanpa gejala dan terjadi kelainan pada jantung, otak, ginjal, dan

pembuluh darah tubuh berupa arteriosklerosis kapiler. Hal ini, karena ada

9

hubungan antara hipertensi, penyakit jantung koroner, dengan gagal ginjal

khususnya gagal ginjal kronik.

Munculnya hipertensi, tidak hanya disebabkan oleh tingginya tekanan

darah, akan tetapi, ternyata juga karena adanya faktor risiko lain seperti

komplikasi penyakit dan kelainan pada organ target, yaitu jantung, otak,

ginjal, dan pembuluh darah. Dan Justru lebih sering muncul dengan faktor

risiko lain yang mana sedikitnya timbul sebagai sindrom X atau Reavan, yaitu

hipertensi plus gangguan toleransi glukosa atau diabetes mellitus DM),

dislipidemia, dan obesitas.Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik

mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90

mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal.

Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan

bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah;

tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik

terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara

perlahan atau bahkan menurun drastis.

G.Diagnosis

Menurut European Society of Hypertension (ESH) dan European Society

of Cardiology (ESC) 2007, prosedur diagnosa hipertensi terdiri atas:

pemeriksaan tekanan darah, identifikasi faktor resiko, dan pemeriksaan adanya

kerusakan organ dan penyakit lain yang terjadi bersamaan atau menyertai

keadaan klinis yang ada.

H. Penatalaksanaan

Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis

penatalaksanaan:

1. Penatalaksanaan non farmakologis atau perubahan gaya hidup;

Modifikasi kebiasaan hidup dilakukan pada setiap penderita hipertensi,

meskipun cara ini tidak dapat dilakukan sebagai cara tunggal untuk setiap

derajat hipertensi, akan tetapi cukup potensial dalam menurunkan faktor

10

resiko kardiovaskuler dan bermanfaat pula menurunkan tekanan darah.

Disamping itu diharapkan memperbaiki efikasi obat antihipertensi.

Keuntungan lain karena merupakan upaya penatalaksanaan hipertensi yang

murah dengan efek samping minimal. Menurut JNC 7, modifikasi

kebiasaan hidup untuk pencegahan dan penatalaksanaan hipertensi adalah

sebagai berikut:

· Menurunkan berat badan (index masa tubuh diusahakan 18,5 - 24,9

kg/m2) diperkirakan menurunkan TDS 5-20 mmHg/10 kg penurunan

berat badan.

· Diit dengan asupan cukup kalium dan kalsium dengan mengkonsumsi

makanan kaya buah, sayur, rendah lemak hewani dan mengurangi asam

lemak jenuh diharapkan menurunkan TDS 8-14 mmHg

· Mengurangi konsumsi natrium tidak lebih dari 100 mmoU hari (6 gram

NaCI), diharapkan menurunkan TDS 2-8 mmHg

· Meningkatkan aktifitas fisik misalnya dengan berjalan minimal 30

menit/hari diharapkan menurunkan TDS 4-9 mmHg

· Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol. Mengurangi

konsumsi alkohol 2 gelas ( 30 mL ethanol) per hari pada laki-laki dan 1

gelas per hari pada wanita dan pasien kurus diharapkan dapat

menurunkan TDS 2–4 mmHg

2. Penatalaksanaan farmakologis atau dengan obat

Pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk menurunkan tekanan darah

dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya

komplikasi. Pengobatan ini adalah pengobatan jangka panjang dengan

kemungkinan besar untuk seumur hidup.

11

Pemilihan obat anti hipertensi menurut ESH-ESC (2007) harus

mempertimbangkan manfaat utama pengobatan hipertensi, yaitu penurunan

tekanan darah itu sendiri. Terdapat bukti bahwa obat-obat kelas tertentu dapat

memiliki efek berbeda, dan pada kelompok penderita tertentu obat-obatan tidak

memiliki efek samping yang setara, terutama pada individu tertentu. Kelas-kelas

utama obat antihipertensi seperti diuretik, β-blocker, calcium antagonist, ACE

inhibitor, ARB dapat dipakai sebagai pilihan awal dan juga pemeliharaan.

Pilihan obat awal menjadi tidak penting karena kebutuhan untuk menggunakan

kombinasi 2 obat atau lebih untuk mencapai tekanan darah target. Dengan

banyaknya bukti-bukti ilmiah, pilihan obat tergantung banyak faktor, antara

lain: Pengalaman pasien sebelumnya dengan obat antihipertensi, harga obat,

gambaran resiko, ada tidaknya kerusakan organ dan penyakit penyerta, serta

pilihan pasien.

Pada sebagian besar pasien, pengobatan dimulai dengan dosis kecil obat

antihipertensi yang dipilih, dan jika perlu dosisnya secara perlahan-lahan

12

dinaikkan, bergantung pada umur, kebutuhan, dan hasil pengobatan. Obat

antihipertensi yang dipilih sebaiknya yang mempunyai efek penurunan tekanan

darah selama 24 jam dengan dosis sekali sehari, dan setelah 24 jam efek

penurunan tekanan darahnya masih diatas 50 % efek maksimal. Obat

antihipertensi kerja panjang yang mempunyai efek penurunan tekanan darah

selama 24 jam lebih disukai daripada obat jangka pendek disebabkan oleh

beberapa faktor :

1) Kepatuhan lebih baik dengan dosis sekali sehari

2) Harga obat dapat lebih murah

3) Pengendalian tekanan darah perlahan-lahan dan persisten

4) Mendapat perlindungan terhadap faktor resiko seperti kematian

mendadak, serangan jantung, dan stroke, yang disebabkan oleh peninggian

tekanan darah pada saat bangun setelah tidur malam hari.

Ternyata kebanyakan penderita hipertensi memerlukan dua atau lebih obat

antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah. Jika target tekanan darah

belum tercapai penambahan obat kedua dari klas lain harus segera ditambahkan.

Jika tekanan darah 20/10 mmHg diatas target tekanan darah dipertimbangkan

pengobatan awal dengan menggunakan dua macam klas obat sebagai obat

kombinasi tetap atau masing-masing diberikan tersendiri.

Pemberian dua obat antihipertensi sejak awal ini akan mempercepat

tercapainya target tekanan darah. Akan tetapi harus diwaspadai kemungkinan

hipotensi ortostatik terutama pada penderita diabetes, disfungsi saraf otonom

dan penderita geriatric. Penggunaan obat generik atau kombinasi perlu

dipertimbangkan untuk mengurangi biaya. Penderita paling sedikit harus

dievaluasi setiap bulan untuk penyesuaian obat agar target tekanan darah segera

tercapai. Jika target sudah tercapai, evaluasi dapat dilakukan tiap 3 bulan.

Penderita dengan hipertensi derajat 2 atau dengan faktor komorbid misalnya

diabetes, dan payah jantung, memerlukan evaluasi lebih sering. Faktor resiko

kardiovaskuler yang lain serta adanya kondisi komorbid harus secara bersama

diobati sampai seoptimal mungkin.

13

Pada sebagian besar pasien hipertensi, terapi harus dimulai bertahap, dan

penurunan tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Untuk

mencapai target tekanan darah, tampaknya sebagaian besar pasien memerlukan

terapi kombinasi lebih dari satu obat. Menurut tekanan darah awal dan ada

tidaknya komplikasi, tampaknya cukup beralasan untuk memulai terapi dengan

obat tunggal dosis rendah atau kombinasi dua obat dosis rendah Terdapat

keuntungan dan kerugian dari kedua pendekatan ini.

Menurut ESH-ESC (2007), pemilihan antara monoterapi dan terapi kombinasi

harus

14

mempertimbangkan tingkat tekanan darah yang belum diterapi, ada tidaknya

kerusakan organ dan faktor resiko.

Kombinasi 2 obat yang efektif dan ditoleransi dengan baik adalah :

· Diuretika dan beta bloker

· Diuretika dengan ACE inhibitor atau ARB

· Calcium antagonis (dehidropirilin) dan beta bloker

· Calcium antagonist dan ACE Inhibitor atau ARB

· Calcium antagonist dan diuretika

· Alfa bloker dan beta bloker

Oleh karena faktor yang mempengaruhi terjadinya peningkatan tekanan

darah pada hipertensi primer sangat banyak, obat antihipertensi yang

dikembangkan tentu saja berdasarkan pengetahuan patofisiologi tersebut. Obat

golongan diuretic, penyekat beta, antagonis kaslsium, dan penghambat enzim

konversi angiotensin (penghambat ACE), merupakan antihipertensi yang sering

digunakan pada pengobatan.

15

a. Diuretika

Mempunyai efek antihipertensi dengan cara menurunkan volume

ekstraseluler dan plasma sehingga terjadi penurunan curah jantung.

b. Golongan penghambat simpatetik

Penghambatan aktivitas simpatik dapat terjadi pada pusat vasomotor otak

seperti pada pemberian metildopa dan klonidin atau pada ujung saraf perifer

seperti reserpin dan guanetidin. Metildopa mempunyai efek antihipertensi

dengan menurunkan tonus simpatik secara sentral.

c. Penyekat beta

Mekanisme antihipertensi obat ini adalah melalui penurunan curah jantung

dan penekanan sekresi renin. Obat ini dibedakan dalam 2 jenis : yang

menghambat reseptor beta 1 dan yang menghambat reseptor beta 1 dan 2.

Penyekat beta yang kardioselektif berarti hanya menghambat reseptor beta

1, akan tetapi dosis tinggi obat ini juga menghambat reseptor beta 2 sehingga

penyekat beta tidak dianjurkan pada pasien yang telah diketahui mengidap

asma bronkhial.

