Transcript

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA

PENYAKIT ASMA PASIEN RAWAT JALAN DI RS PKU

MUHAMMADIYAH DELANGGU TAHUN 2016

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Fakultas Farmasi

Oleh :

AMALIA SYIFAAUR ROHMAH

K100140020

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018

i

HALAMAN PERSETUJUAN

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA

PENYAKIT ASMA PASIEN RAWAT JALAN DI RS PKU

MUHAMMADIYAH DELANGGU TAHUN 2016

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh:

AMALIA SYIFAAUR ROHMAH

K100140020

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen Pembimbing

Puji Asmini, M.Sc.,Apt

NIK.110.1629

ii

HALAMAN PENGESAHAN

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA

PENYAKIT ASMA PASIEN RAWAT JALAN DI RS PKU

MUHAMMADIYAH DELANGGU TAHUN 2016

OLEH:

AMALIA SYIFAAUR ROHMAH

K 100 140 020

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji:

1. Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt. (...............)

(Ketua Dewan Penguji)

2. Tri Yulianti, M.Sc., Apt (...............)

(Anggota I Dewan Penguji )

3. Puji Asmini, M.Sc., Apt. (...............)

(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan,

Azis Saifudin, Ph.D., Apt.

NIK. 956

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang

pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang

lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutjkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya

pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 13 Januari 2018

Penulis

AMALIA SYIFAAUR ROHMAH

K 100 140 020

Puji Asmini, M.Sc.,Apt

NIK.

1

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PENYAKIT

ASMA PASIEN RAWAT JALAN DI RS PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU TAHUN

2016

EVALUATION RATIONALITY OF USAGE CORTICOSTEROID FOR OUTPATIENT ASMA

DISEASE AT PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU HOSPITAL IN PERIOD 2016

Abstrak

Asma adalah suatu penyakit pernapasan yang sifatnya kronis ditandai dengan adanya inflamasi,

hipereaktifitas bronkus, dan reaktivitas terhadap berbagai stimulus meningkat. Beberapa gejala

asma yang sering muncul, yaitu sesak di dada, mengi, dan batuk. Salah satu obat yang efektif untuk

mengobati peradangan penyakit kronis, seperti asma adalah kortikosteroid. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui kerasionalan terapi penggunaan kortikosteroid pada penyakit asma pasien rawat

jalan di RS PKU Muhammadiyah Delanggu tahun 2016. Jenis penelitian ini merupakan penelitian

noneksperimental dengan pengambilan data secara retrospektif dan data yang didapatkan dianalisis

menggunakan metode deskriptif. Data diperoleh dari buku rekam medik dengan melihat catatan

pengobatan pasien asma rawat jalan tahun 2016 yang menggunakan terapi kortikosteroid di RS

PKU Muhammadiyah Delanggu. Metode pengambilan data dilakukan menggunakan metode

purposive sample, yaitu pengambilan data disesuaikan dengan kritetia inklusi. Kriteria inklusi dari

penelitian ini adalah pasien asma rawat jalan yang mendapatkan terapi kortikosteroid tahun 2016

dan pasien dengan usia lebih dari 18 tahun. Sampel yang didapatkan kemudian dianalisis

rasionalitas terapinya berdasarkan parameter tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis.

Berdasarkan sampel yang didapatkan sesuai dengan kriteria inklusi, yaitu sebanyak 46 pasien.

Analisis hasil penelitian diperoleh tepat indikasi 100%, tepat pasien 43,48%, tepat obat 43,48%, dan

tepat dosis 100%.

Kata Kunci: asma, kortikosteroid, tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, tepat dosis

Abstract

Asthma is a chronic respiratory disease with inflammation, bronchial hyperactivity, and increasing

of reactivity tovrious stimuli. Some symptoms of asthma that often appear, like tightness in the

chest, wheezing, and coughing. One of the most effective theraphy for treating chronic respiratory

disorders, such as asthma is corticosteroids. The aim of this study to determine the rationale of

corticosteroid in asthma outpatients in PKU Muhammadiyah Delanggu’s Hospital. Type of this

research is non-experimental research with retrospective data and using descriptive method for

analyze the data. Data were obtained from medical record books by viewing medical records of

outpatient asthma in 2016 who using corticosteroid therapy at PKU Muhammadiyah Delanggu’s

Hospital. Method of data retrieval is done by using purposive sampling method, that is data

retrieval adjusted with inclusion criteria. The inclusion criteria of this study were outpatient asthma

who received corticosteroid therapy in 2016, patients who more than 18 years old, and had

complete medical record data. The samples obtained were then analyzed for their theupeutic

rationality based on the exact parameters of the indication, exact patient, exact drug, and exact

dose.Based on the samples that were obtained according to the inclusioncriteria, there were 47

patients. Analysis result of research obtained 100% exact indication, 43,48% exact patient, 43,48%

exact drug, and 100% exact dose. It shows that the use of corticosteroid in PKU Muhammadiyah

Delanggu Hospital in 2016 is rational.

Keywords: asthma, corticosteroid, exact indication , exact patient, exact drug, exact dose.

