Transcript
Page 1: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

1

PENGELOLAAN TANAH PECATU DESA DI KABUPATEN LOMBOK

TENGAH SETELAH PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI

KELURAHAN

(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan Mazhab

Sejarah)

a. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Kebijakan Pemerintah Daerah yang paling sering

menyisakan permasalahan adalah kebijakan untuk merubah

status desa menjadi kelurahan karena terhadap hal ini akan

berkaitan dengan keberadaan aset desa antara lain berupa

tanah kas desa (tanah pecatu desa)1 yang cenderung

menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah

dengan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat

setempat, mengingat kenyataannya pada waktu ini di banyak

daerah masih terdapat tanah-tanah dalam lingkungan

masyarakat hukum adat yang pengurusan, penguasaan dan

penggunaannya didasarkan pada ketentuan hukum adat.

Dengan demikian, kebijakan tersebut haruslah

1Tanah pecatu desa merupakan tanah jabatan bagi pamong desa (kepala desa dan pembantu-pembantunya) dimaksudkan sebagai sumber penghasilan dalam rangka menjalankan tugas-tugas pemerintahan di desanya masing-masing. Dalam tesis Masri Maulana, kedudukan dan fungsi tanah pecatu desa di Kabupaten Lombok Tengah persepektif hukum pertanahan nasional, Universitas Mataram Tahun 2011, hal. 7

Page 2: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

2

memperhatikan dan menghargai kesatuan-kesatuan

masyarakat hukum adat2 yang hidup.

Berangkat dari uraian di atas, paling tidak ada tiga

alasan dalam penelitian ini perlu dilaksanakan. Pertama,

kebijakan Pemerintah Daerah dalam merubah status desa

menjadi kelurahan masih dirasakan belum memberikan

kepastian dalam rangka untuk melindungi dan menghormati

nilai-nilai budaya dan adat istiadat serta hak-hak masyarakat

hukum adat khususnya bagi eksistensi tanah pecatu desa

yang diyakininya sebagai hak komunal masyarakat adat atas

tanah.

Hak-hak masyarakat adat dalam konteks ini adalah:

“hak kolektif sebagai masyarakat hukum adat sebagai komunitas antropologis, masyarakat hukum adat yang mempunyai hak kolektif, yang diperlukannya maupun untuk membangun dan mengembangkan potensi kemanusiaan warganya untuk mencapai taraf kesejahteraan yang lebih tinggi, terutama hak atas tanah ulayat”.3

2 Masyarakat hukum adat atau istilah lain yang sejenis seperti masyarakat adat atau masyarakat tradisional atau The Indigenous people adalah suatu komunitas antropologis yang bersifat homogen dan secara berkelanjutan mendiami suatu wilayah tertentu, mempunyai hubungan historis dan mistis dengan sejarah masa lampau mereka, merasa dirinya dan dipandang oleh pihak luar sebagai berasal satu nenek moyang yang sama dan mempunyai identitas dan budaya yang khas yang ingin mereka pelihara dan lestarikan untuk kurun sejarah selanjutnya, serta tidak mempunyai posisi dominan dalam struktur dan sistem politik yang ada. dikutip dari Himpunan Dokumen Peringatan Hari Internasional Masyarakat Hukum Adat Sedunia, Mewujudkan Hak Konstitusional Masyarakat Hukum Adat, tanggal 9 Agustus 2006, Jakarta, Komnas HAM press, September 2006, hal. 9. (Masyarakat hukum adat dan masyarakat adat atau the indigenous people dalam tulisan ini akan digunakan secara bergantian untuk menunjuk pada subjek yang sama)

3 Ibid. hal. 10

Page 3: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

3

Perubahan desa menjadi kelurahan selalu dipersepsikan

sebagai bagian dari bentuk pembangunan dan peningkatan

kualitas hidup masyarakat, walaupun secara tegas dalam

ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 pasal

5 ayat (1) secara eksplisit berbunyi “desa dapat diubah atau

disesuaikan statusnya menjadi kelurahan berdasarkan

prakarsa pemerintah desa bersama BPD dengan

memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat”.4

Namun dalam menjalankan kewenangan tersebut pemerintah

daerah wajib mengakui dan menghormati asal usul, adat

isitiadat dan social budaya masyarakat setempat karena

terhadap perubahan tersebut akan berimplikasi kepada

kekayaan desa akan beralih menjadi kekayaan daerah yang

dikelola oleh kelurahan sebagaimana di tentukan dalam pasal

6 ayat (1). Kekayaan desa sebagaimana disebutkan tadi

termasuk didalamnya adalah tanah pecatu desa

Kewenangan ini juga sering dimaknai sebagai usaha

yang seluas-luasnya kepada daerah untuk mengembangkan

daerahnya dengan kebijakan sendiri sesuai kebutuhan dan

aspirasi masyarakat setempat dengan pelibatan secara aktif

masyarakat adat dan penduduk setempat sebagai pihak yang

paling berkepentingan dalam pembuatan kebijakan

4 PP 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587)

Page 4: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

4

pemerintah daerah. Dalam konteks kebijakan perubahan desa

menjadi kelurahan tentunya pemerintah daerah harus

memperhatikan dasar filosofis, yuridis dan sosiologis

manakala kebijakan tersebut terbentuk dalam sebuah produk

hukum5.