Kadar renin pasien dapat dipakai sebagai predictor respons antihipertensi

penyekat beta karena mekanisme kerjanya melalui system renin-angiotensin.

d. Vasodilator

Yang termasuk golongan ini adalah doksazosin, prazosin, hidralazin,

minoksidil, diazoksid, dan sodium nitropusid. Obat golongan ini bekerja

langsung pada pembuluh darah dengan cara relaksasi otot polos yang akan

mengakibatkan penurunan resistensi pembuluh darah. Hidralazin, minoksidil,

dan diazoksid bekerja pada arteri sehingga penurunan resistensi pembuluh

darah akan diikuti oleh peninggian aktivitas simpatik, yang akan menimbulkan

takikardia, dan peninggian kontraktilitas otot miokard yang akan

mengakibatkan peningkatan curah jantung.

e. Penghambat enzim konversi angiotensin

16

Yang pertama kali digunakan dalam klinik adalah enalapril dan kaptopril.

Kaptopril yang dapat diberikan peroral menurunkan tekanan darah dengan cara

menghambat enzim konversi angiotensin sehingga terjadi penurunan kadar

angiotensin 11, yang mengakibatkan penurunan aldosteron dan dilatasi arteriol.

Selain itu, obat ini menghambat degradasi bradikinin yang merupakan

vasodilator kuat yang akan memperkuat efek antihipertensinya. Pada hipertensi

ringan dan sedang dapat diberikan dosis 2 kali 12,5 mg tiap hari. Dosis yang

biasa adalah 25-50 mg tiap hari. Pada saat ini sudah beredar obat penghambat

enzim konversi angiotensin yang lain seperti lisinopril, fosinopril, ramipril,

silazapril, benazepril, kuinopril, dan delapril.

f. Antagonis kalsium

Hubungan antara kalsium dengan system kardiovaskuler telah lama

diketahui. Aktivitas kontraksi otot polos pembuluh darah diatur oleh kadar ion

kalsium (Ca2+) intraseluler bebas yang sebagian besar berasal dari ekstrasel

dan masuk melalui saluran kalsium (calcium channels). Peningkatan

kontraktilitas otot jantung akan mengakibatkan peninggi-tn curah jantung.

Hormone presor seperti angiotensin, juga akan meningkat efeknya oleh

pengaruh kalsium. Berbagai faktor tersebut berpengaruh terhadap peningkatan

tekanan darah.

KONSTIPASI

Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar,

biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras

dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar

(NIDDK, 2000).

Konstipasi adalah suatu keluhan, bukan penyakit (Holson, 2002;Azer,

2001). Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai

suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan antara individu (Azer,2001).

Penggunaan istilah konstipasi secara keliru dan belum adanya definisi yang

universal menyebabkan lebih kaburnya hal ini (Hamdy, 1984). Sedangkan batasan

dari konstipasi klinik yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah feses

17

pada kolon, rektum atau keduanya yang tampak pada foto polos perut (Harari,

1999). 

Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi

buang air besar, kesulitan dalam mengeluarkan feses, atau perasaan tidak tuntas

ketika buang air besar. Studi epidemiologik menunjukkan kenaikan pesat

konstipasi berkaitan dengan usia terutama berdasarkan keluhan penderita dan

bukan karena konstipasi klinik. Banyak orang mengira dirinya konstipasi bila

tidak buang air besar setiap hari. Sering ada perbedaan pandangan antara dokter

dan penderita tentang arti konstipasi (cheskin dkk, 1990).

 

2.2 Epidemiologi

Sekitar 80% manusia pernah menderita konstipasi dalam hidupnya dan

konstipasi yang berlangsung singkat adalah normal (ASCRS, 2002). Menurut

National Health Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk

Amerika mengeluh menderita konstipasi terutama anak-anak, wanita dan orang

usia 65 tahun ke atas. Hal ini menyebabkan kunjungan ke dokter sebanyak 2.5

juta kali/tahun dan menghabiskan dana sekitar 725 juta dolar untuk obat-obatan

pencahar (NIDDK, 2000).

Konstipasi merupakan  keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut.

Terjadi peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30-40 % orang di atas 65

tahun mengeluhkan konstipasi (Holson, 2002). Di Inggris ditemukan 30%

penduduk di atas usia 65 tahun merupakan konsumen yang teratur menggunakan

obat pencahar (Cheskin, dkk 1990). Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65

tahun mengeluh mendrita konstipasi dan lebih banyak pada wanita dibanding pria

(Robert-Thomson, 1989). Suatu penelitian yang melibatkan 3000 orang usia lanjut

usia di atas 65 tahun menunjukkan sekitar 34% wanita dan 26% pria meneluh

menderita konstipasi (Harari, 1989).

 2.3  Etiologi

Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai akibat dari penumpukan

sensasi saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam

menanggapi sinyal untuk defekasi. Konstipasi merupakan masalah umum yang

18

disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan

tonus otot.

Faktor-faktor risiko konstipasi pada usia lanjut:

1. Obat-obatan: golongan antikolinergik, golongan narkotik, golongan

analgetik, golongan diuretik, NSAID, kalsium antagonis, preparat kalsium,

preparat besi, antasida aluminium, penyalahgunaan pencahar.

2. Kondisi neurologik: stroke, penyakit parkinson, trauma medula spinalis,

neuropati diabetic.

3. Gangguan metabolik: hiperkalsemia, hipokalemia, hipotiroidisme.

4. Kausa psikologik: psikosis, depresi, demensia, kurang privasi untuk BAB,

mengabaikan dorongan BAB, konstipasi imajiner.

5. Penyakit-penyakit saluran cerna: kanker kolon, divertikel, ileus, hernia,

volvulus, iritable bowel syndrome, rektokel, wasir, fistula/fisura ani, inersia

kolon.

6. Lain-lain: defisiensi diet dalam asupan cairan dan serat, imobilitas/kurang

olahraga, bepergian jauh, paska tindakan bedah parut

 2.4 Patofisiologi

Defekasi merupakan suatu proses fisiologi yang menyertakan kerja otot-otot

polos dan serat lintang, persarafan, sentral dan perifer, koordinasi sisitem reflek,

kesadran yang baik dan kemampuan fisik untuk mencari tempat BAB.

Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik  usus besar yang menghantarkan

feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula rektum

yang diikuti relaksasi sfingter anus interna. Untuk menghindarkan pengeluaran

feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi refleks anus eksterna dan kontraksi

otot dasar pelvis yang dilayani oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsang

keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi,

dan rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut.

Kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot

elevator ani.baik persyarafan simpatis dan para simpatis terlibat dalam proses ini.

Patogenesis konstipasi bervariasi macam-macam, penyebabnya multipel,

mencakup beberapa faktor yang tumpah tindih, motilitas kolon tidak terpengaruh

19

dengan bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan

perlambatan perjalanan saluran cerna. Pengurangan respon motorik sigmoid

disebabkan karena berkurangnya inervasi instinsik akibat degenerasi pleksus

myenterikus, sedangkan pengurangan rangsang saraf pada otot polos sirkuler

menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus. Pada lansia mempunyai kadar

plasma beta- endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor

opiat endogen di usus. Ini dibuktikan dengan efek konstipasif sediaan opiat karena

dapat menyebabkan relaksasi tonus otot kolon, motilitas berkurang dan

menghambat refleks gaster-kolon. Terdapat kecenderungan menurunnya tonus

sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia khususnya pada

wanita. Pada penderita konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk

mengeluarkan feses yang kecil dan keras, menyebabkan upaya mengejan lebih

keras dan lebih lama. Hal ini berakibat penekanan pada saraf pudendus dengan

kelemahan lebih lanjut.

2.5 Manifestasi Klinis

Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah:

(ASCRS, 2002)

1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB

2. Mengejan keras saat BAB

3. Massa feses yang keras dan sulit keluar

4. Perasaan tidak tuntas saat BAB

5. Sakit pada daerah rectum saat BAB

6. Rasa sakit pada daerah perut saat BAB

7. Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam

8. Menggunakan bantuan jari-jari intuk mengeluarkan feses

9. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB

2.6  Penatalaksanaan

2.6.1 Tatalaksana non farmakologik

a)      Cairan

20

Keadaan status hidrasi yang buruk dapat menyebabkan konstipasi. Kecuali

ada kontraindikasi, orang lanjut usia perlu diingatkan untuk minum sekurang

kurangnya 6-8 gelas sehari (1500 ml cairan perhari) untuk mencegah dehidrasi.

Asupan cairan dapat dicapai bila tersedia cairan/minuman yang dibutuhkan di

dekat pasien, demikian pula cairan yang berasal dari sup,sirup, dan es. Asupan

cairan perlu lebih banyak bagi mereka yang mengkonsumsi diuretik tetapi kondisi

jantungnya stabil.

b)      Serat

Pada orang usia lanjut yang lebih muda, serat berguna menurunkan waktu

transit (transit time). Pada orang lanjut usia disarankan agar mengkonsumsi serat

skitar 6-10 gram per hari. Ada juga yang menyarankan agar mengkonsumsi serat

sebanyak 15-20 per hari. Serat berasal dari biji-bijian, sereal, beras merah, buah,

sayur, kacang-kacangan. Serat akan memfasilitasi gerakan usus dengan

meningkatkan masa tinja dan mengurangi waktu transit usus. Serat juga

menyediakan substrat untuk bakteri kolon, dengan produksi gas dan asam lemak

rantai pendek yang meningkatkan gumpalan tinja. Perlu diingat serat tidaklah

efektif tanpa cairan yang cukup, dan dikontraindikasikan pada pasien dengan

impaksi tinja (skibala) atau dilatasi kolon. Peningkatan jumlah serat dapat

menyebabkan gejala kembung, banyak gas, dan buang besar tidak teratur terutama

pada 2-3 minggu pertama, yang seringkali menimbulkan ketidakpatuhan obat.

c)      Bowel training

Pada pasien yang mengalami penurunan sensasi akan mudah lupa untuk

buang air besar. Hal tersebut akan menyebabkan rektum  lebih mengembang

karena adanya penumpukan feses. Membuat jadwal untuk buang air besar

merupakan langkah awal yang lebih baik untuk dilakukan pada pasien tersebut,

dan baik juga diterapkan pada pasien usia lanjut yang mengalami gangguan

kognitif. Pada pasien yang sudah memiliki kebiasaan buang air besar pada waktu

yang teratur, dianjurkan meneruskan kebiasaan teresebut. Sedangkan pada pasien

yang tidak memiliki jadwal teratur untuk buang air besar, waktu yang baik untuk

buang air besar adalah setelah sarapan dan makan malam.

