i
EKSISTENSI BERSIH DESA BLIMBING KECAMATAN
KLABANG KABUPATEN BONDOWOSO
TAHUN 1965-2018
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh:
Romeo Holida Fasah
NIM 140210302033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
i
PROPOSAL SKRIPSI
EKSISTENSI BERSIH DESA BLIMBING KECAMATAN
KLABANG KABUPATEN BONDOWOSO
TAHUN 1965-2018
Oleh:
Romeo Holida Fasah
NIM 140210302033
Pembimbing
Dosen pembimbing utama : Drs. Sumarjono, M. Si.
Dosen pembimbing anggota : Prof. Dr. Bambang Soepeno, M. Pd.
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1Latar Belakang Masalah ............................................................................................. 1
1.2 Penegasan Pengertian Judul ..................................................................................... 5
1.3 Ruang Lingkup Masalah ............................................................................................ 7
1.4 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 7
1.5 Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 8
1.6 Manfaat Penelitian .................................................................................................... 8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 9
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................................... 14
3.1 Prosedur Penelitian ................................................................................................. 14
3.1.1 Pemilihan Topik ................................................................................................ 14
3.1.2 Pengumpulan Sumber (Heuristik) .................................................................... 15
3.1.3 Verifikasi (Kritik Sumber) ................................................................................. 16
3.1.4 Interpretasi....................................................................................................... 17
3.1.5 Penulisan (Historiografi) .................................................................................. 17
3.2 Sumber Sejarah ....................................................................................................... 17
BAB 4. Desa Blimbing
4.1 Kondisi Desa Blimbing
4.1.1 Jumlah penduduk
4.1.2 Pendidikan
4.1.3 Pekerjaan
4.1.4 Agama
4.2 Sejarah Bersih Desa Blimbing
BAB 5. Proses Perubahan Unsur-Unsur dalam Rangkaian Kegiatan Bersih
Desa Blimbing
5.1 Unsur-Unsur Kegiatan Bersih Desa
5.1.1 Prosesi Selamatan
iii
5.1.2 Perlengkapan Selamatan atau Sesajen
5.1.3 Pertunjukan Tradisional
5.2 Makna Religi dan Sosial
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 20
LAMPIRAN ........................................................................................................................ 22
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bondowoso merupakan daerah yang memiliki keunikan berupa kebiasaan
kuno yang tetap ada dalam zaman modern. Kebiasaan tersebut merupakan warisan
para leluhur masyarakat Bondowoso menjadi penghubung kehidupan masa
lampau dan sekarang, yang memiliki pedoman hidup untuk generasi penerusnya.
Kebiasaan tersebut misalnya: selamatan untuk desa, selamatan kematian,
selamatan kelahiran, dan lain sebagainya. Kebiasaan-kebiasaan tersebut menjadi
warna bagi masyarakat Bondowoso.
Bondowoso memiliki struktur masyarakatnya beragam antara lain suku
Madura, Jawa, Arab, dan China. Keberagaman menjadikan kabupaten Bondowoso
memilki aneka ragam adat budaya. Kebudayaan merupakan pikiran, karya dan
hasil karya manusia untuk memenuhi hasrat keindahannya (Koentjaraningrat,
2015:1), misalnya ritual bersih desa tetap rutin dilakukan di desa-desa Bondowoso
masih memegang adat leluhurnya.
Bersih desa masih sangat lekat di masing-masing desa Bondowoso,
diantaranya: desa Alas Sumur Kecamatan Pujer, desa Blimbing Kecamatan
Klabang, dan desa Ramban Kulon Kecamatan Cerme. Tiga desa tersebut masih
tetap rutin melakukan selamatan bersih desa, dari desa yang disebutkan semuanya
masing-masing memilki keunikan dalam pelaksanaannya. Desa Alas Sumur
menampilkan gunungan buah dan dance, desa Blimbing dengan prosesi selamatan
dan sesajen disertai pertunjukkan tradisional, dan desa Ramban Kulon arak-arakan
makanan dan selamatan. Pelaksaan bersih desa di masing-masing desa tersebut
tidak terlepas dari peranan tokoh, desa Blimbing tidak lepas dari seorang tokoh
yang bernama Juk Seng.
Juk Seng merupakan tokoh yang membabat hutan yang menjadi cikal
bakal desa Blimbing, Juk Seng berasal dari keluarga bangsawan dari Blambangan
Banyuwangi yang suka mengembara. Dalam pengembaraannya ke arah barat,
secara tidak sengaja memasuki hutan buah belimbing. Kedatangan Juk Seng ke
2
hutan belantara menarik perhatian seorang tokoh di wilayah hutan tersebut, yakni
Jasiman. Sudah merupakan kebiasaan dalam masyarakat tradisional, seseorang
yang dipandang tokoh mesti diuji dengan berbagai tantangan dan adu kesaktian
(Pusaka Jawatimuran, http://jawatimuran.net/2013/06/12/singo-ulung-tradisi-
kabupaten-Bondowoso/).
Adu kesaktian Juk Seng dengan Jasiman dimenangkan oleh Juk Seng dan
menjadikan Juk Seng sebagai kepala desa Blimbing. Keadaan desa kurang subur
membuat Juk Seng bertapa untuk mendapatkan wangsit agar desa Blimbing
menjadi subur, dalam pertapaan Juk Seng diperintahkan untuk mengadakan
pertarungan hingga menumpahkan darah kebumi agar hujan sehingga tanah yang
kering menjadi subur (sutikno, wawancara 19 maret 2018). Menurut Peursen
(1976:18) tahap tersebut merupakan tahap mistis, dimana sikap manusia merasa
dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib sekitarnya, yaitu kekuasaan dewa-
dewa alam raya atau kesuburan. Keadaan tersebut yang kemudian memberikan
pandangan bahwa dengan manusia itu hanya perlu menanggapi gejala-gejala yang
terjadi disekitar dengan perilaku mereka yaitu dengan bertarung menumpahkan
darah. Pertarungan tersebut dikenal dengan nama ojhung didesa Blimbing, ojhung
merupakan cikal bakal bagian dalam bersih desa didesa tersebut.