2

1. PENDAHULUAN

Asma merupakan suatu penyakit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas di Indonesia

(Depkes RI, 2007). Penyakit ini bisa terjadi pada semua ras dan kelompok etnik tertentu diseluruh

dunia. Asma terjadi tidak memandang usia, baik pada anak-anak maupun orang yang lanjut usia

memungkinkan terjadi penyakit ini. Pada usia anak-anak, laki-laki cenderung memiliki

kemungkinan terjadinya asma lebih tinggi daripada perempuan, sedangkan pada orang dewasa

bahwa wanita lebih banyak terkena penyakit ini daripada laki-laki (Fanta, 2009). Berdasarkan profil

kesehatan provinsi Jawa Tengah tahun 2013, jumlah kasus terjadinya asma di Jawa Tengah

memiliki kecenderungan mengalami penurunan tetapi tetap dalam kriteria jumlah kasus yang

banyak. Jumlah penderita asma tertinggi di Jawa Tengah terdapat di Surakarta, yaitu sejumlah

10.393 kasus (Depkes RI, 2013).

Penyakit asma adalah gangguan yang sifatnya komplek dan menunjukkan beberapa gejala

yang terjadi secara episodik seperti, obstruksi aliran udara, muncul reaksi hiperresponsif bronkial,

dan didasari adanya peradangan (National Institutes of Health, 2007). Gejala yang sering muncul

pada penyakit asma, yaitu sesak napas, mengi, sesak dada, batuk yang berlebihan, dan terjadi

secara berulang (GINA, 2015). Secara umum, pada pengontrolan asma atau penyakit peradangan

kronik lainnya, obat golongan kortikosteroid ini mampu memberikan efektivitas yang baik

(Rozaliyani dkk, 2011). Glukokortikosteroid merupakan salah satu golongan obat antiinflamasi

yang paling efektif untuk pengobatan beberapa penyakit peradangan kronik dan penyakit yang

menyerang sistem imun, seperti asma (Barnes, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian mengenai evaluasi penggunaan obat anti asma yang dilakukan di

RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2014 menunjukkan bahwa obat yang paling banyak

digunakan merupakan salah satu obat golongan kortikosteroid (Sunarti dan Utami, 2014). Terdapat

juga penelitian mengenai evaluasi penggunaan kortikosteroid di RSU Pandan Arang Boyolali

periode 2013 yang ditinjau hanya berdasarkan parameter ketepatan pasien dan ketepatan obat. Hasil

penelitian menunjukkan tepat pasien sebanyak 88 pasien (93,62%) dan tepat obat sejumlah 57

pasien (60,63%) berdasarkan diagnosis asma ringan sampai berat. Mengingat penelitian tersebut

belum memenuhi sistem pengobatan secara rasional sehingga mendorong peneliti untuk

mengevaluasi penggunaan kortikosteroid secara rasional ditinjau dari ketepatan indikasi, ketepatan

pasien, ketepatan obat, dan ketepatan dosis dalam pemberian agar tercapai keberhasilan terapi dan

mencegah kegagalan terapi. Penggunaan obat yang tidak rasional dapat mengakibatkan tidak

tercapainya efektifitas terapi dan meningkatkan biaya pengobatan pasien.

3

2. METODE

2.1. Kategori dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian non eksperimental karena dilakukan tanpa

adanya intervensi terhadap subjek penelitian. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif

dengan melihat data rekam medik pasien asma kemudian data dianalisis dengan metode deskriptif.

2.2. Kriteria Inklusi:

1. Pasien rawat jalan yang telah didiagnosis menderita asma dan tertera dalam rekam medik RS

PKU Muhammadiyah Delanggu.

2. Pasien yang mendapatkan terapi kortikosteroid.

3. Pasien yang berusia lebih dari 18 tahun.

4. Data rekam medik pasien asma, seperti karakteristik pasien (nomor rekam medik,tanggal

pemberianobat, jenis kelamin, usia, tekanan darah, diagnosa) dan data penggunaan

kortikosteroid (nama obat, dosis, dan frekuensi pemberian, rute pemberian, durasi

pemberian).

2.3. Kriteria eksklusi:

1. Data rekam medik tidak lengkap.

2. Pasien yang meninggal.

2.4. Alat dan Bahan:

1. Alat: lembar pengumpulan data serta guideline mengenai asma seperti Global Initiative for

Asthma (GINA) tahun 2011, Drug Information Handbook tahun 2008, British National

Formulari 61 tahun 2011, dan Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma tahun 2007.

2. Bahan: data rekam medik pasien asma yang terdapat di instalasi rawat jalan RS PKU

Muhammadiyah Delanggu tahun 2016.

2.5. Analisis Data

Penilaian kerasionalan pengobatan dilihat dari perhitungan presentase ketepatan peresepan

kortikosteroid dinyatakan sebagai berikut:

a)

b)

c)

d)

4

Berdasarkan analisis tersebut, pasien dinyatakan rasional pengobatannya jika memenuhi

empat parameter, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut data rekam medik yang tersedia di RS PKU Muhammadiyah Delanggu pada tahun 2016

pasien asma yang memenuhi kriteria inklusi sebesar 46 kasus. Penyebab data dieksklusi dari

penelitian ini karena tidak tersedianya beberapa data rekam medik, tidak tercantum dosis yang

digunakan, dan pasien tidak menggunakan kortikosteroid.