d)     Latihan jasmani

21

Jalan kaki setiap pagi adalah bentuk latihan jasmani yang sederhana tetapi

bermanfat bagi orang usia lanjut yang masih mampu berjalan. Jalan kaki satu

setengah jam setelah makan cukup membantu. Bagi mereka yang tidak mampu

bangun dari tampat tidur, dapat didudukkan atau didudukkan atau diberdirikan

disekitar tempat tidur. Positioning bagi pasien usia lanjut yang tidak dapat

bergerak, meninggalkan tempat tidurnya menuju ke kursi beberapa kali dengan

interval 15 menit, adalah salah satu cara untuk mencegah ulkus dekubitus. Tentu

saja pasien yang mengalami tirah baring dapat dibantu dengan menyediakan toilet

atau komod dengan tempat tidur, jangan diberi bed pan. Mengurut perut dengan

hati-hati mungkin dapat pula dilakukan untuk merangsang gerakan usus.

e)      Evaluasi penggunaan obat

Evaluasi yang seksama tentang penggunaan obat-obatan perlu dilakukan

untuk mengeliminasi, mengurangi dosis, atau mengganti obat yang diperkirakan

menimbulkan konstipasi. Obat antidepresan, obat Parkinson merupakan obat yang

potensial menimbulkan konstipasi. Obat yang mengandung zat besi juga

cenderung menimbulkan konstipasi, demikian obat anti hipertensi (antagonis

kalsium). Antikolinergik lain dan juga narkotik merupakan obat-obatan yang

sering pula menyebabkan konstipasi.

2.6.2        Tatalaksana farmakologik

a)      Pencahar pembentuk tinja (pencahar bulk/bulk laxative)

Pencahar bulk merupakan 25% pencahar yang beredar di pasaran. Sediaan

yang ada merupakan bentuk serat alamiah non-wheat seperti pysilium dan

isophagula husk, dan senyawa sintetik seperti metilselulosa. Bulking agent sistetik

dan serat natural sama-sama efektif dalam meningkatkan frekuensi dan volume

tinja. Obat ini tidak menyebabkan malabsorbsi zat besi atau kalsium pada orang

usia lanjut, tidak seperti bran yang tidak diproses. Pencahar bulk terbukti

menurunkan konstipasi pada orang usia lanjut dan nyeri defekai pada hemoroid.

Sama halnya dengan serat, obat ini juga harus diimbangi dengan asupan cairan.

b)      Pelembut tinja

22

Docusate seringkali direkomendasikan dan digunakan oleh orang lanjut usia

sebagai pencahar dan sebagai pelembut tinja. Docusate sodium bertindak

sebagaisurfaktan, menurunkan tegangan permukaan feses untuk membiarakan air

masuk dam memperlunak feses. Docusate sebenarnya tidak dapat menolong

konstipasi yang kronik, penggunaannya sebaiknya dibatasi pada situasi dimana

mangedan harus dicegah.

c)      Pencahar stimulan

Senna merupakan obat yang aman digunakan oleh orang usia lanjut. Senna

meningkatkan peristaltik di kolon distal dan menstimulasi peristaltik diikuti

dengan evakuasi feses yang lunak. Pemberian 20 mg senna per hari selama 6

bulan oleh pasien berusia lebih dari 80 tahun tidak menyebabkan kehilangan

protein atau elektrolit. Senna umumnya menginduksi evakuasi tinja 8-12 jam

setelah pemberian. Orang usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama

yakni sampai dengan 10 minggu sebelum mencapai kebiasaan defekasi yang

teratur. Pemberian sebelum tidur malam mengurangi risiko inkontininsia fekal

malam hari dan dosis juga harus ditritasi berdasarkan respon individu. Terapi

dengan Bisakodil supositoria memiliki absorbsi sistemik minimal dan sangat

menolong untuk mengatasi diskezia rectal pada usia lanjut. Sebaiknya diberikan

segera setelah makan pagi secara supositoria untuk mendapatka efek refleks

gastrokolik. Penggunaan rutin setiap hari dapat menyebabkan sensasi terbakar

pada rectum, jadi sebaiknya digunakan secara rutin, melainkan sekitar 3 kali

seminggu.

d)     Pencahar hiperosmolar

Pencahar hiperosmolar terdiri atas laktulosa disakarida dan sorbitol. Di

dalam kolon keduanya di metabolisme oleh bakteri kolon menjadi bentuk laktat,

aetat, dan asam dengan melepaskan karbondioksida. Asam organik dengan berat

molekul rendah ini secara osmotic meningkatkan cairan intraluminal dan

menurunkan pH feses. Laktulosa sebagai pencahar hiperosmolar terbukti

memperpendek waktu transit pada sejumlah kecil penghni panti rawat jompo yang

mengalami konstipasi. Laktulosa dan sorbitol juga sama-sama menunjukkan

efektifitasnya dalam mengobati konstipasi pada orang usia lanjut yang berobat

23

jalan. Sorbitol sebaiknya diberikan 20-30 selama empat kali sehari. Glikol

polietelin merupakan pencahar hiperosmolar yang potensial yang mengalirkan

cairan ke lumen dan merupakan zat pembersih usus yang efektif. Gliserin adalah

pencahar hiperomolar yang dugunakan hanya dalam bentuk supositoria.

e)      Enema

Enema merangsang evakuasi sebagai respon terhadap distensi kolon; hasil

yang kurang baik biasanya karena pemberian yang tidak memadai. Enema harus

digunakan secara hati-hati pada usia lanjut. Pasien usia lanjut yang mengalami

tirah baring mungkin membutuhkan enema secara berkala untuk mencegah

skibala. Namun, pemberian enema tertentu terlalu sering dapat mengakibatkan

efek samping. Enema yang berasal dari kran (tap water) merupakan tipe paling

aman untuk penggunaan rutin, karena tidak menghasilkan iritasi mukosa kolon.

Enema yang berasal dari air sabun (soap-suds) sebaiknya tidak diberikan pada

orang usia lanjut.

DISLIPIDEMIA

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan

peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid

yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL,

kenaikan kadar trigliserida, serta penurunan kadar HDL. Dalam proses terjadinya

aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang erat kaitannya antara satu dengan

lainnya. Ketiganya disebut Triad Lipid.

Faktor risiko

 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya kadar lipid;

Genetik

Obesitas

Merokok

Obat-obatan (kortikosteroid, retinoid, penghambat adrenegik beta dosis

tinggi)

Kurang olahraga

Klasifikasi

24

Kadar KlasifikasiKolesterol LDL

<100 mg/dL Optimal100-129 mg/dL Hampir optimal130-159 mg/dL Perbatasan Tinggi160-189 mg/dL Tinggi>190 mg/dL Sangat Tinggi

Kolesterol Total<200 mg/dL Normal200-239 mg/dL Perbatasan Tinggi>240 Tinggi

Kolesterol HDL< 40 mg/dL Rendah> 60 mg/dL Tinggi

Trigliserida< 150 Normal150 – 199 Perbatasan Tinggi200 – 499 Tinggi> 500 Sangat Tinggi

Gejala dan Tanda

Dislipidemia sendiri tidak menimbulkan gejala tetapi dapat mengarah ke

penyakit jantungdan pembuluh, seperti penyakit jantung koroner dan penyakit

pembuluh arteri perifer. Trigliserid tinggi dapat menyebabkan pankreatitis akut.

Kadar LDL yang tinggi dapat menyebabkan xanthelasma kelopak mata, arcus

corneae.

.Pemeriksaan laboratorium 

Dislipidemia dapat di diagnosis dengan memeriksa kadar serum lemak

dalam darah. Pemeriksaan rutin yang dilakukan adalah kadar profil lipid yaitu

koslesterol total, trigliserid,kolesterol LDL, kolesterol HDL. Sebelum

pemeriksaan diharapkan pasien sudah melakukan puasa kurang lebih 10 jam

sebelum pemeriksaan agar hasilnya tepat dan konsisten.Pemeriksaan sebaiknya

dilakukan pada semua pasien berusia >20 tahun, setiap 5 tahun sekali.

Tata Laksana

25

Penatalaksanaan dislipidemia mencakup non-medikamentosa (tanpa obat)

dan medikamentosa (dengan obat-obatan). Penatalaksanaan yang paling penting

adalah tanpa obat. Pasien melakukan perubahan gaya hidup dengan cara diet

yang baik dengan komposisi makanan seimbang, latihan jasmani (aerobik),

penurunan berat badan bagi yang gemuk (obesitas), menghentikan kebiasaan

merokok dan minuman alkohol. Apabila dengan tatalaksana diatas gagal maka

dapat diberikan tatalakasana dengan obat. Yang termasuk dalam obat penurun

lipid adalah :

·        Golongan statin

o Simvastatin

o Lovastatin

o Pravastatin

o Fluvastatin

o  Atorvastatin

o Rosuvastatin

·         Golongan resin

o Kolestiramin

o Kolestipo

·         Golongan asam nikotinat

o Lepas lambat

o Lepas cepat

·         Golongan asam fibrat

o Bezafibrat

o Fenofibrat

o Gemfibrazil

·         Penghambat absorbsi kolesterol

o Ezetimibe

26

Sebagai contoh bila setelah memeriksakan kadar lipid mendapat

hiperkolesterolemia dapat diberikan statin atau resin maupun dikombinasi. Bila

terdapat banyak peningkatan pada profil lipid dapat diberikan statin atau

kombinasi statin dengan asam nikotinat. Apabila hanya triglisrida yang

meningkat dapat diberikan golongan asam fibrat. Untuk memonitor profil lipid

dapat dilakukan setiap 6 minggu sampai target yang diinginkan oleh dokter.  

HIPERURISEMIA

Hiperurisemia adalah istilah kedokteran yang mangacu pada kondisi kadar

asam urat dalam darah melebihi “normal” yaitu lebih dari 7,0 mg/dl.

