Transcript

LAPORAN PENDAHULUANCHRONIC KIDNEY DISEASE causa HIPERTENSI DENGAN HEMODIALISARUANG HEMODIALISARSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh :Eka Fitri CahyaniNIM. 140070300011103Kelompok 2

Program Profesi NersFakultas Kedokteran Universitas BrawijayaMalang2015

A. CHRONIC KIDNEY DISEASE atau GAGAL GINJAL KRONIK1. Definisi Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah. Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulasinya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan eksresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit serta asam-basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai peyakit urinary tract dan ginjal (Arif Muttaqin, 2011) Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner and Suddart, 2002) Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR) yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau pertanda kerusakan gagal ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit gagal ginjal kronis ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerolus kurang dari 60ml/menit/1,73 m2 (National Kidney Disease Outcomes Quality Initiative dikutip dari Arora. 2009) Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal yang progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal) (Nursalam dan Fransisca B.B. 2009)

2. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik Klasifikasi sesuai dengan test kreatinin klien,maka GGK dapat terbagi menjadi: 100 76 ml/mnt disebut insufiensi ginjal berkurang 75 26 ml/mnt disebut insufiensi ginjal kronik 25 5 ml/mnt disebut GGK 90

2Penurunan ringan LFG60-89

3Penurunan moderat LFG30-59

4Penurunan berat LFG15-29

5Gagal ginjal90ml/menit

Stadium 2(ringan)Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan LFG antara 60-89 ml/menit

Stadium 3 (sedang)Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/menit

Stadium 4(berat)Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit

Stadium 5(terminal)Kelainan ginjal dengan LFG antara 15 ml/menit

Klasifikasi atas dasar diagnosis dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu penyakit ginjal diabetis seperti penyakit diabetes tipe 1 dan tipe 2, penyakit ginjal nondiabetis seperti penyakit glomerular, penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi dan mikroangiopati), penyakit tubulointerstitial (infeksi saluran kemih, batu obstruksi dan toksisitas obat), penyakit kistik penyakit pada transplantasi seperti penyakit rejeksi kronis, keracunan obat, penyakit recurren, transplantasi glomerulopathy (Suhardjono, 2003 dikutip dari Susalit). Krause (2009) menambahkan bahwa penyebab dari gagal ginjal kronik sangat beragam. Pengetahuan akan penyebab yang mendasari penyakit penting diketahui karena akan menjadi dasar dalam pilihan pengobatan yang diberikan. Penyebab gagal ginjal tersebut diantaranya meliputi : a. Penyebab dengan frekuensi paling tinggi pada usia dewasa serta anak-anak adalah glomerulonefritis dan nefritis interstitial. b. Infeksi kronik dari traktus urinarius (menjadi penyebab semua golongan usia). c. Gagal ginjal kronik dapat pula dialami ana-anak yang menderita kelainan kongenital seperti hidronefrosis kronik yang mengakibatkan bendungan pada aliran air kemih atau air kemih mengalir kembali dari kandung kemih. d. Adanya kelainan kongenital pada ginjal. e. Nefropati herediter. f. Nefropati diabetes dan hipertensi umumnya menjadi penyebab pada usia dewasa. g. Penyakit polisistik, kelainan pembuluh darah ginjal dan nefropati analgesik tergolong penyebab yang sering pula. h. Pada beberapa daerah, gangguan ginjal terkait dengan HIV menjadi penyebab yang lebih sering. i. Penyakit yang tertentu seperti glomerulonefritis pada penderita transplantasi ginjal. Tindakan dialisis merupakan pilihan yang tepat pada kondisi ini.j. Keadaan yang berkaitan dengan individu yang mendapat obat imunosupresif ringan sampai sedang karena menjalani transplantasi ginjal. Obat imunosupresif selama periode atau masa transisi setelah transplantasi ginjal yang diberikan untuk mencegah penolakan tubuh terhadap organ ginjal yang dicangkokkan menyebabkan pasien beresiko menderita infeksi, termasuk infeksi virus seperti herpes zoster.