3.1. Karakteristik Pasien

3.1.1. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia

Penelitian mengenai evaluasi rasionalitas penggunaan kortikosteroid pada penyakit asma pasien

rawat jalan di RS PKU Muhammadiyah Delanggu dimulai dengan menghitung perolehan jumlah

data pasien yang menggunakan kortikosteroid di tahun 2016. Data perolehan sampel yang

digunakan dalam penelitian ini sejumlah 46 pasien dan dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin

dan usia pasien. Data pasien yang menggunakan kortikosteroid di RS PKU Muhammadiyah

Delanggu tahun 2016 dapat dilihat di tabel 1.

Tabel 1. Demografi pasien yang menggunakan kortikosteroid di RS PKU Muhammadiyah Delanggu tahun 2016

Usia Jenis Kelamin

Jumlah Pasien Presentase (%)

(n=46) Laki-laki Perempuan

18-25

26-35

36-45 46-55

1

3

3 5

1

1

11 6

2

4

14 11

4,35

8,69

30,43 23,91

56-65

≥65

3

4

6

2

9

6

19,56

13,04

19 27 46

Berdasarkan tabel 1, pada pasien asma di instalasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah

Delanggu tahun 2016 menunjukkan frekuensi jenis kelamin terbanyak terjadi pada perempuan

sejumlah 27 pasien dibandingkan dengan laki-laki sejumlah 19 pasien. Hal tersebut sesuai dengan

tingkat kejadian asma bahwa pada kelompok pasien dewasa, asma paling banyak terjadi pada

perempuan. Perbedaan tersebut disebabkan karena adanya pengaruh hormonal dan kondisi saluran

napas (Schatz et al., 2006). Perempuan tingkat kejadiannya lebih banyak saat usia dewasa karena

kebanyakan perempuan mengalami kondisi stress (tertekan) saat terjadi peningkatan gejala asma

sebagai respon terhadap tingkat obstruksi saluran napas (Postma, 2007).

5

3.1.2. Karakteristik Pasien Berdasarkan Gejala dan Keluhan

Karakteristik berdasarkan gejala pasien yang di diagnosa asma di RS PKU Muhammadiyah

Delanggu tahun 2016 dapat dilihat di tabel 2.

Tabel 2. Gejala pasien yang di diagnosa asma di RS PKU Muhammadiyah Delanggu tahun 2016

Gejala Nomor Kasus Jumlah Pasien Presentase (%)

n=46

Sesak napas 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25,

26, 27, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37,

38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46

45 97,83%

Mengi 2, 4, 6, 9, 10, 11, 12, 13, 16, 17, 19, 20, 21,

23, 25, 26, 29, 30, 31, 33, 34, 35, 38, 39,

44, 45, 46

27 58,69

Batuk / Batuk berdahak

1, 3, 4, 7, 9, 12, 14, 17, 18, 19, 20, 24, 25,

27, 29, 31, 32, 34, 35, 36, 39, 40, 41, 42,

44, 45 26 56,52

Batuk darah/ batuk > 1 bulan 35 1 2,17

Sesak di dada 28 1 2,17

Dada berdebar-debar 45 1 2,17

Lemas 23, 25 2 4,35 Pilek 1, 10, 18, 19 4 8,69

Demam 3, 19 2 4,35

Nyeri ulu hati 1 1 2, 17

Menurut (Society, 2009), gejala yang khas pada penyakit asma adalah mengi, batuk, sesak

napas, dan sesak di dada. Berdasarkan tabel 2, gejala yang paling sering terjadi, yaitu sesak napas.

Gejala dapat timbul ketika terjadi kontraksi otot polos di saluran napas, pembengkakan saluran

napas, dan adanya hipersekresi yang menyebabkan tersumbatnya saluran napas. Munculnya

berbagai macam gejala klinis ini disebabkan karena adanya peningkatan kerja pernapasan akibat

penderita mengalami kompensasi dengan bernapas pada volume paru yang besar untuk mengatasi

tertutupnya saluran napas (PDPI, 2003). Gejala lain seperti lemas, pilek, demam, dan nyeri ulu hati

dapat muncul disebabkan karena penyakit penyerta selain asma seperti dispepsia, rhinitis, Susp TB,

hipertensi, dan bronchiektasis.

3.2. Gambaran Terapi Kortikosteroid

Penelitian mengenai penggunaan kortikosteroid di RS PKU Muhammadiyah Delanggu tahun

2016 berdasarkan jenis kortikosteroid yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.