Dasar filosofis dimaksudkan menjadi dasar cita-cita

hukum ideal sewaktu menuangkan suatu masalah ke dalam

peraturan perundang-undangan. Dasar filosofis sangat

penting untuk menghindari pertentangan peraturan

perundang-undangan yang disusun dengan nilai-nilai yang

hakiki dan luhur di tengah-tengah masyarakat, misalnya etika,

adat, agama dan lain-lain. Kemudian dasar yuridis merupakan

ketentuan hukum yang menjadi dasar bagi pembuatan

peraturan perundang-undangan. Dasar yuridis ini sangat

penting untuk memberikan pijakan pengaturan suatu

peraturan perundang-undangan agar tidak terjadi konflik

hukum atau pertentangan hukum dengan peraturan

perundang-undangan di atasnya. Sedangkan dasar sosiologis

mengkaji realitas masyarakat yang meliputi kebutuhan hukum

masyarakat, aspek sosial ekonomi dan nilai-nilai yang hidup

dan berkembang (rasa keadilan masyarakat). Hal ini

5 Produk hukum dimaksud dalam tulisan ini adalah peraturan perundangan-undangan yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati.

Page 5: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

5

dimaksudkan untuk menghindari tercerabutnya peraturan

perundang-undangan yang dibuat dari akar-akar sosialnya di

masyarakat. Banyaknya peraturan perundang-undangan yang

setelah diundangkan kemudian ditolak oleh masyarakat,

merupakan cerminan peraturan perundang-undangan yang

tidak memiliki akar sosial yang kuat.

Kedua, implikasi perubahan desa menjadi kelurahan

terhadap budaya hukum masyarakat dan adat istiadat

cenderng diabaikan bahkan dipandang hanya sebagai dampak

sederhana dari sebuah kebijakan, padahal apabila

mencermati masyarakat desa masih diidentifikasi sebagai

masyarakat yang masih mempertahankan tatanan lama,

tradisi dan adat istiadatnya manakala berubah menjadi

kelurahan cenderung hal-hal yang dipertahankan tadi akan

berangsur-angsur hilang.

Hal ini memperlihatkan bahwa bagaimana hukum

Negara mengalami konflik dengan hukum lokal dan ancaman

bagi keberlangsungan nilai-nilai budaya masyarakat serta

kecenderunannya adalah seringkali kehadiran hukum Negara

menggerus tatanan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Disini hukum Negara masih melihat masyarakat sebagai objek

pengaturan hukum oleh karena hukum yang dibentuk

didasarkan pada kepentingan Negara semata yang

Page 6: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

6

mengabaikan kepentingan masyarakat. Penghalusan dari

sociological jurisprudence yang dipopulerkan oleh Mochtar

Kusumatmaja bagaimana hukum itu merekayasa

(engineering) masyarakat ternyata memaksa prilaku

masyarakat untuk diubah melalui rekayasa social yakni

melalui hukum Negara masih belum mampu memberikan

penyelesaian yang memadai. Namun apakah rekayasa

(engineering) tersebut akan memliki nilai baik bagi

masyarakat.

Ketiga, pengelolaan tanah pecatu desa setelah berubah

menjadi kelurahan belum memiliki dasar pengaturan yang

jelas dalam peraturan perundang-undangan serta belum

adanya kesamaan persepsi tentang tanah pecatu desa baik

sumber-sumber tanah pecatu maupun dalam hal

pengelolaannya. Disini perlu dilakukan penelitian dan

penentuan masih adanya tanah pecatu dengan mengikut

sertakan pakar-pakar hukum adat, masyarakat hukum adat

yang ada.

Apabila dilihat dari sumbernya paling tidak tanah

pecatu itu bersumber dari , pertama Tanah Pecatu Pusaka

berasal dari tanah pusaka milik pekasih pamong desa sendiri,

dijadikan tanah pecatu dengan maksud untuk menghindar

dari pajak. Kedua Tanah Pecatu Medar dapat berasal dari

Page 7: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

7

tanah Negara yang dijadikan tanah pecatu, pembelian tanah

rakyat oleh pemerintah, dan dapat pula berasal dari

pembelian anggota masyarakat dalam lingkungan desa

tersebut. 6

Konsepsi terhadap tanah pecatu yang demikian belum

jelas akan berpengaruh pada cara penanganan

permasalahanya oleh karenanya pertanyaan mendasar yang

sering dilontarkan adalah apakah tanah pecatu dapat

dipersamakan dengan tanah ulayat7, terhadap pertanyaan ini

paling tidak akan dapat mengurai dasar pengaturan tanah

pecatu itu sendiri.

Bilamana mencermati konsepsi perlindungan hak

ulayat yang sudah diatur dalam pasal 18B ayat (2) UUD 1945

yang menyatakan bahwa:

6 Direktorat Agraria Provinsi Nusa Tenggara Barat, Dokumen Tanah Pecatu: Data Inventarisasi Tanah Pecatu di seluruh Wilayah provinsi Nusa Tenggara Barat, 1979. Hal. 1.