3. EPIDEMIOLOGIMenurut United State Renal Data System (USRDS, 2008) di Amerika Serikat prevalensi penyakit gagal ginjal kronis meningkat sebesar 20-25% setiap tahunnya. Di Kanada insiden penyakit gagal ginjal tahap akhir meningkat rata-rata 6,5 % setiap tahun (Canadian Institute for Health Information (CIHI), 2005), dengan peningkatan prevalensi 69,7 % sejak tahun 1997 (CIHI, 2008). Sedangkan di Indonesia prevalensi penderita gagal ginjal hingga kini belum ada yang akurat karena belum ada data yang lengkap mengenai jumlah penderita gagal ginjal kronis di Indonesia. Tetapi diperkirakan, bahwa jumlah penderita gagal ginjal di Indonesia semakin meningkat. WHO memperkirakan di Indonesia akan terjadi peningkatan penderita gagal ginjal antara tahun 1995-2025 sebesar 41,4%. Berdasarkan data dari Yayasan Ginjal Diatras Indonesia (YGDI) RSU AU Halim Jakarta pada tahun 2006 ada sekitar 100.000 orang lebih penderita gagal ginjal di Indonesia.

4. PATOFISIOLOGI (terlampir)Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah akibat dari penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka setiap gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi, sehingga menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin. Menurunya filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens kreatinin. Sehingga kadar kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar nitrogen urea darah (NUD) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. NUD tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan medikasi seperti steroid.Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik. Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mensekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi. Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan produksi eritropoetin menurun dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina dan keletihan. Eritropoetin yang tidak adekuat dapat memendekkan usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan karena status pasien, terutama dari saluran gastrointestinal sehingga terjadi anemia berat atau sedang. Eritropoitin sendiri adalah subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah.

Pathway (Terlampir)

5. ETIOLOGIKondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan gagal ginjal kronis bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal (Arif Muttaqin, 2011) :1. Penyakit dari Ginjal Glomerulonefritis Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis Batu ginjal: nefrolitiasis Kista di Ginjal: polcystis kidney Trauma langsung pada ginjal Keganasan pada ginjal Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/struktur. Penyakit tubulus primer: hiperkalemia primer, hipokalemia kronik, keracunan logam berat seperti tembaga, dan kadmium. Penyakit vaskuler: iskemia ginjal akibat kongenital atau stenosis arteri ginjal, hipertensi maligna atau hipertensi aksekrasi. Obstruksi: batu ginjal, fobratis retroperi toneal, pembesaran prostat striktur uretra, dan tumor. Menurut David Rubenstein dkk. (2007), penyebab GGK diantaranya: Penyakit ginjal herediter, Penyakit ginjal polikistik, dan Sindrom Alport (terkait kromosom X ditandai dengan penipisan dan pemisahan membrane basal glomerulus)

2. Penyakit dari Luar Ginjal DM, hipertensi, kolesterol tinggi Dyslipidemia SLE TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis Preeklamsi Obat-obatan Luka bakar Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008). a. Glomerulonefritis : Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006). Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006).b. Diabetes melitus : Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya (Waspadji, 1996).c. Hipertensi: tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar, 1998).d. Ginjal polikistik: Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.

6. FAKTOR RESIKOFaktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes mellitus atau hipertensi, obesitas , perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan dengan riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga. (National Kidney Foundation, 2009)