6

Tabel 3. Distribusi penggunaan kortikosteroid pada penyakit asma di instalasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah

Delanggu tahun 2016

Nama obat yang

digunakan

Rute

pemberian Jumlah pasien Nomor pasien

Presentase (%)

n= 46

Metilprednisolon Oral 28

2, 3, 4, 5, 7, 9, 10, 11, 12, 14, 16, 18,,

21, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 36, 37, 39, 40, 44, 45, 46

63,04

Deksametason Oral 18 1, 6, 8, 13, 15, 17, 19, 20, 22, 30, 32,

33, 34, 35, 38, 41, 42, 43 36,96

Budesonide Inhalasi 10

1, 3, 31, 32, 36, 39, 41, 44, 45, 46 21,74

Berdasarkan Tabel 3, obat yang termasuk golongan kortikosteroid pada pasien asma di

instalasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Delanggu tahun 2016 paling banyak diresepkan oleh

dokter adalah metilprednisolon sebanyak 28 peresepan (63,04%) , deksametason sebanyak 18

peresepan (36,96%) , dan penggunaan nebulizer pulmicort dengan kandungan budesonide sebanyak

10 peresepan (21,74%).Berdasarkan tabel 3, penggunaan obat kortikosteroid pada pasien asma di

instalasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Delanggu tahun 2016 diketahui bahwa pasien asma

dewasa lebih banyak mendapatkan metilprednisolon, yaitu sejumlah 29 pasien (63,04%).

3.3. Penggunaan Terapi Non-Kortikosteroid

Penggunaan obat anti asma selain kortikosteroid di Instalasi Rawat jalan RS PKU

Muhammadiyah tahun 2016 juga menerima obat selain kortikosteroid untuk mengontrol

penyakit,mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi berulang, dan mencegah kematian karena asma

(Depkes RI, 2007). Penggunaan obat lain yang digunakan untuk terapi tambahan pada pasien asma

dapat dilihat pada tabel 4.

7

Tabel 4. Distribusi penggunaan obat non-kortikosteroid pada pasien asma di instalasi rawat jalan RS PKU

Muhammadiyah Delanggu tahun 2016

Kelas terapi

Golongan Nama obat Rute

pemberian Jumlah pasien

Nomor pasien Presentase

(%)

N=46

Anti asma Β2-agonist

Xanthin

Salbutamol

Combivent® (ipratropium

bromida,

salbutamol)

Farbivent®

(ipratropium

bromida,

salbutamol)

Ventolin ®

(salbutamol)

Aminofilin

Teofilin

PO

Nebulizer

Nebulizer

Nebulizer

PO

PO

42

11

1

28

10

2

1, 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13,

14, 15, 16, 17, 18, 19, 20,21, 23,

24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32,

33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 46

1, 2, 4, 6, 10, 11, 14, 20, 33, 38,

41

45

3, 5, 7, 8, 9, 12, 13, 15, 16,

17,18, 19, 22, 23, 25, 26, 27, 30,

31, 32, 34, 35, 36, 40, 42, 43, 44,

46

1, 4, 20, 22, 28, 33, 34, 37, 41,

44

14, 29

91,30

23,91

2,17

60,87

21,74

4,35

Antibiotik Flourokuinolon

Sefalosporin

Penicillin

Ciprofloksasin

Cefadroxil

Cefixime

Ampicillin

PO

PO

PO

PO

3

3

1

1

3, 24, 37

12, 18, 43

11

45

6,52

6,52

2,17

2,17

Peptic

ulcer

H2-Reseptor

antagonist

Sucralfat Proton pump

inhibitor

Antasida

Ranitidin

Sukralfat

Omeprazol

Acitral

PO

PO

PO

PO

3

1

1

2

11, 33, 37

33

29

11, 31

6,52

2,17

2,17

4,35

Pereda

panas/nyeri

Antipiretik dan

analgetik

NSAID

Paracetamol

/Sanmol

Inj ketorolac

PO

IV

4

1

3, 8, 11, 31

11

8,69

2,17

Batuk

Antialergi

Mukolitik

Antitusif

Ekspektoran

Antihistamin

Ambroxol

Dextral

GG

Ceftrizine /Lerzin

Loratadine Tremenza

PO

PO

PO

PO

PO PO

33

2

2

5

1 1

1, 2, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13,

14, 15, 16, 18, 20, 21, 23, 24, 25,

26, 27, 30, 32, 34, 35, 36, 38, 39, 40, 42, 43, 44

3, 5

29, 31

4, 12, 35, 42, 45

28 1

71,74

4,35

4,35

10,87

2,17 2,17

8

Kelas terapi Golongan Nama obat

Rute pemberian Jumlah pasien Nomor pasien Presentase (%)

N=46

Antihipertensi Antagonist

angiotensin II

Calsium

channel blocker

Valsartan

Amlodipin

Nifedipin

PO

PO

PO

1

2

1

45

31, 39

31

2,17

4,35

2,17 Vitamin Vitamin Neurobat A

Vitamin B6

PO

PO

1

1

26

32

2,17

2,17

Sedatif Sedatif CTM PO 2 19, 29 4,35

Obat pencahar Laksatif Laxadine PO 1 37 2,17

Berdasarkan Tabel 4, pasien asma rawat jalan di RS PKU Muhammadiyah Delanggu lebih

sering mendapatkan obat anti-asma selain kortikosteroid dan obat batuk. Antiasma yang paling

sering digunakan, yaitu golongan β2-agonist (salbutamol) dan Xanthin (Aminofilin). Menurut

GINA (2011), obat golongan β2-agonist digunakan dengan mekanisme aksi bronkodilatasi yaitu

obat yang dapat memperlebar luas permukaan bronkus dan mencegah timbulnya bronkospasme.