7 Tanah ulayat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu. Rumusan ini dikutip dari ketentuan Peraturan Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, pasal 1 ayat (2). Sedangkan hak ulayat merupakan kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi keberlangsungan hidup dan kehidupannya yang timbul dari hubungan lahiriah dan bathiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat dengan wilayah yang bersangkutan. Hak ulayat disini merupakan sebutan yang dikenal dalam kepustakaan hukum adat dan dikalangan masyarakat hukum adat diberbagai daerah dikenal dengan nama yang berbeda-beda, merupakan hak penguasaan yang tertinggi dalam hukum adat. Dikutip dari buku Hukum Agraria Indonesia, Budi Harsono, Djambatan, Jakarta Edisi 2004 hal. 62

Page 8: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

8

“negara mengakui dan menghormati kesatuan–kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang”8

Secara konstitusional UUD 1945 memberikan jaminan

dan memperkuat eksistensi hukum adat bagi

keberlangsungan kehidupan masyarakat adat. Selanjutnya

dalam pasal 3 UUPA secara tegas memberikan pengakuan

bahwa pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa

dengan itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat,

sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus

sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan

nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan dan

kesatuan bangsa serta tidak bertentangan dengan Undang-

Undang dan Peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi9.

Penelitian ini lebih memfokuskan diri pada pengelolaan

tanah pecatu desa di Kabupaten Lombok Tengah setelah desa

berubah menjadi kelurahan. Penulis akan melakukan analisa

terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,

konsepsional, soisologis dan sejarah tanah pecatu desa di

Kabupaten Lombok Tengah.

8 UUD 1945, Pasal 18b ayat (2)9 Achmad Sodiki & Yanis Maladi, Politik Hukum Agraria, cetakan I, Mahkota Kata, 2009, Jogjakarta, Hal 188

Page 9: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

9

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Masri Maulana tentang tanah pecatu desa dimana

permasalahan penelitiannya adalah pertama, Bagaimanakah

kedudukan dan fungsi tanah pecatu desa di Kabupaten

Lombok Tengah dalam pelaksanaan otonomi daerah. Kedua,

Bagaimanakah dasar pengaturannya secara yuridis tentang

tanah pecatu desa dalam perspektif hukum pertanahan

nasional. Ketiga, Apakah yang menjadi faktor penghambat

dan pendukung dalam penataan/pengelolaan tanah pecatu di

Kabupaten Lombok Tengah.

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Masri Maulana pada objek penelitian yakni Tanah Pecatu Desa

di Kabupeten Lombok Tengah. Namun perbedaan mendasar

adalah penelitian sebelumnya menekankan pada Kedudukan

dan Fungsi Tanah Pecatu Desa di Kabupaten Lombok Tengah

Perspektif Hukum Pertanahan Nasional. Sedangkan penelitian

ini lebih fokus pada pengelolaan tanah pecatu desa di

Kabupaten Lombok Tengah setelah desa berubah menjadi

kelurahan. Perbedaan yang lain, penelitian ini tidak hanya

menjelaskan fakta apa adanya melainkan juga merefleksikan

teori sociological jurisprudence dan mazhab sejarah,

kaitannya dengan perubahan status desa menjadi kelurahan.

b. RUMUSAN MASALAH

Page 10: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

10

Berdasarkan uraian pemikiran di atas untuk lebih fokus

dalam penulisan ini akan dirumuskan permasalahan sebagai

berikut:

1. Apakah dasar pertimbangan perubahan status desa

menjadi kelurahan?

2. Bagaimanakah implikasinya terhadap budaya hukum

masyarakat?

3. Bagaimanakah pengelolaan hak-hak asli desa tanah pecatu

di Kabupaten Lombok Tengah setelah perubahan status

desa menjadi kelurahan?

c. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

a. Memperoleh data konkrit tentang dasar pertimbangan

Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah dalam

kebijakan perubahan status desa menjadi kelurahan.

b. Mengungkapkan bagaimana implikasi perubahan status

desa menjadi kelurahan terhadap budaya hukum

masyarakat.

c. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan hak-hak asli

desa tanah pecatu di Kabupaten Lombok Tengah

setelah perubahan status desa menjadi kelurahan.

2. Manfaat Penelitian

Page 11: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

11

a. Sebagai masukan baik secara teoritis maupun secara

praktis bagi kalangan perguruan tinggi, khususnya

Fakultas Hukum dalam rangka pengembangan ilmu

hukum, penyuluhan hukum dan pelayanan hukum bagi

masyarakat.

b. Sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah dalam

rangka pembinaan dan pembentukan peraturan

perundang-undangan dalam bidang Pertanahaan

khususnya terkait dengan Tanah Pecatu.

d. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Adanya pembatasan ruang lingkup dari penelitian ini untuk

menjaga agar penelitian ini tidak menyimpang dari pokok

permasalahan yang diangkat dengan demikian bahwa

penilitian ini akan memfokuskan diri pada permasalahan

bagaimana pengelolaan tanah pecatu desa setelah

perubahan status desa menjadi kelurahan, dimana peneliti

akan melakukan studi lapangan di Kabupaten Lombok

Tengah Nusa Tenggara Barat.

e. KERANGKA TEORI

Perubahan status desa menjadi kelurahan yang

berimpilikasi pada eksistensi pengelolaan tanah pecatu

mempunyai akar teori yang saling berselisih (the battle of

Page 12: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

12

theory) yakni Teori Sociological Jurisprudence dan Mazhab

Sejarah.  Teori Sociological Jurisprudence menekankan pada

modernisasi, sedangkan Mazhab Sejarah cenderung

mempertahankan tatanan lama.   

