Download docx - Fraktur Humerus

Transcript
Page 1: Fraktur Humerus

FRAKTUR HUMERUS

DISUSUN OLEH:

GERALD ABRAHAM HARIANJA 070100087

TODUNG ANTONY WESLIAPRILIUS 070100119

ERWIN SAHAT HAMONANGAN SIREGAR 070100093

SHEBA JULIA TARIGAN 070100190

PEMBIMBING:

DR. M. AGA SHAHRI P. KETAREN, SpOT

DEPARTEMEN ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP HAJI ADAM MALIK

MEDAN

2012

Page 2: Fraktur Humerus

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkat dan karunia-Nya sehingga makalah dengan judul “Fraktur

Humerus” ini dapat diselesaikan. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk

memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Orthopaedi dan

Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan meningkatkan

pemahaman penulis maupun pembaca mengenai fraktur humerus.

Pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin mengucapkan

terima kasih kepada dr. M. Aga Shahri P. Ketaren, Sp.OT selaku pembimbing

penulisan makalah ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada

seluruh residen di Departemen Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan

kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan

ketidaksempurnaan dalam penyusunan makalah ini akibat keterbatasan ilmu dan

pengalaman penulis. Oleh karena itu, semua saran dan kritik akan menjadi

sumbangan yang sangat berarti guna menyempurnakan makalah ini.

Akhirnya penulis mengharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat

bagi kita semua.

Medan, Maret 2012

Penulis

Page 3: Fraktur Humerus

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. LATAR BELAKANG 1

1.2. TUJUAN 1

1.3. MANFAAT 1

BAB 2 ISI 2

2.1. ANATOMI HUMERUS 2

2.2. FRAKTUR HUMERUS 9

2.2.1. DEFENISI 9

2.2.2. ETIOLOGI 9

2.2.3. EPIDEMIOLOGI 9

2.2.4. KALSIFIKASI 10

2.2.4.1. FRAKTUR PROKSIMAL HUMERUS 10

2.2.4.2. FRAKTUR SHAFT HUMERUS 13

2.2.4.3. FRAKTUR DISTAL HUMERUS 13

2.2.5. DIAGNOSIS 18

2.2.5.1. ANAMNESIS 18

2.2.5.2. PEMERIKSAAN FISIK 19

2.2.5.3. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS 23

2.2.5.4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM 24

2.2.6. PENATALAKSANAAN 24

2.2.7. KOMPLIKASI 26

BAB 3 KESIMPULAN 24

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Fraktur Humerus

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Saraf dan Otot Yang Menggerakkan Humerus 3

Page 5: Fraktur Humerus

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fraktur humerus merupakan diskontinuitas jaringan tulang humerus. Fraktur

tersebut umumnya disebabkan oleh trauma. Selain dapat menimbulkan patah

tulang (fraktur), trauma juga dapat mengenai jaringan lunak sekitar tulang

humerus tersebut, misalnya vulnus (luka), perdarahan, memar (kontusio),

regangan atau robek parsial (sprain), putus atau robek (avulsi atau ruptur),

gangguan pembuluh darah, dan gangguan saraf (neuropraksia, aksonotmesis,

neurolisis).1

Setiap fraktur dan kerusakan jaringan lunak sekitar tulang tersebut harus

ditanggulangi sesuai dengan prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal.

Prinsip tersebut meliputi rekognisi (mengenali), reduksi (mengembalikan),

retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi.1,2

Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi,

baik pada tulang maupun jaringan lunaknya. Mekanisme trauma juga sangat

penting untuk diketahui.1

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan

Klinik Senior Departemen Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara dan meningkatkan pemahaman penulis maupun

pembaca mengenai fraktur humerus.

1.3. Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman

mengenai fraktur humerus sehingga dapat diterapkan dalam menangani kasus-

kasus fraktur humerus di klinik sesuai kompetensi dokter umum.

Page 6: Fraktur Humerus

BAB 2

ISI

2.1. Anatomi Humerus dan Jaringan Sekitarnya

Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari

ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan

skapula dan pada bagian distal bersendi pada siku lengan dengan dua tulang, ulna

dan radius.3

Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (caput humeri) yang

bersendi dengan kavitas glenoidalis dari scapula untuk membentuk articulatio

gleno-humeri. Pada bagian distal dari caput humeri terdapat collum anatomicum

yang terlihat sebagai sebuah lekukan oblik. Tuberculum majus merupakan sebuah

proyeksi lateral pada bagian distal dari collum anatomicum. Tuberculum majus

merupakan penanda tulang bagian paling lateral yang teraba pada regio bahu.