Sedangkan, obat golongan xanthin digunakan untuk merelaksasi otot polos pada bronkus dan

pembuluh darah pulmonal (Depkes RI, 2007). Mukolitik pada penyakit asma ini digunakan sebagai

terapi penunjang untuk mensekresi mukus yang tidak normal karena pada penyakit asma ini

ditunjukkan adanya hipersekresi mukus (Depkes RI, 2007).

3.4. Evaluasi Penggunaan Kortikosteroid

Penggunaan obat dikatakan rasional apabila pasien mendapatkan obat sesuai kebutuhan klinis

pasien, dalam kurun waktu yang adekuat, serta dengan biaya yang terjangkau untuk pasien dan

masyarakat (Kemenkes, 2011). Salah satu terapi obat yang dapat meningkatkan keberhasilan terapi

asma, yaitu kortikosteroid. Parameter yang digunakan untuk mengetahui kerasionalan suatu obat

adalah tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis.

3.4.1. Tepat Indikasi

Pengobatan dikatakan tepat indikasi apabila pemilihan obat disesuaikan dengan gejala dan

diagnosa penyakit yang tercantum dalam kartu rekam medik pasien asma di instalasi rawat jalan RS

PKU Muhammadiyah Delanggu tahun 2016. Kasus yang tidak tepat indikasi merupakan pasien

yang diberikan obat tidak sesuai dengan diagnosa penyakit.

Analisis parameter tepat indikasi pada pasien asma di instalasi rawat jalan RS PKU

Muhammadiyah Delanggu tahun 2016 dapat dilihat di Tabel 5.

Tabel 4. Lanjutan

9

Tabel 5. Presentase parameter tepat indikasi pada pasien asma di instalasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Delanggu

tahun 2016

Ketepatan Obat kortikosteroid yang

digunakan Nomor kasus Jumlah kasus

Presentase

(%)

(N= 46)

Tepat indikasi Metil prednisolon

Deksametason

Pulmicort®

(Budesonid)

2, 3, 4, 5, 7, 9, 10, 11, 12, 14, 16, 18, 21,

22, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 32, 37, 38, 40, 41, 45, 46.

1, 6, 8, 13, 15, 17, 19, 20, 23, 31, 33, 34,

35, 36, 39, 42, 43, 44.

1, 3, 31, 32, 36, 39, 41, 44, 45, 46

28

18

10

100

Berdasarkan Tabel 5, dapat ditunjukkan bahwa hasil analisis ketepatan indikasi, terapi

menggunakan kortikosteroid pada pasien asma rawat jalan di RS PKU Muhammadiyah Delanggu

tahun 2016 sejumlah 46 kasus dinyatakan 100% tepat indikasi karena berdasarkan data rekam

medik semua pasien asma diobati sesuai dengan diagnosis penyakitnya dan sesuai dengan gejala

yang dialami pasien, seperti sesak nafas, mengi, dan batuk.

3.4.2. Tepat pasien

Tepat pasien adalah ketepatan pemberian obat sesuai dengan kondisi fisiologis dan klinis

pasien terhadap efek obat yang akan ditimbulkan dan tidak adanya kontraindikasi terhadap pasien.

Kortikosteroid sistemik biasanya diberikan secara oral atau parenteral. Obat tersebut digunakan

sebagai pengontrol pada keadaan asma persisten berat. Penggunaan kortikosteroid inhalasi jangka

panjang lebih baik daripada kortikosteroid oral jangka panjang karena risiko efek samping yang

akan ditimbulkan. Efek samping yang sering ditimbulkan dari obat kortikosteroid seperti

osteoporosis, diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, kelemahan otot, dan sebagainya. Namun, pada

penelitian ini tidak dapat mengetahui mengenai efek samping yang timbul pada pasien karena tidak

dituliskan pada kartu rekam medik.

Selanjutnya, mengenai kontraindikasi terhadap obat dan pasien. obat metilprednisolon

dikontraindikasikan pada pasien yang alergi terhadap metilprednisolon dan mengalami infeksi

serius. Deksametason dikontraindikasikan pada pasien yang alergi terhadap deksametason, infeksi

jamur sistemik, malaria selebral, dan lain-lain.

Analisis ketepatan pasien asma yang menggunakan terapi kortikosteroid di instalasi rawat

jalan RS PKU Muhammadiyah Delanggu dapat dilihat di Tabel 6.

10

Tabel 6. Presentase ketepatan pasien asma yang menggunakan terapi kortikosteroid di instalasi rawat jalan RS PKU

Muhammadiyah Delanggu tahun 2016

Ketepatan Obat kortikosteroid yang digunakan Nomor kasus Jumlah kasus Presentase (%)

(N= 46)

Tepat Pasien

(Terapi Pelega yang

diberikan di rumah

sakit)

Budesonid

1, 3, 31, 32, 36, 39,

41, 44, 45, 46

10 21,74

Tepat pasien

(Obat yang dibawa pulang)