1. Teori sociological Jurisprudence

Di Indonesia, ajaran Sociological Jurisprudence selalu

dihubungkan dengan "law as a tool of social engineering".

Istilah "law as a tool of social engineering"  selalu

diidentikkan dengan mantan Dekan Harvard Law School,

Roscoe Pound, dengan merujuk pada buku karya

monumentalnya yang berjudul: “Jurisprudence”. Istilah

"law as a tool of social engineering" pertama kalinya di

tahun 1970-an, diperkenalkan di Indonesia oleh alumni

Harvard Law School, Mochtar Kusumaatmadja. Mochtar

Kusumaatmadja menerjemahkan "Law as a tool of social

engineering" = hukum sebagai rekayasa sosial,

memberikan pemahaman bahwa penggunaan hukum

sebagai "rekayasa sosial", bersifat "top down", yaitu semua

pembuatan dan kebijakan hukum harus berasal dari

pemerintah, bukan bersifat "bottom up".

Roscoe Pound dalam bukunya “Jurisprudence”

memang sama sekali tidak pernah menggunakan istilah

"law as a tool of social engineering" dan di dalam indeks

Page 13: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

13

buku itu sama sekali tidak ditemukan satupun tema "law as

a tool of social engineering." Namun bagi yang

menafsirkan ajaran Rosoe Pound sebagai “law as a tool of

social engineering” juga tidak keliru karena jantung ajaran

Pound adalah bagaimana mendayagunakan hukum

sebagai alat rekayasa sosial10.

Bagi Pound,  ilmu hukum kurang lebih sama dengan

teknologi, karena itu analogi “engineering” dapat

diterapkan pada masalah hukum dan sosial, sebagaimana

dikatakan Pound:

“Ukuran ini praktis ditemukan (dan lama telah ditemukan pada kenyataannya, meskipun tidak dalam teori) dalam sebuah ide dari rekayasa sosial, dengan menggunakan "rekayasa"dalam arti yang digunakan oleh para insinyur industri. Hal ini ditemukan dalam sebuah ide memberikan keamanan yang paling lengkap dan pengaruh skema seluruh tuntutan atau harapan manusia …. dengan sedikit pengorbanan dari skema secara keseluruhan, sedikit friksi, dan sedikit kemubasiran. Hal ini ….adalah masalah dari semua ilmu-ilmu sosial. Dalam sociological jurisprudence kita memperlakukannya sebagai masalah khusus mencapai pengakuan dan perlindungan dari skema harapan manusia dengan alat tatanan hukum, dengan alat kaidah yang dibentuk dari ajaran, teknik pengembangan dan penerapan (social engineering) dan cita-cita yang diterima dalam cahaya yang mereka kembangkan dan terapkan, dan melalui proses peradilan dan administrasi”.11

10 Roscoe Pound, Jurisprudence, Volume I, New Jersey: The Lawbook Excange, 2000, hal 346-347 mengutip Widodo Dwi Putro, Kritik Terhadap Posistivisme Hukum, Genta Publishing 2011

11 ibid

Page 14: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

14

Social engineering, menurut Pound, dapat

diefektifkan dalam proses yudisial dan administratif.

Karena itu, bagi penganut sociological jurisprudence,

sangat penting mencermati sejauh mana putusan-putusan

hakim/administrasi berpengaruh positif bagi masyarakat.

Tetapi Mochtar menyadari bahwa Indonesia yang

mengikuti tradisi Civil Law, peranan perundang-undangan

dalam proses ”social engineering”  lebih menonjol jika

dibandingkan dengan Amerika Serikat yang lebih

mengandalkan “the judge made law”. Terlebih lagi,

pengaruh Positivisme Hukum klasik sangat kuat mengakar

di Indonesia. Social engineering kemudian lebih

mengandalkan pembentukan hukum melalui pembuatan

peraturan perundang-undangan.

Pemikiran dari inti mazhab sociological Jurisprudence

berkembang pesat di Amerika dimana melihat hukum itu

mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Ruh dari mazahab ini adalah hukum yang baik adalah

hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di dalam

masyarakat12.

Teori yang dipopulerkan oleh Roscue Pound ini

mengetengahkan pentingnya living law hukum yang hidup

12 Lili Rasjidi & Ira Tania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, cetakan x, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, Halaman 66