Sepeninggalan Juk Seng ritual bersih desa Blimbing dilakukan secara
kontinue dari tahun-ketahun pada tanggal 14 dan 15 bulan Syakban atau 15 hari
sebelum menjelang puasa Ramadhan, adapun urutan dari awal sampai akhir
selama dua hari. Hari pertama merupakan pra persiapan pada tanggal 13 dengan
pemotongan sapi dan pengumpulan bahan-bahan untuk dimasak, bahan tersebut
disebut sasoklan, hari kedua tanggal 14 merupakan awal bersih desa meliputi;
memasak semua bahan dan dilanjutkan selamatan sanggar, selamatan asta Juk
Seng (makam), selamatan tanian (halaman rumah) dirumah kepala desa dan
dilanjutkan ke rumah warga, dan pengajian, dan hari terakhir tanggal 15
merupakan puncak dari bersih desa yang diawali dengan selamatan naggar olbek,
selamatan tanian, dan permain rakyat (suktino, wawancara tanggal 19 maret
2018). Menurut Ahadrian (2015:2) selamatan atau upacara merupakan perilaku
masyarakat yang menunjukkan kesadaran akan masa lalunya.
3
Bersih desa yang dilakukan tiap tahunnya tidak hanya selamatan dan lain
sebagainya, tapi ada perlengkapan ritual yang cukup meriah didalamnya.
Misalnya beragam makanan seperti; rasol (nasi dalam piring yang diatasnya
diletakan telur rebus), nasi kuning, nasi tumpeng, nasi lemma’ (dimasak dengan
santan), nasi bakol (nasi bungkus), beras kuning, ghandik (kue dari ketan dengan
lima warna: putih, hitam, merah, kuning dan hijau) dan lain sebagainya
(Juniawan, 2016:60-61). Dari berbagai makanan yang dipaparkan dalam tradisi
tersebut tampak jelas bahwa makanan-makan tersebut bersifat khusus. Menurut
Nawiyanto, dkk (2011:30) kekhususan ini tampak dalam pengkaitan makanan dan
bahan pangan dengan berbagai aspek simbolis dan ritual maupun terapeutis dalam
rangka pencegahan serta pengobatan terhadap berbagai macam penyakit dalam
kehidupan masyarakat Jawa. Salah satunya contoh dari makanan yang dapat
mengobati yaitu pengolahan beras dengan kunyit maka diapatlah beras dengan
warna kuning, maka disebutlah nasi kuning yang dapat dipercaya sebagai
penangkal dan pengahalang ancaman yang bersifat gaib (Wibowo dan Suhatno,
dkk., dalam Nawiyanto, dkk., 2016:34). Makanan tersebut menurut Danandjaja
(1984:22) merupakan folklor bukan lisan dalam bentuk material. Mengapa
demikian karena ada bentuk nyata dan wujudnya yang dapat diliat dan dirasa.
Selain selamatan dan sesajen yang dianggap sakral, dalam
perkembangannya bersih desa di desa Blimbing mengalami pengembangan. Lebih
tepatnya di sesuaikan dengan jiwa jamannya, hal tersebut dianggap lumrah salah
satunya terdapat pengembangan dari bahan, bentuk, ataupun warna dari
sesajennya. Tujuannya dengan alasan efisien, misalnya pembungkus ataupun takir
awalnya dari daun pisang diganti bahan plastik. Hal lainpun juga terjadi misalnya
dihari ketiga atau terakhir tanggal 15 bersih desa diadakan hiburan ala modern
saat malam hari. Pada tahap ini disebut tahap ontologis manusia sudah merasa
tidak hidup lagi dalam kepungan kekuasaan mistis (Peursen, 1976:18), sehingga
menimbulkan dalam diri manusia pertanyaan “apakah perlu”, “penting”, “apa
iya”, dan lain sebagainya yang bertujuan mencampurkan adukkan dengan unsur
modern. Tahap ini peranan logika mulai cukup besar dalam bergerakan manusia.
4
Perubahan tersebut dianggap wajar dan semua masyarakat di desa Blimbing
menerima dengan senang hati.
Perubahan atau penambahan unsur modern dalam bersih desa Blimbing
dianggap wajar dan tidak dianggap membuang kebiasaan leluhurnya, Berjalannya
waktu pikiran logis tersebut memberikan pemahaman lebih mendalam sejati
manusia itu memang ada hubungan dengan kekuatan luar dan dari keduanya
saling terjadi kontak atau hubungan yang saling mendekat, tahap ini disebut tahap
fungsionil (Peursen, 1976:18). Manusia dalam tahap ini tidak merasa hanya
memiliki manfaat magis saja dari ritual bersih desa didesa Blimbing, melainkan
dalam kejadian tersebut mangajarkan semangat gotong royong, gotong royong
menurut Koentjaraningrat (2015:67) pengerahan tenaga tanpa bayaran untuk
proyek yang bermanfaat untuk umum atau yang berguna untuk pererintah.
Bersih desa didesa Blimbing dapat di golongkan folklor, karena
masyarakat disana mempercayai ada manfaat magis yang didapat baik secara
langsung maupun tidak langsung, dalam Danandjaja (1984:22) keadaan tersebut
digolongkan dalam folklor sebagaian lisan, folklor tersebut merupakan campuran
unsur lisan dan unsur bukan lisan dalam wujud nyatanya adalah kepercayaan
rakyat dengan bentuk selamatan. Hubungan erat kaitannya ritual bersih desa dan
masyarakat di desa Blimbing sangat unik dan menjadi kebudayaan desa Blimbing.
Kebudayaan adalah seluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar (Koentjaraningrat, 1990:180).
Mengkaji kebudayaan dalam bersih desa Blimbing terdapat tiga wujud
nyata yaitu menurut Koentjaraningrat (1990:186-187) wujud kebudayaan ide
suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan
sebagainya dapat dilihat pola pikir masyarkat desa Blimbing untuk menolak mara
bahaya atau keselamatan (keberkahan). Sebagai aktivitas yaitu suatu kompleks
aktivitas tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat yaitu dengan
melakukan ritual bersih desa itu sendiri dan berupa benda-benda merupakan hasil
karya manusia yaitu berupa sesajen bersih desa yang terdiri macam-macam
makanan dan lain sebagainya. Jelas bahwasannya, kebudayaan bukan sekumpulan
5
hal yang tidak terpisah-pisah satu sama lainnya. Melainkan kebudayaan
merupakan satu kesatuan dari banyak hal, termasuk sistem masyarkat
(terintegrasi) (Meinarno, 2011:93). Tiga wujud nyata tersebut terdapat dalam
kolektif masyarkat desa Blimbing yang dapat memberikan keberkahan, dengan
melakukan sekumpulan selamatan dan sesajen agar dapat terkabul.