Metil prednisolon

Deksametason

2, 7, 28, 29, 37, 41

20, 33, 34, 44

6

4

21, 74

Tidak tepat pasien

Metilprednisolon

Deksametason

3, 4, 5, 7, 9, 10,11,

12, 14, 16, 18, 21,

22, 24, 25, 26, 27, 30, 32, 38, 40, 45,

46

6, 8, 13, 15, 17, 19, 23, 31, 35, 36, 39,

42, 43

23

13

78,26

Berdasarkan hasil analisis ketepatan pasien asma yang menggunakan terapi kortikosteroid di

instalasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Delanggu tahun 2016 menunjukkan sebanyak 10

kasus (21,74%) yang menggunakan nebulizer pilmicort) budesonid dan 10 kasus (21,74%) pasien

yang menggunakan metilprednisolon dan deksametason dinilai sesuai dengan kondisi pasien dan

tidak dikontraindikasikan terhadap pasien. Berdasarkan data yang ditunjukkan pada rekam medik

saat pasien asma kontrol di RS PKU Muhammadiyah Delanggu, semua pasien banyak diberikan

terapi dengan nebulizer. Salah satu nebulizer yang mengandung kortikosteroid adalah nebulizer

pulmicort mengandung budesonid diberikan sesuai dengan kondisi pasien pasien. Nebulizer

tersebut digunakan pada saat pasien melakukan pengobatan di RS PKU Muhammadiyah Delanggu

sebagai terapi pelega pada pasien karena berdasarkan keluhan ditunjukkan bahwa kebanyakan

pasien mengalami sesak napas, dilain hal pasien juga diberikan terapi untuk dibawa ke rumah.

Terapi kortikosteroid yang di berikan untuk terapi dirumah adalah deksametason dan

metilprednisolon digunakan secara oral. Kortikosteroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila

penggunaan bronkodilator lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya

dikombinasikan dengan bronkodilator lain (PDPI, 2003). Kortikosteroid oral biasanya diberikan

pada kondisi asma berat, yaitu apabila melihat tata laksana asma terkontrol ada pada tahap terakhir

(tahap 5) (GINA, 2011). Selain itu, Kortikosteroid sistemik (parenteral atau oral) bisa diberikan

pada kondisi asma eksaserbasi akut, kortikosteroid oral juga direkomendasikan untuk diberikan

11

sebagai terapi follow up penanganan di rumah untuk mencegah adanya gejala yang berulang dan

pada penelitian ini terdapat pasien yang mengalami asma eksaserbasi akut.

Berdasarkan hasil analisis dilihat dari riwayat pengobatannya terdapat beberapa pasien yang

seharusnya mendapatkan inhalasi kortikosteroid, tetapi dokter memberikan kortikosteroid oral.

Menurut GINA (2011), terapi menggunakan inhalasi kortikosteroid ini merupakan terapi yang lebih

efektif digunakan untuk mengontrol asma dibanding dengan penggunaan oral karena resiko efek

samping yang akan ditimbulkan lebih rendah. Efek samping dari kortikosteroid inhalasi, yaitu

kandidiasis orofaring disfonia dan batuk karena iritasi saluran nafas atas (PDPI, 2003). Hal tersebut

bisa dipertimbangkan karena menurut PDPI (2003) steroid oral jangka panjang terpaksa diberikan

apabila penderita asma persisten sedang-berat, tetapi tidak mampu membeli steroid inhalasi.

3.4.3. Tepat Obat

Pengobatan dikatakan tepat obat apabila pemilihan obat dengan mempertimbangkan beberapa

faktor seperti obat yang diberikan merupakan pilihan obat (drug of choice) untuk suatu penyakit,

obat diberikan sesuai dengan kelas terapi berdasarkan diagnosis penyakit pasien, dan melihat risiko

efek samping yang akan timbul. Oleh karena itu, evaluasi tepat obat dapat dinilai tepat apabila

pasien mendapatkan obat dengan memenuhi kriteria tepat pasien.

Analisis parameter ketepatan obat pada pasien asma yang menggunakan terapi kortikosteroid

di instalasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Delanggu tahun 2016 dapat dilihat di Tabel 7.

Tabel 7. Presentase ketepatan obat pada pasien asma yang menggunakan terapi kortikosteroid di instalasi rawat jalan RS

PKU Muhammadiyah Delanggu tahun 2016

Ketepatan Obat kortikosteroid yang digunakan Nomor kasus Jumlah kasus Presentase (%)

(N= 46)

Tepat Obat

(Terapi Pelega yang diberikan di rumah

sakit)

Budesonid

1, 3, 31, 32, 36, 39,

41, 44, 45, 46

10 21,74

Tepat Obat (Obat yang dibawa

pulang)

Metil prednisolon

Deksametason

2, 7, 28, 29, 37, 41

20, 33, 34, 44

6

4

21, 74

Tidak tepat obat

Metilprednisolon

Deksametason

3, 4, 5, 7, 9, 10,11,

12, 14, 16, 18, 21,

22, 24, 25, 26, 27, 30, 32, 38, 40, 45,

46

6, 8, 13, 15, 17, 19, 23, 31, 35, 36, 39,

42, 43

23

13

78, 26

12

Hasil analisis data, menunjukkan dari 46 kasus menunjukkan 10 kasus (21,74%)

menggunakan nebulizer (pulmicort) budesonid dan 10 kasus (21,74%) pasien yang menggunakan

metilprednisolon dan deksametason pasien asma memenuhi memenuhi kriteria tepat obat. Hal

tersebut sesuai dengan (Depkes RI, 2007) mengenai Pharmaceutical Care untuk penyakit asma,

obat-obatan golongan kortikosteroid oral yang digunakan untuk terapi asma, yaitu deksametason,

metil prednisolon, dan prednison. Sedangkan, terapi kortikosteroid inhalasi atau nebulizer yang

digunakan di RS PKU Muhammadiyah Delanggu, yaitu nebulizer pulmicort yang kandungan isinya