Hiperurisemia dapat terjadi akibat meningkatnya produksi ataupun menurunnya

pembuangan asam urat, atau kombinasi dari keduanya. Kondisi menetapnya

hiperurisemia menjadi predisposisi(faktor pendukung) seseorang mengalami

radang sendi akibat asam urat (gouty arthritis), batu ginjal akibat asam urat

ataupun gangguan ginjal.(2)

Penyebab Hiperurisemia

1. Peningkatan Produksi

Peningkatan produksi asam urat terutama bersumber dari makanan tinggi

DNA (dalam hal ini purin). Makanan yang kandungan DNAnya tinggi antara lain

hati, timus, pancreas, ginjal. Kondisi lain penyebab hiperurisemia adalah

meningkatnya proses penghancuran DNA tubuh. Yang termasuk kondisi ini antara

lain: kanker darah (leukemia), pengobatan kanker (kemoterapi), kerusakan otot.(2)

2. Penurunan pembuangan asam urat

Lebih dari 90% penderita hiperurisemia menetap mengalami gangguan pada

proses pembuangan asam urat di ginjal. Penurunan pengeluaran asam urat pas

tubulus ginjal terutama disebabkan oleh kondisi asam darah meningkat

(Ketoasidosis DM, kelaparan, keracuanan alkohol, keracunan obat aspirin

dll). (2) Selain itu, penggunaan beberapa obat (contohnya Pirazinamid-salah satu

obat dalam paket terapi TBC) dapat bepengaruh dalam menghambat pembungan

asam urat.

27

3. Kombinasi Keduanya

Konsumsi alkohol mempermudah terjadinya hiperurisemia, karena alkohol

meningkatkan produksi serta menurunkan pembuangan asam urat. Minuman

beralkohol contohnya Bir, terkandung purin yang tinggi serta alkoholnya

merangsang produksi asam urat di hati. Pada proses pembungan, hasil

metabolisme alkohol menghambat pembungan asam urat di ginjal. (2)

Makanan dan minuman yang mengandung purin(1)

Kadar tinggiSebaiknya dihindari

Kadar sedangDapat dikonsumsi

sekali-kaliKadar Rendah

Bebas dikonsumsi

Hati, ginjal, sarden, ikan herring, daging, bacon (daging babi yang dikukus), codfish, scallops, trout, haddock, daging anak lembu, venison (daging rusa), kalkun, minuman beralkohol

Asparagus, daging sapi, bouillon, daging ayam, kepiting, daging bebek, paha babi, buncis, jamur, lobster, tiram, pork, udang, bayam

kopi, buah, roti, beras, makaroni, keju, telur, produk susu, gula, tomat, sayur hijau (kecuali yang telah disebutkan sebelumnya), minuman berkarbonasi,

Dikutip dari Harris, M; Siegel, L; Alloway, J. 1999. Gout and Hyperuricemia. American Academy of Family Physicians

Komplikasi Hiperurisemia

1. Radang sendi akibat asam urat (gouty arthritis)

Komplikasi hiperurisemia yang paling dikenal adalah radang sendi (gout).

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa, sifat kimia asam urat cenderung berkumpul

di cairan sendi ataupun jaringan ikat longgar. Meskipun hiperurisemia merupakan

faktor resiko timbulnya gout, namun, hubungan secara ilmiah antara

hiperurisemia dengan serangan gout akut masih belum jelas. Atritis gout akut

dapat terjadi pada keadaan konsentrasi asam urat serum yang normal. Akan tetapi,

banyak pasien dengan hiperurisemia tidak mendapat serangan atritis gout.(3)

Gejala klinis dari Gout bermacam-macam, yaitu, hiperurisemia tak

bergejala, serangan akut gout, gejala antara(intercritical), serangan gout berulang,

gout menahun disertai tofus.

28

Keluhan utama serangan akut dari gout adalah nyeri sendi yang amat sangat

yang disertai tanda peradangan (bengkak, memerah, hangat dan nyeri tekan).

Adanya peradangan juga dapat disertai demam yang ringan. Serangan akut

biasanya puncaknya 1-2 hari sejak serangan pertama kali. Namun pada mereka

yang tidak diobati, serangan dapat berakhir setelah 7-

10 hari. (3) Serangan biasanya berawal dari malam hari.

Awalnya terasa nyeri yang sedang pada persendian.

Selanjutnya nyerinya makin bertambah dan terasa terus

menerus sehingga sangat mengganggu.

Biasanya persendian ibu jari kaki dan bagian lain

dari ekstremitas bawah merupakan persendian yang pertama kali terkena.

Persendian ini merupakan bagian yang umumnya terkena karena temperaturnya

lebih rendah dari suhu tubuh dan kelarutan monosodium uratnya yang berkurang.

Trauma pada ekstremitas bawah juga dapat memicu serangan. Trauma pada

persendian yang menerima beban berat tubuh sebagai hasil dari aktivitas rutin

menyebabkan cairan masuk ke sinovial pada siang hari. Pada malam hari, air

direabsobsi dari celah sendi dan meninggalkan sejumlah MSU. (3)

tofi pada kedua tangan

Serangan gout akut berikutnya biasanya makin

bertambah sesuai dengan waktu. Sekitar 60% pasien

mengalami serangan akut kedua dalam tahun

pertama, sekitar 78% mengalami serangan kedua

dalam 2 tahun. Hanya sekitar 7% pasien yang tidak mengalami serangan akut

kedua dalam 10 tahun.(1)

Pada gout yang menahun dapat terjadi pembentuk tofi. Tofi adalah benjolan

dari kristal monosodium urat yang menumpuk di jaringan lunak tubuh. Tofi

merupakan komplikasi lambat dari hiperurisemia. Komplikasi dari tofi berupa

nyeri, kerusakan dan kelainan bentuk jaringan lunak, kerusakan sendi dan sindrom

penekanan saraf. (3)

29

2. Komplikasi Hiperurisemia pada Ginjal

Tiga komplikasi hiperurisemia pada ginjal berupa batu ginjal, gangguan

ginjal akut dan kronis akibat asam urat. Batu ginjal terjadi sekitar 10-25% pasien

dengan gout primer. Kelarutan kristal asam urat meningkat pada suasana pH urin

yang basa. Sebaliknya, pada suasana urin yang asam, kristal asam urat akan

mengendap dan terbentuk batu. (3)

Gout dapat merusak ginjal, sehingga pembuangan asam urat akan

bertambah buruk. Gangguan ginjal akut gout biasanya sebagai hasil dari

penghancuran yang berlebihan dari sel ganas saat kemoterapi tumor.

Penghambatan aliran urin yang terjadi akibat pengendapan asam urat pada duktus

koledokus dan ureter dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Penumpukan jangka

panjang dari kristal pada ginjal dapat menyebabkan gangguan ginjal kronik.(3)

Pengobatan Radang Sendi akibat asam urat (Gouty arthitis)

Tujuan utama panatalaksanaan penyakit gout adalah menghentikan nyeri

pada serangan akut, mencegah kekambuhan, dan mencegah komplikasi akibat

deposisi kristal urat pada sendi, ginjal, atau bagian tubuh lain. Sedangkan, pada

pasien dengan hiperurisemia asimtomatis tidak diperlukan terapi farmakologis.(1) Pengurangan hiperurisemia diperlukan untuk mencegah perkembangan akut

gout pada pasien dengan risiko tinggi.

Pengaturan pola makan dan perubahan gaya hidup termasuk penurunan

berat badan, pembatasan minuman alkohol, makanan tinggi purin, dan

pengawasan hiperlipidemia dan hipertensi dapat menurunkan kadar serum asam

urat walau tanpa terapi obat-obatan.(3)

30

GIZI PADA LANSIA

Proses menua

Proses menua dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi pada

tubuh dan berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh serta organ tersebut.

Perubahan secara biologis ini dapat mempengaruhi status gizi pada masa tua.

Batasan usia lansia

Batasan : lansia adalah mereka yang telah diatas usia 65 tahun Menurut Durmin :

Young ederly (65-75 th), older ederly (75 th) Munro dkk : older ederly dibagi 2,

usia 75-84 th dan 85 th M.Alwi Dahlan : usia diatas 60 th

Menurut usia pensiun : usia diatas 56 th

WHO : usia pertengahan(45-59), usia lanjut(60-74), usia tua(75-90), usia sangat

tua(>90)

31

Status gizi pada usia lanjut

Metabolisme basal menurun, kebutuhan kalori menurun, status

gizi lansia cenderung mengalami kegemukan/obesitas

Aktivitas/kegiatan fisik berkurang, kalori yang dipakai sedikit,

akibatnya cenderung kegemukan/obesitas

Ekonomi meningkat, konsumsi makanan menjadi berlebihan,

akibatnya cenderung kegemukan/obesitas

Fungsi pengecap/penciuman menurun/hilang, makan menjadi

tidak enak dan nafsu makan menurun, akibatnya lansia menjadikurang gizi

(kurang energi protein yang kronis)

Penyakit periodontal (gigi tanggal), akibatnya kesulitan makan

yang berserat (sayur, daging) dan cenderung makan makanan yang lunak (tinggi

klaori), hal ini menyebabkan lansia cenderung kegemukan/obesitas

Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencerna makanan,

hal ini mengganggu penyerapan vitamin dan mineral, akibatnya lansia menjadi

defisiensi zat-zat gizi mikro

Mobilitas usus menurun, mengakibatkan susah buang air besar,

sehingga lansia menderita wasir yang bisa menimbulkan perdarahan dan memicu

terjadinya anemia

Sering menggunakan obat-obatan atau alkohol, hal ini dapat

menurunkan nafsu makan yang menyebabkan kurang gizi dan hepatitis atau

kanker hati

Gangguan kemampuan motorik, akibatnya lansia kesulitan untuk

menyiapkan makanan sendiri dan menjadi kurang gizi

Kurang bersosialisasi, kesepian (perubahan psikologis), akibatnya

nafsu makan menurun dan menjadi kurang gizi

Pendapatan menurun (pensiun), konsumsi makanan menjadi

menurun akibatnya menjadi kurang gizi

Dimensia (pikun), akibatnya sering makan atau malah jadi lupa

makan, yang dapat menyebabkan kegemukan atau pun kurang gizi

32

Kebutuhan gizi lansia

Masalah gizi yang dihadapi lansia berkaitan erat dengan menurunnya

aktivitas biologis tubuhnya. Konsumsi pangan yang kurang seimbang akan

memperburuk kondisi lansia yang secara alami memang sudah menurun.

a. Kalori

Hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa kecepatan metabolisme basal pada

orang-orang berusia lanjut menurun sekitar 15-20%, disebabkan berkurangnya

massa otot dan aktivitas. Kalori (energi) diperoleh dari lemak 9,4 kal, karbohidrat

4 kal, dan protein 4 kal per gramnya. Bagi lansia komposisi energi sebaiknya 20-

25% berasal dari protein, 20% dari lemak, dan sisanya dari karbohidrat.