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi, antara lain : Diabetes : Diabetes tipe 2 merupakan penyebab nomor satu. Dengan mengendalikan kadar gula darah risiko terjadinya kerusakan ginjal dapat dicegah. Tekanan darah tinggi (hipertensi) : Hipertensi yang berkelanjutan dapat merusak atau mengganggu pembuluh darah halus dalam ginjal yang lama kelamaan dapat mengganggu kemampuan ginjal untuk menyaring darah. Dengan menjaga berat badan tetap ideal, berolahraga teratur, dan menggunakan obat yang sudah diresepkan dokter dapat membantu mencegah atau memperlambat perkembangan penyakit ginjal menjadi gagal ginjal. Mengkonsumsi obat pereda rasa nyeri yang mengandung ibuprofen berlebihan maupun dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan timbulnya nefritis intersitialis, yaitu peradangan ginjal yang dapat mengarah pada gagal ginjal. Jika Anda mengalami gangguan fungsi ginjal dan sedang mengkonsumsi obat secara rutin, coba konsultasikan ke dokter. Untuk obat baru, konsultasikan dengan dokter bila Anda mengalami gejala tertentu. Penyalahgunaan obat / zat tertentu Pemakaian obat terlarang, seperti heroin atau kokain, dapat menyebabkan kerusakan fungsi ginjal yang dapat mengarah pada gagal ginjal. Agent : NTA akibat toksik terjadi akibat menelan zat-zat nefrotoksik. Ada banyak sekali zat atau obat-obat yang dapat merusak epitel tubulus dan menyebabkan GGA, yaitu seperti : Antibiotik : aminoglikosoid, penisilin, tetrasiklin, amfotersisin B, sulfonamida, dan lain-lainnya. Obat-obat dan zat kimia lain : fenilbutazon, zat-zat anestetik, fungisida, pestisida, dan kalsium natrium adetat. Pelarut organik : karbon tetraklorida, etilon glikol, fenol, dan metal alkohol. Logam berat : Hg, arsen, bismut, kadmium, emas, timah, talium, dan uranium. Pigmen heme : Hemoglobin dan mioglobin Radang : Penyakit tertentu, seperti glomerulonefritis (radang pada glomerulus/unit penyaring ginjal) dapat merusak ginjal, sehingga ginjal tidak bisa lagi menyaring zat-zat sisa metabolisme tubuh. Untuk mengetahui lebih lanjut, biasanya dokter akan meminta Anda melakukan serangkaian pemeriksaan di laboratorium. Pekerjaan : Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan-bahan kimia akan dapat mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-bahan kimia yang berbahaya jika terpapar dan masuk kedalam tubuh dapat menyebabkan penyakit ginjal. Misalnya pada pekerja di pabrik atau industri. Perilaku minum : Air merupakan cairan yang sangat penting di dalam tubuh. Lebih kurang 68% berat tubuh terdiri dari air. Minum air putih dalam jumlah cukup setiap hari adalah cara perawatan tubuh terbaik. Air ini sebagai simpanan cairan dalam tubuh. Sebab bila tubuh tidak menerima air dalam jumlah yang cukup, tubuh akan mengalami dehidrasi. Di mulai dengan simpanan air tubuh yang menurunan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Organ-organ tubuh yang vital juga sangat peka terhadap kekurangan air, salah satunya adalah ginjal. Ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik bila tidak cukup air. Pada proses penyaringan zat-zat racun, ginjal melakukannya lebih dari 15 kali setiap jam, hal ini membutuhkan jumlah air yang banyak sebelum diedarkan ke dalam darah. Bila tidak cukup cairan atau kurang minum, ginjal tidak dapat bekerja dengan sempurna maka bahan-bahan yang beredar dalam tubuh tidak dapat dikeluarkan dengan baik sehingga dapat menimbulkan keracunan darah dan menyebabkan penyakit ginjal. Environment : Cuaca panas dapat mempengaruhi terjadinya penyakit ginjal. Jika seseorang bekerja di dalam ruangan yang bersuhu panas, hal ini dapat mempengaruhi kesehatan ginjalnya. Yang terjadi adalah berkurangnya aliran atau peredaran darah ke ginjal dengan akibat gangguan penyediaan zat-zat yang diperlukan oleh ginjal dan pada ginjal yang rusak hal ini akan membahayakanBeberapa faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, adalah: Riwayat Keluarga Penyakit Ginjal : Jika ada anggota keluarga menderita GGK, atau yang sedang menjalani dialisis, atau transplantasi ginjal, Anda memiliki risiko mengalami penyakit ini. Salah satu jenis penyakit yang bersifat diturunkan adalah penyakit ginjal polikistik, yaitu penyakit ketika jaringan normal ginjal secara perlahan digantikan oleh kista-kista berisi cairan. Kelahiran Premature : Bayi prematur (lahir kurang dari 32 minggu kehamilan) berisiko memiliki penumpukan endapan kalsium di bagian nefron ginjal, yang dikenal dengan nefrokalsinosis. Hal ini mungkin disebabkan oleh menurunnya kemampuan menghambat proses penggumpalan kristal akibat beban kalsium yang disaring meningkat dan ekskresi sitrat berkurang. Bila tidak diatasi, bayi yang memiliki kondisi seperti ini memiliki risiko untuk menderita gangguan fungsi ginjal di kemudian hari. Usia : Seiring dengan pertambahan usia, fungsi ginjal pun dapat menurun. Usia penderita gagal ginjal berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir semua usia dapat terkena penyakit ini. Menurut penelitian D.W. Bates penyakit gagal ginjal paling banyak pada penderita yang berumur 45 tahun. Jenis kelamin : Kejadian pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut penelitian Orfeas Liangas dkk (2001), dari 558.032 penderita gagal ginjal 51,8% adalah laki-laki, sedangkan perempuan sebesar 48,2%. Ras/etnik : (African-American, Hispanic, American Indian,Asian) Trauma atau Kecelakaan : Kecelakaan, cedera, beberapa jenis operasi, juga dapat mengganggu atau merusak ginjal. Jenis Penyakit Tertentu dapat meningkatkan risiko terjadinya GGK. Penyakit ini antara lain penyakit lupus, anemia sel sabit (sickle cell anemia), kanker, AIDS, hepatitis C dan gagal jantung berat. (Bahan dari Koesh-Bandung)