Page 15: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

15

didalam masyarakat dalam proses lahirnya teori ini

merupakan suatu sintese dari tesenya yaitu positivisme

hukum dan anti tesisnya mashab sejarah.13

Dalam pandangan Rosceou Pound akal dan

pengalaman sangat penting karena hanya hukum yang

sanggup menghadapi ujian akal dapat hidup terus dimana

hukum-hukum yang kekal adalah pernyataan akal yang

berdiri di atas pengalaman yang diuji dengan pengalaman,

pengalaman dikembangkan oleh akal dan akal di uji oleh

pengalaman. Tidak ada sesuatu yang dapat bertahan

sendiri di dalam sistem hukum . hukum adalam

pengalaman yang diuji oleh akal yang diumumkan dengan

wibawa oleh badan-badan yang membuat undang-undang

atau mengesahkan undang-undang dalam masyarakat

yang berorganisasi politik dan dibantu oleh kekuasaan

masyarakat itu14

2. Teori mazhab sejarah

Inti ajaran dari Von Savigny bahwa hukum itu tidak

dibuat melainkan tubuh bersama dengan masyarakat (das

recht wird nicht gemacht, est ist und wird mit dem volke)15

13 Ibid Halaman 6714 Ibid Halaman 6715 Widodo Dwi Putro, Op. Cit. Hal. 87

Page 16: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

16

itu ditemukan bukan dibuat. Menurut Von Savigny bahwa

hukum tidak berlaku secara universal karena setiap bangsa

memiliki kebiasaan dan budaya yang berbeda dengan

bangsa lain yang ditemukan dalam volksgeist (jiwa bangsa)

yang menurut ia bahwa volksgeist itu unik tertinggi dan

realitas mistis sehingga tidak dapat dipahami secara

rasional akan tetapi hanya dapat dipersepsikan secara

intuitif.

Menurut Von Savigny hukum merupakan salah satu

faktor dalam kehidupan bersama dalam suatu bangsa,

seperti bahasa, adat moral oleh karena hukum adalah

sesuatu yang bersifat supraindividual suatu gejala

masyarakat. Tetapi suatu masyarakat lahir dalam sejarah,

berkembang dalam sejarah dan lenyap dalam sejarah.16

Dengan demikian hukum selalu terikat dengan

perkembagan organis masyarakat, tidak ada

perkembangan masyarakat maka tidak ada hukum sama

sekali. Cicero mengatakan ibi socitas ibi ius (dimana ada

masyarakat disana ada hukum).

Kelahiran mazhab sejarah yang dipelopori oleh

Friedrich Carl Von Savigny ini dipengaruhi Montesquieu,

melalui bukunya L'esprit des Lois mengatakan adanya

16 Theo Hujibers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, 1982, Halaman 118

Page 17: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

17

hubungan antara jiwa suatu bangsa dengan hukumnya.

Selain itu juga dipengaruhi paham nasionalisme yang mulai

timbul pada abad ke-19. Selanjutnya, kelahiran mazhab ini

juga merupakan reaksi terhadap pendapat yang

dikemukakan Thibaut yang menghendaki dilakukannya

kodefikasi hukum di negara Jerman berdasarkan Hukum

perancis (Code Napoleon); serta reaksi tidak langsung

terhadap aliran hukum alam dan aliran hukum positif17.

Dampak ajaran madzab ini sangat tampak pada para

sarjana sosiologi dan hukum adat. Mereka disadarkan

tentang pentingnya penelitian mengenai hubungan antara

hukum dengan struktur masyarakat beserta sistem

nilainya. Pengaruh pandangan Savigny juga terasa sampai

jauh ke luar negara Jerman, termasuk ke Indonesia18.

Namun, sebagaimana produk kreativitas manusia

lainnya, pemikiran madzab sejarah tentang hukum,

tentulah juga memiliki kelemahan, dalam hal ini yang

utama adalah kurang diberikannya arti penting perundang-

undangan sebagai sumber hukum.19

W. Friedman mengatakan bahwa gagasan yang

benar-benar penting dari L'esprit des Lois adalah tesis 17 ibid

18Lili Rasjidi, Loc. Cit Hal. 6619 Ibid

Page 18: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

18

bahwa hukums walaupun secara samar didasarkan atas

beberapa prinsip hukum alam mesti dipengaruhi oleh

lingkungan dan keadaan seperti iklim, tanah, agama, adat-

kebiasaan, perdagangan dan lain sebagainya20.

Selanjutnya dikatakan bahwa gagasan Montesquieu

tentang sistem hukum merupakan hasil dari kompleksitas

berbagai faktor empiris dalam kehidupan manusia. Ketika

Montesquieu membahas penyebab suatu negara

mempunyai perangkat hukum atau struktur sosial dan

politik tertentu, dikatakan bahwa hal itu dikarenakan oleh 2

faktor penyebab utama yang membentuk watak

masyarakat yaitu faktor fisik dan faktor moral. Faktor fisik

yang utama adalah iklim yang menghasilkan akibat

fisiologi dan mental tertentu. Yang harus juga

dipertimbangkan adalah keadaan dataran, kepadatan

penduduk dan daerah kekuasaan suatu masyarakat.

Selanjutnya, yang dimaksud sebagai faktor moral adalah:

agama, hukum, peribahasa, kebiasaan, ekonomi dan

perdagangan, cara berfikir dan suasana yang tercipta di

pengadilan negara. Berdasarkan uraian di atas tampak

bahwa Montesquieu mendekati pokok bahasannya lebih

20 W friedmann, Teori dan Filsafat Hukum, Edisi 1 Cetakan 3, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996 Halaman 86

Page 19: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

19

sebagai ahli filsafat sejarah daripada semangat seorang

ahli sosiologi positivistik.