Budesonid. Budesonid merupakan salah satu obat kortikosteroid yang biasanya dalam sediaan

suspensi/serbuk untuk inhalasi (GINA, 2011). Terdapat beberapa pasien yang tidak tepat obat,

dikarenakan menurut guideline Global Initiative for Asthma (2011) seharusnya untuk mengontrol

kondisi pasien digunakan Inhaled Glucocorticosteroid (ICS) pada tahap 1 sampai 4, tetapi apabila

pasien pada tahap 4 belum mencapai efektifitas terapi baru kemudian diberikan kortikosteroid oral.

Pada penelitian ini, pasien mendapatkan lebih banyak mendapatkan kortikosteroid oral,

metilprednisolon dan deksametason bukan prednison karena deksametason dan metilprednisolon

lebih poten daripada prednison (Cross K.P., 2011).

Pada pengambilan data rekam medik terdapat beberapa pasien yang melakukan kontrol lebih

dari satu kali dan menggunakan kortikosteroid. Data yang diambil, yaitu data pasien yang lengkap

karena terdapat beberapa pasien yang tidak tercantum keluhan pasien. Selain itu, terdapat pasien

yang mendapatkan pilihan terapi yang sama dari setiap pasien kontrol sehingga dipilih secara acak

dari salah satu pilihan tersebut.

3.4.4. Tepat dosis

Analisis tepat dosis adalah ketepatan pemberian dosis yang dilihat dari beberapa parameter

seperti besaran dosis, frekuensi pemberian, rute penggunaan obat, dan durasi penggunaan obat.

Apabila terdapat ketidaktepatan dari salah satu parameter tersebut maka dinilai tidak memenuhi

kriteria tepat dosis.

Analisis parameter ketepatan dosis penggunaan kortikosteroid pada pasien asma di instalasi

rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Delanggu tahun 2016 dapat dilihat di Tabel 8, 9, 10.

13

Tabel 8. Ketepatan dosis penggunaan metilprednisolon pada pasien asma di instalasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah

Delanggu tahun 2016

Nama Obat Rute

pemberian Nomor Kasus

Ketepatan

dosis

Dosis

resep

Dosis

Lazim jumlah

%

(n=28)

Metilprednisolon PO 2, 3, 4, 5, 7, 9, 10, 11,

12, 14, 16, 18, 21, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 29,

30, 32, 37, 38, 40, 41,

45, 46

Tepat dosis 1-3x 2 mg

Atau 1-3x 4 mg

2-40

mg/hari 1-4x dosis

bagi

(BNF 61,

2011)

28 100

Berdasarakan British National Formulary 61 tahun 2011, metilprednisolon memiliki dosis

lazim 2-40 mg/hari 1-4 dalam dosis bagi. Analisis hasil penelitian dari semua data yang tercantum

di rekam medik (46 pasien) yang dinilai tepat dosis sejumlah 28 kasus (100%) untuk pasien yang

menggunakan terapi metilprednisolon. Pasien dinyatakan tepat dosis karena dosis yang yang

diresepkan dokter sesuai dengan dosis lazim yang tercantum dalam referensi.

Tabel 9. Ketepatan dosis penggunaan deksametason pada pasien asma di instalasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah

Delanggu tahun 2016

Nama Obat Rute Nomor Kasus Ketepatan

Dosis Dosis Resep

Dosis Lazim

Jumlah %

(n=18)

Deksametason PO

1, 6, 8, 13, 15,

17, 19, 20, 23,

31, 33, 34, 35, 36, 39, 42, 43,

44.

Tepat dosis 2-3 x 0,5

mg

0,5-10

mg/hari tiap

6-12 jam (BNF 61,

2011)

18 100%

Berdasarkan Tabel 9, analisis hasil penelitian pada pasien yang menggunakan deksametason

yang tercantum di rekam medik sebanyak 18 kasus dinilai 100% tepat dosis.

Tabel 10. Ketepatan dosis penggunaan Budesonid pasien asma di instalasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Delanggu

tahun 2016

Nama Obat Nomor Kasus Ketepatan

Dosis Dosis Resep Dosis Lazim Jumlah

%

(n=10)

Budesonid

1, 3, 31, 32, 36, 39,

41, 44, 45, 46

Tepat dosis 0,25 mg 200-400 mcg

(GINA, 2011) 10 100%

Berdasarkan pada Tabel analsis hasil penelitian pada pasien yang menggunakan

deksametason yang tercantum di rekam medik sebanyak 18 kasus dinilai 100% tepat dosis.