Berdasarkan latar belakang sebelumnya kegiatan ritual bersih desa dalam
pergantian generasi mulai memudar, salah satunya tidak semua desa di kabupaten
Bondowoso melakukan ritual tersebut. Tetapi kegiatan bersih desa di Kecamatan
Klabang tepatnya desa Blimbing masih memelihara warisan nenek moyangnya
dan tetap eksis tiap tahunnya, alasannya bersih desa Blimbing dianggap sakral dan
dipercaya akan mendapatkan petaka bila tidak dilakukan. Selain itu dalam
pelaksaan bersih desa juga dapat dijadikan suatu momen untuk berkumpul dengan
sanak keluarga, sebagai ajang menampilkan kekuatan magis, sebagai sarana yang
paling tepat untuk menampilkan kesenian yang bersifat menghibur. Oleh
karenanya peneliti mengkaji tradisi bersih desa yang didalamnya menghidangkan
berbagai sesajen sebagai perlengkapan ritual, selamatan dan pertunjukan. Semua
rangkain tersebut merupakan satu kesatuan yang memilki makna simbolis yang
unik dan menjadi ciri khas desa Blimbing.
1.2 Penegasan Pengertian Judul
Penegasan judul dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya
persepsi yang berbeda dalam pemahaman judul penelitian ini. Oleh karena itu,
perlu adanya penguraian secara rinci dan sistematis berkaitan dengan penegasan
pengertian judul penelitian ini, yaitu “Eksistensi Bersih Desa Blimbing
Kecamatan Klabang Kabupaten Bondowoso Tahun 1965-2018”.
Eksistensi menurut bahasa latin existere yang artinya muncul, ada, timbul,
memiliki keberadaan (https://id.wikipedia.org/wiki/Eksistensi). Lebih jelas lagi
eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan
mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduruan, tergantung pada
kemampuan individu dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya (Abidin,
2007:16). Merujuk pengertian tersebut peneliti akan mengkaji perubahan dan
6
perkembanganya serta keberadaan unsur-unsur bersih desa Blimbing antara lain
rangkaian selamatan, perlengkapan sesajen dan pertunjukkannya.
Bersih desa adalah selamatan atau upacara masyarkat adat Jawa yang
memberikan sesaji pada dayang desa (https://id.wikipedia.org/wiki/Bersih_Des).
Sesaji bisa didapatkan dari anggota masyarakat desa lalu dibacakan doa-doa untuk
bentuk rasa syukur dan meminta keselamatan hidup (berkah) melalui perantara
dayang, dayang desa adalah roh-roh yang menjaga desa. dapat di tarik kesimpulan
bersih desa adalah suatu selamatan dengan tujuan untuk memperoleh keselamatan.
Desa Blimbing merupakan desa bagian dari Kecamatan Klabang
kabupaten Bondowoso. Desa Blimbing merupakan desa yang bermayoritas
penduduk Madura dan beragama islam. Desa Blimbing tiap tahunnya selalu
melaksanakan bersih desa dengan beberapa selamatan untuk rasa syukur dan
menghormati leluhur, tak asing juga perlengkapan sesajen didalamnya juga cukup
beragam, yang memilki nilai religi bagi masyarakat Blimbing dengan
mempercayai adanya manfaat keberkahan baik untuk alam, rejeki, kesehatan dan
lain sebagainya. Nilai sosial juga terdapat dalam bersih desa tersebut yaitu
semangat gotong royong sebagai anggota warga desa, sebagai sarana untuk
bersilatur rahmi dengan sanak saudara dan tetangga.
Alasan penelitian yang pertama merupakan alasan obyektif, kenapa
penelitian ini dilakukan karena bersih desa dirasa memiliki nilai positif bagi
masyarkat untuk memberikan ciri yang khas bagi suatu masyarkat (label). Selain
memiliki nilai sosial budaya, bersih desa memiliki nilai tambah contohnya sebagai
seni pertujukan yang dalam pelaksanaannya terdapat berbagai hiburan, nilai
edukatif juga ada dalam bersih desa tersebut.
Alasan kedua merupakan alasan secara subyektif yaitu kenapa alasan ini
dilakukan di desa Blimbing, dikarenakan desa Blimbing masih tetap
mempertahankan budaya mereka contonya upacara bersih desa yang tetap kental
dan dilaksanakan tiap tahunnya. Penelitian ini dilakukan untuk melengkapi wisata
sejarah, pertunujukan seni budaya, dan kuliner yang didesa Blimbing.
7
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup masalah penelitian ini dimaksudkan untuk menghindari
penyimpangan urian dari permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti. Oleh
karena itu penelitian memberi batasan pembahasan yang akan penulis sajikan,
yaitu meliputi lingkup materi, spasial dan temporal.
Ruang lingkup materi dalam penelitian ini menitik beratkan pada
pembahasan yang berkaitan dengan eksistensi bersih desa Blimbing Kecamatan
Klabang kabupaten Bondowoso tahun 1965-2018, materi yang dimaksut adalah
keberadaan bersih desa yang dilakukan secara kontinue di desa Blimbing dengan
serangkaian selamatan, perlengkapan selamatan dan hiburan atau pertunjukkan.
Lingkup spasial atau tempat yang dikaji dalam penelitian ini adalah desa
Blimbing Kecamatan Klabang yang rutin melaksanakan bersih desa. Daerah
tersebut diharpakan memberikan informasi secara detail tentang informasi bersih
desa tersebut.
Lingkup temporal atau waktu dalam penelitian ini meliputi suatu ritual
atau acara selamatan yang dilakukan dalam masyarakat desa Blimbing. Ritual atau
selamatan ini dilakukan di lakukan tiap tahun dan menjadi acara rutin. Untuk
waktu secara spesifiknya dari tahun 1965-2018. Tahun 1965 merupakan tahun
acara bersih desa di rasa harus hati-hati agar tidak dianggap sebagai propaganda
peristiwa gerakan 30 September, pada tahun tersebut sesuatu yang berbau menarik
khalayak umum maka dianggap gerakan untuk menggerakkan masyarakat yang
mengancam keamanan dan tahun 2018 batas akhir penelitian yang diteliti.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan ruang lingkup sebelumnya, maka peneliti
mengeksistensi permasalahan yang akan dikaji di dalam skripsi ini diantaranya
sebagai berikut.