Sebagaimana dikemukakan di atas, Madzab Sejarah

juga diilhami oleh paham nasionalisme yang mulai timbul

di awal abad ke-19. "Deutsch uber alles", demikianlah

semboyan Jerman mengekspresikan tingginya

nasionalismenya21. Dengan memanfaatkan eforia politik

yang sedang berkecamuk pada warga negara dan

penyelenggara negara pada waktu itu, Savigny

menyarankan penolakan terhadap usul Thibaut dalam

pamfletnya yang berbunyi: "Uber Die Notwetdigkeit Eines

Allgemeinen Burgerlichen Rechts Fur Deutschland"

(Keperluan akan adanya kodefikasi hukum perdata negara

Jerman)22. Tentulah usul Thibaut, ahli hukum perdata

Jerman, yang menghendaki agar di Jerman diperlakukan

kodefikasi perdata dengan berdasarkan hukum Perancis

(Code Napoleon) dirasakan tidak selaras dengan semangat

nasionalisme Jerman yang pada waktu itu sedang

menggelora. Eforia nasionalisme yang cenderung

chauvinistik tersebut mustahil dapat menerima upaya

pembentukan hukum yang berasal dari jiwa bangsa lain

(dalam hal ini Perancis yang meninggalkan Jerman). Dalam 21 bahkan kemudian semboyan itu terkesan menunjukkan sikap chauvinisme

22 Lili rasjidi. Hal. 64

Page 20: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

20

suasana demikian. Savigny mendapatkan "Lahan subur"

untuk menanam dan menyemaikan ajarannya yang

mengatakan bahwa 'hukum itu tumbuh dan berkembang

bersama masyarakat. Dan oleh karena setiap bangsa

memiliki "volgeist" (jiwa rakyat) yang berbeda, maka

hukum suatu negara tidak dapat diterapkan bagi negara

lain, meskipun negara lain itu adalah bekas penjajahnya.

Dalam kaitan inilah kemudian Savigny mengatakan,

adalah tidak masuk akal jika terdapat hukum yang berlaku

universal pada semua waktu. Hukum yang sangat

tergantung atau bersumber kepada jiwa rakyat tersebut

dan yang menjadi isi dari hukum itu ditentukan oleh

pergaulan hidup manusia dari masa ke masa (sejarah). Inti

ajaran Madzab Sejarah yang didirikan oleh Savigny ini

terdapat dalam bukunya 'von Beruf Ungerer Zeit fur

Gesetzgebung und Rechtswissenschaft23 (Tentang Tugas

Zaman Kita Bagi Pembentuk Undang-undang dan Ilmu

Hukum). antara lain dikatakan: 'Das Recht wird nicht

gemacht. est ist und wird mit dem volke (Hukum itu tidak

dibuat. tetapi tumbuh dan berkembang bersama

masyarakat)24

23Ibid. Hal. 6524 Ibid

Page 21: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

21

Latar belakang pendapat Savigny di atas timbul

karena keyakinannya bahwa dunia yang terdiri dari

bermacam-macam bangsa itu mempunyai volgeist (jiwa

rakyat) yang berbeda-beda yang tampak dari perbedaan

kebudayaan. Ekspresi itu juga tampak pada hukum yang

sudah barang tentu berbeda pula pada setiap tempat dan

waktu. Isi hukum yang bersumber dari pada jiwa rakyat itu

ditentukan oleh pergaulan hidup manusia dari masa ke

masa (sejarah). Hukum menurut pendapat Savigny

berkembang dari suatu masyarakat yang sederhana yang

pencerminannya tampak dalam tingkah laku semua

individu kepada masyarakat yang modern dan kompleks

dimana kesadaran hukum rakyat itu tampak pada apa

yang diucapkan oleh para ahli hukumnya25

Dampak pemikiran hukum Savigny yang kemudian

dikembangkan oleh muridnya Puchta, terhadap

perkembangan hukum tertulis di Jerman tampaknya sangat

kuat. Buktinya tantangan Savigny terhadap kodefikasi

Perancis itu menyebabkan hampir satu abad lamanya

Jerman tidak mempunyai kodefikasi hukum perdata. Baru

pada Tahun 1900 negeri Jerman mendapatkan kitab

undang-undangnya dalam wujud Burgerliches Gesetzbuch.

25 Ibid

Page 22: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

22

Di Indonesia pun pengaruh ajaran madzab sejarah sangat

dirasakan, yakni dengan lahirnya cabang ilmu hukum baru

yang dikenal sebagai hukum adat, yang dipelopori oleh

Van Vollenhoven, Ter Haar serta tokoh-tokoh hukum adat

lainnya.