14

Kesimpulan dari analisis parameter tepat dosis, penggunaan kortikosteroid yang diberikan

dokter, yaitu deksametason, metilprednisolon, dan budesonid pada pasien asma rawat jalan di RS

PKU Muhammadiyah Delanggu tahun 2016 dinyatakan 100% tepat dosis.

4. PENUTUP

Hasil evaluasi rasionalitas penggunaan kortikosteroid pada pasien asma rawat jalan, yaitu

tepat indikasi 100%, tepat pasien 100%, tepat obat 100%, dan tepat dosis 100%. Pasien asma yang

menggunakan terapi kortikosteroid di instalasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Delanggu

tahun 2016 menunjukkan hasil analisis yang sudah rasional sebanyak 46 kasus (100%).

PERSANTUNAN

Terimakasih diucapkan penulis kepada Puji Asmini, M.Sc., Apt selaku pembimbing skripsi,

direktur RS PKU Muhammadiyah Delanggu yang telah memberikan ijin penelitian serta staf rekam

medik yang telah membantu penulis dalam menyusun artikel ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aberg J.A., Lacy C., Amstrong L., Goldman M.. and Lance L.L., 2009, Drug Information

Handbook, 17th Edition, American Pharmacists Association.

Adcock I.M. and Lane S.J., 2003, Corticosteroid-insensitive asthma: Molecular mechanisms,

Journal of Endocrinology, 178 (3), 347–355.

Alldredge B.K., Corelli R.L., Ernst M.E., Guglielmo B.J., Jacobson P.A., Kradjan W.A., Emeritus

D. and Williams B.R., 2013, Applied Therapeutic The Clinical Use of Drugs, Tenth Edition,

Wolter Kluwer Health, Philadelphia, USA.

Barnes P.J., 2011, Corticosteroid Therapy for Asthma, British Journal of Pharmacology, London,

UK.

Barnes P.J., 2011, Glucocorticosteroids: Current and future directions, British Journal of

Pharmacology, London, UK.

BNF, 2011, British National Formulary 61, Pharmaceutical Press, London, UK.

British thoracic society, 2016, British Guideline on The Management of asthma, A national clinical

guideline, London, UK.

Busse W.W. and Lemanske R.F., 2001, Asthma, The New England Journal of Medicine, London,

UK.

Byrne P.M., Federsen, William, Busse, Chen Y.-Z., Ohlsson, Ilman A., Lamm C.J. and Pauwels

R.A., 2005, Effects of Early Intervention With Inhaled Budesonide on Lung Function in

Newly Diagnosed Asthma *, CHEST, 129 (6), 1478–1485.

Cross K.P., Paul R.I., Goldman R.D., 2011, Single-dose Dexamethasone for Mild-to-Moderate

Asthma Exacerbation, Child Health Update, Canada.

15

Depkes RI, 2007, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma, Direktoral Bina Farmasi Komunitas

dan Klinik Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta.Depkes RI, 2013, Profil Kesehatan

Provinsi Jawa Tengah, Dinas Kesehatan, Semarang.

Dipiro J.T. et al., 2008, Pharmacotherapy a Pathophysiology Approach Seventh Edition, The MC,

Grow Hill, New York.

Dinkes, 2013, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013, Dinas Kesehatan , Semarang,

Jawa Tengah.

Fanta C.H., 2009, Drug Therapy of Asthma, The New England Journal of Medicine, London, UK.

GINA, 2011, Global strategy for asthma management and prevention. Tersedia di:

www.ginaasthma.org [diakses pada 17 Juni 2017]

GINA, 2015, Pocket Guide for Asthma Management and Prevention, Global initiative for asthma,

Tersedia di: www.ginaasthma.org [diakses pada 17 Juni 2017].

Kemenkes RI., 2011, Modul penggunaan obat rasional, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.

PDPI, 2003, Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia, Perhimpunan Dosis Paru

Indonesia, Jakarta.

Postma D.S., 2007, Gender Differences in Asthma Development and Progression, Department of

Pulmonology, University Medical Center Groningen, University of Groningen.

Rozaliyani A., Susanto A.D., Swidarmoko B. and Yunus F., 2011, Mekanisme Resistens

Kortikosteroid Pada Asma, Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-

RS Persahabatan Jakarta.

Schatz M., Clark S. and Camargo C.A., 2006, Sex differences in the presentation and course of

asthma hospitalizations, Chest, 129 (1), 50–55. Terdapat di www.chestjournal.org

Society B. thoracic, 2009, Chemotherapy and management of tuberculosis in the United Kingdom:

recommendations of the Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society.,

Scottish Intercollegiate Guidelines Network, London, UK.

Stevenson D.D. and Szczeklik A., 2006, Clinical and pathologic perspectives on aspirin sensitivity

and asthma, Review and Feature Articles, American Academy of Allergy, Asthma and

Immunology.

Tierney L.M., McPhee S.J., Papadakis M.A., 2002, Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Ilmu

Penyakit Dalam), Salemba Medika, Jakarta.

Wells B.G., Dipiro J.T., Schwinghammer T.L. and Dipiro C. V, 2015, Pharmacotherapy

Handbook, McGraw-Hill Education, ed., Mississippi.


Recommended