Kebutuhan kalori untuk lansia laki-laki sebanyak 1960 kal, sedangkan untuk

lansia wanita 1700 kal. Bila jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan, maka

sebagian energi akan disimpan berupa lemak, sehingga akan timbul obesitas.

Sebaliknya, bila terlalu sedikit, maka cadangan energi tubuh akan digunakan,

sehingga tubuh akan menjadi kurus.

b. Protein

Untuk lebih aman, secara umum kebutuhan protein bagi orang dewasa per

hari adalah 1 gram per kg berat badan. Pada lansia, masa ototnya berkurang.

Tetapi ternyata kebutuhan tubuhnya akan protein tidak berkurang, bahkan harus

lebih tinggi dari orang dewasa, karena pada lansia efisiensi penggunaan senyawa

nitrogen (protein) oleh tubuh telah berkurang (disebabkan pencernaan dan

penyerapannya kurang efisien). Beberapa penelitian merekomendasikan, untuk

lansia sebaiknya konsumsi proteinnya ditingkatkan sebesar 12-14% dari porsi

untuk orang dewasa. Sumber protein yang baik diantaranya adalah pangan hewani

dan kacang-kacangan.

c. Lemak

Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total kalori

yang dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih dari 40% dari

konsumsi energi) dapat menimbulkan penyakit atherosclerosis (penyumbatan

pembuluh darah ke jantung). Juga dianjurkan 20% dari konsumsi lemak tersebut

33

adalah asam lemak tidak jenuh (PUFA = poly unsaturated faty acid). Minyak

nabati merupakan sumber asam lemak tidak jenuh yang baik, sedangkan lemak

hewan banyak mengandung asam lemak jenuh.

d. Karbohidrat dan serat makanan

Salah satu masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit atau

konstipasi (susah BAB) dan terbentuknya benjolan-benjolan pada usus. Serat

makanan telah terbukti dapat menyembuhkan kesulitan tersebut. Sumber serat

yang baik bagi lansia adalah sayuran, buah-buahan segar dan biji-bijian utuh.

Manula tidak dianjurkan mengkonsumsi suplemen serat (yang dijual secara

komersial), karena dikuatirkan konsumsi seratnya terlalu banyak, yang dapat

menyebabkan mineral dan zat gizi lain terserap oleh serat sehingga tidak dapat

diserap tubuh. Lansia dianjurkan untuk mengurangi konsumsi gula-gula sederhana

dan menggantinya dengan karbohidrat kompleks, yang berasal dari kacang-

kacangan dan biji-bijian yang berfungsi sebagai sumber energi dan sumber serat.

e. Vitamin dan mineral

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa umumnya lansia kurang

mengkonsumsi vitamin A, B1, B2, B6, niasin, asam folat, vitamin C, D, dan E

umumnya kekurangan ini terutama disebabkan dibatasinya konsumsi makanan,

khususnya buah-buahan dan sayuran, kekurangan mineral yang paling banyak

diderita lansia adalah kurang mineral kalsium yang menyebabkan kerapuhan

tulang dan kekurangan zat besi menyebabkan anemia. Kebutuhan vitamin dan

mineral bagi lansia menjadi penting untuk membantu metabolisme zat-zat gizi

yang lain. Sayuran dan buah hendaknya dikonsumsi secara teratur sebagai sumber

vitamin, mineral dan serat.

f. Air

Cairan dalam bentuk air dalam minuman dan makanan sangat diperlukan

tubuh untuk mengganti yang hilang (dalam bentuk keringat dan urine), membantu

pencernaan makanan dan membersihkan ginjal (membantu fungsi kerja ginjal).

Pada lansia dianjurkan minum lebih dari 6-8 gelas per hari.

Menu Harian Untuk Lansia

34

Para ahli gizi menganjurkan bahwa untuk lansia yang sehat, menu sehari-hari

hendaknya :

Tidak berlebihan, tetapi cukup mengandung zat gizi sesuai

dengan persyaratan kebutuhan lansia.

Bervariasi jenis makanan dan cara olahnya

Membatasi konsumsi lemak yang tidak kelihatan (menempel pada

bahan pangan, terutama pangan hewani)

Membatasi konsumsi gula dan minuman yang banyak

mengandung gula

Menghindari konsumsi garam yang terlalu banyak, merokok dan

minuman beralkohol

Cukup banyak mengkonsumsi makanan berserat (buah-buahan,

sayuran dan sereal) untuk menghindari sembelit atau konstipasi

Minuman yang cukup

Susunan makanan sehari-hari untuk manula hendaknya tidak terlalu banyak

menyimpang dari kebiasaan makanan, serta disesuaikan dengan keadaan

psikologisnya. Pola makan disesuaikan dengan kecukupan gizi yang dianjurkan

dan menu makanannya disesuaikan dengan ketersediaan dan kebiasaan makan tiap

daerah.

Menu makanan manula dalam sehari dapat disusun berdasarkan konsep ‘4

sehat 5 sempuna” atau “Konsep gizi seimbang”, sebagai contoh :

o Kelompok makanan pokok (utama) : nasi (1 porsi= 200 gram)

o Kelompok lauk pauk : daging (1 potong= 50 gram), tahu (1 potong = 25 gr)

Kelompok sayuran : bayam (1 mangkok = 1001 gr)

o Kelompok buah-buahan : pepaya (1 potong = 100 gr) dan susu (1 gelas = 100

gr)

o Kelompok makanan jenis makanan

o Karbohidrat : nasi, jagung, ketan, bihun, biskuit, kentang, mie, roti, singkong,

talas, ubi-ubian, pisang, nangka, makaroni

35

o Protein hewani : daging sapi, daging ayam, hati (ayam atau sapi), telur unggas,

ikan, baso daging

o Protein nabati : kacang-kacangan, tahu, tempe, oncom

o Buah-buahan : pepaya, belimbing, alpukat, apel, jambu biji, jeruk, mangga,

nangka, pisang, awo, sirsak, semangka

o Sayuran : bayam, buncis, beluntas, daun pepaya, daun singkong, katuk, kapri,

kacang panjang, kecipir, sawi, wortel, selada

o Makanan jajanan : bika ambon, dadar gulung, getuk lindri, apem, kroket, kue

putu, risoles

o Susu : susu kambing, susu kedelai, skim

10 Langkah agar dapat hidup lebih lama, sehat, dan berarti untuk lansia

1. Menciptakan pola makan yang baik, kemudian bersahabat dengannya

Cobalah menciptakan suasana yang menyenangkan di meja makan semenarik

mungkin sehingga dapat menimbulkan selera

2. Memperkuat daya tahan tubuh

Makanlah makanan yang mengandung zat gizi yang mengandung zat gizi yang

penting untuk kekebalan, seperti : biji-bijian utuh, sayuran berdaun hijau,

makanan laut.

3. Mencegah tulang agar tidak menjadi keropos dan mengerut

Santaplah makanan yang mengandung vitamin D. Pada usia diatas 60 tahun

kemampuan penyerapan kalsium menurun, vitamin D membantu penyerapan

kalsium dalam tubuh, contoh makanan sumber vitamin D adalah susu

4. Memastikan agar saluran pencernaan tetap sehat, aktif dan teratur

Karena itu harus makan sedikitnya 20 gram makanan yang mengandung serat,

seperti biji-bijian, jeruk dan sayuran yang berdaun hijau tua

5. Menyelamatkan penglihatan dan mencegah terjadinya katarak

Santaplah makanan yang mengandung vitamin C, E dan B karoten (antioksidan),

seperti : sayuran berwarna kuning dan hijau, jeruk sitrun dan buah lain

6. Mengurangi resiko penyakit jantung

36

Yaitu dengan membatasi makanan berlemak yang banyak mengandung kolesterol

dan natrium dan harus banyak makan makanan yang kaya vitamin B6, B12, asam

folat, serat yang larut, kalsium dan aklium, seperti biji-bijian utuh, susu tanpa

lemak, kacang kering daging tidak berlemak, buah, termasuk nanas dan sayuran.

7. Agar ingatan tetap baik dan sistem syaraf tetap bagus, harus banyak makan

vitamin B6, B 12 dan asam folat

8. Mempertahankan berat badan ideal dengan jalan tetap aktif secara fisik, makan

rendah lemak dan kaya akan karbohidrat kompleks

9. Menjaga agar nafsu makan tetap baik dan otot tetap lentur

Dengan jalan melakukan olah raga aerobik (berjalan atau berenang). Olah raga

dilakukan menurut porsi masing-masing usia serta tingkat kebugaran setiap orang.