Antara tuberculum majus dan tuberculum minus terdapat sebuah lekukan yang

disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum merupakan suatu

penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua tuberculum, dimana caput

humeri perlahan berubah menjadi corpus humeri. Bagian tersebut dinamakan

collum chirurgicum karena fraktur sering terjadi pada bagian ini.3

Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti silinder

pada ujung proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi berbentuk

segitiga hingga akhirnya menipis dan melebar pada ujung distalnya. Pada bagian

lateralnya, yakni di pertengahan corpus humeri, terdapat daerah berbentuk huruf

V dan kasar yang disebut sebagai tuberositas deltoidea. Daerah ini berperan

sebagai titik perlekatan tendon musculus deltoideus.3

Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang terletak pada bagian

distal dari humerus. Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti tombol

bundar pada sisi lateral humerus, yang bersendi dengan caput radii. Fossa radialis

merupakan suatu depresi anterior di atas capitulum humeri, yang bersendi dengan

caput radii ketika lengan difleksikan. Trochlea humeri, yang berada pada sisi

medial dari capitulum humeri, bersendi dengan ulna. Fossa coronoidea merupakan

Page 7: Fraktur Humerus

suatu depresi anterior yang menerima processus coronoideus ulna ketika lengan

difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu depresi posterior yang besar yang

menerima olecranon ulna ketika lengan diekstensikan. Epicondylus medialis dan

epicondylus lateralis merupakan suatu proyeksi kasar pada sisi medial dan lateral

dari ujung distal humerus, tempat kebanyakan tendon otot-otot lengan menempel.

Nervus ulnaris, suatu saraf yang dapat membuat seseorang merasa sangat nyeri

ketika siku lengannya terbentur, dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada

permukaan kulit di atas area posterior dari epicondylus medialis.3

Berikut ini merupakan tabel tentang saraf dan otot yang menggerakkan

humerus.

Tabel 2.1. Saraf dan Otot yang Menggerakkan Humerus4

Otot Origo Insertio Aksi Persarafan

Otot-Otot Aksial yang Menggerakkan Humerus

M. pectoralis

major

Clavicula,

sternum,

cartilago

costalis II-

VI,

terkadang

cartilago

costalis I-VII

Tuberculum

majus dan

sisi lateral

sulcus

intertubercul

aris dari

humerus

Aduksi dan

merotasi medial

lengan pada sendi

bahu; kepala

clavicula

memfleksikan

lengan dan kepala

sternocostal

mengekstensikan

lengan yang fleksi

tadi ke arah truncus

Nervus

pectoralis

medialis dan

lateralis

M. latissimus

dorsi

Spina T7-L5,

vertebrae

lumbales,

crista sacralis

dan crista

iliaca, costa

IV inferior

Sulcus

intertubercul

aris dari

humerus

Ekstensi, aduksi,

dan merotasi

medial lengan pada

sendi bahu;

menarik lengan ke

arah inferior dan

posterior

Nervus

thoracodorsalis

Page 8: Fraktur Humerus

melalui

fascia

thoracolumb

alis

Otot-Otot Scapula yang Menggerakkan Humerus

M. deltoideus Extremitas

acromialis

dari

clavicula,

acromion

dari scapula

(serat

lateral), dan

spina

scapulae

(serat

posterior)

Tuberositas

deltoidea dari

humerus

Serat lateral

mengabduksi

lengan pada sendi

bahu; serat anterior

memfleksikan dan

merotasi medial

lengan pada sendi

bahu, serat

posterior

mengekstensikan

dan merotasi lateral

lengan pada sendi

bahu.

Nervus axillaris

M.

subscapularis

Fossa

subscapularis

dari scapula

Tuberculum

minus dari

humerus

Merotasi medial

lengan pada sendi

bahu

Nervus

subscapularis

M.

supraspinatus

Fossa

supraspinata

dari scapula

Tuberculuum

majus dari

humerus

Membantu M.

deltoideus

mengabduksi pada

sendi bahu

Nervus

subscapularis

M.

infraspinatus

Fossa

infraspinata

dari scapula

Tuberculum

majus dari

humerus

Merotasi lateral

lengan pada sendi

bahu

Nervus

suprascapularis

M. teres

major

Angulus

inferior dari

Sisi medial

sulcus

Mengekstensikan

lengan pada sendi

Nervus

subscapularis

Page 9: Fraktur Humerus

scapula intertubercul

aris

bahu dan

membantu aduksi

dan rotasi medial

lengan pada sendi

bahu

M. teres

minor

Margo

lateralis

inferior dari

scapula

Tuberculum

majus dari

humerus

Merotasi lateral dan

ekstensi lengan

pada sendi bahu

Nervus axillaris

M.