1) Bagaimana sejarah bersih desa Blimbing?
2) Bagaimana proses perubahan unsur-unsur dalam rangkain kegiatan bersih
desa Blimbing?
8
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang, ruang lingkup dan rumusan masalah
sebelumnya, maka tujuaan yang hendak dicapai dalam penelitian ini diantaranya
sebagai berikut.
1) Mengetahui dan mengkaji sejarah bersih desa Blimbing;
2) Mengetahui dan mengkaji proses perubahan unsur-unsur dalam rangkain
kegiatan bersih desa Blimbing;
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah.
1) Bagi peneliti, dapat mengamalkan ilmu yang didapat di Perguruan Tinggi
dengan melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Dharma
Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
2) Bagi pemerintah, diharpakan penelitian ini dapat dijadikan refrensi dalam
mengembangkan kebudayaan kabupaten Bondowoso lebih lanjut;
3) Bagi akademisi, diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan
dan pemahaman kajian sejarah, terutama mengenai keragaman
kebudayaan lokal disalah satu kota Indonesia.
9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Pada tinjuan pustaka ini memaparkan penelitian-penelitian terdahulu
(review) yang memiliki kesamaan atau hubungan dengan pembahasan eksistensi
bersih desa Blimbing Kecamatan Klabang kabupaten Bondowoso tahun 1965-
2018. Penelitian-penelitian terdahulu (review) meliputi laporan penelitian,
penelitian yang telah dibukukan, skripsi, maupun tesis. Pada bab 2 ini memiliki
fungsi untuk mengulas atau meninjau bahan-bahan pustaka yang memilki
relevansi atau hampir sama terhadap pokok materi penelitian. Dalam mereview
akan dikemukan apa kesamaan, perbedaan atau kekuarangan para peneliti
terdahulu dan apa yang masih perlu diteliti. Tujuan dari tahapan tersebut untuk
membuktikan keaslian penelitian yang dilakukan.
Artikel dengan judul “Tinjaun Filsafat Kebudayaan Terhadap Upacara
Adat Bersih-Desa di Desa Tawun, Kecamatan Kasreman, Kebupaten Ngawi,
Jawa Timur” oleh Sherly Cathrin (2017). Dalam penelitian tersebut bersih desa
merupakan pembersihan sendhang kolam alam yang dianggap keramat. Selain itu
sebagai bentuk rasa syukur pada tuhan dan hormat pada Ki Ageng Matawun
sebagai pendiri desa Tawun, roh Ki Ageng dianggap masih ada dan menjaga desa
tersebut. Bersih desa terbagi menjadi tiga prosesi yaitu: nyadran (membersihkan
makam), kedhuk beji (membersihkan sendhang), dan tayuban (tari). Metode yang
digunakan merupakan hermeneutik filosofis. Perbedaan dengan penelitian yang
hendak di lakukan merupakan fokus peneliti pada selamatan dan makanan serta
pertunjukkan yang ada di bersih desa Blimbing yang menjadi rangkain wajib dan
merupakan penelitian sejarah sedangkan yang direview merupakan penelitian
psikologi, untuk persamaannya pada acara bersih desa.
Jurnal penelitian dengan judul “Tradisi Upacara Bersih Desa Situs
Patirhan Dewi Sri di Desa Simbatan Weta, Kecamatan Nguntroronadi,
Kabupaten Magetan (Kajian Tentang Kesejarahan dan Fungsi Upacara)” oleh
Agil Pujo Jatmiko (2016). Jurnal tersebut memaparkan bersih desa dilakukan di
situs patirhan Dewi Sri yang merupakan bangunan klasik dianggap penting,
10
kenapa di banguan klasik tersebut karena masyarakat didesa tersebut bersyukur
melalui perantara Dewi Sri. Metode yang digunakan adalah metode kesejarahan.
Kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu bersih desa dan metode
sejarah, sedangkan perbedaanya terletak jurnal yang direview pada bangunan
klasik Dewi Sri sedangkan peneliti memfokuskan pada selamatan dan sesajen
serta pertunjukan yang menjadi rangkain satu kesatuan.
Jurnal penelitian dengan judul “Tayuban dan Tradisi Bersih Desa Di
Wonogiri (Studi Deskriptif Kualitatif pada Masyarakat Dusun Sambeng, Desa
Kepuhsari, Kecamatan Manyaran)” oleh Dara Marytisa, dkk (2015). Jurnal
tersebut menjelaskan tentang tayuban dan bersih desa di Wonogiri, tayuban
adalah sebuah tarian untuk sebagai bentuk terimaksih dan meminta keselamatan
setelah panen padi di desa tersebut. Dalam penelitian tersebut fokus yang dikaji
merupakan fungsi tayuban itu sendiri dalam bersih desa. Lebih jelasanya
fungsinya itu adalah sebagai solidaritas sosial desa tersebut, dengan wujud
solidaritas tersebut dalam tindakan-tindakan yang berbentuk bakti membersihkan
dusun, rewang, kenduri atau kondangan. Untuk yang tidak berpartisipasi maka
akan mendapatkan sanksi gunjingan dan teguruan masyarakat. Kesamaan jurnal
tersebut dengan peneltian yang hendak dilakukan sama-sama meneliti tentang
bersih desa, tapi fokus yang hendak dilakukan oleh peneliti fokus pada sesajen,
selamatan dan pertunjukkan dalam bersih desa Blimbing. Untuk penelitian yang
direview fokus pada tayuban atau kesenian tarinya.
Skripsi dengan judul “Partisipasi Masyrakat dalam Tradisi Bersih Desa
(Studi Kasus di Kampung Bibis Kulon, Kelurahan Gilingan, Kecamatan
Banjarsari, Surakarta) oleh Resty Adhitia (2009). Skripsi tersebut menjelasakan
tentang tradisi bersih desa dengan tujuan agar kehidupan desa tersebut
berlangsung seimbang (ucapan terima kasih pada maha kuasa). Dalam acara
bersih desa tersebut pertunjukkan wayang yang wajib ada atau menjadi syarat
wajibnya. Sedangkan bentuk partisipasnya berupa material atau uang, keterlibatan
fisik dengan mengurus sumur yang dianggap keramat, keterlibatan emosional dan
keterlibatan mental. Kesamaan dengan peneliti yaitu fokus kajian yang sama
tentang bersih desa, perbedaannya skripsi tersebut terfokus pada partisipasi
11
masyarakat Bibis Kulon dan merupakan kajian studi kasus, penelitian yang akan
dilakukan merupakan kajian sejarah dengan serangkaian unsur-unsur bersih desa
yang harus ada dan dilaksanakan di desa Blimbing.