10. Tetaplah berlatih

Kecukupan gizi

Kebutuhan gizi lansia setiap individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor

dibawah ini

Umur

Jenis kelamin

Aktivitas/kegiatan fisik dan mental

Postur tubuh

Pekerjaan

Iklim/suhu udara

Kondisi fisik tertentu

lingkungan

Angka kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan untuk manula dalam

sehari

Pola susunan makanan

untuk manula dalam

sehari

37

Menu untuk manula dalam sehari

Diet Pada Hipertensi dengan Dislipidemia

38

Tujuan diet garam rendah dan dislipidemia adalah untuk membantu

menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh, menurunkan

tekanan darah pada pasien hipertensi, menurunkan berat badan bila kegemukan,

mengubah jenis dan asupan lemak makanan, menurunkan asupan kolesterol

makanan dan meningkatkan asupan karbohidrat kompleks.

Syarat Diet

¨ Cukup energi, protein, mineral dan vitamin.

¨ Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit.

¨ Kebutuhan energi disesuaikan menurut BB dan aktivitas fisik

¨ Lemak <30% dari total kebutuhan energi. Usahakan dari lemak tidak jenuh

ganda.

¨ Karbohidrat 55—60% dari total kebutuhan energi.

¨ Serat tinggi, terutama serat larut air.

¨ Protein 10—20% dari total kebutuhan energi.

¨ Jumlah Na disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air dan/atau

hipertensi

39

BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 61 tahun

Pekerjaan : Pensiunan PNS Guru SMK

Agama : Islam

Pendidikan : Sarjana Muda

Alamat : Sindurejan WB III no 127, Yogyakarta

Nomer RM : 03.4622.00

Nomer ASKES: 0000097245685

Tanggal kunjungan Puskesmas : 5 Juni 2012

Tanggal kunjungan rumah I : 7 Juni 2012

Tanggal kunjungan rumah II : 11 Juni 2012

B. Anamnesis

Keluhan utama : Kontrol Hipertensi

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang untuk kontrol penyakit hipertensi yang dideritanya

sejak 6 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluh susah buang air besar.

Keluhan dirasakan sejak 3 hari sebelum pasien periksa ke BP Puskesmas

Wirobrajan. Pasien merasa tiap buang air besar susah dan nyeri perut

melilit terutama pada perut bagian bawah. Pasien juga merupakan pasien

kontrol asam urat dan dislipidemia kurang lebih sejak 6 tahun.

Riwayat Penyakit Dahulu : DM (-), HT (+) 6 tahun, asma (+), penyakit

jantung (-), dyslipidemia (+) 6 tahun, maag

(+), hiperurisemia (+)

40

Riwayat Penyakit Keluarga :

DM : (+) suami

HT : (-)

Asma : (-)

Peny. Jantung : (-)

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Cukup

Kesadaran : CM

Vital sign :

TD : 120/80 mmHg

RR : 24x/menit

Nadi : 88x/menit

Suhu : afebris

Berat badan : 53 kg

Tinggi badan : 152 cm

BMI : 22,9 kg/m2

Kepala :bentuk mesosephal simetris, rambut warna putih

dan hitam, persebaran merata

Leher : pembesaran lnn (-), tiroid membesar (-), JVP tidak

meningkat

Mata : konjungtiva anemi (-/-), sclera ikterik (-/-), reflek

cahaya pada pupil (+/+), pupil isokor, mata cekung

(-/-)

Telinga : otore (-/-), nyeri tekan (-/-)

Hidung : nafas cuping hidung (-/-), rhinore (-/-)

Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-)

Dada :

41

a. Paru-paru

Kanan Kiri

Depan

Inspeksi : simetris, retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-), sikatrik (-/-)Palapasi : vocal fremitus normalPerkusi : sonorAuskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi basah (-/-), wheezing (-)

Inspeksi :simetris, retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-), sikatrik (-/-)Palapasi : vocal fremitus normalPerkusi : sonorAuskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi basah (-/-), wheezing (-)

Belakang

Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-/-), sikatrik (-/-)Palapasi : vocal fremitus normalPerkusi : sonorAuskultasi : Vesikuler (+/+) , Ronkhi basah (-/-), wheezing (-)

Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-/-), sikatrik (-/-)Palapasi : vocal fremitus normalPerkusi : sonorAuskultasi : Vesikuler (+/+) , Ronkhi basah (-/-), wheezing (-)

b. Jantung

Batas jantung :

Batas kanan atas SIC II linea parasternalis kanan

Batas kanan bawah SIC IV linea parasternalis

kanan

Batas kiri atas SIC II linea parasternalis kiri

Batas kiri bawah SIC IV-V linea midclavicula kiri

Suara jantung : Bunyi jantung S1 S2 murni, bising (-)

Perut :

Inspeksi : datar, sikatrik (-)

Auskultasi : peristaltic usus (+) normal

Palpasi : turgor normal, nyeri tekan (-), massa (-)

Perkusi : timpani (+)

Ekstremitas : tungkai lengan

Kanan kiri kanan kiri

Deformitas (-) (-) (-) (-)

Edema (-) (-) (-) (-)

42

Hangat (+) (+) (+) (+)

Nadi teraba cukup (+) (+) (+) (+)

Tophus (-) (-) (-) (-)

D. Pemeriksaan penunjang

Tanggal 16 April 2012

Cholesterol : 290

Trigliserida : >600

Asam urat : 7,8

GDS : 80

E. Diagnosis

Hipertensi esensial grade 1 dengan konstipasi, dislipidemia, dan

hiperurisemia

F. Diagnosis Banding

- Hipertensi sekunder

- Irritable Bowel Syndrome

G. Penatalaksanaan

1. Farmakologis

Captopril 2 x 12,5 mg

Gemfibrozil 1 x 300 mg

Allupurinol 1 x 100 mg

Laxatab 1 x 2 tab (malam)

2. Non farmakologis

Pasien diberi edukasi tentang penyakit hipertensi, bahwa hipertensi dapat

tidak diketahui sebabnya, dimana genetik memegang peranan penting,

namun dapat pula disebabkan akibat penyakit dari organ yang lain.

Penyakit hipertensi perlu penanganan berkelanjutan, sehingga dokter dan

pasien diharapkan dapat bekerja sama dalam menghindari komplikasi

dari hipertensi seperti stroke, hipertensive heart disease, dll.

43

Pengaturan pola makan. Pengaturan pola makan sangat penting dalam

usaha mengontrol hipertensi, apalagi pada pasien juga disertai dengan

dislipidemia. Pengaturan pola makan untuk hipertensi diantaranya adalah

pembatasan konsumsi Na atau garam. Dimana konsumsi garam untuk

penderita hipertensi dibatasi ½ sampai 1 sendok teh dalam sehari.

Pengendalian faktor – faktor psikologis. Hal ini dapat diberikan dengan

cara pemberian konseling kepada pasien. Dengan cara ini diharapkan

pasien dapat mengatasi setiap permasalahan psikologis dengan baik

sehingga tidak menyebabkan kondisi hipertensi memburuk.

Penghindaran faktor resiko. Pengendalian faktor resiko yang

dimaksudkan untuk mengurangi kejadian komplikasi. Diantara

komplikasi yang dapat terjadi adalah stroke, hipertensive heart disease,

dll.

Program aktivitas fisik, seperti bersepeda maupun jalan santai. Aktivitas

fisik untuk penderita hipertensi sebaiknya dilakukan secara teratur 3 kali

seminggu dengan durasi minimal kurang lebih 30 menit setiap

beraktivitas.

Memberikan obat yang mudah penggunaaanya. Dalam artian pada lansia

kerap terjadi lupa minum obat, dengan pemberian obat yang mudah

semisal, dalam sehari hanya satu kali minum akan mempermudah pasien

dalam meminum obat.

Kebutuhan Kalori Pasien ini dengan umur 61 tahun, BB = 53 kg dan TB = 152

cm, adalah :

1. Berat Badan Ideal = 0,9 x (165-100) = 46,8 kg

Kebutuhan Kalori Basal = 25 kal x 46,8 = 1170 kal

2. Aktivitas Sedang = 20% x 1170 = 234 kal

3. Umur > 60 tahun = 10% x 1170 = 117 kal

Jadi kebutuhan kalori pasien ini per hari adalah

= 1170 kal + 234 kal – 117 kal = 1287 kal

44

Contoh menu yang dapat diberikan :

Waktu Menu makanan Takaran Berat (gram) Kalori (kal)

Sarapan (07.00)

Nasi 1/2 gelas 66,7 116,7ayam tanpa kulit ½ ptg sedang 25 47,5Sup jagung ½ gelas 50 70

Selingan (10.00)

Pisang 1 buah 50 90

Makan siang (12.00)

Nasi ¾ gelas 100 175Ikan sungai biasa 1 ptg 50 95Tempe goreng 1 ptg besar 100 125Sayur labu 1 gls 100 50Jambu air 1 ptg 100 40

Selingan (15.00)

Manga 1 bh bsr 100 80

Makan malam (19.00)

Nasi ¾ gelas 100 175Daging sapi tanpa lemak ½ potong sedang 25 47,5Sayur pare 1 gls 100 50Jeruk manis 2 bh 100 40

Selingan (20.00)

Pisang 1 bh 50 90

Konsumsi air putih 8-10 gelas per hariJumlah kalori 1291,7

45

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Kasus

Dari hasil anamnesis pada saat kunjungan pasien ke puskesmas

pada tanggal 5 Juni 2012 dan kunjungan ke rumah pasien pada tanggal 7

dan 11 Juni 2012 didapatkan informasi bahwa pasien menderita hipertensi

dan konstipasi yang merupakan penderita hiperurisemi dengan

dislipidemia kurang lebih 6 tahun. Pasien kontrol ke puskesmas khususnya

jika terdapat keluhan.

B. Hasil kunjungan rumah

1. Kondisi pasien

Kunjungan pertama ke rumah pasien dilakukan pada tanggal 7 Juni

2012. Pasien terlihat sedang mengasuh cucunya yang menangis dan

mengeluh nyeri kepala dari kemaren.

2. Pendidikan

Pendidikan terakhir pasien merupakan sarjana muda.