7. MANIFESTASI KLINISGejala menurut (Long,1996 : 369) Gejala dini : lethargi,sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang,mudah tersinggung, depresi Gejala yg lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah,nafas dangkalGejala berdasarkan organ yang terkena, antara lain:1. Kardiovaskuler: Hipertensi,nyeri dada, gagal jantung kongesti, edema pulmoner,perikarditis, Pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital, friction rub pericardial, pembesaran vena leher (peningkatan JVP)2. Dermatologi : Warna kulit abu-abu mengkilat, pucat,kulit kering bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar3. Pulmoner : Krekels, sputum kental dan liat, nafas dangkal, dan pernafasan kussmaul4. Gastrointestinal : Anoreksia, mual, muntah, cegukan, nafas berbau ammonia, Ulserasi,perdarahan mulut, konstipasi, diare, perdarahan saluran cerna.5. Neurologi : Tidak mampu konsentrasi, kelemahan, keletihan, perubahan tingkat kesadaran, disorientasi, kejang, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku6. Muskuloskeletal : Keram otot, kekuatan otot hilang, pegal kaki sehingga selalu digerakkan (kesemutan dan terbakar, terutama di telapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertrofi otot-otot ekstremitas)7. Endokrin: gangguan seksualitas, libido fertilisasi dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore, gangguan metabolik glukosa, lemak dan vitamin D8. Persendian : Gout, pseudogout, kalsifikasi ekstra tulang9. Kelainan mata : Azotemia ameurosis, retinopati, nistagmus, miosis dan pupil asimetris, red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi, Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronis akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier. 10. Sistem hematologi : Kelainan hemopoeisis, Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), Kelelahan dan lemah karena anemia atau akumulasi substansi buangan dalam tubuh. Perdarahan karena mekanisme pembekuan darah yang tidak berfungsi. Selain itu hemopoesis dapat terjadi karena berkurangnya produksi eritropoitin, hemolisis, defisiensi besi11. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa: Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga kehilangan natrium, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesia, hipokalsemia12. Farmakologi : Obat-obatan yang diekskresi oleh ginjal13. Gejala lain : Gangguan pengecapan, berat badan turun dan lesu, gatal-gatal, gangguan tidur, cairan diselaput jantung dan paru-paru, otot-otot mengecil, Gerakan-gerakan tak terkendali, kram, Sesak nafas dan confusion, Perubahan berkemih : Poliuria, nokturia, oliguria