3. Perselisihan Teori

Apabila dipetakan persamaan cara pandang

Sociological Jurisprudence dengan Mazhab Hukum Sejarah:

sama-sama melihat hukum dan masyarakat sebagai suatu

yang tidak terpisah dan saling berhubungan. Perbedaan

mendasar adalah cara melihat fungsi hukum. Jika Mazhab

Hukum Sejarah memahami hukum lebih romantik, Pound

mengandaikan hukum seperti ”teknologi”. Karena itu,

fungsi hukum, menurut pandangan Pound, bukan hanya

sebagai pengendalian sosial (social control) seperti

ketertiban (social order) dan penyelesaian sengketa

(dispute settlement) melainkan lebih dari itu, sebagai

rekayasa sosial (social engineering). Sebagaimana saran

Pound: “…I have suggested thinking of jurisprudence as a

science of social engineering.”26

 Jika selama ini hukum diandaikan berjalan tertatih-

tertatih mengikuti kenyataan sosial (”het recht hinkt achter

26 Ibid. Hal 545

Page 23: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

23

de feiten aan”), maka dalam konsep ”social engineering”

hukum justru berada di depan kenyataan sosial dan hakim

diharapkan oleh Pound menjadi ”social engineer.” ”The

task of the lawyer as ”social engineer”, formulated a

programme of action, attempted to gear individual and

social needs to the values of Western democratic

society.”27 Cara berpikir modernis yang cenderung menuju

kebaruan akan mudah berbenturan dengan cara berpikir

tradisional yang bersikukuh mempertahankan nilai-nilai

lama. Ketika hukum didayagunakan sebagai rekayasa

sosial, tentu akan berbenturan dengan tradisi-tradisi yang

sebelumnya mapan. Tradisi terguncang, misalnya

perubahan status desa menjadi kelurahan, karena ia

“dipaksa” berubah melalui rekayasa sosial. Namun,

pembaruan melalui rekayasa sosial yang ditawarkan

Roscoe Pound tidak bersifat radikal dan lebih menekankan

kemanfaatan praktis (pragmatis).

27 MDA freeman, Op. Cit, hal. 678

Page 24: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

24

f. METODE PENELITIAN

Dalam rangka memperoleh dan mengumpulkan data

serta menganalisis data dan informasi atau keterangan yang

bersifat ilmiah tentunya dibutuhkan suatu karya tulis ilmiah

maupun susunan yang sistematis terarah dan konsisten,

Adapun metode dalam penelitian ini adalah :

1. Jenis Penelitian

Dari masalah yang dikaji dalam penelitian ini, maka

penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian hukum

normatif-empiris, yaitu penelitian yang dilakukan dengan

mengkaji ketentuan perundang-undangan (inabstracto)

serta melihat fakta-fakta hukum yang terjadi di lapangan

(inconcreto)28 berkaitan dengan Pengelolaan Tanah Pecatu

Desa di Kabupaten Lombok Tengah Setelah Perubahan

Status Desa Menjadi Kelurahan

2. Metode Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan normatif empirik, yaitu memandang

hukum bukan saja sebagai perangkat kaidah yang bersifat

normatif atau apa yang tertuang dalam teks peraturan

28 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2004, Hal. 29.

Page 25: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

25

perundang-undangan (law in books), akan tetapi juga

melihat (law as it is society) bagaimana hukum itu bisa

dijalankan di tengah-tengah masyarakat, oleh karena itu

pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah :

a. Pendekatan perundang-undangan (statuta approach)

dilakukan untuk meneliti norma-norma hukum yang

terkandung di dalamnya terkait satu sama lain secara

logis, dan apakah norma hukum tersebut cukup mampu

menampung permasalahan hukum yang ada, sehingga

tidak ada kekurangan hukum dan apakah proses norma-

norma hukum tersebut tersusun secara hierarkis.29

b. Pendekatan Konsep (conceptual approach) digunakan

untuk memahami konsep yang digunakan dan

berkaitan dengan Pengelolaan Tanah Pecatu Desa di

Kabupaten Lombok Tengah Setelah Perubahan Status

Desa Menjadi Kelurahan.

c. Pendekatan Sosiologis (sociological approach)

digunakan untuk mengetahui bagaimana aturan hukum

dilaksanakan berkaitan dengan Pengelolaan Tanah

Pecatu Desa di Kabupaten Lombok Tengah Setelah

29 Harjono, Penelitian Hukum pada Kajian Hukum Murni, dalam Joni Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia Publishing, Malang, 2005. Halaman 303.

Page 26: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

26

Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan dan

penegakan hukum (law enforcement).30

d. Pendekatan Sejarah (historical approach), mengkaji

bagaimana perkembangan hukum dalam Pengelolaan

Tanah Pecatu Desa di Kabupaten Lombok Tengah

Setelah Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan.

3. Sumber dan Jenis Data

Sumber dan jenis bahan hukum yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang terdiri

dari aturan hukum yang terkait dengan permasalahan

yang diangkat dalam penelitian mengenai bentuk

hukum Agraria Nasional Undang-Undang Pokok Agraria

No 5 Tahun 1960, Undang-Unndang Nomor 32 Tahun

2004

b. Data Lapangan yang dapat melalui penelitian lapangan

berdasarkan hasil wawancara dengan para informan

dan melalui pengamatan.

a) Informan

1. Staf Bagian Pemerintahan Umum dan Staf bagian

Aset Daerah Kabupaten Lombok Tengah.

30 Amirudin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006. Halaman 134.

Page 27: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

27

2. Sekretaris Desa.

3. Masyarakat

b) Bahan hukum tersier yang bersumber dari kamus

hukum, kamus bahasa, artikel-artikel pada

koran/surat kabar dan majalah.

4. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi

penelitian di Kabupaten Lombok Tengah focus pada

beberapa desa yang sudah berubah statusnya menjadi

kelurahan karena mengingat di kabupaten Lombok tengah

terdiri dari 129 desa dan 10 kelurahan, maka lokasi

penelitian akan dilakukan di 3 kelurahan dengan asumsi

bahwa dari sampel yang diambil penulis sudah dapat

mewakili kelurahan yang lain.

Adapun kelurahan dimaksud adalah, kelurahan leneng,

kelurahan gerantung dan kelurahan gerunung mengingat

kelurhan ini baru dibentuk akan memudah penulis untuk

menelisik data dan informasi terkait dengan keberadaan

tanah pecatu desa.

5. Teknik pengumpulan dan pengolahan Bahan Hukum/ Data

Page 28: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

28

Untuk mendapatkan data akurat yang diperlukan dalam

penelitian ini digunakan teknik dan alat pengumpul data

sebagai berikut:

a. Data Primer

Teknik dan alat pengumpulan data primer data

didapat melalui Wawancara (interview). Metode

interview ini dengan melakukan wawancara langsung

dengan informan, dalam hal ini wawancara dilakukan

dengan:

a) Staf Bagian Pemerintahan Kabupaten Lombok.

b) Sekretaris Desa.

c) Tokoh Masyarakat

b. Penelusuran Bahan Hukum

Studi dokumentasi adalah cara memperoleh data

dengan jalan mengumpulkan segala macam bahan

hukum serta mengadakan pencatatan yang sistematis.

Kemudian menghubungkan paparan yang ada dalam

bahan hukum tersebut.

6. Analisis Data

Dari semua data/bahan hukum yang terkumpul,

kemudian diolah, selanjutnya dinalisis dengan metode

analisa kualitatif deskriptif yaitu dengan merumuskan

Page 29: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

29

dalam bentuk menguraikan yang dapat memberikan

penjelasan secara signifikan terhadap pokok masalah yang

menjadi obyek yang diteliti, sehingga merupakan jawaban

sebagai hasil temuan dari hasil tujuan penelitian dengan

pola berpikir yang runtun dan sistematis.

Analisa kualitatif dilakukan dengan cara deduktif yaitu

menarik suatu kesimpulan dari data yang sifatnya umum

ke khusus untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu

kebenaran sehingga memperoleh gambaran yang jelas

masalah yang diteliti.

g. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk penulisan tesis ini penulis akan menyusun dengan

sistematika sebagai berkut:

1. BAB I : latar belakang permasalahan, rumusan

permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, ruang

lingkup penelitian, kerangka teori, sistematika penulisan.

2. BAB II : menguraikan pembahasan kaitan dengan rumusan

permasalahan yang pertama yakni apa sajakah yang

menjadi dasar pertimbangan hukum pemerintah daerah

dalam merubah status desa menjadi kelurahan.

3. BAB III : menguraikan pembahasan rumusan permasalahan

kedua yakni bagaimana pengelolaan tanah pecatu desa di

Page 30: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

30

kabuaten lombok tengah setelah perubahan status desa

menjadi kelurahan.

4. BAB IV : berisi tentang uraian pembahasan kaitan dengan

rumusan permasalahan ketiga yani apakah dasar

kewenanagan pemerintah daerah dalam mengelola tanah

pecatu desa

5. BAB V : Penutup yang berisi simpulan dan saran

h. DAFTAR PUSTAKA

Achmad Sodiki & Yanis Maladi, Politik Hukum Agraria, cetakan I,

Mahkota Kata, Jogjakarta, 2009

Amidhan “Menggagas Pembentukan Komisi Nasional

Penyelesaian Konflik Agraria (KNUPKA)”(Makalah

yang dibawakan pada Konfrensi Nasional Agraria,

Yayasan Kemala, Jakarta, Oktober 2004

Amirudin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian

Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006

Direktorat Agraria Provinsi Nusa Tenggara Barat, Dokumen

Tanah Pecatu: Data Inventarisasi Tanah Pecatu di

seluruh Wilayah provinsi Nusa Tenggara Barat, 1979

Harjono, Penelitian Hukum pada Kajian Hukum Murni, dalam Joni

Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum

Normatif, Banyumedia Publishing, Malang, 2005

Page 31: file · Web view(Pendekatan Teori Sociological Jurisprudence dan ... yang cenderung menimbulkan konflik pengelolaan antara Pemerintah Daerah dengan kesatuan-kesatuan

31

Lili Rasjidi & Ira Tania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori

Hukum, cetakan x, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,

2007

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Liberty, Yogyakarta,

2004

Theo Hujibers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius,

Yogyakarta, 1982

W friedmann, Teori dan Filsafat Hukum, Edisi I Cetakan 3, PT.

Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996

--------------- Teori dan Filsafat Hukum, Edisi II Cetakan 3, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 1996

---------------, Teori dan Filsafat Hukum, Edisi III Cetakan 3, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 1996

Widodo Dwi Putro, Kritik Terhadap Paradigma Positivisme

Hukum, Genta Publising, Yogyakarta, Tahun 2011

Zen Wen, Gong 2000; Eksploitasi Sumber Daya Alam Dan

Peminggiran Rakyat Semakin Menjadi, Otonomi

Daerah Sumber Daya Alam Lingkungan, cetakan I,

Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2001


Recommended