Tesis dengan judul “Upacara Bersih Desa Tanjungsari di Dukuh Dlimas
Desa Dlimas Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten (Kajian Bentuk, Fungsi dan
Bentuk Makna Simbolik) oleh Teky Dwi Ana Sari (2006). Tesis tersebut
menjelaskan tentang pelaksaan bersih dari persiapan sampai pelaksaan cukup
meriah, selian itu juga memaparkan tentang fungsi bersih desa bagi desa
Tanjungsari, dalam ritual tersebut terdapat beberapa perlengkpan upacara yang
harus ada diantaranya sesaji yang memilki makna simbolik, sesaji tersebut: sega
wuduk beserta lalapan, ingkang, pisang, apem, kinang dan bunga-bungaan. Jadi
dalam bersih desa tersebut terdapat makanan yang disebut sesaji. Persamaan
dengan peneliti yaitu sama-sama dalam ritual bersih desa, perbedaanya peneliti
yang akan di lakukan dalam penelitian ini terfokus pada serangkain unsur bersih
desa sebagai bentuk kajian sejarah, sedangan yang direview sebagai kajian seni.
Berdasarkan uraian diatas maka posisi peneliti merupakan penelitian
terbarukan dan belum diteliti di kawasan Bondowoso khususnya di desa
Blimbing. Penelitian ini merupakan kajian sejarah dengan penelitian lapang dan
didukung sumber sekunder lainnya. Melihat laporan skripsi, tesis, jurnal
penelitian, laporan penelitian dan buku-buku dari review sebelumnya menjelaskan
tentang bersih desa yang memfokuskan beberapa aspek saja. Untuk penelitian
ditempat Blimbing sudah ada tapi dengan tema dan fokus yang berbeda misalnya
kesenian pertunjukannya. Untuk penelitian yang akan di lakukan merupakan
fokus pada bersih desa yang rutin dilaksanakan tiap tahun.
Kerangka pemikiran atau kerangka konseptual disusun oleh peneliti untuk
memberikan gambaran yang jelas atas permasalahan-permasalahan yang hendak
dikaji. Permasalahan yang telah dirumuskan untuk dikaji adalah tentang
pembahasan eksistensi bersih desa Blimbing Kecamatan Klabang kabupaten
Bondowoso tahun 1965-2018. Penelitian ini sebagai upaya memberikan informasi
pada khalayak umum tentang bersih desa Blimbing yang tetap eksis. Bersih desa
yang dilakukan memiliki nilai religi dan sosial, bahkan nilai edukatif juga ada di
12
bersih desa tersebut. Lebih-lebih nilai agama juga tidak luput dari simbolik makan
makanan yang menjadi sesajen dan selamatan yang menjadi rangkain satu
kesatuan.
Dalam penelitian ini penulis mengunakan teori evolusi sosial universal,
berdasarkan teori tersebut masyarakat dipandang secara umum mengalami
perekembangan dengan lambat (berevolusi), dari tingkat yang rendah dan
sederhana, ke tingkat lebih tinggi dan kompleks (Koentjaraningrat, 1987:31).
Konsep teori tersebut mendukung hasil observasi lapang yang dilakukan di desa
Blimbing dalam ritual bersih desa, berdasarkan pembahasan bab pendahuluan
latar belakang unsur-unsur dalam bersih desa mengalami perubahan-perubahan
menyesuaikan perkembangan zaman. Model teori yang digunakan evolusi sosial
universal Herbert Spencer, dengan konsep pertama berasal perubahan kebudayaan
itu sendiri misalnya asal mula religi yang berfungsi memberikan pedoman
keselamatan, kedua perubahan lingkungan manusia misalnya perubahan
kepercayaan animisme dan dinamisme kepada dewa-dewa, dan ketiga adanya
pengaruh dari luar berupa temuan (inovasi) misalnya timbulnya masyarakat
industri karena ditemukannya alat-alat modern (Koentjaraningrat, 1987:35-37).
Tema penelitian yang dikaji saat ini adalah sejarah kebudayaan lokal.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan pendekatan
antropologi budaya. Pendekatan antropologi adalah mengungkapkan nilai-nilai
yang mendasari perilaku tokoh sejarah, status dan gaya hidup, sistem kepercayaan
yang mendasar pola hidup dan lain sebagainya (Kartodirdjo, 1993:4). Alasan
menggunakan pendekatan tersebut karena tema yang diteliti merupakan
masyarakat, masyarakat menghasilakan kebudayaan dari pola interaksi mereka.
Penting kiranya pendekatan di terapkan dalam penelitian ini karena pendekatan
memberikan gambaran kita tentang mengenai suatu peristiwa sangat tergantung
pada pendekatan, ialah dari segi mana memandangnya, dimensi mana yang
diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkan, dan lain sebagainya
(Kartodirdjo, 1993:4). Dalam pendekatan antropologi adapun teknik-teknik yang
digunakan diantaranya; teknik pemetaan dan sensus, serta keterampilan-
keterampilan wawancara dan pengamatan (Keesing,1999:6).
13
14
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Prosedur Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian sejarah dengan fokus penelitian
kebudayaan lokal yang mengkaji eksistensi bersih desa Blimbing Kecamatan
Klabang kabupaten Bondowoso tahun 1965-2018. Sehingga metode penelitian
yang digunakan adalah metode penelitian sejarah. Metode sejarah menitik
beratkan pada proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan
peninggalan masa lampau yang menarik untuk diteliti. Adapun langkah-langkah
metode sejarah yaitu; pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi,
interpretasi, dan penulisan (Kuntowijoyo, 2013:69).
3.1.1 Pemilihan Topik
Pemilihan topik merupakan tahap pertama yang dilakukan peneliti, tahap
tersebut merupakan menentukan arah penelitian yang hendak diteliti. Berdasarkan
latar belakang pendidikan peneliti, penelitian merujuk pada dua pilihan
diantaranya; pendidikan dan kesejarahan. Peneliti memilih kesejarahan untuk
diangkat dan ditulis. Adapun dasar pemilihan topik menurut Kuntowijoyo
(2013:70) pertama kedekatan emosional, kedua kedekatan intelektual, dan ketiga
rencana penelitian.