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKA Pemeriksaan Laboratorium Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan hipoalbuminemia Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-basa organik pada gagal ginjal. Ht: menurun karena pasien mengalamii anemia Hb < 7-8 gr/dl BUN/Kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir. Rasio BUN dan kreatinin = 12:1 20:1 GDA: asidosis metabolic, PH 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium. Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan glumerulus bila SDM dan fragmen juga ada. Osmolalitas: < 350 mOsm/kg, rasio urin/serum = 1:1

Pemeriksaan Radiologi: ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi yang terjadia. USG: untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.b. IVP (Intra Vena Pielografi): untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut, DM dan nefropati Asam urat.c. Foto Polos Abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai dengan tomogram memberikan hasil keterangan yang lebih baik.Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa. Endoskopi : untuk menentukkan pelvis ginjal, batu, hematuria, dan pengangkatan tumor selektifd. Renogram: untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskuler, parenkim, eksresi), serta sisa fungsi ginjal.e. EKG : untuk mengetahui kemungkinan hipertropi ventrikel kiri dan kanan, tanda-tanda perikarditis, disritmia, gangguan elektrolit.f. Renal anterogram : mengkaji terhadap sirkulasi ginjal dan ekstravaskularisasi serta adanya masa.g. Rotgen thorak : mengetahui tanda-tanda kardiomegali dan odema paru.

Pemeriksaan Patologi Anatomi Biopsy ginjal : Dilakukan bila ada keraguan diagnostic gagal ginjal kronik atau perlu diketahui etiologi daru penyakit ini

9. PENATALAKSANAAN MEDISa. Terapi konservatif : tujuannya mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006). Peranan Diet: 1) Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan memperhitungkan sisa fungsi ginjal, agar tidak memberatkan kerja ginjal.2)Mencegah dan menurunkan kadar ureum darah yang tinggi (uremia).3)Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.4)Mencegah atau mengurangi progresifitas gagal ginjal, dengan memperlambat turunnya laju filtrasi glomerulus (Almatsier, 2006). Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. Protein rendah, yaitu 0,6 0,75 gr/kg BB. Sebagian harus bernilai biologik tinggi.Lemak cukup, yaitu 20-30% dari kebutuhan total energi, diutamakan lemak tidak jenuh ganda. Karbohidrat cukup, yaitu : kebutuhan energi total dikurangi yang berasal dari protein dan lemak.Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, acites, oliguria, atau anuria, banyak natrium yang diberikan antara 1-3 g. Kalium dibatasi (60-70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium darah > 5,5 mEq), oliguria, atau anuria. Kebutuhan Jumlah Kalori: untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. Energi cukup yaitu 35 kkal/kg BB. Kebutuhan Cairan: Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. Cairan dibatasi yaitu sebanyak jumlah urine sehari ditambah dengan pengeluaran cairan melalui keringat dan pernapasan (500 ml). Kebutuhan Elektrolit dan Mineral: bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease). Vitamin cukup, bila perlu berikan suplemen piridoksin, asam folat, vitamin C, vitamin D.b. Terapi Simtomatik Asidosis Metabolic: harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L. Anemia: Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. Keluhan Gastrointestinal: Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik. Kelainan kulit : Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. Kelainan neuromuskular: Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis regular yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi. Hipertensi : Pemberian obat-obatan anti hipertensi. Kelainan sistem kardiovaskular : Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita. c. Terapi MedisTerapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal . Dialisis : Dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan perdarahan, dan membantu penyembuhan luka. Dialisis adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui suatu membran berpori dari suatu kompartemen cair menuju kompartemen cair lainnya. Terdapat dua teknik yang digunakan dalam dialisis, yaitu : Hemodialisis adalah suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan atau produk limbah karena dalam tubuh penderita gagal ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut (Brunner&Suddarth, 2002). Menurut corwin (2000), hemodialisis adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh. Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk kedalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeable (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt). Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat. Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal. Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi eksresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme (ureum, kreatinin, dll).b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehatc. Meningkatan kualitas hidup klien yang menderita penurunan fungsi ginjal.