coracobrachi

alis

Processus

coracoideus

dari scapula

Pertengahan

sisi medial

dari corpus

humeri

Memfleksikan dan

aduksi lengan pada

sendi bahu

Nervus

musculocutaneus

Gambar 2.1. Tampilan Anterior Humerus5

Anatomic neck

Page 10: Fraktur Humerus

Gambar 2.2. Tampilan Posterior Humerus5

Gambar 2.3. Tampilan Anterior Saraf di Sekitar Humerus5

Anatomic neck

Page 11: Fraktur Humerus

Gambar 2.4. Tampilan Lateral Saraf di Sekitar Humerus5

Gambar 2.5. Tampilan Aliran Darah di Sekitar Humerus5

Page 12: Fraktur Humerus

Di bagian posterior tengah humerus, melintas nervus radialis yang

melingkari periosteum diafisis humerus dari proksimal ke distal dan mudah

mengalami cedera akibat patah tulang humerus bagian tengah. Secara klinis, pada

cedera nervus radialis didapati ketidakmampuan melakukan ekstensi pergelangan

tangan sehingga pasien tidak mampu melakukan fleksi jari secara efektif dan tidak

dapat menggenggam.1

Gambar 2.6. Nervus Radialis dan Otot-Otot yang Disarafinya6

Page 13: Fraktur Humerus

2.2. Fraktur Humerus

2.2.1. Defenisi

Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan sendi,

tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang

humerus.2

2.2.2. Etiologi

Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang humerus

menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.2

Trauma dapat bersifat2:

1. Langsung

Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi

fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif

dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

2. Tidak langsung

Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang

lebih jauh dari daerah fraktur.

Tekanan pada tulang dapat berupa2:

1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral

2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal

3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,

dislokasi, atau fraktur dislokasi

4. Kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah

5. Trauma oleh karena remuk

6. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik sebagian

tulang

2.2.3. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus

dari seluruh kejadian fraktur, dan fraktur proksimal humerus terjadi sebanyak

5,7% kasus dari seluruh fraktur.7 Sedangkan kejadian fraktur distal humerus

Page 14: Fraktur Humerus

terjadi sebanyak 0,0057% kasus dari seluruh fraktur.8 Walaupun berdasarkan data

tersebut fraktur distal humerus merupakan yang paling jarang terjadi, tetapi telah

terjadi peningkatan jumlah kasus, terutama pada wanitu tua dengan osteoporosis.8

Fraktur proksimal humerus sering terjadi pada usia dewasa tua dengan

umur rata-rata 64,5 tahun. Sedangkan fraktur proksimal humerus merupakan

fraktur ketiga yang paling sering terjadi setelah fraktur pelvis dan fraktur distal

radius. Fraktur diafisis humerus lebih sering pada usia yang sedikit lebih muda

yaitu pada usia rata-rata 54,8 tahun.7

2.2.4. Klasifikasi

Fraktur humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Fraktur Proximal Humerus

2. Fraktur Shaft Humerus

3. Fraktur Distal Humerus

2.2.4.1. Fraktur Proksimal Humerus(9,10)

Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua yang terkait

dengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1.

Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan dengan

kerapuhan tulang (osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat

terjadi karena high-energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda

motor. Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu,

trauma langsung, kejang, proses patologis: malignansi.

Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri pada

saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding dada

dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera

toraks.

Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:

Page 15: Fraktur Humerus

1. Caput/kepala humerus

2. Tuberkulum mayor

3. Tuberkulum minor

4. Diafisis atau shaft

Klasifikasi menurut Neer, antara lain:

1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis fraktu

2. Two-part fracture :

anatomic neck

surgical neck

Tuberculum mayor

Tuberculum minor

3. Three-part fracture :

Surgical neck dengan tuberkulum mayor

Surgical neck dengan tuberkulum minus

4. Four-part fracture

5. Fracture-dislocation

6. Articular surface fracture

Page 16: Fraktur Humerus

I

MINIMAL DISPLACEMENT

II

ANATOMICAL NECK

III

SURGICALL NECK

IV

GREATER TUBEROSITY

V

LESSER TUBEROSITY

VI

FRACTURE DISLOCATION

ARTICULAR SURFACE

A

P

2-PART 3-PART 4-PART

Page 17: Fraktur Humerus

2.2.4.2. Fraktur Shaft Humerus(9)

Fraktur ini adalah fraktur yang sering terjadi. 60% kasus adalah fraktur

sepertiga tengah diafisis, 30% fraktur sepertiga proximal diafisis dan 10%

sepertiga distal diafisis. Mekanisme terjadinya trauma dapat secara langsung

maupun tidak langsung.

Gejala klinis pada jenis fraktur ini adalah nyeri, bengkak, deformitas, dan

dapat terjadi pemendekan tulang pada tangan yang fraktur. Pemeriksaan

neurovaskuler adalah penting dengan memperhatikan fungsi nervus radialis. Pada

kasus yang sangat bengkak, pemeriksaan neurovaskuler serial diindikasikan untuk

mengenali tanda-tanda dari sindroma kompartemen. Pada pemeriksaan fisik

terdapat krepitasi pada manipulasi lembut.