Pemilihan topik tentang sejarah kebudayaan lokal dilakukan karena dirasa
mampu dilakukan, karena tempat penelitian yang dilakukan di kabupaten
Bondowoso desa Blimbing dengan mayoritas masyarakat berbahasa Madura.
Bahasa tersebut merupakan bahasa sehari-hari peneliti dalam berkomunikasi
dalam lingkungannya, dengan bahasa tersebut maka peneliti tidak begitu kesulitan
mencari sumber lisan (primer) dilapang. Selain kedekatan emosional yang di
sebutkan sebelumnya adapun kedekatan intelektual mengapa peneliti menulis
topik tersebut. Peneliti melihat berbagai selamatan dan makanan dalam kegiatan
bersih desa, selamatan dan makanan itu terdapat sesuatu yang unik. Salah satunya
kenapa bentuk, warna, dan penamaanya unik. Maka peneliti mencoba melihat
15
keunikan tersebut dimasyarakat yang memiliki arti tersediri. Setelah didapatkan
rumusan pemilihan topik maka dilakukan rencana penelitian, pertama
permasalahan kenapa penelitian itu pantas dilakukan. Maka peneliti melakukan
review pada sumber yang relevan. Ketiga terkait sumber yang hendak
dikumpulkan sebagai sumber maka peneliti mengunakan sumber primer dilapang
dengan cara wawancara (sumber lisan) didesa Blimbing, dan sumber sekunder
melalui kajian buku-buku dari tempat yang relevan lebih detailnya sumber
tersebut akan dibahas pada bab metodologi penelitian, dan terakhir garis besar
penelitian tersebut merupakan sejarah kebudayaan lokal yang dijelaskan dalam
bab pendahuluan di latar belakang.
3.1.2 Pengumpulan Sumber (Heuristik)
Sumber sejarah disebut juga data sejarah, data dari bahasa inggris datum
(bentuk tunggal) atau data (bentuk jamak); sedangkan bahasa latin disebut datum
berarti “pemberian” yang kemudian sumber tersebut harus sesuai diteliti
(Kuntowijoyo, 2013:73). Tahap ini merupakan tahap kedua setelah pemilihan
topik dari penelitian, tahap ini juga disebut tahap heruistik. Heuristik adalah
proses pengumpulan sumber informasi yang akan di peroleh dari lapang
(wawancara) ataupun buku, dokumen, artefak dan lain-lainnya yang akan
diproses dan diseleksi pada tahap berikutnya, apakah layak sumber informasi
yang didapat tersebut dijadikan sumber penelitian baik primer atau sekunder.
Heuristik berasal (dari bahasa Yunani “heurisken”) yang berarti mencari atau
menemukan, maksudnya mencari serta menemukan jejak-jejak sejarah (G.J.
Reiner, dalam karya IG Widja, dalam Sugiyanto, 2009:37-38).
Pada tahap ini peneliti mencari dan mengumpulkan sumber tertulis atau
dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Dokumen (dari bahasa latin docere,
yang berarti “mengajar”). Dokumen yang dimaksut berupa laporan dari acara
kegiatan misalnya laporan sebagai pertanggung jawaban acara dan lain
sebagainya. Selaian itu peneliti mengunakan artifact yang digunakan berupa foto,
foto yang dimaksut merupakan foto yang relevan dengan kajian yang diteliti, yaitu
berhubungan dengan bersih desa yang ada desa Blimbing. Baik diperpusatakaan
16
Univeristas Jember, perpustakaan daerah Bondowoso dan tempat yang
mendukung atau menyediakan informasi yang dibutuhkan. Selain mengumpulkan
dokumen dan artifact, peneliti juga melakukan wawancara sebagai sumber lisan
(Kuntowijoyo, 2013:74-76). Wawancara merupakan kegiatan menghimpun
bahan-bahan atau informasi disertai keterangan fakta dari narasumber. Untuk
narasumber yang menjadi kriterianya adalah tokoh agama atau pemuka adat,
sesepuh di masyarakat, masyarkat desa Blimbing yang bisa memberikan
keterangan yang dapat mendukung informasi.
3.1.3 Verifikasi (Kritik Sumber)
Setelah didapat sumber sejarah maka dilakukan verifikasi. Verifikasi itu
ada dua macam: autentisitas, atau keaslian sumber atau kritik ekstern, dan
kredibilitas, atau keabsaan dipercaya atau kritik intern (Kuntowijoyo, 2013:77).
Tahap ini bisa disebut juga kritik sumber, tahap kritik adalah menilai, menguji,
atau menyeleksi sumber atau jejak yang benar dalam arti benar-benar diperlukan,
benar-benar asli (autentik) serta benar-benar mengadung informasi relevan dengan
subyek atau cerita sejarah yang hendak disusun (Sugiyanto, 2009:39). Pada tahap
ini peneliti dituntun untuk tidak percaya secara seratus persen tentang informasi
yang didapat, kunci keberhasilan penelitian terkait sumber berada di tahap ini
peneliti harus bekerja ekstra dalam menentukan dan menyeleksi sumber agar tidak
terjadi kesalahan di kemudian hari.
Untuk kritik sumber ekstern pada sumber dokumen dan artifact maka
dilakukan pengecekan tampilan sumber apakah mendukung untuk dijadikan
sumber misalnya cara penulisan, warna kertas dan tempat dari mana sumber
didapat asalnya. Kritik intern yaitu membaca isi informasi yang ada sumber yang
didapat selain itu melakukan pengecekan tahun terbit, tulisan serta pengarang.
Selain sumber dokumen dan artifact, maka dilakukan kritik sumber pada
saat wawancara. Kritik ekstern yaitu melakukan penilaian pada narasumber
tentang biografinya, gestur atau mimik muka saat dilakukan wawancara. Untuk
intern yaitu melakukan penganalisis dari informasi yang didapat setelah
perekaman dan pencatatan saat interview.