Dialisis peritoneal merupakan alternatif hemodialisa pada penanganan gagal ginjal akut dan kronis. Pengobatan ini jarang dipakai untuk jangka panjang. Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal. Koreksi Hiperkalemi : Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama diingat jangan menimbulkan hiperkalemia. Bila terjadi hiperkalemia, maka obati dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infuse glukosa. Koreksi Anemia: Usaha pertama harus dilakukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi kuat, misalnya: insufisiensi koroner. Koreksi Asidosis: Pemberian makanan dan obat harus dihindari. Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan. Jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialysis peritoneal juga dapat mengatasi asidosis. Pengendalian Hipertensi : Pemberian obat Beta-Blocker, Alpa Metildopa, dan vasodilator dilakukan. Mengurangi intake garam dan mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak sama gagal ginjal disertai retensi natrium. Transplantasi Ginjal: Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal baru. Pertimbangan program transplantasi ginjal : Cangkok ginjal dapat mengambil alih seluruh 100% fungsi dan faal ginjal Kualitas hidup normal kembali Survival rate meningkat Komplikasi (biasanya dapat di antisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan. Tindakan standar adalah dengan merotasi ginjal donor dan meletakkan pada fosa iliaka kontralateral resipien. Ureter kemudian lebih mudah beranastomosis atau berimplantasi kedalam kemih resipien. Arteri renalis berimplantasi pada arteri iliaca interna dan vena renalis beranastomosis dengan vena iliaca komunis atau eksterna.

Terapi Obat hindari antacids or laxatives magnesium to prevent magnesium toxicity. antipruritics, such as diphenhydramine (Benadryl) vitamin supplements (particularly B vitamins and vitamin D) loop diuretics, such as furosemide (if some renal function remains), along with fluid restriction to reduce fluid retention digoxin (Lanoxin) to mobilize edema fluids antihypertensives to control blood pressure and associated edema antiemetics taken before meals to relieve nausea and vomiting famotidine (Pepcid) or nizatidine (Axid) to decrease gastric irritation. Penatalaksanaan Menurut Derajat CKDDerajatLFG(ml/mnt/1,873 m2)PerencanaanPenatalaksanaan Terapi

1>90Dilakukan terapi pada penyakit dasarnya, kondisi kormobid, evaluasi perburukan (progresion) fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskuler.

260-89Menghambat perburukan (progresion) fungsi ginjal

330-59Mengevaluasi dan melakukan terapi pada komplikasi

415-29Persiapan untuk pengganti ginjal (dialisis)

5 4.5 mg/dL

Estimated GFR (ml/min/1.73 m2)

Proportion of population (%)

Chart1

77542485.94

73131862.40.03

355422.30

16622.62.50.06

Hypertension*

Hemoglobin < 12.0 g/dL

Unable to walk 1/4 mile

Serum albumin < 3.5 g/dL

Serum calcium < 8.5 mg/dL

Serum phosphorus > 4.5 mg/dL

Estimated GFR (ml/min/1.73 m2)

Proportion of population (%)

Sheet1

15-2930-5960-8990+

HTN77733516

Hgb 4.5 mg/dL

Estimated GFR (ml/min/1.73 m2)

Proportion of population (%)

Sheet2

Sheet3

Estimated prevalence of selected abnormalities, by category of estimated GFR, among participants age 20 years and older in NHANES III, 1988-1994. These estimates are not adjusted for age, the mean of which is 33 years higher at an estimated GFR of 15-29 than at an estimated GFR of 90-150 ml/min/1.73 m2.