Deskripsi klasifikasi fraktur shaft humerus :

a. Fraktur terbuka atau tertutup

b. Lokasi : sepertiga proksimal, sepertiga tengah, sepertiga distal

c. Derajat : dengan pergeseran atau tanpa pergeseran

d. Karakter : transversal, oblique, spiral, segmental, komunitif

e. Kondisi intrinsik dari tulang

f. Ekstensi artikular

2.2.4.3. Fraktur Distal Humerus9

Fraktur ini jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar 2%

untuk semua kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh kejadian

fraktur humerus.(9)

Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat terjadi karena trauma langsung

atau trauma tidak langsung. Trauma langsung contohnya adalah apabila terjatuh

atau terpeleset dengan posisi siku tangan menopang tubuh atau bisa juga karena

siku tangan terbentur atau dipukul benda tumpul. Trauma tidak langsung apabila

jatuh dalam posisi tangan menopang tubuh namun posisi siku dalam posisi tetap

lurus. Hal ini biasa terjadi pada orang dewasa usia pertengahan atau wanita usia

tua.(9,10)

Page 18: Fraktur Humerus

Gejala klinis dari fraktur ini antara lain pada daerah siku dapat terlihat

bengkak, kemerahan, nyeri, kaku sendi dan biasanya pasien akan mengeluhkan

siku lengannya seperti akan lepas. Kemudian dari perabaan (palpasi) terdapat

nyeri tekan, krepitasi, dan neurovaskuler dalam batas normal.(9,10)

1. Suprakondiler Fraktur

Fraktur suprakondilus merupakan salah satu jenis fraktur yang

mengenai daerah siku, dan sering ditemukan pada anak-anak. Fraktur

suprakondilus adalah fraktur yang mengenai humerus bagian distal di atas

kedua kondilus. Pada fraktur jenis ini dapat dibedakan menjadi fraktur

supracondilus extension type (pergeseran posterior) dan flexion type

(pergeseran anterior) berdasarkan pada bergesernya fragmen distal dari

humerus. Jenis fleksi adalah jenis yang jarang terjadi. Jenis ekstensi terjadi

karena trauma langsung pada humerus distal melalui benturan pada siku dan

lengan bawah dalam posisi supinasi dan dengan siku dalam posisi ekstensi

dengan tangan yang terfiksasi. Fragmen distal humerus akan terdislokasi ke

arah posterior terhadap humerus.(11)

Fraktur humerus suprakondiler jenis fleksi pada anak biasanya terjadi

akibat jatuh pada telapak tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan

siku dalam posisi sedikit fleksi. Pada pemeriksaan klinis didapati siku yang

bengkak dengan sudut jinjing yang berubah. Didapati tanda fraktur dan pada

foto rontgen didapati fraktur humerus suprakondiler dengan fragmen distal

yang terdislokasi ke posterior.(11)

Gambaran klinis, setelah jatuh anak merasa nyeri dan siku mengalami

pembengkakan, deformitas pada siku biasanya jelas serta kontur tulang

abnormal. Nadi perlu diraba dan sirkulasi perlu diperiksa, serta tangan harus

diperiksa untuk mencari ada tidaknya bukti cedera saraf dan gangguan

vaskularisasi, sehingga bila tidak diterapi secara cepat dapat terjadi: "acute

volksman ischaemic" dengan tanda-tanda: pulseless; pale; pain; paresa;

paralysis.(11)

Pada lesi saraf radialis didapati ketidakmampuan untuk ekstensi ibu

jari dan ekstensi jari lain pada sendi metacarpofalangeal. Juga didapati

Page 19: Fraktur Humerus

gangguan sensorik pada bagian dorsal serta metacarpal I. Pada lesi saraf

ulnaris didapati ketidakmampuan untuk melakukan gerakan abduksi dan

adduksi jari. Gangguan sensorik didapati pada bagian volar jari V. Pada lesi

saraf medianus didapati ketidakmampuan untuk gerakan oposisi ibu jari

dengan jari lain. Sering didapati lesi pada sebagian saraf medianus, yaitu lesi

pada cabangnya yang disebut saraf interoseus anterior. Di sini didapati

ketidakmampuan jari I dan II untuk melakukan fleksi.

a. Pada Dewasa

Fraktur suprakondilus extension type

Menunjukkan cedera yang luas, dan biasanya akibat jatuh pada tangan

yang terekstensi. Humerus patah tepat di atas condilus. Fragmen distal

terdesak ke belakang lengan bawah (biasanya dalam posisi pronasi)

terpuntir ke dalam. Ujung fragmen proksimal yang bergerigi mengenai

jaringan lunak bagian anterior, kadang mengenai arteri brachialis atau

n. medianus. Periosteum posterior utuh,sedangkan periosteum anterior

ruptur; terjadi hematom fossa cubiti dalam jumlah yang signifikan.(11)

Fraktur suprakondilus flexion type

Tipe fleksi terjadi bila penderita jatuh dan terjadi trauma langsung pada

sendi siku pada distal humeri.(11)

b. Pada Anak

Angka kejadiannya pada anak sekitar 55% sampai 75% dari semua fraktur

siku. Insidensi puncaknya adalah pada anak berusia 5-8 tahun. 98% dari

fraktur suprakondiler pada anak adalah fraktur suprakondiler tipe ekstensi.