3. Keadaan rumah

a. Lokasi : rumah terletak di Jalan S. Parman no. 127 dan terletak

pada pemukiman biasa. Jarak dengan rumah yang lainnya

berdempetan pada kedua sisi kecuali bagian depan dan samping

kanan. Dalam satu rumah dihuni oleh total 5 orang.

b. Kondisi rumah : kondisi rumah kokoh, tidak lembab, bangunan

tidak bertingkat, dinding tembok, lantai ruang tamu, kamar, dapur

dan kamar mandi terbuat dari keramik, sedangkan tembok terbuat

46

dari semen, atap genting, dan terdapat eternit. Kondisi rumah cukup

bersih dan tertata rapi.

c. Luas : luas tanah ± 81m2. Jumlah orang dalam satu rumah ada 5

orang

d. Lantai rumah : seluruh lantai rumah terbuat dari keramik.

e. Dinding rumah : terbuat dari semen

f. Atap rumah : dari genting dengan platform.

g. Pembagian ruangan : terdapat ruang tamu ukuran 5 x 5,5 meter,

ruang keluarga ukuran 5 x 3 meter, 3 kamar tidur dengan ukuran

masing-masing 2,5 x 3 meter, 2,5 x 3 meter, juga 3 x 3 meter. 2

kamar mandi ukuran 2 x 2 meter serta dapur berukuran 2,5 x 3

meter.

h. Jendela rumah : terdapat dua jendela di ruang tamu, berukuran 0,5

x 0,75 meter. Dua jendela di ruang keluarga, serta setiap kamar

terdapat jendela berukuran 1 x 0,5 meter.

i. Pencahayaan : cahaya yang masuk ke ruang tamu, kamar, dapur

dan ruang keluarga dirasa cukup.

j. Ventilasi : terdapat ventilasi pada tiap ruang.

k. Listrik : daya listrik 900 watt dan cukup untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari.

l. Kebersihan dan tata letak barang dalam rumah : kebersihan dalam

rumah cukup dan tata letak barang-barang dalam rumah tertata rapi.

m. Sanitasi dasar :

1) Sumber air minum dan kamar mandi :

a) Persediaan air bersih : sumber air minum dan memasak berasal

dari PAM yang diendapkan terlebih dahulu,

b) Kamar mandi : terdapat 2 buah kamar mandi ukuran 2 x 2

meter. Air untuk mandi dan mencuci berasal dari sumur yang

dihubungkan dengan pompa.

c) Jamban keluarga : memiliki jamban keluarga di dalam rumah

berupa WC jongkok berbentuk leher angsa.

47

2) Tempat pembuangan sampah : terdapat tempat pembuangan

sampah di dapur rumah yang tidak tertutup, berupa ember

tempat sampah yang dilapisi plastik, sampah diambil oleh

petugas kebersihan tiap sore hari.

3) Kandang : terdapat 1 buah akuarium berisi ikan hias yang

dikuras tiap sebulan sekali, terlihat cukup bersih

n. Kepemilikan rumah dan barang : rumah merupakan rumah sendiri,

keluarga pasien memiliki 3 motor, 2 sepeda, tempat tidur terdapat

pada tiap kamar satu buah. Perlengkapan elektronik berupa televisi

21 inch dua buah, radio, kulkas.

4. Keadaan lingkungan sekitar rumah

1) Sarana pembuangan air limbah : limbah kamar mandi dan dapur

dialirkan ke dalam saluran tempat pembuangan limbah masyarakat.

2) Jalan di depan rumah : lebar 5 meter dan terbuat dari aspal

Kesan kebersihan lingkungan : bersih

C. Analisis Kedokteran Keluarga

1. Nilai APGAR Keluarga

Merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengukur

sehat atau tidaknya suatu keluarga yang dikembangkan oleh Rusen,

Geyman dan Leyton, dengan menilai 5 fungsi pokok keluarga/tingkat

kesehatan keluarga, yaitu :

a. Adaptasi (adaptation).

Penilaian : dari tingkat kepuasan anggota keluarga dalam

menerima bantuan yang dibutuhkan.

b. Kemitraan (patnership).

Penilaian : tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi

dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.

c. Pertumbuhan (growth).

48

Penilaian : tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan

yang diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan

kedewasaan semua anggota keluarga.

d. Kasih Sayang (affection).

Penilaian : tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih

sayang serta interaksi emosional yang berlangsung.

e. Kebersamaan (resolve).

Penilaian : tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap

kebersamaan dalam membagi waktu, kekayaan dan ruang atas

keluarga.

1. Skor APGAR

Kriteria Pertanyaan

Respon

Hampir selalu

(2)

Kadang (1)

Hampir tidak

pernah (0)

Adaptasi

Saya puas dengan keluarga saya karena masing-masing anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai dengan seharusnya

Kemitraan

Saya puas dengan keluarga saya karena dapat membantu memberikan solusi terhadap permasalahan yang saya hadapi

Pertumbuhan

Saya puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga saya untuk mengembangkan kemampuan yang saya miliki

Kasih sayingSaya puas dengan kehangatan / kasih sayang yang diberikan keluarga saya √

KebersamaanSaya puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk menjalin kebersamaan √

Total 9

Klasifikasi8-10 = fungsi keluarga baik4-7 = disfungsi keluarga sedang0-3 = disfungsi keluarga berat

KesimpulanBerdasarkan skor APGAR keluarga pasien tergolong dalam fungsi keluarga baik

49

72 thn

2. SCREEM Keluarga

Aspek Sumber Daya Patologi

SocialPasien hidup ditengah-tengah masyarakat dengan hubungan yang baik. Didalam masyarakat biasa dan tidak menonjol.

CulturalPasien tidak percaya takhayul dan tidak percaya pada dukun untuk mengobati penyakitnya

ReligiousPasien dan keluarganya beragama islam dan fungsi religi pada keluarga berfungsi dengan baik

EconomyPasien seorang pensiunan yang tiap bulan mendapat dana gaji pensiun.

EducationPengetahuan pasien kurang tentang sakitnya, dan kurang peduli untuk mengendalikan penyakitnya.

MedicalPasien menggunakan pelayanan kesehatan yaitu dan di puskesmas.

3. Daftar Anggota Keluarga dan Genogram

Tanggal 7 Juni 2012

50

Keterangan:

: perempuan: laki-laki: pasien: bread winner: tinggal serumah: hipertensi: pengambil keputusan

Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah

No Nama Kedudukan L/P Umur Pekerjaan1. Ny. S Pasien P 61 th Pensiunan PNS2. Ny. M Anak Pasien P 32 th Guru SD3. Tn. D Menantu Pasien L 34 th Guru SMK4. Sdr. A Anak Pasien L 28 th Jual Pulsa telepon5. An. A Cucu Pasien P 6 th -

D. Identifikasi Fungsi Keluarga

1. Fungsi biologis dan reproduksi

Pasien memiliki 3 orang anak. Anak pertama berusia 36 tahun, berjenis

kelamin laki-laki, telah menikah dan mempunyai dua orang anak berusia 9

dan 5 tahun. Anak kedua berjenis kelamin perempuan berusia 32 tahun

telah menikah dan mempunyai anak berusia 6 tahun. Anak ketiga berusia

28 tahun dan belum menikah

2. Fungsi afektif/psikologik

Komunikasi dengan seisi rumah baik, tetapi sehari-hari pasien ditinggal

oleh anak-anak dan menantunya yang tinggal serumah untuk bekerja

sehingga hanya bersama dengan cucunya dari anak kedua semenjak

suaminya meninggal.

3. Fungsi ekonomi

Pasien sebagai seorang pensiunan tiap bulan mendapatkan dana pensiun

kurang lebih 1 juta.

4. Fungsi pendidikan

Pendidikan terakhir pasien adalah sarjana muda. Pendidikan terakhir anak

pertama D3, anak kedua D3, dan anak terakhir adalah SMA.

5. Fungsi religious

51

Pasien selalu mengerjakan sholat lima waktu dan terkadang bangun malam

untuk sholat.

6. Fungsi sosial dan budaya

Pasien dalam pergaulan dengan teman dan tetangga di sekitar tempat

tinggal tidak mengalami masalah dan cukup mudah bergaul.

E. Identifikasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

No Indicator / pertanyaanJawaban

Ya Tidak1. Persalinan ditolong

oleh tenaga kesehatanAda balita Ditolong nakes

Tidak ditolong NakesTidak ada balita -

2. Pemberian ASI eksklusif pada usia 0-6 bulan

Ada bayi usia 0-6 bulan

Eksklusif Tidak eksklusif

Tidak ada bayi usia 0-6 bulan -3. Menimbang berat

badan balita setiap bulan

Ada bayi/balita Ditimbang Tidak ditimbang

Tidak ada bayi / balita -4. Menggunakan air bersih yang memenuhi syarat √5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun √6. Menggunakan jamban sehat √7. Melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk di rumah dan lingkungan √8. Mengkonsumsi sayuran dan atau buah setiap hari √9. Melakukan aktifitas fisik atau olahraga √10. Tidak merokok √

Kategori : tidak sehatBerdasarkan jumlah nilai identifikasi PHBS, keluarga pasien tergolong

keluarga tidak sehat.

F. Tahapan dan Siklus Keluarga

Tahapan Siklus Kehidupan

Tugas-tugas Perkembangan Implikasi pada Kesehatan

Keluarga usia jompo (aging

family members)

1. Mengatasi penuaan fisik2. Menangani peran anak yang lebih

besar dalam mengatur keluarga besar3. Menangani kehilangan karena

kematian pasangan dan teman-teman4. Mempersiapkan kematian, kilas balik

kehidupan dan integrasi

Penurunan kondisi tubuh

Perubahan siklus harian

52

G. Identifikasi PSP (Pengetahuan, Sikap, Perilaku)

1. Perawatan Tumbuh Kembang

Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia

2. Gizi keluarga

Tingkat ekonomi keluarga pasien cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi.

Tetapi dalam prakteknya pemenuhan gizi sehari-hari pasien masih kurang

3. Pola makan keluarga

Pasien makan teratur, seringkali beli di warung dan tidak pernah memasak.

Pasien sering makan seorang diri dan jarang makan sayur, serta memiliki

daftar kandungan kolesterol pada makanannya.