17
3.1.4 Interpretasi
Tahap keempat adalah interpretasi, interpretasi atau penafsiran sering
disebut biang subjektivitas. Itu sebagaian benar, tetapi sebagaian salah. Benar,
karena tanpa penafsiran sejarawan, data tidak bisa bicara. Tahap interpretasi
terbagi menjadi dua macam, yaitu analisis dan sintesis (Kuntowijoyo, 2013:78).
Analisis merupakan suatu tahap menguraikan dari sumber yang telah lolos tahap
verifikasi, dari tahap analisi tersebut maka didapatkan fakta-fakta. Setelah analisis
maka dilanjutkan sintesis yang berarti menyatukan fakta-fakta yang didapat.
Tidak semua fakta dapat dimasukkan, dipilih mana yang relevan dan mana tidak
relevan (Sugiyanto, 2009:42). Pada tahan ini jelas dari fakta-fakta yang didapat di
lakukan pengolahan, penggabungan dengan informasi penunjang lainnya seperti
dokumen atau artifact.
3.1.5 Penulisan (Historiografi)
Pada tahap kelima ini merupakan tahap terakhir dalam penelitian, pada
tahap ini maka di dirangkailah fakta-fakta tersebut dengan imajinasi peneliti untuk
didapatkan suatu tulisan yang mengkisahkan informasi yang mengandung fakta
kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan. Kemahiran peneliti dalam
berbahasa dan imajinasi dituangkan tetapi tidak merusak fakta itu sendiri,
melaikan fakta tersebut dapat semakin kuat keberadaanya. Dengan memberikan
serialisasi (cara-cara membuat urut-urutan peristiwa), kronologi (urut-urutan
waktunya), kausasi (hubungan sebab akibat) (Sugiyanto, 2009:43).
3.2 Sumber Sejarah
Sumber-sumber tulisan dan lisan dibagi atas dua jenis: sumber primer dan
sekunder. Sebuah sumber primer adalah kesaksian dari saksi mata kepala sendiri
atau saksi dengan pancaindra yang lain, atau dengan alat mekanis seperti
diktaffon, yakni orang atau alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakannya
(saksi pandangan mata). Sumber sekunder merupakan kesaksian daripada
siapapun yang bukan merupakan saksi pandangan mata, yakni dari seseorang
yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkannya. Karenan itu sumber primer
18
dengan demikian harus dihasilkan oleh orang yang sejaman dengan peristiwa
yang dikisahkan (Gottschalk, 1986:35).
Sumber primer yang menjadi sumber utama dalam penelitian ini adalah
warga atau masyarakat desa Blimbing dengan tiga klasifikasi diantaranya: a)
Tokoh agama yang memimpin upacara selamatan bersih desa atau tokoh pemuka
adat, b) sesepuh yang dianggap penting dan paham mengenai seluk beluk
masyarakat di wilayah tersebut, dan c) masyarkat yang utamanya sudah lanjut usia
dan paham mengenai seluk beluk budaya didesa Blimbing. Ketiga jenis
narasumber tersebut dirasa mendukung memberikan informasi yang berupa fakta
yang dibutuhkan. Selain itu juga melakukan analisis artefak berupa foto utamanya
dengan memahami gambar tersebut setelah itu menginterpretasiakan gambar yang
ada difoto tersebut, artefak tersebut bisa didapat di dinas-dinas kabupaten
Bondowoso dan daerah. Alasan pentinganya tiga narasumber tersebut karena
sumber-sumber primer maupun sekunder sangat penting bagi sejarwan, karena
mengandung unsur-unsur primer (atau setidak-tidaknya menyarankan untuk
petunjuk-petunjuk kepada unsur-unsur primer). Unsur-unsur yang disampaikan
dapat dipercaya bukanlah karena buku atau artikel atau laporan yang
mengandungnya, melainkan karena yang dikisahannya dapat dipercaya sebagai
saksi dari pada unsur-unsur tersebut (Gottscalk, 1986:37-38).
Sumber sekunder dalam penelitian ini merupakan sumber penunjang
informasi yang didapat atau dengan kata lain melengakapi keruntutan informasi
yang didapat dilapang. Sumber tersebut diantaranya, penelitian terdahulu berupa
skripsi, jurnal penelitian, laporan penelitian dan buku-buku yang relevan dengan
judul penelitian yang dilakukan. Untuk cara mendapatkan sumber-sumber tersebut
dengan mencari ke tempat-tempat diantarnya: perpustakaan Universitas Jember,
taman baca Prof Ayu, perpustakaan atau arsip di kabupaten Bondowoso, koleksi
pribadi penulis baik buku atau file dan sumber-sumber online berupa jurnal-jurnal
yang relevan dengan kajian tersebut.
Secara sistematis penyajian karya tulis ini terdapat 6 bab. Bab 1
merupakan pendahuluan yang memaparkan tentang latar belakang permasalahan
penelitian pada bagian ini dijelaskan pemilihan judul “eksistensi bersih desa
19
Blimbing Kecamatan Klabang kabupaten Bondowoso tahun 1965-2018”,
selanjutnya penegasan judul untuk menghindari kesalahan pemahaman judul,
ruang lingkup masalah dalam penelitian tersebut, rumusan masalah yang hendak
dicapai dalam penelitian, tujuan dalam penelitian dan manfaatnya. Bab 2
memaparkan tentang tinjuan pustaka berupa review terhadap penelitian terdahulu
yang hampir sama dengan penelitian yang akan dilaksanakan, posisi peneliti,
pendekatan dan teori yang digunakan dalam penelitian, dan terakhir kerangka
berfikir. Bab 3 memaparkan tentang metode penelitian sejarah meliputi pemilihan
topik, heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.
Bab 4 memaparkan tentang pengantar baik berupa demografi baik secara
jumlah penduduk, pendidikan, pekerjaan, agama desa Blimbing. Setelah itu
sejarah bersih desa Blimbing, bab 5 memaparkan tentang proses perubahan unsur-
unsur dalam rangkain kegiatan bersih desa Blimbing serta makna religi dan sosial
dari unsur-unsur rangkain kegiatan tersebut, dan terakhir bab 6 kesimpulan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2007. Analisis Eksistensial Sebuah Pendekatan Alternatif Untuk
Psikologi Dan Psikiatri. Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA.
Adhitia, R. 2009. Partisipasi Masyrakat Dalam Tradisi Bersih Desa (Studi Kasus
Di Kampung Bibis Kulon, Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari,
Surakarta). Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Ahadrian, A., dkk. 2015. Mozaik Seni dan Budaya Indonesia: Ritus dan Siklus
Kehidupan di Indoensia. Yogyakarta: PT Citra Aji Parama.