Gejala klinisnya adalah bengkak, nyeri pada daerah siku pada saat

digerakkan. Dapat ditemukan Pucker Sign, cekungan dari kulit pada bagian

anterior akibat penetrasi dari fragmen proximal ke muskulus brakhialis.

Pada anak, fraktur suprakondiler dapat diklasifikasikan menurut Gartland.(9)

Klasifikasi Gartland(9)

Tipe I : tidak ada pergeseran

Page 20: Fraktur Humerus

Tipe II : ada pergeseran dengan korteks posterior intak, dapat

disertai angulasi atau rotasi

Tipe III : pergeseran komplit; posteromedial atau posterolateral

2. Transkondiler Fraktur(9)

Biasanya terjadi pada pasien usia tua dengan tulang osteopenik.

3. Interkondiler Fraktur(9)

Pada dewasa, jenis fraktur ini adalah tipe paling sering diantara tipe fraktur

humerus distal yang lain.

Klasifikasi menurut Riseborough and Radin:

Tipe I : fraktur tanpa adanya pergeseran dan hanya ada berupa garis fraktur

Tipe II : terjadi sedikit pergeseran dengan tidak ada rotasi antara fragmen

kondilus

Tipe III : pergeseran dengan rotasi

Tipe IV : fraktur komunitif berat dari permukaan artikular

4. Kondiler Fraktur(9)

a. Pada Dewasa

Dapat dibagi menjadi fraktur kondilus medial dan fraktur kondilus lateral.

Klasifikasi menurut Milch :

Tipe I : penonjolan lateral troklea utuh,tidak terjadi dislokasi radius dan

ulna

Tipe II : terjadi dislokasi radius ulna, kerusakan kapsuloligamen

b. Pada Anak

Lateral Condyler Physeal Fractures(9)

Pada anak, kejadian fraktur jenis ini adalah sebanyak 17% dari seluruh

fraktur distal humerus. Usia puncaknya adalah pada saat anak berusia

6 tahun.

Klasifikasi Milch :

Page 21: Fraktur Humerus

Tipe I : garis fraktur membelah dari lateral ke troklea melalui

celah kapitulotroklear. Hal ini timbul pada fraktur salter-

harris tipe IV. Siku stabil dikarenakan troklea intak.

Tipe II : garis fraktur meluas sampai apeks dari troklea. Ini timbul

pada fraktur salter-harris tipe II. Siku tidak stabil oleh

karena ada kerusakan pada troklea.

Klasifikasi Jacob:

Stage I : fraktur tanpa pergeseran dengan permukaan artikuler

Intak

Stage II : fraktur dengan pergeseran sedang

Stage III : pergeseran dan dislokasi komplit dan instabilitas siku

Medial Condyler Physeal Fractures(9)

Fraktur jenis ini biasanya terjadi pada umur 8 sampai 14 tahun.

Klasifikasi Milch:

Tipe I : garis fraktur melewati sepanjang apex dari troklea. Hal ini

timbul pada fraktur salter-harris tipe II.

Tipe II : garis fraktur melewati celah capitulotroklear. Ini timbul

pada fraktur salter-harris tipe VI.

Klasifikasi kilfoyle :

Stage I : tidak ada pergeseran, permukaan artikular intak

Stage II : garis fraktur komplit dengan pergeseran yang minimal

Stage III : pergeseran komplit dengan rotasi fragmen dari

penarikan otot fleksor

2.2.5. Diagnosis

Page 22: Fraktur Humerus

2.2.5.1. Anamnesis12

Anamnesis terdiri dari:

1. Auto anamnesis:

Dicatat tanggal saat melakukan anamnesis dari dan oleh siapa. Ditanyakan

persoalan: mengapa datang, untuk apa dan kapan dikeluhkan; penderita

bercerita tentang keluhan sejak awal dan apa yang dirasakan sebagai

ketidakberesan; bagian apa dari anggotanya/lokalisasi perlu dipertegas sebab

ada pengertian yang berbeda misalnya “… sakit di tangan ….”, yang

dimaksud tangan oleh orang awam adalah anggota gerak atas dan karenanya

tanyakan bagian mana yang dimaksud, mungkin saja lengan bawahnya.

Kemudian ditanyakan gejala suatu penyakit atau beberapa penyakit atau

beberapa penyakit yang serupa sebagai pembanding. Untuk dapat melakukan

anamnesis demikian perlu pengetahuan tentang penyakit.

Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta

pertolongan:

1) Sakit/nyeri

Sifat dari sakit/nyeri:

- Lokasi setempat/meluas/menjalar

- Ada trauma riwayat trauma tau tidak

- Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan

- Bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditarik-

tarik, terus-menerus atau hanya waktu bergerak/istirahat dan

seterusnya

- Apa yang memperberat/mengurangi nyeri

- Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari

- Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul

2) Kelainan bentuk/pembengkokan

- Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang)

- Benjolan atau karena ada pembengkakan

-

3) Kekakuan/kelemahan

Page 23: Fraktur Humerus

Kekakuan:

Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku, atau disertai

nyeri, sehingga pergerakan terganggu?

Kelemahan:

Apakah yang dimaksud instability atau kekakuan otot

menurun/melemah/kelumpuhan

Dari hasil anamnesis baik secara aktif oleh penderita maupun pasif (ditanya

oleh pemeriksa; yang tentunya atas dasar pengetahuan mengenai gejala

penyakit) dipikirkan kemungkinan yang diderita oleh pasien, sehingga apa

yang didapat pada anamnesis dapat dicocokkan pada pemeriksaan fisik

kemudian.

2. Allo anamnesis:

Pada dasarnya sama dengan auto anamnesis, bedanya yang menceritakan

adalah orang lain. Hal ini penting bila kita berhadapan dengan anak kecil/bayi

atau orang tua yang sudah mulai dementia atau penderita yang tidak

sadar/sakit jiwa; oleh karena itu perlu dicatat siapa yang memberikan allo

anamnesis, misalnya:

- allo anamnesis mengenai bayi tentunya dari ibu lebih cocok daripada

ayahnya

- atau mungkin pada saat ini karena kesibukan orangtua, maka pembantu

rumah tangga dapat memberikan keterangan yang lebih baik

- juga pada kecelakaan mungkin saksi dengan pengantar dapat memberikan

keterangan yang lebih baik, terutama bila yang diantar tidak sadarkan diri.

2.2.5.2. Pemeriksaan Fisik2,12

Dibagi menjadi dua yaitu (1) pemeriksaan umum (status generalisata)

untuk mendapatkan gambaran umum dan (2) pemeriksaan setempat (status

lokalis).

Page 24: Fraktur Humerus

1. Gambaran umum:

Perlu menyebutkan:

a. Keadaan Umum (K.U): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda vital

yaitu:

- Kesadaran penderita; apatis, sopor, koma, gelisah

- Kesakitan

- Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu

b. Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada (toraks),

perut (abdomen: hepar, lien) kelenjar getah bening, serta kelamin

c. Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang)

2. Pemeriksaan lokal:

Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota

terutama mengenai status neuro vaskuler. Pada pemeriksaan

orthopaedi/muskuloskeletal yang penting adalah:

a. Look (inspeksi)

- Bandingkan dengan bagian yang sehat

- Perhatikan posisi anggota gerak

- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk

membedakan fraktur tertutup atau terbuka

- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai beberapa

hari

- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan

b. Feel (palpasi)

Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar

dimulai dari posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan

pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik si pemeriksa

maupun si pasien, karena itu perlu selalu diperhatikan wajah si pasien atau

menanyakan perasaan si pasien.

Hal-hal yang perlu diperhatikan:

Page 25: Fraktur Humerus

- Temperatur setempat yang meningkat

- Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan

oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

- Krepitasi

- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri

radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan

anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku,

warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.

- Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui

adanya perbedaan panjang tungkai

c. Move (pergerakan terutama mengenai lingkup gerak)

Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan

anggota gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.

Pada anak periksalah bagian yang tidak sakit dulu, selaiam untuk

mendapatkan kooperasi anak pada waktu pemeriksaan, juga untuk

mengetahui gerakan normal si penderita. Pencatatan lingkup gerak ini

perlu, agar kita dapat berkomunikasi dengan sejawat lain dan evaluasi

keadaan sebelum dan sesudahnya.

Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan abnormal di

daerah fraktur (kecuali pada incomplete fracture).

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari setiap arah

pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik.

Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak.

Kekakuan sendi disebut ankilosis dan hal ini dapat disebabkan oleh faktor

intra artikuler atau ekstra artickuler.

- Intra artikuler: Kelainan/kerusakan dari tulang rawan yang

menyebabkan kerusakan tulang subkondral; juga didapat oleh karena

kelainan ligament dan kapsul (simpai) sendi

- Ekstra artikuler: oleh karena otot atau kulit

Page 26: Fraktur Humerus

Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (penderita sendiri

disuruh menggerakkan) dan pasif (dilakukan oleh pemeriksa).

Selain pemeriksaan penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini

juga penting untuk melihat kemajuan/kemunduran pengobatan.

Selain diperiksa pada posisi duduk dan berbaring juga perlu dilihat waktu

berdiri dan jalan. Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang

disebabkan karena instability, nyeri, discrepancy, fixed deformity.

Anggota gerak atas:

- Sendi bahu: merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (global

joint); ada beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu:

gerak tulang belakang, gerak sendi sternoklavikula, gerak sendi

akromioklavikula, gerak sendi gleno humeral, gerak sendi scapula

torakal (floating joint).