4. Perilaku kesehatan keluarga

Bila ada anggota keluarga yang sakit yang pertama kali dilakukan adalah

membawa ke puskesmas. Pasien kontrol penyakit ke puskesmas bila obat

habis atau bila ada keluhan, tetapi pasien sendiri terkadang lupa untuk

meminum obatnya ataupun meminum obat hanya bila ada keluhan. Pasien

juga memiliki pendanaan kesehatan berupa ASKES PNS.

5. Hygiene dan sanitasi

Keadaan rumah pasien cukup nyaman. Ventilasi rumah yang cukup

menyebabkan udara dalam rumah tidak terasa pengap dan lembab.

Pencahayaan di dalam rumah cukup.

6. Pencegahan penyakit

Bila ada anggota keluarga yang sakit yang pertama kali dilakukan adalah

periksa ke layanan kesehatan, baik puskesmas, dokter praktek, ataupun

rumah sakit.

H. Gizi Seimbang

No 13 Pedoman Gizi Seimbang Ya Tidak 1. Makanlah makanan yang fungsinya untuk memenuhi kecukupan

stok energy dalam tubuh√

2. Makanlah semua ragam aneka makanan √3. Makan sumber karbohidrat, contohnya beras, jagung, kentang,

umbi-umbian, tebu, gandum, dll, setengah dari kebutuhan energy√

4. Batasi konsumsi lemak atau minyak berlebih √

53

5. Gunakan garam beriodium √6. Makanlah makanan sumber zat besi, contohnya di sayuran yang

daunnya hijau dan buah-buahan√

7. Berikan ASI saja sampai bayi umur 6 bulan -8. Biasakan untuk makan pada pagi hari √9. Minumlah air putih yang bersih, aman dan cukup jumlahnya √10. Olahraga secara teratur dan berjemurlah paling tidak 10 menit

setiap pagi√

11. Say NO to alcohol, rokok, dan obat-obatan terlarang √No 13 Pedoman Gizi Seimbang Ya Tidak 12. Makanlah sesuai dengan kebutuhan dan pastikan makanan tersebut

aman di pencernaan√

13. Bacalah label pada kemasan makanan, pastikan komposisinya aman dan teliti kadaluarsanya

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa hanya 5 poin sudah

dilaksanakan oleh pasien dan keluarga. Hal ini berarti 38% dari total 13

pedoman gizi seimbang telah dipenuhi oleh keluarga pasien yang berarti

kurang baik untuk pemenuhan gizi pada pasien dan keluarga.

I. Skor Rumah Sehat

No Variabel Skor Skor rumah pasien1. Lokasi a. Tidak rawan banjir 3 √

b. Rawan banjir 12. Kepadatan rumah a. Tidak padat (>8m2/orang) 3

b. Padat (<8m2/orang) 1 √3. Lantai a. Semen ubin, keramik, kayu 3 √

b. Tanah 14. Pencahayaan a. Cukup 3 √

b. Tidak cukup 15. Ventilasi a. Ada 3 √

b. Tidak ada 16. Air bersih a. Air dalam kemasan 3

b. Ledeng/PAM 3 √c. Mata air terlindung 2d. Sumur pompa tangan 2e. Sumur terlindung 2 √f. Sumur tidak terlindung 1g. Mata air tidak terlindung 1h. Lain-lain 1

7. Pemb. Kotoran (kakus)

a. Leher angsa 3 √

b. Plengsengan 2

54

c. cemplung/cubluk 2d. kolam ikan/sungai/kebun 1e. Tidak ada 1

8. Septic tank a. jarak > 10 meter dari sumber air minum

3 √

b. Lainnya 19. Kepemilikan WC a. Sendiri 3 √

b. Bersama 2c. Tidak ada 1

No Variabel Skor Skor rumah pasien10. SPAL a. Saluran tertutup 3 √

b. Saluran terbuka 2c. Tanpa saluran 1

11. Saluran got a. Mengalir lancer 3 √b. Mengalir lambat 2c. Tergenang 1d. Tidak ada got 1

12. Pengelolaan sampah

a. Diangkut petugas 3 √

b. Ditimbun 2c. Dibuat kompos 3d. Dibakar 2e. Dibuang ke kali 1f. Dibuang sembarangan 1g. Lainnya 1

13. Polusi udara a. Tidak ada 3 √b. Ada gangguan 1

14. Bahan bakar masak

a. Listrik, gas 3 √

b. Minyak tanah 2c. Kayu bakar 1d. Arang/batubara 1

Jumlah 42Penetapan skor kategori rumah sehat sebagai berkut :

1. Baik : skor 35- 42 ( > 83%)

2. Sedang : skor 29-34 ( 69-83%)

3. Kurang : skor < 29 ( < 69%)

Dari tabel diatas terlihat bahwa total skor adalah 42, hal ini berarti rumah

pasien termasuk dalam kategori rumah sehat.

55

J. Identifikasi Lingkungan Hidup Keluarga

1. Peta penunjuk rumah

56

UTARA

2. Denah rumah

Skala 1 : 100

K. Pelaksanaan Program

No Waktu Kegiatan Hasil

1.7 Juni 2012

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

2. Identifikasi fungsi keluarga yang meliputi anggota keluarga dan kondisi lingkungan baik di dalam dan diluar rumah

1. Pada saat anamnesis dan saat dilakukan pemeriksaan fisik, pasien cukup kooperatif, pasien mengelun nyeri kepala.

2. PHBS pasien dan keluarganya baik3. Pengetahuan tentang penyakit yang

diderita pasien kurang baik. Pasien memiliki catatan hasil lab serta daftar diet sesuai penyakitnya tetapi untuk ketaatan minum obat pada pasien kurang.

2. 11 Juni 2012

1. Follow up pasien2. Memberikan edukasi

dan motivasi kepada pasien

1. Pasien tidak terdapat keluhan2. Pasien lebih memahami pentingnya

diet 3. Pasien lebih mematuhi untuk

57

Utara

5,5 cm4,5 cm

1,5 cm

5 cm

2,5 cm

meminum obat

L. Daftar Masalah Keluarga

No Masalah yang dihadapi Rencana pembinaanSasaran

pembinaan

1.

2.

3.

Pasien tidak mematuhi diet untuk penyakitnyaPasien tidak teratur minum obatKurangnya aktifitas fisik

Konseling dan edukasi pasien tentang diet untuk hipertensi, konstipasi, hiperurisemi dan dyslipidemia, juga aktifitas fisik yang teratur

Pasien

M. Diagnosis Kedokteran Keluarga

1. Diagnosis :

Hipertensi Esensial Grade 1 dengan konstipasi, dyslipidemia, dan

hiperurisemia

2. Bentuk keluarga :

Keluarga besar

3. Fungsi keluarga yang terganggu :

Keluarga dengan fungsi yang baik

4. Pengetahuan, sikap, dan perilaku keluarga

Aktifitas fisik, diet, dan kepatuhan minum obat pada pasien kurang

5. Diagnosis kedokteran keluarga :

Hipertensi esensial grade 1 dengan konstipasi, dyslipidemia, dan

hiperuricemia pada wanita lansia dengan aktifitas fisik, diet, dan

kepatuhan minum obat yang kurang.

58

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil kunjungan rumah pasien penderita hipertensi yang berdomisili di

wilayah kerja Puskesmas Wirobrajan Kota Yogyakarta dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Ditarik kesimpulan bahwa diagnosis pasien adalah Hipertensi Esensial

grade I terkontrol dengan konstipasi, dyslipidemia, dan hiperurisemia.

2. Keluarga pasien tergolong dalam fungsi keluarga baik.

59

3. Pasien membutuhkan konseling dan motivasi yang berkelanjutan untuk

dapat mematuhi diet serta program-program yang terkait dengan penyakit

yang dideritanya termasuk melakukan aktifitas fisik yang teratur dan

keteraturan dalam meminum obat.

B. Saran

1. Bagi mahasiswa

Berusaha lebih mendalami, aktif, kreatif, dan variatif dalam menganalisa

permasalahan kesehatan, baik pada keluarga maupun lingkungannya

Meningkatkan profesionalisme sebelum terjun ke masyarakat

2. Bagi Puskesmas

Hendaknya terus melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan usaha

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif

Hendaknya terus menindaklanjuti kasus dengan pendekatan kepada

masyarakat terutama lansia dengan program-program khusus lansia sehingga

pasien dapat terus terkontrol.

3. Bagi Pasien

Hendaknya dipertahankan terus sikap positif dalam menghadapi penyakit

yang diderita, disertai dengan patuh terhadap pelaksanaan aktifitas fisik, diet

dan meminum obat serta program yang diberikan sehingga mampu

menghidari komplikasi komplikasi yang dapat terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Andra, 2007. Ancaman Serius Hipertensi di Indonesia. (http

://www.majalahfarmacia.com/rubric/one_news.asp?IDNews=256), diakses

13 Mei 2012.

2. Anonim. 2006. Profil Kesehatan Puskesmas Wirobrajan Kota Yogyakarta.

Puskesmas Wirobrajan. Yogyakarta.

3. Azwar, Azrul; 1995. Pengantar pelayanan Kedokteran Keluarga; Jakarta.

4. Elsanti, Salma. 2009. Panduan Hidup Sehat Bebas Kolesterol, Stroke,

Hipertensi & Serangan Jantung, Araska, Yogyakarta.

60

5. European Society of Hypertension (ESH) and European Society of

Cardiology (ESC) 2007. National High Blood Pressure Education

Program. The Seventh Report of the Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.

U.S. Department of Health and Human Services: National Institutes of

Health – National Heart, Lung, and Blood Institute, 2004.

6. Mansjoer A., Triyanti K., Savitri R., Wardhani W.I., Setiowulan., 1999,

Hipertensi, dalam Kapita Selekta Kedokteran, edisi II, Jilid-1, Media

Aesculapius-FKUI, Jakarta.

7. Wiyono A et al. Panduan Kepaniteraan Program Pendidikan Profesi

Kedokteran Keluarga. 2007. Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta

61