Cathrin, S. 2017. Tinjaun Filsafat Kebudayaan Terhadap Upacara Adat Bersih-
Desa di Desa Tawun. Artikel. Jakarta: Universitas Mercu Buana.
Danandjaja, J. 1984. Folklor Indonesia. Jakarta: PT Grafiti Pers.
Gottschalk, L. 1986. Mengerti Sejarah. Terjemahan Nugroho Notosusanto Dari
Understanding Hitory: A Primer Of Historical Method. Jakarta: UI Press.
Jatmiko, A., P. 2016. Tradisi Upacara Bersih Desa Situs Patirhan Dewi Sri di
Desa Simbatan Weta, Kecamatan Nguntroronadi, Kabupaten Magetan
(Kajian Tentang Kesejarahan dan Fungsi Upacara). Avatar, E-Journal
Pendidikan Sejarah. Volume 4, No. 2.:578-592
Juniawan, O, F. 2016. Mitos Asal-Usul Ritual Ojhung Dalam Upacara Adat
Ghadhisa Masyarakat Desa Blimbingan Kecamatan Klabang Bondowoso.
Skripsi. Jember: Univeritas Jember.
Kartodirdjo, S. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Keesing, R., M. 1999. Antropologi Budaya. Terjemahan Samuel Gunawan Dari
Cultural Anthropology. Jakarta: Erlangga.
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: Univeritas Indonesia
(UI-Press).
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT RINEKA
CIPTA.
Koentjaraningrat. 2015. Kebudyaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Maytisa, D., dkk. 2015. Tayuban Dan Tradisi Berish Desa Di Wonogiri (Studi
Deskriptif Pada Masyarakat Dusun Sambeng, Desa Kepuhsari, Kecamatan
Manyaran). Jurnal Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
21
Meinarno, E A., Dkk. 2011. Manusia Dalam Kebudayaan Dan Masyarkat:
Pandangan Antropologi Dan Sosiologi. Jakarta: Salemba Humanika.
Nawiyanto, dkk. 2016. Pangan, Makan, Dan Ketahanan Pangan: Konsepsi Etnis
Jawa dan Madura. Yogyakarta: GALANGPRESS.
Peursen, C., A., V. 1976. Straegie Van De Cultuur. Amsterdam: Elesevier.
diterjemahkan oleh Hartoko, D. 1796. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta:
Yayasan Kanisius.
Pusaka Jawatimuran. 2013. Singo Ulung Bondowoso.
http://jawatimuran.net/2013/06/12/singo-ulung-tradisi-
kabupatenbondowoso/ [diakses tanggal 26 april 2018]
Sari, T., D., A. 2006. Upacara Bersih Desa Tanjungsari Di Dukuh Dlimas Desa
Dlimas Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten (Kajian Bentuk, Fungsi Dan
Bentuk Makna Simbolik). Tesis. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Sugiyanto. 2009. Pengantar Ilmu Sejarah. Jember: Universitas Jember.
Univeristas Jember. 2016. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jember: Badan
Penerbit Universitas Jember.
Wikipedia. 2018. Pengertian bersih desa.
https://id.wikipedia.org/wiki/Bersih_Desa. [diakses 15 Mei 2018].
Wikipedia. 2018. Pengertian Eksistensi. https://id.wikipedia.org/wiki/Eksistensi
[diakses 15 Mei 2018].
22
LAMPIRAN
A. Lampiran Metrik Penelitian
23
B. Lampiran Pedoman Wawancara
Badan pusat statistik kabupaten Bondowoso.
1. Untuk jumlah penduduk kabupaten Bondowoso tahun sekarang berapa?
2. Untuk jumlah penduduk dilihat dari pendidikan, pekerjaan serta agama
berapa?
Badan pusat statistik kecamatan Klabang.
1. Kecamatan Klabang terbagai menjadi berapa desa?
2. Untuk jumlah penduduk desa Blimbing tahun sekarang berapa?
3. Untuk jumlah penduduk dilihat dari pendidikan, pekerjaan serta agama
berapa?
Desa Blimbing (pemuka adat).
1. Bisakah bapak menceritakan sejarah desa Blimbing?
2. Bisakah bapak menceritakan sejarah bersih desa Blimbing?
3. Apa saja prosesi bersih desa Blimbing?
4. Kenapa harus tanggal 13, 14 dan 15 syakban pelaksanaannya?
5. Apa saja selamatan dalam bersih desa, tolong jelaskan?
6. Apa makna atau arti dari selamatan-selamatan tersebut?
7. Doa yang digunakan secara?
8. Apa saja sesajen yang wajib ada dalam bersih desa?
9. Apa makna atau arti dari sesajen tersebut?
10. Cara mendapatkan, mengolah, dan penyajiannya sesajen?
11. Apa saja pertunjukkan yang harus ada dalam bersih desa?
12. Apa arti atau makna dari masing-masing pertunjukkan?
13. Kenapa harus urutan bersih desa didesa Blimbing berbeda dengan didesa
karang sengon?
14. Manfaat apa saja yang didapat bagi masyarakat setelah melakukan bersih
desa, sosial dan agama?
24
15. Apa dampaknya bila tidak melakukan bersih desa atau persyaratan untuk
bersih desa itu kurang?
16. Adakah pantangan-pantangan dalam bersih desa?
17. Adakah perubahan-perubahan dalam bersih desa, sejak kapan?
18. Dari perubahan apakah menimbulkan permasalahan?
19. Unsur-unsur bersih desa apakah dapat dilakukan diluar selamatan bersih
desa?
20. Bagi yang tidak pro aktif dalam pelaksaan bersih desa, adakah sanksi yang
didapat?
21. Bagaimana pelaksanaan bersih desa pada tahun 1965, pada masa peristiwa
30 september?
22. Apa saja sumbangan masyarakat dalam bersih desa?
25
C. Lampiran Foto Kegiatan
Selamatan sanggar
Selamatan tanian (halaman rumah)
Selamatan tanian (halaman rumah) warga
26
Selamatan naggar olbek
Permainan rakyat (tradisional) ngarju katta (sodok kendi)
Pertunjukkan singo ulung
27
Pertunjukkan topeng kona
Pertunjukkan ojhung