Karena gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka sebaiknya

gerakan diperiksa bersamaan kanan dan kiri; pemeriksa berdiri di

belakang pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita

berbaring, maka pemeriksa ada di samping pasien.

- Sendi siku:

Gerak fleksi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon terhadap

humerus). Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachii

dan memiliki sumbu ulna; hal ini diperiksa pada posisi siku 90˚ untuk

menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.

- Sendi pergelangan tangan:

Pada dasarnya merupakan gerak dari radio karpalia dan posisi netral

adalah pada posisi pronasi, dimana jari tengah merupakan sumbu dari

antebrachii. Diperiksa gerakan ekstensi-fleksi dan juga radial dan ulnar

deviasi.

- Jari tangan:

Ibu jari merupakan bagian yang penting karena mempunyai gerakan

aposisi terhadap jari-jari lainnya selain abduksi dan adduksi, ekstensi,

dan fleksi.

Page 27: Fraktur Humerus

Jari-jari lainnya hamper sama, MCP (Meta Carpal Phalangeal Joint)

merupakan sendi pelana dan deviasi radier atau ulnar dicatat tersendiri,

sedangkan PIP (Proximal Inter Phalanx) dan DIP (Distal Inter

Phalanx) hanya diukur fleksi dan ekstensi.

2.2.5.3. Pemeriksaan Radiologis12:

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.

Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan

keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan

jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang

bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan

radiologis.

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:

1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-

posterior dan lateral

2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan distal

sendi yang mengalami fraktur

3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua

anggota gerak terutama pada fraktur epifisis

4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua

daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu

dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang

5. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid

foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto

berikutnya 10-14 hari kemudian.

Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi

perlu dinyatakan apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan

lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu

sendiri.

Page 28: Fraktur Humerus

2.2.5.4. Pemeriksaan Laboratorium12

Pemeriksaan laboratorium meliputi:

1. Pemeriksaan darah rutin untuk mengenai keadaan umum, infeksi

akut/menahun

2. atas indikasi tertentu: diperlukan pemeriksaan kimia darah, reaksi imunologi,

fungsi hati/ginjal

3. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan sensitivity test

2.2.6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara umum13:

1. Bila terjadi trauma, dilakukan primary survey terlebih dahulu.

2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri, mencegah

(bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya kedudukan

fraktur. Bila tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di anggota gerak

bagian atas untuk sementara anggota yang sakit dibebatkan ke badan penderita

Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat

tujuan pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam

jangka waktu sesingkat mungkin.12

1. Fraktur proksimal humeri9,12

Pada fraktur impaksi tidak diperlukan tindakan reposisi. Lengan yang cedera

diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 6 minggu. Selama

waktu itu penderita dilatih untuk menggerakkan sendi bahu berputar sambil

membongkokkan badan meniru gerakan bandul (pendulum exercise). Hal ini

dimaksudkan untuk mencegah kekakuan sendi.

Pada penderita dewasa bila terjadi dislokasi abduksi dilakukan reposisi dan

dimobilisasi dengan gips spica, posisi lengan dalam abduksi (shoulder spica).

2. Fraktur shaft humeri 9,12

Pada fraktur humerus dengan garis patah transversal, apabila terjadi dislokasi

kedua fragmennya dapat dilakukan reposisi tertutup dalam narkose. Bila

kedudukn sudah cukup baik, dilakukan imobilisasi dengan gips berupa U slab

(sugar tong splint). Immobilisasi dipertahankan selama 6 minggu.

Page 29: Fraktur Humerus

Teknik pemasangan gips yang lain yaitu dengan hanging cast. hanging cast

terutama dipakai pada pnderita yang dapat berjalan dengan posisi fragmen

distal dan proksimal terjadi contractionum (pemendekan).

Apabila pada fraktur humerus ini disertai komplikasi cedera n.Radialis, harus

dilakukan open reduksi dan internal fiksasi dengan plate-screw untuk humerus

disertai eksplorasi n. Radialis. Bila ditemukan n. Radialis putus (neurotmesis)

dilakukan penyambungan kembali dengan teknik bedah mikro. Kalau

ditemukan hanya neuropraksia atau aksonotmesis cukup dengan konservatif

akan baik kembali dalam waktu beberapa minggu hingga 3 bulan.

3. Fraktur suprakondiler humeri9,12

Kalau pembengkakan tak hebat dapat dilakukan reposisi dalam narkose

umum. Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi diteruskan sampai

a.Radialis mulai tak teraba. Kemudian diekstensi siku sedikit untuk

memastikan a.Radialis teraba lagi. Dalam posisi fleksi maksimal ini dilakukan

imobilisasi dengan gips spal. Posisi fleksi maksimal dipindahkan karena

penting untuk menegangkan otot trisep yang berfungsi sebagai internal splint.

Kalau dalam pengontrolan dengan radiologi hasilnya sangat baik gips dapat

dipertahankan dalam waktu 3-6 minggu. Kalau dalam pengontrolan pasca

reposisi ditemukan tanda Volkmann’s iskaemik secepatnya posisi siku

diletakkan dalam ekstensi, untuk immobilisasinya diganti dengan skin traksi

dengan sistem Dunlop.

Pada penderita dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler garis

patahnya berbentuk T atau Y, yang membelah sendi untuk menanggulangi hal

ini lebih baik dilakukan tindakan operasi dengan pemasangan internal fiksasi.

4. Fraktur transkondiler humeri9,12

Terapi konservatif diindikasikan pada fraktur dengan dislokasi minimal atau

tanpa dislokasi. Tindakan yang paling baik dengan melakukan operasi reposisi

terbuka dan dipasang fiksasi interna dengan plate-screw.

Page 30: Fraktur Humerus

5. Fraktur interkondiler humeri9,12

Bila dilakukan tindakan konservatif berupa reposisi dengan immobilisasi

dengan gips sirkuler akan timbul komplikasi berupa kekakuan sendi

(ankilosis). Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan tindakan operasi reduksi

dengan pemasangan internal fiksasi dengan plate-screw.

6. Fraktur kondilus lateral & medial humeri9,12

Kalau frakturnya tertutup dapat dicoba dulu dengan melakukan reposisi

tertutup, kemudian dilakukan imbolisasi dengan gips sirkular. Bila hasilnya

kurang baik, perlu dilakukan tindakan operasi reposisi terbuka dan dipasang

fiksasi interna dengan plate-screw. Kalau lukanya terbuka dilakukan

debridement dan dilakukan fiksasi luar.

2.2.7. Komplikasi12

Adapun komplikasi yang dapat terjadi:

1. Kekakuan sendi bahu (ankilosis). Lesi pada n.Sirkumfleksi aksilaris

menyebabkan paralisis m.Deltoid.

2. Apabila pada fraktur medial humerus disertai komplikasi cdera n.Radialis,

harus dilakukan operasi reduksi dan internal fiksasi dengan plate screw untuk

humerus disertai eksplorasi n.Radialis.

3. Sindroma kompartemen yang biasa disebut dalam 5 P (Pain, Pallor,

Pulselesness, Paraesthesia, Paralysis), terjepitnya a. Brakhialis yang akan

menyebabkan nekrosis otot-otot dan saraf.

4. Mal union cubiti varus (carrying angle berubah) dimana siku berbentuk O,

secara fungis baik, tapi kosmetik kurang baik. Perlu dilakukan koreksi dengan

operasi meluruskan siku dengan teknik French osteotomy.

Page 31: Fraktur Humerus

BAB 3

KESIMPULAN

Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan sendi,

tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang

humerus.

Etiologi fraktur humerus umumnya merupakan akibat trauma. Selain dapat

menimbulkan patah tulang (fraktur), trauma juga dapat mengenai jaringan lunak

sekitar tulang tersebut. Mekanisme trauma sangat penting dalam mengetahui luas

dan tingkat kerusakan jaringan tulang serta jaringan lunak sekitarnya.

Diagnosis fraktur humerus dapat dibuat berdasarkan anamnesis yang baik,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis.

Penatalaksanaan penderita fraktur humerus harus dilakukan secara cepat

dan tepat untuk mencegah komplikasi segera, dini, dan lambat.

Page 32: Fraktur Humerus

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad, C., dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2010, Bab 42;

Sistem Muskuloskeletal.

2. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone,

2007, Bab. 14; Trauma.

3. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12 th

Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 8; The Skeletal

System: The Appendicular Skeleton.

4. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th

Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 11; The Muscular

System.

5. Standring, S. Gray’s Anatomy 39th Edition. USA: Elsevier, 2008, Chapter 48;

General Organization and Surface Anatomy of The Upper Limb.

6. Wang, E.D. & Hurst, L.C. Netter’s Orthopaedics 1st Edition. Philadelphia:

Elsevier, 2006, Chapter 15; Elbow and Forearm.

7. Emedicine. 2012. Humerus Fracture. Accessed: 2nd February 2012. Available

from: http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview

8. Aaron N., Michael D.M., et.al., 2011. Distal Humeral Fractures in Adults.

Accessed: 2nd February 2012. Available from:

http://www.jbjs.org/article.aspx?articleid=35415

9. Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. Handbook Of Fractures.

Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins. 2010:p. 193-229;604-614

10. Thompson, J.C. Netter’s: Concise Otrhopaedic Anatomy 2nd ed. Philadelphia:

Elsevier Inc. 2010:p. 109-116.

11. Noffsinger, M. A. Supracondylar Humerus Fractures. Available at

www.emedicine.com. Accessed on 4thMarch 2012

12. Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara

Publisher, 2009, Bab 9; Orthopaedi.

13. Purwadianto A, Budi S. Kedaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara, 2000,

Bab 7; Kedaruratan Sistim Muskuloskeletal.